Tra Koma
-
Upload
adisti-lenggogeni -
Category
Documents
-
view
218 -
download
2
description
Transcript of Tra Koma
Tugas Mikrobiologi FarmasiTrakoma – Chlamydia
Trachomatis
OLEH :
ADISTI LENGGOGENI PUTRI(1411011049)
Kelas Fakultas Farmasi
Universitas AndalasTRAKOMA
Trachoma (Yunani Kuno: "mata kasar") adalah penyakit mata menular, dan
penyebab utama kebutaan menular di dunia. Secara global, 84 juta orang
menderita infeksi aktif dan hampir 8 juta orang tunanetra sebagai akibat dari
penyakit ini. Secara global hasil penyakit ini dalam cacat cukup.
Domain: Bacteria
Phylum: Chlamydiae
Class: Chlamydiae
Order: Chlamydiales
Family:
Chlamydiaceae
Genus: Chlamydia
Species: C.
trachomatis
Penyebab Trakoma
Trachoma disebabkan oleh Chlamydia trachomatis dan menyebar
melalui kontak langsung dengan mata, hidung, dan sekresi tenggorokan dari
individu yang terkena, atau kontak dengan fomites (benda mati), seperti
handuk dan / atau waslap, yang memiliki yang sama kontak dengan sekret.
Lalat juga dapat menjadi rute transmisi mekanis. Tidak diobati, infeksi
trachoma berulang mengakibatkan entropion-bentuk kebutaan permanen
menyakitkan ketika kelopak mata berbalik ke dalam, menyebabkan bulu
mata untuk menggaruk kornea. Anak-anak yang paling rentan terhadap
infeksi karena kecenderungan mereka untuk dengan mudah mendapatkan
kotor, tetapi efek menyilaukan atau gejala yang lebih parah seringkali tidak
dirasakan sampai dewasa.
Membutakan trachoma endemik terjadi di daerah dengan kebersihan
pribadi dan keluarga miskin. Banyak faktor yang tidak langsung terkait
dengan keberadaan trachoma termasuk kekurangan air, tidak adanya
jamban atau toilet, kemiskinan secara umum, lalat, dekat dengan sapi,
berkerumun dan sebagainya. Namun, jalur akhir yang umum tampaknya
kehadiran wajah kotor pada anak-anak yang memfasilitasi pertukaran sering
debit mata terinfeksi dari wajah satu anak yang lain. Transmisi yang paling
trachoma terjadi dalam keluarga.
Tanpa intervensi, trachoma terus keluarga terbelenggu dalam siklus
kemiskinan, sebagai penyakit dan jangka panjang efek diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya.
Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Penyakit Trachoma
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit
dan persebarannya yang meluas. Beberapa di antaranya adalah:
1. Kualitas sanitasi dan air
2. Personal hygiene
3. Kemiskinan
4. Kepadatan penduduk
Faktor utama yang mempengaruhi persebaran penyakit adalah
kualitas sanitasi dan personal hygene manusia. Hal ini karena penyakit ini
sebagian besar ditularkan lewat pajanan manusia-manusia atau lewat lalat
sebagai vektor. Seseorang penderita trachoma memiliki peluang sangat
besar dalam menularkan penyakit ini. Ketika ada salah satu bagian
tubuhnya, tisu, atau sapu tangan yang digunakan untuk menyapu matanya
maka pada saat itu juga bakteri berpindah dari sumber (mata penderita) ke
media perantara (tangan, tisu, sapu tangan). Ketika ada orang yang
bersalaman dengan tangan yang telah mengandung bakteri chlamidia
kemudian dia menggunakannya untuk mengucek matanya padahal dia
belum mencuci tangannya maka pada saat itu juga penyakit mulai
menyebar.
