Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014 - bi.go.id · krisis keuangan global tahun 2008. Imbasnya adalah...

146
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Transcript of Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014 - bi.go.id · krisis keuangan global tahun 2008. Imbasnya adalah...

Laporan PelaksanaanTugas dan Wewenang

Bank Indonesia

BANK INDONESIAJl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350

Telp: (62 21) 500131Fax: (62 21) 3861458

Email: [email protected]

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wew

enang Bank IndonesiaTriw

ulan IV-2014 dan Tahun 2014

C

M

Y

CM

MY

CY

CMY

K

Triwulan IV-2014dan Tahun 2014

Laporan PelaksanaanTugas dan Wewenang

Bank Indonesia

Triwulan IV-2014dan Tahun 2014

Penyampaian Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan

amanat yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank

Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2009. Penyampaian laporan tersebut pada hakikatnya merupakan salah satu

wujud dari akuntabilitas dan transparansi atas pelaksanaan tugas dan wewenang

Bank Indonesia. Laporan triwulan ini melaporkan pelaksanaan tugas dan

wewenang Bank Indonesia selama triwulan IV-2014 dan keseluruhan tahun 2014.

iiiLaporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

kinerja perekonomianIndonesia relatif baik dengan

stabilitas makroekonomiyang terjaga.

Inflasi terkendali

Bank Indonesia terusmenjaga stabilitas Rupiah

sesuai dengan nilaifundamentalnya.

Di tengah sejumlah tantangan,

Neraca Pembayaran Indonesiamencatatkan surplus

Cadangan devisa pada akhir

2014 tercatat sebesar

meningkat 12,5 miliar dolar AS dari posisi akhir 2013.

0,72,

dan dapat dipertahankan single digit

In�asi 2015 akan tetap terkendalidan menurun dalam kisaran sasaran 4±1%.

8,36% (yoy).

Nilai tukar Rupiah terdepresiasi terhadapdolar AS sejalan dengan pergerakan

mata uang negara lainnya.

2,4 miliardolar AS.

111,9 miliar dolar AS,

Stabilitas Sistem KeuanganIndonesia terjaga, Indeks SSK

tercatat sebesar

Penyelenggaraan sistempembayaran berjalan

aman dan lancar, tercermin dari ketersediaan sistem

BI-RTGS, BI-SSSS, dan SKNBIserta kemampuan setelmen sistem

pembayaran yang lancar dan aman.

membaik dibanding tahunsebelumnya sebesar 1,10.

Penggunaan instrumenpembayaran non-tunai terus

meningkat dari sisi nilai,volume, dan jumlah instrumen.

Ketersediaan uang kartalmencukupi kebutuhan masyarakat

dan perbankan.

Bank Indonesia mencanangkan visi2024

dan mengimplementasikan

program transformasi ArsitekturFungsi Strategis Bank Indonesia.

iii

ivLaporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Kata Pengantar

Rasa syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkah dan rahmat yang senantiasa dicurahkan, sehingga Bank Indonesia dapat melaksanakan tugas sekaligus menyelesaikan tahun 2014 dengan baik sesuai amanah Undang-Undang. Izinkanlah kami menyampaikan Laporan Pelaksanaan Tugasdan Wewenang Bank Indonesia periode triwulan IV-2014 dan keseluruhan tahun 2014 yang disusun guna menjunjung tinggi transparansi, akuntabilitas, dan tata kelola yang baik. Lebih lanjut, Laporan ini juga merangkum kondisi perekonomian global dan domestik yang menjadi pertimbangan Bank Indonesia dalam rencana kebijakan dan langkah-langkah pelaksanaan tugas dan wewenang untuk periode yang akan datang.

Triwulan IV-2014 ini merupakan tonggak bersejarah bagi perekonomian Indonesia. Ditengah ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia, harga minyak dunia yang terus merosot, dan perlambatan perekonomian domestik, Pemerintah memutuskan untuk melakukan penyesuaian terhadap harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada November 2014, yang kemudian diikuti dengan penerapan mekanisme subsidi tetap di Desember 2014. Bank Indonesia menyambut baik kebijakan tersebut dan memandangnya sebagai suatu langkah besar yang transformatif. Dengan diterapkannya mekanisme subsidi tetap atas harga BBM, Pemerintah diharapkan akan mendapatkan ruang fiskal yang lebih luas, guna dapat memastikan berbagai rencana pembangunan ke depan terlaksana dengan baik. Langkah tersebut juga membawa sentimen positif bagi Indonesia ditengah berbagai gejolak yang melingkupi perekonomian global.

Di akhir tahun 2014, dinamika perekonomian global tidak sebaik prakiraan semula. Seiring dengan berlanjutnya pelemahan berbagai harga komoditas, perekonomian Tiongkok yang selama ini memengaruhi pertumbuhan ekonomi yang cukup baik di berbagai Negara berkembang Asia, juga terus melambat. Sedangkan Negara maju mengalami pemulihan yang tidak merata. Amerika Serikat (AS) mengalami pemulihan yang solid diikuti dengan rencana normalisasi dari kebijakan moneter ultra-akomodatif yang diimplementasikan sejak krisis keuangan global tahun 2008. Imbasnya adalah dolar AS menguat dalam skala global termasuk terhadap Rupiah, yang terdepresiasi 3,87% (qtq) terhadap dolar AS. Sebaliknya, Eropa dan Jepang justru dihadapkan pada prospek perekonomian yang kelabu. Tingkat konsumsi tercatat masih sangat lemah, diikuti dengan risiko deflasi akibat penurunan harga minyak, dan tingkat pengangguran yang kian meningkat. Divergensi perekonomian global ini kemudian meningkatkan kerentanan dan volatilitas di pasar keuangan dunia, sehingga menuntut kewaspadaan dan kehati-hatian otoritas dalam mencermati berbagai risiko dan mengelola kebijakan makroekonomi-nya.

Ditengah sejumlah tantangan eksternal, kinerja perekonomian Indonesia relative baik dengan stabilitas makroekonomi yang terjaga. Perekonomian domestik tumbuh sebesar 5,01% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,92%

vLaporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

(yoy). Dengan konsumsi rumah tangga yang tetap kuat, pertumbuhan ekonomi juga didorong oleh meningkatnya investasi khususnya investasi bangunan. Namun kami juga mencatat masih lemahnya kinerja ekspor dan konsumsi Pemerintah sebagai aspek yang perlu dicermati. Walaupun ekspor belum sepenuhnya pulih, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tercatat membaik, ditopang oleh menurunnya defisit pada neraca transaksi berjalan dan surplus neraca modal. Sebagai net importer minyak, Indonesia mendapatkan manfaat dengan harga minyak yang melemah. Penurunan harga minyak mengurangi defisit neraca perdagangan migas, sehingga memperbaiki defisit pada neraca transaksi berjalan. Selain itu, optimisme investor terhadap prospek perekonomian Indonesia juga terus tumbuh. Hal ini tercermin dari derasnya aliran modal portofolio yang masuk. Selama tahun 2014, aliran masuk modal portofolio asing mencapai angka tertingginya sepanjang sejarah yakni sebesar Rp181,5 triliun. Aliran modal tersebut mendorong surplus pada neraca modal sehingga NPI pada akhir triwulan laporan mencatatkan surplus sebesar 2,4 miliar dolar AS. Surplus tersebut kemudian juga turut berkontribusi dalam memperkuat posisi cadangan devisa Indonesia yang meningkat menjadi 111,9 miliar dolar AS, setelah pada triwulan III-2014 berada di posisi 111,2 miliar dolar AS.

Dari sisi harga, terdapat tekanan harga yang bersumber dari penyesuaian subsidi BBM dan Tarif Tenaga Listrik (TTL). Tekanan administered prices tersebut mendorong Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami inflasi sebesar 8,36% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu 4,53% (yoy). Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18 November 2014 memutuskan untuk memperkuat bauran kebijakan dalam merespon kebijakan reformasi subsidi BBM yang ditempuh Pemerintah, dengan menaikkan suku bunga acuan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 7,75%. Hal tersebut ditempuh untuk menjangkar ekspektasi inflasi dan memastikan bahwa tekanan inflasi pasca kenaikan harga BBM bersubsidi tetap terkendali, temporer, dan dapat segera kembali pada lintasan sasaran yaitu 4±1% pada tahun 2015. Terlepas dari komponen administered prices yang melonjak, inflasi inti disepanjang tahun 2014 terkendali sebesar 4,93% (yoy) dan tetap terjaga didalam rentang sasaran yang telah ditetapkan. Untuk dapat menjaga inflasi tetap rendah, Bank Indonesia juga terus berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melalui Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) yang terus diperkuat. Program kerja TPI tidak hanya difokuskan pada koordinasi, namun juga diperluas mencakup penyusunan rekomendasi terkait kebijakan stabilisasi harga pangan dan energi disepanjang tahun 2014, serta kebijakan untuk mengatasi permasalahan struktural yang menyebabkan persistensi gejolak harga pangan.

Sejalan dengan perlambatan ekonomi domestik, laju pertumbuhan kredit juga tercatat menurun. Kredit pada triwulan IV-2014 tumbuh sebesar 11,58% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 13,16% (yoy). Namun Bank Indonesia berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan tetap memastikan terjaganya stabilitas sistem keuangan (SSK) Indonesia. Risiko kredit bermasalah (Non-Performing Loans/NPL) terjaga stabil di kisaran 2%, dengan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) mencapai 19,5%. Kondisi yang baik tersebut juga diikuti dengan kenaikan modal industri perbankan sebesar 3% (qtq) serta pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 12,29% (yoy). Disamping SSK yang terjaga, Bank Indonesia juga memastikan penyelenggaraan sistem pembayaran terus berjalan aman dan lancar. Selain penyediaan uang kartal dalam jumlah yang cukup, Bank Indonesia juga terus mengupayakan peningkatan penggunaan sistem pembayaran non-tunai di masyarakat. Kami mencatat peningkatan volume transaksi non-tunai mencapai 63,1 juta transaksi dengan nilai transaksi mencapai Rp4.524,89 triliun pada periode triwulan laporan.

viLaporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Dinamika perekonomian ke depan tentunya dihadapkan pada tantangan yang tidak ringan. Bank Indonesia akan terus mengupayakan berbagai langkah dalam bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk memastikan inflasi tetap berada pada sasaran, menjaga stabilitas nilai tukar, dan membawa defisit necara transaksi berjalan ketingkat yang lebih sehat. Selain itu, Bank Indonesia juga berupaya mendorong berbagai inisiatif pendalaman pasar keuangan serta advokasi percepatan reformasi struktural. Dengan bekal program transformasi arsitektur fungsi strategis yang telah dicanangkan, Bank Indonesia akan selalu mengedepankan nilai-nilai strategis lembaga dan tetap menjaga tata kelola organisasi agar segenap amanah Undang-Undang kepada Bank Indonesia dapat dilaksanakan dengan baik dan Bank Indonesia dapat melaksanakan tugas menjaga stabilitas nilai Rupiah dengan paripurna.

Jakarta, Desember 2015GUBERNUR BANK INDONESIA

Agus D.W. Martowardojo

viiLaporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

2.1. Inflasi2.2. Pertumbuhan Ekonomi2.3. Neraca Pembayaran2.4. Utang Luar Negeri2.5. Nilai Tukar Rupiah2.6. Perkembangan Pasar Uang Rupiah dan Pasar Valas 2.6.1. Pasar Uang Rupiah 2.6.2. Pasar Valuta Asing2.7. Perkembangan Sistem Keuangan 2.7.1. Perkembangan Pasar Keuangan 2.7.2. Perkembangan Industri Perbankan 2.7.2.1. Ketahanan Permodalan Industri Perbankan 2.7.2.2. Perkembangan Kredit dan Risiko Kredit Industri Perbankan 2.7.2.3. Perkembangan Likuiditas dan Risiko Likuiditas Industri Perbankan 2.7.2.4. Perkembangan Suku Bunga Industri Perbankan dan Risiko Pasar 2.7.3. Perkembangan Institusi Keuangan Non-Bank 2.7.4. Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan Rumah Tangga) 2.7.4.1. Kinerja Sektor Korporasi 2.7.4.2. Kinerja Sektor Rumah Tangga2.8. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)2.9. Perkembangan Sistem Pembayaran2.10. Perkembangan Pengedaran Uang

Daftar Isi

BAB I

BAB II

RingkasanEksekutif

Perkembangan KondisiMakroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

1.1. Kinerja Perekonomian1.2. Kebijakan yang Ditempuh

0204

101215181921212325252727

27

28

29

3033

3334363740

viiiLaporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

BAB III

Pelaksanaan Tugas Pokok dan

WewenangBank Indonesia

46464851515253565859

606060616264

656871

71

7376

7678

797982

8287878989

3.1. Stabilitas Moneter 3.1.1. Kebijakan Moneter Boks: Akuntabilitas Pencapaian Inflasi 3.1.2. Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar 3.1.2.1. Pengelolaan Moneter 3.1.2.2. Pengelolaan Nilai Tukar 3.1.3. Koordinasi dengan Pemerintah 3.1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri 3.1.5. Penerimaan Devisa Hasil Ekspor 3.1.6. Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk Mendukung Perumusan Kebijakan3.2. Stabilitas Sistem Keuangan 3.2.1. Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial 3.2.1.1. Pengaturan Makroprudensial 3.2.1.2. Pengawasan Makroprudensial 3.2.2. Pengembangan Ekonomi Syariah Boks: Kerja Sama Negara Islam dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan 3.2.3. Pendalaman Pasar Keuangan (Syariah dan Pasar Valas) 3.2.4. Program Keuangan yang Inklusif (Financial Inclusion) 3.2.5. Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 3.2.5.1. Penelitian dan Pengembangan dalam rangka Peningkatan Akses Kredit atau Pembiayaan UMKM 3.2.5.2. Program KPwDN dalam Pengembangan UMKM 3.2.5.3. Kerja Sama Internasional Terkait Pengembangan UMKM 3.2.6. Pengelolaan Informasi Perkreditan 3.2.7. Koordinasi dan Kerja Sama dalam rangka Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia-OJK Paska-Pengalihan Fungsi Pengawasan Bank ke OJK3.3. Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 3.3.1. Kebijakan Sistem Pembayaran Boks: Penyaluran Pembayaran Bantuan Sosial dengan Menggunakan Instrumen Non-tunai 3.3.2. Kebijakan Pengelolaan Uang3.4. Kerja Sama Internasional 3.4.1. Kerja Sama Negara G-20 3.4.2. Kerja Sama IMF 3.4.3. Kerja Sama Bank Sentral Negara Anggota OKI dan Penyelenggaraan Indonesia Sharia Economic Festival 2014

ixLaporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

9091919192929496

Produk Hukum Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014 1. Peraturan Bank Indonesia 2. Surat Edaran Ekstern 3. Peraturan Dewan GubernurDaftar IstilahDaftar Singkatan

LAMPIRAN

119120121122123128

Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2015

5.1. Visi Bank Indonesia 20245.2. Strategi Tahunan Bank Indonesia

BAB V

116118

BAB IV

Kapabilitas Intern Bank Indonesia

100100103103104105107107107108

109109112

4.1. Governance4.2. Manajemen Strategi dan Kinerja4.3. Manajemen Risiko4.4. Audit Intern4.5. Keuangan Intern4.6. Sistem Informasi4.7. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) 4.7.1. Penyempurnaan Organisasi Bank Indonesia 4.7.2. Pemenuhan dan Pengembangan SDM 4.7.3. Upaya-Upaya Penyiapan Organisasi dan SDM dalam rangka Pengelolaan dan Pemindahan Pegawai Bank Indonesia Ke Otoritas Jasa Keuangan 4.7.4. Transformasi Budaya Kerja Bank Indonesia4.8. Aspek Hukum4.9. Program Sosial Bank Indonesia

3.4.4. Kerja Sama ASEAN 3.4.5. Kerja Sama ASEAN + 3 3.4.6.KerjaSamaEastAsiaPacificCentralBanks(EMEAP) 3.4.7. Kerja Sama Bank for International Settlements (BIS)3.5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan 3.5.1. Komunikasi Kebijakan 3.5.2. Edukasi Kebanksentralan 3.5.3. Komunikasi dengan Investor dan Lembaga Internasional

xLaporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Tabel 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (%, yoy)Tabel 2.2. Perkembangan Indeks Saham RegionalTabel 2.3. Perkembangan Nilai Rata-rata Suku Bunga Dasar Kredit Industri Perbankan (%) Tabel 2.4. Perkembangan Penyaluran PembiayaanTabel 2.5. Kinerja Korporasi Publik Triwulan III-2013 dan Triwulan III-2014Tabel 2.6. Nilai Transaksi PembayaranTabel 2.7. Volume Transaksi PembayaranTabel 2.8. Transaksi Transfer Dana Tahun 2014Tabel 2.9. Transaksi Uang Kertas Asing-Travellers ChequeTahun 2014Tabel 2.10. Perkembangan Rata-rata UYD di Masyarakat dan BankTabel 2.11. Indikator Pengedaran Uang

Daftar Tabel

BAB II

BAB III

Perkembangan Kondisi Makroekonomi,Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

132630

3134393940404142

Tabel 3.1. Realisasi Pembayaran ULN PemerintahTabel 3.2. Realisasi Penarikan ULN PemerintahTabel 3.3. Jumlah Debitur-Fasilitas per Triwulan Pada 2013-2014Tabel 3.3. Permintaan Informasi Debitur Individual per Triwulan pada Triwulan IV-2013 s.d. Triwulan IV-2014

57577777

Tabel 4.1. Pencapaian Indikator Kinerja Utama Bank Indonesia Tahun 2014Tabel 4.2. Pencapaian Program Kerja Inisiatif Bank Indonesia Tahun 2014

BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia

101102

Tabel 5.1. 25 Program Strategis BI 2015-2024Tabel 5.2. Indikator KInerja Utama (IKU) Bank Indonesia Tahun 2015

BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2015

117118

xiLaporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Grafik2.1. PerkembanganInflasiTriwulananGrafik2.2. PerkembanganInflasiTahunanGrafik2.3. EkspektasiHargaPedagangEceranGrafik2.4. EkspektasiInflasiKonsumenGrafik2.5. IndeksKeyakinanKonsumenGrafik2.6. PenjualanEcerandanKendaraanBermotorGrafik2.7. IndikatorInvestasiBangunanGrafik2.8. IndikatorInvestasiNon-bangunanGrafik2.9. World Trade Volume ImporGrafik2.10.PermintaanDomestikdanImporGrafik2.11.NeracaPembayaranIndonesiaGrafik2.12.PerkembanganCadanganDevisaGrafik2.13.NeracaTransaksiBerjalanGrafik2.14.NeracaPerdaganganGrafik2.15.NeracaTransaksiModaldanFinansialGrafik2.16.NilaiTukarRupiahGrafik2.17.VolatilitasNilaiTukarRupiahGrafik2.18.Volatility Index dan Credit Default SwapGrafik2.19.NilaiTukarKawasanGrafik2.20.SukuBungaPasarUangAntarBankOvernight dan BI RateGrafik2.21.Rata-rataHarianVolumeTransaksiPasarUangAntarBankGrafik2.22.JumlahBankPelakudanFrekuensiPasarUangAntarBankGrafik2.23.VolumeTransaksiRepoGrafik2.24.SukuBungaRepodanPasarUangAntarBank1bulanGrafik2.25.TotalVolumeTransaksiValasDomestikTriwulananGrafik2.26.Rata-rataHarianTransaksiValasDomestikGrafik2.27.Rata-rataHarianTransaksiValasMenurutInstrumenGrafik2.28.PerkembanganTriwulananKomposisiInstrumenTransaksi ValasGrafik2.29.Yield Obligasi NegaraGrafik2.30.VolatilitasYield 20 hariGrafik2.31.Perkembangan&NilaiRata-rataPerdaganganHarianIHSGGrafik2.32.Perkembangan&VolatilitasIHSGGrafik2.33.PerkembanganIndustriReksadanaGrafik2.34.Rasio Non-Performing Loans Industri Perbankan

Daftar Grafik

BAB IIPerkembangan Kondisi Makroekonomi,

Moneter, Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran

10101111131314141515161617171720202020212222232324242424

252526262627

xiiLaporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Grafik2.35. RasioNPLgross per Jenis PenggunaanGrafik2.36. RasioNPLgross per Sektor EkonomiGrafik2.37. PertumbuhanDanaPihakKetiga(DPK)(yoy)Grafik2.38. KomposisiAlatLikuidPerbankanGrafik2.39. AlatLikuiddanNon-Core DepositGrafik2.40. PerkembanganRata-rataSukuBungaKredit, Deposito Rupiah 1 bulan, dan BI RateGrafik2.41. PerkembanganRata-rataSukuBungaKredit per Jenis PenggunaanGrafik2.42. AsetdanInvestasiIndustriAsuransiGrafik2.43. PremidanKlaimBrutoIndustriAsuransiGrafik2.44. PembiayaanPerusahaanPembiayaanberdasarkanJenis UsahaGrafik2.45. PerkembanganPerusahaanPembiayaanGrafik2.46. RasioNon-Performing Financing Grafik2.47. SumberDanaPerusahaanPembiayaanGrafik2.48. SukuBungaPinjamanBankKepadaPerusahaanPembiayaanGrafik2.49. PerkembanganROA,ROEdanBOPOPerusahaanPembiayaanGrafik2.50. PerkembanganKegiatanDuniaUsahaTriwulanIV-2014Grafik2.51. PertumbuhanPenjualanRiilGrafik2.52. PerkembanganIndeksKeyakinanKonsumen Triwulan IV-2014Grafik2.53. PerkembanganKreditSektorRumahTangga Menurut Penggunaan UtamaGrafik2.54. KomposisiKreditRumahTanggaMenurutJenisnya (per Desember 2014)Grafik2.55. NPLKreditUMKMGrafik2.56. PerkembanganRata-rataUangYangDiedarkan(qtq)Grafik2.57. PertumbuhanPDBdanUangYangDiedarkanGrafik2.58. JumlahTemuanUangRupiahPalsu

282828292930

30

313132

3232323333343535

36

36

37414143

Grafik3.1.PencapaianSasaranInflasiGrafik3.2.PerkembanganOutstanding Instrumen Operasi MoneterGrafik3.3.PerkembanganSukuBungaInstrumenOperasiMoneterGrafik3.4.KomposisiOMTwIII-2014danTwIV-2014Grafik3.5.PertumbuhanDebitur-FasilitasperTriwulanpada2014Grafik3.6.PermintaanInformasiDebiturIndividualperBulanpada2014

BAB IIIPelaksanaan Tugas Pokok dan

Wewenang Bank Indonesia

495151527778

xiiiLaporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Gambar 2.1. Peta Inflasi Daerah Triwulan IV-2014 (%, yoy)

Daftar Gambar

BAB IIPerkembangan Kondisi Makroekonomi,

Moneter, Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran

12

Gambar 3.1. Sebaran Program Pengembangan Klaster Bank Indonesia untuk Komoditas Ketahanan Pangan Tingkat Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Tahun 2014Gambar 3.2. Peta Lokasi Kas Titipan Bank Indonesia

BAB IIIPelaksanaan Tugas Pokok dan

Wewenang Bank Indonesia

73

86

Gambar 5.1. Arsitektur Fungsi Strategis Bank IndonesiaGambar 5.2. Peta Strategi Bank Indonesia 2015

BAB VRencana Pelaksanaan Tugas

Bank Indonesia Tahun 2015

116118

xivLaporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

BAB I

Ringkasan Eksekutif

BAB I Ringkasan Eksekutif

2Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

1.1. Kinerja PerekonomianStabilitas makroekonomi dan sistem keuangan triwulan IV-2014 dan keseluruhan tahun 2014 berada pada kondisi yang terjaga. Inflasi tahun 2014 terkendali meski mengalami tekanan sebagai imbas penyesuaian beberapa kebijakan harga komoditas yang diatur oleh Pemerintah. Sementara itu, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia mencatatkan surplus. Pertumbuhan ekonomi masih melambat seiring dengan lemahnya perekonomian global dan permintaan domestik.

Indeks Harga Konsumen triwulan IV-2014 tercatat inflasi sebesar 4,49% (qtq), meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (4,53%, qtq). Peningkatan tekanan harga terutama dipengaruhi oleh faktor kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dan tarif tenaga listrik (TTL). Kenaikan harga yang diatur oleh Pemerintah tersebut mendorong inflasi administered prices meningkat signifikan, dari 2,51% (qtq) pada triwulan III-2014 menjadi 12,03% (qtq) pada triwulan laporan. Kenaikan juga terjadi pada inflasi volatile food dari 2,11% (qtq) menjadi 6,23% (qtq) akibat terbatasnya pasokan khususnya pada komoditas beras dan cabai. Sedangkan inflasi inti relatif terjaga, dari 1,28% (qtq) menjadi 1,70% (qtq) karena terbatasnya tekanan eksternal dan terjaganya ekspektasi inflasi. Secara keseluruhan tahun, inflasi 2014 tercatat sebesar 8,36% (yoy), lebih baik dibanding inflasi 2013 sebesar 8,38% (yoy).

Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) menunjukkan kinerja yang membaik, ditopang oleh menurunnya defisit transaksi berjalan dan surplus pada neraca modal. Perbaikan pada kinerja transaksi berjalan terutama didukung oleh meningkatnya surplus neraca perdagangan karena perbaikan kinerja perdagangan non-migas dan menurunnya defisit neraca perdagangan migas. Ekspor non-migas tumbuh khususnya pada produk manufaktur, sedangkan menyusutnya defisit neraca perdagangan migas merupakan dampak penurunan harga minyak dunia. Dengan perkembangan tersebut, NPI pada akhir 2014 mencatatkan surplus sebesar 2,4 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Kondisi tersebut mendorong kenaikan posisi cadangan devisa triwulan IV-2014 menjadi 111,9 miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa tersebut meningkat dibandingkan posisi akhir triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 111,2 miliar dolar AS dan akhir tahun 2013 sebesar 99,4 miliar dolar AS.

Ditengah tekanan harga yang terkendali dan membaiknya kinerja NPI, perekonomian Indonesia triwulan IV-2014 tumbuh sebesar 5,01% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (4,92%, yoy). Membaiknya pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh peningkatan pada permintaan domestik, khususnya investasi bangunan dan konsumsi Pemerintah. Meskipun demikian, akselerasi perekonomian secara keseluruhan tahun 2014 (5,02%, yoy), masih lebih rendah dibanding tahun sebelumnya (5,78%, yoy). Kondisi ini dipengaruhi belum cukup kuatnya kinerja ekspor dan penurunan konsumsi Pemerintah.

Dari sisi nilai tukar Rupiah, tren melemah masih terjadi pada triwulan laporan. Faktor eksternal khususnya penguatan dolar AS terhadap hampir seluruh mata uang utama berimbas terhadap pergerakan nilai tukar Rupiah. Menguatnya dollar AS tersebut dipicu oleh membaiknya data kinerja perekonomian AS dan rencana kenaikan suku bunga oleh Federal Reserves (the Fed). Secara keseluruhan, nilai tukar Rupiah berada dalam tren melemah di tahun 2014.

Dari eksternal, beberapa faktor yang mempengaruhi pelemahan nilai tukar Rupiah adalah rencana normalisasi kebijakan moneter AS dan gejolak geopolitik. Sementara dari domestik, dipengaruhi sentimen investor menyikapi dinamika politik dalam negeri dan masih

BAB I Ringkasan Eksekutif

3Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

berlanjutnya defisit transaksi berjalan. Faktor lainnya yakni meningkatnya permintaan valuta asing untuk pembayaran Utang Luar Negeri. Secara point-to-point, Rupiah pada triwulan laporan melemah sebesar 1,61% (qtq) dibandingkan akhir triwulan III-2014, dan melemah 1,74% (yoy) dibandingkan akhir tahun 2013. Rupiah ditutup di level Rp12.385 per dolar AS di akhir tahun 2014.

Di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi, kondisi sistem keuangan Indonesia tetap terkendali. Kondisi ini ditopang oleh ketahanan perbankan yang tetap terjaga dan kinerja pasar keuangan yang membaik di 2014. Ketahanan industri perbankan tetap kuat didukung dengan permodalan yang kuat dan risiko kredit, likuiditas, dan pasar yang terjaga. Sebagaimana halnya perbankan, institusi keuangan non-bank juga menunjukkan kinerja yang positif. Sementara itu, kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan penurunan yield Surat Berharga Negara (SBN) merefleksikan kinerja yang positif di pasar keuangan Indonesia.

Rasio kecukupan modal perbankan masih tinggi mencapai 19,50%, jauh di atas ketentuan minimum 8%, sedangkan rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan) tetap rendah dan stabil di kisaran 2,0%. Di tengah melambatnya perekonomian, pertumbuhan kredit perbankan mengalami penyesuaian. Kredit pada triwulan laporan tumbuh sebesar 11,58%, lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 21,60%. Perlambatan pertumbuhan kredit juga dialami sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Menurunnya kinerja penyaluran kredit menjaga kondisi likuiditas perbankan. Rasio Alat Likuid terhadap Non-Core Deposit (AL/NCD) tercatat sebesar 99,83%, naik dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 89,37%. Tingkat rasio AL/NCD yang jauh di atas threshold (50%) tersebut menunjukkan risiko likuiditas perbankan yang terjaga. Salah satu kontribusi peningkatan alat likuid berasal dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang meningkat 12,29% (yoy).

Perkembangan institusi keuangan non-bank juga menunjukkan kinerja yang terjaga selama triwulan laporan, meski mengalami perlambatan penyaluran pembiayaan karena kondisi perekonomian. Namun demikian, kualitas pembiayaan institusi keuangan non-bank tetap terjaga.

Melambatnya laju perekonomian dan kebijakan stabilisasi perkonomian tidak hanya berimbas pada kinerja lembaga keuangan, namun juga terhadap sektor korporasi dan rumah tangga. Kemampuan korporasi dalam menghasilkan laba mengalami penyesuaian, demikian pula dengan pertumbuhan konsumsi sektor rumah tangga. Kondisi ini mempengaruhi hasil survei tingkat keyakinan dan ekspektasi dunia usaha dan konsumen terhadap kondisi perekonomian ke depan.

Di pasar keuangan, kondisi ekonomi dan politik yang stabil khususnya pasca pemilihan umum membawa dampak positif bagi kinerja di pasar modal dan pasar SBN. Di pasar modal, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) meningkat 22,92% (yoy) dari akhir tahun 2013. Selain kenaikan IHSG, nilai kapitalisasi saham juga mengalami peningkatan. Sementara di pasar SBN, meski pada akhir tahun diwarnai kenaikan risiko, secara keseluruhan triwulan laporan, yield SBN mengalami penurunan di semua tenor.

Terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan pada periode laporan tidak terlepas dari dukungan penyelenggaraan sistem pembayaran yang berlangsung dengan baik dan lancar. Hal ini tercermin dari kehandalan sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank Indonesia dari ketersediaan sistem Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement (BI-

BAB I Ringkasan Eksekutif

4Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

RTGS) sebagai setelmen dana, Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) sebagai setelmen surat berharga Pemerintah dan Bank Indonesia, serta Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) sesuai service level yang ditetapkan. Di samping itu, ketersediaan uang kartal dalam jumlah yang cukup juga mendukung kelancaran transaksi perekonomian.

Ke depan, Bank Indonesia meyakini kondisi fundamental ekonomi Indonesia akan lebih baik, namun dengan beberapa risiko yang perlu diwaspadai. Perekonomian tahun 2015 diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi pada kisaran 5,4-5,8%. Selain ditopang oleh kuatnya konsumsi rumah tangga, ekspansi konsumsi dan investasi Pemerintah sejalan dengan peningkatan kapasitas fiskal akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi juga ditopang dengan inflasi yang terkendali. Inflasi 2015 diperkirakan akan berada dalam kisaran sasaran 4±1%, didukung terkendalinya inflasi inti dan menurunnya harga minyak dunia.

1.2. Kebijakan yang Ditempuh Berlangsungnya proses penyesuaian ekonomi ke arah yang lebih seimbang serta terjaga stabilnya makroekonomi dan sistem keuangan, merupakan hasil dari penerapan kebijakan yang konsisten oleh Pemerintah dan Bank Indonesia. Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan dan koordinasi dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan. Selain itu, Bank Indonesia juga mendorong berlanjutnya reformasi struktural untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Selama triwulan IV-2014 dan tahun 2014, Bank Indonesia secara konsisten mengarahkan kebijakan yang ditempuh untuk mengendalikan inflasi dan mendukung pengendalian defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Bank Indonesia menempuh bauran kebijakan yang mencakup: (i) penetapan suku bunga kebijakan, (ii) kebijakan stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya, (iii) kebijakan untuk memperkuat operasi moneter, lalu lintas devisa dan pendalaman pasar keuangan, (iv) relaksasi ketentuan makroprudensial secara selektif, (v) kebijakan pengembangan industri sistem pembayaran domestik, serta (vi) penguatan koordinasi dengan Pemerintah dan kerja sama dengan bank sentral lain.

Pada November 2014, Bank Indonesia melakukan penyesuaian suku bunga acuan. Bank Indonesia menaikkan suku bunga BI Rate sebesar 25 bps menjadi 7,75%, dengan suku bunga Lending Facility naik sebesar 50 bps menjadi 8,00% dan suku bunga Deposit Facility tetap pada level 5,75%. Kebijakan ini ditempuh untuk menjangkar ekspektasi inflasi dan memastikan bahwa tekanan inflasi pasca kenaikan harga BBM bersubsidi tetap terkendali. Kebijakan tersebut juga konsisten dengan perbaikan defisit transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat.

Untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai kondisi fundamentalnya, Bank Indonesia melakukan intervensi valas di pasar domestik secara terukur. Guna mendukung kebijakan tersebut, sepanjang 2014, Bank Indonesia juga mendorong pendalaman pasar valas domestik. Upaya ini dilakukan berdasarkan lima pilar strategi pengembangan pasar keuangan, yaitu (i) pengembangan pasar dan instrumen, (ii) regulasi dan standardisasi, (iii) penguatan infrastruktur sistem, (iv) penguatan peran kelembagaan, serta (v) peningkatan pemahaman dan edukasi kepada stakeholders.

Pada triwulan IV-2014 dan selama 2014, Bank Indonesia menerbitkan beberapa kebijakan guna memberikan fleksibilitas yang lebih luas kepada pelaku pasar dan meningkatkan

BAB I Ringkasan Eksekutif

5Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

efektivitas pengelolaan likuiditas valas di pasar domestik. Bank Indonesia juga menerbitkan kebijakan terkait dengan pinjaman luar negeri bank, penyesuaian pengaturan mengenai penerimaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan penarikan utang luar negeri. Kebijakan penting lain yang ditempuh di triwulan IV-2014 adalah memperkuat payung hukum transaksi lindung nilai bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kebijakan ini ditempuh agar BUMN memiliki kepastian hukum dalam melakukan transaksi lindung nilai terhadap transaksi valasnya.

Untuk memperkaya instrumen pasar valas di domestik, Bank Indonesia juga menerbitkan instrumen penempatan valas berbasis syariah di Bank Indonesia (Term Deposit Valas Syariah). Selain itu, Bank Indonesia juga menyiapkan fasilitas transaksi repo syariah dengan instrumen Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), guna melengkapi instrumen repo syariah dengan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) yang saat ini telah digunakan.

Terkait infrastruktur, Bank Indonesia memfasilitasi penggunaan kontrak standar dalam transaksi repo antar bank dalam bentuk Mini Master Repurchase Agreement (Mini MRA). Selain itu, telah diinisiasi pembentukan komite pasar keuangan (Indonesia Foreign Exchange Market Committee/IFEMC) dan penyusunan market code of conduct (Financial Market Code of Conduct /CoC) sebagai acuan perilaku di pasar keuangan.

Guna mendorong percepatan pendalaman pasar keuangan, Bank Indonesia menjalin kerja sama lintas otoritas. Untuk itu, telah dibentuk Forum Koordinasi Pendalaman Pasar Keuangan yang beranggotakan Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional.

Selanjutnya, untuk mendukung efektivitas transmisi kebijakan moneter, Bank Indonesia mengoptimalkan operasi moneternya melalui berbagai instrumen agar kebutuhan likuiditas rupiah oleh perbankan tercukupi. Bank Indonesia juga melakukan stabilisasi likuiditas agar suku bunga pasar uang terjaga stabil. Hasilnya, kondisi likuiditas perbankan dan suku bunga pasar uang rupiah selama triwulan IV-2014 dan tahun 2014 terjaga stabil.

Strategi bauran kebijakan juga ditempuh melalui kebijakan makroprudensial. Pada triwulan laporan, Bank Indonesia mempersiapkan penyesuaian kebijakan makroprudensial untuk memperluas sumber-sumber pendanaan perbankan. Upaya ini ditempuh agar perbankan dapat meningkatkan penyaluran kredit ke sektor-sektor yang produktif, sekaligus mendorong pendalaman pasar keuangan. Beberapa kebijakan yang dievaluasi adalah (i) ketentuan loan to value (LTV)/financing to value (FTV), (ii) ketentuan Loan to Deposit Ratio (LDR) dalam kebijakan Giro Wajib Minimum LDR (GWM-LDR), dan (iii) pemberian insentif untuk mendorong penyaluran kredit UMKM.

Untuk mendukung efektivitas berbagai kebijakan tersebut, Bank Indonesia juga memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait, baik dalam rangka pengendalian inflasi, maupun menjaga stabilitas sistem keuangan dan makroekonomi. Koordinasi pengendalian inflasi dilakukan melalui Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di Pusat dan Tim Pengedalian Inflasi Daerah (TPID) yang pada 2014 memfokuskan kegiatannya pada kebijakan stabilisasi harga pangan dan energi. Koordinasi dilakukan secara intensif untuk meredam dampak yang berlebihan sebagai imbas kenaikan harga BBM bersubsidi, tarif tenaga listrik, kenaikan Upah Minimum Provinsi, dan gangguan pasokan pangan.

Koordinasi juga dilakukan melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) yang beranggotakan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan,

BAB I Ringkasan Eksekutif

6Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

dan Lembaga Penjamin Simpanan. Melalui forum tersebut, dilakukan pemantauan kondisi stabilitas sistem keuangan dan dirumuskan langkah-langkah yang perlu diambil oleh masing-masing instansi. Untuk menguji kesiapan anggota FKSSK, pada 18 Desember 2014 telah dilakukan simulasi pencegahan dan penanganan krisis nasional.

Selain melalui forum-forum tersebut di atas, Bank Indonesia juga melakukan koordinasi dengan kementerian-kementerian terkait untuk memantau kondisi makroekonomi dan mengidentifikasi risiko ke depan. Melalui koordinasi tersebut, kebijakan moneter, fiskal, dan sektor riil dapat disinergikan dan saling mendukung satu dengan lainnya.

Berbagai respons kebijakan yang ditempuh secara keseluruhan cukup efektif dalam mendukung proses penyesuaian ekonomi ke arah yang lebih sehat. Hal ini tercermin dari terkendalinya inflasi tahun 2014 di tengah tekanan yang tinggi dari administered prices dan volatile food, serta menurunnya defisit transaksi berjalan.

Peran Bank Indonesia sebagai otoritas yang bertanggung jawab terhadap makroprudensial sistem keuangan terus diperkuat. Pasca-penerbitan Peraturan Bank Indonesia tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial di triwulan III-2014, pada triwulan IV-2014 Bank Indonesia berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan mengembangkan sistem informasi. Sistem informasi tersebut digunakan untuk mendukung kebijakan makroprudensial dengan mengintegrasikan informasi bank, industri keuangan non-bank, dan pasar keuangan. Bank Indonesia juga mempersiapkan ketentuan pelaksanaan pengawasan makroprudensial, mengembangkan indikator dan tools surveilans makroprudensial, serta menyelesaikan framework perizinan dan pengawasan sistem pembayaran.

Meskipun Bank Indonesia tidak lagi menjadi regulator mikroprudensial perbankan, Bank Indonesia tetap memberikan perhatian dalam pengembangan ekonomi syariah. Hal ini tidak terlepas dari peran lembaga keuangan syariah dalam memelihara stabilitas sistem keuangan. Bank Indonesia turut aktif dalam fora internasional yang memberikan perhatian dalam pengembangan industri keuangan syariah antara lain dalam penyusunan standar kehati-hatian. Bank Indonesia juga menginisiasi penyusunan standar zakat internasional bekerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan otoritas zakat beberapa negara. Terkait hal ini, pada triwulan IV-2014, Bank Indonesia menyelenggarakan kegiatan Organisation for Islamic Cooperations (OIC) di Surabaya yang antara lain menghasilkan nota kesepahaman dengan Islamic Development Bank dalam penyediaan tenaga ahli (capacity building) untuk pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.

Sejalan dengan kerangka bidang tugas makroprudensial guna memperkuat stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia mendorong peningkatan akses keuangan serta memperkuat sektor riil dan UMKM. Terkait dengan akses keuangan inklusif, selama triwulan laporan dan tahun 2014, Bank Indonesia menyelenggarakan berbagai kegiatan pelatihan dan edukasi keuangan di berbagai wilayah. Bank Indonesia juga konsisten menggalakkan kampanye Gerakan Indonesia Menabung (GIM). Perluasan akses keuangan yang dilakukan tidak hanya terbatas melalui media pembayaran konvensional. Bank Indonesia mengembangkan Layanan Keuangan Digital (LKD) untuk memperluas jangkauan dan meningkatkan efisiensi transaksi. Dalam implementasinya, LKD telah digunakan dalam penyaluran bantuan Pemerintah kepada masyarakat yaitu untuk bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS).

Dalam pengembangan sektor riil dan UMKM, Bank Indonesia bekerja sama dengan instansi terkait di pusat maupun di daerah. Kerja sama dilakukan dalam mengimplementasikan

BAB I Ringkasan Eksekutif

7Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

berbagai klaster baik berupa komoditas ketahanan pangan maupun produk unggulan daerah. Sampai dengan akhir 2014, telah dikembangkan 133 klaster di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, 62 klaster telah bersifat mandiri dan 71 klaster dalam tahap pembinaan.

Program pengembangan UMKM lain yang dilaksanakan adalah melalui riset, pengembangan standar/metodologi pengembangan UMKM, dan fasilitasi. Beberapa program fasilitasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia bekerja sama dengan instansi lain. Program atara lain fasilitasi program Asuransi Ternak Sapi (ATS) bekerja sama dengan Kementerian Pertanian dan program Peningkatan Kemandirian Narapidana dan Klien Pemasyarakatan bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM. Selain melibatkan lembaga di dalam negeri, kerja sama pengembangan UMKM juga dilakukan dengan beberapa lembaga internasional.

Di bidang sistem pembayaran, fokus kebijakan Bank Indonesia selama triwulan IV-2014 dan tahun 2014 tetap diarahkan pada upaya untuk menjaga agar sistem pembayaran terselenggara dengan aman, lancar, dan efisien. Untuk itu, Bank Indonesia terus memperkuat infrastruktur sistem pembayaran antara lain dengan penyiapan sistem pendukung setelmen dana dan surat berharga. Selain itu, Bank Indonesia juga memperluas akses penggunaan instrumen pembayaran non-tunai dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran.

Di 2014, pengembangan Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS), dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Generasi II masih berlanjut. Pengembangan ini bertujuan untuk meningkatkan keandalan, keamanan, dan efisiensi ketiga sistem yang menjadi tulang punggung sistem pembayaran Indonesia.

Di tahun yang sama, Bank Indonesia juga mengembangkan penggunaan central bank money dalam mekanisme setelmen dana atas transaksi di pasar modal. Mekanisme tersebut akan menggantikan penggunaan commercial bank money dengan setelmen dana dalam transaksi pasar modal dilakukan melalui bank komersial. Perubahan mekanisme tersebut bertujuan untuk memitigasi risiko kredit dan risiko likuiditas sistem pembayaran.

Perluasan penggunaan instrumen non-tunai menjadi salah satu fokus kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran. Pada triwulan II-2014, Bank Indonesia mencanangkan Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT). Melalui pencanangan tersebut, Bank Indonesia berupaya meningkatkan kesadaran dan keinginan masyarakat untuk menggunakan instrumen non-tunai. Selaras dengan program tersebut, telah dilakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai instansi Pemerintah maupun pelaku industri. Beberapa proyek yang telah diinisiasi diantaranya pemberian bantuan sosial Pemerintah kepada masyarakat dan penggunaan non-tunai dalam setiap kegiatan pemrosesan dan penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Ke depan, penggunaan instrumen non-tunai tersebut akan lebih diintensifkan untuk mendukung program-program Pemerintah lainnya.

Upaya Bank Indonesia untuk memperluas penggunaan instrumen non-tunai dan instrumen sistem pembayaran lainnya dilakukan dengan tetap mengedepankan perlindungan konsumen. Untuk itu, pada 2014 Bank Indonesia telah menerbitkan peraturan dan ketentuan pelaksanaan mengenai hal tersebut. Bank Indonesia juga mempersiapkan materi diseminasi informasi guna meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran.

Untuk mendukung kelancaran transaksi perekonomian, di bidang pengelolaan uang Rupiah, Bank Indonesia terus meningkatkan ketersediaan uang yang berkualitas, distribusi,

BAB I Ringkasan Eksekutif

8Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

dan pengolahan uang yang aman dan optimal, serta layanan kas yang prima. Meningkatnya permintaan uang kartal secara signifikan pada periode-periode tertentu seperti hari raya keagamaan dan hari libur, dapat dipenuhi dengan baik di berbagai wilayah Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari proses yang baik dalam perencanaan dan pencetakan uang, serta pendistribusiannya. Penyediaan uang yang berkualitas juga dilaksanakan termasuk ke wilayah-wilayah terpencil dan pulau terdepan Indonesia. Untuk melaksanakan kegiatan ini, Bank Indonesia bekerja sama dengan TNI Angkatan Laut dan Polisi Perairan Indonesia.

Sejalan dengan amanat Undang-Undang tentang Mata Uang, pada triwulan III-2014 Bank Indonesia berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan telah menerbitkan uang Rupiah kertas pecahan Rp100.000,- tahun emisi 2014. Penerbitan uang tersebut bertujuan untuk memperkuat kedaulatan Indonesia dan mempertegas Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah.

Secara keseluruhan, berbagai respons kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia efektif dalam menjaga proses penyesuaian ekonomi domestik dan menjaga kestabilan makro ekonomi serta sistem keuangan.

Terlaksananya tugas utama Bank Indonesia tidak dapat dilepaskan dari dukungan pengelolaan organisasi dan sumber daya Bank Indonesia yang dilaksanakan berlandaskan prinsip tata kelola organisasi yang baik. Untuk menegaskan hal tersebut, pada 2014 Bank Indonesia telah menetapkan visi baru Bank Indonesia 2024. Untuk mencapai visi tersebut, Bank Indonesia mencanangkan program transformasi dengan menyusun Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI) 2024. AFSBI disusun untuk meningkatan kekuatan dan kecekatan Bank Indonesia dalam menghadapi implikasi dinamika perubahan dan tantangan jangka menengah panjang terutama di bidang moneter, keuangan, dan perekomonian baik global, regional, dan nasional. Selain itu, AFSBI juga dimaksudkan untuk mempersiapkan fungsi strategis dan kapabilitas Bank Indonesia baru yang maju, kuat, berorientasi ke depan menghasilkan kebijakan terbaik dan merujuk pada praktek-praktek yang terbaik.

BAB II

Penyesuaian ekonomi masih berlangsung hingga triwulan IV-2014, dengan tetap ditunjang

kestabilan makroekonomi. Beberapa indikator perekonomian meski membaik, tetap

memerlukan perhatian yang cermat khususnya terhadap risiko yang mungkin muncul baik

karena faktor domestik maupun global. Hal ini dimaksudkan agar kondisi fundamental

ekonomi tetap terjaga dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang seimbang dan

berkelanjutan. Di tengah tren perlambatan, perekonomian Indonesia dan stabilitas sistem

keuangan tetap terjaga sebagaimana tercermin pada penurunan indikator stabilitas

sistem keuangan dan kinerja sektor keuangan yang solid. Terpeliharanya kestabilan kinerja

perekonomian ditopang oleh terselenggaranya sistem pembayaran yang baik dan lancar, serta

ketersediaan uang kartal di masyarakat.

Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter,

Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

10Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

2.1. InflasiPada triwulan IV-2014, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan inflasi IHK didorong oleh meningkatnya inflasi volatile food, inflasi inti, dan administered price. Inflasi IHK triwulan IV-2014 tercatat sebesar 4,49% (qtq) atau 8,36% (yoy), meningkat dibandingkan dengan inflasi triwulan III-2014 yang tercatat sebesar 1,68% (qtq) atau 4,53% (yoy) (Grafik 2.1 dan Grafik 2.2).

Peningkatan inflasi volatile food didorong oleh permasalahan gangguan pasokan komoditas aneka cabai dan beras akibat anomali cuaca. Sedangkan peningkatan inflasi administered prices terutama terkait kenaikan harga BBM bersubsidi, dengan dampak lanjutannya terhadap tarif angkutan, serta kenaikan TTL untuk rumah tangga. Sementara itu, inflasi inti (core inflation) meningkat secara terbatas dipengaruhi oleh dampak kenaikan biaya input volatile food ke processed food dan dampak second-round effect kenaikan harga BBM bersubsidi.

Inflasi terkendali di tengah

meningkatnya tekanan harga. Di 2015, inflasi

diperkirakan mencapai

kisaran sasaran 4% ±1%.

Grafik 2.1Perkembangan Inflasi Triwulanan

Grafik 2.2Perkembangan Inflasi Tahunan

������

�����

�����

�����

����

����

����

����

����

�����

�����

�����

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� ��

������������� ���������������������

������

��

��

��

���� � � � ���� � � � � ���� � � � � ���� � � � � ���� � � � � ���� � � � � ���� � � � � ���� � � � � ����

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

�����

�������������

������ ��� ���� ��������������������

Pada triwulan laporan, tekanan inflasi volatile food meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya akibat gangguan pasokan dan cost-push kenaikan harga BBM bersubsidi. Volatile food mencatat inflasi sebesar 10,88% (yoy) atau 6,23% (qtq) pada triwulan laporan, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,21% (yoy) atau 2,11% (qtq). Tekanan inflasi volatile food terutama didorong oleh terbatasnya pasokan, khususnya komoditas aneka cabai dan beras akibat anomali cuaca (kekeringan pada akhir September sampai awal November, serta curah hujan yang tinggi pada akhir November sampai Desember). Tekanan harga volatile food juga didorong oleh peningkatan biaya distribusi akibat cost-push kenaikan harga BBM bersubsidi pada pertengahan November 2014. Selain itu, kekosongan Raskin pada bulan November dan Desember juga turut berdampak pada meningkatnya tekanan harga volatile food.

