IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Penunjang 4.1.1...
-
Upload
dangkhuong -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
Transcript of IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Penunjang 4.1.1...
34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengamatan Penunjang
4.1.1 Analisis tanah
Berdasarkan hasil analisis tanah (Lampiran 1), tanah percobaan ini
tergolong kedalam jenis tanah Inceptisol (inceptum) bertekstur liat dimana tanah
ini memiliki kandungan pasir 5%, debu 33% dan liat 62%. Kemasaman tanah di
lahan percobaan ini tergolong agak masam dengan nilai kemasaman/pH tanahnya
yaitu 6,2 dan kejenuhan basa yang rendah yaitu sekitar 31,5%.
Tingkat ketersediaan unsur hara sebelum percobaan pada tanah ini dapat
digambarkan dengan kapasitas tukar kation yang tergolong sedang yaitu 21,9
cmol kg-1
. KTK tanah dapat didefinisikan sebagai jumlah total kation yang dapat
dipertukarkan pada permukaan koloid bermuatan negatif (Hanafiah, 2007). Bila
KTK tanah tinggi, maka kapasitas tanah untuk menjerap ion-ion hara semakin
tinggi karena tanah menyerap unsur hara dalam bentuk ion.
Hasil analisis lainnya yaitu kadar C-organik tergolong rendah 1,25%, N-
total rendah 0,14 %, dan rasio C/N nya sedang. Rasio C/N pada tanah termasuk
kriteria yang sedang karena mempunyai nilai 12. Rasio C/N menunjukkan
perbandingan karbon dan nitrogen dalam tanah untuk membantu pertumbuhan
mikroorganisme perombak bahan organik.
Padi dapat tumbuh baik pada tanah yang ketebalan lapisannya atasnya
antara 18 - 22 cm dengan pH tanah berkisar antara 4 – 7. Pada lapisan tanah atas
untuk pertanian pada umumnya mempunyai ketebalan antara 10-30 cm dengan
35
warna tanah coklat sampai kehitam-hitaman, tanah tersebut gembur. Sedangkan
kandungan air dan udara di dalam pori-pori tanah masing-masing 25% (AAK,
1990). Berdasarkan data hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa tanah yang
digunakan untuk percobaan ini telah masuk ke dalam kriteria tanah yang cocok
bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi.
4.1.2 Data curah hujan
Curah hujan memegang peranan pertumbuhan dan produksi tanaman
pangan. Menurut Kartasapoetra (1993), hal ini disebabkan air sebagai pengangkut
unsur hara dari tanah ke akar dan dilanjutkan kebagian-bagian lainnya.
Fotosintesis akan menurun jika 30% kandungan air dalam daun hilang kemudian
proses fotosintesis akan berhenti jika kehilangan air mencapai 60%.
Data curah hujan selama percobaan menunjukkan bulan Juli-Oktober
merupakan bulan kering dengan intensitas curah hujan 14-110 mm/bulan. Jumlah
hujan harian pada bulan Juli dan September hanya 1 hari, bulan Agustus tidak ada,
dan pada bulan Oktober sebanyak 9 hari. Curah hujan ini sebenarnya kurang ideal
untuk pertanaman padi, tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa
panas dan banyak mengandung uap air. Tanaman padi membutuhkan curah hujan
berkisar 200 mm/bulan atau lebih, dengan distibusi selama 4 bulan. Sedangkan
curah hujan yang dikehendaki pertahun sekitar 1500 - 2000 mm (AAK, 1990).
tetapi ketersediaan air di lapangan masih dapat terpenuhi karena pengairan di
lahan percobaan ini cukup baik karena lokasi percobaan menggunakan pengairan
irigasi.
36
Selain itu beberapa penelitian menjelaskan bahwa penggenangan pada
tanaman padi tidak terlalu efektif dan efisien. Hasil penelitian Juliardi dan Ade
Ruskandar (2006) menunjukkan sejak tanam sampai memasuki fase bunting tidak
membutuhkan air banyak, demikian pula setelah pengisian bulir. Sehingga 15
hari sebelum panen, padi tidak roboh dan ditinjau dari aspek pemberian air
memang tidak lagi dibutuhkan. Pengairan secara macak-macak (tidak digenang)
juga dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan perakaran padi serta
meningkatkan populasi dan keanekaragaman hayati (Simarmata dan Yuwariah,
2007). Data curah hujan selama percobaan selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 2.
Gambar 5. Pengairan Secara Macak-Macak (Dokumentasi : Junjun Juniawan Arifin, 2011)
4.1.3 Data serangan hama dan penyakit selama percobaan
Hama-hama yang menyerang tanaman padi selama percobaan antara lain
keong mas (Pomacea canaliculata), penggerek batang putih (Scirpophaga
innotata Wlk.) dan tikus (Rattus argentiventer).
Keong mas (Pomacea canaliculata) meletakkan telur pada bagian batang
tanaman padi, hama ini menyerang tanaman pada umur 3 MST atau ketika lahan
percobaan masih tergenang air. Serangan yang ditimbulkan oleh hama keong mas
37
ini belum dianggap membahayakan karena intensitas serangannya masih dalam
taraf yang tidak merugikan sekitar 4 % tetapi tetap dilakukan pengendalian
dengan cara di ambil kemudian dikumpulkan dan dibuang. Hama lain yang
menyerang pertanaman di lahan percobaan adalah penggerek batang putih
(Scirpophaga innotata Wlk) dengan gejala serangan daun-daun akan menjadi mati
atau lebih dikenal dengan istilah sundep, sedangkan pada fase generatif timbulnya
kematian malai atau disebut beluk. Secara keseluruhan gejala serangan hama ini
masih relatif rendah di bawah 5 %.
