Membuat Rancangan Percobaan Fisiologi Hewan
-
Upload
syarif-hidayat-amrullah -
Category
Documents
-
view
142 -
download
4
Transcript of Membuat Rancangan Percobaan Fisiologi Hewan
PENGARUH PEMBERIAN KARBON TETRAKLORIDA (CCL4) TERHADAP FUNGSI HATI DAN GINJAL MENCIT (Mus musculus).
KELOMPOK VKELAS B ‘07
JURUSAN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2009
Tugas I : Menbuat Sebuah Rancangan Percobaan
Mata Kuliah : Fisiologi Hewan
Dosen MK : Drs. Adnan, M.S.
Judul : Pengaruh Pemberian Karbon Tetraklorida (CCl4) terhadap Fungsi Hati
dan Ginjal Mencit
Oleh : Kelompok V
Anggota Kelompok:
1. Syarif Hidayat A.
2. Irmayanti
3. Jumriani
4. Lilis Asriani
5. Sartika
6. Asriani
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan biologi merupakan ilmu yang sangat penting karena
mengundang banyak inspirasi. Kini kita semakin dekat dengan era globalisasi dan
menuju pemahaman mengenai bagaimana sel tunggal berkembang menjadi tumbuhan
dan hewan, bagaimana fikiran manusia bekerja dan bagaimana kehidupan yang begitu
beragam di bumi ini. Untuk mahasiswa dan pengajar biologi, tiada masa yang lebih
indah seindah masa ini. Masa ini adalah masa yang paling menantang untuk belajar
biologi.
Mahasiswa yang mendalami ilmu biologi pada zaman ini sangat beruntung
karena kita berada di tempat dan saat yang tepat. Biologi telah melejit sebagai ilmu
sentral. Biologi kini menjadi ilmu penghubung dari semua ilmu alam dan merupakan
persimpangan tersibuk serta mempertemukan ilmu alam dan ilmu social. Biologi
telah menjadi berita sehari-hari. Kemajuan-kemajuan dalam bioteknologi, ilmu
kesehatan, ilmu pertanian dan pengawasan lingkungan hanyalah sebagian kecil dari
kenyataan betapa biologi begitu mempengaruhi kehidupan masyarakat melebihi
masa-masa sebelumnya.
Salah satu materi dalam biologi adalah fisiologi hewan yang mempelajari
tentang peranan dan fungsi alat-alat tubuh (organ) dari suatu makhluk hidup,
khususnya hewan. Untuk mengetahui fungsi suatu alat-alat tubuh, kita harus
mengetahui terlebih dahulu berbagai macam proses yang terjadi di dalam alat atau
organ tubuh itu. Proses yang terjadi dalam alat tubuh merupakan proses kimia dan
fisika yang sangat kompleks. Untuk itu melalui praktikum ini kita akan membuktikan
bagaimana histopatologi hati dan ginjal mencit (Mus musculus) melalui pemberian
tetraklorida (CCl4).
B. Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu
mengetahui histopatologi hati dan ginjal tikus/mencit (Mus musculus) melalui
pemberian karbon tetaklorida (CCl4).
C. Manfaat Praktikum
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai
sumber pengetahuan untuk mahasiswa tentang fisiologi hewan khususnya mamalia.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
Manusia dan mamalia lain memiliki sepasang ginjal yang terletak pada daerah
dorsal (bagian punggung) dan sedikit meluas di bawah tulang. Pada manusia, masing-
masing ginjal terdiri dari sekitar sejuta unit nefron yang masing-masing terdiri dari
satu glomerulus, satu kapsula Bowmann dan tubulus kolektivus. Saluran keluar dari
glomerulus lebih kecil dari tempat masuknya, sehingga darah pada glomeruli akan
menjadi bertekanan tinggi mengalir pada saat memasuki arteri renalis. Pada saat
darah yang bertekanan tinggi mengalir melalui jalur yang berliku-liku pada
glomerulus, banyak cairan yang keluar melalui dinding pembuluh yang tipis menuju
kapsula Bowmann yang bentuknya seperti cangkir. Patikel-partikel padat seperti sel
darah dan protein-protein tertentu terlalu besar untuk dapat melalui dinding
glomerulus ini. Filtat atau hasil saringan yang diterima oleh kapsula Bowmann
mengandung produk metabolik yang berkonsentrasi tinggi, tetapi juga ada sari
makanan yang baik, misalnya air, garam-garam dan nutrient lain. Sehingga pada saat
filtrate mengalir melalui tubulus menuju ke kandung kemih, pembuluh darah akan
terus menahan filtrate pada tubulus dan lengkung Henle dan menyerap kembali
produk-produk yang masih bermanfaat melaui difusi dan transport aktif serta
membiarkan urea dan sejumlah air untuk berlanjut melewati tubulus (Tim Kurikulum
Unhas, 2007).
