Tingkat Kepuasan Pengguna Pelayanan Program Pengelolaan ...

17
Tingkat Kepuasan Pengguna Pelayanan Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) BPJS Kesehatan Tahun 2017: Studi Kasus di Puskesmas dan Klinik Pratama Amelia Shervina, Hasbullah Thabrany Manajemen Asuransi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan pengguna pelayanan Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) BPJS Kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas dan klinik pratama. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan desain studi cross sectional. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dengan menyebar kuesioner ke responden. Hasil penelitian menunjukan kepuasan pengguna pelayanan Prolanis terhadap dimensi responsiveness sebesar 73,6% di Puskesmas, sedangkan di klinik pratama 58,3%. Kepuasan terhadap dimensi reliability sebesar 76,4% di Puskesmas, sedangkan di klinik pratama 73,3%. Kepuasan terhadap dimensi assurance sebesar 76,4% di Puskesmas, sedangkan di klinik pratama 75%. Kepuasan terhadap dimensi empathy sebesar 83,3% di Puskesmas, sedangkan di klinik pratama 61,7%. Kepuasan terhadap dimensi tangible sebesar 73,6% di Puskesmas, sedangkan di klinik pratama 65%. Berdasarkan kelima dimensi didapatkan kepuasan total pada Puskesmas lebih tinggi dibandingkan pada klinik pratama. Kata kunci: Program Pengelolaan Penyakit Kronis, kepuasan User Satisfaction Level of Chronic Disease Management Program (Prolanis) BPJS Kesehatan Services in 2017: Case Study at Puskesmas and Primary Clinics Abstract This study aims to determine the user satisfaction level of Chronic Disease Management Program (Prolanis) BPJS Kesehatan services which organized by Puskesmas and primary clinics. Type of this research is quantitative using cross sectional design. This study used primary data obtained by spreading questionnaires to respondents. The results show that user satisfaction level of Prolanis services for the responsiveness dimension was 73,6% in Puskesmas, while in primary clinics was 58,3%. Satisfaction with reliability dimension was 76,4% in Puskesmas, while in primary clinics was 73,3%. Satisfaction with assurance dimension was 76,4% in Puskesmas, while in primary clinics was 75%. Satisfaction with empathy dimension was 83,3% in Puskesmas, while in primary clinics was 61,7%. Satisfaction with tangible dimension was 73,6% in Puskesmas, while in primary clinics was 65%. Based on those dimensions, total satisfaction at Puskesmas was higher than in primary clinics. Keywords: Chronic Disease Management Program, satisfaction Tingkat kepuasan ..., Amelia Shervina, FKM UI, 2017

Transcript of Tingkat Kepuasan Pengguna Pelayanan Program Pengelolaan ...

Page 1: Tingkat Kepuasan Pengguna Pelayanan Program Pengelolaan ...

Tingkat Kepuasan Pengguna Pelayanan Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) BPJS Kesehatan Tahun 2017: Studi Kasus di Puskesmas

dan Klinik Pratama

Amelia Shervina, Hasbullah Thabrany

Manajemen Asuransi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan pengguna pelayanan Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) BPJS Kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas dan klinik pratama. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan desain studi cross sectional. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dengan menyebar kuesioner ke responden. Hasil penelitian menunjukan kepuasan pengguna pelayanan Prolanis terhadap dimensi responsiveness sebesar 73,6% di Puskesmas, sedangkan di klinik pratama 58,3%. Kepuasan terhadap dimensi reliability sebesar 76,4% di Puskesmas, sedangkan di klinik pratama 73,3%. Kepuasan terhadap dimensi assurance sebesar 76,4% di Puskesmas, sedangkan di klinik pratama 75%. Kepuasan terhadap dimensi empathy sebesar 83,3% di Puskesmas, sedangkan di klinik pratama 61,7%. Kepuasan terhadap dimensi tangible sebesar 73,6% di Puskesmas, sedangkan di klinik pratama 65%. Berdasarkan kelima dimensi didapatkan kepuasan total pada Puskesmas lebih tinggi dibandingkan pada klinik pratama. Kata kunci: Program Pengelolaan Penyakit Kronis, kepuasan

User Satisfaction Level of Chronic Disease Management Program (Prolanis) BPJS Kesehatan Services in 2017: Case Study at Puskesmas and Primary Clinics

Abstract

This study aims to determine the user satisfaction level of Chronic Disease Management Program (Prolanis) BPJS Kesehatan services which organized by Puskesmas and primary clinics. Type of this research is quantitative using cross sectional design. This study used primary data obtained by spreading questionnaires to respondents. The results show that user satisfaction level of Prolanis services for the responsiveness dimension was 73,6% in Puskesmas, while in primary clinics was 58,3%. Satisfaction with reliability dimension was 76,4% in Puskesmas, while in primary clinics was 73,3%. Satisfaction with assurance dimension was 76,4% in Puskesmas, while in primary clinics was 75%. Satisfaction with empathy dimension was 83,3% in Puskesmas, while in primary clinics was 61,7%. Satisfaction with tangible dimension was 73,6% in Puskesmas, while in primary clinics was 65%. Based on those dimensions, total satisfaction at Puskesmas was higher than in primary clinics. Keywords: Chronic Disease Management Program, satisfaction

Tingkat kepuasan ..., Amelia Shervina, FKM UI, 2017

Page 2: Tingkat Kepuasan Pengguna Pelayanan Program Pengelolaan ...

Pendahuluan

Penyakit kronis merupakan penyakit tidak menular (PTM) yang tidak ditularkan dari

orang ke orang. Penyakit kronis memiliki durasi panjang dan perkembangannya lambat. WHO

(2015) menyebutkan bahwa 38 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat PTM. Hampir tiga

perempat atau sekitar 28 juta kematian akibat PTM terjadi di negara berpenghasilan rendah dan

menengah. Penyumbang terbesar jumlah kematian akibat PTM adalah penyakit kardiovaskuler

yaitu 17,5 juta orang per tahun, kemudian kanker (8,2 juta), penyakit pernapasan (4 juta), dan

diabetes melitus (1,5 juta) (WHO, 2015).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit

kardiovaskuler. Prevalensi hipertensi di dunia pada orang dewasa atau usia diatas 18 tahun adalah

sekitar 22%, sedangkan untuk prevalensi diabetes mellitus meningkat dari 4,7% (1980) menjadi

8,5% (2014). Diabetes melitus diproyeksikan akan menjadi penyebab utama 7 kematian dunia di

tahun 2030 (WHO, 2016). Di Indonesia, prevalensi hipertensi pada usia diatas 18 tahun sebesar

26,5%. Prevalensi diabetes mellitus di Indonesia juga mengalami peningkatan dari 1,1 persen

(2007) menjadi 2,1 persen (2013) (Kemenkes RI, 2013). Penderita DM tipe 2 di Indonesia

diperkirakan akan meningkat signifikan hingga 21,3 juta jiwa pada 2030 mendatang (Ristekdikti,

2016).

