TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

123
TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER TERHADAP OUTCOME PASIEN STROKE AKUT LYDIA ADHANI DWI PUTRI 127041109 PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Transcript of TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

Page 1: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

i

TESIS MAGISTER

EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER TERHADAP

OUTCOME PASIEN STROKE AKUT

LYDIA ADHANI DWI PUTRI 127041109

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN

NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 2: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

ii

ii

EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER TERHADAP OUTCOME

PASIEN STROKE AKUT

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik Neurologi Pada Program

Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara

Oleh :

LYDIA ADHANI DWI PUTRI 127041109

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN

NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 3: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

i

i

PERNYATAAN

EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER TERHADAP OUTCOME

PASIEN STROKE AKUT

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat

karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang

lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan

dalam daftar pustaka.

Medan, 28 September 2017

Lydia Adhani Dwi Putri

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 4: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

ii

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Judul proposal : EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER

TERHADAP OUTCOME PASIEN STROKE AKUT

Nama : Lydia Adhani Dwi Putri

NIM : 127041109

Program Studi : Neurologi

Menyetujui,

Pembimbing I

dr. Yuneldi Anwar ,Sp.S (K)

NIP.19530601 198103 1 004

Pembimbing II

dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S (K)

NIP. 19610515 198911 2 001

Mengetahui/Mengesahkan,

Ketua Departemen Neurologi Ketua Program Studi Neurologi

FK USU FK USU

dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K) DR.dr. Kiking Ritarwan,Sp.S(K),MKT

NIP 19530916 198203 1 003 NIP 19681117 199702 1 002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 5: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Judul proposal : EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER

TERHADAP OUTCOME PASIEN STROKE AKUT

Nama : Lydia Adhani Dwi Putri

NIM : 127041109

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Neurologi

Hari/Tanggal : Kamis, 28 September 2017

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S (K)

NIP. 19470930 197902 1 001

Mengetahui/Mengesahkan,

Program Magister Kedokteran Klinik Dekan Fakultas Kedokteran

Ketua Program Studi Universitas Sumatera Utara

Dr.dr.Rodiah Rahmawaty, M.Ked(Oph), Sp.M(K) Dr.dr. Aldy S. Rambe, Sp.S(K)

NIP. 19760417 200501 2 002 NIP 19660524 199203 1 002

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 6: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

iv

iv

Telah Diuji padaTanggal : 28 September 2017

PANITIA TESIS MAGISTER

1. Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K) ( Penguji )

2. dr. Darlan Djali Chan, Sp.S

3. dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K)

4. dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K) ( Penguji )

5. DR. dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K) ( Penguji )

6. DR. dr. Aldy Rambe, Sp.S(K)

7. dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S(K)

8. dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S

9. dr. Iskandar Nasution, Sp.S, FINS

10. dr. Cut Aria Arina, Sp.S

11. dr. Kiki M. Iqbal, Sp.S

12. dr. Alfansuri Kadri, Sp.S

13. dr. Aida Fitri, Sp.S(K)

14. dr. Irina Kemala Nasution, M.Ked(Neu), Sp.S

15. dr. Haflin Soraya Hutagalung, M.Ked(Neu), Sp.S

16. dr. Fasihah Irfani Fitri, M.Ked(Neu), Sp.S

17. dr. RA. Dwi Pujiastuti, M. Ked(Neu), Sp.S

18. dr. Chairil Amin Batubara, M. Ked(Neu), Sp.S

19. dr. M. Yusuf,Sp.S FINS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 7: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa, atas

berkat, rahmat dan kasihNya yang telah memberikan kesempatan untuk

menyelesaikan penulisan tesis magister kedokteran klinik ini.

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan penyelesaian program

magister kedokteran klinik pada Program Magister Kedokteran Klinik pada

Program Studi Magister Neurologi di Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara/Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyatakan penghargaan

dan ucapan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara dan Ketua TKP PPDS-I Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kepada

penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Magister

Kedokteran Klinik Spesialis Neurologi di Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K), selaku Guru Besar Tetap

Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara / RSUP H. Adam Malik Medan yang dengan sepenuh hati telah

mendorong, membimbing, mengoreksi dan mengarahkan penulis mulai

dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.

I

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 8: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

vi

vi

3. dr. Rusli Dhanu,Sp.S(K), Ketua Departemen Neurologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang banyak memberikan

masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesisi ni.

4. Dr. dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S (K), Ketua Program Studi Neurologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara di saat penulis

melakukan penelitian dan saat tesis ini selesai disusun yang banyak

memberikan masukan – masukan berharga kepada penulis dalam

menyelesaikan tesis ini.

5. dr. Yuneldi Anwar, Sp.S (K) selaku pembimbing penulis yang dengan

sepenuh hati telah mendorong, membimbing, mengoreksi dan

mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan

penyelesaian tesis ini.

6. dr, Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S (K) selaku pembimbing penulis yang

dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing, mengoreksi dan

mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan

penyelesaian tesis ini.

7. Guru-guru penulis : (Alm.) Prof. dr. Darul Kutni Nasution, Sp.S(K); dr.

Darlan Djali Chan, Sp.S; Dr. dr. Aldy S Rambe,Sp.S(K); dr. Puji Pinta O.

Sinurat, Sp.S(K); dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S; dr. Iskandar Nasution,

Sp.S, FINS, Sp.S; dr. Cut Aria Arina, Sp.S; dr. Kiki M. Iqbal, Sp.S; dr.

Alfansuri Kadri, Sp.S; dr. Aida Fithrie, Sp.S(K); dr. Irina Kemala

Nasution, M. Ked (Neu) Sp.S; dr. Haflin Soraya Hutagalung, M.Ked

(Neu), Sp.S; dr. RA. Dwipujiastuti, M.Ked (Neu) Sp.S, dr. Chairil Amin

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 9: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

vii

Batubara, M. Ked (Neu) Sp.S, dr. M Yusuf, Sp.S FINS dan guru lainnya

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak

memberikan masukan selama mengikuti Program Pendidikan Magister

Kedokteran Klinik.

8. Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah

banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan

penulis dalam pembuatan tesis ini.

9. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, Rumah Sakit

TK II Putri Hijau Medan dan RumahSakit Haji Mina Medan yang telah

memberikan kesempatan dan fasilitas sehingga penulis dapat mengikuti

Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik.

