tipus refrat

download tipus refrat

of 23

description

referat

Transcript of tipus refrat

A. Anatomi Sistem SarafOtak terdiri dari cerebrum, cerebellum, dan batang otak yang dibentuk oleh mesensefalon, pons, dan medulla oblongata. Sulkus dan fisura korteks serebri membagi hemisfer serebri menjadi daerah lebih kecil yang disebut lobus (Moore & Argur, 2007).

Gambar 1. Anatomi Sistem Saraf

Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu: 1. Cerebrum (Otak Besar) Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer. Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer kiri berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kanan. Masing-masing hemisfer terdiri dari empat lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulkus. Keempat lobus tersebut masing-masing adalah lobus frontal, lobus parietal, lobus oksipital dan lobus temporal (CDC, 2004).

a. Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah serebrum. Lobus parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian belakang oleh garis yang ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus lateralis (Sylvian). Daerah ini berfungsi untuk menerima impuls dari serabut saraf sensorik thalamus yang berkaitan dengan segala bentuk sensasi dan mengenali segala jenis rangsangan somatik (Ellis, 2006). b. Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling depan dari serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks anterior sulkus sentral dari Rolando. Pada daerah ini terdapat area motorik untuk mengontrol gerakan otot-otot, gerakan bola mata; area broca sebagai pusat bicara; dan area prefrontal (area asosiasi) yang mengontrol aktivitas intelektual (Ellis, 2006).c. Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus oksipital oleh garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas sulkus lateral. Lobus temporal berperan penting dalam kemampuan 10 pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara (Ellis, 2006).d. Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus temporal. Lobus ini berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata (Ellis, 2006).

Setiap lobus masih bisa dibagi menjadi beberapa area yang punya fungsi masing-masing.

Gambar 2. Pembagian Area Otak

2. Cerebellum (Otak Kecil) Cerebellum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak. Cerebellum terletak di bagian bawah belakang kepala, berada di belakang batang otak dan di bawah lobus oksipital, dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum adalah pusat tubuh dalam mengontrol kualitas gerakan. Cerebellum juga mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Selain itu, serebelum berfungsi menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya (Kumar dan Clark, 2005).

Gambar 3. Cerebellum

3. Batang Otak Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk mengontrol tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola makan dan tidur. Bila terdapat massa pada batang otak maka gejala yang sering timbul berupa muntah, kelemahan otat wajah baik satu maupun dua sisi, kesulitan menelan, diplopia, dan sakit kepala ketika bangun (CDC, 2004). Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu: a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum. Saraf kranial III dan IV diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran (Moore & Argur, 2007). b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain dan medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf Kranial (CN) V diasosiasikan dengan pons (Moore & Argur, 2007). c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang otak yang akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata terletak juga di fossa kranial posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan dengan medulla, sedangkan CN VI dan VIII berada pada perhubungan dari pons dan medulla (Moore & Argur, 2007).

Gambar 4. Batang Otak

B. Sistem LimbikSistem limbik merupakan suatu bagian otak yang berada di tengah, antara diensefalon (batang otak) dengan cerebrum (Runner dan Suddarth, 2002). Sistem limbik berfungsiuntuk mengendalikan emosi, mengendalikan hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, seksualitas, pusat rasa senang,metabolisme dan juga memori jangka panjang (Sherwood, 2001). Struktur limbik terdiri dari beberapa bagian yaitu: 1. Hipothalamus Hipothalamus memegang peranan penting dalam aliran adrenalin, pusat emosi, mengontrol molekul-molekul yang membuat seseorang merasa marah, atau tidak senang. Hipothalamus adalah bagian otak yang berisi sejumlah nukleus kecil. Hipothalamus terletak di bawah thalamus, tepat di atas batang otak. Hipotalamus bertanggung jawab untuk proses metabolisme dari sistem saraf otonom. Hipothalamus dapat merangsang atau menghambat sekresi hormon hipofisis. 2. Septum Septum adalah pembatas yang memisahkan suatu rongga atau ruang. 3. Epithalamus Epithalamus adalah segmen posterior dorsal diencephalon (segmen di tengah otak yang juga mengandung hipotalamus dan thalamus) yang meliputi habenula, stria medullaris dan pineal body. Fungsinya adalah menghubungkan antara sistem limbik dengan bagian lain dari otak 4. Nuklei Anterior Thalamus Merupakan kumpulan nuclei pada ujung rostral bagian thalamus dorsal. Nuklei anterior thalamus menerima serabut afferent mammillary bodies melalui mammillothalamic tract dan subiculum, melalui fornix.5. Ganglia Basalis Merupakan kumpulan massa abu-abu yang berada pada bagian dalam hemisfer cerebri (massa putih/serabut saraf) dan terdiri dari nucleus caudatus. Nukleus caudatus adalah massa kelabu yang memanjang bagian cranial tepat di sisi lateral ventrikel lateralis dan memanjang ke belakang mempunyai ekor dan berakhir pada amygdala. Terlihat melingkari putamen danmelakukan hubungan commisura dengan asosiasi putamen-commisura. 6. Hipokampus Hipokampus adalah bagian dari otak besar yang terletak di lobus temporal. Manusia memiliki dua hipokampus, yakni pada sisi kiri dan kanan. Hipokampus merupakan bagian dari sistem limbik dan berperan pada kegiatan mengingat (memori) dan navigasi ruangan.(Guyton dan Hall, 2008).

