TUGAS 2

12
ANALISIS JURNAL Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Experiental Marketing oleh : AANISA ROHMI 135020200111006 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015

description

experience

Transcript of TUGAS 2

Page 1: TUGAS 2

ANALISIS JURNAL

Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Experiental Marketing

oleh :

AANISA ROHMI

135020200111006

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

Page 2: TUGAS 2

EXPERIENCE MARKETING

Definisi experience menurut Schmitt (1999, p.60): “Experiences are

private events that occur in response to some stimulation (e.g. as provided by

marketing efforts before and after purchase)” yang berarti pengalaman merupakan

peristiwa-peristiwa pribadi yang terjadi dikarenakan adanya stimulus tertentu

(misalnya yang diberikan oleh pihak pemasar sebelum dan sesudah pembelian

barang atau jasa).

Pine II dan Gilmore (1999, p.12) berpendapat bahwa “Experience are

event that engage individuals in a personal way” yang berarti pengalaman adalah

suatu kejadian yang terjadi dan mengikat pada setiap individu secara personal.

Sedangkan pengertian marketing menurut Evans and Berman (1992, p.8):

“Marketing is the anticipation, management and satisfaction of demand through

the exchange process”, artinya bahwa marketing adalah suatu aktivitas untuk

melakukan antisipasi, pengelolaan dan pencapaian kepuasan konsumen melalui

proses pertukaran.

Menurut Kotler et.al (2003, p.5): ”Marketing is typically seen as the task

of crediting, promoting and delivering goods and services to consumers and

businesses”, artinya marketing adalah suatu aktivitas bertypikal sebagai tugas

untuk berekreasi atau menciptakan, berpromosi dan menjembatani antara barang

dan jasa kepada konsumen dan bisnis. Bisa dikatakan bahwa pengertian

Experiential Marketing adalah suatu aktivitas untuk melakukan antisipasi,

pengelolaan dan pencapaian kepuasan konsumen melalui proses pertukaran yang

merupakan peristiwa-peristiwa pribadi yang terjadi sebagai tanggapan atau

beberapa stimulus.

Experience bisa dikatakan sebagai interaksi antara perusahaan dan

pelanggan. Di dalamnya ada unsur-unsur fisik yang ditampilkan. Rangsangan-

rangsangan terhadap pancaindera dan permainan emosi dikirim melalui semua

moment of truth yang ada. Maka dari itu perusahaan seharusnya menciptakan

pengalaman. Bukan pengalaman yang biasa-biasa saja, tetapi pengalaman luar

biasa yang membuat pelanggan tidak mudah melupakan sebuah produk dan jasa

yang diciptakan.

Page 3: TUGAS 2

Experience dapat diciptakan oleh para pemasar maka dari itu pemasar

harus selalu berusaha mencari berbagai cara untuk menarik consumer. Experience

terletak di awal ketika seorang consumer mendapatkan sebuah stimulus yang

merangsang indera mereka untuk melihat, merasakan, mendengar, menyentuh,

dan mencium. Pemasar dapat menciptakan sebuah experience untuk consumer

dengan cara langsung maupun tidak langsung pada saat consumer mendapatkan

stimulus yang dirancang oleh para pemasar.

Setelah consumer mendapatkan sebuah stimulus maka selanjutnya

consumer mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses

pengambilan keputusan yaitu perbedaan individu, proses psikologi, dan pengaruh

lingkungan. Menurut Philip Kotler, proses psikologis dasar memainkan peranan

penting dalam memahami bagaimana konsumen benar-benar membuat keputusan

pembelian mereka.

Perusahaan yang cerdas berusaha untuk memahami proses keputusan

pembelian pelanggan secara penuh melalui experience mereka dalam

pembelajaran, memilih, menggunakan, dan bahkan menyingkirkan produk.

Page 4: TUGAS 2

Selanjutnya akan mempengaruhi proses keputusan pembelian konsumen melalui

lima tahap yaitu pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif,

keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian.

Hal ini serupa dengan pembahasan di jurnal marketing yang berjudul

“Brand experience: what it is? How is it measured? Does it Affect loyality?” yang

mempaparkan bahwa consumer dan riset pemasaran menunjukkan sebuah

Experience muncul ketika konsumer mencari suatu produk, ketika mereka belanja

untuk produk dan menerima suatu jasa, dan ketika mereka menkonsumsi produk

dan jasa tersebut. (Arnould, Price, dan Zinkhan 2002; Brakus, Schmitt, dan Zhang

2008; Holbrook 2000)

Product Experience

Product experience terjadi ketika adanya ketertarikan consumer terhadap suatu

produk (ketika consumer mencari, menelaah, dan mengavaluasi suatu produk).

Product Experience dapat secara langsung ketika ada kontak fisik dengan produk

atau tidak langsung ketika produk ditampilkan secara virtual atau melalui sebuah

iklan.