10. Rekan sejawat PPDS Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dan

dorongan yang membangkitkan semangat penulis dalam penyelesaian

tesis ini.

11. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah

bertugas selama menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran

Klinik, serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani

Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik.

12. Semua pasien yang berobat ke Departemen Neurologi RSUP H. Adam

Malik Medan yang telah bersedia berpartisipasi secara suka rela dalam

penelitian ini.

iii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 10: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

viii

viii

13. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setulus – tulusnya penulis

ucapkan kepada orang tua saya, dr. H. Ilham Budiono,Sp.B dan Hj.

Andriana yang telah membesarkan saya dengan sepenuh hati dan

kasih sayang, dan senantiasa memberi dukungan moril, tenaga dan

materil, bimbingan dan nasehat yang berharga serta doa yang tiada

putus agar penulis dapat menyelesaikan Program Pendidikan Magister

Kedokteran Klinik Spesialis Neurologi.

14. Teristimewa kepada suami saya tercinta dr. Dahler Sandana Siregar

yang selalu dengan sabar dan penuh pengertian mendampingi dan

membantu dengan penuh cinta dan kasih saying dalam suka dan duka,

saya ucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya.

15. Terima kasih kepada anak saya tercinta Rifathra Aldyer Sandya Siregar

yang telah dengan sepenuh hari mendampingi dengan sepenuh cinta,

saya ucapkan terima kasih setulus – tulusnya.

16. Ucapan terima kasih kepada Bapak/Ibu mertua saya, AKBP (Purn). H.

Iskandar Siregar dan Hj. Masnurifah Das, yang selalu memberikan

dorongan, semangat dan nasehat serta doa yang tulus agar penulis

dapat menyelesaikan tesis ini.

17. Kepada seluruh keluarga, rekan dan sahabat yang tidak dapat saya

sebutkan satu persatu, yang senantiasa membantu, memberi dorongan,

pengertian dan doa dalam penyelesaian tesis ini, penulis ucapkan

terima kasih.

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 11: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

ix

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas semua jasa dan budi baik

mereka yang telah membantu penulis tanpa pamrih dalam mewujudkan cita –

cita penulis. Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini

dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 28 September 2017

Lydia Adhani Dwi Putri

v

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 12: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

x

x

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : dr. Lydia Adhani Dwi Putri

Tempat/tgl lahir : Medan, 23 Juli 1989

Agama : Islam

Nama Ayah : dr. H.Ilham Budiono, Sp.B

Nama Ibu : Hj. Andriana

Nama Suami : dr. Dahler Sandana Siregar

Nama Anak : Rifathra Aldyer Sandya Siregar

Riwayat Pendidikan

1. Sekolah Dasar di SD IKAL Medan, tamat tahun 2000

2. Sekolah Menengah Pertama di SLTP Kartika I-2, tamat tahun

2003.

3. Sekolah Menengah Umum di SMAN4 Medan, tamat tahun

2006.

4. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara, tamat tahun

2012.

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 13: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

xi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR i DAFTAR RIWAYAT HIDUP v DAFTAR ISI vii DAFTAR SINGKATAN ix DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR LAMPIRAN xii ABSTRAK xiii ABSTRACT xiv BAB I PENDAHULUAN 1 I.1 LATAR BELAKANG 1 I.2 PERUMUSAN MASALAH 6 I.3 TUJUAN PENELITIAN 6 I.3.1 TUJUAN UMUM 6 I.3.2 TUJUAN KHUSUS 6 I.4 HIPOTESIS 7 I.5 MANFAAT PENELITIAN 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 II.1 STROKE ISKEMIK 9 II.1.1. DEFINISI 9 II.1.2. EPIDEMIOLOGI 9 II.1.3 FAKTOR RESIKO 11 II.1.4 PATOFISIOLOGI 12 II.1.5 KLASIFIKASI 14 II.1.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PENCITRAAN 18 II.2 STROKE HEMORAGIK 19 II.2.1. EPIDEMIOLOGI 21 II.2.2. KLASIFIKASI 24 II.2.3. ETIOLOGI 25 II.2.4. PATOFISIOLOGI 25 II.2.5. GAMBARAN KLINIS 30 II.2.6. PROGNOSIS 32 II.2.7. KOMPLIKASI 32 II.3 TERAPI OKSIGEN 33 II.3.1 SISTEM RESPIRASI 34 II.3.2 PUSAT KONTROL PERNAFASAN 35 II.3.3 GAGAL NAFAS 36 II.3.3.1 TIPE GAGAL NAFAS 36 II.3.3.2 MANAJEMEN 37 II.3.4 HIPOKSIA DAN HIPOKSEMIA 38 II.3.4.1. JENIS HIPOKSIA 43 II.3.5 DEFINISI TERAPI OKSIGEN 44

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 14: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

xii

xii

II.3.6 INDIKASI 44 II.3.7 TUJUAN TERAPI OKSIGEN 45 II.3.8 KONTRAINDIKASI 45 II.3.9 BAHAYA ATAU KOMPLIKASI 46 II.3.10 LANGKAH-LANGKAH TERAPI OKSIGEN 47 II.3.11 OXYGEN DELIVER SYSTEM 47 II.3.12 HIGH FLOW SYSTEM 48 II.3.13 LOW FLOW SYSTEM 49 II.3.14 MONITORING TERAPI OKSIGEN 51 II.3.15 PENGHENTIAN TERAPI OKSIGEN 53 II.4 PENILAIAN OUTCOME STROKE AKUT 54

II.5 KERANGKA TEORI 58 II.6 KERANGKA KONSEP 59

BAB III METODE PENELITIAN 60 III.1 TEMPAT DAN WAKTU 60 III.2 SUBJEK PENELITIAN 60 III.2.1 POPULASI SASARAN 60 III.2.2 POPULASI TERJANGKAU 60 III.2.3 BESAR SAMPEL 61 III.2.4 KRITERIA INKLUSI 62 III.2.5 KRITERIA EKSKLUSI 62

