Case Tonsilofaringitis Kronis Dan Granuloma
-
Upload
m-aprial-darmawan -
Category
Documents
-
view
119 -
download
2
description
Transcript of Case Tonsilofaringitis Kronis Dan Granuloma
LAPORAN KASUS
TONSILOFARINGITIS KRONIS
DAN GRANULOMA AURICULA DEXTRA
Disusun Oleh :
Kartika Salsabila (030.08.
Lystiana Nirmala (030.08.
Purnamandala (030.08
Sartika Riyandhini (030.08.
Shabrina Herdiana Putri (030.08.222)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
PERIODE 12 NOVEMBER – 15 DESEMBER 2012
1
BAB I
PENDAHULUAN
Tonsil palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak pada fossa tonsilaris pada kedua
sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin Waldeyer. Peran imunitas dari tonsil
adalah sebagai pertahanan primer untuk menginduksi sekresi bahan imun dan mengatur produksi
dari immunoglobulin sekretoris. Peran tonsil mulai aktif pada umur antara 4 hingga 10 tahun dan
akan menurun setelah masa pubertas. Hal ini menjadi alasan fungsi pertahanan dari tonsil lebih
besar pada anak-anak daripada orang dewasa. Anak-anak mengalami perkembangan daya tahan
tubuhnya terhadap infeksi terjadi pada umur 7 hingga 8 tahun dan tonsil merupakan salah satu
organ imunitas pada anak yang memiliki fungsi imunitas yang luas.
Lokasi tonsil sangat memungkinkan mendapat paparan benda asing dan pathogen yang
menyebabkan timbulnya respon imun yang tidak jarang menyebabkan hipertropi tonsil atau
tonsillitis. Pengaruh rangsangan bakteri yang terus menerus terhadap tonsil pada tonsilitis kronik
menyebabkan sistem imunitas lokal tertekan karena menurunnya respon imunologis limfosit
tonsil dan perubahan epitel akan mengurangi reseptor antigen. Hal ini menyebabkan terjadinya
kegagalan fungsi tonsil sebagai gatekeeper dan respon imunologi tonsil terhadap antigen.
Pengobatan tonsilitis kronik sangat sulit dan lazim dilakukan tonsilektomi.
Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut, terutama yang tidak
mendapat terapi adekuat; mungkin serangan mereda tetapi kemudian dalam waktu pendek
kambuh kembali dan menjadi laten. Proses ini biasanya diikuti dengan pengobatan dan serangan
yang berulang setiap enam minggu hingga 3 – 4 bulan. Seringnya serangan merupakan faktor
prediposisi timbulnya tonsilitis kronis yang merupakan infeksi fokal.
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-
60%), bakteri (5-40%), alergi, taruma, dan toksin. Faringitis pada anak yang disebabkan oleh
virus, biasanya hanya memerlukan terapi suportif saja. Sedangkan faringitis yang disebabkan
oleh bakteri patogen seperti Sterptokokus Beta Hemolitik Grup A, memerlukan pengobatan
dengan antibiotik.
2
Faringitis dan tonsilitis sering ditemukan bersamaan yang dikenal dengan sebutan
tonsilofaringitis. Tonsilofaringitis adalah radang orofaring mengenai dinding posterior yang
disertai inflamasi tonsil.
Etiologi tonsilofaringitis akut 50 % adalah kuman golongan streptococcus B hemolyticus,
streptococcus viridians dan streptococcus pyogenes. Sedang sisanya disebabkan oleh virus yaitu ;
adenovirus, echo, virus influenza serta herpes.
Tonsilofaringitis merupakan peradangan yang berulang pada tonsil dan faring yang memiliki
faktor predisposisi antara lain rangsangan kronis rokok, makanan tertentu, higiene mulut yang
buruk, pasien yang biasa bernapas melalui mulut karena hidungnya tersumbat, pengaruh cuaca
dan pengobatan tonsilofaringitis sebelumnya yang tidak adekuat.