Shopping and Service Experience

Shopping and service experience terjadi ketika adanya ketertarikan consumer

terhadap lingkungan fisik sebuah toko. Dengan demikian, atmosfer dan penjual

yang ada di dalam lingkungan toko mempengaruhi pengalaman.

Consumption Experience

Pengalaman juga terjadi ketika consumer mengkonsumsi dan menggunakan

produk. Consumption experience adalah multidimensional dan termasuk dimensi

hedonic, seperti perasaan, fantasi, dan kesenangan. Consumption Experience ini

terjadi selama dan sesudah konsumsi, contohnya museum, arung jeram, baseball.

Pada intinya, pengalaman muncul dari berbagai cara. Kebanyakan

pengalaman terjadi secara langsung ketika consumer membeli dan mengkonsumsi

suatu produk. Pengalaman juga dapat terjadi secara tidak langsung ketika

consumer dipaparkan iklan dan segala komunikasi pemasaran, termasuk situs

web.

Dari pembahasan jurnal diatas maka dapat disimpulkan bahwa experience

terletak diawal saat consumer mendapatkan sebuah stimulus secara langsung

Page 5: TUGAS 2

melalui kelima indera mereka hingga pada tahap perilaku pasca pembelian yang

menimbulkan kepuasan maupun ketidakpuasaan setelah mengkonsumsi suatu

produk maupun jasa. Apabila consumer mengalami kepuasan maka mendorong

terciptanya proses repurchase dan mereka akan menceritakan pengalaman positif

ini ke orang lain. Sedangkan apabila ketidakpuasan muncul maka berdampak pada

experience dan memory mereka. Konsumen relatif senang berbagi pengalaman

mengenai produk dan jasa yang mereka konsumsi, maka dari itu akan timbul word

of mouth, yang dapat menjadi peluang bagi perusahaan yang menciptakan sebuah

kepuasan serta ancaman bagi perusahaan yang menciptakan ketidakpuasan di

benak konsumen.

Menciptakan experience memang tidaklah mudah bagi para pemasar.

Dibutuhkan terobosan-terobosan baru yang harus selalu diciptakan melalui semua

proses. Tetapi apabila perusahaan menciptakan sebuah pengalaman yang berkesan

menciptakan pelanggan yang puas dan loyal kepada sebuah perusahaan atau suatu

merek.

KARAKTERISTIK EXPERIENTAL MARKETING

Schmitt (1999, p.12) membagi Experiential Marketing menjadi empat kunci

karakteristik antara lain:

a. Fokus pada pengalaman konsumen

Suatu pengalaman terjadi sebagai pertemuan, menjalani atau melewati

situasi tertentu yang memberikan nilai-nilai indrawi, emosional, kognitif,

perilaku dan relasional yang menggantikan nilai-nilai fungsional. Dengan

adanya pengalaman tersebut dapat menghubungkan badan usaha beserta

produknya dengan gaya hidup konsumen yang mendorong terjadinya

pembelian pribadi dan dalam lingkup usahanya.

b. Menguji situasi konsumen

Berdasarkan pengalaman yang telah ada konsumen tidak hanya

menginginkan suatu produk dilihat dari keseluruhan situasi pada saat

mengkonsumsi produk tersebut tetapi juga dari pengalaman yang

didapatkan pada saat mengkonsumsi produk tersebut.

Page 6: TUGAS 2

c. Mengenali aspek rasional dan emosional sebagai pemicu dari konsumsi

Dalam Experiential Marketing, konsumen bukan hanya dilihat dari sisi

rasional saja melainkan juga dari sisi emosionalnya. Jangan

memperlakukan konsumen hanya sebagai pembuat keputusan yang

rasional tetapi konsumen lebih menginginkan untuk dihibur,

dirangsang serta dipengaruhi secara emosional dan ditantang secara

kreatif.

d. Metode dan perangkat bersifat elektik

Metode dan perangkat untuk mengukur pengalaman seseorang lebih

bersifat elektik. Maksudnya lebih bergantung pada objek yang akan diukur

atau lebih mengacu pada setiap situasi yang terjadi daripada menggunakan

suatu standar yang sama. Pada Experiential Marketing, merek bukan hanya

sebagai pengenal perusahaan saja, melainkan lebih sebagai pemberi

pengalaman positif pada konsumen sehingga dapat menimbulkan loyalitas

pada konsumen terhadap badan usaha dan merek tersebut.

Pembahasan di jurnal marketing yang berjudul “Brand experience: what it

is? How is it measured? Does it Affect loyality?” mempaparkan sebuah konsep

Brand Experience. Banyak penelitan saat ini mengenai brand experience hanya

mengungkapkan kegunaan atribut-atribut dari suatu produk, tidak

mengungkapkan pengalaman-pengalaman yang ditimbulkan oleh suatu brand.