III.3 BATASAN OPERASIONAL 62 III.4 RANCANGAN PENELITIAN 65 III.5 PELAKSANAAN PENELITIAN 65 III.5.1.INSTRUMEN PENELITIAN 65 III.5.2 PENGAMBILAN SAMPEL 66 III.5.3 KERANGKA OPERASIONAL 67 III.5.4 VARIABEL YANG DIAMATI 68 III.5.5 ANALISA STATISTIK 68 III.5.6 JADWAL PENELITIAN 69 III.5.7 BIAYA PENELITIAN 70 III.5.8.PERSONALIA PENELITIAN 70 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 71 IV.1.HASIL PENELITIAN 71 IV.2.PEMBAHASAN 83 IV.3.KETERBATASAN PENELITIAN 89 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 90 DAFTAR PUSTAKA 92 LAMPIRAN

vii

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 15: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

xiii

DAFTAR SINGKATAN

AHA : American Hearth Association

ARDS ; Acute Respiratory Distress Syndrome

ASA : American Society of Anesthesiologists

ASNA : ASEAN Neurological Association

CBF : Cerebral Blood Flow

CO : Karbonmonoksida

CO2 : Karbondioksida

COPD : Chronic Obstructive Pulmonary Disease

CT : Computed Tomography

DO2 : Oxygen Delivery

DNA : Deoxyribonucleid Acid

FiO2 : Fraction of Inspired Oxygen

FK-USU : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Hb : Hemoglobin

Kg : Kilogram

LACI : Lacunar Infarct

MCI : Miocard Infarct

mL : mili Liter

mmHg : milimeter Hidragyrum

MRI : Magnetic Resonance Imaging

MRS : Modified Rankin Scale

O2 : Oksigen

PACI : Partial Anterior Circulation Infarct

PaO2 : Partial Pressure of O2

PCO2 : Partial Pressure of Carbondioxide

PEEP : Positive End Expiratory Pressure

POCI : Posterior Circulation Infarct

RA 4 : Rindu A 4

RINDU : Rawat Inap Terpadu

RS : Rumah Sakit

RSUPHAM : Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

SaO2 : Saturation of Oxygen

SPO2 : Saturation of Peripheral Oxygen

SPSS : Statistical Product and Science Service

TACI : Total Anterior Circulation Infarct

TIA : Transient Ischemic Attack

TOAST : Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment

VLDL : very-low-density lipoproteins

WHO : World Health Organization

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 16: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

xiv

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Penyebab Gagal Nafas Akut 39 Tabel 2 Acuan Pengambilan Sikap Terhadap Gangguan Respirasi (Kriteria Pontopidan) 52 Tabel 3 Perkiraan FiO2 Berdasarkan Oxygen Delivery Device 53 Tabel 4 Karakteristik Demografi Subyek Penelitian 72 Tabel 5 Hasil Pemeriksaan mRS Sebelum Dan Setelah Diberi Terapi Oksigen 73 Tabel 6 Hasil Pemeriksaan Barthel Index Sebelum Dan Setelah Diberi Terapi Oksigen 74 Tabel 7 Hubungan Usia dengan mRS dan Barthel Index pada hari Ke - 3 dan Ke – 14 75 Tabel 8 Hubungan Jenis Stroke Dengan mRS dan Barthel Index Pada Hari Ke-3 dan Ke-14 76 Tabel 9 Hubungan Tingkat Kesadaran Dengan mRS dan Barthel

Index pada Hari Ke-3 dan Ke-14 77 Tabel 10 Perbedaan Rerata mRS dan Barthel Index Berdasarkan Faktor Risiko Hipertensi 78 Tabel 11 Perbedaan Rerata mRS dan Barthel Index Berdasarkan

Usia 79 Tabel 12 Perbedaan Saturasi Oksigen Antara Pengukuran Pada Malam Dan Siang Hari 80 Tabel 13.1-4 Perbandingan Hasil Penelitian Dengan Penelitian Lainnya 86

x

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 17: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

xv

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Skema Hubungan Stroke Dan Terapi Oksigen 57 Gambar 2 Persentase mRS dari Hasil Pemeriksaan Hari Ke-0,3,14 74 Gambar 3 Rerata Barthel Index dari Hasil Pemeriksaan Hari

Ke-0,3,14 75 Gambar 4 Perbedaan Rerata Saturasi Oksigen Pada hari Pertama 81 Gambar 5 Perbedaan Rerata Saturasi Oksigen Pada hari Kedua 82 Gambar 6 Perbedaan Rerata Saturasi Oksigen Pada hari Ketiga 82

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 18: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

xvi

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP) LAMPIRAN 2 LEMBAR PENGUMPULAN DATA LAMPIRAN 3 LEMBAR PEMERIKSAAN MRS LAMPIRAN 4 LEMBAR PEMERIKSAAN INDEKS BARTHEL

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 19: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

xvii

ABSTRAK

LATAR BELAKANG : Stroke berkaitan erat dengan oksigen ke otak. Oksigen seharusnya dianggap sebagai pengobatan. Hal ini ditentukan untuk mencegah / mengobati hipoksemia, tetapi tidak hiperkapnia atau sesak nafas, konsentrasi oksigen yang ditentukan bertujuan untuk membawa saturasi oksigen (SpO2) ke arah normal, atau mendekati normal. TUJUAN : Untuk mengetahui efek pemberian terapi O2 reguler terhadap outcome pasien stroke akut. METODE : Subjek penelitian diambil dari populasi pasien rumah sakit. Penentuan subjek penelitian dilakukan menurut metode potong lintang dengan jumlah sampel sebanyak 56 orang. Semua penderita stroke akut yang telah ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan Head CT- scan yang dirawat di ruang rawat inap terpadu (Rindu) A4 Departemen Neurologi FK-USU / RSUP.H. Adam Malik Medan dan Rumah Sakit jejaringnya dengan onset ≤ 72 jam diambil secara konsekutif dan yang memenuhi kriteria inklusi. Untuk stroke ringan dan sedang akan dimasukkan kedalam sampel. Kemudian pasien akan diberi terapi O2 selama 72 jam, Pemantauan saturasi menggunakan pulse oximetry , setelah itu akan dinilai outcome dengan menggunakan mRS dan barthel index pada hari ke 3 dan 14. Selanjutnya dilakukan analisa data. HASIL : Penelitian ini diikuti oleh sebanyak 56 pasien yang mengalami stroke akut, dengan jumlah pasien dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 37 orang (66,1%) dan rerata usia 56,75 tahun.Berdasarkan kategori skor mRS, 53 subyek (94,6%) memiliki outcome yang baik untuk seluruh hari pengamatan. Menurut pemeriksaan Barthel Index, terlihat konsistensi peningkatan sejak hari ke-0 sampai hari ke-14. Rerata BI pada hari ke 0 adalah 61,34, lalu rerata meningkat menjadi 78,93 pada hari ke-3 dan mencapai rerata tertinggi pada hari ke-14 yaitu sebesar 82,23. KESIMPULAN : Terdapat pengaruh pemberian terapi O2 reguler terhadap outcome pada pasien stroke akut walaupun secara statistik tidak signifikan Kata Kunci : Terapi Oksigen – Outcome – Stroke Akut

xiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 20: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

xviii

xviii

ABSTRACT

Background: Stroke is closely related to oxygen to the brain. Oxygen should be regarded as a treatment. This is determined to prevent / treat hypoxemia, but not hypercapnia or shortness of breath, the specified oxygen concentration aims to bring oxygen saturation (SpO2) to the normal direction, or near normal. Purpose : To determine the effect of regular O2 therapy on outcomes of acute stroke patients. Method: Research subjects were taken from hospital patient population. Determination of research subjects conducted according to cross sectional method with the number of samples of 56 people. All acute stroke sufferers have been established with anamnesis, physical examination, neurological examination, and examination of head CT scans treated in the RA4 Department of Neurology FK-USU / RSUP.H. Adam Malik Medan and his network of hospitals with an onset of ≤ 72 hours were taken consecutively and fulfilling the inclusion criteria. For mild and moderate strokes will be included the sample. Then the patient will be given O2 therapy for 72 hours, saturation monitoring using pulse oximetry, then it will be assessed outcome by using mRS and barthel index on day 3 and 14. Furthermore, data analysis is done. Result : This study was followed by 56 patients from acute stroke, with the number of patients with male gender as many as 37 people (66.1%) and mean age 56.75 years old.Based on category of mRS score, 53 subjects (94.6% ) Has a good outcome for the whole day of observation. According to Barthel Index examination, the consistency of the increase from day 0 to 14 days. The average of BI on day 0 was 61.34, then the average increased to 78.93 on the 3rd day and reached the highest average on day 14 which was 82.23. Conclusion: There is an effect of giving regular O2 therapy to outcomes in acute stroke patients although statistically insignificant Key word: Oxygen Therapy – Outcome – Acute Stroke

xiv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 21: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Stroke merupakan salah satu sindroma neurologi yang merupakan

ancaman terbesar menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia.

Meningkatnya usia harapan hidup yang didorong oleh keberhasilan

pembangunan nasional dan berkembangnya modernisasi serta globalisasi di

Indonesia akan cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular (

penyakit jantung koroner, stroke dan penyakit arteri perifer ). Stroke

menyerang usia produktif dan lanjut usia yang berpotensi menimbulkan

masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara nasional di kemudian

hari ( Misbach,2011 ).

Sementara itu terdapat juga data stroke di Indonesia berdasarkan

penelitian potong lintang multi senter di 28 rumah sakit dengan jumlah subyek

sebanyak 2065 orang pada bulan Oktober 1996 sampai bulan Maret 1997

(Misbach,2011).

Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus

stroke, baik dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan ( Misbach,

2011).

Di satu sisi, modernisasi akan meningkatkan risiko stroke karena

perubahan pola hidup, sedangkan disisi lain meningkatnya usia harapan hidup

juga akan meningkatkan risiko terjadinya stroke karena bertambahnya jumlah

penduduk usia lanjut ( Misbach, 2011 ).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 22: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

2

Pada Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pada sampel yang

diteliti, perempuan ( 52,7%) tidak jauh berbeda dengan laki-laki ( 47,3%). Pada

studi oleh Misbach dkk pada 28 rumah sakit di Indonesia, kejadian pada

wanita lebih banyak dari pria (53,8% versus 46,2%). Sedangkan pada studi

Framingham kejadian pada pria rata-rata 2,5 kali lebih sering daripada wanita.

Insiden stroke pada pria 33% lebih tinggi dari wanita, sedangkan prevalensi

pria lebih tinggi 41% dari wanita. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian

Misbach dkk yang juga di Indonesia, tetapi berbeda dengan di Amerika Serikat

dan beberapa negara Eropa (Rambe AS, 2013).

Perdarahan otak memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada

beberapa subtipe stroke. Masing - masing yaitu, perdarahan intraserebral

(ICH) dan perdarahan subarakhnoid (PSA) yang berjumlah sekitar 15 % dan

5% dari 750.000 stroke yang muncul setiap tahun di Amerika Serikat, totalnya

lebih dari 45.000 pasien pertahun. Sekitar 45% perdarahan intraserebral

spontan dan 25% perdarahan subarakhnoid aneurisma yang meluas menuju

ventrikel. Untuk pasien dengan perdarahan intraserebral dan perdarahan

intraventrikel (IVH), diperkirakan mortalitas 50 - 80%. Pasien dengan

perdarahan intraventrikel memiliki dua kali outcome yang buruk (skor modified

Rankin scale [mRS] 4-6 pada waktu tiba di rumah sakit) (Hinson dkk, 2010).

Tuhrim dkk awalnya menegaskan IVH sebagai faktor resiko independen

untuk mortalitas hari ke- 30 setelah ICH dan mengembangkan contoh dimana

volume IVH berkontribusi signifikan untuk prediksi outcome bersama dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 23: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

3

skor GCS. Pasien dengan IVH ditambah dengan ICH memiliki GCS yang

rendah pada awalnya dan volume ICH yang besar. Kontribusi lainnya untuk

outcome termasuk jumlah ventrikel mengandung darah dan darah pada

ventrikel ke - empat (Hinson dkk , 2010)

Perdarahan intraserebral (ICH) spontan berjumlah seperlima dari seluruh

stroke. Hal tersebut merupakan kondisi yang buruk dengan mortalitas 30%

dan jumlah morbiditas yang tinggi diantara yang bertahan hidup. Kebanyakan

kasus timbul karena hipertensi atau amyloid angiopathy. Perluasan

intraventrikular akibat perdarahan intraserebral yang dapat muncul pada 45%

kasus yang diketahui sebagai prediktor independen untuk outcome yang buruk

dan beberapa studi telah menunjukkan hubungan langsung antara volume IVH

dan outcome buruk atau mortalitas (Hallevi dkk, 2009).

