TR Fraktur Fix

52
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apeks coccygeus, membentuk skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium costa, dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut saraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh. Tulang belakang merupakan suatu satu kesatuan yang kuat diikat oleh ligament didepan dan di belakang serta dilengkapi diskus intervertebralis yang mempunyai daya absorbsi tinggi terhadap tekanan atau trauma yang memberikan sifat fleksibel dan elastis. Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transportasi ke rumah sakit harus diperlukan dengan hati-hati. Trauma tulang belakang dapat berupa fraktur dan dislokasi, yang dapat disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, terjatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja. 1 Fraktur dan dislokasi tulang belakang Page 1

description

Fraktur Vertebra

Transcript of TR Fraktur Fix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apeks coccygeus, membentuk skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium costa, dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut saraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh. Tulang belakang merupakan suatu satu kesatuan yang kuat diikat oleh ligament didepan dan di belakang serta dilengkapi diskus intervertebralis yang mempunyai daya absorbsi tinggi terhadap tekanan atau trauma yang memberikan sifat fleksibel dan elastis. Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transportasi ke rumah sakit harus diperlukan dengan hati-hati. Trauma tulang belakang dapat berupa fraktur dan dislokasi, yang dapat disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, terjatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja.1BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 1. Anatomi Tulang BelakangKolumna vertebra atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang vertebra atau tulang belakang. Di antara tiap dua ruas antar tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan. Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa mencapai 57-67 cm. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya tulang-tulang terpisah dan 9 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang

Vertebra dikelompokkan dan dinamakan sesuai dengan daerah ditempatinya.

a. 7 vertebra servikal atau ruas tulang bagian leher membentuk daerah tengkuk

b. 12 vertebra thorakalis atau ruas tulang punggung membentuk bagian belakang thorak atau dada

c. 5 vertebra lumbalis atau ruas tulang punggung pinggang membentuk daerah lumbal atau pinggang

d. 5 vertebra sakralis atau ruas tulang belakang membentuk sakrum atau tulang kelangkang

e. 4 vertebra koksigeus atau ruas tulang ekor membentuk tulang koksigeus atau tulang ekor. Dapat bergerak sedikit karena membentuk persendian dengan sakrum.

Pada tulang leher, punggung dan pinggang ruas-ruasnya tetap tinggal jelas terpisah selama hidup dan disebut ruas yang dapat bergerak. Ruas-ruas pada dua daerah bawah, sakrum dan koksigeus. Pada masa dewasa bersatu membentuk dua tulang. Ini disebut ruas-ruas tak bergerak.

Dengan perkecualian dua ruas utama dari tulang leher maka semua ruas yang dapat bergerak memiliki ciri khas yang sama. Setiap vertebra terdiri atas dua bagian, yang anterior disebut badan vertebra dan yang posterior disebut arkus neuralis yang melingkari kanalis neuralis (foramen vertebra atau saluran sumsum tulang belakang) yang dilalui tulang belakang.

A. Vertebra servikalis atau ruas tulang leher adalah yang paling kecil. Kecuali yang pertama dan kedua, yang membentuk terbentuk istimewa, maka ruas tulang leher pada umumnya mempunyai ciri sebagai berikut: badannya kecil dan persegi panjang, lebih panjang dari samping ke samping dari pada dari depan ke belakang. Lengkungnya besar besar, prosesus spinosus atau taju duri di ujungnya memecah dua atau bifida. Prosesus transversusnya atau tuju sayat berlubang-lubang karena banyak foramina untuk lewatnya arteri vertebralis.

Vertebra servikalis ketujuh adalah ruas yang pertama yang mempunyai prosesus spinosus tidak terbelah. Prosesus ini mempunyai tuberkel (benjolan) pada ujungnya. Membuat gambaran yang jelas di tengkuk dan tampak pada bagian bawah tengkuk. Karena ciri khususnya ini maka tulang ini disebut vertebra prominens.

B. Vertebra thorakalis atau ruas tulang punggung lebih lebih besar daripada yang servikal dan sebelah bawah lebih besar. Ciri khas vertebra thorakalis adalah sebagai berikut: badannya berbentuk lebar lonjong (bentuk jantung) dengan faset atau lekukan kecil do setiap sisi untuk menyambung iga, lengkungannya agak kecil, prosesus spinosus panjang dan mengarah ke bawah. Sedangkan prosesus transversus, yang membantu mendukung iga adalah tebal dan kuat serta memuat faset persendian untuk iga.

C. Vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang adalah yang terbesar. Badannya sangat besar dibandingkan dengan badan vertebra lainnya dan berbentuk seperti ginjal. Prosesus spinosusnya lebar dan berbentuk seperti kapak kecil. Prosesus transversusnya panjang dan langsing. Ruas kelima membentuk sendi dengan sacrum pada sendi lumbosacral.

Medulla spinalis mengandung zat putih dan zat kelabu yang mengecil pada bagian atas menuju ke bagian bawah servikal dan torakal. Pada bagian ini terdapat pelebaran dan vertebra servikal IV sampai sampai vertebra thorakal II. Pada daerah lumbal pelebaran ini semakin kecil disebut konus meduaris.

Konus ini berakhir pada vertebra lumbal I dan II, akar saraf yang berasal dari lumbal bersatu menembus foramen intervertebralis.

Penyebaran semua saraf medulla spinalis, dimulai dari thorakal I sampai lumbal III mempunyai cabang-cabang dalam saraf yang akan keluar membentuk fleksus dan ini akan membentuk saraf tepi (perifer) terdiri dari:

1. Fleksus servikalis, dibentuk oleh cabang-cabang saraf servikalis anterior. Cabang ini bekerja sama dengan nervus vagus dan nervus assesorius.

