Tritonis Edisi I 2014

48

description

Buletin Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih

Transcript of Tritonis Edisi I 2014

Page 1: Tritonis Edisi I 2014
Page 2: Tritonis Edisi I 2014

Pembina & Penanggung Jawab: Kepala Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih Pimpinan Redaksi: Ir. Suprihatna Pengarah/Editor: Manerep Siregar, S.P., M.Si. Staff Redaksi: Rini Purwanti, S.Si., Veve Ivana Pramesti, S.Hut., Nofi Sugianto,, S.Hut., M.Ec.Dev., Esie Mega Wangi S.Si. Layout : Veve Ivana Pramesti, S.Hut Desain Grafis : Muhibbuddin Danan Jaya, A.Md Sumber Gambar : Dokumentasi BBTNTC

Buletin Tritonis (Tanggap, Realistis, Informatif dan inspiratif) Merupakan media informasi dan komunikasi kon-servasi untuk menyebarluaskan informasi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya secara umum, pengelolaan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kawasan kon-servasi Taman Nasional Teluk Cenderawasih.

Alamat Redaksi Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih Jln. Essau Sesa-Sowi Gunung Manokwari-Papua Barat Telp : (0986)212303 Fax : (0986)214719 E-mail : [email protected] Website: telukcenderawasih-nationalpark.org

B u l e t i n t r i t o n i s , e d i s i I A P R I L 2 0 1 4

B a l a i B e s a r T a m a n N a s i o n a l T e l u k C e n d e r a w a s i h

S e k a p u r S i r i h Di edisi ini Buletin Tritonis terbit untuk edisi awal tahun 2014. Tahun baru diharapkan memberikan semangat baru bagi kita semua. Pada edisi kali ini kami hadir dengan beragam berita teraktual seputar Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Disamping itu kami juga menyajikan beberapa artikel tentang manajemen konflik dan kawasan konservasi.

Buletin Tritonis edisi I juga ini merupakan salah satu bentuk penyebaran informasi kepada publik mengenai beberapa kegiatan yang dilaksanakan pihak Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih sehingga pembaca dapat lebih mengenali dan menyelami dunia Teluk Cenderawasih.

Semoga tulisan/artikel pada edisi I April 2014 dapat ber-manfaat dan menambah pengetahuan pembaca. Akhirnya segenap Tim Redaksi Buletin Tritonis mengucapkan selamat membaca dan tetap lestari hutan Indonesia.

Salam Rimbawan….

Liputan Kunjungan Menteri Kehutanan di

Taman Nasional Teluk Cenderawasih

Penanaman di Kampung Anggresi Edukasi Lingkungan Dini Bagi Ge-

nerasi Cilik Hari Bakti Rimbawan Sebagai Wujud

Peneguhan Jiwa Korsa Rimbawan Indogreen Forestry Expo Ajang Pro-

mosi Wisata ”Hantu Laut”

3

Serba-serbi Kepekaan Sosial di Sekitar Kita

46

Berita Gambar 20 Biodiversity Monitoring Mangrove di Pulau Ang-

gromeos 44

D a f t a r I s i

S U S U N A N R E D A K S I

Artikel TN Teluk Cenderawasih Dalam Per-

spektif Kawasan Konservasi dan Administratif Kewilayahan

Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir Secara Terpadu dan Berke-lanjutan

Manajemen Konflik Pada Kawasan Konservasi (sebuah gambaran umum)

Pemanfaatan Sumberdaya Alam dan Manajemen Konflik

Dari Konflik Menuju Tata Kelola Berbasis Adat

Mengolah Sumberdaya Laut Bersa-ma Masyarakat Di Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih

Bersiap Kerja Keras Melakukan Tugas ’’Si Napoleon’’

Sistem Pengamanan di Kawasan TN Teluk Cenderawsih dan Upaya Ker-jasama Stakeholder Dalam Upaya Peningkatan Pengamanan Kawasan

Potensi Konflik di TN Teluk Cende- rawasih

Dinamika Pengelolaan Kawasan TNTC (Antara Pembangunan, Kese-jahteraan Masyarakat dan Kelestari-an Pengelolaan Kawasan)

12

Opini Tarif Wisata naik 1300%, Siapkah

TN Teluk Cenderawasih Menuju Pengelolaan dan Manajemen Kon-servasi yang Lebih Baik ??

17

Page 3: Tritonis Edisi I 2014

back up oleh petugas dari Koramil memberikan rasa aman pada kunjungan Menhut dan rombongan. Untuk pengamanan internal, dikerahkan juga Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORC) dari Brigade Kas-uari (BBTNTC) dan Brigade Kanguru (BBKSDA Pa-pua) yang secara bergiliran menjaga keamanan Menteri Kehutanan RI beserta rombongan. Per-siapan tidak hanya dilakukan di Nabire, tetapi yang tidak kalah pentingnya persiapan juga dilakukan di lapangan. Untuk memastikan acara kunjungan Men-teri Kehutanan berlangsung dengan lancar dan sesuai harapan, personil Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Kwatisore yang dipimpin langsung oleh Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wila-yah I Kwatisore melakukan berbagai persiapan di Kali Lemon Resort dan sekitarnya. Persiapan di lapangan antara lain meliputi survei dan pengaturan bagan yang beroperasi di sekitar Kwatisore. Hal ter-sebut dilakukan untuk menjamin keberadaan bagan pada saat kunjungan Menhut berlangsung, karena kemunculan Hiu Paus di Taman Nasional Teluk Cenderawasih sangat tergantung pada bagan yang melimpah hasil tangkapan purinya.

Tibalah hari yang dinanti yaitu tanggal 21 Desember 2013 yang merupakan hari perdana Men-

uatu kebanggaan sekaligus kehormatan bagi kita sebagai pengelola kawasan konservasi Taman Nasional Teluk Cenderawasih dengan

kedatangan Menteri Kehutanan Republik Indonesia ke wilayah kerja Bidang Pengelolaan Taman Nasion-al Wilayah I Nabire, tepatnya di Kwatisore yang meru-pakan wilayah kerja Seksi Pengelolaan Taman Na-sional Wilayah I Kwatisore. Kunjungan orang nomor satu di Institusi Kehutanan Pusat tersebut berlang-sung selama 2 hari, yaitu pada tanggal 21 s/d 22 Desember 2013. Dalam kunjungannya di Kabupaten Nabire, Menteri Kehutanan Dr. Zulkifli Hasan, SE., MM membawa rombongan yang antara lain; Plt. Dir-jen PHKA Ir. Sonni Partono, MM., Kabiro Umum Ir. Djati Witjaksono Hadi, M.Si., beserta insan media nasional yang berjumlah kurang lebih 30 orang.

Berbagai persiapan untuk menyambut keda tangan Menteri Kehutanan dilakukan oleh Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Nabire, Bi-dang Wilayah II Konservasi Sumber Daya Alam Pa-pua bekerja sama dengan unsur Pemerintah Daerah Nabire, WWF-Teluk Cenderawasih Project dan Kali Lemon Resort. Selain itu untuk pengamanan ten-tunya petugas Kepolisian dari Polres Nabire yang di

P a g e 3 E d i s i I A P R I L 2 0 1 4

L I P U T A N

Sebuah kehormatan bagi TNTC di akhir tahun 2013 Erwin Kusumah Nanjaya, S.Hut*)

K u n j u n g a n M e n t e r i K e h u t a n a n D i T a m a n N a s i o n a l

T e l u k C e n d e r a w a s i h

Page 4: Tritonis Edisi I 2014

Saroy, M.Si beserta beberapa petugas protokoler, petugas keamanan dan personil SPORC dari Bri-gade Kasuari. Kemudian “Galvink” speed boat milik WWF-Teluk Cenderawasih Project dengan memba-wa Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Nabire Ir. Abraham Kaya, Kabag Protokol Kemenhut dan beberapa insan media mengikuti rombongan Menhut. Tidak ketinggalan juga para petugas dari Polairud Nabire turut serta dalam iring-iringan speed boat Menhut. Para petugas dari Polres Nabire tersebut mengawal rombongan dengan menggunakan speed boat milik Badan SAR. Tepat Pukul 10.15 WIT Menteri Kehutanan beserta rombongan bertolak dari tempat pengumpulan ikan milik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nabire di Pantai Gedo menuju Kwatisore, tepatnya Kali Lemon Resort.

Setelah ± 40 menit menempuh perjalanan dari Nabire ke Kwatisore, akhirnya rombongan mu-lai merapat di Kali Lemon Resort. Namun belum sampai mendarat di Kali Lemon Resort, Menteri Kehutanan dan rombongan disambut oleh masyara-kat Kwatisore yang menggunakan long boat sambil menyuguhkan tarian-tarian yang diiringi tabuh-tabuhan tifa dan petikan senar gitar. Para penari melakukannya di atas long boat dengan cara berba-ris rapi sepanjang long boat yang dipimpin oleh Kepala Kampung Kwatisore, Bapak Nicholas Marari-ampi. Upacara penyambutan tamu di laut seperti ini lazim dilakukan oleh Masyarakat Kwatisore untuk menyambut tamu kehormatan. Upacara tersebut juga merupakan atraksi budaya yang berakar dari adat istiadat Masyarakat Kwatisore. Setibanya di Kali Lemon Resort, Menteri Kehutanan disambut oleh pemilik Kali Lemon Resort, Bapak Bram Ma-ruanaya. Selain itu Menhut juga mendapat sambu-tan dari Kepala kampung Kwatisore dan tidak ketinggalan juga musik serta tarian adat turut me-nyemarakkan kedatangan Menhut di Kali Lemon Resort. Setelah upacara penyambutan dengan tari-an adat Kwatisore tuntas disuguhkan, Menteri Ke-hutanan meninjau tempat yang dikomandani oleh Pak Bram tersebut. Tidak lama kemudian Menhut melakukan persiapan untuk melakukan penyelaman/pemantauan Tagging Whale Shark dan

hut memulai kunjungannya di Nabire. Pada hari pertama kunjungannya di Nabire, Menteri Kehu-tanan Republik Indonesia disambut pertama kali di Bandara Nabire oleh Wakil Bupati Nabire beserta unsur Muspida, Wakil Ketua DPRD Nabire, Kepala Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih, Kepala Dinas Kehutanan Nabire dan tidak ketingga-lan juga para pegawai Kemenhut dari Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua dan Balai Taman Nasional Lorentz. Menhut sempat menik-mati sejuknya ruangan VIP Bandara Nabire bebera-pa saat yang di jamu oleh Wakil Bupati Nabire dan Ketua DPRD Nabire serta tidak ketinggalan juga rombongan yang turut mendampingi Menhut di ru-ang VIP tersebut. Setelah beristirahat beberapa saat dan terjadi perbincangan, ternyata Menteri Kehutanan meminta protokolernya untuk mengatur perjalanan/acara selanjutnya langsung menuju Kwatisore. Beliau meminta langsung menuju ke Kwatisore tanpa mengambil kesempatan untuk beristirahat di hotel yang telah dipersiapkan. Per-mintaan Menhut tersebut otomatis membuat para protokolernya “shock” dan bekerja lebih keras lagi untuk mensinergiskan jadwal yang telah “fix” dengan segala sesuatu persiapan yang telah disusun matang, agar Menhut bisa langsung ke Kwatisore dengan lancar.

Dari ruang VIP Bandara Nabire akhirnya Men-teri Kehutanan langsung menuju tempat pengum-pulan ikan, milik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nabire yang terletak di sekitar Pantai Gedo, Nabire. Dari tempat ini direncanakan Menhut dan rombongan akan bertolak ke Kwatisore dengan menggunakan speed boat yang telah dipersiapkan. Beberapa speed boat yang telah stand by ialah speed boat milik Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih, speed boat milik WWF-Teluk Cenderawasih Project, speed boat milik Badan SAR, dll. Menhut bertolak ke Kwatisore dengan menggunakan speed boat milik Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih yang didampingi oleh Plt. Dirjen PHKA Ir. Sonni Partono, MM., Kepala Biro Umum Ir. Djati Witjaksono, M.Si., Kepala Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih Ir. Ben Gurion

L I P U T A N … .

P a g e 4 B u l e t i n t r i t o n i s

Page 5: Tritonis Edisi I 2014

L I P U T A N … .

P a g e 5

da waktu itu Nabire diguyur hujan. Kegiatan pena-naman di Bukit Meriam tersebut menjadi acara pamungkas dari kunjungan Menhut untuk hari per-tama di Nabire. Selanjutnya Pak Menteri dan rom-bongan bergerak menuju Hotel untuk beristirahat beberapa saat, kemudian akan melanjutkan kegiatan pada malam hari untuk menjadi “Keynote Speaker” pada acara “Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Kehutanan Oleh Menteri Kehutanan Kepada Mitra Kerja Kehutanan Pusat dan Daerah”. Pada acara tersebut turut pula hadir Wakil Bupati Nabire dan Wakil Ketua DPRD Nabire. Acara terse-but diawali dengan makan malam bersama, yang kemudian dilanjutkan pada acara inti. Yang menarik pada acara sosialisasi tersebut, turut hadir pula beberapa kelompok penerima bantuan Menhut. Kelompok tersebut merupakan masyarakat Nabire yang selama ini aktif melaksanakan aktivitas di bi-dang Kehutanan. Beberapa diantara kelompok ter-sebut juga giat melakukan aktivitas pengelolaan hutan kemasyarakatan. Setelah rentetan acara mal-am tersebut selesai, Menhut kembali ke hotel untuk beristirahat.

Keesokan harinya, Menhut dan rombongan akan mengakhiri kunjungannya di Nabire. Menhut bertolak meninggalkan Nabire menuju Biak dengan menggunakan pesawat Susi, kemudian akan melanjutkan perjalanannya menuju Manado dengan menggunakan pesawat khusus. Kunjungan Menteri Kehutanan di Taman Nasional Teluk Cenderawasih tersebut merupakan indikasi bahwa kawasan kon-servasi yang kita kelola, mendapat perhatian dari orang nomor 1 institusi Kehutanan Pusat. Oleh ka-rena itu momentum ini selayaknya menjadi modal dan motivasi untuk lebih meningkatkan kinerja dan pengabdian kita.

− ☼ −

Referensi:

Jadwal Tentative Kunjungan Kerja Menteri Kehu-tanan RI di Nabire

pemantauan biota laut Taman Nasional Teluk Cenderawasih.

Selama melakukan penyelaman, Menteri Kehutanan didampingi oleh 2 (dua) orang petugas dari Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih, yaitu Bapak Mulyadi dan Bapak La Hamid. Selain menyelam, Menhut juga menyempat-kan diri untuk singgah di bagan milik nelayan untuk melihat-lihat Hiu Paus dari atas bagan dan berbincang dengan para nelayan bagan. Para ne-layan bagan sangat senang ketika Menhut naik ke bagan mereka dan beraktivitas beberapa saat. Tam-pak puas terpancar dari raut muka Menhut setelah menikmati petualangan yang memicu adrenalin tersebut. Setelah beberapa saat menyelam dan menikmati pemandangan bawah air Taman Nasion-al Teluk Cenderawasih, Kemudian melihat dan me-rasakan beberapa saat kehidupan para pebagan, Menhut kembali ke Kali Lemon Resort.

Setibanya di Kali Lemon Resort, Menhut mengambil waktu untuk beristirahat sambil menik-mati hidangan yang telah disiapkan. Kemudian setelah beberapa saat beristirahat, tibalah wak-tunya untuk kembali ke Nabire. Kurang lebih pukul 14.30 WIT Menteri Kehutanan dan rombongan tiba kembali di Nabire, kemudian melanjutkan kunjun-gan kerjanya di hari pertama dengan melakukan kegiatan penanaman di Hutan Kota Bukit Meriam. Pada kegiatan penanaman tersebut, Menteri Kehu-tanan didampingi oleh Kepala Dinas Kehutanan Nabire. Kegiatan tersebut tidak berlangsung lama, mengingat luas areal yang terbatas dan kondisi pa-

E d i s i I A P R I L 2 0 1 4

*)Penyuluh Kehutanan Pertama pada BPTN I Nabire

Page 6: Tritonis Edisi I 2014

P a g e 6 B u l e t i n t r i t o n i s

L I P U T A N

yang dibutuhkan bagi kehidupan makhluk hidup, terutama manusia. Hutan juga mampu menyediakan kebutuhan bahan pangan sehari-hari bagi masyara-kat di sekitar hutan dan di dalam pepohonan hutan juga dapat menyimpan karbon sehingga dengan menjaganya kita akan mengurangi pelepasan kar-bon.

Harus kita ingat bahwa hutan yang ada di Kampung Anggresi bukan punya kita tetapi punya anak cucu kita. Jadi kita harus menjaga dan me-rawatnya guna kepentingan di masa yang akan da-tang. Mengingat hutan di Tanah Papua ini merupa-kan satu-satunya hutan yang masih bagus di Indone-sia. Jadi kita harus merasa memliki dan mencin-tainya dengan cara menjaganya dan bila di kebun pekarangan terdapat lahan yang belum dimanfaat-kan maka kita harus menanaminya dengan pepoho-nan, baik yang menghasilkan buah atau untuk diam-bil kayunya.

Mengingat saat ini lahan kritis di Indonesia terus meningkat sehingga kita harus mendukung gerakan-gerakan yang sifatnya peduli terhadap kon-disi bumi agar mengurangi pemasan global yang saat ini terjadi. Salah satu upaya yang diperlukan untuk mitigasi dampak pemanasan global adalah aksi nyata penanaman dan pemeliharan pohon secara massal yang dilakukan oleh setiap komponen bang-sa, baik anak kecil, pemuda ataupun orang tua agar permasalahan pemanasan global yang saat ini terjadi dapat segera teratasi. Hal ini karena pemanasan global bukanlah fenomena alam semata namun merupakan akibat aktivitas manusia yang tidak terkendali dan tidak bertanggungjawab serta aktivi-tas tersebut menyumbang emisi gas rumah kaca (green house glasse) di atmosfer sehingga me-nyebabkan meningkatnya suhu bumi. Dampak pema-nasan global yang nyata kita alami diantaranya ada-lah peningkatan suhu udara, mencairnya gletser, terganggunya ekosistem, kondisi cuaca ekstrim, ter-

nggresi merupakan Kampung yang terletak di pinggiran Kota Manokwari, tepatnya di Distrik Manokwari Selatan. Kampung ini merupakan

bagian dari Wanariset Kehutanan Balai Penelitian Kehutanan Manokwari dan kesadaran konservasi masyarakat di kampung ini sangatlah tinggi. Sangat lah tepat bila kampung ini dijadikan sebagai daerah penanaman dalam rangka Pelaksanaan Hari Me-nanam Pohon Indonesia dan Bulan Menanam Na-sional serta Gerakan Perempuan Tanam dan Peliha-ra Pohon yang diselenggarakan pada tanggal 3 Desember 2013. Tema kegiatan penanaman ini ada-lah wariskan hutan lebih baik untuk generasi penerus bangsa.

Adapun maksud dan tujuan pelaksanaan kegiatan penanaman dalam rangka Hari Menanam Pohon Indonesia dan Bulan Menanam Nasional serta Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon ta-hun 2013 adalah sebagai berikut:

1. Sebagai sarana edukasi, peningkatan kepedulian, kemampuan dan kemandirian seluruh komponen bangsa akan pentingnya menanam dan memeli-hara pohon;

2. Mengajak seluruh komponen bangsa untuk melakukan penanaman dan pemeliharaan pohon secara berkelanjutan untuk mitigasi perubahan iklim dan rehabilitasi hutan dan lahan;

3. Untuk menambah tutupan lahan dan hutan guna mencegah longsor dan banjir di musim hujan;

4. Penyediaan bahan baku industri pengolahan kayu, pangan dan energi terbaharukan.

Sebelum pelaksanaan kegiatan penanaman terlebih dahulu dilakukan upacara yang dipimpin oleh Bupati Kabupaten Manokwari yaitu Dr. Bastian Salabai. Dalam sambutannya Bupati Kabupaten Manokwari menyampaikan bahwa hutan merupakan paru-paru dunia karena hutan menghasilkan oksigen

P e n a n a m a n d i K a m p u n g A n g g r e s i

Wujud kepedulian rimbawan terhadap bangsa yang patut diteruskan Veve Ivana Pramesti,S.Hut)

Page 7: Tritonis Edisi I 2014

P a g e 7 E d i s i I A p r i l 2 0 1 4

L I P U T A N … .

*)Penyuluh Kehutanan Pertama Pada BBTNTC

ganggunya sistem tata air daerah aliran sungai dan terganggunya ketahanan pangan global.

