TINJAUAN PUSTAKA Hewan Percobaan Tikus (Rattus norvegicus · digunakan sebagai hewan percobaan,...

14
TINJAUAN PUSTAKA Hewan Percobaan Tikus (Rattus norvegicus) Hewan percobaan atau hewan laboratorium adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik. Penggunaan hewan percobaan untuk penelitian banyak dilakukan di bidang fisiologi, farmakologi, biokimia, patologi, dan komparatif zoologi. Di bidang ilmu kedokteran selain untuk penelitian, hewan percobaan juga sering digunakan sebagai keperluan diagnostik. Berbagai jenis hewan yang umum digunakan sebagai hewan percobaan, yaitu mencit, tikus, marmut, kelinci, hamster, unggas, kambing, domba, sapi, kerbau, kuda, dan simpanse (Malole dan Pramono 1989). Penggunaan hewan percobaan untuk pengujian secara in vivo biasanya menunjukkan hasil deviasi yang besar dibandingkan dengan percobaan in vitro, karena adanya variasi biologis. Supaya variasi tersebut minimal, hewan-hewan yang mempunyai spesies yang sama atau strain yang sama, usia yang sama, dan jenis kelamin yang sama, dipelihara pada kondisi yang sama pula (Malole dan Pramono 1989). Hewan percobaan yang umum digunakan dalam penelitian ilmiah adalah tikus. Tikus (Rattus norvegicus) telah diketahui sifat-sifatnya secara sempurna, mudah dipelihara, dan merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk berbagai penelitian. Ciri-ciri morfologi Rattus norvegicus antara lain memiliki berat 150-600 gram, hidung tumpul dan badan besar dengan panjang 18-25 cm, kepala dan badan lebih pendek dari ekornya, serta telinga relatif kecil dan tidak lebih dari 20-23 mm (Depkes 2011). Terdapat tiga galur atau varietas tikus yang memiliki kekhususan tertentu yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan yaitu galur Sprague dawley berwarna albino putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang dari badannya, galur Wistar ditandai dengan kepala besar dan ekor yang lebih pendek, dan galur Long evans yang lebih kecil daripada tikus putih dan memiliki warna hitam pada kepala dan tubuh bagian depan (Malole dan Pramono 1989). Tikus yang

Transcript of TINJAUAN PUSTAKA Hewan Percobaan Tikus (Rattus norvegicus · digunakan sebagai hewan percobaan,...

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA Hewan Percobaan Tikus (Rattus norvegicus · digunakan sebagai hewan percobaan, yaitu mencit, tikus, marmut, kelinci, ... hamster, unggas, kambing, domba, sapi, kerbau,

TINJAUAN PUSTAKA

Hewan Percobaan Tikus (Rattus norvegicus)

Hewan percobaan atau hewan laboratorium adalah hewan yang sengaja

dipelihara dan diternakan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari

dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau

pengamatan laboratorik. Penggunaan hewan percobaan untuk penelitian banyak

dilakukan di bidang fisiologi, farmakologi, biokimia, patologi, dan komparatif

zoologi. Di bidang ilmu kedokteran selain untuk penelitian, hewan percobaan juga

sering digunakan sebagai keperluan diagnostik. Berbagai jenis hewan yang umum

digunakan sebagai hewan percobaan, yaitu mencit, tikus, marmut, kelinci,

hamster, unggas, kambing, domba, sapi, kerbau, kuda, dan simpanse (Malole dan

Pramono 1989).

Penggunaan hewan percobaan untuk pengujian secara in vivo biasanya

menunjukkan hasil deviasi yang besar dibandingkan dengan percobaan in vitro,

karena adanya variasi biologis. Supaya variasi tersebut minimal, hewan-hewan

yang mempunyai spesies yang sama atau strain yang sama, usia yang sama, dan

jenis kelamin yang sama, dipelihara pada kondisi yang sama pula (Malole dan

Pramono 1989).

