Timi PKL Infeksi 97 - Meningoensefalitis TB - Sudah Terdapat Lesi Di Otak
Click here to load reader
-
Upload
angga-maulana-ibrahim -
Category
Documents
-
view
62 -
download
9
description
Transcript of Timi PKL Infeksi 97 - Meningoensefalitis TB - Sudah Terdapat Lesi Di Otak
PRESENTASI KASUS LANGSUNG INFEKSI
MENINGOENSEFALITIS TB
Disusun oleh :
Naufal Farisatrianto
1110103000038
Pembimbing :
dr. Susi Harini, Sp.S
KEPANITERAAN KLINIK SMF NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PSPD FKIK UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. HW
Jenis kelamin : laki-laki
Usia : 39 tahun
Alamat : Jl. Bangka II Gg 7 Mampang Prapatan, Jakarta Selatan
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Status nikah : sudah menikah
Suku bangsa : Betawi
Tanggal pemeriksaan : 7 Mei 2014
1.2 Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis dan aloanamesis dengan istri pasien.
Keluhan Utama
Tangan dan kaki kanan tiba-tiba tidak bisa digerakkan
Riwayat Penyakit Sekarang
Tangan & kaki kanan tiba-tiba melemah saat pasien baru bangun tidur disertai keluhan
tidak bisa berbicara setelah itu pasien langsung dibawa ke RS fatmawati. Sampai 2 minggu
dirawat keluhan masih sama. Pasien berkomunikasi dengan cara mengedipkan mata atau
menganggukkan kepala.
pasien batuk-batuk berdahak sejak 2 minggu yang lalu dengan Nafsu makan menurun dan
berat badan menurun. Selama 1 minggu pertama dirawat pasien sering mengalami demam.
Tetapi sekarang sudah tidak. Sejak 2 hari yang lalu pasien merasa sakit kepala bagian atas hilang
timbul. Kejang dan muntah menyembur disangkal. Pasien sedang dalam pengobatan TB +1
bulan
Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami kejadian ini sebelumnya. Mengkonsumsi obat TB selama
+1 bulan. Riwayat darah tinggi disangkal, DM disangkal, alergi disangkal. Riwayat penyakit
jantung sebelumnya disangkal. Riwayat kelemahan satu sisi sebelumnya disangkal.
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama. Riwayat darah tinggi dan penyakit gula
disangkal.
Riwayat kebiasaan
Merokok (+) setengah bugkus sehari sejak umur 20 tahun. Minum alkohol dan konsumsi
obat-obat narkotik disangkal. Pasien jarang berolahraga
1.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Keadaan gizi : cukup
Tekanan darah : 100/70mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 36,4o C
Pernapasan : 16x/menit
Status Generalis
Trauma Stigmata : -
Pulsasi A.Carotis : Teraba, kanan = kiri, reguler
Perdarahan Perifer : Capillary refill < 2 detik
Columna Vertebralis : Letak ditengah, skoliosis (-), lordosis (-)
Kulit : Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik(-)
Kepala : Normosefali, rambut hitam beruban, distribusi merata, tidak
mudah dicabut, tidak ada alopesia.
Mata : Konjungtiva anemis -/-, ptosis -/-, lagoftalmus -/-, pupil bulat
isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+.
Telinga : Normotia +/+, perdarahan -/-
Hidung : Deviasi septum -/-, perdarahan -/-
Tenggorok : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1.
Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran
KGB dan tiroid.