Penyakit infeksi masih merupakan penyakit utama di Indonesia, terutama infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) baik infeksi saluran pernafasan atas maupun infeksi saluran pernafasan
bawah. Penyakit tonsilofaringitis termasuk dalam infeksi saluran pernafasan akut yang kasusnya
banyak dimasyarakat, mencapai 40 - 60 % kunjungan pasien ke RS. Dari Sistim Pencatatan dan
PelaporanRS menunjukkan bahwa tonsilofaringitis adalah yang paling sering ditemui di
lapangan.
3
BAB II
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat :
Pekerjaan :
ANAMNESIS
Keluhan utama :
Riwayat penyakit sekarang:
Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat penyakit keluarga:
.
Riwayat alergi:
Pasien mengaku memiliki riwayat alergi terhadap udara dingin, sering bersin-bersin pagi hari
dan pilek. Alergi makanan dan obat-obatan (-).
Riwayat pengobatan:
PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal: )
Status Generalis
4
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 72 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5 0C
Status Lokalis
Pemeriksaan telinga:
No. Pemeriksaan Telinga Telinga kanan Telinga kiri
1. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam
batas normal, nyeri tragus
(-), hematoma (-)
Bentuk dan ukuran dalam batas
normal, nyeri tragus (-),
hematoma (-)
2. Liang telinga luar Serumen (-)
Edema (-), hiperemi (-),
furunkel (-)
Serumen (-)
Edema (-), hiperemi (-),
furunkel (-)
3. Membran timpani Intak, retraksi (-), bulging
(-), warna membran timpani
suram, cone of light (-)
Intak, retraksi (-), bulging (-),
warna membran timpani suram,
cone of light (-)
5
.Pemeriksaan hidung:
Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri
Hidung luar Bentuk (N), inflamasi (-), nyeri
tekan (-), deformitas (-)
Bentuk (N), inflamasi (-), nyeri
tekan (-), deformitas (-)
Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi N, ulkus (-) N, ulkus (-)
Cavum nasi Bentuk (N), Sekret (-), mukosa
hiperemi (-)
Bentuk (N), Sekret (-), mukosa
hiperemi (-)
Meatus nasi media Mukosa hiperemi (-), secret (-),
massa (-)
Mukosa hiperemi (-), secret (-),
massa (-)
Konka nasi inferior Edema (-), mukosa hiperemia (-) Edema (-), mukosa hiperemi (-)
Septum nasi Deviasi (-), benda asing (-),
perdarahan (-), ulkus (-)
Deviasi (-), benda asing(-),
perdarahan (-), ulkus (-)
6
Pemeriksaan Tenggorokan:
Mukosa Bukal berwarna merah muda, hiperemia (-)
Lidah Normal
Uvula Normal
Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (+)
Faring Mukosa hiperemi (+), edema (+), granul (+), ulkus (-),
neovaskularisasi (-)
Tonsila palatine Hiperemia (+), ukuran T2-T3, pada tonsila palatine kiri kripte
melebar (+), detritus (+), tampak bergranul.
Leher : simetris, limfonodi tidak teraba.
DIAGNOSIS
- Tonsilofaringitis kronik eksaserbasi akut.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa kultur dan uji resistensi kuman dari
sediaan apusan tonsil untuk mengetahui bakteri penyebab.
RENCANA USULAN TERAPI
- Antibiotik :
7
- Analgetik dan anti-inflamasi :
- KIE untuk menjaga higienitas mulut, menghindari makanan pedas, makanan berminyak,
dan minuman dingin dan KIE untuk dilakukan tonsilektomi.
PROGNOSIS
- Bonam.
8
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, diagnosis tonsilofaringitis kronis eksaserbasi akut ditegakkan berdasarkan
hasil anamnesia dan pemeriksaan fisik. Dari keluhan pasien didapatkan bahwa pasien mengeluh
nyeri sewaktu menelan yang disertai rasa sakit pada tenggorokan yang timbul terutama setelah
mengkonsumsi gorengan, makanan pedas, atau minuman dingin. Pada pemeriksaan fisik
tenggorokan dengan spatula lidah didapatkan gambaran perjalanan kronis pada tonsil dan faring.