Lingkungan yang sanitasinya tidak terjaga memungkinkan lalat untuk
berkembang biak dengan baik. Lalat dapat menjadi vektor trachoma. Lalat
dapat hinggap di mata penderita. Agen yang menempel di tubuh lalat akan
dibawanya ke tempat lain,misalnya tempat penampungan air, tangan orang
yang sehat, atau bahkan langsung hinggap di mata orang yang sehat. Agen
kemudian tersentuh oleh tangan orang sehat. Jika orang tersebut personal
hygienenya kurang terjaga maka ia akan menggunakan tangannya yang
tadinya dihinggapi lalat dan mengucek matanya. Pada saat itu agen mulai
tersebar di orang yang baru. Hal yang sama akan terjadi lewat tisu atau
saputangan yang terpajan, air, dan sebagainya.
Klasifikasi
Masa inkubasi rata – rata 7 hari ( berkisar antara 5 sampai 14 hari )
dan berawal sebagai kemerahan pada mata, yang jika tidak diobati bisa
menjadi penyakti kronis dan menyebabkan pembentukan jaringan parut.
· Gejala Subyektif
Secara subyektif trakoma dibagi menjadi dua yaitu fase akut dan fase
kronis, tetapi tanda akut dan kronis dapat muncul dalam waktu yang
bersamaan dalam satu individu. Gejala nya yaitu : Fotofobia, mata gatal dan
mata berair
· Gejala Objektif Penyakit ini terbagi menjadi 4 stadium
Stadium I : Stadium insipien atau permulaan, ditandai dengan adanya folikel
di konjungtiva tarsal superior. Pada kornea di daerah limbus superior ada
keratitis pungtata epitel dan subepitel. Ada titik – titik hijau pada defek
kornea yang menandakan ada kelainan pada kornea kita.
Stadium II : Stadium established atau nyata, ada folikel – folikel di
konjungtiva tarsal superior dan beberapa folikel sudah matur berwarna lebih
abu – abu. Selain itu, pada kornea ada keratitis superficial dan
neovaskularisasi, yaitu pembuluh darah baru yang berjalan dari limbus
kearah kornea bagian atas. Susunan keduanya biasa disebut pannus.
Stadium III : Stadium parut. Pada stadium ini mulai terbentuk sikatrik pada
folikel konjungtiva tarsal superior yang ditandai dengan garis putih halus.
Pannus di kornea lebih terlihat nyata. Di stadium ini juga akan terlihat
trikiasis sebagai penyulit.
Stadium IV : Stadium trakoma sembuh (healed). Folikel di konjungtiva tarsal
superior tidak ditemukan lagi di stadium ini, yang ada hanya sikatrik. Pannus
pun juga tidak aktif lagi. Dapat dijumpai komplikasi berupa entropion
sikatrisial, yaitu tepi kelopak mata atas melengkung ke dalam yang
disebabkan oleh sikatrik pada tarsus. Pada entropion, deretan bulu mata ikut
melengkung ke dalam ( trikiasis) dan menggosok bola mata. Terjadi ulkus
kornea karena bulu mata yang mengakibatkan kerusakan pada kornea.
Apabila tidak diobati, ulkus kornea dapat menjadi lebih dalam dan terjadi
perforasi kornea. Terbentuk Herbert Peripheral Pits di folikel pada limbus
yang mengalami sikatrisasi.
· Gejala Obyektif menurut WHO
1. Trakoma Folikular (TF)
Trakoma dengan adanya 5 atau lebih folikel dengan diameter 0,5 mm
didaerah sentral konjungtiva tarsal superior. Bentuk ini umumnya
ditemukan pada anak-anak, dengan prevalensipuncak pada 3-5 tahun.
2. Trakoma Inflamasi berat (TI)
Ditandai konjungtiva tarsal superior yang menebal dan pertumbuhan
vaskular tarsal. Papil terlihat dengan pemeriksaan slit lamp.
