TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN...

40
BAB II TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Ketentuan-ketentuan Jenis Perjanjian Kerja Berdasarkan Undang- Undang Ketenagakerjaan Tujuan kemerdekaan sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, antara lain untuk melindungi segenap bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Khususnya yang berkaitan dengan Ketenagakerjaan, tujuan umum dimaksud, dijabarkan dalam pasal-pasal yang menjamin tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran, dengan lisan dan tulisan dijamin dengan Undang-Undang, dan perekonomian disusun sebagai usaha bersama, didasarkan atas asas kekeluargaan. Dalam melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, dilakukan berbagai upaya, antara lain melalui peraturan perUndang-Undangan Ketenagakerjaan. Dalam pengertian teoritis, Hukum Ketenagakerjaan dipahami sebagai himpunan peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha yang berdasarkan pembayaran upah. Hukum Ketenagakerjaan ini mengatur sejak dimulainya hubungan kerja, selama dalam hubungan kerja, penyelesaian perselisihan sampai pengakhiran hubungan kerja(Utrecht). Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan diundangkanya Undang-Undang Ketenagakerjaan (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Transcript of TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN...

Page 1: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

BAB II

TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

A. Ketentuan-ketentuan Jenis Perjanjian Kerja Berdasarkan Undang-

Undang Ketenagakerjaan

Tujuan kemerdekaan sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945, antara lain untuk melindungi segenap bangsa dan

memajukan kesejahteraan umum. Khususnya yang berkaitan dengan

Ketenagakerjaan, tujuan umum dimaksud, dijabarkan dalam pasal-pasal yang

menjamin tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan

pikiran, dengan lisan dan tulisan dijamin dengan Undang-Undang, dan

perekonomian disusun sebagai usaha bersama, didasarkan atas asas kekeluargaan.

Dalam melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, dilakukan

berbagai upaya, antara lain melalui peraturan perUndang-Undangan

Ketenagakerjaan.

Dalam pengertian teoritis, Hukum Ketenagakerjaan dipahami sebagai

himpunan peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan kerja antara

pekerja dengan pengusaha yang berdasarkan pembayaran upah. Hukum

Ketenagakerjaan ini mengatur sejak dimulainya hubungan kerja, selama dalam

hubungan kerja, penyelesaian perselisihan sampai pengakhiran hubungan

kerja(Utrecht).

Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan diundangkanya

Undang-Undang Ketenagakerjaan (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Page 2: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

sebagai Undang-Undang payung bagi masalah-masalah yang terkait dengan

hukum perburuhan/hukum Ketenagakerjaan. Menurut Undang-Undang

Ketenagakerjaan pengertian Ketenagakerjaan lebih luas dari yang sebelumnya

telah diatur dalam KUHPerdata. Dalam istilah Ketenagakerjaan dirumuskan

pengertian istilah Ketenagakerjaan yaitu segala hal yang berhubungan dengan

tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Menurut

Undang-Undang ini tenaga kerja adalah “setiap orang yang mampu melakukan

pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa, baik untuk memenehi

kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

Undang-Undang Nomor.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

menetapkan bahwa penggunaan istilah pekerja selalu disertai istilah buruh yang

menandakan bahwa dalam Undang-Undang ini, dua istilah tersebut memiliki

makna yang sama. Dalam Pasal 1 angka 3 disebutkan bahwa pekerja/buruh, yaitu:

“setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk

lain”.

1. Pengertian Perjanjian Kerja

Suatu perjanjian hakikatnya adalah suatu persetujuan antara para pihak

yang membuat perjanjian tersebut, yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak

untuk memberikan, melakukan, atau tidak melakukan sesuatu.

Pasal 1313 KUHPerdata mengatur pengertian perjanjian yaitu suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

atau lebih lainya. di dalam pasal 1338 KUHPerdata mengatakan bahwa semua

perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka

Page 3: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

yang membuatnya. Di dalam pasal tersebut itu biasa dikenal dengan asas pacta

sunt servanda dimana kesepakatan itu menimbulkan kekuatan mengikat perjanjian

sebagaimana layaknya Undang-Undang. Apa yang dinyatakan seseorang dalam

suatu hubungan hukum menjadi hukum bagi mereka. Dalam perkembangannya

sekarang ini dalam asas pacta sunt servanda harus dilandasi asas itikad baik, serta

didalam kesepakatan perjanjian tersebut yang menggunakan asas kebebasan

berkontrak dan tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan, dan

kepatutan.

Makna itikad baik sebagaimana maksud pasal 1338 KUHPerdata

adalah mengacu kepada standar perilaku yang reasonable yang tidak lain

bermakna bahwa orang harus mematuhi janji atau perkataannya dalam segala

keadaan, atau suatu tindakan yang mencerminkan standar keadilan atau kepatutan

masyarakat yang mensyaratkan adanya penghormatan tujuan hukum. Iktikad baik

tersebut tidak hanya mengacu kepada iktikad baik para pihak, tetapi harus pula

mengacu kepada nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat, sebab iktikad

baik merupakan bagian dari masyarakat. Di dalam Hukum Ketenagakerjaan

terdapat perjanjian yang biasa disebut dengan istilah Perjanjian Kerja. Perjanjian

inilah yang nantinya akan menjadi dasar bagi pekerja/buruh dengan pengusaha

mengenai hubungan kerja yang telah mereka buat di dalam perjanjian tersebut.

Dalam Perjanjian Kerja kedua belah pihak harus saling mengikatkan diri

tanpa membedakan adanya suatu kedudukan, status, ras, agama maupun golongan

dan bangsa dimana perjanjian itu memuat kesepakatan antara pekerja/buruh dan

perusahaan, yang dalam hal ini sering diwakili oleh manajemen direksi

Page 4: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

perusahaan. F.X. Djumialdy menyebutkan tiga unsur Perjanjian Kerja, yaitu

sebagai berikut :

a. Adanya Unsur Work atau Pekerjaan

Dalam suatu Perjanjian Kerja harus ada pekerjaan yang

diperjanjikan (objek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah dilakukan

sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin majikan dapat menyuruh

orang lain. Hal ini dijelaskan dalam KUHPerdata Pasal 1603 a yang

berbunyi :

“Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya; hanya dengan

seizin majikania dapat menyuruh orang ketiga menggantikannya’.

Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karena

bersangkutan ketrampilan/keahliannya, maka menurut hukum jika

pekerja meninggal dunia maka Perjanjian Kerja tersebut putus demi

hukum.

b. Adanya Unsur Perintah

Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh

pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada

perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang

diperjanjikan. Di sinilah perbedaan hubungan kerja dengan hubungan

lainnya.

c. Adanya Unsur Upah

Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja, bahkan

dapat dikatakan bahwa tujuan utama orang bekerja pada pengusaha

Page 5: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak unsur upah, maka

suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja.

Apabila dalam Kitab Undang-Undang Hukum perdata diatur bahwa suatu

Perjanjian Kerja dinyatakan sah apabila memenuhi 4 syarat, dalam hukum

Ketenagakerjaan secara khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003

bahwa kesahan suatu Perjanjian Kerja harus memenuhi 4 persyaratan sebagai berikut1 :

a. Kesepakatan kedua belah pihak;

b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;

c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan;

d. Pekerjaan yang diperjanjian tidak bertentangan dengan ketertiban

umum, kesusilaan, dan peraturan perUndang-Undangan.

Kesepakatan kedua belah pihak yang lazim disebut kesepakatan bagi yang

mengikatkan dirinya maksudnya bahwa pihak-pihak yang mengadakan Perjanjian

Kerja harus setuju atau sepakat, mengenai hal-hal yang diperjanjkan. Apa yang

dikehendaki pihak yang satu dikehendaki pihak yang lain. Pihak pekerja

menerima pekerjaan yang ditawarkan, dan pihak pengusaha menerima pekerja

tersebut untuk dipekerjakan.

Kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak yang membuat perjanjian

maksudnya pihak pekerja maupun pengusaha cakap membuat perjanjian.

Seseorang dipandang cakap membuat perjanjian jika yang bersangkutan telah

cukup umur. Ketentuan hukum Ketenagakerjaan memberikan batasan umur

minimal 18 tahun (Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan). Selain itu seseorang dikatakan cakap membuat

1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Page 6: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

perjanjian jika orang tersebut tidak terganggu jiwanya atau waras .

Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dalam istilah pasal 1320

KUHPerdata adalah hal tertentu. Pekerjaan yang diperjanjikan merupakan obyek

dari Perjanjian Kerja antar pekerja dengan pengusaha, yang akibat hukumnya

melahirkan hak dan kewajiban para pihak.

Obyek perjanjian (pekerjaan) harus halal yakni tidak boleh bertentangan

dengan Undang-Undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Jenis pekerjaan yang

diperjanjikan merupakan salah satu unsur Perjanjian Kerja yang harus disebutkan

secara Jelas.

Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif artinya harus dipenuhi

semuanya baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah. Syarat kemauan

bebas kedua belah pihak dan kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak

dalam membuat perjanjian dalam hukum perdata disebut sebagai syarat subyektif

karena menyangkut mengenai orang yang membuat perjanjian, sedangkan syarat

adanya pekerjaan yang diperjanjikan dan pekerjaan yang diperjanjikan harus halal

disebut sebagai syarat obyektif karena menyangkut obyek perjanjian. Kalau syarat

obyektif tidak dipenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum artinya dari semula

perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada. Jika yang tidak dipenuhi syarat

subyektif, maka akibat hukum dari perjanjian tersebut dapat dibatalkan, pihak

yang tidak memberikan persetujuan secara tidak bebas, demikian juga oleh orang

tua/wali atau pengampu bagi orang yang tidak cakap membuat perjanjian dapat

Page 7: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

meminta pembatalan perjanjian itu kepada hakim. Dengan demikian perjanjian

tersebut mempunyai kekuatan hukum selama belum dibatalkan oleh hakim2.

2. Hubungan Kerja

Pada dasarnya hubungan kerja, yaitu hubungan antara pekerja dan

pengusaha terjadi setelah diadakan perjanjian oleh pekerja dengan pengusaha di

mana pekerja menyatakan kesanggupannya untuk menerima upah dan pengusaha

menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar

upah3.

Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 414 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan, hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha

dengan pekerja/ buruh berdasarkan Perjanjian Kerja, yang mempunyai unsur

pekerjaan, upah , dan perintah.

Unsur-unsur Perjanjian Kerja yang menjadi dasar hubungan kerja sesuai

dengan ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No.13 tahun 2003 adalah :

a. Adanya pekerjaan (arbeid).

b. Di bawah perintah

c. Adanya upah tertentu

d. Dalam waktu yang ditentukan

Unsur yang pertama adalah adanya pekerjaan, yaitu pekerjaan yang bebas

sesuai dengan kesepakatan antara buruh dan majikan, asalkan tidak bertentangan

dengan peraturan perudang-undangan,kesusilaan, dan ketertiban umum.

2 Prof. Dr. H. R. Abdussalam, SIK., S.H., M.H., Hukum Ketenagakerjaan (Hukum Perburuhan) yang

telah direvisi, Jakarta Restu Agung.2009 hlm 47. 3 Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta: Djambatan, 1999, hal.88.

Page 8: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

Unsur kedua, dibawah perintah, di dalam hubungan kerja kedudukan

majikan adalah pemberi kerja, sehingga ia berhak dan sekaligus berkewajiban

untuk memberikan perintah-perintah yang berkaitan dengan pekerjaanya.

Kedudukanaya buruh sebagai pihak yang menerima perintah untuk melaksanakan

pekerjaan, hubungan antara buruh dan majikan adalah hubungan yang dilakukan

antara atasan dan bawahan, sehingga bersifat subordinas (hubungan yang bersifat

vertical, yaitu atas dan bawah ).

Unsur ketiga adalah adanya upah (loan) tertentu yang menjadi imbalan

atas pekerjaan yang telah dilakukan oleh buruh. Pengertian upah berdsasarkan

ketentuan Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam

bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada

pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu Perjanjian Kerja,

kesepakatan atau peraturan perUndang-Undangan termasuk tunjangan bagi

pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau

akan dilakukan.

Unsur keempat adalah waktu, artinya adanyasuatu waktu untuk melakukan

pekerjaan dimaksud atau lamanya pekerjaan melakukan pekerjaan yang diberikan

oleh pemberi kerja. Oleh karena itu, penentuan waktu dalam suatu perjanjian kerja

dapat terkait dengan jangka waktu yang dierjanjikan, lama waktu yang diperlukan

untuk menyelesaikan pekerjaan, atau lama waktu yang dikaitkan dengan hasil

pekerjaan, kejadian tertentu atau suatu perjalanan/kegiatan.4.

4 Aloysius Uwiyono, Asas-asas hokum Perburuhan, Ed.1 Cet.2 Rajawali Pers, Jakarta 2014, hlm 58.

Page 9: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

3. Berakhirnya Perjanjian Kerja

Perjanjian Kerja dapat berakhir karena beberapa sebab yang telah diatur

dalam ketentuan Pasal 61 Undang-Undang Nomor.13 Tahun 2003, yaitu 5:

a. pekerja meninggal dunia;

b. berakhirnya jangka waktu Perjanjian Kerja;

c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga

penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap;atau

d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam

Perjanjian Kerja, peraturan perusahaan, atau Perjanjian Kerja bersama

yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Perjanjian Kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau

beralihnya hak atas perusahaan yang disebebkan oleh penjualan, pewarisan, atau

hibah. Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh

menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian

pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh. Dalam hal pengusaha,

orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri

Perjanjian Kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh.

Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh

berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan

5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Page 10: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam Perjanjian Kerja, peraturan

perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.6

4. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Berdasarkan jangka waktunya Perjanjian Kerja dibagi menjadi dua

macam, yaitu : Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja

waktu Tidak Tertentu. Kedua jenis perjanjian ini akan menentukan berapa lama

pekerja akan bekerja di dalam perusahaan pengusaha.

a. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yaitu Perjanjian Kerja

antara buruh/pekerja dengan pengusaha yang hanya dibuat untuk

pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaanya

akan selesai dalam waktu tertentu7.

Pengertian tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 1603 q ayat (1) KUH

Perdata dan pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Dalam pasal 1603 q ayat (1) KUH Perdata disebutkan bahwa :

“waktu lamanya hubungan kerja tidak ditentukan , baik dalam

perjanjian atau peraturan majikan maupun dalam peraturan perUndang-

Undangan atau pula menurut kebiasaan, maka hubungan kerja itu di

pandang diadakan untuk waktu tidak tertentu”.

6 Asri Wijayanti, S.H., M.H., Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi,Cet 4. Jakarta, Sinar

Grafika,2014 hlm 51 7 Koesparmo Irsan Armansyah, Hukum Tenaga Kerja, Erlangga, Tahun 2016 Jakarta hlm 72.

Page 11: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

Sedangkan pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

secara eksplisit mengatur bahwa :

“perjanjian kerja waktu untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis

bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dinyatakan sebagai Perjanjian Kerja untuk waktu tidak tertentu”.

b. Dasar Hukum Perjanjian Kerja Waktu Tertentu :

Dasar Hukum Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah

1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

(pasal 540-66)

2) Keputusan Meteri Tenaga Kerja dan Trasmigrasi Nomor

Kep.100/Men/IV/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian

Kerja Waktu Tertentu.