Presiden Republik Indonesia pada KTT peru-bahan iklim tahun 2009 di Kopenhagen telah berko-mitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan upaya sendiri atau sampai 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2020 dalam rangka mitigasi perubahan iklim global. Pada peringatan Hari Menanam Pohon Indonesia dan Bulan Menanam Nasional Tahun 2012, Presiden Republik Indonesia mengamatkan untuk melanjutkan pena-naman satu milyar pohon pada tahun selanjutnya yang diselenggarakan secara nasional dengan meli-batkan seluruh komponen bangsa dalam rangka reha-bilitasi hutan dan Bulan Menanam Nasional (HMPI-BMN).

Peserta pada kegiatan Hari Menanam Pohon Indonesia dan Bulan Menanam Nasional serta Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon-adalah dari berbagai pihak/instansi. Diantaranya ada-lah pegawai PEMDA Kabupaten Manokwari, PEMDA Provinsi Papua Barat, UPT Kementerian Kehutanan Lingkup Provinsi Papua Barat, TNI, Kepolisian, BUMN/BUMD/Swasta, Perguruan Tinggi, Mitra Kehutanan, Dharma Wanita PEMDA Kabupaten Manokwari, Dhar-ma Wanita TNI, siswa sekolah dan masyarakat Kam-pung Anggresi.

Setelah upacara maka dilakukanlah serah terima bibit secara simbolis dari Bupati Manokwari kepada perwakilan masing-masing instansi peserta penanaman. Dalam kegiatan penanaman ini bibit

yang akan ditanam diperoleh dari kebun bibit BPDAS Remu Ransiki. Bibit yang disediakan dian-taranya Merbau, Nyatoh dan Matoa.

Pada kegiatan penanaman ini peserta ter-lihat sangat semangat menanam bibit di lubang tanam yang telah disediakan. Hanya dalam waktu beberapa saat semua lubang tanam telah selesai ditanami. Selain menanam peserta juga melakukan penyiraman dan pemberian ajir di tem-pat tanam guna memudahkan pengecekan dan pemeliharaan. Setelah kegiatan penanaman ini diharapkan masyarakat Kampung Anggresi yang berdomisili di dekat tempat penanaman dapat tu-tut menjaga dan memelihara tanaman-tanaman tersebut.

Kegiatan penanaman seperti ini sudah se-layaknya terus kita lakukan guna menghijaukan kembali bumi pertiwi dan mengatasi pemanasan global. Mari kita realisasikan green living concept towards green Indonesia.

− ☼ −

Sumber Acuan:

Buku Panduan Pelaksanaan Hari Menanam Pohon Indonesia dan Bulan Menanam Nasional Serta Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon. Dinas Kehutanan Kabupaten Manokwari. 2013.

Page 8: Tritonis Edisi I 2014

E d u k a s i L i n g k u n g a n D i n i B a g i G e n e r a s i C i l i k

L I P U T A N

P a g e 8 B u l e t i n t r i t o n i s

struktur berpikir sensitif, “sense of belonging” terhadap lingkungan dimana saja ia berada. Ada perasaan memiliki dan sifat perhatian yang da-lam pada setiap isu lingkungan.

2) Memantapkan ilmu dan wawasan (science & knowledge) Edukasi lingkungan juga bertujuan untuk mening-katkan dan mengembangkan ilmu lingkungan itu sendiri, meskipun masih dalam tataran seder-hana. Selain itu juga menambah wawasan peser-ta didik tentang berbagai pengalaman belajar lingkungan secara menyeluruh. Salah satu alasan kurangnya kepedulian dan kesadaran lantaran tidak tersedianya ilmu dan wawasan tentang bahaya kerusakan lingkungan. Dengan adanya pendidikan lingkungan, segala informasi berhubungan dengan potensi bahaya/resiko penurunan kualitas lingkungan akan tersedia di dalam materi pembelajarannya.

3) Mengokohkan perilaku (attitude) Salah satu makna edukasi adalah proses peru-bahan perilaku manusia. Dengan demikian edukasi lingkungan bertujuan untuk membentuk manusia baik individu maupun komunitas yang memiliki seperangkat nilai dan perasaan yang memfokuskan perhatian terhadap lingkungan. Termasuk di antaranya adalah motivasi internal dan eksternal untuk aktif berpartisipasi melindungi lingkungan dan melaksanakan

dukasi lingkungan dini adalah cara pembelaja-ran yang sering digunakan untuk memperkenal-kan kondisi dan keberadaan lingkungan sekitar

kepada anak-anak baik secara formal maupun non formal. Mengingat kualitas lingkungan yang ada di sekitar kita semakin hari semakin memburuk maka sudah selayaknya bila kita memulai gerakan ini. Ben-tuk edukasi lingkungan dini pun beragam, pada umumnya dikemas dalam bentuk permainan, per-lombaan atupun pembelajaran di alam terbuka yang bersifat menarik minat peserta edukasi lingkungan yang masih berumur belia.

Guna menggalakkan edukasi lingkungan dini maka pada perayaan hari bakti rimbawan yang ke 31 diselenggarakanlah perlombaan anak-anak dalam bentuk lomba mewarnai dan menggambar. Kedua lomba ini diikuti oleh generasi cilik rimbawan se Pa-pua Barat.

Secara garis besar tujuan edukasi lingkungan adalah sebagai berikut: 1) Meningkatkan kesadaran (awareness)

Edukasi lingkungan bertujuan untuk membentuk manusia yang memiliki sikap dan perilaku sadar lingkungan. Seorang anak yang memahami akan lingkungan akan mempunyai sensitivitas yang tinggi atau kepekaan terhadap setiap isu-isu ling-kungan, termasuk permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan baik secara langsung mau-pun tidak langsung. Kepekaan ini mewujudkan

Mari kita tingkatkan kesadaran terhadap lingkungan…. Veve Ivana Pramesti, S.Hut*)

Page 9: Tritonis Edisi I 2014

L I P U T A N … .

E d i s i I A P R I L 2 0 1 4 P a g e 9

bahat maka mereka akan enggan atau bahkan tidak mau bermain di alam terbuka.

Anak-anak peserta lomba mewarnai terlihat san-gat antusias mewarnai obyek gambar sesuai warna aslinya. Dengan perlengkapan yang bervariasi mere-ka beradu cepat dengan waktu untuk berkreasi.

Sedangkan pada lomba menggambar, peserta diberi kebebasan untuk berkreasi dengan tema gam-bar menjaga alam sekitar kita. Dari hasil goresan gambar peserta menggambar, tersirat bahwa mereka memahami dan peduli terhadap alam sekitarnya. Hal ini terbukti dari hasil gambaran peserta yang berupa pembersihan sampah, mebuang sampah pada tem-patnya, penanaman pohon-pohon di sekitar rumah, penanaman pohon di tepian sungai dan penggunaan barang-barang limbah menjadi barang daur ulang. Tentunya hal ini menjadi cerminan bagaimana pema-haman mereka terhadap kondisi lingkungan seki-tarnya.

Dengan diselenggarakannya lomba mewarnai dan menggambar ini, diharapkan peserta lomba menjadi lebih tahu dan mengenal dengan alam seki-tarnya dan kelak mereka diharapkan akan menjadi anak-anak yang peduli terhadap lingkungan sekitar. Bila terjadi kerusakan di lingkungan sekitarnya maka dengan sigap mereka akan langsung berpartisipasi aktif atau bahkan menjadi garda terdepan terhadap perbaikan lingkungannya karena dalam hati mereka telah bersemayam wawasan, pemahaman dan kecintaan akan lingkungan sekitarnya. Sebaliknya bila lingkungan yang ada di sekitar mereka masih asri, maka mereka akan terus memelihara dan men-jaganya demi kelangsungan hidup seluruh makhluk hidup di bumi. Dengan demikian mereka akan men-jadi generasi muda yang bijak dalam bercengkrama dengan lingkungan sekitarnya.

− ☼ −

Sumber Acuan:

Musa Jul H.D. Mengenal Tujuan dan Prinsip Pendidikan Ling-kungan. 2013. http://julhasratman.blog spot.com/2013/01/mengenal-tujuan-dan-prinsip-pendidikan.html.diakses tanggal 20 Maret 2014

gerakan-gerakan peningkatan kualitas ling-kungan.

4) Memberikan keterampilan (skill) Ada dua aspek keterampilan yang harus dimiliki menjadi tujuan edukasi lingkungan yakni ket-erampilan mengidentifikasi dan memecahkan permasalahan lingkungan dan keterampilan mengevaluasi lingkungan dalam berbagai aspek (ekologi, ekonomi, sosial, estetika, dan faktor kependidikan termasuk komunikasi dan sosial-isasi isu lingkungan). Terbentuknya pribadi-pribadi yang terampil di dalam aspek lingkungan akan memberikan pengaruh positif bagi upaya-upaya pemecahan masalah lingkungan.

5) Memunculkan partisipasi dan kontribusi (participation and contribution) Edukasi lingkungan bertujuan untuk memuncul-kan karakter peduli secara lebih nyata, konkrit, tidak teoritis belaka. Wujud nyata itu diter-jemahkan dalam bentuk keikutsertaan (partisipasi) peserta di dalam setiap kegiatan yang berhubungan bagi kemaslahatan ling-kungan. Di sini edukasi lingkungan tidak hanya bertujuan untuk mendidik para peserta sebagai “peserta peduli” semata, melainkan memantap-kan sikap mau berkorban dan memberi (berkontribusi) bagi kepentingan lingkungan itu sendiri. Jadi, peserta diberikan pembelajaran untuk mengeluarkan kemampuan terbaiknya guna bersama-sama menjaga dan memberikan perlindungan terhadap lingkungan sekitarnya. Kontribusi tersebut dapat berupa waktu, tenaga, materi dan pemikiran (Musa Jul H.D., 2013). Perlombaan mewarnai diikuti oleh 40 (empat

puluh) anak. Dalam lomba ini anak-anak dilatih un-tuk mengenal lingkungan sekitar, baik berupa tum-buhan hidup, binatang maupun bentang alam yang ada di bumi kita. Mereka disuguhi gambar pemandangan alam yang masih asri dan anak-anak yang riang gembira menikmati alam tersebut. Penyaj-ian gambar ini secara tidak langsung diharapkan dapat memberikan peningkatan kesadaran dan wa-wasan mereka di alam yang masih asri mereka dapat bermain dan menghirup udara yang segar. Sebaliknya bila alam sudah rusak atau tidak bersa-

*)Penyuluh Kehutanan Pertama Pada BBTNTC

Page 10: Tritonis Edisi I 2014

P a g e 1 0 B u l e t i n t r i t o n i s

L I P U T A N

Kemeriahan Pekan Olah Raga Hari Bhakti Rmbawan

Tampak semangat dan antusiasme rimbawan Manokwari dalam mensukseskan event tahunan pekan olah raga yang diselenggarakan guna memeriahkan perayaan Hari Bhakti Rimbawan di Manokwari. Dalam Pekan Hari Bhakti Rimbawan ke-31 ini cukup meriah dalam setiap perlombaan yang diselenggarakan. Di pertandingan tarik tambang putra dan putri, setiap peserta terlihat bersemangat dalam menarik tali tambang sehingga bisa menjadi yang terkuat dari kelompok yang lain. Dalam pertandingan futsal pun tidak kalah serunya. Bahkan terdapat beberapa pertandingan yang menggunakan perpanjangan waktu karena tim yang saling berhadapan sama imbangnya, seperti yang terjadi di pertandingan penyisihan antara Balai Besar TN. Teluk Cenderawasih vs Balai Penelitian Kehutanan Manokwari serta pertandingan antara Balai Penelitian Kehutanan Manokwari vs SMKK Manokwari.

Pertandingan bola volley maupun pertandingan tenis meja juga menyuguhkan pertandingan yang tidak kalan seru. Pertandingan bulutangkis pun sama sama meriahnya karena masing-masing instansi mengirimkan pemain terbaiknya. Pada pertandingan bola volley putra,

J um’at sore, keluarga besar Rimbawan Manokwari berbondong-bondong mendatangi lapangan bola Sekolah Menengah Kejuruan

Kehutanan (SMKK) untuk mengikuti upacara pembukaan rangkaian kegiatan Pekan Hari Bhakti Rimbawan ke-31. Rangkaian kegiatan pekan Hari Bhakti Rimbawan ke-31 ini dilaksanakan dari tanggal 7 Maret 2014 dan sebagai puncak acaranya dilaksanakan pada tanggal 17 April 2014 bersamaan dengan pelaksanaan upacara peringatan Hari Bhakti Rimbawan ke-31.

Pekan Hari Bhakti Rimbawan tahun 2014 di Manokwari kali ini dimeriahkan dengan berbagai lomba ketangkasan, lomba kekompakan tim, lomba anak-anak serta lomba memasak bagi Bapak-Bapak rimbawan perwakilan dari masing-masing instansi. Jenis perlombaan yang dipertandingkan antara lain bulutangkis beregu putra, bola volley putra/ putri, tenis mesa putra/putri, tarik tambang putra/putri, catur, gaple serta pertandingan futsal. Sedangkan untuk lomba ekspedisi dilaksanakan tiga perlombaan, yaitu bagi anak-anak rimbawan dilaksanakan lomba menggambar untuk anak usia kelas 4-6 SD dan lomba mewarnai untuk anak usia PAUD–kelas 3 SD. Bagi Bapak-Bapak diadakan lomba memasak makanan khas Papua yaitu papeda dan sayur ikan kuah kuning.

HARI BHAKTI RIMBAWAN SEBAGAI WUJUD HARI BHAKTI RIMBAWAN SEBAGAI WUJUD PENEGUHAN JIWA KORSA RIMBAWAN PENEGUHAN JIWA KORSA RIMBAWAN

Mari kita tingkatkan jiwa korsa rimbawan di era modern…. Muhibbuddin Danan Jaya*)

Page 11: Tritonis Edisi I 2014

P a g e 1 1 E d i s i I a p r i l 2 0 1 4

L I P U T A N … .

RI. Dalam sambutan Menteri Kehutanan berharap seluruh rimbawan di Indonesia untuk terus berkiprah memberikan sumbangan dan bakti dalam pembangunan nasional dimanapun berada. Sedangkan tema Hari Bhakti Rimbawan ke-31 adalah “Dengan semangat Hari Bhakti Rimbawan kita tingkatkan solidaritas menuju kehutanan baru”. Hal ini tentunya menjadi peneguhan kembali jiwa korsa rimbawan dalam bekerja dan menjaga hutan dari ancaman kerusakan.

Dalam penyampaikan sambutan Menteri Kehutanan, beliau menambahkan bahwa Pulau Papua merupakan salah satu kekayaan alam yang masih terjaga di atas bumi ini serta masih terjaga kelestariannya dan berperan sebagai emas hijau penghasil oksigen. Oleh karenanya seluruh jajaran rimbawan di tanah Papua beserta Pemerintah Daerah memiliki tanggung jawab untuk mempertahankan potensi emas hijau yang masih tersisa ini.

Perolehan kejuaraan pertandingan dalam pekan Hari Bhakti Rimbawan ke-31 ini tersebar merata. Hampir seluruh instansi memperoleh medali, baik emas, perak maupun perunggu. BBTNTC memperoleh medali emas di 3 cabang olah raga, perak 1 cabang olahraga dan perunggu di 2 cabang olah raga. Dari hasil perolehan medali, BBTNTC perolehan medali emas nya tertinggi, sehingga berhak menyandang gelar sebagai Juara Umum kembali setelah tahun sebelumnya perolehan Juara Umuum dimenangkan oleh Balai Penelitian kehutanan Manokwari.

Hasil perolehan kejuaraan dalam pekan olah raga Hari Bhakti Rimbawan bukan tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini, namun tujuan utamanya dari kegiatan ini untuk memupuk solidaritas dan jiwa korsa sesama rimbawan di manokwari Papua Barat ini.

Selamat Hari Bhakti Rimbawan, ditangan kitalah nasib masa depan emas hijau di atas bumi pertiwi.

pada saat pertandingan final terjadi kejar-kejaran angka yang cukup ketat antara tim volley BBTNTC dengan tim volley Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat. Bahkan dalam pertandingan final ini mengalami long set karena kedua tim memiliki nilai seimbang. Dari ketatnya permainan akhirnya dimenangkan oleh tim volely dari BBTNTC. Pertandingan tarik tambang putra tim dari BBTNTC juga keluar sebagai Juara I. Perolehan mendali emas juga diperoleh dari pertandingan tenis meja putri. Sedangkan perolehan medali perunggu dari cabang olah raga tarik tambang putri dan tim bulutangkis.

Memasak papeda bisa dikatakan pekerjaan memasak yang memerlukan keterampilan dan kecakapan khusus. Karena dalam mengolah sagu menjadi adonan papeda harus menggunakan teknik tertentu sehingga dapat diperoleh hasil papeda yang pas, tidak terlalu lengket maupun tidak terlalu lembek. Lomba masak papeda yang diikuti oleh Bapak-Bapak rimbawan ini memadukan menu papeda sayur ikan kuah kuning dan sayur bunga pepaya. Semua bahan masak serta bumbu-bumbu sudah disediakan oleh panitia, setiap tim yang beranggotakan tiga orang tinggal menyediakan peralatan masak serta perlengkapan penyajian. Hasil masakan Bapak-Bapak rimbawan tidak kalah nikmatnya dengan hasil masakan Ibu-Ibu rimbawan. Hal ini terbukti karena semua hasil masakannya langsung ludes disantap oleh suporter lomba masak setelah dewan juri selesai menilai hasil masakan Bapak-Bapak rimbawan.

Puncak Hari Bhakti Rimbawan

Sebagai puncak pelaksanaan Hari Bhakti Rimbawan ke-31 di Manokwari dilaksanakan upacara bendera di halaman SMKK, penyerahan hadiah bagi pemenang perlombaan dan diakhiri dengan kegiatan ramah tamah sesama Rimbawan seluruh intansi yang berada di Manokwari.

Sebagai inspektur upacara Bapak Asisten I PEMDA Provinsi Papua Barat. Beliau juga menyampaikan permohonan maaf Gubernur Papua Barat karena tidak bisa secara langsung menghadiri undangan upacara bendera sebab ada tugas luar kota. Beliau pun membawakan sambutan Menteri Kehutanan *)Penyuluh Kehutanan Pelaksana pada BBTNTC

Page 12: Tritonis Edisi I 2014

P a g e 1 2

L I P U T A N

B u l e t i n t r i t o n i s

AJANG PROMOSI WISATA “HANTU LAUT”

Siapa yang tak tahu hantu laut??

“K ak.... kalo yang itu namanya ikan apa.....?” Putri dan Ilham, dua kakak beradik ini san-

gat antusias untuk tau lebih banyak dari gambar makhluk besar yang terpampang di dinding stand pameran. Iya, mungkin baru kali ini mereka melihat makhluk laut sebesar itu.

Bulan April, tanggal 11-14 telah diselenggara-kan Pameran IndoGreen Forestry Expo ke-6 tahun 2014, yaitu pameran kehutanan terbesar yang diselenggarakan oleh Kementerian Kehutanan bekerjasama dengan event organizer PT. Wahyu Promo Citra. Tahun 2014 ini merupakan tahun ke 6 penyelenggaraan IndoGreen Forestry EXpo dan pelaksanaannya pun tidak kalah seru dengan tahun-tahun sebelumnya. Peserta pameran terdiri dari in-stansi pemerintah daerah yang sebagian besar membidangi kehutanan, UPT Kementerian Kehu-tanan, perusahaan tambang, perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang kehutanan serta mitra Kementerian Kehutanan yang selama ini selalu aktif melakukan kerjasama.

Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih (BBTNTC) dalam event pameran ak-bar IndoGreen FE ke-6 ini kembali ikut ambil bagian. Dan hingga kini sudah ketiga kalinya BBTNTC ikut menyemarakkan event tahunan ini. Dan dalam pameran IndoGreen FE ke-6 ini BBTNTC menampil-kan tema “Berwisata ke Taman Nasional Teluk

Cenderawasih”. Kawasan TNTC menyimpan potensi pariwisata yang sangat beragam dan kaya warna. Dengan masuknya Teluk Cenderawasih ked alam segitiga karang dunia, potensi kekayaan terumbu karang di TNTC sangat tinggi dan beragam. Wisata Bbdaya, sejarah serta religi juga tersaji di Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Dan yang paling unik serta tidak ada duanya di belahan bumi manapun adalah Wisata Whale Shark/Hiu Paus.

Pembukaan pameran IndoGreen Forestry Expo Dalam lima tahun terakhir ini, kegiatan In-

doGreen Forestry Expo selalu dibuka secara resmi oleh Menteri Kehutanan, Dr (HC), Zulkifli Hasan, SE, M.M. Hal ini menunjukkan komitmen Kementerian Kehutanan untuk mensukseskan acara pameran ini, karena acara pameran IndoGreen ini merupakan salah satu sarana sosialisasi program dan hasil ker-ja/tindakan nyata pemerintah dan pihak swasta dalam melaksanakan pembangunan kehutanan serta untuk mengenalkan dan menumbuhkan cinta alam dan konservasi terhadap masyarakat luas.

