Tonsilofaringitis
-
Upload
lelly-sembodo -
Category
Documents
-
view
21 -
download
0
description
Transcript of Tonsilofaringitis
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. YD
Umur : 4 tahun
Tanggal Lahir : Jakarta, 23 Agustus 2010
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : KPAD Puspo Raya, Cibinong
Suku Bangsa : Batak
Agama : Protestan
Pendidikan : Belum Sekolah
Hubungan dengan orang tua : Anak kandung
Tanggal masuk : 31 Agustus 2014
No. CM : 357678
IDENTITAS ORANGTUA
Orangtua Ayah Ibu
Nama
Umur sekarang
Umur saat menikah
Perkawinan ke
Pendidikan terakhir
Pekerjaan
Pangkat
Agama
Suku bangsa
Penyakit, bila ada
Tn. A
36 tahun
29 tahun
1
SMA
TNI
Sertu
Protestan
Batak
-
Ny. S
36 tahun
29 tahun
1
D3 Keperawatan
Perawat
-
Protestan
Batak
-
1
II. ANAMNESA:
Dilakukan alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 01 September 2014,
pukul 06.30 WIB di bangsal anak RSPAD Gatot Soebroto.
Keluhan utama :
Demam sejak 6 hari SMRS
Keluhan tambahan :
Riwayat BAB berdarah 5 hari SMRS dan batuk pilek
Riwayat Penyakit Sekarang:
Enam hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) pasien mengeluh demam. Demam
dirasakan tiba-tiba dan hilang timbul, demam dirasakan terus menerus. Demam tanpa
diserati menggigil, kejang ataupun keringat malam. Demam tanpa disertai bintik-bintik
merah dan pendarahan pada gusi dan hidung (mimisan). Demam tanpa disertai nyeri sendi
dan nyeri pada bola mata. Nyeri perut, mual, dan muntah disangkal. Buang air kecil dan
buang air besar dalam batas normal. Pasien tidak sering jajan diluar dan makan makanan
rumah. Pasien tidak dari berpergian ke daerah endemis malaria.
Lima hari SMRS pasien mengeluh buang air besar disertai darah. Darah berwarna
merah segar dan isinya air dan terdapat sedikit ampas. Buang air besar kurang lebih 3-4x
sehari. Ibu pasien tidak memperhatikan bau fesenya.
Empat hari SMRS pasien mengaku batuk. Batuk berdahak berwarna kuning
kehijauan tanpa disertai darah. Batuk disertai dengan pilek, cairan bewarna bening. Batuk
pilek juga disertai oleh nyeri saat menelan. Suara serak disangkal. Batuk pilek tanpa
disertai sesak napas dan muntah. Pasien juga mengeluh nyeri pada tenggorokannya saat
menelan sehingga mengakibatkan nafsu makan menurun.
Dua hari SMRS BAB berdarah telah diobatin dengan bactrim, ibu pasien sudah
tidak mengeluh BAB berdarah ,demam dirasakan turun setelah minum obat namun tidak
sampai batas normal, kemudian demam dirasakan naik kembali. Karena demam tetap
2
tidak turun, kemudian pada tanggal 31 Agustus 2014 pasien dibawa ke UGD RSPAD
Gatot Soebroto.
Riwayat pengobatan yang telah diperoleh :
- Bactrim Syrup (diberikan 2 hari SMRS)
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat keluhan serupa : disangkal
- Riwayat kejang demam : disangkal
- Riwayat penyakit asma : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat penyakit kuning : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayatsakit serupa : disangkal
- Riwayat penyakit asma : diakui, ibu pasien
- Riwayat alergi : diakui, ibu pasien alergi debu
- Riwayat penyakit kuning : disangkal
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Riwayat darah tinggi : disangkal
Riwayat kehamilan
Status obstetri ibu pasien G0P2A0, pasien merupakan anak ke dua. Selama
kehamilan ibu pasien merasakan mual diawal kehamilan. Selama kehamilan Ibu pasien
tidak pernah sakit berat, tidak mengkonsumsi obat-obatan, merokok atau alkohol dan ibu
pasien juga tidak rutin untuk kontrol kehamilannya ke dokter setiap bulan.
Riwayat kelahiran
Penolong : Dokter
Cara persalinan : Spontan
Berat badan lahir : 3400 gram
3
Panjang badan lahir : 52 cm
Usia gestasi : 40 minggu
Keadaan bayi setelah lahir : langsung menangis
Kelainan bawaan : tidak ada
Anak ke : 2
Riwayat perkembangan
Umur
Pertumbuhan gigi I 6 bulan
Tengkurap 4 bulan
Duduk 5 bulan
Berdiri 9 bulan
Berjalan 15 bulan
Bicara 12 bulan
Membaca dan Menulis Belum bisa
Kesan: pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan usia.
Perkembangan pubertas :
- Rambut pubis :Stage 1, tidak terdapat rambut pubis
- Mammae :Stage 1, stadium pertunasan payudara. Penonjolan
payudara dan papilla sebagai tonjolan kecil.
