Tugas amdal

download Tugas amdal

of 12

description

Isu-isu pertambangan

Transcript of Tugas amdal

Pertambanganadalah rangkaian-rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas). Sektor pertambangan, khususnya pertambangan umum, menjadi isu yang menarik khususnya setelah Orde Baru mulai mengusahakan sektor ini secara gencar. Pada awal Orde Baru, pemerintahan saat itu memerlukan dana yang besar untuk kegiatan pembangunan, di satu sisi tabungan pemerintah relatif kecil, sehingga untuk mengatasi permasalahan tersebut pemerintah mengundang investor-investor asing untuk membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya di Indonesia.Adanya kegiatan pertambangan ini mendorong pemerintah untuk mengaturnya dalam undang-undang (UU). UU yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan, UU No. 11/1967 tentang Pokok-pokok Pengusahaan Pertambangan. Dalam UU tersebut pemerintah memilih mengembangkan pola Kontrak Karya (KK) untuk menarik investasi asing. Berdasarkan ketentuan KK, investor bertindak sebagai kontraktor dan pemerintah sebagai prinsipal. Di dalam bidang pertambangan tidak dikenal istilah konsesi, juga tidak ada hak kepemilikan atas cadangan bahan galian yang ditemukan investor bila eksploitasi berhasil. Berdasarkan KK, investor berfungsi sebagai kontraktor. Kegiatan pertambangan untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan bumi telah berlangsung sejak lama. Selama kurun waktu 50 tahun, konsep dasar pengolahan relatif tidak berubah, yang berubah adalah skala kegiatannya. Mekanisasi peralatan dan teknologi pertambangan telah menyebabkan skala pertambangan semakin besar dan ekstraksi kadar rendahun menjadi ekonomis sehingga semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus di gali. Ini menyebabkan kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang besar dan penting. Kegiatan pertambangan selain menimbulkan dampak lingkungan, juga menimbulkan dampak sosial kompleks. Oleh sebab itu, AMDAL Suatu kegiatan pertambangan harus dapat menjawab dua tujuan pokok (World Bank, 1998):1. Memastikan bahwa biaya lingkungan, sosial dan kesehatan dipertimbangkan dalam menentukan kelayakan ekonomi dan penentuan alternatif kegiatan yang akan dipilih.2. Memastikan bahwa pengendalian, pengelolaan, pemantauan serta langkah-langkah perlindungan telah terintegrasi di dalam desain dan implementasi proyek serta rencana penutupan tambang.Menurut jenis yang dihasilkan di Indonesia terdapat antara lain pertambangan minyak dan gas bumi; logam logam mineral antara lain seperti timah putih, emas, nikel, tembaga, mangan, air raksa, besi, belerang, dan lain-lain serta bahan bahan organik seperti batubara, batu-batu berharga seperti intan, dan lain- lain. Pembangunan dan pengelolaan pertambangan perlu diserasikan dengan bidang energi dan bahan bakar serta dengan pengolahan wilayah, disertai dengan peningkatan pengawasan yang menyeluruh.Pengembangan dan pemanfaatan energi perlu secara bijaksana baik itu untuk keperluan ekspor maupun penggunaan sendiri di dalam negeri serta kemampuan penyediaan energi secara strategis dalam jangka panjang. Sebab minyak bumi sumber utama pemakaian energi yang penggunaannya terus meningkat, sedangkan jumlah persediaannya terbatas. Karena itu perlu adanya pengembangan sumber-sumber energi lainnya seperti batu bara, tenaga air, tenaga air, tenaga panas bumi, tenaga matahari, tenaga nuklir, dan sebagainya. Pencemaran lingkungan sebagai akibat pengelolaan pertambangan umumnya disebabkan oleh faktor kimia, faktor fisik, faktor biologis. Pencemaran lingkungan ini biasanya lebih daripada diluar pertambangan. Keadaan tanah, air dan udara setempat di tambang mempunyai pengarhu yang timbal balik dengan lingkunganya. Sebagai contoh misalnya pencemaran lingkungan oleh gas karbonmonoksida (CO) sangat dipengaruhi oleh keanekaragaman udara, pencemaran oleh tekanan panas tergantung keadaan suhu, kelembaban dan aliran udara setempat. Suatu pertambangan yang lokasinya jauh dari masyarakat atau daerah industri bila dilihat dari sudut pencemaran lingkungan lebih menguntungkan daripada bila berada dekat dengan permukiman masyarakat umum atau daerah industri. Selain itu jenis suatu tambang juga menentukan jenis dan bahaya yang bisa timbul pada lingkungan. Akibat pencemaran pertambangan batu bara akan berbeda dengan pencemaran pertambangan mangan atau pertambangan gas dan minyak bumi. Keracunan mangan akibat menghirup debu mangan akan menimbulkan gejala sukar tidur, nyeri dan kejang kejang otot, ada gerakan tubuh diluar kesadaran, kadang-kadang ada gangguan bicara dan impotensi. Melihat ruang lingkup pembangunan pertambangan yang sangat luas, yaitu mulai dari pemetaan, eksplorasi, eksploitasi sumber energi dan mineral serta penelitian deposit bahan galian, pengolahan hasil tambang dan mungkin sampai penggunaan bahan tambang yang mengakibatkan gangguan pad lingkungan, maka perlua adanya perhatian dan pengendalian terhadap bahaya pencemaran lingkungan dan perubahan keseimbangan ekosistem, agar sektor yang sangat vital untuk pembangunan ini dapat dipertahankan kelestariannya. Dalam pertambangan dan pengolahan minyak bumi misalnya mulai eksplorasi, eksploitasi, produksi, pemurnian, pengolahan, pengangkutan, serta kemudian menjualnya tidak lepas dari bahaya seperti bahaya kebakaran, pengotoran terhadap lingkungan oleh bahan-bahan minyak yang mengakibatkan kerusakan flora dan fauna, pencemaran akibat penggunaan bahan-bahan kimia dan keluarnya gas-gas/ uap-uap ke udara pada proses pemurnian dan pengolahan. Dalam rangka menghindari terjadinya kecelakaan pencemaran lingkungan dan gangguan keseimbangan ekosistem baik itu berada di lingkungan pertambangan ataupun berada diluar lingkungan pertambangan, maka perlu adanya pengawasan lingkungan terhadap :1.Cara pengolahan pembangunan dan pertambangan.2.Kecelakaan pertambangan.3.Penyehatan lingkungan pertambangan.4.Pencemaran dan penyakit-penyakit yang mungkin timbul.