Gambar 5. Sistem Limbik

C. Sel SarafSel saraf (neuron) merupakan unit anatomis dan fungsional sistem saraf atau unit dasar persarafan. Setiap satu neuron terdiri atas bagian utama yang merupakan badan sel saraf, dendrit dan akson (Iswari, 2010).1. Badan selBadan sel saraf merupakan bagian yang paling besar dari sel saraf. Badan sel berfungsi untuk menerima rangsangan dari dendrit dan meneruskannya ke akson. Badan sel saraf mengandung inti sel dan sitoplasma. Inti sel berfungsi sebagai pengatur kegiatan neuron. Di dalam sitoplasma terdapat mitokondria yang berfungsi sebagai penyedia energi untuk membawa rangsangan.

2. DendritDendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang-cabang. Dendrit merupakan perluasan dari badan sel. Dendrit berfungsi untuk menerima dan mengantarkan rangsangan ke badan sel.3. Neurit (akson)Neurit berfungsi untuk membawa rangsangan dari badan sel ke sel saraf lain. Neurit dibungkus oleh selubung lemak yang disebutselubung myelinyang terdiri atas perluasan membran sel Schwann. Selubung ini berfungsi untuk isolator dan pemberi makan sel saraf. Bagian neurit ada yang tidak dibungkus oleh selubung mielin. Bagian ini disebut dengannodus ranvierdan berfungsi mempercepat jalannya rangsangan.

Antara neuron satu dengan neuron satu dengan neuron berikutnya tidak bersambungan secara langsung tetapi membentuk celah yang sangat sempit. Celah antara ujung neurit suatu neuron dengan dendrit neuron lain tersebut dinamakan sinapsis. Pada bagian sinapsis inilah suatu zat kimia yang disebut neurotransmiter (misalnya asetilkolin) menyeberang untuk membawa impuls dari ujung neurit suatu neuron ke dendrit neuron berikutnya (Iswari, 2010).

Gambar 6. Neuron

D. NeurotransmiterNeuron-neuron di dalam otak membutuhkan neurotransmiter untuk dapat saling berkomunikasi. Neurotransmiter merupakan senyawa kimia pembawa pesan yang meneruskan informasi elektrik dari sebuah neuron ke neuron lain atau sel efektor. Sifat neurotransmiter adalah sebagai berikut:1. Disintesis di neuron presinaps 2. Disimpan di vesikel dalam neuron presinaps 3. Dilepaskan dari neuron di bawah kondisi fisiologis 4. Segera dipindahkan dari sinaps melalui uptake atau degradasi 5. Berikatan dengan reseptor menghasilkan respon biologis.

Gambar 7. Proses Pelepasan Neurotransmiter

Beberapa neurotransmitter adalah sebagai berikut:1. Acetylcholine (ACh)ACh merupakan neurotransmiter yang pertama kali ditemukan pada sekitar 70 tahun yang lalu. ACh ini terbentuk pada akson terminal pada sel saraf. Proses penggunaan ACh sebagai neurotransmiter, dimulai saat potensial aksi sudah sampai pada terminal akson. Hal ini akan bersamaan dengan meningkatnya kalsium yang bermuatan dan aktifnya asetilkolin. Asetilkolin yang aktif akan segera direspon oleh ACh reseptor. Setelah itu, ACh akan segera diuraikan kembali di terminal. Jika suatu saat diperlukan lagi, asetilkolin akan segera disintesis kembali.ACh beserta reseptornya, sangatlah penting dalam penghantaran sinyal.Asetilkolin berperan sebagai transmiter pada sistem neuromuskular, menghubungkan saraf motorik pada otot. Myasthenia gravis adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh tidak adanya reseptor asetilkolin. Para penderitamyasthenia gravisini akan selalu mengalami kelelahan dan kelemahan otot.

