TINJAUAN PUSTAKA BAB II - Universitas...

18
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi dapat dipahami sebagai peningkatan produksi nasional secara fisik atau peningkatan Produk Nasional Bruto dan lebih tepatnya Produk Nasional Neto (Suparmoko, n.d.). Produk Nasional Neto yang dimaksud adalah jumlah seluruh barang dan jasa akhir yang dihasilkan dari perekonomian dalam waktu satu tahun setelah dikurangi dengan penyusutan. Secara umum, pertumbuhan ekonomi diartikan dengan peningkatan pendapatan nasional. Pendapatan nasional diperoleh dari nilai Produk Nasional Neto setelah dikurangi pajak tidak langsung. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi masih merupakan target utama pembangunan dalam rencana pembangunan wilayah selain pembangunan sosial (Sjafrizal & Elfindri, 2008). Hal ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi sangat penting karena dapat diharapkan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara bertahap. Penetapan target pertumbuhan ekonomi juga penting dilakukan sesuai potensi ekonomi daerah yang dimiliki agar kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. Setelah otonomi daerah diterapkan pada tahun 2001, setiap daerah di Indonesia diberikan kewenangan lebih besar untuk mengatur pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di wilayahnya. Penerapan otonomi daerah dan desentralisasi pembangunan dapat digunakan untuk mengurangi tingkat ketimpangan antar

Transcript of TINJAUAN PUSTAKA BAB II - Universitas...

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dapat dipahami sebagai peningkatan produksi nasional

secara fisik atau peningkatan Produk Nasional Bruto dan lebih tepatnya Produk

Nasional Neto (Suparmoko, n.d.). Produk Nasional Neto yang dimaksud adalah

jumlah seluruh barang dan jasa akhir yang dihasilkan dari perekonomian dalam

waktu satu tahun setelah dikurangi dengan penyusutan. Secara umum, pertumbuhan

ekonomi diartikan dengan peningkatan pendapatan nasional. Pendapatan nasional

diperoleh dari nilai Produk Nasional Neto setelah dikurangi pajak tidak langsung.

Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi masih merupakan target utama

pembangunan dalam rencana pembangunan wilayah selain pembangunan sosial

(Sjafrizal & Elfindri, 2008). Hal ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi sangat

penting karena dapat diharapkan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara

bertahap. Penetapan target pertumbuhan ekonomi juga penting dilakukan sesuai

potensi ekonomi daerah yang dimiliki agar kesejahteraan masyarakat dapat

tercapai.

Setelah otonomi daerah diterapkan pada tahun 2001, setiap daerah di Indonesia

diberikan kewenangan lebih besar untuk mengatur pertumbuhan dan pembangunan

ekonomi di wilayahnya. Penerapan otonomi daerah dan desentralisasi

pembangunan dapat digunakan untuk mengurangi tingkat ketimpangan antar

12

wilayah (Sjafrizal & Elfindri, 2008). Hal itu sangat wajar karena aktivitas ekonomi

daerah tersebut dapat lebih digerakkan secara menyeluruh dengan kewenangan

pemerintah daerah. Sesuai dengan target pertumbuhan, pemerintah daerah dapat

lebih menggali potensi daerah yang dimilikinya dengan adanya otonomi daerah

tersebut.

Menurut Sukirno (2004), beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi adalah tanah dan kekayaan alam, jumlah dan mutu dari penduduk dan

tenaga kerja, barang – barang modal dan tingkat teknologi, serta sistem sosial dan

sikap masyarakat. Kekayaan alam meliputi luas dan kesuburan lahan, keadaan

cuaca dan iklim, serta jumlah dan jenis hasil hutan, hasil laut, dan barang tambang.

Kekayaan alam yang baik dari sisi kuantitas ataupun kualititaf akan meningkatkan

peluang pertumbuhan ekonomi apabila digunakan secara optimal dan

berkelanjutan.

