TT Atresia Ani & Hisprung

21
COLLABORATIVE LEARNING (TT) ATRESIA ANI DAN HISPRUNG Anggota Kelompok Yesi Andriani (105070200111012) Yosepha Esti S. (105070200111013) Ambar Rahman (105070200111014) Pratiwi Sesuluh Putri (105070200111015) Tan Nina Fibriola (105070200111016) Henidar Sekarningtyas P. (105070204111002) Herlinda Dwi Ningrum (105070204111004) Auliasari Siskaningrum (105070204111005) Lisa Royani Mita (105070207111013) Prima Yusifa Mega (105070207111014) Fahlevi Y. W. U. (105070207111015) JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

Transcript of TT Atresia Ani & Hisprung

Page 1: TT Atresia Ani & Hisprung

COLLABORATIVE LEARNING (TT)

ATRESIA ANI DAN HISPRUNG

Anggota Kelompok

Yesi Andriani (105070200111012)

Yosepha Esti S. (105070200111013)

Ambar Rahman (105070200111014)

Pratiwi Sesuluh Putri (105070200111015)

Tan Nina Fibriola (105070200111016)

Henidar Sekarningtyas P. (105070204111002)

Herlinda Dwi Ningrum (105070204111004)

Auliasari Siskaningrum (105070204111005)

Lisa Royani Mita (105070207111013)

Prima Yusifa Mega (105070207111014)

Fahlevi Y. W. U. (105070207111015)

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2013

Page 2: TT Atresia Ani & Hisprung

1. Definisi Atresia Ani

Istilah atresia berasal dari yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan

trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia

adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal.

Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai

lubang keluar (Walley, 1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani

adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau

tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi, 2001). Sumber lain menyebutkan

atresia ani adalah kondisi dimana terjadi gangguan pemisahan kloaka selama

pertumbuhan dalam kandungan.

Jadi kesimpulannya, atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana

anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses karena terjadi

gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.

Walaupun kelainan lubang anus mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan

bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan

perineum.

2. Klasifikasi Atresia Ani

Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok

besar yaitu :

a Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis

dicapai melalui saluran fistula eksterna.

Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina

atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan

bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate

sementara waktu.

b Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalan keluar

tinja.

Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan

dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah

segera.

Page 3: TT Atresia Ani & Hisprung

Klasifikasi menurut Melbourne yang membagi berdasarkan garis

pubokoksigeus dan garis yang melewati ischii :

a. Letak tinggi apabila rektum berakhir diatas muskulus levator ani (muskulus

pubokoksigeus)

b. Letak intermediate apabila akhiran rektum terletak di muskulus levator ani.

c. Letak rendah apabila akhiran rektum berakhir di bawah muskulus levator ani.

Gambaran malformasi anorektal pada perempuan.

3. Epidemiologi Atresia Ani

Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1

dalam 5000 kelahiran (Grosfeld J, 2006) . Secara umum, atresia ani lebih

banyak ditemukan pada laki - laki daripada perempuan. Fistula rektouretra

merupakan kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi laki -laki, diikuti

oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis atresia ani yang

paling banyak ditemui adalah atresia ani diikuti fistula rektovestibular dan

fistula perineal (Oldham K, 2005)Hasil penelitian Boocock dan Donna di

Page 4: TT Atresia Ani & Hisprung

Manchester menunjukkan bahwa atresia ani letak rendah lebih banyak

ditemukan dibandingkan atresia letak tinggi( Boocock G, 1987).

