Tinjauan Pustaka Tb Paru

61
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. Definisi Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M. tuberculosis (Price, 2006). Berdasarkan organ tubuh yang terkena tuberkusosis diklasifikasikan menjadi : (Depkes, 2009) a. Tuberkulosis paru adalah TB yang menyerang jaringan (parenkim) paru. b. Tuberkulosis ekstra paru adalah TB yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. 2.1.2. Anatomi Paru Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan terletak dalam rongga dada atau toraks. Mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah 10

description

TB

Transcript of Tinjauan Pustaka Tb Paru

Page 1: Tinjauan Pustaka Tb Paru

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis Paru

2.1.1. Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M.

tuberculosis (Price, 2006). Berdasarkan organ tubuh yang terkena tuberkusosis

diklasifikasikan menjadi : (Depkes, 2009)

a. Tuberkulosis paru adalah TB yang menyerang jaringan (parenkim) paru.

b. Tuberkulosis ekstra paru adalah TB yang menyerang organ tubuh lain selain

paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), tulang,

persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

2.1.2. Anatomi Paru

Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan terletak dalam rongga

dada atau toraks. Mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh

darah besar memisahkan paru tersebut. Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas

paru) dan dasar. Pembuluh darah paru dan bronchial, bronkus, saraf dan pembuluh

limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru. Paru kanan

lebih besar daripada paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura interlobaris.

Paru kiri dibagi menjadi dua lobus (Price, 2006).

Suatu lapisan tipis kontinu yang mengandung kolagen dan jaringan elastis, dikenal

sebagai pleura, melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi setiap paru

(pleura viseralis). Diantara pleura parietalis dan pleura viseralis terdapat suatu lapisan

10

Page 2: Tinjauan Pustaka Tb Paru

tipis cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak

selama pernapasan (Price, 2006).

Gambar 2.1 Gambar Anatomi Paru

2.1.4. Cara Penularan

Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan

kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas

peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh M. tuberculosis biasanya

secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering

dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil

yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang di dapat dari pasien TB paru dengan

batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA) (Amin dan

Bahar, 2009).

Dinding kuman tersusun atas asam lemak (lipid), peptidoglikan dan

arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam sehingga

disebut basil tahan asam (BTA) dan juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan

fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering mapun dalam keadaan dingin (dapat

11

Page 3: Tinjauan Pustaka Tb Paru

tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat

dormant yang menyebabkan kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit

tuberkulosis menjadi aktif lagi (Amin dan Bahar, 2009).

Dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intarseluler yakni dalam sitoplasma

makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena

banyak mengandung lipid (Amin dan Bahar, 2009).

2.1.5. Patogenesis

1. Tuberkulosis Primer

Penularan tuberkulosis paru karena kuman dibatukkan atau dibersinkan menjadi

droplet nuclei dalam udara di sekitar kita dan mampu bertahan selama 1-2 jam.

Ketahanan bakteri ini di udara bebas tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet,

ventilasi buruk, kelembapan (Amin dan Bahar, 2009).

Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, maka akan menempel di saluran

napas ataupun di jaringan paru. Partikel ini bisa masuk sampai alveolar bila ukurannya

<5µm. Partikel yang menempel di saluran napas akan dihadapi pertama kali oleh

neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau di

bersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia

dengan sekretnya (Amin dan Bahar, 2009).

Bila kuman menetap di jaringan paru, akan berkembang biak dalam sitoplasma

makrofag. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan membentuk sarang

tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau sarang

(focus) Ghon. Sarang primer dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar

12

Page 4: Tinjauan Pustaka Tb Paru

sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui

saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati

regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti

paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke

seluruh bagian paru menjadi TB milier (Amin dan Bahar, 2009).

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus

(limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus

(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis local + limfedenitis regional =

kompleks primer (Ranke). Semua proses ini akan memakan waktu 3-8 minggu.

Kompleks ini selanjutnya dapat menjadi: (Amin dan Bahar, 2009)

a. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.

b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi

di hilus, keadaan ini terjadi pada lesi pneumonia yang luasnya >5mm dan ±10%

diantaranya dapat terjadi reaktivitas lagi karena kuman yang dormant.

c. Berkomplikasi dan menyebar secara : perkontinuitum yakni menyebar ke

sekitarnya, secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di

sebelahnya, kuman juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga

menyebar ke usus, dan secara limfogen ataupun hematogen ke organ-organ

lainnya.

2. Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)

Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun

kemudian sebagai infeksi endogen menjadi bentuk tuberkolosis post primer = TB

pasca primer = TB sekunder. Hal ini bisa terjadi karena imunitas menurun, malnutrisi,

13

Page 5: Tinjauan Pustaka Tb Paru

alkohol, keganasan, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis sekunder ini dimulai

dengan sarang dini yang belokasi di region atas paru (bagian apical-posterior lobus

superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke

nodus hiler paru (Amin dan Bahar, 2009).

Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10

minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel

Histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh

sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat (Amin dan Bahar, 2009).

TB sekunder juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari TB usia muda menjadi

TB usia tua (elderely tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan

imunitas pasien, sarang dini ini dapat menjadi : (Amin dan Bahar, 2009)

a. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

b. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan

jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan

perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang

menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami

nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju di

batukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mulanya berdinding tipis,

lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah

besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik. Terjadinya perkejuan dan kavitas

adalah karena hidrolisis proteinlipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi

oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF (Tumor Necrosis

Factor) nya.

14

Page 6: Tinjauan Pustaka Tb Paru

Disini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat: (Amin

dan Bahar, 2009)

a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini

masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Dapat juga

masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk lambung dan selanjutnya ke usus

menjadi TB usus. Bisa juga terjadi TB endobronkial atau TB endotrakeal atau

empiema bila rupture ke pleura.

b. Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini

dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi

kavitas lagi.

c. Bersih dan menyembuh, disebut open heald cavity. Dapat juga menyembuh

dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas

yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.

Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yakni : (Amin dan Bahar, 2009)

a. Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi;

b. Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan

sempurna;

c. Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh

spontan, tetapi mengingat kemungkinan terjadinya eksaserbasi kembali, sebaiknya

diberi pengobatan yang sempurna juga.

15

Page 7: Tinjauan Pustaka Tb Paru

2.1.6. Gejala Klinis

Menurut Amin dan Bahar (2009) keluhan yang dirasakan pasien tuberculosis dapat

bermacam-macam atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama

sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah :

a. Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang

panas badan dapat mencapai 40-41C. Serangan demam pertama dapat sembuh

sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang

timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari

serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh

pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.

b. Batuk/Batuk Darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya

iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang

keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja

batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah

berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai

dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi

produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk

berdarah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah

pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding

bronkus.

c. Sesak napas. Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak

napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang

infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

16

Page 8: Tinjauan Pustaka Tb Paru

d. Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi

radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan

kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.

e. Malaise. Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise

sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus

(berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala

malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

2.1.7. Diagnosa

Diagnosia TB dapat ditegakkan berdasar gejala klinis, pemeriksaan bakteriologis

dan juga pemeriksaan radiologis

1. Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,

diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga

dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan

ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi

kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk

atau batuk yang non produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum

pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak 2 liter dan dianjurkan

melakukan reflek batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-obat

mukolitik ekspetoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30

menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi diambil

dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage). BTA

dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan

17

Page 9: Tinjauan Pustaka Tb Paru

pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan

diperiksa hendaknya sesegera mungkin (Amin dan Bahar, 2009).

Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan.

Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke

luar, sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah keluar. Diperkirakan di

Indonesia terdapat 50% pasien BTA positif tetapi kuman tersebut tidak ditemukan

dalam sputum mereka (Amin dan Bahar, 2009).

Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang

kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL

sputum (Amin dan Bahar, 2009).

Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok yang

merupakan modifikasi gabungan cara pulasan Kinyoum Gabbet (Amin dan Bahar,

2009).

Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah : (Amin, dan Bahar,

2009)

a. Pemeriksaan sediaan langsung dengan menggunakan mikroskop biasa

b. Pemeriksaan sediaan langsung dengan menggunakan mikroskop fluoresense

(pewarnaan khusus)

c. Pemeriksaan dengan biakan (kultur)

d. Pemeriksaan terhadap resistensi obat

Pemeriksaan dengan mikroskop fluoresens dengan sinar ultraviolet walaupun

sensitifitasnya tinggi sangat jarang dilakukan, karena pewarnaan yang dipakai

(auraminrho-damin) dicurigai bersifat karsinogenik (Amin dan Bahar, 2009).

18

Page 10: Tinjauan Pustaka Tb Paru

Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6 minggu penanaman sputum dalam

medium biakan, koloni kuman tuberkulosis mulai tampak. Bila setelah 8 minggu

penanaman koloni tidak tidak juga tampak, biakan dinyatakan negatif. Medium biakan

yang sering dipakai yaitu Lowenstein Jensen, Kudoh, atau Ogawa (Amin dan Bahar,

2009).

Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA dengan cara Bacetc

(Bactec 400 Radio Metric System), dimana kuman sudah dapat dideteksi dalam 7-10

hari. Di samping itu dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat dideteksi

DNA kuman TB dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi M. tuberculosis yang

tidak tumbuh pada sediaan biakan. Dari hasil biakan biasanya dilakukan juga

pemeriksaan terhadap resistensi obat dan identfikasi kuman (Amin dan Bahar, 2009)..

Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman BTA

(positif), tetapi pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomena dead bacilli

atau non culturable bacilli yang disebabkan keampuhan panduan obat antituberkulosis

jangka pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu pendek (Amin dan

Bahar, 2009).

Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3

spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa

Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) : (Depkes, 2009)

a. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama

kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan

dahak pagi pada hari kedua.

19

Page 11: Tinjauan Pustaka Tb Paru

b. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah

bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di sarana

pelayanan kesehatan.

c. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di sarana pelayanan kesehatan pada hari kedua,

saat menyerahkan dahak pagi.

2. Pemeriksaan Radiologis

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan

dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi

tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai

berikut: (Depkes, 2009)

a. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini

pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru

BTA positif.

b. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada

pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah

pemberian antibiotika non OAT.

c. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan

penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis

atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk

menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).

Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atau

segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior)

atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (Amin dan Bahar, 2009).

20

Page 12: Tinjauan Pustaka Tb Paru

Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) tentang pedoman

penanggulangan tuberkulosis diagonosis TB Paru pada orang dewasa dilaksanakan

sesuai alur sebagaimana pada gambar 2.2.

Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk

menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih

serta memberikan keuntungan seperti pada tuberkulosis anak-anak dan tuberkulosis

milier. Pada kedua hal di atas diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan

radiologis dada.

Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas

atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian

inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberkulosis

endobronkial).

Pemeriksaan rontgenologis yang sering digunakan untuk membantu menegakkan

diagnosis TB adalah foto thorax dan CT-Thorax. Proyeksi yang sering digunakan

pada foto thorax adalah PA, AP, Lateral dan Top Lordotic. Proyeksi PA adalah yang

lebih umum digunakan, sedangkan proyeksi lateral dan top lordotic digunakan sebagai

foto tambahan bila terdapat kelainan gambaran radiologis yang belum dapat

disingkirkan merupakan murni kelainan radiologis atau karena hal lain, seperti

kelainan berada di belakang tulang klavikula atau costae I sehingga membuat rancu.

Dengan melakukan proyeksi lateral dan top lordotic, dapat dilihat gambaran lapangan

paru yang lebih jelas.

Pemeriksaan rontgen memegang peranan penting dalam melihat apakah ada

kelainan pada organ paru, namun tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya

pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis KP. Pemeriksaan lain yang

21

Page 13: Tinjauan Pustaka Tb Paru

tidak kalah penting ada pemeriksaan sputum 3 seri (sewaktu-pagi-sewaktu) dan tes

mantoux. Namun, perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut :

1. Bila klinis ada gejala tuberkulosis paru, hampir selalu ditemukan kelainan pada foto

rontgen.