3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 tahun

2012 tentang syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan

pekerjaan kepada perusahaan lain.

c. Prinsip Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Beberapa prinsip Perjanjian Kerja waktu tertentu yang perlu

diperhatikan antara lain :

a) Harus dibuat secara tertulis dalam baha Indonesia dan huruf latin

minimal rangkap 2 (dua).

Apabila dibuat dalam Bahasa indonesia dan Bahasa asing dan

terjadi perbedaan penafsiran, yang berlaku Bahasa indoenesia.

b) Hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis

dan sifat atau kegiatan pekerjaanya akan selesai dalam waktu

tertentu.

Page 12: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

c) Paling 3 tahun, termasuk jika ada perpanjangan atau pembaruan.

d) Pembaruan PKWT dilajkukan dilakukan setelah tengagang waktu

30 hari sejak berakhirnya perjanjian.

e) Tidak dapat diadakan untuk jenis pekerjaan yang bersifat tetap.

f) Tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.

g) Upah dan syarat-syarat kerja yang diperjanjikan tidak boleh

bertentangan dengan peraturan persuahaan, Perjanjian Kerja bersama

(PKB), dan peraturan perUndang-Undangan.

Apabila prinsip PKWT tersebut dilanggar :

a) Terhadap huruf a-f, maka secara hokum PKWT menjadi PKWTT

b) Terhadap huruf g, maka tetap berlaku ketentuan dalam peraturan

perusahaan, perjanjian, Perjanjian Kerja bersama, dan peraturan

periUndang-Undangan.

b. Syarat-Syarat Pembuatan Perjanjian Kerjwa Waktu Tertentu

Sebagaimana Perjanjian Kerja pada umumnya, Perjanjian Kerja waktu

tertentu (PKWT) harus memenuhi syarat-syarat pembuatan, baik syarat

memateriil maupun syarat formil. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

syarat materiil diatur dalam pasal 52, 55, 58, 59, dan 60, sedangkan syarat formil

diatur dalam pasal 54 dan 57.

Page 13: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

Seperti dalam pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003

(tentang Ketenagakerjaan) di atur bahwa PKWT tidak dapat mensyaratkan adanya

masa percobaan kerja. Jadi jika ada PKWT yang mensyaratkan masa percobaan,

masa percobaan dalam PKWT tersebut batal demi hokum. Akibat Hukumnya

PKWT tersebut menjadi PKWTT.

Sedangkan secara formil pembuatan PKWT harus memuat sekurang-

kurangnya (Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Yaitu :

a) Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha

b) Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerjaan/buruh.

c) Jabatan atau Jenis pekerjaan;

d) Tempat pekerjaan;

e) Besarnya upah dan cara pembayaranya;

f) Syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan

pekerja/buruh.

g) Mulai dan jangka waktuy berlakukanya Perjanjian Kerja.

h) Tempat dan lokasi Perjanjian Kerja dibuat; dan

i) Tanda tangan para pihak dalam Perjanjian Kerja.

Syarat-syarat kerja yang dimuat dalam PKWT tidak boleh lebih rendah

dari syarat-syarat kerja yang termuat dalam peraturan perusahaan atau Perjanjian

Kerja bersama. Jika ternyata kualitas isinya lebih rendah, syarat-syarat kerja yang

Page 14: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

berlaku adalah yang termuat dalam peraturan perusahaan atau Perjanjian Kerja

bersama.

Perjian kerja waktu tertentu dibuat dalam rangkap 2, masing-masing untuk

pengusaha dan pekerja/buruh. Mengingat perlunya pencataatan PKWT

sebagaimana diatur dalam pasal 13 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan

trasmigrasi Nomor kep.100/Men/VI/2004, maka ditambah 1 rangkap lagi, yaitu

untuk instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan kabupaten/kota

setempat. Pecantatan dilakukan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak

penandatanganan Perjanjian Kerja.

Segala hal dan/biaya yang timbul atas pembuatan PKWT menjadi tanggung jawab

pengusaha (pasal 53 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003).

c. Kategori Pekerjaaan Untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Dalam praktik penyimpangan atas hal ini. Dengan latar belakang dan

alasan tertentu kadang terdapat pengusaha dengan sengaja memberlakukan untuk

jenis pekerjaan yang bersifat tetap. Guna untuk mengantisipasi masalah ini, maka

di dalam pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menetapkan

kategori pekerjaan untuk PKWT sebagai berikut:

a. Pekerjaan (paket) yang sekali selesai atau pekerjaan yang bersifat

sementara;

b. Pekerjaan (waktu) penyelesaianya diperkirakan dalam waktu yang

tidak terlalu lama dan paling lama tiga tahun khususnya untuk

PKWT berdasarkan selesainya (paket) pekerjaan tertentu;

c. Pekerjaan yang bersifat musiman;

Page 15: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru,

atau produk tambahan (yang masih dalam masa percobaan atau

penjajakan).

Dalam pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaa menyebutkan

bahwa “perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk

pekerjaan yang bersifat tetap”.

d. Pengelompokan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor

Kep 100/Men/VI?2004 pengelompokan PKWT terdiri atas8:

a. Perjanjian Kerja waktu tertentu untuk pekerjaan yang sekali selesai

atau sementara sifatnya yang penyelesaianya paling laam 3 Tahun :

a) Didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu.

b) Untuk jangka waktu paling lama 3 tahun

c) Hubungan kerja putus demi hokum apabila pekerjaan tertentu dapat

diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan.

d) Dapat dilakukan pembaruan :

e) Apabila karena dalam kondisi tertentu pekerjaan tersebut belum dapat

diselesaikan; dan

f) Setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari sejak berakhirnya

perjanjia kerja.

g) Selama tenggang waktu 30 hari secara hokum tidak ada hubungan

kerja antara pekerjaan/buruh dengan pengusaha.

b. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Untuk Waktu Kerja Musiman

8 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Trasmigrasi No. KEP 100 MEN/VI/2004 tentang ketentuan

Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu;

Page 16: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

1) Berlaku untuk pekerjaan yang pelaksanaanya bergantung pada musim

atau cuaca.

2) Hanya untuk satu jenis pekerjaan tertentu

3) Dapat juga dilaukan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berifat untuk

memenuhi pesanan atau target tertentu.

4) Tidak dapat dilakukan pembaharuan untu PKWT poin1 dan 3.

c. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Untuk Pekerjaan Yang Berhubungan

Dengan Produk baru.

1) Berlaku untuk pekerjaan yang berhubungan denga priduk baru,

kegiatan baru, atau produk baru tambahan yang masih dalam

percobaan atau penjajakan.

2) Jangka watu paling lama 2 tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 kali

paling lama 1 tahun.

3) Tidak dapat dilakukan permbaharuan.

4) Hanya boleh diberlakukan bagi pekerja/buruh yang melakukan

pekerjaan di luar kegiatan atau di luar pekerjaan yang biasa di lakukan

perusaan.

d. Perjanjian Kerja Harian Lepas

1) Berlaku untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-berubah dalam

hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran.

2) Pekerja/buruh berkerja kurang dari 21 hari dalam sebulan.

3) Apabila pekerja/buruh bekerja 21 hari atau lebih selama 3 bulan berturut-

turut, Perjanjian Kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT.

Perihal status perpanjangan dan pembaruan PKWT dapat diperiksa pada table ini

Status Perpanjangan dan Pembaharuan PKWT9

No Jenis PKWT Perpanjangan Pembaharuan

1 2 3 4

1 PKWT untuk pekerjaan yang

sekali elesai atau sementara

sifatnya

Tidak dapat dapat

2 PKWT untuk pekerjaan yang

bersifat musiman

Tidak dapat Tidak dapat

9 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan transmigrasi Nomor Kep.100/Men/VI/2004.

Page 17: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

3 PKWT untuk pekerjaan yang

berhubungan dengan produk

baru

Dapat 1 kali

(paling lama 1

tahun)

Tidak dapat

4 Perjanjian Kerja harian Lepas Tidak dapat Tidak Dapat

e. Jangka Waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Mengenai jangka waktu PKWT diatur pada pasal 59 ayat (3) Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 (tentang Ketenagakerjaan) bahwa PKWT dapat

diperpanjang atau diperbaharui pilih salah satu-dengan jangka waktu paling lama

tiga tahun..

Yang dimaksud diperpanjang ialah melanjutkan hubungan kerja setelah

PKWT berakhir tanpa adanya pemutusan hubungan kerja. Sedangkan

pembaharuan adalah melakukan hubungan kerja baru setelah PKWT pertama

berakhir melalui pemutusan hubungan kerja dengan tenggang waktu 30 hari10

.

a. Jangka waktu PKWT dapat diadakan paling lama 2 tahun dan hanya

boleh diperpanjang sekali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun

(pasal 549 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003).

b. Pembaharuan PKWT hanya boleh dilakukan sekali dan paling lama 2

tahun (pasal 9 ayat (6) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003)

10

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Page 18: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

Dengan berakhirnya jangka waktu yang telah disepakati dalam PKWT,

secara otomatis hubungan kerja berakhir demi hokum. Jika disimpulkan, secara

normative jangka waktu PKWT keseluruhan hanya boleh berlangsung selama 3

tahun, baik untuk perpanjangan maupun untuk pembaharuan.

PKWT berakhir pada saat berakhirnya jangka waktu yang ditentukan

dalam klausul Perjanjian Kerja tersebut. Apabila salah satu pihak mengakhiri

hubungan kerja sebelum waktunya berakhir atau sebelum paket pekerjaan tertentu

yang ditentukan dalam Perjanjian Kerja selesai atau berakhirnya hubungan kerja

bukan karena pekerja/buruh meninggal dan bukan karena berakhirnya Perjanjian

Kerja (PKWT) berdasarkan putusan pengadilan/Lembaga PPHI atau bukan karena

adanya keadaan-keadaan (tertentu) maka pihak yang mengakhiri hubungan kerja

diwajibkan membayar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka

waktu Perjanjian Kerja11

.

5. Perubahan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Menjadi Perjanjian

Kerja waktu Tidak Tertentu.

Perubahan PKWT menjadi PKWTT merupakan salah satu akibat dari

ketidak cermatan dalam menyusun suatu Perjanjian Kerja. Di sini peran

pentingnya seorang perancang kontrak (contact drafter) dalam menyusun suatu

Perjanjian Kerja. Apabila tidak cermat, dapat berakibat merugikan perusahaan,

baik secara yuridis maupun secara ekonomis.

11

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan

Page 19: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

Ketentuan mengenai perubahan PKWT menjadi PKWTT telah di atur

dalam pasal 57 ayat (2) dan pasal 59 ayat (7) Undang-Undang Nomor 13 tahun

2003 serta pasal 15 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor

Kep.100/Men/VI/2004.

Menurut Pasal 15 Kepmenakertrans Nomor 100 Tahun 2004, PKWT dapat

berubah menjadi PKWTT, apabila12

:

a. PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin

berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja;

b. Dalam hal PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

yang dimaksud dalam jenis pekerjaan yang dipersyaratkan, maka

PKWT berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja;

c. Dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan

dengan produk baru menyimpang dari ketentuan jangka waktu

perpanjangan, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak

dilakukan penyimpangan;

d. Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang

waktu 30 (tiga puluh) hari sejak setelah berakhirnya perpanjangan

PKWT dan tidak diperjanjikan lain, maka PKWT berubah menjadi

PKWTT sejak tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut;

Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja dengan

hubungan kerja PKWT sebagaimana dimaksud dalam angka (1), angka (2), angka

(3), dan angka (4), maka hak-hak pekerja dan prosedur penyelesaian dilakukan

sesuai ketentuan peraturan perUndang-Undangan bagi PKWTT.

6. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

12

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Trasmigrasi No. KEP 100 MEN/VI/2004 tentang ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

Page 20: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004 Tentang

Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“Kepmenakertrans

100/2004”), pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) adalah

Perjanjian Kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan

hubungan kerja yang bersifat tetap13

.

PKWTT dapat dibuat secara tertulis maupun secara lisan dan tidak wajib

mendapatkan pengesahan dari instansi Ketenagakerjaan terkait. Jika PKWTT

dibuat secara lisan, maka klausul-klausul yang berlaku di antara mereka (antara

pengusaha dengan pekerja) adalah klausul-klausul sebagaimana yang di atur

dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

PKWTT dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga)

bulan. Selama masa percobaan pengusaha wajib membayar upah pekerja dan upah

tersebut tidak boleh lebih rendah dari upah minimum yang berlaku14

.

B. HASIL PENELITIAN

1. Kasus Posisi

Penggugat pertama yaitu Dasep Awaludin yang bekerja pada bagian

Gudang Jadi. Penggugat dan Tergugat melakukan pembaharuan kontrak kerja

sebanyak enam kali kontrak kerja dengan masa kerja pertama yaitu Dari tgl.09

13

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Trasmigrasi No. KEP 100 MEN/VI/2004 tentang ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. 14

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Page 21: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

Desember 2008 s/d 31 Mel 2009, dilanjutkan dengan Kontrak kedua : Dari tgI 01

Juni 2009 s/d 30 November 2009, setelah kontrak kedua berakhir dilakukan

Kontrak ketiga Dari tgI 01 Juni 2010 s/d 31 Mei 2011 berakhirnya kontrak kerja

ketiga dilanjutkan dengan Kontrak keempat Dari tgI 01 Juni 2011 s/d 31 Mei

2012 selanjutnya dilakukan Kontrak kelima : Dari tgI 01 Oktober 2012 s/d 30

September 2013 dan dilanjutkan dengan kotrak kerja keenam : Dari tgI 01

Oktober 2013 s/d 30 September 2014 yang merupakan kontrak kerja

terakhir.kemudian tegugat di PHK pada Tgl. 30 September 2014 dengan upah

terakhir sebesar Rp.1.930.824.

Penggugat kedua, ketiga dan keempat yaitu Nana Suhendra, Roby

Mulyana dan Sandi Suandi sama-sama bekerja pada bagian Gudang Jadi, dimana

para Penggugat ini membuat kontrak kerjanya pada tanggal 01 Februari 2014 s/d

tgl. 30 Juni 2014 dan berakhir masa kontraknya pada tanggal Tgl. 30 Juni 2014

tanpa adanya pembaruan Kontrak Kerja. Dengan upah terakhir sebesar

Rp.1930.824.

Para Penggugat tersebut bekerja di bagian/unit kerja dengan jenis dan sifat

pekerjaan yang terus menerus/ berkesinambungan, yang merupakan bagian dari

rangkaian produksi, dimana bagian /unit kerja gudang jadi di perusahaan Tergugat

adalah tempat dikumpulkanya seluruh produk dari perusahaan Tergugat sebagai

bagian akhir dari proses produksi sebuah produk-produk yang akan dipasarkan

dan dikirim keluar. Proses produksi dilaksanakan sejak pabrik di dirikan sejak 20

tahun yang lalu, dan pekerjaan tersebut tidak bersifat musiman karena dalam

situasi apapun pekerjaan-pekerjaan tersebut tetap ada dan tetap berjalan. Bahkan

ketika Penggugat diPHK posisi para Penggugat langsung digantikan oleh pekerja

Page 22: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

lain dan ternyata diketahui bahwa terdapat beberapa pekerja lain yang berada di

bagian unit kerja yang sama namun dengan status karyawan tetap atau permanen.

