Timor Leste

8
PENGAMANAN BATAS WILAYAH MARITIM DEMI KEUTUHAN NKRI, INDONESIA- TIMOR LESTE Dinimiar Fitrah Saraswati Progam Studi Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, 60111, Indonesia ABSTRAK Berdirinya negara Timor Leste sebagai negara merdeka, menyebabkan terbentuknya perbatasan baru antara Indonesia dengan negara tersebut. Perundingan penentuan batas darat dan laut antara RI dan Timor Leste telah dilakukan dan masih berlangsung sampai sekarang. Perundingan batas maritim antara Indonesia dan Timor Leste belum pernah dilakukan, karena Indonesia menghendaki penyelesaian batas darat terlebih dahulu baru dilakukan perundingan batas maritim. Dengan belum selesainya batas maritim kedua negara maka diperlukan langkah-langkah terpadu untuk segera mengadakan pertemuan guna membahas masalah perbatasan maritim kedua negara. Permasalahan yang akan sulit disepakati adalah adanya kantong (enclave) Oekusi di Timor Barat. Selain itu juga adanya entry/exit point Alur Laut Kepulauan Indonesia III A dan III B tepat di utara wilayah Timor Leste. Batas darat antara Indonesia dengan Timor- Leste mengacu kepada perjanjian antara pemerintah Hindia Belanda dan Portugis pada tahun 1904 dan Permanent Cort Award (PCA) 1914, serta Provisional Agreement antara Indonesia dan Timor Leste yang ditandatangani pada 8 April 2005. Perbatasan Indonesia dangan Timor Leste terdapat dua sektor yaitu, Sektor Barat sepanjang ±120 km dan Sektor Timur (enclave Occussi) sepanjang ±180 km. Kata kunci : Pengamanan Batas Maritim, Batas Maritim Indonesia-Timor Leste PENDAHULUAN

description

hukum laut

Transcript of Timor Leste

PENGAMANAN BATAS WILAYAH MARITIM DEMI KEUTUHAN NKRI, INDONESIA-TIMOR LESTEDinimiar Fitrah SaraswatiProgam Studi Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, 60111, IndonesiaABSTRAKBerdirinya negara Timor Leste sebagai negara merdeka, menyebabkan terbentuknya perbatasan baru antara Indonesia dengan negara tersebut. Perundingan penentuan batas darat dan laut antara RI dan Timor Leste telah dilakukan dan masih berlangsung sampai sekarang.Perundingan batas maritim antara Indonesia dan Timor Leste belum pernah dilakukan, karena Indonesia menghendaki penyelesaian batas darat terlebih dahulu baru dilakukan perundingan batas maritim. Dengan belum selesainya batas maritim kedua negara maka diperlukan langkah-langkah terpadu untuk segera mengadakan pertemuan guna membahas masalah perbatasan maritim kedua negara.Permasalahan yang akan sulit disepakati adalah adanya kantong (enclave) Oekusi di Timor Barat. Selain itu juga adanya entry/exit point Alur Laut Kepulauan Indonesia III A dan III B tepat di utara wilayah Timor Leste. Batas darat antara Indonesia dengan Timor-Leste mengacu kepada perjanjian antara pemerintah Hindia Belanda dan Portugis pada tahun 1904 dan Permanent Cort Award (PCA) 1914, serta Provisional Agreement antara Indonesia dan Timor Leste yang ditandatangani pada 8 April 2005. Perbatasan Indonesia dangan Timor Leste terdapat dua sektor yaitu, Sektor Barat sepanjang 120 km dan Sektor Timur (enclave Occussi) sepanjang 180 km.Kata kunci : Pengamanan Batas Maritim, Batas Maritim Indonesia-Timor Leste