Pemeriksaan Paru
Inspeksi : simetris statis dan dinamis
Palpasi : vokal fremitus menurun pada kedua lapang paru
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler, ronkhi -/- wheezing -/-
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V pada 2 jari medial linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternalis dekstra
Batas jantung kiri : ICS V linea midklavikularis sinistra
Pinggang jantung : ICS II linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I dan II reguler; gallop (-), murmur (-)
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, hati dan limpa tidak teraba pembesaran; nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
Ekstremitas : akral hangat +/+, edema -/-, sianosis -/-, clubbing fingers -/-
a. Pemeriksaan Neurologis
GCS : E4M6Vafasia motorik
Tanda Rangsang Meningeal :
Kaku kuduk : (+)
Kuduk kaku : (-)
Laseque : kanan > 70o kiri > 70o
Kerniq : kanan > 135o kiri > 135o
Brudzinsky I : kanan(-) kiri(-)
Brudzinsky II : kanan(-) kiri(-)
Saraf kranialis
N.I : normosmia kanan dan kiri
N.II
Acies Visus : baik/ baik
Visus Campus : baik/ baik
Lihat warna : baik/ baik
Funduskopi : tidak dilakukan
N. III,IV dan VI
Kedudukan bola mata : Ortoposisi/ortoposisi
Pergerakan bola mata : bebas ke segala arah
Nasal : +/+
Temporal : +/+
Nasal atas : +/+
Temporal atas : +/+
Nasal bawah : +/+
Temporal bawah : +/+
Eksoftalmus : -/-
Nistagmus : -/-
Pupil
Bentuk : Bulat, isokor, diameter = 3mm/3mm
Refleks cahaya langsung : +/+
Refleks cahaya konsensual : +/+
Refleks akomodasi : +/+
Refleks konvergensi : +/+
N.V
Cabang motorik : baik/ baik
Cabang sensorik oftalmikus : baik/ baik
Cabang sensorik maksilaris : baik/ baik
Cabang sensorik mandibularis : baik/ baik
N.VII
Motorik orbitofrontal : baik/ baik
Motorik orbikularis : baik/ baik
Sulcus nasolabial dextra mendatar
N.VIII
Vestibular
Vertigo : (-)
Nistagmus : (-)
N.IX ; N.X
Motorik : arcus faring simetris, uvula di tengah
Sensorik : baik
N.XI
Mengangkat bahu : baik/ baik
Menoleh : baik/ baik
N.XII
Pergerakan lidah : deviasi ke kanan ketika menjulurkan lidah
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Tremor : (-)
Sistem motorik
hemiparese dextra
Gerakan involunter
Tremor : -/-
Chorea : -/-
Atetose : -/-
Mioklonik : -/-
Trofik : Eutrofi
Tonus : Normotonus
Sistem sensorik
Tidak valid dilakukan
Fungsi otonom
Menggunakan kateter
Refleks fisiologis
Biseps : +3/+2
Triseps : +3/+2
Brachioradialis: +2/+2
Dinding perut : +
Patella : +2/+2
Achilles : +3/+2
Refleks patologis
Hoffman tromer : -/-
Babinsky : -/-
Chaddok : -/-
Gordon : -/-
Schaefer : -/-
Klonus patella : -/-
Klonus achilles : -/-
Keadaan Psikis
Intelegensia : baik
Demensia : -
1.4 Pemeriksaan penunjang
Hasil Pemeriksaan Lab anti-HIV (17/4/2014)
• Rapid oncoprobe = non-reaktif
• One step = non-reaktif
• Rapid vikia = non reaktif
Lumbal Pungsi (28/4/2014)
• Warna : kuning
• Kejernihan : agak keruh
• Tes Nonne (+)
• Tes Pandy (+)
Mikroskopis
• Jumlah sel : 50 U/L
• Glukosa 87 mg/dL
• PMN : 30%
• MN : 70%
LCS:
• Protein total : 300 mg/dl (15-40)
• Glukosa : 36 mg/dl (50-80)
• Klorida : 586 mg/dl (720-750)
I. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Rontgen Thorax :
o Diafragma dan sinus kostrofrenikus kanan-kiri normal
o Tulang dan jaringan lunak baik
o Jantung : kesan tidak membesar, aorta baik.
o Paru : hilus kedua paru baik, perselubungan di lapang atas paru kanan dengan
deviasi trakea ke kanan, fibroinfiltrat di lapang atas kedua paru dan lapang tengah
kedua paru.