Pertambangan batubara,mulai dari awal hingga akhir kegiatannya selalu menimbulkan problema jika tidak dilakukan dengan cara yang benar dan jika tidak mengikuti prosedur yang sebenarnya. Tidak hanya persoalan izin, namun juga kerusakan lingkungan yang ditimbulkan hingga yang terparah merenggut korban jiwa akibat tidak adanya reklamasi pasca-tambang. Cerita pahit ini terekam jelas di Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur. Sumatera Selatan saat dipimpin Syahrial Oesman begitu bergema dengan slogan Sumsel lumbung energi. Hal itu dikatakannya saat pertama kali menjabat gubernur periode 2003-2008. Alasannya, Sumsel memiliki sumber daya alam (SDA) yang sedemikian besar, salah satunya batubara. Potensi ini diperkirakan mencapai 18,13 miliar ton atau 60% dari cadangan batubara nasional dengan kandungan kalori antara 4800-5400 Kcal/kg. Cadangan tersebut baru dikelola PT. Bukit Asam dan PT. Bukit Kendi di Kabupaten Muara Enim. Sedangkan kandungan sebanyak 13,07 miliar ton belum dikelola sama sekali.Ketika penadatanganan MoU PLTU Banjarsari, Kabupaten Lahat, 19 April 2004, Syahrial mengingatkan posisi strategis Sumsel sebagai lumbung energi nasional yang menurutnya sejalan dengan kebijakan nasional.Yaitu, secara bertahap, mengurangi penggunaan minyak bumi untuk pembangkitan tenaga listrik. Upaya menjadikan Sumsel lumbung energi nasional terkesan berakhir setelah Syahrial Oesman gagal memimpin Sumsel untuk periode 2008-2013. Posisinya digantikan Alex Noerdin. Namun, benarkah demikian? Ternyata tidak. Promosi Sumsel sebagai lumbung energi kadung diketahui investor, baik nasional maupun international, yang datang untuk melakukan eksplorasi batubara. Kondisi ini didukung oleh proyek MP3EI (Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) yang dicanangkan pemerintah sejak 2011. Sumsel masuk koridor MP3EI untuk energi dan pangan. Akibatnya, luasan Sumsel yang sekitar 8,7 hektar sekitar 5 juta hektarnya dialokasikan untuk perkebunan dan pertambangan batubara. Sikap Alex Noerdin, menurut Direktur Walhi Sumsel Hadi Jatmiko, terhadap batubara tidak berbeda jauh dengan Syahrial Oesman. Lima tahun lagi batubara tidak berharga, maka sumber daya batubara Sumsel harus segera dieksploitasi, kata Alex Noerdin beberapa tahun lalu, yang dikutip Hadi. Hingga awal 2014, luasan konsensi penambangan batubara di Sumsel mencapai 2,7 juta hektar. Sekitar 801.160 hektar berada di kawasan hutan, 6.293 hektar berada di hutan konservasi, 67.298 hektar di hutan lindung, serta 727.569 hektar berada di hutan produksi. Sisanya, 1.985.862 hektar berada di areal penggunaan lain. Yang menguasai konsensi lahan tersebut 359 perusahaan. Sekitar 264 perusahaan pemegang IUP sudah beroperasi.