Sistem kerja para Penggugat yang didasarkan pada PKWT tersebut telah

bertentangan dengan Pasal 59 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan, dimana Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tidak

dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Oleh karena itu hubungan

kerja para Penggugat dan Tergugat demi hukum seharusnya berubah menjadi

permanen berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

Tergugat melakukan PHK terhadap Penggugat dengan alasan kontrak

kerja yang telah disepakati telah habis. Namun upah para Penggugat sudah tidak

dibayar lagi oleh Tergugat terhitung sejak mereka diberhentikan sampai perkara

ini diputus (diperkirakan bulan Juni 2015) yang masing-masing :

Penggugat-1 :

Bulan Oktober s/d Desember 2014 (3 bln) x Rp. 1.930.824 = Rp.

5.792.472,

Bulan Januari s/d Juni 2015 (6 bln) x Rp. 2.391.904 = Rp.

14.351.424,

Jumlah = Rp.

20.143.896,

Penggugat-2,3 dan 4 :

Page 23: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

Bulan Juli s/d Desember 2014 (6 bln) x Rp. 1.930.824 = Rp.

11.584.944,

Bulan Januari s/d Juni 2015 (6 bln) x Rp. 2.391.904 = Rp.

14.351.424,

Jumlah = Rp. 25.936.368,

Selain itu pada hari raya Idul Fitri tahun 2014 diketahui bahwa para

Penggugat 2,3 dan 4 juga tidak menerima pembayaran Tunjangan Hari Raya yang

seharusnya masing-masing dari Penggugat mendapatkan hak atas Tunjangan Hari

Raya Sebesar Rp. 804.510 dan Tergugat juga tidak mengupayakan agar jangan

terjadi pemutusan hubungan kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang mengatakan “Pengusaha,

pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya

harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja”, akan tetapi

disini Tergugat memPHK para Penggugat dengan dilakukanya penggantian posisi

para Penggugat oleh Tergugat.

Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh Tergugat juga diduga

karena para Penggugat merupakan pendiri dari serikat pekerja dari perusahaan

Tergugat yang bernama SEKAR AHEB (Serikat Karyawan Asia Health Energy

Beverages) yang berdiri pada tahun 2014, pendirian serikat pekerja ini

dilatarbelakangi oleh kondisi dan syarat-syarat kerja yang kurang

menggembirakan bagi para karyawan. Diharapkan dengan berdirinya Serikat ini,

para karyawan di Perusahaan Tergugat bisa Iebih mendapatkan perlindungan serta

meningkatkan kesejahteraannya. Para Penggugat disini mempunyai kedudukan

Page 24: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

yang sangat penting diserikat pekerja ini atau para Penggugat ini bisa disebut

sebagai pengurus dari serikat pekerja ini. Pengurus dari SEKAR AHEB ini telah

mencatatkan ke Disnakertrans Kab. Sukabumi dan telah memiliki bukti

pencatatan Nomor 48/SP/SPTP/kab/Smi/I/2014 tanggal 06 Januari 2014

sehingga dengan tercatatnya serikat pekerja ini maka jelas telah memiliki legalitas

dan juga keberadaan SEKAR AHEB ini sudah diberitahukan kepada Tergugat.

Namun nampaknya Tergugat kurang dapat menerima dan kurang senang terhadap

keberadaan dan kehadiran SEKAR AHEB di Perusahaannya. Terbukti karyawan

yang bergabung ke SEKAR AHEB diPHK dan yang masih bekerja, didesak agar

keluar dari serikat pekerja ini, hal ini diterbukti dengan surat dari Tergugat kepada

Penggugat pertama yang merupakan bagian pengurus dari SEKAR AHEB pada

tanggal 2 Oktober 2014 mengenai PHK yang lagi-lagi dilakukan terhadap

Pengurus SEKAR AHEB, dan dalam surat tersebut, Tergugat menyatakan hanya

mengakui SPSI PT. AHEB saja.

Penggugat disini menuntut untuk Menyatakan sistem kerja kontrak

berdasarkan PKWT antara Tergugat dengan Para Penggugat adalah batal demi

hukum sehingga hubungan kerja menjadi bersifat tetap/permanen berdasarkan

PKWTT terhitung sejak Para Penggugat mulai bergabung/bekerja di Perusahaan

Tergugat dan Menyatakan PHK terhadap Para Penggugat adalah batal demi

hukum. Tergugat diharapkan untuk mempekerjakan kembali Para Penggugat di

Perusahaan Tergugat pada posisi semula tanpa syarat dengan memanggil Para

Penggugat melalui Surat resmi, terhitung 7 hari kalender sejak putusan ini

dibacakan.

Page 25: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

Tergugat diminta untuk membayar secara tunai hak-hak para Penggugat

atas upah selama proses yang telah dihentikan pembayarannya oleh Tergugat,

masing-masing dengan jumlah yaitu Penggugat pertama sebesar Rp.

20.143.896,00 ,Penggugat-2,3 dan 4 sebesar Rp.25.936.368,00 , dengan jumlah

keselurahan terggugat harus membayar Rp.90.050.00,00 (Sembilan puluh tujuh

juta sembilan ratus lima puluh tiga ribu rupiah) dan meminta Tergugat untuk

membayar secara tunai THR (Tunjangan Hari Raya) tahun 2014 kepada para

Penggugat 2,3 dan 4 sebesar Rp.804.510,00 dengan total yang harus dibayarkan

sebesar Rp,2.413.530,00 dan Tergugat diminta untuk membayar dwangsom (uang

paksa) sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) per hari atas keterlambatan

pelaksanaan/eksekusi atas putusan ini apabila telah berkekuatan hukum tetap dan

final (inkracht).

2. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Putusan Tingkat I Nomor

75/PDT. SUS-PHI/2015/PN.BDG

Dari gugatan tersebut Pengadilan pun menjatuhkan putusan sebagai

berikut, yakni:

3. Menyatakan kontrak kerja yang disepakati Penggugat dan Tergugat

sah menurut hukum;

4. Menyatakan para Penggugat Putus Hubungan Kerja karena

berakhirnya kontrak kerja untuk Sdr.Dasep Awaludin terhitung

tanggal 30 September 2014 dan untuk Sdr.Nana Suhendra,

Page 26: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

Sdr.Roby Mulyana, Sdr.Sandi Suandi terhitung tanggal 30 Juni

2014;

Dasar Pertimbangan Majelis Hakim terhadap Putusan di atas tersebut,

yaitu:

a. bahwa yang menjadi pokok proses produksi PT. ASIA

HEALTH NERGY BEVEPxAGES adalah minuman

Kratindaeng, Torpedo dan Isotonik, sedangkan pekerjaan muat

barang kedalam Container / Truk (mobil ekspedisi) yang dikerjakan

para Penggugat di Gudang adalah pekerjaan untuk menunjang

atau mensupport usaha pokok Tergugat dalam proses produksi

Kratindaeng, Torpedo dan Isotonik;

b. bahwa sebagai mana pertimbangan tersebut diatas. dimana para

Penggugat bekerja di Gudang Jadi dan bekerja sebagai Helper

pada bagian Gudang Jadi membantu manaikan barang ke

Mobil ekspedisi setelah diturunkan dari kendaraan Forklift,

maka terhadap pekerjaan tersebut akan dipertimbangkan

terhadap unsur-unsur sebagaimana termuat alam penjelasan pasal

59 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003 sebagai berikut :

1) Unsur terus menerus; Perusahaan Tergugat sebagai perusahaan

yang memproduksi minuman Kratindaeng, Torpedo, Isotonik

dan untuk kepentingan distribusi (delivery) maka pekerjaan

di bagian Gudang Jadi dapat dilakukan terus menerus, akan

tetapi spesifikasi pekerjaan para Penggugat tidak permanen

Page 27: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

karena disesuaikan dengan kebutuhan dan terkadang tidak muat

barang yang didukung bukti T-9a,T-9b,T-9c, T-9d;