PENDAHULUANBerdasarkan unclos 1982 indonesia merupakan Negara kepulauan .Indonesia memiliki laut yang luas yaitu lebih kurang 5,6 juta km 2 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, dengan berbagai potensi sumberdaya, terutama perikanan laut yang cukup besar. Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas dan kurang terjaga sehingga mudah mendatangkan ancaman sengketa batas wilayah dengan negara tetangga. Untuk landas kontinen negara Indonesia berhak atas segala kekayaan alam yang terdapat di laut sampai dengan kedalaman 200 meter. Batas laut teritorial sejauh 12 mil dari garis dasar lurus dan perbatasan zona ekonomi ekslusif (ZEE) sejauh 200 mil dari garis dasar laut. Hal tersebut tidak terlepas dari semakin meningkatnya aktifitas pelayaran di wilayah perairan Indonesia, Khususnya di laut territorial. peningkatan intensitas pelayaran, sebagian diantaranya kapal barang dan penangkap ikan, tidak menutup kemungkinan terjadinya kecelakaan laut. Selain itu Indonesia masih banyak mengalami sengketa perbatasan dengan Negara tetangga . Untuk itu diperlukan peraturan yang baku mengenai hukum laut Indonesia kususnya dilaut territorial yang sering dilalui oleh kapal asing dan banyak menimbulkan konflik yang berkepanjangan dengan negara tetangga.kurang seriusnya pemerintah dalam meyelesaikan sengketa perbatasan mengenai laut territorial telah banyak menyebabkan lepasnya wilayah laut territorial dari pangkuan Negara ndonesia.selain itu kurangnya pengawasan terhadap laut territorial diwilayah Indonesia telah banyak menyebabkan hilangnya kekayaan alam yang terkandung didalamnya terutama potensi perikanan yang banyak dicuri nelayan asing. Oleh karena itu diperlukan pemahaman mengenai laut territorial sehingga pengelolaan dan pengawasan terhadap laut territorial benar benar bejalan optimal.Saat ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada diperbatasan masih menggunakan mata uang rupiah, bahasa Indonesia, serta berinteraksi secara sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan, dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional, dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks. Disamping itu, keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi permasalahan perbatasan di kemudian hari.Maksud dan TujuanMaksud dan tujuan yang hendak dicapai dari pembuatan paper ini adalah sebagai berikut : Untuk mengetahui kondisi batas wilayah maritim Indonesia-Timor Leste Untuk mengetahui upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam mengamankan batas wilayah maritim NKRI.