Ketika konsumen mencari, membeli dan mengkonsumsi merek, konsumen tidak

hanya terfokus akan kegunaan dari atribut-atribut suatu produk, namun disamping

itu juga mereka akan merasakan variasi stimuli-stimuli yang berkaitan dengan

merek tersebut. Stimuli-stimuli yang berkaitan dengan merek ini muncul sebagai

bagian dari desain dan identitas merek (nama,logo), tampilan produk, co-branding

(melalui event-event pemasaran, sponsorship), komunikasi pemasaran (brosur,

iklan, website), orang(customer service, sales, call center) dan lingkungan dimana

merek tersebut dipasarkan atau dijual. Stimuli-stimuli inilah yang merupakan

sumber utama, terciptanya brand experience (Brakus, Schmitt, dan Zarantonello,

2009).

Page 7: TUGAS 2

Perlu diperhatikan bahwa tidak ada korespondensi banding, seperti jenis

rangsangan tertentu akan memicu dimensi pengalaman dan hanya dimensi itu.

Meskipun warna, bentuk, tipografi, dan desain biasanya mengakibatkan indera

pengalaman, hal tersebut mengenai merek mungkin juga dapat mengakibatkan

emosi (contoh : merah untuk Cocacola) atau pengalaman intelektual (misalnya,

ketika desain menggunakan pola yang kompleks). Selain itu slogan, maskot dan

merek karakter dapat menghasilkan pikiran imajinatif, mereka juga dapat memicu

emosi (contoh : “Bibendum” the Michelin Man), atau aksi stimulus (contoh : Nike

berhubungan dengan “Just Do It”).

Untuk dapat mendefenisikan lebih jauh mengenai brand experience

Brakus, Schmitt dan Zarantonello (2009) memulai penelitian dengan melihat

sudut pandang konsumen dengan menguji pengalaman-pengalaman konsumen itu

sendiri dan bagaimana pengalaman itu menghasilkan pendapat sikap, dan aspek

lainnya dari perilaku konsumen. Brand experience dimulai pada saat konsumen

mencari produk, membeli, menerima pelayanan dan mengkonsumsi produk.

Brand experience dapat dirasakan langsung saat konsumen mengkonsumsi, dan

membeli produk. Brand experience dapat dirasakan secara tidak langsung saat

konsumen melihat iklan atau juga saat pemasar mengkomunikasikan produk

melalui website.

Menurut Schmitt (1999) idealnya, sebuah perusahaan yang ingin

menerapkan experiential marketing mampu memberikan experience yang integral,

yaitu menyampaikan kelima elemen experience melalui Experience Provider yang

terdiri dari:

1. Komunikasi, meliputi iklan, komunikasi perusahaan baik internal maupun

eksternal, dan public relation.

2. Identitas dan tanda baik visual maupun verbal, meliputi nama, logo,

warna, dan lain-lain.

3. Tampilan produk, baik desain, kemasan, maupu penampakan.

4. Co-branding, meliputi even-even pemasaran, sponsorship, aliansi dan

tekanan kerja, lisensi, penempatan produk dalam film, dan sebagainya.

5. Lingkungan spatial, termasuk desain kantor, baik interior maupun

eksterior, outlet penjualan, ekshibisi penjualan, dan lain-lain.

Page 8: TUGAS 2

6. Web sites

7. Orang, meliputi penjual, representasi perusahaan, customer service,

operator call centre, dan lainnya.

Schmitt (1999) juga mengemukakan beberapa cara untuk membentuk dan

mengelola Brand experience . Dalam proses perencanaan, seorang pemasar harus

kreatif, memanfaatkan kejutan, intrik, dan bahkan provokasi Seorang pemasar

menentukan karakteristik-karakteristik fungsional dari sebuah produk dan manfaat

dari merek yang ada. Konsep pemuasan kebutuhan konsumen tradisional

melewatkan:

1. Experiences don’t just happen; they need to be planned.

2. Think about the customer experience first.

3. Be obsessive about the details of the experience.

Konsep pemuasan kebutuhan konsumen tradisional melewatkan unsur-

unsur sensori, perasaan hangat yang dirasakan konsumen, serta „cuci

otak‟ konsumen, yang meliputi pemuasan seluruh tubuh dan seluruh

pikiran konsumen. Schmitt (1999) menyebutnya Exultate Jubilate,

yang berarti kepuasan yang amat sangat.

4. Find the “duck” for your brand

Maknanya, seorang pemasar diharapkan mampu memberikan suatu

karakter yang memberikan kesan yang mendalam, yang akan terus-

menerus membangkitkan kenangan, sehingga konsumen menjadi loyal.

Karakter ini adalah suatu elemen kecil yang sangat mengesankan,

membingkai, dan merangkum keseluruhan experience yang dirasakan

konsumen.