2) Unsur tidak terputus-putus dan tidak dibatasi oleh waktu;

Bahwa sepanjang kegiatan pokok Tergugat sebagaimana

tersebut diatas berjalan dan ada kontrak penjualan, maka

pekerjaan di Gudang Jadi tidak akan terputus-putus, akan

tetapi terkadang tidak menaikan barang ke mobil ekspedisi;

3) Unsur merupakan bagian dari suatu proses produksi;

Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang produksi

minuman Kratindaeng, torpedo dan Isotonik, maka

pekerjaan yang dilakukan para Penggugat di Gudang Jadi

Tergugat, jelas bukan merupakan bagian dari suatu proses

produksi;

4) bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas maka

haruslah dinyatakan pekerjaan para Penggugat Sdr. DASEP

AWALUDIN, dkk. (4 orang) sebagai Helper di Gudang Jadi

(menaikan barang ke mobil ekspedisi setelah diturunkan dari

Forklift), patut dikualifikasikan sebagai pekerjaan yang bersifat

tidak tetap;

5) sebagaimana diatur dalam pasal 59 ayat (1) dan (2)

bersifat nomatif limitatif, sehingga pekerjaan yang dilakukan

para penggugat Sdr. DASEP AWALUDIN, dkk. (4 Orang) di

Gudang Jadi, secara nomatif limitatif tidak melanggar

Page 28: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

ketentuan pasal 59 ayat (1) dan (2) UU No. 13 Tahun

2003 maka Majelis berpendapat Perjanjian Kerja Waktu

Tertentu untuk para Penggugat yang bekerja di Gudang

Tergugat dapat dibenarkan menurut hukum;

Atas Putusan pertimbangan Hukum dari Majelis Hakim pada Putusan

Tingkat I I NO 75/PDT. SUS-PHI/2015/PN.BDG tersebut yang menolak terhadap

gugatan pemohon mengenai Perjanjian Kerja Tertentu yang secara hokum

harusnya berubah menjadi perjanjian Kerja TIdak Tertentu, maka Penggugat

mengjukan ke tingkat Kasasi. Karena dimana para penggugat merasa hakim tidak

melihat fakta-fakta yang ada di dalam persidangan dan juga melihat bagaimana

keterangan saksi yang telah diberikan.

Saksi Penggugat

a. ABDUL MANAF

1. Bahwa bagian gudang pekerjaanya memuat barang ke dalam

container/truk;

2. Bahwa bagian gudang ada sejak perusahaan berdiri dan bagian gudang

tidak pernah berhenti;

3. bahwa ketika di PHK bagian gudang digantikan oleh oleh lain;

4. bahwa di bagian gudang ada karyawan yang berstatus karyawan yang

statusnya tetap, karyawan tetap mendapatkan makan kalau karyawan

harian tidak dapat makan;

b. DODI

1. Bahwa saksi bekerja di gudang jadi yang pekerjaanya memasukan

barang dari gudang ke mobil;

Page 29: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

2. Bahwa jenis pekerjaan itu untuk menyusunya harus memerlukan

tenaga manusia;

3. Bahwa untuk diliburkan tidak ada, apabila ada bencana banjir di

Jakarta dimana tidak ada muatan maka pekerjaanya bersih bersih;

4. Bahwa Tergugat di PHK karena mengikuti demo kenaikan gaji;

5. Bahwa saksi mengetahui para karyawan yang ikut berdemo terkena

pecat. bahwa karyawan tetap di produksi mengerjakan isocup, torpedo,

dan kratingdeng.

Saksi Tergugat

e. Ujang Basri S.sos

1. Bahwa para Tergugat bekerja di bagian helper yang mengangkut

barang dari gudang ke container;

2. bahwa tidak ada pekerjaan di gudang apabila tidak ada angkutan ke

gudang;

3. bahwa untuk tenaga helper masih ada sampai sekarang dan kegiatan

helper masih berlangsung;

f. bahwa helper berdiri sejak tahun 2009.

g. Bambang Suharto

a. Bahwa tidak semuanya pegawai helper PKWT;

b. Bahwa pekerjaan di perusahaan terpengaruh pada musiman karena

produknya minuman jadi terpengaruh;

c. Bahwa makloon dengan kratindeng karena adanya kerjasama;

d. Bahwa para Penggugat di PHK dan menggantikan orang lain;

Page 30: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

e. Bahwa tidak diberikan kepada para Penggugat untuk bekerja lagi

karena masih ada karyawan harian yang mengggagntinya;

f. Bahwa uang makan tidak diberikan kepada karyawan kontrak, khusus

untuk karyawan tetap.

3. Pertimbangan Hakim Tingkat Kasasi Nomor 745 K/Pdt.Sus-

PHI/2015

Putusan Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan

Negeri Bandung mengabulkan permohonan gugatan dari Penggugat untuk

sebagian dan menolak eksepsi dari Tergugat. Karena tidak terima dengan Putusan

Hakim di Pengadilan negeri bandung tersebut maka penggugat pengajukan

banding di tingkat kasasi, dan Mahkamah Agung memberikan Putusanya sebagai

berikut :

Mengadili

a. Menolak Permohonan kasasi dari para pemohon kasasi : Dasep

Awaludin 2. Nana Suhendra 3. Robi Mulyana dan 4. Sandi Suandi;

b. Membebankan biaya perkara kepada NEGARA

Bahwa dalam pertimbangannya, Judex Facti pada pokoknya

menyatakan dan sepaham bahkan membenarkan pendapat dan dalil dari

Termohon Kasasi (sebelumnya Tergugat) yang menyatakan bahwa:

a. Pekerjaan yang dilakukan oleh Pemohon Kasasi/Para Penggugat

Page 31: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

yaitu memuat barang, menyusun da merapikan posisi barang ke

dalamkontainer, sebelum dipasarkan/dikirim/didistribusi ke luar

Pabrik adalah tidak bersifat terus menerus;

b. Pekerjaan berdasarkan order/maklon;

c. Produksi bersifat fluktuatif;

d. Terkadang ada hari tidak muat;

e. Pemohon Kasasi/Para Tergugat selama ini tidak pernah mengajukan

keberatan terhadap perjanjian kontrak tersebut;

f. Maka atas dasar pertimbangannya tersebut, Judex Facti menilai dan

menganggap bahwa hubungan kerja yag bersifat kontrak (PKWT)

antaraPemohon Kasasi/Para Penggugat dengan Termohon Kasasi

(dahulu Tergugat) tersebut adalah tidak bertentangan dengan

ketentuan Pasal 59 ayat (1) dan (2) Undang Undang Ketenagakerjaan

Nomor 13 Tahun 2003 sehingga dinyatakan sah;

g. Demikian pula dengan tindakan PHK yang dilakukan oleh

permohonKasasi / Tergugat terhadap Para Pemohon Kasasi/Para

Penggugat adalah dikarenakan telah beakhirnya masa kontrak tersebut;

C. ANALISIS

1. Penerapan Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Putusan Tingkat I

Nomor 75/PDT. SUS-PHI/2015/PN.BDG

Page 32: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

Penulis tidak sependapat dengan pertimbangan hakim mendefisinikan

mengenai pekerjaan yang telah dikerjakan oleh para penggugat tidak bersifat terus

menerus. berdasarkan pertimbangan tersebut Hakim berpendapat bahwa

Penggugat yang menyatakan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu terhadap Sdr.