4. Patofisiologi Atresia Ani

Gangguan pertumbuhan saat kehamilan usia 12 minggu Fusi Pembentukan anus dari tonjolan embriogenik Putusnya saluran pencernaan dari atas dg daerah dubur

ATRESIA ANI

Feses tidak keluar vistelrektovaginal

Feses menumpuk feses masuk uretra

Peningkatan tekanan reabsorbsi metabolisme mikroorganism masuk

intra abdominal oleh tubuh salurankemih

anoplasti mualmuntah keracunan dysuria

resiko nutrisi kurang dari keb G3 rasa nyaman nyeri G3eliminasi BAK

perubahan defekasi trauma jaringan

pengeluaran tdk terkontrol nyeri perawatan tidak adekuat

iritasi

Page 5: TT Atresia Ani & Hisprung

5. Faktor Risiko Atresia Ani

a) Adanya kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit

karena gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari

tonjolan embrionik.

b) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga

bayi lahir tanpa lubang anus.

c) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani,

karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan

berusia 12 minggu atau 3 bulan.

d) Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter,

dan otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter

internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli

masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi

penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai

gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua

yang menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25

% - 30 % dari bayi yang mempunyai sindrom genetik,

abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko

untuk menderita atresia ani (Purwanto, 2001).

e) Faktor Predisposisi.

Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan

kongenital saat lahir seperti :

Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada

vertebral, anal, jantung, trachea, esofahus, ginjal dan

kelenjar limfe).

Kelainan sistem pencernaan.

Kelainan sistem pekemihan.

Kelainan tulang belakang.

6. Manifestasi Klinis Atresia Ani

a. Mekonium tidak keluar dalam 24jam pertama setelah kelahiran

b. Tidak dapat mengukur suhu rectal pada bayi

c. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya

Page 6: TT Atresia Ani & Hisprung

d. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus bila tidak ada

fistula

e. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam

f. Perut kembung

7. Pemeriksaan Diagnostik Atresia Ani

Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang

sebagai berikut:

a. Pemeriksaan radiologis

Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.

b. Sinar X terhadap abdomen

Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk

mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.

c. CT Scan

Digunakan untuk menentukan lesi.

d. Pemeriksaan fisik rectum

Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang

atau jari.

e. Rontgenogram abdomen dan pelvis

Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan

dengan traktus urinarius.

f. Pemeriksaan rectal digital dan visual

Pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini. 

Pemeriksaan fisik rectum kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur

dengan menggunakan selang atau jari.

g. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel

mekonium.

h. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong. 

Ultrasound    terhadap abdomen Digunakan untuk melihat fungsi organ

internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor

reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.

i. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum

tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat

jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.

Page 7: TT Atresia Ani & Hisprung

Menurut Pena yang dikutipkan Faradilla untuk mendiagnosa menggunakan

cara:

1. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila :

a. Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti

atresia letak rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital Anorektoplasti

(PSARP) tanpa kolostomi

b. Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi terlebih

dahulu, setelah 8 minggu kemudian dilakukan tindakan definitif. Apabila

pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram. Bila akhiran rektum < 1

cm dari kulit maka disebut letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut letak

tinggi. Pada laki-laki fistel dapat berupa rektovesikalis, rektouretralis dan

rektoperinealis.

2. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel.

Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP tanpa

kolostomi. Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih

dahulu. Bila fistel (-) maka dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1 cm dari kulit

dilakukan postero sagital anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari kulit

dilakukan kolostom terlebih dahulu. Leape (1987) yang dikutip oleh Faradilla

menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum, vestibulum atau fistel

perianal maka kelainan adalah letak rendah . Bila Pada pemeriksaan fistel (-)

maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan foto abdomen

setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisis\ udara, dengan cara Wangenstein

Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala dibawah) atau

knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar udara berkumpul didaerah

paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi (Faradilla, 2009). Pada

pemeriksan klinis, pasien atresia ani tidak selalu menunjukkan gejala obstruksi

saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus ditegakkan pada pemeriksaan klinis

segera setelah lahir dengan inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan

termometer melalui anus. (Levitt M, 2007) Mekonium biasanya tidak terlihat pada

perineum pada bayi dengan fistula rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi

abdomen tidak ditemukan selama beberapa jam pertama setelah lahir dan

mekonium harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal atau fistula urinarius.