- Menarche : belum
Riwayat Makan
Usia ASI/PASI Buah/BiskuitBubur
SusuNasi Tim
0 – 2 bulan ASI - - -
2 – 4 bulan ASI - - -
4 – 6 bulan ASI - - -
6 – 8 bulan ASI + susu formula Ya Ya Ya
4
8 – 10 bulan ASI + susu formula Ya Ya Ya
10 – 12 bulan ASI + susu formula Ya Ya Ya
Jenis Makanan Frekuensi
Nasi 3 x sehari, @ 1 centong nasi
Sayur 1-2 x sehari @ 1 mangkok kecil
Daging (ayam) 3-4 x dalam 1 minggu, @ 1 potong
Telur 5x dalam 1 minggu, 1 hari 1-2 kali, tiap kali 1 butir
Ikan 2x dalam 1 minggu, @ 1 potong
Tahu 3x dalam 1 minggu, 1 hari 2 kali, @ 1 potong
Tempe 4x dalam 1 minggu, 1 hari 2 kali, @ 1 potong
Susu ; Merk / takaran setiap hari, 1 hari 2-3 kali, tiap kali 250 cc / Dancow
Kesan: Kualitas dan kuantitas makanan cukup.
Riwayat Imunisasi
Jenis Imunisasi I II III IV V
BCG 2 bulan - - - -
Hepatitis B 0 hari 1 bulan 6 bulan - -
Polio 2 bulan 4 bulan 6 bulan - -
DTP 2 bulan 4 bulan 6 bulan - -
Campak 9 bulan - - - -
Lain-lain - - - - -
Kesan imunisasi dasar : Imunisasi dasar lengkap
Kesan imunisasi ulangan : Imunisasi ulangan lengkap
5
Keadaan Anak
NoTanggal Lahir
(Usia)
Jenis
KelaminHidup
Lahir
MatiAbortus
Mati
(sebab)
Keterangan
kesehatan
122-01-2009
(5 tahun 7 bulanL - - - TK B / sehat
223-08-2010
(4 tahun 0 bulan)P - - - Belum Sekolah
Anggota Keluarga Lain yang serumah
Tidak ada
Masalah Dalam Keluarga
Tidak ada.
Status Rumah Tinggal
- Tinggal di perumahan, milik sendiri.
- Keadaan rumah :
Ventilasi rumah baik, pencahayaan cukup, rumah cukup rapi, dan terdapat tumpukan
mainan di pojok ruang keluarga. Sumber air berasal dari PAM dan air tanah yang
ditampung di dalam bak yang terbuat dari semen sebagai sumber air yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Terdapat selokan di depan rumah, air selokan
mengalir.
- Lingkungan sekitar rumah
Cukup bersih, lingkungan perumahan dekat dengan rumah tetangga dan orang sekitar
rumah tidak ada yang menderita keluhan yang sama
Riwayat Penyakit yang pernah diderita
Penyakit Usia Penyakit Usia
6
Diare 5 hari SMRS Morbili -
Otitis - Parotitis -
Radang paru- Demam
berdarah-
Tuberkulosis - Demam tifoid -
Kejang - Cacingan -
Ginjal - Alergi -
Jantung - Pertusis -
Darah - Varicella -
Difteri - Biduran -
Asma - Kecelakaan -
Penyakit kuning - Operasi -
Batuk berulang - Lain-lain -
III. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 01 September 2014, di bangsal perawatan IKA, perawatan hari
ke-2:
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Status mental : Baik
Berat Badan (BB) : 19 kg
Tinggi Badan : 115 cm
Lingkar Kepala : 49 cm
Lingkar Lengan Atas : 20 cm
Lingkar Dada : 70 cm
Status gizi : (Z Score)
Berdasarkan BB/U = z score berada antara pecentil 0 – 2
7
Berdasarkan TB/U = z score berada antara perentil 3 - 2
Berdasarkan BB/TB = z score berada antara percentil 0 – (-1)
BMI = berada pada percentile 0 – (-1)
Tanda-tanda vital :
- Tekanan Darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 110 x/ menit, regular , isi cukup
- Respirasi : 20x/ menit, teratur
- Suhu : 37,6 oC (axilla)
Kepala : Normocephal, rambut hitam sedikit ikal, distribusi merata, tidak mudah
dicabut, ubun-ubun besar sudah menutup
Wajah : Simetris, kulit wajah pasien tidak nampak adanya kelainan, warna sawo
matang, nyeri tekan sinus tidak ada, ruam tidak ada
Mata :Kelopak mata tidak edema, tanda-tanda perdarahan tidak ada, konjungtiva
Tidak anemis, tanda peradangan pada konjungtiva tidak ada, mata tidak merah,
sklera tidak ikterik, kornea dan lensa jernih, pupil bulat, diameter pupil
3mm/3mm,isokor,reflex cahaya langsung dan tidak langsung +/+.
Telinga : Daun telinga simetris kanan dan kiri, lekukan sempurna, tidak ada sekret,
tidak ada perdarahan
Hidung : Bentuk normal,deviasi septum tidak ada, mukosa hidung tidak hipermis,
Terdapat secret berwarna bening, perdarahan tidak ada,nafas cuping hidung tidak
ada.