Pada umur 10 MST lahan percobaan diserang hama tikus, dimana disekitar
tanaman padi terdapat bekas gigitan tikus dan terdapat banyak malai produktif
yang tergeletak dengan bekas gigitan di pangkal malai. Hama ini cukup
mengganggu walaupun intensitas serangan masih relatif rendah yaitu sekitar 7%,
tetapi dikhawatirkan serangan akan meluas sehingga dilakukan pengendalian
secara kimiawi dengan penggunakan Decis 25 EC sebaga pestisida.
Penggunaannya dicampurkan dengan gabah kemudian diletakkan disekitar lahan
percobaan dengan tujuan agar hama tikus memakan pestisida tersebut kemudian
mati.
4.1.4 Data gulma yang tumbuh selama percobaan
Gulma-gulma yang tumbuh selama percobaan yaitu Monochoria vaginalis
(Burrn. F) atau eceng leutik, dengan ciri – ciri mempunyai akar serabut,
berimpang pendek, tumbuh tegak. Tanaman muda memiliki daun berbentuk
panjang dan menyempit/kecil, setelah tua daun berbentuk bulat panjang dengan
bagian pangkal seperti jantung, panjang 2-12,5 cm dan lebar 0,5-10 cm, batang
38
(a) (b)
berupa tangkai daun, tebal dan memiliki rongga-rongga udara yang berdinding
tipis, bunga pada tanaman ini berjumlah 3-25, terbuka secara serempak, panjang
hiasan bunga 11-15 mm, panjang tangkai bunga 4-25 mm. Gulma lainnya adalah
Oxalis barrelieri (L) atau cacalincingan dengan ciri-ciri akar tunggang (Radix
primaria), batang berbentuk bulat, bercabang, tegak, anak daun berbentuk
jantung terbalik, tangkai daunnya panjang dengan melebar pada pangkalnya
membentuk pelepah, bunga majemuk atau inflorencia. Gulma ini tumbuh sekitar
3 MST saat lahan percobaan masih digenangi air. Pengendalian gulma ini secara
mekanis yaitu gasrok.
Tumbuh juga gulma Echinochloa crus-galli atau jajagoan merupakan
sejenis rumput dengan berbatang bulat, saat masih muda tanaman ini memiliki
ciri-ciri morfologi sama seperti tanaman padi, sehingga cukup sulit untuk
dibedakan. Pengendalian gulma ini sama dengan pengendalian yang dilakukan
pada eceng leutik (Monochoria vaginalis (Burrn. F)) dan calincingan (Oxalis
barrelieri (L)) yaitu digasrok. Pembersihan gulma bertujuan untuk mengurangi
persaingan unsur hara, sehingga tanaman padi dapat tumbuh dengan kecukupan
hara.
Gambar 6. Gulma Yang Tumbuh Di Lahan Percobaan : (a) Oxalis barrelieri (L) (b) Echinochloa crus-galli
(Dokumentasi : Junjun Juniawan Arifin, 2011)
39
4.2 Pengamatan Utama
4.2.1 Komponen Pertumbuhan
4.2.1.1 Tinggi tanaman
Pengamatan tinggi tanaman dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada umur
3, 5 dan 7 MST. Data dan analisis statistik pengaruh kombinasi antara dosis pupuk
hayati dengan dosis pupuk nitrogen dan fosfor terhadap tinggi tanaman tercantum
pada Lampiran 7, 8, dan 9. Hasil analisis lanjut dengan menggunakan Uji Jarak
Berganda Duncan pada taraf nyata 5% tercantum pada Tabel 3.
Tabel 3 menunjukkan bahwa pemberian pupuk hayati padat dengan dosis
pupuk nitrogen dan fosfor tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap tinggi tanaman pada umur 3 MST. Hal ini diduga mikroorganisme yang
terkandung pada pupuk hayati belum berkembang dan bekerja secara aktif,
sedangkan untuk pertumbuhannya membutuhkan suplai N yang cukup sehingga N
yang seharusnya diserap oleh tanah digunakan pula oleh mikroorganisme tersebut.
Menurut Tisdale, Nelson, dan Beaton (1990), bahan organik yang mempunyai
nisbah C/N yang tinggi bila dibenamkan ke dalam tanah akan segera mengalami
mineralisasi. Selanjutnya Haryanto dan Idawati (1990) dalam Arafah (2003)
menyatakan bahwa sebagian N-mineral dalam tanah, baik yang berasal dari
pelapukan jerami, N-mineral tanah maupun N-mineral pupuk diimmobilisasi oleh
jasad renik untuk memenuhi kebutuhan unsur N dalam perkembangbiakannya.
Dengan demikian antara tanaman padi dan jasad renik terjadi persaingan dalam
penggunaan nitrogen.