2. Bila klinis ada persangkaan terhadap penyakit tuberkulosis paru, tetapi pada foto

rontgen tidak terlihat kelainan, maka ini merupakan tanda yang kuat bahwa

penyakit yang diderita bukanlah tuberkulosis.

3. Pada pemeriksaan rontgen rutin mungkin telah ditemukan tanda-tanda pertama

tuberkulosis, walaupun klinis belum ada gejala. Sebaliknya, bila tidak ada kelainan

pada foto rontgen belum berarti tidak ada tuberkulosis, sebab kelainan pertama

pada foto rontgen biasanya baru kelihatan sekurang-kurangnya 10 minggu setelah

infeksi oleh basil tuberkulosis.

4. Sesudah sputum positif pada pemeriksaan bakteriologik, tanda tuberkulosis yang

terpenting adalah kelainan pada foto rontgen.

5. Ditemukannya kelainan pada foto rontgen belum berarti bahwa penyakit tersebut

aktif.

6. Dari bentuk kelainan pada foto rontgen (bayangan bercak-bercak, awan-awan, dan

lubang merupakan tanda aktif ; sedangkan bayangan garis-garis dan sarang kapur

merupakan tanda tenang) memang dapat diperoleh kesan tentang aktivitas

penyakit, namun kepastian diagnosis hanya dapat diperoleh melalui kombinasi

dengan hasil pemeriksaan klinis dan atau laboratoris.

7. Pemeriksaan rontgen penting untuk dokumentasi, penentuan lokalisasi proses dan

tanda perbaikan atau perburukan dengan melakukan perbandingan dengan foto-

foto terdahulu.

22

Page 14: Tinjauan Pustaka Tb Paru

8. Pemeriksaan rontgen juga penting untuk penilaian hasil tindakan terapi seperti

pneumothorax artifisial, torakoplastik, dsb.

9. Pemeriksaan roentgen tuberculosis paru saja tidak cukup dan dewasa ini bahkan

tidak boleh dilakukan hanya dengan fluoroskopi. Pembuatan foto roentgen adalah

suatu keharusan, yaitu foto posterior anterior (PA), bila perlu disertai proyeksi-

proyeksi tambahan seperti foto lateral, foto khusus puncak AP-lordotik dan

tekhnik-tekhnik khusus lainnya.

Proyeksi Roentgen Thorax

Ada 4 macam proyeksi pemotretan pada foto toraks pasien yang dicurigai

TB,yaitu :

1. Proyeksi Postero-Anterior (PA)

Pada posisi PA, pengambilan foto dilakukan pada saat pasien dalam posisi

berdiri, tahan nafas pada akhir inspirasi dalam. Bila terlihat suatu kelainan pada

proyeksi PA, perlu ditambah proyeksi lateral.

2. Proyeksi AP (Antero Posterior)

23

Page 15: Tinjauan Pustaka Tb Paru

Posisi ini digunakan apabila pasien tidak dapat berdiri ataupun tidak dapat

duduk. Pasien akan lebih sulit menarik nafas dalam, sehingga diafragma akan lebih

tinggi. Jika ada cairan di paru atau di rongga pleura, maka hal ini tidak begitu jelas

terlihat karena cairan cenderung hanya melapisi permukaan posterior paru.

Perbedaan foto thorax PA dengan AP adalah pengambilan foto ini yang paling

sering dilakukan pada pasien gawat, misalnya di ruang rawat darurat atau rawat

intensif. Biasanya hasil foto ”portable” akan sedikit lebih buruk dibanding foto yang

diambil di radiologi. Pada foto dapat dilihat tulang rusuk melandai ke bawah, jantung

akan lebih besar dan semakin membesar apabila jarak fokus terhadap pasien lebih

dekat. Skapula tampak di atas daerah paru.

3. Proyeksi Lateral

Pada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan di belakang

kepala. Pengambilan foto dilakukan pada saat pasien tahan napas dan akhir inspirasi

dalam.

24

Page 16: Tinjauan Pustaka Tb Paru

4. Proyeksi Top Lordotik

Proyeksi Top Lordotik dibuat bila foto PA menunjukkan kemungkinan adanya

kelainan pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya dibuat

setelah foto rutin diperiksa dan bila terdapat kesulitan dalam menginterpretasikan

suatu lesi di apeks. Pengambilan foto dilakukan pada posisi berdiri dengan arah sinar

menyudut 35-45 derajat arah caudocranial, agar gambaran apeks paru tidak

berhimpitan dengan klavikula.

25

Page 17: Tinjauan Pustaka Tb Paru

Manifestasi Radiologis TB

Manifestasi radiologis atau kelainan radiologis yang timbul bergantung pada

beberapa faktor pejamu (host), diantaranya adalah adanya riwayat kontak dengan

penderita tuberkulosis, usia dan status fungsi imun (ada atau tidak penyakit sistem

imun). Pada orang dengan fungsi sistem imun yang normal, manifestasi atau kelainan

radiologis yang ditemukan digolongkan menjadi 2 kategori, yaitu primer dan

postprimer tuberkulosis, yang pada orang dengan gangguan sistem imun kelainan

dapat berkembang.