Mulut :Mukosa lembab, tidak ada sianosis, lidah kotor(-), lidahtremor tidak ada,
perdarahan gusi tidak ada, tonsil T3-T3, faring hiperemis
Leher : trakea di tengah, simetris, deviasi trakhea tidak ada, pembesaran kelenjar
tiroid tidak ada, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Thorax :Bentuk normal, jaringan parut tidak ada, ruam tidak ada, retraksi dinding dada
tidak ada
Paru :
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, tidak ada retraksi interkostal
Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
8
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, rhonki dan wheezing tidak ada.
Jantung :
Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus kordis teraba di ICS IV linea midclavicula sinistra, tidak kuat
angkat,thrill tidak ada.
Perkusi : Batas Jantung kanan di ICS V linea parasternal dekstra
Batas Jantung kiri di ICS V linea midclavicula sinistra
Batas Pinggang Jantung di ICS III linea parasternal sinistra
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II reguler, murmur dan gallop tidak ada
Abdomen
Inspeksi :Datar, tidak ada luka, tidak ada sikatrik, tidak ada perdarahan, tidak
ada ruam
Auskultasi : Bising usus (+) normal (6x/menit)
Palpasi : Supel, hati dan lien tidak teraba,turgor kulit baik, CVA -/-, nyeri
tekan (-)
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
Pemeriksaan asites sistematik : negatif
‘Sifting dulness : negatif
Kesan : tidak ada tanda asites
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada sianosis, tonus baik, capillary refill< 2”,
edema (-),petekie (-) di kedua tungkai bawah, panas (-), ruam tidak
ada
Refleks :
Refleks Fisiologis :
Refleks biseps : + (normal) /+ (normal)
9
Refleks triseps :+ (normal) / + (normal)
Refleks patella : + (normal) /+ (normal)
Refleks Achilles :+ (normal) / +(normal)
Refleks Patologis :
Refleks babinski : -/- Refleks Oppenheim : -/-
Refleks Chaddoks : -/- Refleks Gordon : -/-
Refleks Schaefer : -/- Refleks Gonda : -/-
Rangsang Meningeal :
Kaku kuduk : - Brudzinsky II : -/-
Brudzinsky I : -/- Kernig : -/-
Lasegue : -/-
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
JENIS PEMERIKSAAN NILAI RUJUKANHASIL Tanggal : 31-08-2014
Pukul : 15.17
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Kimia Klinik
Natrium (Na)
12-16 g/dL
37-47%
4.3-6.0 juta/uL
4.800-10.800/uL
150.000-400.000/uL
80-96 fL
27-32 pg
32-36 g/dL
132-145 mmol/L
11.2
31
4.1
21900
277000
76
28
37
133
10
Kalium (K)
Klorida (Cl)
IMUNOSEROLOGI
Widal
S. Typhi O
S. Paratyphi AO
S. Paratyphi BO
S. Paratyphi CO
S. Typhi H
S. Paratyphi AH
S. Paratyphi BH
S. Paratyphi CH
3.1-5.1 mmol/L
32-36 mmol/L
-
-
-
-
-
-
-
-
3.4
98
-
-
-
-
-
-
-
-
V. RESUME
Pasien anak perempuan berusia 4 tahun datang dengan keluhan demam yang
dirasakan secara mendadak sejak 6 hari SMRS. Demam dirasakan hilang timbul, terus-
menerus, demam tanpa disertai dengan menggigil, kejang ataupun keringat malam. Lima
hari SMRS pasien mengeluh buang air besar disertai darah. Darah berwarna merah segar
dan isinya air dan terdapat sedikit ampas. Buang air besar kurang lebih 3-4x.Ibu pasien
tidak memperhatikan bau fesenya. Empat hari SMRS pasien mengaku batuk. Batuk
berdahak berwarna kuning kehijauan tanpa disertai darah. Batuk disertai dengan pilek,
cairan bewarna bening. Terdapat nyeri menelan sehingga nafsu makan pasien terganggu.
Batuk pilek tanpa disertai sesak napas dan muntah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran komposmentis. Tekanan darah : 110/80 mmHg, Nadi : 110 x/ menit, regular ,
isi cukup, Respirasi : 20x/ menit, teratur dan Suhu : 37,6 oC (axilla). Pada pemeriksaan
mulut didapatkan faring hiperemis dan tosil T3-T3. Pada pemeriksaan labolatorium
didapatkan Hb/Ht/Erit/Leuk/Trombo/MCV/MCH/MCHC:
11.2/31/4.1/21900/277000/76/28/37.