40
Tabel 3. Pengaruh Kombinasi Antara Dosis Pupuk Hayati Dengan Dosis Pupuk
Nitrogen dan Fosfor Terhadap Pertumbuhan Tinggi Tanaman Pada 3
MST, 5 MST dan 7 MST Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)
3 MST 5 MST 7 MST
H0 (Tanpa pupuk) H1 (Pupuk N, P, dan K dosis rekomendasi)
H2 (PHB 400g/ha)
H3 (PHB 400 g/Ha + N, P, dan K dosis rekomendasi)
H4 (PHB 400 g/Ha + N, P (¼ dosis rekomendasi), dan K)
H5 (PHB 400 g/Ha + N, P (½ dosis rekomendasi), dan K)
H6 (PHB 400 g/Ha + N, P (¾ dosis rekomendasi), dan K)
32,39 a 34,54 a
34,16 a
35,02 a
32,23 a
34,62 a
35,36 a
53.18 a 58.06 bc
56.19 ab
61.62 c
56.36 ab
56.76 ab
58.80 bc
62.11 a 68.04 bc
65.45 b
70.97 c
65.61 b
65.51 b
68.13 bc
Keterangan : Angka rata-rata pada tiap kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%
PHB= pupuk hayati Biovita
Selanjutnya pada 5 MST terlihat perlakuan H3 (Pupuk hayati Biovita 400
g/Ha + Pupuk N, P, dan K dosis rekomendasi) memberikan pengaruh yang
berbeda nyata dibandingkan perlakuan H0 (tanpa pupuk), H2 (Pupuk hayati
Biovita 400 g/Ha), H4 (Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P, (¼ dosis
rekomendasi) dan K), dan H5 (Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P, (½
dosis rekomendasi) dan K) tetapi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap perlakuan H1(Pupuk N, P, dan K dosis rekomendasi), dan H6 (Pupuk
hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P (¾ dosis rekomendasi), dan K). Umur 5
MST merupakan fase vegetatif awal pada tanaman padi, pada fase ini unsur hara
N dan P sangat diperlukan guna membantu merangsang pertumbuhan akar
tanaman dan merangsang pertumbuhan vegetatif (batang dan daun). Bakteri
penambat N yang terkandung dalam pupuk hayati mengikat N yang ada di udara
lalu ditambat di dalam tanah sehingga kebutuhan N untuk tanaman tersedia.
Selain itu, Azotobacter merupakan bakteri fiksasi N2 yang mampu menghasilkan
zat pemacu tumbuh giberelin, sitokinin dan asam indol asetat, sehingga dapat
memacu pertumbuhan akar (Alexander, 1977). Hal tersebut menjelaskan bahwa
41
pemberian pupuk hayati juga membantu dalam menyediakan unsur hara yang
dibutuhkan dalam fase pertumbuhan tanaman selain dari asupan unsur hara yang
diperoleh dari pupuk anorganik.
Gambar 7. Tanaman padi 3 MST
(Dokumentasi : Junjun Juniawan Arifin, 2011)
Hasil analisis statistik tinggi tanaman pada 7 MST menunjukan perlakuan
H3 (Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P, dan K dosis rekomendasi)
memberikan pengaruh yang berbeda nyata dibandingkan perlakuan H0 (tanpa
pupuk), H2 (Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha), H4 (Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha
+ Pupuk N, P (¼ dosis rekomendasi), dan K), dan H5 (Pupuk hayati Biovita 400
g/Ha + Pupuk N, P (½ dosis rekomendasi), dan K) tetapi tidak memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap perlakuan H1(Pupuk N, P, dan K dosis
rekomendasi), dan H6 (Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P (¾ dosis
rekomendasi) , dan K). Hal tersebut menunjukan bahwa selain ketersediaan unsur
hara dari pupuk anorganik, mikroorganisme yang terdapat pada pupuk hayati
masih ada dan aktif dilahan percobaan. Kondisi tanah yang lembab merupakan
kondisi yang ideal untuk pertumbuhan biota tanah, menurut Tualar Simarmata dan
Yuyun Yuwariah (2007) sebagian besar biota tanah bersifat aerob sehingga
42
ketersediaan oksigen untuk proses respirasi mutlak diperlukan. Oleh karena itu,
dengan mempertahankan kondisi tanah dalam keadaan lembab akan mendukung
pertumbuhan mikroba maupun fauna tanah. Adanya pergantian suasana oksidasi
dan reduksi dapat mengoptimalkan berbagai reaksi biokimia dalam ekosistem.
Pengamatan tinggi tanaman pada 5 MST dan 7 MST menunjukkan
terdapat pengaruh yang tidak berbeda nyata antara perlakuan H1 (Pupuk N, P, dan
K dosis rekomendasi) dengan perlakuan H2 (Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha), H4
(Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N , P (¼ dosis rekomendasi), dan K), H5
(Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P (½ dosis rekomendasi), dan K), dan
H6 (Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P (¾ dosis rekomendasi), dan K).
Ini menunjukan bahwa pemberian pupuk hayati tidak secara langsung
menggantikan kebutuhan unsur hara tanaman yang disuplai oleh pupuk Urea dan
SP-36, sehingga pemberian pupuk anorganik tetap dibutuhkan oleh tanaman untuk
memenuhi unsur hara makro (N dan P). Hal tersebut juga menunjukkan bahwa
pemberian pupuk hayati padat mampu mengurangi kebutuhan pupuk anorganik
sampai ¼ dosis rekomendasi dimana terlihat bahwa perlakuan H6 yaitu pemberian
Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P (¾ dosis rekomendasi), dan K
merupakan perlakuan terbaik karena sama efektifnya dengan perlakuan H1 yaitu
Pupuk N, P, dan K dosis rekomendasi.