Hewan percobaan yang umum digunakan dalam penelitian ilmiah adalah

tikus. Tikus (Rattus norvegicus) telah diketahui sifat-sifatnya secara sempurna,

mudah dipelihara, dan merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk

berbagai penelitian. Ciri-ciri morfologi Rattus norvegicus antara lain memiliki

berat 150-600 gram, hidung tumpul dan badan besar dengan panjang 18-25 cm,

kepala dan badan lebih pendek dari ekornya, serta telinga relatif kecil dan tidak

lebih dari 20-23 mm (Depkes 2011).

Terdapat tiga galur atau varietas tikus yang memiliki kekhususan tertentu

yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan yaitu galur Sprague dawley

berwarna albino putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang dari badannya,

galur Wistar ditandai dengan kepala besar dan ekor yang lebih pendek, dan galur

Long evans yang lebih kecil daripada tikus putih dan memiliki warna hitam pada

kepala dan tubuh bagian depan (Malole dan Pramono 1989). Tikus yang

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA Hewan Percobaan Tikus (Rattus norvegicus · digunakan sebagai hewan percobaan, yaitu mencit, tikus, marmut, kelinci, ... hamster, unggas, kambing, domba, sapi, kerbau,

5

 

digunakan dalam penelitian adalah galur Sprague Dawley berjenis kelamin jantan

berumur kurang lebih 2 bulan. Tikus Sprague Dawley dengan jenis kelamin betina

tidak digunakan karena kondisi hormonal yang sangat berfluktuasi pada saat

mulai beranjak dewasa, sehingga dikhawatirkan akan memberikan respon yang

berbeda dan dapat mempengaruhi hasil penelitian (Kesenja 2005). Tikus putih

galur ini mempunyai daya tahan terhadap penyakit dan cukup agresif

dibandingkan dengan galur lainnya (Harkness dan Wagner 1983).

Menurut Besselsen (2004) dan Depkes (2011) taksonomi tikus adalah:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Subkelas : Theria

Ordo : Rodensia

Subordo : Sciurognathi

Famili : Muridae

Subfamili : Murinae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

Ada dua sifat utama yang membedakan tikus dengan hewan percobaan

lainnya, yaitu tikus tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim

pada tempat bermuara esofagus ke dalam lambung sehingga mempermudah

proses pencekokan perlakuan menggunakan sonde lambung, dan tidak

mempunyai kandung empedu (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Selain itu, tikus

hanya mempunyai kelenjar keringat di telapak kaki. Ekor tikus menjadi bagian

badan yang paling penting untuk mengurangi panas tubuh. Mekanisme

perlindungan lain adalah tikus akan mengeluarkan banyak ludah dan menutupi

bulunya dengan ludah tersebut (Sirois 2005). Skematis sistem saluran pencernaan

tikus dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA Hewan Percobaan Tikus (Rattus norvegicus · digunakan sebagai hewan percobaan, yaitu mencit, tikus, marmut, kelinci, ... hamster, unggas, kambing, domba, sapi, kerbau,

6

 

Gambar 1 Sistem Saluran Pencernaan Tikus (Anonim 2010).

Pertumbuhan dan perkembangan tubuh tikus tergantung pada efisiensi

makanan yang diberikan dan juga sangat dipengaruhi oleh metabolisme basal

tubuh tikus itu sendiri (Robinson 1972). Beberapa faktor penting yang dapat

meningkatkan metabolisme basal tubuh hewan adalah suhu lingkungan, jenis

kelamin, umur, keadaan psikologis hewan, dan suhu badan (Ganong 1999).

Usus Halus

Usus halus terdiri dari duodenum, jejunum, dan ileum. Duodenum pada

manusia memiliki panjang sekitar 25 cm terikat erat pada dinding dorsal abdomen

dan sebagian besar terlatak retroperitoneal. Jalannya berbentuk seperti huruf C

yang mengitari pankreas dan ujung distalnya menyatu dengan jejunum yang

terikat pada dinding dorsal rongga melalui mesenterium. Jejunum dapat bergerak

bebas pada mesenteriumnya dan merupakan dua-perlima bagian proksimal usus

halus. Sedangkan ileum merupakan sisa tiga-perlimanya. Dinding usus halus

terdiri atas empat lapis konsentris yaitu mukosa, submukosa, muskularis, dan

serosa (Leeson et al. 1996) (Gambar 2).