Klasifikasi Tb

Tuberkulosis primer

Tuberkulosis primer terjadi karena infeksi melalui jalan pernapasan (inhalasi)

oleh Mycobacterium tuberculosis. Biasanya pada anak-anak. Kelainan rontgen dapat

berada dimana saja dalam paru-paru, dan dapat mengenai beberapa segmen dalam

satu lobus paru. Walau begitu, bagian yang sering terkena adalah lobus bawah, lobus

media dan lingula, dan segmen anterior dari lobus atas.3

Manifestasi yang paling sering ditemukan pada tuberkulosis primer adalah

pembesaran kelenjar limfe / limfadenopati. Dengan ditemukannya pembesaran

kelenjar limfe hilus dan mediastinum, dapat dipastikan adanya tuberkulosis primer,

karena pada tuberkulosis post-primer jarang ditemukan kelainan ini. Angka kejadian

pembesaran kelenjar limfe ini semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia

seseorang.3

26

Page 18: Tinjauan Pustaka Tb Paru

Chest radiograph obtained in a 7-month-old Hispanic boy shows right paratracheal

lymphadenopathy (straight arrow) with multilobar consolidation predominating in the right

lung. Moderate right lower lobe atelectasis with inferior displacement of major fissure (curved

arrows) is associated. Right hilar lymphadenopathy (not shown) was also present.4

27

Page 19: Tinjauan Pustaka Tb Paru

Tuberculosis dengan komplek primer (hanya hilus kiri membesar). Foto toraks PA dan lateral4

Kelainan radiologis yang tampak selain pembesaran kelenjar limfe hilus dan

mediastinum dapat berupa konsolidasi (kelainan berwarna putih) yang dapat berawan,

berbentuk garis (linier), bulat (nodular), menyerupai massa (mass like) maupun

konsolidasi homogen. Kelainan berupa konsolidasi ini sering timbul segmental

ataupun lobaris, dan menurut data statistik kelainan yang didapat lebih sering pada

paru sebelah kanan.3

Salah satu komplikasi yang mungkin terjadi adalah pleuritis, yang ditandai

dengan adanya efusi pleura (pada foto akan tampak meniscus sign dan tanda-tanda

pendorongan). Pleuritis terjadi karena perluasan infiltrat primer ke pleura melalui

penyebaran secara hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis

bronkus karena perforasi kelenjar ke dalam bronkus. Baik pleuritis maupun atelektasis

tuberkulosis pada anak-anak mungkin demikian luas sehingga sarang primer

tersembunyi di belakangnya.3

28

Page 20: Tinjauan Pustaka Tb Paru

Chest radiograph obtained in a 3-year-old Hispanic boy shows mediastinal and right

hilar lymphadenopathy. Atelectasis of the right lower lobe is present with depression of

the major fissure (arrows).4

Young male patient with fever and cough has a focal opacity in the left lower lobe that looks like

a pneumonia. This is a case of primary tuberculosis in an adult.4

Posteroanterior chest radiograph in a young patient shows a right upper lobe and right lower

lobe consolidation and a small pleural effusion on the right side.4

29

Page 21: Tinjauan Pustaka Tb Paru

A middle-aged man presents with a cough and fever lasting several weeks. Posteroanterior chest

radiograph shows a prominent paratracheal area on the right, lymphadenopathy, a cavitary

opacity in the right upper lobe, and a focal consolidation in the middle lung zone on the right.

The patient was ultimately found to have primary progressive tuberculosis.4

Tuberkulosis post-primer

Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa. Saat ini

pendapat umum mengenai penyakit tersebut adalah bahwa timbul reinfeksi pada

seorang yang dimasa kecilnya pernah menderita tuberkulosis primer, tetapi tidak

diketahui dan menyembuh sendiri. Sarang-sarang yang terlihat pada foto Roentgen

biasanya berkedudukan di apeks, segmen posterior lobus atas, dan segmen superior

lobus bawah, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi di lapangan bawah, yang

biasanya disertai oleh pleuritis. Dapat juga ditemukan gambaran adanya kavitas yang

merupakan petunjuk atau tanda khas dari tuberkulosis post-primer. Gambaran kavitas

berbentuk bulat dengan dinding atau tepi yang tipis berwarna putih dan bagian tengah

berwarna hitam. Kadang terdapat gambaran air fluid level di dalam kavitas.3

30

Page 22: Tinjauan Pustaka Tb Paru

Sputum culture-positive TB in an 82-year-old Asian woman. (a) Close-up radiographic view of right

upper lobe shows an ill-defined area of increased opacity (arrow) associated with calcification in the

retroclavicular region. (b) Corresponding thin-section CT scan obtained with 1-mm collimation shows

nodular opacities containing foci of calcification (arrows) in the apical segment. The remainder of the

thoracic CT study (not shown) obtained at 7 mm collimation revealed no other abnormalities that could

account for the positive culture.

31

Page 23: Tinjauan Pustaka Tb Paru

Atypical distribution of postprimary TB in a 62-year-old man. (a) Chest radiograph shows a 5-cm

cavitary mass with a thick, irregular wall (large arrow) and surrounding adjacent nodular opacities in

the left upper lobe. An ill-defined 5-mm nodule (small arrow) is present in the contralateral, right upper

lobe. (b) CT scan obtained with 7-mm collimation shows the location of the cavitary mass (arrows) in the

anterior segment of left upper lobe.

Postprimary pattern of TB in a 54-year old Hispanic man. (a) Radiograph obtained at presentation shows

focal areas of confluent consolidation (large arrows) in the bilateral upper lobes. In the right lung,

multiple ill-defined, 5-8-mm nodules (small arrows) can be identified; in the more severely affected left

lung, a bronchopneumonia pattern is present predominating in the lower lobe. (b) Radiograph obtained 3

months after initiation of treatment shows that improvement has occurred, with resolution of right lung

nodules. Reticulonodular opacities persist in bilateral upper and left lower lung zones.

Pembesaran kelenjar-kelenjar limfe pada tuberkulosis sekunder jarang ditemukan.

Namun, pada pasien dengan gangguan sistem imun contohnya pada pasien dengan

HIV/AIDS dapat terlihat adanya gambaran pembesaran kelenjar limfe.

32

Page 24: Tinjauan Pustaka Tb Paru

Chest radiograph obtained in a 28-year-old HIV-seropositive man shows consolidation in the left upper

lobe associated with mediastinal (double arrows) and left hilar (single arrow) lymphadenopathy.

Penyebaran infeksi ke lapisan pleura lebih sering terjadi dibandingkan dengan

tuberkulosis primer. Efusi pleura sering ditemukan pada keadaan ini yang mengenai

satu sisi (unilateral) ataupun kedua sisi (bilateral) dan dapat berkembang menjadi

empyema. Keadaan ini harus segera ditangani dengan cara intervensi surgikal, karena

infeksi terjadi pada ruangan tertutup dan apabila tidak segera ditangani infeksi akan

menyebar ke daerah sekitar (parenkim paru, tulang-tulang iga).