Inflasi kelompok administered prices triwulan IV-2014 juga meningkat signifikan dibanding triwulan sebelumnya, terutama akibat kenaikan harga BBM bersubsidi. Peningkatan inflasi administered prices dari 6,53% (yoy) atau 2,51% (qtq) pada triwulan III-2014 menjadi 17,57% (yoy) atau 12,03% (qtq) pada triwulan IV-2014. Kebijakan Pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi pada 18 November 2014 mendorong kenaikan harga, baik secara langsung maupun tidak langsung (second round effect) terhadap tarif angkutan. Selain kenaikan

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

11Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Grafik 2.3Ekspektasi Harga Pedagang Eceran

Grafik 2.4Ekspektasi Inflasi Konsumen

harga BBM bersubsidi, sumber tekanan inflasi kelompok administered prices juga berasal dari kenaikan tarif tenaga listrik (TTL), kenaikan Bahan Bakar Rumah Tangga (BBRT), dan kenaikan tarif angkutan udara.

Inflasi inti triwulan IV-2014 tetap terkendali, didukung oleh terbatasnya tekanan eksternal dan permintaan domestik serta terjaganya ekspektasi inflasi. Inflasi inti pada triwulan laporan tercatat sebesar 4,93% (yoy) atau 1,70% (qtq), relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,04% (yoy) atau 1,28% (qtq). Terbatasnya tekanan eksternal yang ditopang oleh penurunan harga global, tercermin pada penurunan indeks harga imported inflation (IHIM). Sementara terbatasnya tekanan domestik didukung oleh menurunnya tekanan permintaan sejalan dengan akselerasi pertumbuhan ekonomi yang melambat. Selain itu, terjaganya cost push dari kenaikan liquefied petroleum gas (LPG) dan TTL turut menahan tekanan domestik.

Inflasi inti yang terjaga pada triwulan IV-2014 juga didukung oleh ekspektasi inflasi yang terkendali, baik di level pedagang eceran maupun konsumen. Pada level pedagang eceran, kenaikan ekspektasi inflasi setelah realisasi kenaikan BBM bersubsidi pada November 2014 menunjukkan tekanan harga yang lebih rendah baik untuk 3 bulan mendatang maupun 6 bulan mendatang dibandingkan episode kenaikan BBM 2013 (Grafik 2.3). Selain itu, ekspektasi inflasi di tingkat konsumen untuk 3 bulan mendatang dan 6 bulan mendatang menunjukkan penurunan, seiring dengan keyakinan dampak kenaikan BBM bersubsidi akan bersifat temporer (3 bulan sejak November) dan optimisme ketersediaan barang yang lebih baik di tahun depan (Grafik 2.4).

������

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

������

��

��

��

��

��� � � � � �� � � � � � ��� � � � � ��� � � � � �� � � � � � ��� � � � � ��� � � � � ��� � � � � ��� � � � � ��� � � � � ������ ���� ���� ���� ���� �� � �� �� � �� � �� �

��������� �������������������������������� ������������������������������������� �����������������������

���

���

���

���

���

���

���

���

���

��

��

��

������ ������

�������� ��������������������������������������������������������������

� � � � ���� � � � � ���� � � � � ���� � � � � ���� � � � � ���� � � � � ����

���� ���� ���� ���� ���� ����

�������� ����������������������������� ­������������ �������������������������������

Secara keseluruhan tahun, inflasi tahun 2014 tetap terkendali di tengah tekanan yang tinggi dari administered prices dan volatile food. Inflasi IHK pada 2014 mencapai 8,36% (yoy), sedikit lebih baik dibandingkan dengan inflasi tahun 2013 sebesar 8,38% (yoy). Terjaganya inflasi inti merupakan faktor yang mendukung inflasi sepanjang tahun 2014 yang terkendali di single digit, di tengah tingginya tekanan inflasi kelompok administered prices. Inflasi inti tetap terjaga di tengah meningkatnya inflasi dari sisi biaya (cost push) akibat kenaikan harga komoditas yang diatur Pemerintah dan gejolak harga pangan. Capaian ini tidak terlepas dari semakin baiknya koordinasi kebijakan pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah.

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

12Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Secara spasial, tekanan inflasi pada triwulan IV-2014 mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut sebagai dampak lanjutan dari kenaikan TTL dan LPG 12 kg, meningkatnya harga BBM bersubsidi, serta kenaikan harga beberapa komoditas pangan strategis seperti aneka cabai dan beras. Hal ini menyebabkan tekanan inflasi cukup tinggi dan merata hampir di seluruh provinsi pada triwulan laporan. Secara keseluruhan tahun 2014, realisasi inflasi tertinggi terjadi di wilayah Jakarta, Sulawesi-Maluku-Papua dan Bali-Nusa Tenggara. Sementara, realisasi inflasi Sumatera, Jawa dan Kalimantan relatif lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Gambar 2.1).

Gambar 2.1Peta Inflasi Daerah Triwulan IV-2014 (%, yoy)

Bank Indonesia meyakini bahwa tahun 2015 inflasi akan tetap terkendali dalam kisaran sasaran 4±1%. Hal ini didukung oleh terkendalinya inflasi inti dan menurunnya harga minyak dunia yang diperkirakan akan memberikan sumbangan deflasi. Untuk memperkuat pencapaian sasaran inflasi tersebut, Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melalui TPI dan TPID, baik dalam mengendalikan inflasi pangan maupun administered prices.

2.2. Pertumbuhan EkonomiPertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2014 tercatat sebesar 5,01% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,92% (yoy) (Tabel 2.1). Pertumbuhan ekonomi tersebut didorong oleh pertumbuhan domestik. Investasi bangunan meningkat sejalan dengan mulai meningkatnya kegiatan setelah Pemilu. Konsumsi pemerintah juga mengalami peningkatan didorong oleh akselerasi komponen belanja pegawai. Sementara itu, konsumsi rumah tangga masih melanjutkan tren perlambatan sejalan dengan upaya stabilisasi kondisi makroekonomi.

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

13Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Tabel 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (%, yoy)

Konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan masih melanjutkan tren perlambatan sejalan dengan upaya stabilisasi kondisi makroekonomi. Konsumsi rumah tangga tumbuh melambat dari 5,08% (yoy) pada triwulan III-2014 menjadi 5,01% (yoy) pada triwulan IV-2014. Kenaikan harga BBM bersubsidi pada akhir November 2014 berdampak pada menurunnya keyakinan konsumen atas kondisi ekonomi dan melemahnya ekspektasi penghasilan masyarakat (Grafik 2.5). Dampak lanjutan dari kenaikan harga BBM bersubsidi juga menekan daya beli masyarakat. Penurunan daya beli tercermin pada pertumbuhan indikator penjualan eceran yang melambat, bahkan penjualan mobil dan motor mencatat kontraksi pada triwulan IV-2014 (Grafik 2.6).

Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2014 meningkat tipis dibanding triwulan sebelumnya. Namun, secara keseluruhan 2014 akselerasinya melambat terimbas lemahnya perekonomian global dan permintaan domestik.

Grafik 2.5Indeks Keyakinan Konsumen

Grafik 2.6Penjualan Eceran dan Kendaraan Bermotor

Konsumsi Pemerintah menunjukkan kinerja yang membaik ditopang oleh akselerasi komponen belanja pegawai. Pertumbuhan konsumsi pemerintah tercatat sebesar 2,83% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan III-2014 yang sebesar 1,33% (yoy). Sementara itu, belanja barang melambat antara lain adanya kebijakan pemerintah terkait penghematan anggaran.

Kinerja investasi juga membaik, khususnya kinerja investasi bangunan. Investasi tumbuh meningkat secara gradual dari 3,86% (yoy) pada triwulan III-2014 menjadi 4,27% (yoy) pada triwulan IV-2014. Pertumbuhan investasi terutama ditopang oleh kinerja investasi bangunan yang tumbuh tinggi sebesar 7,06% (yoy), sejalan dengan mulai meningkatnya

���������������������������� ��������

���� ������������������ �� ��� �� � �� ��� ��

��������

�������������������

������������������

��������������������������������������

����������������������

��������������������

���

���������

�� �����­

��­������

���������

­�����­� 

� �����

����

­���

�� �

­���

�� �

� �

����

­���

����

����

����

� ��

��­�

�����

����

��­�

�� ­

� ��

����

��� 

����

 ���

�������

� �

��­�

�� ­

����

����

����

� �

��­�

����

����

­���

����

� ��

����

�������

­���

��­�

����

� ��

����

��­­

­���

����

����

� ��

����

���­

����

�����­�

­���

� ��

����

�� �

����

����

��� 

� ��

������������������������

���

���

���

���

���

���

���

���

��

��

��

������

��������������

�������������

��������

�� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ������ ���� ����

������������� ����������������������

��

��

��

��

��

����

����

������ �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ��

���� ���� ����

����������������

������������ ��

���������������

��

�������� �� �������������

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

14Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

kegiatan pembangunan setelah Pemilu. Perkembangan ini tercermin pada indikator investasi bangunan seperti penjualan semen yang sedikit meningkat dan impor bahan bangunan yang tinggi (Grafik 2.7). Secara keseluruhan, pertumbuhan investasi relatif terbatas dibandingkan dengan historisnya disebabkan oleh kontraksi investasi non-bangunan. Hal tersebut terindikasi dari data impor barang modal dan penjualan alat berat domestik yang masih turun pada triwulan berjalan (Grafik 2.8).

Grafik 2.7Indikator Investasi Bangunan

Grafik 2.8Indikator Investasi Non-bangunan

Di sisi eksternal, kinerja ekspor terkontraksi cukup dalam akibat melemahnya permintaan negara emerging markets dan menurunnya harga komoditas. Ekspor pada triwulan IV-2014 mencatat kontraksi 4,53% (yoy) dibandingkan dengan pertumbuhan positif pada triwulan sebelumnya sebesar 4,86% (yoy). Kinerja ekspor yang melemah tersebut sejalan dengan permintaan impor (World Trade Volume impor) yang melambat terutama dari negara emerging markets (Grafik 2.9) dan harga komoditas yang cenderung lebih rendah sejalan dengan penurunan harga minyak dunia.

Pertumbuhan ekspor yang rendah terjadi di semua kelompok komoditas, terutama komoditas tambang. Kontraksi ekspor komoditas tambang tersebut terdampak oleh base effect ekspor pertambangan yang sangat tinggi pada triwulan IV-2013. Pada periode tahun lalu, eksportir menggenjot produksi dan ekspor sebelum pemberlakuan pembatasan ekspor mineral yang mulai berlaku pada Januari 2014. Ekspor komoditas manufaktur juga mengalami penurunan, antara lain terindikasi dari penurunan penjualan kendaraan bermotor.

Sementara itu, kinerja impor pada triwulan IV-2014 meningkat sebagai respons peningkatan permintaan domestik. Impor tercatat tumbuh 3,22% (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 0,28% (yoy) (Grafik 2.10). Peningkatan impor terutama didorong oleh peningkatan impor migas seiring dengan front loading yang dilakukan Pertamina. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi kenaikan permintaan BBM kelompok impor. Impor non-migas juga meningkat, antara lain ditopang oleh peningkatan impor bahan bangunan seiring dengan peningkatan investasi bangunan.

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

���

���

���

����� �����

�� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ������ ���� ����

��������� ��������������

����������

���� ��������������� ����

�����

����������� ���

��

��

��

��

���

���

����� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ��

���� ���� ����

�����

����������� ���� �

��� � ���� ���� �������� � ��

��� �

��������� ������������� ������������

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

15Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2014 melambat disebabkan oleh melambatnya permintaan domestik. Pertumbuhan ekonomi tercatat tumbuh 5,02% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 5,58% (yoy). Perlambatan permintaan domestik terutama dipengaruhi oleh penurunan konsumsi pemerintah sejalan dengan kebijakan stabilisasi ekonomi dan upaya kesinambungan fiskal.

Konsumsi rumah tangga tahun 2014 juga tumbuh melambat seiring dengan turunnya daya beli masyarakat akibat kenaikan harga BBM bersubsidi. Selain itu, investasi tumbuh rendah merespons berlanjutnya pelemahan ekspor, serta sebagai dampak kebijakan stabilisasi. Dari sisi eksternal, ekspor tumbuh melambat sejalan dengan pelemahan volume perdagangan dunia, terutama negara emerging markets, serta dipengaruhi oleh kebijakan pembatasan ekspor mentah tambang. Lebih rendahnya angka realisasi pertumbuhan ekonomi juga tidak terlepas dari perubahan penggunaan tahun dasar dalam perhitungan PDB.1

Ke depan, prospek perekonomian 2015 diprakirakan akan lebih baik, meskipun sejumlah risiko perlu terus diwaspadai. Pada 2015, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan lebih tinggi, yaitu tumbuh pada kisaran 5,4-5,8%. Berbeda dengan tahun 2014, di samping tetap kuatnya konsumsi rumah tangga, tingginya pertumbuhan ekonomi di 2015 juga akan didukung oleh ekspansi konsumsi dan investasi pemerintah sejalan dengan peningkatan kapasitas fiskal untuk mendukung kegiatan ekonomi produktif, termasuk pembangunan infrastruktur.

Dari sisi eksternal, pemulihan ekonomi negara maju, khususnya Amerika Serikat, diprakirakan dapat mendorong peningkatan ekspor khususnya ekspor manufaktur. Namun demikian, sejumlah risiko perlu diwaspadai khususnya terkait tingginya volatilitas pasar keuangan global sejalan dengan kemungkinan kenaikan suku bunga Fed Fund Rate di AS dan anjloknya harga komoditas dunia.

2.3. Neraca Pembayaran Pada triwulan laporan, NPI mencatat surplus didorong oleh menurunnya defisit transaksi berjalan. Meskipun demikian, surplus NPI triwulan IV-2014 menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, terutama didorong oleh menurunnya surplus transaksi modal dan keuangan.

Grafik 2.9World Trade Volume Impor

Grafik 2.10Permintaan Domestik dan Impor

��

��

��

��

��

�����

����������������

����������

�� ������

�� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ��� �� ��

��������� ������������������������

��

��

��

��

��

��

����� �����

� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� ������ ���� ����

�������������� ������

�����

������ ��������

1 Perhitungan PDB tahun 2014 dan selanjutnya menggunakan tahun dasar 2010 berbasis System National Account (SNA) 2008.

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

16Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Surplus NPI tercatat sebesar 2,4 miliar dolar AS, lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 6,5 miliar dolar AS (Grafik 2.11). Surplus NPI tersebut mendorong kenaikan posisi cadangan devisa dari 111,2 miliar dolar AS pada akhir triwulan III-2014 menjadi 111,9 miliar dolar AS pada akhir triwulan IV-2014 (Grafik 2.12). Jumlah cadangan devisa tersebut cukup untuk membiayai kebutuhan pembayaran impor dan utang luar negeri Pemerintah selama 6,4 bulan dan berada di atas standar kecukupan internasional.

Untuk keseluruhan tahun 2014, posisi cadangan devisa meningkat sebesar 12,5 miliar dolar AS dari posisi akhir tahun 2013 yang tercatat sebesar 99,4 miliar dolar AS. Bank Indonesia menilai level cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.

Grafik 2.11Neraca Pembayaran Indonesia

Grafik 2.12Perkembangan Cadangan Devisa

���������������

�����

�����

����

����

�����

������

������

������

���� ����� ���������� �� �� �� �� �� �� �� ��� ��� ��� ����� �� �� ��

���������� �������������������������������������������������

������������������������������������������

���

���

���

��

��

��

��

����

����

����

����

����

����

������� ��� ��� ��� �� � ��� ��� ��� ��� �� � ��� ��� ��� ��� �� �

���� ���� ����

����������

������������������������������������������������� ��­�

Defisit transaksi berjalan pada triwulan IV-2014 lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, terutama didukung oleh meningkatnya surplus neraca perdagangan barang. Defisit transaksi berjalan tercatat sebesar 6,2 miliar dolar AS (2,81% PDB), lebih rendah dibandingkan dengan defisit sebesar 7,0 miliar dolar AS (2,99% PDB) pada triwulan III-2014 (Grafik 2.13). Perbaikan kinerja transaksi berjalan tersebut terutama didukung oleh meningkatnya surplus neraca perdagangan barang seiring naiknya surplus neraca perdagangan non-migas dan menurunnya defisit neraca perdagangan migas.

Surplus neraca perdagangan non-migas pada triwulan laporan meningkat didukung oleh pertumbuhan ekspor (1,4%, qtq) yang melampaui pertumbuhan impor (0,2%, qtq). Pertumbuhan ekspor non-migas ditopang oleh kenaikan permintaan, khususnya minyak nabati dan produk manufaktur, yang terjadi di saat tren penurunan harga komoditas masih berlanjut. Di sisi migas, meskipun volume impor minyak meningkat, defisit neraca perdagangan migas menyusut sebagai dampak dari terus melemahnya harga minyak mentah dunia (Grafik 2.14).

Meski membaik dari triwulan sebelumnya, defisit transaksi berjalan pada triwulan IV-2014 sebesar 4,3 miliar dolar AS tercatat lebih besar dibandingkan dengan defisit pada periode yang sama tahun 2013 (2,05% PDB). Hal tersebut terutama disebabkan melemahnya kinerja ekspor non-migas. Selain itu, di tengah turunnya harga minyak, defisit neraca migas triwulan IV-2014 juga meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya karena lebih rendahnya lifting migas yang disertai meningkatnya volume impor minyak.

Kinerja NPI 2014 membaik seiring dengan

pelaksanaan kebijakan stabilisasi

ekonomi yang dilakukan secara

konsisten. Perbaikan

kinerja ditopang surplus transaksi

modal dan finansial serta

penurunan defisit transaksi

berjalan.

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

17Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Grafik 2.13Neraca Transaksi Berjalan

Grafik 2.14Neraca Perdagangan

Persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi Indonesia dan imbal hasil yang tetap menarik mendorong aliran masuk modal asing yang cukup besar dan mampu membiayai defisit transaksi berjalan. Pada triwulan IV-2014, surplus transaksi modal dan finansial mencapai 7,8 miliar dolar AS. Capaian tersebut didukung oleh aliran masuk investasi langsung asing (FDI) dan surplus investasi lainnya yang berasal dari penarikan simpanan penduduk di luar negeri dan penarikan pinjaman luar negeri korporasi. Namun demikian, surplus transaksi modal dan finansial tersebut lebih rendah dibandingkan dengan surplus triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 14,7 miliar dolar AS, karena keluarnya dana asing dari instrumen portofolio rupiah di bulan Desember 2014. Hal tersebut dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran investor terkait rencana kenaikan Fed Fund Rate akibat rilis data perbaikan ekonomi AS (Grafik 2.15).

Secara keseluruhan tahun, kinerja NPI 2014 mencatat perbaikan signifikan didukung oleh keberhasilan sinergi kebijakan stabilisasi yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah. NPI 2014 mencatat surplus sebesar 15,2 miliar dolar AS setelah pada tahun sebelumnya mengalami defisit sebesar 7,3 miliar dolar AS. Perbaikan tersebut ditopang oleh menurunnya defisit transaksi berjalan dan meningkatnya surplus transaksi modal dan finansial.

Defisit transaksi berjalan tahun 2014 menurun menjadi 26,2 miliar dolar AS (2,95% PDB) dari tahun sebelumnya yang mencapai 29,1 miliar dolar AS (3,18% PDB). Perbaikan kinerja tersebut terutama dipengaruhi oleh menurunnya impor akibat melemahnya permintaan domestik sebagai dampak dari moderasi pertumbuhan ekonomi. Dari sisi ekspor, meskipun ekspor secara keseluruhan menurun, ekspor manufaktur yang membaik, sejalan dengan berlanjutnya pemulihan ekonomi AS, juga turut membantu perbaikan kinerja transaksi berjalan. Selain itu, menyusutnya defisit neraca jasa dan meningkatnya surplus neraca pendapatan sekunder, turut berkontribusi terhadap perbaikan kinerja transaksi berjalan.

�����

�����

����

����

�����

�����

������

������

������

������

������

����

����

�����

�����

�����

�����

�����

������

������

��������������� ������

�� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ��� ��� ����������� ���� ���� ����

����� �������������� ���������������

����������������� �������������������������� ����������  �­�������������

������������������������������

�����

����

����

�����

�����

������

���������������

������������ ��

��������� ��

���������� �� ��

�� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ��� ��� ��� �������� ���� ����� ����

���� ����������������� ������ ������������

Grafik 2.15Neraca Transaksi Modal dan Finansial

�����

�����

����

����

�����

������

������

������

���������������

�� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ��� ��� ��� �������� ���� ����� ����

���������� ������������������������ ������

������������������������������������������������������������������������������

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

18Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Surplus transaksi modal dan finansial tahun 2014 mencapai 43,6 miliar dolar AS, dari tahun sebelumnya 22,0 miliar dolar AS. Meningkatnya surplus transaksi modal dan finansial ini didorong oleh kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia.

Proses perbaikan keseimbangan eksternal Indonesia yang tercermin pada struktur NPI yang lebih sehat diperkirakan akan terus berlanjut. Hal ini sejalan dengan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang ditempuh Bank Indonesia, serta langkah reformasi fiskal Pemerintah. Kinerja NPI ke depan diperkirakan terus membaik, ditopang oleh struktur transaksi berjalan dan transaksi modal dan finansial yang lebih baik. Turunnya harga minyak dunia dan reformasi subsidi Pemerintah akan memperbaiki defisit transaksi berjalan migas, walaupun meningkatnya impor non-migas terkait dengan proyek Pemerintah di bidang infrastruktur agak menahan perbaikan defisit transaksi berjalan. Di sisi transaksi modal dan finansial, membaiknya fundamental ekonomi sejalan dengan reformasi struktural yang terus berlangsung, mendorong arus modal masuk, baik FDI maupun investasi portofolio, yang diprakirakan masih cukup memadai bagi pembiayaan defisit transaksi berjalan.

Ke depan, Bank Indonesia akan terus fokus menjaga struktur transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat dengan terus memonitor berbagai perkembangan, baik domestik maupun eksternal, dan memastikan agar dinamika perekonomian nasional berjalan dengan sehat dan berkelanjutan.

2.4. Utang Luar NegeriPosisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada triwulan IV-2014 tercatat sebesar 292,6 miliar dolar AS, menurun 1,1 miliar dolar AS atau 0,4% dibandingkan dengan posisi akhir triwulan III-2014 yang tercatat sebesar 293,7 miliar dolar AS. Penurunan posisi ULN ini terutama dipengaruhi oleh menurunnya pinjaman luar negeri sektor publik.

Ditinjau dari komposisinya, posisi ULN Indonesia pada akhir Desember 2014 terdiri dari ULN sektor publik sebesar 129,7 miliar dolar AS (44,3% dari total ULN) dan ULN sektor swasta sebesar 162,8 miliar dolar AS (55,7% dari total ULN). Posisi ULN sektor publik turun 2,4% dibandingkan posisi akhir triwulan III-2014 yang tercatat sebesar 132,9 miliar dolar AS. Sedangkan posisi ULN swasta naik 1,3% dibandingkan dengan posisi akhir triwulan III- 2014 yang tercatat sebesar 160,7 miliar dolar AS.

Dengan perkembangan tersebut, rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) pada triwulan IV-2014 tercatat sebesar 34,2%, turun dibandingkan triwulan III-2014 sebesar 34,9%. Turunnya rasio tersebut disebabkan penurunan total ULN Indonesia dan meningkatnya PDB nominal Indonesia (annualize) dibandingkan triwulan III-2014. Sementara itu, rasio debt to export pada triwulan IV-2014 meningkat dibanding triwulan III-2014, dari 136,7% menjadi 139,4%. Peningkatan rasio tersebut didorong oleh rasio penurunan total ULN Indonesia yang lebih kecil dibanding rasio penurunan total ekspor.

Rasio short term debt to reserve pada triwulan IV-2014 juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan III-2014 yaitu dari sebesar 52,0% menjadi 52,2%. Meskipun terdapat peningkatan cadangan devisa pada triwulan IV-2014 menjadi 111,9 dari 111,2 miliar dolar AS pada triwulan III-2014, namun rasio peningkatan total ULN jangka pendek lebih besar dibandingkan rasio peningkatan cadangan devisa.

Debt service ratio (DSR), yaitu rasio total pembayaran pokok dan bunga ULN relatif terhadap total penerimaan transaksi berjalan juga menurun dari 46,4% pada triwulan III-2014 menjadi 46,2% pada triwulan IV-2014.

Utang Utang Negeri (ULN)

tumbuh lebih tinggi

dibanding tahun 2013,

didorong oleh kebutuhan

pembiayaan baik di sektor

publik maupun swasta. Rasio

ULN terhadap PDB berada

pada kisaran negara peer

group.

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

19Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Berdasarkan jangka waktu asal, posisi ULN Indonesia didominasi oleh ULN berjangka panjang (83,7% dari total ULN). ULN berjangka panjang pada akhir triwulan IV-2014 mencapai USD245 miliar, mengalami penurunan sebesar USD0,5 miliar atau -0,2% dibandingkan dengan posisi akhir triwulan III-2014 yang tercatat sebesar USD245,4 miliar. Pada akhir triwulan IV-2014, ULN berjangka panjang sektor publik mencapai USD126,1 miliar atau 97,2% dari total ULN sektor publik dan ULN berjangka panjang sektor swasta tercatat sebesar USD118,9 miliar atau 73% dari total ULN swasta. Sementara itu, ULN berjangka pendek sebesar USD47,6 miliar (16,3% dari total ULN), mengalami penurunan 1,3% dibandingkan dengan posisi akhir triwulan III-2014 sebesar USD48,2 miliar.

Secara tahunan, pertumbuhan ULN Indonesia pada tahun 2014 mengalami akselerasi 9,9%, lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 5,5%. Hal ini didorong oleh semakin tingginya kebutuhan pembiayaan eksternal. Akselerasi ULN terjadi baik pada ULN sektor publik maupun sektor swasta. ULN sektor publik tumbuh sebesar 5% dibandingkan dengan tahun 2013 yang mencatat kontraksi 2%. Pertumbuhan ULN sektor publik dipengaruhi kepemilikan surat utang Pemerintah oleh non-residen yang meningkat. Sementara itu, perbaikan perekonomian domestik mendorong ULN sektor swasta tumbuh 14,2%, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2013 yang mencapai 12,9%. Dengan posisi tersebut, rasio ULN terhadap PDB yang mencapai 32,9%, naik dibandingkan rasio tahun sebelumnya yang sebesar 29,1%. Rasio tersebut masih dalam kategori aman dan berada pada kisaran negara peer group.

Terkait perkembangan ULN tersebut, Bank Indonesia memandang perkembangan ULN masih cukup sehat. Namun demikian, perlu terus diwaspadai risikonya terhadap perekonomian.

2.5. Nilai Tukar RupiahPada triwulan IV-2014, Rupiah secara rata-rata melemah dengan volatilitas yang menurun. Depresiasi Rupiah terutama disebabkan oleh kuatnya apresiasi dolar AS sejalan dengan rilis data perbaikan ekonomi AS dan rencana kenaikan suku bunga Fed Fund Rate. Rupiah secara rata-rata melemah 3,87% (qtq) ke level Rp12.244 per dolar AS, lebih tinggi dibandingkan pelemahan di triwulan III-2014 sebesar 1,2% (qtq). Secara point-to-point, Rupiah juga mengalami pelemahan sebesar 1,61% ke level Rp12.385 per dolar AS (Grafik 2.16).

Tekanan terhadap Rupiah pada triwulan IV-2014 berasal dari eksternal dan internal. Dari sisi eksternal, selain disebabkan kuatnya apresiasi dolar AS, juga didorong oleh sentimen terkait melambatnya perekonomian global, gejolak geopolitik global, dan dampak rambatan krisis di Rusia. Dari sisi internal, tekanan terhadap Rupiah terutama berasal dari perilaku investor yang menunggu proses peralihan pemerintahan. Meskipun demikian, pada triwulan IV-2014, volatilitas rupiah menurun dibandingkan triwulan sebelumnya seiring dengan upaya untuk mengarahkan nilai tukar ke level yang mendukung perbaikan fundamental ekonomi (Grafik 2.17).

Pergerakan Rupiah di triwulan laporan dan sepanjang tahun 2014 terutama dipengaruhi oleh faktor eksternal dan sedikit pengaruh faktor internal. Tekanan dari eksternal yang dominan terlihat dari pergerakan Volatility Index (VIX Index)2 yang lebih volatile terutama pada triwulan IV-2014. Kurang dominannya faktor internal tercermin dari Credit Default Swap (CDS) yang cenderung stabil dan menurun (Grafik 2.18).

Selama tahun 2014, Rupiah berada dalam tren melemah, dipengaruhi faktor global yang memicu penguatan dolar AS terhadap mata uang utama. Dari domestik, pelemahan dipengaruhi oleh sentimen terhadap defisit transaksi berjalan dan kebutuhan pembayaran ULN.

2 VIX Indeks adalah indeks yang mencerminkan ekspektasi pasar terhadap volatilitas ke depan.

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

20Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Tekanan eksternal terutama terkait: (i) kekhawatiran atas dampak tapering-off the Fed, (ii) rencana normalisasi kebijakan moneter AS, (iii) koreksi harga minyak dunia, serta (iv) gejolak geopolitik di tengah perlambatan perekonomian global. Sedangkan tekanan dari internal bersumber dari: (i) neraca transaksi berjalan yang masih mengalami defisit, (ii) dinamika politik dalam negeri, serta (iii) meningkatnya permintaan valuta asing pada periode pembayaran Utang Luar Negeri.

Depresiasi nilai tukar Rupiah pada triwulan IV-2014 sejalan dengan mata uang kawasan, namun terjadi pada level yang lebih terbatas (Grafik 2.19). Rupiah terhadap mata uang lainnya termasuk Yen Jepang dan Euro mengalami apresiasi yang cukup tinggi walaupun masih cukup kompetitif dibandingkan dengan negara mitra dagang.

Grafik 2.18Volatility Index dan Credit Default Swap

Grafik 2.19Nilai Tukar Kawasan

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

���

���

���

���

���

���

������ ������

���������� �

���� ����� ��� �� ��� �� ��� ��� ��� ��� � ��� �� ��� �� ��� ��� ��� ���

����������

�������������������

����������

����������

����������

����������

����������

����������

�����������

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

� �� � � �� ��� ��� ��� � ���

�������������� �������

������������������

Grafik 2.16Nilai Tukar Rupiah

Grafik 2.17Volatilitas Nilai Tukar Rupiah

�����

�����

�����

�����

�����

�����

������

������

������

������

������������

������

������ ������

������ ������

������

������

������������

������

������

�������

�������� �����������������������������������

� �� �� �� �� �� �� � �� � �� � �� �� �� �� �� �� � �� � �� �� � �� � �� ����� ��� ��� ��� ��� ��� �� ��� ��� � ��� �

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

����

����

����

��

��

��

��

��

��

��

��

��

���� ����

����������

����� ����� ���� ����

��� ��� �� �� � ��� ��� ��� �� ��� ��� ��� ��� ��� �� �� � ��� ��� ��� �� ��� ��� ������� ����

������� �

����� ��������­���� ������� ���������� ��������­����

Secara keseluruhan, Rupiah berada dalam tren melemah di tahun 2014, meskipun lebih terjaga dibandingkan dengan tahun 2013. Secara rata-rata tahun 2014, Rupiah melemah 12% (yoy) ke level Rp11.876 per dolar AS, dari sebelumnya Rp10.445 per dolar AS di tahun 2013. Namun demikian, secara point-to-point Rupiah terdepresiasi pada level yang lebih terbatas sebesar 1,74% (yoy) dan ditutup di level Rp12.385 per dolar AS di akhir tahun 2014.

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

21Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Pergerakan Rupiah ke depan diperkirakan masih akan dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Pergerakan Rupiah sejalan dengan mata uang kawasan akan diwarnai oleh tekanan dari apresiasi dolar AS. Dolar AS diperkirakan akan menguat secara across the board terkait rencana normalisasi the Fed yang menopang penguatan Dolar Indeks. Menanggapi kondisi ini, Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya sehingga dapat mendukung stabilitas makroekonomi dan penyesuaian ekonomi ke arah yang lebih sehat dan berkesinambungan.

2.6. Perkembangan Pasar Uang Rupiah dan Pasar ValasVolume transaksi di pasar uang Rupiah cenderung menurun diikuti oleh penurunan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Kondisi ini disebabkan oleh meningkatnya surplus likuiditas (bank reserves) harian di sistem perbankan. Penurunan volume transaksi juga terjadi di pasar valuta asing (valas), meskipun secara umum kondisi pasar valas relatif stabil seiring dengan terjaganya likuiditas valas selama triwulan laporan.

2.6.1. Pasar Uang Rupiah

Perkembangan suku bunga PUAB pada triwulan IV-2014 cenderung mengalami penurunan, Hal ini tercermin dari menurunnya rata-rata harian suku bunga overnight (O/N) dari 5,86% pada triwulan III-2014 menjadi 5,81% pada triwulan laporan (Grafik 2.20). Suku bunga PUAB tenor 1 bulan dan 3 bulan masing-masing turun sebesar 95 bps dan 140 bps dibandingkan dengan rata-rata harian triwulan sebelumnya menjadi masing-masing 6,65% dan 7,05%. Sementara itu, rata-rata harian suku bunga PUAB dengan tenor 12 bulan cenderung naik 20 bps menjadi 9,40% dengan transaksi yang sangat terbatas.

Penurunan pada suku bunga PUAB juga terlihat dari rata-rata harian kuotasi suku bunga Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR), yang merupakan indikasi penawaran tingkat bunga antar bank. Rata-rata harian JIBOR O/N, 1 bulan, dan 3 bulan pada triwulan IV-2014 mengalami penurunan masing-masing sebesar 4 bps, 79 bps, dan 70 bps dibandingkan dengan triwulan sebelumnya menjadi 5,82%, 6,82% dan 7,43%.

Terjadinya penurunan suku bunga PUAB untuk sebagian besar tenor tersebut disebabkan oleh meningkatnya likuiditas Rupiah. Peningkatan likuiditas didorong oleh ekspansi keuangan pemerintah menjelang akhir tahun, yang antara lain berasal dari pembayaran termin proyek, pembayaran subsidi listrik dan BBM, serta dropping Dana Bagi Hasil (DBH). Selain itu, peningkatan likuiditas juga disebabkan adanya upaya perbankan untuk memelihara likuiditas Rupiah jangka pendek dalam jumlah yang cukup besar, untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan uang kartal menjelang hari raya Natal dan tahun baru.

Stabilitas pergerakan suku bunga PUAB selama triwulan IV-2014 relatif terjaga, tercermin dari pergerakan suku bunga PUAB yang cenderung turun seiring dengan kondisi likuiditas perbankan jangka pendek yang

Kondisi pasar uang Rupiah dan pasar valuta asing stabil seiring dengan terjaganya kondisi likuiditas sepanjang tahun 2014.

Grafik 2.20Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight dan BI Rate

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�������� ������ �� ��� �� � �� ��� ��� ��� ��� ��� ������ �� ��� �� � �� ��� ��� ��� ���

���� ����

�� ��� ���

�­�� ����

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

22Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

mengalami peningkatan. Hal tersebut didukung oleh (i) kenaikan BI Rate sebesar 25 bps yang berlaku sejak 19 November 2014 ke level 7,75%, (ii) suku bunga Deposit Facility (DF) yang dipertahankan tetap pada level 5,75%, serta (iii) operasi moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menjaga kecukupan likuiditas perbankan menjelang hari raya Natal dan tahun baru.

Dengan kondisi likuiditas tersebut, rata-rata volume transaksi PUAB pada triwulan IV-2014 dibandingkan dengan triwulan III-2014 mengalami penurunan sebesar 11,6% menjadi Rp10,44 triliun per hari. Penurunan volume transaksi PUAB terbesar terjadi pada tenor O/N dan 2-4 hari, sedangkan untuk tenor lainnya masih mengalami sedikit peningkatan (Grafik 2.21). Sejalan dengan penurunan volume transaksi PUAB tersebut, frekuensi dan jumlah bank yang melakukan transaksi juga mengalami penurunan masing-masing sebesar 12% dan 8% menjadi 129 transaksi per hari dan jumlah bank yang bertransaksi sebanyak 58 bank per hari (Grafik 2.22).

Grafik 2.21Rata-rata Harian Volume Transaksi Pasar Uang Antar Bank

Grafik 2.22Jumlah Bank Pelaku dan Frekuensi Pasar Uang Antar Bank

����������

��

��

��

���� �������� ����� ������ ����� ���� ����� ������ �����

���������� ��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

���

���

���

���

���� �������� ����� ������ ����� ���� ����� ������ �����

��� �� �� ������ �������������

������ ������

Penurunan volume transaksi PUAB tidak diikuti dengan penurunan volume transaksi di pasar uang dengan agunan, yaitu transaksi repurchase agreement (repo). Volume transaksi antar pelaku di pasar repo selama triwulan laporan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Rata-rata volume transaksi repo pada triwulan IV-2014 mengalami peningkatan sebesar 76,9% dibandingkan rata-rata volume transaksi repo pada triwulan sebelumnya sehingga menjadi Rp773,8 miliar per hari. Volume transaksi repo tersebut masih didominasi oleh tenor sangat pendek (kurang dari 1 bulan) dan tenor 1 bulan masing-masing sebesar 54,4% dan 31,2% dari total volume repo (Grafik 2.23).

Adanya peningkatan volume transaksi repo tersebut menunjukkan bahwa peran transaksi repo dalam pengelolaan likuiditas perbankan semakin meningkat. Selain itu, stigma negatif terhadap bank-bank yang melakukan transaksi repo dikarenakan tidak adanya credit line dengan bank lain berangsur-angsur semakin berkurang. Namun sejalan dengan meningkatnya likuiditas jangka pendek, jumlah bank yang melakukan transaksi repo pada triwulan IV-2014 tercatat menurun. Penurunan tercatat sebanyak 4 bank menjadi 20 bank dibanding triwulan III-2014 dari 67 bank yang telah menandatangani mini Master Repo Agreement (MRA).

Rata-rata suku bunga repo tenor 1 minggu dan 1 bulan pada akhir triwulan IV-2014 mengalami penurunan masing-masing sebesar 21 bps dan 79 bps menjadi sebesar 5,97% dan 6,40% (Grafik 2.24). Sejalan dengan karakteristik transaksi repo yang memiliki risiko

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

23Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

lebih rendah dikarenakan adanya agunan, suku bunga repo cenderung berada di bawah suku bunga PUAB. Kondisi ini merupakan cerminan keberhasilan program mini MRA yang diinisiasi Bank Indonesia sebagai bagian dari upaya pendalaman pasar keuangan. Dengan mini MRA tersebut diharapkan dapat semakin mendorong perbankan untuk mengoptimalkan pengelolaan likuiditasnya.

Grafik 2.23Volume Transaksi Repo

Grafik 2.24Suku Bunga Repo dan Pasar Uang Antar Bank 1 bulan

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���� �������� ����� ������ ����� ���� ����� ������ �����

���� �� ��� ����� ����� ��

���� ��

������������

��

��

��

��

��

��

����� ��� ��� �� ��� �� � �� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� �� ��� �� � �� ��� ��� ��� ���

���� ����

�� �������  ���������

3 Volume total transaksi valas domestik hanya memperhitungkan transaksi spot, forward dan swap. Volume transaksi Option dan derivatif lainnya sangat rendah dan tidak mengalami perkembangan yang signifikan di triwulan IV-2014.

Secara keseluruhan tahun 2014, suku bunga dan volume transaksi PUAB O/N mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2013. Rata-rata harian suku bunga PUAB O/N naik dari 4,81% pada 2013 menjadi 5,85% pada 2014. Hal ini sejalan dengan kenaikan BI rate dan suku bunga Deposit Facility yang terjadi pada pertengahan sampai dengan akhir tahun 2013 sebesar 175 bps dan 150 bps. Terjadi kenaikan BI rate dan suku bunga Lending Facility pada 2014 masing-masing sebesar 25 bps dan 50 bps dengan suku bunga Deposit Facility tetap. Sementara itu, rata-rata volume transaksi PUAB tahun 2014 juga meningkat sebesar 3,3% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Rata-rata volume transaksi PUAB pada 2014 menjadi sebesar Rp11,12 triliun per hari dengan jumlah bank dan frekuensi transaksi mengalami penurunan masing-masing menjadi 64 bank dan 145 transaksi per hari dari tahun sebelumnya tercatat 70 bank dan 160 transaksi per hari.

Sejalan dengan stabilnya suku bunga dan kondisi likuiditas perbankan yang terjaga sepanjang tahun, selisih rata-rata harian suku bunga PUAB O/N tertinggi dan terendah selama tahun 2014 menurun, yaitu dari 200 bps menjadi 74 bps. Selain itu, volatilitas suku bunga PUAB O/N selama tahun 2014 juga mengalami penurunan dari 7 bps menjadi 0,7 bps. Penurunan tersebut menunjukkan bahwa upaya untuk menjaga suku bunga PUAB O/N berada pada kisaran suku bunga kebijakan dapat dicapai dengan baik. Hal tersebut dilakukan melalui upaya-upaya untuk menjaga ekspektasi pergerakan suku bunga serta menjaga kondisi kecukupan likuiditas perbankan.

2.6.2. Pasar Valuta Asing

Kondisi pasar valuta asing (valas), khususnya valuta USD/IDR menunjukkan kondisi yang relatif stabil pada triwulan IV-2014. Secara total, volume transaksi valas domestik3 pada triwulan IV-2014 tercatat sebesar USD192,13 miliar, turun tipis sebesar 0,8 persen dari

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

24Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

triwulan III-2014 yang sebesar USD193,62 miliar (Grafik 2.25). Penurunan volume transaksi valas yang tipis juga terlihat pada penurunan rata-rata harian transaksi dari USD3,3 miliar pada triwulan sebelumnya menjadi USD3,1 miliar pada triwulan laporan.

Meskipun secara triwulanan terjadi penurunan volume transaksi, namun secara tahunan volume transaksi valas tahun 2014 meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Rata-rata harian transaksi valas tahun 2014 tercatat sebesar USD3,2 miliar per hari, meningkat 16,5% dari tahun 2013 (USD2,8 miliar per hari) dan merupakan yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir (Grafik 2.26). Peningkatan volume transaksi valas ini sejalan dengan upaya Bank Indonesia untuk mendorong pendalaman pasar keuangan khususnya pasar valas.

Grafik 2.27Rata-rata Harian Transaksi Valas Menurut Instrumen

Grafik 2.28Perkembangan Triwulanan Komposisi Instrumen Transaksi Valas

���������������������������

���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

��� �

��� ���

��

���

� �

��

� �

���

���

���

��� ���

���

� �

���

���

����

���

���

���

���

���

���

���

���

���

��� �� ��� �� � �� ��� ��

���� ����

����� ����� �����

�� ���

�� ���

�� ���

�� ���

�� ���

�� ���

�� ���

�� ���

�� ���

�� ���

�� ���

�� ���

�� ���

�� ���

�� ���

�� ���

� ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ���

Grafik 2.25Total Volume Transaksi Valas Domestik Triwulanan

Grafik 2.26Rata-rata Harian Transaksi Valas Domestik

���

���

���

���

��

������

������

������ ������

������

������ ������ ������

� �� ��� �� � �� ��� ������ ����

�������� �

���

���

���

���

���

���

���

������� ���� ���� ���� ���� ���� ����

����

����

����

����

��������

����

����������

Upaya pendalaman pasar valas juga ditempuh dengan mendorong transaksi derivatif di pasar dalam rangka mengelola kebutuhan likuiditas valas dan mitigasi risiko nilai tukar melalui hedging. Melalui upaya tersebut diharapkan dapat mengurangi tekanan pada nilai tukar. Selama ini, transaksi di pasar valas cenderung didominasi oleh transaksi spot, diikuti oleh transaksi swap dan forward (Grafik 2.27). Namun demikian, pangsa transaksi spot secara berangsur-angsur mulai berkurang sementara volume transaksi swap terus meningkat.

Kinerja pasar keuangan melambat

dipengaruhi oleh sikap

investor terhadap

kondisi politik domestik

dan rencana kebijakan The

Fed untuk menaikkan

suku bunga.

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

25Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Pada tahun 2014, pangsa transaksi spot tercatat sebesar 70%, diikuti oleh swap 24%, dan forward 5%. Pada triwulan IV-2014, pangsa transaksi spot dan swap mengalami penurunan menjadi 72,16% dan 22,19% dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 72,23% dan 22,78%. Sementara itu, transaksi forward pada triwulan IV-2014 mengalami kenaikan 5,66% dari 5,0% pada triwulan III-2014 (Grafik 2.28).

2.7. Perkembangan Sistem Keuangan2.7.1. Perkembangan Pasar Keuangan

Kinerja pasar keuangan Indonesia pada triwulan IV-2014 membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kondisi ini tercermin baik di pasar SBN maupun pasar modal. Yield SBN di seluruh tenor mengalami penurunan (Grafik 2.29), sementara di pasar modal Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami kenaikan. Menjelang akhir 2014, risiko di pasar keuangan mengalami peningkatan, terutama dipengaruhi faktor sentimen eksternal antara lain rencana normalisasi kebijakan the Fed, permasalahan geopolitik di Rusia, dan masih rentannya pertumbuhan ekonomi di Eropa dan Tiongkok.

Peningkatan risiko pada pasar SBN tercermin dari kenaikan volatilitas yield SBN (Grafik 2.30). Kondisi ini mempengaruhi perilaku investor asing tercermin dari outflow SBN pada Desember 2014. Meskipun demikian, untuk keseluruhan triwulan masih tercatat inflow SBN sebesar Rp9,37 triliun.

Grafik 2.29Yield Obligasi Negara

Grafik 2.30Volatilitas Yield 20 hari

��

����

����

����

����

����

����

����

������ �� �� �� �� �� �� �� �� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ���

������ ��������������������������

��

��

��

��

��

��

������� ��� ������ �� ��� �� � �� ��� ��� ������ ��� ������ �� ��� �� � �� ��� ��� ���������� ���� ����

������������� ��������������� ��������������

Kinerja pasar keuangan pada triwulan IV-2014 dan tahun 2014 membaik ditopang oleh kepercayaan investor terhadap kestabilan perekonomian Indonesia.

Sejalan dengan kinerja di pasar SBN, kinerja yang baik juga terjadi di pasar modal. IHSG akhir tahun 2014 ditutup di level 5226,95 meningkat 1,74% (qtq) dibandingkan dengan triwulan III-2014 dan meningkat sebesar 22,92% (yoy) dibandingkan dengan akhir 2013. Rata-rata harian transaksi saham tercatat sebesar Rp5,88 triliun, turun Rp0,45 miliar dibandingkan dengan triwulan III-2014, namun meningkat sebesar Rp0,84 miliar dibandingkan dengan akhir 2013 (Grafik 2.31).

Di tengah kinerja pasar saham yang membaik, rata-rata volatilitas IHSG pada triwulan IV-2014 meningkat menjadi 13,54% dibandingkan dengan triwulan III-2014 yang tercatat sebesar 11,47%. Hal ini sejalan dengan peningkatan risiko yang terjadi pada akhir 2014. Namun demikian, rata-rata volatilitas IHSG menurun jika dibandingkan dengan triwulan IV-2013 yang sebesar 16,89% (Grafik 2.32).

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

26Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Tabel 2.2 Perkembangan Indeks Saham Regional

Diantara negara-negara ASEAN, kinerja pasar saham Indonesia pada triwulan IV-2014 cukup baik, meskipun masih lebih rendah dibandingkan dengan kinerja pasar saham Filipina dan Singapura. Hal ini tercermin dari peningkatan nilai kapitalisasi IHSG triwulan IV-2014 pada level Rp5.179,36 triliun, meningkat 1,66% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dan meningkat 22,19% dibandingkan dengan tahun 2013 (Tabel 2.2).

Grafik 2.31Perkembangan & Nilai Rata-rata Perdagangan Harian IHSG

Grafik 2.32Perkembangan & Volatilitas IHSG

��

��

��

��

��

��

���

���

���

���

�����

�����

�����

�����

�����

�����

��� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ��

�������� ���� ����

����������

���������� ������

�����

���

���

���

���

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

��

���� ��� ��� �� ��� ��� ��� �� ��� ���

���� ���� ����

���������������������� �������������������

Kinerja pasar saham dan pasar SBN yang positif di triwulan IV-2014 mendorong pertumbuhan kinerja reksadana. Net Aktiva Bersih (NAB) reksadana pada triwulan tersebut meningkat sebesar 140,23% (qtq), dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 0,37% dan 0,38% jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2013. Seiring peningkatan NAB, pertumbuhan produk reksadana meningkat sebesar 56,16% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 30,01% dan sebesar 4,61% di triwulan IV-2013. Unit penyertaan juga mengalami peningkatan sebesar 9,23% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,36% dan 1,01% di triwulan IV-2013. (Grafik 2.33).

Grafik 2.33Perkembangan Industri Reksadana

���

���

���

���

��

���

���

���

���

���

���

���

���

���

�������� ���������������������������

���� ���� ���� ���� ���� ���� ����� � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � �

���������������

��������� ���������� ������������ ���� ��������� �������������� ������ ��������������� �������� ��� ��­����������� ������������� ��������������� ���������� ������������ ���������

���������������������������������������������������������������������������������������������������

���������������������������������������������������������������������������������������������������

���������������������������������������������������������������������������������������������������

���������������������������������������������������������������������������������������������������

���������������������������������������������������������������������������������������������������

���������������������������������������������������������������������������������������������������

���������������������������

��������������������������

����������������������������

������������������������������

����������������������������

������������������������������

����������������������� �� �� ���� ������ ������ �� ��� ����� ����������������

����������������

����������������

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

27Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Kinerja industri perbankan pada triwulan IV-2014 dan tahun 2014 tetap kuat di tengah perlambatan perekonomian. Fungsi intermediasi berjalan lancar meski melambat, didukung permodalan yang kuat serta risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar yang terjaga.

2.7.2. Perkembangan Industri Perbankan2.7.2.1. Ketahanan Permodalan Industri Perbankan

Secara industri, ketahanan permodalan perbankan pada triwulan IV-2014 masih cukup kuat, ditopang oleh peningkatan modal. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) industri perbankan tercatat sebesar 19,50%, relatif sama dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun meningkat jika dibandingkan dengan triwulan IV-2013 yang tercatat sebesar 18,29%. Meski secara rasio cenderung sama dengan triwulan sebelumnya, modal industri perbankan tumbuh sebesar 3,0% (qtq). Pertumbuhan modal tersebut memberikan ruang bagi perbankan untuk menyerap risiko di tengah kondisi melambatnya perekonomian.