Kesan : TB Paru dengan komponen atelektasis di lapang atas paru kanan
CT Scan tanpa kontras :
o Sulci terllihat sedikit melebar
o Sistem ventrikel normal dan simetris
o Tampak lesi hipodens multipel pada kapsul intern kanan, putamen kiri,
paraventrikel lateralis kornu anterior kanan0kiri dan parietalis kiri. Sulci di regio
atas menyempit. Sulci dan gyri di tempat lain baik
o Sistem ventrikel dan cysterna baik
o Sisterna mana melebar dengan subdural fluida collection di fossa posterior
o tampak kalsifikasi fisiologis pada pleksus koroideus dan pineal body
o pons dan cerebellum tak tampak kelainan
o sinus paranasalis baik
o tulang-tulang intak
Kesan : Multipel infak serebri pada kapsul intern kanan, putamen kiri, paraventrikel lateralis
kornu anterior kanan-kiri dan parietalis kiri. Subdural fluid collection di fossa posterior dengan
sisterna magna melebar
1.5 Resume
Tn. HW 39 tahun datang ke RS Fatmawati dengan tangan & kaki kanan tiba-tiba melemah
saat baru bangun tidur disertai keluhan tidak bisa berbicara Sampai 2 minggu dirawat keluhan
masih sama. pasien batuk-batuk berdahak sejak 2 minggu yang lalu dengan Nafsu makan
menurun dan berat badan menurun. Selama 1 minggu pertama dirawat pasien sering mengalami
demam. Demam biasanya langsung tinggi, tetapi sekarang sudah tidak. Sejak 2 hari yang lalu
pasien merasa sakit kepala bagian atas hilang timbul. Pasien sedang dalam pengobatan TB +1
bulan
Status generalis :
Kesadaran : CM
Tekanan Darah: 100/70 mmHg
Nadi : 80 x/mnt
Pernafasan : 16 x/mnt
Paru-paru : vokal fremitus melemah di kedua lapang paru
Status neurologis
GCS: E4M6Vafasia
Pupil: bulat, isokor diameter 3mm/3mm
TRM: KK (+), L>70/>70, K>135/>135
N.kranialis : parese n.VII dextra sentral, parese n.XII dextra sentral
Motorik: hemiparese dextra
Lab : Anemia ringan, hipernatremia
CT-scan tanpa kontras : Kesan multipel infak serebri pada kapsul intern kanan, putamen kiri,
paraventrikel lateralis kornu anterior kanan-kiri dan parietalis kiri
Foto toraks AP : kesan TB paru dengan komponen atelektasis di lapang atas paru kanan
1.6 Diagnosis Kerja
Diagnosis klinis : Meningoensefalitis TB, hemiparese dextra, afasia motorik,
demam tinggi hilang timbul, Nafsu makan menurun, berat badan menurun, sakit kepala
hilang timbul, TB paru, hipernatremi
Diagnosis topis : Selaput meningens
Diagnosis etiologi : Mycobacterium tuberculosis
1.7 Tata Laksana
IVFD RL 500 cc/8 jam
Isoniazid 1 x 300 mg
Rifampisin 1x450 mg
Pirazinamid 1x1000 mg
Etambutol 1x1000 mg
Dexametason 2 x 5 mg IV
Parasetamol 3x500 mg PO
B6 2 x 1 tab
Non Medikamentosa :
• Observasi Tekanan darah, frekuensi nadi, suhu, pernapasan dan kemungkinan penurunan
kesadaran
• Berhenti merokok
• Edukasi minum OAT teratur
1.8 Rencana Pemeriksaan
CT-scan dengan kontras
Kultur resistensi obat
1.9 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan piamater yang dapat terjadi secara
akut dan kronis. Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak. Meningoensefalitis
tuberkulosis adalah peradangan pada meningen dan otak yang disebabkan oleh Mikobakterium
tuberkulosis (TB). Penderita dengan meningoensefalitis dapat menunjukkan kombinasi gejala
meningitis dan ensefalitis.(1,2)
II.EPIDEMIOLOGI
Sebelum era antibiotik, penyakit susunan saraf pusat (SSP) karena TB sering ditemukan
terutama pada anak-anak. Ditemukan 1000 anak dengan TB aktif di kota New York diantara
tahun 1930 sampai tahun 1940. Hampir 15% diantaranya menderita meningitis TB dan
meninggal. Setelah perang dunia kedua, terutama pada negara berkembang, terdapat prevalensi
yang luas infeksi TB. Pada awal tahun 2003, WHO memperkirakan terdapat sekitar 1/3
penduduk dunia menderita TB aktif dan 70.000 diantaranya meningitis TB.(2,3)
III.PATOLOGI
Meningitis TB tak hanya mengenai meningen tapi juga parenkim dan vaskularisasi otak.
