tipus ruptur ginjal by iknur ^^ (finaaL!!)

28
BLOK XIII: SISTEM UROPOETIKA TINJAUAN KEPUSTAKAAN RUPTUR GINJAL Oleh Ika Nurfitria Tauhida H1A 008 011 FAKULTAS KEDOKTERAN

description

semoga bermanfaat :)

Transcript of tipus ruptur ginjal by iknur ^^ (finaaL!!)

BLOK XIII: SISTEM UROPOETIKATINJAUAN KEPUSTAKAANRUPTUR GINJAL

OlehIka Nurfitria TauhidaH1A 008 011

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MATARAM2010

RUPTUR GINJAL AKIBAT TRAUMATrauma pada ginjal merupakan trauma yang paling sering pada sistem urinarius. Trauma ginjal terjadi pada kira-kira 1-5 % semua kasus trauma. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 3 : 1. Ginjal terlindung dengan baik oleh otot-otot lumbar yang padat, tulang vertebra, tulang iga, dan visera pada anterior. Tulang iga maupun prosesus vertebra yang patah dapat menembus parenkim ginjal atau vaskularisasi ginjal. 1,2EtiologiTrauma tumpul secara langsung pada abdomen, pinggang, atau punggung merupakan mekanisme yang paling umum terjadi, terhitung 80-85 % dari semua trauma ginjal. Trauma dapat terjadi akibat kecelakaan kendaraan, perkelahian, terjatuh, dan olahraga tertentu. Kecelakaan kendaraan dengan kecepatan tinggi dapat menyebabkan cedera ginjal berat dan menyebabkan kerusakan vaskular yang berat pula. Tembakan pistol dan tusukan pisau menyebabkan sebagian besar trauma tajam pada ginjal; luka yang berada pada daerah pinggang dapat dipertimbangkan telah terjadi cedera ginjal sampai terbukti benar. Luka pada visera abdomen terjadi pada 80 % trauma tajam pada ginjal.1Patologi & Klasifikasi Temuan Patologis AwalLaserasi akibat trauma tumpul biasanya terjadi pada permukaan transversal ginjal. Mekanisme terjadinya cedera diperkirakan terjadi akibat tekanan dari pusat trauma menjalar ke parenkim ginjal. Pada trauma akibat kecepatan yang tinggi, ginjal dapat bergerak ke atas atau ke bawah, yang menyebabkan peregangan secara tiba-tiba pedikel ginjal dan terkadang robek total atau sebagian. Trombosis akut pada arteri renal dapat menyebabkan terkelupasnya intima bersamaan dengan peregangan secara tiba-tiba.1Klasifikasi berdasarkan patologis dari trauma ginjal, antara lain1: Grade 1 (yang paling umum) : kontusio ginjal atau perdarahan dari parenkim ginjal. Umumnya hematuria mikroskopis, tetapi gross hematuria dapat terjadi namun jarang. Grade 2 : laserasi parenkim ginjal ke dalam korteks ginjal. Hematoma perirenal biasanya kecil atau sedikit. Grade 3 : laserasi parenkim ginjal menembus melalui korteks ginjal dan mengenai bagian medula ginjal. Perdarahan dapat terjadi secara signifikan sebagai akibat dari hematoma retroperitoneal yang luas. Grade 4 : laserasi parenkim ginjal menembus hingga sistem kalises ginjal; serta, trombosis arteri renalis utama atau segmen vena renalis, atau keduanya akibat trauma tumpul; atau perlukaan arteri dengan perdarahan berlanjut. Grade 5 (shattered kidney) : laserasi grade 4 yang multipel, peregangan pedikulus ginjal, atau keduanya; perlukaan vena renalis atau arteri renalis utama akibat trauma tajam. Temuan Patologis Akhir11. Urinoma: laserasi dalam yang tidak dapat diperbaiki sehingga mengakibat ekstravasasi urin yang persisten dan komplikasi akhir seperti massa perinefrik renal yang besar, hingga akhirnya, hidronefrosis dan pembentukan abses. 2. Hidronefrosis: hematoma luas pada retroperineum dan berhubungan dengan ekstravasasi urin, dapat terjadi akibat fibrosis perinefrik yang menutupi ureteropelvic junction, sehingga menyebabkan hidronefrosis. 3. Fistula arteriovenosa: dapat terjadi setelah trauma tajam, namun tidak sering.4. Hipertensi vaskular renal: suplai aliran darah jaringan dapat berkurang pada trauma, hal ini yang dapat menyebabkan hipertensi vaskular renal pada kurang dari 1 % kasus. Fibrosis di sekeliling daerah trauma dilaporkan juga dapat membuat arteri renalis konstriksi dan menyebabkan hipertensi renal.