Kolam batubara di Lahat, Sumsel. Eksploitasi batubara diduga merupakan faktor pendorong alih fungsi kawasan hutan. Foto: Walhi Sumatera SelatanGebrakan pertama yangdilakukan Alex Noerdin lakukan menjabat gubernur, tepatnya 2009, adalah memberikan izin untuk tambang batubara seluas 1,2 juta hektar. Selanjutnya, di 2010, memberi izin seluas 928.700 hektar; 2011 seluas 483.881 hektar; dan 2012-2013 sebesar 205.000 hektar. Pada awalnya, persoalan eksplorasi batubara di Sumsel hanya sebatas keluhan masyarakat mengenai angkutan batubara yang mengganggu jalan umum. Karena, selain menimbulkan kerusakan jalan, kegiatan tersebut menyebabkan kemacetan, juga kecelakaan yang memakan korban jiwa. Solusi yang diberikan Alex Noerdin berupa jalan khusus batubara yang dibangun PT. Servo antara Lahat-Tanjung Api-Api sepanjang 270 kilometer tidak berjalan mulus. Bahkan, truk-truk batubara itu menolak melintasi jalan khusus batubara antara Lahat-Prabumulih yang sudah dibangun PT. Servo dengan alasan tidak layak. Terakhir, Walikota Prabumulih Ridho Yahya mengaku tidak dapat melakukan pembangunan di daerahnya karena terganggu aktivitas pengangkutan batubara. Pernyataan Ridho ini disampaikan saat bertemu dengan anggota DPRD Sumsel, Selasa (23/12/2014). Kita sudah tidak sanggup mengatasi truk barubara terus melintasi Prabumulih. Bahkan kita hanya bisa mengadu ke Tuhan agar truk tidak lagi melintas. Harapan kita DRD Sumsel menyampaikan ke pemerintah pusat agar masalah ini selesai, katanya. Selain transportasi, persoalan batubara di Sumsel juga mengancam keberadaan situs budaya dan gajah sumatera. Misalnya keberadaan megalitikum dan gajah di Kabupaten Lahat. Akibat penambangan batubara di bagian hulu, tepatnya di dekat Bukit Telunjuk, air Sungai Milang menjadi keruh. Hujan maupun kemarau airnya keruh. Perusahaan yang menambang di sana PT. SCG (Sarana Cipta Gemilang), kata Ramlan, seorang pawang di PLG Bukit Serelo Lahat. Hal senada disampaikan Kristantina Indriastuti dari Balai Arkeologi Palembang. Sampai saat ini, petambangan batubara memang belum menyentuh wilayah situs yang sudah ditemukan. Tapi, kita tetap harus hati-hati, sebab banyak wilayah yang belum dilakukan penggalian. Ancaman tersebut dikarenakan potensi batubara di Kabupaten Lahat bukan hanya berada di kawasan Merapi. Diduga, potensi batubara tersebut juga ada di wilayah Gumay, Kikim dan Pulau Pinang, yang hingga kini masih ditemukan berbagai situs megalitik dan peninggalan prasejarah lainnya.Arca manusia memeluk gajah di halaman Sekolah SMPN 2 Merapi Barat, Lahat, sebagai simbol keharmonisan hidup manusia dengan satwa, terutama gajah. Foto: Rahmadi RahmadMarwan Mansyur,Wakil Bupati Lahat, saat menjabat Asisten I Kabupaten Lahat, Sabtu (23/02/2013) mengatakan, potensi batubara di Lahat, selain di Kecamatan Merapi Barat, terdapat juga di Merapi Timur, Kota Lahat, Pulau Pinang,Kikim Barat, Gumay Talang, serta Kikim Timur, yang potensinya sebesar 2,9 miliar ton. Berdasarkan Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditemukan sekitar 201 perusahaan tambang di Sumatera Selatan yang terlibat beragam persoalan. Dari 201 perusahaan tersebut, 31 perusahaan batubara belum memiliki nomor pokok wajib pajak, dan 170 perusahaan belumcleandanclear, seperti izin dalam kawasan konservasi yang mencapai 9.300 hektar.Semua perusahaan tersebar di Kabupaten Musirawas, Musi Banyuasin, Banyuasin, Muara Enim dan Lahat. Menyikapi temuan KPK, tekanan dari Walhi Sumsel dan beberapa organisasi peduli lingkungan hidup lainnya,Pemerintah Sumsel akhirnya mencabut 17 izin. Berdasarkan data Dirjen Minerba Kementerian ESDM, 11 November 2014, di Babel hanya 8 izin yang dicabut, Sumsel 17 izin, sedangkan Jambi184 izin, kata Hadi Jatmiko, Direktur Walhi Sumsel saat konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil Sumsel-Jambi-Babel, Kamis (20/11/ 2014) lalu. Mendapat protes dari pegiat lingkungan hidup tersebut,Kabupaten Musi Banyuasin yang banyak mengeluarkan izin usaha pertambangan, akhirnya mencabut 22 izin. Terkait hal tersebut, Anwar Sadat, Ketua Forum Masyarakat Pemantau Batubara (For Batu) menuturkan selain ada upaya pengawasan dalam pelaksanaan pencabutan izin di lapangan, maka harus ada pula kebijakan berupa peraturan daerah (Perda) reklamasi lahan pasca-tambang di Sumatera Selatan.

