Tugas AHP Pa Andreas Wibowo
-
Upload
agus-wahyudi-ajahlah -
Category
Documents
-
view
223 -
download
0
Transcript of Tugas AHP Pa Andreas Wibowo
PENGADAAN LAHAN INVESTASI JALAN TOL DENGAN PENDEKATAN MANAJEMEN RISIKO
Program Pasca Sarjana Universitas Katolik ParahianganJurusan Manajemen Proyek Konstruksi
Abstrak
Masalah pembebasan lahan menjadi hambatan utama pembangunan jalan
bebas hambatan (tol) di Indonesia. Rencana pemerintah membangun jalan tol
sepanjang 5.400 kilometer (Km) di seluruh pelosok negeri ini baru bisa
direalisasikan sepanjang 924 Km (Sumber BPJT 2013 Kemen PU).
Dampak dari pembebasan lahan yang sulit itu bisa dilihat dari penambahan jalan
tol yang sangat minim. Penambahan jalan tol hanya mencapai sepanjang 30 km
per tahun. Pada 10 tahun terakhir ini, penambahan jalan tol hanya mencapai
sekitar 300 km. Proyek jalan tol yang menjadi korban pembebasan lahan
jumlahnya cukup banyak (sumber BPJT 2013 Kemen PU).
Payung hukum yang mengaturnya yaitu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71
Tahun 2012. Dalam perpres yang merupakan penerapan dari Pasal 53 dan
Pasal 59 Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah
bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum jelas mengatur tata cara
pengadaan tanah untuk kepentingan umum dari tahapan perencanaan,
persiapan, pelaksanaan, hingga penyerahan hasil. Misalnya, untuk pembebasan
lahan paling lama (maksimal) 583 hari. Merujuk pada Pasal 9 ayat 2 UU No 2
Tahun 2012, pada dasarnya pengadaan lahan untuk kepentingan umum
dilaksanakan dengan pemberian ganti kerugian yang layak dan adil yang
ditetapkan penilai yakni lembaga pertanahan. Nilai ganti rugi hasil penilai menjadi
dasar musyawarah penetapan nilai ganti kerugian. Apabila pihak berhak atau
yang menguasai objek pengadaan tanah tidak sepakat nilai ganti kerugian
berhak mengajukan kepada pengadilan negeri (PN)
Kata kunci : Pembenasan Lahan, Jalan Tol, Perpers No 71 tahun 2012, UU No
2 Tahun 2012
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelaksanaan proyek kontruksi tidak akan terlepas dari risiko baik resiko
besar maupun risiko kecil. Ketepatan dalam penerapkan manajemen resiko
sangat diperlukan demi kelancaran dan keberhasilan suatu proyek. Dengan
semakin kecilnya potensi risiko maka akan menguntungkan proyek baik
dari segi biaya maupun dari segi pembangunannya. Semakin besar skala
proyek maka semakin besar pula resiko yang dihadapi dan akan
menghambat pelaksanaan proyek bila tidak ditangani dengan benar oleh
pihak pelaksana proyek (menurut Kaje Harahap, Cahyono Bintang
Nurcahyo, Yusroniya Eka Putri).
Pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat terutama pada daerah - daerah
perkotaan, telah menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan akan
infrastruktur transportasi jalan. Peran jalan selaku prasarana transportasi
darat, akan menjadi alternatif yang sangat strategis sehubungan dengan
semakin meningkatnya jumlah kendaraan khususnya di kota-kota besar di
Indonesia. Seiring dengan makin bertambahnya jumlah kendaraan maka,
pembangunan jalan sudah barang tentu diperlukan suatu sistem
transportasi darat nasional yang terpadu dan handal, baik dalam hal
kuantitas maupun kualitas.
Pengadaan lahan yang diperlukan untuk pembangunan jalan sebaiknya
berdasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah
ditetapkan baik nasional maupun dari daerah, sehingga dalam
implemntasinya dilapangan tidak melanggar pemanfaatan ruang yang
telah ditetapkan dalam RTRW sesuai dengan amanat UU No 26 Tahun
2007 tentang Penaraan Ruang dan PP No 15 tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang.
Pembangunan dan pengoperasian jalan bebas hambatan yang
dikenal sebagai “Jalan Tol” akan meningkatkan efisiensi penggunaan
sumber daya dan waktu bagi pemakainya dan memperlancar arus
pelayanan jasa distribusi sehingga secara tidak langsung berperan dalam
memacu pertumbuhan perekonomian antar daerah dan nasional.
