TO BE LEARNER

8

Click here to load reader

Transcript of TO BE LEARNER

Page 1: TO BE LEARNER

1

To be a Learner

Oleh : Daniel Doni Sundjojo

Suatu hari, saya mendatangi salah satu calon klien saya untuk menawarkan

jasa konsultasi dan training yang saya kelola. Sebelum datang, saya

meneleponnya terlebih dahulu untuk memastikan agar dia tidak lupa jadwal

“ kencan” kita. Setelah itu, saya meluncur ke kantornya yang terletak di

sebuah pusat perkantoran megah di Jakarta. Sesampainya di sana, saya

menghubungi sekretarisnya dan dengan lembutnya, sekretaris cantik itu

meminta saya untuk menunggu di ruang tamu, karena calon klien saya itu

ternyata masih ada di perjalanan, biasa, terjebak macet. Ternyata, di ruang

tamu tersebut, ada sekitar 5 orang yang juga ikut menunggu di ruang itu.

Dari ruang itu, saya bisa melihat dengan jelas sang sekretaris calon klien

saya, karena memang antara ruang tamu dan sekretaris sangat berdekatan.

Sesaat kemudian, ada seseorang datang – feeling saya mengatakan bahwa

dialah orang yang saya tunggu, namun saya masih ragu, sehingga saya

memutuskan untuk tidak beranjak dari kursi saya - , setelah bicara sejenak

dengan sekretarisnya, dia bergegas ke ruang tunggu - sementara

sekretarisnya tetap di tempat duduknya - dan langsung menghampiri saya –

bukan 5 orang tersebut – dan berkata “ Pak Doni ya ? Mari masuk ke ruang

saya.” Saya tidak pernah berjumpa dia sebelumnya, saya mengenalnya

Page 2: TO BE LEARNER

2

melalui teman saya, dan saya yakin, teman saya tidak memiliki foto saya

untuk diperlihatkan padanya. Saya juga bukan public figure yang fotonya

sering dimuat di media massa. So, bagaimana dia menebak secara tepat,

orang yang ditunggunya itu saya, dan bukan salah satu dari ke- 5 orang yang

ikut menunggu saya di ruang tamu? Begitu pikir saya, sampai saya akhirnya

berkata pada diri saya sendiri “ Doni, bodohnya kamu, tentu saja

sekretarisnya yang mengatakan ciri-cirimu.”

Dalam ruangan yang luas dan megah tersebut, saya mempresentasikan

penawaran saya, kemudian kami berdiskusi panjang lebar dan akhirnya

secara prinsip dia setuju dengan program saya (semoga bukan karena faktor

koneksi teman saya), dan kita melakukan penandatanganan kontrak. Lega

rasanya, saya dapat mengclosing klien secepat itu. Padahal, biasanya saya

harus bolak-balik setidaknya 2 kali untuk mengubah status calon klien

menjadi klien. Setelah itu, kami berbicang-bincang sejenak, sungkan juga

setelah tanda tangan langsung ngeloyor pergi. Di tengah perbincangan, saya

menanyakan pertanyaan yang sebenarnya, cukup remeh “ Pak, tadi bapak

langsung menghampiri saya, apakah kita pernah bertemu sebelumnya, atau

sekretaris bapak yang mengarahkan bapak?” Dia menjawab ringan “ No, Mr

Doni, saya tidak pernah bertemu anda sebelumnya, dan sekretaris saya,

hanya mengatakan kalau Pak Doni sudah ada di ruang tunggu, tanpa

Page 3: TO BE LEARNER

3

mengarahkannya, yah maklum dia lagi sibuk.” Mendengar itu, saya tertegun,

mungkinkah saya sedang berhadapan dengan seorang David Copperfield

yang memiliki kemampuan menebak nama orang – tanpa salah- dengan

sekejap. Lalu saya lanjutkan pertanyaan - yang nampak seperti pertanyaan

orang bodoh - “ So, bagaimana secara tepat anda dapat mengetahui bahwa

saya adalah orang yang anda tunggu, dan bukan orang lain?” tanyaku

dengan mimik seperti orang keheranan. Dia menjawab dengan senyum –

mungkin dia merasa, Doni ini bodoh amat, masak pertanyaan seperti itu

ditanyakan “ Well, Mr Doni, saya sudah bertemu ribuan konsultan dan

trainer, jadi saya tidak kesulitan menebak kalau anda itu seorang konsultan

dan trainer, sedang ke 5 orang itu, jelas bukan, ada yang orang dari dinas

pajak, ada wartawan yang mau bikin janji untuk wawancara, yang jelas

bukan konsultan.”