Gambar 1 : A. Grade I : kontusio atau dengan hematoma subkapsula tanpa laserasi parenkim, B. Grade II : tanpa penyebaran (non-expanding), hematoma perirenal ringan atau laserasi kortikal dengan kedalaman < 1 cm tanpa ekstravasasi urin, C. Grade III : laserasi parenkim menyebar melalui corticomedullary junction tanpa ekstravasasi urin, D. Grade IV : laserasi parenkim menembus hingga sistem kalises ginjal, laserasi segmen pembuluh darah juga dapat terjadi. 1

Gambar 2 : E. Grade IV : trombosis arteri renalis tanpa laserasi parenkim ginjal (iskemia parenkim), F. Grade V : trombosis arteri renalis utama; menunjukkan adanya pengelupasan intima dan trombosis daerah distal, G. Grade V : laserasi mayor yang multipel, dikenal denganshattered kidney, H. Grade V : peregangan arteri renalis atau vena atau keduanya. 1

Penegakkan diagnosis Penilaian Emergensi AwalPenilaian awal pada pasien trauma harus termasuk membebaskan jalan napas, mengkontrol perdarahan eksternal dan resusitasi syok, jika dibutuhkan. Pada banyak kasus, pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan dengan saat menstabilkan kondisi pasien. Ketika trauma ginjal menjadi suspek, pemeriksaan lanjutan (CT scan, laparotomy) dibutuhkan untuk membuktikan diagnosis. 2 Anamnesis dan Pemeriksaan FisikIndikator yang memungkinkan terjadinya trauma ginjal yaitu peristiwa rapid deceleration (terjatuh, kecelakaan kenderaan bermotor berkecepatan tinggi) atau benturan langsung ke daerah ginjal. Untuk menilai pasien trauma setelah kecelakaan kendaraan bermotor, kronologis kejadian perlu ditanyakan yaitu kecepatan kendaraan dan apakah pasien merupakan pengendara atau pejalan kaki. Pada trauma tajam, informasi yang penting antara lain ukuran senjata tajam untuk menusuk serta tipe dan caliber senjata untuk menembak, peluru yang memiliki kecepatan tinggi berpotensial menyebabkan kerusakan yang lebih ekstensif. 2Kerusakan ginjal akibat trauma tumpul pada abdomen kira-kira dua kali lebih sering pada anak-anak dan sering lebih parah. Anak-anak memiliki ginjal yang relatif lebih lebar dan lebih berlobul-lobul, perirenal dengan sedikit lemak, dan proteksi otot dan tulang yang kurang. Keabnormalan ginjal sebelumnya meningkatkan resiko untuk terjadinya luka tumpul renal dan dua sampai lima kali lebh sering pada anak-anak daripada orang dewasa. Anomali sebelumnya yang paling sering antara lain kista dan tumor, horseshoe atau ginjal ektopik, dan hidronefrosis. 6Pasien dengan ginjal yang abnormal sebelumnya menyebabkan tingkatan kerusakan ginjal yang lebih tinggi dengan energi trauma yang ringan dan lebih memerlukan operasi daripada pasien tanpa ginjal yang abnormal sebelumnya. Pelvis renal yang tidak menyempit (dilatasi), karakteristik dari obstruksi ureteropelvic junction, mudah untuk ruptur setelah peningkatan tekanan intraabdominal secara tiba-tiba. Laserasi parenkim dapat menyebar ke dalam sistem kolektivus intrarenal yang berdilatasi. Pada kasus lainnya, urinoma merupakan komplikasi tersering. 6Riwayat medis diusahakan sedetail mungkin, organ yang sudah tidak berfungsi normal sebelumnya memiliki efek negatif terhadap prognosis pasien dengan trauma. Pada fase awal resusitasi, pertimbangan khusus harus pada penyakit ginjal yang sudah dialami sebelumnya. Adanya penyakit ginjal yang sudah dialami sebelumnya menyebabkan kerusakan ginjal lebih mudah terjadi setelah trauma. Patologi penyakit ginjal sebelemunya harus dicatat. Hidronefrosis akibat keabnormalan ureteropelvic junction, kalkuli, kista dan tumor renal, merupakan hal-hal yang dilaporkan dapat berkomplikasi menjadi kerusakan ginjal minor. Persentasi kasus antara 4 22 %. 