Lapisan mukosa terdiri dari lamina epitel, lamina propia, dan muskularis

mukosa. Bentuk mukosa tersusun dari tonjolan berbentuk jari yang disebut vili

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA Hewan Percobaan Tikus (Rattus norvegicus · digunakan sebagai hewan percobaan, yaitu mencit, tikus, marmut, kelinci, ... hamster, unggas, kambing, domba, sapi, kerbau,

7

 

yang digunakan untuk memperluas permukaan. Pada permukaan epitel vili

terdapat mikrovili yang dapat meningkatkan efisiensi penyerapan nutrisi. Pada

usus halus juga terdapat sel goblet yang menghasilkan mukus sebagai pelindung

mukosa usus (Colville dan Joanna 2002).

Membran mukosa adalah lingkungan yang unik dimana banyak spesies

mikroorganisme yang berbeda dapat hidup dan berekspresi. Terdapat 1014

mikroorganisme dari 200 spesies, 40-50 genus hidup pada permukaan tersebut,

dan 99% dari populasi mikroorganisme pada membran mukosa terjadi di bagian

distal usus halus dan di bagian proksimal kolon (Herich dan Levkut 2002).

Membran mukosa dalam suatu tubuh berkontak langsung dengan lingkungan

luar dan membran mukosa juga terkolonisasi oleh mikroorganisme yang berbeda

dalam jumlah yang besar. Permukaan mukosa dilindungi oleh banyak mekanisme

pertahanan yang memastikan perlindungan yang efektif dengan memproduksi

imunoglobulin A (IgA), mukus, dan kriptoprotektif peptida. Mikroorganisme

dapat mempengaruhi struktur mukosa, fungsi, dan perkembangan sistem imun

(Herich dan Levkut 2002).

Gambar 2 Histologi usus halus yang menunjukkan vili dan lapisan mukosa

(Sahaja 2008).

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA Hewan Percobaan Tikus (Rattus norvegicus · digunakan sebagai hewan percobaan, yaitu mencit, tikus, marmut, kelinci, ... hamster, unggas, kambing, domba, sapi, kerbau,

8

 

Fungsional epitel usus tergantung pada populasi mikroorganisme di dalam

usus, masuknya mikroorganisme patogen, penyusun yang merugikan dalam lumen

usus, dan mukosa usus yang terpapar antigen. Secara fisiologis bahwa populasi

mikroorganisme normal terdapat dalam usus. Pada manusia sehat, berisi 0-103

cfu/ml dalam perut, 0-105 cfu/ml pada jejunum, 103-109 cfu/ml pada ileum, dan

1010-1012 cfu/ml di usus (Hao dan Lee 2004).

Mikroorganisme usus berfungsi sebagai aktivitas metabolik yang mampu

menyimpan energi dan nutrisi yang dibutuhkan oleh epitel usus, serta

perlindungan terhadap serangan mikroorganisme yang merugikan.

Mikroorganisme normal yang ada di saluran pencernaan dapat mencegah

pertumbuhan yang berlebihan dari mikroorganisme patogen dalam saluran

pencernaan (Harish dan Varghese 2006).

Kemampuan saluran pencernaan untuk mencerna makanan tergantung pada

aktivitas mikroorganisme. Mikroorganisme indigenus suatu waktu akan

menyebabkan infeksi pada saluran pencernaan (Berg 1996). Apabila aktivitas

mikroorganisme dalam usus halus berubah akibat hadirnya mikroorganisme

patogen seperti E. coli dan Sallmonela sp., sehingga proses pencernaan menjadi

terganggu (Berg 1996). Hal ini karena keseimbangan jumlah dan jenis

mikroorganisme pada usus halus sangat mempengaruhi kesehatan. Lactobacillus

dan Bifidobacterium secara umum merupakan mikroorganisme nonpatogen yang

secara alami ada di dalam usus (Weizman et al. 2005).