Posteroanterior chest radiograph from a young female patient who presented with a cough, positive

findings on skin testing with purified protein derivative of tuberculin (PPD), and a pleural effusion that

was positive for acid-fast bacilli. This image shows a left pleural effusion and left lowerlobe consolidation.

33

Page 25: Tinjauan Pustaka Tb Paru

Klasifikasi tuberkulosis sekunder

Klasifikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis Association

adalah sebagai berikut :3

1. Tuberkulosis minimal (minimal tuberculosis) : yaitu luas sarang-sarang yang

kelihatan tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh garis median, apeks dan iga 2

depan ; sarangsarang soliter dapat berada dimana saja, tidak harus berada di dalam

daerah tersebut. Tidak ditemukan adanya lubang (kavitas).

2. Tuberkulosis lanjut sedang (moderately advanced tuberculosis) : yaitu luas

sarangsarang yang bersifat bercak tidak melebihi luas satu paru, sedangkan bila ada

lubang diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau sifat bayangan sarang-sarang tersebut

berupa awan-awan yang menjelma menjadi daerah konsolidasi homogen, luasnya

tidak boleh melebihi 1 lobus.

3. Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis) : yaitu luas daerah yang

dihinggapi oleh sarang-sarang lebih daripada klasifikasi kedua di atas, atau bila ada

lubang-lubang, maka diameter keseluruhan semua lubang melebihi 4 cm.

Ada beberapa cara pembagian kelainan yang dapat dilihat pada foto Roentgen.

Salah satu pembagian adalah menurut bentuk kelainan, yaitu :3

1. Sarang eksudatif, berbentuk awan-awan atau bercak, yang batasnya tidak tegas

dengan densitas rendah.

2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan

densitasnya sedang.

3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu yang berbentuk garis-garis / pita tebal, berbatas

tegas dengan densitas tinggi.

4. Kavitas (lubang).

5. Sarang kapur (kalsifikasi).

34

Page 26: Tinjauan Pustaka Tb Paru

Yang banyak dipergunakan di Indonesia ialah cara pembagian yang lazim

dipergunakan di Amerika Serikat, yaitu :3

1. Sarang-sarang berbentuk awan / bercak-bercak dengan densitas rendah atau sedang

dengan batas tidak tegas. Sarang-sarang seperti ini biasanya menunjukkan bahwa

proses aktif.

2. lubang (kavitas) ; ini selalu berarti proses aktif kecuali bila lubang sudah sangat

kecil, yang dinamakan lubang sisa (residual cavity)

3. Sarang seperti garis-garis (fibrotik) / bintik-bintik kapur (kalsifikasi) yang biasanya

menunjukkan bahwa proses telah tenang.

35

Page 27: Tinjauan Pustaka Tb Paru

Kemungkinan-kemungkinan kelanjutan suatu sarang tuberkulosis

· Penyembuhan5

1. Penyembuhan tanpa bekas

Penyembuhan tanpa bekas sering terjadi pada anak-anak (tuberkulosis primer),

bahkan kadang-kadang penderita sama sekali tidak menyadari bahwa ia pernah

diserang penyakit tuberkulosis. Pada orang dewasa (tuberkulosis sekunder)

penyembuhan tanpa bekas pun mungkin terjadi apabila diberikan pengobatan yang

baik.

2. Penyembuhan dengan meninggalkan cacat

Penyembuhan ini berupa garis-garis berdensitas tinggi/sarang

fibrotik/bintikbintik kapur (sarang kalsiferus). Secara radiologi sarang baru dapat

dinilai sembuh (proses tenang) bila setelah jangka waktu selama sekurang-kurangnya

3 bulan bentuknya sama. Sifat bayangan tidak boleh bercak-bercak, awan atau lubang,

melainkan garis-garis / bintik-bintik kapur.

· Perburukan (perluasan) penyakit5

1. Pleuritis

36

Page 28: Tinjauan Pustaka Tb Paru

Pleuritis terjadi karena meluasnya infiltrat primer langsung ke pleura atau melalui

penyebaran hematogen.

2. Penyebaran milier

Akibat penyebaran hematogen tampak sarang-sarang sekecil 1 – 2 mm /

sebesar kepala jarum (milium), tersebar secara merata di kedua belah paru. Pada foto,

toraks tuberkulosis miliaris ini dapat menyerupai gambaran ‘badai kabut’ (snow storm

appearance). Penyebaran seperti ini juga dapat terjadi ke ginjal, tulang, sendi, selaput

otak (meningen), dsb.

3. Stenosis bronkus

Stenosis bronkus dengan akibat atelektasis lobus atau segmen paru yang

bersangkutan, sering menduduki lobus kanan (sindroma lobus medius).

37

Page 29: Tinjauan Pustaka Tb Paru

4. Timbulnya lubang (kavitas)

Timbulnya lubang ini akibat melunaknya sarang keju. Dinding lubang sering

tipis berbatas licin, tetapi mungkin pula tebal berbatas tidak licin. Di dalamnya

mungkin terlihat cairan, yang biasanya sedikit. Lubang kecil dikelilingi oleh jaringan

fibrotik dan bersifat tidak berubah-ubah pada pemeriksaan berkala ulang (follow-up)

dinamakan lubang sisa (residual cavity) dan berarti suatu proses spesifik lama yang

sudah tenang.

2.7 Komplikasi

38

Page 30: Tinjauan Pustaka Tb Paru

Baik tuberkulosis primer maupun post-primer memiliki kemungkinan untuk

memburuk bila tidak ditangani dengan tepat. Komplikasi terjadi karena penyebaran

penyakit yang dapat secara hematogen, limfogen maupun perkontinuitatum.