PEMBAHASANHukum Laut IndonesiaIndonesia adalah negara kepulauan yang terbentang dari sabang hingga merauke. Batas wilayah laut Indonesia pada awal kemerdekaan hanya selebar 3 mil laut dari garis pantai (Coastal baseline) setiap pulau, yaitu perairan yang mengelilingi Kepulauan Indonesia bekas wilayah Hindia Belanda (Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie tahun 1939 dalam Soewito et al 2000). Namun ketetapan batas tersebut, yang merupakan warisan kolonial Belanda, tidak sesuai lagi untuk memenuhi kepentingan keselamatan dan keamanan Negara Republik Indonesia. Atas pertimbangan tersebut, maka lahirlah konsep Nusantara (Archipelago) yang dituangkan dalam Deklarasi Juanda pada tanggal 13 Desember 1957.Isi pokok dari deklarasi tersebut Bahwa segala perairan di sekitar, diantara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia tanpa memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar dari wilayah daratan Negara Republik Indonesia, dan dengan demikian merupakan bagian dari perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak Negara Republik Indonesia.Melalui Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) pada tahun 1982, yang hingga kini telah diratifikasi oleh 140 negara, negara-negara kepulauan (Archipelagic states) memperoleh hak mengelola Zona Ekonomi Eksklusif seluas 200 mil laut diluar wilayahnya. Sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai hak mengelola (yurisdiksi) terhadap Zona Ekonomi Eksklusif, meskipun baru meratifikasinya. Hal itu kemudian dituangkan dalam Undang-Undang No. 17 tanggal 13 Desember 1985 tentang pengesahan UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea). Penetapan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) mencapai jarak 200 mil laut, dikukur dari garis dasar wilayah Indonesia ke arah laut lepas. Ketetapan tersebut kemudian dikukuhkan melalui Undang-Undang Nomor 5/1983 tentang Zona Ekonomi Eklsklusif Indonesia. Konsekuensi dari implementasi undang-undang tersebut adalah bahwa luas wilayah perairan laut Indonesia bertambah sekitar 2,7 juta Km2, sehingga menjadi sekitar 5,8 juta Km2.Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982) melahirkan delapan zonasi pegaturan (regime) hukum laut yaitu, 1. Perairan Pedalaman (Internal waters), 2. Perairan kepulauan (Archiplegic waters) termasuki ke dalamnya selat yang digunakan untuk pelayaran internasional, 3. Laut Teritorial (Teritorial waters), 4. Zona tambahan ( Contingous waters), 5. Zona ekonomi eksklusif (Exclusif economic zone), 6. Landas Kontinen (Continental shelf), 7. Laut lepas (High seas), 8. Kawasan dasar laut internasional (International sea-bed area).Manfaat Hukum Laut bagi IndonesiaDeklarasi Djuanda dikukuhkan pada tanggal 18 Pebruari 1960 dalam Undang-Undang No. 4/Prp tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. Ketetapan wilayah Republik Indonesia yang semula sekitar 2 juta km2 (daratan) berkembang menjadi sekitar 5,1 juta km2 (meliputi daratan dan lautan). Dalam hal ini, ada penambahan luas sebesar sekitar 3,1 juta km2, dengan laut teritorial sekitar 0,3 juta km2 dan perairan laut nusantara sekitar 2,8 juta km2. konsep Nusantara dituangkan dalam Wawasan Nusantara sebagai dasar pokok pelaksanaan Garis-garis Besar Haluan Negara melalui ketetapan MPRS No. IV tahun 1973.Pada konferensi Hukul Laut di Geneva tahun 1958, Indonesia belum berhasil mendapatkan pengakuan Internasional. Namun baru pada Konferensi Hukum Laut pada sidang ke tujuh di Geneva tahun 1978. Konsepsi Wawasan Nusantara mendapat pengakuan dunia internasional. Hasil perjuangan yang berat selama sekitar 21 tahun mengisyaratkan kepada Bangsa Indonesia bahwa visi maritim seharusnya merupakan pilihan yang tepat dalam mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.Kondisi Batas Maritim Indonesia-Timor LesteBerdirinya negara Timor Leste sebagai negara merdeka, menyebabkan terbentuknya perbatasan baru antara Indonesia dengan negara tersebut. Perundingan penentuan batas darat dan laut antara RI dan Timor Leste telah dilakukan dan masih berlangsung sampai sekarang.Perundingan batas maritim antara Indonesia dan Timor Leste belum pernah dilakukan, karena Indonesia menghendaki penyelesaian batas darat terlebih dahulu baru dilakukan perundingan batas maritim. Dengan belum selesainya batas maritim kedua negara maka diperlukan langkah-langkah terpadu untuk segera mengadakan pertemuan guna membahas masalah perbatasan maritim kedua negara.Permasalahan yang akan sulit disepakati adalah adanya kantong (enclave) Oekusi di Timor Barat. Selain itu juga adanya entry/exit point Alur Laut Kepulauan Indonesia III A dan III B tepat di utara wilayah Timor Leste. Batas darat