Stroke berkaitan erat dengan oksigen ke otak. Oksigen seharusnya

dianggap sebagai pengobatan. Hal ini ditentukan untuk mencegah / mengobati

hipoksemia, tetapi tidak hiperkapnia atau sesak nafas, konsentrasi oksigen

yang ditentukan bertujuan untuk membawa saturasi oksigen (SpO2) ke arah

normal, atau mendekati normal ( O’Driscoll dkk,2008 ).

Sebagian besar reaksi biokimia tubuh bergantung pada ketersediaan

oksigen. Suplai oksigen ke jaringan bergantung dari banyak faktor seperti

ventilasi, difusi melewati membran alveolar capillary, hemoglobin, cardiac

output, dan perfusi jaringan. Terapi oksigen diperlukan jika terjadi kegagalan

nafas pada banyak kondisi seperti asma berat, bronkitis kronik, pneumonia,

dan juga pada kasus-kasus neurologi terutama pada pasien tidak sadar. Untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 24: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

4

itu perlu dilakukan upaya memenuhi kebutuhan oksigen dengan cara terapi

oksigen. Jumlah oksigen yang dibutuhkan bergantung kepada mekanisme

hipoksemia pada pasien. Tipe oxygen delivery device bergantung pada jumlah

oksigen yang diperlukan, pemilihan dokter dan pasien, serta efek samping

potensial dari berbagai konsentrasi oksigen. Agar terapi oksigen berjalan

efektif dan tidak terjadi efek samping, maka diperlukan tatalaksana yang

sesuai ( Bustami dkk,2012 ).

Pada pasien stroke akut dapat terjadi gangguan respirasi. Penyebab

gangguan respirasi yaitu hipoventilasi yang menyebabkan gangguan

pergerakan dari dinding dada dan diafragma (Sulter dkk, 2000)

Terapi oksigen adalah usaha untuk meningkatkan fraksi konsentrasi

oksigen yang di inspirasi ( FiO2 ) oleh pasien dengan menggunakan berbagai

oxygen deliver device yang terhubung dengan oksigen medis. Oksigen dapat

diberikan dengan dilembabkan (humidity) terlebih dahulu ataupun tidak (

Bustami dkk,2012 ).

Hasil terbaru menunjukkan bahwa pemberian terapi O2 bisa

meningkatkan pemulihan neurologik dini. Pemberian terapi O2 selama 72 jam

pada pasien stroke akut aman untuk diberikan, tetapi tidak ada efek yang

besar pada tingkat disabilitas ( Ali dkk, 2013 ). Pada penelitian sebelumnya,

melaporkan bahwa pemberian terapi O2 reguler yang diberikan selama 72 jam

pada dosis 2-3 liter/menit, tergantung pada saturasi O2, menghasilkan

peningkatan kecil namun signifikan secara statistik dalam kepulihan neurologik

pada satu minggu ( Roffe dkk, 2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 25: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

5

Pada penelitian ini penilaian outcome menggunakan Modified Rankin

Scale. Modified Rankin Scale ( mRS ) merupakan skala rating outcome global

dengan nilai dari 0 (tidak ada gangguan) hingga 5 (hanya terbaring ditempat

tidur, inkontinensia, membutuhkan perawatan dan perhatian menetap) dan 6

(outcome fatal) (Weimar dkk, 2002). Bila mRS 1-3, dikelompokkan sebagai

outcome baik sedangkan mRS 4-6 dikelompokkan sebagai outcome jelek (

Painthakar dkk, 2003 ).

Modified Rankin Scale ( mRS ) < 3 dijumpai pada pasien stroke akut

pada kelompok yang mendapat terapi O2 56 (44%) dan pada kelompok kontrol

58 (45%) (Ali dkk, 2013 ).

I.2. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang penelitian - penelitian terdahulu seperti

yang telah dirumuskan di atas dirumuskan masalah sebagai berikut :

Bagaimana efek pemberian terapi O2 reguler terhadap outcome pasien

stroke akut ?

I.3. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan :

I.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efek pemberian terapi O2 reguler terhadap outcome

pasien stroke akut .

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 26: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

6

I.3.2. Tujuan Khusus

I.3.2.1 Untuk mengetahui efek pemberian terapi O2 reguler terhadap mRS

pada pasien stroke akut di RA 4 Neurologi RSUPHAM dan RS Jejaring

I.3.2.2 Untuk mengetahui efek pemberian terapi O2 reguler terhadap Barthel

Index pada pasien stroke akut di RA 4 Neurologi RSUPHAM dan RS Jejaring

1.3.2.3 Untuk Mengetahui hubungan karakteristik demografi pasien stroke akut

yang mendapat terapi O2 dengan mRS

1.3.2.4 Untuk Mengetahui hubungan karakteristik demografi pasien stroke akut

yang mendapat terapi O2 dengan Barthel Index

I.3.2.5 Untuk mengetahui perbedaan saturasi O2 pada pasien stroke akut yang

mendapat terapi O2 reguler pada siang hari di RA 4 Neurologi RSUPHAM dan

RS Jejaring

I.3.2.6 Untuk mengetahui perbedaan saturasi O2 pada pasien stroke akut yang

mendapat terapi O2 reguler pada malam hari di RA 4 Neurologi RSUPHAM

dan RS Jejaring

I.3.2.7 Untuk mengetahui karakteristik demografi pasien stroke akut yang

datang ke RSUP.H. Adam Malik Medan dan Rumah Sakit jejaringnya.

I.4. HIPOTESIS

Terdapat pengaruh pemberian terapi O2 reguler terhadap outcome

pasien stroke akut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 27: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

7

I.5. MANFAAT PENELITIAN

I.5.1. Manfaat Penelitian untuk Penelitian

Dengan mengetahui efek pemberian terapi O2 reguler terhadap

outcome pasien stroke akut, dapat menjadi acuan dalam pencegahan dan

penatalaksanaan hipoksia pada penderita stroke akut.

I.5.2. Manfaat Penelitian untuk Ilmu Pengetahuan

Dengan mengetahui efek pemberian terapi O2 reguler terhadap

outcome pasien stroke akut, maka diharapkan penelitian ini dapat dijadikan

sebagai salah satu terapi untuk pasien stroke akut dan diharapkan hasil

penelitian ini menambah khasanah pengetahuan bagi klinisi dalam

pemahaman dan penanganan kasus-kasus stroke akut.