Dalam sambutannya, Menteri Kehutanan menyampaikan pesan bahwa program ini harus ter-us dilaksanakan dan ditingkatkan lagi sehingga proses sosialisasi dan penyebaran informasi hasil kerja pembangunan Kehutanan yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak swasta dapat dengan mudah disampaikan ke masyarakat. Pameran In-doGreen FE ke-6 ini mengangkat tema “Low Carbon

Muhibbuddin Danan Jaya*)

Page 13: Tritonis Edisi I 2014

L I P U T A N … .

P a g e 1 3

Economic Forestry Development”, yang merupakan salah satu upaya untuk mensinergikan kegiatan-kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dengan pembangunan ekonomi. Hal ini menjadi komitmen untuk menjadikan sektor kehutanan men-jadi pelopor pembangunan ramah lingkungan yang berpihak kepada pengembangan sektor ekonomi masyarakat lokal sehingga masyarakat sekitar hutan sejahtera dan hutan tetap lestari. Kunjungan Menteri kehutanan di Stand TNTC

Selepas membuka acara pameran, Menteri Kehutanan mengagendakan waktu untuk mengunjungi 182 stand yang mengikuti kegiatan pameran ini. Menteri Kehutanan pun menyempat-kan diri untuk singgah di stand TNTC serta menyaksikan pemaparan potensi wisata yang dimili-ki oleh TNTC. Bapak Menteri pun ambil foto bersama rombongannya di stand TNTC serta menceritakan kepada rombongan wartawan akan kekagumannya pada keindahan alam serta pengalamannya saat berenang satu dimensi dengan Hiu Paus saat melakukan kunjungan kerja di Kawasan TNTC pada tanggal 21 Desember 2013 yang lalu. Bahkan jika masih ada kesempatan, beliau berkeinginan untuk mengunjungi kawasan TNTC dan berenang bersama Hiu Paus lagi. Potensi kawasan Yang Disajikan

Wisata sejarah yang kami sajikan antara lain wisata batu Bergambar dan wisata alkitab tua yang tersimpan di Gereja Isna Jedi. Wisata budaya antara lain upacara peresmian perahu/kapal, upacara injak piring dalam penyambutan tamu serta tarian adat yang ditampilkan saat ada kunjungan tamu penting. Wisata bawah air juga tidak kalah menariknya bagi wisatawan. Bagi wisatawan yang belum bisa bere-nang bisa menikmati keindahan terumbu karang dengan melakukan snorkeling dan yang terbisa div-ing dapat melakukan scuba dive. Wisatawan juga bisa menikmati sensasi baru berenang satu dimensi bersama Hiu Paus.

Semenjak Akhir tahun 2010 Whale Shark atau Hiu Paus mulai terpublikasikan keberadannya di dalam kawasan TNTC dan diketahui oleh dunia luar. Hiu paus ini sejak tahun 1980-an sering dijumpai masyarakat lokal pada saat meraka sedang mencari (memancing) di tengah laut. Namun masyarakat

merasa takut karena ukuran ikan sangat besar dan dikhawatirkan termasuk ikan buas yang siap me-mangsa manusia sehingga masyarakat men-gistilahkan ikan Hiu paus ini sebagai Hantu Laut. Namun dengan mudahnya akses informasi saat ini, masyarakat mulai sadar dan mengetahui bahwa Hiu Paus ini merupakan ikan jinak, bahkan bisa berpelu-ang untuk mendatangkan wisatawan di daerahnya. Kemunculan Hiu Paus ini semakin intens semenjak adanya bagan-bagan ikan milik nelayan yang mulai banyak beroperasi pada tahun 2009.

Dengan keberadaan Hiu Paus yang dapat dipastikan hampir setiap hari bisa ditemui oleh wisatawan dengan meendatangi bagan. Jumlah kun-jungan wisatawan di TNTC pada tahun 2011 men-galami peningkatan yang cukup siginfikan, terutama pengunjung wisatawan mancanegara. Dalam event pameran ini kami berupaya untuk lebih men-dekatkan rakyat Indonesia untuk lebih mengenal kekayaan alam dan potensi pariwisata alam yang dimiliki Indonesia tercinta ini, khususnya yang ter-simpan di pulau ujung timur Indonesia ini.

Banyak pengunjung yang menanyakan infor-masi wisata Hiu Paus. Untuk menikmati wisata Hiu Paus, wisatawan dapat mendatangi lokasi yang sering ditemukan kemunculan Hiu paus, tepatnya di perairan Kwatisore yang terletak di wilayah admin-istratif Kabupaten Nabire. Berbagai macam sarana transportasi yang bisa dimanfaatkan oleh wisatawan, antara lain dengan sewa speed boat maupun menggunakan perahu milik nelayan lokal yang biasa disewa wisatawan secara rombongan.

Sebagian besar pengunjung memberikan apresiasi positif terhadap informasi yang disam-paikan di stand TNTC. Pengunjung merasa mem-peroleh informasi baru dan unik serta baru mereka ketahui saat ada event pameran ini. Bahkan sebagi-an besar pengunjung memiliki keinginan untuk mengunjungi Taman Nasional Teluk Cenderawasih dan berenang bersama Hiu Paus yang terkenal se-bagai ikan raksasa yang lebih dikenal oleh masyara-kat Kwatisore sebagai hantu laut.

*)Penyuluh Kehutanan Pelaksana pada BBTNTC

E d i s i I A P R I L 2 0 1 4

Page 14: Tritonis Edisi I 2014

P a g e 1 4 E d i s i I A p r i l 2 0 1 4

A R T I K E L

T N T e l u k C e n d e r a w a s i h D a l a m P e r s p e k t i f K a w a s a n K o n s e r v a s i d a n A d m i n i s t r a t i f K e w i l a y a h a n

Erwin Kusumah Nanjaya, S.Hut.*) Kesuksesan konservasi membutuhkan

kerjasama antar pihak… .

awasan Konservasi ialah kawasan yang terdiri dari Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawa-san Pelestarian Alam (KPA). Kawasan Suaka Alam (KSA) adalah kawasan dengan ciri khas

tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kawasan Pelestarian Alam (KPA) adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan Suaka Alam (KSA) terdiri dari Cagar Alam (CA) dan Suaka Margasatwa (SM), sedangkan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) terdiri dari Taman Nasional (TN), Taman Wisata Alam (TWA), Taman Hutan Raya (Tahura) dan Taman Buru (TB). Indonesia memiliki kawasan konservasi seluas luas ± 27.190.992,91 Ha dengan jumlah peruntukkan/fungsi sebanyak 527 unit. Areal dengan luasan tersebut terbagi dalam beberapa fungsi, sebagai berikut:

Kawasan Konservasi tersebut dikelola dengan strategi konservasi yang dikenal dengan perlin-dungan, pengawetan dan pemanfaatan secara les-tari. Untuk melakukan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, maka kegiatan perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan tersebut di atas dilaksanakan dalam tiga tingkatan/level yang terdiri dari tingkatan genetik, jenis dan ekosistem, dengan demikian kegiatan konservasi keanekaragaman hayati antara lain bertujuan untuk mencegah terjadinya penurunan keanekaragaman dan kepunahan di tiga tingkatan/level tersebut.

No. Fungsi Jumlah (Unit) Luas (HA)

1. Cagar Alam 243 4.333.620,44 2. Cagar Alam Laut 5 152.610,00 3. Suaka Margasatwa 73 5.052.973,64 4. Suaka Margasatwa Laut 2 5.220,00 5. Taman Nasional 43 12.284.031,34 6. Taman Nasional Laut 7 4.043.541,30 7. Taman Wisata Alam 104 258.469,85 8. Taman Wisata Alam Laut 14 491.248,00 9. Taman Buru 14 225.103,94

10. Taman Hutan Raya 22 344.174,41 Luas dan Jumlah Total 527 27.190.992,91

Page 15: Tritonis Edisi I 2014

E d i s i I a p r i l 2 0 1 4

A R T I K E L … .

P a g e 1 5

Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. Sedangkan di dalam KSA hanya dapat dilakukan pemanfaatan secara terbatas berupa kegiatan penelitian, pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata terbatas dan kegiatan lain yang menunjang budidaya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tersebut, jenis dan genetik tumbuhan dan satwa liar dapat dimanfaatkan untuk keperluan: a) Pengkajian, penelitian dan pengembangan; b) Penangkaran; c) Perburuan; d) Perdagangan; e) Peragaan; f) Pertukaran; g) Budidaya tanaman obat-obatan, dan h) Pemeliharaan untuk kesenangan.

Pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar dari jenis yang dilindungi (wild= tangkapan langsung dari alam) hanya dapat dilakukan untuk kegiatan pengkajian, penelitian dan pengambangan, penangkaran dan pertukaran. Namun demikian untuk kegiatan peragaan dan perdagangan hanya dapat dilakukan terhadap jenis yang dilindungi hasil penangkaran (pengembangbiakan), berdasarkan izin dari Menhut serta mengikuti ketentuan International yang telah diratifikasi Indonesia. Pemanfaatan jenis yang tidak dilindungi dapat dilakukan teradap semua jenis tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi.

Taman Nasional Teluk Cenderawasih merupa-kan salah satu taman nasional perairan yang ter-letak di Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat dan Kabupaten Nabire, Provinsi Papua. Kawa-san ini memiliki kedudukan dan peranan yang strat-egis bagi perkembangan pembangunan dan ke-hidupan masyara­kat pesisir kedua provinsi terse-but. Luas kawasan TN Teluk Cenderawasih sebesar 1.453.500 ha, terdiri dari luas daratan pesisir pan­tai (pulau induk) sebesar 12.400 ha (0,9 %) dan luas daratan pulau sebesar 55.800 ha, sedangkan luas lautan/perairan sebesar 1.305.000 ha (89,9 %) dengan luas terumbu karang 80.000 ha (5,5 %). Sebagai salah satu taman nasional laut di Indone-sia, kawasan TN Teluk Cenderawasih mempunyai kandungan potensi sumberdaya alam hayati yang sangat tinggi, diantaranya adalah tingginya aneka jenis ekosistem terumbu karang yaitu 460 jenis karang yang tersebar pada 18 tepi pulau-pulau be-sar maupun kecil, terdapat 836 jenis dan di-

Perlindungan

Sistem penyangga kehidupan merupakan suatu proses alami dari berbagai unsur hayati dan non hayati yang menjamin kelangsungan kehidupan makhluk. Tujuan perlindungan sistem penyangga kehidupan ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologis penting yang menunjang kelangsungan kehidupan, kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Pengawetan

Pengawetan adalah upaya untuk menjaga agar keanekaragaman jenis dan genetik tumbuhan dan satwa liar beserta ekosistemnya baik di dalam maupun di luar habitatnya tidak punah. Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dilaksanakan melalui kegiatan: a). pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; dan b). pengawetan tumbuhan dan satwa. Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dilaksanakan dengan menjaga keutuhan kawasan suaka alam (KSA) agar tetap dalam keadaan asli. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dilaksanakan di dalam dan di luar kawasan suaka alam. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di dalam KSA dilakukan dengan membiarkan agar populasi semua jenis tumbuhan dan satwa tetap seimbang menurut proses alami di habitatnya. Sedangkan pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di luar KSA dilakukan dengan menjaga dan mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan satwa untuk menghindari bahaya dari kepunahan. Pemanfaatan

Kawasan konservasi dapat dilakukan pemanfaatan dengan melakukan pemanfaatan obyek wisata alam dan pengembangan jasa lingkungan yang ada di zona pemanfaatan taman nasional atau blok pemanfaatan taman wisata alam, taman hutan raya. Pengaturan pemanfaatan zona pemanfaatan dan blok pemanfatan telah diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman

Page 16: Tritonis Edisi I 2014

P a g e 1 6 B u l e t i n t r i t o n i s

A R T I K E L … .

Wondama menempatkan kawasan TN Teluk Cenderawasih sebagai bagian penting dalam pem-bangunan tata ruang wilayah pesisir dan merupakan kawasan konservasi yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai peraturan yang ada. Kemudian Pemerintah Kabupaten Nabire dalam per-spektif tata ruang dan pembangunan pemerintah daerah Kabupaten Nabire merupakan suatu kawa-san yang memiliki potensi untuk pengembangan ka-wasan wisata bahari yang dapat meningkatkan pen-dapatan asli daerah sesuai dengan zonasi yang telah ditetapkan bersama. Kedua perspektif administratif kewilayahan dari Pemda Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Nabire ini menunjukkan bahwa beta-pa pentingnya keberadaan kawasan konservasi Ta-man Nasional Teluk Cenderawasih bagi masyarakat di kedua kabupaten tersebut.

− ☼ −

Referensi:

Tim RPTN 2009. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Teluk Cenderawasih Periode 2010-2029. Balai Besar TNTC. Manokwari. Tidak Diterbitkan.

www.walhi.or.id

perkiraan masih dapat bertambah sekitar 1.118 spe-sies ikan yang terdiri dari ikan muara, ikan mangrove, ikan karang dan ikan pelagik; moluska sebanyak 207 jenis; burung terdapat 55 jenis dan beberapa jenis reptil yaitu Penyu, Biawak dan Ular.

Dalam tata ruang wilayah, kawasan TN Teluk Cenderawasih secara administrasi masuk dalam wilayah Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat dan wilayah Kabupaten Nabire, Provinsi Papua. Pembangunan dalam era otonomi daerah seperti saat ini terus mengalami peningkatan, yaitu ter-jadinya pemekaran-pemekaran wilayah kampung dan distrik maupun pengelolaan sumber daya alamnya untuk peningkatan pendapatan asli daerah. Kondisi ini akan berakibat kurang baik bagi sebuah kawasan konservasi, apabila terjadi tumpang tindih kebijakan atau tidak ada sinergitas antara pemerintah daerah dalam menata ruang wilayahnya dengan kebijakan Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih.

Kerjasama yang baik antara pihak TN Teluk Cenderawasih dan pemerintah daerah sangat diper­lukan untuk mencapai tujuan kawasan TN Teluk Cenderawasih yang lestari berdasarkan kearifin lokal guna peningkatan kesejahteraan masyarakat di da-lam dan sekitar kawasan. Oleh karena itu, diperlukan keterpaduan pengelolaan TN Teluk Cenderawasih yang mampu mengakomodasikan kepentingan kedua belah pihak sehingga terjadi peningkatan ke-mampuan sebagai daerah otonom baru tanpa men-gurangi tujuan awal penetapan taman nasional. Un-tuk mengakomodasi kepentingan bersama antara pemerintah daerah dan TN Teluk Cenderawasih maka diperlukan komunikasi dan koordinasi yang dituangkan ke dalam ben­tuk kesepakatan bersama, sehingga terbentuk suatu opini dan perspektif pemerintah daerah setempat mengenai keberadaan TN Teluk Cenderawasih yang sesuai dengan tujuan penetapan taman nasional tersebut. Di antara kese-pakatan tersebut adalah tersusunnya penetapan zonasi TN Teluk Cenderawasih dengan memper-hatikan kepentingan masyarakat dan daerah, dengan tidak mengesampingkan kepentingan na-sional dan internasional, mengingat TN Teluk Cenderawasih adalah merupakan salah satu aset daya saing dan kebanggaan daerah dan nasional. Dalam perspektifnya, Pemerintah Kabupaten Teluk

*)Penyuluh Kehutanan Pertama Pada BPTN I Nabire

Page 17: Tritonis Edisi I 2014

E d i s i I A p r i l 2 0 1 4 P a g e 1 7

O P I N I

T a r i f W i s a t a 1 3 0 0 % , S i a p k a h T N T e l u k C e n d e r a w a s i h

M e n u j u P e n g e l o l a a n d a n M a n a j e m e n K o n s e r v a s i y a n g

L e b i h B a i k ? ?

nam belas tahun sudah sejak di undangkan, Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1998 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sudah demikian familiar di

kalangan pekerja Kehutanan dan penggiat wisata alam di Indonesia. Ada sekitar 11 (sebelas) Jenis Penerimaan Negara dari Berbagai sektor Kehutanan beberapa diantaranya yaitu; Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH); Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH); Iuran Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (IHPH); Pengusahaan Pariwisata Alam; Pungutan Masuk Wisata Kawasan Konservasi; dll. Adapun jenis PNBP yang terkait dengan sektor pariwisata alam berasal dari pungutan masuk ke Suaka Margasatwa (SM), Taman Nasional (TN), Taman Hutan Raya (Tahura), dan Taman Wisata Alam (TWA) yang tersebar di seluruh Indonesia.

Tarif PNBP yang berasal dari sektor kehutanan termasuk pariwisata alam diberlakukan rayonisasi terhadap kawasan-kawasan sebagai dasar pengenaan besaran tarif PNBP berdasarkan kriteria potensi, daya tarik, keunikan dan pangsa pasar. Semakin kecil Rayon kawasan tersebut maka semakin besar tarif yang dikenakan untuk tarif wisatanya. Kisaran harga tiket masuk untuk wisatawan domestik antara Rp. 1000 – 2500 sedangkan wisatawan asing berkisar antara Rp. 10.000 – 20.000. Rayonisasi kawasan konservasi ini diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor :

P. 11/Menhut-II/2007. Adapun beberapa kawasan yang termasuk dalam Rayon I diantaranya Taman Nasional Lorentz, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Taman Nasional Way Kambas, Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Bali Barat, dll. Untuk Rayon II diantaranya Taman Nasional Teluk Cenderawasih, Taman Nasional Gunung Merapi, Taman Nasional Kutai, Taman Nasional Siberut, dll. Sedangkan beberapa Taman Nasional yang termasuk dalam Rayon III diantaranya yaitu Taman Nasional Wasur, Taman Nasional Kayan Mentarang, Taman Nasional Laiwangi Wanggameti, dll.

Sekian lama, sejak Kementerian Kehutanan masih menjadi Departeman Kehutanan dan Perkebunan, PP 59 Tahun 1998 yang mengatur Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari sektor kehutanan dan pungutan wisata alam ini telah turut membantu pemasukan kas negara dan pembangunan di Tanah air. Namun seiring berjalannya waktu, selama sekitar satu dasawarsa terakhir terjadi krisis ekonomi yang mendorong kenaikan laju inflasi yang cukup tinggi. Menurut Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan seperti dikutip agroindonesia.co.id menyebutkan bahwa “tarif yang berlaku untuk masuk ke kawasan wisata alam khususnya kawasan konservasi dinilai sangat rendah dan sudah tidak layak”. Sehingga untuk saat ini, tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak

Esie Mega wangi, S.Si*)

Kelanjutan sektor pariwisata yang handal ada di tangan kita….

Page 18: Tritonis Edisi I 2014

P a g e 1 8

O P I N I … .

B u l e t i n t r i t o n i s

(PNBP) yang tertuang dalam PP 59 Tahun 1998 su-dah tidak relevan lagi. Oleh sebab itu, sejak tahun 2010 Menteri Kehutanan sudah mengajukan peru-bahan Peraturan Pemerintah (PP) No. 22/1997 ten-tang jenis dan Penyetoran PNBP dan PP No. 59/1998 jis PP No. 92/1999 tentang Tarif dan Jenis PBNP yang berlaku di Departemen Kehutanan kepa-da Menteri Keuangan.

Alasan lainnya adalah mengingat adanya perubahan struktur organisasi pada Kementerian Kehutanan maka harus dilakukan perubahan jenis dan tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Kehutanan, dan perlu mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1998 dengan Peraturan Pemerintah terbaru yang isinya sesuai dan relevan baik dengan struktur organisasi Kemenhut maupun dengan keadaan perekonomian dan laju inflasi saat ini. Dan setelah 4 tahun perjuangan, pada tanggal 14 Februari 2014 terbitlah Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 yang mengatur tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan. Dengan diundangkannya PP 12 Tahun 2014 yang diberlakukan mulai tanggal 14 Maret 2014, maka PP Nomor 59 Tahun 1998 dinyatakan sudah tidak berlaku lagi.

Banyak poin pasal – pasal yang ada di PP terbaru ini berbeda dengan peraturan yang terdahulu, selain harga tiket masuk yang naik juga terdapat penambahan jenis tarif terutama dari sektor pariwisata alam. Harga tiket masuk untuk wisatawan domestik berkisar antara Rp. 5000,- – 20.000,-, sedangkan untuk wisatawan mancanegara berkisar antara Rp. 150.000 – 250.000,- dan apabila pada hari libur dikenakan tarif 150% dari harga pada hari kerja. Selain itu, wisatawan juga dapat melakukan kegiatan atau aktivitas di kawasan wisata alam yang sebelumnya tidak ada diantaranya yaitu Penelusuran hutan (tracking), Penelusuran gua (caving) dan Pengamatan hidupan liar di kawasan konservasi.