Komplikasi dapat terjadi lokal yaitu di organ paru itu sendiri maupun di organ lain

(otak, tulang, kulit, dsb). Komplikasi pada paru yang sering terjadi adalah tuberkulosis

milier dan tuberkuloma.6

Tuberkulosis milier

Merupakan penyebaran basil tuberkulosis secara hematogen, yang dapat menyebar ke

paru maupun organ lain. Pada paru akan memberi gambaran perselubungan (putih) di

seluruh lapangan paru dengan bentuk (bulat) dan ukuran yang sama. Begitu pula pada

pemeriksaan CT-Thorax akan memberi gambaran putih bulat dengan ukuran kecil

(milier) yang tersebar merata di seluruh potongan paru. Keadaan ini lebih sering

ditemukan pada anak dan pasien dengan gangguan fungsi sistem imun (pasien dengan

HIV/AIDS).

Tuberkuloma

Pada pemeriksaan radiologis akan memberi gambaran putih berbentuk bulat

maupun oval dengan ukuran kira-kira 4 cm atau lebih (nodul). Batas tegas, biasanya

timbul pada daerah predileksi kelaina radiologis berupa konsolidasi pada paru.

Gambaran radiologis ini menyerupai massa pada parenkim paru (coin lessions),

namun dapat dilihat adanya kelainan radiologis lain yang merupakan tanda adanya

proses infeksi tuberkulosis, dan pada massa akan terdapat kalsifikasi sentral.

Complications of childhood TB causing recurrent hemoptysis in a young black man. (a) Detailed

radiographic view obtained when the patient was 28 years old shows a cavity (arrows) in the left

upper lobe. (b) Eleven years later, detailed radiographic view shows development of a nodule

(arrows) in the cavity.

39

Page 31: Tinjauan Pustaka Tb Paru

2.8 Diagnosa Banding

Dalam diagnostik diferensial tuberkulosis paru dapat disebut berbagai

penyakit dan keadaan berikut : Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh jamur

(fungus) seperti aspergillosis dan nocardiasis tidak jarang ditemukan pada para petani

yang bekerja di ladang.6

Kelainan-kelainan radiologik yang ditemukan pada ketiga penyakit jamur di atas

mirip sekali dengan yang disebabkan oleh tuberkulosis, yaitu hampir semua

berkedudukan di lapangan atas dan disertai oleh pembentukan lubang (kavitasi).

Perbedaannya ialah, bahwa pada penyakit-penyakit jamur ini pada pemeriksaan

sepintas lalu terlihat bayangan bulat agak besar yang dinamakan aspergilloma, yang

pada pemeriksaan lebih teliti, biasanya dengan tomogram, ternyata adalah suatu

lubang besar berisi bayangan bulat, yang sering dapat bergerak bebas dalam lubang

tersebut. Bayangan bulat ini yang dinamakan bola jamur (fungus ball) adalah tidak

lain daripada massa mycelia yang mengisi suatu bronkus.6

Penyakit yang dapat disalahtafsirkan sebagai sarang-sarang tuberkulosis paru

karena berbentuk bercak-bercak dan berkedudukan di lapangan atas adalah infiltrat

pneumonia lobaris lobus atas dalam masa resolusi . kepastian mudah diperoleh karena

bercak-bercak tersebut cepat menghilang sama sekali dengan pengobatan yang baik. 6

Hal-hal yang menyerupai lubang dan dapat disalahtafsirkan sebagai kavitas

tuberkulosis antara lain adalah : kelainan bawaan (anomali) iga, bronkus ortograd

superposisi bagian lateral muskulus sternokleidomastoidens dengan bagian medial iga

pertama, dan fossa rhomboidea, yaitu ujung anterior iga pertama.

Aspergillosis / Angioinvasive / Lung ball

Angioinvasive aspergillosis in a neutropenic patient receiving chemotherapy. Bilateral solid lung

nodules when the patient is neutropenic (image on left). When the neutropenia is corrected the nodules

cavitate (middle image), note peripheral crescents of gas . The image on right shows lung ball (large

arrows) and crescentic air (small arrrows).

40

Page 32: Tinjauan Pustaka Tb Paru

Gambar 2.2 Alur Diagnosa TB Paru

41

Suspek TB Paru

Pemeriksaan dahak mikroskopis - Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS)

Hasil BTA

+ + +

+ + -

Hasil BTA

+ - -

Hasil BTA

_ _ _

Antibiotik Non-OAT

Foto toraks dan pertimbangan dokter

Tidak ada perbaikan Ada perbaikan

Pemeriksaan dahak mikroskopis

Hasil BTA

+ + +

+ + -

Hasil BTA

+ - -

Foto toraks dan pertimbangan

dokter

TB BUKAN TB

Page 33: Tinjauan Pustaka Tb Paru

2.1.8. Penatalaksanaan

1. Tujuan Pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya

resistensi kuman terhadap OAT (Depkes, 2009).

Berdasarkan Pedoman Penanggulangan TB (Depkes, 2009), dalam pengobatan TB

digunakan OAT dengan jenis, sifat dan dosis sebagaimana pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Jenis, sifat dan dosis OAT

Jenis OAT SifatDosis yang direkomendasikan

(mg/kg)Harian 3x seminggu

Isoniazid (H) Bakterisid 5(4-6)

10(8-12)

Rifampicin (R) Bakterisid 10(8-12)

10(8-12)

Pyrazinamid (Z) Bakterisid 25(20-30)

35(30-40)

Streptomycin (S) Bakterisid 15(12-18)

-

Ethambutol (E) Bakteriostatik 15(15-20)

30(20-35)

Sumber : Depkes, 2009

2. Prinsip pengobatan

Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut: (Depkes, 2009)

1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah

cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.

2. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis

Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

42

Page 34: Tinjauan Pustaka Tb Paru

3. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung

(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat

(PMO).

4. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan lanjutan.

a. Tahap awal (intensif)

a) Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu

diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

b) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya

pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

c) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)

dalam 2 bulan.

b. Tahap Lanjutan

a) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun

dalam jangka waktu yang lebih lama

b) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga

mencegah terjadinya kekambuhan

3. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia berdasarkan Pedoman Penanggulangan

TB (Depkes, 2009) sebagai berikut:

a. WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung

Disease) merekomendasikan paduan OAT standar, yaitu :

Kategori 1 :

a) 2HRZE/4H3R3

43

Page 35: Tinjauan Pustaka Tb Paru

b) 2HRZE/4HR

c) 2HRZE/6HE

Kategori 2 :

a) 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

b) 2HRZES/HRZE/5HRE

Kategori 3 :

a) 2HRZ/4H3R3

b) 2HRZ/4HR

c) 2HRZ/6HE

b. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB di

Indonesia:

a) Kategori 1 : 2HRZE/4(HR)3.

b) Kategori 2 : 2HRZES/(HRZE)/5(HR)3E3.

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan OAT Sisipan : HRZE

c. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa

obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT. Tablet OAT KDT ini terdiri dari

kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan

berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.

Paduan Obat Anti TB (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk

memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)

pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1)

masa pengobatan. Kombinasi Dosis Tetap (KDT) mempunyai beberapa

keuntungan dalam pengobatan TB:

a) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin

efektifitas obat dan mengurangi efek samping.

44

Page 36: Tinjauan Pustaka Tb Paru

b) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya

resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.

c) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat

menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan.

4. Paduan OAT dan peruntukannya.

A. Paduan OAT dan peruntukannya berdasarkan Pedoman Penanggulangan TB

(Depkes, 2009)

a. Kategori-1

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

a) Pasien baru TB paru BTA positif.

b) Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

c) Pasien TB ekstra paru

Dosis yang digunakan untuk paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3

sebagaimana dalam Tabel 2.2

Tabel 2.2 Dosis paduan OAT KDT Kategori 1Berat Badan

Tahap Intensiftiap hari selama 56 hari RHZE

(150/75/400/275)

Tahap Lanjutan3 kali seminggu selama 16 minggu

RH (150/150)30-37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT38-54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT55-70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT

Sumber : Depkes, 2009

b. Kategori -2

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati

sebelumnya:

a) Pasien kambuh

45

Page 37: Tinjauan Pustaka Tb Paru

b) Pasien gagal

c) Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Dosis yang digunakan untuk paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/

5(HR)3E3 sebagaimana dalam Tabel 2.3

Tabel 2.3 Dosis paduan OAT KDT Kategori 2

BeratBadan

Tahap Intensiftiap hari

RHZE (150/75/400/275)+S

Tahap Lanjutan3 kali semingguRH (150/150) +

E (400)Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu

30-37 kg 2 tab 4 KDT + 500mg Streptomisin inj.

2 tab 4 KDT2 tab 2KDT + 2 tab Etambutol

38-54 kg 3 tab 4 KDT + 750mg Streptomisin inj.

3 tab 4 KDT3 tab 2KDT + 3 tab Etambutol

55-70 kg 4 tab 4 KDT + 1000mg Streptomisin inj.

4 tab 4 KDT4 tab 2KDT + 4 tab Etambutol

≥ 71 kg 5 tab 4 KDT + 1000mg Streptomisin inj.

5 tab 4 KDT5 tab 2KDT + 5 tab Etambutol

Sumber : Depkes, 2009

c. OAT Sisipan (HRZE)

Paduan OAT ini diberikan kepada pasien BTA positif yang pada akhir pengobatan

intensif masih tetap BTA positif.

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori

1 yang diberikan selama sebulan (28 hari) sebagaimana dalam Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Dosis KDT Sisipan : (HRZE)Berat Badan Tahap Intensiftiap hari selama 28 hari

RHZE(150/75/400/275)30-37 kg 2 tablet 4 KDT38-54 kg 3 tablet 4 KDT55-70 kg 4 tablet 4 KDT≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT

Sumber : Depkes, 2009

46

Page 38: Tinjauan Pustaka Tb Paru

B. Paduan resimen pengobatan standar berdasarkan WHO

WHO telah menetapkan resimen pengobatan standar yang membagi pasien

menjadi empat kategori pengobatan standar yang membagi pasien menjadi empat

kategori berbeda (Tabel 2.5).

Tabel 2.5 Resimen Pengobatan Berdasar WHO

Kategori Pasien TBResimen Pengobatan

Fase AwalFase

Lanjutan1 TBP sputum BTA

positif baru, bentuk TBP berat, TB ekstra paru (berat), TBP BTA-negatif

2 SHRZ (EHRZ)2 SHRZ (EHRZ)2 SHRZ (EHRZ)

6 HE4 HR4H3R3

2 RelapsKegagalan pengobatanKembali ke default

2 SHZE/1 HRZE2 SHZE/1 HRZE

5H3R3E35HRE

3 TBP sputum BTA negatif, TB ekstra paru (menengah-berat)

2 HRZ atau 2 H3R3Z32 HRZ atau 2 H3R3Z32 HRZ atau 2 H3R3Z3

6 HE2 HR/4H2H3R3/4H

4 Kasus kronis (masih BTA positif setelah pengobatan ulang yang disupervisi)

Tidak dapat diaplikasikan (mempertimbangkan menggunakan obat-obatan barisan kedua)

Sumber : WHO, 1997

Keterangan Lengkap

a. Kategori 1

Pasien tuberkulosis paru (TBP) dengan sputum BTA positif dan kasus baru, TBP

lainnya dalam keadaan TB berat, seperti meningitis tuberkulosis, miliaris, perikarditis,

peritonitis, pleuritis massif atau bilateral, spondilitis dengan gangguan neurologis,

sputum BTA negatif tetapi kelainan di paru luas, tuberculosis usus dan saluran kemih.