Dari segi demografi, jumlah penduduk yang meningkat akan menyebabkan

pertambahan tenaga kerja yang berguna untuk proses produktivitas. Produktivitas

yang meningkat akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi tersebut. Selain

itu, mutu yang dikembangkan melalui proses pendidikan atau pelatihan akan

meningkatkan kemampuan dan keterampilan tenaga kerja dalam meningkatkan

produktivitas sehingga berdampak kepada pertumbuhan ekonomi.

Barang modal sebagai salah satu input dalam produktivitas berperan penting

dalam kegiatan ekonomi, baik di negara maju ataupun negara berkembang.

Kemajuan teknologi juga berperan penting untuk menghasilkan produk secara

13

efisien sehingga memotong biaya produksi dan meningkatkan jumlah produksi. Hal

itu dapat bernilai positif terhadap pertumbuhan ekonomi karena penggunaan barang

modal dan teknologi dapat menghasilkan jumlah dan mutu barang yang lebih tinggi.

Sistem sosial masyarakat yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi ialah

sistem yang dapat menerima perubahan di masyarakat. Jika masyarakat tetap

melakukan produksi tanpa ada perkembangan atau inovasi, maka tingkat produksi

tetap stabil dan sulit untuk meningkat. Selain itu, sikap masyarakat juga dapat

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi karena masyarakat sebagai pelaku ekonomi

tersebut. Jika masyarakat memiliki jiwa pekerja keras, disiplin, hemat, dan sikap

baik lainnya akan dapat mendorong produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

2.1.2 Aglomerasi

Aglomerasi adalah konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi di kawasan

perkotaan karena penghematan akibat lokasi yang berdekatan (economies of

proximity) yang diasosiasikan dengan kluster spasial dari perusahaan, para pekerja,

dan konsumen (Kuncoro, 2002). Konsentrasi spasial dapat diartikan bahwa terdapat

bentuk pemusatan di dalam suatu wilayah. Aglomerasi tersebut dapat menghasilkan

keuntungan dari aktivitas ekonomi karena adanya penghematan biaya dari lokasi

yang dipilih. Keuntungan dari konsentrasi spasial disebut juga sebagai ekonomi

aglomerasi.

Menurut Walter Isard dalam Todaro (2012), ekonomi aglomerasi muncul dalam

dua bentuk, yaitu ekonomi urbanisasi dan ekonomi lokalisasi. Ekonomi urbanisasi

merupakan dampak-dampak yang berkaitan dengan pertumbuhan kawasan

14

geografis yang terpusat secara umum. Pertumbuhan kawasan geografis yang

terpusat dapat menarik masyarakat sehingga terjadi urbanisasi atau pemusatan

penduduk pada wilayah tersebut. Adapun ekonomi lokalisasi yang merupakan

dampak-dampak yang ditimbulkan oleh sektor-sektor khusus dalam perekonomian

setelah sektor tersebut berkembang dalam suatu wilayah, misalkan sektor industri

motor atau sektor industri sepatu.

Dalam teori neo klasik, aglomerasi muncul dari perilaku para pelaku ekonomi

dalam mencari keuntungan berupa ekonomi urbanisasi dan ekonomi lokalisasi

(Kuncoro, 2002). Asumsi dalam teori neo klasik adalah constan return to scale dan

persaingan sempurna. Dalam sistem perkotaan teori neo klasik, terdapat asumsi

adanya persaingan sempurna sehingga kekuatan sentripetal aglomerasi disebut

sebagai ekonomi eksternal murni (Krugman, 1998). Kekuatan sentripental atau

lingkaran pemusatan dari aglomerasi muncul akibat kebutuhan untuk pulang pergi

ke pusat bisnis utama sehingga mendapatkan penghematan eksternal.

Suatu industri dalam menentukan lokasi mempunyai dua pendekatan, yaitu

pendekatan berbasis survey dan pendekatan pemodelan (Kathuria, 2011).