2. Asam aminoAsam amino tidak hanya berperan sebagai penyusun protein saja, tapi beberapa asam amino juga berperan sebagai neurotransmiter. Salah satu contohnya adalah glutamat dan aspartat yang berperan sebagai sinyal eksitatori. Glutamate dan aspartat ini berfungsi untuk mengaktifkan reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA). Reseptor NMDA ini bermanfaat untuk neuron karena sangat berperan dalam proses belajar dan perkembangan neuron. Walau bagaimanapun, jika terlalu banyak stimulasi NMDA, akan terjadi kematian sel. Selain itu,gamma-aminobutyric acid(GABA) dan glisin, juga berperan sebagai inhibitor dari neuron.3. CatecholaminesNeurotransmiter yang termasuk dalam golongan ini adalah nor-epinefrin dan dopamine. Norepinefrin berperan dalam belajar dan memori serta berperan dalam mengontrol tekanan darah dan jantung. Salah satu fungsi dari dopamine adalahmengontrol pergerakan. Sehingga para penderita Parkinsons disease yang tidak mempunyai dopamin, mengalami berbagai gangguan pergerakan, seperti kesulitan bergerak, tremor, dan kekakuan otot. Selain itu, dopamin juga berperan dalam emosi psikologis dan kognitif. Dopamin juga berperan dalam mengatur sistem hormonal.4. SerotoninSerotonin berperan dalam mengontrol berbagai tingkatan emosional. Serotonin juga berperan dalam kontrol perasaan hari (mood), kegelisahan, depresi, dan lain sebagainya. Obat-obatan yang bekerja berlawanan dengan serotonin, bisa mengobati depresi dan Obsessive-compulsive disorder(OCD). Salah satu contoh obatnya adalahfluoxetine (Prozac).5. PeptidaPeptida adalah kumpulan asam amino yang saling berikatan. Peptida otak yang berperan sebagai neurotransmiter adalahopioid. Opioid ini berperan dalam menekan rasa nyeri dan juga tidur walaupun prosesnya masih belum jelas. Diperkirakan, opioid ini diproduksi oleh otak saat kita berada dalam kondisi stres. Salah satu derivat opioid yang biasa digunakan adalah morfin.

6. GasBeberapa gas, ternyata bisa berperan sebagai neurotransmiter, contohnya adalah nitrit oksida dan karbon monoksida. Biasanya, neurotransmiter akan berada dalam vesikel-vesikel dan memerlukan reseptor untuk masuk kedalam post-sinap. Tidak demikian dengan gas-gas ini. Dikarenakan bentuknya yang gas, nitrit oksida dan karbon monoksida akan langsung berdifusi untuk keluar masuk neuron. Nitrit oksida mempunyai beberapa peran penting, yaitu berperan dalam relaksasi usus, ereksi pada penis, dan mengontrol siklik GMP (suatu molekul intrasellularmessenger) (Carey, 2002).

Neurotransmiter yang dapat mempengaruhi sikap, emosi, dan perilaku seseorang antara lain asetil kolin, dopamin, serotonin, epinefrin, norepinefrin.

E. Dopamin DefinisiDopamin adalah salah satu senyawa katekolamin yang paling signifikan dalam memainkan peranan sebagai neurotransmiter yang dapat mempengaruhi fungsi otak (Deng et al., 2011). Dopamin merupakan kelompok neurotransmiter katekolamin. Dopamin disintesis dari tyrosine di bagian terminal presinaps untuk kemudian dilepaskan ke celah sinaps. Langkah pertama sintesis dopamin adalah proses uptake asam amino L-tyrosine dari aliran darah. Tyrosine akan dikonversi menjadi 3-4-dihidroxyphenylalanine (L-DOPA) oleh enzim tyrosine hydroxylase, dan kemudian L-DOPA dikonversi menjadi dopamin oleh enzim dopa decarboxylase. Dopamin disimpan dalam granula-granula di ujung presinaptik saraf, dan akan dilepaskan apabila ada rangsangan (Pinzon dan Rizaldy, 2007).