Pengobatan fase inisial resimennya terdiri dari 2 HRZS (E), setiap hari selama dua

bulan. Sputum BTA awal yang positif setelah dua bulan diharapkan menjadi negatif,

dan kemudian dilanjutkan ke fase lanjutan 4HR atau 4H3R3 atau 6HE. Apabila

47

Page 39: Tinjauan Pustaka Tb Paru

sputum BTA masih tetap positif setelah dua bulan, fase intensif diperpanjang dengan

4 minggu lagi, tanpa melihat apakah sputum sudah negatif atau tidak (WHO, 1997).

b. Kategori 2

Pasien kasus kambuh atau gagal dengan sputum BTA positif. Pengobatan fase

inisiasi terdiri dari 2HRZES/1HRZE, yaitu R dengan H, Z, E setiap hari selama 3

bulan, ditambahkan dengan S selama 2 bulan pertama. Apabila sputum BTA menjadi

negatif, fase lanjutan bisa segera dimulai. Apabila sputum BTA masih positif pada

minggu ke-12, fase inisial dengan 4 obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila kahir bulan ke-

4 sputum BTA masih positif, semua obat dihentkan selama 2-3 hari dan dilakukan

kultur sputum untuk uji kepekaan obat dilanjutkan memakai resimen fase lanjutan

yaitu 5H3R3E3 atau 5HRE (WHO, 1997).

c. Kategori 3

Pasien TBP dengan sputum BTA negatif tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus

ekstra pulmonal (selain dari kategori 1). Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ

atau 2H3R3E3Z3, yang diteruskan dengan fase lanjutan 2HR atau H3R3 (WHO,

1997).

d. Kategori 4

Tuberkulosis kronik. Pada pasien ini mungkin mengalami resistensi ganda,

sputumnya harus dikultur dan uji kepekaan obat. Untuk seumur hidup diberi H saja

(WHO) atau sesuai rekomendasi WHO untuk pengobatan TB resistensi ganda

(multidrugs resistant tuberculosis= MDR-TB) (WHO, 1997).

5. Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB

Pemantaun dan hasil pengobatan TB berdasarkan Pedoman Penanggulangan TB

(Depkes, 2009) sebagai berikut :

48

Page 40: Tinjauan Pustaka Tb Paru

a. Pemantauan kemajuan pengobatan TB

Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan

pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis.

Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen

sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2

spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil

pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif. Tindak lanjut hasil pemeriksaan

ulang dahak mikroskopis sebagaimana tercantum dalam Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Ulang DahakTipe

Pasien TBUraian Hasil BTA Tindak Lanjut

Pasien baru BTA positif dengan pengobatan kategori 1

Akhir tahap intensif

Negatif Tahap lanjutan dimulai

Positif

Dilanjutkan dengan OAT sisipan selama 1 bulan. Jika setelah sisipan masih tetap positif, tahap lanjutan tetap diberikan

Sebulan sebelum akhir

pengobatan

Negatif OAT dilanjutkan

PositifGagal, ganti dengan OAT kategori 2 mulai dari awal

Akhir pengobatan

Negatif dan minimal satu pemeriksaan

sebelumnya negativeSembuh

PositifGagal, ganti dengan OAT kategori 2 mulai dari awal

Pasien baru BTA neg & foto toraks mendukung TB dengan pengobatan kategori 1

Akhir intensif

Negatif

Berikan pengobatan tahap lanjutan sampai selesai, kemudian pasien dinyatakan pengobatan lengkap.

PositifGanti dengan OAT kategori 2 mulai dari awal

Pasien BTA positif dengan pengobatan kategori 2

Akhir intensif

NegatifTeruskan pengobatan dengan tahap lanjutan

Positif

Beri sisipan 1 bulan. Jika setelah sisipan masih positif, teruskan pengobatan tahap lanjutan. Jika ada fasilitas rujuk untuk uji kepekaan

Sebulan sebelum akhir

pengobatan

NegatifLanjutkan pengobatan hingga selesai

Positif Pengobatan gagal, disebut

49

Page 41: Tinjauan Pustaka Tb Paru

kasus kronik, bila mungkin lakukan uji kepekaan obat, bila tidak rujuk ke unit pelayanan spesialistik.

Akhir pengobatan

Negatif Sembuh

Positif

Pengobatan gagal, disebut kasus kronik, bila mungkin lakukan uji kepekaan obat, bila tidak rujuk ke unit pelayanan spesialistik.

Sumber : Depkes, 2009

b. Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif

Sembuh

Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan

ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada Akhir Pengobatan (AP) dan minimal

satu pemeriksaan follow-up sebelumnya negatif.

Pengobatan Lengkap

Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi

tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.

Meninggal

Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebabapapun.

Pindah

Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan

hasil pengobatannya tidak diketahui.

Default (Putus berobat)

Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum

masa pengobatannya selesai.

Gagal

50

Page 42: Tinjauan Pustaka Tb Paru

Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi

positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

1.1.9. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB Paru

Penapisan kelompok beresiko tinggi adalah tugas penting departemen kesehatan

lokal. Tujuan mendeteksi dini seseorang dengan infeksi TB adalah untuk

mengidentifikasi siapa saja yang akan memperoleh terapi untuk menghentikan

perkembangan TB yang aktif secara klinis. Hal ini tidak hanya untuk seseorang yang

telah terinfeksi namun juga untuk masyarakat pada umumnya. Karena itu, penduduk

yang sangat berisiko terkena TB harus dapat diidentifikasi. Eradikasi TB meliputi

penggabungan kemoterapi yang efektif, identifikasi kontak dan kasus serta tindak

lanjut yang tepat, penanganan orang yang terpajan pada pasien dengan TB infeksius,

dan terapi kemoprofilaktik pada kelompok-kelompok populasi yang beresiko tinggi

(Price, 2006).

Sedangkan bagi setiap pasien TB paru sendiri dapat dilakukan edukasi diantaranya :

(CDC, 2012)

a. Menjelaskan bahwa batuk berdahak yang dirasakan berasal dari gangguan paru

dan kekhawatiran mengenai komplikasi penyakitnya dapat di cegah bila pasien

berobat dan kontrol secara teratur, dan tidak putus obat untuk mencegah terjadinya

resistense terhadap OAT.

b. Edukasi bahaya dari perilaku self-medication terhadap kesehatan.

c. Edukasi tentang pentingnya ventilasi dan pencahayaan yang baik untuk

menciptakan rumah yang sehat, penggunaan masker dan kamar terpisah.

51