I.5.3. Manfaat Penelitian untuk Peneliti

Penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk memenuhi kewajiban

pada Program Pendidikan Dokter Spesialis di bagian Neurologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sumtera Utara / RSUP.H. Adam Malik Medan.

I.5.4. Manfaat Penelitian untuk Masyarakat

Dengan mengetahui efek pemberian terapi O2 reguler terhadap

outcome pasien stroke akut diharapkan dapat memberikan kontribusi pada

klinis untuk pemberian edukasi dan informasi pada penderita dan keluarga

mengenai efek pemberian terapi O2 reguler terhadap outcome pasien stroke

akut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 28: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1.STROKE ISKEMIK

II.1.1. Definisi

Stroke adalah suatu episode disfungsi neurologis akut yang

disebabkan oleh iskemia atau perdarahan, berlangsung selama ≥ 24 jam atau

meninggal, tetapi tidak mempunyai bukti yang cukup untuk disklasifikasikan (

Sacco dkk, 2013 ).

Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan

otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu

kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak ( Sjahrir, 2003 ).

Definisi terbaru menyebutkan stroke iskemik adalah suatu episode disfungsi

neurologik yang disebabkan infark serebral fokal, infark spinal atau infark

retina ( Sacco dkk, 2013 ).

II.1.2. Epidemiologi

Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan

terdapat 100 – 200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun (Hacke

dkk, 2003). Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke

per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per tahun, dengan

4,8 juta penderita stroke yang bertahan hiduP (Goldstein dkk, 2006).

8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 29: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

9

Meskipun dapat mengenai semua usia, insiden stroke meningkat

dengan bertambahnya usia dan terjadi lebih banyak pada wanita usia yang

lebih muda. Perbandingan insidens pria dan wanita pada umur 55-64 tahun

adalah 1,25; pada umur 65-74 tahun adalah 1,50; 75-84 tahun adalah 1,07;

dan pada umur ≥ 85 tahun adalah 0,76 ( Lloyd dkk, 2009 ).

Di Indonesia, insiden stroke sebesar 51,6/100.000 penduduk.

Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dan profil usia di bawah

45 tahun: 11,8%, usia 45-64 tahun: 54,2% dan usia lebih dari 65 tahun: 33,5%.

Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut, yang berpotensi

menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara nasional

di kemudian hari ( Misbach, 2011 ).

Studi dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa

dibandingkan dengan etnis Kaukasia, etnis Asia memiliki prevalensi stroke

yang relatif lebih tinggi. Insiden stroke di Asia berada dalam rentang 182

hingga 342 per 100.000 populasi. Kejadian stroke di Asia juga diprediksi akan

meningkat dari tahun ke tahun dikarenakan dengan perubahan gaya hidup dan

peningkatan usia harapan hidup ( Taqui dkk,2007 ).

Menurut the World Health Organization (WHO), 15 juta orang

menderita stroke di seluruh dunia tiap tahun. Dari jumlah tersebut, 5 juta

meninggal dan yang 5 juta lainnya menderita cacat permanen. Insiden global

stroke sedikitnya mempunyai variasi dari bangsa ke bangsa, memberi kesan

bahwa pentingnya faktor genetik dan lingkungan, misalnya perbedaan dalam

memperoleh pelayanan kesehatan pada negara berkembang. Insiden stroke

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 30: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

10

berdasarkan usia berjumlah per 1000 orang pertahun untuk orang yang

berusia 55 tahun atau lebih telah dilaporkan berada dikisaran 4,2 sampai 6,5.

Insiden tertinggi dilaporkan pada Rusia, Ukraina dan Jepang ( Liebeskind,

2014 ).

II.1.3. Faktor Resiko

Faktor - faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan

sebagai berikut ( Sjahrir, 2003) :

1. Non modifiable risk factors :

a. Usia

b. Jenis kelamin

c. Keturunan / genetik

2. Modifiable risk factors :

a. Behavioral risk factors :

✓ Merokok

✓ Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol,

low fruit diet.

✓ Alkoholik

✓ Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia, anti platelet, dan obat

kontrasepsi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 31: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

11

b. Physiological risk factors

✓ hipertensi

✓ Penyakit jantung

✓ Diabetes mellitus

✓ Infeksi / lues

✓ Arthritis, traumatik , AIDS, Lupus

✓ Gangguan ginjal

✓ Kegemukan (obesitas)

✓ Polisitemia

✓ Viskositas darah meninggi dan penyakit perdarahan

✓ Kelainan anatomi pembuluh darah

✓ Dan lain-lain.

II.1.4. Patofisiologi

Pada stroke iskemik, berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan

hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi berantai yang

berakhir dengan kematian sel-sel otak dan unsur-unsur pendukungnya (

Misbach, 2007 ).

Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti

(core) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan

menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah

core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel-sel otak dan jaringan

pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsi-fungsinya dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 32: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

12

menyebabkan juga defisit neurologi. Tingkat iskemiknya makin ke perifer

makin ringan. Daerah penumbra iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu

daerah hiperemik akibat adanya aliran darah kolateral ( luxury perfusion area ).

Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik

akut supaya dapat direperfusi dan sel-sel otak berfungsi kembali.

Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi,

daerah penumbra dapat berangsur-angsur mengalami kematian (

Misbach,2007).

Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara

bertahap, yaitu (Sjahrir, 2003):

Tahap 1 :

a. Penurunan aliran darah

b. Pengurangan O2

c. Kegagalan energi

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion

Tahap 2 :

a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion

b. Spreading depression

Tahap 3 : Inflamasi

Tahap 4 : Apoptosis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 33: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

13

II.1.5. Klasifikasi

Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi

anatomi (lesi), stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah)

I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :

1. Stroke iskemik

a) Ischemic Attack (TIA)

b) Trombosis serebri

c) Emboli serebri

2. Stroke hemoragik

a) Perdarahan intraserebral

b) Perdarahan subaraknoid

II. Berdasarkan stadium :

1. TIA

2. Stroke in evolution

3. Completed stroke

III. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah) :

1. Tipe karotis

2. Tipe vertebrobasiler

IV.Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment ( TOAST) dan

Stroke Data Bank Classifications ( Sjahrir, 2003 ) :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 34: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

14

1. Aterosklerosis Arteri Besar

Gejala klinik dan penemuan imejing otak yang signifikan (>50%)

stenosis atau oklusi arteri besar arteri besar di otak atau cabang arteri di

korteks disebabkan oleh proses aterosklerosis. Gambaran computed

tomogragraphy ( CT ) sken kepala MRI menunjukkan adanya infark di

kortikal, serebellum, batang otak, atau subkortikal yang berdiameter lebih

dari 1,5 mm dan potensinya berasal dari aterosklerosis arteri besar.