Gambar 8. Proses Pelepasan Dopamin

Biokimia DopaminDopamin memiliki rumus kimia C 6 H 3 (OH) 2-CH 2-CH 2-NH 2. Nama kimianya adalah "4 - (2-aminoethyl) benzen-1 ,2-diol" dan singkatan adalah "DA." Sebagai anggota keluarga katekolamin, dopamin adalah prekursor norepinefrin (noradrenalin) dan kemudian epinefrin (adrenalin) dalam jalur biosintesis untuk neurotransmitter ini. Dopamin diinaktifasi oleh reuptake melalui transporter dopamin, didegradasi enzimatik oleh transferase katekol-O-metil (COMT) dan monoamine oksidase (MAO). Dopamin yang tidak diuraikan oleh enzim, disimpan kembali ke dalam vesikel untuk digunakan kembali. (Heike et al., 2010)

Reseptor Dopamin dan EfeknyaAda lima subtype reseptor dopamine, kelima subtype dapat dimasukkan kedalam dua kelompok. Dalam kelompok pertama reseptor D1 dan D5 menstimulasi pembentukan cAMP dengan mengaktivasi protein G stimulator, GS. reseptor D5 hanya baru saja ditemukan, dan kurang diketahui tentang sifatnya dibandingkan tentang reseptor D1. Kelompok reseptor dopamine kedua terdiri dari reseptor seperti (D2, D3 dan D4 ). Reseptor D2 menghambat pembentukan cAMP dengan mengaktivasi protein G inhibitor dan beberapa data menyatakn bahwa reseptor D3 dan D4 bkerja secara bersamaan. Satu perbedaan antara reseptor D2, D3, D4 adalah distribusi yang berbeda. Reseptor 3 terutama konsentrasi di nucleus akumbens. Disamping ada daerah lainnya dan reseptor D4 terutama terkonsentrasi dikorteks frontalis, disamping ada pada daerah lainnya. Dimasa lalu potensi senyawa antipsikotik telah dihubungkan dengan afinitas untuk reseptor D2. Adalah dimungkinkan untuk mempelajari apakah antagonis spesifik untuk reseptor D3 dan D4 akan merupakan antipsikotik yang lebih sedikit dibandingkan denga natagonis reseptor D2. (Lorenz et al., 2013)

Variasi tipe reseptor ditentukan oleh urutan asam amino DNA. Reseptor D2 memiliki 2 bentuk isoform yaitu D2 short dan D2 long. Perangsangan reseptor D2 post sinaps akan meransang proses interseluler. Secara fungsional tidak ada perbedaan antara kedua bentuk reseptor D2 yang isoform tersebut. Pemahaman akan fungsi masing-masing reseptor akan berguna dalam aplikasi klinik terapi. (Lorenz et al., 2013; Ernest, 2010) Reseptor dopaminergik D2 dapat berperan sebagai autoreseptor yang dimana terletak di pre sinaps dan post sinaps. Dopamin yang dilepaskan dari terminal saraf dapat mengaktivasi reseptor D2 pada terminal pre sinaptik yang sama, dan akan mengurangi sintesis atau pelepasan dopamin yang terlalu berlebihan, sehingga reseptor D2 akan berperan sebagai mekanisme umpan balik (feedback) negatif yang dapat memodulasi atau menghentikan pelepasa dopamine pada sinaps tertentu. (Ernest, 2010)

Fungsi DopaminDopamin memiliki banyak fungsi di otak, termasuk peran penting dalam perilaku dan kognisi, gerakan dopamin, motivasi dan penghargaan, penghambatan produksi prolaktin (yang terlibat dalam laktasi), tidur, mood, perhatian, dan belajar. Neuron dopaminergik (yaitu, neuron yang utama adalah neurotransmitter dopamin) yang hadir terutama di daerah tegmental ventral (VTA) dari otak tengah, substantia nigra pars kompakta, dan nukleus arkuata dari hipotalamus. Fungsi dopamin sebagai neururotransmiter kerja cepat disekresikan oleh neuron-neuron yang berasal dari substansia nigra, neuron-neuron ini terutama berakhir pada regio striata ganglia basalis. Pengaruh dopamin biasanya sebagai inhibisi (Guyton dan Hall, 2008). (Sham et al., 2010; Stephanie et al.,2014) AnatomiNeuron dopaminergik membentuk dopamin neurotransmitter yang berasal substantia nigra pars kompakta, daerah tegmental ventral (VTA), dan hipotalamus. Akson ini proyek ke daerah-daerah besar dari otak melalui empat jalur utama. (Stephanie et al, 2014) Jalur mesokortikal menghubungkan daerah tegmental ventral lobus frontal korteks pre-frontal. Neuron dengan somas di wilayah akson ventral tegmental proyek ke korteks pre-frontal. Jalur mesolimbik membawa dopamin dari daerah tegmental ventral ke nukleus akumbens melalui amigdala dan hipokampus. Para somas neuron proyek berada di daerah tegmental ventral. (Maramis dan Maramis, 2009). Jalur nigrostriatal berjalan dari subtansia nigra ke neostriatum. Somas dalam substantia nigra proyek akson ke dalam nukleus kaudatus dan putamen. Jalur ini terlibat dalam loop motor ganglia basal. Jalur tuberoinfundibular ialah dari hipotalamus ke kelenjar dopamin. Persarafan ini menjelaskan banyak efek dari mengaktifkan sistem dopamin. Sebagai contoh, jalur mesolimbik menghubungkan VTA dan nukleus akumbens; keduanya pusat sistem otak yang memberi imbalan.