Dari sepenggal cerita pengalaman saya tersebut, kita dapat melihat betapa

hebatnya kemampuan asosiasi klien saya itu. Dia, secara sadar atau tidak,

sudah merekam segala atribut konsultan dan trainer yang pernah dia jumpai

: penampilan, tatapan mata, perilakunya, bahkan mungkin hingga apa yang

dibawa. Sehingga, tanpa bertanya, dia mampu mengasosiasikan bahwa saya

itu trainer, kemudian Pak A itu petugas pajak, Nona B itu wartawan dan

seterusnya. Dari mana asalnya kemampuan itu? Perlu diketahui, klien saya

Page 4: TO BE LEARNER

4

sama sekali tidak berminat pada kegiatan yang bersifat sulap dan sejenisnya.

Jadi kemungkinan bahwa saya tengah berhadapan orang dengan kemampuan

sejenis David Copperfield bisa diabaikan.

Learning, learning dan learning, mungkin itu jawaban yang tepat. Ketika

seseorang melihat suatu obyek tertentu, maka ada 2 pilihan baginya :

mengabaikannya atau meresapkan ke dalam otaknya. Namun, apapun

pilihannya, sebenarnya secara tidak sadar, obyek tersebut sudah terekam

dalam otak kita, bedanya, orang yang memilih mengabaikannya tidak akan

dapat merespon secepat orang yang senantiasa meresapkan apa yang dia

lihat ke dalam otaknya, manakala dia mengalami obyek atau situasi yang

similar dengan obyek atau situasi yang pernah dilihat sebelumnya.

Sederhana saja : ketika anda melihat Cadillac seri terbaru di suatu pameran

otomotif, apa yang anda pikirkan? “ Wah mobil itu keren sekali, pasti

mahal”, sebagian dari anda mungkin justru sudah memikirkan kisaran

harganya “ Setidaknya mobil itu berharga Rp. 2 Milyar”, misalnya.

Mengapa? Apakah anda punya kemampuan paranormal? Atau anda

mendadak kerasukan roh Houdini? Tak lain adalah memory bawah sadar

anda yang mengatakan bahwa itu mobil mahal. Otak andalah yang selama

ini – tanpa anda sadari - merekam seperti apa kriteria mobil mahal, dan

ketika mobil Cadillac tersebut memenuhi kriteria tersebut, maka otak anda

Page 5: TO BE LEARNER

5

mengklasifikasikannya kepada kelompok mobil mahal. Anda yang tidak

melatih secara khusus kemampuan learning anda, mungkin hanya dapat

menebak bahwa mobil itu mahal. Namun, beruntunglah, anda yang dapat

menebak harganya, berarti, kemampuan anda untuk learning lebih bagus,

kecuali jika anda memang penggemar mobil Cadillac. Dengan memiliki

kemampuan learning yang terasah, maka otak anda tidak lagi merekam

apapun yang ada di sekitar anda tanpa anda sadari, namun dengan anda

sadari. Anda yang mengkondisikan otak anda untuk senantiasa mereview

lingkungan sekitar. Well, Bagaimana dengan anda yang tidak tahu kalau

mobil itu mahal, atau perlu lama sekali untuk mengidentifikasikan bahwa

mobil itu mobil mahal? Mungkin anda perlu melatih mental learning anda,

atau mungkin anda seorang yang kuper. Ketika anda berjalan jalan di Mall

dan melihat dua orang memakai tas Louis Vitton, mampukah anda menebak

mana yang asli atau yang palsu? Mampukah anda menebak, ketika anda

bertemu 2 orang perlente mengenakan setelan jas mahal, mana diantara

mereka yang memiliki jabatan penting di sebuah perusahaan dan mana yang

hanya sekedar pengangguran namun anak orang kaya? Dalam bukunya

Blink,– sayangnya saya hanya mendapatkan edisi terjemahannya, karena

kata pramuniaga, versi bahasa Inggrisnya belum masuk ke Indonesia-

Gladwell mengatakan bahwa seseorang yang senantiasa learning hanya

Page 6: TO BE LEARNER

6

membutuhkan waktu 2 detik untuk dapat mengidentifikasi suatu artifak itu

asli atau palsu, seorang dosen efektif atau tidak, seorang pembicara seminar

kompeten atau tidak, suatu property dihargai lebih mahal atau lebih murah

dari harga sebenarnya, dan sebagainya.

Bagaimana cara termudah untuk mengasah kemampuan learning kita?