antara Indonesia dengan Timor-Leste mengacu kepada perjanjian antara pemerintah Hindia Belanda dan Portugis pada tahun 1904 dan Permanent Cort Award (PCA) 1914, serta Provisional Agreement antara Indonesia dan Timor Leste yang ditandatangani pada 8 April 2005. Perbatasan Indonesia dangan Timor Leste terdapat dua sektor yaitu, Sektor Barat sepanjang 120 km dan Sektor Timur (enclave Occussi) sepanjang 180 km.Pelaksanaan demarkasi batas darat sudah dilaksanakan sejak tahun 2002. Sampai dengan saat ini, masih terdapat tiga unresolved segments yang membutuhkan penyelesaian. Ketiga unresolved segments tersebut berada di Manusasi/Oben, Noel Besi/Citrana dan Memo/Dilumil. Namun daripada itu, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa kedua negara telah memiliki produk penetapan dan penegasan batas bersama yang wajib dipatuhi oleh para pihak, termasuk Provisional Agreement yang mana di dalamnya salah satunya menyatakan bahwa di dalam penyelesaian unresolved segments, para pihak akan mempertimbangkan kepentingan masyarakat di sekitar wilayah tersebut.Masalah keamanan di perbatasan merupakan persoalaan di kedua Negara yang dapat memicu berbagai permasalahan pengungsi dan penyelundupan yang terjadi di perbatasan. Sehingga, pemerintah melakukan berbagai upaya dalam menyelesaikan pengelolaan perbatasan di kedua Negara dengan cara unilateral dan bilateral serta melalui adanya diplomasi perbatasan (Border Diplomacy). Upaya Pengamanan Batas Wilayah Maritim IndonesiaTNI Angkatan Laut sebagai bagian dari komponen utama pertahanan negara di laut, melaksanakan pembangunan dan pengembangan kemampuan dan kekuatan menggunakan perencanaan berdasarkan kemampuan tertentu (capability based planning). Dengan mempertimbangkan kompleksitas penilaian spektrum ancaman dan kondisi keterbatasan anggaran pertahanan, maka pembangunan kemampuan dan kekuatan TNI Angkatan Laut diarahkan pada sasaran prioritas dan mendesak. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah penyiapan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force/MEF). Selain melengkapi Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) melalui pengadaan dari luar negeri, TNI Angkatan Laut juga senantiasa mendorong peningkatkan daya saing dan kapasitas produksi industri pertahanan dalam negeri, serta mewujudkan keserasian pengadaan Alutsista dari luar negeri melalui program Transfer Of Technology (TOT) dan Joint Production dalam pengadaan dan pengembangan Alutsista TNI Angkatan Laut. Pengadaan 3 Kapal Selam terbaru merupakan bagian dari program ini dimana Korea Selatan melibatkan PT. PAL sebagai mitranya. Beberapa KRI buatan industri pertahanan dalam negeri juga telah memasuki jajaran TNI Angkatan Laut sebagai bagian dari pemenuhan kekuatan alutsista. Kapal Cepat Rudal seperti KRI Clurit-641 dan KRI Kujang-642, sebuah Kapal Cepat Rudal Siluman merupakan contoh buah karya anak bangsa yang patut untuk dibanggakan. Dalam waktu dekat, TNI Angkatan Laut juga sudah merencanakan dan menganggarkan untuk melengkapi alutsista marinir, pengadaan kapal kombatan, kapal latih, kapal survei, serta pesawat udara intai maritim.KESIMPULANDalam masalah perbatasan, Pemerintah harus melakukan tindakan serius dalam menangani permasalahan di wilayah perbatasan maritim RI, harus ada hukum yang jelas dan tegas mengenai hal tersebut. Masih banyak hal yang dapat kita lakukan untuk melindungi dan menjaga keutuhan wilayah negara Republik Indonesia. Salah satunya adalah dengan memaksimalkan pengamanan di wilayah terluar maritim, tentu tidak hanya dari pihak pemerintah namun seluruh elemen Indonesia harus turut berperan serta menjaga keutuhan NKRI dengan tingkat kemampuan dan cara masing-masing. Kita tentu tidak mau wilayah negara RI semakin kecil di masa depan, maka dari itu kita harus bekerja sama dari semua aspek maupun masyarakat untuk memperbaiki dan memperjuangkan tanah air tercinta ini.

DAFTAR PUSTAKAHartono, Dimyanti. 1976. Hukum Laut Internasional. Jakarta: Bhrata Karya AntaraKusumaatmadja, Mochtar. 1978. Bunga Rampai Hukum Laut. Jakarta: Binaciptahttp://greenreefsindonesia.blogspot.com/2008/06/dasar-hukum-laut-indonesia.htmlhttp://cruzadercruzer.blogspot.com/2010/04/permasalahan-perbatasan-negara.htmlhttp://kawasan.bappenas.go.id/index.php?catid=36.sub-direktorat-kawasan-khusus-perbatasan&id-98:perbatasan&option=com_content&view=articlehttp://riantopurba.blogspot.com/2012/06/perbatasan-wilayah-indonesia-dengan.htmlhttp://www.petaindonesia.org/2012/10/05/wilayah-indonesia/http://abylala.wordpress.com/2013/05/04/perbatasan-wilayah-ri-perjanjian-dan-permasalahan-yang-ada/https://www.academia.edu/9762109/batas_wilayah_darat_dan_laut_indonesia_dengan_negara_lain