Hal ini dikarenakan bagian distal rektum pada bayi tersebut dikelilingi struktur otot-

otot volunter yang menjaga rektum tetap kolaps dan kosong. Tekanan

Page 8: TT Atresia Ani & Hisprung

intrabdominal harus cukup tinggi untuk menandingi tonus otot yang mengelilingi

rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24 jam untuk menentukan

jenis atresia ani pada bayi untuk menentukan apakah akan dilakukan colostomy

atau anoplasty (Levitt M, 2007). Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom"

atau flat perineum, ditandai dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple

mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-otot perineum yang sangat sedikit.

Tanda ini berhubungan dengan atresia ani letak tinggi dan harus dilakukan

colostomy (Levitt M, 2007). Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien

dengan atresia ani letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum,

"bucket-handle" (skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan adanya membran

pada anus (tempat keluarnya mekonium) (Levitt M, 2007).

8. Penatalaksanaan Medis Atresia Ani

Pembuatan kolostomi

Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter

ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan

lubang biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau colon

iliaka. Pada kelainan anorektal letak tinggi atau intermediet, setelah

diagnosis ditegakkan, segera dilakukan kolostomi selanjutnya dibuatkan

lopogram untuk mengetahui macam fistula.

PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)

Bedah definitifnya yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai

12 bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk

membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga

memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik

status nutrisinya. Pada kelainan anorektal letak rendah, penderita laki-laki

dilakukan anoplasty perineal dengan prosedur V-Y plasti, sedangkan untuk

wanita dilakukan “cut back” atau prosedur V-Y seperti laki-laki (Bisset 1977

dan Filston, 1986).

Tutup kolostomi

Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari

setelah operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan

sering tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan

agak padat.

Page 9: TT Atresia Ani & Hisprung

1. Definisi Hisprung

Penyakit Hisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan penyebab

gangguan pasase usus, yang diperkenalkan pertama kali oleh Hirschprung

tahun 1886. Zuelser dan Wilson, 1984 mengemukakan bahwa pada dinding

usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis.

Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak

mempunyai persarafan (aganglionik). Karena ada bagian dari usus besar

(mulai dari anus ke arah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion),

maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalankan fungsinya

sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang

terkena berbeda-beda untuk setiap individu.

2. Klasifikasi Hisprung

Klasifikasi penyakit hisprung dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu :

- Tipe kolon spastik, biasanya dipicu oleh makanan, menyebabkan

konstipasi berkala (konstipasi periodik) atau diare disertai nyeri.

Kadang konstipasi silih berganti dengan diare. Sering tampak lendir

pada tinjanya. Nyeri bisa berupa serangan nyeri tumpul atau kram,

biasanya di perut sebelah bawah. Perut terasa kembung, mual, sakit

kepala, lemas, depresi, kecemasan dan sulit untuk berkonsentrasi.

Buang air besar sering meringankan gejala-gejalanya.

- Tipe yang kedua menyebabkan diare tanpa rasa nyeri dan konstipasi

yang relatif tanpa rasa nyeri. Diare mulai secara tiba-tiba dan tidak

dapat ditahan. Yang khas adalah diare timbul segera setelah makan.

Page 10: TT Atresia Ani & Hisprung

Beberapa penderita mengalami perut kembung dan konstipasi dengan

disertai sedikit nyeri.

Menurut segmen aganglionik maka penyakit ini dibagi dalam :

Megakolon kongenital segmen pendek, bila segmen aganglionik

meliputi rektum sampai sigmoid (70-80%)

Megakolon kongenital segmen panjang, bila segmen aganglionik

lebih tinggi dari sigmoid (20%)

Kolon aganglionik total, bila segmen aganglionik mengenai seluruh

kolon (5-10%)

Kolon aganglionik universal, bila segmen aganglionik meliputi

seluruh usus sampai pylorus (5%).