Bentuk patologis primernya adalah tuberkel subarakhnoid yang berisi eksudat gelatinous. Pada
ventrikel lateral seringkali eksudat menyelubungi pleksus koroidalis. Secara mikroskopik,
eksudat tersebut merupakan kumpulan dari sel polimorfonuklear (PMN), leukosit, sel darah
merah, makrofag, limfosit di antara benang benang fibrin. Selain itu peradangan juga mengenai
pembuluh darah sekitarnya, pembuluh darah ikut meradang dan lapisan intima pembuluh darah
akan mengalami degenerasi fibrinoid hialin. Hal ini merangsang terjadinya proliferasi sel sel
subendotel yang berakhir pada tersumbatnya lumen pembuluh darah dan menyebabkan infark
serebral karena iskemia. Gangguan sirkulasi cairan serebrospinal (CSS) mengakibatkan
hidrosefalus obstruktif (karena eksudat yang menyumbat akuaduktus spinalis atau foramen
luschka, ditambah lagi dengan edema yang terjadi pada parenkim otak yang akan semakin
menyumbat. Adanya eksudat, vaskulitis, dan hidrosefalus merupakan karakteristik dari
menigoensefalitis yang disebabkan oleh TB. Efek yang ditimbulkan dari kemoterapi
meningoensefalitis memiliki peran yang sangat penting karena akan menekan angka kematian
dan kecacatan. Setelah 2 tahun, eksudat akan berubah menjadi jaringan ikat hialin dan lapisan
intima akan mengalami fibrosis.(4)
IV.ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Infeksi TB pada SSP disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis, bakteri obligat aerob
yang secara alamiah reservoirnya manusia. Organisme ini tumbuh perlahan, membutuhkan
waktu sekitar 15 sampai 20 jam untuk berkembang biak dan menyebar. Seperti semua jenis
infeksi TB, infeksi SSP dimulai dari inhalasi partikel infektif. Tiap droplet mengandung
beberapa organisme yang dapat mencapai alveoli dan bereplikasi dalam makrofag yang ada
dalam ruang alveolar dan makrofag dari sirkulasi. Pada 2 – 4 minggu pertama tak ada respons
imun untuk menghambat replikasi mikobakteri, maka basil akan menyebar ke seluruh tubuh
menembus paru, hepar, lien, sumsum tulang. Sekitar 2 sampai 4 minggu kemudian akan dibentuk
respons imun diperantarai sel yang akan menghancurkan makrofag yang mengandung basil TB
dengan bantuan limfokin. Kumpulan organisme yang telah dibunuh, limfosit, dan sel sel yang
mengelilingnya membentuk suatu fokus perkejuan. Fokus ini akan diresorpsi oleh makrofag
disekitarnya dan meninggalkan bekas infeksi. Bila fokus terlalu besar maka akan dibentuk kapsul
fibrosa yang akan mengelilingi fokus tersebut, namun mikorobakteria yang masih hidup
didalamnya dapat mengalami reaktivasi kembali. Jika pertahanan tubuh rendah maka fokus
tersebut akan semakin membesar dan encer karena terjadi proliferasi mikrobakterium. Pada
penderita dengan daya tahan tubuh lemah, fokus infeksi primer tersebut akan mudah ruptur dan
menyebabkan TB ekstra paru yang dapat menjadi TB milier dan dapat menyerang meningen.(4,9)
V. MANIFESTASI KLINIS
Penderita dengan stadium pertama hanya memiliki manifestasi klinis yang tidak khas
karena tanpa disertai dengan gejala dan tanda neurologis. Sedangkan penderita dengan stadium
kedua (intermediet) telah menunjukkan gejala iritasi meningeal disertai dengan kelumpuhan
saraf kranial namun tak ada defek kerusakan lain serta tidak ada penurunan kesadaran. Pada
stadium tiga, penderita mengalami kerusakan neurologis yang besar, stupor, dan koma. Penyakit
ini lebih samar pada penderita dewasa, anamnesis tentang riwayat pernah mengalami penyakit
TB biasanya jarang. Lamanya gejala biasanya tidak berhubungan dengan derajat klinis. Sakit
kepala biasanya menonjol pada penderita dewasa, perubahan tingkah laku seperti apatis, bingung
sering ditemukan. Kejang biasanya tak terjadi pada tahap awal penyakit, hanya pada 10% sampai
15% pasien.