Pada mamalia, ginjal adalah sepasanag organ berbentuk biji kacang merah.
Darah memasuki masing-masing ginjal melalui artei renalis dan meninggalkan
masing-masing ginjal melalui vena renalis. Meskipun ginjal manusia hanya meliputi
sekitar 1% bobot tubuh, ginjal menerima sekitar 20% dari darah yang dipompakan
dalam setiap denyutan jantung. Urin keluar meninggalkan ginjal melalui diktus yang
disebut ureter. Ureter kedua ginjal tersebut mengosongkan isinya ke dalam kandung
kemih. Selama urinasi, urin meninggalkan tubuh dari kandung kemih melalui
salurang yang disebut dengan uretra yang mengosongkan isinya dekat vagina pada
perempuan dan melalui penis pada laki-laki. Otot stingler yang dekat dengan
persambungan uretra dan kandung kemih mengontrol proses urinasi atau pengeluaran
urin (Campbell, 2004)
Jantung mamalia terletak di daerah dada, dibungkus oleh selaput tipis yang
dinamakan peikardium. Jantng tersebut memiliki empat rongga, teriri atas dua ruang
serambi yang berdinding lebih tipis dan dua ruang bilik yang lebih tebal. Serambi dan
bilik berkontraksi secara bergantian. Pada saat serambi berkontraksi (fase sistol),
jalan masuk darah dari vena ke serambi tertutup oleh kontraksi otot-otot di sekitarnya,
dan tekanan di dalamnya menigkat sehingga darah akan terdorong menuju bilik yang
pada saat itu sedang berelaksasi. Dalam peistiwa tersebut, darah akan melewati klep
atrioventrikularis, yaitu dua unit klep yang membatasi rongga serambi dan bilik.
Kedua klep tersebut ialah klep bikuspidalis dan trikuspidalis. Klep bikuspidalis
menjadi pembatas antara serambi dan bilik jantung sebelah kanan, sedangkan
trikuspidalis menjadi pembatas antara rongga serambi dan bilik jantung sebelah kiri.
Pada saat bilik berkontraksi, serambi mengalami relaksasi sehingga jalan masuk
darah dari vena (yang semula tertutup) akan terbuka. Hal ini akan menyebabkan
penurunan tekanan dalam serambi sehingga darah tertarik masuk ke dalam serambi
jantung (Isnaeni, 2006).
Pada hewan jantan terdapat testis yang terletak dalam skrotum yang
merupakan perluasan kulit ganda dari rongga abdomen di sebelah bawah atau muka
anus. Antara rongga skrotum dan abdomen terdapat saluran penghubung yang disebut
canalis inguinalis. Dai masing-masing testis sperma dikumpulkan melalui pembuluh
epidydemus terus ke saluran sperma atau vasa deferensia. Saluran ini bersama-sama
pembuluh darah dan saraf pada canalis inguinalis membentuk funiculus spermaticus
masuk dalam rongga abdomen. Kedua vasa deferensia pada akhirnya masuk dasar
urethra membentuk saluran umum urogenetalis melalui alat kopulasi penis yang akan
mentransfer sperma ke dalam vagina hewan betina pada saat kopulasi. Hewan betina
memiliki dua ovari yang terletak di belakang ren. Sebelah lateral dari masing-masing
ovarium terdapat pembuluh ostium yang selanjutnya behubungan dengan saluran
silindris oviduk (Tuba Falopii). Kedua oviduk itu membentuk saluran yang
berdinding tebal yang disebut dengan uterus. Beberapa jenis mamalia masing-masing
oviduknya bergabung menjadi satu rongga. Dari uterus itu tejulur saluran yang
disebut denga vagina yang terletak antara vesica urinaria dan rectum dan berakhir
pada muara ureogenitalis. Di sebelah ventral dari muara urogenitalis terdapat badan
kecil yang disebut dengan klitoris yang homolog dengan penis pada hewan jantan
(Jasin, 1992).