3. Sikatrik Trakoma (TS)
Ditandai dengan adanya sikatrik yang mudah terlihat pada
konjungtivatarsal. Memiliki resiko trikiasis ke depannya, semakin
banyak sikatrik semakinbesar resiko terjadinya trikiasis
4. Trikiasis (TT)
Ditandai dengan adanya bulu mata yang mengarah ke bola mata.
Potensial untuk menyebabkan opasitas kornea.
5. Opasitas Kornea (CO)
Ditandai dengan kekeruhan kornea yang terlihat di atas pupil.
Kekeruhan kornea menandakan prevalensi gangguan visus atau
kebutaan akibat trakoma.
Selain itu, ada juga pendapat dari Mac Callan tentang gambaran klinik
trakoma ini yaitu sebagai berikut :
Klasifikasi dan Stratifikasi Trakoma menurut Mac Callan
Stadium Nama Gejala
Stadium I Trakoma Insipien Folikel Matur, hipertrofi
papilar minimal
Stadium II Trakoma Folikel matur pada
dataran tarsal atas
Stadium IIA Dengan hipertrofi
folikular yang menonjol
Keratitis, Folikel limbal
Stadium IIB Dengan hipertrofi
papilar yang menonjol
Aktivitas kuat dengan
folikel matur tertimbun
di bawah hipertrofi
papilar yang hebat
Stadium III Trakoma memarut
(sikatrik)
Parut pada konjungtiva
tarsal atas, permulaan
trikiasis, entropion
Stadium IV Trakoma sembuh Tak aktif, tak ada
hipertrofi papilar atau
folikular, parut dqalam
bermacam derajat
variasi
Epidemiologi Penyakit Trakoma
Trachoma adalah penyakit infeksi yang dapat menyebabkan kebutaan
bagi penderitanya. Penyakit ini disebabkan oleh tersebarnya bakteri
Chlamydia trachomatis di tempat-tempat yang kualitas sanitasinya buruk
dan kualitas air yang tidak adekuat. Bakteri-bakteri ini kemudian tersentuh
oleh tangan manusia, menempel di tubuh lalat, atau tempat-tempat lain
yang nantinya mengontaminasi mata orang yang sehat. Infeksi oleh bakteri
ini dapat menyebabkan munculnya jaringan parut pada kornea mata. Pada
awalnya, terbentuk reaksi infeksi inflamasi pada bagian kelopak atas. Reaksi
inilama-kelamaan membuat kelopak mata mengerut dan menyempit.
Kelopak yang membentuk jaringan parut ini lama-kelamaan semakin ke
dalam hingga pada akhirnya menutupi kornea. Ketika kornea tertutupi
jaringan parut maka si penderita mulai mengalami kebutaan. Dalam setiap
kedipan mata, bulu mata akan menggaruk kornea dan membuat penderita
menderita. Kondisi ini disebut trichiasis. Chlamydia trachomatis adalah
bakteri intraseluler yang hanya bisa berpoliferasi di dalam sel host
eukariotik. Di luar sel inang, C. trachomatis membentuk badan elementer
berupa spora analogus. Ketika spora ini berada dalam sel inang, badan
elementernya (BE) akan berubah/berdiferensiasi menjadi badan retikulat
(BR), yaitu bentuk non infeksius dari Chlamydia. Setelah beberapa saat
berada di dalam sel, BR akan mengalami replikasibinary fusion dan kembali
ke bentuk BE. Biasanya EB akan menempati sebagian besar sitoplasma di
dalam sel.
EB kemudian membuat sel-sel inang mengalami lisis. Sel asli yang hancur
diganti dengan jaringan parut oleh mekanisme alami dalam tubuh manusia.
Reservoir penyakit ini adalah manusia. Cara penularanmelalui kontak
langsung dengan discharge yang keluar dari mata yang terkena infeksi atau
dari discharges nasofaring melalui jari atau kontak tidak langsung dengan
benda yang terkontaminasi, seperti handuk, pakaian dan benda-benda lain
yang dicemari discharge nasofaring dari penderita. Lalat, terutama Musca
sorbens di Afrika dan Timur Tengah dan spesies jenis Hippelates di Amerika
bagian selatan, ikut berperan pada penyebaran penyakit.