Peta tumpang tindih konsesi pertambangan dengan kawasan lindung. Sumber: Walhi SumselBagaimana Kalimantan Timur? Provinsi ini merupakan daerah yang paling luas penambangan batubaranya. Dari luasan daratan sekitar 198.441,17 kilometer persegi, sekitar 7 juta hektarnya diperuntukan penambangan batubara. Kalimantan Timur juga menjadi daerah yang paling besar mengekspor batubara di Indonesia, sekitar 120 juta ton per tahun. Seperti halnya Sumatera Selatan, yang juga banyak terdapat penambangan batubara, Kalimantan Timur sebelum 1980-an, dikenal sebagai daerah pemasok kayu. Diperkirakan, sekitar 11 juta meter kubik berangkat ke luar negeri dari wilayah ini. Hasil monitoring dan investigasi Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menunjukkan, total penguasaan lahan tambang di Kalimantan Timur (Kaltim), sekitar 7 juta hektar. Terdiri dari 1.451 izin usaha pertambangan (IUP) dengan luas 5.314.294,69 hektar, 67 perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) yang menguasai lahan sekitar 1.624316,49 hektar, serta 5 kontrak karya dengan luas konsesi 29.201.34 hektar. Merah Johansyah, Dinamisator Jatam Kaltim, menjelaskan begitu banyak dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan batubara di Kalimantan Timur ini. Di antaranya, selain menyebabkan kerusakan hutan dan aneka hayatinya, juga memberikan dampak buruk bagi masyarakat. Sejak 2008, banjir pun melanda Kalimantan Timur, khususnya Kota Samarinda. Satu-satunya kota di Indonesia yang ada aktivitas batubara tersebut, mengeluarkan banyak biaya buat mengatasi dampak banjir. Periode 2008-2010, biaya penanggulangan dampak banjir mencapai Rp 107,9 miliar, kemudian meningkat menjadi Rp 602 miliar periode 2011-2013. Angka ini diluar biaya rehabilitasi kerusakan jalan umum akibatpengangkutan batubara yang mencapai Rp37,6 miliar. Hingga saat ini, sekitar 150 lubang bekas tambang batubara yang tidak direklamasi. Lubang tersebut, luasnya rata-rata mencapai satu hektar dengan kedalaman lebih dari 50 meter.