3. Epidemiologi Hisprung

Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi

berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia

200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun

akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Menurut catatan

Swenson, 81,1% dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki. Sedangkan

Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit

ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga). Beberapa kelainan kongenital

dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit Hirschsprung, namun hanya 2

kelainan yang memiliki angka yang cukup signifikan yakni Down Syndrome

(5-10%) dan kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya fekaloma,

maka dijumpai gangguan urologi seperti refluks vesikoureter, hydronephrosis

dan gangguan vesica urinaria (mencapai 1/3 kasus) (Swenson dkk, 1990).

4. Patofisiologi Hisprung

Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna dapat berjalan di

sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot otot yang melapisi

usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltic). Kontraksi otot otot

tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang

Page 11: TT Atresia Ani & Hisprung

terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit hirschsprung, ganglion

atau/pleksus yang memerintahkan gerakan peristaltic tidak ada, biasanya

hanya sepanjang beberapa sentimeter. Segmen usus yang tidak memiliki

gerakan peristaltic tidak dapat mendorong bahan bahan yang dicerna

sehingga terjadi penyumbatan( Dasgupta, 2004).

Dengan kondisi tidak adanya ganglion, maka akan memberikan

manifestasi gangguan atau tidak adanya peristaltis sehingga akan terjadi tidak

adanya evakuasi usus spontas. Selain itu sfingter rectum tudak dapat

berelaksaksi secara optoman, kondisi ini dapat mencegah keluarnya feses

secara normal. Isi usus kemuadian terdorong ke segmen aganglionik dan

terjadi akumulasi feses di daerah tersebut sehingga memberikan manifestasi

klisin dilastasi usus pada bagian proksimal.

Penyakit Hirscprung, atau megakolon kongenital adalah tidak adanya sel-

sel gangliondalam rektum atau bagian rektosigmoid kolon. Ketidakadaan ini

menimbulkan keabnormalanatau tidak adanya peristalsis serta tidak adanya

evakuasi usus spontan.Selain itu, sfingter rektum tidak dapat berelaksasi,

mencegah keluarnya feses secaranormal. Isi usus terdorong ke segmen

aganglionik dan feses terkumpul di daerah tersebut,menyebabkan dilatasinya

bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu. Penyakithirscprung diduga

terjadi karena faktor-faktor genetik dan faktor lingkungan, namun

etiologisebanarnya tidak diketahui. Penyakit hairscprung dapat muncul pada

sembarang usia,walaupun sering terjadi pada neonatus.

Page 12: TT Atresia Ani & Hisprung

5. Faktor Risiko Hisprung

Diduga terjadi karena faktor genetic sering terjadi pada anak dengan down

syndrome, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal

eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus (budi,

2010)

6. Manifestasi Klinis Hisprung

Masa Neonatal :

a. Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam pertama

kehidupan. Dengan gejala yang timbul : distensi abdomen dan bilious

emesis. Tidak keluarnya mekonium (tinja pertama pada bayi baru lahir)

pada 24jam pertama kehidupan merupakan tanda yang signifikan

mengarah pada diagnosis ini.

b. Muntah berisi empedu, karena makanan terlalu banyak dicolon

sehingga makanan naik

c. Distensi abdomen, karena makanan tertahan di sigmoid colon

d. Nggan menyusui

e. Demam

f. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan

tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotikans, terjadi

distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dap;at berdarah

Masa bayi dan kanak-kanak

1. Konstipasi karena tidak berfungsinya pleksus submukosa meisner dan

pleksus mienterik aurbach

2. Umumnya diare ditemukan pada bayi dengan penyakit hirschsprung

yang berumur kurang dari 3 bulan.