5. Think consumption situation, not product.

6. Strive for “holistic experiences”

Holistic, seperti yang telah disebutkan diatas, adalah sebuah perasaan

yang luar biasa, menyentuh hati, menantang intelegensi, relevan

dengan gaya hidup konsumen, dan memberikan hubungan yang

mendalam antar konsumen.

7. Profile and track experiential impact with the Experiential Grid.

Page 9: TUGAS 2

8. Use methodologies eclectically.

Metode penelirian dalam pemasaran bisa berbentuk kuantitatif maupun

kualitatif, verbal maupun visual, dan di dalam maupun di luar

laboratorium. Pemasar dalam meneliti harus eksploratif dan kreatif,

serta menomorsekiankan tentang reliabilitas, validitas, dan

kecanggihan metodologinya.

9. Consider how the experience changes.

Pemasar terutama harus memikirkan hal ini ketika perusahaan

memutuskan untuk memperluas merek ke dalam kategori baru.

10. Add dynamism and “dionysianism” to your company and brand.

Kebanyakan organisasi dan perusahaan pemilik merek terlalu takut,

terlalu perlahan, dan terlalu birokratis. Untuk itulah dionysianism perlu

diterapkan. Dionysianism adalah kedinamisan, gairah, dan kreativitas.

Menurut Brakus, Schmitt, dan Zarantonello (2009) terdapat 4 dimensi

brand experience :

1. Sensorik, menciptakan pengalaman melalui penglihatan, suara, sentuhan,

bau, dan rasa.

2. Afeksi, pendekatan perasaan dengan mempengaruhi suasana hati, perasaan

dan emosi.

3. Perilaku, menciptakan pengalaman secara fisik, pola perilaku, gaya hidup.

4. Intelektual, menciptakan pengalaman yang mendorong konsumen terlibat

dalam pemikirann seksama mengenai keberadaan suatu merek.

Page 10: TUGAS 2

Penelitian ini menggunakan item dari beberapa sumber (detail pada Tabel

1). Untuk mengukur pengalaman merk, digunakan 12 item yang dikembangkan

oleh Brakus dkk.(2009) dengan menggunakan 7 titik skala Liker

Rangkuti (2009) menjelaskan bahwa loyalitas merek dapat diukur melalui:

1. Behavior measures

Suatu cara langsung untuk menentukan loyalitas terutama untuk habitual behavior

(perilaku kebiasaan) adalah dengan memperhitungkan pola pembelian aktual.

2. Measuring switch cost

Page 11: TUGAS 2

Pengukuran pada variabel ini dapat mengidentifiksikan loyalitas pelanggan dalam

suatu merek. Pada umumnya jika biaya untuk mengganti merek sangat mahal,

pelanggan akan enggan untuk berganti merek sehingga laju penyusutan kelompok

pelanggan dari waktu ke waktu akan rendah.

3. Measuring satisfaction

Pengukuran terhadap kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan suatu merek

merupakan indikator paling penting dalam loyalitas merek. Bila ketidakpuasan

pelanggan terhadap suatu merek rendah, maka pada umumnya tidak cukup alasan

bagi pelanggan untuk berpindah ke merek lain kecuali bila ada faktor penarik

yang cukup kuat.

4. Measuring liking brand

Kesukaan terhadap merek, kepecayaan, perasaan hormat atau bersahabat dengan

suatu merek membangkitkan kehangatan dan kedekatan dalam perasaan

pelanggan. Akan sulit bagi merek lain untuk menarik pelanggan yang berada

dalam tahap ini. Ukuran rasa suka tersebut adalah kemauan untuk membayar

harga yang lebih mahal untuk mendapatkan produk tersebut.

5. Measuring commitment

Salah satu indikator kunci adalah jumlah interaksi dan komitmen pelanggan

terkait dengan produk tersebut. Kesukaan pelanggan akan suatu merek akan

mendorong mereka untuk membicarakan merek tersebut kepada orang lain baik

dalam taraf menceritakan atau sampai tahap merekomendasikan.

Page 12: TUGAS 2

REFERENSI

Brakus. JJ, Schmitt, BH dan Zarantonello, L. 2009. Brand experience: what it is?

How is it measured? Does it Affect loyality?. Jurnal of marketing 73

(3). Pp: 5268.

Kotler & Keller, Manajemen Pemasaran Edisi 13 Jilid 1, Penerbit Erlangga.

http://jurnal-sdm.blogspot.co.id/2009/08/experiential-marketing-pengertian.html

diakses 21 November 2015.

http://www.pro-m.net/?p=news&action=shownews&pid=39 diakses 22 November

2015.

Schmitt. 1999. Experiential Marketing, How to Get Customer to Sense, Feel, Think,

Act, Relate, to Your Company and Brands. New York : The Free Press