Escherichia coli

Suwito (2010) menglasifikasikan E. coli berdasarkan ciri khusus dari sifat-

sifat virulensinya dan setiap kelompok menimbulkan penyakit melalui mekanisme

yang berbeda, yaitu Enteropathogenik E. coli (EPEC), Enterotoksigenik E. coli

(ETEC), Enterohemorrhagi E. coli (EHEC), Enteroagregative E. coli (EAEC), dan

Enteroinvasif E. coli (EIEC). Perbedaan gejala klinis, epidemiologi, dan faktor

virulensi di antara kelompok E. coli tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA Hewan Percobaan Tikus (Rattus norvegicus · digunakan sebagai hewan percobaan, yaitu mencit, tikus, marmut, kelinci, ... hamster, unggas, kambing, domba, sapi, kerbau,

9

 

Tabel 1 Gejala klinis, epidemiologi, dan faktor virulensi dari berbagai galur E. coli (Suwito 2010)

Strain Gejala klinis Epidemiologi Faktor virulensi

EPEC Diare berair Pada anak-anak

Melekat pada

mukosa usus dan

merusak vili-vili

usus

EHEC

Diare berair,

hemoragik

kolitis,

hemolitik

uremik sindrom

Food born, water

borne Shiga like toxin

ETEC Diare berair Traveler diare

Pili, heat labile dan

heat stable

enterotoksin

EAEC Diare berlendir Pada anak-anak Pili, sitotoksin

EIEC Disentri, diare

berair Food borne Seluler invasif

Enterotoksin akan mempengaruhi sekresi cairan saluran pencernaan. Pada

saluran pencernaan manusia, EPEC akan menyebakan atrofi dan nekrosis usus.

Pada anak-anak, EPEC menyebabkan diare, sedangkan EHEC akan membentuk

koloni pada saluran pencernaan sehingga mengakibatkan pendarahan dan

terjadinya atrofi mikrovili sel-sel epitel usus (Suwito 2010; Clarke et al. 2002).

EPEC melekat pada sel mukosa yang kecil dan menimbulkan kerusakan pada

epitel melalui pembentukan mikrokoloni yang ditunjukkan dengan perlekatan

yang terlokalisasi (Savkovic et al. 2005). Selain itu, pada dosis 105 – 1010 sel

EPEC dapat menyebabkan diare yang durasinya kurang lebih lima hari (Janda dan

Abbot 2006; Lodes et al. 2004).

EPEC adalah salah satu mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan

lesi attaching dan effacing (A/E) pada sel usus. Ciri dari patogen A/E adalah

terletak pada tumpuannya di permukaan sel epitel inang dan menyebabkan

kerusakan pada mikrofili usus. EPEC melekat dan berkolonisasi pada epitel

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA Hewan Percobaan Tikus (Rattus norvegicus · digunakan sebagai hewan percobaan, yaitu mencit, tikus, marmut, kelinci, ... hamster, unggas, kambing, domba, sapi, kerbau,

10

 

mukosa deodenum dan proksimal jejunum. EPEC menimbulkan kerusakan pada

epitel jejunum melalui pembentukan mikrokoloni yang ditunjukkan dengan

pelekatan yang terlokalisasi (Moat et al. 2002).

Infeksi EPEC pada sel epitel dapat dilihat pada Gambar 3. EPEC pada sel

epitel membentuk perlekatan dan tidak memperlihatkan adanya lesio. Awal

penyerangan EPEC pada sel epitel diperantarai adanya bundle-forming pilus

(BFP) yang merupakan suatu fimbria tipe IV yang terlibat dalam virulensi,

autoagregasi, dan perlekatan lokal bakteri ke sel inang (Blank dan Donnenberg

2001). Setelah perlekatan awal terjadi, mikrovili terganggu dan EPEC

mengeluarkan beberapa faktor virulensi dan mensekresikan reseptor Tir

(translicated intimin receptor) ke dalam sel inang. EPEC mengikat Tir melalui

membran luar protein, intimin. Sinyal transduksi terjadi di dalam sel inang,

termasuk aktivasi protein kinase C (PKC), inositol triphosphat (IP3), dan

pelepasan Ca2+. Beberapa protein sitoskeleton termasuk aktin, menjadi tempat

perlekatan EPEC. Akhirnya, terjadi penyusunan kembali sitoskeletal setelah Tir-

intimin berikatan, dan menghasilkan formasi pedestal-like structure (Lu dan

Walker 2001).

 

Gambar 3 Infeksi EPEC pada sel epitel (Lu dan Walker 2001).