Tonggak reformasi regulasi atau kebijakan dalam pembangunan dan
atau penyelenggaraan jalan tol di Indonesia dimulai sejak tahun 2004
yang ditandai dengan lahirnya Undang - Undang Nomor 38 Tahun
2004 tentang Jalan pada tanggal 18 Oktober 2004. Dari perspektif
investor jalan tol, lahirnya Undang - Undang Nomor 38 Tahun 2004 ini
telah atau akan memberikan harapan bagi perbaikan iklim investasi jalan
tol di Indonesia. Melalui Undang- Undang tersebut peran regulator
dipisahkan dari peran operator. Fungsi regulator dikembalikan kepada
pemerintah melalui pembentukan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT).
Pemerintah dalam pembangunan jalan tol di Indonesia, dalam konteks
kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) telah mengeluarkan kebijakan-
kebijakan untuk mendukung risiko-risiko yang timbul dalam membangun
infrastruktur jalan tol (government support). Sebagai suatu kontrak jangka
panjang (long term contract,) dalam pendekatan hukum dan ekonomi
disebutkan bahwa risiko-risiko yang timbul dalam pembangunan jalan tol
tersebut disebut sebagai hal-hal yang tidak terduga (unforeseen
contingencies).
Dalam kebijakan Pemerintah untuk mendukung risiko-risiko tersebut,
Pemerintah membaginya dalam tiga kategori risiko, yaitu, Pertama, risiko
politik (political risk) yaitu risiko yang ditimbulkan oleh kebijakan/ tindakan/
keputusan sepihak dari Pemerintah yang secara langsung dan signifikan
berdampak pada kerugian finansial badan usaha, yang meliputi risiko
pengambilalihan kepentingan aset, risiko perubahan peraturan perundang-
undangan, dan risiko pembatasan, konversi mata uang dan larangan
repatriasi dana. Kedua, risiko kinerja proyek (project performance risk)
yaitu risiko yang berkaitan dengan pelaksanaan proyek, yang antara lain
meliputi risiko lokasi dan risiko operasional. Ketiga, risiko permintaan
(demand risk) yaitu risiko yang ditimbulkan akibat lebih rendahnya
permintaan atas barang/jasa yang dihasilkan oleh proyek kerjasama
dibandingkan dengan yang diperjanjikan.
Dalam risiko kenaikan harga tanah dalam investasi jalan tol, Pemerintah
saat ini memiliki dua mekanisme pengadaan tanah yaitu, pertama dengan
cara mematok kenaikan harga tanah (land capping) dan kedua dengan
cara memberikan fasilitas dana bergulir dari BLU, untuk mengurangi risiko
investor swasta. Dalam mekanisme land capping, Pemerintah akan
menanggung kelebihan harga tanah jika lebih dari 110 persen nilai tanah
dalam rencana bisnis atau 2 persen dari nilai investasi. Dukungan ini hanya
diberikan hingga batas tingkat pengembalian investasi atau internal rate of
return (IRR) finansial atau standar kelayakan finansial.
Penyebab timbulnya risiko kenaikan harga tanah tersebut adalah nilai
tanah yang ditawarkan Pemerintah pada waktu melakukan pengadaan
investasi jalan tol pada investor swasta, dalam pelaksanaannya, setelah
menandatangani PPJT, nilai tanah yang diperkirakan oleh investor jauh
diatas nilai tanah yang ditetapkan Pemerintah. Dalam masalah kenaikan
harga tanah tersebut sebagai adanya suatu informasi yang tidak seimbang
antara Pemerintah dan investor (asymmetric information).
Seharusnya pengadaan tanah untuk kepentingan infrastruktur merupakan
kewajiban Pemerintah. Namun, karena keterbatasan dana, Pemerintah
menyerahkan kepada investor swasta dengan memperhitungkan biaya
pengadaan tanah dalam masa konsesi jalan tol atau masuk dalam
investasi. Kebijakan menambah masa konsesi ini dalam praktik tidak
banyak disukai oleh investor swasta. Penalaran investor swasta adalah
bagaimana mendapatkan pengembalian investasi dan keuntungan dalam
waktu singkat. Perbedaan paradigma investor swasta dan Pemerintah
dalam hal ini bisa saja menjadi masalah dalam KPS. Untuk resiko
pelaksanaan pengadaan tanah tersebut, Pemerintah telah memberikan
dukungannya berupa penggunaan dana bergulir Badan Layanan Umum
(BLU).
Transparansi Pemerintah terhadap masterplan jalan maupun
jumlah traffic atau lalu-lintas harian (LHR) serta nilai tanah yang ditawarkan
dalam dokumen pengadaan investasi jalan tol juga sangat berpengaruh
terhadap perhitungan investasi oleh investor swasta dalam rencana usaha
(business plan). Perubahan masterplan jalan dan tidak akuratnya nilai
tanah dan LHR menyebabkan meningkatnya nilai konstruksi dan tanah
serta tidak tercapainya pendapatan yang diharapkan (revenue) dari LHR
yang tidak sesuai rencana usaha.