Tingginya angka prevalensi kedua penyakit kronis tersebut menjadi persoalan kesehatan

serius bagi dunia termasuk Indonesia. Negara dalam hal ini Indonesia, berkewajiban menjamin

kesehatan warganya sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 28 H ayat (1) dan

(3). Melalui BPJS Kesehatan, pemerintah menyelenggarakan program untuk menanggulangi

masalah penyakit kronis di Indonesia yaitu Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) yang

termasuk dalam pelayanan promotif dan preventif. Prolanis adalah suatu sistem pelayanan

kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan

peserta, fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi

peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang

optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien (BPJS Kesehatan, 2014).

Di era JKN ini, sistem pelayanan kesehatan diharapkan dapat meningkatkan jangkauan

layanan kesehatan dan berpihak pada masyarakat (Soewondo, 2014). FKTP sebagai lini pertama

pelayanan kesehatan harus diperkuat dan harus dapat memberikan pelayanan yang optimal.

Namun, pada kenyataannya masyarakat masih merasa kurang puas dengan mutu pelayanan

Tingkat kepuasan ..., Amelia Shervina, FKM UI, 2017

Page 3: Tingkat Kepuasan Pengguna Pelayanan Program Pengelolaan ...

Puskesmas karena lambatnya pelayanan, kesulitan administrasi, dan lamanya waktu tunggu

(Adisasmito, 2014). Selain itu, ketersediaan obat untuk pasien dengan penyakit kronis di FKTP

baik jumlah maupun jenis obatnya juga masih terbatas (Hilda, Fudholi, & Diah, 2015). Hal ini

dapat membuat ketidaknyamanan pada peserta Prolanis dalam memanfaatkan pelayanan

kesehatan. Oleh karena itu, mutu/kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh FKTP perlu

ditingkatkan.

Penilaian kepuasan pasien adalah salah satu indikator utama dan merupakan parameter

yang berguna untuk memprediksi kualitas dan ketersediaan pelayanan kesehatan (Alturki &

Khan, 2013). Tingkat kepuasan konsumen sangat tergantung pada mutu suatu produk, sehingga

penilaian kepuasan pasien akan memberikan informasi terhadap suksesnya provider bertemu

dengan nilai dan harapan pasien. Konsumen (pasien) memang harus dipuaskan, sebab kalau

mereka tidak puas maka akan cenderung meninggalkan provider tersebut. Hal ini akan

berpengaruh terhadap penurunan pemanfaatan pelayanan kesehatan dan tentunya juga akan

berdampak pada penurunan pendapatan bahkan kerugian bagi provider (Supranto, 2006). Selain

itu, tujuan dari penyelenggaraan Prolanis juga akan sulit tercapai.

Berdasarkan permasalahan diatas dan untuk mendukung kesuksesan penyelenggaraan

Prolanis, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang tingkat kepuasan pengguna

pelayanan Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) di Fasilitas Kesehatan Tingkat

Pertama (FKTP) yang menjadi mitra BPJS Kesehatan.

Tinjauan Teoritis Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2013 tentang Pelayanan

Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional, fasilitas kesehatan tingkat pertama diartikan

sebagai pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik (primer) meliputi

pelayanan rawat jalan dan rawat inap.Fasilitas kesehatan tingkat pertama dapat berupa:

Puskesmas, Praktik Dokter Umum, Praktik Dokter Gigi, Klinik Pratama, Rumah Sakit Kelas D

Pratama. FKTP yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan harus menyelenggarakan pelayanan

kesehatan komprehensif, yaitu promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan kebidanan,

dan pelayanan kesehatan darurat medis, termasuk pelayanan penunjang yang meliputi

pemeriksaan laboratorium sederhana dan pelayanan kefarmasian.

Tingkat kepuasan ..., Amelia Shervina, FKM UI, 2017

Page 4: Tingkat Kepuasan Pengguna Pelayanan Program Pengelolaan ...

Program Pengelolaan Penyakit Kronis (PROLANIS)

Prolanis adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang

dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan peserta, fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan

dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit

kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang

efektif dan efisien. Tujuannya adalah untuk mendorong peserta penyandang penyakit kronis

mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang berkunjung ke

FKTP memiliki hasil “baik” pada pemeriksaan spesifik terhadap penyakit diabetes melitus tipe 2

dan hipertensi sesuai panduan klinis terkait sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi

penyakit. Aktifitas Prolanis meliputi, konsultasi medis, edukasi kesehatan, reminder SMS

Gateway, dan home visit.

Kepuasan

Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan

antara kesannya terhadap kinerja suatu produk dan harapan-harapanya (Kotler P. , 1996).

Kepuasan pasien dipengaruhi dari faktor pasien sebagai pengguna pelayanan kesehatan dan dari

faktor pelayanan kesehatan itu sendiri baik medis maupun non medis (Sarwono dalam Yuniar &

Handayani, 2016).