2. Fleksus brakialis dibentuk oleh persatuan cabang-cabang anterior dari saraf servikal 4dan thorakal 1, saraf terpenting nervus mediana :

a. Nervus ulnaris redialis

b. Mempersarafi anggota gerak atas

3. Fleksus lumbalis, dibuat oleh serabut saraf dan torakalis 12 saraf terbesar yaitu :

a. Nervus femoralis

b. Nervus obturatoir

4. Dibentuk oleh saraf dan lumbal dan sakral. Saraf skiatik yang merupakan saraf terbesar keluar mempersarafi otot anggota gerak bawah.

saraf lumbal I dan II membentuk nervus genito femoralis yang mengurus persarafan kulit daerah genitalis dan paha atas bagian medial.

saraf lumbal II-IV bagian ventral membentuk nervus obturatorius yang mensarafi otot obturatori dan abductor paha, bagian sensorik mengurus sendi paha.

Saraf lumbal I-IV bagian dorsal membentuk nervus femoralis mensarafi musculus quadriceps femoris. Lumbal II dan lumbal III bagian dorsal juga membentuk saraf quadratus femoris yang mensarafi kulit paha bagian lateral.

D. Sakrum atau tulang kelangkang berbentuk segitiga dan terletak pada bagian bawah kolumna vertebralis, terjepit diantara kedua tulang inominata (tulang koxa) dan membentuk bagian belakang rongga pelvis (panggul). Dasar dari sacrum terletak diatas dan bersendi dengan vertebra lumalis kelima dan membentuk sendi intervertebral yang khas. Tapi anterior dari basis sacrum membentuk promontorium sakralis. Kanalis sakralis terletak dibawah kanalis vertebralis (saluran tulang belakang) dan memang lanjutan dari padanya. Dinding kanalis sakralis berlubang-lubang untuk dilalui saraf sakral. Prosesus spinosus yang rudimeter dapat dilihat dari pandangan poterior dan sacrum. Permukaan anterior sacrum adalah cekung dan memperlihatkan empat gili-gili menlintang, yang menandakan tempat penggabungan kelima vertebra sakralis. Pada ujung gili-gili ini, disetiap sisi terdapat lubang-lubang kecil untuk dilewati urat-urat saraf. Lubang-lubang ini disebut foramina. Apex dari sacrum bersendi dengan tulang koksigeus. Di sisinya sacrum bersendi dengan ilium dan membentuk sendi sakro illiaka kanan dan kiri.

E. Koksigeus atau tulang ekor terdiri atas empat atau lima vertebra yang rudimeter yang bergabung menjadi satu. Di atasnya ia bersendi dengan sacrum.

Lengkung kolumna vertebralis. Kalau dilihat dari samping maka kolumna vertebralis memperlihatkan empat kurva atau lengkung anteroposterior lengkung vertikal pada daerah leher melengkung ke depan dan daerah pelvis melengkung ke belakang.

Kedua lengkung yang menghadap ke anterior adalah sekunder. Lengkung servikal ketika kanak-kanak mengangkat kepalanya untuk melihat sekelilingnya sambil menyelidi lengkung lumbal dibentuk ketika ia merangkak, berdiri dan berjalan dan mempertahankan tegak. 2.2 Definisi

Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks; biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masi utuh, keadaan ini disebut fraktur tertutup (atau sederhana), kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus, keadaan ini disebut fraktur terbuka (atau compound), yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi.1

Pada fraktur, yang patah bisa lamina, pedikel, prosesus transversus, diskus intervertebralis bahkan korpus vertebralnya. Bersama-sama dengan fraktur tulang belakang, ligamentun longitudinale posterior dan dura bisa terobek, bahkan kepingan tulang belakang bisa menusuk ke dalam kanalis vertebralis. Arteri yang memperdarahi medula spinalis serta vena-vena yang mengiringinya bisa ikut terputus.2 Sublukasi adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan adanya deviasi hubungan normal antara rawan yang satu dengan rawan yang lainnya yang masih menyentuh berbagai bagian pasangannya. Jika kedua bagian ini sudah tidak menyinggung satu dengan lainnya maka disebut dislokasi.3 Pada dislokasi tulang belakang, kanalis vertebralis pada tempat dislokasi menjadi sempit. Pembuluh darah dan radiks dorsalis/ventralis bisa ikut tertarik atau tertekan. Fraktur tidak mempunyai tempat predileksi, tetapi dislokasi cenderung terjadi pada tempat-tempat antara bagian yang sangat mobil dan bagian yang terfiksasi, seperti C.1-2, C. 5-6, dan T.11-12. Dislokasi bisa ringan dan bersifat sementara atau berat dan menetap.2

2.3 Etiologi Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relative rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan.

Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu:

a) Fraktur akibat peristiwa trauma

Sebagian fraktur disbebakan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa pukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya, penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur kominutif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.

b) Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan

Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemuakan pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama pada atlet, penari dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.c) Fraktur patologik

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah( misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit Paget).1

Mekanisme cederaTipe pergeseran yang penting: (1) hiperekstensi (2) fleksi (3) tekanan aksial (4) fleksi dan tekanan digabungkan dengan distraksi posterior (5) fleksi yang digabungkan dengan rotasi dan (6) translasi horizontal. Fraktur dapat terjadi akibat kekuatan minimal saja pada tulang osteoporotik atau patologik.11. Hiperekstensi (kombinasi distraksi dan ekstensi)Hiperekstensi jarang terjadi di daerah torakolumbal tetapi sering pada leher, pukulan pada muka atau dahi akan memaksa kepala ke belakang dan tanpa menyangga oksiput sehingga kepala membentur bagian atas punggung. Ligamen anterior dan diskus dapat rusak atau arkus saraf mungkin mengalami fraktur. cedera ini stabil karena tidak merusak ligamen posterior.1

Gambar 2. Hyperextention Injury

2. FleksiTrauma ini terjadi akibat fleksi dan disertai kompresi pada vertebra. Vertebra akan mengalami tekanan dan remuk yang dapat merusak ligamen posterior. Jika ligamen posterior rusak maka sifat fraktur ini tidak stabil sebaliknya jika ligamentum posterior tidak rusak maka fraktur bersifat stabil. Pada daerah cervical, tipe subluksasi ini sering terlewatkan karena pada saat dilakukan pemeriksaan sinar-X vertebra telah kembali ke tempatnya.1