VI. DIAGNOSIS
Dari gejala klinis biasanya penderita mengalami panas tinggi dan sakit kepala yang hebat
yang diikuti dengan mual dan muntah. Gejala ensefalitis adalah demam, sakit kepala, muntah,
penglihatan sensitif terhadap cahaya, kaku kuduk dan punggung, pusing, cara berjalan tak stabil,
iritabilitas kehilangan kesadaran, kurang berespons, kejang, kelemahan otot, demensia berat
mendadak dan kehilangan memori juga dapat ditemukan. Jika gejala dan tanda (kaku kuduk,
tanda kernig dan tanda laseque) ditemukan maka dianjurkan untuk pemeriksaan Computer
Tomography beserta pungsi lumbal (bila tidak ada tanda edema otak). Kemungkinan ensefalitis
harus dipikirkan pada penderita dengan panas dan disertai dengan perubahan status mental,
gejala neurologis fokal dan pola kebiasaan yang tiba tiba menjadi abnormal. Dilihat dari
patologinya, inflamasi akut pada pia arahnoid menyebabkan pelebaran ruangan subarakhnoid
karena eksudat yang dihasilkan dari inflamasi tersebut. Selanjutnya saat korteks subpia dan
jaringan ependim yang menyelimuti ventrikel juga ikut meradang maka akan menyebabkan
terjadinya serebritis dan atau ventrikulitis. Pembuluh darah yang terpapar dengan dengan eksudat
inflamasi subarakhnoid mengalami spasme dan atau trombosis yang selanjutnya akan
menyebabkan iskemia dan akhirnya infark. Pada CT scan kepala penderita dengan meningitis
kronik yang berat akan ditemukan gambaran hiperdensitas ruangan subarakhnoid yang lebih
terlihat pada fisura hemisfer serebri. Selanjutnya gambaran CT tanpa kontras akan menunjukkan
peningkatan densitas pada sisterna basalis dan fisura hemisfer serebri, serta menghilangnya
kecembungan sulkus. Pada pemeriksaan foto roentgen dada, jarang ditemukan pembesaran hilus,
adenopati dan bayangan inflitrat. Gambaran radiologi dapat berkisar dari bayangan samar pada
apeks sampai adanya kalsifikasi. Tes tuberkulin tidak bermanfaat pada penderita dewasa karena
jarang menunjukkan hasil yang positif, sekitar 35% sampai 60% penderita meningitis TB tidak
bereaksi pada tes tuberkulin, faktor yang dapat menjelaskan hal tersebut adalah karena adanya
malnutrisi, imunosupresi, debilitasi, dan imunosupresi umum karena penyakit sistemik.(5,6)
Telah diketahui bahwa pemeriksaan CSS memiliki peran yang sangat penting dalam
menegakkan diagnosis meningoensefalitis. Pungsi lumbal tidak perlu dilakukan bila penderita
dengan meningitis bakterialis berespons baik terhadap pengobatan. Pungsi lumbal dilakukan
dengan cara menusukkan jarum ke dalam kanalis spinalis. Dinamakan pungsi lumbal karena
jarum memasuki daerah lumbal (tulang punggung bagian bawah). Dalam pemeriksaan
serebrospinal. Dalam pemeriksaan biokimia dan sitologi maka CSS pada penderita dengan
meningoensefalitis akan ditemukan cairan yang jernih dan agak pekat, jaringan protein akan
terlihat setelah proses pengendapan. CSS hemoragik dapat ditemukan pada meningitis TB yang
mengalami vaskulitis. Adanya gambaran yang khas yang disebut dengan “pelikel” , yakni hasil
dari tingginya konsentrasi fibrinogen dalam cairan disertai dengan sel sel proinflamatori.