Taman Nasional Teluk Cenderawasih sebagai salah satu kawasan Pelestarian Alam yang ada di Indonesia, telah menyelenggarakan persiapan kegiatan wisata alam sejak dikukuhkan sebagai kawasan Taman Nasional pada tahun 2002. Namun

geliat kegiatan kepariwisataan alam ini, baru dimulai tahun 2008 dan berangsur-angsur menunjukkan eksistensinya sebagai kawasan wisata alam yang patut diperhitungkan di daerah timur Indonesia. Sejak tahun 2011 s/d 2013 terjadi peningkatan kunjungan wisatawan yang sangat tajam dengan rata-rata tingkat kunjungan mencapai ± 1500 orang dan pada tahun 2013 realisasi PNBP TN Teluk Cenderawasih dari sektor Pariwisata mencapai Rp. 249.793.500,-. Dalam Rayonisasi PNBP sesuai dengan Permenhut Nomor : P. 11/Menhut-II/2007, Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih termasuk dalam rayon II bersama dengan 11 Taman Nasional, 5 Tahura dan 46 TWA lainnya.

Dengan diberlakukannya tarif wisata baru seperti yang tertera dalam PP 12 Tahun 2014 dan sesuai Rayonisasi PNBP maka tarif atau pungutan wisata yang berlaku di kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih juga turut mengalami kenaikan. Tarif masuk terdahulu yang hanya berkisar Rp. 1500,-/orang untuk wisatawan domestik menjadi Rp. 10.000,-/orang atau mengalami kenaikan sebesar 600%. Sedangkan tarif masuk untuk wisatawan asing sebesar Rp. 15.000,-/orang dirubah menjadi Rp. 200.000,-/orang atau melonjak sebesar 1300% dari tarif lamanya. Untuk tarif menyelam (diving) justru mengalami penurunan yang sangat drastis yaitu dari Rp. 50.000,-/jam untuk WNA dan 40.000,-/jam untuk WNI menjadi Rp. 25.000,-/hari bagi WNA maupun WNI, sedangkan untuk pengambilan gambar non komersil pungutannya dihilangkan. Kenaikan tarif ini juga turut menaikkan target realisasi PNBP Taman Nasional Teluk Cenderawasih Pada tahun 2014 yakni sebesar ± Rp. 550.000.000,-. Di sisi lain, digantinya PP Nomor 59 Tahun 1998 dengan PP Nomor 12 Tahun 2014 yang mulai berlaku pada tanggal 14 Maret 2014, menimbulkan berbagai macam kendala dalam pengelolaan pariwisata di TNTC saat ini. Peraturan baru ini mulai diberlakukan sebulan setelah diundangkan yang artinya masa sosialisasi kepada masyarakat pelaku wisata harus dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Sedangkan 90% pengunjung yang datang ke kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih adalah wisatawan minat khusus atau wisatawan as-ing. mereka berwisata ke kawasan TNTC dengan

Page 19: Tritonis Edisi I 2014

E d i s i I a p r i l 2 0 1 4 P a g e 1 9

O P I N I … .

*)Calon PEH Pada BBTNTC

menggunakan fasilitas kapal liveaboard yang disediakan oleh para tour operator. Sebagian besar wisatawan memilih paket liveaboard karena keterbatasan sarana transportasi dan luasnya kawasan TNTC sehingga dirasa lebih praktis meskipun dengan biaya yang sangat mahal. Dalam paket yang berdurasi antara 5 s/d 7 hari tersebut biayanya bisa mencapai Rp. 5.000.000/orang/hari. Para tour operator telah menjual paket-paket wisata mereka jauh-jauh hari sekitar 6 bulan s/d 1 tahun sebelumnya, sehingga apabila kenaikan tarif ini diberlakukan secara mendadak maka akan sangat merugikan pelaku wisata liveabord yang telah menjual paket wisatanya.

Tidak bisa dipungkiri, kondisi kepariwisataan di Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih masih jauh dari layak. Terbatasnya sarana transportasi an-tar pulau-darat dan laut, terbatasnya jadwal pen-erbangan, listrik, komunikasi, penyelenggara jasa, pelabuhan dan rumah makan masih sangat terbatas. Dan dengan adanya kenaikan tarif tersebut dikhawatirkan justru akan menurunkan jumlah pengunjung ke kawasan TNTC karena biaya wisata yang makin tinggi. Selain itu, kesiapan masyarakat disekitar kawasan untuk kegiatan kepariwisataan masih sangat kurang. Keamanan kawasan juga masih sangat minim, dengan luas wilayah TNTC sebesar 1.453.500 Ha dan jumlah personil yang kurang membuat penjagaan di kawasan TNTC dirasa masih tidak optimal. Selain itu, beberapa oknum masyarakat masih melakukan pungutan-pungutan liar yang mereka minta kepada kapal liveaboard turis yang datang berkunjung ke kawasan, dengan dalih untuk membayar hak adat ulayat. Padahal dalam “Sapta Pesona Wisata” yang dicanangkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, keamanan adalah unsur pertama yang harus ada dalam suatu kawasan objek wisata.

Kerja keras pihak Balai Besar TNTC serta dukungan dari para pihak terkait seperti Pemda Teluk Wondama dan Pemda Nabire sangat dibutuhkan untuk kemajuan pariwisata di TNTC. Memang keberhasilan dalam bidang pariwisata ini tidak akan diraih dalam waktu yang singkat, oleh karena itu masyarakat lokal sendirilah yang harus menjadi tuan rumah di kawasan mereka. Masyarakat

harus dilibatkan secara langsung untuk menjadi pelaku wisata agar mereka dapat merasakan dampak langsung dari adanya industri pariwisata di tempat mereka. Misalnya, di sejumlah wilayah di TNTC seperti Kwatisore dan Yende telah tumbuh pengelola produk lokal binaan pemerintah daerah dengan hasil produk anyaman sederhana dan origi-nal. Mereka harus terus dibina baik oleh PEMDA maupun pihak TNTC agar menghasilkan produk yang lebih ‘layak jual’ dari sisi pasar dan design, dan perlu untuk dibantu dari sisi promosi dan marketing. Selain itu, banyak juga pemandu-pemandu wisata masyarakat lokal yang bisa diberdayakan untuk men-dukung kegiatan pariwisata di TNTC.

Tentunya dengan kenaikan tarif wisata sesuai PP Nomor 12 Tahun 2014 ini Kementerian Kehutanan tengah berupaya mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak khususnya dari sektor pariwisata alam, guna menunjang pembangunan nasional khususnya di bidang kehutanan. Nantinya penerimaan negara tersebut akan dikelola dan dimanfaatkan untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat, penyediaan sarana dan prasaran penunjang, dan yang terpenting adalah akan berdampak pada pengelolaan konservasi di Taman Nasional yang lebih baik.

− ☼ −

Referensi pendukung : Indar Aminuddin. Penilaian Situasi Kepariwisataan di TNTC Tahun

2013. PP Nomor 59 Tahun 1998 tentang Tarif Atas Penerimaan Negara

Bukan Pajak pada Departemen Kehutanan. PP Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Atas

Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Kehutanan.

Laporan Pengunjung Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih Tahun 2008 – 2013

www.agroindonesia.co.id

Page 20: Tritonis Edisi I 2014

P a g e 2 0

A R T I K E L

B u l e t i n t r i t o n i s

kabupaten, provinsi sampai pemerintah pusat (vertical integration). Untuk keterpaduan sudut pandang keilmuan mensyaratkan bahwa dalam pengelolaan kawasan pesisir pantai hendaknya dilaksanakan berdasarkan interdisiplin ilmu (interdisciplinary approaches) yang melibatkan berbagai bidang keilmuan, seperti ilmu ekonomi, ekologi, tehnik, sosiologi, hukum, dan lainnya yang relevan. Dalam keterpaduan dengan keterkaitan ekologis dapat digambarkan bahwa dalam pengelolaan kawasan pesisir yang terdiri dari beberapa macam ekosistem akan selalu memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Selain itu juga dipengaruhi oleh kegiatan manusia maupun proses-proses alamiah yag terdapat di kawasan sekitarnya, lahan atas (upland areas) dan laut lepas (oceans).

Dalam mengelola suatu kawasan pesisir secara terpadu harus dilakukan dengan menyertakan kesamaan visi antar beberapa stakeholders. Dalam beberapa contoh kasus yang terjadi terutama dalam Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Wa-sior, permasalahan di lapangan timbul karena saling tumpang tindih antara perijinan yang dikeluarkan oleh beberapa instansi. Seperti surat ijin penangka-pan ikan, surat ijin usaha perikanan yang dikeluar-kan oleh dinas terkait seringkali melanggar zonasi yang sudah ditetapkan dalam kawasan Taman Na-sional Teluk Cenderawasih. Hal ini dapat mengakibat-kan kerentanan dan dapat mengganggu kelestarian sumberdaya hayati yang berada di dalamnya. Oleh sebab itu, diperlukan kesepahaman visi pengelolaan antar instansi terkait serta masyarakat dalam me-manfaatkan kawasan pesisir dalam Taman Nasional Teluk Cenderawasih guna menjaga kelangsungan dan kelestarian berbagai macam potensi keane-karagaman sumberdaya hayatinya. Dengan menyadari arti pentingnya visi pengelolaan tersebut, maka diperlukan perumusan visi bersama seperti terwujudnya pengelolaan sumberdaya kawasan

ndonesia memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dengan jumlah pulau sekitar 17.508 buah sehingga dikenal dengan sebutan negara

megabiodiversity dalam hal keanekaragaman hayati. Selain itu Indonesia juga memiliki kawasan pesisir yang sangat potensial dalam rangka mendukung upaya pembangunan. Walau demikian dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk dan pesatnya kegiatan pembangunan di kawasan pesisir, maka berbagai tekanan ekologis terhadap ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut akan juga mengalami peningkatan sehingga akan dapat menimbulkan masalah (conflict) dalam penggunaan kawasan pesisir tersebut.

Wilayah pesisir dan laut merupakan tatanan ekosistem yang memiliki hubungan sangat erat dengan daerah lahan atas (upland) baik melalui aliran air sungai, air permukaan (run off) maupun tanah (ground water) dan dengan aktivitas manusia. Keterkaitan tersebut menyebabkan terbentuknya kompleksitas dan kerentanan di wilayah pesisir(pantai). Dalam mengatasi kerentanan yang timbul di wilayah pesisir tersebut diperlukan upaya pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu. Pengelolaan kawasan pesisir terpadu dinyatakan sebagai proses pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan serta ruang dengan mengindahkan aspek konservasi dan keberlanjutannya. Pengelolaan tersebut penting dilakukan mengingat banyaknya kegiatan-kegiatan yang dapat diimplementasikan sehingga perlu dirumuskan suatu konsep penataan ruang (strategic plan) serta berbagai pilihan obyek pembangunan yang serasi dalam 3 dimensi yaitu, sektoral, bidang ilmu dan keterkaitan ekologis.

Keterpaduan secara sektoral di kawasan pesisir berarti diperlukan adanya suatu koordinasi tugas, wewenang dan tanggung jawab antar sektor atau instansi (horizontal integration) dan antar tingkat pemerintahan dari mulai tingkat kampung, distrik,

S t r a t e g i P e n g e l o l a a n K a w a s a n P e s i s i r S e c a r a T e r p a d u D a n

B e r k e l a n j u t a n Sebuah konsep pengelolaan guna menjaga kelestarian kawasan…. Topo Budi Dhanarko, S.Pi*)

Page 21: Tritonis Edisi I 2014

E d i s i I a p r i l 2 0 1 4 P a g e 2 1

A R T I K E L … .

1. Tersusun dan dipatuhinya tata ruang kawasan pesisir

2. Terkendalinya reklamasi pantai 3. Tertatanya pemukiman dalam kawasan 4. Terkendalinya pencemaran perairan 5. Kembalinya sempadan pantai dan rehabilitasi

mangrove 6. Terkendalinya abrasi 7. Terkendalinya sedimentasi

Dalam mengelola suatu kawasan pesisir juga tidak bisa terlepas dari faktor-faktor yang dapat menghambat keberhasilan dalam pengelolaan. Sa-lah satu faktor utama yang dapat menghambat dalam mencapai tujuan pengelolaan kawasan pesisir yang terpadu dan berkelanjutan tersebut adalah masih lemahnya koordinasi antar lembaga terkait sehingga mutlak dilakukan upaya peningkatan koordinasi kelembagaan yang melibatkan berbagai instansi pemerintahan terkait, LSM, dan masyarakat dalam kawasan pesisir. Dengan demikian, beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam mengelola ka-wasan serta beberapa kasus yang sering terjadi da-lam kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kawasan pesisir akan semakin efektif jika ada kesepahaman pandangan antar beberapa pemangku kawasan se-hingga akan mereduksi saling tumpang tindihnya regulasi antar instansi sehingga akan tercipta suatu pengelolaan kawasan pesisir yang terpadu dalam menuju kearah pembangunan yang berkelanjutan.

− ☼ −

Referensi Makalah “ Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Kelautan

secara Terpadu dan Berkelanjutan “ oleh Rahmawaty (Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian-Universitas Sumatera Utara)

pesisir yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan yang didukung oleh peningkatan kapa-sitas sumberdaya manusia, penataan dan penegakan hukum, serta penataan ruang guna terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat. Strategi pengelolaan kawasan pesisir akan dititik beratkan untuk menangani isu utama yaitu konflik pemanfaatan ruang kawasan yang secara simultan juga berkaitan dengan penanganan isu yang lain. Dalam pemikiran dasarnya dalam perumusan strategi pengelolaan ini meliputi keberlanjutan (sustainability), perlindungan dan pelestarian, pengembangan, pemerataan, dan komunikasi.

Beberapa strategi yang dapat digunakan dalam mengelola kawasan pesisir yang difokuskan untuk menangani isu konflik pemanfaatan dalam kawasan adalah: 1. Ident i f ikasi pengguna kawasan dan

kebutuhannya 2. Penetapan tata ruang kawasan pesisir 3. Penetapan sempadan pantai dan penanaman

mangrove 4. Pengendalian reklamasi pantai 5. Penataan pemukiman 6. Penegakan hukum secara konsisten

Sedangkan tujuan dalam pengelolaan kawasan pesisir ini adalah untuk mengatasi konflik pemanfaatan ruang kawasan pesisir sehingga terwujud pembangunan yang berkelanjutan. Dengan melalui partisipasi masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah secara terpadu yang didukung oleh penegakan hukum secara konsisten maka diharap-kan akan terwujud :

*)PEH Pertama Pada BPTN Wilayah II Wasior

Page 22: Tritonis Edisi I 2014

P a g e 2 2

A R T I K E L

B u l e t i n t r i t o n i s

penangan konflik di kawasan konservasi (Lewis,

1996), yaitu : 1. Fokus pada Kepentingan (Kebutuhan) Dasar Tantangan terbesar dalam penyelesaian konflik

adalah mengakomodasi kepentingan dasar masyarakat terutama di dalam dan sekitar kawasan yang menggantungkan kehidupan sehari-hari pada kawasan yang dilindungi. Kepentingan di sini mengacu kepada kebutuhan dasar (fundamental needs and concerns) masyarakat sehari-hari. Pemberian access terhadap pengambilan sumber daya adalah merupakan solusi yang dapat ditawarkan untuk menangani atau setidaknya menekan konflik yang terjadi. Pada konteks kawasan konservasi, adanya zonasi terutama zona pemanfaatan umum merupakan salah satu cara menekan konflik yang lebih besar.

2. Melibatkan semua stakeholders secara adil dan saling menghormati

Dalam menyelesaikan konflik, semua stakeholders perlu dilibatkan dalam pembahasan dan pengambilan keputusan bersama atas sebuah masalah yang terjadi, secara adil dan saling menghormati (fair and respectful process). Hal ini perlu dilakukan agar keputusan atas penangan konflik dapat diterima oleh semua pihak.

3.Memahami kemampuan masing - masing stakeholders sebagai dasar penyelesaian konflik

Setiap pemangku kepentingan mempunyai kemampuan dan porsi yang berbeda terhadap pengelolaan kawasan konservasi. Pemberian peran yang sesuai dengan porsi yang dimiliki dalam menyelesaikan konflik, masih dianggap langkah yang jitu dalam menghasilkan keputusan yang dapat diterima oleh semua stakeholders.

ata ‘konflik’ mengandung konotasi negatif. Hal itu sering kali dipersepsikan sebagai kebalikan dari kerjasama dan seringkali dikaitkan

dengan kekerasan atau sebuah potensi akan terjadinya kekacauan/gangguan. Pandangan konflik sebagai sebuah hal yang negatif tidak akan membantu memecahkan masalah. Pada perspektif positif (tanpa kekerasan), konflik dapat artikan se-bagai kekuatan untuk perubahan sosial yang positif, keberadaannya menjadi bentuk nyata masyarakat dalam beradaptasi dengan lingkungan politik, ekonomi atau fisik yang baru.

Sebagian besar pengelolaan kawasan konservasi mempunyai konflik yang disebabkan oleh berbagai kepentingan yang ada di dalamnya. Konflik atau masalah yang muncul seringkali merupakan perbedaan pandangan dan kepentingan terhadap kawasan konservasi tertentu. Pengelolaan konflik dalam rangka mencari solusi yang saling menguntungkan (win-win solution) diperlukan untuk keberhasilan pengelolaan kawasan. Identifikasi dan pemecahan masalah atas konflik yang terjadi sangat dibutuhkan guna mengurangi tekanan terhadap pengelolaan sehingga keberhasilan dalam pengelolaan akan tercapai.

Seringkali akar permasalahan timbulnya konflik adalah faktor sejarah, terutama pada kawasan konservasi yang relatif baru dibentuk/ditetapkan. Yang paling utama dan umum adalah konflik antara pengelola dengan masyarakat terutama yang telah mendiami daerah tertentu sebelum kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Masyarakat yang sebelumnya merasa ‘memiliki’ dengan bebas mengambil dan mengakses sumber daya alam, tiba-tiba dilarang/dibatasi oleh pengelola melalui aturan-aturan yang dikeluarkan. Setidaknya ada tiga prinsip umum yang dapat diterapkan pada

M a n a j e m e n K o n f l i k P a d a K a w a s a n K o n s e r v a s i

( s e b u a h g a m b a r a n u m u m )

Sebuah pembelajaran tentang manajemen konflik…. Nofi S., S.Hut., M.A., M.Ec.Dev

Page 23: Tritonis Edisi I 2014

E d i s i I a p r i l 2 0 1 4 P a g e 2 3

A R T I K E L … .

Penanganan konflik memerlukan sebuah manajemen yang tangguh. Pada diagram berikut, terdapat 5 (lima) strategi kunci manajemen konflik. Dalam dia-gram ini dilakukan pendekatan berbeda tergantung pada sejauh mana nilai kelanjutan hubungan pihak-pihak yang berkonflik, hubungan baik dengan pihak lain, dan pentingnya masing-masing pihak dalam mencapai tujuannya. Penjelasan singkat mengenai 5 strategi penanganan konflik : 1. Kekuatan (Force) Konflik dapat dikelola dengan kekuatan. Cara ini dalah cara penanganan konflik yang paling ekstrim dimana salah satu pihak mempunyai kecenderungan untuk menang tanpa menghiraukan dampak/kerugian dari pihak lain serta berpotensi merusak hubungan baik antar pihak-pihak yang berkonflik. Penggunaan kekuatan akan sangat tergantung pada dominasi peran satu pihak terhadap pihak lain. 2. Penarikan/Pembatalan Masalah (Withdrawal) Penarikan masalah merupakan sebuah pendekatan untuk pengelolaan konflik yang sesuai untuk pihak-pihak yang lebih menghindari konfrontasi daripada pencapaian tujuan. Pertimbangan ini dilakukan dengan mengingat hubungan baik pada masa yang akan datang. 3. Akomodasi (Accommodation) Seringkali peran salah satu stakeholders lebih dominan atas pihak lain yang terlibat di dalam pengelolaan kawasan konservasi. Pada kondisi seperti ini, kemungkinan salah satu pemangku kepentingan akan mengakomodasi sebagian besar atau seluruh kepentingan dari pihak-pihak yang lain, meskipun hal tersebut tidak/kurang sesuai dengan kepentingan pihak tersebut. Hal ini dilakukan juga

dengan pertimbangan hubungan baik atau sering kali mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar. 4. Kompromi (Compromise) Kompromi mungkin terdengar sebagai sebuah hal positif dan dapat diartikan sebagai keputusan yang dapat diterima semua pihak. Akan tetapi, di dalam kompromi tidak serta merta semua pihak akan terakomodir semua keinginan atau kepentingannya. Keputusan ini sebenarnya adalah sebuah “win-loss outcome”. 5. Konsensus (Consensus) Proses pembangunan konsensus pada hakikatnya terdiri atas elemen-elemen kompromi sampai kepada keputusan akhir. Pada konsensus secara eksplisit menetapkan pengambilan keputusan dengan menghindari kompromi, tetapi mencari cara untuk menghasilkan kesepakatan bersama berdasarkan atas “win-win outcome” sekaligus selalu mempertimbangkan hubungan baik antar semua stakeholders.