Pada tonsil didapatkan pembesaran pada tonsila (tonsila palatina), dengan permukaan yang tidak
hiperemi (kemerahan) dan tidak rata, ukuran pembesaran tonsil T2-T3 dan pada tonsila palatina
kiri tampak kripte melebar, terlihat adanya detritus, dan tampak bergranul. Sedangkan pada
pemeriksaan fisik pada daerah faring ditemukan mukosa dinding posterior faring hiperemis dan
tampak tidak rata yang disertai granul. Gambaran perjalanan kronis juga dapat dilihat dari gejala
yang berlangsung sejak ± 12 bulan dan baru dirasakan memberat 2 bulan terakhir. Eksaserbasi
akut ditandai dengan pada tonsil maupun faring didapatkan tanda-tanda inflamasi yaitu mukosa
faring dan tonsil Nampak edema dan hiperemi.
Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronis juga menjadi perhatian yang sangat
penting seperti rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan (makanan panas,
pedas, berminyak, serta minuman dingin), hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan
fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat. Pada kasus ini faktor yang mendukung
adalah sering mengkonsimsi makanan pedas dan berminyak serta minuman dingin yang dapat
memicu timbulnya serangan.
9
Pada pasien didapatkan serangan berulang yang sangat sering yaitu lebih dari 6 kali
dalam setahun serta ukuran tonsil yang cukup membesar dan di khawatirkan dapat mengganggu
jalan napas maka pada pasien ini terdapat indikasii untuk dilakukannya Tonsilektomi.
Terapi untuk kasus ini antara lain berupa medikamentosa dan KIE:
Medikamentosa :
- Antibiotik : Amoxicilin tab 3 x 250 mg
- Analgetik dan anti-inflamasi : Asam mefenamat 3 x 1
KIE :
a. Banyak minum air putih
b. Selalu menjaga higiene mulut
c. Perbanyak istirahat
d. Banyak makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh
e. KIE pasien untuk dilakukan Tonsilektomi
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1. ANATOMI TONSIL
Tonsil (tonsil palatine ) umumnya ada sepasang , berupa masa oval yang lokasinya pada
dinding lateral orofaring. Meskipun biasanya terbatas pada orofaring, dengan pertumbuhan yang
berlebihan tonsil dapat membesar keatas kedalam nasofaring muncul dengan insufisiensi
velofaringeal atau obstruksi nasal. Lebih umum lagi tonsil tumbuh melebar kebawah kedalam
hipofaring, muncul dalam bentuk gangguan obstruksi pernafasan saat tidur. Lokasi anatomisnya
membuat tonsil kurang terkait dengan penyakit pada tuba eustachius, komplek telinga tengah,
dan sinus-sinus. Namun tonsil dan adenoid sering dipengaruhi secara simultan oleh proses-proses
penyakit : infeksi kronik/rekuren dan/atau hiperplasi obtrukstif.
Tonsilla palatina (tonsil) adalah kelompok jaringan limfoid yang terdapat pada masing-
masing sisi orofaring dalam sela antara lengkung-lengkung palatum. Tonsilla palatina tidak
mengisi penuh fossa tonsillaris antara lengkung-lengkung tersebut. Dalam palung tonsil (tonsillar
bed) terdapat dua otot, muskulus palatopharyngeus dan muskulus constrictor pharyngis superior.
Lembaran jaringan ikat tipis yang melapisi palungan tonsilla palatina adalah bagian dari fascia
pharyngobasilaris.
Permukaan dalam tonsil melekat pada fasia melapisi otot konstriktor yang lebih atas. Batas
anterior tonsil adalah otot palatoglossus ( Pilar anterior ) dan batas posteriornya adalah otot
palatofaringeus ( pilar posterior ). Tonsil dapat melebar lebih kebawah menjadi lanjutan dengan
jaringan tonsil lingual pada dasar lidah.
Tonsil disuplai oleh ascending pharyngeal, ascending palatine, dan cabang-cabang dari
arteri lingual dan fasial, semua cabang-cabang arteri karotis eksterna. Arteri karotis interna
berada pada kira-kira 2 cm posterolateral dari aspek dalam tonsil; dengan demikian diperlukan
ketelitian agar tetap berada pada bidang pembedahan/pemotongan yang tepat untuk menghindari
luka pada lokasi pembuluh darah. Aliran utama limfa dari tonsil menuju superior deep cervical
and jugular lymph nodes; Penyakit peradangan pada tonsil merupakan faktor signifikan dalam
11
perkembangan adenitis atau abses servikal pada anak. Inervasi sensoris tonsil berasal dari n.
glosofaringeal dan beberapa cabang-cabang n. palatina melalui ganglion sphenopalatina.