11
VI. DIAGNOSIS KERJA
Tonsilofaringitis akut et causa susp Bakteri
Riwayat Disentri
VII. DIAGNOSIS BANDING
Tonsilofaringitis akut et causa Virus
Abses Peritonsilar
VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
Darah lengkap
Kultur swab tenggorok
Rapid antigen-detection (RADT)
ASTO
Pemeriksaan feses lengkap
IX. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
volume cairan kristaloid perhari yang diperlukan untuk BB 19 kg
Jumlah cairan = 1000 + { 50 x BB }
= 1000 + { 50 x 9 }= 1000 + 450 = 1450 cc / 24 jam
IFVD RL 1500 cc/24 jam
Paracetamol 3x200 mg IV
Cefotaxim 3x500 mg IV
Ambroxol syrup 3x2 ½ cth
Non-Medikamentosa
Tirah baring
12
Diit : makan biasa (energi : 1800 kcal/hari)
X. PROGNOSIS
Qua ad vitam : ad bonam
Qua ad fuctionam : ad bonam
Qua ad sanationam : dubia ad bonam
XI. FOLLOW UP PASIEN
02 September 2014 03 September 2014
S Batuk berdahak, Demam tidak ada, mual (-), muntah (-),
nafsu makan mulai membaik, , BAK (+), BAB (+) berampas
dan tidak berdarah , BAB darah (-)
Ibu pasien mengeluh anaknya masih batuk berdahak, Demam
(-), mual (+), muntah (-), BAK (+), BAB (+) berampas, tidak
berdarah dan tidak berlendir, nafsu makan membaik
13
O Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Keasadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda vital:
- TD : 110/80 mmHg N : 110 x/ menit,
- R : 20 x/ menit S : 36,7 oC
Kepala : Normocephal
Wajah : Simetris, nyeri tekan sinus (-), ruam (-)
Mata :edema palpebra (-/-), tanda-tanda perdarahan (-/-),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : sekret (-/-), perdarahan (-/-)
Hidung : sekret (-/-), perdarahan (-/-), NCH (-)
Mulut : Mukosa bibir lembab, lidah kotor (-), perdarahan
gusi (-), T3-T3 faring hiperemis
Leher : simetris, pembesaran KGB (-), ruam (-)
Thorax : bentuk normal, jaringan parut (-), ruam (-)
Paru : Suara napas vesikuler +/+, rhonki (-/-) wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi Jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, supel, ruam (-), bising usus (+) hati dan
lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”, edema (-), ptekie (-)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Keasadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda vital:
- TD : 110/80 mmHg N : 100 x/ menit,
- R : 22 x/ menit S : 36,6 oC
Laboratorium : hb/ht/erit/leko/trombo/mcv/mch/mchc :
11.2/32/4.1/20000/409000/79/27/35
Kepala : Normocephal
Wajah : Simetris, nyeri tekan sinus (-), ruam (-)
Mata :edema palpebra (-/-), tanda-tanda perdarahan (-/-),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : sekret (-/-), perdarahan (-/-)
Hidung : sekret (-/-), perdarahan (-/-), NCH (-)
Mulut : Mukosa bibir kering, lidah kotor (-), perdarahan
gusi (-) T3-T3 tidak hiperemis
Leher : simetris, pembesaran KGB (-), ruam (-)
Thorax : bentuk normal, jaringan parut (-), ruam (-)
Paru : Suara napas vesikuler +/+, rhonki (-/-) wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi Jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, supel, ruam (-), bising usus (+) hati dan lien
tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”, edema (-), ptekie (-)
A Tonsilofaringitis akut Tonsilofaringitis akut
P - Tirah baring
- Diit : energi 1800 kalori
- IFVD RL 1500 ml/24 jam
- Paracetamol syrup 3x1 ½ cth
- Cefotaxim 3x500 mg IV
- Ambroxol syrup 3x2 ½ cth
- Nebulizer 3x1 dengan NaCL 0.9% dan Barotec
- Tirah baring
- Diit : energi 1800 kalori
- IVFD RL 1500 mg/24 jam
- Paracetamol syrup 3x1 ½ cth (prn)
- Cefotaxim 3x500 mg IV
- Ambroxol syrup 3x2 ½ cth
- Nebulisasi 3x1 dengan NaCL 0.9% dan Barotec
14 Januari 2014
S Ibu pasien mengatakan sudah tidak batuk dan pilek. Demam
14
(-), mual (-), muntah (-), nafsu makan meningkat, BAK (+),
BAB (+) berampas tidak berdarah dan tidak berlendir
O Keadaan umum : baik
Keasadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda vital:
- TD : 110/70 mmHg N : 115 x/ menit,
- R : 20 x/ menit S : 36,8 oC
Kepala : Normocephal
Wajah : Simetris, nyeri tekan sinus (-), ruam (-)
Mata :edema palpebra (-/-), tanda-tanda perdarahan (-/-),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : sekret (-/-), perdarahan (-/-)
Hidung : sekret (-/-), perdarahan (-/-), NCH (-)
Mulut : Mukosa bibir kering, lidah kotor (-), perdarahan
gusi (-), tonsil T1-T1 tidak hiperemis
Leher : simetris, pembesaran KGB (-), ruam (-)
Thorax : bentuk normal, jaringan parut (-), ruam (-)
Paru : Suara napas vesikuler +/+, rhonki (-/-) wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi Jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, supel, ruam (-), bising usus (+) hati dan lien
tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”, edema (-), ptekie (-),
panas (-)
A Tonsilofaringitis akut
P - Pasien boleh pulang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TONSILOFARINGITIS AKUT
ANATOMI TONSIL 1
15
Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut terletak didepan
batas palatum mole, arcus farigeus anterior dan dasar lidah. Nasofaring meluas dari dasar
tengkorak sampai batas palatum mole. Ororfaring meluas dari batas tadi samapai batas epiglottis,
sedangkan dibawah garis ini adalah laringofaring atau hipofaring.