Seiring dengan berkembangnya pandangan dan pelajaran dari berbagai masalah atau konflik yang terjadi pada masa lalu, pengelolaan kawasan konservasi tidak penekanan pada ‘larangan mengambil’ tetapi bergeser pada keseimbangan antara perlindungan dan pemanfaatan. Pembagian kawasan konservasi menjadi zona - zona tertentu adalah salah satu langkah mengakomodir kepentingan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan konservasi dalam mengambil (access) sumber daya alam di dalam kawasan. Di samping itu, pendidikan konservasi dan penyuluhan juga memegang peranan penting dalam pemanfaatan sumberdaya secara lestari dan mengurangi tekanan serta konflik di dalam kawasan konservasi.

Bersambung ke hal 26

Tinggi

Pentingnya Hubungan

Rendah

Rendah Tinggi Pentingnya Pencapaian Tujuan

Akomodasi Konsensus

Penarikan Kekuatan

Kompromi

Page 24: Tritonis Edisi I 2014

P a g e 2 4 B u l e t i n t r i t o n i s

Page 25: Tritonis Edisi I 2014

P a g e 2 5 E d i s i I a p r i l 2 0 1 4

1 & 2 : Penanaman Pohon di Wanariset Kam-pung Anggresi Manokwari. Dalam rang-ka hari Menanam Pohon Indonesia 3 Desember 2013.

3&4 : Jalan Santai Dalam Rangka Hari Bhakti Rimbawan ke-31.

5&6 : Atraksi Drum Band Sekolah Menengah Kejuruan Kehutanan Manokwari.

7 : Antusiasme anak-anak rimbawan dalam Lomba Menggambar dan Mewarnai .

8. Keikutsertaan Tim BBTNTC Dalam Lomba Me-masak Bapak-Bapak.

9&10 : Upacara Hari Bhakti Rimbawan Ke-31 di lapangan SMKK Manokwari.

11 : Penyerahan Piala Pemenang Lomba Per-ayaan Hari Bhakti Rimbawan di Papua Barat Oleh Kepala balai Besar TNTC selaku Koordinator Wilayah UPT Kemen-terian Kehutanan .

12 : penyerahan Piala Juara Umum HBR ke-31 oleh Kepala Dinass Kehutanan Prov. Pa-pua barat kepada Kepala Balai Besar TNTC.

13 : Kunjungan Anak-anak Sekolah dasar di Stand TNTC dalam Pameran IndoGreen Forestry Expo ke-6 di Jakarta.

Page 26: Tritonis Edisi I 2014

A R T I K E L … .

P a g e 2 6 B u l e t i n t r i t o n i s

menguntungkan dapat ditempuh dengan cara non formal. Penyelesaian dengan cara formal seringkali salah satu pihak menang dan pihak yang lain kalah. Pada cara penyelesaian non formal, asumsi yang dibangun adalah proses penyelesaian konflik yang baik dan adil dimana para pemangku kepentingan (individu atau kelompok-kelompok yang terlibat langsung dalam konflik, atau pihak lain yang terdampak oleh bagaimana konflik diselesaikan) memiliki kesempatan untuk benar-benar memahami kebutuhan masing-masing, mengembangkan berbagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dan menghasilkan solusi saling menguntungkan. Penekanannya adalah pada komunikasi intensif dua arah. Cara lainnya adalah dengan pendekatan resolusi konflik sebagai upaya pemecahan atau pengambilan keputusan bersama ketika ada ketidaksepakatan/perbedaan pandangan terhadap suatu masalah yang terjadi.

− ☼ − Sumber Bacaan dan Acuan Blomley, Tom. Natural Resource Conflict Manage-

ment: The Case of Bwindi Impenetrable and Mgahinga Gorilla National Parks, Southwestern Uganda. CARE International. Uganda

Lewis, Connie. 1996. Managing Conflicts in Protected

Areas. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN). Switzerland

Warner, Michael. 2000. Conflict Management in

Community-Based Natural Resource Projects: Ex-periences from Fiji and Papua New Guinea. Work-ing Paper. Overseas Development Institute. London, UK

TN Teluk Cenderawasih dibagi menjadi zona-zona yaitu Zona Inti, Zona Bahari/Rimba, Zona Pemanfaatan Umum, Zona Pariwisata dan Zona Pemanfaatan Traditional. Meskipun telah dibagi menjadi sejumlah zona, bukan berarti zero conflict. Konflik kepentingan sering terjadi di antara beberapa stakeholders. Masyarakat yang masih bergantung sepenuhnya kepada kawasan TN Teluk Cenderawasih juga menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi pengelola untuk mampu menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat dengan pembag ian zona h ingga mengurang i ketergantungan kebutuhan terhadap kawasan dengan meningkatkan keterampilan dan mencari sumber pendapatan yang lain bagi masyarakat. Di sisi lain konflik kepentingan secara horizontal ter jadi seir ing dengan perkembangan pembangunan dan otonomi daerah yang lebih mengejar peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Pengawalan terhadap penegakkan hukum, konsolidasi dan selalu mengutamakan musyawarah untuk pengelolaan adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan secara intensif dan komunikatif antar stakeholders dalam mengatasi masalah yang terjadi. Pemahaman dan kesadaran masyarakat juga terus ditingkatkan melalui kegiatan penyuluhan dan pendidikan konservasi. Hingga saat ini, konflik yang terjadi di kawasan konservasi diselesaikan dengan cara kekeluargaan jika yang terlibat adalah masyarakat di dalam kawasan dan dalam taraf konflik ringan. Sebaliknya, penegakkan hukum terhadap konflik berat juga dilakukan bahkan sampai dengan P21.

Penyelesaian konfl ik yang sal ing *)Penata BCA dan Kader Konservasi Pada BBTNTC

Page 27: Tritonis Edisi I 2014

E d i s i I a p r i l 2 0 1 4 P a g e 2 7

A R T I K E L

Taman Nasional Teluk Cenderawasih yang merupakan Taman Nasional laut terbesar di Indonesia sebagai salah satu Kawasan Pelestarian Alam mempunyai visi yaitu terwujudnya kawasan berdasarkan kearifan lokal guna peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan. Jadi salah satu indikator tercapainya visi adalah meningkatnya kesejahteraan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan. Usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama di dalam dan sekitar kawasan dilaksanakan melalui pemanfaatan sumber daya di kawasan secara bijaksana. Pemanfaatan yang dimaksud, khususnya di Taman Nasional Teluk Cenderawasih tentunya disesuaikan dengan peruntukan dalam zonasi yang telah disusun dan disahkan oleh Direktur Jenderal PHKA pada tahun 2009. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui 2 kegiatan, yaitu: 1) Pemanfaatan kondisi lingkungan Kawasan

Pelestarian Alam; 2) Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar Banyak kegiatan sudah dilakukan taman nasional untuk usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat, seperti menyelenggarakan berbagai training (pelatihan) yang intinya ialah pemberdayaan masyarakat. Pemanfaatan Sumber Daya Alam dapat secara langsung dengan mengambil produknya ataupun secara tidak langsung. Salah satu pemanfatan secara langsung dan tidak langsung adalah melalui pemanfaatan jasa lingkungan.

Jasa lingkungan adalah produk sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (SDAHE) yang berupa manfaat langsung (tangible) dan atau tidak langsung (intangible), yang meliputi antara lain jasa wisata alam/rekreasi, jasa perlindungan tata air/hidrologi, kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir, keindahan, keunikan, penyerapan dan penyimpanan karbon (carbon offset).

enurut UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, konservasi sumber daya alam

hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.Tujuan dari konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya adalah mewujudkan kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistem sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.

Kegiatan Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui: 1) Perlindungan sistem penyangga kehidupan; 2) Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan

dan satwa beserta ekosistemnya; 3) Pemanfaatan secara lestrari sumber daya alam

hayati dan ekosistemnya. Tiga hal tersebut sering disebut dengan 3 pilar konservasi. Ketiganya harus berjalan beriringan. Tidak boleh salah satunya mendominasi demi upaya konservasi yang optimal. Dalam arti, perlindungan jalan, pengawetan jalan, dan pemanfaatanpun jalan. Jangan sampai dengan pemanfaatan yang berlebih jadi mengorbankan sisi perlindungan dan pengawetan. Hal ini akan menjadi sebuah over eksploitasi yang cepat atau lambat akan menghancurkan ekosistem. Begitu pun bila perlindungan dan pengawetan dilakukan tanpa peduli pemanfaatan, maka masyarakat sekitar tidak dapat mengambil nilai plus dari adanya kawasan konservasi dan akhirnya kesejahteraan tidak menjadi milik mereka. Sangat ironis bila sampai terjadi.

Maka dimanapun tempatnya, Kawasan Pelestarian Alam akan berusaha melaksanakan 3 hal tersebut, karena ketiga hal tersebutlah “soul”nya konservasi.

P e m a n f a a t a n S u m b e r D a y a A l a m d a n M a n a j e m e n K O n f l i k

Konservasi berjalan baik maka kesejahteraan menjadi milik kita…. Hartatik, S.Si

Page 28: Tritonis Edisi I 2014

P a g e 2 8 B u l e t i n t r i t o n i s

pun sumber masalahnya, lima langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan: 1) Pengenalan

Kesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana keadaan yang seharusnya. Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya tidak ada).

2) Diagnosis Ini adalah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele.

3) M e n y e p a k a t i s u a t u s o l u s i Kumpulkanlah semua masukan mengenai solusi yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Pilihlah solusi yang terbaik.

4) Pelaksanaan Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian.Berhati-hatilah, jangan sampai pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah kelompok.

5) Evaluasi Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika penyelesaian tam-pak tidak berhasil, cobalah kembalil serangkaian langkah-langkah sebelumnya.

Manajemen konflik yang tepat dalam pemanfaatan jasa lingkungan wisata di Taman Nasional Teluk Cenderawasih akan menyukseskan kegiatan konservasi demi menjamin kelestarian kawasan.

− ☼ − Sumber bacaan: Undang Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber

Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. http://pengertianmanagement.blogspot.com/2013/03/manajemen-konflik-definisi-ciri-sumber.html (5 Maret 2014)

http://mukti-aji.blogspot.com/2008/05/manajemen-kolaboratif-alternatif-solusi.html

Wisata alam adalah salah satu pemanfaatan jasa lingkungan. Pengelolaan wisata alam potensial menimbulkan konflik jika tidak ada sinergitas dari pihak-pihak yang berkepentingan, seperti pemilik kawasan, pemda, operator wisata, dan masyarakat. Karena perbedaan kepentingan masing-masing pihak, konflik senantiasa timbul karena ketidakpuasan salah satu pihak. Menurut Nardjana (1994), konflik yaitu akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu. Dalam hal pemanfaatan jasa lingkungan wisata di Taman Nasional, konflik yang mungkin timbul semisal masyarakat merasa kurang diuntungkan karena sebagai pemilik hak ulayat tidak mendapatkan haknya. Atau, dari operator merasa berkeberatan jika harus mengeluarkan lebih untuk dapat menikmati wisata di kawasan. Atau hal-hal lain

yang mungkin muncul dari berbagai pihak . Dari hal-

hal tersebut diperlukanlah sebuah manajemen konflik.

Menurut Ross (1993), manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.

Oleh karena itulah diperlukan manajemen konflik untuk menjembatani pihak-pihak yang berkepentingan sehingga ditemukan win-win solution. Bukan memenangkan kepentingan salah satu pihak di atas pihak lain, tetapi menempatkan semua pada jalurnya. Menurut Stevenin (2000) terdapat lima langkah dalam mengatasi konflik. Apa

A R T I K E L … .

*)PEH Pertama Pada BPTN Wilayah I Nabire

Page 29: Tritonis Edisi I 2014

P a g e 2 9 E d i s i I a p r i l 2 0 1 4

pemerintah adalah penjabaran lebih lanjut dari kebijakan kehutanan (UU 41/1999 tentang Kehutanan), termasuk kebijakan daerah yang mendukung kebijakan tersebut. Tumpang tindih tersebut terlihat nyata dari penentuan kawasan hutan oleh pemerintah. Kawasan hutan yang ditetapkan oleh pemerintah “secara sepihak” berdampak langsung kepada eksistensi pengelolaan hutan oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari: Pertama, kaburnya status hutan ulayat (hutan adat) di kawasan hutan yang diklaim sebagai hutan hutan negara. Kedua, tertutupnya akses masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan. Ketiga, hilangnya kontrol masyarakat terhadap hutan ulayat di kawasan hutan, sehingga perambahan hutan maupun penebangan liar di luar kendali. Berikut ini akan dijabarkan lebih lanjut tentang masalah-masalah dan dampak pengelolaan hutan oleh masyarakat. a). Kaburnya Status Hutan Ulayat (Hutan Adat) Atas

Hutan Negara Penetapan kawasan hutan oleh pemerintah

secara sepihak menimbulkan implikasi negatif terhadap keberadaan hutan adat. Banyak masyarakat beranggapan bahwa kawasan hutan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan negara merupakan hutan adat warisan dari nenek moyang secara turun temurun.

b). Tertutupnya Akses Masyarakat Dalam

agi masyarakat Papua hutan adalah bagian dari sistem ulayat yang tidak bisa dipisahkan dari konteks ekonomis, sosial dan budaya

masyarakatnya. Hubungan antara masyarakat sebagai subyek dengan hutan ulayat sebagai obyek merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Sistem nilai dalam pengelolaan hutan oleh masyarakat merupakan sistem nilai adat yang lahir beriringan dengan hadirnya masyarakat di papua sebagai kesatuan masyarakat hukum adat. Sistem nilai adat itulah yang merupakan dasar pengelolaan hutan oleh masyarakat papua.

Pengelolaan hutan oleh pemerintah (negara) ternyata belum mendapatkan tempat yang sesuai di mata masyarakat. Kebijakan kehutanan yang diterapakn pemerintah melahirkan irisan-irisan konflik dengan masyarakat. Konflik kehutanan di papua bukan hanya konflik akses sumber daya alam (hutan) namun juga merupakan konflik nilai, konsep dan strategi dalam mengelola hutan dan bila di tarik lebih general bahwa konflik di papua merupakan ruang hegemonitas yang saling mempengaruhi antara hukum adat dengan hukum negara.

Pengelolaan hutan oleh masyarakat di Papua secara empirik masih hidup dan dipraktikkan, namun tumpang tindih dengan pengelolaan hutan oleh pemerintah yang menggunakan mekanisme hukum formal menyebabkan sering terjadinya konflik dengan masyarakat. Konsep pengelolaan hutan versi

A R T I K E L

D a r i K o n f l i k M e n u j u T a t a K e l o l a B e r b a s i s A d a t

Solusi alternatif dalam pengelolaan kawasan konservasi… . Wahyu Alit Santoso*)

Page 30: Tritonis Edisi I 2014

P a g e 3 0

A R T I K E L … .

Pengelolaan Hutan Tertutupnya akses masyarakat adat terhadap hutannya merupakan salah satu implikasi negatif tersebut. Dampak nyata tersebut adalah larangan pemanfaatan untuk kebutuhan dalam masyarakat. Ketergantungan mereka terhadap hutan cukup besar, sehingga pembatasan dan atau penutupan akses mereka dalam pengelolaan hutan berdampak langsung bagi kehidupan masyarakat. Selain itu, kondisi ini juga berdampak terhadap pola-pola pengelolaan hutan berdasarkan nilai-nilai adat, dan bahkan hilangnya hak ulayat masyarakat terhadap hutan mereka.

c). Hilangnya Kontrol Masyarakat Terhadap Hutan Adat Ternyata penerapan kebijakan kehutanan bukan hanya menutup akses masyarakat atas hutannya, namun juga berimplikasi pada hilangnya kontrol masyarakat terhadap hutan. Fenomena ini terlihat dari lemahnya kontrol masyarakat atas terhadap nelayan-nelayan ilegal dari luar, praktek pencurian hasil hutan yang dilakukan oleh “cukong” dengan melibatkan oknum masyarakat lokal sebagai orang terdepan dalam operasional kegiatannya.

d). Adanya perlawanan kebijakan kehutanan oleh masyarakat adat Adanya pengelolaan/penetapan suatu kawasan hutan negar yang didalamnya terdapat hutan adat tanpa ijin kepala adat menurut mereka merupakan upaya mencabut keberadaan hak ulayat atas hutan dan menciderai hukum adat. Dengan demikian masyarakat memberikan sanksi adat baik berupa denda maupun sanksi adat lainya yang diiringi dengan pengabaian kebijakan kehutanan yang telah dibuat oleh pemerintah.

Pergulatan pengelolaan hutan antara masyarakat papua dengan pemerintah merupakan perwujudan dari tuntutan pluralisme hukum di lapangan sosial. Masyarakat papua adalah aktor dari pengusung tuntutan atas pilihan-plilihan hukum tersebut. Secara konseptual fenomena di atas bisa diukur dari seberapa lemahnya (weak legal pluralism) atau seberapa kuatnya pluralisme

hukum ( strong legal pluralism). Menurut Griffiths, penjelasan singkat mengenai pluralisme kuat dan pluralisme lemah: bahwa pluralisme hukum kuat berlaku pada kondisi di mana suatu masyarakat tidak hanya tunduk pada hukum negara ataupun aturan yang ditetapkan oleh lembaga-lembaga negara sehingga tertib hukum yang berlaku pada masyarakat tersebut tidak seragam dan sistematis. Sementara pluralisme hukum yang lemah merujuk pada situasi berlakunya berbagai sistem hukum dalam lapangan atau wilayah sosial yang sama, namun hukum atau aturan yang lain ditentukan dan dikontrol oleh negara. Bentuk-bentuk perlawanan atas kawasan hutan yang ditetapkan oleh pemerintah bisa dilihat sebagai perwujudan dari strong legal pluralism ( pluralisme hukum kuat).

Di sisi lainnya, aturan - aturan dari luar (kebijakan kehutanan/hukum negara) mencoba memberlakukan diri dalam lapangan sosial tersebut secara bersamaan sehingga hal ini menggambarkan situasi semi-autonomous social fields (SASF) yang oleh Falk Moore dinyatakan sebagai kemampuan untuk mengatur diri sendiri komunitas (self-regulating) dalam lapangan sosial tertentu terlihat otonom. Namun, otonominya tidak bersifat total karena masih dipengaruhi oleh aturan atau hukum dari luar lapangan sosial tersebut. Persinggungan antar hukum (hukum adat dengan hukum negara) bukan hanya melahirkan kontradiksi atau pertentangan, namun juga melahirkan hubungan inkoorporasi (penggabungan sebagian aturan sebuah sistem hukum ke dalam sistem hukum lainnya) dan penghindaran (salah satu sistem hukum menghindari keberlakuan sistem hukum lainnya).

Di dalam kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih sering terjadi proses inkoorporasi antara hukum adat dengan hukum negara sehingga adanya kesepakatan untuk menyusun sebuah Peraturan yang mengatur tentang hutan adat dan ulayat di dalam kawasan taman nasional teluk cenderawasih. Kesadaran untuk memilih aturan formil untuk menguatkan hak ulayat dan pola pengelolaan taman nasional teluk cenderawasih melalui Peraturan yang telah disepakati timbul dari kesadaran bahwa masyarakat Papua sebagai k

B u l e t i n t r i t o n i s

Bersambung ke hal 33 kolom 2

Page 31: Tritonis Edisi I 2014

P a g e 3 1 E d i s i I a p r i l 2 0 1 4

A R T I K E L

M e n g o l a h S u m b e r d a y a L a u t B e r s a m a M a s y a r a k a t D i

K a w a s a n T a m a n N a s i o n a l T e l u k C e n d e r a w a s i h

Siapkah kita memulai pengolahan yang berkolaborasi…. Vemmy J. Wyzer, S.Hut*)

awasan Taman Nas iona l Te luk Cenderawasih sebagai salah satu bentuk kawasan konservasi yang mempunyai fungsi

dan peranan yang sangat penting bagi pelestarian sumber daya alam. Di mana Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang konservasi. Tugas nya adalah melaksanakan pengelolaan kawasan TNTC dalam rangka konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan salah satu fungsinya pengamanan kawasan, konservasi kawasan hutan dan lingkungan, Konservasi jenis sumber daya alam hayati dan bina wisata alam. Sedangkan fungsinya adalah melaksanakan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa sebagai wahana pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, penelitian, pariwisata dan rekreasi. Guna mewujudkan keberhasilan pelaksa-naan tupoksi maka Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih didukung oleh misi sebagai berikut: a. Memantapkan kawasan guna menjamin

pengelolaan konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistem kawasan TNTC;

b. Memantapkan perlindungan, penegakan hukum, pengawetan dan upaya rehabilitasi sumberdaya keanekaragaman hayati dan ekosistem TNTC;

c. Mengembangkan secara optimal pemanfaatan SDAH & E bagi pengembangan pendidikan, penelitian, ilmu pengetahuan, pariwisata alam dan budidaya untuk mendukung pemanfaatan berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan;

d. Mengembangkan sistem kelembagaan dan

kemitraan konservasi dalam rangka pengelolaan TNTC.