Kawasan hutan di Kalimantan Timur yang tergerus tambang batubara. Foto: HendarSejak tahun 2011-2014, sudah ada 9 anak tewas tenggelam di lubang tambang batubara yang tidak ditutup. Parahnya, kasus meninggalnya bocah tersebut tidak pernah sampai keranah hukum apalagi hingga ke pengadilan. Kasus tersebut diselesaikan dengan pemberian santunan oleh perusahaan kepada keluarga korban yang besarnya bervariasi antara Rp100-120 juta. Kemudian kasusnya dinyatakan selesai.Korban terakhir M Raihan Saputra (10), tewas di lubang bekas tambang. Lubang tambang itu diduga milik perusahaan, PT. Graha Benua Etam (GBE). Koordinasi dan Supervisi (Korsup) mineral dan batubara yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk di Kalimantan Timur, selama 2014, memberi harapan soalpenataan batubara di provinsi tersebut. Sejumlah rekomendasi dikeluarkan KPK untuk pemerintah daerah di Kalimantan yang ternyata harapan tersebut sebatas harapan saja. Dari data Dirjen Planologi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Korsup KPK hingga Mei 2014 menunjukkan, ada 124 pemegang izin pertambangan di lima provinsi di Kalimantan yang masih beroperasi di kawasan konservasi. Disebutkan di Kalimantan Timur tercatat 62 pemegang izin yang berada di kawasan konservasi, Kalimantan Barat terdapat 13 pemegang izin yang menggunakan kawasan konservasi untuk kegiatan non-kehutanan dan 125 pemegang izin di kawasan lindung. Kalimantan Selatan sekitar 30 pemegang izin, dan di Kalimantan Tengah terdapat 19 pemegang izin. Dari Data Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara pada April 2014, semua izin tersebut, hampir 50 persen IUP Minerba belumclear and clean(CnC). Tepatnya, pemerintah daerah di Kalimantan dihadapkan dengan statusnon-clear and clear-nya IUP pertambangan sebanyak 1.518 IUP dari total 3.836 IUP. Statusnon-clear and cleanterbanyak di Kalimantan Timur. Meskipun KPK memberikan batas waktu selama enam bulan kepada pemerintah daerah untuk memaksa pemegang IUP agar mengurus status IUP, ternyata respons pemerintah daerah di Kalimantan sangat lamban. Indikasinya, hingga Oktober 2014 Kalimantan Timur tidak meningkatkan status CnC terhadap perusahaan tambang batubara. Di Kalimantan, hanya 21 IUP yang berstatus CnC dari 195 IUP yang diusulkan oleh pemerintah Kalimantan Barat.