Gambar 1. Bagian-bagian faring
Tonsila disusun oleh jaringan limfoid yang diliputi oleh epitel squamosa yang berisi
beberapa kripta. Tampaknya tidak terdapat penurunan kekebalan yang disebabkan oleh
pengangkatan tonsila (atau adenoid). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-
masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak
selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa
supratonsilar. Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi
invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan tersebar
sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan jaringan
limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang
tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu dan
umumnya memperlihatkan pusat germinal.
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu 1) arteri
maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden;
2) arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan
16
cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior
diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara
kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri
faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang
bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil,
vena lidah dan pleksus faringeal
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus
glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B
membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40%
dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang (Wiatrak BJ, 2005). Limfosit B berproliferasi di
pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen, interferon,
lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada
tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada
folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid.
Gambar 2. Faring tampak lateral
DEFINISI 1,2
Istilah faringitis akut adalah digunakan untuk menenukan semua infeksi akut pada faring,
termasuk tonsillitis (tonsilofaringitis) yang berlangsung hingga 14 hari. Faringitis merupakan
peradangan akut membrane mukosa faring dan struktur lain disekitarnya. Karena letaknya
sangan dekat dengan hidung dan tonsil, jarang terjadi infeksi local faring atau tonsil. Oleh karena
17
itu, pengertian faringitis secara luas mencakup tonsillitis, nasofaringitis dan tonsilofaringitis.
Infeksi pada daerah faring dan sekitarnya ditandai dengan keluhan nyeri tenggorok.
ETIOLOGI 1,3,4
Berbagai virus dan bakteri dapat menjadi etiologi faringitis, baik faringitis sebagai
manifestasi tunggal maupun sebagai bagian dari penyakit lain. Virus merpaka etiologi terbanyak
faringitis akut, terutama pada anak dengan usia ≤ 3 tahun. Virus sebagai penyebab penyakit
respiratori seperti Adenovirus, Rhinovirus, dan virus Parainflenza dapat menjadi penyebab
faringitis.
18
Table 1. macam-macam penyebab faringitis akut
Streptococcus beta hemolitikus group A adalah bakteri penyebab terbanyak faringitis atau
tonsilofaringitis akut. Bakteri tersebut mencakup 15-30% (diluar kejadian endemic) dari
penyebab faringitis akut pada anak, sedangkan pada dewasa hanya sekitar 5-10% kasus.
Streptococcus pyogenes (Streptococcus grup A) adalah bakteri gram positif, mempunyai
rantai pendek maupun panjang, menghasilakan hemolisin (beta) pada media agar darah.
Gambaran bakteri penting diketahui dan dibedakan dari streptococcus non-hemolisis (gamma)
dan dari streptococcus (alfa) viridians, yang dapat menyebabkan hemolisin hijau pada agar
darah. Hemolisis dihasilkan pada sediaan biakan darah dari bermaca-macam spesies mamalia
19
(contohnya darah kambing). Kuman ini tumbuh baik pada PH 7.4-7.6, suhu optimum untuk
pertumbuhan 37 oC. streptococcus meragi glukosan dan dihambat pertubuhannya dihambat oleh
asam laktat. Tumbuhnya akan subur bila diberi glukosa berlebih.
Mikroorganisme seperti klamidia dan mikoplasma dilaporkan dapat meyebabkan infeksi,
tetapi sangat jarang terjadi.
PATOGENESIS1,2
Nasofaring dan orofaring adalah tempat untuk organisme ini, kontak langsung dengan
mukosa nasofaring atau orofaring yang terinfeksi atau dengan benda yang terkontaminasi seperti
sikat gigi merupakan cara penularan yang kurang berperan, demikian juga dengan penularan
melalui makanan.
Penyebaran Sreptococcus Beta Hemolitikus Group A (SBHGA) memerlukan penjamu
yang rentan dan difasilitasi dengan kontak yang erat. Infeksi jarang terjadi pada anak usia
dibawah 2 tahun, mungkin kurang kuatnya SBHGA melekat pada sel-sel epitel.
Kontak erat dengan sekumpulan besar anak, misalnya pada kelompok anak sekolah, akan
mempetinggi penyebaran penyakit. Rata-rata anak prasekolah mengalami 4-8 episode infeksi
saluran respiratori atas setiap tahunnya, sedangkan anak usia sekolah mengalami 2-6 episode
setiap tahunnya.
Bakteri atau virus dapat secara langsung menginvasi mukosa faring yang kemudian
meyebabkan respon peradangan local. Rhinovirus menyebabkan iritasi mukosa faring skunder
akibat sekresi nasal. Sebagian besar peradangan meyebabkan nasofaring, uvula dan palatum
mole. Perjalanan penyakit ialah terjadi inokulasi dari agen infeksius di faring yang meyebabkan
peradangan local, sehingga meyebabkan eritema faring, tonsil atau keduanya. Infeksi
streptococcus ditandai dengan invasi local serta pelepasan toksin ekstrasel dan protease.
Transmisi dari virus yang khusus dan SBHGA terutama terjadi akibat kontak tangan dengan
secret hidung dibandingkan dengan kontak oral. Gejala akan tampak setelah masa inkubasi yang
pendek, yaitu 24-72 jam.