2Kestabilan hemodinamik merupakan standar primer dari penanganan semua trauma ginjal. Syok didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik < 90 mmHg yang ditemukan pada waktu tertentu selama evaluasi pasien dewasa. Tanda vital harus dicatat selama evaluasi diagnostik. Pada pemeriksaan fisik, dapat terlihat trauma tajam dengan jelas bila ada luka tusuk pada daerah toraks bawah di bagian punggung, pinggang dan daearah abdomen atas; atau daerah tembusnya peluru. Pada luka tusuk, ukuran atau besarnya luka tidak menggambarkan dengan akurat kedalaman luka tersebut. Trauma tumpul pada punggung, pingggang, daerah toraks bawah atau abdomen atas dapat menyebabkan trauma ginjal. Beberapa temuan pada pemeriksaan fisik yang dapat mengindikasikan ke kemungkinan keterlibatan ginjal, antara lain: 2 Hematuria Nyeri pinggang Flank ecchymoses Flank abrasions Patah iga Distensi abdomen Massa pada abdomen Abdominal tenderness Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratoriumPasien trauma dievaluasi dengan pemeriksaan laboratorium berkala. Urinalisis, pemeriksaan hematokrit dan kreatinin merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam mengevaluasi pasien trauma ginjal. 2 Urinalisis dipertimbangkan sebagai pemeriksaan dasar untuk evaluasi pasien dengan suspek trauma ginjal. Hematuria menggambarkan adanya kuantitas sel darah merah yang abnormal dalam urine dan biasanya merupakan indikator awal terjadinya kerusakan ginjal. Hematuria mikroskopik pada trauma didefinisikan sebagai lebih dari 5 sel darah merah tiap lapang pandang besar, sedangkan gross hematuria merupakan hematuria yang dapat terlihat kasat mata. 2Hematuria merupakan tanda adanya kerusakan ginjal, tetapi tidak cukup spesifik maupun sensitif untuk membedakan kerusakan mayor dan minor. Tidak berhubungan dengan derajat kerusakan. Kerusakan ginjal mayor, seperti gangguan pada ureteropelvic junction, luka pada pedikulus renal atau trombosis segmen arteri dapat terjadi tanpa adanya hematuria. 2Walaupun derajat hematuria tidak berhubungan dengan tingkatan kerusakan ginjal, gross hematuria mengindikasikan terjadinya kerusakan mayor pada sekurangnya 25 % pasien, dan temuan ini dengan jelas terbukti pada CT scan. Kekakuan pada pinggang atau ekimosis dan trauma multisistem yang parah berhubungan dengan kerusakan ginjal yang signifikan dan membutuhkan pemeriksaan radiologi, meskipun tidak didapatkan hematuria. Sedangkan untuk pemeriksaan radiologi pada anak dengan trauma ringan dan hematuria mikroskopis masih kontroversial. Hipotensi dengan hematuria mikroskopis merupakan prediktor terjadinya kerusakan ginjal yang signifikan pada orang dewasa tetapi tidak pada anak-anak. Hematuria dapat tidak ada pada pasien dengan obstruksi ginjal yang rusak atau dengan peregangan ureter total. 6Pemeriksaan hematokrit secara berkala merupakan metode evaluasi lanjutan pada pasien trauma. Hematokrit awal dan tanda vital menentukan kebutuhan resusitasi emergensi. Penurunan hematokrit dan kebutuhan untuk transfusi darah secara tidak langsung merupakan tanda derajat kehilangan darah dan, selama melihat respons pasien dengan resusitasi, penting untuk dilakukan decision-making process. 2Pada sebagian besar pasien trauma yang dievaluasi pada 1 jam pertama, pemeriksaan kreatinin menggambarkan fungsi ginjal sebelum trauma. Peningkatan kreatinin biasanya menggambarkan patologi ginjal sebelumnya. 2