Pendekatan berbasis survey mengambil keputusan perusahaan berdasarkan faktor

yang penting bagi perusahaan untuk pilihan lokasi industrinya, misalkan

kepentingan perusahaan untuk membuat suatu industri yang berfokus pada jasa

akan memilih lokasi industri yang dekat dengan konsumen. Adapun pendekatan

pemodelan yang mengidentifikasi preferensi berdasarkan karakteristik kawasan

yang mengarah ke lokasi sebenarnya dari perusahaan, misalkan industri furniture

15

akan lebih memilih lokasi dengan karakteristik kawasan kehutanan dan berdekatan

dengan industri kayu sehingga akan menimbulkan aglomerasi di kawasan tersebut.

Wilayah dengan aglomerasi yang besar ditentukan juga oleh faktor-faktor

seperti kehadiran infrastruktur, jarak dengan pantai, dan pasar tenaga kerja

(Kathuria, 2011). Pertama, infrastruktur merupakan salah satu elemen penting

dalam akses perdagangan. Artinya infrastruktur mempermudah dalam proses

distribusi produk dari produsen kepada konsumen. Semakin baik infrastuktur di

suatu wilayah, maka akan semakin teraglomerasi wilayah tersebut. Kedua, jarak

antara industri dengan pantai juga dapat mempengaruhi lokasi industri. Industri

yang memiliki kecenderungan ekspor tinggi akan memiliki tingkat aglomerasi

industri yang tinggi di wilayah dekat dengan pantai (Ge, 2006). Ketiga, tenaga kerja

sebagai salah satu input dalam suatu produktivitas di industri berperan penting

memproduksi produk. Wilayah yang dapat dengan mudah memperoleh tenaga kerja

akan menjadi pertimbangan lokasi industri dikarenakan akses memperoleh input

dapat lebih mudah dan murah.

Sebaliknya, industri yang tidak teraglomerasi juga mempunyai penyebab, yaitu

sifat produk yang dihasilkan, tarif listrik yang tinggi, dan kesenjangan energi per

kapita yang tinggi (Kathuria, 2011). Industri yang mempunyai sifat produk yang

tidak tahan lama seperti makanan dan minuman akan memilih lokasinya di dekat

konsumen dan berjauhan untuk distribusi yang merata serta perolehan keuntungan

yang lebih banyak. Dalam proses produksi, industri membutuhkan listrik dan energi

yang cukup besar sehingga pemilihan lokasi yang tersebar memperhitungkan tarif

listrik yang murah dan kesenjangan energi yang rendah.

16

2.1.3 Investasi

Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran penanaman modal atau

perusahaan untuk membeli barang dan perlengkapan modal yang digunakan dalam

proses produksi (Sukirno, 2006). Dengan adanya pertambahan jumlah barang

modal, suatu perusahaan akan dapat meningkatkan perekonomian dengan

menghasilkan lebih banyak produk. Investasi juga dapat dilakukan untuk

mengganti barang modal lama yang perlu diganti atau diperbaharui. Sebab itu,

investasi termasuk salah satu komponen yang menentukan produk domestik bruto.

Secara umum, investasi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu investasi keuangan,

investasi komoditas, dan investasi pada sektor riil (Widioatmodjo, 2005). Pertama,

investasi keuangan merupakan investasi yang objeknya berupa uang, yaitu investasi

valuta asing dan surat berharga yang diterbitkan industri perbankan. Kedua,

investasi komoditas merupakan investasi yang objeknya adalah komoditas dalam

arti barang, misalkan bahan mentah untuk melakukan produksi. Terakhir, investasi

pada sektor riil yang direalisasikan dengan pendirian pabrik atau pembukaan lahan

pertanian, kehutanan, dan lain sebagainya.