2.7.2.2. Perkembangan Kredit dan Risiko Kredit Industri Perbankan

Perlambatan perekonomian domestik berimplikasi pada menurunnya pertumbuhan kredit industri perbankan. Pertumbuhan kredit pada triwulan IV-2014 tercatat sebesar 11,58% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kredit triwulan sebelumnya yang mencapai 13,16% (yoy) dan melambat signifikan dibandingkan triwulan IV-2013 yang mencapai 21,60%. Perlambatan pertumbuhan kredit terutama dipengaruhi oleh melambatnya penyaluran Kredit Investasi (KI). Pertumbuhan KI pada triwulan laporan turun signifikan dari 16,40% (yoy) pada triwulan III-2014 menjadi 13,16% (yoy). Kondisi ini dipengaruhi perlambatan perekonomian akibat penurunan harga komoditas dan kinerja ekspor.

Sejalan dengan penurunan KI, pertumbuhan Kredit Modal Kerja (KMK) pada triwulan IV-2014 juga menurun dari 13,33% (yoy) pada triwulan III-2014 menjadi 10,83% (yoy). Sementara itu, Kredit Konsumsi (KK) naik dari 10,14% (yoy) menjadi 11,49% (yoy).

Risiko kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) triwulan IV-2014 terjaga stabil di kisaran 2% (Grafik 2.34). Dibandingkan triwulan sebelumnya, NPL gross industri perbankan mencatatkan penurunan dari 2,29% menjadi 2,16%. Namun, rasio tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar 1,77%. Untuk memitigasi risiko peningkatan NPL, salah satu langkah yang dilakukan industri perbankan adalah memperlambat laju pertumbuhan kredit dan meningkatkan fokus penyaluran kredit pada sektor-sektor tertentu yang lebih dikuasainya.

Berdasarkan jenis penggunaan, penurunan risiko terjadi di semua jenis kredit baik KMK, KI, maupun KK. Rasio NPL gross masing-masing tercatat turun dari 2,55%, 2,60% dan 1,57% pada triwulan III-2014 menjadi 2,49%, 2,35%, dan 1,41% pada triwulan IV-2014 (Grafik 2.35). Namun, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, terjadi peningkatan rasio NPL gross pada KMK dan KI, masing-masing tercatat sebesar 1,98% dan 1,71%. Sementara itu, rasio NPL gross KI turun tipis dibandingkan triwulan IV-2013 yang tercatat sebesar 1,45%.

Ditinjau dari sektor ekonomi, terdapat empat sektor ekonomi yang mengalami peningkatan risiko kredit, yaitu perdagangan, konstruksi,

Grafik 2.34Rasio Non-Performing Loans Industri Perbankan

����

����

���

������� ���������

���

���

���

���

���

���

���

���

���

�� � ��� ��� �� � ��� ��� �� � ��� ��� �� � ��� ��� �� � ��� ���

���� ���� ���� ���� ����

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

28Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

jasa dunia usaha dan listrik (Grafik 2.36). Sumbangan terbesar peningkatan risiko kredit berasal dari sektor ekonomi perdagangan. Hal ini sejalan dengan penurunan konsumsi masyarakat sebagai akibat peningkatan inflasi. Sedangkan peningkatan risiko kredit pada sektor konstruksi merupakan akibat dari beralihnya sebagian pengembang yang mengajukan kredit konsumsi sebagai sumber pendanaan untuk pembangunan properti yang sebelumnya didanai dari pembayaran yang dilakukan oleh pembeli properti.

Grafik 2.36Rasio NPL gross per Sektor Ekonomi

���

���

������

���

���

������

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���������

������

�����

������

�������

������

���

�����

�����

������

�����

������

����

�����������

���������

 ­������� ­������� ­������� ­�������

Grafik 2.37Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) (yoy)

������

������

�����

��

��

��

���

���

���

���

���

����

����

����

����

����

����

����

��������� ������������������ ��������� ���������� ��

� � ���� �� ���­��� ��� ����� �������� � � ���� �� ���­��� ��� ����� ������������ ����

Grafik 2.35Rasio NPL gross per Jenis Penggunaan

���

��������

����

��� �� ��

��������� ��������� ��������� ���������

���

���

���

���

���

���

2.7.2.3. Perkembangan Likuiditas dan Risiko Likuiditas Industri Perbankan

Di tengah melambatnya ekonomi nasional, Dana Pihak Ketiga (DPK) industri perbankan pada triwulan IV-2014 tetap mengalami pertumbuhan, meskipun sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. DPK industri perbankan pada triwulan IV-2014 tumbuh sebesar 12,29% (yoy), sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,32% (yoy) dan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 13,60% (yoy) (Grafik 2.37).

Seluruh komponen DPK perbankan selain deposito pada triwulan IV-2014 melambat dibandingkan dengan triwulan dan tahun sebelumnya. Kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam membatasi suku bunga diperkirakan telah menurunkan minat deposan bank untuk menyimpan dananya di bank. Hal ini berdampak pada melambatnya pertumbuhan DPK.

Dari sisi pangsa DPK perbankan, pangsa Deposito dan Tabungan mengalami peningkatan masing-masing dari 46,88% dan 30,17% pada triwulan III-2014 menjadi 47,16% dan 31,22% pada akhir triwulan IV-2014. Sementara itu, pangsa Giro menurun menjadi 21,62% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 22,95%.

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

29Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

4 Alat Likuid terdiiri dari Kas, Penempatan pada BI, Giro Wajib Minimum, dan excess reserve.5 Non-Core Deposit mencakup 30% Giro + 30% Tabungan + 10% Deposito

Kondisi likuiditas industri perbankan pada triwulan IV-2014 membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dan periode yang sama tahun 2013. Di tengah pertumbuhan kredit perbankan yang lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan DPK, alat likuid perbankan meningkat. Pada triwulan laporan, alat likuid perbankan meningkat sebesar Rp55,63 triliun (7,05%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp789,14 triliun dan meningkat sebesar Rp149,22 triliun (21,45%) dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Grafik 2.38). Hal ini ditunjukkan dari kenaikan rasio Alat Likuid (AL)4 terhadap Non-Core Deposit (NCD)5 menjadi sebesar 99,83% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 95,76% (Grafik 2.39) dan tahun sebelumnya yang mencapai 89,37%. Tingkat rasio AL/NCD yang jauh di atas threshold (50%) tersebut menunjukkan risiko likuiditas perbankan yang terjaga.

Grafik 2.38Komposisi Alat Likuid Perbankan

Grafik 2.39Alat Likuid dan Non-Core Deposit

��������������������

���

���

���

���

���

���

���

���

���� ���� ���� ���� ����

���

���

���

���

����

����

����

�� � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ �

��������� � �� � �������� � �� �� ��� ���� � �� � �����������

���

������

����������������������� ����������������������������������������������� ­�������������������

��

��

��

��

���

���

���� ���� ��������� ���� ����� ���� ����� ������ �����

2.7.2.4. Perkembangan Suku Bunga Industri Perbankan dan Risiko Pasar

Suku bunga perbankan pada triwulan IV- 2014 masih berada dalam tren meningkat, baik suku bunga simpanan maupun kredit. Peningkatan ini merupakan respons terhadap perkembangan kondisi perekonomian terkini dan pengetatan kebijakan moneter.

Rata-rata suku bunga deposito 1 bulan selama triwulan IV-2014 turun sebesar 11 bps dari triwulan sebelumnya menjadi 8,35%. Namun demikian, dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2013, rata-rata suku bunga deposito 1 bulan naik sebesar 92 bps menjadi 7,43% (Grafik 2.40).

Seiring dengan kenaikan suku bunga deposito, rata-rata suku bunga kredit perbankan pada triwulan laporan meningkat 10 bps dibanding triwulan sebelumnya dan 62 bps dari tahun sebelumnya menjadi 12,95% pada triwulan IV-2014. Berdasarkan jenis penggunaannya, suku bunga KMK, KI, dan KK pada triwulan IV-2014 naik masing-masing sebesar 2 bps, 2 bps, dan 18 bps dari triwulan sebelumnya dan sebesar 67 bps, 53 bps, dan 44 bps dari tahun sebelumnya menjadi sebesar 12,80% dan 12,36% (Grafik 2.41).

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

30Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Tabel 2.3 Perkembangan Nilai Rata-rata Suku Bunga Dasar Kredit Industri Perbankan (%)

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

������������

����������������

�� ���������� ���������� ���� ���� ����

������������ ��������

��������������������

��������������������

��������������������

��������������������

�������������������

�������������������

�������������������

�������������������

�������������������

�������������������

��������������������

��������������������

��������������������

��������������������

��������������������

��������������������

������������������

����������������

Kenaikan suku bunga perbankan juga tercermin dari Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) yang merupakan dasar bagi bank dalam penetapan suku bunga kredit. Peningkatan SBDK pada triwulan laporan terjadi pada segmen ritel, Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dan non-KPR. SBDK segmen ritel dan non-KPR masing-masing mengalami peningkatan 7 bps (qtq) secara triwulanan menjadi masing-masing sebesar 12,19% dan 12,06%. Sedangkan segmen KPR mengalami peningkatan 2 bps (qtq) menjadi sebesar 11,21%. Sementara itu, SBDK segmen kredit korporasi mengalami penurunan sebesar 3 bps (qtq) menjadi sebesar 10,91%. (Tabel 2.3).

Grafik 2.41Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Kredit

per Jenis Penggunaan

Grafik 2.40Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Kredit,

Deposito Rupiah 1 bulan, dan BI Rate

���

���

���

���

����

��

����

��

����

��

����

��

����� � � �� � � � �� � � � �� � � � �� � � � ��

���� ���� ���� ���� ����

� �

����

����

�����

���������� ���������������������������

��

��

��

��

��

��

��� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � ��

���� ���� ���� ���� ����

�����

�����

�����

������ ����� �����

2.7.3. Perkembangan Institusi Keuangan Non-Bank

Penyaluran pembiayaan ekonomi melalui institusi keuangan non-bank mengalami peningkatan pada triwulan IV-2014. Pelaku ekonomi dan investor melakukan pembiayaan dan investasi melalui penerbitan Initial Public Offering (IPO) dan right issue pasar saham, serta penerbitan obligasi korporasi dan sukuk setelah beberapa bulan menunggu situasi berubah menjadi lebih kondusif.

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

31Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Kinerja asuransi pada triwulan IV-20146 menunjukkan peningkatan meskipun disertai dengan efisiensi yang menurun. Peningkatan kinerja tersebut tercermin dari kenaikan total aset dan investasi. Total aset industri asuransi tumbuh sebesar 11,69% (ytd) menjadi sebesar Rp734,11 triliun. Salah satu faktor yang mendorong kenaikan aset adalah keberadaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sejalan dengan peningkatan aset, investasi meningkat sebesar 10,54% (ytd) menjadi sebesar Rp592,86 triliun (Grafik 2.42). Sementara itu, membaiknya efisiensi ditunjukkan dengan menurunnya rasio Klaim Bruto terhadap Premi Bruto pada triwulan IV-20137 dari 78,49% menjadi 69,57% (Grafik 2.43).

6 Posisi data terakhir untuk aset dan investasi yang diperoleh dari Otoritas Jasa Keuangan adalah triwulan III-2014.7 Posisi data terakhir diperoleh dari Laporan Otoritas Jasa Keuangan pada triwulan IV-2013 non-audited.

Tabel 2.4 Perkembangan Penyaluran Pembiayaan

������������ ��� ��� ���

����������������������

��������������������������������

�����

���������������������������������

������

���������������������������

�����

������������������������������

������

��������������

���������

������

������������������������������

������

��������������������������������

� �������

������ ������������������������������������������������ ������������������������ �­���������������������������������������­��������������������������������������������������

Grafik 2.42Aset dan Investasi Industri Asuransi

Grafik 2.43Premi dan Klaim Bruto Industri Asuransi

���

���

���

���

���

���

���

���

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

����������

�����

�����

������

������

���

���

���

���

������������ �

���� ���� ���� ������� ��� ��� ���

����� ��������������

���

���

���

��

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�������� ��� ������� ���� ����

�������� ����������� �����������

����������

�����

���

������

���

���

���

������������ �

Secara umum, kinerja Perusahaan Pembiayaan (PP) pada triwulan IV-2014 mengalami perlambatan. Pembiayaan tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 1,37% (qtq) menjadi 0,07% (qtq) atau sebesar Rp0,24 triliun pada triwulan IV-2014. Pertumbuhan pembiayaan juga melambat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu dari 15,22% (yoy) menjadi sebesar 5,20% (yoy) atau Rp18,10 triliun pada triwulan IV-2014. Pada sisi aktiva, total aset PP pada periode laporan meningkat tipis sebesar 0,75% (qtq) menjadi Rp3,12 triliun (Grafik 2.45).

Dari sisi komponen, porsi pembiayaan terbesar berupa pembiayaan konsumen dan Sewa Guna Usaha (SGU) dengan pangsa masing-masing sebesar 67,12% dan 30,30% dari total pembiayaan PP pada akhir 2014 (Grafik 2.44).

Kinerja institusi keuangan non-bank pada triwulan IV-2014 dan tahun 2014 terjaga, dengan penyaluran pembiayaan yang cenderung melambat seiring masih berlanjutnya perlambatan perekonomian.

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

32Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Grafik 2.46Rasio Non-Performing Financing

Grafik 2.47Sumber Dana PP

���

���

��

������������

����������� ����������� ������ ������ ����

�����������������������������������

����

����

����

����

����

����

����

���� ���� ��������

����

��������

����

����

����

���� ���� ����

��� ��� �� ��� ��� ��� �� ��� ��� ��� �� ��� ����������� ���� ����

Meskipun pertumbuhan pembiayaan PP secara industri mengalami perlambatan, pertumbuhan pembiayaan konsumen tetap tumbuh sebesar 10,21% (yoy), didukung oleh peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga (RT). Sementara itu, pembiayaan Sewa Guna Usaha (SGU) mengalami perlambatan sebesar 5,46% (yoy), seiring dengan penurunan permintaan terhadap hasil industri domestik.

Di tengah penyaluran pembiayaan PP yang cenderung melambat, kualitas pembiayaan PP tetap terjaga selama triwulan IV-2014 dan sepanjang tahun 2014. Membaiknya kualitas pembiayaan PP tercemin dari Non-Performing Financing (NPF) yang mencapai 1,41% pada akhir triwulan IV-2014, sedikit menurun dibandingkan dengan triwulan III-2014 sebesar 1,51% dan triwulan IV-2013 sebesar 1,62% (Grafik 2.46).

Grafik 2.44Pembiayaan Perusahaan Pembiayaan berdasarkan Jenis Usaha

Grafik 2.45Perkembangan PP

���

���

���

���

���

��

��

��

��

��

��

������������ �������������

���� ���� ����

���

���

���

���

�� � � �

����

���

���

���

���

���

���

���������� ������ �������� ��� ���� � �������� ������ 

­�� ­�� ��� �� ��� ­��

���

���

���

���

���

������������

������

���

��� ������

���

���

���

���

���

���

��� ��� ��� �� ��� ������� ���� ����

������� ����

Secara garis besar, sumber pendanaan PP pada triwulan IV-2014 berasal dari pinjaman dalam negeri (40,75%), pinjaman luar negeri (33,11%), surat berharga (15,39%), dan modal (10,74%). Porsi pendanaan dalam negeri pada triwulan IV-2014 meningkat tipis dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 40,61%, namun menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 43,16%. Sementara itu, porsi pendanaan luar negeri pada triwulan IV-2014 menurun tipis dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 33,11%, namun meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 30,75% (Grafik 2.47).

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

33Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Pada akhir 2014, terdapat 43 PP yang memiliki ULN dengan total outstanding sebesar Rp114,34 triliun. Diantara 43 PP tersebut, terdapat tujuh PP yang lebih dari 20% sahamnya dimiliki oleh bank dengan total outstanding ULN sebesar Rp13,69 triliun. Penyaluran pembiayaan oleh tujuh PP tersebut terdiri dari pembiayaan dalam valuta Rupiah sebesar Rp32,03 triliun dan pembiayaan dalam valuta asing sebesar Rp3,01 triliun. Besarnya eksposur PP terhadap pinjaman dalam mata uang asing meningkatkan risiko nilai tukar pada industri PP.

Kinerja sektor korporasi dan sektor rumah tangga pada triwulan IV-2014 dan tahun 2014 menurun, seiring masih melambatnya perekonomian. Namun demikian, tingkat risiko kredit sektor korporasi dan rumah tangga tetap terjaga.

Grafik 2.48Suku Bunga Pinjaman Bank Kepada PP

Grafik 2.49Perkembangan ROA, ROE dan BOPO PP

�����

�����

�����

�����

�����

�����

��� ��� ��� �� ��� ������� ����

�����

�����

�����

�����

�����

����

�����

�����

����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

����

���

����

������

����������

����

�����

�����

�����

�����

����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�������� ��� ��� �� ��� ���

���� ����

���

���

�����

����

���

����

���

����

����

��

����

����

��

���

����

���

�����

�����

���

���

����������

Meningkatnya eksposur pinjaman luar negeri industri PP didorong oleh relatif mahalnya suku bunga domestik perbankan. Pada Desember 2014, lebih dari 49,43% bank memberikan pinjaman kepada PP dengan suku bunga yang relatif tinggi yakni di atas 12% (Grafik 2.48).

Dari segi efisiensi, kinerja PP mengalami penurunan sebagaimana tercermin pada meningkatnya rasio Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO). Rasio BOPO tercatat sebesar 82,62% pada triwulan IV-2014 dari 81,91% pada triwulan sebelumnya dan 77,98% pada tahun sebelumnya. Sementara itu, profitabilitas PP pada triwulan IV-2014 mengalami peningkatan yang tercermin dari ROA dan ROE masing-masing sebesar 3,54% dan 17,71% atau lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,37% dan 16,99%. Namun ROA dan ROE pada periode laporan mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2013 yakni masing-masing sebesar 4,21% dan 19,43% (Grafik 2.49).

2.7.4. Perkembangan Sektor Riil (Sektor Korporasi dan Rumah Tangga) 2.7.4.1. Kinerja Sektor Korporasi

Kegiatan usaha pada triwulan IV-2014 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama pada tahun sebelumnya. Perlambatan terjadi terutama pada sektor pertambangan dan penggalian. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia mengindikasikan nilai saldo bersih tertimbang (SBT) sebesar 11,13%, lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 11,25% dan tahun sebelumnya sebesar 12,61% (Grafik 2.50).

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

34Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Melambatnya kegiatan dunia usaha diiringi dengan melambatnya pertumbuhan kredit sektor korporasi pada akhir triwulan IV-2014. Kredit sektor korporasi pada akhir triwulan IV-2014 tercatat sebesar 1.852,16 triliun atau tumbuh sebesar 11,37% (yoy) dibandingkan triwulan III-2014 (qtq) yang mencapai 14,5% (qtq). Pertumbuhan tersebut lebih kecil dibandingkan pertumbuhan pada triwulan yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 15,82% (yoy) dan 3,49% (qtq). Meskipun pertumbuhan kredit melambat, tingkat risiko kredit sektor korporasi pada triwulan laporan cenderung membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Perbaikan risiko kredit tercermin dari rasio NPL gross yang menurun menjadi

2,08% dari triwulan sebelumnya 2,12%. Tingkat risiko kredit sektor korporasi tersebut relatif terjaga, dibawah batas NPL sebesar 5%.

Dibandingkan dengan kinerja pada periode yang sama tahun sebelumnya, secara umum kinerja korporasi publik pada triwulan III-20148 mengalami perlambatan. Kemampuan korporasi dalam menghasilkan laba menurun, tercermin dari penurunan rasio profitabilitas seperti Return On Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE) di semua sektor kecuali pertanian, infrastruktur, utilitas, dan transportasi. Penurunan profitabilitas disertai dengan peningkatan tingkat utang Debt Equity Ratio pada sektor industri barang konsumsi, pertambangan, perdagangan, jasa, dan investasi. Namun demikian, secara umum kemampuan korporasi dalam membayar utang jangka panjang (toal aset/total kewajiban) cenderung stabil. (Tabel 2.5).

8 Data terakhir kinerja korporasi sampai dengan triwulan II-2014.

Tabel 2.5 Kinerja Korporasi Publik Triwulan III-2013 dan Triwulan III-2014

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ������������������ � � � � ���

��������

������������� ������ �������������� ������������� � ������ ���������������� ��������� ����� ����������� ��������������������������������� ������������������� ���������� �� �

����

�� �­����­�����­����­��� ­����­��� ­����­�����

����­��  ­�����­����­����­�����­��� ­�� �­�����

�� �­�����­���� ­����­�����­����­�����­�����­������

�����­�����­�����­ � �­�����­�����­�����­����­�����

������������������� ����������������

���������������������� ������� �����

�� ����������������������� ���� ����

�� ��� ������������������� ���������

�������������������������������������������������������������������������

Grafik 2.50Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha Triwulan IV-2014

���

���

���

���

���

����

����

����

����

����

����

���

���

�����

����� �����

�����

����� �����

���� ����� ������ ����� ���� ����� ������ ����� ���� ����� ������ ����� ��������� ���� ���� ����

�� �� ������� �� ������������������ ��

����� ��� ­����������

����� ��

2.7.4.2. Kinerja Sektor Rumah Tangga

Kinerja sektor rumah tangga (RT) pada triwulan IV-2014 menghadapi tekanan risiko peningkatan inflasi sebagai dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi pada November 2014. Survei Pedagang Eceran Bank Indonesia mengindikasikan pertumbuhan konsumsi sektor RT pada triwulan IV-2014 sebesar 4,3% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 15,3% dan periode yang sama pada tahun sebelumnya

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

35Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

sebesar 11,4% (yoy). Namun demikian, pertumbuhan penjualan eceran pada Desember 2014 yang tercatat sebesar 6,4%, lebih tinggi dibandingkan pada bulan sebelumnya sebesar -0,7%. Pertumbuhan tersebut disebabkan oleh meningkatnya permintaan masyarakat menjelang hari raya Natal dan Tahun Baru (Grafik 2.51).

Sejalan dengan menurunnya konsumsi RT pada triwulan IV-2014, Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan adanya penurunan tingkat keyakinan konsumen dari triwulan sebelumnya sebesar 119,8 menjadi 116,5. Indeks pada triwulan IV-2014 tersebut tercatat sama dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Meski melemah, tingkat keyakinan konsumen pada triwulan IV-2014 masih lebih baik dibandingkan dengan kondisi pasca kenaikan BBM bersubsidi pada Juni 2013 yang tercatat sebesar 108,6.

Optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi 6 bulan mendatang juga melemah. Hal ini tercermin dari Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) sebesar 122,8, menurun dibandingkan triwulan III-2014 yang tercatat sebesar 123,7. Namun demikian, IEK tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan triwulan IV-2013 yaitu sebesar 121,3. Pelemahan IEK terutama didorong oleh menurunnya optimisme konsumen terhadap ekspektasi kegiatan usaha 6 bulan mendatang, ekspektasi penghasilan yang turun dan ekspektasi ketersediaan lapangan kerja. Faktor utama menurunnya optimisme masyarakat karena kekhawatiran akan tingginya dampak inflasi dan masih melambatnya pertumbuhan ekonomi 6 bulan mendatang. Namun demikian, masyarakat masih optimis karena banyaknya proyek Pemerintah dan perbaikan infrastruktur (Grafik 2.52).

Grafik 2.51Pertumbuhan Penjualan Riil

��

��

��

��

���

���

���� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� �����

���� ���� ���� ����

���

��������

���

����

����

����

����

����

������

�������

���

����

��������

����

����

����� ������������ � � ����� ����������������

���������������� � ����������������­� � ����� ����­����������������������­������ ���������

Grafik 2.52Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Triwulan IV-2014

�����

�����

�����

�����

�����

����

����

�����

�������

��

��� �������������������

���������������

���������������

������������������������������� ������

�� � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������

��� �� ��

������������������������������ ����������­����������������� �������������������������� 

�����������������������������������������������������

Perlambatan konsumsi RT tidak disertai dengan perlambatan penyaluran kredit kepada sektor RT pada triwulan IV-2014. Penyaluran kredit perbankan kepada sektor RT tumbuh sebesar 7,56% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya dan meningkat sebesar 21,03% (yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya menjadi Rp832,75 triliun.

Dari sisi penggunaan utamanya, pertumbuhan kredit RT didominasi oleh kredit multiguna yang tercatat tumbuh sebesar 33,19% (yoy), diikuti oleh kredit kendaraan sebesar 17,91% (yoy), dan kredit perumahan sebesar 11,89 (yoy) (Grafik 2.53).

Dari sisi komposisinya, pangsa kredit sektor RT masih didominasi oleh Kredit Perumahan (41,08%) dan Kredit Multiguna (39,85%). Selanjutnya, kredit sektor RT dalam bentuk kredit kendaraan (14,79%), kredit sektor RT lainnya (3,99%), dan kredit pemilikan peralatan RT (0,29%) (Grafik 2.54).

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

36Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Dari sisi risiko, kualitas kredit sektor RT tetap terjaga. Membaiknya kualitas kredit tercermin dari menurunnya rasio NPL gross pada triwulan IV-2014 dari rata-rata bulanan pada 2014 sebesar 1,65% menjadi 1,42%. Tingkat risiko kredit sektor RT tersebut terjaga, dibawah batas NPL sebesar 5%.

2.8. Perkembangan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)Pertumbuhan Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada triwulan laporan masih menunjukkan perlambatan, sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Baki debet kredit UMKM pada triwulan IV-2014 mencapai Rp731,8 triliun atau tumbuh sebesar 15,1% (yoy). Pertumbuhan tersebut dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 15,2% (yoy) dan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 15,5% (yoy), mengalami sedikit perlambatan. Perlambatan pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan laporan dipengaruhi oleh pelemahan daya beli masyarakat akibat perlambatan perekonomian sehingga permintaan barang dan jasa menurun. Hal tersebut menyebabkan menurunnya permintaan kredit yang dicerminkan oleh melambatnya penyaluran kredit investasi UMKM menjadi 17,6% (yoy). Seiring dengan kecenderungan peningkatan NPL kredit UMKM, bank lebih berhati-hati dan selektif dalam melakukan penyaluran kredit.

Perlambatan kredit UMKM pada triwulan IV-2014 didorong oleh penurunan kredit pada sektor Perdagangan Besar dan Eceran serta Pertanian dan Kehutanan masing-masing sebesar 12,3% (yoy) dan 17,0% (yoy). Pertumbuhan kredit UMKM tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 12,9% (yoy) dan 20,9% (yoy), serta tahun sebelumnya yang mencapai 29,4% (yoy) dan 18,8% (yoy).

Perlambatan kredit UMKM pada triwulan IV-2014 juga dipengaruhi oleh menurunnya kredit pada sektor Transportasi dan Telekomunikasi serta Industri Pengolahan. Masing-masing kredit tercatat sebesar 20,0% (yoy) dan 19,6% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 26,5% (yoy) dan 20,8% (yoy). Meskipun mengalami tren penurunan, kedua sektor tersebut meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 17,3% (yoy) dan 0,7% (yoy).

Penyaluran kredit UMKM

pada triwulan IV-2014

dan tahun 2014 sedikit

melambat dibandingkan

periode sebelumnya, dipengaruhi

oleh permintaan barang dan

jasa yang menurun akibat

perlambatan perekonomian.

Grafik 2.53Perkembangan Kredit Sektor Rumah Tangga

Menurut Penggunaan Utama

Grafik 2.54Komposisi Kredit Rumah Tangga Menurut Jenisnya

(per Desember 2014)

������

������

������

������

�����

�������

�������

���������������������

��������� ��������� ������

�� ��� ��� ��� ��� ��� �� ��� ��� ��� ��� ��� �� ��� ���� �� � �� � �

���������������� ����­������ �������������������

������

�����������

������

�����

������

������

�����

������

�����

������� �

���� ��

��������

�� ����� �������� �

����

����

����������������������������������� ������������

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

37Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Sementara itu, pangsa kredit UMKM terhadap total kredit perbankan pada triwulan IV-2014 tecatat sebesar 19,7%, relatif tetap dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 19,8%. Dari jumlah tersebut, pangsa kredit kepada Usaha Menengah dan Kecil mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya dan periode yang sama pada tahun sebelumnya menjadi 48,8% dan 29,5%. Di sisi lain pangsa kredit kepada Usaha Mikro mengalami peningkatan menjadi 21,7% dibandingkan tahun sebelumnya.

Risiko kredit UMKM pada triwulan IV-2014 yang tercatat sebesar 3,97% mengalami perbaikan dibanding triwulan sebelumnya sebesar 4,33%. Berdasarkan klasifikasi usaha, rasio NPL kredit UMKM didominasi Usaha Kecil sebesar 4,73%, diikuti oleh Usaha Menengah dan Mikro masing-masing sebesar 3,79% dan 3,33% (Grafik 2.55). Peningkatan NPL kredit UMKM terutama disebabkan oleh penurunan kemampuan bayar debitur akibat perlambatan kegiatan usaha dan pengaruh faktor internal perbankan antara lain terkait kualitas dan kuantitas sumber daya manusia dalam mengelola kredit UMKM.

Sementara itu, realisasi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga triwulan IV-2014 mencapai Rp40,3 triliun atau 108,9% dari target penyaluran KUR 2014 sebesar Rp37,0 triliun. Terhitung sejak 2007 hingga 2014, akumulasi realisasi penyaluran KUR telah mencapai Rp178,8 triliun.

Dari sisi komponen, penyaluran KUR didominasi sektor perdagangan dengan pangsa sebesar 59,8% dari total realisasi KUR. Dari sisi pangsa berdasarkan wilayah, KUR disalurkan ke daerah Jawa (48,8%), Sumatera (24,4%), Kalimantan (10,4%), Sulawesi (8,6%), Bali - Nusa Tenggara (4,9%), dan Papua Maluku (2,9%). Sementara itu, NPL KUR pada triwulan IV-2014 tercatat 3,19%, membaik dibandingkan NPL pada triwulan sebelumnya yakni sebesar 4,18%, namun sedikit menurun dibandingkan dengan NPL pada tahun sebelumnya sebesar 3,07%.

2.9. Perkembangan Sistem PembayaranPenyelenggaraan sistem pembayaran selama triwulan IV-2014 secara umum berlangsung baik dan lancar. Kehandalan sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia tetap terjaga. Hal ini tercermin dari ketersediaan dan kemampuan sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) sebagai setelmen dana, Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) sebagai setelmen transaksi surat berharga pemerintah, dan Bank Indonesia, serta Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) sesuai dengan service level.

Nilai dan volume transaksi sistem pembayaran non-tunai pada triwulan IV-2014 mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Nilai transaksi sistem pembayaran tercatat sebesar Rp4.524,89 triliun (10,99%), sedangkan volume transaksi meningkat sebesar 63,08 juta (5,28%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kondisi tersebut sejalan dengan perkembangan transaksi tahun 2014 dibandingkan dengan tahun

Transaksi sistem pembayaran selama triwulan IV-2014 dan tahun 2014 berjalan aman dan lancar. Penggunaan transaksi non-tunai terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan instrumen dan dukungan infrastruktur.

Grafik 2.55NPL Kredit UMKM

����

����

����

����

����

�����

�����

�����

�����

����

����

�����

������������ ��������� �������������� ������

�� �� �� ­�� ��� ��� ��� ­�� ��� �� ��� ��� �� �� �� ­�� ��� ��� ��� ­�� ��� �� ��� ������� ����

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

38Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

2013. Nilai transaksi tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 32,76% sedangkan volume transaksi meningkat sebesar 18,88%. Peningkatan nilai transaksi terutama disebabkan oleh peningkatan transaksi moneter, sedangkan peningkatan volume transaksi terutama disebabkan oleh meningkatnya transaksi masyarakat melalui instrumen non-tunai.

Nilai transaksi pembayaran yang diselesaikan melalui sistem BI-RTGS pada triwulan IV-2014 juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Nilai transaksi meningkat sebesar Rp3.169,28 triliun (10,61%) menjadi Rp33.041,65 triliun, sedangkan volume transaksi meningkat sebesar 60,01 ribu (1,33%) dari 4,52 juta transaksi menjadi 4,57 juta transaksi. Dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya, nilai transaksi pembayaran yang diselesaikan melalui sistem BI-RTGS meningkat sebesar 35,40%. Peningkatan juga terjadi pada volume transaksi meskipun tidak sebesar peningkatan nilai transaksi. Peningkatan nilai dan volume transaksi pada triwulan IV-2014 terutama disebabkan oleh transaksi pengelolaan moneter, sejalan dengan penyerapan likuiditas oleh Bank Indonesia dan transaksi masyarakat.

Nilai dan volume transaksi melalui BI-SSSS pada triwulan laporan juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Nilai transaksi meningkat sebesar Rp1.269,97 triliun (13,56%) menjadi Rp10.636,74 triliun, sedangkan volume transaksi meningkat sebesar 13,47 ribu transaksi (37,87%) menjadi 49,04 ribu transaksi. Dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya, nilai transaksi melalui BI-SSSS meningkat sebesar 29,19%, sedangkan volume transaksi meningkat sebesar 39,58%. Peningkatan transaksi BI-SSSS baik dari sisi nilai maupun volume terutama disebabkan oleh peningkatan operasi moneter.

Nilai transaksi sistem pembayaran non-tunai melalui SKNBI pada triwulan IV-2014 juga mengalami peningkatan. Nilai transaksi tercatat sebesar Rp54,45 triliun atau meningkat sebesar 7,60% dibandingkan triwulan sebelumnya. Volume transaksi melalui SKNBI pada triwulan laporan juga mengalami peningkatan. Peningkatan volume transaksi tercatat sebesar 5,47% menjadi 28.585,47 ribu transaksi. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, nilai dan volume transaksi SKNBI mengalami peningkatan masing-masing sebesar 8,89% dan 3,01%. Peningkatan nilai transaksi melalui SKNBI terutama disebabkan oleh peningkatan transaksi transfer kredit antar peserta kliring.

Di samping sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, penyelenggaraan transaksi sistem pembayaran yang aman dan lancar juga terjadi pada sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh industri dengan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan uang elektronik. Hal ini tercermin dari tidak adanya gangguan yang signifikan dalam penyelenggaraan APMK dan uang elektronik pada triwulan laporan maupun pada keseluruhan tahun 2014. Penyelenggaraan sistem pembayaran oleh industri menunjukkan perkembangan yang positif, terlihat dari peningkatan transaksi APMK baik nominal maupun volume transaksi.

Nilai dan volume transaksi APMK pada triwulan laporan dibandingkan triwulan sebelumnya meningkat masing-masing sebesar Rp33,23 triliun (2,73%) dan 43,21 juta transaksi (3,89%). Sedangkan dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya, nilai transaksi dan volume APMK meningkat masing-masing sebesar 16,11% dan 16,83%. Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh transaksi Kartu ATM dan Kartu ATM/Debet yang masing-masing menyumbang sebesar 86,95% dan 95,24%.

Pada triwulan IV-2014, terjadi peningkatan uang elektronik sebanyak 2,05 juta instrumen atau 6,09% dibandingkan triwulan sebelumnya. Sejalan dengan bertambahnya instrumen,

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

39Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Tabel 2.6 Nilai Transaksi Pembayaran

������������������������������������ �� ��� ���� �� �� ��� ���� �� � � � �

���������

���� ���� ������������ ��������������

������� �� ­­���� �� ������ �� ������ �� ������ �� ������ �� ����­� �� ������ �� �­���­ �� ������ � ������ � ��­��� ������ ������� ������������������� �������� �� ����� ���� ��� �������� ������� ������ �������� ������ ������� �� ���� ��� ��� ����� ������ ���������� ������ ��� ����� � ��� ������� ����� ����� ����� ��� ��� ���� �� � ����� ���������� ����� ����� � ����� ����� �������� � ��� �� � ������ ���� ����� ����� ����� ��� �� ����������� ��� ���� ���� ����� ������ ���� �� �� ����� ���� � ����� � � � ���� ����� ����� ������ ������� ������ ����� �� �� ��� ����� ������� �� ���� ����� �� � ���� ������� ���� �������� ��� ���� ������ �� ��� ������� �� ��� �� ���� ������ �� � ��� �� ���  ���� ��� � �� ��� ­�������� �������� ������ � ��� ���� ������ � ����� ������ ������� ������ ����� ������ ����� ������������� � ������ � ������ � ������ � ������ �� ­����� ­ ������ � ������ � ����­­ �� ����­� � �����­ � ������ ������ ����������� ��­��­ ������ ������ ­�­��� � ������ ­����� ­���­� ­����� ­­���� ����� ����� ­���� ���������� � ��� � ��� ����� ��� ������� ����� ���� ����� �� ��� � ���� ���� ����� ��� �� � ��� � ���� ������ ���� ��� � � ���� ���� � � ����� ������ ����������� ���� ���� ��� ����� �� ���� ��� � ��� ���� ���� ����� ��� � � ����� �������������­������ ��� ��� ���� ���� ���� ����� ���� ���� ���� ���� ���� ����� ����������� ���� ����� ���� ���� ������ ����� ������ � � � �� ��� �� ����� ��������� �����­ ������ � ������ � �­���� � ������ � ������ � ������ � ������ � �����­ ����� �­���­ ����� ������� ������������ ���� �� ���� ���� ����� ���� ��� ���� ��� � ��� ����� ��� ��� ����������������������� ���� � �� ����� ���� ��� ������� ������ � ���� ���� ����� � ������ ����� ���� ���� ��������������������� ���� ���� ���� ��­� ���� ��­� ���� ���� ���� ������ ���� ������� ­��������� �� ��­��� �� �����­ �� ������ �� ����­� ��� ������ �� ������ �� ��­��� �� �­���� �� ������ � �����­ �� �­­��� ������ ���­��

����������������������������­����

������������������� 

Tabel 2.7Volume Transaksi Pembayaran

������������������������������������ �� ��� ���� �� �� ��� ���� �� � � � �

���������

���� ���� ������������ ��������������

������� ��� �­�� �����­�� �����­ � �����­�� ������­ � �� ��­�� �����­�� �� ��­�  �� ��­�  ��­�� ���­��� �­��� ��­���� ������������������� ����� ����� � ��� � ��� ���� � ��� ����� ���� ���� ���� ���� �� � �� �� ���������� ����� ������ ����� ����� ������ ����� ������ ������ �� �� ����� ���� �� ����� ���������� ������� ��� ��� ���� ��� �������� ������� � ������� ������ ������� ����� ����� ������� ���� ������ ����������� ����� � ��� ���� ����� ����� ����� ��� ����� ���� ���� ���� ����� ������ ����� ����� ���� ����� ����� ����� ����� ����� � ��� ����� ��� ����� �� ������ ���  ��� ����� ����� ���� ���� ���� ����� ��� ����� ��� � ������ ���� � ���� ­�������� � ���� ���� ������ ������ �������� ������ ������ ������ ������ ����� ������� ��� ������������ ��­�� ��­�� ��­ � � ­�� ���­�� ��­�� ��­�� � ­ � ��­�� ��­�� ��­�� ��­��� ��­ ������� ������­�� � ����­�� ������­�� ���� �­�� �������­�� � ����­�� ������­�  ������­�� ��� � ­�� �����­�� ���­��  ­��� �­�������� ��������� �������� ������� ��������� ����� ��� ��������� �������� � ���� ��������� ����� �������� ���� ��� � ��� ����� ���� � ��� ���� �������� ����� ����� ���� ���� ����� ������ �� ������  ���������� ������ ������� ����� � ��� � � ������� �� ��� ������� � � ��� ������� � ��� �������� ��� ����� �������������­������ ����� ������ ������ ����� ���� ������ ������ ������ ������ ������ ��� �� ����� ����������� ��������� ��������� ��������� ��������� ������ � ��������� ��������� ����� �� � ������� � � � ���� ��� �������� �������­�� ���� ��­�� �� ����­�� ����� �­�� ������ ��­�� �������­�� ���������­�� ���������­�� ��� ��� �­ � ������­�� �������­�� �­��� ��­���� ������������ ������� � �������� �������� ������� �������� ��� ���� ��������� ��������� ���� �� � �������� ������� �� � ���� ����������������������� � ���� �� �������� �������� ����� ��� ������������ ��� ��� � ������������ ����������� ��� ������� ����� �� ���������� ��� �������������������� ������­�� ���� �­�� � �� �­�� ������­�� �������­�� ������­�� ����� ­��  �����­�� ���  �­�� ����� ­�� ������­ � ��­��� ��­�������� �������­�� �������­�� ���������­�� ��� �����­�� ��� �� ��­�� ��� �����­�� ������ � ­ � ���������­�� ��� �����­�� ����� ­ � �������­��  ­��� ��­���

����������������������������­�� �

��������������������

volume transaksi menunjukkan pertumbuhan yang positif sebesar 17,91 juta transaksi (34,69%). Dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2013, nilai transaksi dan volume transaksi meningkat masing-masing sebesar 7,8% dan 87,67%.

Secara agregat, transaksi sistem pembayaran non-tunai selama 2014 dibandingkan tahun sebelumnya menunjukkan pertumbuhan yang positif. Selama tahun 2014, nilai transaksi meningkat sebesar Rp28.902,85 triliun (23,26%) menjadi Rp153.146,74 triliun, sedangkan

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

40Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

volume transaksi meningkat sebesar 703.209,07 ribu transaksi (17,80%) menjadi 4.654.772,15 ribu transaksi. Perkembangan tersebut menunjukkan semakin banyak masyarakat yang menggunakan transaksi pembayaran non-tunai (Tabel 2.6 dan Tabel 2.7).

Selanjutnya, sistem pembayaran pada 2014 menunjukkan kinerja positif. Hal tersebut tercermin dari meningkatnya berbagai transaksi pembayaran dalam kegiatan ekonomi, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun dunia usaha. Selain itu, kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran juga terus diarahkan untuk memastikan terselenggaranya sistem pembayaran yang aman dan efisien, serta mengedepankan aspek perlindungan konsumen.

Sebagai regulator sistem pembayaran, selain APMK dan Uang Elektronik, Bank Indonesia juga merupakan regulator bagi Penyelenggara Transfer Dana Bukan Bank (PTD BB) dan Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB). Berdasarkan monitoring, volume dan nominal transaksi PTD BB triwulan IV-2014 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 5,65 juta transaksi (250,78%) dan Rp9,23 triliun (108,67%). Peningkatan yang sangat signifikan tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya jumlah PTD BB yang telah memperoleh izin dan telah melaporkan kegiatan penyelenggaraan transfer dananya kepada Bank Indonesia. Selama triwulan laporan, transaksi transfer dana didominasi oleh transaksi pengiriman uang dalam negeri. Volume dan nilai transaksi pengiriman uang dalam negeri pada triwulan laporan masing-masing mencapai 86,81% dan 71,90% dari volume dan nilai transaksi secara keseluruhan (Tabel 2.8).

Tabel 2.8Transaksi Transfer Dana Tahun 2014

����������������������������

�� �� ��� ����� � �� ����� ����

���������������������������������������� ���������������������������������������������������������������������������������������������������������

� ���

��  ��

�  �

­ �

� ­

�� ��

� �

������������������������

�����������������������������

Tabel 2.9Transaksi Uang Kertas Asing-Travellers Cheque Tahun 2014

��������������������

�� �� ��� ����� � �� ����� ����

������������������������� �

����������������������� ��� ���� � ���������� ��������  ��� �­

Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, nilai transaksi jual/beli Uang Kerta Asing (UKA) dan pembelian Travellers Cheque (TC) pada triwulan IV-2014 meningkat sebesar Rp10,52 triliun (22,82%). Peningkatan ini didominasi oleh mata uang USD dan SGD yang bersifat seasonal saat musim liburan Hari Raya Natal dan Tahun Baru (Tabel 2.9).

Pertumbuhan Uang yang diedarkan menurun

dibanding tahun 2013

sejalan dengan melambatnya pertumbuhan

ekonomi.

2.10. Perkembangan Pengedaran UangPada triwulan IV-2014, rata-rata harian UYD tercatat sebesar Rp478,6 triliun, turun dibandingkan dengan triwulan III-2014 yang tercatat sebesar Rp491,3 triliun (2,6%) (qtq) (Grafik 2.56). Penurunan UYD tersebut terutama dipengaruhi oleh lebih rendahnya

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

41Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Grafik 2.57Pertumbuhan PDB dan UYD

Grafik 2.56Perkembangan Rata-rata Uang Yang Diedarkan (qtq)

����������

���

���

���

���

���

���

���� ���� ���� ����

���

���

��

��

��

��

��

���

���

���

���� ����� ���� ��� ���� ����� ���� ��� ���� ����� ���� ��� ���� ����� ����

������ ������� ��

���

���

���

���

���

���

��

��

��

��

��

���� ���� ���� �������� ����� ���� ��� ���� ����� ���� ��� ���� ����� ���� ��� ���� ����� ����

���������� �� ����������

permintaan uang rupiah oleh masyarakat pada periode Natal dan liburan akhir tahun 2014 dibandingkan periode Ramadhan dan Idul Fitri pada triwulan sebelumnya.

Secara tahunan, posisi UYD pada akhir Desember 2014 tercatat sebesar Rp528,5 triliun atau tumbuh sebesar 5,7% dibandingkan posisi tahun 2013 yang tercatat sebesar Rp500 triliun. Pertumbuhan UYD pada tahun 2014 tersebut lebih rendah dibandingkan tahun 2013 yang tercatat tumbuh sebesar 13,7%. Perlambatan pertumbuhan UYD ini sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tahun 2014 (Grafik 2.57).

Tabel 2.10Perkembangan Rata-rata UYD di Masyarakat dan Bank

���������� ���� ������ ���������� ����

�������� ����������������

������

������������������������������������������������

����

����

���� ������������������������������������������������������������

������������������������������������������������

������������������������������������������������������������

������������������������������������������������������������

������������������������������������������������������������

Berdasarkan komponennya, rata-rata harian uang kartal di luar sistem perbankan (currency outside banks) pada triwulan IV-2014 tercatat sebesar Rp398,8 triliun atau 83,3% dari total UYD. Sementara itu, rata-rata uang harian persediaan kas perbankan (cash in vault) tercatat sebesar Rp79,8 triliun atau 16,7% dari total UYD. Komposisi cash in vault tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 17,3% (Tabel 2.10). Berdasarkan pecahan, pangsa UYD pada triwulan laporan masih didominasi uang pecahan besar Rp20.000 ke atas yang mencapai 93,2%, atau meningkat sebesar 1,2% dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 92,0%.

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

42Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Dari sisi transaksi uang kartal melalui Bank Indonesia, selama triwulan IV-2014 terjadi aliran bersih uang rupiah yang keluar dari Bank Indonesia (net outflow) sebesar Rp54,4 triliun. Aliran bersih uang rupiah keluar tersebut terjadi karena jumlah penarikan uang rupiah oleh perbankan dari Bank Indonesia (outflow) lebih besar dibanding jumlah setoran uang rupiah yang diterima oleh Bank Indonesia (inflow). Pada triwulan laporan, outflow tercatat sebesar Rp153,0 triliun, sedangkan inflow dari perbankan tercatat sebesar Rp98,6 triliun. Net outflow tersebut merupakan siklus normal, karena adanya perayaan Natal dan liburan akhir tahun 2014. Dengan perkembangan tersebut, selama tahun 2014 tercatat jumlah outflow dan inflow masing-masing sebesar Rp512,1 triliun dan Rp484,2 triliun, sehingga terjadi net outflow sebesar Rp27,9 triliun.

Untuk menjaga kualitas uang yang layak edar di masyarakat (clean money policy), Bank Indonesia melakukan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Pada triwulan laporan, jumlah pemusnahan UTLE sebesar Rp30,7 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp29,7 triliun (Tabel 2.11). Peningkatan pemusnahan UTLE tersebut terutama terjadi pada bulan Oktober 2014, sejalan dengan arus balik uang kartal dari perbankan dan masyarakat pasca Ramadhan dan Idul Fitri 2014.

Untuk keseluruhan tahun 2014, UTLE yang telah dimusnahkan sebesar Rp111,6 triliun, yang keseluruhannya merupakan uang kertas. Dibandingkan dengan tahun 2013, pemusnahan UTLE mengalami peningkatan sebesar 6,0% yang berjumlah Rp105,3%. Untuk tahun 2014, tidak dilakukan pemusnahan uang logam mempertimbangkan jumlah UTLE uang logam sebesar Rp26,9 miliar tidak mencapai skala efisiensi untuk peleburan.

Tabel 2.11Indikator Pengedaran Uang

��� ���� ����� ���� ��� ���� ����� �������������������

��� ����

������������������������������������������������������������������

���������������������������������������������������������������������

������������������������������������������������������

�����������������������������������������������������

��������������������� �­���������������������������

������������������������������������� ���������������������

 �������������������������������������������������������

���������������� �������������� ��

��������������������������

� ������������������

��������������

��������������� ��������������������������������

�����������

��������������������

��������������

������������� � ��������������������������� ������������

���������

������������

��������������

����������������������������������������������

�����������

�������������������

�������������

������������� �� ���������������

�������������������������

��������������������

�������������

������������� � ��������������� ��������������

�����������

��������������������

�������������

������������� � �������������� �����������������������

�������������������

������������

���������������������������������������������

�����������

��������

�����������

��������������

Persediaan uang rupiah di Bank Indonesia selama triwulan IV-2014 tetap terjaga. Kondisi tersebut tercermin dari kemampuan posisi kas Bank Indonesia untuk menjaga kebutuhan penarikan perbankan dan masyarakat selama rata-rata 3,50 bulan. Kemampuan posisi kas Bank Indonesia pada triwulan IV-2014 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat rata-rata 3,40 bulan.

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

43Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Grafik 2.58Jumlah Temuan Uang Rupiah Palsu

������

������

������

������

������

������

������

������

���� ���� ���� ����

������ ����� ����� ������

���� ����� ���� ��� ���� ����� ���� ��� ���� ����� ���� ��� ���� ����� ����

Jumlah temuan uang palsu selama triwulan IV-2014 yang dilaporkan oleh perbankan dan masyarakat ke Bank Indonesia, serta hasil penyidikan Kepolisian mengalami peningkatan dibandingkan triwulan III-2014. Jumlah temuan uang palsu yang dilaporkan tercatat sebanyak 32.305 lembar, sedangkan jumlah temuan uang palsu yang dilaporkan pada triwulan sebelumnya tercatat sebanyak 29.149 lembar. Namun demikian, untuk keseluruhan tahun 2014, temuan uang palsu mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.