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA Hewan Percobaan Tikus (Rattus norvegicus · digunakan sebagai hewan percobaan, yaitu mencit, tikus, marmut, kelinci, ... hamster, unggas, kambing, domba, sapi, kerbau,

11

 

Prebiotik dan Probiotik

Prebiotik merupakan pangan yang dapat memacu pertumbuhan bakteri

probiotik, agar dapat diperoleh kondisi fisiologis dan metabolik yang dapat

memberikan perlindungan pada saluran pencernaan, khususnya usus halus dan

kolon (Zakaria 2003). Probiotik didefinisikan sebagai bakteri hidup yang

diberikan sebagai suplemen makanan yang mempunyai pengaruh yang

menguntungkan terhadap kesehatan, dengan memperbaiki keseimbangan

mikroflora usus. Efek yang menguntungkan dari bakteri tersebut dapat mencegah

dan mengobati kondisi patologik usus bila bakteri tersebut diberikan secara oral

(Karuniawati 2010; Maurad dan Meriem 2008; Lisal 2005).

Karakteristik probiotik yang diinginkan dari satu strain spesifik adalah

mempunyai kapasitas untuk bertahan hidup, melakukan kolonisasi dan

metabolisme dalam saluran pencernaan, mampu mempertahankan keseimbangan

mikroflora usus, mampu menstimulasi sistem imun, dan bersifat nonpatogen

(Gibson dan Fuller 2000). Efikasi dari beberapa probiotik tergantung dari genus,

spesies dan strain. Tidak semua bakteri tahan asam mempunyai efek probiotik.

Probiotik multipel strain lebih efektif daripada single strain (Cornelius dan Van

2004).

Mekanisme probiotik bersaing dengan mikroorganisme patogen di dalam usus

dapat dilihat pada Gambar 4. Probiotik dapat meningkatkan pertahanan dengan

menduduki usus dalam jumlah besar dan beragam. Hal ini dapat mencegah

kolonisasi mikroorganisme patogen, menghasilkan senyawa antimikroba, asam

lemak jenuh, dan dimodifikasi dengan asam empedu yang dapat menciptakan

lingkungan lumen yang kurang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme patogen,

serta mampu merangsang sistem imun. Penyakit pada usus akan terjadi jika

perkembangan mikrorganisme patogen yang terlalu banyak dan terganggunya

sistem imun (Lu dan Walker 2001).

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA Hewan Percobaan Tikus (Rattus norvegicus · digunakan sebagai hewan percobaan, yaitu mencit, tikus, marmut, kelinci, ... hamster, unggas, kambing, domba, sapi, kerbau,

12

 

Gambar 4 Mekanisme probiotik berkompetisi dengan bakteri patogen (Lu dan

Walker 2001).

Salah satu jenis bakteri yang umum terdapat di daging adalah bakteri asam

laktat (BAL). Arief et al. (2008) melaporkan bahwa BAL golongan Lactobacillus,

Lactococcus, dan Streptococcus dari daging sapi bangsa Peranakan Ongol yang

dijual di berbagai pasar tradisional daerah Bogor mampu bertahan pada kondisi

saluran pencernaan seperti pH saluran pencernaan dan garam empedu, serta

memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri patogen. Kemampuan bakterisidal

terhadap bakteri patogen ini disebabkan bakteri ini mampu menghasilkan senyawa

bioaktif asam laktat, asam asetat, dan senyawa bakteriosin.

Bakteri asam laktat termasuk mikroorganisme probiotik yang berpengaruh

positif terhadap mikroflora di saluran pencernaan. Bakteri asam laktat juga

termasuk kelompok bakteri yang dapat mengeliminasi kerusakan pada saluran

pencernaan dan beberapa gangguan pencernaan berupa inflamasi pada saluran

pencernaan. Jika bakteri asam laktat mampu bertahan lama dalam usus maka akan

menstimulir pergerakan peristaltik di usus, sehingga transit feses akan lebih

singkat. Selain itu, bakteri asam laktat mampu menghambat bakteri patogen

sehingga dapat mencegah terjadinya diare dan infeksi (Gill dan Guarner 2004).

Bakteri asam laktat juga dapat bersifat sebagai imunomodulator untuk

meningkatkan daya tahan tubuh (Erickson dan Hubbard 2000).