Dalam prakteknya, penggunaan investasi memerlukan kriteria yang harus

dipenuhi agar pembangunan dapat tetap berjalan (Suparmoko, n.d.). Terdapat enam

kriteria investasi, yaitu kritria neraca pembayaran, kriteria produktivitas sosial

marjinal, kriteria intensitas faktor-faktor produksi, kriteria bagian investasi

kembali, kriteria operasional, dan kriteria perbandingan biaya manfaat. Pertama,

kriteria neraca pembayaran berfungsi agar investasi tidak menciptakan masalah

neraca pembayaran internasional karena kenaikan impor. Kedua, kriteria

17

produktivitas sosial marjinal menggunakan investasi pada proyek yang diharapkan

paling menguntungkan sesuai dengan keadaan sosial. Ketiga, kriteria intensitas

faktor-faktor produksi yang didasarkan pada penggunaan investasi pada proyek

dengan intensitas kapital yang rendah tetapi dapat memberi output yang banyak.

Keempat, kriteria bagian investasi kembali berusaha agar tingkat investasi selalu

bertambah besar. Kelima, kritria operasional memperhatikan faktor operasional

berupa tingkat pengembalian, keuntungan sosial, dan pengaruh terhadap neraca

pembayaran internasional. Keenam, kriteria perbandingan biaya manfaat

dilaksanakan dengan melihat nilai perbandingan manfaat dan biaya yang lebih dari

satu.

Menurut Sukirno (2006), faktor-faktor yang menentukan tingkat investasi ialah

tingkat keuntungan yang diramalkan akan diperoleh, suku bunga, ramalan keadaan

ekonomi di masa depan, kemajuan teknologi, tingkat pendapatan nasional dan

perubahannya, serta keuntungan yang diperoleh perusahaan. Suku bunga dan

ramalan keuntungan yang akan diperoleh merupakan faktor utama karena investor

ingin memperoleh keuntungan secara maksimal dengan melihat suku bunga yang

berlaku. Selain itu, empat faktor lainnya yang mendukung penentuan tingkat

investasi mempunyai peran yang tidak kalah penting. Jika ramalan keadaan

ekonomi semakin membaik, perkembangan teknologi semakin pesat, pertumbuhan

pendapatan nasional semakin meningkat, dan keuntungan perusahaan semakin

besar, maka akan memungkinkan investor untuk menginvestasikan dananya.

18

2.1.4 Pendidikan

Pendidikan berperan penting dalam membentuk kemampuan suatu negara

berkembang untuk menyerap teknologi modern dan mengembangkan kapasitas

agar tercipta pertumbuhan dan pembangunan yang berkelanjutan (Todaro & Smith,

2012). Untuk itu, pendidikan termasuk suatu hal pokok yang berguna untuk

menggapai kehidupan seseorang agar menjadi lebih baik. Kehidupan yang lebih

baik tersebut dapat diartikan dengan dapat memenuhi kebutuhan hidup secara layak

melalui penghasilan yang diperolehnya.

Menurut Mincer dalam Lemieux (2006), persamaan Mincer memaparkan

penghasilan seseorang dapat dipengaruhi oleh pendidikan dan pengalaman yang

dimilikinya. Pendidikan dapat mempengaruhi tingkat penghasilan per unit periode

waktu kerja, sehingga berpengaruh juga terhadap partisipasi angkatan kerja dan

jumlah waktu kerja (Mincer, 1975). Artinya bahwa jika masyarakat secara merata

memperoleh pendidikan yang tinggi, akan berpeluang meningkatkan

penghasilannya sehingga dapat lebih sejahtera serta mengurangi ketimpangan di

dalamnya.

Kondisi seperti itu membuat pentingnya membekali diri dengan investasi di

bidang pendidikan atau biasa dikenal dengan investasi sumber daya manusia.

Sebagian besar investasi dalam sumber daya manusia meningkatkan pendapatan

pada usia yang lebih tua karena return ditambahkan ke pendapatan (Becker, 1962).

