transmisi budaya

18
BAB I PENDAHULUAN

description

transmisi budaya

Transcript of transmisi budaya

Page 1: transmisi budaya

BAB I PENDAHULUAN

Page 2: transmisi budaya

BAB II PEMBAHASAN

A. Kebudayaan dan Sub-Budaya

Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang telah berkembang secara historis

dan memiliki organisasi dan struktur yang berkembang terus menerus yang dipelajari

oleh anggota-anggota suatu masyarakat. Sistem gagassan yang bersumber dari akal

manusia itu melahirkan bentuk-bentuk tingkah laku berpola dan berbagai jenis

kebudayaan materil. Karena itu secara analitis Koentjaraningrat (1985: 64-76)

mengemukakan adanya tiga wujud kebudayaan, yaitu :

1. Wujud kompleks ide-ide

Wujud ini ada dalam fikiran anggota-anggota suatu masyarakat atau bila telah

dituangkan dalam berbagai media, maka akan ditemui dalam berbagai media

cetak atau media elektronik. Dalam masyarakat seringkali wujud ideal

kebudayaan ini dinamakan adat tata kelakuan atau adat saja. Kebudayaan ideal

ini berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan, dan

memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat.

Wujud ideal ini akan berbentuk nilai, norma, hukum dan peraturan-peraturan.

Nilai adalah bentuknya yang paling abstrak dan luas cakupannya sedang aturan

sopan santun adalah yang paling konkrit, dan sempit ruang lingkupnya.

2. Wujud kompleks aktivitas kelakuan berpola

Wujud kedua dari kebudayaan adalah tingkah laku nyata yang berpola yang

dapat diamati dalam aktivitas-aktivitas anggota-anggota masyarakat yang

berinteraksi, berhubungan, dan bergaul berdasarkan tuntunan nilai, norma,

peraturan atau adat istiadat tertentu. Kelakuan berpola ini seringkali dinamakan

sistem sosial yang secara konkrit dapat diamati, didokumentasi, dan difilmkan.

Page 3: transmisi budaya

3. Wujud benda-benda hasil karya manusia

Wujud kebudayaan yang ketiga adalah hasil karaya anggota-anggota suatu

masyarakat dan semua benda-benda yang mempunyaimakna dalam kehidupan

suatu kelompok atau suatu masyarakat.

Dalam membahas dan menganalisa kebudayaan perlu dipahami konsep “sub-

culture”, yaitu sebuah unit dalam sebuah kebudayaan yang lebih besar, sebuah unit

yang memiliki beberapa hakekat dari ideologi sebuah kebudayaan yang ebih besar

tetapi dapat sikenal secara khusus karena ia memilikipola-pola berpikir

tersendiri.dengan demikian dalam pembicaraan mengenai kebudayaan dunia da orang

yang membuat kategori sub-budaya Timur dan sub-budaya Barat.

Dalam sebuah masyarakat majemuk berbagai sub-budaya akan dapat pula

ditemui.umpamanya dalam masyarakat Amerika Serikat akan ditemui sub-budaya yang

berasal dari adanya perbedaan asal usul etnis dan ras. Akan ada pulasub-budaya yang

berdasarkan kepada sex dan umur, daerah dan kelas sosial. Dalam konteks sub-budaya

yang didasarkan atas umur akan ditemui adanya sub-budaya murid-murid Sekolah

Dasar, Sekolah Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Antara berbagai sub-udaya dalam

satu masyarakat terdapat saling hubungan, baik dalam bentuk kerja sama, persaingan,

penyeragaman dan pemeliharaan ketakseragaman.

Pemahaman konsep sub-budaya ini mempunyai arti penting, karena bisa terjadi

adanya jurang yang terdapat dalam transmisi budaya pada suatu sistem persekolahan,

karena para guru mungkin berasal dari suatu sub-budaya yang dominan, sedang siswa-

siswa berasal dari kelompok-kelompok sub-budaya yang lain. Hal ini dapat

menimbulkan kesukaran-kesukaran dalam pencapaian tujuan pendidikan yang telah

direncanakan.

Page 4: transmisi budaya

B. Transmisi Budaya dan Pendidikan

Dalam kepustakaan yang berhubungan dengan penyampaian kebudayaan dari

satu generasi ke generasi berikutnya ditemui berbagai istilah yang dipakai secara

bergantian, tumpang tindih, dan secara khusus. Istilah-istilah tersebut adalah

enculturation, socialization, education dan schooling. Secara sederhana mungkin dapat

diterjemahkan dengan pembudayaan, pemasyarakatan, pendidikan dan persekolahan.