Pemeriksaan radiologiPemeriksaan radiologi memegang peranan yang penting untuk mengidentifikasi 80-90 % pasien trauma yang tidak membutuhkan operasi. Kerusakan minor meliputi hematoma, laserasi kecil, dan infark kecil. Kerusakan mayor meliputi ruptur ginjal (masceration), trombosis vaskular, dan peregangan pedikel ginjal. Pada beberapa pasien trauma dengan kondisi tidak stabil, one-shot IVP terkadang dilakukan dalam ruang emergensi; penggunaan kontras pada kedua ginjal memperlihatkan tombosis arteri dan peregangan pedikel. Pemeriksaan yang dipilih untuk mengevaluasi pasien trauma dengan kemungkinan kerusakan ginjal adalah contrast-enhanced CT scan, yang dapat mengevaluasi tidak hanya parenkim ginjal dan vaskularisasinya, tetapi juga integritas sistem kolektivus dan ureter. 3Banyak pasien dengan luka tajam pada abdomen mengalami hematuria mikroskopik atau dipstick, tanpa adanya kerusakan ginjal yang signifikan. Untuk itu, terdapat kriteria dilakukannya pemeriksaan radiologi pada pasien dengan suspek trauma ginjal oleh McAninch untuk mengurangi kebutuhan pengambilan gambar ginjal pada semua pasien dengan trauma abdomen 2. Pengambilan gambar ginjal dilakukan pada 2,4:1) Trauma tajam pada pinggang atau abdomen pada semua kasus dengan hematuria (mikroskopik maupun makroskopik)2) Trauma tumpul pada orang dewasa dengan gross hematuria.3) Trauma tumpul pada orang dewasa dengan hematuria mikroskopik atau dipstick (adanya perdarahan, bukan jumlah, yang menentukan kebutuhannya) dan tekanan darah sistolik < 90 mmHg. 4) Deceleration injury (tanpad dipengaruhi ada atau tidak adanya hematuria).5) Luka intra-abdomen yang luas dengan hematuria mikroskopik atau dipstick.6) Tiap anak dengan luka pada pinggang atau abdomen dengan derajat hematuria manapun (mikroskopik maupun makroskopik).CT scan merupakan pemeriksaan radiologi primer untuk mengevaluasi trauma ginjal. Kontusio, laserasi dan fraktur dari parenkim ginjal dan kerusakan pada sistem kolektivus ginjal dapat terlihat. Perdarahan akut dapat dievaluasi dengan baik dengan CT scan non-kontras, sedangkan ekstravasasi urine dari sistem kolektivus dapat dilihat selama fase ekskresi contrasted study. 5 USG (Ultrasonografi)Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan radiologi terpopuler untuk evaluasi awal trauma abdomen. Pemeriksaan ini cepat, tidak invasif, harga minimal untuk mendeteksi cairan peritoneal tanpa perlu terpapar radiasi. USG dapat mendeteksi laserasi renal namun tidak dapat dengan jelas menilai kedalaman maupun ukuran cedera (derajat keparahan trauma) dan tidak menyediakan informasi fungsi ekskresi ginjal atau urine leakage. Selama evaluasi pasien dengan trauma tumpul, USG lebih sensitif dan spesifik dibandingkan IVP pada trauma ginjal minor. Pada suatu studi, sensitivitas USG menurun bila derajat keparahan trauma meningkat, sedangkan pada IVP sensitivitasnya tetap pada tinggi untuk semua derajat keparahan. USG dapat digunakan untuk follow-up rutin adanya lesi parenkimal atau hematoma. Pada pasien dengan status hemodinamik yang stabil, USG berguna untuk penilaian cedera tumpul. 2 One-shot intraoperative IVPPasien tidak stabil yang membutuhkan intervensi operatif yang segera (dan mereka yang tidak bisa menggunakan CT scan) harus menjalani pemeriksaan one-shot IVP. Pemeriksaan ini aman, efisien dan berkualitas tinggi pada mayoritas kasus. Pemeriksaan ini menyediakan informasi mengenai cedera ginjal untuk membuat keputusan pada waktu kritis saat urgent laparotomy, serta fungsi normal ginjal pada sisi kontralateral. 2 CT scan (Computed tomography)CT scan merupakan gold standard penilaian radiologi pada pasien stabil dengan trauma ginjal. CT scan lebih sensitif dan spesifik dibandingkan IVP, USG atau angiografi. CT scan lebih akurat menentukan lokasi cedera, mudah mendeteksi kontusio dan devitalized segments, memperlihatkan keseluruhan retroperitoneum dan hematoma, dan secara simultan menyediakan penampakan daerah abdomen dan pelvis bersamaan. Pemeriksaan ini mendemonstrasikan anatomi superior secara detail, termasuk kedalaman dan lokasi laserasi ginjal dan adanya cedera abdomen, dan membuktikan adanya dan lokasi ginjal kontralateral. CT scan umumnya berguna untuk mengevaluasi cedera traumatik, dengan abnormalitas ginjal yang telah ada sebelumnya. 2