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA Hewan Percobaan Tikus (Rattus norvegicus · digunakan sebagai hewan percobaan, yaitu mencit, tikus, marmut, kelinci, ... hamster, unggas, kambing, domba, sapi, kerbau,

13

 

Bakteri asam laktat mampu menstimulasi sistem imun karena adanya senyawa

peptidoglikan dan lipopolisakarida dalam dinding sel (Surono 2004). Bakteri asam

laktat juga merangsang aktivitas sel imun yang spesifik dan nonspesifik. Sistem

imun spesifik dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu sistem imun spesifik

humoral dan sistem imun spesifik seluler. Antibodi yang diproduksi dalam sel

plasma mediasi dari sistem imun spesifik humoral. Sistem imun spesifik seluler

dimediasi oleh limphosit T yang berproliferasi setelah kontak dengan antigen,

produk sitokin, dan menyebabkan aktivitas pada sel kekebalan yang lain (Tizard

2000).

Bakteri asam laktat mampu meningkatkan sistem imun spesifik humoral.

Berdasarkan penelitian bahwa produksi IgA akan meningkat jika mendapatkan

bakteri asam laktat. Pemberian bakteri asam laktat golongan Lactobacillus dapat

memberikan efek kesehatan bagi inang seperti mencegah terjadinya infeksi

saluran pencernaan, meningkatkan respon imun lokal, dan meningkatkan produksi

IgA. Produksi IgA kemudian disekresikan ke lumen usus untuk mencegah

penempelan mikroorganisme patogen seperti, Salmonella typhimurium di mukosa

usus (Isolauri 2001).

L. plantarum merupakan bakteri gram positif yang tidak patogen dan secara

alami terdapat dalam saliva dan saluran pencernaan. L. plantarum merupakan

bakteri asam laktat yang biasa digunakan dalam makanan fermentasi. L.

plantarum mampu bertahan pada kondisi lambung (pH rendah) dan adanya

garam empedu. L. plantarum juga mampu melindungi sel epitel usus terhadap

induksi E. coli (Bixquert 2009). L. plantarum mampu tumbuh dengan baik pada

pH 2-3 dan pada pH antara 4-6.5 terjadi peningkatan populasi (Anukam dan

Koyama 2007). Sedangkan L. fermentum mampu tumbuh baik pada kisaran pH 2-

3 dan garam empedu 0.3-1% (Klayraung et al. 2008).

Imunoglobulin A (IgA)

Sistem imunitas mukosa saluran pencernaan merupakan bagian sistem

imunitas yang penting dan berlawanan sifatnya dari sistem imunitas sistemik.

Sistem imunitas mukosa lebih bersifat menekan imunitas. Hal ini disebabkan oleh

mukosa saluran pencernaan berhubungan langsung dengan lingkungan luar dan

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA Hewan Percobaan Tikus (Rattus norvegicus · digunakan sebagai hewan percobaan, yaitu mencit, tikus, marmut, kelinci, ... hamster, unggas, kambing, domba, sapi, kerbau,

14

 

berhadapan dengan banyak antigen yang terdiri dari mikroorganisme patogen,

antigen makanan, dan virus dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan sistem

imunitas sistemik. Antigen-antigen tersebut dicegah agar tidak menempel mukosa

saluran pencernaan dengan pengikatan oleh IgA, barier fisik dan kimiawi dengan

enzim-enzim yang ada pada mukosa saluran pencernaan. Mamalia memproduksi

IgA dan antibodi lain paling sedikit 80% pada semua sel plasma dan terlokalisasi

pada lamina propria saluran pencernaan (Van et al. 2001).

Imunoglobulin A (IgA) merupakan protein yang dihasilkan oleh sel limfosit B

dan merupakan immunoglobulin utama yang ditemukan pada mukosa. Limfosit B

merupakan limfosit terbesar di temukan di lamina propria yang fungsi efektor

utamanya adalah sekresi antibodi terutama IgA yang berperan mencegah

perlekatan mikroba ke sel epitel usus (Wilson 2005). IgA terdapat di air liur, air

mata, sekresi bronkus, mukosa hidung, cairan prostat, sekresi vagina, dan mukus

dari usus halus sebagai pertahanan primer tubuh. Sekresi IgA tidak menimbulkan

respon inflamasi sehingga sekresi IgA ideal untuk menjaga permukaan mukosa

dari antigen dengan cara mencegah perlekatan antigen pada epitel (Surono 2004)

dan berfungsi melindungi mukosa yang lembut (Yamamato et al. 2004).