Temuan uang palsu tahun 2014 tercatat sebanyak 122.091 lembar, mengalami penurunan sebesar 19.175 lembar dibandingkan tahun 2013 yang tercatat sebanyak 141.266 lembar. Temuan uang palsu tersebut didominasi oleh pecahan Rp100.000 dan Rp50.000 (Grafik 2.58). Jumlah temuan uang palsu tersebut dengan wilayah temuan uang rupiah palsu tertinggi di Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi lain di Pulau Jawa. Rasio temuan uang palsu tahun 2014 adalah 9 lembar per satu juta lembar uang yang diedarkan, lebih rendah dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 11 lembar per satu juta lembar uang yang diedarkan.

BAB II Perkembangan Kondisi Makroekonomi, Moneter, Sistem Keuangan, dan Sistem Pembayaran

44Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

BAB III

Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

Pada triwulan IV-2014 dan sepanjang tahun 2014, Bank Indonesia menilai proses penyesuaian

struktur perekonomian ke arah yang lebih seimbang masih terus berlangsung dengan ditopang oleh

stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga. Untuk itu, Bank Indonesia akan terus memperkuat

bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta kebijakan untuk memperkuat struktur

perekonomian domestik dan pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN). Bank Indonesia juga akan

meningkatkan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan

defisit transaksi berjalan agar proses penyesuaian ekonomi dapat berjalan baik dengan tetap

menjaga pertumbuhan ekonomi yang sustainable ke depan. Selain itu, Bank Indonesia juga terus

memperkuat ketahanan sistem keuangan secara menyeluruh dengan menjaga kelancaran sistem

pembayaran dan pemenuhan uang beredar

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

46Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

3.1. Stabilitas Moneter3.1.1. Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia pada triwulan IV-2014 dan sepanjang tahun 2014 tetap sejalan dengan upaya mengarahkan inflasi menuju ke sasarannya. Selain itu kebijakan yang ditempuh mendukung pengendalian defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Kebijakan moneter tersebut bertujuan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan proses penyesuaian ke arah yang lebih sehat. Melalui kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia, diharapkan mampu menjaga kinerja perekonomian Indonesia di tengah tingginya sejumlah tantangan global dan domestik pada triwulan IV-2014 dan sepanjang tahun 2014.

Dari sisi eksternal, pengelolaan stabilitas makroekonomi nasional menghadapi tantangan ketidakpastian normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) serta pemulihan ekonomi global yang tidak sekuat perkiraan sebelumnya dan tidak merata. Melambatnya pemulihan ekonomi global juga disertai dengan penurunan harga minyak dunia yang kemudian mendorong penurunan harga komoditas dunia.

Dari dalam negeri, pertumbuhan ekonomi domestik tahun 2014 melambat terutama dipengaruhi oleh menurunnya ekspor. Selain itu, nilai tukar rupiah di 2014 mengalami depresiasi terhadap dolar AS, namun mencatat apresiasi terhadap mata uang mitra dagang utama lainnya. Inflasi 2014 tercatat lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya walaupun berada di atas sasaran inflasi yang telah ditetapkan. Kenaikan inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan harga BBM bersubsidi, gejolak harga pangan domestik pada akhir tahun 2014, dampak lanjutan (second round effect) kenaikan harga BBM bersubsidi, serta penyesuaian harga TTL dan LPG.

Sesuai dengan arah kebijakan dalam merespons tantangan tersebut, Bank Indonesia pada 18 November 2014 memutuskan untuk menaikkan suku bunga BI Rate sebesar 25 bps menjadi 7,75%, dengan suku bunga Lending Facility naik sebesar 50 bps menjadi 8,00% dan suku bunga Deposit Facility tetap pada level 5,75%. Kebijakan kenaikan BI Rate tersebut ditempuh untuk menjangkar ekspektasi inflas. Selain itu, kebijakan tersebut untuk bertujuan untuk memastikan bahwa tekanan inflasi pasca kenaikan harga BBM bersubsidi tetap terkendali, temporer, dan dapat segera kembali pada lintasan sasaran yaitu 4±1% pada 2015. Kebijakan tersebut juga konsisten dengan perbaikan defisit transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat.

Terkait kebijakan nilai tukar, Bank Indonesia terus menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya sehingga dapat mendukung stabilitas makroekonomi dan penyesuaian ekonomi ke arah yang lebih sehat dan berkesinambungan. Selain itu, nilai tukar Rupiah selama triwulan IV-2014 yang lebih kompetitif, mengindikasikan peningkatan daya saing eksternal Indonesia terhadap negara mitra dagang utama.

Pada triwulan IV-2014, Bank Indonesia juga mempersiapkan penyesuaian kebijakan makroprudensial guna memperluas sumber-sumber pendanaan bagi perbankan. Selain itu, upaya tersebut juga bertujuan untuk mendukung pendalaman pasar keuangan serta mendorong penyaluran kredit ke sektor-sektor produktif yang prioritas. Kebijakan ini antara lain meliputi: (1) perluasan cakupan definisi simpanan dengan memasukkan surat-surat berharga yang diterbitkan bank dalam perhitungan Loan to Deposit Ratio (LDR) dalam kebijakan Giro Wajib Minimum LDR (GWM-LDR), dan (2) pemberian insentif untuk mendorong penyaluran kredit UMKM.

Respons kebijakan

moneter pada triwulan IV-2014 dan tahun 2014

secara konsisten diarahkan untuk mengendalikan

inflasi menuju ke sasarannya yakni

4,5±1% pada 2014 dan 4±1%

pada 2015, serta mendukung

perbaikan transaksi berjalan

ke arah yang lebih sehat.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

47Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Berbagai respons kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia secara keseluruhan cukup efektif dalam mendukung proses penyesuaian ekonomi ke arah yang lebih sehat. Hal ini tercermin dari terkendalinya inflasi tahun 2014 di tengah tekanan yang tinggi dari administered prices dan volatile food serta menurunnya defisit transaksi berjalan. Selain itu, meskipun pertumbuhan ekonomi domestik tahun 2014 melambat, namun investasi masih tumbuh terbatas dan ekspor manufaktur cenderung membaik sejalan dengan berlanjutnya pemulihan ekonomi AS.

Pada triwulan IV-2014, Bank Indonesia telah menyelesaikan program inisiatif “Memperkuat kerangka kebijakan moneter dan bauran kebijakan moneter yang terintegrasi untuk mendukung tercapainya sasaran target inflasi nasional”. Program inisiatif tersebut dilaksanakan oleh Bank Indonesia dalam upaya penguatan kerangka kerja dan bauran kebijakan moneter untuk terus memperkuat pengendalian inflasi dari sisi permintaan dan penawaran. Penyusunan draf ketentuan Bank Indonesia yang mengatur tentang kerangka kebijakan moneter telah diselesaikan. Telah disusunnya ketentuan Bank Indonesia tersebut diharapkan dapat semakin memperkuat tata kelola (governance) dalam pengambilan kebijakan moneter Bank Indonesia ke depan.

Dalam rangka penguatan kebijakan moneter, Bank Indonesia telah melakukan evaluasi dan penyempurnaan kerangka kebijakan moneter terkait dengan transmisi kebijakan moneter. Pada triwulan laporan, kajian mengenai term structure telah disusun dalam bentuk Laporan Hasil Penelitian setelah pada triwulan sebelumnya disajikan dalam Seminar Hasil Penelitian. Demikian juga halnya dengan kajian mengenai transmisi bauran kebijakan moneter yang telah disusun dalam bentuk Laporan Hasil Penelitian. Kajian mengenai transmisi bauran kebijakan moneter telah diajukan ke Forum Riset. Penyelesaian kedua kajian tersebut diharapkan akan makin memperkuat pelaksanaan kerangka kerja kebijakan moneter Bank Indonesia ke depan.

Terkait dengan perumusan kebijakan ekonomi daerah, pada triwulan IV-2014, Bank Indonesia telah berhasil menyelesaikan model ekonomi regional melalui 16 Kantor Perwakilan Bank Indonesia. Model ekonomi regional tersebut berdasarkan harmonisasi data yang lengkap dan valid, spesifikasi model yang sesuai dengan teori, serta pengujian model dan simulasi yang relatif baik. Selain itu, penyusunan model juga telah disesuaikan dengan karakteristik masing-masing daerah.

Hasil penyusunan model ekonomi regional disusun dalam bentuk Laporan Hasil Penelitian dan dipresentasikan dalam forum riset Kantor Perwakilan dan Kantor Pusat Bank Indonesia. Model ekonomi regional tersebut diharapkan mampu mendukung peran Kantor Perwakilan Bank Indonesia sebagai local advisory body bagi pemerintah daerah dan stakeholders daerah lainnya secara lebih optimal. Peran tersebut khususnya dalam memberikan masukan untuk asumsi makroekonomi daerah yang digunakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

48Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

BOKS

9 Inflasi inti non-traded adalah inflasi komoditas dalam kelompok inti yang tidak diperdagangkan dengan negara lain (domestik).

BOKS

Akuntabilitas Pencapaian Inflasi

Laju inflasi 2014 mencapai 8,36% (yoy), di atas target inflasi tahun 2014 (4,5±1%). Meskipun di atas target inflasi, pencapaian inflasi tahun 2014 tetap dapat dikendalikan pada single digit, di tengah tingginya tekanan inflasi kelompok administered prices yang mencapai 17,57% (yoy). Terkendalinya tekanan inflasi dari sisi fundamental yang tercermin pada inflasi inti terutama mendorong terjaganya perkembangan inflasi IHK 2014 yang sedikit lebih baik dibandingkan dengan inflasi tahun 2013 (8,38%, yoy). Inflasi inti tercatat sebesar 4,93% (yoy) di tengah meningkatnya inflasi dari sisi biaya (cost push) akibat kenaikan harga komoditas yang diatur pemerintah dan gejolak harga pangan. Selanjutnya, inflasi volatile food yang tercatat sebesar 10,88% (yoy) relatif terjaga.

Pada 2014, Pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan penyesuaian harga, khususnya di sektor energi. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengurangi beban subsidi agar dapat dialihkan ke pembiayaan pembangunan dan sektor yang lebih produktif. Secara bertahap, Pemerintah melakukan penyesuaian harga LPG 12 kg dan tarif tenaga listrik (TTL) bagi golongan pelanggan tertentu, serta penyesuaian harga BBM bersubsidi. Selain itu, juga dilakukan penyesuaian cukai rokok dan tarif angkutan udara (surcharge dan tarif batas atas). Sejumlah kebijakan penyesuaian harga tersebut berdampak pada peningkatan inflasi administered prices yang mencapai 17,57% (yoy), meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 16,65% (yoy). Kondisi ini memberikan sumbangan tertinggi terhadap realisasi inflasi 2014, yakni sebesar 3,20% (yoy).

Sementara itu, inflasi inti yang mencerminkan interaksi permintaan dan penawaran agregat terkendali sebesar 4,93% (yoy), sedikit melambat dibanding tahun sebelumnya sebesar 4,98% (yoy). Moderasi pertumbuhan ekonomi domestik dan terjaganya ekspektasi inflasi menjadi faktor terkendalinya laju inflasi inti. Hal ini tercermin pada perlambatan inflasi inti non-traded dari 6,6% (yoy) menjadi 5,4% (yoy) di tengah tingginya tekanan cost push dari kelompok administered prices maupun volatile food.9

Dari sisi eksternal, meski terdapat tekanan dari depresiasi nilai tukar Rupiah pada barang-barang dengan import content, berlanjutnya tren pelemahan harga komoditas global sepanjang tahun 2014 membantu meredam dampak pelemahan nilai tukar tersebut. Hal ini tercermin dari terkendalinya peningkatan inflasi inti traded dari 2,6% (yoy) tahun 2013 menjadi 4,3% (yoy) tahun 2014. Dengan perkembangan tersebut, secara keseluruhan kelompok inti memberikan sumbangan pada realisasi inflasi tahun 2014 sebesar 2,99% (yoy).

Secara umum, tekanan inflasi dari kelompok volatile food relatif tahun 2014 terjaga. Inflasi volatile food tercatat sebesar 10,88% (yoy), melambat dibandingkan tahun lalu sebesar 11,83% (yoy). Hal ini didukung oleh melimpahnya pasokan untuk

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

49Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

BOKS

beberapa komoditas, koordinasi pengendalian inflasi daerah yang intensif di bulan Ramadhan, dan upaya stabilisasi harga oleh Pemerintah (BULOG dan harga referensi). Namun demikian, peningkatan inflasi volatile food di atas rata-rata historis terjadi pada triwulan IV-2014. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh terbatasnya pasokan, khususnya untuk komoditas aneka cabai dan beras akibat anomali cuaca serta tidak adanya Raskin di bulan November dan Desember. Di samping itu, kenaikan inflasi juga didorong oleh peningkatan biaya distribusi akibat kenaikan harga BBM bersubsidi pada pertengahan November 2014. Kelompok ini memberikan sumbangan sebesar 2,17% (yoy) pada realisasi inflasi 2014.

Meski dalam dua tahun terakhir terdapat shocks kenaikan harga BBM, laju inflasi IHK masih terkendali pada single digit (Grafik 3.1).10 Pencapaian ini tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan yang telah ditempuh oleh Bank Indonesia dan Pemerintah. Berbagai kebijakan dan langkah penguatan koordinasi dilakukan untuk mengendalikan tekanan inflasi, khususnya dalam rangka meminimalkan dampak lanjutan kenaikan harga administered prices dan gejolak harga pada kelompok volatile food, serta mengarahkan ekpektasi inflasi pada sasarannya.

10 Inflasi IHK mencapai double digit atau di atas 10% ketika terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi pada tahun 2005 (17,11%, yoy) maupun 2008 (11,06%, yoy).

Grafik 3.1Pencapaian Sasaran Inflasi

��

��

��

��

��

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

���

����

���

�������

������

���

���

����

�������

���

��� ��� ���

�����

�����

���� ����

����������������������������������� �������

����������������������������������� ��������������������

��������������� ������������������

����������������� ������������������ ����������������������������

����������������� �����������

�������� ������­������������������������ ���������� ����� � � �������������� ������������������ 

�������

�������������������������������� ����������­�

Untuk merespons tekanan inflasi selama tahun 2014, Bank Indonesia menempuh berbagai kebijakan antisipatif melalui optimalisasi bauran kebijakan. Terkait dengan kenaikan harga BBM bersubsidi, Bank Indonesia merespons dengan menaikkan suku bunga BI Rate dan suku bunga Lending Facility pada 18 November 2014. Kenaikan masing-masing sebesar 25 bps dan 50 bps menjadi 7,75% dan 8,00%, sementara suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 5,75%. Kebijakan ini ditempuh untuk mengelola ekspektasi inflasi yang meningkat seiring dengan kenaikan BBM bersubsidi tanpa memberikan tekanan yang berlebihan pada kondisi likuiditas di pasar uang. Untuk meminimalkan risiko imported inflation, Bank Indonesia senantiasa berupaya menjaga pergerakan nilai tukar agar sejalan dengan kondisi fundamental perekonomian.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

50Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

BOKS

Pemerintah juga mengambil berbagai langkah kebijakan untuk meredam tekanan inflasi selama tahun 2014. Khusus untuk mengendalikan dampak lanjutan kenaikan harga BBM bersubsidi, Pemerintah berupaya mengendalikan kenaikan tarif angkutan antar kota dan penyeberangan, serta memberikan diskon pajak kendaraan bermotor.11 Sementara untuk mengurangi beban masyarakat yang kurang mampu akibat kenaikan harga-harga, Pemerintah menyiapkan beberapa program perlindungan sosial.12

Selanjutnya, upaya stabilisasi harga pangan di tingkat konsumen dilakukan melalui penyediaan stok, Operasi Pasar (OP), dan melanjutkan penyaluran beras untuk orang miskin (Raskin). Upaya stabilisasi ini cukup efektif untuk mengendalikan tekanan inflasi, misalnya percepatan penyaluran Raskin pada bulan Februari-Maret pada saat terjadi bencana alam dan banjir mampu mengendalikan tekanan harga beras. Sementara untuk mengantisipasi dampak kenaikan harga BBM bersubsidi, dikembangkan operasi pasar dengan sasaran khusus.13

Pada level daerah, pengendalian inflasi juga dilakukan melalui penyaluran Dana Insentif Daerah (DID), yang salah satunya menggunakan kriteria laju inflasi yang rendah dalam mendukung kinerja ekonomi daerah. Dana yang diberikan sejak tahun 2010 ini merupakan bagian dari Dana Penyesuaian dalam Transfer ke Daerah yang dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan fungsi pendidikan. Penetapan alokasi ini didasarkan atas prestasi daerah dalam mengelola kinerja keuangan daerah dan kinerja perekonomiannya.

Bank Indonesia dan Pemerintah senantiasa memperkuat koordinasi pengendalian inflasi, baik di tingkat pusat maupun daerah melalui Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) dan Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas-TPID). Pada 21 April 2014. dilakukan penandatanganan perpanjangan nota kesepahaman mengenai Koordinasi Pemantauan dan Pengelolaan Inflasi Daerah yang memiliki arti sangat strategis untuk menunjukkan komitmen Bank Indonesia dan Pemerintah dalam mewujudkan stabilitas harga di daerah. Hal ini juga menandai perpindahan fase TPID dari “building awareness” ke “fostering commitment”.

Secara umum, penguatan koordinasi pengendalian inflasi Pokjanas-TPID dilakukan pada empat hal pokok. Pertama, sinkronisasi program kerja TPID dengan nasional. Kedua, penguatan kerja sama antar daerah untuk mendukung ketahanan pangan. Ketiga, peningkatan kompetensi aparatur pusat dan daerah tentang analisis dan koordinasi pengendalian inflasi. Keempat, percepatan pengembangan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS). Pada level pusat, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan mengeluarkan sasaran inflasi 2016-2018 yang ditetapkan dalam PMK nomor 093/011/PMK/2014 pada tanggal 14 Mei 2014. Sasaran inflasi ditetapkan menurun secara bertahap yakni tahun 2016 dan 2017 sebesar 4%±1% dan tahun 2018 sebesar 3,5%±1%.

11 Pemerintah melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 58/2014 tentang Tarif Angkutan Penyeberangan Lintas Antar Provinsi menetapkan besaran kenaikan tarif angkutan penyeberangan rata-rata sebesar 7,12 persen serta sebesar 10 persen untuk tarif angkutan antar kota berdasarkan Permenhub Nomor PM 57/2014.

12 Program perlindungan sosial yang disiapkan diantaranya adalah penerbitan Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), serta Kartu Simpanan Keluarga Sejahtera (KSKS). Program ini mencakup pemberian perlindungan sosial kepada sekitar 15,5 juta rumah tangga sasaran (RTS) dengan besaran masing-masing diberikan sebesar Rp200 ribu per keluarga per bulan selama empat bulan.

13 Beras untuk kegiatan operasi pasar khusus ini bersumber dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP).

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

51Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Bank Indonesia mengoptimalkan penggunaan instrumen SDBI, SBI/S, dan RR SBN secara lebih fleksibel, serta lebih intensif membuka lelang FX Swap untuk menjaga kecukupan kebutuhan likuiditas dan menjaga kestabilan suku bunga PasarUang Antar Bank.

BOKS

Terkait masalah struktural ketergantungan energi dan gejolak harga pangan, TPI berkontribusi melalui penyusunan kajian rekomendasi road map kebijakan energi dan kebijakan stabilisasi harga pangan. Pokjanas-TPID pada tahun ini juga menyusun panduan kerja sama antar daerah sebagai referensi TPID dalam rangka mendorong terciptanya kesinambungan pasokan antara daerah surplus dan daerah defisit. Sementara untuk mendorong transparansi informasi harga, akan dilakukan integrasi PIHPS Daerah ke dalam PIHPS Nasional mulai triwulan IV 2014, dengan melibatkan 17 TPID provinsi dan 4 TPID kabupaten/kota.

3.1.2. Pengelolaan Moneter dan Nilai Tukar3.1.2.1. Pengelolaan Moneter

Kebijakan Moneter Bank Indonesia dilakukan untuk menjaga pergerakan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Suku bunga PUAB O/N merupakan sasaran operasional kebijakan moneter di tingkat yang wajar dan stabil, sekaligus memenuhi kebutuhan likuiditas perbankan secara seimbang.

Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan likuiditas terutama uang kartal menjelang hari raya Natal dan tahun baru dan adanya kebutuhan likuiditas seiring dengan meningkatnya outflows investor asing di pasar keuangan domestik menjelang akhir tahun, terutama di pasar SBN, posisi instrumen operasi moneter akhir triwulan IV-2014 turun 5,6% dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi Rp313,44 triliun. Penurunan tersebut disebabkan oleh menurunnya posisi Deposit Facility-Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah (DF-FASBIS) dan Reverse Repo-Surat Berharga Negara (RR-SBN) masing-masing sebesar 23,7% dan 29,3% menjadi Rp120,8 triliun dan Rp89,8 triliun. Sementara itu, Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI), Foreign Exchange (FX) Swap, dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) - Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) mengalami kenaikan masing-masing sebesar 243,29%, 40,42%, dan 13,3% (Grafik 3.2).

Grafik 3.2Perkembangan Outstanding Instrumen Operasi Moneter

Grafik 3.3Perkembangan Suku Bunga Instrumen Operasi Moneter

���

���

���

���

�����

����������� ������� ������ ����� ������ ������� ������

���� ����

����������

��������� ��

�����������

�������������������

���

���

���

���

���

����������

����� ����� ��� � ��� � ��� � ��� � �� �

������������������

������������������

Sejalan dengan kenaikan BI Rate sebesar 25 bps yang berlaku sejak 19 November 2014 ke level 7,75% dengan suku bunga Deposit Facility (DF) yang dipertahankan tetap pada level

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

52Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

5,75%, suku bunga instrumen operasi moneter untuk tenor 3 bulan sampai dengan 9 bulan cenderung mengalami kenaikan. Untuk tenor yang lebih pendek (sampai dengan 2 bulan) relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 3.3).

Berdasarkan komposisinya, instrumen operasi moneter masih didominasi oleh penempatan pada standing facilities, yaitu Deposit Facility dan FASBIS sebesar 24% dari total posisi operasi moneter. Sementara itu, proporsi SDBI, FX Swap, SBI/SBIS, dan RR SBN adalah masing-masing sebesar 20%, -19%, 19% dan 18%. Posisi Deposit Facility dan RR SBN dengan tenor pendek mengalami penurunan signifikan sejalan dengan meningkatnya kebutuhan likuiditas jangka pendek menjelang akhir tahun, sesuai dengan siklus likuiditas tahunannya.

Bank Indonesia melakukan

intervensi valasdi pasar

domestik secara terukur dan

mengembangkan pendalaman

pasar valas domestik.

Grafik 3.4Komposisi OM Tw III-2014 dan Tw IV-2014

�����������

���������

���� �

��������

�����

�����������

���������

�������

��������

������

Bank Indonesia mengoptimalkan penggunaan instrumen SDBI, SBI/S, dan RR SBN secara lebih fleksibel, serta lebih intensif membuka lelang FX Swap untuk pemenuhan kebutuhan rupiah perbankan. Hal tersebut sebagai upaya untuk menjaga kecukupan likuiditas perbankan melalui optimalisasi penggunaan instrumen OM, sejalan dengan meningkatnya kebutuhan likuiditas perbankan terutama menjelang akhir tahun.

Optimalisasi penyerapan melalui instrumen kontraksi tersebut dilakukan dengan mengatur frekuensi penyerapan dan menurunkan tenor ke jangka yang lebih pendek sehingga kecukupan likuiditas perbankan dapat terjaga. Sementara itu, OPT melalui transaksi FX swap diintensifkan terutama untuk pengelolaan likuiditas valas dan rupiah oleh perbankan sejalan dengan meningkatnya kebutuhan likuiditas rupiah bagi bank-bank yang mempunyai ekses pada likuiditas valasnya (Grafik 3.4).

3.1.2.2. Pengelolaan Nilai Tukar

Kebijakan pengelolaan nilai tukar Bank Indonesia dengan menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia melakukan intervensi valas di pasar domestik. Sejalan dengan kebijakan pengelolaan nilai tukar tersebut, dalam rangka meningkatkan ketahanan (resilience) pelaku pasar dalam menghadapi pergerakan kurs Rupiah, Bank Indonesia berupaya mendorong pendalaman pasar valas domestik. Langkah-langkah pengelolaan stabilitas nilai tukar dan pendalaman pasar valas domestik di tahun 2014 meliputi antara lain:

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

53Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

1. Memberikan fleksibilitas yang lebih luas kepada pelaku pasar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia melalui penerbitan ketentuan transaksi valas antara bank yang mengatur pihak domestik dan pihak asing14.

2. Meningkatkan efektivitas pengelolaan likuiditas valas di pasar domestik melalui pelonggaran ketentuan transaksi lindung nilai kepada bank dan dari bank ke Bank Indonesia15.

3. Meningkatkan efektivitas pengelolaan likuiditas valas bank syariah melalui penerbitan instrumen penempatan valas berbasis syariah di Bank Indonesia (Term Deposit Valas Syariah).

4. Mendorong pelaku ekonomi, termasuk BUMN, untuk melakukan lindung nilai terhadap transaksi valasnya melalui penguatan payung hukum transaksi lindung nilai serta penyusunan pedoman teknis transaksi lindung nilai BUMN bersama dengan penegak hukum, auditor, dan lembaga terkait lainnya.

3.1.3. Koordinasi dengan Pemerintah

Dalam rangka pengendalian inflasi, Bank Indonesia dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi untuk menjaga inflasi dalam rentang sasarannya. Hal tersebut dilakukan melalui Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI). Selama triwulan IV-2014, koordinasi pengendalian inflasi dalam forum TPI difokuskan pada beberapa kegiatan sebagai berikut: (i) penyusunan rekomendasi kebijakan stabilisasi harga pangan, (ii) penyusunan rekomendasi kebijakan energi, dan (iii) rapat koordinasi pengendalian inflasi mengenai evaluasi program kerja tahun 2014 dan penyusunan rencana kerja tahun 2015. Melanjutkan program kerja triwulan sebelumnya, pada triwulan IV-2014, koordinasi pengendalian inflasi dalam forum TPI difokuskan pada kegiatan penyusunan rekomendasi terkait kebijakan stabilisasi harga pangan dan kebijakan energi yang merupakan program kerja tahun 2014.

Rekomendasi kebijakan stabilisasi harga pangan difokuskan pada: (i) penentuan jenis komoditas prioritas yang perlu dijaga stabilitas harganya, (ii) penguatan peran BULOG dalam stabilisasi harga pangan, (iii) peningkatan cadangan pangan Pemerintah, dan (iv) evaluasi kebijakan stabilisasi dengan harga referensi. Kegiatan penyusunan rekomendasi kebijakan stabilisasi harga pangan dimaksudkan untuk menguraikan permasalahan jangka pendek yang diperlukan untuk segera menstabilkan harga pangan sebagai antisipasi terhadap rencana pemerintah menyesuaikan harga BBM. Selain itu, kegiatan tersebut juga dimaksudkan memberikan rekomendasi perlunya mengatasi permasalahan struktural yang menyebabkan gejolak harga pangan.

Rekomendasi kebijakan tersebut mencakup: (i) pentingnya memperkuat kelembagaan regulator pangan, (ii) pentingnya memperluas cakupan penugasan stabilisasi harga komoditas prioritas utama oleh BULOG, (iii) diperlukannya penambahan alokasi anggaran Pemerintah yang berorientasi pada stabilisasi harga di tingkat produsen maupun konsumen, serta (iv) evaluasi terhadap efektivitas pengendalian harga pada komoditas pangan strategis seperti daging sapi, bawang merah dan cabai merah16.

Penguatan koordinasi dengan Pemerintah pada triwulan IV-2014 dan tahun 2014 difokuskan pada sinkronisasi kebijakan moneter dan fiskal, serta mendorong percepatan reformasi struktural untuk memperbaiki struktur perekonomian.

14 PBI No. 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik dan PBI No. 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing.

15 PBI No. 16/18/PBI/2014 tentang Transaksi Lindung Nilai Kepada Bank dan PBI 16/19/PBI/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/17/PBI/2013 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia.

16 Penentuan jenis komoditas tersebut mempertimbangkan aspek ekonomi (bobot dalam pengeluaran RT, jumlah petani dan kemiskinan, dampak inflasi), aspek sosial politik, dan keterkaitan dengan program pemerintah (rencana Aksi Bukit Tinggi).

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

54Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Terkait kebijakan harga referensi, juga dibutuhkan untuk komoditas daging sapi, bawang merah, dan cabai merah sebagai komoditas pangan pangan strategis, yang didukung oleh sosialisasi kepada publik secara lebih intensif. Khusus untuk daging sapi, perlu segera dilakukan revisi harga referensi yang baru berdasarkan cost of production17.

Efektivitas pengendalian harga juga sangat memerlukan dukungan ketersediaan data yang akurat, lengkap dan terkini. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, perlu mendukung penyediaan data oleh BPS yang rencananya akan dimulai pada tahun anggaran 201518.

Dalam jangka menengah-panjang, perbaikan juga perlu dilakukan dalam aspek-aspek berikut yakni: (i) jaminan ketersediaan benih sepanjang tahun; (ii) perbaikan sistem penyimpanan dan logistik; (iii) mengatur penyerapan produksi dalam negeri oleh industri sebagai syarat impor; serta (iv) mendorong integrasi antara petani produsen cabai merah dan bawang merah dengan industri pengolahan.

Penyusunan rekomendasi kebijakan energi difokuskan pada langkah antisipasi dan mitigasi untuk meminimalkan dampak rencana kenaikan harga BBM bersubsidi terhadap inflasi dan kemiskinan yang dilakukan baik di tingkat pusat maupun daerah. Rekomendasi yang diberikan mencakup: (i) penyaluran Raskin dan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM); (ii) pengendalian kenaikan tarif angkutan darat, (iii) pelaksanaan komunikasi yang efektif untuk mengelola ekspektasi inflasi, (iv) mengatur waktu implementasi rencana kebijakan administered prices lainnya di tahun-tahun mendatang; serta (v) menerapkan kebijakan fixed subsidy BBM di tahun 2015. Secara umum, seluruh program kerja TPI tahun 2014 telah dilaksanakan dan rekomendasi program strategis telah dilaporkan pada Tim Penanggung Jawab.

Sepanjang triwulan IV-2014, Bank Indonesia juga melakukan koordinasi pengendalian inflasi daerah. Fokus utama dalam koordinasi terkait dengan langkah-langkah antisipasi yang diperlukan terhadap kenaikan harga BBM bersubsidi dan mitigasi yang diperlukan untuk meredam dampak yang berlebihan terhadap harga-harga, serta implikasi kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) terhadap inflasi.

Pertemuan tingkat tinggi (High Level Meeting) di tingkat pusat telah diselenggarakan tanggal 20 November 2014 antara Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, serta pejabat eselon I dan II dari Kementerian/Lembaga anggota TPI dan Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID). Pada pertemuan tersebut disepakati beberapa hal penting sebagai berikut:

1. Pentingnya upaya untuk mengendalikan kenaikan tarif angkutan khususnya angkutan dalam kota. Terkait hal ini, Menteri Perhubungan telah menetapkan kenaikan tarif angkutan umum (antar kota) dan angkutan penyeberangan maksimal sebesar 10%19. Selain itu juga diusulkan batasan kenaikan tarif angkutan ditetapkan pada kisaran 15%-20%.

2. Sebagai upaya mendukung penguatan sistem logistik pertanian, perlu dibentuk tim lintas kementerian untuk melakukan studi secara mendalam terkait penggunaan sprinkler dan cooler storage pada komoditas hortikultura khususnya cabai dan bawang merah.

17 Harga referensi daging sapi yang berlaku saat ini sebesar Rp76.000/Kg.18 Penyediaan data tersebut mencakup luas tanam, luas panen, luas produksi dan mencakup juga aspek spasial.19 Surat No.PR.201/1/7 Phb-2014 tanggal 18 November 2014.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

55Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

3. Mempercepat distribusi beras ke pasar melalui operasi pasar dengan menggunakan cadangan beras pemerintah (CBP) untuk mengantisipasi tekanan kenaikan harga beras akhir tahun.

4. Perlunya komunikasi kenaikan upah minimum provinsi rata-rata tahun 2015 sebesar 13% untuk 29 provinsi kepada buruh.

Koordinasi antara TPI di tingkat pusat dan Pokjanas TPID dilakukan secara intensif sebagai upaya untuk menyelaraskan arah kebijakan yang ditempuh. Beberapa rangkaian pembahasan dilakukan antara TPI dan Pokjanas TPID untuk menyepakati pentingnya fokus pada arah pengendalian inflasi ke depan. Hal tersebut sebagai langkah antisipasi terhadap rencana implementasi kebijakan yang memengaruhi administered prices dan mendorong upaya struktural guna mengatasi persoalan konsistensi kesinambungan pasokan pangan.

Dalam rangka penguatan komitmen pengendalian inflasi di daerah, Pokjanas TPID secara rutin melakukan koordinasi dengan TPID di berbagai daerah. Fokus agenda dalam koordinasi tersebut adalah pada upaya mendorong penguatan kerja sama antar daerah, yang didukung dengan peningkatan transparansi informasi harga pangan. TPI dan Pokjanas TPID juga aktif melakukan komunikasi publik melalui berbagai media maupun diseminasi ke daerah, sebagai bagian dari edukasi dan membangun komitmen daerah akan pentingnya pengendalian inflasi.

Selain itu, Bank Indonesia juga terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan instansi terkait dalam rangka Protokol Manajemen Krisis (PMK) Nasional. Penguatan PMK Nasional dilakukan melalui koordinasi intensif dalam Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) yang beranggotakan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sepanjang triwulan IV- 2014, telah dilakukan pembahasan asesmen pemantauan kondisi Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) dalam rapat koordinasi bulanan tingkat deputi dan rapat koordinasi tiga bulanan di tingkat anggota FKSSK. Berdasarkan hasil pemantauan (surveillance) dari masing-masing anggota FKSSK, secara umum kondisi SSK menunjukkan indikasi normal, meskipun indikator ketahanan fiskal dinilai perlu diwaspadai.

Selain itu, Bank Indonesia bersama anggota FKSSK lainnya mengembangkan instrumen pengambilan keputusan FKSSK dalam mengantisipasi potensi risiko yang dapat menganggu SSK. Sejak awal tahun, telah dibentuk Working Group FKSSK untuk memperkuat kerangka analisis, penetapan dan harmonisasi indikator surveillance kondisi SSK, penyiapan mekanisme koordinasi Jaring Pengaman Sistem Keuangan Internasional (International Financial Safety Net), serta aspek legal. Untuk menguji kesiapan anggota FKSSK dalam menggunakan instrumen dimaksud, pada 18 Desember 2014, telah dilakukan simulasi pencegahan dan penanganan krisis yang dihadiri perwakilan pimpinan dari masing-masing institusi anggota FKSSK.

Untuk mendukung PMK Nasional, Bank Indonesia terus berupaya memperkuat PMK internal. Bank Indonesia secara berkala melakukan asesmen terhadap perkembangan dan risiko nilai tukar, termasuk memperkuat metode surveillance dan opsi kebijakan di tengah meningkatnya ketidakpastian normalisasi kebijakan the Fed, berlanjutnya penurunan harga komoditas, serta kekhawatiran terhadap kerentanan ekonomi domestik. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan pembahasan secara intensif guna menyempurnakan prosedur dan ketentuan PMK Internal pasca-beralihnya fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan ke OJK sejak 31 Desember 2013 dan mempertimbangkan dinamika perubahan organisasi Bank Indonesia.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

56Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Selanjutnya dalam rangka menghadapi perkembangan kondisi makroekonomi dan risiko ke depan, Bank Indonesia telah melakukan rapat koordinasi pada 16 Oktober 2014 di Jakarta, bersama Kementerian terkait (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Dalam Negeri dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Rapat koordinasi tersebut menyimpulkan bahwa ekonomi Indonesia saat ini ditandai oleh stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang tetap terjaga. Kondisi tersebut tidak terlepas dari koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia yang semakin sinergis dan koheren. Namun, ke depan sejumlah risiko yang berasal dari domestik dan eksternal perlu diwaspadai. Kebijakan yang terkoordinasi antara moneter, fiskal, dan sektor riil tetap diperlukan untuk dapat secara efektif mengelola berbagai risiko yang berpotensi mengganggu stabilitas makroekonomi dan memperdalam perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Dalam rangka transisi pemerintahan dan menjaga kesinambungan perekonomian, Rapat Koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia juga menyepakati untuk memperkuat koordinasi kebijakan yang secara konsisten diarahkan pada upaya untuk memelihara stabilitas makro dan sistem keuangan. Hal itu dilakukan melalui empat upaya yaitu (i) mengendalikan inflasi sesuai dengan sasaran yang ditetapkan, (ii) melanjutkan upaya untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih berkesinambungan, (iii) menjaga kesinambungan fiskal, dan (iv) mengelola Utang Luar Negeri (ULN) yang lebih sehat.

Rapat koordinasi tersebut juga menghasilkan kesimpulan bahwa koordinasi kebijakan BI dan Pemerintah perlu terus diperkuat. Penguatan terutama melalui sinkronisasi kebijakan moneter dan fiskal untuk menjaga stabilitas makroekonomi dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan, dan mendorong percepatan reformasi struktural untuk memperkokoh fundamental dan memperbaiki struktur perekonomian.

3.1.4. Pengelolaan Utang Luar Negeri

Bank Indonesia secara berkala melakukan pemantauan perkembangan utang luar negeri (ULN) Indonesia yang meliputi ULN sektor publik (ULN) Pemerintah dan Bank Sentral serta ULN swasta. Selain itu, untuk mendukung proses formulasi kebijakan moneter, juga diselenggarakan survei manajemen risiko ULN sektor swasta pada 2014. Tujuan survei untuk memperoleh informasi upaya manajemen risiko yang dilakukan oleh sektor swasta dalam mengelola ULN. Selain itu survey juga bertujuan untuk memperoleh persepsi pelapor ULN swasta terhadap kondisi usaha, profitabilitas, dan rencana pembiayaan yang akan dilakukan dalam jangka waktu 6-12 bulan ke depan.

Sebagai perwujudan dari pelaksanaan transparansi informasi mengenai perkembangan utang luar negeri, Bank Indonesia bersama-sama dengan Kementerian Keuangan telah menerbitkan publikasi Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) dan Statistik Utang Sektor Publik Indonesia (SUSPI). SULNI menyajikan data utang luar negeri Pemerintah, Bank Indonesia dan sektor swasta. Sedangkan SUSPI terdiri dari data utang Pemerintah, BI dan BUMN, baik utang domestik maupun utang luar negeri.

Penyusunan SULNI dilatarbelakangi oleh kebutuhan informasi utang luar negeri Indonesia yang komprehensif, dapat dan mudah dibandingkan (comparable), serta terpercaya (realiable). Kebutuhan dimaksud juga didorong oleh kepentingan untuk melakukan monitoring bagi otoritas dan pelaku pasar dalam mengukur potensi risiko utang luar negeri yang dapat menjadi salah satu pemicu kerentanan (vulnerability) perekonomian Indonesia.

Bank Indonesia mendorong

pengelolaan ULN korporasi yang

dilandasi prinsip kehati-hatian,

melakukan monitoring

perkembangan ULN, dan

menatausahakan ULN Pemerintah.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

57Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Bagi Pemerintah dan Bank Indonesia, publikasi SULNI melalui website Bank Indonesia memberikan dorongan dalam penerapan good governance dalam pengelolaan utang luar negeri. Sementara bagi stakeholder domestik dan internasional, SULNI bermanfaat sebagai referensi utama, sehingga penilaian dapat dilakukan secara obyektif mengenai kondisi ULN Indonesia.

Penerbitan SUSPI (Public Sector Debt Statistics) dimaksudkan untuk memperkuat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan utang sektor publik. SUSPI berawal dari joint program antara World Bank dan IMF dalam penyediaan data utang sektor publik setiap negara dengan standar internasional yang comparable. Indonesia termasuk 101 negara yang menyepakati publikasi SUSPI setiap triwulan melalui website World Bank.

Untuk mendorong kehati-hatian korporasi dalam mengelola berbagai risiko terkait ULN-nya, pada triwulan IV-2014, Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan penerapan prinsip kehati-hatian korporasi non-bank dalam mengelola berbagai risiko terkait ULN20. Kemudian untuk pemantauan terhadap implementasi ketentuan tersebut, diterbitkan ketentuan pelaporannya21.

Sesuai amanat Undang-undang tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah terhadap pihak luar negeri. Sejalan dengan fungsi tersebut, penarikan utang luar negeri (ULN) selain ditujukan untuk

20 PBI No.16/21/PBI/2014 tanggal 29 Desember 2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan ULN Korporasi Non-bank.21 PBI No.16/22/PBI/2014 tanggal 31 Desember 2014 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa dan Pelaporan Kegiatan Penerapan

Prinsip Kehati-Hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Non-bank.

Tabel 3.1 Realisasi Pembayaran ULN Pemerintah

Tabel 3.2 Realisasi Penarikan ULN Pemerintah

��������������� ������

������ ���������������������������

��������� �����

���������� �

����� �������������������������� �����

�������� �

���� ��������������������������

��

�������

����� �����

����������������

������� ����

������� �

���� ��������������������

�������� �����

������ �

����� ���������������������������

���������� �

����

���������� �

����� �����

���������������������� �

��

��������� �

��� �������������������������� �����

������� �

���� ��������������������������� �����

��������� �

���� ��������������������������� �����

��������� �

��� ��� ��� ��� ����� ��� ��� ��� ��� ��������������������� ��� ��� ��� ���������� ����������� ���­�������� ��� ��� ��� �������� ����������������� ��������� �­������� ������� � ��� ������� � �������� � ��� �� �� �������� �

��������������� ������

��� ��� ��� ��� � ��� ��� ��� ��� ��� � ���������� ����� ������� ������� ������� ������� ������� ����� ������� ������� �������������������� ����� ����� ����� ������� ������� ���� � ��� ����� ������� �� ������������� ����� ����� ����� ����� ��� ��� ����� ����� ����� ����� ������ ���� ����� ����� ���� � ��� ����� ����� ���� ���� ������������� ���� �� �� �� �� ����� ������� � ��� ����� �� �� ����� ����������� � �� ���� �������� ������� �� ���� � �� ���� � �������� ��� ����� ������� ������� ������� ������� ������� ����� ������� ������� ������������������������������� ��������­�����������������������­­������������������������������

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

58Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

membiayai proyek, juga diperlukan untuk membiayai defisit APBN, dan pengelolaan portofolio utang, serta melakukan pembayaran ULN Pemerintah yang jatuh waktu.

Pada triwulan IV-2014, jumlah penarikan ULN Pemerintah yang ditatausahakan oleh Bank Indonesia mencapai USD1,6 miliar. Sedangkan total realisasi penarikan ULN Pemerintah selama 2014 tercatat sebesar USD10,5 miliar (Tabel 3.2).

Aspek utama dalam pembayaran ULN Pemerintah adalah terlaksananya pembayaran cicilan pokok dan bunga yang aman, akurat dan tepat waktu. Oleh karena itu, Bank Indonesia harus dapat menjamin ketersediaan valuta asing yang diperlukan Pemerintah untuk pembayaran utang tersebut.

3.1.5. Penerimaan Devisa Hasil Ekspor

Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan devisa utang luar negeri dapat menjadi sumber dana berkesinambungan bagi pembangunan nasional. Penempatan DHE dan devisa utang luar negeri melalui perbankan di Indonesia dapat memberikan kontribusi yang optimal secara nasional. Untuk itu, Bank Indonesia berupaya meningkatkan efektivitas pemantauan penerimaan DHE dan devisa utang luar negeri melalui perbankan di Indonesia.

Penerimaan DHE dari Januari sampai dengan November 2014 menunjukkan perkembangan yang semakin membaik. Nilai DHE yang masuk ke bank devisa dalam negeri secara kumulatif pada periode Januari sampai dengan November 2014 meningkat. Peningkatan baik secara nominal maupun pangsanya terhadap total nilai DHE dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Secara nominal, nilai DHE yang masuk ke bank devisa dalam negeri meningkat dari USD118.801,79 juta menjadi USD120.129,39 juta pada 2014. Sementara itu, pangsa terhadap total nilai DHE meningkat dari 84,74% menjadi 89,21% pada 2014. Sebaliknya DHE yang diterima melalui bank di luar negeri mengalami penurunan baik dari sisi nominal maupun pangsa terhadap total nilai DHE, yaitu dari USD21.398,18 juta (15,26% dari nilai DHE) menjadi USD14.535,10 juta (10,79% dari total DHE) dibandingkan periode yang sama tahun 2013.

Efektivitas implementasi kebijakan DHE ditempuh Bank Indonesia dengan melakukan pengawasan terhadap kepatuhan eksportir atas pemenuhan aturan DHE. Selama tahun 2014, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi administratif berupa denda tercatat sebanyak 2.309 eksportir, atau meningkat 247% dibanding tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 666 eksportir. Sementara itu, jumlah eksportir yang dikenakan sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor tahun 2014 tercatat sebanyak 645 eksportir atau meningkat 89% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 342 eksportir. Dari jumlah tersebut, sebanyak 126 eksportir telah dibebaskan dari sanksi penangguhan atas pelayanan ekspor, mengalami peningkatan 40% dibanding periode sebelumnya (90 eksportir).

Dalam rangka penguatan implementasi kebijakan DHE, dilakukan peningkatan kompetensi pelaksana serta komparasi implementasi kebijakan DHE di negara lain, yaitu di Argentina dan Tiongkok. Sementara untuk peningkatan efektifitas pelaksanaan kebijakan, dilakukan koordinasi dengan instansi terkait, yaitu Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, SKK Migas, dan BPK RI. Selanjutnya, peningkatan kualitas pelaporan Rincian Transaksi Ekspor (RTE) dilakukan antara lain melalui sosialisasi dan coaching clinic, baik kepada eksportir, bank, maupun terhadap kedutaan asing. Hal tersebut banyaknya Perusahaan Modal Asing (PMA) yang beroperasi di Indonesia dan melakukan kegiatan ekspor.

Nilai dan pangsa DHE

yang dikelola bank devisa

domestik terus meningkat pada

triwulan IV-2014 dan tahun

2014. Guna mendorong

eksportir untuk menempatkan

DHE di dalam negeri, Bank

Indonesia melakukan

sosialisasi dan bekerja sama

dengan instansi terkait.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

59Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

3.1.6. Pengelolaan Database Statistik dan Survei untuk Mendukung Perumusan Kebijakan

Guna mendukung perumusan kebijakan, Bank Indonesia melakukan kegiatan statistik, mengumpulkan data dan informasi dalam bidang ekonomi, keuangan dan moneter, menyusun laporan/analisis, serta menyelenggarakan berbagai jenis survei yang terkait dengan kondisi eksternal, keuangan, moneter dan sektor riil. Survei diselenggarakan terutama untuk mengetahui kondisi terkini sektor riil dan sektor keuangan.

Beberapa survei yang secara rutin dilakukan oleh Bank Indonesia antara lain adalah Survei Konsumen (SK), Survei Penjualan Eceran (SPE), Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Survei Harga Properti Residensial (SHPR), Survei Perbankan (SP), Survei Proyeksi Indikator Makro Ekonomi (SPIME), dan Survei Investasi Asing Langsung. Selain survei, Bank Indonesia juga melakukan in-depth interview kepada pelaku bisnis utama (key business persons) untuk memperoleh informasi dan pandangan terhadap kondisi perekonomian terkini dan ke depan.

Selain melakukan survei yang bersifat rutin, Bank Indonesia juga melakukan survei bertopik khusus yakni Survei Khusus Sektor Riil (SKSR). Selama tahun 2014, beberapa isu terkini di sektor riil yang digali melalui SKSR antara lain terkait topik: (i) dampak kenaikan suku bunga terhadap kinerja dan rencana investasi perusahaan; (ii) dampak perubahan suku bunga terhadap perilaku simpanan; (iii) perilaku penggunaan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK); (iv) survei preferensi pemilihan kartu kredit dan respons masyarakat terhadap rencana penerbitan kartu kredit domestik; dan (v) persepsi masyarakat terhadap ketersediaan uang pecahan Rupiah.

Dalam upaya meningkatkan kualitas survei, Bank Indonesia telah melakukan evaluasi beberapa kuesioner survei dan juga mengembangkan cakupan penyelenggaraan SHPR di pasar sekunder. Kegiatan tersebut dilakukan di Surabaya pada triwulan II-2014 dan di wilayah Makassar pada triwulan III-2014. Selain itu, pada triwulan II-2014 juga telah dilakukan perluasan cakupan Perkembangan Properti Komersial di wilayah Makassar.

Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan kualitas data statistik melalui pengembangan dan penyempurnaan metodologi kompilasi statistik, mengacu pada standar yang berlaku dan mendukung pemenuhan inisiatif data gaps G-20. Beberapa upaya yang dilakukan adalah (i) penyempurnaan statistik Financial Soundness Indicators (FSI) dan (ii) penyempurnaan yang terkait dengan data sektor eksternal yaitu implementasi Balance of Payments and International Investment Position Manual 6th Edition (BPM6) mulai publikasi statistik NPI triwulan II-2014 pada Agustus 2014 dan publikasi statistik Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia pada September 2014. Upaya lain adalah percepatan data realisasi APBD triwulanan yang dilakukan melalui pilot survei terhadap pemda di wilayah Jawa Timur bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan.

Di sektor eksternal, pada triwulan IV-2014, Bank Indonesia telah mempublikasikan data statistik NPI triwulan III-2014 dan statistik PII Indonesia triwulan III-2014. Publikasi disertai laporan lengkap yang menjelaskan secara komprehensif perkembangan eksternal. Selain itu, Bank Indonesia juga mempublikasikan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) untuk data periode Agustus s.d. Oktober 2014, serta data posisi cadangan devisa September sampai dengan November 2014.

Bank Indonesia melakukan berbagai jenis survey di sektor riil dan keuangan, serta menyempurnakan publikasi statistik sesuai standar internasional.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

60Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

3.2. Stabilitas Sistem Keuangan Pasca beralihnya fungsi pengaturan dan pengawasan bank dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia melakukan fungsi pengaturan dan pengawasan makroprudensial industri keuangan guna mendorong terwujudnya stabilitas sistem keuangan secara menyeluruh. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia melakukan pengaturan dan pengawasan makroprudensial, mengembangkan pasar dan akses keuangan, serta melakukan koordinasi dengan otoritas terkait dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis sektor keuangan.

3.2.1. Kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial 3.2.1.1. Pengaturan Makroprudensial

Pengaturan dan pengawasan makroprudensial yang dilakukan Bank Indonesia bertujuan untuk menjaga kesinambungan fungsi dan kegiatan operasional lembaga keuangan. Hal ini bertujuan guna mendukung kegiatan makroekonomi secara berkelanjutan, perkembangan industri dan sistem keuangan yang stabil, serta pertumbuhan sektor ekonomi dan kelompok masyarakat yang seimbang. Sesuai PBI tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial22, kebijakan makroprudensial ditujukan untuk mencegah dan memitigasi risiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, serta meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan.