Gambar 3. Flexion Injury3. Fleksi dan kompresi digabungkan dengan distraksi posteriorKombinasi fleksi dengan kompresi anterior dan distraksi posterior dapat mengganggu kompleks vertebra pertengahan di samping kompleks posterior. Fragmen tulang dan bahan diskus dapat bergeser ke dalam kanalis spinalis. Berbeda dengan fraktur kompresi murni, keadaan ini merupakan cedera tak stabil dengan risiko progresi yang tinggi. Fleksi lateral yang terlalu banyak dapat menyebabkan kompresi pada setengah corpus vertebra dan distraksi pada unsur lateral dan posterior pada sisi sebaliknya. Kalau permukaan dan pedikulus remuk, lesi bersifat tidak stabil.1

4. Pergeseran aksial (kompresi)Kekuatan vertikal yang mengenai segmen lurus pada spina servikal atau lumbal akan menimbulkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan mematahkan lempeng vertebra dan menyebabkan fraktur vertikal pada vertebra; dengan kekuatan yang lebih besar, bahan diskus didorong masuk ke dalam badan vertebral, menyebabkan fraktur remuk (burst fracture). Karena unsur posterior utuh, keadaan ini didefinisikan sebagai cedera stabil. Fragmen tulang dapat terdorong ke belakang ke dalam kanalis spinalis dan inilah yang menjadikan fraktur ini berbahaya; kerusakan neurologik sering terjadi.15. Rotasi-fleksiCedera spina yang paling berbahaya adalah akibat kombinasi fleksi dan rotasi. Ligamen dan kapsul sendi teregang sampai batas kekuatannya; kemudian dapat robek, permukaan sendi dapat mengalami fraktur atau bagian atas dari satu vertebra dapat terpotong. Akibat dari mekanisme ini adalah pergeseran atau dislokasi ke depan pada vertebra di atas, dengan atau tanpa dibarengi kerusakan tulang. Semua fraktur-dislokasi bersifat tak stabil dan terdapat banyak risiko munculnya kerusakan neurologik.16. Translasi HorizontalKolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas atau bawah dapat bergeser ke anteroposterior atau ke lateral. Lesi bersifat tidak stabil dan sering terjadi kerusakan syaraf.1

Gambar 4. Mekanisme Cedera2.4 DIAGNOSIS

Setiap pasien yang pernah menderita cedera berat harus diperiksa sepenuhnya untuk mencari ada tidaknya cedera spinal. Untuk melakukannya, pakaiannya mungkin terpaksa dipotong dari badannya sehingga sesedikit mungkin mengganggu posisi. Pada pasien yang tak sadar, kesadaran adalah segala-galanya. Kekuatan yang menyebabkan cedera yang membahayakan pada kepala juga dapat melukai leher dan cedera semacam itu harus selalu dianggap ada sebelum ada bukti yang sebaliknya. Setiap keluhan nyeri atau kekakuan pada leher atau punggung harus ditanggapi secara serius, sekalipun pasien dapat berjalan atau bergerak tanpa banyak mengalami gangguan. Tanyakanlah mengenai rasa baal, paraestesia atau kelemahan pada tungkai.1

Riwayat kecelakaan dapat memberi petunjuk yang penting: jatuh dari tempat tinggi, cedera akibat terjun, benturan pada kepala, tertimpa reruntuhan atau ambruknya langit-langit, atau sentakan mendadakan pada leher akibat tubrukan dari belakang (whiplash injury). Ini semua merupakan penyebab kerusakan spinal yang sering ditemukan.1 Memar pada muka atau abrasi dangkal pada dahi menunjukkan adanya kekuatan yang menyebabkan hiperekstensi. Leher mungkin berposisi miring, atau pasien dapat menyangga kepala dengan tangannya. Bila pasien terlentang, dada dan perut dapat diperiksa untuk mencari ada tidaknya cedera yang menyertai. Kemudian tungkai dengan cepat diperiksa untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda kerusakan neurologic. Untuk memeriksa punggung, pasien diputar pada satu sisi dengan sangat berhati-hati dengan menggunakan teknik menggelindingkan balok. Memar menunjukkan kemungkinan tingkat cedera.1Prosesus spinosus dipalpasi dengan hati-hati. Kadang-kadang suatu celah dapat teraba bila ligament terobek; keadaan ini, atau hematoma pada spina, merupakan tanda yang menakutkan (berbahaya). Tulang dan jaringan lunak diperiksa dengan pelan-pelan untuk mencari ada tidaknya nyeri tekan.

Gerakan spina dapat berbahaya, ini dapat membahayakan korda. Jadi gerakan harus dihindari sebelum diagnosis ditegakkan.1Pemeriksaan neurologic penuh dilakukan pada semua hal; pemeriksaan ini mungkin harus diulangi beberapa kali selama beberapa hari pertama. Pada awalnya, selama fase syok spinal, mungkin terdapat paralisis lengkap dan hilangnya perasaan dibawah tingkat cedera. Keadaan ini dapat berlangsung selama 48 jam atau lebih dan selama periode ini sulit diketahui apakah lesi neurologic lengkap atau tidak lengkap. Penting untuk menguji ada tidaknya reflex primitive kulit anal dan sensasi perianal. Sekali reflex primitive muncul kembali, syok spinal telah berakhir; kalau semua fungsi motoric dan sensorik masih tak ada, lesi neurologic bersifat lengkap. Sensasi perianal yang utuh menunjukkan lesi yang tidak lengkap, dan dapat terjadi penyembuhan lebih jauh.1

