Tindak Pidana Korupsi Dari Kacamata Politik Hukum (2)

32
Tinjauan Hukum Pertanggungan Jawaban Tindak Pidana Korupsi Terkaiat Pejabat Administrasi Menurut Kacamata Politik Hukum By Timur Abimanyu, SH.MH Latar Belakang Pemberlakukan Undang Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara sangat erat hubungannya dengan pemberlakukan Undang Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah didalam pengelolaan dan penggunaan keuangan negara. Untuk memantau dan membatasi penyalahgunaan tehadap keuangan negara, maka diberlakukanlah Undang Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan tujuan untuk membatasi dan pemberian sanksi hukuman bagi para pelaku tindak pidana korupsi apabila menyimpang dari prosedur hukum atau melakukan penyalahgunaan wewenang yang telah diatur oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pemberlakukan Undang Undang No. 31 Tahun 1999 karena dianggap sudah tidak memenuhi kebutuhan dan perkembangan jaman, maka telah diubah dengan Undang Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan didukung pemberlakukan Undang Undang No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Demikianlah uraian pemberlakukan undang-undang yang saling berhubungan sesuai dengan judul ”Persfektif Terhadap Pertanggungan Jawab Perbuatan Pidana Korupsi Oleh Pejabat Administrasi Negara serta analisanya” untuk

Transcript of Tindak Pidana Korupsi Dari Kacamata Politik Hukum (2)

Page 1: Tindak Pidana Korupsi Dari Kacamata Politik Hukum (2)

Tinjauan Hukum Pertanggungan Jawaban Tindak Pidana Korupsi Terkaiat Pejabat Administrasi

Menurut Kacamata Politik Hukum

By Timur Abimanyu, SH.MH

Latar Belakang

Pemberlakukan Undang Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

sangat erat hubungannya dengan pemberlakukan Undang Undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah didalam pengelolaan dan penggunaan keuangan negara. Untuk memantau

dan membatasi penyalahgunaan tehadap keuangan negara, maka diberlakukanlah Undang Undang

No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan tujuan untuk

membatasi dan pemberian sanksi hukuman bagi para pelaku tindak pidana korupsi apabila

menyimpang dari prosedur hukum atau melakukan penyalahgunaan wewenang yang telah diatur

oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pemberlakukan Undang Undang No. 31 Tahun 1999 karena dianggap sudah tidak

memenuhi kebutuhan dan perkembangan jaman, maka telah diubah dengan Undang Undang

No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang No. 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan didukung pemberlakukan Undang Undang No. 46

Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Demikianlah uraian pemberlakukan undang-undang yang saling berhubungan sesuai

dengan judul ”Persfektif Terhadap Pertanggungan Jawab Perbuatan Pidana Korupsi Oleh

Pejabat Administrasi Negara serta analisanya” untuk mengetahui dengan secara jelas

promblematika dan Implemenatsi dari pemberlakuan undang-undang yang telah di jelaskan dalam

kata pengantar.

Dengan berdasarkan kerangka teori dan konsep Hukum dari Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi yaitu Undang Undang No. 1 Tahun 2004 :1

” Penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan hak

1 Undang Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2004, Pasal 1 : Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan : 1.

Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.2. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.3. Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.4. Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah.5. Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.6. Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat dan/atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.

Page 2: Tindak Pidana Korupsi Dari Kacamata Politik Hukum (2)

dan kewajiban negara yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara”,

”Pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”, ”Dalam rangka pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara diperlukan kaidah-kaidah hukum administrasi keuangan negara yang mengatur perbendaharaan negara”2

Undang Undang No. 32 Tahun 2004 :3

” Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia; Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan. daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara”

Undang Undang No. 31 Tahun 1999 :4

2 Undang Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2004, Pasal 1 ayat 7, Piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Daerah dan/atau hak Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.8. Utang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah Pusat dan/atau kewajiban Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah.9. Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah Daerah dan/atau kewajiban Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah.10. Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.11. Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.12. Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.13. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik negara/daerah.14. Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan, dan membayar/menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang negara/daerah.15. Bendahara Umum Negara adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara.16. Bendahara Umum Daerah adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum daerah dan 17. Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan.

3 Undang Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004, Pasal 2 : 1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas

daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah. 2. Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembatuan..3Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.4.Pemer in t ahan dae rah da l am menye l engga rakan u rusan pemerintahan memiliki hubungan dengan Pemerintah dan dengan pemerintahan daerah lainnya.4. H u b u n g a n s e b a g a i m a n a d i m a k s u d p a d a a y a t ( 4 ) m e l i p u t i hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya.4. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras.5. Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antar susunan pemerintahan. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. 6. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4. Undang Undang Republik Indonesia, Nomor 31 Tahun 1999, Pasal 1, Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:1.Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.2. Pegawai Negeri adalah meliputi : a. pegawa i nege r i s ebaga imana d imaksud da l am Undang-undang t en t ang Kepegawaian;b. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana; c.orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;d. orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; ataue. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara

Page 3: Tindak Pidana Korupsi Dari Kacamata Politik Hukum (2)

”Tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945;b. Akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi;c. c.Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan lebih efektif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi;

Undang Undang No. 20 Tahun 2001 :5

”tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa dan untuk lebih menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman penafsiran hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakuan secara adil dalam memberantas tindak pidana korupsi, perlu diadakan perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”.

atau masyarakat.3. Setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi.5. Undang Undang Republik Indonesia, Nomor 20 Tahun 2001, Pasal I, Beberapa ketentuan dan penjelasan pasal dalam

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diubah sebagai berikut:1.Pasal 2 ayat (2) substansi tetap, penjelasan pasal diubah sehingga rumusannya sebagaimana tercantum dalam penjelasan Pasal Demi Pasal angka 1 Undang-undang ini.2. Ketentuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, rumusannya diubah dengan tidak mengacu pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana tetapi langsung menyebutkan unsur-unsur yang terdapat dalam masing-masing pasal Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang diacu, sehingga berbunyi sebagai berikut:Pasal 5, (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: :a.memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat s e sua tu da l am j aba t annya , yang be r t en t angan dengan kewajibannya; atau, b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara nega ra ka r ena a t au be rhubungan dengan s e sua tu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.(2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).Pasal 6, (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang::a.memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau, b.memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili..(2) Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).Pasal 7, (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100 .000 .000 ,00 ( s e r a tu s j u t a rup i ah ) dan pa l i ng banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah):a. pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a; d. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indones i a me l akukan pe rbua t an cu rang yang dapa t membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; ataue. setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c.(2) Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).Pasal 8, Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

Page 4: Tindak Pidana Korupsi Dari Kacamata Politik Hukum (2)

Undang Undang No. 46 Tahun 2009 :

”Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang bertujuan mewujudkan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang tertib, sejahtera, dan berkeadilan dalam rangka mencapai tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;b.bahwa tindak pidana korupsi telah menimbulkan kerusakan dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara sehingga upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi perlu dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan yang menuntut peningkatan kapasitas sumber daya, baik kelembagaan, sumber daya manusia, maupun sumber daya lain, serta mengembangkan kesadaran, sikap, dan perilaku masyarakat antikorupsi agar terlembaga dalam sistem hukum nasional;c.bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang dasar pembentukannya ditentukan dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga perlu diatur kembali Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dengan undang-undang yang baru”.