Penyebab faringitis akut dapat bervariasi dari organism yang menghasilkan eksudat saja
atau perubahan sampai yang menyebabkan edema dan bahkan ulserasi. Pada stadium awal,
terdapat hyperemia kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa
20
kemudian menjadi menebal atau berbentuk mucus, dan kemudian cenderung menjadi kering dan
dapat melekat pada dinding faring. Dengan hyperemia pembulu darah faring menjadi melebar.
Tidak adanya tonsila biasanya perhatian difokuskan pada faring dan tampak folikel limfoid atau
bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan
bengkak. Terkenanya dinding lateral tersendiri disebut sebagai faringitis lateral.
Pada tonsillitis akut terdapat peradangan umum dan pembengkakan dari jarigan tonsila
dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati dan bakteri pathogen dalam kripta.
MANIFESTASI KLINIK 1,6
Gejala faringitis yang khas akibat infeksi bakteri Sterptococcus berupa nyeri tenggorokan
dengan awitan mendadak, disfagia, dan demam. Urutan gejala yang biasa dikeluhkan oleh anak
berusia diatas 2 tahun adalah nyeri kepala, nyeri perut, dan muntah. Selain itu juga didapatkan
demam yang dapat mencapai suhu 40 oC, beberapa jam kemudian nyeri tenggorok. Gejala seperti
rinore, suara serak, batuk, konjungtivitis, dan diare biasa disebabkan oleh virus. Kontak dengan
pasien rhinitis juga dapat ditemukan pada anamnesis.
Pada pemeriksaan fisis, tidak sema pasien tonsilofaringitis akut Sterptococcus
menunjukan tanda infeksi, yaitu eritema pada tonsil dan faring yang disertai dengan pembesaran
tonsil.
Faringitis Streptococcus sangat mungkin jika dijumpai gejala dan tanda sebagai berikut :
- Awitan akut, disertai mual dan muntah
- Faring hiperemis
- Demam
- Nyeri tenggorokan
- Tonsil bengkak dan dengan eksudasi
- Kelenjar getah bening leher anterior bengkak dan nyeri
- Uvula bengkak dan merah
- Ekskoriasi hidung disertai lesi impetigo skunder
- Petekie palatume mole
21
Akan tetapi, penemuan tersebut bukan merupakan tanda pasti faringitis Streptococcus
karena dapat pula dijumpai pada penyebab tonsilofaringitis lain. Sedangkan bila dijumpai gejala
dan tanda berikut ini, maka kemngkinan besar bukan faringitis streptococcus :
- Usia dibawah 3 tahun
- Awitan bertahap
- Kelainan melibatkan beberapa mukosa
- Kongtivitis, diare, batuk, pilek, suara serak
- Mengi, ronki di paru
Tanda khas faringitis difteri adalah membrane asimetris, mudah berdarah, dan berwarna
kelabu pada faring. Membrane tersebut dapat meluas dari batas anterior tonsil hingga ke palatum
mole dan atau ke uvula.
Pada faringitis akibat virus, dapat juga ditemukan ulcus dipalatum mole dan dinding
faring serta eksudat di palatum dan tonsil, tetapi sulit dibedakan dengan eksudat pada faringitis
streptococcus. Gejala yang timbul dapat menghilang dalam 24 jam, berlangsung selama 4-10 hari
(self limiting disease), jarang menimbulkan komplikasi, dan memiliki prognosis yang baik.
Pada infeksi oleh virus influenza, coxsachievirus dan cytomegalovirus tidak
menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi
kulit berupa makulopapular rash. Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga
menimbulkan gejala konjngtivitis terutama pada anak. Epstein Barr Virus (EBV) menyebabkan
faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar
limfa diseluruh tubuh terutama retroservical dan hepatosplenomegali.
Gambar 3. Tonsillitis Dfiteri
22
DIAGNOSIS1
Diagnosis ditegakan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Sulit untuk membedakan antara faringitis Streptococcus dan faringitis virus hanya
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Baku emas penegakan diagnosis faringitis bakteri
atau virus adalah melalui pemeriksaan kultur dari apusan tenggorok. Apusan tenggorok yang
adekuat pada daerah tonsil diperlukan untuk menentkan adanya S.pyogenes. untuk
memaksimalisasi akurasi, maka diambil apusan dari dinding faring posterior dan region tonsil,
lalu diinokulasikan pada media agar darah domba 5% dan piringan basitrasin diaplikasikan
kemudian ditunggu selama 24 jam.
Gambar 4. Pembesaran Tonsil
Pada saat ini terdapat metode yang cepat untuk mendeteksi antigen streptococcus group
A (rapid antigen detection test). Metode uji cepat ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas
yang cukup tinggi (sekitas 90-95%) dan hasilnya dapat diketahui dalam 10 menit, sehingga
metode ini setidaknya dapat digunakan sebagai pengganti pemeriksaan kultur. Secara umum, bila
uji tersebut negatif, maka apusan tenggorok di kultur pada dua agar darah yang berbeda untuk
mendapatkan hasil yang terbaik S.pyogenes. pemeriksaan kultur dapat membantu mengurangi
pemberian antibiotic yang tidak perlu pada faringitis.
23
TATALAKSANA1
Usaha untuk membedakan faringitis bakteri dan virus bertujuan agar pemberian antibiotic
sesuai indikasi. Faringitis Streptococcus group A merupakan satu-satunya faringitis yang
memiliki indikasi kuat dan aturan khusus dalam penggunaan antibioik.