2. Kardioembolisme

Oklusi arteri disebabkan oleh embolus dari jantung. Sumber embolus

dari jantung terdiri dari :

a) Resiko tinggi

- Prostetik katub mekanik

- Mitral stenosis dengan atrial fibrilasi

- Fibrilasi atrial ( other than lone atrial fibrillation )

- Sick sinus syndrome

- Miokard infark baru ( < 4 minggu )

- Thrombus ventrikel kiri

- Kardiomiopati dilatasi

- Segmen ventricular kiri akinetik

- Atrial myxoma

- Infeksi endokarditis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 35: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

15

b) Resiko sedang

- Prolapsus katub mitral

- Kalsifikasi annulus mitral

- Mitral stenosis tanpa fibrilasi atrial

- Turbulensi atrial kiri

- Aneurisma septal atrial

- Paten foramen ovale

- Atrial flutter

- Lone atrial fibrillation

- Katub kardiak bioprostetik

- Trombotik endokarditis non bacterial

- Gagal jantung kongestif

- Segmen ventrikuler kiri hipokinetik

- Miokard infark (> 4 minggu, < 6 bulan )

3. Oklusi Arteri Kecil

Sering disebut juga infark lakunar, dimana penderita harus mempunyai

satu gejala klinis sindrom lakunar dan tidak mempunyai gejala gangguan

disfungsi kortikal serebral. Penderita biasanya mempunyai gambaran CT

scan/MRI kepala normal atau infark lakunar dengan diameter < 1,5 mm di

daerah batang otak atau subkortikal

4.Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang menentukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 36: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

16

a. Non –aterosklerosis Vaskulopati

- Noninflamasi

- Inflamasi non infeksi

- Infeksi

a. Kelainan Hematologi atau Koagulasi

5. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Tidak Dapat Ditentukan

V. Klasifikasi menurut Bamford (1992)

1. Total Anterior Circulation Infarct ( TACI )

Penyebabnya adalah emboli kardiak atau trombus arteri ke arteri.

Gambaran klinis berupa hemiparesis dengan atau tanpa gangguan

sensorik (kontralateral sisi lesi),hemianopia (kontralateral sisi lesi), dan

gangguan fungsi luhur (disfasia, gangguan visuo-spatial, hemineglek,

agnosia, apraksia).

2. Partial Anterior Circulation Infarct ( PACI )

Gejala lebih terbatas pada daerah yang lebih kecil dari sirkulasi

serebral pada sistem karotis, yaitu defisit motorik/sensorik murni yang

kurang ekstensif dibanding infark lakunar ( hanya monoparesis-

monosensorik), gangguan fungsi luhur saja.

3. Lacunar Infarct ( LACI )

Disebabkan infark pada arteri kecil di dalam otak ( small deep

infarct ), dengan tanda-tanda klinis tidak ada defisit visual, gangguan

fungsi luhur dan gangguan fungsi batang otak, adanya defisit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 37: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

17

maksimum pada satu cabang arteri kecil ; dengan gejala dapat berupa

pure motor stroke (PMS), pure sensory stroke dan ataksik hemiparesis

(termasuk ataksia dan paresisi unilateral, dysarthria syndrome).

4. Posterior Circulation Infarct ( POCI )

Oklusi terjadi pada batang otak dan atau lobus oksipitalis ,

dengan gejala klinis berupa disfungsi saraf otak, satu atau lebih sisi

ipsilateral dan gangguan sensorik/motorik bilateral, gangguan gerakan

konjugat maya ( horizontal atau vertikal ),disfungsi serebelar tanpa

gangguan long-tract ipsilateral, isolated hemianopia atau buta kortikal

II.1.6. Pemeriksaan Diagnostik Pencitraan

Pemeriksaan pencitraan yang cepat dengan CT atau MRI

direkomendasikan untuk membedakan stroke iskemik dengan perdarahan

intrakranial ( AHA / ASA Class I, Level of evidence A ). Pemeriksaan CT scan

merupakan strategi utama yang efektif pada pencitraan pasien stroke akut

tetapi tidak sensitif untuk perdarahan lama. Secara umum, CT kurang sensitif

dibandingkan MRI, tetapi keduanya sama - sama spesifik untuk mendeteksi

adanya perdarahan atau tidak. Kriteria diagnostik pada pencitraan CT kepala

pada stroke akut yang menunjukkan perdarahan dijumpai adanya gambaran

hiperdens pada substansia alba atau grisea, dengan atau tanpa terkenanya

permukaan kortikal (Misbach, 2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 38: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

18

II.2. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis yang berkembang

cepat, yang disebabkan oleh kumpulan darah setempat pada parenkim otak

atau sistem ventrikular yang tidak disebabkan oleh trauma. (Sacco dkk, 2013)

Defenisi perdarahan intraserebral adalah kumpulan darah setempat

pada parenkim otak atau sistem ventrikel yang tidak disebabkan oleh trauma.

(Sacco dkk, 2013). Berdasarkan penyebab, perdarahan intraserebral dibagi

atas perdarahan intraserebral primer dan sekunder. Perdarahan intraserebral

primer (perdarahan intraserebral hipertensif) disebabkan oleh hipertensif

kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibat pecahnya

pembuluh darah otak. Sedangkan perdarahan sekunder (bukan hipertensif)

terjadi antara lain akibat anomali vaskuler kongenital, koagulopati, tumor otak,

vaskulopati non hipertensif (amiloid serebral), vaskulitis, moya - moya, post

stroke iskemik, obat anti koagulan (fibrinolitik atau simpatomimetik) (Misbach,

2011)

Defenisi perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan yang menuju

ruangan subarakhnoid (ruangan antara membran arakhnoid dan piameter

pada otak atau medulla spinalis) (Sacco dkk, 2013)

Perdarahan intraventrikular hanya ditujukan adanya darah didalam

sistem ventrikular, dan bertanggungjawab secara signifikan terhadap

morbiditas yang menyebabkan terbentuknya hidrosefalus obstruksi pada

banyak pasien. Perdarahan intraventrikular dapat dibagi menjadi primer atau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 39: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

19

sekunder, perdarahan primer lebih sedikit daripada yang sekunder.