Pada triwulan IV-2014, Bank Indonesia melakukan penyusunan pedoman pelaksanaan pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Selain itu, juga dilakukan evaluasi terhadap beberapa ketentuan yang telah diterbitkan sebelumnya termasuk review atas kelengkapan aturan pelaksanaannya. Hal tersebut dilakukan dengan mengacu pada perkembangan terkini di industri keuangan dan memperhatikan sinergi dalam pelaksanaan kewenangan terkait makroprudensial-mikroprudensial antara Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Beberapa ketentuan yang sedang dievaluasi yaitu:

1. Ketentuan loan to value (LTV)/financing to value (FTV). Evaluasi dilakukan untuk mengukur efektivitas ketentuan dan memperkuat implementasinya dari aspek hukum serta aspek teknis.

2. Ketentuan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). Evaluasi dilakukan untuk memastikan proses bisnis pemberian FPJP lebih efisien namun tetap prudent serta efektivitas koordinasi dengan otoritas terkait lainnya yaitu OJK.

3. Ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) khususnya GWM berbasis loan to deposit rasio (LDR). Evaluasi dilakukan diantaranya untuk menyesuaikan komponen pembentuk LDR dan mekanisme insentif guna mendorong intermediasi perbankan pada sektor tertentu.

Selain evaluasi ketentuan tersebut, Bank Indonesia juga sedang melakukan finalisasi konsep ketentuan transaksi repurchase agreement (repo) surat berharga syariah berdasarkan prinsip syariah. Dalam pelaksanaannya berkoordinasi secara intensif dengan Dewan Standar Akuntansi Syariah, Direktorat Jenderal Pajak, dan OJK.

22 Pasal 2 dalam PBI No. 16/11/PBI/2014 tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial tanggal 1 Juli 2014.

Bank Indonesia melakukan

penataan tugas di bidang

makroprudensial dengan

menerbitkan payung

hukum dan mengembangkan

infrastruktur pengawasan

makroprudensial.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

61Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

23 Common exposure yang berpotensi memberikan dampak sistemik antara lain apabila terdapat konsentrasi portofolio beberapa bank pada aset dan/atau kewajiban yang sama, sehingga menimbulkan potensi risiko yang sama.

3.2.1.2. Pengawasan Makroprudensial

Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial yang diterbitkan pada 1 Juli 2014 merupakan landasan hukum bagi pelaksanaan kewenangan Bank Indonesia di bidang Makroprudensial. Pengawasan makroprudensial oleh Bank Indonesia dilakukan melalui surveilans sistem keuangan dan pengawasan langsung (on-site). Surveilans dilakukan melalui pemantauan perkembangan kondisi sistem keuangan, identifikasi, dan analisis serta penilaian risiko sistem keuangan dalam rangka penilaian risiko sistemik.

Pemantauan perkembangan kondisi sistem keuangan dilakukan terhadap komponen-komponen sistem keuangan yang antara lain terdiri dari lembaga keuangan, pasar keuangan, sektor riil (korporasi dan rumah tangga), infrastruktur sistem keuangan, dan kondisi makroekonomi. Pemantauan difokuskan pada faktor-faktor yang merupakan sumber risiko sistemik dan pemicunya. Tujuan pemantauan untuk mendeteksi dan memberikan sinyal akumulasi ketidakseimbangan (imbalance) dan kerawanan (vulnerabilities) yang mungkin berdampak sistemik. Pemantauan terhadap lembaga keuangan diutamakan pada Domestic Systemically Important Banks (D-SIB) dan konglomerasinya.

Berdasarkan hasil pemantauan, dilakukan identifikasi dan penilaian risiko sistem keuangan antara lain untuk mengukur sensitivitas risk factor terhadap kinerja dan ketahanan (permodalan) bank. Identifikasi risiko sistemik dilakukan dengan mengenali sumber-sumber risiko serta memahami jalur transmisi risiko di sistem keuangan dengan menggunakan indikator-indikator sistem keuangan dan makroprudensial, termasuk early warning system. Berdasarkan transmisi risiko, potensi risiko sistemik dapat diidentifikasi dengan menganalisis risk taking behavior yang tercermin pada portofolio dan eksposur institusi keuangan yang berpotensi menciptakan ketidakseimbangan (imbalances) atau tekanan (stress) pada sistem keuangan.

Penilaian risiko sistem keuangan dilakukan dengan menggunakan sejumlah alat ukur, antara lain stress testing serta pembentukan dan pengukuran indeks yang dikombinasikan dengan penetapan threshold model. Di samping itu, pemodelan untuk mengukur dampak sistemik dan berbagai model pengukuran risiko sistemik lainnya juga digunakan dalam menilai risiko sistem keuangan. Untuk meyakini risiko sistemik yang bersumber dari kegiatan usaha bank, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan (on-site) terhadap D-SIB dan/atau bank lainnya yang memiliki common exposure23 yang berpotensi memberikan dampak sistemik. Dalam pengawasan makroprudensial, Bank Indonesia tidak menetapkan tingkat kesehatan bank secara individual.

Dalam rangka memperkuat dan mendorong terwujudnya Stabilitas Sistem Keuangan, sampai dengan triwulan IV-2014 Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Pengembangan sistem informasi sektor keuangan, meliputi bank, industri keuangan non-bank, dan pasar keuangan. Pengembangan sistem informasi yang terintegrasi ini dilakukan berkoordinasi dengan OJK dan ditujukan untuk mendukung kebijakan makroprudensial.

b. Penyusunan Handbook Pengawasan Makroprudensial dan pelaksanaan berbagai riset pengembangan indikator dan tools serta riset persiapan kebijakan makroprudensial.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

62Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

c. Penyusunan framework perijinan dan pengawasan Sistem Pembayaran (SP) yang meliputi Kartu ATM/Debet, Kartu Kredit, Uang Elektronik, dan Transfer Dana.

Dalam rangka memperkuat dan mendorong terwujudnya Stabilitas Sistem Keuangan melalui pengawasan makroprudensial yang efektif dalam menjaga ketahanan, intermediasi, dan efisiensi sistem keuangan nasional, pada triwulan IV–2014 telah dilakukan:

a. Penyusunan draf PDG Kerangka Kebijakan Makroprudensial, draf SE Intern Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial yang direncanakan selesai pada 2015. PDG dan SE ini akan menjadi landasan hukum bagi pelaksanaan kewenangan Bank Indonesia di bidang makroprudensial.

b. Penyelesaian tiga kajian pengembangan tools dan indikator untuk mendukung macroprudential surveillance, yaitu Financial Macroeconometric Model (FMM), Transmisi Risiko Sistemik, dan financial cycle dan countercyclical capital buffer (CCB).

c. Penyelesaian Arsitektur Bisnis Sistem Informasi Makroprudensial sebagai dasar pengembangan sistem informasi makroprudensial di Bank Indonesia dan pembangunan sistem informasi sektor keuangan yang meliputi bank, industri keuangan non-bank, dan pasar keuangan, berkoordinasi dengan OJK.

d. Penyelesaian framework perijinan dan pengawasan Sistem Pembayaran (SP) beserta pedoman pelaksanaannya. Cakupan framework Perizinan Sistem Pembayaran meliputi Izin Penyelenggaraan Kartu ATM/Debet, Kartu Kredit, Uang Elektronik, dan Transfer Dana. Cakupan framework pengawasan sistem pembayaran meliputi pengertian, tujuan, aspek legal, prinsip, obyek, fokus, mekanisme, tools, dan organisasi pengawasan Sistem Pembayaran.

3.2.2. Pengembangan Ekonomi Syariah

Bank Indonesia memegang peranan yang sangat penting dalam pengembangan perbankan syariah selama satu dekade terakhir ini. Hal ini diawali dengan diakuinya operasi perbankan yang dapat dilakukan secara bagi hasil dalam Undang-Undang Perbankan24

hingga pengesahan Undang-Undang Perbankan Syariah25. Bank Indonesia senantiasa konsisten mendampingi proses pengembangan perbankan syariah hingga pengalihan fungsi pengaturan dan pengawasan bank ke OJK pada Desember 2013, yang pada saat itu share perbankan syariah telah mencapai 4,7%.

Dengan adanya pengalihan tersebut, bukan berarti Bank Indonesia tidak lagi berperan aktif di dalam pengembangan keuangan syariah. Sampai dengan triwulan IV-2014, Bank Indonesia masih tercatat sebagai anggota pada beberapa forum internasional di bidang keuangan syariah sebagai berikut:

a. Islamic Financial Services Board (IFSB); IFSB merupakan international standard setting body yang mengeluarkan standar prudensial dan guiding principles untuk industri keuangan syariah secara global. Bank Indonesia merupakan salah satu negara anggota dari IFSB yang terlibat dalam penyusunan Core Principles for Islamic Finance Regulation (CPIFR) dan task force untuk Prudential Structural Indicator for Islamic Financial Institutions (PSIFIs).

Bank Indonesia berperan

aktif dalam pengembangan

ekonomi syariah dengan

menginisiasi kerja sama

standardisasi zakat internasional dan

menyelenggarakan pertemuan

tahunan Organization for

IslamicCooperation.

24 Undang-undang tentang Perbankan No. 10 tahun 1998.25 Undang-undang tentang Perbankan Syariah No. 21 tahun 2008.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

63Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

b. International Islamic Liquidity Market (IILM); IILM merupakan institusi yang didirikan oleh bank sentral, otoritas moneter, dan lembaga multilateral untuk mengeluarkan cross border short term sukuk dalam rangka memenuhi kebutuhan manajemen likuiditas perbankan syariah. Bank Indonesia merupakan salah satu negara anggota yang terlibat dalam technical committee untuk Risk Management Standard Operating Procedures.

c. International Islamic Financial Market (IIFM); IIFM merupakan international standard setting body yang mengeluarkan standar terkait pasar modal syariah dan pasar uang syariah. Bank Indonesia merupakan salah satu negara anggota yang terlibat dalam memberikan penilaian dan input terkait dokumentasi dan standardisasi produk pasar modal syariah dan pasar uang syariah.

Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan pengembangan ekonomi syariah dengan inisiasi penyusunan standarisasi zakat internasional yang dimulai pada tanggal 27-28 Agustus 2014. Bekerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Islamic Research and Training Institute, Islamic Development Bank (IRTI-IDB), telah dilakukan pertemuan antar otoritas zakat di beberapa negara Organization of Islamic Cooperation (OIC) seperti Malaysia, Singapura, Pakistan, Indonesia, Sudan, Afrika Selatan, dan Saudi Arabia. Pertemuan ini sudah ditindaklanjuti dalam pertemuan ke-2 pada November 2014 dalam serangkaian kegiatan pertemuan tahunan OIC 2014 di Surabaya.

Pada prinsipnya, tujuan dari penyusunan standarisasi zakat adalah untuk meningkatkan tata kelola pengawasan zakat yang efektif. Zakat core principles diharapkan akan menjadi pedoman umum bagi regulator atau pengelola zakat dalam merumuskan aturan, atau perangkat infrastruktur lainnya. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan dan mempersiapkan pengawasan zakat yang efektif, sehingga tercipta pengelolaan zakat yang sehat, baik dari sisi pengumpulan maupun pendistribusian. Alasan utama keterlibatan Bank Indonesia dalam kegiatan ini, erat kaitannya dengan fungsi bank sentral yaitu :

1. Turut memelihara kestabilan sistem keuangan

Zakat selama ini dianggap sebagai sektor sosial yang berada di luar sektor keuangan. Namun, apabila dilihat fungsi dan manfaat zakat, pada dasarnya zakat merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk financial safety net pada saat negara terkena krisis ekonomi dan keuangan. Selain itu, zakat juga memiliki fungsi untuk memecah tingkat konsentrasi penyaluran dana pada golongan tertentu saja. Oleh karenanya, dapat tercipta perluasan akses keuangan (financial inclusion) dengan memanfaatkan dana-dana zakat untuk tujuan produktif, yang dalam jangka panjang akan membantu terpeliharanya stabilitas sistem keuangan.

Selain itu, saat ini Islamic Development Bank (IDB) sedang mengembangkan suatu framework untuk menilai kesehatan suatu sistem keuangan di satu negara, yang dikenal dengan Islamic Financial Sector Assessment Program (IFSAP). Dalam IFSAP ini, sektor zakat turut dipertimbangkan untuk menilai kondisi sistem keuangan suatu negara.

2. Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah

Upaya pemanfaatan zakat untuk sektor produktif tidak hanya memberikan dampak untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, tetapi juga dapat digunakan untuk meningkatkan basis produksi. Upaya peningkatan basis produksi ini diharapkan akan meningkatkan supply produksi sehingga harga komoditi dapat ditekan dan inflasi terjaga. Pemanfaatan zakat kepada 4 golongan asnaf pertama yang utamanya digunakan untuk konsumsi akan mendorong tingkat permintaan. Selanjutnya diharapkan akan mendorong investasi dan produksi sehingga pada akhirnya inflasi dapat terjaga.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

64Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Pada triwulan IV-2014, Bank Indonesia menyelenggarakan kegiatan Organisation of Islamic Cooperations (OIC) di Surabaya. Rangkaian kegiatan yang diselenggarakan adalah sebagai berikut:

1. Melakukan pertemuan international working group zakat core principles ke-2

Menindaklanjuti pertemuan sebelumnya, Bank Indonesia melakukan pembahasan penyempurnaan naskah akademis zakat core principles dengan anggota working group antara lain mengenai pentingnya pengukuran kinerja lembaga zakat secara kuantitatif maupun kualitatif.

2. Nota Kesepahaman tentang zakat working group dan capacity building di Surabaya

Penandatanganan MoU antara Bank Indonesia dan IDB, menyepakati dukungan IDB dalam pelaksanaan pertemuan anggota International Working Group on Core Principles of Zakat System (IWGCPZS) selama satu tahun ke depan dan penyediaan tenaga ahli (capacity building) untuk pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.

3. Talkshow Pemberdayagunaan Zakat

Talkshow ini mengusung tema optimalisasi pemanfaatan zakat sebagai katalisator pertumbuhan usaha mikro nasional. Kegiatan talkshow ini merupakan wadah sosialisasi kepada target muzaki26 dan target mustahik22 untuk meningkatkan pemahaman mengenai pentingnya berzakat guna memperbaiki perekonomian sektor riil. Sebagai salah satu sumber dana murah (low-cost fund), zakat berpotensi untuk menggerakkan roda pertumbuhan usaha mikro. Talkshow ini juga menggali feedback dari masyarakat umum khususnya pelaku bisnis mikro mengenai akses pemanfaatan sumber pembiayaan zakat, sehingga penyusunan skim pembiayaan bagi usaha mikro sesuai dengan karakteristik local wisdom dan porsi kebutuhan yang tepat.

BOKS

BOKS

Kerja Sama Negara Islam dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan

Keterlibatan Bank Indonesia dalam kerja sama dengan negara Islam merupakan perwujudan peran bank sentral dalam mendorong setiap sektor ekonomi yang berpotensi untuk mendukung program pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Bank Indonesia menjalin kerja sama dengan negara Islam dalam bentuk pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Hal tersebut bertujuan guna menjaga stabiltas sistem keuangan dan menopang pembangunan ekonomi nasional. Bank Indonesia menyelenggarakan pertemuan tahunan Organisation of Islamic Cooperation (OIC) yang terdiri dari Expert Group Meeting Workshop dan OIC Governors Meeting pada November 2014 di Surabaya. Pertemuan OIC dengan tema “Dealing with Financial Stability Risks: Macro-prudential Policy and Financial Deepening in Islamic Finance” sejalan dengan peran Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan pengawasan makroprudensial.

26 Muzaki adalah orang yang berkewajiban membayarkan zakat karena memiliki harta yang melebihi ukuran tertentu.27 Mustahik adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat atau infak/sedekah.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

65Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

BOKS

Pertemuan tersebut dihadiri oleh peserta dari bank sentral atau otoritas keuangan negara-negara OIC, kementerian luar negeri dan keuangan, organisasi internasional (OIC, SESRIC, World Bank, IDB), International working group on zakat core principles, dan Bank Syariah. Dalam pelaksanaan Expert Group Meeting Workshop menghadirkan ahli ekonomi dan keuangan syariah internasional untuk membahas implementasi kerangka kebijakan makroprudensial, Islamic Financial Sector Assesment Program (IFSAP), dan peran zakat dan wakaf dalam pendalaman pasar keuangan syariah. Serangkaian pertemuan OIC 2014 menghasilkan communique yang antara lain menitikberatkan pada area kerja sama sebagai berikut:

(i) Kooperasi dan kolaborasi antar negara Islam dalam bentuk bantuan teknis (technical assistance) dan penyediaan tenaga ahli (capacity building) dalam kerangka kebijakan makroprudensial dengan mempertimbangkan potensi cross-border spill-over dari pelemahan ekonomi global.

(ii) Kerja sama dalam pengembangan standar internasional dengan lembaga internasional seperti Islamic Financial Services Board (IFSB), World Bank Global Islamic Finance Development Centre, dan Islamic Development Bank (IDB) dalam konteks pengembangan kerangka kebijakan makroprudensial dan stabilitas sistem keuangan.

(iii) Kerja sama untuk optimalisasi dan revitalisasi sektor sosial (zakat & wakaf ) dalam rangka meningkatkan financial inclusion di negara-negara Islam.

3.2.3. Pendalaman Pasar Keuangan (Syariah dan Pasar Valas)

Pasar keuangan merupakan elemen penting dalam sistem perekonomian sebagai alternatif sumber pembiayaan pembangunan, platform manajemen likuiditas dan manajemen risiko, serta katalisator bagi efektivitas transmisi bauran kebijakan. Pasar keuangan yang dalam dan berfungsi dengan baik umumnya tercermin pada ketersediaan likuiditas yang memadai, kemudahan dalam pelaksanaan transaksi, harga yang wajar, dan risiko yang minimal sehingga kondusif untuk menjaga stabilitas perekonomian.

Untuk memperkuat strategi guna mewujudkan pasar keuangan yang dalam dan efisien, Bank Indonesia telah melaksanakan beberapa program prioritas berdasarkan lima pilar strategi pengembangan pasar keuangan, yaitu (i) pengembangan pasar dan instrumen, (ii) regulasi dan standardisasi, (iii) penguatan infrastruktur sistem, (iv) penguatan peran kelembagaan, serta (v) peningkatan pemahaman dan edukasi kepada stakeholders.

Beberapa program prioritas yang terkait dengan pendalaman dan pengembangan pasar keuangan telah dilakukan oleh Bank Indonesia tahun 2014, dengan perkembangan sebagai berikut:

1. Fasilitasi perluasan penggunaan kontrak standar dalam transaksi repo antar bank dalam bentuk Mini Master Repurchase Agreement (Mini MRA).

Implementasi mini MRA merupakan salah satu upaya Bank Indonesia untuk mendukung pendalaman pasar uang rupiah. Upaya tersebut dilakukan dengan cara mendorong penggunaan kontrak standar dalam transaksi repo antar bank. Dengan kemudahan bertransaksi, diharapkan pasar uang antar bank akan lebih berkembang dan dapat memberikan fleksibilitas yang lebih tinggi bagi perbankan dalam pengelolaan likuiditas.

Bank Indonesia mendorong pendalaman pasar keuangan melalui pengembangan instrumen, penyempurnaan regulasi, penguatan infrastruktur dan kelembagaan, serta kerja sama lintas pihak.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

66Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Pada 18 Desember 2013, Bank Indonesia telah memfasilitasi kesepakatan bersama antar delapan bank dalam rangka penerapan Mini MRA. Selanjutnya, pada 13 Februari 2014, Bank Indonesia kembali memfasilitasi upaya perluasan kesepakatan mini MRA dengan 38 bank lainnya.

Seiring dengan terbentuknya kesepakatan penggunaan mini MRA dalam transaksi repo, perkembangan transaksi repo pasca Mini MRA meningkat signifikan. Rata-rata harian transaksi repo meningkat dari semula Rp598 miliar pada tahun 2013 menjadi Rp792 miliar pada tahun 2014. Suku bunga transaksi repo yang bersifat collateralized juga cenderung berada di bawah suku bunga transaksi uncollateralized untuk tenor yang sama.

2. Pembentukan komite pasar keuangan dan penyusunan market code of conduct

Dalam rangka mendukung akselerasi pendalaman pasar keuangan, Bank Indonesia menginisiasi pembentukan komite pasar keuangan (Indonesia Foreign Exchange Market Committee/IFEMC)28. Secara kelembagaan, keanggotaan komite terdiri dari Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, perwakilan bank, asosiasi dealer (Association Cambsite International/ACI Indonesia), dan Ikatan Bankir Indonesia (IBI). Pembentukan komite ini bertujuan untuk mendorong perkembangan pasar keuangan yang dalam dan efisien, serta memperkuat integritas dan reputasi pasar keuangan Indonesia guna mendukung pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan.

Untuk meningkatkan kredibilitas pasar keuangan Indonesia, IFEMC telah menyusun dan menetapkan Financial Market Code of Conduct (CoC) sebagai acuan best practices di pasar keuangan. Dengan adanya market conduct, diharapkan pelaku pasar dapat lebih memahami ketentuan terkait pasar keuangan dan memiliki standar integritas dan profesionalisme yang tinggi sesuai best market practices. Pasar keuangan yang dalam dan efisien dapat terwujud dengan didukung kepatuhan pelaku pasar terhadap semua kebijakan dan prosedur internal serta peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

3. Penyempurnaan ketentuan transaksi valuta asing terhadap rupiah

Dalam rangka mendorong pendalaman pasar valas domestik, pada triwulan III-2014 Bank Indonesia telah melakukan penyempurnaan beberapa ketentuan mengenai transaksi valas terhadap Rupiah. Penerbitan dua ketentuan yakni PBI tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik29 dan PBI tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing30 bertujuan untuk memberikan acuan yang lebih jelas dan fleksibilitas kepada pelaku pasar. Kedua ketentuan tersebut merangkum dan mengelaborasi beberapa ketentuan transaksi valas yang telah dicabut, serta memberikan kelonggaran terkait underlying transaksi dan penyelesaian transaksi derivatif secara netting untuk perpanjangan (rollover), percepatan penyelesaian (early termination), dan pengakhiran transaksi (unwind). Relaksasi ketentuan dimaksud tetap dalam koridor mendukung aktivitas ekonomi di sektor riil dan meminimalkan transaksi yang bersifat spekulatif. Pasca pemberlakuan ketentuan dimaksud, tercatat sejumlah 11 bank telah melakukan transaksi netting.

28 Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia No. 16/1/SK GBI/ 2014 tanggal 1 April 2014 tentang Pembentukan Komite Pasar valutas Asing (Indonesia Foreign exchange Market Committee).

29 PBI No. 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik.30 PBI No. 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

67Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

4. Penyusunan framework pendalaman pasar keuangan

Bank Indonesia melalui Task Force Pendalaman Pasar Keuangan menyusun framework pendalaman pasar keuangan. Hal tersebut bertujuan untuk memastikan program pendalaman dan pengembangan pasar keuangan berjalan efektif dan dapat diimplementasikan dalam menghadapi tantangan perekonomian. Pada tahap awal, Bank Indonesia bekerja sama dengan Technical Assistance (TA) IMF telah menyusun framework pendalaman pasar keuangan yang lebih difokuskan pada pengembangan pasar uang dalam kerangka operasi moneter. Ke depan, framework pendalaman pasar keuangan yang disusun akan memiliki cakupan lebih luas dan meliputi seluruh pasar keuangan yang ada. Untuk itu, diperlukan kerja sama dan dukungan seluruh stakeholders dalam menyusun framework yang baik dan kredibel sebagai acuan pelaku ekonomi.

5. Penguatan koordinasi lintas otoritas

Untuk mendorong percepatan pendalaman pasar keuangan, Bank Indonesia memperkuat kerja sama lintas otoritas yang terkait dengan pendalaman pasar keuangan. Salah satu upaya yang dilakukan Bank Indonesia adalah dengan menginisiasi pembentukan Forum Koordinasi Pendalaman Pasar Keuangan. Forum ini merupakan forum koordinasi, kerja sama, dan pertukaran informasi antar otoritas dan lembaga yang berkepentingan dalam upaya pendalaman pasar keuangan Indonesia. Melalui forum ini, diharapkan upaya pendalaman pasar keuangan yang dilakukan oleh masing-masing otoritas dapat berjalan searah, saling mendukung, dan efisien. Pertemuan awal terkait pembentukan forum ini telah dilakukan tanggal 4 Desember 2014 di Bank Indonesia. Pertemuan tersebut dihadiri oleh OJK, DJPU, LPS, Bappenas, DJP, BKF, dan Kementrian BUMN. Pembentukan forum ini secara formal akan dilakukan pada triwulan I-2015.

Dalam rangka memitigasi risiko pergerakan nilai tukar, Bank Indonesia berperan aktif dalam mendorong pelaku ekonomi khususnya BUMN untuk melakukan kegiatan lindung nilai (hedging). Transaksi lindung nilai telah menjadi best practices di berbagai negara. Namun pelaksanaannya di Indonesia masih mengalami tantangan yang terutama disebabkan adanya pandangan kerugian negara atas selisih rugi transaksi lindung nilai, serta kesiapan SDM dan infrastruktur.

Untuk memperjelas aturan pelaksanaan kegiatan lindung nilai, Bank Indonesia bersama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Kejaksaan, dan Kepolisian telah membentuk Tim Teknis. Pembentukan tim tersebut dalam rangka melakukan pendalaman dan penyamaan pandangan terkait transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan transaksi lindung nilai oleh BUMN.

Guna memberikan acuan kepada masing-masing instansi dalam mengatur pelaksanaan hedging, telah disusun Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) Kegiatan Lindung Nilai. Selanjutnya pada 16 Oktober 2014, Kementerian BUMN menyampaikan surat kepada seluruh BUMN agar menjadikan SOP tersebut sebagai panduan dalam pelaksanaan transaksi lindung nilai.

Upaya pendalaman pasar keuangan oleh Bank Indonesia juga mencakup pasar keuangan syariah yang meliputi pengembangan instrumen dan pasar. Saat ini, Bank Indonesia tengah menyiapkan fasilitas transaksi repo syariah dengan instrumen Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) untuk melengkapi repo syariah dengan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Penyediaan transaksi repo antar bank syariah diharapkan mampu mendorong pengelolaan likuiditas perbankan syariah agar lebih efektif dan efisien.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

68Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Bank Indonesia juga telah menyusun berbagai kajian untuk mendukung upaya pendalaman pasar keuangan. Salah satunya adalah penyempurnaan pengaturan transaksi Sertifikat Deposito (Negotiable Certificate of Deposit/NCD). Untuk mendukung perkembangan transaksi derivatif, Bank Indonesia saat ini tengah melakukan penyempurnaan metodologi dan perhitungan suku bunga acuan jangka pendek (Jakarta Interbank Offered Rate/JIBOR). Tersedianya suku bunga acuan yang kredibel merupakan salah satu prasyarat untuk mendorong perkembangan transaksi derivatif di pasar keuangan.

3.2.4. Program Keuangan yang Inklusif (Financial Inclusion)

Dalam rangka peningkatan akses keuangan bagi masyarakat, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan keuangan inklusif. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mencapai kesejahteraan ekonomi melalui pengurangan kemiskinan, pemerataan pendapatan, dan stabilitas sistem keuangan di Indonesia. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia bersinergi dengan kementerian, perbankan, lembaga domestik dan international. Kegiatan yang dilakukan hingga triwulan IV-2014 adalah sebagai berikut:

1. TabunganKu dan Basic Saving Account lainnya.

Program ini bertujuan mendorong ketersediaan dan pemanfaatan produk tabungan yang cocok untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Berdasarkan data pada Desember 2014, rekening TabunganKu dan Basic Saving Account lainnya tercatat sejumlah 12,41 juta atau meningkat 16,9% (yoy) dibandingkan dengan Desember 2013 yang tercatat sejumlah 10,62 juta rekening. Rata-rata saldo rekening TabunganKu dan Basic Saving Account pada Desember 2014 adalah sebesar Rp709.543,-.

Dalam rangka mendorong peningkatan jumlah rekening dan nominal Tabunganku serta Basic Saving Account, Bank Indonesia melakukan koordinasi dengan OJK, anggota pokja TabunganKu, dan Kementerian terkait. Beberapa hal yang menjadi isu utama antara lain adalah penggunaan Know Your Customers yang disederhanakan dan edukasi menabung yang masih perlu disosialisasikan baik kepada masyarakat maupun kepada stakeholder terkait. Dalam rangka implementasi program Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai) oleh OJK, Bank Indonesia bekerja sama dengan OJK untuk mengintegrasikan produk TabunganKu dalam kegiatan tersebut.

2. Pelaksanaan Edukasi Keuangan kepada Masyarakat

Tujuan edukasi keuangan adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam melakukan pengelolaan keuangan. Dengan semakin meningkatnya kemampuan pengelolaan keuangan, masyarakat diharapkan memiliki kebiasaan menabung. Masyarakat yang menjadi target edukasi keuangan Bank Indonesia dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu masyarakat unbanked (masyarakat yang sama sekali belum memiliki akses kepada lembaga keuangan) dan masyarakat underbanked (masyarakat yang sudah menjadi nasabah bank, namun menggunakan layanan secara terbatas atau masyarakat yang masih mengandalkan jasa keuangan non-formal. Contoh: nasabah yang memiliki tabungan, namun belum menggunakan layanan kredit, internet banking, atau layanan perbankan lainnya secara optimal.

Edukasi keuangan Bank Indonesia diprioritaskan kepada segmen tertentu seperti Tenaga Kerja Indonesia (TKI), pelajar (SD, SMP, SMA setingkat, dan mahasiswa), petani, nelayan, pedagang, perempuan pekerja rumahan (homeworkers), dan masyarakat di

Perluasan akses

keuangan yang inklusif

ditempuh melalui sinergi

dengan instansi

terkait dan pemanfaatan

Layanan Keuangan

Digital.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

69Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

wilayah perbatasan dan kepulauan. Melanjutkan kegiatan edukasi sebelumnya, pada triwulan IV–2014 dilakukan:

a. Koordinasi dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), World Bank, International Labour Organization (ILO) dan Tifa Foundation dalam rangka pelaksanaan pilot project modul edukasi keuangan melalui kegiatan bagi Training of Beneficiary (ToB) bagi TKI dan Training of Trainers (ToT) bagi pelatih TKI di Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLK LN), serta melakukan review dan penyempurnaan modul edukasi keuangan bagi petani.

b. Pelaksanaan edukasi keuangan kepada petani, Perempuan Pekerja Rumahan (PPR), dan Nelayan.

c. Pelaksanaan edukasi keuangan melalui kegiatai Training for Trainers (ToT) kepada: (i) pengurus Lembaga Keuangan Desa (LKD) mengenai pengelolaan keuangan dan kewirausahaan di Gorontalo; (ii) ToT kepada Perempuan Pekerja Rumahan (PPR) di Provinsi DI Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara, (iii) penyuluh perikanan mengenai pengelolaan keuangan Edukasi Keuangan di Palembang; (iv) calon TKI di Jakarta Timur, (v) pelatih di BLK LN di Malang dan Tangerang, dan (vi) TKI yang sedang mengikuti Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) di Bekasi, Tangerang, dan Mataram.

3. Kampanye Gerakan Indonesia Menabung (GIM)

Kampanye GIM merupakan upaya bersama yang dilakukan oleh Bank Indonesia, perbankan dan, stakeholder di beberapa KPwDN terkait untuk melakukan edukasi keuangan kepada masyarakat. Kegiatan ini juga disinergikan dengan program pengembangan UMKM melalui penyediaan Bazar UMKM yang menjadi binaan Bank Indonesia dan perbankan. Dalam pelaksanaannya melibatkan perbankan di daerah dan Pemerintah daerah setempat, baik sebagai narasumber maupun sebagai penyelenggara. Kegiatan GIM juga disinergikan dengan kegiatan edukasi keuangan.

4. Pengembangan Layanan Keuangan Digital (LKD)

LKD adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga. Dalam kegiatannya menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile atau web dalam rangka keuangan inklusif. Penyediaan akses ini diharapkan menjadi entry point masyarakat yang belum mengenal bank untuk masuk ke dalam sistem keuangan dan sekaligus meningkatkan efisiensi transaksi keuangan.

Sebagai dasar pelaksanaan LKD, Bank Indonesia telah menerbitkan Surat Edaran (SE) tentang Penyelenggaraan LKD Dalam Rangka Keuangan Inklusif Melalui Agen LKD Individu31. Selama triwulan IV–2014, sebagai upaya memperkenalkan LKD kepada masyarakat, Bank Indonesia menyelenggarakan sosialisasi dan kampanye, serta edukasi LKD. Selain itu, Bank Indonesia melalui KPwDN telah melakukan kajian pemetaan identifikasi potensi daerah untuk meningkatkan LKD. Beberapa KPwDN juga telah melakukan penjajakan dengan pihak ketiga untuk mendukung pelaksanaan kegiatan, diskusi dengan perbankan, kegiatan sosialisasi dan pengumpulan data pendukung, serta identifikasi pihak yang layak menjadi agent di daerah klaster.

31 SE Ekstern No.16/12/DPAU tanggal 22 Juli 2014 Perihal Penyelenggaraan LKD Dalam Rangka Keuangan Inklusif Melalui Agen LKD Individu.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

70Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

5. Fasilitasi Penyaluran Bantuan Pemerintah Kepada Masyarakat Melalui LKD

Program ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyaluran bantuan Pemerintah menggunakan uang elektronik melalui agen individu dan sekaligus mendukung Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT). Adapun bantuan Pemerintah yang disalurkan terdiri dari dua program yaitu: (i) penyaluran bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), dan (ii) bantuan tunai Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS).

Pelaksanaan penyaluran bantuan PKH dilakukan menggunakan uang elektronik melalui agen LKD Individu. Penyaluran bantuan PSKS dilakukan menggunakan uang elektronik melalui agen LKD Individu dengan target sebanyak 1 juta keluarga dalam bentuk simpanan giro pos sebanyak 14,5 juta keluarga.

Wilayah uji coba penyaluran bantuan PKH menggunakan uang elektronik melalui agen individu dilakukan di empat provinsi, yakni Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan NTT. Sementara itu, penyaluran PSKS dilakukan di 19 kabupaten/kota di Indonesia. Berdasarkan hasil monitoring penyaluran bantuan tersebut, masyarakat penerima PKH berpendapat penggunaan agen LKD lebih aman, nyaman, dan dekat dengan lokasi pemukiman penerima.

6. Penyediaan Sistem Informasi Harga Bagi Petani dan Nelayan (SIPN)

Program ini bertujuan untuk membantu petani dan nelayan dengan mengurangi asimetris informasi sehingga membantu meningkatkan produktivitas dan posisi tawar di tingkat produsen. SIPN memberikan informasi terkini mengenai harga jual produk pertanian, cara bercocok tanam yang tepat, cuaca, serta penyedia dan pembeli melalui telepon genggam dan website.

Kegiatan yang telah dilaksanakan sampai dengan triwulan IV–2014 adalah: (i) penyusunan model bisnis yang sesuai kebutuhan pengguna dengan harga layanan yang terjangkau dan sustainable khususnya bagi penyedia layanan informasi, (ii) identifikasi kebutuhan informasi 294 petani yang menjadi responden pilot project SIPN di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Jawa Barat, dan Yogyakarta. Selanjutnya, akan dilaksanakan pilot project melalui koordinasi dan kerja sama antara Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian setempat, Pemerintah Daerah, perusahaan telekomunikasi (telco), dan Bank Indonesia.

7. Pengembangan Financial Identity Number (FIN)

Program ini bertujuan untuk meningkatkan layanan keuangan perbankan kepada masyarakat melalui penyediaan database unbanked people yang dapat diakses oleh institusi keuangan. FIN merupakan nomor yang bersifat unik, sederhana, dan melekat yang diberikan kepada masyarakat umum yang memiliki keterbatasan akses keuangan. FIN diberikan dalam bentuk kartu yang dapat ditunjukkan kepada lembaga keuangan untuk mengakses database FIN melalui sistem aplikasi yang dikembangkan oleh Bank Indonesia.

Sampai dengan triwulan IV-2014, telah dilakukan penyesuaian mekanisme pengumpulan data FIN yang semula melalui survey menjadi dilakukan melalui agen LKD Individu. Dalam kegiatan ini juga dilakukan penyesuaian terhadap kuesioner, sehingga lebih memudahkan masyarakat dalam memberikan informasi baik terkait data pokok, pribadi, demografi dan keuangan dasar (antara lain pendapatan, pengeluaran, keuntungan dan aset pribadi).

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

71Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

8. Pengembangan dan Pelaksanaan Strategi Nasional Keuangan Inklusif

Guna menetapkan arah dan meningkatkan sinergi kegiatan pengembangan keuangan inklusif, Bank Indonesia bersama-sama dengan Kementerian Keuangan, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyusun Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Sebagai landasan SNKI yang pelaksanaannya melibatkan berbagai otoritas, diperlukan mekanisme koordinasi dan dasar hukum yang kuat. Untuk itu, pada triwulan IV-2014, Bank Indonesia melaksanakan kegiatan sebagai berikut:

a. Mendorong pembentukan Forum Koordinasi Keuangan Inklusif dan forum sharing informasi untuk pengembangan dan pelaksanaan SNKI. Dalam pelaksanaannya berkoordinasi dengan kementerian terkait.

b. Menyusun Indikator Keuangan Inklusif di Indonesia.

c. Menyusun usulan Rancangan Peraturan Presiden mengenai Keuangan Inklusif. Dalam pengaturan tersebut memuat pengaturan mengenai pembentukan forum koordinasi dan penggunaan SNKI sebagai pedoman bersama.

d. Menyusun usulan pembentukan taskforce keuangan inklusif di intern Bank Indonesia dan lintas kementerian.

e. Menyusun konsep MoU lintas kementerian dan otoritas terkait (Bank Indonesia, Kemenkeu dan OJK) sebagai dasar pelaksanaan koordinasi pengembangan keuangan inklusif.

3.2.5. Penguatan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Pentingnya kontribusi sektor riil dan UMKM terhadap perekonomian dan stabilitas sistem keuangan, mendorong Bank Indonesia untuk turut aktif memperkuat sektor riil dan memberdayakan UMKM. Upaya tersebut diwujudkan melalui kegiatan penelitian, pengembangan klaster komoditas pangan, dan kegiatan lain yang ditujukan untuk meningkatkan kapabilitas pelaku usaha dan mendorong perbankan menyalurkan kredit kepada UMKM.

3.2.5.1. Penelitian dan Pengembangan dalam rangka Peningkatan Akses Kredit atau Pembiayaan UMKM

Bank Indonesia melakukan berbagai penelitian dan pengembangan guna meningkatkan kapabilitas UMKM dalam mengakses kredit atau pembiayaan. Selama periode triwulan IV-2014, telah dilakukan berbagai kegiatan antara lain:

a. Melakukan penelitian skema pembiayaan pertanian komoditas pangan dengan menggunakan pendekatan Analisis Value Chain Financing (VCF) khususnya pada tiga komoditas yaitu beras, cabai, dan bawang merah. Hasil penelitian tersebut telah dibahas dengan perbankan, kementerian teknis, pelaku UMKM, serta perusahaan retail. Selanjutnya hasil penelitian akan dipublikasikan.

b. Mengevaluasi kajian Pola Pembiayaan (Lending Model), yang telah dibahas dengan perbankan, kementerian teknis, serta asosiasi UMKM dan selanjutnya akan dipublikasikan.

Bank Indonesia melakukan penguatan kapabilitas UMKM dan aktif mendorong pengembangan klaster komoditas pangan dan unggulan daerah.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

72Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

c. Implementasi hasil Kajian Pola Pembiayaan (Lending Model) komoditi Cabai Merah Organik di Klaster Cabai Merah binaan KPwBI Provinsi Sulawesi Selatan di wilayah Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.

d. Fasilitasi program Asuransi Ternak Sapi (ATS) oleh Kementerian Pertanian kepada klaster sapi binaan Bank Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Pertanian dan Konsorsium Asuransi menyusun Buku Implementasi Fasilitasi Asuransi Ternak Sapi untuk disosialisasikan kepada masyarakat.

e. Implementasi pilot project penggunaan pemeringkatan kredit Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang merupakan kerja sama antara Bank Jateng dan PT. PEFINDO di Jawa Tengah sebagai salah satu informasi yang dipertimbangkan dalam proses persetujuan kredit/pembiayaan.

Selain itu, telah dilakukan kajian pengembangan standar metodologi credit rating UKM di tingkat ASEAN bekerja sama dengan Japan ASEAN Integration Fund (JAIF) dan ASEAN Secretariat (ASEC). Dalam melaksanakan kajian dilakukan kegiatan: (i) in-depth interview di 3 negara ASEAN (Malaysia, Thailand, dan Filipina), (ii) survei kepada regulator, pengguna dan pelaku pemeringkatan kredit UKM di 6 negara ASEAN (Singapura, Vietnam, Myanmar, Laos, Brunei Darussalam, dan Kambodia), (iii) desk study implementasi credit rating UKM di 3 negara non-ASEAN (India, Jepang, dan Perancis), dan (iv) Focus Group Discussion (FGD) dengan pemangku kepentingan terkait di Indonesia. Selanjutnya, pada Desember 2014, telah dilakukan seminar internasional untuk mendiseminasikan hasil kajian tersebut.

f. Menyusun kajian Peningkatan Akses Pembiayaan Bagi Industri Kreatif – Sektor Industri Kerajinan, bekerja sama dengan World Bank. Kajian dilakukan dengan metode survei kepada pelaku industri kreatif dan perbankan yang difokuskan pada industri kerajinan.

g. Menyusun Pedoman dan Modul Pencatatan Transaksi Keuangan Bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) bekerja sama dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), guna mendorong akses keuangan kepada UMK. Berdasarkan pedoman tersebut, UMK dapat menyusun laporan keuangan yang terstandar dan sistematis yang mampu menggambarkan kondisi keuangan usahanya, sehingga membantu lembaga keuangan dalam menganalisis kemampuan keuangan UMK untuk memperoleh kredit mikro.

h. Menyusun kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang Memiliki Fungsi Pemberdayaan Masyarakat. Kajian bertujuan untuk memperoleh konsep yang lengkap, jelas, dan dapat diaplikasikan mengenai pola pendirian lembaga keuangan yang memiliki fungsi pemberdayaan masyarakat.

i. Fasilitasi pemanfaatan sertifikasi tanah untuk digunakan sebagai agunan dalam mengajukan kredit UMK. Sebagai acuan KPwDN di daerah, dilakukan penyusunan pedoman pelaksanaan program Sertifikasi Hak Atas Tanah (SHAT) berkoordinasi dengan Kementerian dan Lembaga terkait.

j. Menandatangani Nota Kesepahaman dengan Kementerian Hukum dan HAM RI pada 18 September 2014 tentang Kerja sama dalam rangka Peningkatan Kemandirian Narapidana dan Klien Pemasyarakatan. Tujuan kerja sama adalah agar narapidana dan klien pemasyarakatan yang dibina oleh Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) diberdayakan dan dibekali pengetahuan kewirausahaan. Hal ini bertujuan agar narapidana dapat hidup mandiri pasca menjalani hukuman serta menjadikan Lapas sebagai sentra berbagai komoditas tanaman pangan.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

73Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

k. Menandatangani Nota Kesepahaman dengan Kementerian Agama pada 5 November 2014 tentang Pengembangan Kemandirian Ekonomi Lembaga Pondok Pesantren. Kerja sama tersebut bertujuan untuk meningkatkan kapabilitas dan keterampilan melalui pelatihan dan pendampingan kelembagaan, kemampuan kewirausahaan para santri, serta meningkatkan akses keuangan antara lain melalui kegiatan edukasi.

3.2.5.2. Program KPwDN dalam Pengembangan UMKM

1. Program Klaster Bank Indonesia

Dalam rangka menjaga kestabilan harga, Bank Indonesia mengembangkan klaster komoditas pangan yang menjadi sumber tekanan inflasi dengan fokus pada komoditas padi, daging sapi, ayam dan produknya, bawang merah, dan cabai merah.

Sampai dengan triwulan IV-2014, telah dikembangkan 133 klaster di seluruh Indonesia, terdiri dari 62 klaster yang telah mandiri dan 71 klaster yang masih dalam tahap pembinaan. Klaster ketahanan pangan telah dikembangkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia dengan peta sebaran sebagaimana Gambar 3.1:

Gambar 3.1 Sebaran Program Pengembangan Klaster Bank Indonesia untuk Komoditas Ketahanan Pangan Tingkat

Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Tahun 2014

Terkait program tersebut, Bank Indonesia memberikan bantuan teknis dalam bentuk pendampingan, sarana produksi pertanian, fasilitasi, dan informasi. Implementasi Program Klaster di wilayah Kantor Perwakilan Bank Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan

Pengembangan klaster padi dilakukan bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Sopeng, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Badan Urusan Logistik (Bulog), dan perbankan. Sampai dengan triwulan IV-2014, telah dilakukan perumusan pola pengembangan, identifikasi kebutuhan bantuan teknis, studi banding ke D.I. Yogyakarta, dan uji coba pengembangan klaster. Sebagai sarana pembelajaran, telah dibangun demplot padi sehat di Desa Panincong dan Desa Patampanua masing-masing seluas satu hektar untuk selanjutnya diimplementasikan oleh petani.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

74Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan

Pengembangan klaster bawang merah dilakukan bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Tapin. Sampai dengan triwulan IV-2014, telah diberikan fasilitasi dan pendampingan kepada para petani, serta penanaman perdana seluas 26 hektar oleh Kelompok Tani Karya Bersama di Desa Shabah Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin. Untuk meningkatkan pengelolaan hasil panen, petani dibekali pula dengan pelatihan penanganan pasca panen.

c. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali

Pengembangan klaster sapi potong dilakukan bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Karangasem, Pemerintah Provinsi Bali, Universitas, dan Perbankan. Sampai dengan triwulan IV-2014, telah dilakukan studi banding dan pelatihan mengenai inseminasi buatan, pemilihan bibit unggul, pengolahan wafer sapi, sistem pertanian terintegrasi, dan pengembangan pakan hijau. Selain itu, dilakukan pula pendampingan guna memonitor implementasi sesuai modul pelatihan yang diberikan. Untuk meningkatkan akses pembiayaan perbankan, dilakukan sosialisasi mengenai skim dan sumber pembiayaan ternak kepada Bank Pembangunan Daerah Bali, PT. Bank Rakyat Indonesia, dan PT. Permodalan Nasional Madani.

d. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur

Pengembangan klaster sapi potong dilakukan bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Tuban, Dinas Peternakan dan Kantor Pertanahan Tuban, serta PT. Holcim. Sampai dengan triwulan IV-2014, telah dilakukan pelatihan peningkatan efisiensi peternakan dan inseminasi buatan. Program bantuan teknis penguatan kelembagaan yang telah dilaksanakan adalah pendampingan pembuatan sistem informasi akuntansi dan penyusunan perencanaan bisnis. Untuk meningkatkan akses pembiayaan, dilakukan pendampingan program sertifikasi tanah kepada sekitar 30 peternak untuk digunakan sebagai agunan.

e. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah

Pengembangan klaster padi organik bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten Semarang, perbankan, dan PT. Kubota Indonesia. Sampai dengan triwulan IV-2014, telah dilakukan studi banding dan pelatihan pembuatan bokashi (pupuk kompos), biofarm berbasis alfafa, dan penghitungan harga pokok produksi padi organik. Bantuan teknis diberikan dalam bentuk fasilitasi pameran di Soropadan Agribisnis Jawa Tengah dan fasilitasi akses keuangan untuk memperoleh kredit usaha rakyat.

f. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat

Pengembangan klaster sapi potong dilakukan bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Sukabumi. Sampai dengan triwulan VI-2014, telah dilakukan pelatihan pencatatan transaksi keuangan sederhana dan produk bank, pengolahan pakan berbahan baku alternatif, dan penanaman Hijau Makanan Ternak. Bantuan teknis diberikan melalui mekanisme Program Sosial Bank Indonesia yakni pengadaan alat pengolah pakan dan timbangan sapi, perbaikan kandang komunal, pembuatan biogas, dan pembuatan kolam lele dan bebek dalam rangka pola integrated farming.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

75Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

g. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatra Selatan

Pengembangan klaster cabai dilakukan di Kabupaten Belitung dengan pemberian bantuan teknis antara lain studi banding, fasilitasi keikutsertaan dalam Pelatihan Nasional, edukasi pengenalan produk perbankan (simpanan dan kredit), serta pelatihan produksi, pembuatan biopestisida dan pemanfaatan kotoran ternak dalam pembuatan pupuk organik cair. Bantuan teknis yang diberikan yakni instalasi pupuk organik cair dan mesin cultivator untuk meningkatkan efisiensi proses pengolahan tanah.

h. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatra Barat

Pengembangan klaster sapi dilakukan bekerja sama dengan Pemerintah Pertanian Provinsi Sumatera Barat. Sampai dengan triwulan IV-2014, telah dilakukan identifikasi lapangan peternak, dan penetapan kelompok klaster pembibitan sapi di Kabupaten Tanah Datar.

i. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatra Utara

Pengembangan klaster bawang merah dilakukan bekerja sama dengan Pemerintah Kota Medan. Sampai dengan triwulan IV-2014, telah dilakukan penetapan 9 kelompok klaster, penanaman bawang merah pada lahan seluas 3,5 hektar di Kecamatan Marelan, pelaksanaan studi banding, serta pelatihan budidaya dan penangkaran benih.

2. Program Pengembangan Wirausaha Bank Indonesia

Dalam rangka mengembangkan sektor riil dan UMKM, pada 2014, Bank Indonesia melaksanakan program pengembangan wirausaha. Selain meningkatkan jumlah wirausaha di sektor agribisnis, pengembangan wirausaha diarahkan untuk menghasilkan produk berorientasi ekspor dan substitusi impor guna mendukung program ketahanan pangan dan perbaikan struktur neraca perdagangan. Sampai dengan triwulan IV-2014, telah dilakukan pendampingan wirausaha (coaching, training, dan monitoring) secara intensif kepada 371 orang wirausaha.

Pendampingan kepada wirausaha dilakukan Bank Indonesia bekerja sama dengan pendamping UMKM, tenaga ahli, dan praktisi bisnis antara lain dari kalangan universitas, dinas terkait, komunitas bisnis, asosiasi usaha, dan profesional business coach. Materi yang diberikan berupa motivasi berwirausaha, soft skill, dan pengetahuan teknis terkait aspek produksi, keuangan, serta pemasaran.