Pada anak-anak yang menderita trachoma aktif, chlamydia dapat
ditemukan dari nasofaring dan rektum. Akan tetapi, di daerah endemis untuk
serovarian dari trachoma tidak ditemukan reservoir genital. Masa inkubasi 5
sampai dengan 12 hari. Masa penularan berlangsung selama masih ada lesi
aktif di konjungtiva dan kelenjar-kelenjar adneksa maka selama itu
penularan dapat berlangsung bertahun-tahun. Konsentrasi organisme dalam
jaringan berkurang banyak dengan terbentuknya jaringan parut, tetapi
jumlahnya akan meningkat kembali dengan reaktivasi dari penyakit dan
terbentuknya discharge kembali. Penderita tidak menular lagi 1-3 hari
setelah diberi pengobatan dengan antibiotika sebelum terjadinya perbaikan
gejala klinis.
Gambar Trakoma
Gejala Trakoma
Bakteri ini memiliki masa inkubasi dari 5 sampai 12 hari setelah
seseorang mengalami gejala konjungtivitis atau iritasi mirip dengan “mata
merah muda.” Endemik kebutaan trakoma merupakan hasil dari beberapa
episode reinfeksi yang menghasilkan peradangan terus-menerus pada
konjungtiva. Tanpa reinfeksi, peradangan akan berangsur-angsur mereda.
Peradangan konjunctiva disebut “trachoma aktif” dan biasanya terlihat pada
anak-anak, terutama anak-anak pra sekolah (dasar). Hal ini ditandai dengan
benjolan putih di permukaan bawah tutup mata atas (conjunctival folikel
atau pusat-pusat germinal limfoid). Non-peradangan dan penebalan tertentu
sering dikaitkan dengan papila. Folikel mungkin juga muncul di
persimpangan kornea dan sclera (limbal folikel). Trakoma aktif akan sering
menjengkelkan dan memiliki cairan berair. Infeksi sekunder bakteri dapat
terjadi dan menyebabkan discharge purulen.
Perubahan-perubahan struktural trakoma disebut sebagai “cicatricial
trakoma”. Ini termasuk jaringan parut di tutup mata (konjungtiva tarsal)
yang mengarah pada distorsi tutup mata dengan tekuk dari tutup (Tarsus)
sehingga muncul bulu mata gosok pada mata (trichiasis). Bulu mata ini akan
mengakibatkan kekeruhan kornea dan bekas luka dan kemudian mengarah
ke kebutaan. Bekas luka linear hadir dalam sulkus subtarsalis disebut ‘garis
Arlt’s’. Selain itu, pembuluh darah dan jaringan parut dapat menyerang
bagian atas kornea (pannus).
Lebih lanjut gejala termasuk:
1. Keluarnya cairan kotor dari mata – bukan air mata (emisi atau sekresi cairan
yang mengandung lendir dan nanah dari mata)
2. Pembengkakan kelopak mata
3. Trichiasis (berbalik-nya bulu mata)
4. Pembengkakan kelenjar getah bening di depan telinga
5. Munculnya garis parutan pada kornea
6. Komplikasi pada telinga, hidung dan tenggorokan.
Komplikasi utama atau yang paling penting adalah ulkus (luka/iritasi) pada
kornea karena infeksi bakteri.
Mekanisme Infeksi
Melalui kontak langsung dengan discharge yang keluar dari mata yang
terkena infeksi atau dari discharges nasofaring melalui jari atau kontak tidak
langsung dengan benda yang terkontaminasi, seperti handuk, pakaian dan
benda-benda lain yang dicemari discharge nasofaring dari penderita. Lalat,
terutama Musca sorbens di Afrika dan Timur Tengah dan spesies jenis
Hippelates di Amerika bagian selatan, ikut berperan pada penyebaran
penyakit. Pada anak-anak yang menderita trachoma aktif, chlamydia dapat
ditemukan dari nasofaring dan rektum. Namun didaerah endemis untuk
serovarian dari trachoma tidak ditemukan reservoir genital.
Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dilakukan pertama kali yaitu menemukan tanda dan
gejala dari trakoma. Untuk mengetahui adanya infeksi trakoma, dapat
ditentukan jika sedikitnya dua dari empat gejala ini terpenuhi:
o Terdapat lima atau lebih folikel pada tarsal konjungtiva superior
o Pembentukan jaringan parut pada tarsal konjungtiva superior
o Terdapat keratitis epitel pada limbus superioe
o Adanya pannus
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menemukan C trachomatis.
Pemeriksaan tersebut yaitu:
o Sitologi konjungtiva, yang dilakukan dengan pewarnaan Giemsa.
Pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya sel plasma, sel PMN, dan sel
multinukleat raksasa (sel Leber)
o Deteksi badan inklusi, yang dapat dilakukan dengan pewarnaan Giemsa,
pewarnaan iodin, atau imunofluoresens.
o ELISA, untuk mendeteksi adanya antigen klamidia.
o PCR
o Isolasi bakteri patogen
o Serotyping yang dilakukan dengan mendeteksi antibodi spesifik dengan
metode mikroimunofluoresens.
Cara Pencegahan
Meskipun trakoma dihapuskan dari banyak negara maju dalam abad
terakhir, penyakit ini bertahan di banyak bagian dunia berkembang
khususnya di masyarakat tanpa akses yang memadai terhadap air dan
sanitasi. Dalam banyak masyarakat ini, wanita tiga kali lebih besar daripada
laki-laki akan dibutakan oleh penyakit ini,karena peran mereka sebagai
pengasuh dalam keluarga.
Tanpa intervensi, trakoma keluarga tetap bertahan dalam lingkaran
kemiskinan, karena penyakit dan efek jangka panjang diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya.
Pencegahan yang penting meliputi:
Pembedahan: Bagi individu dengan trichiasis (berbaliknya arah lengkungan
bulu mata ke arah dalam), sebuah prosedur rotasi bilamellar tarsal
dibenarkan untuk mengarahkan bulu mata menjauh dari bola mata.
Terapi antibiotik: Pedoman WHO merekomendasikan jika terjadi endemik
massa (sekitar 10 % dari populasi suatu daerah) maka
perawatan/pengobatan dengan antibiotik tahunan harus terus dilakukan
sampai prevalensi turun di bawah lima persen. Jika prevalensi lebih rendah
dari itu maka pengobatan antibiotik harus berbasiskan keluarga.
Pilihan antibiotik: oral dosis tunggal 20 mg / kg atau topical tetracycline (satu
persen salep mata dua kali sehari selama enam minggu). Azitromisin lebih
disukai karena digunakan sebagai oral dosis tunggal.
Kebersihan: Anak-anak dengan hidung terlihat terlalu berair, okular
discharge, atau lalat di wajah mereka paling tidak dua kali lebih mungkin
untuk memiliki trakoma aktif dibanding anak-anak dengan wajah yang
bersih. Intensif kesehatan berbasis masyarakat untuk mempromosikan
program pendidikan muka-cuci dapat secara signifikan mengurangi
prevalensi trachoma aktif.
Perbaikan lingkungan: Modifikasi dalam penggunaan air, kontrol lalat,
penggunaan jamban, pendidikan kesehatan dan kedekatan dengan hewan
peliharaan semuanya telah diusulkan untuk mengurangi penularan dari C.
trachomatis. Perubahan-perubahan ini menimbulkan banyak tantangan
untuk pelaksanaannya. Agaknya perubahan lingkungan ini pada akhirnya
berdampak pada penularan infeksi okular melalui wajah kurangnya
kebersihan.