Dimana misi ini dapat terlaksana apabila dapat melibatkan masyarakat yang berada di dalam dan sekitar kawasan dalam pengelolaan kawasan khususnya sumber daya laut yang terdapat pada kawasan TN Teluk Cenderawasih. Permasalahan

Kawasan TNTC sebagai kawasan yang menyimpan potensi yang sangat tinggi , TNTC juga dihadapkan pada berbagai masalah dan gangguan. Gangguan kawasan yang sangat menonjol antra lain adanya kapal-kapal penangkap ikan, penangkapan ikan secara destuktif, pemanfaatan dan pengambilan biota laut yang dilindungi dengan cara yang tidak sesuai dengan azas konservasi.

Pengelolaan sumber daya laut secara holistik hanya bagus ditataran konsep saja. Hal ini pula mengapa sumber daya laut kita terus dieksploitasi secara destruktif tanpa memikirkan kelestarian sumber daya laut yang ada. Kerusakan potensi sumber daya laut yang setiap hari terjadi salah satu penyebabnya adalah ulah masyarakat yang berada disekitar kawasan itu sendiri maupun masyarakat yang berasal dari luar kawasan.

Potensi sumber daya laut dijarah secara masal, hasil laut diekploitasi secara destruktif tanpa peduli lagi akan kelestarian sumber daya laut yang menyebabkan ekositem laut dan lingkungan sekitar menjadi rusak. Masyarakat tidak menyadari peranan sumber daya laut dari segi ekologis dan sosial ekonomi. Hilangya plasma nutfah, hancurnya ekosistem, yang pada akhirnya kan berpengaruh kepada kehidupan masyarakat yang berada di dalam dan sekitar kawasan, dimana semunya sangat sulit dinilai dengan uang dan membutuhkan waktu yang

Page 32: Tritonis Edisi I 2014

P a g e 3 2

A R T I K E L … .

B u l e t i n t r i t o n i s

sangat lama untuk memulihkan kembali sumber daya laut yang ada.

Salah satu penyebab gangguan kerusakan potensi sumber daya laut yang ada di kawaan TNTC yaitu masalah hak ulayat masyarakat yang memberikan ijin kepada pihak-pihak tertentu untuk mengekploitasi potensi sumber daya laut secara destruktif yang ada dengan mengatasnamakan masyarakat adat. Serta masyarakat sendiri yang masih menggunakan bom atau dopis dalam mengeksploitasi potensi laut yang ada. Mereka tidak menyadari bahwa pada akhirnya pihak-pihak tertentu itu mengeksploitasi potensi sumber daya laut di dalam kawsan Taman Nasional Teluk Cenderawasih secara membabi buta., Fungsi laut dari segi ekologis dan sosial ekonomi terabaikan, sehingga pada akhirnya ekosistem sumber daya hayati laut terganggu. Mengelolah Sumber Daya Laut Bersama Masayarakat Sebagai Solusi

Masyarakat yang berada di dalam dan sekitar kawasan TNTC memiliki tingkat pendididikan yang rendah, menyebabkan kualitas SDM-nya juga menjadi rendah, dimana ketergantungan sumber daya alam terutama sumber daya laut untuk menunjang perekonomian mereka sangatlah tinggi. Untuk itu perlu pertimbanga sosial kultur masyarakat disamping aspek pertimbangan teknis yuridis.

Melalui penyuluhan-penyuluhan tentang pentingnya konservasi dalam pengelolaan potensi sumber daya laut, masyarakat kita ajak untuk merasakan bahwa mereka merupakan bagian dari laut disekitar kawasan. Melalui berbagai musyawarah, kebutuhan ekonomi masyarakat sekitar kawasan dapat tertampung dalam rencana pengelolaan kawasan konservasi TNTC. Dimana musyawarah yang demikian sering disebut sebagai pengelolaan pembangunan dan konservasi terpadu (integrate conservation development plan) dan dapat dipakai sebagai salah satu strategi dalam perlindungan kawasan konservasi.

Masyarakat sekitar kawasan TN Teluk Cenderawasih harus dilibatkan dalam pengelolaan kawasan sebab masyarakat tersebut memiliki ikatan emosional paling kuat dengan lingkungan sekitarnya termasuk kawasan laut tempat mereka

menggantungkan hidup. Masyarakat setempat setiap hari menggunakan sumber daya laut untuk mempertahankan hidupnya. Dengan adanya berbagai kepentingan masyarakat diharapkan dapat bijaksana dalam menjaga kelestarian potensi sumber daya laut yang ada.

Perlu adanya pendekatan kepada masyarakat sekitar kawasan oleh pihak Balai Besar TNTC dalam menyadarkan masyarakat sekitar kawasan yang sering mengganggap hak ulayat dan kawasan milik mereka sehingga mereka boleh berbuat apa saja terhadap kawasan teristimewa sumber daya laut yang ada. Seiring dengan semangat otonomisasi daerah, masyarakat di sekitar kawasan konservasi telah berani mengeksploitasi sumber daya laut yang ada di kawasan konservasi secara destruktif. Upaya masyarakat dengan pihak-pihak tertentu bermunculan untuk mengeksploitasi sumber daya laut secara legal dalam bentuk kerjasama dengan pihak kepala desa/kampung dan pemilik hak ulayat yang semakin marak di Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Untuk mencegah kegiatan masyarakat dengan pihak-pihak tertentu tersebut yang menyimpang dari apa yang kita harapkan dan pada akhirnya akan berdampak pada kerusakan sumber daya laut yang fatal, maka Balai Besar TNTC dan Pemerintah setempat perlu menetapkan aturan-aturan yang jelas dan mengikat (perundang-undangan) dan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran aturan yang ada.

Salah satu faktor yang penting dan perlu disadari pula bahwa pengamana yang paling efektif dalam menjaga kawasan laut Taman Nasiona Teluk Cenderawasih bukanlah jumlah Polisi Kehutan (POLHUT), Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) dan Penyuluh Kehutanan yang banyak tetapi bagaimana kita bersama masyarakat sekitar kawasan TNTC bersama-sama menjaga dan mengelola sumber daya laut yang ada. Disamping itu juga perlu adanya kegiatan pemberdayaan masyarakat lokal sekita kawasan melalui transfer ilmu pengetahuan dan teknologi serta peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal melalui bantuan langsung seperti Agrosilvofishery. Hal ini akan membawa dampak positif bagi masyarakat maupun petugas lapangan sehingga kawasan konservasi laut TNTC tetap

Page 33: Tritonis Edisi I 2014

*)Polhut Pelaksana Pemula Pada SPTN III Aisandami

Sambungan dari Hal. 30

P a g e 3 3 E d i s i I A P R I L 2 0 1 4

A R T I K E L … . lestari sesuai dengan visi pengelolaan TNTC yaitu ”terwujudnya kawasan TNTC yang tetap lestari berdasarkan kearifan lokal guna peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan”.

Masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional Laut Teluk Cenderawasih merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap kelestarian sumber daya laut, tetapi kualitas sumber daya manusia (SDM) petugas lapangan dan pemerintah setempat dalam hal ini instansi terkait juga turut berperan dalam pengelolaan kawasan Taman Nasional Laut Teluk Cenderawasih. Mari kita bersama masyarakat mengelolah kawasan Taman Nasional Laut Teluk Cenderawasih ini secara bersama-sama dengan arif dan bijaksana, kita jaga laut kita demi masa depan anak cucu kita. Kalau bukan sekarang kapan lagi, kalau bukan kitorang siapa lagi. Salam Konservasi...

− ☼ −

Daftar Pustaka Anonymous, 1993. Kebijakan Pembanhgunan Konservasi Sumber

Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Departemen Kehutanan. Jakarta

Basuki, M.2001. Proceedings Lokakarya Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman Nasional Teluk Cenderawasih. BTNTC, Manokwari.

Primack, R.B. Biologi Konservasi. Yayasan Obor. Jakarta. Anonymous, 2009. Zonasi Taman Nasional Teluk

Cenderawasih.Balai Besar TNTC dan WWF Indonesia, Manokwari.

Anonymous, 2009. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Balai Besar TNTC dan WWF Indonesia, Manokwari.

kesatuan masyarakat adat adalah bagian integral dari negara sehingga menurut mereka hukum formil pada ruang lingkup tanah papua dalam bentuk Peraturan adat juga merupakan entitas hukum. Paling tidak, aturan tentang kehutanan di tanah papua menjabarkan hak ulayat masyarakat Papua bagian yang tidak bisa dipisahkan dari keberadaan kawasan itu sendiri.

Persinggungan yang menimbulkan konflik tersebut kemudian menimbulkan pilihan-pilihan hukum di Papua khususnya di dalam kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Pilihannya adalah koorporasi antara hukum negara dengan hukum adat dengan menyusun Peraturan tentang pengelolaan kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih yang di dalamnya terdapat hutan adat dan ulayat . Pilihan ini merupakan bentuk tuntutan masyarakat dalam upaya menemukan titik temu tentang nilai, konsep, dan strategi tentang pengelolaan taman nasional teluk cenderawasih. Dengan demikian diharapkan tidak akan terjadi kembali konflik antara pemerintah dengan masyarakat adat dalam mengelola kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih.

− ☼ −

*)PEH Muda Pada BBTNTC

Page 34: Tritonis Edisi I 2014

P a g e 3 4 B u l e t i n t r i t o n i s

A R T I K E L

apoleon Wrasse (Cheilinus undulatus) merupa-kan ikan karang berukuran besar anggota dari familia Labridae dengan ukuran bisa mencapai 2 m dan berat 190 kg. Ikan Napoleon biasanya

ditemukan di terumbu karang di kawasan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Ikan Napoleon merupa-kan salah satu ikan karang besar yang hidup pada daerah tropis. Kehidupan hewan ini umumnya sama dengan ikan karang lain yang hidup secara soliter. Para penyelam biasanya menemukan ikan ini bere-nang sendiri pada daerah sekitar karang dan bi-asanya sangat jinak dengan para penyelam. Ikan ini biasanya tidak terusik dengan aktivitas para penyelam. Kebiasaan hidup sendiri pada kedalaman tertentu membuat hewan ini sangat dinantikan oleh para penyelam yang ingin melihat atau bahkan mem-otret hewan ini. Biasanya ikan ini mencari makan di daerah dekat karang karena suplai makanannya yang berupa beberapa jenis asteroida, sea ur-chin, molusca dan crustacea banyak terdapat di dae-rah terumbu karang. Namun demikian, perilaku jinak tersebut juga membahayakan hewan tersebut kare-na sifatnya yang penasaran terhadap manusia dan cenderung tidak takut menyebabkan hewan ini lebih mudah ditangkap oleh manusia.

Masyarakat Papua tidak terkecuali yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih pada umumnya senang mengkonsum-si ikan Napoleon, kebiasaan tersebut sudah dil-akukan sebelum Teluk Cenderawasih ditetapkan sebagai taman nasional bahkan jauh sebelum ikan Napoleon ditetapkan sebagai hewan yang dilindungi yang pertama melalui Undang-Undang nomor 5 ta-hun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam

Hayati dan Ekosistemnya, lalu Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar serta Peraturan Menteri Pertanian nomor 375/Kpts/IK.250/5/95 tentang Larangan Penangkapan Ikan Napoleon Wrasse dan diperbarui oleh Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia nomor 37/KEPMEN-KP/2013 tanggal 2 Juli 2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Ikan Napoleon (Cheilinus undu-latus). Melalui aturan-aturan yang ada seharusnya perlindungan terhadap ikan Napoleon dapat diterap-kan. Namun berbagai kendala yang ada sehingga pelaksanaannya dirasa belum mampu terealisasi sepenuhnya dan saat ini sepertinya sudah sedikit terlambat untuk dilakukan karena ikan Napoleon di kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih sudah sangat sulit ditemui akibat penangkapan secara ber-lebihan dalam jangka waktu yang sangat lama untuk konsumsi dan bukan untuk tujuan komersil. Penurunan populasi ikan Napoleon bukan tidak berdampak, justru sebaliknya sebagai salah satu mata rantai ekosistem di laut ikan Napoleon memiliki peran yang sangat signifikan dalam menjaga keseim-bangan ekosistem di laut. Berkurangnya ikan Napole-on secara drastis di kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih memberikan andil yang cukup besar pada terjadinya ledakan populasi Bintang Laut Mahkota Berduri (Acanthaster planci) yang juga sa-lah satu mangsa alami utama ikan Napoleon.

Sebenarnya selain ikan Napoleon di kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih ada beberapa hewan lainnya yang juga pemangsa utama dari Bin-tang Laut Mahkota Berduri yaitu Kima Kepala Kamb-ing (Cassis cornuta) dan Triton Terompet (Charonia

B e r s i a p K e r j a K e r a s M e l a k u k a n T u g a s

’ ’ S i N a p o l e o n ’ ’

Ekosistem alami yang tak akan pernah

tergantikan… . Rahmat Hidayat, A.Md

Page 35: Tritonis Edisi I 2014

lasi Bintang Laut Mahkota Duri yaitu sekitar perairan Napan Yaur sampai dengan zona inti sekitar Tanjung Manguar dan perairan sekitar kali lemon hingga kampung Kwatisore.

Dari hasil survei/pemantauan awal ledakan Bintang Laut Berduri di SPTN II Yeretuar yang dil-akukan bersama-sama oleh BBTNTC dan WWF Teluk Cenderawasih pada 3 September 2013 sampai dengan 13 September 2013 diperoleh data telah terjadi ledakan COTs di sekitar Napan Yaur karena dalam area yang relatif sempit (<50 m2) telah ditemukan lebih dari 10 ekor COTs. Hal ini juga didukung oleh informasi dari masyarakat yang menyampaikan bahwa mereka menemukan COTs dalam jumlah yang lebih besar darai pada yang ada di perairan kampung Napan Yaur yaitu di sekitar Tan-jung Mangguar yang merupakan zona inti. Oleh kare-nanya perlu segera dilakukan pemantauan/survei awal di kedua lokasi tersebut yang dilakukan secara kolaboratif bersama masyarakat. Langkah-langkah Penting

Apa yang terjadi pada beberapa lokasi di kawa-san konservasi Taman Nasional Teluk Cenderawasih yaitu ledakan populasi Bintang Laut Berduri dapat dipastikan karena hilangnya kemampuan beberapa unsur penting penyusun ekosistem terumbu karang dengan berkurangnya jumlah beberapa biota laut secara drastis yaitu Ikan Napoleon (Cheilinus undula-tus), Kima Kepala Kambing (Cassis cornuta) dan Tri-ton Terompet (Charonia tritonis) akibat penangkapan secara berlebih untuk dikonsumsi padahal hewan-hewan tersebut termasuk biota yang dilindungi oleh Undang-undang. Walaupun tidak mudah untuk men-erapkan aturan tersebut di kalangan masyarakat yang sudah memiliki budaya secara turun temuru dan memiliki ketergantungan yang tinggi. Masyara-kat dalam kawasan yang umumnya masih belum sejahtera terkadang terdorong untuk berperilaku nekat, mengabaikan norma serta aturan yang telah di tetapkan baik secara hukum formal maupun secara adat-istiadat dan etika.

Perlu diketahui bahwa betapapun dengan meli-batkan banyak pihak manusia mengambil alih peran dari Ikan Napoleon, Triton Terompet dan Kima Kepala Kambing untuk memangsa Bintang Laut Mahkota Berduri itupun hanya menggantikan sebagi-an kecil dari peran hewan-hewan tersebut peran ekologis yang jauh lebih besar lainnya tidak dapat dan tidak akan pernah dapat tergantikan oleh apa-pun. Ekosistem laut sangat kompleks dan sangat rentan terhadap perubahan, masyarakat terlalu ban-yak mengambil dari laut melampaui kemampuan laut untuk memberi, menggantikan apa yang telah diambil sehingga ekosistemnya terganggu, karena

tritonis) tetapi sayangnya kedua jenis hewan yang sangat penting tersebut memiliki nasib serupa dengan ikan Napoleon yang hampir punah karena sering diburu oleh masyarakat untuk dikonsumsi. Walaupun berbagai sosialisasi atau penyuluhan ser-ta patroli pengamanan kerap dilakukan dan mampu menekan aktifitas penangkapan atau pelanggaran yang terjadi terhadap biota yang dilindungi tersebut namun pada beberapa tempat terbukti belum sepe-nuhnya menghapus kebiasaan masyarakat yang su-dah dilakukan turun temurun. Rusaknya fungsi sistem pengendalian

Dengan tiadanya pemangsa, Bintang Laut Mahkota Berduri dapat leluasa berkembang biak. Lebih tepatnya terjadi ledakan populasi secara tidak terkendali karena pemangsa sebagai unsur pengen-dali sudah kehilangan fungsi dan terumbu karang sebagai mangsa utama Bintang Laut Mahkota Ber-duri akan segera mati dan habis dimangsa Bintang Laut Mahkota Berduri yang populasinya berkembang jauh melampaui kemampuan terumbu karang terse-but dapat bertahan atau pulih. Padahal seperti kita ketahui bersama bahwa terumbu karang adalah sa-lah satu penopang utama dalam ekosistem laut, ka-lau terumbu karang sudah rusak maka rusaklah se-bagian besar ekosistem di lautan.

Kalau yang terjadi di kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih sudah mengarah seperti ini, harus bagaimana lagi? Ya terpaksanya manusia mengambil alih sebagian peran dari Ikan Napoleon, Triton Terompet dan Kima Kepala Kambing yaitu memangsa Bintang Laut Mahkota Berduri untuk menggantikan fungsi pengendalian yang sudah ru-sak sebagai salah satu bentuk tanggung jawab yang masih dapat dilakukan untuk menekan dampak ke-rusakan ekosistim lebih besar lagi. Tentu saja bukan hal yang mudah karena selain memerlukan sum-berdaya manusia serta biaya yang tidak sedikit ter-lebih lagi pasti memiliki resiko karena siapapun yang akan melakukannya haruslah memiliki pengetahuan serta keterampilan yang memadai dalam hal pe-nanganan Bintang Laut Mahkota Berduri tersebut. Beranjak dari hal tersebut sebagai tugasnya untuk melakukan perlindungan dan pengawetan sumber daya alam yang dikelolanya Balai Besar Taman Na-sional Teluk Cenderawasih cq Bidang Wilayah I Nabi-re tengah mempersiapkan kegiatan monitoring kelimpahan Bintang Laut Mahkota Berduri yang harapannya akan terlaksana sesuai rencana yaitu pada bulan Maret 2014 ini. Ruang lingkup pelaksa-naan kegiatan monitoring kelimpahan Bintang Laut Mahkota Berduri Pengelolaan Wilayah Taman Na-sional Bidang I Nabire diprioritaskan pada area yang potensial dan paling terdampak akibat ledakan popu-

P a g e 3 5 E d i s i I A P R I L 2 0 1 4

A R T I K E L … .

Bersambung ke hal. 38 kolom 2

Page 36: Tritonis Edisi I 2014

P a g e 3 6 B u l e t i n t r i t o n i s

A R T I K E L

S i s t e m P e n g a m a n a n d i K a w a s a n T N T e l u k c e n d e r a w a s i h d a n

U p a y a K e r j a s a m a S t a k e h o l d e r D a l a m U p a y a P e n i n g k a t a n

P e n g a m a n a n K a w a s a n

Cenderawasih merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemenhut yang bekerja di bawah Dirjen Perlin-dungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA). Dasar hukum organisasi Taman Nasional adalah : 1. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/Menhut-

II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Peraturan Menteri Kehutanan tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT Taman Nasional;

2. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.52/Menhut-II/2009 tanggal 27 Juli 2009 tentang Perubahan Kesatu atas Permenhut Nomor : P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional;

3. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor : 17 Tahun 2011 tentang Jabatan Fungsional Polisi kehutan dan Angka Kreditnya.