Mekanisme pertahanan sistem imun adaptif di permukaan mukosa merupakan

suatu sistem yang diperantarai antibodi IgA sekretori, kelas imunoglobulin

predominan dalam sekresi eksternal manusia. Imunoglobulin ini tahan terhadap

protease sehingga cocok berfungsi pada sekresi mukosa. Induksi IgA melawan

patogen mukosa dan antigen protein terlarut bergantung pada sel T helper.

Perubahan sel B menjadi sel B penghasil IgA dipengaruhi oleh TGF-β dan

iterleukin (IL)10 bersama-sama dengan IL-4. Sel T di mukosa menghasilkan

TGF-β, IL-10 dan IL-4 dalam jumlah yang banyak dan sel epitelial mukosa

menghasilkan TGF-β dan IL-10. Hal tersebut dapat menjadi petunjuk bahwa

maturasi sel B penghasil IgA melibatkan lingkungan mikro mukosa yaitu sel

epitel dan limfosit T (Hamada et al. 2002).

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA Hewan Percobaan Tikus (Rattus norvegicus · digunakan sebagai hewan percobaan, yaitu mencit, tikus, marmut, kelinci, ... hamster, unggas, kambing, domba, sapi, kerbau,

15

 

Imunohistokimia

Kandungan Imunoglobulin A (IgA) pada usus halus dapat dideteksi dengan

menggunakan metode imunohistokimia (Wresdiyati et al. 2006; Ramos-Vara

2005). Imunohistokimia sebagai suatu metode untuk mendeteksi suatu molekul

yang ada di jaringan dengan menggunakan antibodi poliklonal atau monoklonal

terhadap molekul yang akan dideteksi (merupakan reaksi antigen-antibodi) dan

dapat memberikan gambaran kualitatif dan kuantitatif dari intensitas warna yang

terbentuk. Poliklonal antibodi memiliki affinitas dan reaktivitas yang lebih tinggi

dibandingkan dengan monoklonal antibodi, tetapi poliklonal antibodi kurang

spesifik. Teknik imunohistokimia dapat digunakan untuk mempelajari distribusi

enzim yang spesifik pada struktur sel intak (normal/lengkap), mendeteksi

komponen sel, biomakromolekul seperti protein dan karbohidrat (Sofian dan

Kampono 2006).

Prinsip dari teknik imunohistokimia adalah adanya ikatan antigen-antibodi

yang digunakan untuk mendeteksi suatu molekul dalam jaringan. Teknik

immunohistokimia ini menggunakan dua antibodi yaitu antibodi primer dan

antibodi sekunder yang telah dikonjugasi dengan peroksidase. Pada jaringan,

antibodi primer akan berikatan dengan antigen (molekul) jaringan yang dideteksi,

dalam penelitian ini adalah IgA. Prinsip immunohistokimia dengan metode

polimer peroksidase dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Prinsip teknik pewarnaan imunohistokimia (Wresdiyati et al. 2006).

Jaringan usus halus

Antibodi sekunder (K1491) Antibodi primer

(IgA)

Antigen (IgA)

Peroksidase

DAB + H2O2 Endapan coklat + H2O

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA Hewan Percobaan Tikus (Rattus norvegicus · digunakan sebagai hewan percobaan, yaitu mencit, tikus, marmut, kelinci, ... hamster, unggas, kambing, domba, sapi, kerbau,

16

 