4.2.1.2 Jumlah anakan
Pengamatan terhadap jumlah anakan dilakukan sebanyak tiga kali pada 3
MST, 5 MST dan 7 MST. Data dan analisis statistik pengaruh kombinasi antara
dosis pupuk hayati dengan dosis pupuk nitrogen dan fosfor terhadap jumlah
43
anakan tercantum pada Lampiran 11, 12, dan 13. Hasil analisis lanjut dengan
menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5% tercantum pada
Tabel 4.
Ttabel 4 memperlihatkan bahwa pada umur 3 MST tidak terdapat
pengaruh yang berbeda nyata dari pemberian pupuk hayati padat dengan dosis
pupuk nitrogen dan fosfor terhadap jumlah anakan. Penyebabnya diduga masih
sama seperti yang terjadi pada pengamatan tinggi tanaman umur 3 MST yaitu
belum efektifnya mikroorganisme yang terkandung pada pupuk hayati dan belum
optimalnya penyerapan unsur hara oleh tanaman padi dikarenakan masa
perkembangan mikroorganisme tersebut.
Tabel 4. Pengaruh Kombinasi Antara Dosis Pupuk Hayati Dengan Dosis Pupuk
Nitrogen dan Fosfor Terhadap Jumlah Anakan Pada 3 MST, 5 MST dan
7 MST
Perlakuan Jumlah Anakan
3 MST 5 MST 7 MST
H0 (Tanpa pupuk)
H1 (Pupuk N, P, dan K dosis rekomendasi)
H2 (PHB 400g/ha) H3 (PHB 400 g/Ha + N, P, dan K dosis rekomendasi)
H4 (PHB 400 g/Ha + N, P (¼ dosis rekomendasi), dan K)
H5 (PHB 400 g/Ha + N, P (½ dosis rekomendasi), dan K)
H6 (PHB 400 g/Ha + N, P (¾ dosis rekomendasi), dan K)
6,79 a
8,84 a
7,86 a 10,36 a
7,90 a
8,33 a
8,78 a
15.13 a
18.64 b
16.07 ab 19.19 c
17.45 ab
18.14 b
18.20 b
25.15 a
30.25 b
27.40 ab 31.80 c
28.65 ab
29.10 ab
29.35 ab
Keterangan : Angka rata-rata pada tiap kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.
PHB= pupuk hayati Biovita
Selanjutnya pada 5 MST terlihat perlakuan H3 (Pupuk hayati Biovita 400
g/Ha + Pupuk N, P, dan K dosis rekomendasi) memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya, perlakuan H0 (tanpa pupuk)
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap perlakuan H2 (Pupuk
hayati Biovita 400 g/Ha) dan H4 (Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P (¼
dosis rekomendasi), dan K), dan perlakuan H1 (Pupuk N, P, dan K dosis
44
rekomendasi) tidak berbeda nyata dengan perlakuan H2 (Pupuk hayati Biovita
400 g/Ha), H4 (Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P (¼ dosis
rekomendasi), dan K), H5 (Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P (½ dosis
rekomendasi), dan K), dan H6 (Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P (¾
dosis rekomendasi), dan K). sedangkan pada 7 MST hampir sama dengan
pengamatan pada 5 MST, hanya perlakuan H0 tidak memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap perlakuan H2, H4, H5, dan H6.
Gambar 8. Sampel Anakan Umur 3 MST
(Dokumentasi : Junjun Juniawan Arifin, 2011)
Perkembangan anakan berhubungan dengan pertumbuhan daun, apabila
daun pada buku ke-n telah memanjang maka pada saat itu anakan akan muncul
dari ketiak daun pada buku yang ke-(n-3). Pertumbuhan daun sendiri dipengaruhi
ketersediaan unsur hara N, dimana peranan utama N yaitu merangsang
pertumbuhan vegetatif (batang dan daun) (Rauf dkk., 2000). Diduga pemberian
pupuk hayati mampu membantu menyuplai kebutuhan N tanaman yang juga
disediakan oleh pupuk anorganik. Kemudian dengan adanya asosiasi tanaman
padi dengan mikroba fungsionil seperti Azospirilium akan memperoleh banyak
keuntungan, antara lain karena adanya suplai:
45
- Amonium (NH3) dalam jumlah yang tidak berlebihan atau sesuai
kebutuhan secara terus menerus, sehingga kemungkinan efek negatif
pemberian pupuk buatan takaran tinggi atau defisiensi akibat rendahnya
takaran atau pelindian dapat dihindari;
- Hormon tumbuh seperti auksin, Indole Acetic Acid (IAA) dan gibberelin,
yang diproduksi pada kondisi tertentu. Auksin ini berfungsi memacu
pembentukan akar dan rambut-rambut akar, sehingga daerah serapan akar
terhadap hara seperti N dan P dan air diperluas (Hanafiah, 2007) .
Selain itu, perbandingan sitokinin dan auksin dapat mempengaruhi
perkembangan sel tanaman, dengan perbandingan yang tepat maka sel akan
berdiferensiasi menjadi batang dan daun kuncup, dan akar. Bila sitokinin lebih
banyak dibanding auksin maka tajuk akan berkembang dan akan terbentuk
kuncup, batang, dan daun. Sebaliknya, bila sitokinin lebih rendah dibanding
auksin maka pembentukan akar lebih dipacu dan perkembangan tanaman
terhambat (Cleland, 1995).