GerakanMelalui reseptor dopamine, D 1-5, dopamin mengurangi pengaruh dari jalur tidak langsung, dan meningkatkan tindakan jalur langsung dalam ganglia basal. Kurangnya biosintesis dopamin dalam neuron dopaminergik dapat menyebabkan penyakit Parkinson, di mana seseorang kehilangan kemampuan untuk mengeksekusi halus, gerakan terkontrol. (Jean et al., 2011)

Kognisi dan korteks frontalDi lobus frontal, dopamin mengontrol arus informasi dari daerah lain di otak. Gangguan dopamin di wilayah otak dapat menyebabkan penurunan fungsi neurokognitif, terutama memori, perhatian, dan pemecahan masalah. Berkurangnya konsentrasi dopamin di korteks prefrontal diperkirakan akan memberikan kontribusi terhadap gangguan defisit perhatian. Telah ditemukan bahwa reseptor D1 serta reseptor D4 bertanggung jawab atas efek kognitif-meningkatkan dopamin. Oleh itu, obat anti-psikotik bertindak sebagai antagonis dopamin dapat digunakan dalam pengobatan gejala positif skizofrenia, meskipun, yang lebih dulu disebut tipikal antipsikotik yang paling sering bertindak pada reseptor D2, sedangkan obat atipikal juga bertindak pada reseptor D1, D3 dan D4. (Jean et al., 2011)

Mengatur sekresi prolaktinDopamin adalah neuroendokrin penghambat utama yang menghambat sekresi prolaktin dari kelenjar hipofisis anterior. Dopamin dihasilkan oleh neuron dalam nukleus arkuata hipotalamus yang kemudiannya dikeluarkan ke pembuluh darah hipotalamo-hipofisial median eminence, yang kemudiannya masuk ke kelenjar pituitary. Sel-sel lactotrope yang menghasilkan prolaktin, dalam ketiadaan dopamin, akan mensekresi prolaktin terus menerus. Dalam hal ini, dopamine berfungsi untuk menghambat sekresi prolaktin. Dengan demikian, dalam konteks mengatur sekresi prolaktin, dopamin kadang-kadang disebut faktor penghambat prolaktin (PIF),-hormon penghambat prolaktin (PIH), atau prolaktostatin. (Jean et al., 2011)

Psikopatologi DopaminHipotesis dopamine pada penderita psikosis berkembang dari pengamatan bahwa obat yang menghambat reseptor dopamine seperti : haloperidol mempunyai aktifitas antipsikotik dan obat yang mengstimulasi aktivitas dopamine seperti : amphetamine dapat menginduksi gejala psikotik. Hipotesis dopamine tetap merupakan hipotesis neurokimiawi yang utama pada penderita psikosis. Suatu serial penelitian telah menunjukkan bahwa konsentrasi plasma HVA, pada kenyataannya menurun pada banyak pasien terhadap obat antipsikotik. Masalah utama pada hipotesis tersebut adalah bahwa penghambatan reseptor dopamine menurunkan gejala psikotik pada hampir setiap gangguan, seperti psikosis yang berhubungan tumor otak dan psikotik yang disertai dengan mania. (Mizrahi et al., 2014; Kaplan et al., 2010) Dopamine juga terlibat dalam psikofisiologi gangguan mood. Aktifitas dopamine dapat rendah pada Depresi dan Mania. Observasi bahwa L-dopa dapat menyebabkan mania dan psikosis pada beberapa pasien parkinsonisme mendukung hipotesis tersebut. Beberapa penelitian telah menemukan kadar metabolit dopamine yang rendah pada pasien Depresi. (Grace, 2010; Maslim, 2007) Ada juga peranan dopamine pada gangguan spectrum autistic, yang dimana adanya gangguan system neurotransmitter ysng berhubungan gejala gangguan perilaku. Berbagai penelitian terdahulu memperlihatkan adanya disfungsi system neurokimiawi pada penderita autism meliputi system dopamine, norepinefrin dan serotonin. Gangguan system neurokimiawi tersebut berhubungan dengan perilaku agresif, obsesif kompulsif dan stimulasi diri sendiri (self stimulating) yang berlebih. Peranan gangguan dopamine pada autism sering didasarkan pada pengukuran kadar HVA- suatu metabolit dopamine dan percobaan pemberiaan obat-obat agonis dopamine. Sebagian penelitian terdahulu menunjukkan kadar HVA (homovanillic acid) ditemukan lebih tinggi pada anak autisme yang gejala stereotipiknya lebih berat. Pemberian obat agonis dopamine memperburuk gejala stereotipi, agitasi dan hiperaktivitas pada anak autis. (Kaplan et al., 2010; Maslim, 2007)