Batubara diangkut melalui jalur Sungai Mahakam yang merupakan urat nadi perekonomian masyarakat Samarinda. Foto: Yutinus S. Hardjanto

Bagaimana sikap Komisi Pemberantasan Korupsi? Johan Budi SP, Deputi Pencegahan KPK, saat dihubungi di acaraGreenTalk(23/12/2014), kerja sama Green Radio dengan Mongabay, menuturkan KPK telah melakukan koordinasi dan supervisi terkait pengelolaan pertambangan mineral dan batubara di 12 provinsi tahun 2014 ini. Provinsi tersebut adalah Riau, Jambi, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara. Menurut Johan, korsup dilakukan sebagai upaya terciptanya tata kelola pertambangan mineral dan batubara yang baik. Persoalan yang melatari dilakukannya korsup adalah pengembangan data dan informasi minerba saat ini masih parsial, belum diterbitkannya semua aturan UU No 4 tahun 2009, renegosiasi kontrak 34 KK dan 78 PKP2B yang belum terlaksana, hingga kerugian negara akibat tidak dibayarkannya kewajiban keuangan karena sanksi yang tidak maksimal terhadap pelaku usaha. Peksanaan yang berlangsung pada Februari hingga Juni 2014 tersebut dilakukan dengan menggandeng 12 provinsi terkait serta Kementerian ESDM, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perdagangan, Menen PAN & RB, Kementerian Perindustrian, BPK, BPN, dan Deputi Perekonomian BPKP. Untuk 2015 nanti, kegiatan korsup akan dilakukan di beberapa provinsi di Indonesia yang memiliki potensi pertambangan mineral dan batubara. Namun,action plan2014 tetap dilakukan. Hasil korsup di 12 provinsi tersebut, menurut Johan Budi, menunjukkan ada temuan izin usaha pertambangan yang bermasalah serta adanya perusahaan yang beroperasi tidak memiliki NPWP. Negara mengalami kerugian 13 triliun akibat tunggakan pembayaran ratusan perusahaan di 12 provinsi tersebut. Mereka sudah diberi batasan waktu hingga Oktober 2014. Hal penting lain dari temuan korsup tersebut adalah belum adanya peta baku pertambangan yang dimiliki pemerintah daerah, BPN, maupun kementerian ESDM. Sehingga, harus dilakukan kajian bersama yang melibatkan instansi lain. Terkait hasil korsup di Kalimantan yang belum dilaksanakan maksimal di daerah, Johan mengatakan bahwa korsup terus berjalan karenaaction planyang dilakukan KPK tidak hanya selesai dalam waktu satu atau dua bulan saja. Monitoring terus dilakukan. Namun demikian, masyarakat ataupun para pegiat lingkungan dipersilakan melaporkan ke KPK andai ada temuan baru, ujar Johan.