DASEP AWALUDIN, dkk. (4 Orang) melanggar ketentuan pasal 59 UU No. 13

Tahun 2003 haruslah ditolak dan berdasarkan fakta di persidangan tidak

ditemukan bukti para Penggugat menolak atau mempermasalahkan kontrak

kerja dengan Tergugat, tetapi tetap melakukan pekerjaan yang diperjanjikan

(PKWT) sampai dengan kontrak kerja berakhir. Sehingga secara hukum

telah memenuhi ketentuan pasal 1320 KUH.Pdt. Jo. pasal 1338 KUH.Pdt,

dan berdasarkan pertimbangan tersebut, maka sesuai ketentuan pasal 61 ayat (1)

huruf (b) UU No. 13 Tahun 2003, haruslah dinyatakan para Penggugat Putus

Hubungan Kerja karena berakhirnya kontrak kerja (PKWT) untuk 1.

DASEP AWALUDIN, putus hubungan kerja terhitung tanggal 30 September

2014; 2. NANA SUHENDRA, putus hubungan kerja terhitung tanggal 30

Juni 2014; 3. ROBI MULYANA, putus hubungan kerja terhitung tanggal 30

Juni 2014; 4. SANDI SUANDI, putus hubungan kerja terhitung tanggal 30 Juni

2014;

Sebagaimana diatur dalam penjelasan pasal 59 ayat (2) UU No.13 Tahun

2003 adalah bersifat kumulatif, maka dengan tidak terpenuhi salah satu

unsurnya, sehingga pekerjaan tersebut di kualifikasikan menjadi pekerjaan yang

bersifat tidak tetap; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut

diatas maka haruslah dinyatakan pekerjaan para Penggugat Sdr. DASEP

AWALUDIN, dkk. (4 orang) sebagai Helper di Gudang Jadi (menaikan barang ke

Page 33: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

mobil ekspedisi setelah diturunkan dari forklift), patut dikualifikasikan sebagai

pekerjaan yang bersifat tidak tetap;

Dilihat dari paparan di atas penulis tidak setuju dengan pertimbangan

hakim di dalam putusan tersebut karena penulis menilai pertimbangan hakim

tersebut sedikit mengabaikan fakta di dalam persidangan. Bahwa berdasarkan

fakta-fakta yang terungkap selama jalannya persidangan, maka sangat jelas,

pendapat dan pertimbangan tersebut adalah bertentangan dengan fakta-fakta

yang di ajukan di dalam persidangan sehingga perjanjian kerja tersebut

bertentangan pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, dimana pasal 59 berbunyi sebagai berikut :

Untuk ayat yang pertama,”Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat

dibuat untuk pekerjaan tertentu”.

yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu

tertentu, yaitu :

a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

b. pekerjaaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak

terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;

c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau

d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau

produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Dari pasal 59 ayat (1) tersebut sudah jelas apabila pekerjaan yang

dilakukan oleh para penggugat tidak memenuhi unsur sebagai perjanjian kerja

waktu tertentu hal ini dikarenakan Pekerjaan yang dilakukan oleh Para

Penggugat dan karyawan-karyawan lainnya di bagian gudang adalah benar-

Page 34: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

benar pekerjaan yang bersifat terus menerus atau sifatnya tidak sementara

karena pekerjaan tersebut tidak pernah berhenti dalam waktu tertentu, tidak

juga yang bersifat sekali selesai, sementara sifatnya atau bersifat musiman, karena

pekerjaan di Gudang jadi ini merupakan tempat dikumpulkannya seluruh

produk dari Perusahaan Tergugat sebagai bagian akhir dari proses produksi

sebelum produk-produk tersebut dipasarkan dan dikirim ke luar. Setiap produk

yang dihasilkan dipastikan akan masuk ke Gudang. Bagian ini dibentuk

sejak pabrik Tergugat berdiri dan sampai sekarang bagian (dengan segala

aktivitas yang ada di dalamnya) tersebut, masih tetap ada dan berproses.

Mulai dari sejak Pabrik itu berdiri sampai saat ini, pekerjaan di bagian

tersebut masih tetap berjalan/berproses. Pekerjaan tersebut adalah bagian dari

suatu rangkaian proses produksi. Adapun order/ pemesanan yang bersifat

fluktuatif, tidak berpengaruh terhadap proses kerja yang dilakukan oleh para

karyawan. Faktanya para karyawan (termasuk Para Pemohon Kasasi/Para

Penggugat), tetap masuk dan bekerja secara normal. Demikian pula tentang

istilah “hari tidak muat”, karyawan tetap saja masuk seperti biasa, bahkan

mengerjakan pekerjaan lain. Fakta ini diakui dan diperkuat oleh keterangan

semua saksi yang dihadirkan di persidangan dan tidak satupun yang membantah.

Setelah penulis menelitinya dengan seksama dan mencari dari beberapa

sumber penulis menemukan bahwa apabila Dilihat dari kegiatan produksi yang

dilakukan oleh perusahaan, PT. AHEB termasuk dalam Proses produksi yang

terus – menerus. Hal ini dikarenakan proses produksi yang dilakukan berdasarkan

pada ramalan penjualan dan bukan kepada jumlah pesanan yang masuk. Proses

produksi yang terus-menerus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasar,

Page 35: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

sehingga jumlah produk yang dibuat pada umumnya banyak15

. Adapun order/

pemesanan yang bersifat fluktuatif, tidak berpengaruh terhadap proses kerja

yang dilakukan oleh para karyawan. Faktanya para karyawan (termasuk Para

Pemohon Kasasi/Para Penggugat), tetap masuk dan bekerja secara normal.

Demikian pula tentang istilah “hari tidak muat”, karyawan tetap saja masuk

seperti biasa, bahkan mengerjakan pekerjaan lain. Fakta ini diakui dan

diperkuat oleh keterangan semua saksi yang dihadirkan di persidangan. Melihat

dari paparan saksi yang telah di persilahkan untuk memberikan

kesaksian/keterangan yaitu Abdul Manaf yang mana menyebutkan bagian gudang

ada sejak perusahaan berdiri dan bagian gudang tidak pernah berhenti, ini berarti

kegiatan di bagian gudang ini masih berlangsung sampai Tergugat habis masa

kerjanya dan ketika para Penggugat di PHK bagian gudang ini telah digantikan

oleh pekerja lain. Saksi dari Tergugat pun memberikan keterangan “bahwa untuk

tenaga helper masih ada sampai sekarang dan kegiatan helper masih berlangsung”

kesaksian ini juga membuat penulis semakin yakin bahwa bagian gudang jadi ini

sebagai bagian akhir dari proses produksi milik perusahaan Tergugat yang

berlangusng secara terus menerus dan tidak bersifat musiman. Maka jelas

pekerjaan Penggugat di bagian gudang jadi ini bertentangan Udang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Perjanjian tersebut juga

bertentangan dengan Undang-Undang Pasal 59 ayat (2) tentang Ketenagakerjaan

yang berbunyi “Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk

pekerjaan yang bersifat tetap”.

15

http://aquapentastick.blogspot.co.id/

Page 36: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

Yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap dalam ayat ini adalah

pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu

dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau

pekerjaan yang bukan musiman. Pekerjaan yang bukan musiman adalah pekerjaan

yang tidak tergantung cuaca atau suatu kondisi tertentu. Apabila pekerjaan itu

merupakan pekerjaan yang terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi

waktu, dan merupakan bagian dari suatu proses produksi, tetapi tergantung cuaca

atau pekerjaan itu dibutuhkan karena adanya suatu kondisi tertentu maka

pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan musiman yang tidak termasuk pekerjaan

tetap sehingga dapat menjadi obyek perjanjian kerja waktu tertentu. Dari pasal

tersebut dapat disimpulkan bahwa PKWT itu tidak dapat dipakai untuk pekerjaan

yang bersifat tetap atau bersifat terus menerus. Pekerjaan yang di lakukan

penggugat menurut penulis merupakan pekerjaan yang bersifat tetap atau

berlangsung secara terus menerus, karena dimana perusahaan ini sudah ada sejak

Tahun 1996 dan pekerjaan itu masih tetap ada sampai sekarang. Artinya sudah

hampir 20 tahun. Jauh melebihi waktu 3 Tahun yang diatur dalam Pasal tersebut.