Gambar 2.1 Anatomi Tonsil
III.2. TONSILITIS KRONIS
III.2.1 Definisi Tonsilitis
Tonsillitis adalah peradangan tonsila palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Cincin waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga
mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine, tonsil lingual ( tonsil pangkal lidah ), tonsil
tuba Eustachius ( lateral band dinding faring / Gerlanch’s tonsil ). Penyebaran infeksi melalui
12
udara ( air borne droplets ), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada
anak.
Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut, terutama yang tidak
mendapat terapi adekuat; mungkin serangan mereda tetapi kemudian dalam waktu pendek
kambuh kembali dan menjadi laten. Proses ini biasanya diikuti dengan pengobatan dan serangan
yang berulang setiap enam minggu hingga 3 – 4 bulan. Seringnya serangan merupakan faktor
prediposisi timbulnya tonsilitis kronis yang merupakan infeksi fokal.
Faktor predisposisi munculnya tonsillitis kronik ialah rangsangan menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, higine mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan
pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat.
Gambar II.2.1 Tonsilitis
III.2.2 Patologi
Karena proses peradangan yang berulang dapat menyebabkan epitel mukosa jaringan
lomfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan jaringan
parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripte melebar. Secara klinis kripte ini tampak
di isi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya
menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai
dengan pembeasran kelenjar limfa submandibula.
III.2.3 Gejala Dan Tanda
13
Gejala tonsilits kronis dapat berupa :
a) Gejala lokal, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit
sampai sakit menelan.
b) Gejala sistemis, seperti rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala, demam
subfebris, nyeri otot dan persendian.
c) Gejala klinis, seperti tonsil dengan debris di kriptenya (tonsilitis folikularis kronis), udem
atau hipertrofi tonsil (tonsilitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotik dan kecil (tonsilitis
fibrotik kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe
regional.
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus
melebar dan beberapa kriptus terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorokan,
dirasakan kering di tenggorokan dan napas berbau.
Besar tonsil ditentukan sebagai berikut:
— T0 : tonsil di dalm fosa tonsil atau telah diangkat
— T1 : bila besarnya ¼ jarak arkus anterior dan uvula
— T2 : bila besarnya 2/4 jarak arkus anterior dan uvula
— T3 : bila besarnya ¾ jarak arkus anterior dan uvula
— T4 : bila besarnya mencapai arkus anterior atau lebih
14
Gambar II.2.3 Pembesaran Tonsil
III.2.4 Terapi
Terapi tonsilitis kronis dapat diatasi dengan menjaga higiene mulut yang baik, obat
kumur, obat hisap dan tonsilektomi jika terapi konservatif tidak memberikan hasil. Pengobatan
tonsilitis kronis dengan menggunakan antibiotik oral perlu diberikan selama sekurangnya 10
hari. Antibiotik yang dapat diberikan adalah golongan penisilin atau sulfonamida, namun bila
terdapat alergi penisilin dapat diberikan eritromisis atau klindamisin.
III.2.5 Tonsilektomi
Tonsilektomi merupakan terapi pembedahan berupa tindakan pengangkatan jaringan tonsil
(tonsila palatina) yang merupakan salah satu organ imun dari fossa tonsilaris, dimana tonsil
merupakan massa jaringan berbentuk bulat kecil, terutama jaringan limfoid.
Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan, serta
kecenderungan neoplasma. The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery
Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan indikasi tonsilektomi adalah sebagai
berikut :1). Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali pertahun walaupun telah mendapatkan terapi
yang adekuat, 2). Tonsil hioertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofasial, 3). Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan
sumbatan jalan napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan bicara, dan cor pulmonale, 4).
Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil hilang dengan
pengobatan, 5). Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan, 6). Tonsiliitis berulang yang
disebabkan oleh bakteri grup A streptococus β hemolitikus, 7). Hipertropi tonsil yang dicurigai
adanya keganasan, 8). Otitis media efusa / otitis media supuratif.
Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila sebelumnya
dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan imbang “manfaat dan
risiko”. Keadaan tersebut adalah: 1). Gangguan perdarahan, 2). Risiko anestesi yang besar atau
penyakit berat, 3). Anemia, 4). Infeksi akut yang berat, 5). Demam yang tidak diketahui
penyebabnya, 6). Pembesaran tonsil tanpa gejala-gejala obstruksi, 7). Rinitis alergika, 8). Asma,
15
9). Ketidak mampuan yang umum atau kegagalan untuk tumbuh, 10). Tonus otot yang lemah,
11). Sinusitis.
III.3. FARINGITIS KRONIS
III.3.1 Definisi
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-
60%), bakteri (5-40%), alergi, taruma, dan toksin. Faringitis pada anak yang disebabkan oleh
virus, biasanya hanya memerlukan terapi suportif saja. Sedangkan faringitis yang disebabkan
oleh bakteri patogen seperti Sterptokokus Beta Hemolitik Grup A, memerlukan pengobatan
dengan antibiotik.
Faringitis kronis adalah kondisi inflamasi dalam waktu yang lama pada mukosa faring
dan jaringan sekitarnya. Faringitis kronis terbagi menjadi faringitis kronis hiperplastik (granular)
dan faringitis kronis atropi atau kataralis.
III.3.2 Etiologi
Faringitis kronis dapat dipicu oleh beberapa factor predisposisi seperti radang kronis di
faring seperti rhinitis kronis, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minuman alcohol, inhalasi uap
yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik
adalah pasien yang terbiasa bernapas melalui mulut karena hidungnya tersumbat. Faringitis
kronis akibat gangguan pencernaan pada lambung juga mungkin dapat terjadi namun merupakan
penyebab yang jarang di temukan.
III.3.3 Patofisologi
Bakteri atau virus secara langsung dapat menginvasi mukosa faring, menyebabkan respon
radang lokal. Virus-virus lain seperti rhinovirus dan coronavirus dapat menyebabkan iritasi
mukosa faring akibat sekunder dari sekresi nasal. Infeksi streptokokus memiliki karakteristik
yaitu invasi local dan pelepasan toksin ekstraseluler maupun protease. Fragmen-fragmen Protein
M dari serotip Streptokokus grup A mirip dengan antigen-antigen sarkolema miokardiak dan
berhubungan dengan demam rematik dan kerusakan katup jantung bertahap
16
III.3.4 Gejala
Gejala subjektif yang dirasakan dapat berupa rasa gatal di tenggorokan, rasa ada yang
mengganjal di tenggorokan, batuk iritatif dan batuk yang berdahak. Penderita faringitis kronis
juga dapat menderita gangguan pada laring yaitu suara serak. Pada stadium dini, membran
mukosa akan tampak merah karena pembuluh darah mengalami kongesti, bengkak dan dilapisi
mucus. Pada tahap selanjutnya warna membrane mukosa faring akan lebih gelap dan seperti di
tutupi oleh folikel-folikel yang membesar, terjadi penebalanmukosa, serta secret berkurang dan
kental.
Diagnosis faringitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Hasil anamnesis terutama didapatkan adanya rasa nyeri di sekitar
tenggorokan, disertai nyeri saat menelan (terutama saat menelan ludah) dan demam yang tidak
terlalu tinggi. Hasil pemeriksaan fisik terutama didapatkan mukosa faring yang tampak merah
(hiperemi) dan tonsil (amandel) membesar dan memerah, kadang disertai bercak (detritus).
Pasien faringitis harus menghindari sumner-sumber iritan. Kebiasaan merokok, mengkonsumsi
alkohol, makanan panas, dan kontak langsung dengan udara terbuka harus dibatasi untuk
mengurangi gejala faringitis.