Berkaitan dengan dasar hukum tersebut, Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih (BBTNTC) terus berupaya secara intensif dengan berbagai macam kendala, namun tetap menguta-makan kegiatan pengaman sebagai kegiatan priori-tas. Oleh karenanya kegiatan pengamanan kawasan di setiap tahun anggaran selalu ada alokasi ang-garan pengamanan yang dibagi tiga kategori yaitu, Pengaman rutin, Pengamanan Fungsional dan operasi pengamanan gabungan (OPGAB). Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan untuk mencegah dan melindungi keutuhan potensi sumber daya alam laut dan pesisir dalam kawasan TNTC dari berbagai ancaman dan gangguan akibat tindakan masyarakat. Ada dua bentuk gangguan terhadap kawasan yaitu bisa diakibatkan oleh masyarakat dalam kawasan dan juga dari masyarakat yang berasal dari luar kawasan sehingga pendekatan

utan memiliki peran yang sangat strategis bagi kehidupan manusia, baik sebagai sumber daya ekonomis, sosial budaya dan ekologis, baik pada

tatanan lokal, nasional maupun grobal. Oleh kare-nanya sumber daya hutan harus dijaga, dilindungi dan dipelihara keberadaannya agar memberikan manfaat yang sebesar - besarnya bagi kehidupan manusia. Pada dewasa ini, intensitas gangguan hu-tan dan tekanan terhadap sumber daya hutan di Indonesia, khususnya berupa aktifitas pencurian dan pemungutan secara liar hasil hutan dan perdagangan hasil hutan secara illegal serta peram-bahan kawasan hutan menunjukkan kecender-ungan yang terus meningkat. Kondisi ini berkembang di masyarakat terutama persepsi terhadap keberadaan sumber daya hutan sehingga peran Poli-si Kehutanan sangat penting sebagai peran utama penyelenggaraan perlindungan hutan yang bersifat pre emtif, preventif, represif dan yusdisif.

Polisi Kehutanan merupakan pejabat fungsion-al yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional perlindungan dan pengamanan hutan serta pengawasan peredaran hasil hutan pada in-stansi pemerintah pusat dan daerah. Polisi Kehu-tanan memiliki tugas, menyiapkan, melaksanakan, mengembangkan, memantau, dan mengevaluasi serta melaporkan kegiatan perlindungan dan penga-manan hutan serta pengawasan peredaran hasil hutan kepada intansi pembinanya. Dalam melaksanakan tugas tersebut sangat dibutuhkan satu garis komando yang jelas sehingga pembuatan rencana pelaksanan tugas tidak menyimpang dari tugas pokok yang diembankan Undang - undang nomor 41 tahun 1999 dan undang - undang nomor 5 tahun 1990.

Balai Besar Taman Nasional Teluk

Keamanan kawasan TN Teluk Cenderawasih menjadi tanggung bersama…. Donatus Awujani*)

Page 37: Tritonis Edisi I 2014

P a g e 3 7 E d i s i I A p r i l 2 0 1 4

A R T I K E L … .

ditingkatkan hal ini dibuktikan dengan kegiatan operasi gabungan yang dilakukan dengan melibat-kan TNI AL dan Kepolisian, sedangkan dalam Pengamanan Fungsional dilibatkan Dinas Peri-kanan dan kelautan hal ini dilakukan guna men-dukung pengelolan agar sinergi, sehingga tidak ter-jadi tumpang tindih kebijakan dalam pengelolan ka-wasan terutama dalam kegiatan pengamanan. Da-lam kegiatan pengamanan kawasan selama ini lebih ke kegiatan preemtif, prefentif dan represif dan belum sampai ke tingkat yustisi. Mengapa demikian, karena tingkat kerawan atau gangguan kawasan tidak terlalu mengkawatirkan sehingga, upaya pen-yadartahuan masyarakat yang lebih diutamakan. namun demikin, ketika ada tersangka yang berasal dari masyarakat dalam kawasan maka akan diselesaikan dengan melibatkan tokoh adat, tokoh agama dan tokoh kunci lainnya untuk diselesaikan sesuai adat yang berlaku di masyarakat.

Bentuk kegiatan Pengamanan kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih yang selama ini dil-aksanakan adalah : Sifat Pengamanan 1. Pengamanan Gabungan Operasi pengaman Gabungan adalah langkah-langkah dan tindakan penertiban dan penegaka hukum yang dilaksanakan oleh aparat kehutanan dan aparat instasi terkait lainnya dalam rangka mengamakan hutan dan hasil hutan yang bersifat mendesak dan dilakukan secara terpadu. Penga-manan gabungan dilakukan oleh Polhut yang berada di Balai besar dengan melibatkan istansi terkait ka-rena sesuai dengan definisi Pengaman gabungan tersebut di atas. 2. Pengamanan Fungsional Pengamanan Fungsional adalah langkah-langkah dan tindakan penertiban dan penegakan hukum yang dilaksanakan oleh Polisi Kehutanan dalam rangka mengamankan hutan dan hasil hutan. Bentuk kegiatan Pengamanan 1. Pengamanan Pre – emtif Merupakan salah satu bentuk pengamanan, baik fungsional maupun gabungan, yang dilaksanakan melalui Pembinaan dan Penyuluhan terhadap masyarakat di dalam atau di sekitar maupun pengguna kawasan, dalam rangka peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya fungsi kawasan Konservasi bagi pembangunan nasional/daerah dan kehidupan manusia, serta untuk pening-katan kesadaran hokum masyarakat untuk tidak ikut terlibat dalam pelanggaran/ atau kejahatan di bi-dang kehutanan 2. Pengamanan Preventif Merupakan salah satu bentuk pengamanan baik fungsional maupun gabungan, yang bersifat

persuasif terhadap masyarakat dalam kawasan lebih ditingkatkan agar masyarakat dalam kawasan terlibat langsung dalam kegiatan pengamanan dimaksudkan agar masyarakat memahami bahwa sebenarnya potensi yang dikelola adalah milik mereka. Upaya keterlibatan masyarakat juga terus ditingkatkan oleh BBTNTC dengan membentuk masyarakat mitra polhut dan Kader Konservasi. Pembentukan masyarakat mitra Polhut dan Kader Konservasi ini diambil dari Perwakilan masyarakat dalam kawasan. Pembentukan masyarakat mitra polhut dan kader konservasi dimaksudkan untuk membantu Polisi Kehutanan menjaga keutuhan kawasan dari gangguan, selain membantu menjaga kawasan diharapkan masyarakat tidak berasumsi bahwa keberadaan Polisi Kehutanan hanya untuk melarang mereka dari pengambilan sumber daya alam yang sudah dilakukan dari nenek moyang mereka sebelum penetapan Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Tetapi dengan pembentukan masyarakat mitra Polhut dan kader Konservasi yang dipilih oleh masyarakat dapat menyalurkan informasi perlindungan dan pengaman kepada masyarakat yang lainnya. Keterlibatan perwakilan masyarakat secara langsung dengan Polhut dalam kegiatan pengamanan adalah melaksanakan amanat Undang - undang Pokok Kehutanan No 41 tahun 1999 Tentang Kehutan Bab X di mana pasal 68 menjelaskan bahwa : 1. Masyarakat berhak menikmati kualitas

lingkungan hidup yang di hasilkan hutan 2. Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1 )

masyarakat dapat : a. Memanfaatkan hasil hutan dan hasil hutan yang

sesuai dengan peraturan Perundang – undangan yang berlaku;

b. Mengetahui rencana peruntukan hutan, Pemanfaatan hasil hutan dan informasi kehutanan

c. Memberi informasi, saran serta pertimbangan dalam pembangunan kehutanan dan

d. Melaksanakan Pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan kehutanan baik langsung maupun tidak langsung.

Pengelolaan kawasan Taman Nasional Teluk Cemderawasih dengan luas 1.453.500 ha tidak bisa dikelolah sendiri tanpa melibatkan stekeholder. Oleh karena itu upaya kerja sama instansi terkait teruta-ma Pemeritah Daerah, Kepolisan dan TNI AL terus

Page 38: Tritonis Edisi I 2014

P a g e 3 8 B u l e t i n t r i t o n i s

A R T I K E L … .

ketidak seimbangan ekosistem tersebut hal yang seharusnya dilakukan oleh ikan Napoleon, Triton Terompet dan Kima Kepala Kambing secara alami, aman dan gratis. Apabila hal tersebut harus dil-akukan oleh manusia maka akan menjadi sesuatu yang sulit, beresiko tinggi dan sangat mahal.

− ☼ −

Sumber: Randall, J.E., et al. (1978). Food habits of the giant humphead

wrasse, Cheilinus undulatus (Labridae). Env. Biol. Fish 3:235-238

WWF Indonesia (2013). Survei/Pemantauan Awal Ledakan Bintang Laut Berduri di SPTN II Yeretuar (Pulau Anggromeos dan Napanyaur) di Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih.

Mukhtar, A.Pi, M.Si (Kepala Stasiun Pengawasan SDKP Belawan). (2013). Penetapan Status Perlindungan Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus)

pengawasan dan pencegahan, dalam rangka mencegah masyarakat melaksanakan pelanggaran/ kejahatan di bidang kehutanan, antara lain melalui: a.Penjagaan Merupakan salah satu bentuk pengamanan, baik fungsional maupun gabungan, yang dilaksanakan dengan menempatkan petugas pengamanan dalam pos – pos penjagaan dalam rangka pengawasan di dalam kawasan b.Patroli Patroli adalah bentuk pengaman bergerak yang dil-akukan baik secara fungsional maupun gabungan antar lain melalui : Patroli cepat Patroli Insidentil/ mendadak Pengamanan Represif Operasi intelijen Operasi Represif Operasi Rehabilitasi Operasi khusus Operasi kesejahteraan( Pentujuk teknis standar

operasi pengaman terpadu kawasan perairan laut Taman Nasinal Teluk Cenderawasih

3. Pengamanan Rutin Pengamanan rutin adalah kegiatan

pengamanan yang dilakukan secara rutin di Seksi Wilayah Lingkup Balai besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih untuk Mencegah dan melindungi keutuhan dan potensi sumber daya alam laut dan pesisir dalam kawasan TNTC dari berbagai ancaman dan gangguan akibat tindakan masyarakat, baik yang berada didalam kawasan maupun yang dari luar kawasan, Kegiatan ini dilakukan setiap bulan oleh polhut di Seksi Wilayah Lingkup Balai Besar TNTC.

Bentuk pengamanan yang dilakukan oleh Polisi kehutanan yang bertugas di Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasi ini, diharapkan akan membantu menekan tidak kejahatan pencurian hasil laut yang berada di dalam Kawasan Taman Nasionaal Teluk Cenderawasih sehingga, keutuhan Keanekaragaman Potensi Sumber daya alam hayati tetap terjaga dan dapat memberikan Manfaat bagi Kesejahteran masyarakat.

*)Polhut Pelaksana Pemula Pada SPTN IV Roon

*)Polhut Pelaksana BPTN Wilayah I Nabire

Page 39: Tritonis Edisi I 2014

P a g e 3 9 E d i s i I a p r i l 2 0 1 4

A R T I K E L

Potensi Konflik yang ada di Kawasan TN Teluk Cenderawasih

Melihat faktor penyebab konflik yang telah disebutkan sebelumnya, faktor yang bisa menimbulkan konflik di kawasan TN Teluk Cenderawsih adalah perbedaan antar individu dan perbedaan kepentingan. Konflik yang berpotensi muncul di kawasan konservasi termasuk Taman Nasional Teluk Cenderawasih, antara lain sebagai berikut: 1. Konflik antara pengelola dan masyarakat dalam

kawasan Konflik ini muncul disebabkan oleh belum optimal tersebar luasnya informasi tentang zona-zona yang ada di dalam kawasan TN Teluk Cenderawsih. Serta ada sebagian masyarakat yang masih menggunakan bahan atau alat yang tidak ramah lingkungan dalam mencari SDA laut. Selain itu, masyarakat juga menganggap bahwa mereka hanya dilarang-larang untuk mengambil SDA di kawasan TNTC.

2. Konflik antara petugas dengan masyarakat Hal ini disebabkan oleh karena kesalahpahaman antara petugas di lapangan dengan masyarakat. Misalnya petugas lapangan belum berkoordinasi dengan masyarakat tentang kegiatan yang dilaksanakan. Bisa terjadi juga, masyarakat marah atau tidak terima diingatkan oleh petugas karena memakai bahan peledak dalam mencari ikan.

3. Konflik antara masyarakat dengan pengunjung Ada beberapa zona di dalam kawasan TN Teluk Cenderawsih yang dijadikan sebagai zona pariwisata atau pendidikan dan penelitian. Hal inipun juga bisa menimbulkan konflik, apabila antara pengunjung dan masyarakat tidak terjalin

eringkali kita mendengar dan melihat adanya suatu konflik di dalam masyarakat ataupun organisasi. Konflik bisa terjadi apabila salah satu atau kedua belah pihak merasa tidak

sesuai dengan keinginannya atau keperntingannya. Menurut Nardjana (1994) Konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.

Pada semua bidang kehidupan bisa muncul yang namanya konflik, apabila salah satu pihak merasa terganggu atau keinginannya tidak tercapai. Tak terkecuali di kawasan konservasi seperti kawasan taman nasional. Penunjukan dan penetapan suatu kawasan menjadi sebuah taman nasional akan berpotensi menjadi konflik, karena masyarakat sudah ada atau bermukim di wilayah tersebut jauh sebelum kawasan tersebut ditetapkan taman nasional. Namun dengan upaya-upaya yang dilakukan (minimal oleh kedua belah pihak), konflik atau masalah yang timbul bisa diminimalisir. Banyak hal atau faktor yang bisa menimbulkan suatu konflik di dalam suatu masyarakat atau organisasi.

Beberapa faktor umum penyebab konflik, antara lain : 1. Perbedaan Antar individu 2. Perbedaan Latar Belakang Kebudayaan 3. Perbedaan Kepentingan 4. Perubahan Sosial

P o t e n s i K o n f l i k d i T N T e l u k C e n d e r a w a s i h

Mampukah kita meredamnya…. Rini Purwanti, S.Si*)

Page 40: Tritonis Edisi I 2014

Pengelola dengan Pemerintah Daerah. Semoga dengan solusi yang ada, pengelolaan kawasan TNTC lebih maju dan masyarakat lebih sejahtera serta di masa yang akan datang TNTC lebih lestari dan terjaga.

− ☼ − Sumber : (http://pengertianmanagement.blogspot.com/2013/03/

manajemen-konflik-definisi-ciri-sumber.html diakses tgl 3 maret 2014 jam 10:40 WIT)

(http://materisosiolog.blogspot.com/2012/11/pengertian-konflik.html diakses tgl 6 Maret 2014 jam 12.50 WIT)

(Sumber gambar images konflik : arekhkn.blogspot.com diakses tanggal 7 Maret 2014 jam 12.50 WIT)

Sumber gambar images konflik-2 : tugasrnpr.blogspot.comdiakses tanggal 7 Maret 2014 jam 12.54 WIT)

komunikasi yang baik. Selain itu, masyarakat merasa wilayah yang dikunjungi adalah wilayahnya sehingga mereka menganggap pengunjung harus memberi manfaat secara ekonomi (pendapatan) bagi mereka.

4. Konflik antara masyarakat dengan nelayan dari luar Kawasan TN Teluk Cenderawsih pada zona pemanfaatan umum bisa dimanfaatkan sumber daya alamnya oleh masyarakat dengan syarat alat dan bahan yang digunakan ramah lingkungan. Namun demikian, masyarakat (nelayan) dari luar kawasan TNTC seringkali mencari ikan hingga memasuki zona tradisional, yang notabene hanya diperuntukkan bagi masyarakat dalam kawasan saja. Hal ini juga bisa menimbulkan konflik.

5. Konflik antar masyarakat Di dalam masyarakat sendiri juga bisa timbul konflik, karena perbedaan pemahaman atau kepentingan dengan keberadaan kawasan TN Teluk Cenderawsih. Sebagai contoh, ada kampung berdekatan, di mana ada kampung yang potensi pariwisatanya sering dikunjungi oleh wisatawan sedangkan di kampung yang lain jarang dikunjungi wisatawan. Hal ini bisa menimbulkan kecemburuan sosial.

Selain 5 (lima) konflik di atas, di dalam kawasan konservasi juga berpotensi terjadinya konflik antara masyarakat, pengelola dan hewan, seperti adanya konflik dengan keberadaan monyet atau gajah yang masuk ke pemukiman warga (yang salah satunya penyebabnya adalah berkurangnya lahan bagi hewan tersebut di alam). Solusi Konflik

Solusi yang dapat dilakukan dari timbulnya konflik yang ada di dalam kawasan konservasi (TN Teluk Cenderawsih), antara lain : 1. Menyamakan persepsi tentang kawasan

konservasi dengan pihak-pihak terkait (masyarakat : masyarakat dalam kawasan, nelayan luar, wisatawan, PEMDA dan LSM).

2. Pihak pengelola lebih meningkatkan sosialisasi peraturan atau Undang-undang yang mengatur tentang konservasi kepada masyarakat.

3. Memberikan pengertian kepada masyarakat bahwa zona inti (yang dilarang bagi masyarakat umum) hanyalah dalam jumlah yang kecil.

4. Memfasilitasi musyawarah antara masyarakat dengan nelayan dari luar.

5. Menampung dan mendengarkan aspirasi masyarakat.

6. Melaksanakan MoU yang telah disepakati antara masyarakat dan pengelola, serta MoU antara

A R T I K E L … .

P a g e 4 0 B u l e t i n t r i t o n i s

*)PEH Pertama pada BBTNTC

Page 41: Tritonis Edisi I 2014

A R T I K E L

P a g e 4 1

Indonesia yang dikelola oleh Kementerian Kehu-tanan, dalam pengelolaan kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) di lapangan penuh dina-mika. Mengingat kemajemukan dan keragaman stakeholder yang sama-sama memiliki akses serta kepentingan terhadap kawasan. Dalam melakukan pengelolaan kawasan TNTC ini tidak bisa terlepas dari konflik, baik itu konflik antara pengelola kawa-san dengan masyarakat adat yang tinggal di dalam kawasan maupun konflik dengan stakeholder lain yang sama-sama memiliki kepentingan terhadap ka-wasan. Sejarah Taman Nasional teluk Cenderawasih

Masyarakat adat yang tinggal di dalam kawasan TNTC sudah jauh lebih dahulu tinggal dan menetap di dalam kawasan Teluk Cenderawasih. Bahkan sebagi-an kampung sudah ada ratusan tahun yang lalu serta warga masyakatnya sudah turun-temurun tinggal di dalam Teluk Cenderawasih.

Kawasan Teluk Cenderawasih sebelum tahun 1990 merupakan kawasan bebas, pada tanggal 3 februari 1990 melalui SK Menteri kehutanan No: 58/Kpts-II/1990 kawasan Teluk cenderawasih ditetap-kan sebagai Cagar Alam Laut Teluk Cenderawasih. Dan pada tanggal 5 Maret 2013 Cagar Alam Laut Teluk Cenderawasih dinyatakan sebagai Taman Na-sional Teluk Cenderawasih dengan luas 1.453.500 Ha melalui Surat pernyataan menteri Kehutanan No: 448/menhut-IV/1990. Pada tahun 2002 kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih ditetapkan se-bagai Taman Nasional Teluk Cenderawasih melalui SK Menteri Kehutanan No: 8009/Kpts-II/2002. Potensi Konflik yang timbul dalam pengelolaan kawa-san TNTC

Dengan penetapan kawasan Teluk Cenderawasih sebagai kawasan taman nasional, pa-da awalnya ada pertentangan dari sebagian masyara-kat, karena mereka beranggapan dengan dijadikan kawasan konservasi, aktivitas warga masyarakat un-

umlah kawasan konservasi di wilayah Republik Indonesia saat ini tidak kurang dari 27,2 juta Ha yang tersebar lebih dari 521 kawasan di

seluruh wilayah nusantara. Dinamika dalam pengel-olaan kawasan konservasi di Indonesia ini cukup beragam dan hampir semua kawasan konservasi memiliki potensi konflik dalam pengelolaannya. Kon-flik yang terjadi dalam pengelolaan kawasan kon-servasi ini terjadi antara masyarakat vs pengelola kawasan, pemodal vs pengelola kawasan, pengelola kawasan vs Pemerintah Daerah, maupun pemodal vs masyarakat.

Jika kita tilik dari pengertiannya, konflik dapat diartikan sebagai pertarungan antara dua pihak atau lebih, baik individu maupun kelompok yang biasanya disebabkan oleh perbedaan nilai, pandangan, aktivi-tas, status dan kelangkaan sumberdaya alam. Dalam pegelolaan kawasan konservasi juga tidak bisa ter-lepas dari konflik. Hal ini didasarkan beberapa con-toh kasus yang sempat terekam oleh penulis yang diangkat di media masa maupun dituangkan dalam tuliskan hasil-hasil penelitian.