Kepuasan pasien merupakan outcome dari pelayanan kesehatan. Persepsi pasien terhadap

kualitas pelayanan kesehatan merupakan anteseden dari kepuasan pasien. Dimensi yang

menentukan kepuasan pasien, seperti responsiveness, reliability, assurance, empathy, dan

tangible (Parasuraman, Zeithaml dan Berry dalam Muninjaya, 2011) memiliki peran penting

dalam menentukan persepsi pasien, yang tampakanya juga akan dimoderatori oleh faktor sosio-

demografi seperti umur (Alturki & Khan (2013), Iman & Ghodrati (2010), Fitriyani (2009),

Wahyuni (2015)), jenis kelamin (Oroh, Rompas, dan Pondang (2014), Sahin & Tatar (2006),

Alturki & Khan (2013)), tingkat pendidikan (Fitriyani (2009), Sitompul (2012), Putri (2015)),

pekerjaan (Wahyuni (2015), Hilda, Fudholi, dan Diah (2015), Yuniar & Handayani (2016)), dan

pendapatan (Mummalaneni & Gopalakrishna dalam Naidu (2009), Putri (2015)).

Kepuasan pasien selanjutnya akan menentukan apakah pasien loyal terhadap provider

pelayanan kesehatan. Bentuk loyalitas pasien dapat berupa perilaku positif seperti

Tingkat kepuasan ..., Amelia Shervina, FKM UI, 2017

Page 5: Tingkat Kepuasan Pengguna Pelayanan Program Pengelolaan ...

merekomendasikan provider pelayanan kesehatan kepada teman dan kerabat (word of mouth),

serta penggunaan pelayanan kesehatan kembali yang akan berdampak positif pada profitabilitas

provider (Naidu, 2009).

Importance-Performance Analysis

Dalam teknik ini, responden diminta untuk menilai tingkat kepentingan dan tingkat

kinerja perusahaan pada setiap atribut. Kemudian, nilai rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja

perusahaan tersebut akan dianalisis di Importance-Performance Matrix. Melalui matriks tersebut

dapat diidentifikasi atribut-atribut mana saja yang perlu dipertahankan, dikurangi prioritasnya,

ataupun dijadikan prioritas utama untuk perbaikan.

Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian cross

sectional. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2017 di beberapa FKTP yang bekerjasama

dengan BPJS Kesehatan dalam melaksanakan kegiatan Prolanis, antara lain Puskesmas

Kecamatan Cempaka Putih, Puskesmas Kelurahan Cempaka Putih Barat II, Puskesmas

Kelurahan Johar Baru, Puskesmas Kecamatan Menteng, Klinik Cempaka Putih, Klinik DK

Bintaro, dan Klinik DK Bekasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta JKN yang

menggunakan pelayanan Prolanis BPJS Kesehatan. Jumlah sampel minimal adalah 96 orang

untuk satu kelompok. Namun, karena ada beberapa kendala maka sampel yang didapatkan dalam

penelitian ini adalah 72 di Puskesmas dan 60 di klinik pratama. Pengambilan sampel dilakukan

dengan cara non probability sampling dengan menggunakan teknik accidental sampling, dimana

penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan

peneliti sesuai konteks penelitian (Sugiyono, 2016). Data yang digunakan adalah data primer

yang diperoleh dari kuesioner yang sudah melalui uji validasi dan reliabilitas. Analisis data yang

digunakan adalah bivariat dengan membandingkan distribusi silang antara dua variabel yang

bersangkutan.

Tingkat kepuasan ..., Amelia Shervina, FKM UI, 2017

Page 6: Tingkat Kepuasan Pengguna Pelayanan Program Pengelolaan ...

Hasil Penelitian

Tabel 1 Distribusi Karakteristik Responden

Variabel Kategori Puskesmas Klinik Pratama f % f %

Umur < 50 15 20,8 12 20,0 50 – 59 28 38,9 19 31,7 60 – 69 19 26,4 23 38,3 ≥ 70 10 13,9 6 10,0

Jenis Kelamin Laki-Laki 6 8,3 13 21,7 Perempuan 66 91,7 47 78,3

Pendidikan Dasar 10 13,9 1 1,7 Menengah 49 68,1 29 48,3 Tinggi 13 18,1 30 50,0

Pekerjaan PNS 5 6,9 6 10,0 Karyawan Swasta 14 19,4 17 28,3 Wirausaha 6 8,3 7 11,7 Ibu Rumah Tangga/Pensiunan 44 61,1 28 46,7 Lainnya 3 4,2 2 3,3

Pendapatan ≤ 3.355.750 57 79,2 37 61,7 > 3.355.750 15 20,8 23 38,3

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa pada Puskesmas, proporsi umur terbanyak

berada di kelompok 50-59 tahun, yaitu sebanyak 28 orang (38,9%), sedangkan pada klinik

pratama berada di kelompok 60-69 tahun, yaitu sebanyak 23 orang (38,3%). Berdasarkan jenis

kelamin, mayoritas adalah perempuan. Pada Puskesmas, proporsi perempuan sebanyak 66 orang

(91,7%) dan pada klinik pratama sebanyak 47 orang (78,3%). Kemudian berdasarkan pendidikan,

pada Puskesmas proporsi terbanyak adalah pendidikan menengah, yaitu sebanyak 49 orang

(68,1%), sedangkan pada klinik pratama adalah pendidikan tinggi, yaitu sebanyak 30 orang

(50%). Pada variabel pekerjaan, proporsi terbanyak adalah ibu rumah tangga/pensiunan. Pada

Puskesmas sebanyak 44 orang (61,1%) dan pada klinik pratama sebanyak 28 orang (46,7%).

Berdasarkan pendapatan, proporsi terbanyak berada pada kelompok ≤ 3.355.750, yaitu sebanyak

57 orang (79,2%) dan pada klinik pratama sebanyak 37 orang (61,7%).

Tabel 2 Distribusi Kepuasan Responden

Dimensi Kategori Puskesmas Klinik Pratama f % f %

Responsiveness Tidak Puas 19 26,4 25 41,7 Puas 53 73,6 35 58,3

Reliability Tidak Puas 17 23,6 16 26,7 Puas 55 76,4 44 73,3

Assurance Tidak Puas 17 23,6 15 25 Puas 55 76,4 45 75

Tingkat kepuasan ..., Amelia Shervina, FKM UI, 2017

Page 7: Tingkat Kepuasan Pengguna Pelayanan Program Pengelolaan ...