Tetapi secara ilmiahnya istilah-istilah tersebut telah mendapat pengertian-pengertian

tertentu yang perlu dijelaskan sehingga bermanfaat untuk kepentingan pemahaman

gejala-gejala pendidikan.

Yang pertama kali menjelaskan konsep enculturation adalah Herskovits yang

menyamakannya dengan socialization. Herskovits (1964: 325) meyatakan: “Aspek-

aspek dari pengalaman belajar yang memberi ciri khusus atau yang membedakan

manusia dari makhluk lain, dan dengan menggunakan pengalaman-pengalaman ini

sejak awal kehidupan dan dalam kehidupan selanjutnya, dia memperoleh kompetensi

dalam kebudayaannya, dinamakan enculturation”. Pada hakekatnya enkulturasi adalah

proses pelaziman secara sadar atau tidak sadar yang dilakukan dalam batas-batas yang

diizinkan oleh suatu kebudayaan. Menurut Herskovits proses enkulturatif bersifat

kompleks dan berlangsung seumur hidup, tetapi proses tersebut berbeda-beda pada

berbagai tahap dalam lingkaran kehidupan seseorang.

Kesamaan dari konsep enkulturasi dengan konsep sosialisasi terlihat dari

pernyataan Herkovits yang mengatakan bahwa sosialisasi menunjukkan proses

pengintegrasi individu ke dalam sebuah kelompok sosial, sedang enkulturasi adalah

proses yang menyebabkan individu memperoleh kompetensi dalam kebudayaan

kelompok. Untuk dapat mengintegrasikan diri sebagai anggota kelompok diperlukan

sebagai kompetensi budaya. Jadi dari kenyataan ini terlihat bahwa sosialisasi adalah

Page 5: transmisi budaya

sinonim dari enkulturasi. Sosialisasi lebih umum dipakai oleh sosiolog dan psikolog

sedang enkulturasi seringkali dipakai oleh antropolog. Keduanya mengungkapkan

fenomena yang sama, yaitu proses penyampaian kompetensi budaya supaya dapat hidup

sebagai anggota suatu masyarakat.

Bagi Herskovit pendidikan (education) adalah “directed learning” dan

persekolahan (schooling) adalah “formalized learning”. Dalam masyarakat dewasa ini

orang lebihbanyak berbicara tentang pendidikan dan persekolahan. Hansen (1979: 28)

menyatakan “Pendidikan (education) merupakan sub-bagian dari enkulturasi: usaha

yang disengaja dan bersifat sistematis untuk menyampaikan keterampilan-keterampilan

dan pengetahuan, kebiasaan berpikir dan bertingkah laku yang dituntut harus dimiliki

oleh para pelajar sebagai anggota baru”. Sedangkan persekolahan (schooling)

merupakan pendidikan yang dilembagakan. Dengan kata lain, berdasarkan skala

keluasannya, maka yang paling luas cakupannya adalah enkulturasi, berikutnya

pendidikan sebagai bagian dari enkulturasi, dan terakhir persekolahan terkandung

proses belajar. Hal tersebut logi sekali, karena kebudayaan diperolah dengan belajar

(learning).

Dengan menggunakan “learning” sebagai istilah kunci Wallace (1973: 230-249)

mendefenisikan persekolahan sebagai “learning” yang dilakukan di sekolah; dan sebuah

sekolah adalah sebuah institusi yang secara sengaja dan sistematik berusaha merubah

sekelompok orang yang punya perhatian yang sama dikumpulkan di tempat dan selama

waktu tertentu dari kondisi ketidaktahuan ke kondisi pencerahan (berpengetahuan),

berkepanaian, bermoral, berpengetahuan teknis dan berketerampilan. Pendidikan adalah

semua learning yang diperoleh dari membaca atau mendengar presentasi simbolis yang

disiapkan secara formal. Enkulturasi adalah semua “learning” (pengetahuan) yang

diharuskan dikuasai seseorang dengan status tertentu sebagai seorang anggota

Page 6: transmisi budaya

masyarakat yang mendukung kebudayaan tertentu, dan dengan demikian mencakup

semua yang diperoleh di persekolahan dan pendidikan serta keterampilan dasar.