F. Pengaruh Sistem Dopaminergik terhadap Gejala PsikotikPsikotik atau psikosis ialah gangguan jiwa yang meliputi keseluruhan kepribadian, sehingga penderita tidak bisa menyesuaikan diri dalam norma-norma hidup yang wajar dan berlaku umum. Psikotik adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of reality) (Maramis dan Maramis, 2009).Pada teori biokimia yang terjadi pada gejala psikotik, dikenal hipotesis dopamin dan serotonin-glutamat. Pada teori glutamat disebutkan bahwa, penurunan kadar glutamat akan menyebabkan penurunan regulasi reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) dan menyebabkan gejala-gejala psikotik serta defisit kognitif. Aktivitas berlebih reseptor dopamin saraf pada jalur mesolimbik bisa menyebabkan timbulnya gejala positif seperti delusi dan halusinasi (Murray et al., 2015; Levy et al., 2015). Delusi didefinisikan sebagai keyakinan yang salah yang melibatkan salah tafsir dari persepsi atau pengalaman, dengan keyakinan tinggi meskipun bukti yang ada jelas bertentangan terhadap hal tersebut (Andreou et al., 2015). Penurunan aktivitas dopamin neuron pada jalur mesokortek di dalam kortek prefrontalis bisa menyebabkan gejala negatif seperti sikap apatis dan tidak memiliki motivasi hidup (Dawe et al., 2009; Hensler et al., 2013). Teori jalur dopamin yang berpengaruh terhadap timbulnya gejala psikosis adalah (Heike et al., 2011; Calcagno et al., 2013) Mesokortikal dopamin pathways.Hipoaktivitas dari daerah ini menyebabkan simptom negatif dan gangguan kognitif. Simptom negative dan kognitif disebabkan terjadi penurunan dopamine di jalur mesokortikal terutama pada daerah dorsolateral prefrontal korteks.Defisit behavioral yang dinyatakan dalam suatu simptom negatif berupa penurunan aktivitas motorik. Aktivitas yang berlebihan dari system glutamat yang bersifat eksitotoksik pada system saraf (burn out) yang kemudian berlanjut menjadi suatu proses degenerasi di mesokortikal jalur dopamin. Penurunan dopamine di mesokortikal dopamine pathway dapat terjadi secara primer maupun sekunder. Penurunan sekunder terjadi melalui inhibisi dopamine yang berlebihan pada jalur ini atau melalui blockade antipsikotik terhadap reseptor D2.Peningkatan dopamin pada mesokortikal dopamine pathway dapat memperbaiki simptom negatif atau mungkin juga simptom kognitif. Keadaan ini akan menjadi suatu dilemma karena peningkatan dopamin di jalur mesolimbik akan meningkatkan simptom positif, sementara penurunan dopamine di jalur mesokortikal akan meningkatkan simptom negatif dan kognitif. Hal tersebut dapat diatasi dengan pemberian obat antipsikotik atipikal (antipsikotik generasi kedua). Antipsikotik jalur kedua menyebabkan dopamine di jalur mesolimbik menurun tetapi dopamin yang berada di jalur mesokorteks meningkat. Mesolimbik dopamin pathwaysHiperaktivitas dari daerah ini menyebabkan simptom positif dari skizofrenia. Jalur ini berperan penting pada emosional, perilaku khususnya halusinasi pendengaran, waham dan gangguan pikiran. Psikostimulan seperti amfetamin dan kokain dapat menyebabkan peningkatan dari dopamin melalui pelepasan dopamine pada jalur ini sehingga hal ini menyebabkan terjadinya simptom positif dan menimbulkan psikosis paranoid jika pemberian zat ini dilakukan secara berulang.Antipsikotik bekerja melalui blockade reseptor dopamine khususnya reseptor D2 sehingga simptom positif dapat menurun atau menghilang. Hipotesis hiperaktif mesolimbik dopamine pathways menyebabkan simptom positif psikotik meningkat. Hiperaktivitas mesolimbik dopamin pathways mempunyai peranan dalam simptom agresivitas, terutama bila terjadi penyimpangan control serotonergik dari dopamin. Nukleus akumbens adalah bagian dari sistem limbik yang mempunyai peranan untuk mempengaruhi perilaku, seperti pleasurable sensation (sensasi yang menyenangkan), powerful euphoria pada individu yang memiliki waham, halusinasi serta pengguna zat.Mesolimbik dopamin pathways selain dapat menyebabkan simptom positif , juga mempunyai peranan dalam pleasure, reward dan reinforcing behavior. Pada kasus penyalahgunaan zat dapat menimbulkan ketergantungan karena terjadi aksi di jalur ini. Tuberoinfundibular dopamin pathways. Berperan dalam mengkontrol sekresi prolaktin. Diblokir oleh neuroleptik, menyebabkan hiper-prolaktinemia. Penurunan aktivitas prolaktin setelah melahirkan berhubungan dengan peningkatan jumlah prolaktin pada ASI. Peningkatan level prolaktin antara lain karena terjadinya gangguan dari fungsi tuberoinfundibular dopamine pathways yang disebabkan oleh lesi atau pemakaian obat-obat antipsikotik. Manifestasi klinis akibat peningkatan level prolaktin dapat berupa galaktorea, amenorea, atau disfungsi seksual. Hal ini sering terjadi selama atau setelah pemberian obat antipsikotik. Nigrostriatal dopamine pathways. Jalur yang bertanggung jawab dalam gerakan motorik. Diblokir oleh meuroleptik, menyebabkan efek samping ekstrapiramidal. Penurunan dopamine pada nigrostriatal dopamine pathways dapat menyebabkan gangguan pergerakan seperti yang ditemukan pada penyakit Parkinson, yaitu rigiditas,akinesia, atau bradikinesia (pergerakan berkurang atau pergerakan melambat) dan tremor. Penurunan dopamine di daerah basal ganglia dapat menyebabkan akatisia dan distonia khususnya pada bagian wajah dan leher Gangguan pergerakan dapat juga disebabkan oleh blockade resptor D2 oleh obat yang bekerja pada reseptor tersebut, seperti halnya pada obat-obat antipsikotik generasi pertama contohnya antara lain haloperidol. Hiperaktivitas atau peningkatan dopamine pada nigrostriatal dopamine pathways mendasari terjadinya gangguan pergerakan hiperkinetik seperti chorea, dyskinesia. Terjadinya blockade yang lama pada reseptor D2 di nigrostriatal dopamine pathways menyebabkan timbulnya gangguan pergerakan seperti tardive dyskinesia.