Dimana beberapa ahli berpendapat bahwa gejala diare sendiri adalah

enterocolitis ringan

3. Tinja seperti pita, berbau busuk

4. Gagal tumbuh

Page 13: TT Atresia Ani & Hisprung

7. Pemeriksaan Diagnostik Hisprung

a) Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa

ditemukan :

a. Daerah transisi

b. Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang

menyempit

c. Entrokolitis padasegmen yang melebar

d. Terdapat retensi barium setelah 24-48 jam

( Darmawan K, 2004 : 17 )

b) Biopsi isap, yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap

dan mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa ( Darmawan K, 2004 :17 ).

c) Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.

d) Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada

penyakit ini khas terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase

( Darmawan K, 2004 : 17 ).

e) Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus ( Betz, cecily &

Sowden, 2002 : 197 ).

f) Pemeriksaan colok anus. Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan

dan pada waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu

bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian

bawah dan akan terjadi pembusukan.

8. Penatalaksanaan Medis Hisprung

Penatalaksanaan medis yang dpat dilakukan pada klien dengan penyakit

Hisprung, antara lain :

1. Tindakan konservative

Tindakan konservative yaitu tindakan darurat untuk menghilangkan tanda-

tanda obstruksi rendah dengan jalan memasang anal tube dengan atau tanpa

disertai pembilasan dengan air garam hangat secara teratur.(FKUI halaman 207).

Penatalaksanaan tanpa pembedahan dengan melakukan irigasi kolon berulang

hingga bayi mencapai ukuran yang memuaskan tidak dianjurkan karena beresiko

terjadi enterokolitis fatal (Nelson halaman 428).

2. Intervensi bedah

Page 14: TT Atresia Ani & Hisprung

Pembedahan pada penyakit hisprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula

dilakukan kolostomi sementara (1) untuk mendekompresi usus dan mengalihkan

feses, dan (2) untuk memungkinkan bagian usus yang berdilatasi dan hipertrofi

kembali ke tonus dan ukuran normalnya (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4

bulan). Bila umur bayi itu antara 6 dan 12 bulan (atau bila beratnya 8 sampai 10 kg),

prosedur penyambungan ke rectum dilakukan bila semua usus aganglionik sudah

dibuang dan usus normal disambung kembali dengan anus. Kolostomi juga ditutup

(Betz, 2009). Kolostomi merupakan tindakan operasi darurat dan dimaksudkan untuk

menghilangkan gejala obstruksi usus dan memperbaiki keadaan umum penderita

sebelum operasi. (FKUI halaman 207).

Persiapan prabedah :

1. Lavase kolon

2. Antibiotika

3. Infuse intravena

4. Tuba nasogastrik

5. Perawatan prabedah rutin

Pembedahan hisprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu dilakukan kolostomi loop

atau double-barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi

dapat kembali normal (memerlukan waktu 3-4 bulan), lalu dilanjutkan dengan 1 dari 3

prosedur berikut :

1. Prosedur Duhamel  

Penarikan kolon normal kearah bawah dan menganastomosiskannya

dibelakang usus aganglionik.

2. Prosedur Swenson    

Dilakukan anastomosis end to end pada kolon berganglion dengan saluran

anal yang dibatasi.

3. Prosedur soave     

Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf

normal ditarik sampai ke anus. Prosedur soave merupakan salah satu

prosedur yang paling sering dilakukan.

4. Intervensi bedah

Page 15: TT Atresia Ani & Hisprung

Ini terdiri dari pengangkatan ari segmen usus aganglionik yang mengalami

obstruksi. Pembedahan rekto-sigmoidektomi dilakukan teknik pull-through

dapat dicapai dengan prosedur tahap pertama, tahap kedua atau ketiga, rekto

sigmoidoskopi di dahului oleh suatu kolostomi. Kolostomi ditutup dalam

prosedur kedua.

Pelaksanaan pasca bedah

1. Perawatan luka kolostomi

2. Perawatan kolostomi

3. Observasi distensi abdomen, fungsi kolostomi, peritonitis dan

peningkatan suhu.

4. Dukungan orangtua, bahkan kolostomi sementara sukar untuk

diterima. Orangtua harus belajar bagaimana menangani anak dengan suatu

kolostomi. Observasi apa yang perlu dilakukan bagaimana membersihkan

stoma dan bagaimana memakaikan kantong kolostomi.(Betz, 2002 : 198)