Hal tersebut menjelaskan bahwa dengan adanya penambahan pupuk hayati
selain pemberian Urea, SP 36,Cl saja pada lahan percobaan menyebabkan
tanaman dapat menyerap unsur-unsur hara yang dibutuhkan secara optimal.
Seperti yang terlihat pada tabel 4, pada 5 MST dan 7 MST terlihat perlakuan H3
(Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P, dan K dosis rekomendasi)
memiliki jumlah anakan yang paling tinggi dibanding perlakuan lainnya, sehingga
46
bisa disebutkan bahwa perlakuan tersebut merupakan perlakuan terbaik terhadap
jumlah anakan
4.2.1.3 Indeks Luas Daun (ILD)
Pengukuran Indeks Luas Daun (ILD) dilakukan pada saat tanaman
berumur 9 MST atau pada fase vegetatif akhir. Sifat-sifat daun yang dikehendaki
adalah daun yang tumbuhnya tegak, tebal, kecil dan pendek. Luas daun total pada
tiap satuan luas disebut Indeks Luas Daun (ILD). ILD akan mencapai maksimal
kira-kira sebelum berbunga (Manurung dan Ismunadji, 1988). Data dan analisis
statistik pengaruh kombinasi antara dosis pupuk hayati dengan dosis pupuk
nitrogen dan fosfor terhadap Indeks Luas Daun tercantum pada Lampiran 13.
Hasil analisis lanjut dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf
nyata 5% tercantum pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengaruh Kombinasi Antara Dosis Pupuk Hayati Dengan Dosis Pupuk
Nitrogen dan Fosfor Terhadap Indeks Luas Daun (ILD)
Perlakuan ILD (Indeks
Luas Daun)
H0 (Tanpa pupuk)
H1 (Pupuk N, P, dan K dosis rekomendasi)
H2 (PHB 400g/ha)
H3 (PHB 400 g/Ha + N, P, dan K dosis rekomendasi)
H4 (PHB 400 g/Ha + N, P (¼ dosis rekomendasi), dan K)
H5 (PHB 400 g/Ha + N, P (½ dosis rekomendasi), dan K)
H6 (PHB 400 g/Ha + N, P (¾ dosis rekomendasi), dan K)
2,68 a
3,24 d
3,00 bc
3,28 d
2,90 b
3,20 cd
3,15 cd
Keterangan : Angka rata-rata pada tiap kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%. PHB = pupuk hayati Biovita
Indeks luas daun merupakan gambaran tentang rasio permukaan daun
terhadap luas tanah yang ditempati oleh tanaman. Laju pertumbuhan tanaman
dipengaruhi oleh laju asimilasi bersih dan indeks luas daun. Laju asimilasi bersih
47
yang tinggi dan indeks luas daun yang optimum akan meningkatkan laju
pertumbuhan tanaman (Gardner et al., 1991).
Perlakuan pemberian pupuk hayati dikombinasikan dengan pupuk nitrogen
dan fosfor menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap indeks luas daun
seperti pada perlakuan H1 (Pupuk N, P, dan K dosis rekomendasi), H3 (Pupuk
hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P, dan K dosis rekomendasi), H5 (Pupuk
hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P (½ dosis rekomendasi), dan K), dan H6
(Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P (¾ dosis rekomendasi), dan K)
terhadap perlakuan H0 (tanpa pupuk) dan H4 (Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha +
Pupuk N, P (¼ dosis rekomendasi), dan K). Tetapi tidak ada pengaruh nyata
antara perlakuan H1 (Pupuk N, P, dan K dosis rekomendasi), H3 (Pupuk hayati
Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P, dan K dosis rekomendasi), H5 (Pupuk hayati
Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P (½ dosis rekomendasi), dan K), dan H6 (Pupuk
hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P (¾ dosis rekomendasi), dan K) terhadap
perlakuan H0 (tanpa pupuk) dan H4 (Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P
(¼ dosis rekomendasi), dan K).
Pengaruh yang diberikan oleh berbagai perlakuan terhadap indeks luas
daun masih berhubungan dengan salah satu unsur hara yang terdapat di lahan
percobaan yaitu unsur hara N. Menurut Marschner (1996), untuk tanaman padi,
pemupukan N menyebabkan panjang, lebar, dan luas daun bertambah, tetapi tebal
daun menjadi berkurang. Ketersediaan N ini dipenuhi dari pemberian Urea dan
tidak terlepas dari peranan mikroba yang terdapat pada pupuk hayati Biovita.
48
Tabel 5 memperlihatkan bahwa penggunaan pupuk hayati dengan
pengurangan sampai ½ dosis rekomendasi pupuk N dan P menunjukan nilai yang
sama dengan penggunaan pupuk N dan P dosis rekomendasi, artinya perlakuan
H5 memberikan pengaruh terbaik terhadap indeks luas daun.