BAB IIIMETODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Tabung reaksi
b. Centrifuge
c. Alat bedah
d. Kaca objek
e. Stopwatch (pengukur waktu)
f. Media paraffin
g. Tabung ependorf
h. KIT
2. Bahan
a. Mencit (Mus musculus) jantan 12 ekor
b. Karbon tetraklorida (CCl4)
c. NaCl fisiologis
d. Alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, dan 100%
e. Xilol
f. Buffer formalin
B. Prosedur Kerja
1. Pemberian Karbon Tetraklorida (CCl4) dan Penentuan Daya
Hepatotoksik CCl4
a. Menyiapkan mencit (Mus musculus) sebanyak 12 ekor kemudian
mengklimatisasi selama kuang lebih 1 minggu.
b. Membagi mencit ke dalam 4 kelompok, tiap kelompok terdiri atas 3 ekor.
Kelompok I merupakan control (tanpa CCl4).
c. Menyuntikkan CCl4 secara intraperitoneal kepada kelompok II, III, dan IV
dengan dosis pemberian masing-masing adalah sebaga berikut: 0,1; 1,0; dan
10 ml/kg.
d. Melakukan pengamatan selama 24 jam setelah penyuntikan.
2. Evaluasi Biokimiawi
a. Mengambil sampel darah dari jantung, kemudian disentrifuge dengan
kecepatan 3000 rpm selama 10-15 menit untuk memperoleh serum darah.
b. Mamisahkan serum darah ke dalam tabung ependorf.
c. Melakukan pengukuran terhadap kadar enzim ALT, AST, ALP, bilirubin total
dan kreatinin dengan menggunakan KIT.
d. Melakukan pengukuran protein total dengan menggunakan metode Biuret.
3. Melakukan Histopatologi
a. Mendislokasi mencit dengan cara cervical, kemudian membedahnya
untuk mengambil organ hati dan ginjal.
b. Mengambil organ kemudian dicuci dengan NaCl fisiologis, selanjutnya
difiksasi dengan buffer formalin 10%.
c. Melakukan dehidrasi dengan alcohol masing-masing 70%, 80%, 90%
dan 95% selama 24 jam, dan selanjutnya dengan alcohol 100 % selama 1
jam dengan 3 kali pengulangan.
d. Melakukan penjernihan dengan menggunakan xilol sebanyak 3 kali
masing-masing selama 1 jam, dilanjutkan dengan infiltrasi paraffin.
e. Menanam media ke dalam media paraffin, kemudian melakukan
penyayatan dengan ketebalan 4-5 mikron.
f. Melekatkan hasil sayatan pada kaca objek, kemudian mewarnainya
dengan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Alanin transaminase merupakan enzim sitosol dan terlibat dalam
glukoneogenesis. Peningkatan kadar ALT dalam darah terutama disebabkan oleh
kerusakan sel hati dan sel otot rangka. Kerusakan hepatosit diawali dengan perubahan
permeabilitas membran yang diikuti dengan kematian sel. Aspartat transaminase juga
merupakan enzim yang terlibat dalam glukoneogenesis, terdapat di dalam sitosol serta
mitokondria sel hati, otot rangka, otot jantung, dan eritrosit. Peningkatan AST dalam
darah disebabkan oleh kerusakan hati yang parah dan disertai nekrosis, sehingga
enzim dari mitokondria juga ikut keluar sel. Waktu paruh enzim ALT lebih lama
dibanding AST.