Upaya yang dilakukan oleh BI dalam memberdayakan UMKM mendapatkan apresiasi yang positif dari pemangku kepentingan. Pada triwulan IV-2014, indeks kepuasan pemangku kepentingan terhadap peran Bank Indonesia dalam program pengembangan UMKM rata-rata mencapai 5,50 (skala 6).

Selain program pendampingan wirausaha, diperlukan strategi pengembangan Ekosistem Kewirausahaan dalam upaya mempercepat pertumbuhan wirausaha di Indonesia. Melalui strategi ini, Bank Indonesia bekerja sama dengan kementerian dan instansi terkait mengeluarkan kebijakan yang mendukung terciptanya iklim wirausaha yang kondusif.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

76Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Pemanfaatan informasi

kredit terus meningkat,

sejalan dengan fungsinya

mendukung fungsi

intermediasi industri

keuangan yang dilandasi prinsip kehati-

hatian.

Sebagai langkah awal, Bank Indonesia menyelenggarakan forum “Entrepreneurship Strategic Policy Forum” dengan kementerian dan instansi terkait pada 20 November 2014. Untuk mengoptimalkan koordinasi, direncanakan pembentukan kelompok kerja di level teknis guna mendorong terlaksananya program wirausaha yang memiliki dampak luas dan multiplier effect yang besar dalam pengembangan wirausaha.

3.2.5.3. Kerja Sama Internasional Terkait Pengembangan UMKM

Sebagai bentuk komitmen Bank Indonesia dalam mendukung pengembangan akses dan kapabilitas UMKM, Bank Indonesia juga aktif dalam berbagai fora internasional yang fokus pada pengembangan UMKM, khususnya peningkatan akses keuangan atau akses kredit bagi UMKM. Sampai dengan triwulan IV-2014, Bank Indonesia berpartisipasi aktif dalam kegiatan antara lain sebagai berikut:

1. Bekerja sama dengan International Fund for Agricultural Development (IFAD) sebagai partner dalam proyek hibah “Project to Document Global Best Practices on Sustainable Models of Pro-Poor Financial Services in Developing Countries” yang direncanakan pada 2014 sampai dengan 2017. Tujuan proyek adalah untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan ketahanan pangan bagi masyarakat pedesaan di kawasan Asia Pasifik. Sebagai tahap awal, telah dihadiri Inception Workshop pada Mei 2014.

2. Forum “The 35th ASEAN SMEWG and Related Activities” di Siem Reap, Kambodia pada 24-28 November 2014. Bank Indonesia sebagai proponent proyek mempresentasikan progress proyek “Developing an ASEAN Benchmark for SME Credit Rating Methodology”. Selanjutnya, hasil kajian tersebut disosialisasikan kepada stakeholders seluruh negara ASEAN di Jakarta pada 5 Desember 2014.

3. Forum “65th APRACA Executive Committee Meeting” yang bertujuan untuk meningkatkan kegiatan APRACA dan menciptakan strategi yang dinamis untuk memperluas jaringan dan mengimplementasikan APRACA Strategic Plan (2013 – 2016). Selain itu, Bank Indonesia juga menghadiri forum “Regional Forum on Adaptation and Mitigation of the Impacts of Climate Change through Rural and Agriculture Finance” yang merupakan media berbagi pengalaman mengenai dampak perubahan iklim di daerah pedesaan dan tertinggal di kawasan Asia Pacific. Kedua forum dimaksud dilaksanakan di Kolombo, Sri Lanka pada 1-3 Desember 2014.

3.2.6. Pengelolaan Informasi Perkreditan

Guna mendukung infrastruktur sistem keuangan, Bank Indonesia mengelola Sistem Informasi Debitur (SID) yang mengelola data perkreditan dari lembaga keuangan. Melalui informasi track record debitur yang disediakan SID, lembaga keuangan dapat menilai dan menganalisa kelayakan calon debitur dalam memperoleh fasilitas kredit. Proses pemberian kredit berdasarkan informasi yang lengkap menunjang terlaksananya prinsip kehati-hatian dan meningkatkan efisiensi penyediaan dana di industri perbankan.

Pengelolaan data perkreditan juga memiliki peranan penting dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga Pemerintah dan negara, diantaranya Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Kementerian Hukum dan HAM. Bagi Bank Indonesia, tugas dan fungsi tersebut mencakup penentuan kebijakan dan kontrol terhadap pelaksanaan kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

77Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Sejalan dengan pertumbuhan data jumlah debitur dan rekening fasilitas yang dikelola SID, pemanfaatan informasi perkreditan oleh lembaga keuangan pada 2014 meningkat. Peningkatan jumlah permintaan informasi perkreditan tersebut mencerminkan tingkat pentingnya informasi perkreditan yang dikelola SID bagi lembaga keuangan. Jumlah informasi perkreditan yang dimanfaatkan oleh lembaga keuangan tercermin dari statistik permintaan Informasi Debitur Individual (IDI).

pembayaran. Beberapa kebijakan yang telah ditetapkan diantaranya adalah penentuan Probability of Default (PD), kebijakan Loan to Value (LTV) pada kredit perumahan dan kendaraan bermotor, dan pembatasan jumlah kepemilikan kartu kredit.

Perkembangan SID semakin meningkat, baik dari sisi jumlah pelapor, data debitur, dan fasilitas yang dilaporkan, serta pemanfaatan informasi perkreditan oleh lembaga keuangan. Sampai dengan triwulan IV-2014, jumlah lembaga keuangan yang tercatat sebagai pelapor dalam SID adalah sebanyak 119 Bank Umum, 1.339 Bank Perkreditan Rakyat, dan 28 Lembaga Keuangan Non-Bank (LKNB). Data perkreditan yang dilaporkan secara rutin setiap bulan oleh pelapor dari lembaga keuangan tersebut mencapai sejumlah 81,93 juta data debitur dan 179,87 juta rekening fasilitas. Jumlah data debitur mengalami peningkatan sebesar 1,59% (qtq) dari triwulan sebelumnya dan meningkat sebesar 9,24% (yoy) dari tahun sebelumnya. Sedangkan jumlah rekening fasilitas meningkat sebesar 3,48% (qtq) dari triwulan sebelumnya dan mengalami peningkatan sebesar 16,35% (yoy) dari tahun sebelumnya (Tabel 3.3 dan Grafik 3.5). Pertumbuhan jumlah debitur dan rekening fasilitas setiap triwulan dalam satu tahun terakhir tergambar sebagaimana dalam Tabel dan Grafik dibawah:

Tabel 3.3 Jumlah Debitur-Fasilitas per Triwulan Pada 2013-2014

�����

�������� �� � �� ��� ��

����

�������������� �� ����� ����� � ��� ���������������������������� ����� ������ ������ ����� ������

����

Grafik 3.5Pertumbuhan Debitur-Fasilitas per Triwulan pada 2014

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

�������������� ���������� ������������ ���������������� ����

�����������

�����

�����

�����

�����

�����

��� �

�����

��� ������������������

��������������

Tabel 3.4 Permintaan Informasi Debitur Individual per Triwulan pada Triwulan IV-2013 s.d. Triwulan IV-2014

� �� ��� ������

���� ����� ���� �����

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

78Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Jumlah permintaan IDI pada triwulan IV-2014 yang mencapai 10,29 juta permintaan meningkat sebesar 25,95% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dan meningkat sebesar 18,55% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya (Tabel 3.4 dan Grafik 3.6).

3.2.7. Koordinasi dan Kerja Sama dalam rangka Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia-OJK Pasca-Pengalihan Fungsi Pengawasan Bank ke OJK

Pasca beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang Bank Indonesia dalam mengawasi dan mengatur kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai amanat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK, Bank Indonesia terus melakukan koordinasi dan kerja sama dengan OJK. Dalam pelaksanaan tugas masing-masing lembaga untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, koordinasi dan kerja sama kedua lembaga sangat penting karena eratnya keterkaitan tugas makroprudensial yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia dengan tugas mikroprudensial yang menjadi kewenangan OJK.

Sampai dengan triwulan IV-2014, Bank Indonesia dan OJK secara reguler melakukan koordinasi dan kerja sama dengan mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB)32. Koordinasi dilakukan antara lain melalui (i) pertukaran informasi hasil pengawasan Lembaga Jasa Keuangan dan macro-surveillance, (ii) penyusunan stance Indonesia atau isu-isu di fora internasional, (iii) sosialiasi dan edukasi kepada masyarakat, (iv) pengelolaan Pejabat dan Pegawai Bank Indonesia yang dialihkan atau dipekerjakan pada OJK, serta (v) penggunaan kekayaan dan dokumen yang dimiliki Bank Indonesia oleh OJK.

Untuk memperlancar kerja sama dan koordinasi dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenang Bank Indonesia dan OJK, telah disepakati Petunjuk Pelaksanaan Forum Koordinasi Makroprudensial-Mikroprudensial (FKMM) yang merupakan protokol untuk mekanisme koordinasi BI-OJK dan Petunjuk Pelaksanaan Bersama (Mekanisme Kerja) Makroprudensial-Mikroprudensial yang merupakan turunan SKB BI-OJK.

Cakupan koordinasi yang telah diatur dalam Mekanisme Kerja Makroprudensial-Mikroprudensial mencakup koordinasi pertukaran informasi hasil pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dan macro-surveillance, pemeriksaan bank, kerja sama di bidang sistem pembayaran, penyusunan kajian dan/atau penelitian bersama, stance Indonesia atas isu-isu fora internasional, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, pengelolaan rekening OJK di Bank Indonesia, serta koordinasi dan kerja sama Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia dan Kantor Regional/Kantor Cabang OJK.

Grafik 3.6Permintaan Informasi Debitur Individual per Bulan pada 2014

���

���

���

���

���

���� ��� ��� ��� ��� � � � � �� �� ��� ��� ��

���� ����� ������ �����

���� ���� ���� �� � ���­ ���� ���� ���� ���� ���� �� � ������������������

�����������������

Bank Indonesiadan OJK

menyusun protokol

mekanisme koordinasi,

mengembangkan sistem informasi,

dan melakukan koordinasi di

berbagai level.

32 SKB No.15/1/KEP.GBI/2013 dan No. PRJ-11/D.01/2013 tanggal 18 Oktober 2013 tentang Kerja sama dan Koordinasi Dalam Rangka Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

79Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

3.3. Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang3.3.1. Kebijakan Sistem Pembayaran

Guna menjaga dan meningkatkan kelancaran, keamanan, dan efisiensi sistem pembayaran, pada triwulan IV-2014, Bank Indonesia terus memperkuat infrastruktur sistem pembayaran antara lain dengan penyiapan sistem pendukung setelmen dana dan surat berharga. Selain itu, Bank Indonesia juga memperluas akses penggunaan instrumen pembayaran non-tunai dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran.

Untuk mewujudkan hal tersebut, pada triwulan laporan Bank Indonesia melaksanakan berbagai program sebagai berikut:

1. Pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II

Pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II sebagai infrastruktur setelmen dana dan surat berharga, dilakukan untuk meningkatkan keandalan, keamanan, dan efisiensi operasional sistem pembayaran. Selama tahun 2014, Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS telah melalui berbagai tahapan pengembangan.

Pada triwulan laporan, telah dilakukan tahapan uji coba internal guna memastikan kesiapan dalam pelaksanaan uji coba dengan industri yang direncanakan akan dilaksanakan pada triwulan I-2015. Selain itu, terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan seiring dengan persiapan aplikasi. Kegiatan yang dilakukan antara lain penyiapan ketentuan penyelenggaraan sistem, sosialisasi kepada industri, serta penyediaan helpdesk.

2. Pengembangan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Generasi II

Pada triwulan IV-2014, pengembangan SKNBI Generasi II difokuskan pada pelaksanaan User Acceptance Test (UAT). UAT bertujuan untuk memastikan bahwa aplikasi yang dikembangkan sudah sesuai dengan requirements atau kebutuhan fungsi sebagaimana tertuang pada dokumen Functional and Design Specification. Selain itu, juga telah dilakukan monitoring terhadap kesiapan Peserta dalam pengembangan SKNBI Generasi II, khususnya terkait dengan penyediaan infrastruktur dan aplikasi.

3. Penggunaan Central Bank Money untuk Setelmen Dana Transaksi di Pasar Modal

Bank Indonesia bersama dengan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tengah mempersiapkan penggunaan Central Bank Money dalam mekanisme setelmen dana atas transaksi di pasar modal. Saat ini, setelmen dana dalam transaksi pasar modal dilakukan melalui bank komersial atau dikenal dengan istilah Commercial Bank Money. Ke depan, peran bank komersial tersebut akan digantikan oleh Bank Indonesia.

Perubahan mekanisme dilakukan dalam rangka mitigasi risiko kredit dan risiko likuiditas sistem pembayaran. Pada triwulan IV-2014, telah dilakukan pembahasan lebih lanjut dengan KSEI terkait strategi yang akan dilaksanakan dalam implementasi serta tahapan persiapannya.

Bank Indonesia memperkuat infrastruktur sistem pembayarandan memperluas aksespenggunaan instrumen pembayaran non-tunai melalui program Gerakan Nasional Non-Tunai, dengan tetap mengedepankan aspek perlindungan konsumen.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

80Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

4. Perluasan penggunaan instrumen non-tunai

Dalam rangka memperluas akses masyarakat, telah diterbitkan PBI Uang Elektronik33 serta dilakukan penyempurnaan ketentuan Uang Elektronik34. Pengaturan tersebut bertujuan untuk mendukung keuangan inklusif melalui penyelenggaraaan Layanan Keuangan Digital (LKD) dan pencanangan Gerakan Nasional Non-tunai (GNNT). Melalui GNNT yang dicanangkan pada triwulan III-2014, Bank Indonesia berupaya meningkatkan kesadaran dan keinginan masyarakat untuk menggunakan instrumen non-tunai. Dengan demikian, secara bertahap akan terbentuk komunitas yang terbiasa menggunakan instrumen non-tunai dalam melakukan transaksi atas kegiatan ekonomi yang disebut Less Cash Society (LCS).

Untuk mewujudkan hal tersebut, telah dilakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai instansi Pemerintah maupun pelaku industri. Salah satu bentuk kerja sama yang dilakukan antara lain melalui uji coba penyaluran pembayaran bantuan sosial Government to People (G-to-P).

Pada periode laporan, telah dilakukan dua kali penyaluran pembayaran bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dengan menggunakan Uang Elektronik melalui Agen LKD 2 Bank BUMN (Bank Mandiri dan BRI di empat provinsi). Selain itu, telah dilakukan pula uji coba penggunaan instrumen non-tunai untuk program Kartu Simpanan Keluarga Sejahtera yang disalurkan melalui Uang Elektronik.

Dalam rangka mendukung GNNT, telah dilakukan kerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mengenai penggunaan non-tunai dalam setiap kegiatan pemrosesan dan penempatan TKI. Dalam hal ini, Bank Indonesia memfasilitasi BNP2TKI, Kemenaker dan perbankan untuk mengintegrasikan Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Luar Negeri (SISKOTKLN) dengan sistem perbankan. Pada triwulan laporan, terdapat tiga Bank yang berkomitmen untuk bergabung dalam pengembangan dimaksud.

Bentuk kebijakan dan pengembangan lainnya dalam rangka mendukung penggunaan non-tunai adalah penyusunan Term of Reference (ToR) kajian insentif pajak untuk transaksi non-tunai oleh Bank Indonesia dan Direktorat Jenderal Pajak. Selain itu, juga telah dilakukan pembahasan bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) secara non-tunai.

Selain upaya tersebut di atas, Bank Indonesia menyambut baik implementasi sistem parkir elektronik di 23 stasiun Kereta Api Listrik (KRL) di wilayah Jabodetabek. Dalam sistem parkir elektronik ini, terdapat unsur interkoneksi yang dapat memudahkan masyarakat, yaitu pembayaran parkir dapat dilakukan dengan uang elektronik.

5. Ketentuan Penerapan PIN Online 6 Digit pada Kartu Kredit

Untuk meningkatkan keamanan transaksi Kartu Kredit, Bank Indonesia mewajibkan implementasi teknologi PIN Online 6 Digit pada Kartu Kredit. Pada periode laporan, telah diterbitkan perubahan kedua atas ketentuan APMK untuk mengakomodir perubahan penerapan PIN Online 6 digit pada Kartu Kredit35. Terdapat empat besaran materi perubahan yang diatur yaitu (i) perubahan mengenai batas waktu pelaksanaan

33 PBI No. 16/8/PBI/2014 tanggal 8 April 2014 tentang Perubahan atas PBI No. 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money).34 SEBI No. 16/11/DKSP tanggal 22 Juli 2014 perihal Penyelenggaraan Uang Elektronik (Electronic Money). 35 SEBI No. 16/25/DKSP tanggal 31 Desember 2014 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/10/DASP tanggal 13

April 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan menggunakan Kartu.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

81Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

kewajiban Penerbit untuk menerapkan teknologi PIN online 6 digit pada kartu kredit baru dan renewal, (ii) kewajiban Acquirer untuk melakukan penyesuaian pada seluruh Electronic Data Capture (EDC), (iii) kewajiban Penerbit untuk menggunakan teknologi PIN online 6 digit pada seluruh kartu kredit yang diterbitkannya, dan (iv) back end system serta perubahan terkait tata cara pengenaan sanksi.

6. Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran

Dalam upaya peningkatan perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran, pada 2014 telah diterbitkan Peraturan tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran36 dan Ketentuan terkait Tata Cara Pelaksanaan Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran37. Untuk meningkatkan kualitas layanan, pada triwulan IV-2014 telah disusun konsep Buku Kumpulan Kasus Pengaduan Jasa Sistem Pembayaran dan Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran. Buku tersebut sebagai acuan dalam penyelenggaraan fungsi Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran. Selain itu, dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat terkait Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran Bank Indonesia, telah dibuat video perlindungan konsumen yang rencananya akan didistribusikan ke penyelenggara jasa sistem pembayaran dan KPwDN.

7. Penyempurnaan Ketentuan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing

Pada 2014, Bank Indonesia telah menyempurnakan ketentuan kegiatan usaha penukaran valuta asing38. Pengaturan tersebut bertujuan untuk menciptakan tata kelola yang baik dan mencegah penyalahgunaan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) sebagai sarana pencuian uang dan pendanaan terorisme. Pada triwulan IV-2014, telah dilakukan sosialisasi dan diskusi ketentuan tersebut dengan stakeholders yaitu Penyelenggara KUPVA Bukan Bank. Pelaksanaan sosialisasi tersebut dilakukan di enam lokasi yaitu Jakarta, Pontianak, Batam, Denpasar, Malang, dan Yogyakarta.

8. Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Sistem Pembayaran

Dalam upaya meningkatkan keamanan, kelancaran, dan efisiensi dalam penyelenggaraan sistem pembayaran, Bank Indonesia sebagai otoritas sistem pembayaran melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran. Adapun obyek pengawasan meliputi sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia maupun yang diselenggarakan oleh industri seperti Penyelenggara APMK, Uang Elektronik, Transfer Dana, dan KUPVA.

Pada triwulan IV-2014, telah dilaksanakan penandatanganan Pokok-Pokok Kesepahaman (PPK) antara Kepala Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia (KPwDN BI) dengan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda). Hal tersebut merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman mengenai kerja sama dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan kewenangan Bank Indonesia yang ditandatangani oleh Gubernur Bank Indonesia dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) pada 1 September 2014. Hal-hal yang disepakati adalah tata cara pelaksanaan penanganan dugaan tidak pidana di sistem pembayaran, KUPVA, dugaan pelanggaran kewajiban penggunaan uang Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan dugaan tindak pidana terhadap uang Rupiah.

36 PBI No. 16/1/PBI/2014 tanggal 16 Januari 2014 tentang Perlindungan Konsumen jasa Sistem Pembayaran.37 Sebi No. 16/16/DKSP tanggal 30 September 2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran.38 PBI No. 16/15/PBI/2014 tanggal 11 September 2014 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

82Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

BOKS

BOKS

Penyaluran Pembayaran Bantuan Sosial dengan Menggunakan Instrumen Non-tunai

Dalam upaya mendorong keberhasilan Gerakan nasional Non-Tunai (GNNT) serta memperluas penggunaan instrumen non- tunai, telah dilakukan uji coba pembayaran bantuan sosial Government to People (G-to-P) dengan menggunakan instrumen non-tunai. Melalui upaya tersebut, diharapkan dapat mendorong transparansi, efisiensi, perencanaan perekonomian yang lebih akurat, dan peningkatan akses masyarakat,

Salah satu program G-to-P yang dikembangkan adalah Program Keluarga Harapan (PKH). Program tersebut merupakan program bantuan tunai bersyarat untuk Keluarga Sangat Miskin (KSM), untuk membantu KSM menghindari kemiskinan dan memastikan generasi berikutnya sehat serta dapat menyelesaikan pendidikan dasar (SD dan SMP). Persyaratan PKH dapat berupa kehadiran anak usia sekolah di fasilitas pendidikan atau kehadiran balita atau ibu menyusui. Sesuai dengan tujuannya, target PKH adalah KSM yang memenuhi kriteria tertentu, yaitu (i) KSM yang memiliki ibu hamil/menyusui dan (ii) anak usia 0-15 tahun, atau anak usia 15-18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar. Berdasarkan data Bappenas, jumlah penerima PKH periode 2014 adalah sebanyak 3,2 juta KSM di seluruh Indonesia. Penyaluran pembayaran PKH dilakukan setiap triwulan kepada Ibu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada keluarga bersangkutan.

Pada Oktober 2014, telah dilakukan uji coba penyaluran pembayaran PKH menggunakan Uang Elektronik. Penyaluran pembayaran dilakukan melalui Agen Layanan Keuangan Digital (LKD) untuk periode pembayaran triwulan III-2014. Uji coba tersebut dilakukan di empat provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur. Kegiatan tersebut merupakan kerja sama Bank Indonesia dengan berbagai lembaga yakni Bappenas, Kementerian Sosial, Kementerian Keuangan, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Bank Mandiri, dan Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Sebelum melaksanakan uji coba, telah dilakukan edukasi bagi calon penerima PKH. Uji coba melibatkan 1.876 KSM yang menggunakan Agen LKD dari Bank Mandiri (1.359 KSM) dan BRI (517 KSM). Penyaluran pembayaran PKH untuk triwulan IV-2014 dilaksanakan pada Desember 2014. Penyaluran pembayaran PKH dengan menggunakan Uang Elektronik ditujukan untuk 1.805 KSM.

Selain PKH uji coba elektronifikasi, pembayaran G-to-P juga dilakukan untuk program Simpanan Keluarga Sejahtera. Program ini diberikan kepada keluarga kurang mampu. Secara bertahap, jangkauan program akan diperluas mencakup penghuni panti asuhan, panti jompo, dan panti-panti sosial lainnya. Peserta program Simpanan Keluarga Sejahtera untuk 2014 mencapai 15,5 juta keluarga.

Uji coba pembayaran bantuan Simpanan Keluarga Sejahtera melalui Uang Elektronik dilakukan kepada 1 juta peserta di 18 kabupaten yang tersebar di Indonesia. Sebelum dilaksanakan uji coba, Bank Indonesia turut serta dalam mengedukasi

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

83Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

BOKS

calon penerima bantuan. Pembayaran bantuan disalurkan melalui produk Uang Elektronik Bank Mandiri dan melibatkan tiga perusahaan telekomunikasi yaitu Telkomsel, Indosat, dan XL Axiata. Secara bertahap, seluruh peserta Simpanan Keluarga Sejahtera lainnya akan mendapatkan bantuan melalui Uang Elektronik.

Penyaluran pembayaran bantuan G-to-P dengan menggunakan Uang Elektronik merupakan hal yang baru di Indonesia. Pembayaran bantuan seperti ini dapat memberikan manfaat bagi pemerintah karena dapat meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam penyaluran bantuan. Selain itu, program ini juga dapat meningkatkan penetrasi penggunaan instrumen pembayaran non-tunai yang saat ini sedang didorong dalam Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT). Diharapkan, penyaluran pembayaran PKH dengan menggunakan Uang Elektronik dapat diikuti oleh program G-to-P lainnya.

3.3.2. Kebijakan Pengelolaan Uang

Kebijakan umum pengelolaan uang Rupiah diarahkan untuk mencapai tiga pilar, yaitu (i) ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya, (ii) distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal, serta (iii) layanan kas yang prima. Implementasi kebijakan pada triwulan IV-2014 dan selama tahun 2014, difokuskan untuk mencapai tiga pilar tersebut, sebagai berikut:

1. Kebijakan dalam rangka mencapai pilar pertama “menjaga ketersediaan uang yang berkualitas dan terpercaya”, dilakukan melalui:

a. Koordinasi dengan Pemerintah dalam perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan uang.

Undang Undang tentang Mata Uang antara lain mengatur bahwa Bank Indonesia berkoordinasi dengan Pemerintah dalam perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan uang. Koordinasi dalam perencanaan dan pencetakan uang, dilakukan oleh Bank Indonesia dengan menginformasikan Estimasi Kebutuhan Uang (EKU), Rencana Cetak Uang (RCU), dan Rencana Bahan Uang (RBU) kepada Kementerian Keuangan.

RCU tahun 2015 adalah sebesar Rp232,0 triliun, terdiri dari Rp230,9 triliun atau 7,9 miliar bilyet uang kertas dan Rp1,1 triliun atau 1,6 miliar keping uang logam. Sedangkan RBU 2015 ditetapkan sebanyak 361.959 rim bahan uang kertas, dan 1,4 miliar keping bahan uang logam. Adapun untuk pencetakan uang Rupiah tahun 2015, seluruhnya dilakukan di Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri).

Selanjutnya, koordinasi terkait pemusnahan uang Rupiah tidak layak edar (UTLE), dilakukan melalui penyampaian laporan dari Bank Indonesia kepada Menteri Keuangan. Laporan yang disampaikan memuat informasi jumlah dan nilai nominal uang Rupiah yang dimusnahkan untuk periode triwulan III-2014 kepada Kementerian Keuangan.

b. Upaya Penanggulangan Pemalsuan Uang Rupiah, melalui upaya preventif, preemptif, dan represif.

Bank Indonesia memenuhi kebutuhan uang Rupiah melalui penyediaan ULE termasuk ke wilayah terpencil dan terdepan Indonesia. Sejalan dengan amanat UU Mata Uang, telah diterbitkan uang Rupiah kertas pecahan Rp100.000,- TE 2014 dan dilakukan upaya mendorong kewajiban penggunaan Rupiah.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

84Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

1) Upaya preventif dilakukan melalui penyempurnaan desain uang Rupiah serta koordinasi dengan Badan Koordinasi Pemberantasan Rupiah Palsu (Botasupal).

Pada periode laporan, telah dilakukan rapat koordinasi seluruh unsur Botasupal untuk membahas mekanisme koordinasi sebagai pedoman dalam memperkuat penerapan tata kelola pemberantasan Rupiah palsu. Penyusunan mekanisme koordinasi tersebut bertujuan untuk memperlancar, mempercepat, dan mengoptimalkan pemberantasan uang Rupiah palsu.

2) Upaya preemptif dilakukan melalui sosialisasi dan edukasi mengenai ciri keaslian uang Rupiah (CIKUR) dan cara memperlakukan uang Rupiah dengan baik.

Selama triwulan IV-2014, telah diselenggarakan 19 kali kegiatan sosialisasi, dan untuk keseluruhan tahun 2014 telah dilakukan 66 kali kegiatan sosialisasi. Sosialisasi dilakukan kepada masyarakat umum di beberapa wilayah di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Jawa. Kegiatan sosialisasi dilakukan bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Untuk kegiatan edukasi, dilakukan kepada instansi dan kelompok masyarakat, antara lain kepada aparat penegak hukum melalui program pendidikan calon Bintara Polri pada Sekolah Polisi Negara (SPN), guru, pelajar, dan perbankan.

Edukasi dan sosialisasi melalui jalur pendidikan formal disampaikan dalam bentuk materi ajar kebanksentralan pada kurikulum SMA/MA sebagai bagian dari materi pendidikan Ekonomi. Edukasi dan sosialisasi dilakukan pula secara tidak langsung melalui media, seperti Iklan Layanan Masyarakat (ILM) di radio, social media (youtube, facebook dan twitter), serta penerbitan buku cerita bergambar (cergam) seri Aku Cinta Rupiah.

3) Dukungan pada upaya represif yang dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia, bertujuan untuk memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana pemalsuan uang. Bank Indonesia yang mempunyai BICAC (Bank Indonesia Counterfeit Analysis Center) mendukung Kepolisian melalui penyampaian informasi penemuan uang rupiah palsu, pemeriksaan laboratorium terhadap barang bukti uang rupiah palsu, serta pemberian keterangan ahli pada kasus tindak pidana pemalsuan uang rupiah.

c. Penerbitan Uang Rupiah Kertas Pecahan Rp100.000 Tahun Emisi 2014

Pada 17 Agustus 2014, Bank Indonesia telah menerbitkan Uang Rupiah Kertas Pecahan Rp100.000 Tahun Emisi 2014, dengan ciri umum sebagaimana diatur oleh UU Mata Uang. Perbedaan utama pada desain uang Rupiah kertas pecahan Rp100.000 Tahun Emisi 2014 antara lain dikenali dari frasa “Negara Kesatuan Republik Indonesia” pada bagian muka dan belakang uang, serta penanda tangan uang dari yang sebelumnya Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia menjadi Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan.

2. Kebijakan dalam rangka mencapai pilar kedua “distribusi dan pengolahan uang yang aman dan optimal”, dilakukan melalui:

a. Peningkatan persediaan uang rupiah baik di Kantor Pusat maupun di seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

85Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Upaya peningkatan persediaan uang rupiah baik di Kantor Pusat (KP) maupun di seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwDN), dilakukan melalui peningkatan frekuensi maupun kuantitas distribusi uang Rupiah oleh Bank Indonesia. Pada triwulan IV-2014, realisasi distribusi uang Rupiah untuk memenuhi kebutuhan kas di KP Bank Indonesia dan KPwDN mencapai Rp56,7 triliun. Jumlah realisasi tersebut naik 20,7% dibandingkan dengan realisasi triwulan III-2014 yang berjumlah Rp47,0 triliun. Kenaikan tersebut sebagai upaya Bank Indonesia menjaga ketersediaan uang Rupiah khususnya pada periode Natal dan libur akhir tahun 2014. Sedangkan untuk 2014, realisasi distribusi uang mencapai Rp166,5 triliun atau 76,9% dari rencana distribusi sebesar Rp216,5 triliun.

b. Kerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa angkutan.

Kerja sama dilakukan dengan PT. Kereta Api Indonesia, PT. PELNI, dan PT. SILKARGO untuk menyediakan armada transportasi secara reguler guna mendukung kelancaran kegiatan distribusi rupiah ke seluruh Indonesia. Kerja sama dengan PT. KAI dimaksudkan untuk penyediaan moda transportasi kereta api terjadwal untuk distribusi uang rupiah ke wilayah Indonesia melalui jalan darat. Kerja sama dengan PT. PELNI dimaksudkan untuk penyediaan moda transportasi kapal penumpang terjadwal yang menjadi alternatif bagi Bank Indonesia.

Distribusi uang rupiah dengan menggunakan kapal penumpang menjadi alternatif. Hal ini apabila perusahaan pengangkutan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) tidak mempunyai jalur distribusi uang rupiah Bank Indonesia atau tidak dapat melayani permintaan distribusi uang pada waktu yang diperlukan. Kerja sama dengan PT. Silkargo Indonesia sebagai salah satu perusahaan EMKL untuk menyediakan dan menyewakan kapal laut dan truk untuk distribusi uang rupiah ke beberapa daerah.

3. Kebijakan dalam rangka mencapai pilar ketiga “layanan kas prima”, dilakukan melalui:

a. Layanan kas Keliling yang berlokasi di tempat-tempat keramaian (seperti pasar, stasiun Kereta Api dan pada kegiatan pameran) dan di wilayah perbatasan, daerah terpencil, dan pulau terdepan Indonesia.

Kegiatan ini berupa penukaran uang pecahan dan uang rusak/cacat/lusuh dengan uang layak edar. Selama triwulan IV-2014, total penukaran Rupiah melalui kegiatan Kas Keliling tercatat sebesar Rp319,7 miliar. Untuk keseluruhan tahun 2014, jumlah penukaran pada layanan Kas Keliling mencapai Rp1,5 triliun atau meningkat 13,8% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp1,3 triliun.

Dalam kegiatan kas keliling di wilayah perbatasan, daerah terpencil dan pulau terdepan Indonesia, Bank Indonesia bekerja sama dengan TNI-AL. Layanan kas keliling dilakukan di wilayah timur Indonesia (rute Kupang – Pulau Pantar – Pulau Moa – Pulau Tempa – Ambon) dan wilayah barat Indonesia (rute Batam – Pulau Bukulimau – Pulau Lepar – Pulau Sungsang). Selanjutnya, Bank Indonesia juga bekerja sama dengan Polisi Perairan Indonesia untuk melakukan kas keliling di Kepulauan Seribu (Pulau Lancang, Pulau Tidung, Pulau Untung Jawa, Pulau Pramuka, Pulau Kelapa, Pulau Harapan, dan Pulau Panggang).

b. Perluasan jaringan Kas Titipan pada perbankan di daerah yang sulit atau belum terjangkau oleh layanan Bank Indonesia, namun memiliki aktivitas ekonomi yang cukup.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

86Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Pada triwulan IV-2014, Bank Indonesia membuka 3 Kas Titipan baru di Kabupaten Sangatta - Provinsi Kalimantan Timur, Kota Singkawang - Provinsi Kalimantan Barat, dan kota Padang Sidempuan - Provinsi Sumatera Utara. Dengan tambahan 3 Kas Titipan tersebut, untuk tahun 2014 terdapat 30 Kas Titipan yang tersebar di seluruh wilayah NKRI kecuali Pulau Jawa (Gambar 3.2).

Jumlah penarikan uang oleh perbankan yang melaksanakan kegiatan Kas Titipan selama triwulan IV-2014 mencapai Rp11,6 triliun atau naik 8,9% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp10,7 triliun. Sedangkan jumlah uang Rupiah yang ditarik oleh Bank pengelola Kas Titipan untuk tahun 2014 mencapai Rp36,1 triliun atau meningkat 93,5% dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp18,7 triliun.

Gambar 3.2 Peta Lokasi Kas Titipan Bank Indonesia

Selain pelaksanaan tiga pilar pengelolaan uang tersebut, Bank Indonesia turut berperan aktif dalam mendorong implementasi kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah NKRI, yang merupakan amanat dari UU Mata Uang. Dari sisi penegakan hukum, Bank Indonesia memperkuat kerja sama dengan Kepolisian RI melalui penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Kerja Sama Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Penandatangan NK telah dilaksanakan tanggal 1 September 2014. Selanjutnya Nota Kesepahaman tersebut diturunkan dalam bentuk Pedoman Kerja. Hal tersebut bertujuan guna memberikan pedoman pelaksanaan bagi kedua belah pihak dalam penanganan dugaan pelanggaran kewajiban penggunaan uang Rupiah di wilayah NKRI serta dugaan tindak pidana terhadap uang Rupiah.

Pada triwulan IV-2014, telah ditandatangani Program Kerja tentang Tata Cara Pelaksanaan Penanganan Dugaan Pelanggaran Kewajiban Penggunaan Uang Rupiah di Wilayah NKRI dan Dugaan Tindak Pidana terhadap Uang Rupiah. Penandatanganan Program Kerja dilakukan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia dan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri. Selanjutnya Program Kerja tersebut diturunkan pada tingkat provinsi melalui penandatanganan Pokok-Pokok Kesepahaman (PPK) oleh Kepala Kepolisian Daerah dengan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia. Pada triwulan laporan, penandatanganan PPK telah dilakukan di Denpasar (Provinsi Bali), Medan (Provinsi Sumatera Utara), dan Surabaya (Provinsi Jawa Timur).

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

87Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Sebagai rangkaian kegiatan penandatanganan Program Kerja dan PPK tersebut, Bank Indonesia melakukan sosialisasi tentang kewajiban penggunaan uang rupiah di wilayah NKRI di Denpasar, Medan, dan Surabaya. Kegiatan sosialisasi ditujukan kepada aparat pemerintah daerah, aparat penegak hukum, perbankan, dan dunia usaha.

Selanjutnya, Bank Indonesia juga mendorong implementasi penggunaan Rupiah di wilayah NKRI dari sisi pelaku usaha. Pada triwulan IV-2014, Bank Indonesia menandatangani Nota Kesepahaman dengan Asosiasi Perusahaan Penjual Tiket Penerbangan Indonesia (ASTINDO) dan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Nota Kesepahaman terkait kerja sama dalam rangka mendukung pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi di wilayah NKRI. ASTINDO dan PHRI berkomitmen untuk mendorong seluruh anggotanya menerapkan kewajiban penggunaan Rupiah dan mencantumkan harga barang dan/atau jasa dalam Rupiah pada setiap transaksi di bidang usaha penjualan tiket penerbangan, perhotelan, dan restoran di wilayah NKRI.

Selanjutnya, untuk menggugah kesadaran masyarakat terhadap kewajiban penggunaan uang Rupiah di wilayah NKRI, Bank Indonesia juga menayangkan Iklan Layanan Masyarakat “Rupiah sebagai Lambang Kedaulatan Bangsa” pada beberapa stasiun televisi lokal dan nasional di bulan November sampai dengan Desember 2014.

3.4. Kerja Sama Internasional 3.4.1. Kerja Sama Negara G-20

Sepanjang triwulan IV-2014, Bank Indonesia telah melaksanakan tiga kegiatan terkait keanggotaan Indonesia dalam forum G20. Kegiatan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:

a. Pertemuan G20 Tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral, di Washington DC, Tanggal 8-12 Oktober 2014 dengan hasil sebagai berikut:

Untuk meningkatkan investasi terutama infrastruktur, secara umum anggota G20 mendukung proposal Global Infrastructure Initiative (GII) yang disampaikan oleh Australia dan bank pembangunan multilateral (Multilateral Development Banks/MDBs). G20 menyepakati penyusunan kembali proposal Australia untuk membentuk Gobal Infrastructure Center dengan memastikan manfaat dan fungsinya tidak tumpang tindih dengan lembaga internasional lain.

b. Rangkaian KTT G20 di Brisbane-Australia, 12-16 November 2014, dengan hasil sebagai berikut:

1) Strategi pertumbuhan ekonomi G20 (G20 Comprehensive Growth Strategy). G20 2014 secara khusus menetapkan tujuan ambisius untuk menambah kenaikan PDB G20 sebesar 2% sampai dengan 2018 (disebut Deklarasi Sydney). Hal tersebut menambah PDB dunia sebesar USD2 trilliun dan menciptakan jutaan lapangan kerja baru.

2) Inisiatif investasi dan pembangunan infrastruktur. Pencapaian inisiatif pilar ini dilakukan melalui pembentukan Global Infrastructure Initiative (GII) yang bertujuan meningkatkan kualitas investasi publik dan swasta. Upaya tersebut dilakukan antara lain melalui perbaikan iklim investasi, peningkatan peran MDBs, dan kebutuhan pembiayaan.

Selama tahun 2014, Bank Indonesia berperan aktif dalam berbagai fora kerja sama internasional antara lain dengan fokus pada upaya mendukung stabilitas ekonomi dan sistem keuangan, termasuk perluasan akses pasar perbankan Indonesia, reformasi sektor keuangan, dan pencegahan krisis.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

88Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

3) Pengembangan tenaga kerja. G20 menyepakati untuk mengurangi kesenjangan tingkat partisipasi tenaga kerja lelaki dan wanita sebanyak 25 persen pada 2025. Dengan pencapaian ini, diperkirakan lebih 100 juta kaum wanita akan masuk ke dunia kerja.

4) Peningkatan perdagangan dan peningkatan persaingan. Meningkatnya hambatan perdagangan pasca krisis global dan belum terealisirnya kesepakatan World Trade Organization (WTO) Bali 2013 untuk memfasilitasi perdagangan, membuat inisiatif ini menjadi satu pilar penting pembangunan ekonomi global. Pilar perdagangan dimaksudkan untuk meningkatkan global value chain dan nilai tambah negara berkembang serta melonggarkan regulasi, sementara peningkatan persaingan usaha bertujuan memastikan kepastian investasi.

5) Kerja sama perpajakan. G20 menyepakati kerja sama guna memastikan pembayaran pajak oleh lembaga multinasional melalui inisiatif Base Erotion and Profit Shifting (BEPS). Hal tersebut dilakukan melalui pemutakhiran ketentuan perpajakan internasional yang diharapkan selesai 2015. G20 juga menyepakati implementasi standar pelaporan untuk pertukaran informasi pajak guna mengurangi penghindaran pajak lintas negara, yang dicanangkan pada 2017/2018.

6) Reformasi sektor keuangan. Guna meningkatkan daya tahan perekonomian global dan kestabilan keuangan, G20 telah menyepakati ketentuan terkait kecukupan modal dan likuiditas dan pengembangan pasar derivatif. Meski telah terdapat kemajuan pembahasan terkait bank sistemik global, masih diperlukan peningkatan implementasi ketentuan pasar derivatif. Telah disepakati pula penambahan wakil negara berkembang di Financial Stability Board (FSB) yang meningkatkan governance dalam forum tersebut.

c. Pertemuan Deputi Kementerian Keuangan dan Bank Sentral G20, 11-12 Desember 2014, di Istanbul - Turki, dengan hasil pertemuan sbb.:

1) Ekonomi Global. IMF mengemukakan masih rapuhnya perekonomian global serta tidak meratanya pemulihan ekonomi berbagai kawasan. Sebagai respons atas kondisi global, Deputies menyepakati: (i) implementasi komitmen kebijakan fiskal mendorong kenaikan permintaan agregat domestik maupun global; (ii) mendorong perkembangan sisi supply melalui reformasi struktural yang bertujuan mendorong penciptaan lapangan kerja; (iii) meneruskan upaya mengatasi ketidakseimbangan global, khususnya di sisi transaksi berjalan.

2) Framework for Strong, Sustainable and Balanced Growth (FSSBG). Deputies G20 menyambut baik inklusivitas upaya mendorong pertumbuhan ekonomi global dan memandang 2015 sebagai tahun implementasi komitmen dalam growth strategy. Isu lain yang perlu diperhatikan adalah antisipasi dampak spillover kebijakan moneter, khususnya dari negara-negara maju (AEs).

3) Investasi dan Infrastruktur. Presidensi Turki akan melanjutkan komitmen G20 dalam investasi dan infrastruktur melalui pendalaman program kerja Investment and Infrastructure Working Group (IIWG) tahun 2015. Sejalan dengan prioritas 2015, Turki mengemukakan dua strategi utama isu investasi, yakni: (i) sebagai fasilitator pencapaian target investasi dan (ii) pengembangan instrumen pembiayaan, salah satunya instrumen keuangan syariah.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

89Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

4) Financial Regulation. Prioritas Presidensi Turki pada isu regulasi keuangan adalah: (i) finalisasi reformasi sektor keuangan; (ii) memastikan implementasi kerangka kerja regulasi baru secara penuh, konsisten dan tepat waktu; (iii) menganalisa area-area yang memerlukan penyempurnaan serta dampak dari reformasi sektor keuangan; (iv) penyempurnaan proses dan piranti monitoring implementasi kebijakan FSB; (v) asesmen dan penanganan risiko diluar cakupan kerangka regulasi; dan (vi) analisa implikasi stabilitas keuangan terkait upaya penciptaan struktur kewajiban korporasi yang lebih baik.

5) Isu Perpajakan Internasional. Fokus Presidensi Turki di G20 tahun 2015 adalah mengawasi agenda OECD/G20 BEPS tetap pada jalurnya serta terdapat deliverables, melanjutkan peningkatan transparansi informasi dan perbaikan sistem perpajakan dengan memperhatikan kepentingan EMEs. Pada sesi ini, Indonesia (Kemenkeu) menyampaikan pandangan perlunya pemberlakuan perpajakan yang adil kepada seluruh pembayar pajak yang akan bermanfaat untuk mengurangi inefisiensi alokasi sumber daya. Selain itu, diperlukan penguatan kesiapan kerangka hukum dan Informasi Teknologi setiap negara terlebih dahulu dalam mendukung isu transparansi dan pertukaran informasi pajak global.

3.4.2. Kerja Sama IMF

Sepanjang triwulan IV 2014, Bank Indonesia telah melaksanakan kegiatan terkait keanggotaan Indonesia dalam IMF. Kegiatan utama yang dilaksanakan adalah menghadiri rangkaian pertemuan IMF-WB Annual Meeting (8-12 Oktober 2014) di Washington D.C., Amerika Serikat. Rangkaian pertemuan Joint Meeting IMF-WB SEAVG, Early Warning Exercise IMFC dan IMFC Plennary Meeting menyimpulkan beberapa hal sbb:

a. Pembahasan ekonomi global mengerucut pada prioritas kebijakan yaitu: (i) kawasan Euro agar terus mendorong permintaan serta mereformasi pasar tenaga kerja, (ii) AS agar menjaga stabilitas keuangan dan mengatasi kesenjangan infrastruktur, (iii) negara berkembang agar mengatasi keterbatasan infrastruktur dan memperkuat kerangka makro, dan (iv) Low Income Developing Countries agar memobilisasi penerimaan fiskal dan memperdalam pasar keuangan. Sementara itu, IMF diharapkan terus melakukan reformasi internal.

b. Para Gubernur juga mendukung agar IMF melakukan review atas program penyelamatan dari krisis sebagai bagian perbaikan fasilitas pinjaman. Di sisi surveillance, para Gubernur mendukung IMF untuk memperkuat surveillance dengan mengimplementasikan rekomendasi yang disampaikan pada review surveillance tiga tahunan serta Financial Sector Assesment Program (FSAP) IMF.

3.4.3. Kerja Sama Bank Sentral Negara Anggota OKI dan Penyelenggaraan Indonesia Sharia Economic Festival 2014

a. Organisation of Islamic Cooperation (OIC) bertujuan meningkatkan solidaritas Islam antara negara anggota, mengkoordinasikan kerja sama antar anggota, serta mendukung perdamaian dan keamanan internasional dan berdaulat.

Dalam kerangka kerja sama dengan OIC, pada 5-6 November 2014, Indonesia menjadi chair pelaksanaan Pertemuan Gubernur Bank Sentral Negara OIC. Pertemuan dihadiri oleh 29 dari 50 Bank Sentral Negara OIC, di mana salah satu isu yang menjadi concern

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

90Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Indonesia adalah potensi pengelolaan zakat dan wakaf untuk mendorong pendalaman pasar keuangan. Kesepakatan dan hasil pertemuan ini dilaporkan dalam The 30th Meeting of The Standing Committee for Economic and Commercial Cooperation (COMCEC) di Istanbul pada tanggal 25-28 November 2014.

b. Dirangkaikan dengan pelaksanaan Pertemuan Gubernur Bank Sentral Negara OIC, pada 3-9 November 2014, Bank Indonesia menyelenggarakan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2014. Forum ini bertujuan untuk menggerakkan masyarakat berpartispasi dalam pengembangan ekonomi syariah. Hal ini sebagai upaya menjadikan Indonesia sebagai Pusat Pengembangan Ekonomi Syariah Global dan Surabaya di skala nasional, di samping meningkatkan peran sektor pendidikan dalam mendorong pengembangan ekonomi syariah. Rangkaian ISEF 2014 adalah sebagai berikut:

1) OIC Expert Group Workshop dan OIC Governor Meeting;

2) Bincang Nasional Pemberdayaan Lembaga Pesantren yang dilanjutkan dengan penandatanganan MOU Bank Indonesia dengan Kementerian Agama dan Deklarasi Bersama antara BI, OJK, dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur tentang Percepatan Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah Jawa Timur;

3) Penandatanganan MOU kerja sama penyusunan Zakat Principles antara Bank Indonesia dengan Islamic Development Bank (IDB);

4) Pertemuan Working Group Zakat Principles;

5) ISEF EXPO, Seminar Nasional dan Talk Show, yang diikuti oleh 118 peserta pengisi booth (mayoritas UKM).

3.4.4. Kerja Sama ASEAN

Kerja sama dalam rangka integrasi sektor keuangan terus dikembangkan di ASEAN. Menyadari kepentingan nasional untuk mengambil manfaat sebesar-besarnya dari integrasi dimaksud, Indonesia telah memperjuangkan asas resiprokal sebagai salah satu prinsip kerangka integrasi perbankan ASEAN. Berlandaskan asas tersebut, ke depan diharapkan semakin terbuka kesempatan bank-bank nasional dalam memperoleh akses pasar yang lebih luas di ASEAN.

Integrasi sektor keuangan ASEAN, khususnya perbankan, dilakukan melalui kerangka kerja ASEAN Banking Integration Framework (ABIF). Integrasi dilakukan atas dasar manfaat bersama bagi negara-negara ASEAN. Selain asas manfaat, juga disepakati asas resiprokal. Asas tersebut sebagai salah satu prinsip integrasi yang memberikan kesempatan terhadap Indonesia untuk memperoleh akses pasar yang setara dan timbal balik di negara-negara yang memiliki akses pasar perbankan di Indonesia. Ke depan, bank-bank yang dapat beroperasi di ASEAN adalah Qualified ASEAN Bank (QAB) yang persyaratan dan kriteria umumnya ditetapkan dalam pedoman ABIF.

Indonesia dan Malaysia sebagai dua negara yang memimpin proses pembentukan ABIF di ASEAN bersama-sama melakukan simulasi negosiasi menggunakan kerangka ABIF. Hasil dari simulasi negosiasi adalah kesepakatan dalam Heads of Agreement (HoA) antara BI, OJK, dan BNM, yang ditandatangani 31 Desember 2014, bersamaan dengan penandatanganan ABIF Guidelines secara ad-referendum.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

91Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

3.4.5. Kerja Sama ASEAN + 3

Upaya penguatan resiliensi kawasan dalam menghadapi risiko ketidakpastian global masih terus berlangsung. Implementasi Chiang Mai Initiative Multilateralisation (CMIM-insiaitif ASEAN+3) memperkuat bantalan terhadap krisis terus diupayakan. Upaya tersebut dlakukan melalui perumusan dan pengembangan Economic Review and Policy Dialogue (ERPD) Matrix yang terdiri dari berbagai indikator ekonomi dan keuangan. Hal tersebut ditujukan sebagai dasar asesmen kelayakan negara anggota ASEAN+3 dalam hal aktivasi fasilitas CMIM.