Pengobatan
Penatalaksanaan trakoma dapat menggunakan antibiotik sistemik, yaitu:
o Tetrasiklin, yang diberikan secara oral dengan dosis 1-1,5 g/hari yang
dibagi empat dan diberikan selama 3-4 minggu. Obat ini tidak boleh
diberikan pada anak berusia di bawah 7 tahun dan ibu hamil.
o Doksisiklin, yang diberikan secara oral dengan dosis 100mg yang
diberikan 2x sehari dan diberikan selama 3 minggu.
o Eritromisin, yang diberikan secara oral dengan dosis 1g/hari dan dibagi
empat dengan diberikan selama 3-4 minggu.
o Azitromisin, yang diberikan secara oral dengan dosis 1g
Selain terapi yang diberikan secara oral, terdapat terapi antibiotik yang
diberikan secara topikal, yaitu sulfonamid, tetrasiklin, eritromisin, dan
rifampisin. Obat topikal ini diberikan empat kali sehari selama 6 minggu.
Dapat juga dilakukan terapi pembedahan untuk memperbaiki bulu mata
yang berbelok ke arah dalam.
Pada tahun 2020, WHO mencanangkan program SAFE (Surgical care,
Antibiotics, Facial cleanliness, Environmental improvement). Di program ini
WHO lebih menekankan pengobatan melaui terapi dua antibiotik yaitu
azitromisin oraldan salep mata tetrasiklin.
· Azitromisin
Antibiotik ini merupakan drug of choice karena mudah diberikan
dengan s ingledose dan pemberiannya dapat langsung dipantau. Azitromisin
juga memiliki efikasi yang tinggi dan kejadian efek samping yang rendah.
Maka dari itu, azitromisin lebih baik dibandingkan dengan tetrasiklin karena
antibiotik ini juga bisa mengobati infeksi digenital, sistem respirasi, dan kulit.
Penggunaaan antibiotik ini dianjurkan pada orang dewasa 1gr per oral sehari
sedangkan anak – anal 20 mg/kgBB per oral sehari.
· Salep mata tertrasiklin
Penggunaan yang dianjurkan yaitu 3 sampai 4 kali sehari selama dua
bulan. Salep tetrasiklin 1% : mencegah sintesis bakteri protein dengan
bindingdengan unit ribosom 30S dan 50S.
· Apabila terdapat trikiasis, bulu mata harus dicabut agar tidak merusak
kornea.
Nama Penyakit : Trakoma
Nama Obat : Enkacetyn Salep mata
Zat Aktif : Kloramfenikol 10 mg/g
Indikasi : infeksi pada mata seperti trakoma,blefaritis, keratitis,konjungtivis
KontraIndikasi : Penderita sensitive terhadap kloramfenikol
Efek Samping : Kadang timbul reaksi hipersensitif, rasa terbakar, gatal,keme
rahan,ruam kulit
Dosis : sehari 3-4x oleskan pada mata yang sakit
Sumber : ISO
Cara Penanggulangan
Di daerah yang hiperendemis, pemberian pengobatan massal sangat
berhasil dalam menurunkan prevalensi dan beratnya penyakit. Hal ini akan
berhasil jika dilakukan bersama sama dengan penyuluhan tentang
kebersihan perorangan, dan perbaikan sanitasi lingkungan terutama
penyediaan fasilitas air bersih dalam jumlah yang cukup.
DAFTAR PUSTAKA
Hoang-Xuan, Thanh. 2001. Inflammatory Diseases of the Conjunctiva.
Georg Thieme Verlag: USA
Kayser, F.H. 2005. Medical Microbiology. Georg Thieme Verlag:
Germany
Krieglstein, G.K, R.N. Weinreb. 2010. Cornea and External Eye
Diseases. Springer: Germany
Kumar, Surinder. 2012. Textbook of Mycrobiology. Jaypee Brothers
Medical Pulishers: England