4.2.2 Komponen Hasil dan Hasil
4.2.2.1 Jumlah malai per rumpun
Jumlah malai per rumpun dihitung secara manual dengan cara memilih
malai yang diberi perlakuan yang sama dan dihitung satu per satu. Data dan
analisis statistik pengaruh kombinasi antara dosis pupuk hayati dengan dosis
pupuk nitrogen dan fosfor terhadap jumlah malai per rumpun tercantum pada
Lampiran 15. Hasil analisis lanjut dengan menggunakan Uji Jarak Berganda
Duncan pada taraf nyata 5% tercantum pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengaruh Kombinasi Antara Dosis Pupuk Hayati Dengan Dosis Pupuk
Nitrogen dan Fosfor Terhadap Jumlah Malai per Rumpun
Perlakuan Jumlah Malai
per Rumpun
H0 (Tanpa pupuk) H1 (Pupuk N, P, dan K dosis rekomendasi)
H2 (PHB 400g/ha)
H3 (PHB 400 g/Ha + N, P, dan K dosis rekomendasi)
H4 (PHB 400 g/Ha + N, P (¼ dosis rekomendasi), dan K)
H5 (PHB 400 g/Ha + N, P (½ dosis rekomendasi), dan K)
H6 (PHB 400 g/Ha + N, P (¾ dosis rekomendasi), dan K)
18,05 a 26,30 b
26,40 b
29,45 c
27,23 bc
27,85 bc
28,53 bc
Keterangan : Angka rata-rata pada tiap kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.
PHB= pupuk hayati Biovita
Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan H3 (Pupuk hayati Biovita
400 g/Ha + Pupuk N, P, dan K dosis rekomendasi) memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap perlakuan H0 (tanpa pupuk), H1 (Pupuk N, P, dan K dosis
rekomendasi) dan H2 (Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha). Namun tidak berbeda
nyata terhadap perlakuan H4 (Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P (¼
49
dosis rekomendasi), dan K), H5 (Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P (½
dosis rekomendasi), dan K), H6 (Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P (¾
dosis rekomendasi), dan K). Sehingga didapat perlakuan terbaik yaitu perlakuan
H3 karena memiliki jumlah malai lebih banyak dibanding perlakuan lainnya hal
tersebut diduga pemberian pupuk hayati dan pupuk anorganik membantu
perkembangan jumlah anakan maksimum Menurut Atman dan Yardha (2006),
pembentukan jumlah anakan produktif erat kaitannya dengan jumlah anakan
maksimum dimana makin banyak jumlah anakan maksimum maka jumlah anakan
produktif nyata lebih banyak (r=0,96).
Ketersediaan mikroorganisme yang berperan sebagai penambat N, dan
pelarut Fosfat dilahan ditambah pemberian pupuk anorganik (Urea, SP-36,Cl)
memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan jumlah anakan sehingga malai yang
dihasilkan pun menjadi maksimal. Pada Tabel 6, terlihat kombinasi antara dosis
pupuk hayati dengan pupuk nitrogen dan fosfor memberikan hasil yang baik
terhadap jumlah malai per rumpun pada pertanaman padi.
4.2.2.2 Jumlah gabah isi per malai
Pengamatan terhadap jumlah gabah isi dilakukan pada saat panen, yaitu
dengan cara menghitung jumlah gabah isi dalam satu malai dalam tanaman
sampel. Data dan analisis statistik pengaruh kombinasi antara dosis pupuk hayati
dengan dosis pupuk nitrogen dan fosfor terhadap jumlah gabah isi per malai
tercantum pada Lampiran 15. Hasil analisis lanjut dengan menggunakan Uji Jarak
Berganda Duncan pada taraf nyata 5% tercantum pada Tabel 7.
50
Secara garis besar kombinasi antara dosis pupuk hayati dengan dosis
pupuk nitrogen dan fosfor tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata,
perlakuan tersebut hanya signifikan terhadap H0 (tanpa pupuk) dan H2 (Pupuk
hayati Biovita 400 g/Ha). Perlakuan dengan pengaruh yang terbaik ditunjukkan
oleh perlakuan H4 karena dengan pengurangan dosis pupuk N dan P sampai ¼
dosis rekomendasi + pupuk hayati Biovita mampu memberikan hasil yang sama
dengan pemupukan N dan P dosis rekomendasi.
Tabel 7. Pengaruh Kombinasi Antara Dosis Pupuk Hayati Dengan Dosis Pupuk
Nitrogen dan Fosfor Terhadap Jumlah Gabah Isi per Malai
Perlakuan Jumlah Gabah Isi per
Malai
H0 (Tanpa pupuk)
H1 (Pupuk N, P, dan K dosis rekomendasi)
H2 (PHB 400g/ha)
H3 (PHB 400 g/Ha + N, P, dan K dosis rekomendasi)
H4 (PHB 400 g/Ha + N, P (¼ dosis rekomendasi), dan K) H5 (PHB 400 g/Ha + N, P (½ dosis rekomendasi), dan K)
H6 (PHB 400 g/Ha + N, P (¾ dosis rekomendasi), dan K)
72,00
109,50
90,75
123,75
116,50 106,25
117,00
a
c
b
c
bc c
c
Keterangan : Angka rata-rata pada tiap kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.
PHB= pupuk hayati Biovita
Diduga penyerapan pupuk P oleh tanaman padi cukup optimal sehingga
tanaman mampu menghasilkan gabah isi yang memiliki kualitas baik. Menurut
Hanafiah (2007), unsur P berperan dalam pembentukan biji dan buah, sehingga
para petani menyebut pupuk P sebagai ”pupuk buah”. Fase premordia dan
pembentukan bagian reproduktif tanaman juga dipengaruhi oleh ketersediaan
asam nukleat, phytin dan fosfolipid pada periode awal pertumbuhan. Unsur ini
menentukan awal fase pematangan terutama untuk serealia, sehingga jika suplai P
terbatas, tidak saja akan menyebabkan pertumbuhan yang terhambat tetapi juga
kualitas, kuantitas dan waktu panen. Tetapi dilapangan pupuk P sulit tersedia
51
karena mudah terikat oleh tanah sehingga adanya mikroba pelarut fosfat sangat
membantu penyediaan unsur P.
Pelarutan fosfat secara biologis terjadi karena mikroorganisme tersebut
menghasilkan enzim antara lain enzim fosfatase dan enzim fitase. Fosfatase
merupakan enzim yang akan dihasilkan apabila ketersediaan fosfat rendah.
Fosfatase diekskresikan oleh akar tanaman dan mikroorganisme, dan didalam
tanah yang lebih dominan adalah fosfatase yang dihasilkan oleh mikroorganisme.
Pada proses mineralisasi bahan organik, senyawa fosfat organik diuraikan menjadi
bentuk fosfat anorganik yang tersedia bagi tanaman dengan bantuan enzim
fosfatase. Enzim fosfatase dapat memutuskan fosfat yang terikat oleh senyawa-
senyawa organik menjadi bentuk yang tersedia (Saraswati dkk, 2006).
4.2.2.3 Bobot 1000 butir
Data dan analisis statistik pengaruh kombinasi antara dosis pupuk hayati
dengan dosis pupuk nitrogen dan fosfor terhadap bobot 1000 butir tercantum pada
Lampiran 17. Hasil analisis lanjut dengan menggunakan Uji Jarak Berganda
Duncan pada taraf nyata 5% tercantum pada Tabel 8.
Hasil analisis statistik memperlihatkan perlakuan dengan hasil yang baik
dibanding perlakuan lainnya yaitu H1 (Pupuk N, P, dan K dosis rekomendasi), H3
(Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P, dan K dosis rekomendasi), H5
(Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P (½ dosis rekomendasi), dan K), H6
(Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha + Pupuk N, P (¾ dosis rekomendasi), dan K)
walaupun perlakuan H1 dan H5 tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap perlakuan H2 (Pupuk hayati Biovita 400 g/Ha). Hal ini diduga terjadi
52
karena Pseudomonas sp.juga mengeluarkan asam-asam organik yang berfungsi
untuk melepaskan P dari fiksasi Fe sehingga dapat membantu dalam menyediakan
P bagi tanaman padi sampai panen terutama dalam pengisisan bulir-bulir padi,
yang pada akhirnya hasil gabah kering giling dapat meningkat (Fitriatin dkk,
2009).
Tabel 8. Pengaruh Kombinasi Antara Dosis Pupuk Hayati Dengan Dosis Pupuk
Nitrogen dan Fosfor Terhadap Bobot 1000 Butir
Perlakuan Bobot 1000 butir
(gram)
H0 (Tanpa pupuk)
H1 (Pupuk N, P, dan K dosis rekomendasi)
H2 (PHB 400g/ha)
H3 (PHB 400 g/Ha + N, P, dan K dosis rekomendasi)
H4 (PHB 400 g/Ha + N, P (¼ dosis rekomendasi), dan K)
H5 (PHB 400 g/Ha + N, P (½ dosis rekomendasi), dan K) H6 (PHB 400 g/Ha + N, P (¾ dosis rekomendasi), dan K)
23,09
24,73
24,07
25,09
23,80
24,84 25,2
a
bc
b
c
ab
bc c
Keterangan : Angka rata-rata pada tiap kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.
PHB= pupuk hayati Biovita
Hasil dari bobot 1000 butir menunjukkan bahwa pemberian pupuk hayati
mampu mengurangi penggunaan pupuk anorganik dimana pengurangan sampai ½
dosis rekomendasi pupuk N dan P sama efektifnya dengan penggunaan dosis
rekomendasi pupuk N dan P. Perlakuan terbaik ditunjukkan oleh perlakuan H6
dengan hasil 25,2 gram tetapi masih belum mencapai bobot 1000 butir dari
deskripsi varietas ciherang yang seharusnya mencapa 28 gram. Hal tersebut di
duga dipengaruhi oleh ketinggian tempat penelitian yaitu berada di 600 mdpl
sedangkan di deskripsi varietas ini ideal ditanam pada ketinggian tempat 0 – 500
mdpl. Diduga ketinggian tempat ini mempengaruhi suhu lokasi penelitian karena
semakin tinggi suatu tempat maka semakin rendah suhu di tempat tersebut dan
dampak, Adapun salah satu pengaruh suhu terhadap tanaman padi yaitu
kehampaan pada biji (Raharja, 2002).
53
4.2.2.4 Bobot gabah per petak
Data dan analisis statistik pengaruh kombinasi antara dosis pupuk hayati
dengan dosis pupuk nitrogen dan fosfor terhadap bobot gabah per petak tercantum
pada Lampiran 18. Hasil analisis lanjut dengan menggunakan Uji Jarak Berganda
Duncan pada taraf nyata 5% tercantum pada Tabel 9.