Berbagai upaya untuk menjamin kelancaran implementasi CMIM terus dilakukan termasuk perumusan ERPD Matriks, yang mengacu pada indikator fasilitas pencegahan krisis IMF. Namun demikian, pengembangan ERPD tersebut perlu dilakukan secara bertahap, mengingat keragaman kondisi negara ASEAN+3 dalam penyediaan data dan informasi.

Kerja sama ASEAN+3 dilakukan melalui diskusi dan joint-work berbagai inisiatif baru. Pada triwulan laporan, ASEAN+3 memiliki inisiatif melakukan berbagai studi, antara lain:

1) Studi mengenai Troika’s Economic Adjustment Programs in the Euro Area for the CMIM’s Future Reference. Studi tersebut dalam rangka pengembangan CMIM dan menitikberatkan pada respons terhadap krisis yang terjadi di Euro Area sebagai referensi dalam meningkatkan kesiapan implementasi CMIM.

2) Studi Comparative Analysis of CMIM Arrangement and Market Practices oleh ISDA, yang menjadi acuan CMIM terkait safeguard permasalahan likuiditas valas jangka pendek dan/atau kesulitan neraca pembayaran.

3.4.6. Kerja Sama East Asia Pacific Central Banks (EMEAP)

Bank Indonesia selalu berperan aktif dalam pembahasan isu ekonomi dan keuangan antar bank sentral dalam forum EMEAP. Isu yang mengemuka pada triwulan laporan adalah mengenai pertumbuhan ekonomi global yang tidak merata. Selain itu, juga mengemuka isu potensi normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat yang pada gilirannya mendorong likuiditas global mengalir kembali ke Amerika Serikat.

Sektor keuangan EMEAP dinilai cukup kuat dengan pertumbuhan yang masih positif, meskipun negara anggota EMEAP tetap perlu memantau dampak semakin kuatnya nilai tukar USD, ekspektasi kenaikan suku bunga AS, dan prospek pertumbuhan ekonomi global yang melemah. EMEAP terus memberikan perhatian pada reformasi regulasi keuangan, terutama yang dipandang berpotensi memengaruhi pasar obligasi dan efektivitas kebijakan moneter anggota EMEAP.

3.4.7. Kerja Sama Bank for International Settlements (BIS)

Pada triwulan laporan, dalam forum BIS, Bank Indonesia juga aktif dalam pembahasan isu ekonomi dan keuangan antar bank sentral. Dalam forum tersebut membahas proses pemulihan ekonomi global yang masih terus berlanjut, sangat dipengaruhi oleh dinamika pertumbuhan negara maju dan negara emerging.

Meski sejumlah negara mengalami perbaikan, indikasi perlambatan pertumbuhan ekonomi pada beberapa negara lainnya berpotensi menahan laju pertumbuhan ekonomi global di 2014. Respons kebijakan yang ditempuh oleh masing-masing negara menunjukkan arah yang bervariasi. Kondisi ini terus diwaspadai dan menjadi topik pembahasan dalam forum BIS.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

92Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Di samping itu, topik yang juga menjadi perhatian BIS pada triwulan laporan adalah mengenai “International Currencies and the International Monetary System (IMS)”. Peran IMS dalam menciptakan stabilitas moneter dan keuangan serta pertumbuhan berkelanjutan dinilai masih memiliki kelemahan. Untuk itu penggunaan mata uang yang lebih bervariasi yang dapat mengurangi fluktuasi nilai tukar dan harga aset, dipandang dapat mendorong penggunaan mata uang lokal.

3.5. Komunikasi dan Edukasi Kebijakan3.5.1. Komunikasi Kebijakan

Komunikasi kebijakan ditujukan untuk menunjang efektivitas kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Untuk itu, Bank Indonesia melakukan berbagai program komunikasi, khususnya mengenai transparansi kebijakan dan pelaksanaan tugasnya kepada publik. Kegiatan komunikasi dilakukan antara lain melalui seminar, Focus Group Discussion, pelatihan, rapat kerja, konferensi pers, media briefing, media visit, pameran, dan partisipasi dalam events tertentu.

Mengingat pentingnya komunikasi bagi Bank Indonesia, pada tahun 2014, Bank Indonesia menetapkan salah satu sasaran strategis yakni “Memperkuat Aliansi Strategis dan Meningkatkan Persepsi Positif Bank Indonesia”. Untuk mencapai sasaran strategis dimaksud, Bank Indonesia menyiapkan Program Inisiatif “Membangun Persepsi Positif di Dalam dan Luar Negeri”.

Untuk meningkatkan persepsi positif di dalam negeri, komunikasi kebijakan dilakukan secara bertahap. Tahapan dimulai dari: (i) tahapan riset untuk environmental scanning dalam rangka memetakan isu dan persepsi stakeholder, dilanjutkan dengan (ii) tahapan penyusunan strategi komunikasi dan penyiapan materi komunikasi, lalu (iii) tahapan implementasi program komunikasi, dan terakhir (iv) tahapan evaluasi dalam rangka perbaikan ke depan.

Bank Indonesia melakukan komunikasi kepada publik secara aktif melalui berbagai channel, baik media cetak, media elektronik (TV dan radio), media online, website maupun media sosial seperti twitter, youtube, flipboard, flickr dan report digital ads (iklan melalui google, youtube, dan facebook). Hal ini ditujukan agar Bank Indonesia dapat menjangkau seluruh stakeholder sehingga komunikasi dua arah antara Bank Indonesia dan publik dapat berjalan baik.

Perluasan saluran media sosial pada tahun 2014 mencakup Flickr dan Flipboard. Melalui Flickr, Bank Indonesia memberikan kemudahan kepada wartawan yang membutuhkan dokumentasi kegiatan Bank Indonesia namun berhalangan hadir. Sedangkan keberadaan Flipboard yang merupakan kumpulan kliping berita memudahkan masyarakat memperoleh berita seputar Bank Indonesia.

Selain itu, Bank Indonesia memberikan layanan informasi publik melalui penyediaan contact center Bank Indonesia Call and Interaction (BICARA) dan Pejabat Pengelola Informasi dan Publik (PPID). Pada triwulan III-2014, BICARA meraih sertifikat ISO 9001:2008 dalam bidang pelayanan serta memiliki agen yang bersertifikat yang diyakini mampu memberikan pelayanan prima (service excellence) dan sesuai harapan publik (public interest).

PPID dibentuk dalam merespons Gerakan Open Government Indonesia (OGI) yang dicanangkan Presiden untuk membangun pemerintahan yang lebih terbuka, partisipatif,

Komunikasi kebijakan Bank

Indonesia di bidang moneter

dilaksanakan untuk

membentuk ekspektasi pasar

dalam rangka pencapaian

inflasi dan stabilitas

nilai tukar. Sementara

komunikasi kebijakan di bidang

stabilitas sistem keuangan

dan sistem pembayaran dilaksanakan

untuk mendukung

efektivitas implementasi

kebijakan.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

93Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

dan lebih inovatif. Melalui komunikasi secara interaktif akan membantu Bank Indonesia dalam membentuk opini dan persepsi positif, serta membentuk image bank sentral yang dekat dengan masyarakat.

Pada tahun 2014, pertemuan secara berkala dengan pemangku kepentingan dalam rangka mengkomunikasikan kebijakan Bank Indonesia terus ditingkatkan. Komunikasi melalui forum Rapat Kerja, dan Rapat Dengar Pendapat dengan DPR-RI serta rapat koordinasi dengan Pemerintah dilakukan secara intensif. Melalui berbagai forum, Bank Indonesia juga berkomunikasi dengan lembaga lainnya di antaranya Badan Koordinasi Humas Pemerintah (Bakohumas) dan Forum Penghubung Antar Lembaga Negara (8 lembaga negara dan Sekretariat Negara).

Di bidang moneter, komunikasi kebijakan dilakukan untuk mengkomunikasi kebijakan Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi, BI Rate, dan pendalaman pasar keuangan. Dari sisi pendalaman pasar keuangan, Bank Indonesia mengeluarkan beberapa aturan dalam rangka memperluas cakupan transaksi di pasar keuangan. Bank Indonesia menyadari kondisi pasar keuangan Indonesia yang masih dangkal dan cukup rawan akan penarikan modal keluar.

Pada 2014 ini, Bank Indonesia melakukan kegiatan komunikasi terkait dengan perluasan kepesertaan Mini Master Repo Agreement (MRA) dalam rangka memperkuat likuiditas rupiah di pasar uang antar Bank. Selain itu, Bank Indonesia juga menerbitkan Pedoman Penyusunan SOP Kegiatan Lindung Nilai (hedging) Perusahaan BUMN agar dapat memanfaatkan lindung nilai ini di tengah ketidakpastian global. Untuk pengembangan pasar keuangan syariah, Bank Indonesia menerbitkan instrumen Penempatan Berjangka dan penerbitan term deposit Valas Syariah. Dari sisi kebijakan suku bunga, pada November 2014, Bank Indonesia kembali menaikkan BI Rate sebesar 25 bps dari sebelumnya 7,5 bps.

Dengan komunikasi yang terus menerus, kebijakan menaikkan BI Rate tersebut dapat diterima oleh sebagian besar publik. Terhadap kegiatan diseminasi kebijakan moneter, dilakukan evaluasi di sejumlah daerah terpilih di Indonesia dan menunjukkan adanya peningkatan indeks tingkat pemahaman publik terhadap kebijakan moneter Bank Indonesia.

Di sektor stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia juga mengeluarkan beberapa kebijakan yang mendukung sistem keuangan pada umumnya, dan perbankan pada khususnya. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan adalah kebijakan Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial dalam rangka mencegah dan mengurangi risiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, dan meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan. Kebijakan ini diawali dengan sosialisasi kepada media melalui media briefing dan dilanjutkan dengan launching atas kebijakan tersebut melalui publikasi info terbaru Bank Indonesia dan kemudian dilakukan monitoring terhadap pemberitaan di media.

Dalam rangka mendukung ekonomi syariah yang memiliki kontribusi cukup besar terhadap perekonomian Indonesia, komunikasi dilakukan oleh Bank Indonesia dengan menyelenggarakan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) dan Organization of Islamic Cooperation (OIC) Central Bank Governors meeting. Kegiatan ini didukung dan dihadiri oleh Wakil Presiden Republik Indonesia dan mendapat sambutan yang luar biasa di media. Kegiatan lain yang cukup besar dilakukan dalam rangka meningkatkan literasi keuangan dan Financial Inclusion adalah Layanan Keuangan Digital. Dengan menggandeng Pemerintah dalam penyaluran bantuan G2P, LKD merupakan produk yang sangat dekat

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

94Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

dengan masyarakat dan mampu mendekatkan masyarakat kecil dalam melakukan transaksi keuangan.

Di sistem pembayaran, Bank Indonesia juga tetap konsisten melakukan edukasi serta sosialisasi untuk mengajak masyarakat menggunakan uang elektronik dalam bertransaksi. Salah satu agenda besar sistem pembayaran tahun 2014 adalah dicanangkannya kampanye Gerakan Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT) yang dilakukan di beberapa kota besar di Indonesia dengan animo atas acara ini juga cukup besar. GNNT yang merupakan program less cash society merupakan program yang dijalankan guna mendidik kaum muda khususnya dalam membiasakan menggunakan uang elektronik. Selain komunikasi kebijakan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, dilakukan pula komunikasi dalam rangka menjaga kredibilitas (issues handling) Bank Indonesia.

Berdasarkan hasil evaluasi yakni survey kepuasan terhadap stakeholder, komunikasi kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia dinilai cukup memuaskan. Selain itu, berdasarkan hasil monitoring pemberitaan secara berkala, pemberitaan terkait Bank Indonesia dan kebijakannya dengan tone positif masih mendominasi. Meskipun demikian, peningkatan kualitas komunikasi kebijakan senantiasa terus dilakukan.

3.5.2. Edukasi Kebanksentralan

Sebagai upaya melaksanakan pembelajaran kepada masyarakat tentang ilmu kebanksentralan, Bank Indonesia terus berupaya mengembangkan kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Pada 2014, Bank Indonesia membentuk forum akademisi dari beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Kerja sama tersebut bertujuan untuk membangun komunikasi dan jejaring dengan para akademisi sekaligus memberikan feeding informasi seputar pemahaman tugas dan kebijakan Bank Indonesia. Informasi ini diharapkan dapat berguna bagi akademisi untuk kegiatan perkuliahan, narasumber seminar, penulisan artikel maupun sebagai narasumber di media massa.

Pada triwulan IV-2014, Bank Indonesia telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dan kerja sama pengembangan mata kuliah kebanksentralan serta bantuan dana penelitian dengan 14 perguruan tinggi yang berada di Banda Aceh, Padang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang, Kupang, Pangkal Pinang dan Manokwari. Penandatanganan MoU dengan dua perguruan tinggi masing-masing di Pangkal Pinang dan Manokwari dirangkaikan dengan peresmian Kantor Bank Indonesia setempat. Dengan demikian sampai dengan akhir tahun 2014, Bank Indonesia telah melakukan kerja sama keilmuan kebanksentralan dengan 74 perguruan tinggi di berbagai wilayah Republik Indonesia.

Di samping memperluas jaringan kerja sama dengan perguruan tinggi, Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan wawasan dan pengetahuan kebanksentralan melalui kegiatan pengajaran kebanksentralan. Selama triwulan IV-2014, Bank Indonesia telah mengirimkan tenaga pengajar kebanksentralan sebagai dosen tamu ke-16 perguruuan tinggi di berbagai wilayah Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia telah melaksanakan Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja sama di bidang pengembangan mata kuliah kebanksentralan serta bantuan dana penelitian. Selama tahun 2014, pengiriman dosen tamu telah dilaksanakan kepada sebanyak 42 perguruan tinggi.

Peningkatan wawasan dan pengetahuan kebanksentralan kepada kalangan akademisi juga dilakukan melalui kegiatan Training of Trainers (TOT) Kebanksentralan. Selama tahun

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

95Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

2014, telah dilaksanakan enam kali kegiatan TOT masing-masing di Jakarta, Balikpapan, Yogyakarta, Bogor. Tiga kegiatan diantaranya merupakan TOT dengan materi khusus di bidang pengembangan sektor eksteral, sosialisasi Gerakan Nasional Non-Tunai serta stabilitas sistem keuangan bagi dosen pengampu mata kuliah kebanksentralan perguruan. Melalui kegiatan TOT, diharapkan pemahaman mengenai kebijakan ekonomi moneter dan kebanksentralan dapat meningkat.

Bank Indonesia juga secara rutin menyelenggarakan lokakarya kebanksentralan di berbagai wilayah di Indonesia. Selama tahun 2014, telah dilakukan 12 kali kegiatan lokakarya. Pada triwulan IV-2014, lokakarya kebanksentralan telah diselenggarakan sebanyak 6 kali bertempat di Bandar Lampung, Yogyakarta, Solo, Manokwari, Mataram dan Semarang dengan jumlah peserta sekitar 80-100 orang yang berasal dari wilayah tersebut dan sekitarnya. Melalui penyelenggaraan lokakarya ini, diharapkan para guru SMA/SMK dapat meneruskan pemahaman mengenai kebanksentralan kepada sekelilingnya sehingga masyarakat dapat memperoleh pemahaman yang baik tentang kebanksentralan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kalangan non-perguruan tinggi, kegiatan edukasi dilakukan melalui serangkaian kerja sama, baik dengan pihak eksternal Bank Indonesia, maupun kalangan eksternal. Edukasi kebanksentralan antara lain dalam bentuk (1) TOT kepada kalangan pemandu museum di wilayah Jakarta; (2) edukasi keuangan inklusif; (3) edukasi kebanksentralan kepada kalangan SMA/SMK Jabodetabek dalam program Museum Goes to School; serta (4) pengajaran kepada publik dari beragam kalangan yang melakukan kunjungan ke Bank Indonesia.

Selain program edukasi kebanksentralan kepada kalangan akademisi, Bank Indonesia secara berkala mengadakan beragam kegiatan edukasi kepada kalangan profesional baik berskala nasional maupun internasional. Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk seminar, forum diskusi dan kursus. Dalam kegiatan tersebut menghadirkan para pembicara/narasumber dan pengajar dari beragam kalangan, mulai dari akademisi, praktisi, tokoh/pengamat politik dan ekonomi, baik dalam maupun luar neger yang mumpuni di bidangnya. Kaum profesional yang mengikuti kegiatan ini juga berasal dari beragam institusi dan lembaga di tanah air maupun manca negara.

Selama tahun 2014, kegiatan edukasi kepada kalangan profesional dalam beragam format tersebut telah dilakukan sebanyak 17 kali. Untuk seminar internasional, kegiatan forum diskusi diselenggarakan di Bali bekerja sama dengan Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, dan Bappenas dengan topik 2014 International Workshop and Conference on Growth Strategies for a Rising Indonesia.

Program lainnya yang telah diselenggarakan pada triwulan IV-2014 berupa penyelenggaraan seminar sosialisasi hasil penelitian para peneliti Bank Indonesia bertempat di Ambon bekerja sama dengan Universitas Pattimura. Seminar sosialisasi ini mengusung dua hasil penelitian masing-masing berjudul Pemetaan Produk dan Risiko Mobile Payment dalam Sistem Pembayaran di Indonesia serta Growth and Inequility in Indonesia: Does Kuznets Curve Hold?

Selain mengkomunikasikan berbagai kebijakan, Bank Indonesia terus berupaya untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai fungsi dan tugas pokoknya. Hal tersebut dilakukan melalui program edukasi kebanksentralan. Dalam kegiatan itu, Bank Indonesia menggandeng kalangan akademisi mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Bank Indonesia juga secara rutin berdiskusi mengenai perkembangan perekonomian dan kebijakan Bank Indonesia terkini dengan kalangan media massa. Pada 2014, Bank

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

96Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Indonesia beberapa kali menyelenggarakan pertemuan antara Dewan Gubernur dengan pemimpin redaksi media massa berskala nasional. Melengkapi kegiatan tersebut, Bank Indonesia memberikan pelatihan kebanksentralan kepada para jurnalis.

Kepada masyarakat, Bank Indonesia juga memberikan layanan informasi publik yang lengkap melalui contact center Bank Indonesia Call and Interaction (BICARA) yang mengintegrasikan call center, visitor center, email dan touch-point lainnya bagi masyarakat yang ingin memperoleh informasi dari Bank Indonesia. Untuk memastikan kualitas pelayanan yang memuaskan kepada masyarakat, Bank Indonesia berupaya memberikan layanan berstandar internasional dengan berhasil memperoleh sertifikat International Organization for Standardization (ISO) 9001:2008 pada tahun 2014. Sehingga motto Concact Center BICARA “We Always Provide Solutions”, tidak sekedar slogan, tapi benar-benar bertujuan agar masyarakat dapat terlayani dengan baik.

3.5.3. Komunikasi dengan Investor dan Lembaga Internasional

Investor Relation Unit (IRU) memfasilitasi pelaksanaan annual visit oleh National Information and Credit Evaluation (NICE) Investor service (lembaga rating Korea) pada 20-21 November 2014 dan lembaga rating Moody’s pada 2-4 Desember 2014. Asesmen terakhir NICE dilakukan pada 11 Juni 2013 dengan hasil penilaian afirmasi posisi rating pada BBB-/stable outlook (investment grade), sementara asesmen tahunan terakhir yang dilakukan oleh Moody’s adalah pada 18 Januari 2012 yang memberikan afirmasi atas sovereign rating Indonesia pada level Baa3 (investment grade).

IRU juga telah menyelenggarakan investor conference call pada Kamis 13 November 2014 dengan tema “Indonesia Recent Economic Development and Monetary Policy Updates”. Pembicara dalam conference call adalah satu satu Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia dan pejabat kementerian keuangan. Conference call kali ini memperoleh respons sangat positif dari investor dari Asia dan Eropa. Keberadaan otoritas ekonomi Indonesia untuk mengklarifikasi isu seputar kondisi perekonomian dan kebijakan terkini yang diambil otoritas kepada pasar dinilai sangat efektif dan sesuai dengan program IRU, meningkatkan market confidence terhadap perekonomian Indonesia.

Dalam rangka meningkatkan koordinasi dan kerja sama dengan unit hubungan investor korporasi dan perbankan serta meningkatkan rating awareness mereka, pada 16 Desember 2014 telah dilaksanakan Forum Koordinasi Investor Relations Bank dan Korporasi 2014. Forum tersebut bertujuan memberikan update kondisi ekonomi, fiskal, serta respons kebijakan Bank Indonesia dan pemerintah. Forum dihadiri oleh unit hubungan investor korporasi dan perbankan dengan saham dan obligasi yang aktif diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia serta beberapa korporasi yang pernah menjadi narasumber dalam annual visit lembaga rating. Sementara itu, dalam rangka penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dalam Valas tahun 2015, IRU juga terlibat dalam rangkaian kegiatan penyusunan Offering Memorandum (OM) Global Bond.

Sepanjang tahun 2014, IRU telah melaksanakan sejumlah kegiatan hubungan investor dengan stakeholders utama, yaitu lembaga rating dan investor internasional. Hal ini dalam rangka mempertahankan/meningkatkan sovereign credit rating Indonesia dan meningkatkan persepsi positif perekonomian Indonesia. IRU telah memfasilitasi pelaksanaan asesmen tahunan enam lembaga rating (S&P, Ficth, Moody’s, R&I, JCRA,

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

97Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

dan NICE); membantu proses penerbitan surat utang negara valas pemerintah sekaligus pelaksanaan non-deal roadshow untuk Global Bond, Euro Bond, dan Sukuk; serta melakukan engagement dengan investor keuangan global dan lembaga rating.

Selama tahun 2014, IRU juga telah melaksanakan investor briefing sebanyak 28 kali antara lain dengan Mizuho, Daiwa, Nikko, Merryl Linch, Citi, JICA, Goldman Sachs), serta pertemuan high level dengan pimpinan tiga lembaga rating resmi Pemerintah Indonesia (S&P, Moody’s, dan Fitch). IRU juga telah melaksanakan investor conference call sebanyak 5 kali sebagai salah satu sarana diseminasi kepada investor atas berbagai kebijakan dan perkembangan terkini perekonomian Indonesia.

Upaya peningkatan persepsi positif mengenai perekonomian Indonesia oleh IRU juga didukung oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Luar Negeri (KPwLN). Terkait hal ini, telah dilakukan sejumlah kegiatan hubungan investor sepanjang 2014, antara lain investor summit di London (19 Maret 2014), Indonesia Investment and Trade Day di Toronto (7-8 Mei 2014), di Singapura (22 Agustus 2014) dan di Hongkong (15 September 2014).

Dengan perkembangan kegiatan hubungan investor yang telah dilaksanakan, IRU mendapatkan apresiasi dari lembaga internasional (Institute of International Finance/IIF) yang selama ini melakukan penilaian atas praktek hubungan investor di emerging markets. Pada tahun 2014, IRU memperoleh score 42 untuk kategori Investor Relations Practices Criteria dan merupakan score tertinggi yang diberikan oleh IIF.

BAB III Pelaksanaan Tugas Pokok dan Wewenang Bank Indonesia

98Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

BAB IV

Kapabilitas Intern Bank Indonesia

Dalam rangka mendukung terwujudnya akuntabilitas pelaksanaan tugas pokok Bank Indonesia

yang berlandaskan tata kelola organisasi yang baik, selama triwulan IV-2014 dan tahun 2014,

Bank Indonesia melaksanakan berbagai kegiatan strategic support yang berpegang pada

prinsip-prinsip akuntabilitas dan transparansi kepada publik.

BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia

100Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

4.1. GovernanceUntuk mendukung pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas Bank Indoesia secara efektif dan yang dapat dipertanggungjawabkan, Bank Indonesia secara konsisten menerapkan tata kelola (governance) dalam berbagai aspek pengelolaan organisasi.

Penerapan governance di Bank Indonesia mencakup beberapa kegiatan utama mulai dari perencanaan strategi, perumusan kebijakan, pengelolaan risiko dan pengendalian internal, hingga pengelolaan hubungan dengan pemangku kepentingan. Sesuai prinsip governance Bank Indonesia, masing-masing kegiatan tersebut dilaksanakan dengan berlandaskan pada asas independensi, akuntabilitas, dan transparansi.

Pemenuhan aspek akuntabilitas Bank Indonesia dilakukan melalui penyampaian laporan pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada DPR-RI dan Pemerintah secara triwulanan dan tahunan. Melengkapi penyampaian laporan tertulis mengenai pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Bank Indonesia juga memberikan penjelasan langsung kepada kepada DPR-RI terhadap berbagai kebijakan yang terkait dengan kewenangan Bank Indonesia. Terkait akuntabilitas keuangan, Laporan Keuangan Bank Indonesia yang merefleksikan pelaksanaan tugas Bank Indonesia diaudit oleh auditor negara yakni BPK. Hasil audit BPK terhadap Laporan Keuangan Bank Indonesia 2013 yang diterbitkan pada triwulan II-2014 memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian yang berarti laporan keuangan telah memenuhi prinsip akuntansi dan tidak terdapat kesalahan yang material.

Bentuk akuntabilitas lainnya adalah pengawasan kegiatan operasional tertentu Bank Indonesia oleh Badan Supervisi Bank Indonesia. Selama 2014, Bank Indonesia melakukan pembahasan dan menindaklanjuti hasil telahaan BSBI untuk meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan tugasnya. Dari sisi penguatan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan, Bank Indonesia telah menyempurnakan ketentuan mengenai Penyelenggaraan Rapat Dewan Gubernur (RDG) sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi di Bank Indonesia. Selain itu, untuk mendukung proses perumusan kebijakan yang akuntabel, Bank Indonesia juga menyempurnakan ketentuan mengenai Komite sebagai organ organisasi yang akan membantu Dewan Gubernur dalam merumuskan rekomendasi keputusan.

Untuk memperkuat integritas, Bank Indonesia bekerja sama dengan KPK merintis pengaturan kewajiban pelaporan harta kekayaan yang ditujukan hingga pegawai Bank Indonesia mulai pangkat Staf ke atas. Selain itu, Bank Indonesia juga menyempurnakan aturan perilaku dan pengenaan disiplin agar sesuai dengan nilai-nilai strategis Bank Indonesia yang baru.

Untuk memenuhi aspek transparansi, Bank Indonesia juga mempublikasikan laporan tersebut kepada masyarakat melalui situs Bank Indonesia dan media massa. Secara tahunan, Bank Indonesia juga mempublikasikan Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia yang telah diaudit oleh BPK. Berbagai publikasi laporan lain juga disediakan di situs Bank Indonesia agar masyarakat dapat mengakses perkembangan terkini kondisi perekonomian, sistem keuangan, dan sistem pembayaran yang menjadi tugas Bank Indonesia.

4.2. Manajemen Strategi dan KinerjaDinamika perekonomian Indonesia tahun 2014 yang mengalami moderasi pertumbuhan sebagai imbas dari dinamika global dan kebijakan stabilisasi, menjadi tantangan tersendiri bagi Bank Indonesia. Tantangan dalam hal ini khususnya dalam melaksanakan tugas Bank Indonesia sebagaimana amanat Undang-Undang tentang Bank Indonesia. Untuk

Bank Indonesia mendorong

implementasi governance

melalui penguatan

akuntabilitas dan

menerapkan transparansi

informasi kepada

parlemen, Pemerintah, dan

publik.

Indikator Kinerja Utama dan deliverables

program kerja inisiatif tahun

2014 secara umum tercapai

sesuai target yang telah

ditetapkan.

BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia

101Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

itu, Bank Indonesia melakukan serangkaian kegiatan monitoring dan pengendalian atas pelaksanaan program strategis di seluruh Satuan Kerja dalam melaksanakan tugas Bank Indonesia.

Monitoring dilakukan melalui pelaksanaan review secara reguler setiap triwulan terhadap pelaksanaan tugas dan kinerja seluruh Satuan Kerja. Review bertujuan untuk mengetahui tantangan yang dihadapi dalam implementasi program kerja utama satuan kerja. Selain itu, review juga bertujuan untuk mencari alternatif solusi terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi untuk mendorong pencapaian kinerja secara optimal. Pada akhirnya, monitoring bertujuan untuk memastikan bahwa strategi yang telah disusun dapat dilaksanakan secara tepat, terukur dan terfokus sehingga berkontribusi positif terhadap pencapaian tujuan Bank Indonesia.

Sebagai wujud akuntabilitas, Bank Indonesia telah menetapkan ukuran dan target yang obyektif dan terukur berupa Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama (IKU) Bank Indonesia 2014. Di akhir 2014, dilakukan pengukuran pencapaian sasaran strategis dan kinerja berdasarkan IKU yang akan dievaluasi oleh Dewan Gubernur untuk pelaksanaan tugas ke depan. Pencapaian IKU Bank Indonesia tahun 2014 secara umum sesuai target yang ditetapkan, sebagaimana Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Pencapaian Indikator Kinerja Utama Bank Indonesia Tahun 2014

�����������������������������

�� ���������������������� � ������� ������� ��������������������������������������� ������� ��������� ���� ������������������������­���������� �������­� ������� ���������� ����������������������������������������������� ��������� ���� ���������������������������­����� ����������� ���� ���������� ����������������������������������������������­������� ���������� ����� ������������������������������� ����������������������� ������������ ������� ������������������������������������������­��������������� ��� ����� ��������������������������­�������­������ ������� ���� ������

��� �� �������

Dalam upaya mencapai IKU tersebut, dilakukan percepatan melalui penetapan program kerja (PK) Inisiatif yang menjadi prioritas untuk dilaksanakan. Dalam pelaksanaannya, penyelesaian target deliverables PK inisiatif mengacu kepada Initiative Charter yang telah disepakati dan disetujui oleh Dewan Gubernur. Dalam perkembangannya, terdapat pula penyesuaian terhadap penyelesaian beberapa kegiatan utama PK Inisiatif, menyesuaikan dengan perubahan kondisi yang dihadapi. Secara umum, PK insiatif tahun 2014 telah diselesaikan sesuai rencana sebagaimana tabel:

BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia

102Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Hasil evaluasi terhadap pelaksanaan strategi melalui pengukuran pencapaian IKU dan PK Inisiatif menjadi salah satu input dalam perumusan strategi periode berikutnya pada Forum Strategis (Forstra) Bank Indonesia. Forstra Bank Indonesia tahun 2014 dilaksanakan berbeda dengan Forstra tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut mempertimbangkan Forstra 2014 bukan saja menetapkan strategi jangka menengah dan tahunan, namun juga menetapkan Program Transformasi Bank Indonesia menuju Visi Bank Indonesia 2024, sebagai bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional. Program Transformasi dilakukan melalui tema transformasi dengan mencermati tantangan ke depan, baik domestik, regional, maupun regional. Tema transformasi ini selanjutnya akan dijabarkan dalam Program Strategis yang akan menjadi acuan dalam pelaksanaan program kerja di Satuan Kerja hingga tahun 2024.

Untuk tahun 2015, Bank Indonesia telah menetapkan Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama sebagai alat ukur keberhasilan pencapaian sasaran. Sasaran Strategis dan IKU Bank Indonesia tersebut menjadi acuan dalam Kontrak Kinerja Satuan Kerja. Pada triwulan IV-2014, seluruh Satuan Kerja menyusun Kontrak Kinerja yang berisi Indikator Kinerja Utama beserta targetnya, program kerja, dan anggaran yang merupakan penjabaran dari Stategi Bank Indonesia yang telah ditetapkan.

Sebagai bagian dari penerapan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK), seluruh program kerja tersebut disaring agar memiliki kontribusi terhadap pencapaian strategi Bank Indonesia. Kontrak Kinerja merupakan penugasan Anggota Dewan Gubernur Bidang kepada Pemimpin Satuan Kerja untuk mencapai target Indikator Kinerja Utama Satuan Kerja yang telah diarahkan oleh Dewan Gubernur.

Sejalan dengan proses tersebut, Rencana Anggaran Tahunan Bank Indonesia (RATBI) Operasional Bank Indonesia 2015 disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang kemudian secara prinsip telah dibahas dan disetujui pada triwulan III-2014. Selanjutnya, RATBI tersebut menjadi landasan Bank Indonesia dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya di tahun 2015. Dalam penyusunan RATBI, prinsip ABK telah

Tabel 4.2 Pencapaian Program Kerja Inisiatif Bank Indonesia Tahun 2014

���������

�� ������������������������������������������������ �������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

�� ��������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

�� ������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

�� ����������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

�� ������������������������������������� �����������������������������������������������������������������������������������������

 � ��������������������������������������������������������������­�����������������������������������������������������������������������������������������

�� ������������������������������������������������������������������ ������������������������������������������������������������������������������������������� �����������������������

����� ������������ ��� ����������������������������������������������������������������������������������������������������������

���������� ���������� ����������������������������� ����������������������������������� ��������������������������������������������������������������������� ���������������������������������

������������������������ ������������������������������������ �������

����������

�������������

�������������

�������������

�������������

�������������

�������������

��������������������������

�������������

��������������������������

�������������

BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia

103Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

diterapkan dengan mengaitkan alokasi anggaran dengan level kinerja tertentu yang menggambarkan pencapaian pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia.

4.3. Manajemen RisikoPenguatan tata kelola dalam pelaksanaan fungsi manajemen risiko tahun 2014 menjadi bagian implementasi program transformasi Bank Indonesia. Hal ini sejalan perkembangan best practices yang dilaksanakan oleh bank sentral terkemuka. Penguatan fungsi manajemen risiko dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh fungsi manajemen risiko di Bank Indonesia dalam Departemen Manajemen Risiko yang terbentuk pada akhir tahun 2014.

Pemisahan fungsi pengelolaan risiko dari satuan kerja yang melaksanakan fungsi-fungsi utama bertujuan untuk meningkatkan independensi risk officer dalam melakukan asesmen dan pemantauan risiko-risiko pada departemen yang memiliki eksposur risiko tinggi. Fungsi pengelolaan risiko juga diperkuat dengan pemantauan dan pengendalian risiko terkait faktor eksternal, penetapan risk appetite/tolerance berdasarkan sasaran strategis Bank Indonesia, evaluasi kecukupan manajemen risiko dalam proses bisnis satuan kerja, dan pelaksanaan Business Continuity Management (BCM).

Pada 2014, perkembangan penyempurnaan asesmen framework Manajemen Risiko di Bank Indonesia mengacu pada kerangka Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO). Kerangka COSO didasari pada 3 aspek, yang terdiri: (i) Pimpinan setiap Departemen memantau insiden secara rutin karena mereka lebih mengetahui tingkat masalah dari sumber risiko serta memitigasi, sebagai pertahanan pertama, (ii) Pemantauan insiden atau risiko harus secara berkesinambungan untuk dikaji oleh Manajemen Risiko Bank Indonesia, sebagai pertahanan kedua, dan (iii) Fungsi internal audit memantau pengendalian terhadap asesmen dan menguji apakah pengendalian sudah dilakukan secara efektif dalam penerapan, sebagai petahanan ketiga.

Pelaksanaan identifikasi dan monitoring risiko-risiko strategis Bank Indonesia dilakukan secara berkala, termasuk upaya pengendalian risiko yang dituangkan dalam Early Warning System/Risk Alert. Sementara dalam pengelolaan risiko di satuan kerja, dilakukan review terhadap hasil penilaian risiko inheren dan sistem pengendalian risiko oleh satuan kerja (self assessment), serta tindak lanjut penyempurnaannya.

Untuk meningkatkan peran Risk Officer dalam mengelola risiko di satuan kerja, telah diselenggarakan Pertemuan Tahunan Risk Officer. Melalui pembahasan dalam pertemuan tersebut, Risk Officer diharapkan dapat meningkatkan kualitas laporan profil risiko dan Risk Alert agar mampu mengidentifikasi risiko secara akurat, sehingga dapat ditetapkan risk response maupun control activities yang tepat. Selain penilaian risiko secara berkala, evaluasi risiko juga dilakukan dalam penyusunan dan penyempurnaan ketentuan internal dan penyelenggaraan kerja sama dengan pihak eksternal.

4.4. Audit InternProses pencapaian sasaran strategis Bank Indonesia dikawal melalui pelaksanaan fungsi audit intern yang meliputi kegiatan audit (assurance) dan konsultasi (consulting). Kegiatan tersebut dilakukan terhadap aspek tata kelola (governance) organisasi, manajemen risiko (risk management), dan pengendalian intern (internal control) dalam operasional kegiatan Bank Indonesia.

Untuk memastikan kepatuhan terhadap prosedur dan aturan, audit internal Bank Indonesia melakukan audit baik yang bersifat umum maupun sesuai kebutuhan.

Bank Indonesia melakukan pemantauandanpengendalian risiko strategis yang muncul selama tahun 2014. Bank Indonesia juga memperkuat fungsimanajemen risiko dengan mengintegrasikan seluruh fungsi manajemenrisiko di Bank Indonesia.

BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia

104Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Kegiatan audit tahun 2014 dilakukan dengan mengidentifikasi dan memetakan kembali proses bisnis di Bank Indonesia. Hal tersebut sebagai tindak lanjut penyesuaian organisasi pascaberalihnya fungsi pengawasan bank ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pemetaan kembali proses bisnis bertujuan untuk memastikan kesesuaian proses aktual dengan ketentuan, yang secara bertahap telah dilakukan terhadap enam area yaitu: (i) logistik, (ii) keuangan inklusif, (iii) pengelolaan uang, (iv) keuangan intern, (v) sistem informasi dan (vi) statistik.

Pengembangan sumber daya manusia untuk mendukung kelancaran dan kualitas kegiatan audit dan konsultansi dilakukan melalui peningkatan kompetensi auditor internal. Kegiatan konsultansi diberikan untuk internal Bank Indonesia dalam rangka perbaikan implementasi dan desain ketentuan. Salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensi auditor internal dilakukan melalui sertifikasi nasional dan internasional.

Fungsi audit intern di Bank Indonesia berperan pula sebagai fasilitator dalam kegiatan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan – Republik Indonesia (BPK-RI), termasuk monitoring penyelesaian hasil audit. Sampai akhir 2014, penyelesaian tindak lanjut temuan BPK-RI terhadap Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) sejak 1999 sampai dengan 2013 telah mencapai 87,14% atau sebanyak 1.572 butir dari total 1.804 butir temuan.

Penyempurnaan fungsi audit intern dilakukan secara berkesinambungan sesuai dengan roadmap pengembangan 2014  –  2018. Pengembangan audit intern mencakup aspek sumber daya manusia, kebijakan dan prosedur, struktur organisasi, serta database dan Sistem Informasi Audit Intern (SIAI). Tujuan pengembangan diarahkan kepada semakin kuatnya keberadaan, peran, dan fungsi fungsi audit intern di Bank Indonesia.

Guna memperkuat tata kelola di Bank Indonesia dan mendukung fungsi audit intern, dilakukan review dan penyusunan konsep pembentukan Whistle Blowing System (WBS) sebagai suatu sistem pelaporan dan penindakan pelanggaran di Bank Indonesia. Adapun penyiapan ketentuan, kesiapan organisasi dan sosialisasi serta penyediaan sistem informasi pendukung WBS akan menjadi program kerja tahun 2015.

4.5. Keuangan InternPelaksanaan kebijakan manajemen keuangan intern diarahkan dalam upaya meningkatkan good governance dan memelihara sustainabilitas keuangan Bank Indonesia. Hal tersebut bertujuan guna mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia di bidang moneter, sistem pembayaran dan pengembangan uang Rupiah, serta stabilitas sistem keuangan. Pelaksanaan good governance pengelolaan keuangan intern Bank Indonesia antara lain tercermin dari rasio modal selama triwulan IV-2014 yang mencapai 7,72% pada Desember 2014 atau sesuai dengan target Indikator Kinerja Utama (IKU) BI yaitu rasio modal > 3,00%.

Berdasarkan Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia periode 2014 (unaudited), sampai dengan triwulan-IV 2014, kondisi keuangan Bank Indonesia, baik penerimaan maupun pengeluaran relatif terjaga. Terjaganya kondisi keuangan Bank Indonesia ditunjukkan dengan surplus sebelum pajak sebesar Rp54.473 miliar atau mencapai 129% dari surplus tahun 2013. Adapun total penerimaan adalah sebesar Rp92.284 miliar sedangkan total beban pengeluaran sebesar Rp37.811 miliar. Surplus tersebut terutama dipengaruhi oleh besarnya penerimaan dari selisih kurs transaksi valuta asing dan pendapatan bunga masing-masing sebesar 56% dan 31% dari keseluruhan total penerimaan. Sedangkan dari sisi beban, pelaksanaan kebijakan moneter masih mendominasi sebesar 61% dari keseluruhan beban pengeluaran Bank Indonesia.

Berdasarkan LKT BI periode 2014

(unaudited), kondisi

keuangan Bank Indonesia relatif

terjaga. Dalam mendukung

transparansi dan akuntabilitas

keuangan, Bank Indonesia

melakukan diseminasi kebijakan

akuntansi BI implementasi

standard cost kepada

stakeholders.

BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia

105Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Terkait pengelolaan keuangan intern, Bank Indonesia melaksanakan Pengelolaan Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) tahun 2014. Hal ini dilakukan dalam rangka pelaksanaan tugas Bank Indonesia dengan tetap senantiasa berlandaskan pada prinsip transparansi, efektivitas, dan kepatutan. Sampai dengan triwulan IV-2014, realisasi ATBI pengeluaran operasional mencapai Rp6.268 miliar atau sebesar 94,09% dari rencana tahun 2014.

Selama tahun 2014, Bank Indonesia telah melakukan berbagai program kerja dalam rangka mendukung sustainabilitas, transparansi, dan akuntabilitas keuangan Bank Indonesia sebagai berikut:

1. Berkaitan dengan implementasi Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia (KAKBI), selama tahun 2014, Bank Indonesia telah melakukan diseminasi informasi KAKBI kepada stakeholders antara lain auditor ekstern, akademisi, dan praktisi. Diseminasi informasi KAKBI juga dilakukan dalam forum Executives Meeting of East Asia-Pacific Central Banks (EMEAP) 31st Meeting of Working Group on Payment and Settlement Systems di New Zealand. Pada November dan Desember 2014, Bank Indonesia memfasilitasi three party meeting antara auditor ekstern, bank sentral lain, dan auditor bank sentral lain untuk membahas standar akuntansi bank sentral yang digunakan sebagai acuan auditor dalam melakukan audit laporan keuangan bank sentral.

2. Selama 2014, penerapan performance based budgeting telah ditindaklanjuti dengan penyusunan capital budgeting dan standard cost Bank Indonesia. Penyusunan capital budgeting masih berlanjut dengan tahapan uji coba implementasi. Capital budgeting merupakan salah satu bentuk evaluasi kelayakan pelaksanaan rencana investasi dan telah dilakukan uji coba pada pilot project rencana investasi 2015.

3. Implementasi standard cost telah dilakukan secara bertahap sejak tahun 2013. Selama tahun 2014, telah dilakukan implementasi serta penyesuaian dari sisi nominal standard cost. Penyesuaian ini dilakukan terhadap kegiatan penelitian, seminar, dan pengaturan sebagai bentuk penajaman dari aspek pengendalian keuangan.

4. Terkait dengan penerapan konsep Asset Liability Management (ALM), telah dilakukan implementasi ALM Framework secara bertahap. Penerapan ALM merupakan upaya penjabaran kondisi dan struktur aset dan liabilitas sebagai dampak dari pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Lebih lanjut, ALM Framework berperan sebagai pengukuran early warning bidang keuangan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan manajerial. Tahapan awal telah dilakukan melalui penyesuaian dari sisi mekanisme pengendalian atas aset dan liabilitas.

5. Dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan, Bank Indonesia saat ini sedang menyusun Tax Management Framework (TMF). Ruang lingkup dari TMF terdiri dari terdiri dari penyusunan tax strategic plan, implementasi strategi, serta evaluasi dan pengendalian pajak. Selama triwulan IV-2014, penyusunan TMF sudah mencapai tahapan grand design yang terdiri dari perancangan enablers-deliverables dan roadmap implementasi strategi. Perancangan grand design didasarkan pada hasil analisis SWOT atas delapan infrastruktur pendukung yakni (i) structure of tax function, (ii) people, (iii) leadership, (iv) control and risk management, (v) process, (vi) data, (vii) technology, dan (viii) communication.

4.6. Sistem InformasiGuna memperkuat dukungan Sistem Informasi (SI) terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia, Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI) memberikan rekomendasi

Bank Indonesia mengarahkan pengembangan sistem informasi untuk mendukung proses perumusan kebijakan, serta penguatan arsitektur dan governance sistem informasi.

BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia

106Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

untuk melakukan penguatan atas arsitektur dan governance (tata kelola) SI. Penerapan asitektur SI yang direkomendasikan oleh AFSBI diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan SI melalui penyederhanaan jumlah sistem yang dikelola. Dalam aspek tata kelola, AFSBI merekomendasikan untuk melakukan penguatan dalam beberapa aspek khususnya terkait perencanaan proyek dan pengelolaan vendor.

Penguatan tata kelola SI juga dilakukan melalui penyempurnaan Surat Edaran Intern terkait proses pengembangan aplikasi. Penyempurnaan yang dilakukan terkait dengan proses penyusunan kebutuhan, pengujian aplikasi, dan pengakhiran aplikasi. Melalui penyempurnaan proses, khususnya terkait dengan penyusunan spesifikasi kebutuhan, diharapkan kebutuhan pengembangan aplikasi dapat dideskripsikan dengan lebih jelas dan komprehensif, sehingga dapat meminimalkan perubahan/perbaikan pada saat pengembangan.

Dukungan SI pada sektor moneter diwujudkan melalui beberapa aplikasi pelaporan bank yang diimplementasikan pada triwulan IV-2014. Sementara itu, dukungan SI pada sektor stabilitas sistem keuangan telah diselesaikan pengembangan beberapa aplikasi terkait UMKM dan perhitungan GWM. Pada sektor sistem pembayaran, telah diselesaikan pengembangan aplikasi terkait sistem pengawasan. Selanjutnya, pada sektor manajemen intern telah dilakukan implementasi aplikasi atas penyempurnaan beberapa modul dalam sistem manajemen sumber daya manusia.

Selain melakukan pengembangan aplikasi, pengelola SI juga melakukan pengembangan infrastruktur Teknologi Informasi (TI) yang hingga akhir triwulan IV-2014 pengembangannya mencapai 88,51% dari target rencana. Lebih lanjut, pada triwulan IV-2014 juga telah dilakukan implementasi atas beberapa infrastruktur TI yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan. Infrastruktur yang diimplementasikan berupa perangkat keras (server dan storage), perangkat lunak, perangkat security, dan perangkat jaringan komunikasi data.

Pada 2014, telah diselesaikan pembangunan Data Center baru (DC). DC ini dibangun dengan spesifikasi dapat memenuhi standar internasional Telecommunications Industry Association (TIA) 942. Pada triwulan IV-2014, telah diimplementasikan perangkat infrastruktur TI utama seperti jaringan komunikasi data dan perangkat keras agar DC dapat segera digunakan.

Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan sistem informasi, Bank Indonesia bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan khususnya terkait dengan pertukaran informasi lembaga jasa keuangan. Sejak awal tahun 2014, telah dibentuk Forum Koordinasi Pertukaran Informasi dan Sistem Pelaporan (FKPISP) yang diketuai oleh Anggota Dewan Gubernur yang membawahkan pengelolaan sistem informasi. FKPISP bertujuan untuk membahas kebutuhan pertukaran informasi antara Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Pada triwulan IV-2014 dilakukan koordinasi intensif untuk melengkapi mekanisme kerja pertukaran informasi antar lembaga. Disamping itu, juga dilakukan koordinasi rencana pengembangan sistem tahun 2015 di masing-masing lembaga terkait dengan informasi lembaga keuangan. Hal ini dilakukan agar Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dapat bersinergi dan mengurangi duplikasi pengembangan aplikasi.

BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia

107Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

4.7. Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM)4.7.1. Penyempurnaan Organisasi Bank Indonesia

Terkait dengan penyempurnaan organisasi Bank Indonesia, sebagai tindak lanjut implementasi AFSBI, selama tahun 2014 telah dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Mendesain framework, kebijakan dan pedoman organisasi yang efektif dan efisien di seluruh satuan kerja Bank Indonesia, dengan memperhatikan kondisi organisasi Bank Indonesia dan best practices dari peer group bank sentral negara lain sebagai tindak lanjut dari AFSBI.

2. Penyiapan repository arsitektur proses bisnis antara lain pedoman metodologi penyusunan proses bisnis Bank Indonesia dari level Bank Indonesia wide (BI-wide) sampai dengan level aktifitas kerja, peta proses bisnis Level 1(BI-wide) dan 2 (satuan kerja dan lintas satuan kerja), serta tools berupa aplikasi repository.

3. Penyusunan model bisnis KPwDN Provinsi.

4. Pembentukan organisasi KPw Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Provinsi Papua Barat.

5. Pembentukan satker Pusat Program Transformasi Bank Indonesia dan Departemen Manajemen Risiko.

6. Penyelesaian konsep proyek jalur karir, strategi rekrutmen, dan leadership engine Bank Indonesia.

4.7.2. Pemenuhan dan Pengembangan SDM

Mempertimbangkan kebutuhan SDM berdasarkan perencanaan kebutuhan SDM tahun 2014-2018, Bank Indonesia melakukan pemenuhan dari eksternal melalui rekrutmen calon pegawai dan dari internal melalui mutasi dan promosi pegawai di berbagai level jabatan.

Dalam rangka pemenuhan kebutuhan SDM melalui rekrutmen eksternal selama tahun 2014, telah dilakukan kegiatan sebagai berikut:

1. Pengangkatan Asisten Satpam dan calon pegawai muda (PCPM), baik melalui jalur universitas maupun jalur umum.

2. Pengangkatan multi level entry (MLE) setingkat Manajer dan Asisten Manajer.

3. Penerimaan pegawai setingkat Asisten dan Staf yang meliputi Asisten Satpam, Satpam Yunior, Asisten Kasir, Kasir Yunior, Sekretaris dan Pelaksana Yunior.

4. Pemenuhan pegawai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) selama tahun 2014 setingkat Asisten Manajer, Asisten Direktur, Direktur, dan Direktur Eksekutif.

Adapun program pengembangan SDM yang dilaksanakan pada triwulan IV-2014 dan tahun 2014 adalah sebagai berikut:

1. On Boarding, ditujukan bagi calon pegawai baru sebagai pembekalan pengetahuan dan praktikal melalui klasikal dan On the Job Training (OJT).

Mengacu pada Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia 2014, Bank Indonesia melakukan penyempurnaan organisasi, pemenuhan dan pengembangan SDM, dan penguatan nilai-nilai strategis baru.

BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia

108Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

2. Leadership Development Program (LDP), yakni pembekalan aspek–aspek kepemimpinan baik teknis maupun perilaku yang ditujukan untuk pegawai yang memperoleh kenaikan jabatan/kepangkatan.