Beberapa contoh konflik yang terjadi di dalam kawasan konservasi antara lain terjadi perebutan lahan, dimana terjadi alih fungsi lahan hutan dijadi-kan lahan pemukiman, perkebunan maupun sebagai areal usaha tambak. Sebagaimana contoh yang ter-jadi di kawasan TN Tesso Nilo, Riau berupa pendudukan kawasan yang digunakan sebagai areal perambahan sawit, pendudukan eks pengungsi 1999, tepatnya di wilayah Kab.Langkat, kawasan TN Gunung Leuser, penguasaan kawasan TN Kutai yang diduduki oleh masyarakat dan dijadikan sebagai pemukiman, perambahan coklat di TN Rawa Aopa Watumohai, Sulawesi Tenggara serta beberapa kawasan konservasi lain yang berada di penjuru nusantara ini. Pengelolaan kawasan Taman Nasional teluk Cenderawasih Sebagai Kawasan taman nasional (laut) terluas di

DINAMIKA PENGELOLAAN KAWASAN TNTC (ANTARA PEMBANGUNAN, KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN

KELESTARIAN PENGELOLAAN KAWASAN)

Semoga Mimpi besar Kita “Alam Terjaga, masyarakat sejahtera” ini akan selalu terwujud Muhibbuddin Danan Jaya*)

E D I S I I A p r i l 2 0 1 4

Page 42: Tritonis Edisi I 2014

A R T I K E L … .

P a g e 4 2 B u l e t i n t r i t o n i s

hidupan, pengawetan dan pemanfaatan. Fungsi pe nyangga kehidupan adalah keberadaan alam yang terjaga ini merupakan sumber pemenuhan kebu-tuhan hidup manusia. Saat alam mengalami kerusa-kan, maka akan terjadi ketidakkseimbangan pada alam ini dan yang terjadi adalah bencana alam. Fungsi Pengewetan adalah upaya melakukan peng awetan sumber plasna nutfah yang terkandung da-lam kawasan konservasi sehingga dapat terhindar dari ancaman kepunahan. Sedangkan fungsi pem-anfaatan merupakan bentuk pemanfaatan kekayaan smber daya alam yang terkandung di alam bumi pertiwi ini untuk dapat dimanfaatkan oleh umat manusia dengan tetap memperhatikan aspek keles-tarian.

Masyarakat adat yang sudah lama tinggal da-lam kawasan Teluk Cenderawasih merupakan con-toh masyarakat yang memiliki kearifan lokal dalam memanfaatkan kekayaan sumber daya alam hayati yang ada di sekitarnya. Dalam keseharian masyara-kat mengambil ikan di laut sesuai dengan kebutuhan hidup hari itu untuk makan keluarga dan dijual guna memenuhi kebutuhan keluarga. Dan masyarakatpun memiliki kelarifan lokal dalam melakukan kegiatan konservasi, yaitu dengan melakukan “sasi”. Sasi merupakan kesepakatan warga masyarakat untuk tidak mengambil hasil laut di lokasi tertentu dalam jangka waktu tertentu pula (Biasanya dalam jangka waktu 1 – 2 tahun)dengan tujuan memberikan kes-empatan potensi sumber daya yang ada di dalam laut bisa tumbuh besar. Pada saat sasi dibuka kem-bali, hasil panenan yang diperoleh cukup banyak dan bisa memenuhi kebutuhan masyarakat. Setelah ma-sa panen sudah selesai, Sasi di berlakukan lagi un-tuk masa panen yang akan datang. Sebagai upaya melibatkan masayarakat lokal dalam kegiatan kon-servasi, pihak pengelola kawasan, dalam hal ini BBTNTC melibatkan secara aktif masayarakat lokal dalam kegiatan kegiatan yang menunjang konserva-si. Beberapa upaya yang sudah dilakukan antara lain membentuk kelompok Pengamanan Swakarsa, pem-bentukan Kader Konservasi yang diambil dari masyarakat yang berada dalam dan sekitar kawasan serta telah dibentuk Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan (SPKP).

tuk memanfaatkan hasil laut akan dibatasi, se-dangkan sejak nenek moyang mereka sudah meng-gantungkan hidupnya pada sumberdaya laut yang berada di depan kampung.

Seiring dengan semaraknya pemekaran yang semula kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih masuk ke dalam wilayah administratif Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Nabire, saat ini kawasan TN Teluk Cenderawasih masuk ked alam wilayah administratif Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Nabire dan berada dalam dua wila-yah administratif Provinsi Papua barat dan Provinsi papua. Sejak tahun 2003 mulai terbentuk Kabupat-en Teluk Wondama, dimana yang sebagian besar wilayahnya masuk ke dalam kawasan TNTC. Dengan adanya pemekaran kawasan, membawa konsekuen-si logis adanya tuntutan pembangunan daerah pemekaran guna mengejar ketertinggalan dengan daerah lain.

Seiring dengan tuntutan pembangunan, kegiatan perekonomian di kabupaten pemekaran serta pemanfaatan laut sebagai jalur transportasi masyarakat melalui kawasan TNTC semakin mening-kat. Hal ini juga memberikan dampak semakin besarnya tekanan terhadap kawasan serta mem-berikan ancaman terhadap kelestarian potensi sum-ber daya alam yang dilidungi oleh pengelola kawasan TNTC.

Konsekuensi logis dengan adanya pemekaran daerah ini adalah adanya laju perpindahan penduduk dari luar masuk ke Kabupaten Teluk Won-dama, baik secara langsung maupun tidak langsung, tekanan terhadap kawasan mengalami peningkatan. Sebagian pendatang yang tinggal di Kabupaten Teluk Wondama berprofesi sebagai nelayan yang ikut mengambil hasil laut di kawasan Teluk Cenderawasih. Dengan adanya nelayan dari luar yang menggunakan alat tangkap lebih canggih maka mempengaruhi hasil tangkapan masyarakat lokal. Dalam hal ini terjadi perebutan lahan pencarian ikan antara nelayan pendatang dan nelayan lokal. Solusi Jalan Tengah Dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi

Hakekat pengelolaan kawasan konservasi meliputi tiga fungsi, yaitu fungsi pe nyangga ke-

Page 43: Tritonis Edisi I 2014

P a g e 4 3 E d i s i I A p r i l 2 0 1 4

A R T I K E L … .

*)Penyuluh Kehutanan Pelaksana pada BBTNTC

Dalam pembagian zonasi pihak BBTNTC sudah melalui jalan yang panjang dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat dan stakeholder lainnya yang memiliki kepent-ingan terhadap kawasan TNTC. Dari kesepakatan ber-sama maka disepakati penentuan zonasi-zonasi da-lam kawasan TNTC sehingga dapat meminimalisir kesala-han persepsi antara pihak pengelola kawasan dengan stakeholder terkait. Dengan adanya zonasi TNTC ini, kepentingan nelayan lokal,

nelayan pendatang serta kepentingan pemerintah daerah dapat terakomodir. Sebagaimana wilayah penangkapan ikan bagi nelayan lokal diprioritaskan dalam wilayah zona tradisional dengan jarak dari daratan keluar sejauh + 4 mil laut, sedangkan bagi nelayan pendatang yang menggunakan peralatan lebih modern di wilayah zona pemanfaatan umum dengan catatan cara penangkapan ikannya secara ramah lingkungan. Wilayah perkembangan daerah sebagai areal perkembangan pemerintah daerah diakomodir juga dengan adanya zona khusus. Harapan dan mimpi besar kami, dengan adanya pengelolaan kawasan secara berkesinambungan serta melibatkan multi stakeholder ini, kelestarian potensi sumber daya alam yang berada dalam kawa-san TNTC tetap terjaga dan lestari serta bisa mmenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang berada di sekitarnya.

− ☼ − Sumber Bacaan:

Balai Besar TNTC dan WWF Indonesia, Zonasi Taman Nasioal Te-luk Cenderawasih, 2009.

http://konservasiwiratno.blogspot.com/2012/01/tipologi-konflik-konflik-sosial-di.html,

http://wondamakab.go.id/profil-daerah/teluk-wondama-dalam-sejarah

UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

Dari data yang diperoleh di lapangan, kegiatan penangkapan ikan dengan cara tidak ramah ling-kungan mengalami peningkatan seirng dengan adan-ya nelayan pendatang. Hampir bisa dikatakan pelaku distruktive fishing sebagian adalah nelayan penda-tang, dimana nelayan pendatang ini merupakan ne-layan yang mencari ikan dalam jumlah besar untuk dijual lagi. Untuk menekan besarnya biaya penge-luaran, sebagian nelayan melakukan berbagai macam upaya untuk bisa mendapatkan ikan sebanyak-banyaknya dengan mengesampingkan aspek kelestarian. Nelayan yang semacam ini meru-pakan kelompok nelayan yang harus mendapatkan pembinaan dan teguran keras sehingga bisa menekan laju kerusakan habitat hidup ikan di laut. Selain itu perlu ditingkatkan lagi pengawasan dan pengamanan kawasan TNTC sehingga bisa menekan ancaman yang muncul.

Untuk mengakomodir kepentingan stakeholder yang mememiliki kepentingan terhadap kawasan TNTC, maka pada tahun 2009 telah disusun Zonasi TNTC dengan tujuan kepentingan multi stakeholder terhadap kawasan dapat terpenuhi tanpa mengesampingkan aspek kelestarian kawasan. Zonasi yang dibuat untuk kawasan TNTC dibagi men-jadi 7 yaitu zona inti, zona perlindungan bahari, zona rimba, zona pemanfaatan pariwisata, zona pem-anfaatan umum, zona tradisional dan zona khusus.

Page 44: Tritonis Edisi I 2014

B I O D I V E R S I T Y

P a g e 4 4 B u l e t i n t r i t o n i s

M o n i t o r i n g M a n g r o v e d i P u l a u A n g g r o m e o s

Potensi virgin mangrove di bagian selatan Teluk Cenderawasih…. M. Tasdiq*)

angrove didefinisikan sebagai hutan yang tum-buh pada tanah lumpur alluvial di daerah pan-tai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang

surut air laut dan terdiri atas jenis-jenis pohon Avicen-nia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceripos, Lum-nitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Agiceraras, Scyphy-phora dan Nypa (Soerianegara 1987 dalam Ruslia Noor 1999). Sejauh ini di Indonesia tercatat setid-aknya 202 jenis tumbuhan mangrove, meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis paku. Umumnya mangrove dapat ditemukan di seluruh kepulauan Indonesia, khusus di wilayah Papua man-grove ini dapat ditemui hampir di seluruh pesisir pan-tai pulau induk maupun pulau-pulau kecil.

Salah satu mangrove yang ada di Papua ada-lah mangrove yang berada di kawasan Taman Nasion-al Teluk Cendewrawasih. Mangrove di kawasan ini merupakan sumberdaya alam yang memberikan manfaat baik secara ekonomis maupun ekologis kepada masyarakat sekitarnya.

Kondisi mangrove yang ada di kawasan Teluk Cenderawasih rata-rata masih cukup baik. Salah satunya yang berada di Pulau Anggromeos. Mangrove di pulau ini termasuk ke dalam zona inti Taman Na-sional Teluk Cenderawasih. Lokasinya berada di sebe-lah tenggara Pulau Anggomeos dan merupakan dae-rah pantai yang selalu terpengaruh pasang surut dan memiliki tanah yang berlumpur.

Berdasarkan hasil monitoring mangrove di Pu-lau Anggromeos tahun 2013 diketahui ada 14 (empat

belas) jenis mangrove yang terdiri atas Acrostichum aureum, Avicennia alba, Avicennia lanata, Avicennia marina, Bruguiera cylindrical, Bruguiera gymnorrhi-za, Heritiera littoralis, Nypa fruticans, Sonneratia alba, Sonneratia caseolaris, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa dan Xylo-carpus granatum. Jenis-jenis yang ditemukan terse-but tidak berbeda dengan hasil inventarisasi man-grove di Pulau Anggromeos tahun 2011.

Dari hasil penghitungan hasil survey di lapan-

gan (tabel 1), diketahui nilai INP tertinggi untuk

tingkat semai ada pada jenis Rhizopora mucronata

sebesar 81,98 % diikuti oleh jenis Sonneratia case-

olaris dengan nilai 45,01 % dan Sonneratia alba

sebesar 25,70 %. Kemudian pada tingkat belta,

nilai INP tertinggi secara berurutan adalah jenis Rhi-

zopora mucronata (59,31%), Sonneratia caseolaris

(37,48%) dan Rhizopora apiculata (25,23%).

Sedangkan pada tingkat pohon peringkat 3 besar

nilai INP tertinggi ditempati oleh Sonneratia case-

olaris (75,94), Rhizopora mucronata (72,06) dan

Sonneratia alba (49,12).

Nilai indeks keanekaragaman pada tingkatan

semai dan belta berada pada angka 2,00 dan ting-

kat pohon sebesar 2,66 sehingga dapat disimpulkan

bahwa kelimpahan jenis mangrove di Pulau Ang-

gromeos masuk dalam kategori sedang. Di lokasi

pengamatan juga ditemui beberapa jenis tumbuhan

Page 45: Tritonis Edisi I 2014

P a g e 4 5 E d i s i I A p r i l 2 0 1 4

*)PEH Pelaksana Pada BBTNTC

B I O D I V E R S I T Y … .

kawasan ini. Dan yang tidak kalah pentingya adalah

dengan menongkatkan kesadaran masyarakat

sekitar tentang pentingnya manfaat hutan mangrove

bagi kehidupan makhluk hidup.  

− ☼ − 

Daftar Pustaka

BBTNTC.a, Tim. 2005. Identifikasi dan Inventarisasi Hutan Pulau Anggromeos Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Balai Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Manokwari.

BBTNTC.b, Tim. 2011. Inventarisasi dan Identifikasi Mangrove di Pulau Anggromeos. Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Manokwari.

Noor, Y. R., M. Khazali dan I. N. N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Ditjen PHKA dan Wetlands International. Jakarta.

Santoso, N., bayu N. C, A. Faisal Siregar. Teknik Inventarisasi dan Analisis Data Potensi Sumber Daya Hutan Mangrove.

dan biota laut yang berasosiasi dengan mangrove

seperti jenis anggrek (dendrobium sp), sarang semut,

tumbuhan paku, kepiting, ikan gelodok dan lamun

(seagrass). Sering pula terlihat masyarakat serta

para nelayan yang berasal dari kampung-kampung

terdekat dari pulau anggromeos ini singgah berteduh

dan berisitirahat di pantai pulau ini.

Secara umum kondisi hutan mangrove di Pulau

Anggromeos dalam kondisi yang baik dan terjaga,

karena dari hasil pengamatan tidak terdapat

kerusakan fisik yang terlihat di sekitar areal hutan

mangrove. Dari hasil perbandingan data tahun 2011

dengan 2013 ini tidak terdapat perubahan baik

secara kwantitas dan kwalitas kondisi vegetasi hutan

mangrove di Pulau tersebut. Kegiatan monitoring

terhadap hutan mangrove khususnya di Pulau Ang-

gromeos dan secara umum di Kawasan Taman Na-

sional Teluk Cenderawasih perlu secara intensive

terus dilakukan, untuk memperbaharui data serta

mengetahui kondisi terakhir hutan mangrove di

NO NAMA JENIS INP (%)

Semai Belta Pohon

1 2 3 4 5

1 Acrostichum aureum 0,00 10,31 0,00 2 Avicennia alba 0,00 0,00 4,47 3 Avicennia lanata 0,00 0,00 3,10 4 Avicennia marina 13,19 13,10 39,76 5 Bruguiera cylindrical 0,00 3,76 2,21 6 Bruguiera gymnorrhiza 7,89 11,28 7,19 7 Heriteira littoralis 0,00 0,00 6 8 Nypa fruticans 3,67 6,55 0,00 9 Sonneratia alba 25,70 19,77 49,12

10 Sonneratia caseolaris 45,01 37,48 75,94 11 Rhizopora apiculata 17,81 25,23 19,78 12 Rhizopora mucronata 81,98 59,31 72,06 13 Rhizopora stylosa 4,76 10,43 4,70 14 Xylocarpus granatum 0,00 2,79 16

JUMLAH 200 200 300

Tabel 1. Indeks Nilai Penting (INP)

Page 46: Tritonis Edisi I 2014

S E R B A S E R B I

P a g e 4 6 B u l e t i n t r i t o n i s

K e p e k a a n S o s i a l d i S e k i t a r K i t a

Seberapa berani kita belajar mengnstrospeksi diri…. Rini Purwanti, S.Si*)

Biasanya saat saya mudik (pulang) ke rumah menjadi sarana silaturahmi ke sanak saudara, teman dan kerabat, selain belanja barang yang diperlukan. Pada suatu hari saya mau pergi ke kota Solo (Surakarta) untuk suatu keperluan. Sebelum berangkat ke Solo, orang tua saya berpesan untuk dibelikan roti sebagai oleh-oleh. Dan saya mengiyakannya. Kemudian saya berangkat ke Solo dengan ditemani oleh 2 (dua) orang keponakan saya.

Setelah selesai keperluan di Solo, kami pulang sekitar jam 19.00 WIB dan tidak lupa untuk membelikan roti untuk ibu dan bapak di rumah. Di tengah perjalanan pulang, ada mobil jualan roti yang cukup terkenal di kota Solo, kemudian saya turun untuk membelikan roti untuk bapak dan ibu. Pada waktu saya turun membeli roti, kedua keponakan saya spontan ikut turun, tapi mereka berdua bukan bermaksud untuk membeli roti. Tetapi menghampiri bapak-bapak tua. Ternyata ada seorang bapak-bapak penjual tape singkong dengan dagangan tapenya dipikul. Kemudian setelah saya membeli roti, saya bergabung dengan 2 keponakan saya. Bapak penjual tape singkong kemungkinan umurnya sekitar 70 tahun, dan sampai pukul jam 7 malam dagangan tapenya masih satu wadah (tempat) dan masih banyak jumlahnya.

Keponakan saya membeli semua tape singkong yang ada sambil bertanya ke bapak penjual tape tersebut, rumahnya dimana dan bapak tersebut menjawab rumahnya di Boyolali. Boyolali merupakan sebuah kabupaten yang letaknya sebelah barat kota Solo. Dan dari informasi bapak tersebut, beliau berjualan dari pagi hari dan kalau sudah habis baru pulang ke rumahnya di Boyolali.

Keponakan saya membeli semua tape yang tersisa dengan memberikan uang 50 ribu rupiah. Kata keponakan saya, kasihan bapaknya sudah tua dan sudah malam tapi dagangannya belum habis. Mereka berdua terharu melihat ada bapak-bapak tua yang masih bekerja dan kasihan dagangannya masih banyak. Pas pulangnya saya sempat berfikir, tape sebanyak itu untuk apa dan siapa. Tapi alhamdulillah

di rumah kakak saya ada beberapa orang yang bekerja, jadi tape sebanyak itu tidak terbuang percuma atau mubadzir. Karena kalau untuk makan sendiri pasti tidak akan habis dalam waktu sehari atau dua hari.

Dari kejadian tersebut saya belajar bahwa yang tadinya saya sudah senang membelikan roti kedua orang tua (walaupun bukan datang dari inisiatif sendiri) dan sudah merasa berbuat baik untuk kedua orang tua saya. Namun, setelah melihat tindakan spontan (ketulusan) kedua keponakan saya, saya jadi malu dan harus introspeksi diri lagi karena telah merasa berbuat baik. Terima kasih kepada malaikat kecilku, semoga kalian tetap menjadi pribadi yang peka dan peduli pada sesama. Dan semoga saya juga terus terasah untuk peka dan peduli dengan lingkungan sekitar. Aamiin

*)PEH Pertama Pada BBTNTC

Page 47: Tritonis Edisi I 2014

P i m p i n a n d a n s e g e n a p s t a f f r e d a k s i B u l e t i n T r i t o n i s

m e n g u c a p k a n s e l a m a t d a n s u k s e s a t a s k e b e r h a s i l a n b a l a i b e s a r

t a m a n n a s i o n a l t e l u k c e n d e r a w a s i h s e b a g a i j u a r a u m u m

l o m b a p e r i n g a t a n h a r i b h a k t i r i m b a w a n k e - 3 1 d i p a p u a b a r a t

U C A P A N

P a g e 4 7 E d i s i I A p r i l 2 0 1 4

Imam Setyo Hartanto, S.Hut dengan Yuliana Kurnia Putri, S.P.si pada tanggal 29 Desember 2013

Farida Queen Mafira, putri Bapak Sahiruddin

Nabel Rayyan Nareshwara, putra Bapak Seha Rizqon, S.Pt dan Ibu Ida Subegti

Najma Danendranatha Arkaan, putra Bapak Nofi Sugianto, S.Hut., M.Ec.Dev, M.A

Page 48: Tritonis Edisi I 2014

Scan QR Code disamping ini Untuk mengunduh Buletin Tritonis versi .pdf.