Gerakan Kukar Menggugar sebagai bentuk protes terhadap lahan batubara yang mencaplok wilayah pertanian. Foto: Yustinus S. HardjantoSepintas, Pemerintah Kalimantan Timur cukup peduli dengan persoalan tambang yang sudah merusak daerahnya. Pada 2013 lalu, mereka mengeluarkan peraturan daerah (Perda) tentang reklamasi dan pasca-tambang.Tapi hingga kini peraturan daerah tersebut hanya di atas kertas saja. Salah satu alasan mengapa perda tersebut belum berjalan adalah karena belum terbentuknya Komisi Pengawasan Reklamasi dan Pascatambang Daerah. Seperti yang diamanatkan Perda No 8 Tahun 2013. Pembentukan komisi itu sendiri menunggu Peraturan Gubernur Kalimantan Timur tentang komisi tersebut. Bulan November 2014, rancangan diserahkan kepada gubernur untuk dikaji dan Pergub akan diterbitkan paling lambat awal 2015, kata Muhammad Nasir, anggota tim penyusun pergub yang juga penggiat LSM Prakarsa Borneo. Menurut Nasir, jika Komisi Pengawas Reklamasi dan Pasca-tambang Daerah terbentuk, ini yang pertama di Indonesia. Karena sebelumnya, tidak ada di daerah lain.Dia pun memberikan jaminan komisi yang terbentuk itu merupakan tim yang independen sehingga tidak bisa diintervensi pihak manapun. Komisi ini terdiri tujuh orang. Mereka akan menjabat selama dua tahun dan hanya boleh menjabat selama dua periode. Tugas utamanya adalah melaksanakan pengawasan terhadap seluruh kegiatan reklamasi dan pasca-tambang yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban. Misalnya memverifikasi pengawasan dokumen, investigasi, maupun pelaporan jika ditemukan indikasi pidana. Akankah persoalan batubara terus begini? Semoga, di tahun 2015, semua lubang bekas tambang akan direklamasi dan hutan yang gundul dihijaukan lagi. Sehingga, peristiwa pilu tewasnya anak di lubang tambang tidak akan terjadi lagi.

Isu lain yang berada di Pulau Jawa1. Isu lingkungan dan tumpang tindih pertambangan dengan sektor lain pada kasus PETI emas di daerah pegunungan Tumpang Pitu, Kecamatan Pesanggrahan, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, merupakan survei lanjutan agenda problema pertambangan tahun 2009.2. Isu konflik masyarakat dengan perusahaan dan pemerintah terkait KK (Kontrak Karya) PT. Jogja Magasa Iron di daerah pantai selatan Kulon Progo, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Jogjakarta.3. Isu lingkungan dan tumpang tindih lahan tambang kapur di Pulau Nusakambangan milik PT. Holcim Indonesia Tbk dan isu penolakan masyarakat nelayan terhadap rencana pembangunan PLTU di Pantai Bunton Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah.4. Isu lingkungan dan konflik sosial penambang setempat dengan penambang pendatang pada kasus PETI emas di daerah Cihideung, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.5. Isu lingkungan dan tumpang tindih antar tingkatan pemerintahan terkait kewenangan PT. Otorita Jatiluhur pada kasus tambang pasir di daerah Ceper, Kecamatan Serang Baru, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat.Isu lain di luar Pulau Jawa1. Isu lingkungan dan masa depan pertimahan nasional dengan kasus pengelolaan pertambangan timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.2. Isu lingkungan dan konflik Pusat dan Daerah akibat penyerebotan PETI emas pada wilayah KK PT. Sentra Palu Mineral di daerah Poboya, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.3. Isu kelayakan pengusahaanUpgrading Brown Coal(UBC) pada kasus pabrik demonstrasi PT. UBCI di Satui, Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan.4. Isu implikasi Otonomi Khusus Papua terhadap pengelolaan pertambangan minerba (investasi pertambangan) di Provinsi Papua.5. Isu lingkungan dan perizinan pertambangan pada era Otonomi Daerah (Otda) pada kasus kabupaten/ kota di Provinsi Kalimantan Timur.