Pemberian antibiotic tidak diperlukan pada faringitis virus, karena tidak akan
mempercepat wakt penyembuhan atau mengurangi derajat keparahan. Istirahat cukup dan
pemberian cairan yang sesuai merupakan terapi supportif yang dapat diberikan. Selain itu
pemberian gargles (obat kumur) dan lozenges (obat hisap), pada anak yang cukup besar dapat
meringankan nyeri tenggorokan. Apabila terdapat nyeri yang berlebihan atau demam, dapat
diberikan paracetamol atau ibuprofen. Pemberian aspirin tidak dianjurkan, terutama pada
influenza , karena insidens sindrom Reye kerap terjadi.
Terapi Antibiotik
Pemberian antibiotic pada faringtis harus sesuai dengan gejala klinis dan hasil kultur
positif pada pemeriksaan usap tenggorok. Akan tetapi, sampai saat ini masih terdapat pemberian
antibiotic yang tidak rasional untuk kasus faringitis akut. Salah satu penyebabnya adalah terdapat
overdiagnosis terhadap faringitis menjadi faringitis akut Streptococcus, dan pemberian antibiotic
karena khawatir dengan salah satu komplikasinya, berupa demam reumatik.
Antibiotic pilihan pada terapi faringitis akut Streptococcus group A adalah Penisilin V
oral 15-30 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis selama 10 hari atau benzatin penisilin G IM
dosis tunggal dengan dosis 600.000 IU (BB<30kg) dan 1.200.000. IU (BB>30kg).
Amoksisilin dapat digunakan sebagai pengganti penisilin pada anak yang lebih kecil,
karena selain efeknya sama, amoksisilin juga memiliki rasa yang lebih enak. Amoksisilin dengan
dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 6 hari, efektifitasnya sama dengan penisilin V oral
selama 10 hari. Untuk anak yang elrgi penisilin dapat diberikan Eritromisisn estolat 20-40
mg/kgBB/hari, dengan pemberian 2,3 atau 4 kali perhari selama 10 hari; atau dapat juga
diberikan makrolid baru misalnya azitromisin dengan dosis tnggal 10 mg/kgBB/hari, selama 3
hari berturut-turut. Antibiotic golongan sefalosporin generasi I dan II juga dapat juga
memberikan efek yang sama, tetapi pemakaiannya tidak dianjurkan , karena selain mahal resiko
resistensinya juga lebih besar.
24
Kegagalan terapi adalah terdapatnya Streptococcus persisten setelah terapi selesai. Hal ini
terjadi pada 5-20% populasi, dan lebih banyak pada populasi dengan pengobatan penisilin oral
dibandingan dengan suntik.
Apabila hasil kultur kembali positif, beberapa kepustakaan menyarankan terapi kedua,
dengan pilihan terapi oral klindamisin 20-30 mg.kgBB/ hari selama 10 hari; amoksisilin-
klavulanat 40 mg/kgBB/hari terbagi menjadi 3 dosis selama 10 hari; atau injeksi benzathin
Penisilin G IM, dosis tunggal 600.000 IU (BB<30kg) atau 1.200.000 I (BB>30kg). akan tetapi,
bila setelah terapi kedua tetap positif, kemungkinan pasien merupakan pasien karier, yang
memiliki resiko ringan terkena demam reumatik. Golongan tersebut tidak memerlukan terapi
tambahan.
‘
Tabel 2. Terapi antimikroba
Tabel 3 7
25
Tabel 4
Tonsilektomi 1
Dasar ilmiah tindakan ini masih belum jelas. Ukuran tonsil dan adenoid bukanlah
indikator yang tepap untuk dilakukan tonsilektomi. Tonsilektomi biasanya dilakukan pada
tonsilofaringitis berlang atau kronis.
Terdapat beberapa indikator klinis yag digunakan, salah satunya adalah kriteria yang
digunakan Children Hospital of Pittsburgh Study, yaitu : tujuh atau lebih episode infeksi
tenggorokan yang di terapi dengan antibiotik ada tahun sebelumnya, lima atau lebih episode
infeksi tenggorok yang diterapi antibiotik setiap tahun selama dua tahun sebelumnya, dan tiga
atau lebih episode infeksi tenggorok yang diterapi dengan antibiotik setiap tahun selama 3 tahun
sebelumnya. American Academy Otolaryngology and Head and Neck Surgery menetapkan tiga
atau lebih episode infeksi tenggorokan yang diterapi dalam setahun sebagai bukti yang cukup
untuk melakukan tindakan pembedahan.
KOMPLIKASI1
Kejadian komplikasi pada faringitis akut virus sangat jarang. Beberapa kasus dapat
berlanjut menjadi otitis media purulen bakteri. Pada faringitis bakteri dan virus dapat ditemukan
komplikasi ulkus kronik yang cukup luas.
26
Komplikasi faringitis bakteri terjadi akibat perluasan langsung atau secara hematogen.
Akibat perluasan langsung, faringitits dapat berlanjut menjadi rinosinsusitis, otitis media,
mastoiditis, adenitis servical, abses retrofaringeal atau parafaringeal, atau pnemonia. Penyebaran
hematogen Streptococcus group A dapat mengakibatkan meningitis, osteomielitis, atau artritis
septik, sedangkan komplikasi nonsupuratif berupa demam reumatik dan glomerulusnefritis.