Landasan Hukum Pertanggungan Jawab Perbuatan Pidana Korupsi Oleh Pejabat

Administrasi Negara adalah Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 Republik Indonesia,

Undang Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang Undang No. 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang Undang No. 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan

Atas Undang Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan

Undang Undang No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Permasalahan yang timbul dari Pertanggungan Jawab Perbuatan Pidana Korupsi Oleh

Pejabat Administrasi Negara dan Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi yaitu6 : Apakah dalam

upaya pemberatasan tindak pidana korupsi dapat terimplementasi baik dan bagaimana tehadap

kepastian hukum yang berdasarkan rasa keadilan ?

Asumsi sementara, ketentuan perundang-undangan mengenai Pertanggungan Jawab

Perbuatan Pidana Korupsi Oleh Pejabat Administrasi Negara dan Pemberatasan Tindak Pidana

Korupsi yang diatur oleh Undang Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan

Atas Undang Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi belum

dapat terimplemenati dengan baik didalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi,

apalagi jika Rancangan Undang-Undang Tipikor yang masih dalam upaya penggodokan di

6 Fischel, Daniel R.” Efficient Capital Markets, The Crash, and the Fraud on the Market Theory”. Delaware Journal of Corporate

Law, vol. 74, 1989.

Page 5: Tindak Pidana Korupsi Dari Kacamata Politik Hukum (2)

Parlemen, terkesan didalam penghukuman pelaku tindak pidana korupsi didalam hal mengenai

pasal batas minimum hukuman akan dihilangkan, maka Rancangan Undang Undang Tindak

Pidana Korupsi ruang lingkupnya semakin dipersempit. Sebagai asumsi pertnyaan, Apakah

Rancangan Undang Undang Tipikor tersebut akan efektif untuk memberantas Tindak Pidana

Korupsi di Indonesia.

Pertanggungan Jawaban Pidana dan Administrasi Negara

A. Pengertian dan Ruang Lingkup.

Dalam lingkup pengertian Administrasi Negara dan Pejabat Administrasi Negara yang pada

dasarnya mengenai pengaturan dan mengelola keuangan negara yang dikelola oleh orang-orang

yang ditunjuk oleh Negara/Pemerintah untuk mengatur keuangan negara dengan sebaik-

baiknya.

1. Pengertian Administrasi Negara dan Pejabat Administrasi Negara.7

Pengertian Administrasi Negara :

Dalam penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara yang

menimbulkan hak dan kewajiban negara yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan

keuangan negara8 dan pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilaksanakan secara terbuka dan

bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang diwujudkan dalam

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) dengan kaidah-kaidah hukum administrasi keuangan negara yang mengatur

perbendaharaan negara; Secara jelasnya, perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan

pertanggung jawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan,

yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Dengan Kas Negara adalah tempat penyimpanan

uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk

menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.

Mengenai Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang

ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung

seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.7Asmon, I.E.” Pemilikan Saham Oleh Karyawan: Suatu Sistem Demokrasi Ekonomi Bagi Indonesia”, dalam Didik J.Rachbini, ed ,

Pemikiran Kearah Demokrasi Ekonomi. Jakarta, LP3ES, 1990.8Beaver, William H. “ The Nature of Mandated Disclosure”, dalam Richard A. Posner dan Kenneth E.Scott, ed, Economic of

Corporation Law and Securities Regulation.Boston, Toronto : Little Brown & Company, 1980.

Page 6: Tindak Pidana Korupsi Dari Kacamata Politik Hukum (2)

Terdapat pula Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh

Gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar

seluruh pengeluaran daerah, dengan Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat

penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Gubernur/bupati/walikota untuk menampung

seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang

ditetapkan.

Terhadap piutang9 Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat

dan/atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat

perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

atau akibat lainnya yang sah dan piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar

kepada Pemerintah Daerah dan/atau hak Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang

sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku atau akibat lainnya yang sah. Begitu pula mengenai utang negara adalah jumlah

uang yang wajib dibayar Pemerintah Pusat10 dan/atau kewajiban Pemerintah Pusat yang dapat

dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian,

atau berdasarkan sebab lainnya yang sah, serta utang daerah adalah jumlah uang yang wajib

dibayar Pemerintah Daerah dan/atau kewajiban Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan

uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan

sebab lainnya yang sah. Pengaturan barang milik Negara adalah semua barang yang dibeli

atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah dan barang

milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau

berasal dari perolehan lainnya yang sah.

Pejabat Administrasi Negara :

Menteri/Pimpinan Lembaga adala pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan

keuangan kementerian negara/lembaga yang bersangkutan dan Kementerian

Negara/Lembaga adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian

negara/lembaga negara. Dengan dibantu oleh Pengguna Anggaran adalah pejabat

pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga/satuan kerja

9Black, Henry Campbell.Black’s Law Dictionary, Sixt Edition.ST.Paul. Minn: West Publishing Co, 1990.

10Bromberg, Alan R.” Corporate Information: Texas Gulf Sulphur and Its Implications”. South-Western Law Journal, vol 22,

1968.

Page 7: Tindak Pidana Korupsi Dari Kacamata Politik Hukum (2)

perangkat daerah dan Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan

barang milik negara/daerah. Sedangkan Bendahara adalah setiap orang atau badan yang

diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan, dan

membayar/menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang negara/daerah, terdapat

pula Bendahara Umum Negara adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan

fungsi bendahara umum negara, begitu pula Bendahara Umum Daerah adalah pejabat

yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum daerah.

Mengenai Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima,

menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang

pendapatan negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan

kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah. Dan Bendahara Pengeluaran adalah

orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan

mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara/daerah dalam rangka

pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah

daerah.11

2. Ruang Lingkup Administrasi Negara dan Pejabat Administrasi Negara.

Perbendaharaan Negara adalah meliputi: pelaksanaan pendapatan dan belanja negara,

pelaksanaan pendapatan dan belanjadaerah, pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara,

pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran daerah, pengelolaan kas, pengelolaan piutang dan

utang negara/daerah, pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah, penyelenggaraan

akuntansi dan sistem informasi manajemen keuangan negara/daerah, penyusunan laporan

pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD, penyelesaian kerugian negara/daerah,

pengelolaan Badan Layanan Umum, dan perumusan standar, kebijakan, serta sistem dan

prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan

11Undang Undang Republik Indonesia, No. 1 Tahn 2004, BAB II, PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA, Pasal 4, (1)

Menteri/pimpinan lembaga adalah Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bagi kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. (2) Menter i /pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya berwenang: a menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;b. menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Barang;c. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara; d. enetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang;e.melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja;f. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan dan perintah pembayaran;g. menggunakan barang milik negara;h. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik negara;i. mengawasi pelaksanaan anggaran;j.menyusun dan menyampaikan laporan keuangan; kepada kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya.Pasal 5, Gubernur/bupati/walikota selaku Kepala Pemerintahan Daerah: a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD;b. menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran dan Bendahara Penerimaan dan/atau Bendahara Pengeluaran;c. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan daerah;d. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;e. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah;f. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran.

Page 8: Tindak Pidana Korupsi Dari Kacamata Politik Hukum (2)

APBN/APBD. Kebijakan mengenai Undang-undang tentang APBN merupakan dasar bagi

Pemerintah Pusat untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran negara dan pengaturan

Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar bagi Pemerintah Daerah untuk

melakukan penerimaan dan pengeluaran daerah. Untuk mencegah agar setiap pejabat dilarang

melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN/APBD jika anggaran untuk

membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia, karena semua

pengeluaran negara, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang sesuai dengan program

pemerintah pusat, dibiayai dengan APBN, begitu pula semua pengeluaran daerah, termasuk

subsidi dan bantuan lainnya yang sesuai dengan program pemerintah daerah, dibiayai dengan

APBD. Mengenai anggaran adalah untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya mendesak

dan/atau tidak terduga disediakan dalam bagian anggaran tersendiri yang selanjutnya diatur

dalam peraturan pemerintah, begitu pula kelambatan pembayaran atas tagihan yang

berkaitan dengan pelaksanaan APBN/APBD dapat mengakibatkan pengenaan denda

dan/atau bunga.

3. Pengertian Pertanggungan Jawaban Pidana Korupsi.12

Tindak pidana adalah suatu tindakan yang merugikan keuangan negara dan merupakan

sebagai pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, yang

sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya

harus dilakukan secara luar biasa dengan tujuan untuk lebih menjamin kepastian hukum dan

memberikan perlindungan13 terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. Secara jelas

tidak pidana korupsi untuk membatasi pegawai negeri, hakim atau orang yang menerima barang

keperluan tentara nasional atau kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penyelenggara

negara dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama

15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima

puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta

rupiah) setiap orang yang:

12Bunch, Gary.” Chiarella : The Need For Equal Access Under Section 10(b)”.

13Charty Scott, op.cit, hal. 274-275.Caveat venditor merupakan lawan caveat emtor digunakan biasanya dalam lingkungan

finansiil, Winardi, Kamus Ekonomi (Inggris-Indonesia), (Bandung : Penerbit Alimni, 1982), hal 59. Caveat Venditor diartikan sebagai sipenjual harus berhati-hati (Let The Seller Beware), Henry Campbell Vlack, Op.cit, hal.222. Kasmir, SE.,MM., “Dasar-Dasar Perbankan”, Divisi Buku Perguruan Tinggi, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.Tahun 2005.

Page 9: Tindak Pidana Korupsi Dari Kacamata Politik Hukum (2)

4. Ruang Lingkup Pertanggungan Jawaban Pidana Korupsi.

Berkaitan erat dengan pendapatan dan belanja negara, pelaksanaan pendapatan dan belanja

daerah, pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara, pelaksanaan penerimaan dan

pengeluaran daerah, pengelolaan kas, pengelolaan piutang dan utang negara/daerah,

pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah, penyelenggaraan akuntansi dan sistem

informasi manajemen keuangan negara/daerah, penyusunan laporan pertanggung jawaban

pelaksanaan APBN/APBD, penyelesaian kerugian negara/daerah, pengelolaan Badan Layanan

Umum, dan perumusan standar, kebijakan, serta sistem dan prosedur yang berkaitan

dengan pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD. Akan tetapi

pengaturan didalam Undang Undang No. 20 Tahun 2001 menegaskan kepada pegawai negeri

atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut

diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau

tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya, hakim

yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau

janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan

kepadanya untuk diadili.

Kaitannya dengan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud

menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan

menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau

menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri

atau pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas,

meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara

negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara

negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal

diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang, pegawai negeri atau penyelenggara

negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau

penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya padahal diketahui bahwa

hal tersebut bukan merupakan utang.14

Dalam hal pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas,

telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan

peraturan perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa

14 Frederic.S.Mishkin, The Economics of Money, Bangking and Financial Market, Sixth Edition, Addison Wesley Longman USA,

2001.

Page 10: Tindak Pidana Korupsi Dari Kacamata Politik Hukum (2)

perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundangundangan; atau pegawai negeri

atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut

serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan

perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasi

nya. Dengan demikian bahwa ruang lingkup pertanggungan jawab pidana adalah yang

berkaitan dengan jabatan, kewenangan, keuangan negara dan gratifikasi (pemberian hadiah

berupa apapun juga) yang berkaitan dengan kepentingan yang bertentangan dengan Undang

Undang tindak pidana korupsi.

B. Hubungan Hukum Pejabat Administrasi Negara15

1. Hubungan Hukum terhadap segala kebijakan Pejabat Aministrasi Negara.

Menteri/Pimpinan Lembaga, pejabat pengguna anggaran adalah pejabat pemegang

ewenangan penggunaan anggaran kementerian negara, Bendahara negara/daerah dan

Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik

negara/daerah adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan

kementerian negara/lembaga yang bersangkutan dan Kementerian Negara/Lembaga, yang

diatur oleh Undang Undang Nomor. 1 Tahun 2001 tentang Perbendaharaan Negara.

2. Akibat Hukum dan Pertanggung Jawaban Pidana Korupsi Terhadap Segala Kebijakan Yang

Dilakukan oleh Pejabat Administrasi Negara.

Kebijakan mana yang diatur oleh Undang Undang Nomor 1 Tahun 2001 dan jika terjadi

penyimpangan atau pelanggaran terhadap prosedur, maka sebagai akibatnya akan terkena

ancaman yang telah ditentukan oleh Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

peubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, yang dapat diancam pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan

paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00

(seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima

puluh juta rupiah) sebagaimana trdapat dalam pasal 6 ayat 1 huruf a,b dan ayat 2.

Jelaslah hubungan hukum antara pejabat administrasi negara dengan pertanggung

jawaban pidana sangat erat sekali didalam mengamankan keuangan negara, yang selain diatur

oleh Undang Undang Nomor 1 Tahun 2001 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang

15Gallant, Peter.” The Eurobond Market, First Publishied”.New York :New York Institute of Finance, 1988.

Page 11: Tindak Pidana Korupsi Dari Kacamata Politik Hukum (2)

Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang peubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

C. Kebijakan Undang Undang Yang Terkait Dengan Pertanggungan Jawaban Pidana

Terhadap Pejabat Administrasi Negara.16

Sebagaimana telah diuraikan pada kata pengantar maupun yang telah dijelaskan pada

Bab I, dengan tujuan untuk mengamankan keuangan negara dari tingkat laku para pejabat

administrasi negara yang sewaktu-waktu mungkin saja menyimpang dari posedur yang telah

diatur dan ditentukan oleh undang-undang yang berlaku.

1. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang

No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.17 Kedua undang-undang tersebut

mengatur tentang keuangan negara dan keuangan daerah yang pelaksanaan kebijakannya

dilakukan oleh pejabat administrasi negara yang menjaga dan mengatur arus keluar

masuknya keuangan negara yang berasal dari RAPBN, maupun keuangan daerah yang

berasal dari RAPBD. Kebijakan dan kewenangan pejabat administrasi negara secara teknis

diawasi oleh UU No. 1 Tahun 2004 dan UU No. 32 Tahun 204 dan jika terindikasi atau

menyimpang dari prosedur yang telah ditentukan oleh undang-undang Perbendaharaan

Negara18 maupun Perbendaharaan Daerah, maka sebagai akibatnya harus dipertanggung

jawabkan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor. 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan Atas Undang Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi dan Undang Undang No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana

Korupsi.

2. Undang Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang No. 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang Undang No. 46 Tahun

2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Kedua undang-undang tersebut diatas adalah merupakan kebijakan didalam melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi, jika terdapat pelaku tindak pidana korupsi yang

dilakukan pejabat administrasi negara, maka Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang

16 Hardjasoemantri, Koesnadi. “Hukum Tata Lingkungan”.Edisi Ketujuh. Yogyakarta :Gadjah Mada University Press, 1999.

17Harzel Leo & Richard Shepro.” Setting the Boundaries for Disclosure”.Delevare Journal of Corporate Law, vol. 74 1989.

18Hidayat, Ade, Marthen Selamet Susanto, dan Sri Unggul Azul Sjafrie.I.Putu Gede Ary Suta. “Menuju Pasar Modal Modern’.

Jakarta : Yayasan SAD Satria Bhaktu, 2000.

Page 12: Tindak Pidana Korupsi Dari Kacamata Politik Hukum (2)

akan memberikan sanksi19 sebagai akibat penyimpangan prosedur yang telah dilakukan oleh

pelaku tindak pidana korupsi tersebut. Sebagai akibat penyimpangan posedur tersebut dan

untuk mengembalikan aset negara yang telah dikorupsi serta untuk mendapatkan kepastian

hukum, maka harus di proses secara hukum melalui pengadilan Tindak Pidana Korupsi

sebagaimana yang diatur oleh Undang Undang Nomor. 46 Tahun 2009.

Implementasi Kebijakan Terhadap Pertanggung Jawaban Pidana Dari Pejabat Administrasi Negara A. Implementasi Kebijakan yang tidak sesuai Prosedur dan Kebijakan yang berbenturan

dengan Peraturan Perundang-undangan yang lainnya.

Seringnya dari suatu kebijakan yang satu dengan kebijakan yang lainnya terjadi

tumpang tinding pengaturan/berbenturan dengan antar kebiakan tersebut, yang antara lain

terhadap kebijakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

dan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan pengaturan keuangan negara dan keuangan daerah sering

mengenyampingkan peraturan-peraturan lainnya seperti peraturan lingkungan hidup. Dimana

kebijakan yang dilakukan oleh pejabat pembuat komitmen tidak memperhatikan dampak

kerugian dibidang lain didalam menjalankan kebijakan-kebijakannya. Penyimpangan prosedur

dari apa yang telah ditetapkan oleh undang-undang tersebut, dapat berakibat harus

dipertanggug jawabkan oleh pejabat pembuat komitmen tersebut, sebagaimana yang diatur

oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

B. Akibat Hukum tidak menjalankan atau melakukan penyimpangan yang ditetapkan oleh

Peraturan Perundang-undangan.

Sebagai akibat penyimpangan prosedur dari apa yang telah ditetapkan oleh Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, harus dipertanggung

jawabkan dapat dikenakan sangsi pidana maupun hukuman denda sebagaimana yang diatur

oleh Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 dan Undang Undang Nomor. 46 Tahun 2009.

- Contoh Kasus : Bachtiar Chamsjah

Mantan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah menegaskan, jika penunjukan langsung pada proyek pengadaan mesin jahit atas usulan politisi Demokrat Amrun Daulay. “BC diperiksa sebagai sebagai saksi untuk tersangka Mustar Aziz, Direktur PT Ladang Sutra

19Soejono Soekanto, Mengenai Sosiologi Hukum, Bandung, PT. Citra Bakti, 1989.

Teguh Pudjo Mulyono, “ Anlisis Laporan Keuangan untuk Perbankan”, Penerbit Djambatan , Jakarta, 1999.

Page 13: Tindak Pidana Korupsi Dari Kacamata Politik Hukum (2)

Indonesia, rekanan Depsos,”ungkap juru bicara KPK Johan Budi SP. Bachtiar pun memenuhi panggilan KPK dan selesai diperiksa sekitar enam jam. “Kenapa ada penunjukan langsung karena itu usul staf saya yang mengatakan pengadaan itu tidak bertentangan dengan UU," ucap Bachtiar. Staf yang dimaksud Bachtiar adalah Amrun Daulay. Amrun saat itu menjabat Dirjen Jaminan dan Bantuan Sosial Depsos. Menurut Bachtiar,pria yang kini menjadi politisi Demokrat itu yang meloloskan proyek pengadaan mesin jahit di Departemen Sosial, periode 2004-2006. Perihal penunjukan langsung terhadap PT Lasindo untuk menjadi rekanan Depsos saat itu yang menurutnya tidak bertentangan dengan Undang-undang. Dan menurut menilainya, pada awalnya tujuan diadakannya proyek itu baik, karena selain harus menyediakan mesin jahit, proyek itu juga menyediakan bahan, pelatihan orang, dan penjaminan mesin selama empat tahun, serta membuat pemasaran. Diduga dalam kasus dugaan korupsi mesin jahit ini negara dirugikan sekitar Rp 24 miliar.

Berkas kasus mantan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah telah dilimpahkan ke tahap kedua oleh penyidik Komisi pemberantasan Korupsi (KPK). Tersangka kasus dugaan korupsi proyek bantuan sosial ini pun kasusnya siap disidangkan di Pengadilan Tipikor sekitar dua pekan mendatang. Proses penandatanganan berkas P21 kasus ini pun berlangsung sekitar dua jam. Bachtiar keluar didampingi pengacaranya Fauzi Yusuf Hasibuan sekitar pukul 16.30 WIB. Menurutnya pengamatan Fauzi, berkas yang bakal dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Pusat terkait kasus pengadaan sapi potong dan kain sarung, segera dilimpahkan ke pengadilan sebelum 20 November, agar ada kepastian hukum. Dengan dakwaan, Bachtiar telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi dalam pengadaan sapi impor, mesin jahit, dan sarung di Departemen Sosial dalam kurun waktu 2004-2006. KPK mengindikasikan dalam kasus pengadaan sapi, negara dirugikan hingga Rp 3,6 miliar. Sedangkan kasus mesin jahit diduga merugikan negara Rp 24,5 miliar. Untuk pengadaan sarung, KPK menduga negara telah dirugikan sekitar Rp 11 miliar. Pengadaan sarung ini menghabiskan uang negara Rp 25 miliar.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memvonis 1 tahun 8 bulan penjara kepada Bachtiar dan Majelis hakim menilai Bachtiar terbuki secara sah dan menyakinan melakukan tindak pidana korupsi, dan kena biaya perkara Rp10.000."Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Bachtiar chamsah dengan pidana 1 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp.50 juta subsider tiga bulan penjara," Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi, yakni 3 tahun penjara, denda 100 juta kurungan subsider 3 bulan. Dimana Bachtiar terbukti melanggar pasal 3 junto Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo pasal Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP. Sementara hakim menilai Bahtiar tidak terbukti dalam dakwaan alternatif, Pasal 2 ayat 1 Undang Undang Tindak Pidana Korupsi jo jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Pasal 65 ayat 1 KUHP.Mengenai hal-hal yang memberatkan bahwa terdakwa memberikan persetujuan pengadaan mesin jahit dengan metode penunjukan langsung sehingga menimbulkan persaingan yang tidak sehat dan mengenai hal-hal yang meringankan, terdakwa tidak menikmati hasil uang korupsi dan bersikap sopan.

- Contoh Kasus lainnya : Di saat bersamaan, KPK melimpahkan berkas mantan Sekjen Departemen

Kesehatan Syafii Achmad yang ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat. "Berkasnya sudah dilimpahkan atau P21," terang Juru Bicara KPK Johan Budi SP.Syafii diduga melakukan tindak pidana korupsi pengadaan alat ke-sehatan atau alkes, yakni rontgen portable untuk pelayanan puskesmas di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan, dan pulau-pulau kecil pada tahun anggaran 2007.Tersangka, lanjut Johan, dijerat dengan Pasal 3 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah menjadi Undang-

Page 14: Tindak Pidana Korupsi Dari Kacamata Politik Hukum (2)

Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1. Kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp 9,4 miliar. "Yang bersangkutan menerima uang dari rekanan sekitar Rp 750 juta," ujar Johan. Bachtiar Chamsyah akan di vonis oleh Pengadilan Tipikor atas dugaan kasus korupsi pengadaan sarung, mesin jahit dan import sapi di Kementerian Sosial yang didakwakan kepadanya. Menurut kuasa hukum Bachtar Chansyah yaitu Fauzi Yusuf , secara fisik dan mental Bachtiar dalam kondisi siap dan pihaknya akan melihat vonis hakim sebelm menentukan hukum lebih lanjut. Sebelmnya Bachtiar dituntut 3 tahu penjara oleh Jaksa KPK, karena dinilai terbukti bersalah melakukan korupsi pengadaan sarung mesin jahit dan import sapi, selain tuntutan hukuman badan terdapat pula tuntutan untuk membayar uang denda Rp. 100.000.000,-(seratus juta rupiah) subsidair 3 bulan kurungan, karena Jaksa menilai Bachtiar melanggar pasal 3 jo pasal 18 UU Peberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Berdasarkan dua contoh kasus diatas adalah sebagai bahan perbandingan, mana sebagai

kasus tipikor murni yaitu sipelaku memang mengetahui kebijakan perundang-undangan tetapi

tetap dilanggar dengan melakukan penyimpangan prosedur yang telah ditetapkan oleh undang-

undang dan disisi lain dimana pada kasus tipikor ada yang terjadi karena kesalahan prosedur,

karena tidak dengan benar-benar memahami kebijakan peraturan-perundangan yang berlaku dan

sebagai akibatnya menanggung segala akibat hukum yang telah diperbuatnya.

C. Analisa Pertanggungan Jawab Pidana oleh Pejabat Administrasi Negara berdasarkan

faktor Internal dan faktor Eksternal.

Analisa secara faktor internal terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi adalah

keberadaan undang-undang tindak pidana korupsi terhadap segala kebijakan yang secara

internal belum benar-benar berjalan dengan sebaik-baiknya, hal ini terlihat didalam melakukan

penegakan hukumnya bahwa para pelaku korupsi banyak dilakukan oleh institusi penegak

hukum itu sendiri. Jika memang demikian, secara faktor internal untuk mendapat kepastian

hukum sangat sulit dicapai, karena akan berhadapan dengan kebijakan-kebijakan lainnya atau

mungkin ada kekuatan politik yang lebih dominan untuk mempertahankan kepentingan

golongan yang pada akhirnya upaya pemberantasan korupsi dan menjamin kepastian hukum

menjadi mandul dan yang lebih fatalnya lagi upaya pemberantasan korupsi berada diranah abu-

abuk pada kebijakan faktor internal.

Analisa secara faktor ekstenal, dimana segala kebijakan faktor internal yang tidak

berjalan dengan baik akan berpengaruh kepada kebijakan faktor eksternal, yang berakibat akan

terjadinya penyimpangan prosedur dari kebijakan yang telah ditentukan oleh peraturan

perundang-undangan. Penyimpangan kebijakan faktor eksternal mungkin saja dikarenakan

kurangnya sosialisasi dan memaknai pemberlakukan perundang-undangan secara terperinci

Page 15: Tindak Pidana Korupsi Dari Kacamata Politik Hukum (2)

atau karena faktor moral dari pelaku yang berusaha menyimpang dari prosedur kebijakan yang

sudah ditetapkan. Penyimpangan-penyimpangan prosedur terhadap setiap kebijakan akan

terimplementasi pada pertanggungan jawab akibat dari penyimpangan prosedur tersebut, yang

pada akhirnya untuk mendapatkan upaya penegakan hukum dan kepastian hukum, mau tidak

mau harus tunduk kepada Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 yang menjadi wilayah

hukum kekuasaan kehakiman tindak pidana korupsi.

Demikianlah uraian analisa faktor internal dan faktor eksternal terhadap upaya

terjadinya penyimpangan prosedur terhadap kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan tindak

pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat administrasi negara. Sebagai analisa dari

pemberlakuan terhadap segala kebijakan tindak pidana korupsi, walaupun betapa bagusnya

suatu perundang-undangan tersebut dibuat, jika perangkat hukum maupun institusi tidak

mempunyai profesionalitas dan didukung moralitas yang tinggi, maka peraturan perundang-

undangan tersebut tidak dapat berjalan dengan sebaik-baiknya sebagaimana yang diamanatkan

oleh Undang Undang Dasar 1945 dan Pancasila.

Kesimpulan :

1. Baik Undang Undang No. 1 Tahun 2004 dan Undang Undang No. 32 Tahun 2004, tidak akan

terlepasdari Undang Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi dan Undang Undang Nomor. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang

No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan didukung

pemberlakukan Undang Undang No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana

Korupsi. Dengan landasan hukum, kerangka teori dan konsep hukum dari Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi yaitu Undang Undang No. 1 Tahun 2004, Undang Undang No. 32

Tahun 2004, Undang Undang No. 31 Tahun 1999, Undang Undang No. 20 Tahun 2001 dan

Undang Undang No. 46 Tahun 2009.

2. Mengenai administrasi negara adalah dalam penyelenggaraan pemerintahan negara untuk

mewujudkan tujuan bernegara yang menimbulkan hak dan kewajiban negara yang perlu dikelola

dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara dan pengelolaan keuangan negara

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

perlu dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat, yang diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan kaidah-kaidah hukum administrasi

keuangan negara yang mengatur perbendaharaan negara. Sedangkan Pejabat Administrasi

Page 16: Tindak Pidana Korupsi Dari Kacamata Politik Hukum (2)

Negara adalah menteri/pimpinan Lembaga adala pejabat yang bertanggung jawab atas

pengelolaan keuangan kementerian negara/lembaga yang bersangkutan dan Kementerian

Negara/Lembaga adalah kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian

negara/lembaga negara. Dengan dibantu oleh Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang

kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat

daerah dan Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik

negara/daerah.

3. Pertanggungan Jawaban Pidana Korupsi adalah suatu tindakan yang merugikan keuangan

negara dan merupakan sebagai pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi

masyarakat secara luas, yang sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai

kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa dengan tujuan untuk lebih

menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan

ekonomi masyarakat. Dan ruang lingkupnya adalah terhadap pendapatan dan belanja negara,

pelaksanaan pendapatan dan belanja daerah, pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara,

pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran daerah, pengelolaan kas, pengelolaan piutang dan

utang negara/daerah, pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah, penyelenggaraan

akuntansi dan sistem informasi manajemen keuangan negara/daerah, penyusunan laporan

pertanggung jawaban pelaksanaan APBN/APBD, penyelesaian kerugian negara/daerah,

pengelolaan Badan Layanan Umum, dan perumusan standar, kebijakan, serta sistem dan

prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan

APBN/APBD.

4. Hubungan Hukum terhadap segala kebijakan Pejabat Aministrasi Negara, dalam hal ini adalah

Menteri/Pimpinan Lembaga, pejabat pengguna anggaran adalah pejabat pemegang

ewenangan penggunaan anggaran kementerian negara, Bendahara negara/daerah dan

Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik

negara/daerah adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan kementerian

negara/lembaga yang bersangkutan dan Kementerian Negara/Lembaga, yang diatur oleh

Undang Undang Nomor. 1 Tahun 2001 tentang Perbendaharaan Negara. Dimana sebagai

akibat Hukum dan Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Segala Kebijakan Yang Dilakukan

oleh Pejabat Administrasi Negara adalah Kebijakan mana yang diatur oleh Undang Undang

Nomor 1 Tahun 2001 dan jika terjadi penyimpangan atau pelanggaran terhadap prosedur, maka

sebagai akibatnya akan terkena ancaman yang telah ditentukan oleh Undang Undang Nomor 20

Tahun 2001 tentang peubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Page 17: Tindak Pidana Korupsi Dari Kacamata Politik Hukum (2)

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

S a r a n :

1. Undang Undang Nomor. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang No. 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang Undang No. 46

Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada dasarnya sudah baik dan

sebaiknya terhadap Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang sedang dirilies

atau dilebur oleh Parlemen sebaiknya tetap menggunakan batas hukuman minimum dengan

ancaman hukuman sebanyak 15 tahun penjara dan denda sebanyak 1 milyar rupiah dan

khusus dendanya disesuaikan dengan nilai yang telah di korupsi dan untuk batas hukuman

maximum sebaiknya menggunakan hukuman seumur hidup atau mati.

2. Dalam hal mempertanggungan jawab keuangan negara, sebaiknya perlu dilakukan sosialisasi

kepada para pejabat administrasi yang melaksanakan kebijakan keangan negara sebagai

penanggung jawab pembuat komitmen.

3. Perlunya pengaturan secara tegas peraturan perundang-undangan yang saling berkaitan, agar

dapat terciptanya peraturan perundang-undangan untuk mencapai kepastian hukum

berdasarkan rasa keadilan, mengingat selama ini antara Undang Undang No. 1 Tahun 2004 dan

Undang Undang No. 32 Tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara dan perbedaharaan

Daerah dengan Undang Undang Nomor. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang

Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang

Undang No. 46 Tahun 2009 masih terlihat adanya tumpang tindih didalam menjatuhan

hukuman terhadap pelaku tindak pidana korupsi.

4. Sebaiknya dalam hal pertanggung Jawaban tindak Pidana Korupsi terhadap setiap pejabat

administrasi negara yang terindikasi telah melakukan korupsi, harus diatur pula mengenai

kebijakan yang telah dilakukannya tersebut apakah benar-benar dilakukan dengan secara sadar

dan mengetahui akibat hukumnya atau memang tidak mengetahui ketentuan perundang-

undangan yang berlaku.

DAFTRA PUSTAKA

Abraham, Martin. “ The Lesson of Bhopal a Community Action Resource Manual on Hazardous Tecnologoes”.Penang, Malaysia : International Organization of Consumers Union IOCU, 1985.

Allen, Linda. “ Capital Markets And Institutions “: A Global View.New York, Brisbane, Singapore : Jhon Wiley & Sons’s, Inc., 1997.

Page 18: Tindak Pidana Korupsi Dari Kacamata Politik Hukum (2)

Alm. J., Aten, R. and Bahl, R. 2001: Can Indonesia Decentralise Successfully? Plans, Problems

and Prospects. Bulletin of Indonesian Economic Studies.Arsyad, Lincolin. “ Ekonomi Pembangunan”, Penerbit : Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN,

Edisi ke 4, tahun 2004.Asmon, I.E.” Pemilikan Saham Oleh Karyawan: Suatu Sistem Demokrasi Ekonomi Bagi

Indonesia”, dalam Didik J.Rachbini, ed , Pemikiran Kea rah Demokrasi Ekonomi. Jakarta, LP3ES, 1990.

Aidul Fitriciada Azhari. Hukum dan Biografi Kekuasaan, Kompas 17 April 2001, dikutip dari Internet, 5 April 2004, WWW..YAHOO, COM.

------------Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta : Ghalia Indonesia, 1992. Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung : PT Citra Aditya,

Bakti, 2002.------------Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2005------------Bryan A. Gamer (Edition in Chief), Black’s Law Dictionary 9th.Black and Daniel, “ Money and Bangkok”, Contemporary Pranctices, Politik and Isues Business

Publication INC.Plano, Texas 1991.----------- Bapepam.Cetak Biru Pasar Modal Indonesia 2000-2004.Jakarta : Bapepam, 1999.Bourchier, D. 2000: Habibie’ s Interregnum: Reformasi, Elections, Regionalism and the Struggle for

Power. In Manning, C. and van Diermen, P., Editors, Indonesia in Transition. Social Aspects of Reformasi and Crisis. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.

Brodjonegoro, B. and Asunama, S. 2000: Regional Autonomy and Fiscal Decentralization in Democratic Indonesia. Unpublished paper, University of Jakarta.

Blair, H. 2000: Participation and Accountability at the Periphery: Democratic Local Governance in Six countries. World Development.

Crook, R. and Manor, J. 1994: Enhancing Participation and Institutional Performance: Democratic Decentralisation in South Asia and West Africa. London: Overseas Development Administration.

Charty Scott, op.cit, hal. 274-275.Caveat venditor merupakan lawan caveat emtor digunakan biasanya dalam lingkungan finansiil, Winardi, Kamus Ekonomi (Inggris-Indonesia), (Bandung : Penerbit Alimni, 1982), hal 59. Caveat Venditor diartikan sebagai sipenjual harus berhati-hati (Let The Seller Beware), Henry Campbell Vlack, Op.cit, hal.222. Kasmir, SE.,MM., “Dasar-Dasar Perbankan”, Divisi Buku Perguruan Tinggi, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.Tahun 2005.

Coffe, Jhon C.Jr.” Market Failure And The Economic Case For A Mandatory Disclosure System”.Virginia Law Review, vol. 70, 1984.

Corgill, Dennis.S.” Insider Trading, Price Signals, and Noisy Information”. Indiana Law Journal, vol. 71, 1996.

Davis, Jeffry L.” Disorgement in Insider Trading Cases : A Proposed Rule”. Securities Regulation Law Journal, vol.22, 1994.

------------Dasar-Dasar Perkreditan, Penerbit PT.Gramedia, Jakarta, 1988.Downes, John dan Jordan Elliot Gooman, “ Dictionary of Finance and Investment Term “Diterjemahkan oleh Soesanto Budhidarmo. Jakarta : PT.Elex Media Komputindo, 1991.

Eisert, Edward G “ Legal Strategis for Avoiding Class Action Law Suit Against Mutual Funds”. Securities Regulation Law Journal. Vol.24, 1996.

Eaton, K. 2001: Political Obstacles to Decentralization. Evidence from Argentina and the Philippines. Development and Change.

Fischel, Daniel R.” Efficient Capital Markets, The Crash, and the Fraud on the Market Theory”. Delaware Journal of Corporate Law, vol. 74, 1989.

Frederic.S.Mishkin, The Economics of Money, Bangking and Financial Market, Sixth Edition, Addison Wesley Longman USA, 2001.

Page 19: Tindak Pidana Korupsi Dari Kacamata Politik Hukum (2)

Freilich, Harold I. dan Ralph S,Janvery.” Understanding’Best Efforts’Of ferings”. Securities

Regulation Law Journal, vol .17, 1989.Gallant, Peter.” The Eurobond Market, First Publishied”.New York :New York Institute of

Finance, 1988.Goelzer, Daniel L. Esq.” Management’s Discussion and Analysis and Environmental

Disclosure”.Preventive Law Reporter, Summer, 1995.Grossfeld, Berhard.” The Strenght and Weakness of Comparative Law”.Oxford : Clarendon, Press,

1990.Gilson, Ronald J.dan reiner H. Kraakman.” The Mechanisms of Market Efficiency”.Virginia Law

Journal, vol. 24, 1997.HM. Wahyudin Husein dan H. Hufron, Hukum Politik & Kepentingan, Yogyakarta : LaksBang

PRESSindo, 2008.Hardjasoemantri, Koesnadi. “Hukum Tata Lingkungan”.Edisi Ketujuh. Yogyakarta :Gadjah Mada

University Press, 1999.Harzel Leo & Richard Shepro.” Setting the Boundaries for Disclosure”.Delevare Journal of

Corporate Law, vol. 74 1989.Hidayat, Ade, Marthen Selamet Susanto, dan Sri Unggul Azul Sjafrie.I.Putu Gede Ary Suta.

“Menuju Pasar Modal Modern’. Jakarta : Yayasan SAD Satria Bhaktu, 2000.Hutchcroft, P. 2001: Centralization and Decentralization in Administration and Politics: Assessing

Territorial Dimension in Authority and Power. Governance.Indonesia Forum Foundation, Office of Transitional Initiatives, 2000: Executive Report on

Findings of the Study on Establishing Regional Decentralization in Indonesia/E .R .D .I. National Conference on Regional Autonomy. 15 January - 15 May.

Indonesian Observer, 4/10/00: ‘Regions learning streamlined administration’. Islam, I. 1999: Regional Decentralisation in Indonesia: Towards a Social Accord. Working paper 99/01. Jakarta: United Nations Support Facilityfor Indonesian Recovery.

Kahin, A. 1994: Regionalism and Decentralisation. In Bourchier, D. and Legg, J., Editors, Democracy in Indonesia. 1950s and 1990s. Victoria, Australia: Centre of Southeast Asian Studies, Monash University.

Kirana Jaya, W. and H. Dick, 2001: The Latest Crisis of Regional Autonomy in Historical Perspective. In Lloyd, G. and Smith, S., Editors, Indonesia Today: Challenges of History. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.

Livingstone, I. and Charlton, R. 2001: Financing Decentralized Development in a Low-Income Government in Uganda. Development and Change.

------------Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta : LP3ES, 1998.Mahmud Mulyadi, Criminal Policy : Pendekatan Integral Penal Policy dan Non-Penal Policy

dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2008.Mahmud Mulyadi & Feri Antoni Surbakti, Politik Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Korporasi,

Jakarta : PT Sofmedia, 2010.Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia : Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative

Justice, Bandung : PT.Refika Aditama, 2009 Mochtar Kusumaadmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional,

dalam Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, Bandung : PT Alumni, 2006.------------Muladi & Barda Nawawi A, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana., Bandung : PT Alumni,

1998.M.Sholehuddin, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana (Ide Dasar Double Track System &

Implementasinya), Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003.Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1992. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Penerbit Alumni,

Bandung. M. Hamdan, 1999. Politik Hukum Pidana. Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Page 20: Tindak Pidana Korupsi Dari Kacamata Politik Hukum (2)

Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan.Jakarta : Sinar

Grafika, 1993.-----------Oemar Seno Adji, Hukum Pidana Pengembangan, Jakarta: Erlangga, 1985.-----------PAF Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya

Bakti, 1997. Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perihal Kaidah Hukum, Bandung : Penerbit Alumni,

1982.Podger, O. 2001: Regions know what to do to develop themselves. Opinion. Jakarta Post, 29/3/01.

Prasetyo, P. 2000: Personal communications.Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesiam Jakarta.

Siti Aminah dan Uli Parulian Sihombing, Buku Saku untuk Kebebasan Beragama MEMAHAMI PENDAPAT BERBEDA (Dissenting Opinion) PUTUSAN UJI MATERIIL UU PENODAAN AGAMA, Jakarta :The Indonesian Legal Resource Center (ILRC), 2011.

Romli Atmasasmita, 1999. Prospek Penanggulangan Korupsi di Indonesia Memasuki Abad XXI, Suatu Reorientasi Atas Kebijakan Hukum Pidana di Indonesia. Pidatopengukuhan Jabatan Guru Besar Madya dalam Ilmu Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

Rondinelli, D. 1990: Decentralization, Territorial Power and the State : A Critical Response. Development and Change.Rondinelli, D. and Cheema, G. 1983: Implementing Decentralization policies. In Cheema, G. and Rondinelli, D., Editors, Decentralization andDevelopment. Policy Implementation in Developing Countries. California: SAGE Publications.

-----------Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang “Otonomi Daerah.”

Republik Indonesia Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang “Pemerintahan Daerah.” [Republic of Indonesia Law Number 22, 1999 regarding ‘Regional Governance’].-sudah tidak berlaku lagi.

------------Republik Indonesia, Undang Undang Nomor. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

------------Republik Indonesia, Undang Undang Nomor. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Republik Indonesia, Undang Undang Nomor. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Republik Indonesia, Undang Undang Nomor. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang “Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.”

------------Republika Online, Ju,;at. Tgl 27 Desember 1996 Sukrisno, “ Perencanaan Strategis Bank”, Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, J akarta 1992.

Soejono Soekanto, Mengenai Sosiologi Hukum, Bandung, PT. Citra Bakti, 1989.Teguh Pudjo Mulyono, “Anlisis Laporan Keuangan untuk Perbankan”, Penerbit Djambatan , Jakarta, 1999.

------------Sudarto, 1983. Hukum dan Hukum Pidana. Penerbit Alumni, Bandung.

------------Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Depok: Universitas Indonesia Press, 1994.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif–Suatu Tinjauan Singkat,Jakarta : Rajawali Press, 2007.

------------Solly Lubis, Serba-Serbi Politik dan Hukum, Bandung : Mandar Maju, 1989.

Page 21: Tindak Pidana Korupsi Dari Kacamata Politik Hukum (2)

Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana Kajian Kebijakan

Kriminalisasi dan Diskriminalisasi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005.

Schwarz, A. 2000: A Nation in Waiting: Indonesia in the 1990s. New South Wales: Allen and Unwin.

------------Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Depok: Universitas Indonesia Press, 1994.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif – Suatu Tinjauan Singkat,Jakarta : Rajawali Press, 2007.

------------Solly Lubis, Serba-Serbi Politik dan Hukum, Bandung : Mandar Maju, 1989.Slater, D. 1989: Territorial Power and the Peripheral State: The issue of Decentralisation,

Development and Change.1990: Debating Decentralisation–A Reply to Rondinelli ,Development and Change.

Sadli, M. 2000: Establishing Regional Autonomy in Indonesia. The State of the Debate. Paper presented at the University of Leiden, Holland, 15- 16 May.

Suharyo, W. 2000: Voices from the Regions: A Participatory Assessment of the New Decentralization Laws in Indonesia. Report prepared for the United Nations Support Facility for Indonesian Recovery, Jakarta.

Turner, S. and Seymour, R., 2002: Ethnic Chinese and the Indonesian Crisis.In R. Starrs, Editor, Nations under Siege: Globalisation and Nationalism in Asia. New York, Palgrave, MacMillian Press.

Thomas Suryono DKK, “ Kelembagaan Perbankan”, Penerbit PT. Gramedia, Jakarta, 1998.Oemar Seno Adji, Hukum Pidana Pengembangan, Jakarta: Erlangga, 1985. PAF Lamintang,

Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1997.