Evaluasi Trauma Tumpul Ginjal pada Pasien Dewasa 2

Suspek trauma tumpul ginjal pada pasien dewasaPenentuan kestabilan hemodinamikStabilTidak StabilGross hematuriaHematuria mikroskopikPemeriksaan radiologiRapid deceleration injury atau luka mayorGrade 1-2Grade 3-4Grade 5Observasi,Bed rest,Hct berkala,Antibiotik.Berhubungan dengan luka yang membutuhkan laparotomyEksploras ginjalObservasiEmergensiLaparotomyOne-shot IVPIVP normalHematoma retroperitonealPulsatile atau meregangStabilIVP tidak normal

Evaluasi Trauma Tajam Ginjal pada Pasien Dewasa 2

Suspek trauma tajam ginjal pada pasien dewasaPenentuan kestabilan hemodinamikStabilTidak StabilPemeriksaan radiologiGrade 1-2Grade 3Grade 5Observasi,Bed rest,Hct berkala,Antibiotik.Berhubungan dengan luka yang membutuhkan laparotomyEksploras ginjalObservasiEmergensiLaparotomyOne-shot IVPIVP normalHematoma retroperitonealPulsatile atau meregangStabilIVP tidak normal

Tatalaksana Penanganan EmergensiTujuan dari penanganan awal yaitu penanganan cepat terhadap syok dan perdarahan, resusitasi lengkap, dan evaluasi luka-luka yang ada.1 Eksplorasi GinjalTujuan penanganan pasien dengan trauma ginjal adalah untuk mengurangi morbiditas dan untuk mempertahankan fungsi ginjal. Kebutuhan untuk eksplorasi ginjal dapat diprediksi dengan akurat melalui nomogram, dimana digunakan untuk mengetahui tipe luka, kebutuhan transfusi, blood urea nitrogen (BUN), kreatinin, dan tingkat kerusakan (grading). Walaupun begitu, penanganan trauma ginjal biasanya dipengaruhi oleh keputusan untuk mengeksplorasi atau mengobservasi kaitan dengan luka pada abdomen. Indikasi dilakukannya eksplorasi ginjal, antara lain 2: Ketidakstabilan hemodinamik (life-threatening) akibat perdarahan renal merupakan indikasi mutlak untuk eksplorasi ginjal, tanpa dipengaruhi oleh jenis kerusakan. Adanya peregangan atau pulsatile hematoma perirenal, yang diidentifikasi dari eksplorasi laparotomy (dapat ditemukan grade 5 kerusakan vaskular namun cukup jarang). Visualisasi yang buruk atau keabnormalan kerusakan ginjal lainnya pada pemeriksaan one-shot IVP. Grade 5 kerusakan vaskular renal; walaupun terdapat sebuah laporan bahwa pasien dengan status hemodinamik yang stabil tetapi dengan kerusakan parenkim ginjal grade 5 (shattered kidney) setelah trauma tumpul dapat selamat ditangani secara konservatif.Penanganan kerusakan ginjak mayor dengan ekstravasasi urine dan devtalised fragments masih kontroversial. Sejak kerusakan ini sangat jarang, dan dipublikasikan hanya beberapa laporan sejumlah kecil pasien. Beberapa tahun terakhir, sepertinya telah disadari bahwa sebagian besar kerusakan mayor dapat sembuh dengan terapi non-operatif. Namun, walaupun begitu, kerusakan ini berhubungan dengan meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi dan pada akhirnya membutuhkan operasi selanjutnya. Ekstravasasi persisten atau urinoma biasanya dapat sukses ditangangi dengan teknik endourologi. Gambaran radiologi ginjal yang tidak jelas dan keabnormalan ginjal yang telah ada sebelumnya atau tumor yang didiagnosis secara insidental membutuhkan tindakan operatif walaupun setelah trauma ginjal yang relatif kecil (minor). 2 Tindakan Non-OperatifPenanganan non-operatif menjadi penatalaksanaan pilihan untuk sebagian besar trauma ginjal. Pada pasien yang stabil, terapi suportif dengan bed-rest, hidrasi dan antibiotik merupakan tindakan inisial yang terbaik. Penanganan konservatif primer berkaitan dengan menurunnya angka kebutuhan nefroktomi tanpa meningkatkan morbiditas. Kegagalan terapi konservatif rendah (1,1 %). 2Semua kerusakan ginjal grade 1 dan 2 dapat ditangani secara non-operatif, baik akibat trauma tajam maupun tumpul. Terapi untuk grade 3 masih kontroversial, tetapi studi akhir-akhir ini menunjang terapi konservatif. Pasien yang didiagnosis dengan ekstravasasi urine pada cedera tunggal dapat ditangani tanpa intervensi mayor dan resolution rate > 90 %. Perdarahan persisten merupakan indikasi utama dilakukannya rekonstruksi ginjal. 2Mayoritas pasien cedera ginjal grade 4 dan 5 memerlukan eksplorasi ginjal dan nefrektomi, walaupun beberapa data menunjukkan bahwa beberapa pasien ini dapat ditangani dengan terapi konservatif. Walaupun hampir semua pasien grade 4 dengan trauma tajam membutuhkan eksplorasi ginjal, hanya 20 % dengan trauma tumpul yang perlu. Pada semua kasus cedera ginjal berat, penanganan non-operatif dilakukan hanya setelah hemodinamik pasien telah stabil sempurna. 