Adapun apabila pekerjaan para penggugat ini dihentikan maka menurut penulis

hal ini akan mengganggu berjalanya proses produksi, bagaimana tidak, ketika

barang yang menumpuk di gudang dan barang itu tidak dapat didisitribusikan ke

pasar, maka hal ini akan mengganggu berjalanya kegiatan produksi di perusahaan

tergugat. Hal ini juga diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Nomor Kep.233/men/2003 tentang jenis dan sifat pekerjaan yang

dijalankan secara terus menerus yaitu pada pasal 3 ayat (1) huruf k yang

menyatakan beberapa jenis pekerjaan yang bersifat terus menerus itu pekerjaan-

Page 37: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

pekerjaan yang apabila dihentikan akan mengganggu proses produksi, merusak

bahan, dan termasuk pemeliharaan/perbaikan alat produksi.

Menurut penulis perjanjian kerja yang telah dibuat oleh penggugat dan

tergugat telah melanggar pasal Pasal 59 Ayat (3), (4) dan (5) Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi sebagai berikut :

“Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu

tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh

diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun”

“Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah

melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja

waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya

boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun”.

. Pasal tersebut menjelaskan bahwa untuk pekerjaan yang bersifat

sementara ini hanya boleh diperpanjang selama satu kali untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun dan hanya boleh diperbaharui sebanyak 1 kali dan

untuk jangka waktu 2 (dua) Tahun. disini Tergugat melakukan pembaharuan

kontrak kerja sebanyak enam kali kontrak kerja dengan masa kerja pertama yaitu

Dari tgl.09 Desember 2008 s/d 31 Mel 2009, dilanjutkan dengan Kontrak kedua :

Dari tgI 01 Juni 2009 s/d 30 November 2009, setelah kontrak kedua berakhir

dilakukan Kontrak ketiga Dari tgI 01 Juni 2010 s/d 31 Mei 2011 berakhirnya

kontrak kerja ketiga dilanjutkan dengan Kontrak keempat Dari tgI 01 Juni 2011

s/d 31 Mei 2012 selanjutnya dilakukan Kontrak kelima : Dari tgI 01 Oktober 2012

s/d 30 September 2013 dan dilanjutkan dengan kotrak kerja keenam : Dari tgI 01

Oktober 2013 s/d 30 September 2014 yang merupakan kontrak kerja

terakhir.kemudian tegugat di PHK pada Tgl. 30 September 2014. Dilihat dari

bagaimana proses perpanjangan atau pembaharuan Perjanjian Kerja yang

dilakukan tergugat terhadap penggugat Penggugat ini jelas-jelas sudah melanggar

Page 38: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

pasal 59 ayat (4),(5) dan (6), karena perjanjian yang telah disepakati kedua belah

pihak ini sudah diperpanjang atau diperbaharui sebanyak enam kali, apabila

dilihat dari pasal tersebut sudah jelas dinyatakan bahwa Perjanjian Kerja Waktu

Tertentu hanya boleh diperpanjang atau diperbaharui sebanyak satu kali saja dan

perjanjian ini harus memilih apakah ingin memperpanjang atau diperbaharui

karena di dalam pasal tersebut bersifat opsional, hanya bias memilih salah satu

apakah ingin diperpanjang dan diperbaharui. Apabila ingin memperpanjang

perjanjian tersebut hanya bias satu kali untuk jangka waktu satu tahun sehingga

total dari kontrak dan perpanjangan tersebut berjumlah 3 (tiga) tahun, dan apabila

ingin memperbaharui itu hanya bias untuk 1 (satu) kali perpanjngan dan dengan

jangka waktu 2 tahun sehingga total dari hasil pembaharuan kerja ini selama 4

(tahun) masa kerja. jika dilihat dari kasus tersebut penggugat telah bekerja selama

tujuh tahun dan ini jelas-jelas bertentangan dengan pasal 59 ayat (4),(5), dan (6)

Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Sehingga menurut Pasal 59 ayat (7) Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa

“Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6)

maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu”.

Karena sudah jelas apabila pekerjaan yang dilakukan oleh para penggugat

telah memenuhi unsur sebagai perjanjian kerja waktu tertentu hal ini dikarenakan

Pekerjaan yang dilakukan oleh Para Penggugat dan karyawan-karyawan

lainnya di bagian gudang adalah benar-benar pekerjaan yang bersifat terus

menerus atau sifatnya tidak sementara karena pekerjaan tersebut tidak pernah

berhenti dalam waktu tertentu, tidak juga yang bersifat sekali selesai, sementara

Page 39: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

sifatnya atau bersifat musiman, karena pekerjaan di Gudang jadi ini merupakan

tempat dikumpulkannya seluruh produk dari Perusahaan Tergugat sebagai

bagian akhir dari proses produksi sebelum produk-produk tersebut dipasarkan

dan dikirim ke luar. Setiap produk yang dihasilkan dipastikan akan masuk ke

Gudang. Bagian ini dibentuk sejak pabrik Tergugat berdiri dan sampai

sekarang bagian (dengan segala aktivitas yang ada di dalamnya) tersebut,

masih tetap ada dan berproses. Dan kontrak yang telah disepakati oleh

penggugat dan tergugat telah melanggar ketentuan Undang-Undang yaitu 59 ayat

(1), (2), (4), (5), dan (6) maka dengan tidak terpenuhinya semua unsur-nsurnya,

sehingga pekerjaan tersebut di kualifikasikan menjadi pekerjaan yang bersifat

tetap dan demi hukum perjanjian tersebut seharusnya berubah menjadi perjanjian

kerja waktu tidak tertentu.

2. Kesesuaian Pertimbangan Hakim Tingkat Kasasi Nomor 745

K/Pdt.Sus-PHI/2015 dengan Ketentuan-ketentuan Jenis Perjanjian

Kerja dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Penulis tidak sependapat dengan Putusan Hakim tingkat kasasi

dimana para Penggugat tidak dapat membuktikan adanya pelanggaran

ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Karena jika

dilihat mengenai unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk melakukan

Perjanjian Kerja waktu Tertentu Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja yang telah di sepakati oleh

penggugat dan tergugat tersebut tidak memenuhi kriteria sebagai

Page 40: TINJAUAN TEORITIS, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14650/2/T1_312013012_BAB II.pdf · Istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan

perjanjian kerja waktu tertentu, karena pekerjaan yang dilakukan oleh

penggugat merupakan pekerjaan yang bersifat terus menerus atau berisifat

tetap, bukan merupakan pekerjaan yang bersifat sekali selesai yang hanya

membutuhkan waktu paling lama 3 tahun, disini penggugat pertama sudah

bekerja di perusaahaan tergugat selama 7 tahun lamanya, dan untuk

perpanjangan atau pembaharuan perjanjian kerja yang telah dibuat kedua

belah pihak terbukti telah bertetangan dengan Undang-Undang karena

perpanjangan hanya bisa dapat dilakukan sebanyak 1 (satu) kali selama

satu tahun saja atau dapat diperbaharui sebanyak 1 (satu) kali selama 2

tahun saja. Jadi perpanjangan atau pembaharuan ini bersifat optional yang

mana harus memilih apakah akan diperpanjang atau diperbaharui dan

itupun hanya satu kali saja. Dilihat dari proses pembaharuan atau

perpanjangan yang telah di lakukan oleh pengguat satu dengan pengusaha

tersebut dimana telah diadakan perpanjangan atau pembaharuan perjanjian

kerja sebanyak 6 kali. Jadi dengan tidak terpenuhinya semua unsur-unsur

sebagai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu maka pekerjaan tersebut di

kualifikasikan menjadi pekerjaan yang bersifat tetap dan demi hukum

perjanjian tersebut seharusnya berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu

Tidak Tertentu.