Gambar 9. Jalur Saraf Dopamin

Ada tiga faktor yang mungkin menjadi penyebab tingginya aktivitas dopamin (Semiun, 2006) :1. Konsentrasi dopamin yang tinggi 2. Sensitivitas yang tinggi dari reseptor dopamin 3. Jumlah reseptor dopamin yang terdapat pada sinapsis

Pada orang dengan gejala psikotik ditemukan memiliki jumlah reseptor dopamin yang lebih banyak daripada orang normal. Tingginya aktivitas dopamin menyebabkan rangsangan yang tinggi pada daerah khusus pada otak, rangsangan tersebut mengganggu fungsi kognitif yang kemudian mengakibatkan halusinasi dan delusi. Reseptor dopamine yang terlibat adalah reseptor dopamine-2 (D2).

Selama bertahun-tahun telah diobservasi bahwa gangguan atau obat-obat yang meningkatkan dopamin akan mempertinggi atau menghasilkan gejala-gejala positif psikotik dan obat-obat yang menurunkan dopamin akan menurunkan atau menghentikan gejala/simtom positif.Hipotesis dopamin inilah yang menyebabkan sebelum tahun 1990an, pengembangan obat antipsikotik difokuskan secara eksklusif pada agen dengan aktivitas utama yang berlokasi pada reseptor dopamin D2, yaitu obat-obat antipsikotik tipikal, yang merupakan antagonis reseptor D2. Namun meskipun blokade reseptor D2 dapat mengurangi gejala-gejala positif seperti halusinasi dan delusi, antagonis D2 juga berkaitan dengan efek samping neurologis yang tidak menyenangkan, yaitu gejala ekstrapiramidal (Takase et al., 2015). Selain itu agen ini memiliki keterbatasan untuk gejala negatif dan kognitif (Crismon dkk., 2008).