Selain itu, Becker menjelaskan bahwa semakin tinggi kualitas sumber daya manusia

akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas suatu negara. Efek dari sumber daya

manusia tersebut menggambarkan bahwa pendidikan yang berperan menghasilkan

19

sumber daya manusia yang berkualitas harus dapat diprioritaskan untuk

kesejahteraan individu maupun negara.

Selain dari fungsi teknis ekonomi, seperti fungsi pendidikan dalam

meningkatkan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Investasi dalam bidang

sumber daya manusia atau pendidikan mempunyai fungsi lain, yaitu fungsi sosial

kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya, dan fungsi kependidikan (Dwi Atmanti,

2005). Fungsi tersebut menjelaskan kontribusi pendidikan terhadap perkembangan

manusia, hubungan sosial, perkembangan politik, peralihan dan perkembangan

budaya, serta perkembangan dan pemeliharaan pendidikan pada tingkat sosial yang

berbeda.

2.1.4 Ketimpangan Regional

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ketimpangan adalah kondisi yang

tidak seimbang atau tidak adil dan regional merupakan suatu wilayah atau daerah.

Secara umum, ketimpangan regional merupakan suatu kondisi antar wilayah atau

daerah yang tidak seimbang dalam arti ada satu daerah yang sangat baik tetapi ada

daerah lain yang kurang baik. Daerah yang sangat baik dapat diartikan mempunyai

sumber daya yang memadai dan tumbuh lebih cepat dibanding daerah lain.

Sedangkan, daerah lain yang kurang baik tersebut tetap tertinggal dan kalah

bersaing sehingga menimbulkan banyak permasalahan.

Ada tiga alasan untuk memperhatikan permasalahan ketimpangan tersebut, yaitu

ketimpangan yang ekstrem menyebabkan inefisiensi ekonomi, melemahnya

stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketidakadilan (Todaro & Smith, 2012). Pada

20

tingkat pendapatan rata-rata berapa pun, ketimpangan yang besar akan

menyebabkan semakin kecilnya bagian populasi yang bisa mendapatkan pinjaman

atau sumber kredit yang lain sehingga terjadi inefisiensi ekonomi. Ketimpangan

yang tinggi justru memperkuat golongan individu berpenghasilan tinggi melalui

kekuatan politis yang menguntungkan dirinya sendiri sehingga semakin

melemahnya stabilitas sosial dan soladiritas. Akhirnya, ketimpangan yang besar

menimbulkan ketidakadilan dikarenakan individu tidak dapat memilih lahir pada

orang dengan berpenghasilan tinggi atau pada daerah dengan ketimpangan yang

rendah. Dari ketiga alasan tersebut dapat dikatakan bahwa, ketimpangan berkaitan

dengan kemiskinan dan kesejahteraan sosial. Ketimpangan dan kemiskinan harus

dapat diatasi untuk mencapai kesejahteraan sosial yang berkeadilan.

Beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya ketimpangan

pembangunan antar wilayah adalah perbedaan kandungan sumber daya alam,

perbedaan kondisi demografis, kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa,

konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, serta alokasi dana pembangunan antar

wilyah (Sjafrizal & Elfindri, 2008). Kandungan sumber daya alam dan kondisi

demografis merupakan suatu input yang digunakan untuk produksi. Produktivitas

yang berbeda antar wilayah membuat pertumbuhan ekonomi yang tidak merata

sehingga terjadi ketimpangan. Kandungan sumber daya alam dan kondisi

demografis juga memicu konsentrasi kegiatan ekonomi suatu wilayah sehingga

wilayah yang terkonsentasi akan lebih cepat berkembang dan berdampak pada

ketimpangan. Setelah adanya produksi, barang dan jasa akan didistribusikan kepada

konsumen. Distribusi atau mobilitas barang dan jasa yang kurang lancar akan

21

membuat kelebihan produksi suatu wilayah tidak dapat dijual ke wilayah lain yang

membutuhkan sehingga semakin memperlebar ketimpangan. Selain itu, alokasi

dana pembangunan berupa investasi yang didominasi pada wilayah yang lebih maju

karena keuntungan lokasi membuat wilayah lain menjadi sulit berkembang dan

memicu ketimpangan pembangunan antar wilayah.