Tekanan pembuka pada waktu memasukkan jarum spinal meningkat sampai 50%, pada
meningitis TB kadar glukosa dalam CSS rendah namun mengandung protein yang tinggi nilai
glukosa mendekati 40 mg/dl., protein dapat berkisar antara 150-200 mg/dl.3,4
VII.PENATALAKSANAAN
Prinsip penanganan meningitis TB mirip dengan penanganan TB lain dengan syarat obat
harus dapat mencapai sawar darah otak dengan konsentrasi yang cukup untuk mengeliminasi
basil intraselular maupun ekstraselular. Untuk dapat menembus cairan serebrospinal maka
tergantung pada tingkat kelarutannya dalam lemak, ukuran molekul, kemampuan berikatan
dengan protein, dan keadaan meningitisnya. Keterlambatan dalam pemberian terapi pada
penderita dengan meningitis bakterial dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Selain itu
perlu dilakukan pengawasan terhadap toksisitas obat selama terapi (pengawasan terhadap hitung
jenis darah dan fungsi hati dan ginjal). Penderita yang dicurigai meningitis pada gambaran CT
scan kepala sebelum dilakukan pungsi lumbal sebaiknya dilakukan pemeriksan kultur CSS dan
pemberian terapi antibiotik dan kortikosteroid. Panduat obat antituberkulosis dapat diberikan
selama 9 – 12 bulan, panduan tersebut adalah 2RHZE / 7-10 RH. Pemberian kortikosteroid
dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari selama 3 – 6 minggu untuk menurunkan gejala sisa neurologis.(4,8)
Tabel 2. Penetrasi obat antimikobakterium dalam CSS 9Kisaran konsentrasi puncak rata rata
(microgram/ml)
VIII.KOMPLIKASI
Komplikasi meningoensefalitis terdiri dari komplikasi akut, intermediet dan kronis.
Komplikasi akut meliputi edema otak, hipertensi intrakranial, SIADH (syndrome of
Inappropriate Antidiuretic Hormone Release), Kejang, ventrikulitis. meningkatnya tekanan
intrakrania (TIK). Patofisiologi dari TIK rumit dan melibatkan banyak peran molekul
proinflamatorik. Edema intersisial merupakan akibat sekunder dari obstruksi aliran serebrospinal
seperti pada hidrosefalus, edema sitotoksik (pembengkakan elemen selular otak) disebabkan oleh
pelepasan toksin bakteri dan neutrofil, dan edema vasogenik (peningkatan permeabilitas sawar
darah otak). 4 Komplikasi intermediet terdiri atas efusi subdural, demam, abses otak,
hidrosefalus. Sedangkan komplikasi kronik adalah memburuknya fungsi kognitif, ketulian,
kecacatan motorik. (5,7)
Daftar Pustaka
1. 1. Mansjoer, A. Meningitis Tuberkulosis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran
Edisi ketiga. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta : 2000. h.11
2. Balentine, J. Encephalitis and Meningitis. 2010. Available in :
http://www.emedicine.com
3. Tunkel, A. Practice Guidelines for the Management of Bacterial Meningitis.
Clinical Infectious Disease. Infectious Disease Society of America. Phyladelpia.
2004.
4. Razonable, R. Meningitis Overview. Mayo Clinic College of Medicine. 2009.
available in : http://www.medscapeemedicine.com/meningitis.
5. Schossberg, D. Infections of the Nervous System. Springer Verlag. Philladelphia,
Pennsylvania. 2006.
6. Tsumoto, S. Guide to Meningoencephalitis Diagnosis. JSAI KKD Chalenge 2001.
7. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinik Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2000