Tabel 9. Pengaruh Kombinasi Antara Dosis Pupuk Hayati Dengan Dosis Pupuk
Nitrogen dan Fosfor Terhadap Bobot Gabah per Petak
Perlakuan
Bobot
gabah per
petak (Kg)
Bobot gabah
per ha (ton)
H0 (Tanpa pupuk)
H1 (Pupuk N, P, dan K dosis rekomendasi)
H2 (PHB 400g/ha)
H3 (PHB 400 g/Ha + N, P, dan K dosis rekomendasi) H4 (PHB 400 g/Ha + N, P (¼ dosis rekomendasi), dan K)
H5 (PHB 400 g/Ha + N, P (½ dosis rekomendasi), dan K)
H6 (PHB 400 g/Ha + N, P (¾ dosis rekomendasi), dan K)
3,43 a
4,73 bc
3,65 ab
4,73 bc 4,08 ab
5,03 c
5,25 c
3,26
4,50
3,47
4,50 3,88
4,79
5,00
Keterangan : Angka rata-rata pada tiap kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.
PHB= pupuk hayati Biovita
Pada bobot gabah per petak pun menunjukkan pengaruh kombinasi antara
dosis pupuk hayati dengan dosis pupuk nitrogen dan fosfor yang signifikan dan
perlakuan yang terbaik ditunjukkan oleh perlakuan H5 (Pupuk hayati Biovita 400
g/Ha + Pupuk N dan P (½ dosis rekomendasi)). Hal ini diduga pengurangan
pupuk anorganik P memberikan kesempatan mikroba pelarut fosfat untuk
berkembang. Menurut Fitriatin dkk (2009) adanya P yang tinggi akan
menghambat proses yang melibatkan Mikroba pelarut fosfat dalam transformasi
P. Hal ini didukung oleh pernyataan Lambers et al. (2006) yang menyebutkan
bahwa aktivitas bakteri dalam transformasi P meningkat pada kondisi defisien P.
Hasil penelitian Fitriatin dkk (2008) menunjukkan adanya penurunan aktivitas
bakteri penghasil fosfatase pada medium dengan kandungan P yang tinggi.
54
Kombinasi antara dosis pupuk hayati dengan dosis pupuk nitrogen dan
fosfor mampu meningkatkan produktivitas usahatani berupa peningkatan hasil
panen GKG yang rata-rata lebih tinggi dibandingkan pola petani (pupuk
anorganik saja). Pemberian pupuk hayati Biovita ditambah pupuk N dan P ¾ dosis
rekomendasi memberikan hasil terbaik pada peningkatan hasil panen GKG yaitu
sekitar 5,00 ton/ha tetapi masih belum mencapai hasil yang dideskripsikan yaitu
sekitar 6,00 ton/hektar, diduga penyebabnya masih berhubungan dengan
ketinggian tempat yang kurang ideal.
4.2.2.4 Indeks Panen (IP)
Data indeks panen diperoleh dari perhitungan bobot gabah kering isi
dibagi bobot kering total. Data dan analisis statistik pengaruh kombinasi antara
dosis pupuk hayati dengan dosis pupuk nitrogen dan fosfor terhadap indeks panen
tercantum pada Lampiran 19. Hasil analisis lanjut dengan menggunakan Uji Jarak
Berganda Duncan pada taraf nyata 5% tercantum pada Tabel 10.
Tabel 10 menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata dari
kombinasi antara dosis pupuk hayati dengan dosis pupuk nitrogen dan fosfor
terhadap indeks panen. Ini disebabkan nilai indeks panen dipengaruhi oleh
pengelolaan budidaya tanaman tersebut. Tanaman padi dapat tumbuh sangat
produktif apabila memiliki genotype indeks panen tinggi itu tumbuh dengan
praktek-praktek pengelolaan yang optimal (Raes et al, 2009). Selain dari
pengelolaan, indeks panen juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti kondisi
tanah dan suhu. Indeks panen juga dianggap sebagai ukuran keberhasilan biologis
55
tanaman dalam asimilasi fotosintat dan pembentukan komponen hasil (Hay RKM,
1995).
Tabel 10. Pengaruh Kombinasi Antara Dosis Pupuk Hayati Dengan Dosis Pupuk
Nitrogen dan Fosfor Terhadap Indeks Panen
Perlakuan Indeks panen
H0 (Tanpa pupuk)
H1 (Pupuk N, P, dan K dosis rekomendasi)
H2 (PHB 400g/ha)
H3 (PHB 400 g/Ha + N, P, dan K dosis rekomendasi)
H4 (PHB 400 g/Ha + N, P (¼ dosis rekomendasi), dan K)
H5 (PHB 400 g/Ha + N, P (½ dosis rekomendasi), dan K) H6 (PHB 400 g/Ha + N, P (¾ dosis rekomendasi), dan K)
0,44 a
0,49 d
0,45 ab
0,49 d
0,46 abc
0,48 bcd 0,49 cd
Keterangan : Angka rata-rata pada tiap kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%.
PHB= pupuk hayati Biovita
Marri et al (2005), menemukan bahwa indeks panen berkorelasi negatif
dengan tinggi tanaman, tetapi berkorelasi positif dengan jumlah gabah per malai,
jumlah gabah per tanaman, dan bobot gabah. Sabaouri et al (1999) memverifikasi
korelasi negatif indeks panen dengan tinggi tanaman dan korelasi positif dengan
jumlah gabah dan bobot biji per malai. Sehingga diduga nilai indeks panen
tersebut juga dipengaruhi oleh bobot 1000 butir dan bobot gabah per petak.