Pencitraan Pemeriksaan dengan sinar X sangat menentukan. Pemeriksaan ini harus dilakukan dengan sesedikit mungkin manipulasi pada leher atau punggung, namun pemeriksaan ini harus cukup lengkap untuk memberikan informasi yang penting. Foto lateral pada vertebra servikal harus mencakup semua vertebra dari C1 sampai T1; kecuali kalau vertebra benar-benar dihitung, cedera didaerah bawah dapat terlewatkan. Foto anteroposterior harus mencakup prosesus odontoid. Foto oblik mungkin juga diperlukan dan harus diingat bahwa lebih dari satu daerah spina dapat rusak. CT sangat berharga untuk menunjukkan fraktur pada korpus vertebra atau arkus saraf, atau pelanggaran batas kanalis spinalis.1MRI sangat berguna untuk memperlihatkan jaringan-jaringan lunak (diskus intervertebralis dan ligamentum flavum) dan lesi pada korda.12.5 TRAUMA VERTEBRA SERVIKAL

Nyeri dan kekakuan leher, atau keluhan paraestesia atau kelemahan pada tungkai atas, tak boleh di pandang enteng. Kekuatan yang menyebabkan cedera kepala yang berbahaya (misalnya kecelakaan lalu lintas atau benturan kepala akibat jatuh dari tempat tinggi) juga dapat menyebabkan cedera leher. Karena itu, pada pasien yang pingsan karena cedera kepala, fraktur vertebra servikal harus selalu dicurigai. Posisi leher yang abnormal dapat menjadi tanda pendukung, tetapi palpasi jarang bermanfaat. Gerakan harus dilakukan dengan sangat pelan-pelan dan, kalau nyeri terbaik ditunda hingga leher telah difoto dengan sinar-X. nyeri atau paraestesia pada tungkai perlu diperhatikan, dan tungkai harus selalu diperiksa untuk mencari bukti adanya kerusakan sumsum atau akar saraf.1

Gambar 5. Subluksasi C3 ke T1Jenis fraktur daerah cervical, sebagai berikut: 1. Fraktur avulsi

Fraktur pada prosesus spinosus C7 dapat terjadi oleh kontraksi otot yang hebat (fraktur clay-shoveller). Fraktur ini nyeri tetapi tak berbahaya. Segera setelah gejala timbul, dianjurkan melakukan latihan.

Gambar 6. Fraktur Avulsi2. Strain servikal (whiplash)

Istilah whiplash yang imajinatif itu diberikan pada cedera jaringan lunak yang terjadi bila leher tiba-tiba tersentak ke dalam hiperekstensi. Biasanya cedera ini terjadi setelah tertabrak dari belakang, badan terlempar ke depan dan kepala tersentak ke belakang. Terdapat ketidaksesuaian mengenai patologi yang tepat tetapi kemungkinan ligament longitudinal anterior meregang atau robek dan diskus mungkin juga rusak.

Pasien mengeluh nyeri dan kekakuan pada leher, yang dapat amat refrakter dan bertahan selama setahun atau lebih lama. Keadaan ini sering disertai dengan gejala yang lain yang lebih tidak jelas, misalnya nyeri kepala, pusing, depresi, pengelihatan kabur dan rasa baal atau paraestesia pada lengan. Biasanya tidak terdapat tanda-tanda fisik, dan pemeriksaan dengan sinar-X hanya memperlihatkan perubahan kecil pada postur. Tidak ada bentuk terapi yang telah terbukti bermanfaat. Analgesic akan meringankan nyeri dan fisioterapi member rasa nyaman. Pasien perlu di anjurkan untuk bertahan dengan rasa tak enak itu hingga gejeala mereda.

Banyak pasien sembuh sama sekali dalam 4 sampai 8 minggu, tetapi pada sisa lainnya, prognosis jangka panjang paling-paling tak menentu, seburuk-buruknya agak suram. Lebih dari setengah dari korbannya tetap menderita rasa tak enak 10 tahun setelah cedera, dan hampir sepertiganya mempunyai gejala yang banyak menggangu aktifitas sehari-hari (Gargan dan Banister, 1990;Hildingsson dan Toolanen, 1990).

Gambar 7. Fraktur C1 dan C23. Fraktur C1

Beban berat yang mendadak di atas kepala dapat menyebabkan kekuatan peremukan yang dapat menyebabkan fraktur pada cincin atas dibelakang dan dimuka massa lateral ( fraktur Jefferson). Tidak ada pelanggaran batas pada kanalis spinalis dan, biasanya tidak ada kerusakan neurologik. Pemeriksaan sinar-X dan CT bahkan lebih baik- akan memperlihatkan fraktur. Kalau fraktur tak bergeser, cedera itu bersifat stabil dan pasien hanya memerlukan suatu ban leher. Kalau massa lateral meluas ke samping, ligament transfersum telah mengalami rupture; cedera ini tak stabil dan harus di terapi dengan traksi tengkorak selama 6 minggu dan dilanjutkan 6 minggu lagi dengan ban leher yang kokoh; pilihan lainnya, traksi tengkorak dapat dihentikan bila nyeri hebat telah mereda, dan diganti dengan halo-body cas selama 6 minggu dilanjutkan 6 minggu lagi dengan ban leher.

Gambar 8. Fraktur Odontoid4. Fraktur pada pedikulus C2

Fraktur orang digantung ditemukan pada kehidupan sehari-hari pada kecelakaan mobil dimana kepala membentur kaca depan, memaksa leher berhiperekstensi. Kalau kedua pedikulus mengalami fraktur dan bergeser secara hebat kerusakannya akan menyebabkan kematian. Fraktur yang tidak bergeser tetap berbahaya dan terbaik pasien diterapi dengan imobilisasi dalam halo-body cast selama seminggu. Kalau belakangan terdapat ketidakstabilan yang menetap, sebaiknya melakukan fusi anterior anatar C2 dan C3.