Penyebab utama terjadinya ketimpangan yang telah dipaparkan di atas

mempunyai saling keterkaitan. Sumber daya alam, kondisi demografi, dan alokasi

dana pembangunan merupakan unsur yang menunjung produktivitas. Adapun

konsentasi kegiatan ekonomi yang dapat mendorong peningkatan produktivitas

melalui penghematan biaya. Setelah itu, produktivitas yang menghasilkan barang

dan jasa dimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dapat dikatakan

bahwa penyebab utama ketimpangan tersebut berkaitan dengan produktivitas suatu

wilayah yang tidak merata.

2.2 Landasan Empiris

Ying Ge (Ge, 2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Regional Inequality,

Industry Aglomeration and Foreign Trade: The Case of China” menganalisis

penelitian tentang ketimpangan regional, aglomerasi industri dan perdagangan

asing di Cina pada tahun 1990 sampai dengan 1999. Dengan metode yang

digunakan adalah analisis shift-share, koefisien gini lokasional, dan model geografi

ekonomi. Pada penelitian ini dijelaskan bahwa investasi dan aglomerasi

menyebabkan ketimpangan regional yang semakin besar di Cina yang didorong

keterbukaan ekonomi dan akses mudah ke pasar luar negeri.

22

Dalam wilayah yang sama, Barbara Bils (2005) dalam penelitiannya yang

berjudul “What Determines Regional Inequality in China? A Survey of The

Literature and Official Data” meneliti tentang penyebab terjadinya ketimpangan

regional di Cina pada tahun 2002. Dengan metode yang digunakan adalah koefisien

gini untuk mengukur ketimpangan. Hasilnya menunjukkan bahwa faktor dasar yang

mempengaruhi ketimpangan regional di Cina adalah keuntungan geografis dan

struktur ekonomi. Keuntungan geografis dari provinsi-provinsi pesisir pantai dalam

perdagangan dan investasi asing. Struktur ekonomi yang dilihat dari struktur

industri yang terdistosi dengan pengelompokkan industri berat di beberapa wilayah

barat. Artinya pengaruh yang mendominasi ketimpangan regional di Cina adalah

struktur ekonomi, aglomerasi industri, serta perdagangan dan investasi asing.

Selanjutnya pada penelitian Hassan Hamem (2008) dengan judul “Regional

Inequality and The Urban Industrial Agglomeration: Case Study Baghdad, Anbar,

Diala, Wast and Babylon” membahas mengenai dampak aglomerasi industri dan

tren tingkat ketimpangan regional di kota Baghdad dan kota lain disekitarnya pada

tahun 1990 dan 2000. Dengan metode yang digunakan adalah metode williamson

untuk mengukur ketimpangan dan indikator spasial untuk mengukur aglomerasi

industri. Hasil dari penelitiannya menjelaskan bahwa ketimpangan regional yang

semakin besar dipengaruhi oleh aglomerasi industri dan pertumbuhan ekonomi

yang terpusat di satu wilayah, yaitu kota Baghdad.

Kemudian pada penelitian yang dilakukan Veronica Amarante (2008) yang

berjudul “Growth and Inequality in Latin America” mengenai hubungan antara

ketimpangan dengan pertumbuhan ekonomi di negara-negara Amerika Latin

23

dengan rata-rata lima tahun pada periode 1960 sampai dengan 2000. Dengan

metode yang digunakan adalah fixed effect untuk mengestimasi datanya dan

Generalized Method of Moments (GMM) untuk mengatasi masalah ekonometrik.

Hasilnya diketemukan bahwa, baik fixed effect maupun GMM, keduanya

menunjukkan bahwa adanya hubungan positif antara ketimpangan dan

pertumbuhan ekonomi.