Dalam literatur pendidikan dewasa ini dikenal pula istilah pendidikan formal,

informal dan non-formal. Pendidikan formal adalah sistem pendidikan yang disusun

secara hirarkis dan berjenjang secara kronologi mulai dari sekolah dasar sampai ke

universitas, dan disamping pendidikan akademis umum termasuk pula bermacam-

macam program-program dan lembaga-lembaga umtuk pendidikan kejuruan teknik dan

profesional. Pendidikan formal sama dengan “schooling” yang disebut di atas.

Sedangkan pendidikan informal adalah pendidikan seumur hidup yang

memungkinkan individu memperoleh sikap-sikap, nilai-nilai, keterampilan-

keterampolan dan pengaruh-pengaruh serta sumber-sumber yang ada di lingkungannya

dari keluarga, tetangga, dari bekerja dan bermain, dari pasr, dari perpustakaan dan

media masa. Label informal berasal dari kenyataan nahwa tipe proses belajarnya

bersifat tidak terorganisasi dan tidak tersistematisasi. Namun demikian pendidikan

informal bertanggung jawab terhadap banyak pengetahuan praktis yang diperoleh

individu selama hidupnya.

Pendidikan non-formal merupakan apa saja kegiatan yang terorganisasi di luar

kerangka sekolah formal atau sistem universitas yang ada yang bertujuan untuk

mengkomunikasi gagasan-gagasan tertentu, pengetahuan, keterampilan-keterampilan,

sikap-sikap dan praktek-praktek sebagai jawaban terhadap kebutuhan yang telah

ditetapkan terlebih dahulu. Pendidikan non-formal memusatkan perhatian kepada

perbaikan kehidupan sosial dan individual dan kemampuan-kemampuan dalam

pekerjaan. Pendidikan non-formal lebih berorientasi terhadap menolong individu-

individu memecahkan masalah mereka, bukan apada penyerapan isi kurikulum tertentu.

Page 7: transmisi budaya

Berbagai saluran atau media pendidikan telah digunakan dalam transmisi

budaya mulai dari keluarga, sekolah, teman sebaya, dan media massa, dan lingkungan

kerja. Tinggal memilih mana yang paling efektif dan efisien untuk menyampaikan

pesan budaya yang diingini sesuai dengan kemampuan yang tersedia.

C. Perkembangan Institusi Pendidikan

Dalam masyarakat manusia pendidikan merupakan gejala yang universal, tetapi

tidak semua masyarakat mempunyai sistem persekolahan atau pendidikan formal.

Setiap masyarakat melatih perkembangan gerakan-gerakan fisik sejak dari kelahiran

seorang bayi. Teknik-teknik yang dipakai akan berpengaruh terhadap perkembangan

struktur kepribadian anak kelak kalau mereka telah dewasa. Semua masyarakat melatih

anak-anak menggunakan media komunikasi, yaitu bahasa. Dan semua masyarakat

melatih anak-anak dan generasi muda meraka menginterpretasikan tingkah laku

sesama anggota masyarakatnya dan mengajar mereka bertindak dalam situasi-situasi

tertentu dan terhadap orang-orang yang punya hubungan-hubungan tertentu sama

lainnya.

Menurut Margaret Mead (1970) “Pendidikan formal diluar keluarga

kelihatannya baru akan dimulai berkembang bila struktur sosial suatu masyarakat

sudah cukup terdiferensiasi sehingga anak-anak dapat memperoleh kedudukan dan

peran yang berbeda dari orang tua mereka”. Dengan demikian pengajaran itu akan

diberikan oleh orang lain yang khusus dilatih untuk itu. Perkembangan persekolahan

juga tergantung kepada faktor-faktor seperti kemampuan suatu masyarakat untuk

membiayai sistem persekolahan.

Dengan adanya faktor-faktor pendorong seperti tersebut di atas, maka dalam

berbagai masyarakat telah berkembang berbagai bentuk sistem persekolahan, termasuk

dalam masyarakat sederhana dengan ekonomi yang masih bersifat subsistensi dan

Page 8: transmisi budaya

belum mempunyai aksara. Pemilikan aksara dapat dipakai sebagai salah satu faktor

kunci dalam menentukan tingkat perkembangan kebudayaan. Bahasa tertulis yang

dimungkinkan oleh adanya aksara telah memunculkan peradaban yang tinggi. Adanya

bahsa tertulis telah memungkinkan suatu masyarakat untuk menumpuk pengalaman,

mengkaji ulang pengalaman-pengalaman dari satu generasi ke generasi berikutnya

yang akan menjurus kepada perkembangan ilmu pengetahuan yang menjadi motor

penggerak perkembangan peradaban umat manusia.