27
BAB III
ANALISIS KASUS
Pasien ini didiagnosa demam dengue.Diagnosa tersebut ditegakkan berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
1. Anamnesa
Dari hasil anamnesa di dapatkan pasien demam yang dirasakan secara mendadak sejak 6 hari
SMRS. Demam dirasakan hilang timbul, demam dirasakan setiap hari, terus-menerus. Demam
terjadi karena adanya pirogen yang merangsang IL-1 sehingga meningkatkan titik patokan (set
point) suhu di hipotalamus. Demam disertai tanpa dengan menggigil.
Lima hari SMRS pasien mengeluh buang air besar disertai darah. Darah berwarna merah
segar dan isinya air dan terdapat sedikit ampas. Ibu pasien tidak memperhatikan bau fesenya.
Pasien juga mengeluh batuk. Batuk berdahak berwarna kuning kehijauan tanpa disertai
darah. Batuk merupakan upaya pertahan tubuh terhadap rangsangan yang ada. Batuk adalah
refleks normal yang melindungi tubuh kita. Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama; yaitu
reseptor batuk, serabut saraf aferen, pusat batuk, susunan saraf eferen dan efektor. Batuk bermula
dari suatu rasangsangan pada reseptor batuk. Reseptor ini terletak didalam maupun diluar rongga
thorax antara lain laring, trakea, bronkus dan pleura. Batuk dengan sekret yang purulen
menunjukan bahwa sebagian besar penyebab batuk tersebut adalah oleh infeksi bakteri
Nyeri tenggorokan disebabkan karena adanya peradangan pada tenggorokan yang berarti
dinding menebal atau bengkak, berwarna lebih merah, ada bintik-bintik putih.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos
mentis. Status gizi : normoweight, Tanda vital, tekanan darah : 110/80 mmHg, nadi : 110
x/menit, respirasi : 20 x/menit, suhu : 37,60C. Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pasien
dalam batas normal, pada pemeriksaan wajah mata tidak ditemukan adanya kelainan. Pada
pemeriksaan telinga tidak ditemukan adanya cairan dan pada pemeriksaan hidung ditemukan
adanya secret berwarna bening. Pada pemeriksaan mulut ditemukan mukosa bibir lembab, lidah
tidak kotor, tonsil T3-T3 dengan faring hiperemis. Pada pemeriksaan leher ditemukan adanya
28
nyeri menelan. Pada pemeriksaan thorax dan abdomen dalam bats normal. Pada pemeriksaan
ekstremitas ditemukan adanya edema ataupun sianosis pada daerah tungkai bawah kaki kanan
dan kiri.
3. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium hematologi rutin didapatkan hasil leukositosis hingga 3 hari
perawatan di Rumah Sakit (tanggal 31-08-2014; 21.900/ʯL tanggal 03-09-2014; 20.000/ʯL,.
Leukositosis dapat terjadi akibat adanya infeksi bakteri, keadaan ini dapat ditemukan pada
faringitis akut oleh Streptococus. Ditemukan adanya sedikit penurunan Hb, Ht dan eritrosit, hal
tersebut dapat disebabkan karena adanya riwayat BAB berdarah pada pasien ini.
4. Penatalaksanaan
Medikamentosa
Volume cairan kristaloid perhari yang diperlukan untuk BB 19 kg
Jumlah cairan = 1000 + { 19 x BB }
= 1000 + { 20 x 9 }= 1500 + 450 = 1450 cc / 24 jam
IFVD RL 1500 cc/24 jam (3 kolf)
Paracetamol 3x200 mg IV (prn)
Parasetamol diberikan untuk antipiretik dan analgetik.
Dosis paracetamol untuk pasien ini dengan BB 19 kg = 10-15 mg/kgBB/hari = 190-
285 mg/hari
Cefotaxim 3x500mg IV
Cefotaxim merupakan antimikroba golongan sefalosporin generasi III. Sefalosporin
merupakan golongan Betalaktam, mekanisme kerja antibiotic ini ialah dengan
menghambat sintesis dinding sel mikroba.
Ambroxol syrup 3x2 ½ cth
Ambroxol merupakan golongan mukolitik yang berfungsi sebagai pengencer dahak.
Dengan dosis 1.5 mh/kgBB/hari. Sehingga dosis pada pasien ini dengan BB 19 kg =
17x1.5 = 25.5 mg
29
Dengan sediaan syrup 15/5ml = 25.5/15 = 1.7 ml sehingga 2 ½ cth
5. Prognosis
Prognosis pasien ini secara quo ad vitam bonam karena pasien yang menderita
tonsilofaringitis ini tidak mengancam nyawa bila tatalaksananya tepat. Secara functionam
prognosis pasien ini adalah ad bonam, karena organ-organ vital pasien masih berfungsi
dengan baik. Prognosis quo ad sanactionam pasien ini adalah dubia ad bonam karena hal ini
dapat dipengaruhi oleh banyak factor salah satunya adalah factor penjamu yaitu system
kekebalan tubuh dan lingkungan yaitu sering nya pajanan.
30