Dimensi Kategori Puskesmas Klinik Pratama f % f %

Empathy Tidak Puas 12 16,7 23 38,3 Puas 60 83,3 37 61,7

Tangible Tidak Puas 19 26,4 21 35 Puas 53 73,6 39 65

Kepuasan Total Tidak Puas 32 44,4 32 53,3 Puas 40 55,6 28 46,7

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa berdasarkan kepuasan total, pada Puskesmas

sebagian besar responden menyatakan puas yaitu sebanyak 40 orang (55,6%) dan yang tidak puas

sebanyak 32 orang (44,4%). Sedangkan pada klinik pratama, sebagian besar responden

menyatakan tidak puas yaitu sebanyak 32 responden (53,3%) dan yang puas sebanyak 28 orang

(46,7%).

Tabel 3 Distribusi Loyalitas Responden

Variabel Kategori Puskesmas Klinik Pratama f % f %

Pemanfaatan Kembali Tidak 0 0 0 0 Ya 72 100 60 100

Merekomendasikan ke Orang Lain Tidak 3 4,2 3 5 Ya 69 95,8 57 95

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa 100% responden baik pada Puskesmas

maupun klinik pratama, menyatakan akan memanfaatkan pelayanan Prolanis kembali pada waktu

yang akan datang. Kemudian, mayoritas responden juga menyatakan akan merekomendasikan ke

orang lain, pada Puskesmas sebanyak 69 orang (95,8%) dan pada klinik pratama sebanyak 57

orang (95%).

Pembahasan Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi responden terbanyak pada Puskesmas berada

di kelompok umur 50-59 tahun. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian (Rahmi, 2015) yang

menunjukan bahwa peserta yang berumur ≤ 60 tahun memiliki tingkat pemanfaatan terhadap

pelayanan Prolanis yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta yang berumur > 60 tahun.

Pada klinik pratama, hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi responden terbanyak adalah

pada kelompok umur 60-69 tahun, namun apabila diakumulasikan proporsi umur responden yang

Tingkat kepuasan ..., Amelia Shervina, FKM UI, 2017

Page 8: Tingkat Kepuasan Pengguna Pelayanan Program Pengelolaan ...

< 60 tahun pada klinik pratama maupun pada Puskesmas lebih tinggi dibandingkan dengan

proporsi umur ≥ 60 tahun.

Memasuki usia lansia, tubuh akan mengalami proses penuaan dan penurunan fungsi organ

sehingga berpengaruh terhadap produktifitas atau kemampuan fisik seseorang untuk melakukan

berbagai aktifitas. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Tawakal (2015) yang menyatakan

bahwa, lansia yaitu peserta dengan usia ≥ 60 tahun, lebih ketergantungan dengan orang lain

dibandingkan dengan peserta pra lansia (< 60 tahun). Sehingga, untuk dapat mengikuti kegiatan

Prolanis, lansia cenderung harus diantar ke lokasi oleh anak atau keluarganya. Selain itu,

penurunan daya ingat yang terjadi pada usia lansia juga menjadi penyebab lebih sedikitnya

peserta lansia yang menggunakan pelayanan Prolanis, sehingga mereka cenderung sering lupa

terhadap jadwal pelaksanaan kegiatan Prolanis. Namun, sebagaimana hasil penelitian

menunjukan pada kelompok umur 60-69 tahun di klinik pratama masih lebih banyak

dibandingkan pada Puskesmas. Hal ini dapat disebabkan karena pada klinik pratama,

penanggungjawab Prolanis memiliki kontak peserta yang lebih lengkap dibanding Puskesmas,

sehingga penanggungjawab Prolanis pada klinik pratama dapat mengingatkan seluruh peserta

melalui pesan singkat terkait jadwal pelaksanaan kegiatan Prolanis.

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi responden yang berjenis kelamin perempuan

lebih mendominasi dibandingkan proporsi responden yang berjenis kelamin laki-laki, baik pada

Puskesmas maupun pada klinik pratama. Hal ini dapat disebabkan karena perempuan lebih rentan

terkena penyakit hipertensi dan diabetes melitus. Pernyataan ini didukung dengan data Riskesdas

tahun 2013 yang menyatakan bahwa prevalensi hipertensi dan diabetes melitus pada perempuan

lebih tinggi dibanding pada laki-laki. Berdasarkan hasil penelitian Asfiani (2016) didapatkan

proporsi peserta Prolanis dengan DM tipe 2 sebanyak 69,1% adalah perempuan. Kemudian pada

penelitian Dewi (2015) dinyatakan bahwa peserta BPJS Kesehatan Cabang Depok yang

menyandang penyakit hipertensi 65,5% adalah perempuan dan untuk penyandang penyakit DM

tipe 2 56,1% juga adalah perempuan.

Berdasarkan penelitian Rahmi (2015), proporsi responden yang berjenis kelamin

perempuan lebih banyak yang memanfaatkan pelayanan Prolanis dibandingkan dengan laki-laki.

Hal ini dikarenakan perempuan memiliki tingkat awareness yang lebih tinggi terhadap

Tingkat kepuasan ..., Amelia Shervina, FKM UI, 2017

Page 9: Tingkat Kepuasan Pengguna Pelayanan Program Pengelolaan ...

penyakitnya sehingga perempuan akan berupaya untuk mencegah tejadinya keparahan akibat

penyakit tersebut, termasuk dengan mengikuti kegiatan Prolanis.

Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa responden yang berpendidikan tinggi lebih

banyak di klinik pratama dibandingkan Puskesmas. Hal ini sejalan dengan penelitian Hilda,

Fudholi, & Diah (2015) yang menunjukan proporsi pasien DM PRB di klinik dan apotek, 65%

berpendidikan terakhir diploma/sarjana. Pada penelitian Hastuty (2005) diperoleh hasil bahwa

proporsi pasien yang berpendidikan tinggi di Puskesmas sebesar 60%, sedangkan di klinik

pratama proporsinya lebih besar dibanding Puskesmas, yaitu 94,2%.

Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis pekerjaan responden baik pada Puskesmas

maupun pada klinik pratama paling banyak adalah ibu rumah tangga/pensiunan. Sejalan dengan

penelitian Tawakal (2015) bahwa proporsi responden yang memanfaatkan pelayanan Prolanis

lebih banyak pada responden yang tidak bekerja dibandingkan dengan yang bekerja. Pada

penelitian Asfiani (2016) didapatkan bahwa proporsi peserta Prolanis dengan DM tipe 2 di lima

FKTP BPJS Cabang Bekasi, 75,9% merupakan ibu rumah tangga, pensiunan, ataupun tidak

memiliki pekerjaan. Hal ini dapat disebabkan karena responden yang tidak memiliki pekerjaan,

seperti ibu rumah tangga atau pensiunan lebih banyak memiliki waktu luang sehingga lebih

memungkinkan bagi mereka untuk mengikuti kegiatan Prolanis.

Selain itu, dari segi pelaksanaan kegiatan Prolanis terutama pada Puskesmas, biasanya

dilaksanakan pada hari kerja. Hal ini dapat menjadi hambatan bagi responden yang memiliki

pekerjaan karena waktu pelaksanaan kegiatan Prolanis yang bertabrakan dengan waktu bekerja.

Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan

Hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi responden baik pada Puskesmas maupun

pada klinik pratama lebih banyak pada kelompok berpendapatan rendah. Hal ini dapat disebabkan

karena responden yang menggunakan pelayanan Prolanis lebih banyak yang tidak bekerja atau

sudah pensiun dari pekerjaannya, sehingga mereka sudah tidak memiliki pendapatan per bulan

lagi. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada variabel pekerjaan bahwa orang yang tidak bekerja

Tingkat kepuasan ..., Amelia Shervina, FKM UI, 2017

Page 10: Tingkat Kepuasan Pengguna Pelayanan Program Pengelolaan ...

atau sudah pensiun akan memiliki waktu luang yang lebih banyak dibanding orang yang masih

bekerja.

Kepuasan

Dari hasil analisis diperoleh bahwa kepuasan total pada Puskesmas lebih tinggi dibanding

pada klinik pratama. Pada penelitian Hastuty (2005), persentase pasien yang memiliki persepsi

pelayanan kesehatan bermutu baik pada Puskesmas maupun klinik pratama adalah sama, masing-

masing sebesar 41,7%. Pada penelitian Anggraini dan Rohmani (2012) di Klinik Sayung Husada,

responden yang puas terhadap pelayanan dokter sebesar 66%, pelayanan paramedis 84,5%,

sarana penunjang 13,4%, dan administrasi 38,1%. Di Puskesmas Tuminting Manado, tingkat

kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan sebesar 51,9% (Gaghana dkk, 2014). Kemudian,

kepuasan pasien di Puskesmas Kahuripan Tasikmalaya adalah sebesar 59,7% (Jalimun,

Widjanarko, & Peitojo, 2014).

Tingkat kepuasan di berbagai tempat bisa berbeda-beda karena pengaruh beberapa faktor,

seperti sosiodemografi, karakteristik dan psikologis seseorang (Kotler & Keller, 2012). Meskipun

jenis pelayanannya sama, namun karakteristik penggunanya berbeda, maka tingkat kepuasan

yang dihasilkan pun dapat berbeda pula. Jika dilihat dari karakteristik responden, pada klinik

pratama 50% responden berpendidikan terkahir akademi/perguruan tinggi sedangkan pada

Puskesmas responden yang berpendidikan tinggi sebesar 18,1%. Sebagaimana teori Zschock

(1979) dalam Ilyas (2011), orang dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi akan

mempunyai tingkat pengetahuan akan informasi tentang pelayanan kesehatan yang lebih baik.

Maka dari itu, orang yang berpendidikan tinggi cenderung lebih memiliki sifat kritis dalam

menerima pelayanan yang tidak sesuai dengan harapannya.

Pemaparan yang lebih detail mengenai kepuasan tersebut dapat dilihat pada setiap

dimensi sebagai berikut. Berdasarkan dimensi responsiveness, penilaian yang memiliki

persentase puas paling rendah pada kedua jenis FKTP adalah petugas Puskesmas/klinik

memberikan informasi yang jelas mengenai kegiatan Prolanis. Berdasarkan temuan di lapangan,

terdapat beberapa responden yang menanyakan apa yang dimaksud dengan Prolanis. Beberapa

dari responden juga ternyata belum mengetahui kegiatan apa saja yang termasuk dalam

pelayanan Prolanis. Walaupun selama ini mereka telah rutin mengikuti berbagai kegiatan

Prolanis, seperti senam, pemeriksaan kesehatan, dan edukasi kesehatan, mereka tidak mengetahui

Tingkat kepuasan ..., Amelia Shervina, FKM UI, 2017

Page 11: Tingkat Kepuasan Pengguna Pelayanan Program Pengelolaan ...

bahwa kegiatan tersebut termasuk kedalam pelayanan Prolanis. Menurut Brown, dkk. dalam

Pohan (2006), layanan kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan informasi yang jelas

tentang apa, siapa, kapan, dimana, dan bagaimana layanan kesehatan itu akan dan/atau telah

dilaksanakan. Salah satu faktor yang menjadi penyebab buruknya kualitas jasa adalah adanya gap

komunikasi (Tjiptono & Chandra, 2005). Gap komunikasi tersebut dapat berupa penyedia jasa

yang tidak bisa selalu menyajikan informasi terbaru kepada para pelanggan dan pesan

komunikasi penyedia jasa yang tidak dipahami pelanggan. Oleh karena itu, kejelasan informasi

dari penyedia pelayanan kesehatan kepada pelanggan sangat lah penting untuk mewujudkan

pelayanan yang bermutu.

Berdasarkan dimensi reliability, penilaian yang memiliki persentase puas paling rendah

pada kedua jenis FKTP adalah waktu tunggu antrian pemeriksaan kesehatan tidak lama. Agar

berhasil, layanan kesehatan harus dilaksanakan dalam waktu dan cara yang tepat oleh pemberi

pelayanan yang tepat (Pohan, 2006). Pada penelitian Wahyuni (2015) juga ditemukan bahwa

ketidakpuasan dalam dimensi reliability didominasi oleh ketidaktepatan sistem antrian dan

lamanya waktu tunggu. Banyak responden yang menyatakan terlalu lama menunggu karena

antrian yang panjang dan lama, serta adanya peserta yang tidak mau antri. Hal ini disebabkan

karena jumlah petugas yang memeriksa kesehatan peserta Prolanis sangat sedikit, sedangkan

jumlah peserta yang mengantri cukup banyak dan seluruhnya harus diperiksa satu per satu.

Berdasarkan dimensi assurance, penilaian yang memiliki persentase puas paling rendah

pada Puskesmas adalah materi yang disampaikan dalam edukasi kesehatan mudah dipahami.

Sedangkan pada klinik pratama, pernyataan dengan persentase puas terendah adalah materi yang

disampaikan dalam edukasi kesehatan mudah dipahami, kesopanan petugas dalam memberikan

pelayanan, dan pemeriksaan kesehatan dilakukan oleh petugas yang terpercaya. Hubungan antar

manusia merupakan salah satu aspek yang penting untuk mewujudkan layanan kesehatan yang

bermutu. Menurut Brown, dkk. dalam Pohan (2006), hubungan antar manusia merupakan

interaksi antara pemberi layanan kesehatan dengan pasien atau konsumen, antar sesama pemberi

layanan kesehatan, hubungan antara atasan dan bawahan, masyarakat, dan lain-lain. Hubungan

antar manusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan atau kredibilitas dengan cara saling

menghargai, menjaga rahasia, saling menghormati, memberi perhatian, dan lain-lain.

Mendengarkan keluhan dan berkomunikasi dengan efektif juga merupakan hal yang tidak boleh

dikesampingkan. Penyuluhan kesehatan yang baik bersumber dari komunikasi yang baik. Pasien

Tingkat kepuasan ..., Amelia Shervina, FKM UI, 2017

Page 12: Tingkat Kepuasan Pengguna Pelayanan Program Pengelolaan ...

yang diperlakukan kurang baik cenderung akan mengabaikan nasihat dan tidak mau melakukan

kunjungan ulang. Beberapa responden juga menyampaikan harapannya agar pelayanan yang

diberikan lebih ditingkatkan lagi, petugas diharapakan lebih ramah, sopan, serta peningkatan

dalam hal penyampaian atau komunikasi petugas kepada peserta Prolanis.

Berdasarkan dimensi empathy, penilaian yang memiliki persentase puas paling rendah

pada Puskesmas adalah petugas sabar dalam mendengarkan keluhan peserta Prolanis dan

ketulusan petugas Puskesmas dalam memberikan pelayanan kepada peserta Prolanis. Sedangkan

pada klinik pratama, pernyataan dengan persentase puas terendah adalah petugas sabar dalam

mendengarkan keluhan peserta Prolanis. Beberapa responden menyampaikan agar petugas lebih

sabar dalam memberikan pelayanan kepada peserta Prolanis. Menurut peneliti, hal ini disebabkan

karena jumlah petugas Puskesmas/klinik pratama yang melayani peserta Prolanis sangat terbatas,

sedangkan jumlah peserta Prolanis cukup banyak sehingga menyebabkan antrian yang panjang.

Antrian yang panjang akan menuntut petugas untuk cepat dalam memberikan pelayanan sehingga

sulit untuk konsisten memberi perhatian khusus kepada peserta Prolanis satu per satu.

Berdasarkan dimensi tangible, penilaian yang memiliki persentase puas paling rendah

pada Puskesmas adalah kelengkapan peralatan pemeriksaan kesehatan. Menurut peneliti,

rendahnya kepuasan pada pernyataan tersebut disebabkan karena responden pada Puskesmas

menginginkan pemeriksaan kesehatan yang lebih banyak lagi. Hal ini diungkapkan responden

dalam pertanyaan terbuka mengenai keluhan dan saran. Mereka menyampaikan harapannya agar

ada pemeriksaan lain selain tekanan darah atau dengan kata lain jenis pemeriksaan kesehatan

ditambah. Pada klinik pratama, pernyataan dengan persentase puas terendah adalah kebersihan

dan kenyamanan tempat pelaksanaan pemeriksaan kesehatan. Menurut hasil pengamatan di

lapangan, tempat pemeriksaan kesehatan di klinik pratama biasanya dilaksanakan di ruang

tunggu pengunjung. Seluruh peserta Prolanis berkumpul di tempat tersebut untuk bergiliran

melakukan pemeriksaan kesehatannya, sehingga tempat pemeriksaan kesehatan menjadi semakin

sempit dan menimbulkan ketidaknyamanan bagi peserta Prolanis yang sedang diperiksa

kesehatannya.

Dalam melakukan perbaikan atau peningkatan pelayanan bagi Puskesmas dan klinik

pratama, perlu diketahui hal-hal mana saja yang harus diprioritaskan terlebih dahulu. Penentuan

prioritas tersebut dapat diketahui dari diagram kartesius. Pada Puskesmas, aspek layanan

kesehatan yang menjadi prioritas utama untuk ditingkatkan adalah ketepatan waktu pelaksanaan

Tingkat kepuasan ..., Amelia Shervina, FKM UI, 2017

Page 13: Tingkat Kepuasan Pengguna Pelayanan Program Pengelolaan ...

pemeriksaan kesehatan dan kelengkapan peralatan pemeriksaan kesehatan. Sedangkan pada

klinik pratama antara lain, kejelasan informasi mengenai kegiatan Prolanis, kebersihan dan

kenyamanan tempat pelaksanaan pemeriksaan kesehatan, kelengkapan peralatan pemeriksaan

kesehatan, serta kelengkapan sarana penunjang dalam edukasi kesehatan.

Loyalitas

Pemanfaatan Kembali

Hasil penelitian menunjukan bahwa seluruh responden pada Puskesmas dan klinik

pratama menyatakan akan memanfaatkan kembali pelayanan Prolanis di waktu yang akan datang.

Hal ini dapat disebabkan karena responden dalam penelitian ini adalah peserta yang memang

rutin memanfaatkan pelayanan Prolanis dalam enam bulan terakhir. Beberapa alasan responden

mau memanfaatkan atau mengikuti kegiatan Prolanis kembali karena mereka sadar akan

pentingnya kesehatan, sehingga memanfaatkan pelayanan Prolanis menjadi kebutuhan untuk

menangani masalah kesehatan yang mereka alami. Sebagaimana teori andersen (1975) dalam

Ilyas (2011), penilaian keadaan kesehatan yang dirasakan oleh individu merupakan bagian dari

faktor kebutuhan yang menjadi determinan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan.

Kemudian, aktifitas berolahraga juga sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian responden,

sehingga walaupun sedang tidak ada jadwal senam Prolanis, beberapa responden tetap akan

berolahraga di acara lain ataupun jalan pagi di sekitar tempat tinggalnya. Selain itu, ada juga

responden yang mau memanfaatkan kembali pelayanan Prolanis karena merasakan manfaat dari

program ini, mereka merasa pelayanan Prolanis mampu menurunkan hipertensi dan diabetes

melitusnya menjadi kondisi stabil. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Asfiani (2016) bahwa

persepsi manfaat berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan peserta Prolanis dengan DM tipe 2.

Alasan lain untuk melakukan pemanfaatan kembali adalah karena ingin bertemu dengan teman-

teman sesama peserta Prolanis.

Merekomendasikan ke Orang Lain

Hasil penelitian menunjukan bahwa hampir seluruh responden pada Puskesmas dan klinik

pratama menyatakan akan merekomendasikan pelayanan di Puskesmas/klinik tersebut ke orang

lain.

Tingkat kepuasan ..., Amelia Shervina, FKM UI, 2017

Page 14: Tingkat Kepuasan Pengguna Pelayanan Program Pengelolaan ...

Hal ini dapat disebabkan karena peserta lebih senang jika yang datang mengikuti kegiatan

Prolanis lebih banyak. Sebagaimana pernyataan responden yang dilontarkan kepada peneliti saat

pengambilan data, bahwa motivasinya untuk datang ke Puskesmas/klinik pratama dalam rangka

mengikuti kegiatan Prolanis adalah agar dapat bertemu dengan teman-temannya. Sehingga

semakin banyak peserta yang datang, maka akan semakin memperluas pertemanan mereka dan

hal ini akan menambah semangat peserta untuk mengikuti kegiatan Prolanis. Selain itu, hubungan

baik yang terbentuk antara peserta Prolanis dengan dokter di Puskesmas/klinik pratama juga

menjadi sebab mereka mau merekomendasikan Puskesmas/klinik pratama tersebut ke orang lain.

Menurut Zeithmal dkk. (1993) dalam Tjiptono & Chandra (2005), pernyataan yang disampaikan

oleh orang lain selain organisasi penyedia jasa kepada pelanggan atau biasa disebut dengan istilah

word of mouth, biasanya lebih kredibel dan efektif karena yang menyampaikannya adalah orang-

orang yang dapat dipercayai pelanggan. Selain itu, word of mouth juga cepat diterima sebagai

referensi karena pelanggan biasanya sulit mengevaluasi jasa yang belum dirasakannya sendiri.

Kesimpulan

Tingkat kepuasan pengguna pelayanan Prolanis secara keseluruhan pada Puskesmas lebih

tinggi dibandingkan pada klinik pratama. Perbedaan tingkat kepuasan di berbagai tempat dapat

disebabkan karena perbedaan karakteristik responden dan instrumen penelitian yang digunakan.

Saran Bagi Puskesmas 1. Meningkatkan pelayanan Prolanis terutama dalam hal ketapatan waktu pelaksanaan

pemeriksaan kesehatan dan kelengkapan peralatan pemeriksaan kesehatan.

2. Meningkatkan frekuensi pelaksanaan edukasi kesehatan.

3. Meningkatkan kecepatan pelayanan, kesabaran, keramahan, dan kesopanan dalam melayani

peserta Prolanis.

4. Penambahan petugas kesehatan dalam pelayanan Prolanis untuk menghindari antrian yang

panjang dan lama.

5. Mencatat kontak seluruh peserta Prolanis atau anggota keluarganya agar mempermudah

petugas dalam memberikan informasi kepada seluruh peserta Prolanis.

Tingkat kepuasan ..., Amelia Shervina, FKM UI, 2017

Page 15: Tingkat Kepuasan Pengguna Pelayanan Program Pengelolaan ...

6. Penyesuaian kembali terhadap jadwal kegiatan Prolanis agar penyandang penyakit kronis

yang lain juga bisa turut serta.

Bagi Klinik Pratama 1. Meningkatkan pelayanan Prolanis terutama dalam hal kejelasan informasi mengenai kegiatan

Prolanis, kebersihan dan kenyamanan tempat pelaksanaan pemeriksaan kesehatan,

kelengkapan peralatan pemeriksaan kesehatan, serta kelengkapan sarana penunjang dalam

edukasi kesehatan.

2. Meningkatkan kecepatan pelayanan, keramahan, dan kesopanan dalam melayani peserta

Prolanis.

3. Penambahan petugas kesehatan dalam pelayanan Prolanis untuk menghindari antrian yang

panjang dan lama.

4. Menambah variasi dalam gerakan senam.

5. Mengadakan rekreasi bersama peserta Prolanis.

Bagi BPJS Kesehatan 1. Meningkatkan sosialisasi mengenai kegiatan Prolanis baik kepada FKTP ataupun kepada

peserta JKN.

2. Menjalankan aktifitas Prolanis sms gateway dan home visit.

3. Menambah jenis pemeriksaan kesehatan.

4. Meningkatkan kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap FKTP Prolanis untuk memastikan

keefektifan pelaksanaan Prolanis.

5. Membangun koordinasi yang baik kepada dokter spesialis di FKTL agar pasien yang

menyandang penyakit kronis dapat ikut serta dalam kegiatan Prolanis di FKTP.

6. Menambah jejaring FKTP yang belum melaksanakan Prolanis agar dapat segera

melaksanakan kegiatan Prolanis.

Daftar Referensi Adisasmito, W. (2014). Sistem Kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers. Alturki, M., & Khan, T. M. (2013). A Study Investigating the Level of Satisfaction with the Health Services

Provided by the Pharmacist at ENT Hospital, Eastern Region Alahsah, Kingdom of Saudi Arabia. Saudi Pharmaceutical Journal , 21(3), 255-260.

Tingkat kepuasan ..., Amelia Shervina, FKM UI, 2017

Page 16: Tingkat Kepuasan Pengguna Pelayanan Program Pengelolaan ...

Anggraini, M. T., & Rohmani, A. (2012). Hubungan Kepuasan Pasien dengan Minat Pasien dalam Pemanfaatan Ulang Pelayanan Kesehatan pada Praktek Dokter Keluarga. Seminar Hasil-Hasil Penelitian - LPPM UNIMUS 2012 , 154-161.

Asfiani, L. V. (2016). Tingkat Kepatuhan Mengikuti Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) dan Determinannya pada Peserta dengan Diabetes Melitus Tipe 2 di Lima Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) BPJS Cabang Bekasi Tahun 2016. Tesis. Depok: FKM UI.

BPJS Kesehatan. (2014). Panduan Praktis PROLANIS (Program Pengelolaan Penyakit Kronis). Jakarta: BPJS Kesehatan.

Dewi, A. (2015). Hubungan antara Prolanis dengan Rujukan Penyakit Hipertensi dan Diabetes Melitus Tipe 2 pada Peserta BPJS Kesehatan Cabang Depok Bulan Januari sampai April Tahun 2015. Skripsi. Depok: FKM UI.

Fitriyani, K. (2009). Analisis Tingkat Kepuasan Peserta Askes Sosial terhadap Pelayanan Administrasi Kepesertaan di PT Askes (Persero) Cabang Jakarta Timur Tahun 2009. Skripsi. Depok: FKM UI.

Gaghana, V. F., Siagian, I. E., Palandeng, H. M., & Monintja, T. (2014). Tingkat Kepuasan Pasien Universal Coverage terhadap Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Tuminting Manado. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik , 2 (1), 22-26.

Hastuty, E. (2005). Determinan Persepsi Mutu Pelayanan Kesehatan Gigi Pasien Puskesmas Ciputat dan Klinik Syarif Hidayatullah Kecamatan Ciputat Kabuoaten Tangerang Tahun 2005. Tesis. Jakarta: FKG UI.

Hilda, Fudholi, & Diah. (2015). Kepuasan Pasien Diabetes Melitus Rujuk Balik Peserta BPJS Kesehatan terhadap Pelayanan Kefarmasian di Klinik dan Apotek Kota Yogyakarta. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi , 5(4), 241-246.

Ilyas, Y. (2011). Asuransi Kesehatan. Depok: FKM UI. Iman, M. T., & Ghodrati, S. (2010). A Study of Relationship between Socio-economic Factors and Satisfaction with

Family Planning Services in Iran. Journal of The North Carolina Sociological Assosiation , 8(1), 1-7. Jalimun, Y. P., Widjanarko, B., & Peitojo, H. (2014). Kepuasan Pasien di Balai Pengobatan Gigi (BPG) Puskesmas

Kahuripan Kota Tasikmalaya. Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia , 10 (1), 898-910. Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (2013). Hipertensi. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. Kotler, P. (1996). Manajemen Pemasaran Jilid 1. Jakarta: PT Prenhallindo. Kotler, P., & Keller, K. L. (2012). Marketing Management, 14 ed. England: Pearson Education Limited. Muninjaya, A. A. (2011). Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: EGC. Naidu, A. (2009). Factors Affecting Patient Satisfaction and Healthcare Quality. International Journal of Health

Care Quality Assurance , 22 (4), 366-381. Notoadmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Oroh, M., Rompas, S., & Pondang, L. (2014). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kepuasan Pasien

Rawat Inap terhadap Pelayanan Keperawatan di Ruang Interna RSUD Noongan. Jurnal Universitas Sam Ratulangi Manado , 1-7.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional Pohan, I. S. (2006). Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta: EGC. Putri, D. R. (2017). Pengaruh Kualitas Pelayanan Kefarmasian terhadap Kepuasan, Kepercayaan, & Loyalitas

Konsumen Apotek. Indonesian Journal for Health Sciences (IJHS) , 1 (1), 23-29. Putri, R. H. (2015). Gambaran Kepuasan Peserta Mandiri BPJS Kesehatan terhadap Pelayanan Administrasi

Kepesertaan di BPJS Kesehatan Kantor Cabang Jakarta Selatan Tahun 2015. Skripsi. Depok: FKM UI. Rahmi, A. N. (2015). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Program Pengelolaan Penyakit

Kronis (PROLANIS) di BPJS Kesehatan Kantor Cabang Jakarta Timur Tahun 2015. Skripsi. Depok: FKM UI.

Ristekdikti. (2016). 60 Persen Masyarakat Indonesia Tidak Sadar Mengidap Diabetes. Jakarta: Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.

Sahin, B., & Tatar, M. (2006). Analysis of Factors Affecting Patient Satisfaction. Disease Management & Health Outcomes , 14 (3), 171-183.

Sitompul, J. (2012). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepuasan Peserta Askes Sosial terhadap Pelayanan Askes Center di RS Depati Hamzah Pangkalpinang Tahun 2012. Skripsi. Depok: FKM UI.

Soewondo, P. (2014). Harapan Baru Penyandang Diabetes Melitus. Jurnal Kedokteran Indonesia , 2(1), 1-6. Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Jakarta: Alfabeta. Supranto, J. (2006). Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan. Jakarta: Rineka Cipta. Tawakal, I. (2015). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Program Pengelolaan Penyakit Kronis

(Prolanis) di BPJS Kesehatanan Kantor Cabang Tangerang Tahun 2015. Skripsi. Depok: FKM UI.

Tingkat kepuasan ..., Amelia Shervina, FKM UI, 2017

Page 17: Tingkat Kepuasan Pengguna Pelayanan Program Pengelolaan ...

Tjiptono, F., & Chandra, G. (2005). Service, Quality & Satisfaction. Yogyakarta: Andi. Undang-Undang Dasar 1945 Wahyuni, R. (2015). Gambaran Kepuasan Peserta BPJS Kesehatan terhadap Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan di

Rumah Sakit Palang Merah Indonesia Bogor Tahun 2014. Skripsi. Depok: FKM UI. WHO. (2016). Cardiovascular Diseases. World Health Organization. WHO. (2016). Diabetes. World Health Organization. WHO. (2015). Noncommunicable Diseases. World Health Organization. Yuniar, Y., & Handayani, R. S. (2016). Kepuasan Pasien Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional terhadap

Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jurnal Kefarmasian Indonesia , 6(1), 39-48.

Tingkat kepuasan ..., Amelia Shervina, FKM UI, 2017