5. Fraktur Odontoid

Fraktur odontoid diakibatkan oleh kecelakaan karena mengemudi dsalam kecepatan tinggi atau jatuh dengan keras. Fraktur yang bergeser ini sebenarnya adalah fraktur- dislokasi pada sendi atlantoaksial dimana atlas bergeser kedepan atau kebelakang, sekaligus membawa prosesus odontoid bersamanya. Kerusakan korda jarang ditemukanmungkin karena hanya pasien yang beruntung tanpa kerusakanlah yang dapat bertahan hidup.Fraktur pada ujung dan fraktur yang menjalar ke korpus vertebra dapat sembuh dengan baik; fraktur yang berbeda di antaranya cenderung menjadi nonunion (Ryan dan Taylor, 1982)

Fraktur yang tak bergeser dapat diterapi dengan penyangga servikal yang sesuai, yang dipakai selama 12 minggu. Fraktur yang bergeser harus direduksi dan diimobilisasi dengan memasang halo-body cast. Pasien diperbolehkan bangun, dan jika tepat setelah 12 minggu fraktur masih tak stabil, sebaiknya dilakukan fusi posterior C1 dengan C2. Pendekatan alternative pada vertebra servikal bagian atas adalah dengan jalur transpolar (Ashraf dan Crokard, 1990)

Gambar 9. Fraktur odontoid

6. Cedera hiperkestensi ( C3 ke T1)

Tulang tidak rusak, tetapi ligament longitudinal anterior dapat robek. Riwayat dan memaar pada muka atau laserasi sering menunjukan mekanismenya. Kerusakan neurologic bervariasi dan mungkin akibat terjadi akibat kompresi antara diskus dan ligamentum flavum, edema dan hematomielia dapat menyebabkan sindrom medulla spinalis sentral yang akut. Pemeriksaan sinar-X tidak memperlihatkan fraktur, tetapi film yang luas memperlihatkan celah diantara bagian depan kedua korpus vertebra. Cedera ini stabil pada posisi netral, dimana cedera ini harus dipertahankan dengan ban leher selama 6 mingggu.

Kadang-kadang celah tidak ditemukan, sekalipun dengan pperluasan, sebaliknya film malah memperlihatkan spondilosis yang telah lama. Sekali mungkin lagi terdapat kerusakan korda atau akar saraf. Leher harus dipertahankan dengan ban leher pada posisi netral selama 6 minggu.7. Fraktur kompresi-baji (C3 ke T1)

Kompesi baji merupakan suatu cedera fleksi, korpus terkompresi tetapi ligament posterior tetap utuh dan fraktur stabil. Reduksi tidak diperlukan. Ban leher dapat dipakai untuk kenyamanan tetapi lebih aman dilepas agar memungkinkan pendrita mandi.

Gambar 10. Cedera hiperekstensi

8. Fraktur remuk

Fraktur ini juga stabil, tetapi nyeri dan fragmen tulang dapat mengalami pergeseran, karena itu sebaiknya gerakan dibatasi. Suatu ban leher gips biasanya sudah mencukupi, setelah 6 minggu ban leher gips ini diganti dengan ban leher polietilen yang dipakai hingga fusi antarbadan terlihat dengan pemeriksaan sinar-X.

Kalau CT scan memperlihatkan fragmen tulang melanggar batas kanalis spinalis, sebaiknya dilakukan fiksasi yang lebih kaku dalam halo-body cast. Kalau korda terancam, dekompresi dan fikasi internal mungkin diperlukan.9. Fraktur korpus kominutif (fraktur tetes airmata)

Kominusio pada korpus vertebra diakibatkan oleh tekanan aksial yang hebat atau suatu mekanisme yang lebih berbahaya, diakibatkan oleh kombinasi tekanan aksial dan fleksi, sebagaimana terjadi, yang paling khas, pada cedera lompat indah. Korpus vertebra mengalami ruptur dan satu fragmen atau lebih mungkin terdesak ke dalam kanalis spinalis, sehingga membahayakan korda. Secara khas sudut anteroinferior korpus vertebra pecah menjadi fragmen tunggal yang tampak secara radiografik seperti tetes air mata. Pemeriksaan dengan sinar-X lateral dapat memperlihatkan pergeseran posterior pada fragmen korpus yang lebih besar, pelanggaran batas kanalis spinalis terbaik diperlihatkan dengan CT.

Fraktur kominutif dengan pergeseran bersifat tak satabil dan sering disertai dengan gangguan fungsi neurologic progresif. Fraktur itu biasanya diterapi dengan traksi tengkorak selama 8 minggu, diikuti dengan penyangga servikal selama 8 minggu lagi. Tetapi, periode di rumah sakit dapat dipendekan dengan melakukan fusi spinal anterior setelah 4 minggu pertama dalam traksi, penyangga servikal masih perlu digunakan selama 8-12 minggu.Kalau CT mennjukan bahwa fragmen tulang itu mendesak korda, dekompresi dan stabilisasi dapat diindikasikan, baik melalui pendekatan anterior atau posterior. Fiksasi dapat dicapai dengan plat dan sekrup, dengan kawat, ditambah dengan cangkokan tulang. Kalau tidak ada kelainan neurologic dan CT menunjukan bahwa fraktur tidak bergeser, pasien dapat diterapi dengan halo-body cast selama 6-8 minggu. Pemeriksaan lanjutan dengan sinar-X perlu dilakukan untuk mengunggkapkan ada tidaknya kecendrungan terjjadinya deformitas progresif dibelakang hari, yang mungkin membutuhkan fusi servikal anterior.

Gambar 11. Fraktur tetes airmata

10. Subluksasi (C3 ke T1)

Subluksasi servikal merpakan cedera fleksi murni, tulang tetap utuh tetapi ligament posterior robek. Satu vertebra miring ke depan di atas vertebra yang ada dibawahnya, sehingga ruang interspinosus dibagian posterior terbuka. Sinar-X dapat mengungkapkan pelebaran celah di antara vertebra; tetapi, kalau leher dipertahankan dalam ekstensi tanda ini dapat terlewatkan, jadi dianjurkan selalu mengambil foto lateral dengan vertebra servikal yang ditempatkan dengan pelan-pelan pada posisi netral.

Penggunaan ban leher selama 6 minggu biasanya memadai, tetapi perlu dilakukan pemeriksaan sinar-X lanjutan tepat setelah 6 minggu, kalau foto fleksi dan ekstensi memeprlihtakn ketidakstabilan yang menetap, fusi spina posterior mungkin diperlukan.

Gambar 12. Sublukasi vertebra servikalis

11. Dislokasi dan fraktur-dislokasi di anatar C3 dan T1

Ini adalah cedea fleksi-rotasi di mana permukaan artikular menumpang ke depan pada permukaan dibawahnya. Biasanya satu atau kedua massa artikular mengalami fraktur tetapi kadang-kadang terdapat dislokasi murni (jumped facets). Ligament posterior mengalami rupture dan spina tak stabil. Sering terdapat kerusakan korda. Sinar-X menunjukan pergeseran vertebra ke depan yang jelas di atas vertebra dibawahnya.Terapi awal pergeseran harus direduksi. Ini biasanya dapat dicapai dengan traksi tengkorak yang berat( 10-15 kg) selama beberapa jam. Kalau cara ini gagal juga tak berhasil, reduksi terbuka dari belakang sangat penting untuk dilakuakn.

Terapi berikutnya sekali pergeseran direduksi, terdapat pilihan untuk penanganan selanjutnya. Yang termudah hanya melanjutkan dengan traksi (dikurangi menjadi 5 kg) selama 6 minggu dan kemudian dengan ban leher selama 6 minggu lagi. Agar pasien lebih nayaman, harus dilakukan imobilisasi leher dengan halo-body cast selama 12 minggu. Metode ketiga, yang sebagian besar dapat diterapkan bila reduksi terbuka dibutuhkan, adalah melakukan fusi posterior dengan segera, pasien dibiarkan dengan penyengga servikal yang dipakai selama 6-8 minggu.

12. Dislokasi permukaan unilateral

Ini juga suau cedera fleksi-rotasi tetapi hanya satu permukaan artikular yang berdislokasi. Pada pemeriksaan sinar-X korpus vertebra tampak bergeser sebagian ( kurang dari setengah lebar korpus itu) dan segmen vertebra bagian atas sedikit berotasi di atas vertebra di bawahnya. Kerusakan korda sangat hebat dan cedera itu stabil.

Reduksi dapat terjadi secara spontan sementara leher sedang diposisikan untuk traksi. Pada beberapa kasus, traksi tengkorak akan membuka penguncian permukaan dan mereduksi dislokasi. Kalau ini terjadi, traksi dilanjutkan selama 3 minggu lagi; kemudian pasien diperbolehkan memakai ban leher selama 6 minggu lagi atau, pilihan lainnya, leher dapat diimobilisasi dengan halo body cast selama 4 minggu.

Kalau reduksi tertutup gagal, sebaiknya dilakukan reduksi terbuka dan fiksasi internal. Pasien yang di biarkan berakhir dengan hemi-dislokasi yang taktereduksi cenderung mengalami nyeri (Rorabeck dkk. 1987).

Gambar 13. Subluksasi C3 ke T1

2.6 TRAUMA PADA DAERAH THORAKAL

Fraktur vertebra thorakal biasanya disebabkan oleh karena trauma vertikal melalui aksis longitudinal dari tulang belakang. Trauma ini terjadi oleh karena tertimpa beban dari atas atau jatuh dari ketinggian. Secara normal tulang belakang berbentuk fleksi sehingga trauma yang terjadi akan menyebabkan gerakan fleksi yang lebih hebat. Kebanyakan trauma pada vertebra thorakal adalah trauma hiperfleksi dan jarang oleh karena hiperekstensi.4Mekanisme trauma

Penyebab fraktur :

1. trauma vertikal sepanajng aksis longitudinal tulang belakang baik karena trauma dari kepala atau dari bawah. Pada keadaan ini terjadi fraktur rekah seperti pada trauma vertebra servikal.

2. trauma hiperfleksi terjadi fraktur dengan kolaps 1 atau 2 vertebra didepan dan berbentuk baji yang akan memberikan kifosis.

3. Fleksi disertai dengan rotasi akan mengasilkan fraktur serta dislokasi sendi intervertebra, dimana terjadi pergeseran vertebra diatas terhadap vertebra dibawahnya.

Klasifikasi

Seperti pada vertebra servikal perlu dibedakan sntara fraktur vertebra thorakal yang stabil dan tidak stabil. Pada fraktur stabil maka ligamen posterior utuh, sedangkan sebaliknya terjadi kerusakan pada ligamen posteriornya.

1. fraktur prosesus transversus

biasanya terjadi setelah suatu trauma langsung atau tertimpa benda berat. Fraktur dapat mengenai hanya satu prosesus transversus atau lebih pada sisi yang sama. Fraktur dapat isertai kerusakan alat dalam seperti ginjal.

Pengobatan

Fraktur bersifat stabil sehingga cukup dengan terapi konservatif dengan pemberian analgetik untuk beberapa hari dan dilanjutkan dengan rehabilitasi.

2. Fraktur kompresi yang bersifat baji dari badan vertebra

Ditemukan trauma tulang belakang dengan keluhan nyeri pada daerah tulang belakang, nyeri tekan, pergerakan tulang belakang terbatas dan nyeri.

Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan foto rontgen posisi AP dan lateral serta pemeriksaan CT SCAN bila diperlukan.

Pengobatan

Fraktur ini biasanya bersifat stabil sehingga pengobatan secara konservatif. Pada beberapa pusat pengobat dilakukan tindakan operatif untuk stabilisasi tulang belakang yang bertujuan untuk menghilangkan nyeri dan segera dilakukan mobilisasi.

3. Fraktur rekah badan vertebra Fraktur rekah badan vertebra merupakan salah satu fraktur baji dimana trauma terjadi dalam keadaan posisi tegak. Badan vertebra terpecah dalm beberapa fragmen dan dapat terjadi tekanan pada sumsum tulang belakang. Pemeriksaan radiologis dengan pemeriksaan standar posisi AP dan lateral dan juga perlu dilakukan pemeriksaan CT SCAN.

PengobatanFraktur ini dianggap kurang stabil tetapi apabila tidak ada gejala neurologis maka pengobatan secara konservatif. Apabila ada gejala neurologis maka sebaiknya dilakukan dekompresi untuk menghilangkan tekanan.

4. Dislokasi dan fraktur dislokasi Dislokasi dan fraktur dislokasi lebih jarang ditemukan dibandingkan fraktur kompresi. Fraktur dislokasi lebih sering berupa vertebra sebelah atas bergeser ke depan terhadap vertebra di bawahnya dan dapat terjadi apabila ada fraktur pada prosesus artikularis atau ada dislokasi pada sendi faset. Ligamen posterior selalu mengalami robekan sehinggatulang belakang tidak stabil dan dapat terjadi pergeseran lebih lanjut. Kebanyakan fraktur dislokasi terjadi pada vertebra torakal bagian tengan atau pada daerah hubungan antara vertebra torakal dan lumbal, biasanya disebabkan oleh kombinasi trauma fleksi dan rotasi. Fraktur dislokasi hampir selalu disertai trauma pada sumsum tulang belakang dan biasanya bersifat total.4Pengobatan Biasanya penderita mengalami paraplegia, maka dapat dipilih pengobatan :

Konservatif dengan melakukan perawatan paraplegia

Operatif dengan melakukan fiksasi tulang untuk stabilisasi dan perawatan.2.7 TRAUMA VERTEBRA LUMBALVertebra lumbal memounyai mobilitas yang lebih besar dibandingkan vertbra thorakal.1Mekanisme trauma

Seperti pada fraktur vertebra thorakal, fraktur pada vertebra lumbal dapat terjadi karena trauma aksis longitudinal pada daerah kepala atau bokong.

Klasifikasi

Fraktur vertebra lumbal dapat dibagi dalam:1. Fraktur kompresi (Wedge fractures) adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang tertekan dan membentuk patahan irisan. Fraktur kompresi adalah fraktur tersering yang mempengaruhi kolumna vertebra. Fraktur ini dapat disebabkan oleh kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan posisi terduduk ataupun mendapat pukulan di kepala, osteoporosis dan adanya metastase kanker dari tempat lain ke vertebra kemudian membuat bagian vertebra tersebut menjadi lemah dan akhirnya mudah mengalami fraktur kompresi.

Vertebra dengan fraktur kompresi akan menjadi lebih pendek ukurannya daripada ukuran vertebra sebenarnya.

Gambar 14. Wedge Fracture2. Fraktur remuk (Burst fractures)

Fraktur yang terjadi ketika ada penekanan corpus vertebralis secara langsung, dan tulang menjadi hancur. Fragmen tulang berpotensi masuk ke kanalis spinais. Terminologi fraktur ini adalah menyebarnya tepi korpus vertebralis kearah luar yang disebabkan adanya kecelakaan yang lebih berat dibanding fraktur kompresi. tepi tulang yang menyebar atau melebar itu akan memudahkan medulla spinalis untuk cedera dan ada fragmen tulang yang mengarah ke medulla spinalis dan dapat menekan medulla spinalis dan menyebabkan paralisi atau gangguan syaraf parsial. Tipe burst fracture sering terjadi pada thoraco lumbar junction dan terjadi paralysis pada kaki dan gangguan defekasi ataupun miksi. Diagnosis burst fracture ditegakkan dengan x-rays dan CT scan untuk mengetahui letak fraktur dan menentukan apakah fraktur tersebut merupakan fraktur kompresi, burst fracture atau fraktur dislokasi. Biasanya dengan scan MRI fraktur ini akan lebih jelas mengevaluasi trauma jaringan lunak, kerusakan ligamen dan adanya perdarahan.

Gambar 15. Burst Fracture

3. Fraktur dislokasiterjadi ketika ada segmen vertebra berpindah dari tempatnya karena kompresi, rotasi atau tekanan. Ketiga kolumna mengalami kerusakan sehingga sangat tidak stabil, cedera ini sangat berbahaya. Terapi tergantung apakah ada atau tidaknya korda atau akar syaraf yang rusak.Kerusakan akan terjadi pada ketiga bagian kolumna vertebralis dengan kombinasi mekanisme kecelakaan yang terjadi yaitu adanya kompresi, penekanan, rotasi dan proses pengelupasan. Pengelupasan komponen akan terjadi dari posterior ke anterior dengan kerusakan parah pada ligamentum posterior, fraktur lamina, penekanan sendi facet dan akhirnya kompresi korpus vertebra anterior. Namun dapat juga terjadi dari bagian anterior ke posterior. kolumna vertebralis. Pada mekanisme rotasi akan terjadi fraktur pada prosesus transversus dan bagian bawah costa. Fraktur akan melewati lamina dan seringnya akan menyebabkan dural tears dan keluarnya serabut syaraf.

Gambar 16. Fraktur-dislokasi

Gambar 17. Fraktur-Dislokasi

4. Cedera pisau lipat (Seat belt fractures) sering terjadi pada kecelakaan mobil dengan kekuatan tinggi dan tiba-tiba mengerem sehingga membuat vertebrae dalam keadaan fleksi, dislokasi fraktur sering terjadi pada thoracolumbar junction.7.

Kombinasi fleksi dan distraksi dapat menyebabkan tulang belakang pertengahan menbetuk pisau lipat dengan poros yang bertumpu pada bagian kolumna anterior vertebralis. Pada cedera sabuk pengaman, tubuh penderita terlempar kedepan melawan tahanan tali pengikat. Korpus vertebra kemungkinan dapat hancur selanjutnya kolumna posterior dan media akan rusak sehingga fraktur ini termasuk jenis fraktur tidak stabil

Gambar 17. Seat Belt Fracture2.8 CEDERA PADA SAKRUM DAN KOKSIGEUS

Pukulan dari belakang, atau jatuh pada tulang ekor dapat mematahkan sakrum atau koksigeus, atau menyebabkan keseleo pada sendi antara keduanya. Wanita tampaknya lebih sering terkena daripada pria.4Terjadi memar yang luas dan nyeri tekan muncul bila sakrum atau koksigeus dipalpasi dari belakang atau melalui rektum. Sensasi dapat hilang pada distribusi saraf sakralis.4Sinar X dapat memprlihatkan:

1. Fraktur melintang pada sakrum yang, meski jarang sekali, dapat disertai fragmen bawah yang tedorong kedepan.

2. Fraktur koksigeus kadang-kadang disertai fragmen bagian bawah yang menyudut kedepan

3. Suatu penampilan normal kalau cidera hanya berupa sprain pada sendi sakrokoksigeal.

Kalau fraktur bergeser, sebaiknya dicoba untuk melakukan reduksi. Fragmen bagian bawah dapat terdesak kebelakang lewat rektum. Reduksi bersifat stabil, suatu keadaan yang menguntungkan. Pasien dibiarkan untuk melanjutkan aktivitas normal, tetapi dianjurkan untuk menggunakan suatu cincin karet atau bantalan sorbo bila duduk.Kadang-kadang fraktur sakral disertai dengan masalah kencing, sehingga memerlukan laminektomi sakral.

Nyeri yang menetap, terutama saat duduk sering ditemukan setelah cidera kosigeus. Kalau nyeri tidak berkurang dengan penggunaan bantalan sorbo atau oleh injeksi anestetik lokal ke dalam daerah yang nyeri, eksisi kkoksigeus dapat dipertimbangkan.

2.9 CEDERA SARAF

Pada cedera spinal akibat pergeseran struktur dapat merusak korda atau akar saraf, atau keduanya; lesi servikal dapat menyebabkan kuadriplegia, paraplegia lesi torakolumbal. Kerusakan dapat sebagian atau lengkap. Terdapat tiga jenis lesi yakni:

a. Gegar Korda (Neurapraksia)

Paralisis motoric (flasid), kehilangan sensorik dan paralisis visceral dibawah tingkat lesi korda mungkin bersifat lengkap, tetapi dalam beberapa menit atau beberapa jam penyembuhan dimulai dan segera sembuh sepenuhnya. Keadaan itu paling mungkin terjadi pada pasien yang karena beberapa alasan selain cedera, mempunyai saluran anteroposterior yang diameternya kecil; tetapi, tidak terdapat bukti radiologic adanya kerusakan tulang yang baru terjadi.

b. Transeksi Korda

Paralisis motoric, kehilangan sensorik dan paralisis visceral terjadi dibawah tingkat lesi korda; seperti halnya gegar korda, paralisis motoric mula-mula bersifat flasid. Ini adalah keadaan sementara yang dikenal sebagai syok korda, tetapi cedera itu bersifat anatomis dan tak dapat diperbaiki.

Tetapi, beberapa waktu kemudian, korda dibawah tingkat transeksi sembuh dari syok dan bekerja sebagai struktur yang babas; artinya, menunjukkan aktivitas reflex. Dalam beberapa jam reflex anal dan penis pulih kembali, dan respons plantar menjadi ekstensor. Dalam beberapahari atau beberapa minggu paralisis flasid menjadi spastik, disertai peningkatan tonus, peningkatan reflex tendon dan klonus; spasme fleksor dan kontraktur dapat terjadi tetapi sensasi tak pernah pulih kembali. Timbulnya reflex anal dan penis tanpa adanya sensasi pada kaki bersifat diagnostic untuk transeksi korda.

c. Transeksi Akar

Paralisis motoric, kehilangan sensorik dan paralisis visceral terjadi pada distribusi akar yang rusak. Tetapi, transeksi akar berbeda dari transeksi korda dalam dua hal: (1) regenerasi secara teoretis dapat terjadi; dan (2) paralisis motoric yang tersisa tetap flasid secara permanen.1

2.10 PENATALAKSAAN

1. Reduksi fraktur (seting tulang)

Berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Biasanya doter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan.1a. Reduksi tertutup

Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.

b. Reduksi terbuka

Dengan pendekatan bedah fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam membentuk pen, kawat, sekrup, plat, paku atau batang logam.

2. Traksi

Adalah alat yang digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratny fraksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.

3. Imobilisasi fraktur

Adalah reduksi fraktur, fragmen tulang harus diimobilisasikan atau dipatahkan dalam posisi dan kesejajarannya yang benar samapi terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna atau eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, fraksi, pen, teknik gips atau fiksator eksterna. Fiksasi interna dengan implant logam yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.

4. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi

Dilakukan dengan berbagai pendekatan perubahan posisi, strategi, peredaran nyeri, pemberian analgetik, latihan atau aktivitas sehari-hari yang diusahan untuk memperbaiki fungsi.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Jadi berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa trauma tulang belakang yang berupa fraktur dan dislokasi dapat terjadi di vertebra servical, vertebra thorakal, vertebra lumbal, sacrum dan coccygeus. Dimana fraktur merupakan suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang, sedangkan dislokasi berarti bahwa permukaan sendi tergeser sama sekali dan tidak lagi bersentuhan. Trauma tulang belakang ini dapat ditangani dengan cara: Reduksi fraktur (seting tulang), Traksi, Imobilisasi fraktur, Mempertahankan dan mengembalikan fungsi.DAFTAR PUSTAKA

1. Apley, A. Graham & Solomon, Louis. 2010. Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

2. Prof. DR Mardjono, Mahar & Prof. DR Sidharta, Priguna. 2012. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: PT Dian Rakyat3. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi. Ed.6.Jakarta : EGC4. Rasjad, Chairuddin, 2009. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta: PT Yarsif Watampone.

Fraktur dan dislokasi tulang belakang Page 21