Gambar 10. Mekanisme Kerja Obat Antipsikotik

Daftar Pustaka :Andreou C, Schneider BC, BraunV, Kolbeck K, Gallinat J, Moritz S (2015). Dopamine effects on evidence gathering and integration. J Psychiatry Neurosci.Carey J (2002). Brain Facts: A Primer on the Brain and Nervous System. Washington: The Society for Neuroscience. Calcagno B, Eyles D, Alphen V (2013) . Transient activation of dopaminergic neurons during development modulates visual responsiveness. Translational Psychiatry. p.1-4.Crismon ML, Argo TR, Buckley PF (2008). Schizophrenia. Editor: DiPiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. New York: McGraw Hill.Dawe GS, Hwang EH, Tan CH (2009). Pathophysiology and Animal models of Schizophrenia. Ann Acad Med Singapore; 38 (5): 425-430.Deng C, Jinzhuo C, Minghui Y, Zhou N, Shihui S (2011). Electrochemical Determination of Dopamine In The Presence of Ascorbic Acid Based On The Gold Nanorods Carbon Nanotubes Composite Film. Electrochimica Acta; 56: 8851-8856.Ellis H (2006). Clinical Anatomy: Applied Anatomy for Student & Junior Doctors. 11th Edition. USA: Blackwell Publishing. Ernest P (2010).D2 Dopamine Receptor Gene in Psychiatric and Neurologic Disorders and Its Phenotypes. American Journal of Medical Genetics Part B (Neuropsychiatric Genetics). p.103-105.

Ganong WF (2005).Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC. Grace AA (2010). Dopamine system dysregulation by the ventral subiculum as the common pathophysiological basis for schizophrenia psychosis, psychostimulant abuse, and stress. Neurotox Res; 18 (3-4): 367376.Guyton AC, Hall JE (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC. Heike T, Tajvar A, Andreas ML (2010).Dopamine and Psychosis: Theory, Pathomechanisms and Intermediate Phenotypes.National Intitutes of Health. p.6-7.

Heike T, Tajvar A, Andreas ML (2011).Presynaptic Regulation of Dopamine Transmission in Schizophrenia. Schizophrenia Bulletin. 37 (1): p.108-110.

Hensler JG, Artigas F, Bortolozzi A, Daws LC, Deurwaerdre PD, Milan L, Navailles S, et al. (2013). Catecholamine/serotonin interactions: Systems thinking for brain function and disease. Adv Pharmacol; 68: 167197.Iswari M (2010).Anatomi Fisiologi dan Dasar Neurologi (Dasar Ilmu Faal dan Saraf untuk Pendidikan Luar Biasa). Padang: UNP Press. Jean MB, Raul RG (2011). The Physiology, Signaling, and Pharmacology of Dopamine Receptors. The American Society for Pharmacology and Experimental Therapeutics. p.184-188. Kaplan H, Sadock B, Grebb J (2010). Antagonis Reseptor Dopamin. Dalam : Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid II. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher. h. 549Kumar P, Clark M (2005). Clinical Medicine. 6th Edition. London: Elseveir Saunders.Levy E, Traicu A, Iyer S, Malla A, Joober R (2015). Psychotic disorders comorbid with attention-deficit hyperactivity disorder: an important knowledge gap. The Canadian Journal of Psychiatry; 60 (3): 48-52. Lorenz D, Rebecca B, Andreas H (2013).Reinforcement learning and dopamine in schizophrenia: dimensions of symptoms or specic features of a disease group?. Frontiersin.172 (4): p.1-16.

Maramis WF, Maramis AA (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi ke 2. Surabaya: Airlangga University Press, pp: 77-78, 82, 85. Maslim R (2007). Obat Anti-Psikosis. Dalam : Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi III. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya. h. 14

Mizrahi R, Kenk M, Suridjan I, Boileau I, George TP, McKenzie K, Wilson AA (2014). Stress-induced dopamine response in subjects at clinical high risk for schizophrenia with and without concurrent cannabis use. Neuropsychopharmacology; 39: 14791489.Moore KR, Argur KMR (2007). Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipocrates.Murray RM, Sideli L, Cascia CL, Barbera DL (2015). Bridging the gap between research into biological and psychosocial models of psychosis. Shanghai Archives of Psychiatry; 27 (3): 139-143.Pinzon, Rizaldy (2007). Peran Dopamin Pada Gangguan Spektrum Autistik. Cermin Dunia Kedokteran; 34 (3): 158-161.Runner, Suddarth (2002).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.Semiun Y (2006). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Kanisius. Sham K, Peter D (2010). Dopamine: generalization and bonuses. Elsevier Science. p.549-550.Sherwood L (2001).Fisiologi Manusia. Edisi 2. Jakarta: EGC.Sylvia, Lorraine (2006).Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. Stephanie MP, Daniel JL (2014). New Approaches to the Management of Schizophrenia: Focus on Aberrant Hippocampal Drive of Dopamine Pathways. Dovepress.172 (4): p.887-889Takase M, Kanahara N, Oda Y, Kimura H, Watanabe H, Iyo M (2015). Dopamine supersensitivity psychosis and dopamine partial agonist: A retrospective survey of failure of switching to aripiprazole in schizophrenia. Journal of Psychopharmacology; 29 (4): 383-389.

.