2Luka tajam secara tradisional ditangani secara bedah. Walaupun begitu, pasien stabil harus diketahui dengan lengkap mengenai ukuran ataupun derajat cedera. Luka tembakan pada ginjal harus dieksplorasi hanya jika melibatkan hilum atau berhubungan dengan tanda-tanda seperti perdarahan berkelanjutan, cedera ureter, atau laserasi pelvis renal. Tembakan dengan kecepatan rendah dan luka tusuk dengan derajat ringan dapat ditangani secara konservatif dengan hasil yang baik. Kerusakan jaringan akibat cedera tembakan dengan kecepatan tinggi, akan lebih ekstensif dan membutuhkan nefrektomi. Penanganan non-operatif untuk luka tembak pada ginjal pada selektif pasien stabil memiliki angka kesuksesan yang tinggi. 2Jika daerah luka tusukan pada posterior linea aksilaris anterior, 88 % cedera ginjal dapat ditangani secara non-operatif. Cedera pada daerah pinggang lebih sering merupakan grade 3, sedangkan cedera pada daerah abdomen lebih sering grade 1. Luka tusuk pada ginjal yang menyebabkan cedera ginjal mayor (grade 3 atau lebih tinggi) lebih tidak dapat diprediksi dan lebih sering terjadi komplikasi. 2 Tindakan OperatifRekonstruksi ginjal memungkinkan untuk sebagian besar kasus. Angka keseluruhan pasien yang menjalani nefrektomi selama eksplorasi yaitu sekitar 13 %, biasanya pasien dengan trauma tajam, dan angka lebih tinggi pada kebutuhan transfusi, ketidakstabilan hemodinamik, nilai derajat keparahan trauma dan mortalitas.2 Tindakan operatif pada jenis trauma, antara lain 1,2:1. Trauma tumpul: kerusakan ginjal minor akibat trauma tumpul terhitung 85% kasus dan biasanya tidak membutuhkan operasi. Perdarahan berhenti secara spontan dengan bed rest dan hidrasi. Kasus-kasus dimana operasi diindikasikan yaitu pada pasien dengan perdarahan retroperitoneal yang persisten, ekstravasasi urine, bukti tidak bekerjanya parenkim ginjal dan kerusakan pedikulus ginjal (kurang dari 5% semua kerusakan ginjal).2. Trauma tajam: trauma tajam harus dieksplorasi secara bedah. Pengecualian yang jarang untuk hal ini ketika staging telah selesai dan hanya ada kerusakan parenkim minor, tanpa ekstravasasi urine tercatat. Pada 80% kasus trauma tajam, berhubungan dengan kerusakan organ, membutuhkan operasi; kemudian, eksplorasi renal hanya merupakan kelanjutan dari prosedur ini.Ekstravasasi urin dari laserasi parenkim termasuk juga sistem kalises (Grade IV) dari ginjal yang normal sebelumnya biasanya tertangani dengan bed rest. Intervensi diperlukan hanya pada perdarahan yang persisten atau urine leakage. Kerusakan grade IV pada ginjal dengan obstruksi sebelumnya membutuhkan retrograde urography untuk diagnosis, nefrostomi perkutan atau retrograde stenting untuk dekompresi, dan selanjutnya endoskopik atau operasi terbuka. Jika quantitative radionuclide scintigraphy menunjukkan fungsi yang minimal pada ginjal hidronefrotik yang terluka setelah 46 minggu dekompresi, nefrectomi diperlukan. 6 Post-operative care dan follow-upPasien yang sukses diterapi secara konservatif memiliki beberapak risiko komplikasi. Risiko berkaitan dengan meningkatnya grade. Pengambilan gambaran radiologis ulang 2-4 hari setelah trauma meminimalkan risiko komplikasi, khususnya pada trauma tumpul ginjal grade 3-5. Walaupun begitu, manfaat CT scan berulang setelah trauma tidak pernah berkembang dengan memuaskan. CT scan harus selalu dilakukan pada pasien dengan demam, hematokrit menurun secara tidak jelas, atau nyeri pinggang yang signifikan. 2 Nuclear reanl scans berguna untuk mendokumentasikan perbaikan fungsional pasien setelah rekonstruksi ginjal sebelum keluar dari rumah sakit. Untuk mendeteksi banyak komplikasi (delayed complication), excretory urogram direkomendasikan dalam 3 bulan trauma ginjal mayor, walaupun manfaat untuk pasien belum dibuktikan dalam literatur. 2Follow-up harus mencakup pemeriksaan fisik, urinalisis, pemeriksaan radiologi, pengukuran tekanan darah secara berkala dan pemeriksaan laboratorium serum untuk fungsi ginjal. Follow-up harus dilanjutkan hingga perbaikan terdokumentasi dan temuan laboratorium telah stabil, walaupun penilaian hipertensi renovaskular yang laten perlu dilanjutkan bertahun-tahun. 2 Tatalaksana komplikasi 1 Urinoma retoperitoneal atau abses perinefrik membutuhkan drainase bedah yang segera. Hipertensi malignan membutuhkan perbaikan vascular atau nefrektomi. Hidronefrosis membutuhkan bedah koreksi atau nefrektomi.