Tenang, anda tidak perlu mengeluarkan sepeserpun untuk itu. Anda tidak

perlu datang ke suatu lembaga pelatihan untuk mengikuti training learning.

Yang anda butuhkan adalah senantiasa mereview lingkungan anda,

mengelola informasi yang ada disekitar anda sehingga menjadi new

knowledge, dan senantiasa melakukan sharing knowledge. Semua itu dapat

anda lakukan kapan saja, dimana saja, dengan siapa saja dan dalam kondisi

apapun. Dari pengalaman yang anda dapatkan melalui interaksi anda dengan

lingkungan anda, maka anda akan mendapatkan banyak new knowledge.

Senge (1990, 23) dalam bukunya “ The Fifth Discipline : The Art & Practice

of The Learning Organization” mengatakan “ The most powerful learning

comes from direct experience.”

Kemudian, apa pentingnya seseorang memiliki mental learning? Well,

menjadi learner bukanlah semata-mata agar kita mampu menebak apa

profesi seseorang, apakah tas merk Louis Vitton itu asli atau palsu, atau

menjudgement apakah seorang pembicara seminar itu kompeten. Tidak

Page 7: TO BE LEARNER

7

sekedar itu, tapi skill itu merupakan dasar agar kita mempu senantiasa

menganalis lingkungan bisnis yang semakin hari semakin kompetitif.

Dengan menjadi learner, kita senantiasa melakukan proses review, belajar

dan berpikir secara holistik terhadap setiap hal, setiap detil dan setiap value

yang ada di lingkungan kita. Dari situ kita akan mendapatkan new

knowledge yang sangat berguna untuk bersaing di lingkungan bisnis yang

uncontrollable dan unpredictable, seperti yang terjadi saat ini. Garratt

melalui bukunya “ The Learning Organization : Developing Democracy at

Work” menekankan : “rate of learning should be equal to, or greater than,

the rate of change in environtment.” Masih segar dalam ingatan kita

bagaimana George Soros mengobrak abrik pasar Asia menjelang millenium

II lalu. Apakah George Soros menyewa David Copperfield sebagai Fund

Managernya? Sama sekali tidak. Hal itu karena George Soros melakukan

proses untuk menjadi learner. Dari situ, dia dapat memprediksi kearah mana

market akan bergerak. Hasilnya : Dia mampu ’mendahului’ kurva pasar, dan

tentu saja membuat pundi-pundinya kian menggembung. Bagaimana

dengan anda? Sudahkan anda learning dengan kecepatan yang sama atau

lebih cepat dari kecepatan perubahan lingkungan? Atau, mungkin anda

masih bingung kenapa mobil Cadillac itu mahal? Biarlah anda sendiri yang

menjawabnya.

Page 8: TO BE LEARNER

8

REFERENSI

Beckett, R., Murray, P. 2000. Learning by Auditing : a Knowledge Creating Approach.

The TQM Magazine, 12, 2, 125-36. Brown, J.S. and Duguid, P. 2000. Balancing Act : How to Capture Knowledge without

Killing It. Harvard Bussiness Review on Organizational Learning. (May/June) ; 45-59

Fiol, C.M., and Lyles, M.A. 1985. Organizational Learning. Academy of Management

Review 10 : 803. Garratt, B. 2000. The Learning Organization: Developing Democracy at Work. London:

Harper Collins Publishers. Garvin, David.A. 2000. Learning in Action : A Guide to Putting The Learning

Organization to Work. Boston : Harvard Bussiness School Press. Gladwell, M. 2005. Blink. Jakarta : Gramedia (terjemahan) Leonard- Barton, Dorothy. 1995. Wellsprings of Knowledge : Building and Sustaining the

Sources of Innovation. Boston: Harvard Bussiness School Press. Mc Shane, S.L., and M. Von Glinow. 2003. Organizational Behavior. New York: The

McGraw – Hill Company, Inc. Murray, P. 2003. Organizational Learning, Competencies, and Firm Performance :

Empirical Observations. The Learning Organization Journal. (Vol 10): Issue 5. Senge, P.1990. The Fifth Discipline : The Art and Practice of the Learning Organization.

London: Nicholas Brealey Publishing Limited. Senge, P. 1994. The Fifth Discipline Fieldbook. London: Nicholas Brealey Publishing

Limited. Shelton, C.D., and J.R. Darling. 2003. From Theory to Practice :Using New Science

Concept to Create Learning Organizations. The Learning Organization Journal. (Vol 10): Number 6.