Menurut saya, kegiatan pertambangan memang diawali dengan kegiatan merusak lingkungan, tetapi jika para pengusaha pertambangan melaksanakan usaha pertambangan itu dengan prosedur yang benar dan bertanggungjawab maka kegiatan pertambangan tidak akan menjadi perusak, penghancur, bahkan pembunuh alam khususnya lingkungan sekitar. Kasus dampak lingkungan yang terjadi di daerah Sumatera Selatan dan Kalimantan timur benar adanya dan itu merupakan fakta dari suatu kegiatan pertambangan. Terbentuknya lubang-lubang besar pada daerah tersebut adalah hasil dari keserakahan dan tidak bertanggungjawab nya suatu perusahaan yang menaunginya, yang telah bebas dan seenaknya menggali dan mengambil sumberdaya alam ini khususnya batubara tersebut lalu pergi begitu saja meninggalkan bekas sebesar itu. Belum lagi pencemaran dan kerusakan lingkungan yang sekitar, khusus nya pencemaran air bahkan sampai pencemaran sungai yang sangat berguna bagi masyarakat sekitar. Sungai yang sebelumnya dapat secara maksimal di manfaatkan oleh masyarakat sekitar bahkan untuk sumber air minum dan sekarang tidak bisa dimanfaatkan karena telah tercemar oleh limbah dari batubara yang ada, dari lubang hasil galian batubara yang menghasilkan air asam tambang yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat didaerah tersebut. Masalah lain seperti perizinan yang tumpang tindih dengan lahan pertanian seperti di daerah Kalimantan Timur bahkan wilayah izin usaha pertambangan tumpang tindih dengan kawasan hutan lindung, semua hal ini terjadi karena ulah dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab bahkan lemahnya peraturan di negara kita yang belum adanya peraturan khusus yang mengatur semua itu, peraturan perundangan yang mengatur kegiatan reklamasi, jika di negara kita ada peraturan yang khusus untuk mengatur itu semua dan memiliki ketegasan saya yakin kegiatan pertambangan tidak akan menjadi perusak lingkungan dimana berada, tidak meninggalkan lubang-lubang raksasa seperti yang terlihat di Kalimantan Timur. Parahnya di Kalimantan Timur terdapat 150 lubang bekas tambang tidak di reklamasi bahkan memiliki lubang sampai kedalaman 50 m, hal seperti ini memang benar-benar merusak lingkungan, merugikan semua masyarakat sekitar, dapat menimbulkan bencana bagi orang banyak bahkan sampai menimbulkan kematian seperti sering terjadinya banjir di daerah Kalimantan Timur yang merugikan masyarakat sekitar. Semua hal ini tidak terlepas dari pengusaha pertambangan tetapi juga diiringin dengan pihak-pihak lain yang mencari keuntungan individu. Maka dari itu menurut saya, memang seharus nya telah di canangkan suatu peraturan undang-undang yang khusus mengatur tentang hal tersebut dan memberikan sanksi yang tegas bagi si pelanggar karena suatu kegiatan pertambangan penting bagi semua kalangan, sumberdaya alam yang berlimpah di negara kita berguna bagi kelangsungan hidup semua orang bahkan semua orang di dunia ini, maka dari itu kegiatan pertambangan tidak bisa dihentikan tetapi para pelaku dalam usaha ini harus berkomitmen dan bertanggungjawab sepenuhnya dalam kegiatan pertambangan yang akan dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA m.greenpeace.org/seasia/id/high/press/releases/Terungkap-pertambangan-batubara-meracuni-air-di-Kalimantan-selatan-dan-melecehkan-hukum-Indonesia ninachaerani02.blogspot.com/2015/01/masalah-lingkungan-dan-pertambangan.html radyanprasetyo.blogspot.com/2007/10/aspek-lingkungan-dalam-amdal-bidang.html rossiamargana.blogspot.com/2012/11/masalah-lingkungan-dalam-pembangunan.html Tekmira.esdm.go.id www.hijauku.com/2014/08/26/inilah-wajah-pertambangan-indonesia/ www.mongabay.co.id/2014/12/31/batubara-emas-hitam-yang-sarat-permasalahan/