KomplikasiKomplikasi awal terjadi dalam bulan pertama setelah trauma dan dapat terjadi perdarahan, infeksi, abses perinefrik, sepsis, fistula urinarius, hipertensi, ekstravasasi urine dan urinoma. Komplikasi akhir antara lain perdarahan, hidronefrosis, pembentukan kalkulus, pielonefritis kronik, hipertensi, fistula arteriovenosa, dan pseudoaneurysms. 2Perdarahan retroperitoneal yang terlambat biasanya terjadi dalam beberapa minggu setelah trauma dan bisa menjadi life-threatening. Embolsisasi angiografik selektif adalah terapi pilihan. Pembentukan abses perinefrik biasanya paling baik ditangani dengan drainase perkutan, walaupun drainase terbuka terkadang dibutuhkan. Penanganan komplikasi secara perkutan dapat mengurangi risiko kerusakan ginjal daripada re-operation, yang dapat berlanjut menjadi nefroktomi ketika jaringan yang rusak sulit untuk direkonstruksi. 2Trauma ginjal jarang menyebabkan hipertensi, paling banyak pada laki-laki dewasa muda. Frekuensi hipertensi post-trauma kira-kira kurang dari 5 % kasus yang dipublikasikan. Hipertensi dapat terjadi secara akut sebagai akibat dari penekanan eksternal oleh hematoma perirenal (page kidney), atau secara kronis karena pembentukan jaringan parut yang kompresif (goldblatt kidney). Hipertensi biasanya tergantung-renin dan berkaitan dengan kerusakan parenkim. Hipertensi yang dimediasi-renin dapat terjadi selama komplikasi; etiologinya antara lain trombosis aretri renalis, trombosis segmental arterial, stenosis arteri renalis (goldblatt kidney), devitalized fragments dan fistula arteriovenosa. 2