Dalam bentuk lain Don Adam dan G.M Reagan (1972: 26-30) menggambarkan

perkembangan pendidikan dan persekolahan serta hubungannya dengan perkembangan

diferensiasi masyarakat dalam 4 tahap, yaitu:

1. Tahap pertama

Tahap pertama adalah pendidikan dalam masyarakat tanpa aksara.

Pendidikan dalam masyarakat ini ditandai oleh proses belajar yang bersifat

informal dalam keluarga dan hubungan-hubungan yang tersusun antara satu

generasi dengan generasi berikutnya untuk memberikan keterampilan-

keterampilan ekonomi dan perkenalan perilaku sosial yang benar.

2. Tahap kedua

Dalam tahap kedua, sebagian dari proses sosialisasi mulai terdiferensiasi dari

keluarga. Disini para remaja mulai dididik oleh sekelompok orang dewasa

yang sudah terspesialisasi pengetahuan atau keterampilannya.

3. Tahap ketiga

Pada tahap ketiga, ketika masyarakat sudah makin terdiferensiasi dan

masalah seleksi sosial semakin besar, keluarga-keluarga atau kelompok-

kelompok tertentu dalam masyarakat memperoleh kekuasaan yang lebih

Page 9: transmisi budaya

besar, dan pendidikan formal mulai tidak menjadi hak semua anggota

masyarakat.

4. Tahap keempat

Pada tahap keempat, yaitu tahap yang paling majuterlihat hubungan antara

pendidikan dan masyarakat menjadi rumit. Industrialisasi dan peningkatan

diferensiasi masyarakat diukur dengan pembagian kerja, dan spesialisasi

peran menjadi ciri yang utama dari masyarakat. Tahap ini memberikan

beban yang besar kepada persekolahan dalam bentuk pendidikan massal,

persiapan-persiapan bagi bermacam pekerjaan dan seleksi sosial.

Peningkatan pemusatan sistem pendidikan dan perubahan sosial ekonomi yang

direncanakan dan tidak direncanakan terlihat dalam beberapa hal. Sementara kemajuan

telah dibuat ke arah kehidupan moden, pencapaian atau keberhasilan pendidikan makin

terus dikaitkan dengan prestise sosial dan status pekerjaan. Dalam masyarakat masa kini

pendidikan formal kelihatannya menjadi faktor utama bagi mobilitas sosial dalam stu

dan antar generasi.

Fungsi sosial dari persekolahan dalam masyarakat modern adalah:

1. Pengawasan (custodial care)

2. Penseleksi peran sosial (sosial role selection)

3. Indoktrinasi (indoctrination)

4. Pendidikan (education)

Persekolahan yang dianggap sebagai sebuah industri menghasilkan:

1. Ilmu pengetahuan (knowledge)

2. Keterampilan (skills)

3. Jasa pengawasan (custodial care)

4. Sertifikasi (sertication)

5. Kegiatan komunitas (community activity)

Page 10: transmisi budaya

Walaupun hakekat yang tepat dari kontribusi pendidikan terhadap modernisasi

dan pembangunan masih diperdebatkan namun yang jelas adalah barangkali sedikit

sekali (kalau ada) pertentangan menyangkut generalisasi bahwa masyarakat modern dan

maju memerlukan dukungan sistem pendidikan yang berkembang dengan baik. Tingkat

pendidikan di negara-negara maju merupakan elemen penting dalam memelihara

tingkat pembangunan yang tinggi.

Page 11: transmisi budaya

BAB III

PENUTUP

Page 12: transmisi budaya

DAFTAR PUSTAKA

A.F.C. Wallace. 1973. Schools in Revolutionary and Conservative Societies. Boston:

Brown Company.

Don Adam dan G.M. Reagan. 1972. Schooling and Social Change in Modern America.

New York: David Mckay Company.

J.F. Hansen. 1979. Socio Cultural Perspectives on Learning. Englewood Cliffs: Prentice

Hall.

Koentjaraningrat. 1985. Persepsi Tentang Kebudayaan Nasional. Jakarta: Gramedia.

Margareth Mead. 1970. Our Educational Emphasis in Primitive Perspectives. Austin:

University of Texas Press.

M.J. Herskovits. 1964. Cultural Dynamics. New York: Alfred A Knopf.