Pada wilayah yang berbeda, Marie Daumal (2013) dalam penelitiannya yang

berjudul “The Impact of Trade Openness on Regional Inequality: The Cases of

India and Brazil” menjelaskan dampak perdagangan terbuka terhadap ketimpangan

regional di India periode 1980-2003 dan Brazil periode 1985-2003. Dengan metode

yang digunakan adalah metode time series dengan estimasi ordinary least square

(OLS). Penelitiannya menemukan bukti bahwa keterbukaan perdagangan Brazil

berkontribusi pada pengurangan ketimpangan regional. Namun, investasi asing

yang terkonsentasi di wilayah kaya memperbesar ketimpangan regional. Sedangkan

di India, keterbukaan perdagangan diiringi dengan meningkatnya ketimpangan

regional. Keterbukaan perdagangan India menghasilkan aglomerasi di wilayah

perbatasan dengan akses biaya terendah ke luar negeri. Selain itu, investasi asing di

wilayah India yang lebih kaya memperparah ketimpangan regional.

Dalam wilayah Indonesia, Yusica (2018) dalam penelitiannya yang berjudul

“Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Aglomerasi dan Tingkat Pengangguran

Terhadap Ketimpangan Antar Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan

Timur” menjelaskan ketimpangan wilayah di Provinsi Kalimantan Timur pada

tahun 2007 sampai dengan 2015. Penelitiannya meliputi 10 kabupaten/kota yang

24

berada di Provinsi Kalimantan Timur. Dengan metode yang digunakan adalah

metode data panel dengan model fixed effect. Hasil dari penelitian tersebut

menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi, aglomerasi, dan tingkat pengangguran

berpengaruh secara signifikan terhadap ketimpangan wilayah di Provinsi Kalimatan

Timur. Aglomerasi dan tingkat pengangguran mempunyai pengaruh positif

terhadap ketimpangan wilayah. Sedangkan, pertumbuhan ekonomi mempunyai

pengaruh negatif terhadap ketimpangan wilayah.

Selain itu, Mukhlis (2018) dalam penelitiannya yang berjudul “Economic

agglomeration, economic growth and income inequality in regional economies”

menganalisis hubungan antara aglomerasi ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan

ketimpangan pendapatan di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2011-2015. Dengan

metode yang digunakan adalah metode data panel dengan model random effect.

Hasil estimasi modelnya menunjukkan bahwa aglomerasi ekonomi secara

signifikan dan positif mempengaruhi ketimpangan pendapatan. Namun,

pertumbuhan ekonomi tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap ketimpangan

pendapatan.

Dari sisi pendidikan, Abdullah (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Does

Education Reduce Income Inequality? A Meta-Regression Analysis” menguji

kembali pengaruh pendidikan terhadap ketimpangan. Dengan metode yang

digunakan adalah analisis meta-regresi komprehensif dari literatur empiris.

Diketemukan bahwa pendidikan sangat efektif dalam mengurangi ketimpangan di

Afrika. Hal itu dibuktikan dengan sekolah menengah memilki efek yang lebih besar

25

dibandingkan sekolah dasar. Artinya, semakin tinggi tingkat rata-rata lama sekolah

akan berdampak pada penurunan tingkat ketimpangan.

Di negara Yunani, Tsakloglou (2005) dalam penelitiannya yang berjudul

“Education and inequality in Greece” meneliti tentang hubungan antara pendidikan

dan ketimpangan. Dengan metode yang digunakan adalah survey literatur.

Pendidikan dianggap sebagai kendaraan utama untuk mempromosikan kesetaraan

sosial dan mobilitas sosial. Kondisi tersebut dibuktikan dengan adanya hubungan

yang kuat antara pendidikan dan ketimpangan di Yunani. Bahkan pendidikan

menjadi faktor terpenting dalam membentuk distribusi pendapatan secara

keseluruhan dan mempengaruhi kemiskinan.

Dalam skala antar negara, Gregorio (2002) dengan penelitiannya yang berjudul

“Education and Income Inequality: New Evidence from Cross‐Country Data”

menyajikan bukti empiris terkait pendidikan dan distribusi pendapatan di berbagai

negara tahun 1960 dan 1990. Dengan metode yang digunakan adalah metode

analisis cross-section dengan penghitungan pendidikan menggunakan rata-rata

lama sekolah dan ketimpangan menggunakan indeks gini. Hasil yang diperoleh

adalah faktor pendidikan yang lebih tinggi berperan penting dalam membuat

distribusi pendapatan lebih merata. Diketemukan juga bahwa pengeluaran sosial

pemerintah yang salah satunya untuk pendidikan berkontribusi terhadap

pengurangan ketimpangan.

26

2.3 Kerangka Pemikiran

Pembangunan ekonomi merupakan tujuan suatu negara untuk mensejahterakan

rakyatnya. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat

dari ketimpangan yang sangat kecil di negara tersebut. Aktivitas perekonomian

berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi yang dapat menunjang

pembangunan ekonomi. Aktivitas perekonomian dapat berkembang dalam sektor

ekonomi. Kinerja sektor ekonomi dalam menghasilkan produk melahirkan

aglomerasi ekonomi atau pemusatan wilayah ekonomi.

Pemusatan kawasan ekonomi atau biasa disebut aglomerasi ekonomi seharusnya

dapat membawa pengaruh positif terhadap perkembangan daerah sekitarnya.

Perkembangan daerah tersebut dapat membantu mendorong pertumbuhan dan

pembangunan ekonomi di daerah tersebut atau sebaliknya yang berdampak negatif.

Dampak negatif yang dimaksud dapat berupa ketimpangan ekonomi antar wilayah

dari pemusatan aktivitas ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan tersebut

seharusnya dapat diatasi, baik dalam jangka pendek ataupun jangka panjang. Hal

itu dapat menggambarkan bahwa aglomerasi dapat meningkatkan atau menurunkan

tingkat ketimpangan regional.

Wilayah dengan aktivitas ekonomi yang tinggi akan menarik seseorang untuk

melakukan investasi. Hal itu karena keputusan seseorang berinvestasi dapat

dipengaruhi oleh keuntungan yang akan diperoleh. Semakin besar aktivitas

ekonomi maka akan berpeluang memperoleh keuntungan yang semakin besar pula.

Wilayah yang memperoleh investasi yang lebih kecil akan berpeluang lebih kecil

27

juga untuk mengembangkan wilayahnya. Kondisi seperti itu dapat berdampak

terhadap pembangunan wilayah yang berujung kepada ketimpangan regional.

Gambar 2. 1 Kerangka Pemikiran

Dengan melalukan penelitian mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi,

aglomerasi ekonomi, dan investasi terhadap ketimpangan regional, diharapkan

dapat memberi pandangan mengenai kebijakan yang berkaitan dengan pemusatan

suatu kawasan ekonomi dan investasi di suatu wilayah terhadap perkembangan di

wilayah tersebut. Sehingga hal tersebut dapat mengatasi permasalahan

ketimpangan regional.

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan empiris dan kerangka pemikiran, penelitian ini memiliki

hipotesis sebagai berikut :

1) Terdapat pengaruh positif dari pertumbuhan ekonomi terhadap

ketimpangan regional.

KetimpanganRegional

Pertumbuhan Ekonomi

Aglomerasi Ekonomi

Investasi

Aktivitas

Ekonomi

28

2) Terdapat pengaruh positif dari aglomerasi ekonomi yang diukur dengan

indeks location quetion terhadap ketimpangan regional.

3) Terdapat pengaruh positif dari investasi yang diukur dengan penanaman

modal dalam negeri dan luar negeri terhadap ketimpangan regional.

4) Terdapat pengaruh negatif dari tingkat pendidikan yang diukur dengan rata-

rata lama sekolah terhadap ketimpangan regional.