Hasil pengukuran kadar enzim ALT dan AST dalam serum menunjukkan
bahwa dosis 0,1 ml CCl4/kg BB mengakibatkan degenerasi dan nekrosis secara
multifokal. Hal ini digambarkan dengan sedikit peningkatan kadar enzim ALT
dibandingkan kontrol. Pemberian 1 ml CCl4/kg BB mengakibatkan steatosis yang
luas, dan digambarkan dengan peningkatan kadar enzim ALT dalam serum sampai
dua kali lebih tinggi dibanding kontrol. Kadar enzim AST pada kelompok yang diberi
1 ml CCl4/kg BB terlihat mengalami penurunan dibanding kontrol. Hal ini mungkin
disebabkan karena waktu paruhnya yang pendek sehingga kadar enzim AST pada
kelompok ini terlihat lebih rendah dibanding kontrol. Pemberian CCl4 10 ml/kg BB
tampaknya sangat merusak sel hati. Kerusakan yang relatif kecil pada sel hati akan
meningkatkan kadar enzim ALT dan AST di dalam darah. Namun, pada tingkat
kerusakan yang luas dan parah, ketersediaan enzim ALT dan AST di dalam sel hati
sudah sangat rendah akibat kemampuan sel hati dalam mensintesis enzim tersebut
sudah berkurang atau hilang sama sekali.
Alkalin fosfatase merupakan enzim yang berperan dalam mempercepat
hidrolisis fosfat organik dengan melepaskan fosfat anorganik. Enzim ini terdapat
dalam banyak jaringan, terutama di hati, tulang, mukosa usus, dan plasenta.
Peningkatan ALP terjadi akibat adanya kolestasis, dan pada obstruksi intra maupun
ekstrabiliar enzim ini akan meningkat 3-10 kali dari nilai normal sebelum timbul
ikterus. Dari percobaan yang dilakukan terlihat bahwa dengan pemberian CCl4 0,1
ml/kg BB kadar enzim ALP di dalam darah hewan coba meningkat dibanding
kontrol, namun perubahan kadar enzim ini tidak terlalu mencolok dan secara statistik
juga dinyatakan tidak berbeda (p>0,05). Artinya, pemberian CCl4 tidak
mempengaruhi aliran empedu ekstra dan intrabiliar. Pada pemberian CCl4 1 ml/kg BB
terjadi peningkatan kadar enzim ALP hampir dua kali lipat dibanding kontrol, bahkan
pada pemberian 10 ml CCl4/kg BB kemampuan hati dalam mensintesis enzim ini
sudah sangat terganggu akibat terjadinya kerusakan sel hati yang luas dan berat.
Bilirubin merupakan pigmen empedu yang berasal dari sel eritosit tua yang
dihancurkan di limpa serta dari sumber-sumber lain seperti mioglobin dan sitokrom.
Faktor penyebab peningkatan kadar bilirubin total adalah kebocoran bilirubin dari
sel-sel hati atau sel duktuli sehingga bilirubin bisa masuk ke dalam aliran darah dan
dapat memasuki semua cairan tubuh seperti cairan otak, cairan asites atau mewarnai
kulit, sclera dan lain-lain. Dengan pemberian CCl4 0,1 ml/kg BB terjadi peningkatan
kadar bilirubin total dibanding kontrol. Peningkatan ini diduga karena terjadi
kebocoran dari sel-sel hati atau sel-sel duktuli.
Sebaliknya, pada pemberian CCl4 1 ml/kg BB dan 10 ml/kg BB terjadi
penurunan bilirubin total secara drastis. Kejadian ini dapat dipahami karena dengan
pemberian 1 ml CCl4/kg BB dan 10 ml CCl4/kg BB. mengakibatkan kerusakan sel-sel
hati yang luas dan berat sehingga mengganggu fungsi hati dalam metabolism
bilirubin.
Kadar protein total secara keseluruhan menurun dibanding kontrol, walaupun
secara statistik dinyatakan tidak berbeda (p>0,05). Terkait dengan fungsi hati dalam
mensintesis protein, jika sel-sel hati mengalami kerusakan maka kemampuan hati
dalam mensintesis protein juga akan turun.
Karbon tetraklorida merupakan penyebab kerusakan hati yang ditandai dengan
peradangan akut pada sel-sel hati, yakni terjadinya nekrosis serta steatosis pada
bagian sentral lobus. Gambaran patologi anatomi menunjukkan bahwa dengan
pemberian 10 ml/kg BB CCl4 terlihat adanya nekrosis milier pada permukaan hati.