3. Competency Development Program (CDP), ditujukan untuk pengembangan kompetensi yang dilakukan melalui kegiatan peningkatan mutu ketrampilan dalam bentuk short course, seminar, benchmarking, dll.

4. Program Tugas Belajar (PTB), yaitu pengembangan pegawai yang bersifat jangka panjang dengan melaksanakan program tugas belajar S2 maupun S3 baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

5. Penugasan dan Attachment/Technical Assistance: Program pengembangan pegawai Bank Indonesia yang bersifat penugasan (lebih dari 1 tahun), attachment dan technical assistance (kurang dari 1 tahun) baik di lembaga negara, pemerintah atau perusahaan swasta di dalam negeri atau diluar negeri.

Program penugasan dilakukan antara lain di International Monetary Fund (IMF), Asean Macro Economics Research Office (AMRO), Islamic Reasearch and Training Institute (IRTI), dan lembaga dalam negeri seperti Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Sekretariat Wakil Presiden, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sementara itu, program attachment dilakukan di lembaga internasional seperti Deutsche Bundesbank, Reserve Bank of Australia, De Nederlandsche Bank, Australian Prudential Regulation Authority, dan The South East Asian Central Banks (SEACEN) Center.

6. International Conference, Workshop, Course. Program kegiatan internasional dalam bentuk seminar, workshop, maupun pelatihan. Pelaksanaannya bekerja sama dengan lembaga-lembaga internasional seperti The SEACEN Center, Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), Toronto Centre dan Deutsche Bundesbank.

Terkait dengan pengembangan SDM, pada 2014 telah dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Pelaksanaan evaluasi program pengembangan SDM Level 3 (Behavior) tahun 2014 dengan rata-rata nilai 4,95 dari skala 6.

2. Penyusunan modul-modul pengembangan entrance program (on boarding) yang meliputi modul PCPM, modul Asisten Kasir, modul Asisten Satpam, modul PKWT research assistant serta modul MLE.

3. Program pengembangan kompetensi pegawai antara lain on Boarding, Leadership Program (LDP), Competency Development Program (CDP, Coaching & Mentoring Program, dan penugasan (attachment and assignment program).

4.7.3. Upaya-Upaya Penyiapan Organisasi dan SDM dalam rangka Pengelolaan dan Pemindahan Pegawai Bank Indonesia Ke Otoritas Jasa Keuangan

Menindaklanjuti pengelolaan dan pemindahan Pegawai Bank Indonesia ke OJK, serta menyusun paket kebijakan SDM yang kondusif baik bagi Bank Indonesia maupun OJK, telah dilakukan hal-hal sebagai berikut:

HCDG, DPTP

BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia

109Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

1. Pengelolaan remunerasi penugasan pegawai Bank Indonesia di Otoritas Jasa Keuangan telah disetujui oleh DPR untuk tetap menjadi beban Bank Indonesia tahun 2015.

2. Perjanjian pengelolaan pegawai penugasan ke Otoritas Jasa Keuangan sebagai tindak lanjut keputusan Rapat Dewan Gubernur telah disampaikan ke Otoritas Jasa Keuangan dan telah ditandatangani tanggal 19 Desember 2014.

4.7.4. Transformasi Budaya Kerja Bank Indonesia

Selama tahun 2014, telah dilakukan antara lain hal-hal sebagai berikut:

1. Internalisasi nilai strategis melalui workshop/pelatihan bagi Change Leader, Change Coordinator, dan Change Agent, dan Eksekutif workshop untuk menetapkan change program generik yang berlaku secara BI wide.

2. Penyusunan change program generik dan spesifik oleh seluruh satker.

3. Internalisasi dan sosialisasi nilai-nilai strategis (NNS) melalui values card, video perilaku, banner, poster, souvenir nilai strategis, event lomba-lomba berkolaborasi dengan event HUT BI dan HUT RI, photobooth dalam event IT Expo, animasi tentang transformasi budaya kerja Bank Indonesia, komik/karikatur NNS dan majalah dinding (mading).

4. Survei tingkat awareness secara paper based dan online. Jumlah responden yang mengisi survey sebanyak 1052 responden.

5. Kegiatan monitoring implementasi change program di 23 satker KP dan 9 KPw Wilayah dan kegiatan workshop feedback hasil monitoring dan culture clinic dalam rangka akselerasi dan monitoring implementasi change program di satker KP dan KPw.

4.8. Aspek HukumAktualisasi fungsi, tugas, dan kewenangan Bank Indonesia dalam rangka mencapai tujuannya, dilakukan dalam bentuk pengambilan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan operasional. Kebijakan Bank Indonesia dapat berupa pernyataan posisi (stance), keputusan (decision), ataupun penetapan suatu peraturan (regulation). Baik kebijakan maupun pelaksanaan kegiatan operasional Bank Indonesia harus dapat dipertanggungjawabkan dalam konteks akuntabilitas publik, termasuk secara hukum. Agar setiap kebijakan dan pelaksanaan kegiatan operasional Bank Indonesia dapat senantiasa memenuhi aspek governance serta sejalan dengan prinsip hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (rule of law) maka diperlukan adanya suatu fungsi hukum di Bank Indonesia.

Bentuk fungsi hukum yang dibutuhkan tersebut berupa:

a. Pemberian opini/advis hukum dalam rangka perumusan, penetapan, dan pelaksanaan suatu kebijakan serta kegiatan operasional Bank Indonesia, serta

b. Pelaksanaan kuasa mewakili di dalam dan di luar pengadilan (litigasi dan alternative dispute resolution/ADR), dengan didukung oleh kegiatan penelitian hukum dan pemberian bantuan hukum kepada setiap pelaksana tugas kedinasan Bank Indonesia.

Dalam rangka melaksanakan tugas Bank Indonesia secara efektif, peningkatan pelaksanaan fungsi hukum Bank Indonesia dan dukungan perangkat peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum sangat diperlukan. Oleh karena itu Bank Indonesia selalu

Selama tahun 2014, Bank Indonesia menghasilkan 127 ketentuan yang terdiri dari 21 PBI, 24 SE Ekstern, 9 PDG, dan 73 SE Intern di bidang moneter, sistem keuangan, sistem pembayaran, dan kapabilitas intern.

BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia

110Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

berusaha memperbaiki produk hukum yang berlaku di Bank Indonesia, yaitu Peraturan Bank Indonesia, Peraturan Dewan Gubernur, Surat Edaran Bank Indonesia dan Keputusan Pejabat Bank Indonesia dengan menyesuaikan dengan kondisi hukum saat ini.

Sepanjang tahun 2014, Bank Indonesia telah mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan di bidang moneter, sistem pembayaran dan pengedaran uang, serta stabilitas sistem keuangan. Salah satu peraturan yang sedang diatur kembali adalah peraturan mengenai pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Berkenaan dengan hal tersebut, pada triwulan IV-2014, sedang disusun Rancangan Peraturan Bank Indonesia tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Bank Indonesia dan Keputusan Bank Indonesia untuk melakukan revisi atas Peraturan Dewan Gubernur No. 1/1/1999 tentang Tata Tertib Penyusunan Peraturan Perundang-undangan Bank Indonesia.

Dalam rangka penyusunan Rancangan Peraturan Bank Indonesia tersebut, telah dilakukan diskusi dengan beberapa pakar hukum di bidang peraturan perundang-undangan serta telah dilakukan kajian dan perbandingan dengan pengaturan atas peraturan perundang-undangan dan keputusan pada beberapa kementerian/instansi lain, termasuk Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Finalisasi konsep Rancangan Peraturan Bank Indonesia tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Bank Indonesia dan Keputusan Bank Indonesia tersebut sedang berjalan.

Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan penjajakan untuk penyusunan pedoman kerja antara Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengamanan Bank Indonesia dan Pengawalan Barang Berharga Milik Negara.

Dalam rangka penataan lembaga negara/otoritas di bidang keuangan, terutama pasca berdirinya Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia secara aktif berkoordinasi dengan Kementerian keuangan untuk menyusun draf dan naskah akademik Rancangan Undang-Undang tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan dan Rancangan Undang-Undang tentang Bank Indonesia.

Di samping itu, dalam rangka mendukung pembangunan hukum nasional, Bank Indonesia senantiasa berpartisipasi aktif dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) dan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang memiliki keterkaitan erat dengan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia. Beberapa pembahasan yang diikuti secara aktif oleh Bank Indonesia antara lain RUU tentang Perbankan, RUU tentang Pembatasan Transaksi Penggunaan Uang Kartal, RUU tentang Usaha Perasuransian, RPP tentang Pembawaan Uang Tunai dan Instrumen Pembayaran Lain ke Dalam atau ke Luar Daerah Pabean Indonesia, RPP tentang Pihak Pelapor Baru, RPP tentang Koperasi Simpan Pinjam, RPP tentang Penyelenggaraan Perkoperasian, serta RPP tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan dan Pemisahan Perseroan.

Selanjutnya, guna mendukung pengembangan ilmu hukum di Indonesia serta dalam rangka pendalaman materi yang akan diatur dalam RUU Amandemen UU Bank Indonesia, Bank Indonesia secara aktif bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi di Indonesia untuk melakukan penelitian hukum (legal research). Sepanjang tahun 2014, Bank Indonesia melakukan kerja sama dengan dua perguruan tinggi, yaitu :

1. Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta dalam penelitian hukum mengenai peran Bank Indonesia sebagai Lender of Last Resort; dan

2. Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dalam penelitian hukum mengenai aspek hukum sistem pembayaran dalam sistem pembayaran elektronik (e-commerce).

BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia

111Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Pada sektor moneter, pelaksanaan fungsi hukum tampak dalam penyusunan Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI). Hal ini terlihat antara lain dari (i) perubahan Laporan Harian Bank Umum (LHBU), (ii) pengelolaan cadangan devisa, (iii) penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang luar negeri korporasi non-bank, (iv) pelaporan kegiatan lalu lintas devisa, (v) pelaporan kegiatan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang luar negeri korporasi non-bank, (vi) perubahan transaksi swap lindung nilai kepada Bank Indonesia, (vii) perubahan tata cara penempatan berjangka syariah dalam valas, (viii) perubahan operasi pasar terbuka (moneter), (ix) perubahan pelaporan kegiatan lalu lintas devisa oleh bank, dan (x) penyelenggaraan sistem BIG-eB.

Pelaksanaan fungsi hukum pada sektor sistem pembayaran dan pengedaran uang serta stabilitas sistem keuangan terlihat dalam penyusunan Peraturan Bank Indonesia mengenai: (i) kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, (ii) perubahan Surat Edaran Bank Indonesia mengenai penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu, (iii) Surat Edaran Bank Indonesia mengenai Penyelenggaraan Sistem BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), (iv) Surat Edaran Bank Indonesia mengenai BI-Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS). Kegiatan fungsi hukum dalam hal ini dalam rangka memastikan keharmonisan dan keselarasan pengaturan pada setiap Peraturan Bank Indonesia dan peraturan pelaksanaan yang akan dikeluarkan.

Selanjutnya, juga dilakukan penyusunan kerja sama/nota kesepahaman dengan berbagai instansi terkait pedoman kerja mengenai: (i) tata cara pelaksanaan penanganan dugaan tindak pidana di bidang sistem pembayaran dan kegiatan usaha penukaran valuta asing, (ii) tata cara pelaksanaan penanganan dugaan pelanggaran kewajiban penggunaan uang Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dugaan tindak pidana terhadap uang Rupiah, (iii) tata cara pelaksanaan pengamanan Bank Indonesia dan pengawalan barang berharga milik negara, (iv) tata cara pelaksanaan pembinaan dan pengawasan terhadap badan usaha jasa pengamanan yang melakukan kegiatan usaha kawal angkut uang dan pengolahan uang Rupiah, dan (v) kerja sama dalam rangka mendukung pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi di wilayah NKRI oleh Astindo dan PHRI. Kerja sama/nota kesepahaman bertujuan untuk memastikan bahwa kerja sama dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan kewajiban yang diambil oleh Bank Indonesia.

Selain itu, fungsi hukum juga dilakukan dalam Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan bersama dengan Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan dalam rangka pemantauan dan evaluasi stabilitas sistem keuangan serta koordinasi terkait pencegahan dan penanganan krisis. Dalam kegiatan ini, memberikan saran/masukan dari sisi hukum dan peraturan perundang-undangan terkait stabilitas sistem keuangan. Kerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan dalam menindaklanjuti kerja sama dan koordinasi dalam rangka pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dalam menyusun petunjuk pelaksanaan terkait mekanisme kerja sama, koordinasi, pertukaran informasi serta pengelolaan sistem pelaporan dan penggunaan dokumen.

Di samping itu, fungsi hukum juga terkait dengan pemberian tanggapan atau pendapat hukum dalam beberapa pembahasan dengan instansi/lembaga lain terkait dengan tugas Bank Indonesia antara lain: (i) pemberian jawaban kepada Japan International Cooperation Agency (JICA) terkait ketentuan pembiayaan dalam rupiah oleh pihak asing, dan tanggapan atas draft surat konfirmasi ke OJK, ((ii) konsep nota kesepahaman bersama BI-Pemprov Jawa

BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia

112Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Barat tentang kerja sama pengembangan ekonomi dan peningkatan daya saing daerah, dan (iii) tanggapan atas laporan akhir IMF technical assistance on deepening interbank swap and repo markets.

Di bidang litigasi, yaitu pelaksanaan kuasa mewakili Bank Indonesia di dalam dan di luar Pengadilan serta pemberian bantuan hukum kepada pelaksana tugas kedinasan yaitu pegawai dan mantan pegawai Bank Indonesia. Selama triwulan IV-2014, telah ditangani sejumlah perkara hukum baik perdata maupun tata usaha negara, serta pemberian bantuan hukum dalam pemeriksaan pegawai oleh pihak penegak hukum.

Selama tahun 2014, Bank Indonesia menghasilkan 127 peraturan baik yang diberlakukan kepada eksternal maupun internal Bank Indonesia di bidang moneter, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, dan kapabilitas intern. Ketentuan eksternal yang dikeluarkan terdiri dari 21 Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan 24 Surat Edaran Ekstern (SE Ekstern). Sementara itu, ketentuan internal yang diterbitkan terdiri dari 9 Peraturan Dewan Gubernur dan 73 Surat Edaran Intern (daftar ketentuan sebagaimana lampiran).

4.9. Program Sosial Bank Indonesia Sebagai bentuk kepedulian kepada masyarakat, Bank Indonesia menjalankan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI). Tema PSBI tahun 2014 adalah “Mendorong Pembangunan Ekonomi yang Kuat, Berkesinambungan dan Inklusif”. Untuk mendukung tema tersebut, Bank Indonesia fokus pada penguatan lima program unggulan, yaitu program pertanian terintegrasi, program mencetak tenaga kerja siap pakai, program ketahanan pangan, program komoditi unggulan dan penguatan komunitas kebanksentralan, dan literasi keuangan. Secara garis besar, PSBI dibagi dalam 3 bidang, yaitu (i) pengembangan ekonomi, (ii) peningkatan pengetahuan masyarakat terkait peran dan tugas Bank Indonesia (edukasi publik), dan (iii) kepedulian sosial.

Di bidang pengembangan ekonomi, PSBI ditujukan untuk mendukung upaya Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas harga. Upaya perbaikan sisi supply dilakukan melalui beberapa cara seperti pemberian bantuan peralatan produksi, peningkatan kemampuan (capacity building) UMKM, program klaster dan lainnya. Dengan bantuan ini, diharapkan produksi barang dan jasa dapat meningkat dan pada akhirnya dapat mengurangi masalah pasokan barang dan jasa yang sering memberikan tekanan pada stabilitas harga.

Pada triwulan I-2014, Bank Indonesia memberikan bantuan rak/pallet cold storage bawang merah di Cirebon. Bantuan tersebut diberikan untuk menambah kapasitas simpan bawang merah serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja dalam kegiatan pergudangan. Selain itu, Bank Indonesia juga memberikan bantuan pelaksanaan program pengentasan pengangguran di Bogor, bantuan penyediaan showcase pedagang foodcourt Blok G Tanah Abang, pembangunan kios gabungan kelompok tani Gunung Kidul, pelatihan UMKM di Pamekasan, pemberdayaan ekonomi pengolahan sayur organik di Surabaya, serta pelatihan kapasitas entepreneurship di Depok.

Untuk triwulan IV-2014, Bank Indonesia memberikan bantuan pengembangan dan pemberdayaan beberapa gabungan kelompok tani di beberapa wilayah dalam bidang usaha pertanian dan peternakan. Selama tahun 2014, Bank Indonesia telah memberikan: beberapa bantuan antara lain (i) bantuan peralatan nelayan Minapolitan melalui kegiatan Sekolah Pimpinan Bank Indonesia Peduli di Wisata Bahari Sendang Biru Malang, (ii) bantuan penyediaan sarana perekonomian di Kalimantan Barat, (iii) bantuan pemberdayaan

Pelaksanaan PSBI pada

tahun 2014 meliputi bidang pengembangan

ekonomi, edukasi publik,

kepedulian sosial, dan

pemberian beasiswa.

BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia

113Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

kelompok peternakan lele di Subang, bantuan pemberdayaan kelompok tani jamur di Sumedang, dan (iv) pemberdayaan ekonomi korban lumpur Lapindo di Sidoarjo melalui program penanaman jahe. Selain itu, Bank Indonesia juga memberikan bantuan penyediaan sarana dan prasarana rumah pengering pinang di Jambi dan menjalankan program pengembangan dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Program pengembangan dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan berupa penyediaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan usaha di Desa Manding Bantul, pelatihan usaha kue kering di Bojonegoro dan Tuban, serta pengembangan kelompok tani di beberapa wilayah di Bali.

Di bidang edukasi publik, Bank Indonesia berupaya agar masyarakat dapat memahami peran dan tugas Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas rupiah. Dengan pemahaman tersebut ,diharapkan dapat mendukung efektivitas kebijakan Bank Indonesia ke depan. Adapun kegiatan dilakukan melalui bantuan penyelenggaraan (sponsorship) seminar, sosialisasi, pelatihan serta workshop dengan tema yang berkaitan dengan peran dan tugas Bank Indonesia. Edukasi yang diberikan mencakup seluruh kebijakan Bank Indonesia mulai dari kebijakan moneter, kebijakan makroprudensial, kebijakan sistem pembayaran dan pengedaran uang, hingga tema kelembagaan Bank Indonesia.

Di bidang kepedulian sosial, Bank Indonesia berupaya berpartisipasi secara aktif dalam membantu mengatasi permasalahan sosial masyarakat mulai dari masalah bencana alam, keagamaan, kesehatan sampai masalah lingkungan hidup. Pada 2014, pelaksanaan program melalui pemberian bantuan pembangunan sarana dan prasarana ibadah dan pendidikan. Selain itu juga pemberian bantuan cepat tanggap bencana alam di beberapa daerah yaitu korban banjir di Kudus, Jepara, Pati dan sekitarnya, korban bencana banjir di Sulawesi Tengah, korban erupsi Gunung Kelud dan korban erupsi Gunung Sinabung.

Di bidang kesehatan, Bank Indonesia menyalurkan bantuan melalui program donor darah untuk penderita Hemofilia di Jakarta. Selain itu juga dilakukan kegiatan pengobatan gratis, operasi katarak dan operasi bibir sumbing yang dilaksanakan oleh beberapa lembaga dengan dukungan Bank Indonesia.

Di bidang lingkungan melalui dukungan terhadap pelaksanaan kegiatan kepedulian lingkungan hidup yang diselenggarakan oleh beberapa lembaga penggiat lingkungan hidup.

Pada triwulan laporan, Bank Indonesia telah menyalurkan bantuan sosial untuk penyediaan sarana dan prasarana ibadah dan panti asuhan kepada beberapa lembaga dalam rangka perayaan Natal tahun 2014 di wilayah Jakarta. Selain itu, telah dilakukan kegiatan kas keliling dan bakti sosial berupa pemberian bantuan sarana pendukung pendidikan dan pembangunan sarana ibadah di Kepulauan Seribu bekerja sama dengan Direktorat Pengedaran Uang. Dalam rangka tanggap darurat bencana banjir, Bank Indonesia telah menyalurkan bantuan kepada korban bencana banjir di Lhokseumawe dan Aceh Barat. Selain itu, telah dilakukan kegiatan pengobatan gratis Peduli Anak Rawan Gizi di Jakarta dan kegiatan penanaman pohon di area Bandara Internasional Lombok dan beberapa area konservasi di Lombok.

Selain pemberian bantuan dalam rangka mewujudkan kepedulian sosial, Bank Indonesia juga melaksanakan program beasiswa dalam dua skema, yaitu beasiswa reguler dan beasiswa unggulan. Beasiswa regular diberikan kepada masing-masing 40 mahasiswa di 69 perguruan tinggi negeri dengan nilai per mahasiswa Rp500.000 per bulan. Sedangkan beasiswa unggulan diberikan kepada masing-masing sepuluh mahasiswa di tiga perguruan tinggi negeri, yaitu Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor dan Universitas Padjajaran dengan nilai per mahasiswa sebesar Rp1.200.000 per bulan.

BAB IV Kapabilitas Intern Bank Indonesia

114Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Selain memberikan beasiswa, Bank Indonesia juga terlibat secara aktif dalam mengelola komunitas mahasiswa penerima beasiswa. Komunitas yang disebut Generasi Baru Indonesia (GenBI) dilibatkan secara aktif dalam kegiatan bakti sosial di 12 wilayah yaitu Jabodetabek, Palu, Makassar, Surabaya, Yogyakarta, Purwokerto, Medan, Padang, Pontianak, Cirebon, Lampung dan Mataram. Kegiatan tersebut sebagai bentuk kepedulian sosial Bank Indonesia kepada masyarakat.

BAB V

Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2015

Dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan Forum Strategis (Forstra) Bank Indonesia pada triwulan

sebelumnya, telah ditetapkan Arah Strategis Bank Indonesia 2024 (jangka panjang), Program

Strategis Bank Indonesia (jangka menengah-panjang), dan Strategi Bank Indonesia Tahun 2015

(jangka pendek).

BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2015

116Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

5.1. Visi Bank Indonesia 2024Pada 2014, Bank Indonesia menetapkan visi baru Bank Indonesia 2024, yaitu menjadi bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional. Untuk mencapai visi tersebut, Bank Indonesia mencanangkan transformasi organisasi yang dimulai dengan perumusan Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia (AFSBI) 2024 (Gambar 5.1).

AFSBI disusun untuk meningkatan kekuatan dan kecekatan Bank Indonesia dalam menghadapi implikasi dinamika perubahan dan tantangan jangka menengah panjang, terutama di bidang stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan perekomonian baik di tingkat global, regional, maupun nasional. Selain itu, AFSBI juga dimaksudkan untuk mempersiapkan fungsi strategis dan kapabilitas Bank Indonesia baru yang maju, kuat, berorientasi ke depan, guna menghasilkan kebijakan terbaik dan merujuk pada praktek-praktek yang terbaik, serta mewujudkan visi Bank Indonesia 2024.

Untuk mencapaiVisi BI 2024, Bank Indonesia meng-implementasikan Arsitektur Fungsi

Strategis BankIndonesia (AFSBI)melalui lima tema transformasi dan

25 ProgramStrategis.

Gambar 5.1 Arsitektur Fungsi Strategis Bank Indonesia

��

����������������������������� ��������������������������������������������������������������������������� ���

������������������������������� ��������������������������� ����������

����

���������������������������������������������� ������������������������������������ ����� ��������������������������������������������� ����������������������������������������������������������������

��������������������������

������������������ �������������������������

��������������������������������������������������������������� ���

���������������

����������������������������� ������������������

����� ������������������������� �������������������������

��������������������������������������������������������������������������������������

 ��������������������������������­������� ������������������� �����������������������������������������������������������������������������������

���������������������������������������������������

Untuk mewujudkan arsitektur Bank Indonesia baru tersebut, dilaksanakan Program Transformasi Menuju Bank Indonesia 2024 melalui lima tema transformasi yang ditetapkan pada Forstra 2014. Tema transformasi disusun dengan mencermati tantangan global maupun regional, antara lain: (i) integrasi perdagangan, arus modal, dan sumber daya manusia ASEAN secara bertahap, (ii) potensi “balkanisasi” sistem keuangan, (iii) konsekuensi penerapan kebijakan moneter di negara lain (unconventional monetary policy di AS dan Eropa), dan (iv) perluasan digitalisasi perekonomian.

BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2015

117Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Lima tema transformasi AFSBI masing-masingnya adalah:

1. Policy Excellence, yaitu menerapkan program/inisiatif peningkatan kualitas dan efektifitas kebijakan Bank Indonesia,

2. Outstanding Execution dengan melaksanakan program-program peningkatan efisiensi, ketepatan waktu, dan kualitas proses kerja di seluruh satuan kerja,

3. Institutional Leadership yakni memelopori program-program yang leading dan proactive (proactive leadership) diantara lembaga-lembaga lain di Indonesia,

4. Motivated Organization yaitu menerapkan program-program untuk meningkatkan skills, kapabilitas, dan motivasi pegawai, serta

5. State-of-the-art Technology dengan menjalankan program-program terkait dengan pemanfaatan teknologi dan pendekatan mutakhir yang akan membantu Bank Indonesia mencapai visi dan misinya secara efektif dan efisien.

Kelima tema transformasi ini selanjutnya dijabarkan ke dalam 25 Program Strategis yang akan menjadi acuan dalam pelaksanaan program kerja di Satuan Kerja hingga tahun 2024 (Tabel 5.1). Adapun roadmap implementasinya dibagi dalam dua tahapan yaitu: (i) Tahap Restructuring and Enhancing (2014-2019) dan (ii) Tahap Shaping The End State (2019-2024).

Tabel 5.1 25 Program Strategis BI 2015-2024

����

����������������� � ��������������������������������������� ��� ���������� ������������������������� ������� �� ����������� ����������������� ������������ ������� ��������������������������������������� ��

� ������������������������������ �������������������� ������������������������������ ��� ������� � �������������� ����������������������� ��� ��� �����  ������������������������������������������������

������� ������������� ­ ����������������� ������������� � ��������������������������� ��� ������������� ����������������� ����� ���������������������������

� ������� � ���������������������������������������������� ������������������ ������������������������� ���������������� ��� ���������������� ������ ��� �� ������ ���������������������� � ���������������������������� ��� ����������������������������������

������������ � ����� ������������������������ ��������������� ��������

���������������� ����� �� ����������������� ��� �������������� ������������������������������ ����������� ������������ �������������� �� ���������������� ��� ��������

�� ���������������� ������������������������� � ��������������������������� ��� ��������������������� ��������������������

�� ��������������������������������������  ���������������������� ������� ��������� ���������������� ��� ���������������­ ������������������������� �������������� � ��� ���������������������� ���������������������������������������������������������������������������� ���������������������

������������������������������������ ������������ �� ��������������������� ���������

�� �������������������� �������������������������������� ������������������ ���������������������������� �������� �� ����������������������������������� ���������������

� �������������� �� ���������������� ���������������� ������������������ ��� �������������������������������������� ��� ����������������� ��� �� ��������������

�������������������������� �� �������������� ������������������������������������ ��������������� ���������������� � ���� ��������������  �������������� ������������� ������������������������������������������� ��� ������������������������

� ������������� ����������������� ��������� ������������� �������� ��­ ������������������������������ �������������

�� �������������������

BAB V Rencana Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia Tahun 2015

118Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

5.2. Strategi Tahunan Bank Indonesia Selain menetapkan strategi jangka menengah, dalam Forstra juga ditetapkan strategi tahunan. Forstra 2014 telah menetapkan Sasaran Strategis Bank Indonesia Tahun 2015 yang digambarkan dalam suatu Peta Strategi Bank Indonesia 2015 (Gambar 5.2).

Bank Indonesia menetapkan

Sasaran Strategis,Indikator Kinerja

Utama, danTarget tahun

2015 agar pelaksanaan

tugasnya terarah dan terukur.

Gambar 5.2 Peta Strategi Bank Indonesia 2015

�������������������������

�������������������� ����

������������������������

���������������������������������������������������������������������������������������

����������������������������

������������������������������������������������������������������

�������

 ����������������������������������������������������������������

­����������������������������������������������������������

���������������

����������������������������������������������������������������

�����������������

����������������������������������������������������������� ����

����������������������������������������������������������

����

������������������������������������������������������

�����������������������������������

�������������������������

��������������������������������������������

����������������������

��������������������������������������������������������������������������

���������������������������������������������������������

� ��������������������������������������������������

������������������������� ����������� ����������������

��������� ����������������� ���

����������������������������� �������� �������������������������

���������������������������������� �����������������������

����

����

����

������

�����

����

������

Untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis outcome Bank Indonesia tahun 2015, telah ditetapkan pula Indikator Kinerja Utama (IKU) outcome Bank Indonesia tahun 2015 beserta targetnya (Tabel 5.2).

Tabel 5.2 Indikator Kinerja Utama (IKU) Bank Indonesia Tahun 2015

�����������������

�� �����������������������

�� �� ������� ��������

�� ��������� �� ��������

�� ������������� ���� ����� ������� ��� ��������� ��� ��������� ������ � � ��� ���­� ��������­������ ��� ���

����������������������� �����

�� ��

�� ���� ���� ���� ���� ��

�� ��

�� ��

���������� ������������������������� ������� �����������������������������������������������­����� ���������������� ������­����­� ��� ���� ���­���� �­���������������������� �� �����������­�� �� �������������������������� � �� ��������� ­� ���� �­���­�� ���� �������������� ���������������������

� � �­��� ��� ��­���������������� ��������������� ��­�� �­������������� ������������� �������� ������������� �­��� ������ � � ����������� � �­����������� � ��������������������� ��� ��� ������ ��������� � ���������� ��������­� �­��� ­�� �� ������� ���������������� ��

������������������ �­���� ������������������� ��������������������­� ��������������������� ��­�� ���� ������������������

������� �� ������������ �������������������������� �������������� ������� ­���� ����

119Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Lampiran

Produk Hukum Bank IndonesiaTriwulan IV - 2014 dan Tahun 2014

120Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

1. PERATURAN BANK INDONESIA

No Nomor PBI Tanggal Perihal

1 16/1/PBI/2014 16 Januari 2014 Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran

2 16/2/PBI/2014 14 Februari 2014 Jumlah dan Nilai Nominal Uang Rupiah yang Dimusnahkan Tahun 2013

3 16/3/PBI/2014 18 Maret 2014 Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesis Nomor 6/28/PBI/2004 tentang

Pengeluaran dan Pengedaran uang Kertas Rupiah Pecahan 1OO.OOO (seratus

ribu) tahun emisi 2004

4 16/4/PBI/2014 18 Maret 2014 Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/42/PBI/2005 tentang

Pengeluaran dan Pengedaran uang Kertas Rupiah Pecahan 50.000 (lima puluh

ribu) tahun emisi 2005

5 16/5/PBI/2014 18 Maret 2014 Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/29/PBI/2004 tentang

Pengeluaran dan Pengedaran uang Kertas Rupiah Pecahan 20.000 (lima puluh

ribu) tahun emisi 2004

6 16/6/PBI/2014 18 Maret 2014 Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/29/PBI/2009 tentang

Pengeluaran dan Pengedaran uang Kertas Rupiah Pecahan 2.000 (dua ribu)

tahun emisi 2009

7 16/7/PBI/2014 7 April 2014 Perubahan keernpat atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/1/PBI/2005

tentang Pinjaman Luar Negeri Bank

8 16/8/PBI/2014 8 April 2014 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 Tentang Uang

Elektronik (Electronic Money)

9 16/9/PBI/2014 8 April 2014 Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/14/PBI/2005 tentang

Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank

10 16/10/PBI/2014 14 Mei 2014 Penerimaan Devisa Hasil Expor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri

11 16/11/PBI/2014 1 Juli 2014 Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial

12 16/12/PBI/2014 24 Juli 2014 Operasi Moneter Syariah

13 16/13/PBI/2014 24 Juli 2014 Pengeluaran dan Pengedaran Uang rupiah kertas Pecahan 100.000 (Seratus

Ribu) Tahun Emisi 2014

14 16/14/PBI/2014 24 Juli 2014 Pengeluaran dan Pengedaran Uang Rupiah Kertas Khusus Pecahan 100.000

(Seratus Ribu) Tahun Emisi 2014 Dalam Bentuk Uang Rupiah Kertas Bersambung

15 16/15/PBI/2014 11 September 2014 Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank

16 16/16/PBI/2014 17 September 2014 Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik

17 16/17/PBI/2014 17 September 2014 Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing.

18 16/18/PBI/2014 17 September 2014 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/8/PBI/2013 Tentang

Transaksi Lindung Nilai Kepada Bank

19 16/19/PBI/2014 17 September 2014 Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/17/PBI/2013 Tentang

Transaksi SWAP Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia.

20 16/20/PBI/2014 28 Oktober 2014 Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri

Korporasi Non-bank

21 16/21/PBI/2014 29 Desember 2014 Penerapan Prinsip Kehati-harian Dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri

Korporasi Non-bank

121Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

2. SURAT EDARAN EKSTERN

1 16/1/DKSP 10 Januari 2014 Laporan Penyelenggaraan Transfer Dana oleh Badan Usaha Berbadan Hukum

Indonesia Bukan Bank Secara On-Line.

2 16/2/DPM 28 Januari 2014 Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia

3 16/3/DPTP 3 Maret 2014 Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia Dalam

Rangka Kredit Program

4 16/4/DKEM 7 April 2014 Perubahan keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/1/DInt tanggal 15

Februari 2007 perihal Pinjaman Luar Negeri Bank

5 16/5/DPM 8 April 2014 Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/23/DPD tanggal 8

Juli 2005 perihal Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit

Valuta Asing oleh Bank

6 16/6/DPU 17 April 2014 Penyelenggaraan Bank Indonesia Sistem Informasi Layanan Kas

7 16/7/DSta 22 April 2014 Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/37/DSta tanggal

5 September 2013 perihal Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan

Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

8 16/8/DPSP 20 Mei 2014 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/46/DPSP tanggal 20

November 2013 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana

dan Penatausahaan Surat Utang Negara

9 16/9/DSta 26 Mei 2014 Penerimaan Devisa Hasil Ekspor

10 16/10/DSta 26 Mei 2014 Penarikan Devisa Utang Luar Negeri

11 16/11/DKSP 22 Juli 2014 Penyelenggaraan Uang Elektronik (Electronic Money)

12 16/12/DPAU 22 Juli 2014 Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital Dalam Rangka Keuangan Inklusif

Melalui Agen Layanan Keuangan Digital Individu

13 16/13/DPM 24 Juli 2014 Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam Valuta Asing

14 16/14/DPM 17 September 2014 Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Domestik

15 16/15/DPM 17 September 2014 Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Asing

16 16/16/DPM 30 September 2014 Tata Cara Pelaksanaan Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran

17 16/17/DPM 22 Oktober 2014 Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal

14 Februari 2011 perihal Laporan Harian Bank Umum

18 16/18/DPM 28 November 2014 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/1/DASP tanggal 21

Januari 2010 Perihal Penyelengaraan Sistem Bank Indonesia Real Time

Gross Settlement

19 16/19/DPM 28 November 2014 Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/2/DPM tanggal 28

Januari 2014 perihal Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia

20 16/20/DPM 28 November 2014 Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/33/DSM tanggal

30 Desember 2011 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank

21 16/21/DPM 12 Desember 2014 Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/2/DSM tanggal

22 Januari 2009 perihal Laporan Bulanan Bank Umum

22 16/22/DPM 24 Desember 2014 Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta, dan Lembaga Perantara, dalam

Operasi Moneter

23 16/23/DPM 24 Desember 2014 Operasi Pasar Terbuka

24 16/24/DPM 30 Desember 2014 Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri

Korporasi Non-bank

No Nomor SE Tanggal Perihal

122Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

3. PERATURAN DEWAN GUBERNUR

1 16/1/PDG/2014 19 Juni 2014 Perubahan Kelima atas Peraturan Dewan Gubernur Nomor 10/11/PDG/2008

tentang Remunerasi Pegawai Bank Indonesia

2 16/2/PDG/2014 20 Juni 2014 Perubahan atas Peraturan Dewan Gubernur Nomor.15/3/PDG/2013 tentang

Penilaian Kinerja Pegawai Bank Indonesia

3 16/3/PDG/2014 27 Juni 2014 Perubahan atas Peraturan Dewan Gubernur Nomor 15/6/PDG/2013 tentang

Pinjaman Multiguna dan Pembiayaan Multiguna bagi Pegawai Bank Indonesia

4 16/4/PDG/2014 22 Juli 2014 Remunerasi Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia

5 16/5/PDG/2014 11 September 2014 Penyelenggaraan Rapat Dewan Gubernur

6 16/6/PDG/2014 10 November 2014 Pengelolaan Cadangan Devisa

7 16/7/PDG/2014 12 Desember 2014 Remunerasi Pegawai Bank Indonesia

8 16/8/PDG/2014 12 Desember 2014 Remunerasi Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia

9 16/9/PDG/2014 15 Desember 2014 Sistem Keuangan Bank Indonesia

No Nomor PDG Tanggal Perihal

123Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Administered Prices :

BI Rate :

Bank Indonesia Real-Time Gross :Settlement (BI-RTGS)

Bank Indonesia – Scripless Securities :Settlement System (BI-SSSS)

Basic Saving Account :

Cadangan Devisa :

Capital Adequacy Ratio :

Dana Pihak Ketiga :

Defisit Transaksi Berjalan :

Deflasi :

Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur Pemerintah, misalnya harga bahan bakar minyak dan tarif tenaga listrik.

Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik.

Bank Indonesia Real-Time Gross Settlement, merupakan sistem transfer dana secara elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual.

Bank Indonesia – Scripless Securites Settlement System, merupakan sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS.

Tabungan untuk perorangan dengan persyaratan mudah dan ringan yang diterbitkan secara bersama oleh bank-bank di Indonesia guna menumbuhkan budaya menabung, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia yang tercatat pada sisi aktiva neraca Bank Indonesia, yang antara lain berupa emas, uang kertas asing, dan tagihan dalam bentuk giro, deposito berjangka, wesel, surat berharga luar negeri dan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar negeri.

Rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank.

Dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Kondisi ketika sebuah negara mengimpor lebih banyak barang dan jasa daripada ekspor, atau selisih antara defisit/surplus pada neraca perdagangan dengan defisit/surplus pada neraca jasa-jasa.

Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum.

Daftar Istilah

124Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Deposit Facility :

Devisa Hasil Ekspor :

Emerging Market :

Financial Inclusion/ :(Keuangan Inklusif )

Forum Koordinasi Stabilitas Sistem : Keuangan

Giro Wajib Minimum :

Gross Domestic Product (Produk : Domestik Bruto)

Hedging :

Indeks Stabilitas Sistem Keuangan :

Inflasi :

Inflasi Indeks Harga :Konsumen (IHK)

Inflasi inti :

Fasilitas penempatan dana perbankan di Bank Indonesia dalam rangka operasi moneter.

Devisa yang diterima eksportir dari hasil kegiatan ekspor.

Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan industrialisasi.

Pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian segmen masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Forum yang bertujuan untuk memperkuat koordinasi antar lembaga dalam memelihara stabilitas sistem keuangan guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta memperkuat ketahanan dalam menghadapi gejolak ekonomi. Lembaga yang menjadi anggota forum dimaksud yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan.

Jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh bank yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK.

Indikator ekonomi yang mencerminkan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi dalam suatu negara dalam jangka waktu tertentu.

Penggunaan instrumen derivatif atau instrumen keuangan lainnya untuk melindungi perusahaan dari risiko terkait perubahan nilai wajar (fair value) asset atau kewajiban.

Indikator kinerja stabilitas sistem keuangan Indonesia secara keseluruhan yang mencakup perbankan, pasar saham dan pasar obligasi, dan membantu mengidentifikasi potensi tekanan di sistem keuangan.

Keadaan perekonomian yang ditandai oleh kenaikan harga secara cepat sehingga berdampak pada menurunnya daya beli. Terdapat dua jenis sumber inflasi, yaitu inflasi yang disebabkan oleh dorongan biaya (cost-push) dan inflasi karena meningkatnya permintaan (demand-pull).

Kenaikan harga barang yang diukur dari perubahan indeks konsumen, yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa kebutuhan masyarakat luas.

Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi inflasi. Inflasi inti diperoleh dari angka inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices.

125Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Inflation Targeting : Framework

Investment grade :

Jakarta Interbank Offered Rate : (JIBOR)

Jakarta Interbank Spot Dollar Rate : (JISDOR)

Kliring :

Layanan Keuangan Digital (LKD) :

Lender of The Last Resort :

Lending facility :

Less Cash Society :

Loan to Deposit Ratio (LDR) :

Likuiditas :

Makroprudensial :

Mikroprudensial :

National Payment Gateway (NPG) :

Kerangka kebijakan moneter forward-looking yang secara transparan dan konsisten diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi beberapa tahun ke depan yang secara eksplisit ditetapkan dan diumumkan kepada publik.

Peringkat layak investasi yang diberikan oleh lembaga pemeringkat.

Suku bunga indikasi penawaran dalam transaksi Pasar Uang Antar Bank di Indonesia yang berasal dari kontributor JIBOR.

Kurs referensi harga USD/IDR berdasarkan kurs transaksi valuta asing terhadap rupiah antarbank di pasar domestik secara real time.

Perhitungan utang piutang antara para peserta kliring secara terpusat di satu tempat dengan cara saling menyerahkan surat-surat berharga dan suat-surat dagang yang telah ditetapkan untuk dapat diperhitungkan (clearing).

kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka keuangan inklusif.

Salah satu fungsi utama bank sentral dalam menjaga stabilitas sistem perekonomian yakni dengan pemberian kredit atau pembiayaan kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya mismatch dalam pengelolaan dana.

Fasilitas penyediaan dana rupiah dari Bank Indonesia kepada Bank dalam rangka operasi moneter.

Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran non-tunai.

Rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank umum.

Kemampuan untuk memenuhi seluruh kewajiban yang harus dilunasi segera dalam waktu yang singkat; sebuah perusahaan dikatakan likuid apabila mempunyai alat pembayaran berupa harta lancar yang lebih besar dibandingkan dengan seluruh kewajibannya (liquidity).

Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan.

Pendekatan regulasi keuangan yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan usahanya.

Suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing,

126Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial.

Bagian dari neraca pembayaran yang mencatat lalu lintas barang dan jasa suatu negara.

Kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.

Termin NPL diperuntukkan bagi bank umum, sedangkan NPF untuk bank syariah.

Pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities).

Kegiatan pinjam meminjam dalam rupiah dan/atau valuta asing antar Bank Konvensional dengan jangka waktu satu hari (overnight).

Pedoman dan tata cara dalam melaksanakan langkah-langkah pencegahan dan penanganan krisis.

Transaksi penjualan instrumen keuangan antara dua belah pihak yang diikuti dengan perjanjian dimana pada tanggal yang telah ditentukan di kemudian hari akan dilaksanakan pembelian kembali atas instrumen keuangan yang sama dengan harga tertentu yang disepakati.

Surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.

Sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional.

Suku bunga terendah yang digunakan sebagai dasar bagi bank dalam penentuan suku bunga kredit yang dikenakan kepada nasabah bank.

Surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku.

Surat berharga yang terdiri dari Surat Utang Negara dalam mata uang Rupiah dan Surat Berharga Negara Syariah dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Peringkat hutang dari suatu lembaga negara yang berdaulat yaitu pemerintah. Sovereign Credit Rating mengindikasikan tingkat resiko dari sebuah lingkungan investasi dari suatu negara dan digunakan oleh investor asing yang ingin berinvestasi di negara tersebut.

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) :

Neraca Transaksi Berjalan :

Non-Performing Loan (NPL) :

Operasi Moneter :

Pasar Uang Antar Bank (PUAB O/N) :

Protokol Manajemen Krisis (PMK) :

Repurchase Agreement (Repo) :

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) :

Sistem Kliring Nasional :Bank Indonesia

Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) :

Surat Utang Negara (SUN) :

Surat Berharga Negara (SBN) :

Sovereign Credit Rating :

127Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

Swap :

Tim Pengendalian Inflasi Daerah :

Transaksi Reverse Repo :

Uang Kartal :

Uang Kartal yang Diedarkan :

Wajar Tanpa Pengecualian :

Volatile food :

Yield :

Transaksi pertukaran dua valuta melalui pembelian atau penjualan tunai (spot) dengan penjualan atau pembelian kembali secara berjangka yang dilakukan secara simultan dengan pihak yang sama dan pada tingkat premi atau diskon dan kurs yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan.

Tim lintas instansi yang melakukan pemantauan perkembangan inflasi daerah dan mengidentifikasi berbagai permasalahan terkait pengendalian inflasi.

Transaksi pembelian Surat Berharga oleh peserta Operasi Pasar Terbuka (OPT) dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan kembali oleh peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.

Uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan dan diedarkan oleh Bank Indonesia dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia.

Uang yang berada di masyarakat dan di khasanah perbankan.

Pendapat wajar tanpa pengecualian, diberikan auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan. Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu organisasi, sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Komponen inflasi IHK yang dominan dipengaruhi oleh kejutan dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun internasional.

Imbal hasil.

128Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

ABIF : ASEAN Banking Integration FrameworkADG : Anggota Dewan GubernurAFSBI : Arsitektur Fungsi Strategis Bank IndonesiaAPMK : Alat Pembayaran Menggunakan KartuASEAN : The Association of Southeast Asian NationsATBI : Anggaran Tahunan Bank Indonesia ATM : Anjungan Tunai MandiriBI : Bank IndonesiaBI-RTGS : Bank Indonesia-Real Time Gross SettlementBI-SSSS : Bank Indonesia-Scripless Security Settlement SystemBPS : Badan Pusat Statistikbps : Basis PointBUMD : Badan Usaha Milik DaerahBUMN : Badan Usaha Milik NegaraCIKUR : Ciri Keaslian Uang RupiahCOC : Code of ConductDAU : Dana Alokasi UmumDF : Deposit FacilitiesDHE : Devisa Hasil EksporDPK : Dana Pihak KetigaDPR RI : Dewan Perwakilan Rakyat Republik IndonesiaD-SIB : Domestic Sistemically Important BankDSR : Debt Service RatioEKU : Estimasi Kebutuhan UangEMEAP : Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks FASBIS : Fasilitas Simpanan Bank Indonesia SyariahFIN : Financial Identity NumberFKSSK : Forum Koordinasi Stabilitas Sistem KeuanganFPJP : Fasilitas Pendanaan Jangka PendekGDP : Gross Domestic ProductGNNT : Gerakan Nasional Non-TunaiGWM : Giro Wajib MinimumIDB : Islamic Development BankIDI : Informasi Debitur IndividualIFEM : Indonesia Foreign Exchange MarketIFSAP : Islamic Financial Sector Assessment ProgramIHK : Indeks Harga KonsumenIHSG : Indeks Harga Saham Gabungan

Daftar Singkatan

129Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

IKNB : Industri Keuangan Non BankIKU : Indikator Kinerja UtamaIMF : International Monetary FundIRU : Investor Relations UnitITF : Inflation Targeting FrameworkJIBOR : Jakarta Interbank Offered RateKI : Kredit InvestasiKK : Kredit KonsumsiKMK : Kredit Modal KerjaKPR : Kredit Perumahan RakyatKPwDN BI : Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank IndonesiaKPwLN BI : Kantor Perwakilan Luar Negeri Bank IndonesiaKSM : Keluarga Sangat MiskinKUPVA BB : Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan BankKUR : Kredit Usaha RakyatLCS : Less Cash SocietyLKD : Layanan Keuangan DigitalLKNB : Lembaga Keuangan Non BankLKTBI : Laporan Keuangan Tahunan Bank IndonesiaLOLR : Lender of The Last ResortLTV : Loan to ValueMRA : Master Repurchase AgreementMRBI : Manajemen Risiko Bank IndonesiaNAB : Nilai Aktiva BersihNKRI : Negara Kesatuan Republik IndonesiaNPI : Neraca Pembayaran IndonesiaNPL : Non-Performing LoanOIC : Organization of Islamic CooperationOJK : Otoritas Jasa KeuanganOM : Operasi MoneterOPT : Operasi Pasar TerbukaPBI : Peraturan Bank IndonesiaPDB : Produk Domestik BrutoPDG : Peraturan Dewan GubernurPerum Peruri : Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik IndonesiaPIHPS : Pusat Informasi Harga Pangan StrategisPK Inisiatif : Program Kerja InisiatifPKH : Program Keluarga HarapanPKL : Penyelenggara Kliring LokalPLN : Pinjaman Luar NegeriPMA : Penanaman Modal AsingPMK : Protokol Manajemen KrisisPP : Perusahaan PembiayaanPSBI : Program Sosial Bank Indonesia

130Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan IV-2014 dan Tahun 2014

PTD BB : Penyelenggara Transfer Dana Bukan BankPUAB O/N : Pasar Uang Antar Bank Overnightqtq : quarter to quarterRDG : Rapat Dewan GubernurRepo : Repurchase AgreementROA : Return on AssetROE : Return on EquitySBI : Sertifikat Bank IndonesiaSBIS : Sertifikat Bank Indonesia SyariahSBN : Surat Berharga NegaraSBSN : Surat Berharga Suariah NegaraSE : Surat EdaranSF : Standing FacilitiesSHPR : Survei Harga Properti ResidensialSID : Sistem Informasi DebiturSIPN : Sistem Informasi harga bagi Petani dan NelayanSIPNAS : Sistem Informasi Perkreditan NasionalSK : Survei KonsumenSKBI : Sistem Keuangan Bank IndonesiaSKDU : Survei Kegiatan Dunia UsahaSKNBI : Sistem Kliring Nasional Bank IndonesiaSKSR : Survei Khusus Sektor RiilSNKI : Strategi Nasional Keuangan InklusifSOP : Standard Operating ProcedureSSK : Stabilitas Sistem KeuanganSULNI : Statistik Utang Luar Negeri IndonesiaSUSPI : Statistik Utang Sektor Publik IndonesiaTD : Term DepositTMF : Transaksi Modal dan FinansialTPI : Tim Pengendali InflasiTPID : Tim Pengendali Inflasi DaerahTUKAB : Transaksi Uang Kartal Antar bankUKM : Usaha Kecil dan MenengahULE : Uang Layak EdarULN : Utang Luar NegeriUMKM : Usaha Mikro Kecil dan MenengahUPB : Uang Pecahan BesarUPK : Uang Pecahan KecilUTLE : Uang Tidak Layak EdarUU : Undang-UndangUYD : Uang Kartal yang DiedarkanValas : Valuta AsingVCF : Value Chain Financingyoy : year on year