PrognosisDengan follow-up yang hati-hati, sebagian besar kerusakan ginjal memiliki prognosis yang baik, dengan perbaikan yang spontan dan kembali ke fungsi ginjal. Follow-up excretory urography dan monitoring tekanan darah dapat memastikan deteksi dan penanganan yang sesuai untuk hidronefrosis maupun hipertensi. 1

RUPTUR GINJAL AKIBAT NON TRAUMAPada beberapa case-report, ditemukan ruptur ginjal tanpa trauma. Salah satunya yaitu case-report oleh Mohammadi dkk, dimana ditemukan kasus ruptur ginjal spontan pada pasien dengan polyarteritis nodosa, tanpa disertai riwayat trauma pada ginjal maupun abdomen. Polyarteritis nodosa (PAN) merupakan vaskulitis nekrotik sistemik yang mengenai arteri-arteri berukuran kecil dan sedang. PAN dapat mengenai arteriola renalis pada kira-kira 80 % kasus, tetapi perdarahan retroperitoneal spontan merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada PAN. 7Pada PAN, sistem urogenital hampir selalu terlibat, patologi testikular dan insufisiensi renal termasuk dalam kriteria diagnostik PAN. Keterlibatan ginjal dapat menyebabkan microanuerysms, infark renal multipel, proteinuria dan insufisiensi renal. Ruptur ginjal spontan dan hematoma perirenal merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada PNA, dengan kira-kira 60 % laporan kasus, termasuk 8 hematoma bilateral. Keterlibatan testikular dapat dilihat dari nyeri skrotal akut atau nyeri ringan pada massa testis. 7Prognosis PAN sangat dapat membaik dengan kortikosteroid dan siklofosfamide. Pada kasus perdarahan retroperitoneal masif akut, nefrektomi sesegera mungkin terkadang dapat menyelamatkan nyawa. Terdapat juga beberapa laporan mengenai penanganan yang sukses pada beberapa kasus dengan embolisasi arterial selektif. Penting untuk diingat bahwa pasien PAN dengan nyeri pinggang atau abdomen, hipotensi dan takikardi dapat merupakan kasus hematoma perirenal diikuti ruptur ginjal secara spontan. 7

Daftar Pustaka1. Tanagho, EA. & McAninch, JW. Smiths General Urology, 17th ed. New York: The McGraw-Hill Companies, 2008.2. Djakovic, N., et.al. Guidelines on Urological Trauma. European Association of Urology, 2009.3. Gunderman, R. Essential Radiology: Clinical Presentation, Pathophysiology, Imaging, 2nd ed. New York: Thieme, 2006. 4. Brewster, S. Urology: A Handbook for Medical Students. BIOS Scientific Publishers Limited: Oxford, 2001.5. Potts, M. Essential Urology: A Guide to Clinical Practice. New Jersey: Humana Press, 2004.6. Smith, M., et.al. Rupture of a Ureteropelvic Junction-Obstructed Kidney in a 15-year-old Football Player, Trauma Cases from Harborview Medical Center. AJR: 180, 2003. Available from: http://www.ajronline.org/ 7. Mohammadi, A., Gharaati, M. & Ebadzadeh, M. Spontaneous Kidney Rupture in a Patient with Polyartertis Nodosa, JRMS, 11 (4): 270-272, 2006. Available from: http://www.sid.ir/

5