Immunoglobulin A (IgA) yang terdapat pada mukosa usus halus dikenal

sebagai antigen. Antibodi primer (anti IgA) berikatan dengan antigen (IgA),

kemudian antibodi sekunder yang telah dikonjugasi peroksidase bereaksi dengan

antibodi primer dan membentuk ikatan antigen-antibodi. Agar IgA dapat

tervisualisasi, perlu dilabel menggunakan kromogen. Pada penelitian ini

menggunakan kromogen DAB (Diaminobenzidine) yang dapat membentuk

endapan warna coklat. DAB tidak larut dalam pelarut organik. Peroksidase yang

terkonjugasi pada antibodi sekunder berfungsi untuk mengkatalis reaksi antara

kromogen (DAB) dan hidrogen peroksida (H2O2) sehingga terbentuk endapan

warna coklat. Warna coklat menunjukkan keberadaan IgA. Semakin tua intensitas

dan semakin luas distribusi warna coklatnya maka semakin banyak kandungan

IgA-nya. Couterstain menggunakan hematoksilin (biru) untuk membentuk kontras

warna agar dapat menghindari kebingungan dengan endapan kromogen (Van

2002).

Penelitian Sebelumnya

Kriteria dasar yang ditetapkan oleh FAO/WHO (2002) serta kesepakatan

internasional mengenai probiotik dipenuhi oleh suatu bakteri asam laktat jika akan

digunakan sebagai probiotik, yaitu kemampuannya untuk bertahan pada kondisi

lambung (pH rendah) dan adanya garam empedu, serta penghambat terhadap

bakteri patogen. Arief et al. (2008) telah melakukan isolasi bakteri asam laktat

golongan Lactobacillus, Lactococcus, dan Streptococcus dari daging sapi bangsa

Peranakan Ongol yang dijual di berbagai pasar tradisional daerah Bogor. BAL

tersebut selanjutnya diuji kemampuannya bertahan pada kondisi sesuai saluran

pencernaan manusia antara lain, pH saluran pencernaan dan garam empedu, serta

aktivitas antimikrobanya terhadap bakteri patogen. Hasil penelitian pendahuluan

tersebut menunjukkan bahwa terdapat 10 jenis bakteri asam laktat isolat indigenus

yang mempunyai kemampuan bertahan pada pH 2 dan pH usus yaitu pada nilai

pH 7.2, serta pada kondisi garam empedu 0.5% sesuai dengan kondisi saluran

pencernaan. Selain itu, bakteri asam laktat tersebut juga mempunyai aktivitas

penghambat yang baik terhadap tiga jenis bakteri patogen yaitu Salmonella

typimurium ATCC 14028, Escherichia coli ATCC 25922 (ETEC), serta

Staphylococcus aureus ATCC 25923.

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA Hewan Percobaan Tikus (Rattus norvegicus · digunakan sebagai hewan percobaan, yaitu mencit, tikus, marmut, kelinci, ... hamster, unggas, kambing, domba, sapi, kerbau,

17

 

Kesepuluh jenis BAL hasil seleksi awal Arief et al. (2008) tersebut adalah

spesies Lactobacillus spp, Lactococcus spp, dan Streptococcus spp. BAL tersebut

mempunyai kemampuan bakterisidal terhadap mikroba patogen karena kedua

bakteri tersebut mampu menghasilkan senyawa bioaktif asam laktat, asam asetat,

serta senyawa bakteriosin. Berdasarkan kriteria dasar probiotik yang dikeluarkan

oleh FAO/WHO (2002), kesepuluh isolat indigenus bakteri asam laktat tersebut

dapat dinyatakan sebagai probiotik.

Untuk mengetahui sifat fungsional lainnya, khususnya sebagai bakteri

probiotik yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri enteropatogenik

penyebab diare, maka kesepuluh isolat indigenus BAL tersebut perlu diuji

kemampuannya. Kemampuan bakterisidal BAL terhadap bakteri enteropatogenik

khususnya EPEC dapat dilakukan baik secara in vivo maupun in vitro. Pengujian

secara in vivo pada hewan percobaan akan menunjukkan hasil yang mendekati

kondisi kejadian sebenarnya baik pada hewan maupun manusia. Astawan et al.

(2009) telah meneliti kemampuan bakterisidal dari 10 jenis isolat BAL terhadap

bakteri Enteropatogenik Escherichia coli (EPEC) secara in vitro. Hasilnya

didapatkan dua spesies BAL yang mempunyai kemampuan terbaik dalam

melawan EPEC, yaitu L. plantarum dan L. fermentum. Kedua bakteri asam laktat

(BAL) inilah yang dipakai dalam penelitian ini.