III.3.5 Terapi
Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi local dengan melakukan kaustik faring
dengan zat kimia larutan nitrat argenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan
simtomatis diberikan obat kumur atau tablet hisap. Jika di perlikan dapat diberikan obat batuk
antitusif atau ekspetoran. Sedangkan pada faringitis atrofi pengobatan ditujukan pada rhinitis
atrofinya dan untuk faringitis kronik atrofinya dengan obat kumur dan menjaga kebersihan
mulut.
III.4 GRANULOMA LIANG TELINGA
Menurut definisi, granuloma adalah lesi inflamasi nodular. Granuloma biasanya kecil dan
terutama terdiri dari fagosit mononuklear. Granuloma berbeda dari reaksi inflamasi lainnya, yang
merupakan massa yang terdiri dari jaringan fibrosa atau pembuluh darah yang tubuh terbentuk
sebagai respon dari infeksi kronis atau proses penyembuhan. Penyakit granulomatosa di telinga
17
tengah dapat terlokalisasi terutama ke telinga dan jaringan sekitarnya, atau mungkin merupakan
manifestasi dari penyakit di organ lainnya yang menyebar ke telinga. Reaksi granulomatosa
dapat menyerupai penyakit telinga tengah lain yang jauh lebih umum. Presentasi umum dari
telinga menguras hampir tidak bisa dibedakan dari otitis media.
Pada beberapa pasien dengan liang telinga buatan, suatu massa dari jaringan granulasi
akan muncul dari permukaan membran timpani di daerah yang berbatasan dengan dasar liang
telinga. Ini adalah jaringan keratin granuloma, yang berkembang pada sekitar 1% sampai 2%
dari implantasi. Dari permukaan keratin dapat menimbulkan reaksi kronis granulomatosa ke ke
dalam dermis.
Keratin merupakan protein larut polimer kompleks yang berkembang sebagai produk
akhir dari sel epidermis yang proses penyembuhan. Hasilnya adalah sebuah sistem dua-
komponen yang terdiri dari protein berserat rendah sulfur (alpha-keratin) yang tertanam dalam
matriks tinggi sulfur protein amorf (gamma-keratin). Sebagai hasil dari semua perubahan ini,
keratin menjadi tidak larut dalam cairan tubuh dan dikenal sebagai protein "asing" oleh sistem
kekebalan tubuh.
Gejala klinis yang paling umum dari granuloma liang telinga adalah otorrhea, rasa sakit
yang disebabkan dari permukaan jaringan granulasi yang terinfeksi.
Pemeriksaan telinga melalui mikroskop dan debridement dengan microsuction sering
diperlukan untuk menyingkirkan materi mukopurulen dari saluran telinga luar untuk melihat
granuloma.
Gambaran klinis dari granuloma liang telinga dapat bervariasi, mulai dari jaringan
granulasi kecil yang berdekatan dengan dasar liang telinga, atau menonjol dari lumen, sampai
massa polypoid besar jaringan granulasi yang mengelilingi dan kadang-kadang menutupi liang
telinga. Dalam beberapa kasus, massa jaringan granulasi dapat menjadi cukup besar untuk
menutupi seluruh liang telinga luar.
18
DAFTAR PUSTAKA
Adam Boies Higler. 1997. Penyakit Sinus Paranasalis dalam Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6.
Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Amarudin, Tolkha et Anton Christanto, (2005), Kajian Manfaat Tonsilektomi, Available at :
http://www. cerminduniakedoteran .com, (Accessed : November 22nd 2012).
Keith, L., Agur, A.M., (2007), Essential Clinical Anatomy 2nd Edition, New york : Lippincott
Williams and Wilkins..
Soepardi, Iskandar, N., Bashiruddin, J., et al. (eds)., (2007), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Edisi Keenam, Jakarta : Gaya Baru.
Simon, K., (2009. December 10 – last updated), Pediatric, Pharyngitis, (Emedicine), Available at
: http://emedicine.medscape.com/article/803258-overview, (Accessed : November 22nd 2012).
Ying, Ming-De, (1988), Immunological Basis of Indications for Tonsillectomy and
Adenoidectomy, Available at : http://informahealthcare.com. Accessed on November 22nd 2012.
Tube Granuloma. Available at: http://me.hawkelibrary.com/album06/7_4_003. Accessed on
November 22nd 2012.
19