1.2 Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi dalam pengadaan lahan investasi jalan tol di
Indonesia adalah
a. Pembebasan tanah yang menjadi kewajiban utama pihak investor.
b. Kurangnya dukungan kebijakan pemerintah pusat dan daerah terkait
dengan pengadaan lahan untuk kepentingan umum.
c. Pemilik lahan cenderung mengambil kesempatan untuk menjual
tanahnya dengan harga yang tinggi dan muncul spekulan atau calo
tanah.
d. Proses pembebasan tanah membutuhkan waktu yang panjang
mengakibatkan keterlambatan jadwal dan mempengaruhi rencana
investasi bagi para investor.
e. Masyarakat menganggap jalan tol sebagai proyek investasi swasta
yang semata-mata berorientasi pada keuntungan sekolompok pihak
saja.
f. Kondisi politik yang mempengaruhi pengadaan tanah, terkait
dengan terlibatnya beberapa stakeholder yang mempunyai
kepentingan tertentu..
g. Implementasi UU No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum masih belum teruji
efektivitasnya.
h. Kurangnya komunikasi/sosialisasi terkait dengan rencana pengadaan
lahan untuk pembangunan jalan tol.
i. Kesalahan estimasi biaya terhadap pengadaan lahan investasi jalan
tol.
1.3 Tujuan
Tujuan dari paper ini adalah identifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi
pengadaan lahan investasi jalan tol dengan pendekatan manajemen risiko.
1.4 Metodologi
Metodologi yang digunakan dalam paper ini adalah dengan studi literatur
yang terkait pengadaan lahan investasi jalan tol dengan manajemen risiko
sebagai pendekatan penyelesaian masalah. Dalam paper ini akan dibahas
mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi pengadaan lahan investasi
jalan tol, dengan menggunakan metode pendekatan manajemen resiko,
yang dapat di lihat pada gambar 1 dibawah ini.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Risiko proyek adalah suatu peristiwa yang tidak pasti atau kondisi itu, jika terjadi,
memiliki efek positif atau negatif pada satu atau lebih tujuan proyek seperti ruang
lingkup, jadwal, biaya, dan kualitas. Risiko mungkin memiliki satu atau lebih
penyebab dan jika terjadi mungkin memiliki satu atau lebih dampak (menurut
PMBOK edisi ke 5).
Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam
mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian
aktivitas manusia termasuk: Penilaian risiko, pengembangan strategi untuk
mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan
pemberdayaan/pengelolaan sumber daya (wikipedia). Manajemen risiko pada
suatu bisnis/proyek mencakup proses-proses seperti perencanaan manajemen
risiko, identifikasi, analisis, perencanaan respon, dan risiko pengendalian pada
sebuah proyek. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kemungkinan dan dampak
peristiwa positif, dan mengurangi kemungkinan dan dampak dari kejadian negatif
dalam proyek terhadap dampak dari suatu risiko (menurut PMBOK edisi ke 5).
Dalam menganalisis suatu risiko menurut Flanagan R dan Norman G terdapat
beberapa langkah yaitu; identifikasi risiko, kalsifikasi risiko, analisis risiko dan
perlakuan terhadap risiko dan respon/penanganan risiko, sebagaiman tergambar
pada gambar.
Gambar....
Sedangkan menurut PMBOK edisi ke 5 proses manajemen risiko melalui
beberapa tahapan dimulai dari merencanakan manajemen risiko, identifikasi
risiko, melakukan analisis kualitatif, melakukan analisis kuantitatif, merencanakan
respon terhadap risiko dan mengontrol risiko tersebut. Selain itu, sasaran dari
pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang berbeda-
beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat
diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang
disebabkan oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi dan politik.
Menurut UU No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
kepentingan Umum, pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah
dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang
berhak. Pihak yang Berhak adalah pihak yang menguasai atau memiliki objek
pengadaan tanah. Hak atas Tanah adalah hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria dan hak lain yang akan ditetapkan dengan undang-undang.
Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang
harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan
berdasarkan asas:
a. keadilan;
b. kemanusian;
c. kemanfaatan;
d. kepastian;
e. keterbukaan;
f. kesepakatan;
g. keikutsertaan;
h. kesejahteraan;
i. keberlanjutan; dan
j. keselarasan.
Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan sesuai dengan:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah;
b. Rencana Pembangunan Nasional/Daerah;
c. Rencana Strategis; dan
d. Rencana Kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah.