TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN...

85
Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009. TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SKRIPSI OLEH : 030200260 DIXIE B.D.PARAPAT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

Transcript of TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN...

Page 1: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN

KEUANGAN DAERAH

SKRIPSI

OLEH :

030200260 DIXIE B.D.PARAPAT

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009

Page 2: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN

KEUANGAN DAERAH

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH :

030200260 DIXIE B.D.PARAPAT

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Disetujui Oleh : Ketua Departemen Hukum Pidana

NIP.131.842.854 ABUL KHAIR, SH, M.HUM

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II (NURMALAWATI, SH, M.Hum)

NIP.131569409 NIP.131803397 (ARMANSYAH, SH, M.Hum)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009

Page 3: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang

telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan studi

pada Strata Satu pada Universitas Sumatera Utara.

Karya ilmiah dalam bentuk skripsi merupakan salah satu syarat yang

dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum maka harus dilengkapi syarat

tersebut dengan skripsi yang berjudul : Tindak Pidana Korupsi Dalam

Pengelolaan Keuangan Daerah. Dalam penyusunan skripsi ini banyak pihak yang

telah memberikan bantuan, penulis mengucapkan terimakasih secara khusus

kepada Ketua Departemen Hukum Pidana Abul Khair, S.H., M.Hum serta Komisi

Pembimbing Nurmalawaty, S.H.,M.Hum, Armansyah, S.H.,M.Hum .

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H.,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, dan para pembantu Dekan beserta seluruh Staf

atas bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis sehingga

dapat menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Seluruh Guru Besar dan Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara

4. Para pegawai/ karyawan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

yang selalu membantu penulis dengan sepenuh hati terutama dalam kelancaran

manajemen yang dibutuhkan.

i

Page 4: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

5. Rekan-rekan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu yang selalu memberikan bantuan,

semangat, dorongan, motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan studi pada

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus ucapan terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan

kepada Ayahanda Nelson Parapat, S.H, Ibunda (Alm) Masnur Sidabutar, S.H,

Kakanda Debora Dolce Rouli Parapat. S.H.,M.Kn atas doa dalam memberikan

bimbingan, nasihat serta dorongan moril yang kuat kepada penulis sehingga

termotivasi dan melangkah ke depan untuk menyelesaikan studi pada Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

Akhirnya semoga segala budi baik, jasa-jasa dan semua bantuan yang telah

diberikan kepada penulis mendapat imbalan yang berlimpah dari Tuhan Yang

Maha Kuasa

Medan, Juli 2009

Penulis,

Dixie Bisuk Daniel Parapat

ii

Page 5: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

* Dixie Bisuk Daniel Parapat

** Nurmalawaty, S.H.,M.Hum ***

1. Pengawasan adalah tindakan yang dilakukan oleh pihak di luar ( yaitu masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ) untuk mengwasi kinerja pemerintahan dalam hal ini Pemerintahan Daerah

Armansyah, S.H.,M.Hum

ABSTRAKSI

Aspek hukum dalam pengelolaan keuangan daerah yaitu

2. Pengendalian adalah tindakan yang dilakukan oleh pihak di luar ( yaitu masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ) untuk mengawasi kinerja pemerintahan dalam hal ini Pemerintahan Daerah

3. Pemeriksaan adalah merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki independensi dan memiliki kompetensi professional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah daerah telah sesuai dengan standar atau kriteria yang ada, sedangkan bentuk penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Kepala Daerah dalam tindak pidana korupsi : a. Tidak melaksanakan Asas Spesialitas yakni ketentuan tujuan yang harus

diperhatikan sebagi bentuk yang nyata seorang kepala daerah secara pribadi tidak melalaikan kewajibannya yang merugikan

b. Tidak melaksanakan Asas Spesialitas Kaitannya dengan Asas Legalitas yakni Kepala Daerah dalam melakukan perbuatan hukum untuk mencapai tujuan tertentu harus berdasarkan undang-undang.

c. Tidak melaksanakan Asas Spesialitas Kaitannya dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang baik yakni Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan nepotisme

Pertanggungjawaban pidana yang dilakukan dalam pengelolaan keuangan daerah yakni setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain sebagai contoh Abdullah Puteh sebagai Kepala Daerah dengan Penunjukan Langsung dalam pengadaan barang dan jasa yang seharusnya dilakukan oleh Kepala Kantor , menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana yang ada padanya karena jabatan yang dimilikinya yang dapat merugikan keuangan negara dapat dipidana dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh ) tahun atau denda paling sedikit Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah ) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 ( satu milyar rupiah sedangkan sebagai analisa kasus pada kasus Abdullah Puteh yang merupakan Kepala Daerah yang juga pejabat merupakan subyek delik penyalahgunaan wewenang dalam Pasal 3 Undang-undang PTPK yang dirumuskan dengan ”setiap orang” mempunyai pengertian pejabat atau pegawai negeri. Pendapat itu didasari bahwa pejabat atau pegawai negeri merupakan personifikasi dari wewenang publik dan pejabat atau pegawai negeri * Mahasiswa ** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II

iii

Page 6: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

.Pejabat yang akan dituntut, dilakukan penyelidikan , penyidikan terhadap Tindak Pidana Korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi apabila menyangkut keuangan negara yang paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 ( satu milyar rupiah ).Abdullah Puteh merupakan Kepala Daerah didakwa melanggar pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 ayat (1) huruf a,b ayat (2),(3), Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

iv

Page 7: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

ABSTRAK ................................................................................................................. iii

DAFTAR ISI ............................................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Permasalahan ................................................................................. 3

C. Tujuan dan Manfaat ....................................................................... 4

D. Keaslian Penulisan ...................................................................... 4

E. Tinjauan Kepustakaan ................................................................... 5

1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi ............................................ 5

2. Pengertian Keuangan Daerah..................................................... 15

F. Metode Penelitian .......................................................................... 16

G. Sistematika Penulisan ..................................................................... 19

BAB II ASPEK HUKUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH ........................................................................................... 20

A. Sumber Keuangan Daerah dan Pengelolaan Keuangan

Daerah ........................................................................................... 20 B. Kendala Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah ............................... 25

BAB III PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI .......................................................... 35 A. Kewenangan Kepala Daerah........................................................... 35

A. Sumber Lahirnya Wewenang ......................................................... 38

B. Bentuk- bentuk Penyalahgunaan Wewenang Kepala Daerah ........................................................................................... 41

v

Page 8: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

C. Delik Penyalahgunaan Wewenang ................................................. 46

BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM PENYALAHGUNAAN WEWENANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH ..................................... 61

A. Sanksi Yuridis Terhadap Pelaku Tindak Pidana

Penyalahgunaan Wewenang Pengelolaan Keuangan Daerah ........................................................................................... 61

B. Kasus Penyelewengan Pengelolaan Keuangan Daerah.................... 64

C. Analisis Kasus ............................................................................... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 72

A. Kesimpulan .................................................................................... 72

B. Saran ........................................................................................... 74

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 75

vi

Page 9: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara

optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintah diikuti dengan pemberian

sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah dengan mengacu kepada

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yakni

Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dimana

besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara

pemerintah dan daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan

pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah,

antara lain berupa kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai dengan

urusan pemerintahan yang diserahkan, kewenangan memungut dan

mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi

hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana

perimbangan lainnya, hak untuk mengelola kekayaan di daerah dan mendapatkan

sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan.

Peraturan daerah dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersama-

sama pemerintah daerah, artinya prakarsa dapat berasal dari Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah maupun dari pemerintah daerah. Khusus peraturan daerah tentang

APBD rancangannya disiapkan oleh peraturan daerah yang telah mencakup

keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan

Rakyat.

1

Page 10: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Namun dalam kenyataannya Anggaran Pendapatan Belanja Daerah sering

digunakan untuk diri sendiri, serta menyalahgunakan wewenang dengan

kesempatan atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan yang dimiliki.

Gubernur Aceh non-aktif Abdullah Puteh, yang menjadi terdakwa kasus

pembelian helikopter Mi-2 Rostov buatan Rusia, dijatuhi hukuman 10 tahun

penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Putusan yang

diambil kendati Puteh tidak hadir dalam persidangan ini dua tahun lebih tinggi

dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Selain hukuman 10 tahun penjara,

Puteh juga diharuskan membayar denda Rp 500 juta dan hukuman subsider enam

bulan penjara. Selain bersalah karena melakukan Penunjukan Langsung, mantan

ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia itu juga diputuskan bersalah karena

memindahkan dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah ke rekening

pribadi senilai Rp 7,75 miliar. Atas tindakan ini, Puteh telah melanggar Peraturan

Pemerintah No 105 tahun 2000 tentang pengelolaan keuangan daerah. Majelis

hakim menilai, tindakan ini adalah untuk memperkaya diri.

1. Dengan keadaan yang demikian penulis merasa hal tersebut sangat menarik

dan sesuai dengan jurusan penulis sehingga ingin mengetahui keadaan

tersebut lebih jauh terutama apabila dihubungkan dengan tindakan-tindakan

terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan

Daerah.

2. Di samping itu berpedoman kepada pendapat sarjana yakni Nur Basuki

Minarno dan Andi Hamzah tentang cara atau langkah, dasar untuk memilih

topik atau judul suatu karya ilmiah.

Page 11: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Penulis berpendapat, ada 3 point yang menjadi alasan dalam pemilihan

judul, yaitu :

1. Topik masih dalam jangkauan penulis.

2. Tersedia secukupnya bahan-bahan (data) yang diperlukan untuk membahas

topik tersebut.

3. Topik tersebut cukup menarik untuk diselidiki dan dibahas.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa judul yang

telah penulis ambil topik dalam penulisan ini adalah relevan dan

memenuhi syarat yang tersebut di atas.

3. Penulis sangat tertarik juga untuk menentukan Parameter Penyalahgunaan

Wewenang yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam menggunakan

Anggaran Keuangan Daerah.

B. Permasalahan Dalam pembuatan suatu karya ilmiah khususnya Skripsi, maka untuk

mempermudah penulis dalam pembahasan, perlu dibuat suatu permasalahan yang

sesuai dengan judul yang diajukan penulis.

Jadi yang menjadi masalah-masalah pokok di dalam Skripsi ini adalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana aspek hukum dalam pengelolaan keuangan daerah ?

2. Bagaimana bentuk penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Kepala Daerah

dalam tindak pidana korupsi ?

3. Bagaimana pertanggungjawaban pidana dalam pengelolaan keuangan daerah ?

Page 12: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui aspek hukum dalam pengelolaan keuangan daerah.

2. Untuk mengetahui bentuk penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana

korupsi.

3. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana dalam pengelolaan keuangan

daerah.

Manfaat penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

Penulis berharap karya ilmiah dalam bentuk skripsi ini memberikan manfaat

bagi kalangan akademis pada khususnya mahasiswa dan masyarakat pada

umumnya yang membutuhkan informasi mengenai tindak pidana korupsi

dalam pengelolaan keuangan daerah. Penulis juga berharap bahwa karya

ilmiah ini memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi nusa dan bangsa.

2. Manfaat praktis

Memperkenalkan UUPTK kepada masyarakat luas terutama penerapannya

dalam kasus–kasus tertentu, sehingga undang-undang tersebut sungguh-

sungguh dapat dijadikan sarana pembangunan atau bagian dari hukum

pembangunan yang akan mengawal proses pembangunan yang semakin

melaju.

D. Keaslian Penulisan

Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini adalah asli, dari ide, gagasan,

pemikiran dan usaha penulis sendiri, tanpa ada penipuan, penjiplakan atau dengan

cara lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu. Hasil dari upaya penulis

Page 13: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

dalam mencari keterangan-keterangan baik berupa majalah, koran, buku-buku,

peraturan perundangan-undangan dan pihak-pihak lain yang sangat erat kaitannya

dengan pemberantasan tindak pidana korupsi.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Korupsi

Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat dijumpai dimana-

mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir setiap negara dihadapkan pada

masalah korupsi. Tidak berkelebihan jika pengertian korupsi selalu berkembang

dan berubah sesuai dengan perubahan zaman. Bagaimana dengan

penanggulangannya demikian pula berkembang.

Kata korupsi berasal dari bahasa latin “Corruptio” atau “Corrupties”

yang berarti buruk, busuk, dan dapat disuap, menyimpang dari kesucian,

perkataan yang menghina dan memfitnah. Sedangkan Corruptio berasal dari kata

Corruptere yaitu suatu kata lain yang lebih tua, Cor yang berarti bersama-sama,

rumpere dan ruptum yang berarti pecah dan jebol. Dan dari bahasa latin inilah

banyak bahasa Eropa yang mengikutinya seperti Perancis dan Inggris dengan kata

Corruption, Belanda dengan Korruptie dan dari Belanda lah Indonesia mengenal

kata korupsi seperti sekarang ini.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia korupsi diartikan sebagai

perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan

sebagainya.1

1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar dan Bahasa Indonesia, Balai

Pustaka hal. 391.

Page 14: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Namun demikian perlu dikemukakan bahwa korupsi adalah perbuatan

seseorang atau sekelompok orang atau kelompok lain untuk mempermudah

keinginannnya dan mempengaruhi si penerima untuk memberikan pertimbangan

khusus guna mengabulkan permohonannya. Defenisi tersebut dapat

dikembangkan sebagai berikut :

1. Korupsi adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang memberikan

hadiah berupa uang maupun benda kepada si penerima untuk memenuhi

keinginannya.

2. Korupsi adalah seseorang atau kelompok orang meminta imbalan dalam

menjalankan kewajibannya.

3. Korupsi adalah mereka yang menggelapkan dan menggunakan uang negara

atau milik umum untuk kepentingan pribadi.

4. Korupsi merupakan perbuatan manusia dapat merugikan keuangan dan

perekonomian negara.

5. Korupsi merupakan perbuatan dan memperkaya diri sendiri atau orang lain

sebagai akibat pertimbangan ilegal.2

Dengan demikian pada dasarnya itu dikaitkan atau disangkutpautkan

kepada perbuatan ketidakjujuran seseorang atau golongan dalam berbagai bidang

kehidupan yang merugikan keuangan atau perekonomian negara. Dari pendapat

tersebut diatas, apabila dianalisa lebih jauh maka dalam banyak kasus korupsi

terjadi akibat berbagai peraturan perundang-undangan dan peraturan

pelaksanaannya tidak dilaksanakan oleh aparat pemerintah, organisasi pemerintah

dan swasta maupun masyarakat sebagai akibat pertimbangan yang ilegal.

2 Joko Prakoso dkk, Kejahatan-kejahatan Yang Membahayakan dan Merugikan Negara,

(Jakarta : Bima Aksara, 1987 ), hal. 391

Page 15: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana

Korupsi dapat diklasifikasikan dalam beberapa bentuk yaitu :

a. Tindak Pidana Korupsi bentuk Pertama

Tindak pidana korupsi bentuk pertama terdapat dalam ketentuan Pasal 2

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001. Secara lengkap redaksional Pasal 2

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 menyebutkan bahwa :

1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya

diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi yang dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara

seumur hidup atau pidana penjara paling sedikit 4 tahun dan paling lama 20

tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000 dan paling banyak Rp.

1.000.000.000.

2. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1

dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan

Dengan bertitik tolak ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor 20 Tahun

2001 maka dapat ditarik unsur-unsur/bestanddelen sebagai berikut :

1. Perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi. Pada

dasarnya maksud memperkaya diri dapat ditafsirkan suatu perbuatan dengan

mana si pelaku bertambah kekayaannya oleh karena perbuatan tersebut.

Modus operandi perbuatan memperkaya dapat dilakukan dengan berbagai cara

dengan misalnya membeli, menjual, mengambil, memindahkan rekening,

menandatangani kontrak serta perbuatan lainnya sehingga si pelaku jadi

bertambah kekayaannya.

Page 16: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

2. Perbuatan tersebut sifatnya melawan hukum. Dalam aspek ini, pembentuk

undang-undang mempertegas elemen dalam arti formil maupun dalam arti

peraturan perundang-undangan, tetapi apabila perbuatan tersebut dianggap

tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan

sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.

3. Dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. Apakah yang dimaksud

dengan keuangan dan perekonomian negara? Menurut bentuk undang-undang

dalam penjelasannya menentukan bahwa keuangan negara adalah seluruh

kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau tidak dipisahkan,

termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan

kewajiban yang timbul karena :

a) Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat

negara, baik ditingkat pusat maupun daerah.

b) Berada dalam pengurusan dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik

Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Badan Hukum, Perusahaan

yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan

negara. Selain itu, apakah yang dimaksud dengan perekonomian negara?

Dapat dijelaskan bahwa perekonomian negara adalah kehidupan

perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas

kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang berdasarkan

pada kebijakan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang

bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada

Page 17: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

seluruh kehidupan masyarakat.3

4. Dalam hal tertentu pelaku tindak pidana korupsi dapat dijatuhi pidana mati.

Ketentuan aspek ini ditegaskan dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-undang Nomor

20 Tahun 2001 yang merupakan pemberatan terhadap pelaku tindak pidana

korupsi. Adapun yang dimaksud konteks “keadaan tertentu” adalah sebagai

pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut

dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-

undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai

pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan

krisis ekonomi dan moneter.

Terhadap aspek ini selanjutnya dapatlah

diajukan pertanyaan bagaimanakah jika tersangka/terdakwa telah

mengembalikan hasil korupsinya sehingga keuangan/perekonomian negara

tidak dirugikan? Untuk ini, berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-undang

Nomor 20 Tahun 2001 pengembalian kerugian keuangan negara atau

perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak

pidana korupsi. Selain itu, dalam ketentuan Pasal 2 ayat 1 Undang-undang

Nomor 31 Tahun 1999 kata “dapat” sebelum frasa “ korupsi cukup dengan

dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan, bukan dengan

timbulnya akibat.

b. Tindak Pidana Korupsi Bentuk Kedua

Pada asasnya, pengertian korupsi bentuk kedua diatur dalam ketentuan

Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, yang redaksional selengkapnya

3 Lilik Muliadi, Tindak Pidana Korupsi (Tinjauan Khusus Terhadap Penyidikan,

Penuntutan, Peradilan Serta Upaya Hukumnya Menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000 ), hal. 18. merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana.

Page 18: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

berbunyi sebagai berikut : “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri

sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi, menyalahgunakan kewenangan,

kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang

dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan

pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan atau

denda paling sedikit Rp. 50.000.000 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000”.

Dari ketentuan Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tersebut

dapatlah ditarik unsur-unsur/bestenddelen deliknya sebagai berikut :

1. Menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya

karena jabatan atau kedudukan. Hakikatnya, korupsi tipe kedua ini diterapkan

pada seorang pegawai negeri oleh karena hanya pegawai negerilah yang dapat

menyalahgunakan jabatan, kedudukan dari kewenangan, kesempatan atau

sarana yang ada padanya. Menurut redaksional ketentuan Pasal 5 Undang-

undang Nomor 20 Tahun 2001 pengertian pegawai negeri meliputi :

a) Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang

kepegawaian (i.c. Undang-undang Nomor 43 tahun 1999);

b) Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam kitab undang-undang

hukum pidana (i.c. Pasal 92 KUHP);

c) Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;

d) Orang yang menerima gaji dari keuangan negara atau daerah;

e) Orang yang menerima gaji atau upah dari koorporasi lain yang

mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat

2. Tujuan dari perbuatan tersebut menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau

suatu koorporasi. Apabila ditinjau dari aspek pembuktian, maka elemen

Page 19: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

“menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi”, dapat

lebih mudah dibuktikan jaksa/penuntut umum karena unsur “menguntungkan”

tidak memerlukan dimensi apakah tersangka/terdakwa tindak pidana korupsi

menjadi kaya karenanya. Lain dengan aspek “memperkaya diri sendiri atau

orang lain atau suatu koorporasi” sebagaimana ketentuan Pasal 2 Undang-

undang Nomor 20 Tahun 2001, dimana relatif lebih sulit membuktikannya.

Konkretnya, perbuatan “menguntungkan” ini membuat tersangka/terdakwa,

orang lain/kroninya atau suatu koorporasi memperoleh aspek materiil maupun

immaterial. Sifat “menguntungkan” ini dapat dilakukan dengan cara korupsi,

kolusi dan nepotisme (Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999).

c. Tindak Pidana Korupsi Bentuk Ketiga

Pada asasnya, pengertian korupsi bentuk ketiga terdapat dalam ketentuan

Pasal 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

merupakan pasal kitab undang-undang hukum pidana/KUHP kemudian ditarik

menjadi tindak pidana korupsi.

d. Tindak Pidana Korupsi Bentuk Keempat

Pada dasarnya, pengertian korupsi bentuk keempat adalah bentuk korupsi

percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat serta pemberian kesempatan,

sarana atau keterangan terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh

orang di luar wilayah Indonesia (Pasal 15 dan Pasal 16 Undang-undang Nomor 20

Tahun 2001). Konkretnya, perbuatan percobaan/poging sudah diintrodusir sebagai

Tindak Pidana Korupsi oleh karena perbuatan korupsi sangat merugikan keuangan

negara atau perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan atau

kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi maka

Page 20: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

percobaan melakukan tindak pidana korupsi dijadikan delik tersendiri dan

dianggap selesai dilakukan. Demikian pula mengingat sifat dari tindak pidana

korupsi meskipun masih merupakan tindakan persiapan sudah dapat dipidana

penuh sebagai suatu tindak pidana tersendiri. Selanjutnya, identik pula dalam hal

pemberian kesempatan, sarana, atau keterangan terjadinya tindak pidana korupsi

yang dilakukan oleh orang luar di wilayah Indonesia dimana pemberian ”bantuan,

kesempatan, sarana, atau keterangan” dalam ketentuan Pasal 16 Undang-undang

Nomor 20 Tahun 2001 adalah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sedangkan tujuan

pencantuman konteks ini adalah untuk mencegah dan memberantas tindak pidana

korupsi yang bersifat transnasional atau lintas batas teritorial sehingga segala

bentuk transfer keuangan/harta kekayaan hasil tindak pidana korupsi antarnegara

dapat dicegah secara optimal dan efektif. Selanjutnya, apabila dijabarkan ancaman

pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana korupsi tipe keempat

adalah :

2. Ancaman Pidana Penjara berupa :

1. Pidana penjara seumur hidup/pidana penjara paling singkat 4 (empat)

tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.

1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) (Pasal 12 Undang-undang Nomor

20 Tahun 2001);

2. Pidana penjara seumur hidup/pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun

dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.

50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp

Page 21: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) (Pasal 3 Undang-undang Nomor 20

Tahun 2001);

3. Pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)

tahun atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)

(Pasal 11 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001); dan

4. Pidana penjara dan atau pidana denda sebagaimana diatur dalam ketentuan

Pasal 5 sampai dengan Pasal 14 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

3. Pidana Tambahan, dapat berupa :

a. Perampasan barang bergerak yang terwujud atau tidak berwujud atau

barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari

tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana tindak pidana

korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-

barang tersebut;

b. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama

dengan harga benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi;

c. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1

(satu) tahun; dan

d. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan

seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan

oleh pemerintah kepada terpidana.

e. Tindak Pidana Korupsi Bentuk Kelima

Sebenarnya pengertian korupsi bentuk kelima ini bukanlah bersifat murni

tindak pidana korupsi, tetapi tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak

Page 22: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

korupsi sebagaimana diatur dalam Bab III Pasal 21 sampai dengan Pasal 24

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001. Apabila dijabarkan, hal-hal tersebut

adalah :

1. Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau mengagalkan

secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan

di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa, ataupun para saksi

dalam perkara korupsi dipidana dengan penjara paling singkat 3 (tiga) tahun

paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.

150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.

600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah);

2. Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 35, atau Pasal 36

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 yang dengan sengaja atau tidak

memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dipidana

dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua

belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima

puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta

rupiah);

3. Dalam perkara korupsi, pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 220, Pasal 231, Pasal 241, Pasal 422, Pasal 429 atau

Pasal 430 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dipidana dengan pidana

penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan atau

denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling

banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah); dan

Page 23: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

4. Saksi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, dipidana dengan pidana penjara

paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00

(seratus lima puluh juta rupiah).

2. Pengertian Keuangan Daerah

Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka

penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di

dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban

daerah tersebut.4

Dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat,

antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah tidak dapat dilakukan

pemisahan dan merupakan kesatuan. Dalam otonomi daerah, masalahnya bukan

hanya pelimpahan kewenangan dan pembiayaan dari pemerintah pusat ke

pemerintah daerah, tetapi yang lebih penting adalah keinginan untuk

meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya keuangan daerah

untuk peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu

semangat desentralisasi, demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas, menjadi

sangat dominan dalam mewarnai proses penyelenggaraan pemerintahan pada

umumnya dan proses pengelolaan keuangan daerah pada khususnya.

5

Pengaturan bidang akuntasi dan pelaporan dilakukan dalam rangka untuk

menguatkan pilar akuntanbilitas dan transparansi. Dalam rangka pengelolaan

keuangan daerah yang akuntabel dan transparan, pemerintah daerah wajib

menyampaikan pertanggungjawaban berupa : (1) laporan realisasi anggaran; (2)

4 Ahmad Yani, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia,

(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002 ), hal. 347. 5 Ibid.

Page 24: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

neraca; (3) laporan arus kas; dan (4) catatan laporan keuangan. Laporan keuangan

dimaksud disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Sebelum

dilaporkan kepada mayarakat melalui DPRD, laporan keuangan perlu diperiksa

terlebih dahulu oleh BPK.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu research,

yaitu yang berasal dari kata re (kembali) dan to search (mencari).6

Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian skripsi ini

adalah metode pendekatan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum

normatif mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat di dalam

peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Dalam hubungan ini

Pada

dasarnya yang dicari itu adalah ”pengetahuan yang benar” untuk menjawab

pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu dengan menggunakan logika berfikir

yang ditempuh melalui penalaran induktif, deduktif dan sistematis dalam

penguraiannya.

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan

pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk

mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan

menganalisanya. Kecuali itu maka juga diadakan pemeriksaan yang

mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan

suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam

gejala yang bersangkutan.

6 Bambang Sungono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Indonesia,

2005), hal. 27.

Page 25: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

dilakukan pengukuran dan analisis terhadap Tindak Pidana Korupsi Dalam

Pengelolaan Keuangan Daerah melalui kajian undang-undang yakni Undang-

undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi

2. Sumber Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui

penelitian kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan

melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder untuk

mendapatkan konsep teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual

dan penelitian pendahulu yang berhubungan dengan objek yang diteliti yang

dapat berupa peraturan-perundangan dan karya ilmiah.

Adapun data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum

primer, sekunder dan tersier.

a. Bahan Hukum Primer.

Sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini

diantaranya adalah, yakni Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20

Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Kitab Undang-undang

Hukum Perdata .

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti

misalnya, rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari

kalangan hukum, serta penelitian lain yang relevan dengan penulisan ini.

Page 26: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder yang berupa kamus umum, kamus hukum,

ensiklopedia, majalah, surat kabar dan jurnal-jurnal hukum, laporan ilmiah

yang akan dianalisa dengan tujuan untuk memahami lebih dalam penelitian.

3. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah

studi dokumen dan bahan pustaka. Bahan pustaka yang dimaksud terdiri dari

bahan hukum primer yatu peraturan perundangan-undangan, dokumen-dokumen

dan teori yang berkaitan dengan penelitian ini.

4. Analisa Data Analisis data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian

dalam rangka memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti. Sebelum

analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap

semua data yang ada untuk mengetahui validitasnya. Untuk selanjutnya diadakan

pengelompokan terhadap data yang sejenis untuk kepentingan analisis dan

penulisan. Sedangkan evaluasi dilakukan terhadap data dengan pendekatan

kualitatif .

Untuk selanjutnya data yang terkumpul dipilah-pilah dan diolah, kemudian

dianalisis dan ditafsirkan secara logis dan sistematis dengan menggunakan metode

induktif dan deduktif. Dengan metode ini kemudian diperoleh kesesuaian antara

pelaksanaan kajian hukum terhadap Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Keuangan Daerah.

Page 27: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

G. Sistematika Penulisan Adapun yang menjadi sistematika penulisan yakni :

BAB I : PENDAHULUAN yang meliputi latar belakang, perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, Tinjauan

Kepustakaan, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.

BAB II : ASPEK HUKUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH meliputi

Sumber Keuangan Daerah dan Pengelolaan Keuangan Daerah,

Kendala dalam Pengelolaan Keuangan Daerah.

BABIII : PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM TINDAK PIDANA

KORUPSI yakni : Kewenangan Kepala Daerah Hukum, Sumber

Lahirnya Wewenang, Delik Penyalahgunaan Wewenang

BABIV : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM

PENYALAHGUNAAN WEWENANG PENGELOLAAN

KEUANGAN DAERAH meliputi Sanksi Yuridis Terhadap Pelaku

Tindak Pidana Penyalahgunaan Wewenang Pengelolaan Keuangan

Daerah, Kasus Penyelewengan Pengelolaan Keuangan Daerah serta

Analisis Kasus

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN meliputi Kesimpulan dan saran serta

DAFTAR PUSTAKA

Page 28: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

BAB II

ASPEK HUKUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

A. Sumber Keuangan Daerah dan Pengelolaan Keuangan Daerah

Tersedianya Sumber keuangan daerah merupakan faktor yang sangat penting

untuk keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah.

Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dapat dipandang suatu strategi yang

memiliki tujuan ganda. Pertama, pemberian otonomi daerah merupakan strategi untuk

merespons tuntutan masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu

sharing of power, distribution of income, dan kemandirian sistem manajemen di

daerah. Kedua, otonomi daerah dimaksudkan sebagai strategi untuk memperkuat

perekonomian daerah dalam rangka memperkokoh perekonomian nasional untuk

menghadapi era perdagangan bebas.7

Kekuatiran beberapa daerah bisa dipahami, karena pelaksanaan otonomi

daerah dan desentralisasi fiskal membawa konsekuensi bagi Pemerintah daerah untuk

lebih mandiri baik dari sistem pembiayaan maupun dalam menentukan arah

pembangunan daerah sesuai dengan prioritas dan kepentingan masyarakat di daerah.

8

Atep Adya Barata dan Bambang Trihartonto memberikan beberapa alternatif

Sumber keuangan daerah yang dapat digali yaitu meliputi pendapatan atau

penerimaan yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Pendapatan dana Perimbangan,

lain-lain pendapatan yang sah, dan Penerimaan Pembiayaan.

7 Mardiasmo, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, (Yogyakarta : Andi, 2004), hal.

25. 8 Ibid, hal. 107.

20

Page 29: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

1) Pendapatan Asli Daerah, terdiri dari :

a. Pendapatan Pajak Daerah

b. Pendapatan Restribusi Daerah

c. Pendapatan Bagian Laba BUMD dan Investasi Lainnya

d. Pendapatan Asli Daerah lain-lain

2) Pendapatan Dana Perimbangan, terdiri dari :

a. Pendapatan Bagian Daerah Dari PBB dan BPHTB

b. Pendapatan Daerah dari Pajak Penghasilan

c. Pendapatan Bagian Daerah dari SDA

d. Dana Alokasi Umum

e. Dana Alokasi Khusus

3) Lain-lain Pendapatan yang sah, tediri dari :

a. Pendapatan Hibah

b. Pendapatan Dana Darurat

c. Pendapatan lain-lain

4) Penerimaan Pembiayaan, terdiri dari :

a. Sisa lebih perhitungan anggaran

b. Penjualan aset daerah yang dipisahkan

c. Penjualan investasi lainnya

d. Pinjaman luar negeri

e. Pinjaman dari Pemerintah Pusat

f. Pinjaman dari otonomi lainnya

g. Pinjaman dari BUMN/BUMD

Page 30: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

h. Pinjaman dalam negeri lainnya.9

Pasal 157 Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

menyatakan Sumber Pendapatan Daerah terdiri atas :

a. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu :

1). Hasil pajak daerah;

2). Hasil retribusi daerah;

3). Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan ; dan

4). Lain-lain PAD yang sah ;

b. Dana perimbangan; dan

c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Susunan penerimaan (pendapatan) sebagaimana tersebut di atas pada tiap-tiap

daerah ada perbedaan tergantung kepada perkembangan, kebutuhan, kemampuan dan

keadaan Pemerintah dalam merealisasikan jenis pendapatan tersebut.10

Sedangkan Mekanisme Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah untuk saat ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005

tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri

Nomor. 903/2429/SJ Tahun 2002 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun

Anggaran 2006 dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran

2005.

11

9 Atep Adya Barata dan Bambang Trihartanto, Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara/

Daerah Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, (Jakarta : Elex Media Komputindo, 2004), hal. 56-58.

10 Ibid. 11 Nur Basuki Minano, Penyalahgunaan Wewenang dan Tindak Pidana Korupsi Dalam

Pengelolaan Keuangan Daerah,( Yogyakarta : Laksbang Mediatama, 2008) hal. 111.

Page 31: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Pasal 29 PP Nomor 58 Tahun 2005 menentukan bahwa untuk penyusunan

Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah berpedoman kepada RPJP Daerah dengan

memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM Nasional)

dan Standar Pelayanan Minimal yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.12

1. Penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan.

Adapun prioritas pembangunan tahun 2006 yang ditetapkan Pemerintah

mencakup :

2. Peningkatan kesempatan kerja, investasi dan eskpor.

3. Revitalisasi pertanian dan pedesaan.

4. Peningkatan aksesibilitas dan kualitas pendidikan dan kesehatan.

5. Penegakan hukum, pemberantasan korupsi, dan reformasi birokrasi.

6. Penguatan kemampuan pertahanan, pemantapan keamanan dan ketertiban serta

mencegah munculnya konflik vertikal maupun horisontal.

7. Merehabilitasi dan merekontruksi daerah yang terkena bencana alam.13

Mekanisme penyusunan APBD diatur dalam Pasal 180 UU Nomor 32 Tahun

2004 dijelaskan sebagai berikut :

2. Dalam rangka menyiapkan RAPBD, Pemerintah Daerah bersama-sama DPR

menyusun arah dan kebijakan umum APBD dengan memperhatikan Rencana

Pembangunan jangka Menengah Nasional (RPJM Nasional) dan Standar

Pelayanan Minimal yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat;

12 Ibid, hal. 111. 13 Lihat, Surat Edaran Mendagri No. 903/2429/SJ tanggal 21 Sepetember 2005.

Page 32: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

3. Berdasarkan arah dan kebijakan umum tersebut, Pemerintah Daerah menyusun

strategi dan prioritas APBD (Renstra dan skala prioritas);

4. Berdasarkan Renstra dan skala prioritas, Pemerintah Daerah menyiapkan

RAPBD;

5. RAPBD diajukan oleh Kepala daerah untuk mendapatkan Persetujuan dari

DPRD;

6. Apabila RAPBD tidak disetujui oleh DPRD, RAPBD perlu disempurnakan untuk

diajukan kembali;

7. Setelah disempurnakan tetapi DPRD tetap tidak setuju, maka Pemerintah Daerah

menggunakan APBD tahun sebelumnya.14

Rancangan APBD yang telah disetujui, langkah berikutnya adalah Kepala

Daerah(Gubernur/Walikota/Bupati) membuat Rancangan Peraturan

Gubernur/Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran dari APBD.

Gubernur/Bupati/Walikota sebelum menetapkan Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota

dan Perda APBD dimuat dalam Lembaran Daerah, paling lambat 3 (tiga) hari APBD

dan Rancangan Peraturan Gubernur disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi.

Dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari Menteri Dalam Negeri untuk APBD

Propinsi dan Rancangan Peraturan Gubernur, Gubernur untuk APBD

Kabupaten/Kotamadya dan Peraturan Bupati/Walikota, menyampaian hasil

evaluasinya dengan parameternya pada kesesuaian dengan kepentingan umum dan

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dalam hal dinyatakan sudah sesuai

maka Gubernur/Bupati/walikota dimuat dalam Lembaga Daerah. Sebaliknya jika

14 Nur Basuki Minarno, Op.cit., hal. 113.

Page 33: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

hasil evaluasi dari Menteri Dalam Negeri atau Gubernur bahwa APBD maupun

Rancangan Peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati/Walikota tersebut tidak sesuai

dengan kepentingan umum dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

yang telah tinggi maka Gubernur/Bupati/Walikota dan DPRD menyempurnakannya

kembali dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari. Jika Gubernur/Bupati/Walikota dan

DPRD tidak menyempurnakan APBD tersebut dan Gubernur/Bupati/Walikota maka

Menteri Dalam Negeri membatalkan APBD dan Peraturan Gubernur dan untuk

ABPD dan Peraturan Bupati/Walikota tersebut dibatalkan oleh Gubernur.15

B. Kendala Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah

Terdapat 3 (tiga) aspek utama yang menjadi kendala dalam penyalahgunaan

wewenang atau penyimpangan yang perlu dibangun dalam suatu sistem pengawasan,

pengendalian dan pemeriksaan pengelolaan keuangan daerah.

a. Sistem Pengawasan Pengelola Keuangan Daerah

Pengawasan mengacu pada tindakan yang dilakukan oleh pihak luar (yaitu

masyarakat dan DPRD) untuk mengawasi kinerja pemerintahan. Pengawasan DPRD

dan masyarakat harus sudah dilakukan sejak tahap persiapan dan penyusunan APBD.

Fungsi pengawasan DPRD dapat dilakukan dalam tahap perencanaan,

pelaksanaan, pelaporan APBD. Dalam tahap perencanaan, anggota DPRD akan

mengetahui kehendak riil masyarakat yang nantinya dapat disusun skala prioritas

kegiatan apa yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah agar tercapai

kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

15 Ibid, hal. 113.

Page 34: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Dalam proses penyusunan APBD yang sevisi dengan ”good financial

governance” yang pertama-tama harus diperhatikan adalah membentuk APBD yang

terasa demokratis dengan mengedepankan unsur peran serta masyarakat. Elemen

masyarakat menjadi penting artinya dalam proses pembuatan APBD di samping

Pemerintah Daerah dan DPRD dengan maksud untuk memperpanjang substansi

APBD sebagai perwujudan dari amanah rakyat kepada Pemerintah Daerah dan DPRD

dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas pelayanannya terhadap

masyarakat.16

Pengelolaan keuangan daerah yang modern secara yuridis harus dituangkan

dalam perangkat peraturan hukum yang sesuai dengan prinsip-prinsip ”good financial

governance” yang berupa keterbukaan (transparency) dan peran serta masyarakat

(public participation).

17 Penyerapan aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh DPRD

dalam tatanan implementasinya kadang-kadang menyimpang dari harapan dan yang

lebih ekstrim aspirasi masyarakat tidak diperhatikan sama sekali. Bukti yang dapat

diketengahkan kasus DPRD Sumatera Barat, DPRD Cirebon, dan masih banyak lagi.

Anggaran APBD banyak tersedot untuk kepentingan dan kemakmuran untuk anggota

DPRD dan kebutuhan pemerintahan daerah itu sendiri, tidak bertujuan untuk

kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. 18

16 Soekarwo, Berbagai Permasalahan Keuangan Daerah, (Surabaya : Airlangga University

Press, 2003), hal. 131. 17 Ibid. 18 Nur Basuki Minarno, Op.cit., hal. 148.

Page 35: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

b. Sistem Pengendalian Pengelolaan Keuangan Daerah

APBD ialah wujud pengelolaan keuangan daerah karena di dalam APBD di

samping mencantumkan jumlah anggaran ditentukan pula tentang arah dan strategi

pembangunan daerah yang berorientasi pada kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah tersebut di atas :

1. dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat

pengelola APBD;

2. dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna

anggaran/barang daerah.

Menurut Mardiasmo kegagalan pemerintah daerah dalam pengelolaan daerah

pada masa lalu disebabkan :

1. pengeluaran belum berorientasi pada kinerja dan kepentingan publik;

2. pengeluaran daerah yang dilakukan berorientasi jangka pendek;

3. pemerintah daerah bersifat reaktif, tidak proaktif untuk mengeliminasi sumber

pemborosan keuangan daerah;

4. tidak adanya pengetahuan yang memadai mengenai sifat biaya.19

Mardiasmo memberikan pemecahan melalui perencanaan dan pengendalian

aktivitas, yaitu dengan cara :

1. pemilihan aktivitas. Strategi yang berbeda memerlukan aktivitas yang berbeda.

Aktivitas yang berbeda akan menyebabkan biaya yang berbeda. Pemda

19 Mardiasmo, Op.cit., hal. 63-64.

Page 36: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

hendaknya memilih strategi yang memerlukan biaya terendah untuk mencapai

tujuan pemerintah daerah.

2. pengurangan aktivitas. Pengurangan biaya dapat dicapai dengan mengurangi

waktu dan sumber daya yang digunakan.20

Pendekatan pengurangan aktivitas dimaksudkan untuk perbaikan efisiensi

dengan catatan aktivitas yang dikurangi ialah aktivitas yang tidak menambah nilai

bagi kesejahteraan masyarakat (not-value-added activities).

21

Soekarwo memberikan analisis terhadap lemahnya pengendalian pengelolaan

keuangan daerah disebabkan peranan DPRD sangat terbatas dan pengendalian dan

pengawasan tertuju pada pertanggungjawaban finansial saja dan bukan kinerja

pemerintah.

22

Di internal pemerintah dibangun sistem pengendalian intern keuangan negara

atau daerah, yang pada prinsipnya mencakup penyusunan administrasi keuangan

negara atau daerah (mulai dari pembuatan neraca, arus kas, pelaporan,

pertanggungjawaban, dll), namun dalam prakteknya, Itjen atau Bawasda tidak lagi

sebagai pengawas (pengendali) internal pengelolaan keuangan daerah melainkan

tertarik sebagai auditor (pemeriksa). Itjen maupun Bawasda dapat melakukan

Badan Pengawas Daerah (Bawasda) mempunyai peranan yang sangat penting,

karena Bawasda ini dibentuk untuk melakukan pengawasan (pengendalian) internal

dalam pengelolaan keuangan daerah.

20 Ibid, hal. 190-191. 21 Ibid. 22 Soekarwo, Op.cit., hal. 64-65.

Page 37: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

pemeriksaan atas penggunaan uang negara jika dianggap perlu, tetapi bukan

merupakan tugas utama sebagai auditor.

c. Sistem Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Daerah

Lembaga pemeriksa dan pengawas pengelola keuangan daerah dilakukan oleh

suatu lembaga yang berkompeten. Untuk lembaga pengawas (pengendalian) internal

terdiri dari Inspektorat Jendral Departemen, Satuan Pengawas Intern (SPI) di

lingkungan lembaga negara dan BUMN/BUMD, Badan Pengawas Daerah Propinsi

(Bawasdaprop), Badan Pengawas Daerah Kabupaten/Kotamadya (Bawasda

Kab/Bawasko), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan

audit eksternal (lembaga pemeriksa) adalah BPK, yang merupakan lembaga

pemeriksa independen.

Lembaga BPK bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat

(MPR) yang diwujudkan dengan penyampaian laporan kinerja BPK dalam setiap

sidang tahunan MPR dan menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada Lembaga

Perwakilan (DPR), untuk pengelola keuangan daerah kepada DPRD. Sedang lembaga

pengawas (pengendalian) internal bertanggung jawab kepada Pemerintah, BPKP

bertanggung jawab kepada Presiden, Itjen bertanggung jawab kepada Menteri,

Bawasda bertanggung jawab kepada Gubernur atau Bupati/Walikota.

Ruang lingkup pemeriksaan BPK diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 15

tahun 2004 dinyatakan bahwa : ”Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab

keuangan negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur keuangan negara

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang–undang Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara.”

Page 38: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Sementara itu keuangan negara meliputi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

UU Nomor 17 Tahun 2003 ialah :

(a). Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan

uang, dan melakukan pinjaman;

(b). Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum

pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;

(c). Penerimaan negara;

(d). Pengeluaran negara;

(e). Penerimaan daerah;

(f). Pengeluaran daerah;

(g). Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak

lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak–hak lain yang

dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada

perusahaan negara/perusahaan daerah;

(h). Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka

penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;

(i). Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang

diberikan pemerintah.

Ada beberapa pengelolaan keuangan negara lembaga pemeriksa tidak

dilakukan BPK, tetapi oleh audit dari Akuntan Publik. Hal tersebut dapat dilihat

dalam Pasal 3 ayat (2) UU Nomor 15 Tahun 2004 yaitu : ”Dalam hal pemeriksaan

dilaksanakan oleh Akuntan Publik berdasarkan ketentuan undang–undang, Laporan

Hasil Pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan”.

Page 39: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Auditor dari Akuntan Publik memeriksa pengelolaan keuangan negara (bukan

kewenangan BPK) terhadap :

1. Kekayaan BUMN/BUMD yang tercatat dalam Pasar Modal

Hal tersebut didasarkan pada :

a. Pasal 2 huruf g Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 :

Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain

berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai

dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan

negara/perusahaan daerah.

b. Pasal 71 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara :

Badan Pemeriksa Keuangan berwenang melakukan pemeriksaan terhada

BUMN sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menentukan :

untuk memenuhi prinsip keterbukaan dalam Pasar Modal setiap perusahaan yang

terdaftar di Pasar Modal wajib menyerahkan laporan keuangan yang sudah

diperiksa oleh Akuntan Publik yang terdaftar di Bapepam.

2. Yayasan Milik Negara

Pasal 52 ayat (3) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan

menyatakan : ”Yayasan yang memperoleh bantuan Negara wajib di audit oleh

akuntan publik”.

Auditing yang dilakukan oleh BPK dengan Akuntan Publik menggunakan

standar berbeda. BPK menggunakan Standar Audit Pemerintah (SAP), sedangkan

dalam audit oleh Akuntan Publik menggunakan Standar Pofessional Akuntan Publik

Page 40: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

(SPAP). Perbedaan tolak ukur (asersi) yang mendasar antara SAP dengan SPAP

adalah asersi ketaatan kepada peraturan perundang-undangan sesuai dengan SAP, hal

itu tidak dijumpai pada SPAP.

Pemeriksaan Keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah

pusat dan daerah. Pemeriksaan ini dilakukan dalam rangka memberikan pernyataan

opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan

pemerintah.

Pemeriksaan Kinerja adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi,

serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan

manajemen oleh aparat pengawas intern pemerintah.

Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang dilakukan

dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja.

Laporan hasil pemeriksaan oleh BPK berdasarkan Pasal 16 UU Nomor 15

tahun 2004 meliputi :

1. laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah memuat opini.

2. laporan hasil pemeriksaan atas kinerja memuat temuan, kesimpulan, dan

rekomendasi.

3. laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu memuat kesimpulan.

4. tanggapan pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas temuan,

kesimpulan, dan rekomendasi pemeriksa, dimuat atau dilampirkan pada

laporan hasil pemeriksaan.

Pemeriksaan yang dilakukan oleh lembaga pemeriksa atas pengelola

keuangan daerah (APBD) menurut PP Nomor 58 Tahun 2005, UU Nomor 17 Tahun

Page 41: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

2003, UU Nomor 32 Tahun 2004, serta PP Nomor 37 Tahun 2005 meliputi

pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD.

Kewenangan Lembaga Pemeriksa BPK dalam kaitannya dengan pengelolaan

keuangan daerah dapat dilihat dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-undang Nomor 17

Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 17 ayat (2) Undang-undang Nomor

15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan

Negara.

Pasal 31 ayat (1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 dinyatakan :

Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan

yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat–lambatnya 6 (enam)

setelah tahun anggaran berakhir.

Pasal 31 ayat (2) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 dinyatakan : laporan

hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan oleh BPK

kepada DPRD selambat–lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan

dari pemerintahan daerah.

Keberadaan audit internal yang berlapis–lapis dan berjenjang tersebut

menimbulkan tumpang tindih pemeriksaan baik di antara audit internal sendiri

maupun antara audit internal dengan BPK.

1. audit internal dan BPK memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan

pemeriksaan tanggung jawab keuangan negara/daerah atas kegiatan instansi

(auditan) dengan sasaran dan atau ruang lingkup pemeriksaan yang relatif sama;

Page 42: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

2. koordinasi antara audit internal dan BPK relatif sulit dilakukan dan walaupun

dilakukan koordinasi untuk menghindari tumpang tindih, akan membatasi

pelaksanaan masing–masing;

3. hasil pemeriksaan audit internal tidak dapat saling dimanfaatkan baik oleh

masing–masing audit internal, maupun oleh BPK.

Mardiasmo menyatakan bahwa ada beberapa kelemahan dalam melakukan

audit pemerintah. Kelemahan yang pertama bersifat inherent, sedangkan kelemahan

kedua bersifat struktural. Kelemahan pertama terkait dengan tidak tersedianya

indikator kinerja dan belum tersedianya Standar Akuntansi Keuangan Pemerintah

yang baku. Kelemahan kedua, banyaknya lembaga pemeriksa fungsional yang

overlapping satu dengan yang lain.23

23 Mardiasmo, Op.cit., hal. 216-217.

Page 43: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

BAB III

PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM TINDAK PIDANA

KORUPSI

A. Kewenangan Kepala Daerah

Pemerintah daerah yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Pemerintahan daerah provinsi terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan

DPRD Provinsi.

2. Pemerintah daerah kabupaten/kota terdiri atas pemerintah daerah

kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota.

Pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota terdiri atas kepala daerah

dan perangkat daerah.24

(2) Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Kepala

Daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan

Kepala Daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah

(Pasal 5 PP Nomor 58 Tahun 2005). Kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan

pengelolaan keuangan daerah dapat melimpahkan sebagian atau seluruh

kekuasaan kepada aparat yang ada di bawahnya, hal tersebut diatur dalam Pasal

156 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang dinyatakan sebagai berikut :

(1) Kepala Daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah.

24 HAW. Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo

Persada, 2005 ), hal. 155.

35

Page 44: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

pertanggungjawaban, serta pengawasan keuangan daerah kepada pejabat

perangkat daerah

(3) Pelimpahan sebagian atau seluruh kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) di daerah pada prinsip pemisahan kewenangan antara yang

memerintahkan, menguji, dan yang menerima mengeluarkan uang.25

Kepala Daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan

yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat enam bulan

setelah tahun anggaran berakhir.

26

25 Nur Basuki Minarno, Op.cit., hal. 128. 26 Ahmad Yani, Op.cit., hal. 409.

Pelimpahan kekuasaan tersebut dimaksudkan jangan sampai terjadi

kekuasaan menumpuk pada Kepala Daerah saja yang mengakibatkan beban yang

begitu berat pada Kepala Daerah, dan yang lebih penting dari itu adalah untuk

menghindari terjadinya penyalahgunaan wewenang dan sewenang-wenang.

RAPBD yang telah mendapatkan persetujuan oleh DPRD harus ditindak

lanjuti oleh Kepala Daerah dengan mengeluarkan Keputusan Kepala Daerah

(Gubernur/Bupati/Walikota) sebagai pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah

yang telah ditetapkan dalam APBD.

Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah oleh Kepala Daerah

diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara jo.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah jo. PP

Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Page 45: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD diatur dalam Pasal 31 ayat (1)

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 jo. Pasal 184 ayat (1) Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2004 jo. Pasal 100 PP Nomor 58 Tahun 2005 yang menyatakan

bahwa : ”Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah

tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan

keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-

lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir ”.

Berdasarkan surat Edaran Mendagri Nomor 903/2429/SJ tanggal 21

September 2005 ditentukan batas waktu penetapan Raperda Perhitungan APBD

menjadi Perda Perhitungan APBD untuk tahun anggaran 2005 masih tetap

mengacu pasal 92 ayat (2) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun

2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan

Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yaitu 3 (tiga) bulan setelah tahun

anggaran berakhir.

Mekanisme dan sistem pelaporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD

pada periode berlakunnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 memasuki

paradigma baru, berbeda dengan pada saat berlakunya Undang-undang Nomor 22

Tahun 1999 jo. PP Nomor 108 Tahun 2000. Paradigma baru tersebut terkait

dengan pemilihan kepala daerah secara langsung ,yang tidak lagi diangkat dan

diberhentikan oleh DPRD, dan oleh karenanya laporan pertanggungjawaban

keuangan daerah sifatnya terbuka untuk masyarakat (Pasal 27 ayat (2) Undang-

Page 46: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

undang Nomor 32 Tahun 2004) dan DPRD tidak dapat memberhentikan Kepala

Daerah kalau tidak ada alasan Kepala Daerah melakukan tindak pidana (Pasal 30

sampai dengan Pasal 32 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004).

Laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah menyangkut 2 (dua ) hal :

pertama, menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada

pemerintah serta menginformasikan kepada masyarakat (Pasal 27 ayat (2)

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004), kedua, menyampaikan laporan Raperda

tentang Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan

keuangan yang telah diperiksa oleh BPK paling lambat 6 (enam) bulan setelah

tahun anggaran berakhir (Pasal 31 ayat (1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003

jo. Pasal 184 ayat (1) Undang-undang UU Nomor 32 tahun 2004 .

Laporan penyelenggaraan pemerintah daerah oleh Gubernur disampaikan

kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri, kepada Menteri Dalam Negeri

melalui Gubernur untuk laporan penyelenggaraan pemerintah daerah

kebupaten/kotamadya. Format laporan penyelenggaraan pemerintah daerah diatur

dalam Surat Mendagri Nomor 120/1306/SJ tanggal 7 Juni 2005 perihal

Penyampaian Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah dan

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan daerah.

B. Sumber Lahirnya Wewenang

Istilah wewenang atau kewenangan disejajarkan dengan ”authority ”

dalam bahasa Inggris dan ”bevoegdheid ” dalam bahasa Belanda. Authority dalam

Black’s Law Dictionary diartikan sebagai Legal power ; a right to command or

act ;the right and power of public officers to require obedience to their orders

Page 47: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

lawfully issued in scope of their public duties 27 (kewenangan atau wewenang

adalah kekuasaan hukum, hak untuk memerintahkan atau bertindak; hak atau

kekuasaan pejabat publik untuk mematuhi aturan hukum dalam lingkup

melaksanakan kewajiban publik). “Bevoegdheid“ dalam istilah Hukum Belanda,

Phillipus M. Hadjon memberikan catatan berkaitan dengan penggunaan istilah

“wewenang“ dan “bevoegdheid“ digunakan dalam konsep hukum privat dan

hukum publik, sedangkan “wewenang“ selalu digunakan dalam konsep hukum

publik.28

b. Pengaruh

Wewenang sebagai konsep hukum publik sekurang-kurangnya terdiri dari

3 (tiga) komponen, yaitu :

c. Dasar hukum

d. Konformitas hukum

Komponen pengaruh ialah bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan

untuk mengendalikan perilaku subjek hukum. Komponen dasar hukum bahwa

wewenang selalu harus dapat ditunjuk dasar hukumnya. Komponen konformitas

mengandung makna adanya standar wewenang yaitu standar umum (semua jenis

wewenang) dan standar khusus (untuk jenis wewenang tertentu ).29

Sejalan dengan pilar utama negara hukum yaitu asas legalitas, atas dasar

prinsip tersebut bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-

undangan. Dalam kepustakaan hukum administrasi terdapat 2 (dua) cara untuk

memperoleh wewenang pemerintahan yaitu atribusi dan delegasi; kadang-kadang

27 Henry Campbell Black, Black’ s Law Dictionary, (West Publishing, 1990), hal. 133. 28 Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, ( Jakarta : Yuridika, 1997 ), hal. 1. 29 Ibid, hal. 1-2.

Page 48: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

juga, mandat, ditempatkan sebagai cara tersendiri untuk memperoleh wewenang

.30

Suatu atribusi kepada kewenangan yang asli atas ketentuan hukum tata

negara. Atribusi merupakan wewenang untuk membuat keputusan (besluit) yang

langsung bersumber kepada undang-undang dalam arti materiil. Rumusan lain

mengatakan bahwa atribusi merupakan pembentukan wewenang tertentu dan

pemberiannya kepada organ tertentu. Yang dapat membentuk wewenang adalah

organ yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan.

31

b. Bertindak sebagai delegated legislator; seperti presiden yang berdasar pada

suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan peraturan pemerintah di mana

diciptakan wewenang-wewenang pemerintahan kepada badan atau jabatan tata

usaha negara tertentu.

Indroharto mengatakan bahwa atribusi terjadi pemberian wewenang

pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-

undangan. Disini dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru. Lebih lanjut

disebutkan bahwa legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi

wewenang pemerintahan dibedakan antara :

a. Berkedudukan sebagai original legislator; di negara kita di tingkat pusat

adalah MPR sebagai pembentuk konstitusi dan DPR bersama-sama

pemerintah sebagai yang melahirkan suatu undang-undang, dan di tingkat

daerah adalah DPRD dan pemda yang melahirkan Peraturan Daerah;

32

30 Philipus M. Hadjon, Op.cit., hal. 1. 31 Ibid. 32 Indroharto, Usaha Memahami Undang-undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara,

(Jakarta : Sinar Harapan, 1993), hal. 91.

Page 49: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

C. Bentuk-bentuk Penyalahgunaan Wewenang Kepala Daerah

Dalam pengelolaan keuangan daerah Kepala Daerah sebagai Pemegang

Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah mendelegasikan sebagian atau

seluruhnya kepada Sekretaris Daerah dan atau perangkat pengelola keuangan

daerah. Penetapan pendelegasian wewenang kepada perangkat pengelola

keuangan daerah tersebut dengan Surat Keputusan Kepala Daerah. Penetapan

tersebut merupakan salah satu syarat pelaksanaan anggaran.

Pelimpahan wewenang dari Kepala Daerah kepada Sekretaris Daerah atau

Perangkat Pengelola Keuangan Daerah, apakah dalam konsep delegasi? Jawaban

atas pertanyaan tersebut adalah tidak delegasi karena dalam konsep pelimpahan

wewenang dengan cara delegasi tidak diperuntukkan pelimpahan wewenang dari

atasan ke bawahan. Sekretaris Daerah dan Perangkat Pengelola Keuangan Daerah

secara hirarki sebagai bawahan dari Kepala Daerah.

Tidak dalam konsep delegasi pelimpahan wewenang Kepala Daerah

kepada Perangkat Pengelola Keuangan Daerah, pertanyaan yang muncul bekaitan

dengan siapa yang bertanggung jawab secara hukum dalam hal terjadi perbuatan

melanggar hukum (”melawan hukum” atau ”penyalahgunaan wewenang”) yang

berakibat kerugian pada keuangan atau perekonomian daerah (korupsi)?33

Contoh kasus yang dapat dikemukan sebagai berikut : Pengguna Anggaran

(Kepala Dinas) pada Dinas Kebersihan akan melakukan pembelian alat

pengelohan sampah. Kepala Dinas (Kadis) tersebut menunjuk salah satu Kepala

Seksi sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. Atas dasar pelimpahan wewenang,

33 Nur Basuki Minarno, Op.Cit, hal. 77.

Page 50: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

selanjutnya Kepala Seksi membentuk Panitia Lelang (Panitia Tender), Panitia

lelang dan kepala Seksi yang telah ditunjuk tersebut tidak melaksanakan lelang

sesuai dengan wewenang yang dilimpahkan kepada melainkan dengan cara

melakukan penunjukkan langsung (PL) dengan tujuan untuk memenangkan

rekanan tertentu, dengan cara seperti itu berakibat merugikan keuangan negara. In

casu siapa saja yang dapat dimintai pertanggungjawaban? Pelimpahan wewenang

dari Kepala Daerah kepada Kepala Dinas, Kepala Dinas kepada Kepala Seksi,

Kepala Seksi kepada Panitia Lelang tidak pelimpahan wewenang dalam konsep

delegasi, lebih menyerupai dekonsentrasi (pelimpahan wewenang pusat kepada

daerah). Terkait dengan kasus posisi tersebut untuk menjawab siapa yang dapat

dimintai pertanggungjawaban menurut hukum pidana adalah delegatoris

(penerima pelimpahan wewenang), meskipun konsep delegasi dalam peraturan

perundang-undangan tersebut keliru.34

34 Lihat Pasal 5 Peraturan pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah dinyatakan”……Kepala Daerah mendelegasikan sebagian tau seluruhnya kewenangan kepada Sekretaris Daerah dan atau Perangkat Pengelola Keuangan Daerah….”

Pendapat tersebut didasarkan kepada suatu

argumen legalistik formal, seperti yang tertuang dalam Pasal 55 PP Nomor 58

Tahun 2005 dengan dinyatakan ”delegasi”, dan juga tidak kalah pentingnya

ditelaah secara teliti atas Surat keputusan Kepala Daerah sebagai sumber

pelimpahan wewenang tersebut. Di samping itu, dalam hukum pidana menganut

prinsip ”personal responsibility”, tanggung jawab pidana adalah tanggung jawab

pribadi.

Bentuk- bentuk penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Kepala

Daerah dalam tindak pidana korupsi :

Page 51: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

1. Tidak Melaksanakan Asas Spesialitas

Asas spesialitas sudah diadopsi dalam hukum positif, hal tersebut dapat

dilihat dalam dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara perlu menjabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan

dalam Undang-Undang Dasar tersebut ke dalam asas-asas telah lama dikenal

dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas

kesatuan dan asas spesialitas .

Konkritisasi asas spesialistas tersebut terlihat dalam Pasal 35 Undang-

undang Nomor 17 tahun 2003 yang dinyatakan :

a. Setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar

hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung atau kerugian

dimaksud.

b. Setiap orang yang diberi tugas menerima, menyimpan, membayar, dan/atau

menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang negara adalah

bendahara yang wajib menyampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan.

c. Setiap bendahara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab

secara pribadi atas kerugian keuangan negara yang berada dalam

pengurusannya.

d. Ketentuan mengenai penyelesaian kerugian negara diatur dalam undang-

undang mengenai perbendaharan negara.

Page 52: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Asas spesialitas (specialialiteitsbeginsel) oleh Tatiek Sri Djatmiati

menertejemahkan dalam bahasa kuasa hukum Indonesia, asas tujuan.35

Asas legalitas merupakan dasar bagi kepentingan pemerintah untuk

bertindak dalam mencapai tujuan tertentu. Pemberian wewenang kepada

pemerintah diberikan dengan sarana peraturan perundang-undangan.

Dalam hal ini bahayanya adalah bahwa terdapat pertentangan antara

berbagai peraturan tersebut. Dalam penggunaan wewenang pemerintah harus

mempertimbangan kepentingan yang terkait yang ditetapkan oleh peraturan

undang-undang. Jika ketentuan tujuan itu tidak ada maka akan lahirlah suatu

keadaan bahwa berdasarkan peraturan tertentu sebuah tingkah laku tersebut harus

dilarang. Dalam kondisi seperti ini pengambilan keputusan dengan

mempertimbangkan kepentingan yang lain, maka asas legalitas menjadi tidak

bernilai, karena pemerintah bertindak di luar ketentuan perundang-undangan yang

menjadi landasan dasarnya; selain itu, akan muncul bahaya yaitu pemerintah

menggunakan wewenang untuk tujuan yang berarti adanya penyalahgunaan

wewenang (”detounement de pouvoir”).

2. Tidak Melaksanakan Asas Spesialitas Kaitannya dengan Asas Legalitas

Pemerintah hanya dapat melakukan perbuatan hukum jika memiliki

legalitas atau didasarkan pada undang-undang yang merupakan perwujudan

aspirasi warga negara. Dalam negara demokrasi, tindakan pemerintah harus

mendapatkan legitimasi dari rakyat yang secara formal tertuang dalam undang-

undang.

36

35 Tatiek Sri Djatmiati, Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia, Disertasi, Program

Pascasarjana, Unair, 2004, hal. 108.

Page 53: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Asas legalitas asalnya dari kata Lex (undang-undang). Asas legalitas di

dalam hukum pidana, artinya seseorang hanya dapat dipidana berdasarkan

ketentuan legislasi. Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, produk legislasi

adalah undang-undang dan Peraturan Daerah. Asas tersebut saat ini ditetapkan

dalam Pasal 14 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang pembentukan

Peraturan Perundang-undangan. Pasal 14 Undang-undang No. 10 Tahun 2004

menentukan : Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat

dalam undang-undang dan Peraturan Daerah.37

Dalam perkembangannya Asas-asas Umum Penyelenggaraan Negara

dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara

3. Tidak Melaksanakan Asas Spesialitas Kaitannya dengan Asas-asas Umum

Pemerintahan yang Baik

Asas-asas Umum Penyelenggaraan Negara dalam Pasal 3 Undang-undang

Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas

dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme meliput i :

1. Asas Kepastian Hukum;

2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara;

3. Asas Kepentingan Umum;

4. Asas Keterbukaan;

5. Asas Proposionalitas;

6. Asas Profesionalitas; dan

7. Asas Akuntabilitas.

36 Nur Basuki Minarno, Op.Cit, hal 83 37 Ibid, hal.83

Page 54: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme tersebut diakui dan

diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintah hal tersebut terlihat dalam Pasal 20

ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

sebagai berikut : “Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum

Penyelenggara Negara yang terdiri atas : asas kepastian hukum, asas tertib

penyelenggara negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas

proposionalitas, asas akuntabilitas, asas efisiensi, dan asas efektivitas “.38

Sedangkan penerapan asas-asas yang ada pada Pasal 3 Undang-undang

Nomor 28 Tahun 1999 ke dalam praktek peradilan di PTUN dapat terlihat dalam

Pasal 53 ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan

atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN yang disebutkan :

”Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengana asas-asas

umum pemerintahan yang baik” dan dalam penjelasannya disebutkan : ”Yang

dimaksud dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik adalah yang meliputi

asas kepastian hukum, tertib penyelenggaraan negara, keterbukaan,

proposionalitas, profesionalitas dan akuntabilitas, sebagaimana dimaksud dalam

Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang

Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme “.

39

Delik penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi diatur dalam

Pasal 3 UU PTPK, yang dinyatakan sebagai berikut: ”Setiap orang yang dengan

D. Delik Penyalahgunaan Wewenang

38 Ibid,hal. 91. 39 Ibid.

Page 55: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,

menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana yang ada padanya karena

jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara, dipidana dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara

paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda

paling sedikit Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak

Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Pasal 3 Undang-undang PTPK dapat diuraikan unsur-unsur deliknya

adalah sebagai berikut :

a. dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi;

b. menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya

karena jabatan atau kedudukan ;

c. yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Unsur yang khas dari tindak pidana korupsi dibandingkan dengan KUHP

yaitu; ”memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu

badan, menyalahgunakan jabatan atau kedudukan dan merugikan keuangan

negara”.

Ad.a. Unsur ”dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain

atau suatu korporasi”.

Unsur subjektif yang melekat pada batin si pembuat menurut Pasal 3

Undang-undang PTPK ini merupakan tujuan si pembuat dalam melakukan

perbuatan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada

Page 56: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

padanya karena jabatan atau kedudukan yakni untuk menguntungkan diri sendiri

atau orang lain atau suatu korporasi.

Sehubungan dengan perumusan”dengan tujuan menguntungkan .....” yang

ditentukan dalam pasal 3 Undang-undang PTPK, Andi Hamzah berpendapat

bahwa rumusan tersebut dimaksudkan mempermudah dalam segi pembuktiannya,

bila dibandingkan ”memperkaya diri sendiri......” seperti yang tercantum dalam

pasal 2 Undang-undang PTPK (ex Pasal 1 ayat (1) sub a Undang-undang Nomor

3 Tahun 1971).40

Dari segi bentuk kesalahan (schuld) perlu dipertanyakan apakah rumusan

“dengan tujuan menguntungkan…….” sebagai kesengajaan (dolus/opzet)atau

kealpaan (culpa)? Dari rumusan kesalahan (schuld) tersebut diatas adalah

kesalahan dalam bentuk kesengajaan (opzetteijk/dolus), tidak dalam bentuk

ketidaksengajaan (culpa).

41

Dalam hukum positif Indonesia tidak satupun memberikan definisi tentang

kesengajaan. Definisi kesengajaan yang tepat dapat dijumpai dalam Wetboek van

Strafrech 1809, yaitu : ”kesengajaan adalah kehendak untuk melakukan atau tidak

melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-

undang”.

42

40 Andi Hamzah, Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya (Jakarta : Gramedia

Pustaka Utama, 1991), hal. 103-104. 41 Nur Basuki Minarno, Op.cit., hal. 26-27. 42 Van Hantum dalam J.E Sahetapy, (editor penerjemah), Hukum Pidana, (Yogyakarta :

Liberty, 1995), hal. 87.

Ad.b. Unsur ”menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang

ada padanya karena kedudukan atau jabatan”.

Page 57: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Dalam Pasal 3 Undang-undang PTPK dinyatakan : ”Setiap orang yang

dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,

menyalahgunakan wewenang, kesempatan, atau sarana yang ada atau

perekonomian negara, dipidana dengan Pidana seumur hidup atau Pidana Penjara

paling singkat I (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda

paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak

Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupia )”.

Penyalahgunaan wewenang dimasukkan sebagai bagian inti delik

(berstanddeel delict) tindak pidana korupsi sejak Peraturan Penguasa Militer

tahun 1957 sampai sekarang.43 Hanya saja dalam peraturan atau undang-undang

yang pernah berlaku tersebut tidak sekalipun memberikan penjelasan yang

memadai. Tidak adanya penjelasan tentang penyalahgunaan wewenang dalam

peraturan atau undang-undang akan membawa implikasi interpretasi yang

beragam. Hal tersebut sangat berbeda sekali dengan penjelasan tentang ”melawan

hukum” (”wederrechtelijkheid ”) yang dirasakan sudah cukup memadai, meskipun

demikian dalam penerapannya masih ”debatebl ”.44

Di dalam referensi hukum sering dijumpai penggunaan istilah ”melawan

hukum” (”wederrechtelijkheid”) dan ”melanggar hukum” (”onrechtmatige

daad”). Penggunaan dua istilah tersebut sering kali dipertukarkan. Istilah

”melanggar hukum” lazim dipergunakan dalam ranah hukum perdata, sedangkan

”melawan hukum” lazim dipergunakan dalam ranah hukum pidana. Dalam hukum

pidana unsur ” melawan hukum ”dibatasi daya berlakunya oleh” Asas Legalitas”

43 Hermien Hadiati Koeswadji, Korupsi di Indonesia dari delik Jabatan ke Tindak Pidana

Korupsi, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 1994 ), hal. 46. 44 Nur Basuki Minarno, Op.cit., hal. 32.

Page 58: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

(Pasal 1 ayat (1) KUHP), sedangkan ”melanggar hukum” mempunyai cakupan

yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada ”written law” tetapi juga ”unwritten

law” / ”he living law”. Sementara itu dalam undang-undang PTPK pengertian

unsur melawan hukum meliputi formil dan materil, yang identik dengan

pengertian ”onrechtmatige daad ”.45

Komariah Emong Sapardjaja menyatakan onrechtma-tigheid atau

wederrechtelijkheid atau unlawfulness dapat diterjemahkan sifat melawan hukum

Rutten, perubahan BW pada tahun 1824 perkataan ”wederrechtelijk” diubah ke

dalam perkataan onrechtmatigheid”.

46

a. Sifat Melawan Hukum Formal : identik dengan melawan/ bertentangan

dengan undang-undang atau kepentingan hukum (perbuatan maupun akibat)

yang disebut dalam undang-undang (hukum tertulis atau sumber hukum

formal). Jadi ”hukum” diartikan sama dengan undang-undang (”wet”). Oleh

karena itu SMH formal identik dengan ”onwetmatige daad”

Barda Nawawi Arief melakukan identifikasi adanya pemahaman sifat

melawan hukum materil. Pandangan Pertama melihat makna materil dari

sifat/hakikat perbuatan terlarang dalam undang-undang, untuk pandangan kedua,

makna atau pengertian Sifat Melawan Hukum Formal dan Sifat Melawan Hukum

Materil sebagai berikut :

b. Sifat Melawan Hukum Materil : identik dengan melawan/bertentangan dengan

hukum tidak tertulis atau hukum yang hidup (unwritten law/the living law),

45 Ibid, hal. 33. 46 Komariah Emong Sapardjaja, Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiil Dalam Hukum

Pidana Indonesia, Studi Kasus tentang Penerapan dan Perkembangannya Dalam Yurisprudensi, (Bandung : Alumni, 2002 ), hal. 90-91.

Page 59: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

bertentangan dengan asas-asas kepatutan atau nilai-nilai (dan norma)

kehidupan sosial dalam masyarakat (termasuk tata susila dan hukum

kebiasaan/adat). Jadi singkatnya, ”hukum” tidak dimaknai secara karena itu

SMH Materil identik dengan ”onrechtmatige daad ”.47

Lebih lanjut Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa : ”Dilihat dari latar

belakang historis, sosiologis, substansial, dan ide dasar yang terkandung dalam

”Penjelasan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999”, SMH Materil dalam

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tidak hanya tertuju pada tindak Pidana

korupsi dalam Pasal 2 (yaitu ”memperkaya diri sendiri, orang lain, korporasi”),

tetapi juga terhadap tindak Pidana dalam Pasal 3 (yaitu ”menyalahgunakan

kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau

kedudukan”)”.

48

Dari pendapat Andi Hamzah, Komariah Emong Sapardajaja, dan Bardi

Nawawi Arief dapat disimpulkan bahwa ”melawan hukum” (”wederrechtelijk”)

dan ”melanggar hukum ”(onrechtmatigheid”) tidak perlu lagi dicari perbedaan.

Lebih khusus lagi terkait dengan pendapat Bardi Nawawi Arief, hal yang sama

dikemukakan oleh Pompe, bahwa ”onwetmatige daad” identik dengan

”materielle wederrechtelijkheid ”.

49

47 Barda Nanawi Arief, Konsepsi Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel Dalam Hukum

Pidana, Makalah Disampaikan Pada Seminar Nasional Aspek Pertanggungjawaban Pidana Dalam Kebijakan Publik Dari Tindak Pidana Korupsi, Semarang, 6-7 Mei 2004, hal. 2-4.

48 Ibid, hal. 17-18. 49 Pompe dalam Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional

dan Internasional (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 125’

Page 60: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Penyalahgunaan wewenang merupakan salah satu bentuk dari

”onrechtmatige daad”. Penyalahgunaan wewenang merupakan ”species” dari

”genus” nya ”onrechtmatige daad ”.50

Hermien Hadiati Koeswadji misalnya, secara implisit mengggambarkan

kondisi bagaimana penyalahgunaan wewenang dilakukan, tanpa memberikan

difinisi konsep penyalahgunaan wewenang. Adapun contoh yang dikemukakan

sebagai berikut : Yaitu misalnya pegawai kas negara yang memotong uang

rapelan para pensiunan. Atau misalnya contoh lain, seorang Pemimpin/Pejabat

struktural yang mendirikan sebuah NV atau CV, NV atau CV itu memborong

bangunan atau fasilitas lain dalam bentuk Proyek kegiatan yang menggunakan

biaya negara dalam rangka pembangunan suatu Proyek (Pabrik, jalan, bendungan,

dan lain-lain).

51

Dari contoh yang dikemukakan Hermien Hadiati Koeswadji dapat

diajukan pernyataan yaitu : Apakah ”memotong uang rapelan” dan ”pejabat

mendirikan CV atau NV untuk mengerjakan proyek yang dibiayai Pemerintah

yang ada di bawah kewenangannya” dapat diklasifikasikan sebagai

penyalahgunaan wewenang atau tindakan sewenang-wenang?

52

Tindakan sewenang-wenang dalam hal ”memotong uang rapelan” dapat

sekaligus melakukan penyalahgunaan wewenang jika ”memotong uang rapelan”

tersebut digunakan untuk kepentingan dirinya.

53

50 Nur Basuki Minarno, Op.cit., hal. 35. 51 Harmien Hadiati Koeswadji, Op.cit., hal. 44. 52 Nur Basuki Op.cit., hal. 37. 53 Ibid.

Page 61: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Selanjutnya Darwan Prinst mengartikan kewenangan sebagai kekuasaan

atau hak sehingga penyalahgunaan wewenang adalah penyalahgunaan kekuasaan

atau penyalahgunaan hak. Selanjutnya dikatakan, menyalahgunakan kesempatan

berarti menyalahgunakan waktu yang ada padanya dalam kedudukan atau

jabatannya itu. Sementara menyalahgunakan sarana berarti menyalahgunakan

alat-alat atau perlengkapan yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan itu.54

- B ditugaskan membeli 100 mesin baru. Ternyata yang dibeli 100 mesin

bekas.

Leden Marpaung memberikan pengertian menyalahgunakan kewenangan,

kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan adalah

bahwa yang bersangkutan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hak

dan kewajibannya. Selanjutnya untuk menggambarkan apa yang dimaksud, yang

bersangkutan memberikan contoh :

- A diwajibkan melaksanakan suatu pekerjaan. Ternyata pekerjaan baru

selesai 40% telah dinyatakan selesai 100%.

55

Contoh yang telah diberikan oleh Leden Marpaung terlalu sumir karena A

dan B tidak jelas kapasitas sebagai pejabat atau tidak. Jika subyeknya adalah

pejabat maka perbuatan tersebut dapat diklasifikasikan penyalahgunaan

wewenang, sebaliknya kalau subyeknya bukan pejabat masuk dalam klasifikasi

perbuatan melawan hukum.

56

54 Darwan Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (Bandung : Citra Aditya Bakti,

2002), hal. 34. 55 Leden Marpaung,Tindak Pidana Korupsi Pemberantasan dan Pencegahan, (Jakarta :

Djambatan, 2004), hal. 45. 56 Nurbasuki Minarno, Op.cit., hal. 39.

Page 62: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Pemberian wewenang kepada pejabat akan melahirkan hak dan kewajiban

untuk mencapai tujuan dan maksud yang telah ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan. Penyimpangan terhadap maksud dan tujuan yang telah

ditentukan dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang.

Berbeda halnya dengan Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP, uitlokking

(membujuk melakukan) disyaratkan antarayang menyalahgunakan kekuasaan

(misbruik van gezag) dan orang yang dipancing (uigelokte) ada hubungan atasan

dengan bawahan, termasuk yang swasta.

Bagaimana dengan kedudukan Direktur Usaha Milik Negara (BUMN)

atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)? Indroharto menyatakan bahwa ”direksi

BUMN dan BUMD dimasukkan sebagai ”instansi Pemerintah”.57 Sependapat

dengan pendapat dari Arifin yang menyatakan bahwa : ”BUMN/BUMD itu

merupakan badan hukum perdata yang tidak mempunyai kewenangan publik.

Kekayaan negara dan daerah yang menjadi modal dalam bentuk saham dari badan

usaha tersebut tidak lagi merupakan kekayaan negara atau daerah, tetapi telah

berubah status hukumnya menjadi kekayaan badan usaha tersebut. Demikian pula

kedudukan hukum pejabat Pemerintah yang duduk sebagai pemegang saham atau

komisaris sama atau setara dengan kedudukan hukum masyarakat biasa atau

pemegang saham swasta yang lainnya. Imunitas publiknya sebagai penguasa tidak

berlaku lagi, dan kepadanya tunduk dan berlaku sepenuhnya hukum privat,

meskipun saham perusahaan tersebut seratus persen milik negara”.58

57 Indroharto, Usaha Memahami Undang-undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara,

(Jakarta : Sinar Harapan, 1993 ), hal. 135. 58 Arifin P. Soeriaatmadja dalam Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta :

Raja Grafindo Persada, 2006 ), hal. 87-88.

Page 63: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Dalam hal Pemerintah bertindak dalam lapangan keperdataan dan tunduk

pada peraturan hukum perdata, Pemerintah bertindak sebagai wakil dari badan

hukum, bukan wakil dari jabatan. Sangatlah tepat Surat Dakwaan Penuntut Umum

dalam perkara dengan terdakwa Neloe dan kawan-kawan (Direksi Bank Mandiri)

menggunakan dakwaan Pasal 2 Undang-undang PTPK (”unsur melawan

hukum”).

Sementara itu di dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara Pasal 35 ayat (1) dinyatakan : ”Setiap pejabat negara atau

pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan

kewajibannya baik langsung atau tidak langsung yang merugikan keuangan

negara diwajibkan mengganti kerugian dimaksud” .

Rumusan ”melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya” dijumpai

juga dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

dalam Pasal 59 dinyatakan sebagai berikut :

(1) Semua kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar

hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena

perbuatannya melanggar hukum atau malalaikan kewajiban yang dibebankan

kepadanya secara langsung merugikan keuangan negara, wajib mengganti

kerugian tersebut .

Dari rumusan Pasal tersebut pembentuk undang-undang membedakan

”melanggar hukum” dengan ”kelalaian/melalaikan kewajibannya”. Secara implisit

Page 64: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

pembentukan undang-undang ingin menyatakan bahwa perbuatan ”melanggar

hukum” sebagai bentuk kesengajaan, sebagai lawan kata dari

”kelalaian/melalaikan kewajibannya” sebagai bentuk kealpaan.59

59 Nur Basuki Minarno, Op.cit., hal. 43.

Ad.c. Unsur ”dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian

negara”

Kata ”dapat” sebagaimana dimuat pada Penjelasan Pasal 2 ayat (1)

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 dinyatakan sebagai berikut : Dalam

ketentuan ini, kata ”dapat ” sebelum frasa ”merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara” menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan

delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya

unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat.

Kata ”dapat” yang menunjukkan sebagaimana delik formil diperkuat lagi

dengan rumusan pada Pasal 4 Undang-undang PTPK yang dinyatakan sebagai

berikut : ”Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara

tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 dan pasal 3 ”.

Konsekuensi delik dirumuskan secara formil yang dipentingkan adalah

perbuatannya, bukan akibatnya seperti dalam perumusan delik materil. Pada delik

formil tidak perlu dicari hubungan kausal (conditio sine quanon) antara akibat

dengan perbuatan, yang paling penting adalah perbuatan tersebut melawan hukum

atau tidak.

Page 65: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Pengertian keuangan negara dapat dilihat dalam Penjelasan Umum

Undang-undang PTPK yang dinyatakan sebagai berikut : ”yang dimasud

keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang

dipisahkan atau yang tidak dipisahkan,termasuk di dalamnya segala bagian

kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena:

(a) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjwaban

pejabat negara, baik di tingkat pusat maupun daerah;

(b) berada dalam pengawasan, pengurusan, dan Pertanggungjwaban Badan Usaha

Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan

perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang

menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.

Pengertian keuangan negara dapat dijumpai pula dalam Undang-undang

Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam Pasal 1 Undang-undang

Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dinyatakan sebagai berikut :

Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai

dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang

dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban

tersebut.

Selanjutnya Pasal 2 Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang

Keuangan Negara dinyatakan keuangan negara meliputi :

(a) hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan

(b) kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum Pemerintah

negara dan membayar tagihan pihak ketiga;

Page 66: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

(c) penerimaan negara;

(d) pengeluaran negara;

(e) penerimaan daerah;

(f) pengeluaran daerah;

(g) Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain

berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak dipisahkan pada

perusahaan negara/perusahaan daerah;

(h) Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka

penyelenggaraan tugas Pemerintah dan/atau kepentingan umum;

(i) Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang

diberikan Pemerintah.

Dan kedua undang-undang tersebut nampak bahwa pengertian keuangan

negara pada Undang-undang No. 17 tahun 2003 sifatnya lebih terinci

dibandingkan dengan Undang-undang PTPK.

Pengertian perekonomian negara dapat dijumpai dalam Penjelasan Umum

Undang-undang PTPK, dinyatakan sebagai berikut : ”Perekonomian negara

adalah kehidupan perekonomian negara yang disusun sebagai usaha bersama

berdasarkan asas didasarkan pada kebijakan Pemerintah, baik ditingkat pusat

maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

kesejahteraan kepada seluruh kehidupan masyarakat”.

Rumusan pengertian ”perekonomian negara” sangat fleksibel dan luas

cakupannya. Misalnya, melakukan penimbunan beras, pupuk, BBM dan lain

sebagainya dapat dikenakan Undang-undang PTPK karena mempunyai dampak

Page 67: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

terganggunya perekonomian negara. Bagaimana dengan berlakunya ketentuan

Pasal 14 Undang-undang PTPK?60

Rumusan pengertian ”perekonomian negara” yang sangat luas/elastis

tersebut tidak menutup kemungkinan terhadap satu jenis perbuatan dapat

dikenakan beberapa peraturan pidana. Terkait dengan hal tersebut, untuk

menjawab pertanyaan di atas harus kembali pada asas preferensi hukum yaitu :

Lex Specialis, Lex Superiori, atau Lex Posteriori.

61

Hal yang sama tentang pengertian kerugian daerah dapat dijumpai dalam

Pasal 1 angka 62 PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah (L.N.R.I Nomor 4578 ), adapun yang dimaksud kerugian daerah adalah

sebagai berikut : ”Kerugian daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan

barang yang nyata dan pasti, jumlahnya sebagai akibat perbuatan malawan hukum

baik sengaja maupun lalai”.

Dalam kaitan dengan unsur ”merugikan perekonomian negara”, unsur

”kerugian keuangan negara” tidak selalu mesti harus ada, hal tersebut disebabkan

penggunaan kata ”atau” dalam Pasal 3 Undang-undang PTPK menunjukan sifat

alternatif. Artinya unsur ”keuangan negara” atau ”perekonomian negara” saling

meniadakan.

Pengertian kerugian negara/daerah menurut Pasal 1 angka 22 Undang-

undang Nomor 1 Tahun 2004 adalah : Kekurangan uang, surat berharga, dan

barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum

baik sengaja maupun lalai.

60 Ibid, hal. 48. 61 Ibid.

Page 68: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Selanjutnya, dalam Pasal 59 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 tahun 2004

dinyatakan sebagai berikut : ”Setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh

tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan

sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Tindakan melanggar

hukum yang dilakukan oleh pelaku dapat dikenakan sanksi untuk mengembalikan

ganti kerugian dan juga tidak menutup kemungkinan untuk dituntut pidana ”.

Page 69: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

BAB IV

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM PENYALAHGUNAAN WEWENANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

A. Sanksi Yuridis Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan

Wewenang Pengelolaan Keuangan Daerah

Unsur melawan hukum dalam Undang-undang PTPK meliputi melawan

hukum formil dan materil. Ditentukan dalam Pasal 2 beserta penjelasannya

undang-undang PTPK, parameter ”melawan hukum formil : adalah bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan, sedangkan parameter ”melawan hukum

materil” adalah bertentangan dengan nilai kepatutan dan keadilan masyarakat.

Berdasarkan Pasal 2 Undang-undang PTPK, ”nilai kepatuhan dan keadilan

masyarakat” dipakai sebagai parameter untuk mengukur/menilai suatu perbuatan

tersebut tercela dan patut untuk dipidana.

1. Peraturan Perundang–undangan

Konsep melawan hukum dalam Undang-undang PTPK meliputi melawan

hukum formil dan materil. Pada unsur melawan hukum formil, parameter yang

dipakai adalah bertentangan dengan peraturan perundang–undangan. Dan dipakai

sebagai dasar patut dipidananya suatu perbuatan telah menyimpang dari asas

legalitas, nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali.

Dalam praktek peradilan untuk menyatakan bahwa perbuatan terdakwa

melawan hukum formil dengan suatu pembuktian bahwa perbuatan yang

dilakukan bertentangan dengan Peraturan Pemerintah, Surat Keputusan Presiden,

Surat Keputusan Menteri.

61

Page 70: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

2. Nilai Kepatutan dan Keadilan Masyarakat

Konsep melawan hukum yang bersifat materil parameter yang dipakai

adalah bertentangan dengan nilai kepatutan dan nilai keadilan masyarakat. Asas

legalitas formil dan materil pada Pasal 11 Konsep RKUHP tahun 2004 yang

selengkapnya dinyatakan :

(1). Tindak pidana ialah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu

yang oleh peraturan perundang–undangan dinyatakan sebagai perbuatan

yang dilarang dan diancam dengan pidana.

(2). Untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, selain perbuatan itu dilarang

dan diancam pidana oleh peraturan perundang–undangan, harus juga

bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan kesadaran hukum

masyarakat.

(3). Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali

ada alasan pembenar.

Dalam penjelasan Konsep RKUHP–2004 memberikan penjelasan atas

pengertian ”perbuatan yang bertentangan dengan hukum” sebagai berikut :

Yang dimasud dengan : perbuatan yang bertentangan dengan hukum” adalah

perbuatan yang dinilai oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak dapat

dilakukan. Ditentukannya syarat bertentangan dengan hukum, didasarkan pada

pertimbangan bahwa menjatuhkan pidana pada seseorang yang melakukan suatu

perbuatan tidak bersifat melawan hukum dinilai tidak adil. Oleh karena itu, untuk

dapat menjatuhkan pidana, hakim selain harus menentukan apakah perbuatan

tersebut secara formil dilarang oleh peraturan perundang-undangan dan apakah

Page 71: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

perbuatan itu secara materil juga bertentangan dengan hukum, dalam arti

kesadaran hukum masyarakat. Hal ini wajib dipertimbangkan dalam putusan.

Pembentuk undang-undang dalam menentukan perbuatan yang dapat dipidana,

harus memperhatikan keselarasan dengan perasaan hukum yang hidup

masyarakat. Oleh karena itu, perbuatan itu tidak hanya bertentangan dengan

peraturan perundang–undangan tetapi juga akan selalu bertentangan dengan

hukum. Pada umumnya setiap tindak pidana dipandang bertentangan dengan

hukum, namun dalam keadaan khusus menurut kejadian–kejadian konkrit, tidak

menutup kemungkinan perbuatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum.

Dalam hal demikian, pembuatan tindak pidana membuktikan bahwa perbuatannya

tidak bertentangan dengan hukum.

Dalam Pasal 11 Konsep R KUHP–2004 sejalan dengan keseimbangan asas

legalitas formil dan materil dan juga menegaskan keseimbangan unsur melawan

hukum formal dan materil, serta mendasarkan pada perbuatan dan tindak

pidananya (daad-dader-strafrecht). Atas dasar rumusan Pasal 11 Konsep

RKUHP–2004 beserta penjelasannya, dapat disimpulkan bahwa dalam Konsep

RKUHP–2004 menganut melawan hukum materil yang berfungsi negatif.

Jadi, pedoman/kriterianya bertolak dari nilai–nilai nasional maupun

internasional. Sesuai dengan nilai–nilai nasional (Pancasila), artinya sesuai

dengan nilai/paradigma moral religius, nilai/paradigma kemanusiaan (humanis),

nilai/paradigma kebangsaan, nilai/paradigma demokrasi (kerakyatan/hikmah

kebijaksanaan), dan nilai/paradigma keadilan sosial. Sehingga, rambu–rambu

yang berbunyi ”sesuai dengan prinsip–prinsip hukum umum yang diakui oleh

Page 72: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

masyarakat bangsa–bangsa, mangacu/bersumber dari istilah ”the general

principles of law recognized by the community of nations” yang terdapat pada

Pasal 15 ayat 2 ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights).

Parameter untuk menilai melawan hukum adalah peraturan perundang–

undangan (melawan hukum formil) atau kepatutan dan nilai keadilan atau norma–

norma kehidupan sosial dalam masyarakat (melawan hukum materil). Sehingga,

parameter penyalahgunaan wewenang dalam kewenangan diskresi berbeda

parameternya dengan melawan hukum materil.

Berbeda halnya antara asas–asas umum pemerintahan yang baik dengan

nilai kepatutan dan keadilan atau norma–norma kehidupan sosial dalam

masyarakat. Asas–asas umum pemerintahan yang baik merupakan norma yang

tidak tertulis yang tumbuh dalam praktek penyelenggaraan pemerintah dan

dipakai sebagai etika menjalankan pemerintahan, dari mana untuk keadaan

tertentu dapat ditarik aturan–aturan hukum yang dapat diterapkan.

B. Kasus Penyelewengan Pengelolaan Keuangan Daerah

Kepala Daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah

, namun pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dapat dilimpahkan

sebagian atau seluruh kekuasaan kepada aparat yang ada di bawahnya, hal

tersebut diatur dalam Pasal 156 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang

dinyatakan sebagai berikut :

(1) Kepala Daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah.

(2) Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Kepala

Daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa

Page 73: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan

pertanggungjawaban, serta pengawasan keuangan daerah kepada pejabat

perangkat daerah

(3) Pelimpahan sebagian atau seluruh kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) di daerah pada prinsip pemisahan kewenangan antara yang

memerintahkan, menguji, dan yang menerima mengeluarkan uang.

Kepala Daerah serta Pelaksana tugas Kepala Daerah harus memperhatikan

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah , Undang-

Undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun

2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang sehingga apabila

ketentuan tersebut tidak dilaksanakan maka terjadilah penyelewengan terhadap

Pengelolaan Keuangan Daerah dalam bentuk Anggaran Pendapatan Belanja

Daerah.

Adapun bentuk-bentuk Kasus Penyelewengan Pengelolaan Keuangan

Daerah yang dilakukan oleh Kepala Daerah diantaranya :

a. Dalam posisi Abdullah Puteh merupakan Kepala Daerah yang memegang

pengelolaan keuangan daerah Posisi Kasus yakni Abdullah Puteh merupakan

Gubernur Aceh telah melakukan Penunjukan Langsung Perusahaan Pengadaan

Heli tanpa tender. Atas tindakan ini Puteh telah melanggar Keputusan

Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan

Barang. Dalam Kepres itu Penunjukan Langsung bisa dilakukan jika untuk

pengadaan barang dengan harga Rp.50 Milyar ( Lima Puluh Milyar Rupiah ) .

Page 74: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Seharusnya yang melakukan pengadaan barang adalah Kepala kantor atau

pihak setara yang ditunjuk bukan Gubernur atau Kepala Daerah.62

Dakwaan terhadap Puteh dibacakan secara bergantian oleh 3 (tiga )

tiga orang Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni Khaidir Ramli, Wisnu Baroto

dan Yessi Esmiralda. Puteh didakwa melanggar pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 ayat

(1) huruf a,b ayat (2),(3), Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-

Undang No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ancaman maksimal pelanggaran pasal 2 adalah hukuman 20 tahun penjara

dengan denda maksimal Rp1 miliar. Untuk dakwaan subsidair Puteh didakwa

melanggar pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) huruf a,b ayat (2) dan (3) UU

No.31/1999 jo. UU No.20/2001. Pada dakwaan primer dijelaskan bahwa

Puteh diduga telah memperkaya diri sendiri maupun orang lain, yaitu Bram

Manoppo dan PT Putra Pobiagan Mandiri (PPM) yang menyebabkan kerugian

negara sebesar Rp 13.687.500.000. Namun jumlah tersebut dikurangi Rp 3,6

miliar yang disetorkan kembali oleh Puteh ke rekening kas daerah. Untuk itu

kerugian negara yang diperoleh dari pembelian helikopter MI-2 adalah Rp

10.087.500.000. Dugaan adanya praktik korupsi berawal ketika Puteh

menandatangani Letter of Intent dengan Bram Manoppo--Presdir PPM--untuk

membeli helikopter tipe MI-2 dengan fasilitas kabin VIP dan kaca anti peluru.

62 http ://www.kompas.com/kompas-cetak/0506/17/utama/1822002.htm lihat bandingkan

Pasal 31 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan “ Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui usulan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah karena didakwa melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, maker, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara “, sedangkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa Penyelenggara Negara adalah penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

Page 75: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Padahal, belum ada dana yang tersedia dalam Anggaran Pendapatan Belanja

Daerah NAD.63

Jaksa menuntut terdakwa delapan tahun penjara dan membayar denda

Rp 500 juta, subsider enam bulan kurungan. Jaksa penuntut umum, yang

beranggotakan Khaidir Ramly, Yessi Esmiralda, dan Wisnu Baroto, juga

menuntut Puteh membayar uang pengganti Rp 10,087 miliar. Puteh didakwa

melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, huruf b, Ayat (2),

Ayat (3) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 jo UU No 20/2001 jo

Pasal 55 Ayat (1) jo Pasal 54 Ayat (1) KUHP tentang melakukan perbuatan

yang memperkaya diri sendiri.

64

Majelis hakim yang terdiri dari Kresna Menon (Ketua), Dudu

Duswara, Ahmad Linoh, I Made Hendra Kusuma dan Gus Rizal (hakim

anggota), Abdullah Puteh secara sah dan meyakinkan telah bersalah sehingga

menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 13,875 miliar. Puteh juga bersalah

karena telah melakukan penunjukan langsung perusahaan pengadaan heli

tanpa tender. Atas tindakan ini, Puteh telah melanggar Keputusan Presiden No

18 tahun 2000 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang . Dalam

Keppres No.18 Tahun 2000 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan

Barang, Penunjukan Langsung bisa dilakukan jika untuk pengadaan barang

63 http ://www.hukum online.com/detail.asp?id=11895&cl=Berita lihat bandingkan Pasal

6 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa Komisi Pemberantasan mempunyai tugas salah satunya yakni melakukan penyelidikan, penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi

64 http://www.aceh-eye-org/a.eye-news-files/a-eye-news-files/a-eye-news-bahasa/news-item.asp?NewsID=577 lihat bandingkan dengan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ” Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berada di Lingkungan Peradilan umum serta Pasal 52 ayat 2 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ” Penuntut disini adalah Jaksa Penuntut Umum

Page 76: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

dengan harga di atas Rp 50 miliar (lima puluh milyar rupiah ). Adapun yang

melakukan pengadaan barang adalah kepala kantor atau pihak setara yang

ditunjuk, bukan gubernur atau kepala daerah. Selain bersalah karena

melakukan Penunjukan Langsung , mantan ketua Komite Nasional Pemuda

Indonesia itu juga diputuskan bersalah karena memindahkan dana dari

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah ke rekening pribadi senilai Rp 7,75

miliar. Atas tindakan ini, Puteh telah melanggar Peraturan Pemerintah No 105

tahun 2000 mengenai pengelolaan keuangan daerah. Majelis hakim menilai,

tindakan ini adalah untuk memperkaya diri.65

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan Gubernur Nanggroe

Aceh Darussalam non-aktif Abdullah Puteh terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Puteh divonis pidana

penjara selama 10 tahun dan denda Rp 500 juta, subsider enam bulan

kurungan. Selain itu, Puteh juga dihukum membayar uang pengganti Rp 3,687

miliar, selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh

kekuatan hukum tetap. Pembacaan vonis itu dilakukan tanpa dihadiri terdakwa

maupun penasihat hukumnya.

66

b. Posisi Kasus Pelaksana tugas Bupati Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur,

Samsuri Aspar, diancam hukuman 20 tahun penjara. Jaksa Komisi

Pemberantasan Korupsi, Zet Tadung Allo, mendakwa Samsuri dalam kasus

dugaan korupsi pos bantuan sosial pada Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah Kutai 2005 dan 2006 sebesar Rp 23,134 miliar. Terdakwa Samsuri

65 http://radzie.multiply.com/journal?&page-start=80 66 http://antikorupsi.org/indo/content/view/91816

Page 77: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

bersama-sama dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kutai, Setia

Budi, memperkaya diri sendiri dan orang lain saat jaksa membacakan

dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Jaksa menilai terdakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal

20 tahun penjara. Jaksa Zet menuturkan kasus ini bermula dari pengeluaran

dana pada pos bantuan sosial APBD 2005 dan 2006. Penggunaan APBD pada

pos bantuan sosial pada 2005 senilai Rp 19,7 miliar. Namun, uang itu

digunakan untuk keperluan anggota Dewan. "Terdakwa juga meminta bagian

dari dana tersebut," kata jaksa Zet.Pada November 2005, kata jaksa, anggota

DPRD, Setia Budi dan Khairudin, meminta pencairan dana sebesar Rp 18,5

miliar. Samsuri, kata jaksa, langsung memberikan persetujuan dengan

menggunakan dana anggaran bantuan sosial pada APBD Kabupaten Kutai

Kartanegara. Menurut jaksa, terdakwa Samsuri menggunakan uang itu untuk

kepentingannya sendiri senilai Rp 1,95 miliar. Uang mengalir ke beberapa

anggota DPRD Kutai Kartanegara, di antaranya Setia Budi sebesar Rp 1,78

miliar. Total uang mengalir kepada 35 anggota DPRD Kutai Kartanegara

dengan masing-masing sebesar Rp 375 juta. Adapun Setia Budi disidangkan

secara terpisah. Setia diancam dengan hukuman yang sama.67

Majelis Hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi dalam korupsi

penyelewenangan dana Bantuan Sosial di Kutai Kertanegara pada Samsuri dengan

vonis selama empat tahun Penyidik tengah mengurus proses administrasi

67 http ://www.kpu.go.id/modules/news/article php?strgid=2974

Page 78: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

pemindahan Samsuri dari rumah tahanan Markas Besar Kepolisian RI ke

Cipinang. Pada 16 Maret 2009, Samsuri menyatakan menerima vonis yang

diberikan Majelis Hakim dan tidak mengajukan banding. Selain hukuman penjara,

Majelis juga menghukum Samsuri dengan uang denda Rp 200 juta. Pelaksana

Bupati dinilai bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus

penyelewengan dana Bantuan Sosial pemerintah kabupaten Kutai Kertanegra.

Dana Bantuan itu sendiri dikeluarkan Samsuri melalui disposisi. Dana sebesar Rp

24,7 miliar itu ia keluarkan dari anggaran belanja daerah pada pos bantuan sosial

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah tahun 2005 dan 2006.68

Andi Hamzah secara tegas menyatakan bahwa ”subyek delik pada Pasal 3

Undang-undang PTPK (ex Pasal 1 ayat (1) sub Undang-undang Nomor 3 Tahun

1971) harus memenuhi kualitas sebagai pejabat atau mempunyai kedudukan.

C. Analisis Kasus

Berdasarkan kedua kasus Kasus Penyelewengan Pengelolaan Keuangan

Daerah yang dilakukan oleh Kepala Daerah yang merupakan subyek delik

penyalahgunaan wewenang dalam Pasal 3 Undang-undang PTPK yang

dirumuskan dengan ”setiap orang” mempunyai pengertian pejabat atau pegawai

negeri. Pendapat itu didasari bahwa pejabat atau pegawai negeri merupakan

personifikasi dari wewenang publik dan pejabat atau pegawai negeri

69

68 Ibid 69 Andi Hamzah, Op.cit., hal. 105-106.

Page 79: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Pejabat yang akan dituntut, dilakukan penyelidikan , penyidikan terhadap

Tindak Pidana Korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi apabila menyangkut

keuangan negara yang paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 ( satu milyar rupiah )70

Abdullah Puteh merupakan Kepala Daerah maupun Pelaksana tugas

Bupati Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Samsuri Aspar sama-sama didakwa

melanggar pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 ayat (1) huruf a,b ayat (2),(3), Undang-

Undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Namun perbedaan pada kasus pada Abdullah Puteh selaku Kepala Daerah

di Aceh telah melakukan penunjukan Langsung dalam pengadaan barang dan jasa

yang seharusnya dilakukan oleh Kepala Kantor sedangkan Pelaksana tugas Bupati

Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Samsuri Aspar mengambil uang itu untuk

kepentingannya sendiri senilai Rp 1,95 miliar yang dikeluarkan Samsuri melalui

disposisi. Dana tersebut keluarkan dari anggaran belanja daerah pada pos bantuan

sosial Anggaran Pendapatan Belanja Daerah tahun 2005 dan 2006.

70 Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi

Page 80: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Aspek hukum dalam pengelolaan keuangan daerah yaitu

a. Pengawasan merupakan tindakan yang dilakukan oleh pihak di luar (yaitu

masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) untuk mengwasi

kinerja pemerintahan dalam hal ini Pemerintahan Daerah

b. Pengendalian merupakan tindakan yang dilakukan oleh pihak di luar (yaitu

masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) untuk mengawasi

kinerja pemerintahan dalam hal ini Pemerintahan Daerah

c. Pemeriksaan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang

memiliki independensi dan memiliki kompetensi professional untuk

memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah daerah telah sesuai dengan

standar atau kriteria yang ada.

Ketiga aspek hukum tersebut di atas diatur dalam Undang-Undang Nomor 7

Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

2. Bentuk- bentuk penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Kepala Daerah

dalam tindak pidana korupsi :

a. Tidak melaksanakan Asas Spesialitas yakni ketentuan tujuan yang harus

diperhatikan sebagi bentuk yang nyata seorang kepala daerah secara

pribadi tidak melalaikan kewajibannya yang merugikan

72

Page 81: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

b. Tidak melaksanakan Asas Spesialitas Kaitannya dengan Asas Legalitas

yakni Kepala Daerah dalam melakukan perbuatan hukum untuk mencapai

tujuan tertentu harus berdasarkan undang-undang.

c. Tidak melaksanakan Asas Spesialitas Kaitannya dengan Asas-asas Umum

Pemerintahan yang baik yakni Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan

Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan nepotisme meliputi :

1. Asas Kepastian Hukum ;

2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara;

3. Asas Kepentingan Umum ;

4. Asas Keterbukaan;

5. Asas Profesionalitas ; dan

6. Asas Akuntabilitas.

3. Pertanggungjawaban pidana dalam pengelolaan keuangan daerah yakni setiap

orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain,

menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana yang ada padanya karena

jabatan yang dimilikinya yang dapat merugikan keuangan negara dipidana

dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun

dan paling lama 20 (dua puluh ) tahun atau denda paling sedikit

Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah ) dan paling banyak Rp.

1.000.000.000,00 ( satu milyar rupiah ) . Dalam kasus Korupsi Abdullah Puteh

yang merupakan Gubernur Aceh melakukan perbuatan ” melawan hukum ”

dalam bentuk penyalahgunaan wewenang.yakni melanggar Keputusan

Presiden Nomor 18 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan

Page 82: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Barang . Dalam Kepres ditegaskan bahwa pengadaan barang dilaksanakan

oleh Kepala Kantor bukan oleh Kepala Daerah, sedangkan kasus Bupati Kutai

Kartanegara, Kalimantan Timur melakukan tindak pidana dengan penggunaan

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah untuk diri sendiri dan anggota Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah

B. Saran

1. Agar Aparat penegak hukum khususnya Majelis Hakim menjatuhkan hukuman

seberat beratnya para Kepala Daerah yang tidak mempergunakan Anggaran

bagaimana mestinya karena tidak sesuai dengan peraturan serta rasa keadilan

masyarakat.

2. Agar Kepala Daerah berhati-hati dalam membuat suatu APBD dengan

Anggota Legislatif karena setiap anggaran yang keluar yang tidak sesuai

dengan peraturan, menyalahgunakan wewenang karena jabatan maka

berakibat hukuman.

3. Agar masyarakat juga memantau kinerja Kepala Daerah dan DPRD baik

tingkat I maupun tingkat II jika kinerjanya buruk maka masyarakat jangan lagi

memilihnya dalam pemilu dan pilkada apalagi jika memakai APBD untuk

kepentingan diri sendiri atau kelompok maka dilaporkan kepada pihak

berwajib.

Page 83: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adya, Atep Barata dan Bambang Trihartanto, Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara/ Daerah Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Jakarta, Elex Media Komputindo, 2004.

Basuki, Nur Minarno, Penyalahgunaan Wewenang dan Tindak Pidana Korupsi

Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, Yogyakarta, Laksbang Mediatama, 2008.

Emong, Komariah Sapardjaja, Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiil Dalam Hukum

Pidana Indonesia, Studi Kasus tentang Penerapan dan Perkembangannya Dalam Yurisprudensi, Bandung, Alumni, 2002.

Hamzah, Andi, Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya, Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta, 1991. Hantum, Van dalam J.E. Sahetapy, (editor penerjemah), Hukum Pidana, Liberty,

Yogyakarta, 1995. Hadiati, Hermien Koeswadji, Korupsi di Indonesia dari delik Jabatan ke Tindak

Pidana Korupsi, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1994. Henry Campbell Black, Black ‘ s Law Dictionary, West Publishing, 1990. Indroharto, Usaha Memahami Undang-undang Tentang Peradilan Tata Usaha

Negara, Sinar Harapan, Jakarta, 1993. Mardiasmo, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah,Yogjakarta, Andi, 2004. Muliadi, Lilik, Tindak Pidana Korupsi Tinjauan Khusus Terhadap Penyidikan,

Penuntutan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2000. M., Philipus. Hadjon, Tentang Wewenang, Jakarta, Yuridika, 1997. Marpaung, Leden, Tindak Pidana Korupsi Pemberantasan dan Pencegahan, Jakarta,

Djambatan, 2004. Nanawi, Barda Arief, Konsepsi Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel Dalam

Hukum Pidana, Makalah Disampaikan Pada Seminar Nasional Aspek Pertanggungjawaban Pidana Dalam Kebijakan Publik Dari Tindak Pidana Korupsi, Semarang, 6-7 Mei 2004.

Prakoso, Joko dkk, Kejahatan-kejahatan Yang Membahayakan dan Merugikan Negara, Jakarta, Bima Aksara, 1987.

Page 84: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Prints, Darwan, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bandung, Citra Aditya

Bakti, 2002. Sungono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Indonesia,

2005. Soekarwo, Berbagai Permasalahan Keuangan Daerah, Surabaya, Airlangga

University Press, 2003. Soeriaatmadja, P. Arifin dalam Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta,

Raja Grafindo Persada, 2006. Widjaja, HAW., Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo

Persada, 2005. Yani, Ahmad, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di

Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2002.

B. Internet

http ://www.kompas.com/kompas-cetak/0506/17/utama/1822002.htm

http ://www.hukum online.com/detail.asp?id=11895&cl=Berita

http://www.aceh-eye-org/a.eye-news-files/a-eye-news-files/a-eye-news-bahasa/news-

item.asp?NewsID=577

http://radzie.multiply.com/journal?&page-start=80

http://antikorupsi.org/indo/content/view/91816

http ://www.kpu.go.id/modules/news/article php?strgid=2974

C. Peraturan Perundang-Undangan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi Undang- undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan

Page 85: TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36609/1/09E... · 2013-04-17 · Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan

Dixie B. D. Parapat : Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, 2009.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Surat Edaran Mendagri No. 903/2429/SJ tanggal 21 Sepetember 2005