Dari hasil percobaan ini telihat bahwa kelompok yang mendapatkan CCl4 1
dan 10 ml/kg BB mengalami steatosis. Steatosis merupakan gambaran patologi yang
ditandai dengan akumulasi lemak di dalam sel hati yang disebabkan oleh gangguan
pada metabolisme lipid di hati. Ada beragam faktor penyebab terjadinya steatosis,
secara garis besar dibedakan atas faktor primer, yakni obesitas, hiperlipidemia, dan
resistensi insulin, serta faktor sekunder yang meliputi diet yang tidak seimbang,
malabsorpsi, kehamilan, alkohol, serta obat-obatan antara lain aspirin dan tetrasiklin.
Kerusakan sel hati akan mempengaruhi kadar enzim-enzim hati, bilirubin, dan
protein dalam serum. Dari penelitian-penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa
pemberian CCl4 antara lain akan meningkatkan kadar bilirubin total, enzim ALT,
AST, dan ALP, sebaliknya kadar protein total dalam serum akan menurun. Dengan
demikian, daya proteksi suatu senyawa terhadap CCl4 dinilai dari kemampuannya
dalam menghambat peroksidasi lipid, menekan aktivitas enzim ALT dan AST [18],
dan meningkatkan aktivitas enzim antioksidan.
Dari percobaan ini diperoleh hasil bahwa pemberian CCl4 0,1 ml/kg BB dan 1
ml/kg BB mengakibatkan peningkatan kadar kreatinin, masing-masing 52,12 mg/dl
dan 84,47 mg/dl. Peningkatan kreatinin ini mungkin berkaitan dengan terjadinya
kerusakan sel hati yang disebabkan oleh CCl4. Penurunan kreatinin setelah pemberian
10 ml CCl4/kg BB juga berkaitan dengan bertambah luas dan beratnya kerusakan hati
sehingga kemampuan hati dalam mensintesis keratin terganggu. Dari hasil percobaan
ini, secara histopatologi tidak terlihat adanya perubahan dibanding kontrol. Hal yang
sama juga terjadi pada percobaan Mohssen, dengan pemberian thimet 20 kg/ha tidak
memperlihatkan gambaran histopatologi yang berbeda pada organ ginjal, walaupun
dari pengukuran kreatinin serum terlihat adanya peningkatan yang nyata dibanding
serum.
BAB V KESIMPULAN
Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan: Hasil pengukuran biokimiawi
darah menunjukkan bahwa pemberian CCl4 sebanyak 0,1 dan 1,0 ml/kg BB
mengakibatkan peningkatan kadar enzim ALT, dan ALP, sebaliknya menurunkan
kadar enzim AST. Bahkan dengan pemberian 10 ml CCl4/kg kadar enzim-enzim
tersebut sudah sangat turun. Pemberian CCl4 sebanyak 0,1 ml/kg BB mengakibatkan
kadar bilirubin total meningkat. Sebaliknya, pemberian 1,0 dan 10 ml CCl4 /kg BB
kadar bilirubin total menurun. Pemberian CCl4 0,1; 1,0; dan 10 ml/kg BB
mengakibatkan penurunan kadar protein total. Gambaran patologi anatomi hati
menunjukkan terjadinya nekrosis milier pada kelompok yang diberi 1,0 dan 10 ml
CCl4/kg BB. Gambaran histopatologi hati menunjukkan bahwa pemberian CCl4 0,1
ml/kg BB mengakibatkan terjadinya degenerasi dan nekrosis secara multifokal,
bahkan dengan pemberian 1,0 dan 10 ml CCl4/kg BB telah terjadi steatosis.
Gambaran patologi anatomi maupun histopatologi ginjal tidak menunjukkan
perubahan yang bermakna, walaupun hasil pengukuran biokimiawi darah
menunjukkan bahwa dengan pemberian CCl4 0,1 ml/kg BB terjadi peningkatan kadar
kreatinin. Bahkan dengan pemberian CCl4 sebanyak 1,0 dan 10 ml/kg BB kadar
kreatinin menjadi sangat turun. Dosis CCl4 yang dipilih untuk pengujian aktivitas
hepatoprotektor di penelitian tahap berikutnya adalah 0,1 ml/kg BB.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell N.A., Reece J.B., Mitchell L.G. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta: Elangga.
Jasin, Maskoeri. 1992. Zoologi Vertebrata. Suabaya: Sinar Wijaya
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Penerbit Kanisus.
Tim Kurikulum Unhas. 2007. Biologi Dasar. Makassar: Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin.