Torsio Testis

4
TORSIO TESTIS A. Patofisiologi Terdapat 2 jenis torsio testis berdasarkan patofisiologinya yaitu intravagina dan ekstr Torsio intravagina terjadi di dalam tunika vaginalis dan disebabkan oleh karena abnorma tunika pada spermatic cord di dalam scrotum. Secara normal, fiksasi posterior dari epid investment yang tidak komplet dari epididymis dan testis posterior oleh tunika vaginali testis pada sisi posterior dari scrotum. Kegagalan fiksasi yang tepat dari t gambaran bentuk ‘ bell- clapper’ deformitas, dan keadaan ini menyebabkan testis mengalami rotas pada cord sehingga potensial terjadi torsio. Torsio ini lebih sering terjadi dewasa muda (Kusbiantoro, 2007). Ekstravagina torsio terjadi bila seluruh testis dan tunika terpuntir pada axis vertical dari fiksasi yang tidak komplet atau non fiksasi dari gubernakulum terhadap sehingga menyebabkan rotasi yang bebas di dalam scrotum. Kelainan ini sering terjadi p dan pada kondisi undesensus testis (Kusbiantoro, 2007). B. Manifestasi Klinis Nyeri akut pada daerah testis disebabkan oleh torsio testis, epididimitis/orchitis akut testis. Nyeri ini seringkali dirasakan hingga ke daerah abdomen sehingga dikacaukan den karena kelainan organ intraabdominal. Sedangkan nyeri tumpul disekitar testis karena varikokel (Purnomo, 2000). Pada torsio testis, pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifa diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan itu disebut akut skrotum. Nyeri dapat menjala inguinal atauperut sebelah bawah sehingga jika tidak diwaspadai sering dikacaukan dengan apendisitis akut (Purnomo, 2000). Gejala lain yang juga dapat muncul adalah kadang-kadang disertai demam ringan. Gejala yang jarang ditemukan pada torsio panas dan terbakar saat berkermih, dan hal ini yang membedakan dengan orchio-epididymit & Hillegas, 2006; Leape, 1990). C. Pemeriksaan Fisik Pada torsio testis didapatkan testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizo testis sisi kontralateral. Kadang pada torsio testis yang baru saja terjadi dapat dirab

Transcript of Torsio Testis

TORSIO TESTIS A. Patofisiologi Terdapat 2 jenis torsio testis berdasarkan patofisiologinya yaitu intravagina dan ekstravagina torsio. Torsio intravagina terjadi di dalam tunika vaginalis dan disebabkan oleh karena abnormalitas dari tunika pada spermatic cord di dalam scrotum. Secara normal, fiksasi posterior dari epididymis dan investment yang tidak komplet dari epididymis dan testis posterior oleh tunika vaginalis memfiksasi testis pada sisi posterior dari scrotum. Kegagalan fiksasi yang tepat dari tunika ini menimbulkan gambaran bentuk bell-clapper deformitas, dan keadaan ini menyebabkan testis mengalami rotasi pada cord sehingga potensial terjadi torsio. Torsio ini lebih sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda (Kusbiantoro, 2007). Ekstravagina torsio terjadi bila seluruh testis dan tunika terpuntir pada axis vertical sebagai akibat dari fiksasi yang tidak komplet atau non fiksasi dari gubernakulum terhadap dinding scrotum, sehingga menyebabkan rotasi yang bebas di dalam scrotum. Kelainan ini sering terjadi pada neonatus dan pada kondisi undesensus testis (Kusbiantoro, 2007). B. Manifestasi Klinis Nyeri akut pada daerah testis disebabkan oleh torsio testis, epididimitis/orchitis akut atau trauma pada testis. Nyeri ini seringkali dirasakan hingga ke daerah abdomen sehingga dikacaukan dengan nyeri karena kelainan organ intraabdominal. Sedangkan nyeri tumpul disekitar testis dapat disebabkan karena varikokel (Purnomo, 2000). Pada torsio testis, pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan itu disebut akut skrotum. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah sehingga jika tidak diwaspadai sering dikacaukan dengan apendisitis akut (Purnomo, 2000). Gejala lain yang juga dapat muncul adalah mual dan muntah, kadang-kadang disertai demam ringan. Gejala yang jarang ditemukan pada torsio testis ialah rasa panas dan terbakar saat berkermih, dan hal ini yang membedakan dengan orchio-epididymitis (Wilson & Hillegas, 2006; Leape, 1990). C. Pemeriksaan Fisik Pada torsio testis didapatkan testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis sisi kontralateral. Kadang pada torsio testis yang baru saja terjadi dapat diraba adanya lilitan

atau penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini biasanya tidak disertai dengan demam (Purnomo, 2000). Pada saat permulaan epididimis masih teraba tapi tidak dalam posisi normal (Alif, 1994). Testis yang mengalami torsio pada scrotum akan tampak hiperemis. Eritema dan edema dapat meluas hingga scrotum sisi kontralateral. Testis yang mengalami torsio juga akan terasa nyeri pada palpasi. Seluruh testis akan bengkak dan nyeri serta tampak lebih besar bila dibandingkan dengan testis kontralateral, oleh karena adanya kongesti vena. Testis juga tampak lebih tinggi di dalam scotum disebabkan karena pemendekan dari spermatic cord. Hal tersebut merupakan pemeriksaan yang spesifik dalam menegakkan dianosis. Biasanya nyeri juga tidak berkurang bila dilakukan elevasi testis (Prehn sign) (Kusbiantoro, 2007). Pemeriksaan fisik yang paling sensitif pada torsio testis ialah hilangnya refleks cremaster. Dalam satu literatur disebutkan bahwa pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 99% pada torsio testis (Ringdahl & Teague, 2006). D. Pemeriksaan Penunjang Pada umumnya pemeriksaan penunjang hanya diperlukan bila diagnosis torsio testis masih meragukan atau bila pasien tidak menunjukkan bukti klinis yang nyata (Minevich, 2007; Ringdahl & Teague, 2006). Pemeriksaan sedimen urine tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urine dan pemeriksaan darah yang tidak menunjukkan tanda inflamasi, kecuali pada torsio testis yang sudah lama dan telah mengalami keradangan steril (Purnomo, 2000). Adanya peningkatan acute-fase protein (dikenal sebagai CRP) dapat membedakan proses inflamasi sebagai penyebab akut scrotum (Rupp, 2006). Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan keadaan akut skrotum yang lain adalah dengan memakai stetoskop Doppler, USG Doppler dan sintigrafi testis yang kesemuanya bertujuan menilai adanya aliran darah ke testis. Pada torsio testis tidak didapatkan adanya aliran darah ke testis sedangkan pada keradangan akut testis, terjadi peningkatan aliran darah ke testis (Purnomo, 2000). E. Penatalaksanaan Detorsi manual Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, dengan jalan memutar testis kearah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial maka dianjurkan untuk memutar testis kearah lateral dahulu, kemudian jika tidak terjadi perubahan, dicoba detorsi kearah

medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Jika detorsi berhasil, operasi harus tetap dilaksanakan (Purnomo, 2000). Operasi Dilakukan untuk reposisi dan setelah itu dilakukan penilaian apakah testis yang mengalami torsio masih viable (hidup) atau sudah mengalami nekrosis. Jika testis masih hidup, dilakukan orchidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul orchidopeksi pada testis kontralateral (Purnomo, 2000). Cara orchidopeksi adalah dengan memasang 3 jahitan antara tunika albuginea dan tunika Dartos dengan mempergunakan bahan yang tidak diserap misalnya sutera. Tamil melaporkan terjadinya torsio testis kontra lateral 5 tahun setelah orchidopeksi mempergunakan "chromic catgut". Sedangkan Kuntze melaporkan 2 kasus torsio pada testis yang telah di fiksasi dengan "chromic catgut" (Alif, 1994). Orchidopeksi dilakukan untuk mencegah agar testis tidak terpuntir kembali (Purnomo, 2000). Sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis (orchidektomi) dan kemudian disusul orchidopeksi pada testis kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada di dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibody antisperma sehingga mengurangi kemampuan fertilitas di kemudian hari (Purnomo, 2000). F. Prognosis dan Komplikasi Torsio testis seringkali mengalami reposisi spontan, hal ini dibuktikan dengan banyaknya penderita yang mempunyai riwayat serangan yang sama pada masa sebelumnya dan sembuh dengan sendirinya (Alif, 1994). Terdapat waktu 4 hingga 8 jam periode jendela dari onset gejela klinis torsio hingga intervensi bedah diperlukan untuk menyelamatkan testis yang mengalami torsio (Mansbach et.al, 2005). Testis yang pernah mengalami torsio, trauma, serta didapatkannya varikokel atau kriptorkismus dapat mempengaruhi spermatogenesis. Disamping itu torsio atau trauma pada testis dapat menyebabkan reaksi imunitas testis akibat rusaknya blood testis barrier (Purnomo, 2000). DAFTAR PUSTAKA

Alif,

Sabilal.

1994.

Akut

Skrotum.

Diakses

April

23,

2010,

16:06

di

http://www.urologi.or.id/pdf/JURI%20VOLL%204%20NO.2%20TAHUN%201994_3.pdf

Andik,

Kusbiantoro.

2007.

Torsio

Testis.

Diakses

April

24,

2010,

15:36,

di

http://bedahunair.hostzi.com/web_documents/torsio_testis.doc Leape.L.L . 1990. Testicular Torsion. In : Ashcraft.K.W (ed), Pediatric Urology,; Philadelphia: W.B. Saunders Company. Mansbach, J.M. Forbes, Peter. Peters, Craig. 2005. Testicular Torsion and Risk Factors for Orchiectomy. Akses April 24, 2010, 08:39 di http://archpedi.ama-

assn.org/cgi/content/full/159/12/1167 Minevich.E. 2007. Testicular Torsion, Department of Surgery, Division of Pediatric urology, akses di http://www.emedicine.com/ med/topic2780htm Ringdahl.E. Teague.L. 2006. Testicular Torsion, American Family Physician Journal. Rupp.T.J. 2006. Testicular Torsion, Department of Emergency Medicine, Thomas Jefferson University, akses di http://www.emedicine.com/med/topic2560.htm Wilson, Lorraine M. Hillegas, Kathleen B. 2006. Gangguan Sistem Reproduksi Laki-Laki dalam Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.