Perdarahan intraventrikular primer ditujukan untuk dominan ditemukannya

darah pada ventrikel, dengan sedikit darah pada beberapa parenkim.

Perdarahan intraventrikular sekunder ditujukan untuk adanya perdarahan

besar pada komponen ekstraventrikular (misalnya parenkim, atau

subaraknoid) dengan perluasan sekunder menuju ventrikel. Perdarahan

intraventrikular sekunder pada orang dewasa biasanya hasil dari perdarahan

intraserebral (khususnya perdarahan basal ganglia akibat hipertensi) atau

perdarahan subaraknoid yang meluas ke ventrikel. (Gaillard dkk, 2005).

Perdarahan intraventrikular adalah komplikasi dari perdarahan pada parenkim

intraserebral dan subaraknoid yang sering terjadi (Arboix dkk, 2012).

Perdarahan inraventrikular primer yang pertama kali didefenisikan

oleh Sanders dan diartikan sebagai perdarahan pada sistem ventrikular tanpa

melibatkan komponen parenkim atau timbul di dalam sekitar 15 mm dari

dinding ventrikel (Srivastava dkk, 2014).

II.2.1. Epidemiologi

Perdarahan otak merupakan penyebab stroke kedua terbanyak setelah

infark otak, yaitu 20 - 30% dari semua stroke di Jepang dan Cina. Sedangkan

di Asia Tenggara (ASEAN), pada penelitian stroke oleh Misbach (1997)

menunjukkan stroke perdarahan 26%, terdiri dari lobus 10%, ganglionik 9%,

serebellar 1%, batang otak 2% dan perdarahan subaraknoid 4% (Misbach,

2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 40: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

20

Tiap tahun di Amerika Serikat, sekitar 795.000 orang yang baru

mengalami stroke atau stroke rekuren. Dari jumlah tersebut , sekitar 610.000

yang mengalami serangan pertama kali, dan 185.000 yang mengalami stroke

rekuren. Pada studi epidemiologik menemukan bahwa sekitar 87% stroke di

Amerika Serikat adalah iskemik, 10% adalah akibat perdarahan intraserebral,

dan 3% lainnya adalah akibat perdarahan subaraknoid (Liebeskind, 2014)

Menurut the World Health Organization (WHO), 15 juta orang

menderita stroke di seluruh dunia tiap tahun. Dari jumlah tersebut, 5 juta

meninggal dan yang 5 juta lainnya menderita cacat permanen. Insiden global

stroke sedikitnya mempunyai variasi dari bangsa ke bangsa, memberi kesan

bahwa pentingnya faktor genetik dan lingkungan, misalnya perbedaan dalam

memperoleh pelayanan kesehatan pada negara berkembang. Insiden stroke

berdasarkan usia berjumlah per 1000 orang pertahun untuk orang yang

berusia 55 tahun atau lebih telah dilaporkan berada dikisaran 4,2 sampai 6,5.

Insiden tertinggi dilaporkan pada Rusia, Ukraina dan Jepang (Liebeskind,

2014).

Tekanan darah merupakan faktor yang berkontribusi terjadinya lebih

dari 12,7 juta stroke setiap tahun di seluruh dunia. Insidennya terbesar

diantara orang tua dan orang Afrika dan lumayan pada orang Asia. Seluruh

insiden pada stroke hemoragik yang baru atau rekuren pada Amerika Serikat

adalah 795.000 orang pertahun. Paling banyak terjadi adalah stroke yang

baru (sekitar 610.000). Pada tahun 2000, stroke berjumlah 7% dari seluruh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 41: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

21

kematian di Kanada. Umumnya, ICH berjumlah sekitar 10% dari seluruh stroke

dan berkaitan dengan 50% dari sejumlah kasus fatal. Sejak 1980, insiden

hipertensi pada ICH telah turun, menunjukkan peningkatan kontrol tekanan

darah pada populasi. (Magistris dkk, 2013)

Setiap tahun, perdarahan intraserebral di Amerika Serikat mengenai

sekitar 12 - 15 per 100.000 individu, perdarahan akibat hipertensi per 100.000

individu usia lanjut. Di negara Asia memiliki insiden perdarahan intraserebral

tertinggi dibandingkan wilayah lain didunia. Setiap tahun, lebih dari 20.000

individu di Amerika Serikat yang meninggal akibat perdarahan intaserebral.

Perdarahan intraserebral memiliki mortalitas hari ke - 30 berjumlah 44%.

Perdarahan intraserebral pada pons atau daerah brainstem lainnya memiliki

mortalitas berjumlah 75% pada 24 jam. Insiden perdarahan intraserebral

meningkat pada individu usia lebih tua dari 55 tahun dan berlipat setiap

dekade sampai usia 80 tahun (Liebeskind, 2013).

Perdarahan intraventrikular timbul pada 12% sampai 45% pasien

dengan ICH. Juga dapat timbul independen dengan ICH tanpa signifikan

keterlibatan komponen parenkim. Mortalitas untuk IVH berkisar antara 45%

sampai 80%.Penyebab tersering dari IVH adalah ICH spontan. Sekitar 40%

pasien dengan ICH primer mengalami IVH. Total insiden pertahun dari IVH

pada Amerika Serikat berkisar 22.000 orang dewasa pertahun. Perdarahan

intraventrikular terkait dengan sekitar 15% dari 700.000 stroke yang timbul di

Amerika Serikat setiap tahun (Nyquist, 2010).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 42: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

22

Perdarahan intraventrikular primer sangat jarang terjadi, yang pertama

kali ditemukan oleh Sanders pada tahun 1881. Insiden perdarahan ventrikular

primer pada pasien dengan ICH tercatat sekitar 3 - 7%. Pada penelitian yang

dilakukan oleh Hameed dkk tahun 2005, didapati perdarahan intraventrikular

berjumlah sekitar 2% kasusnya pada perdarahan intraserebral spontan.

(Hameed dkk, 2005). Perdarahan intraventrikular (IVH) sekunder akibat

perdarahan intraserebral spontan menghasilkan kematian 32% pada 43%

kasus dan outcome fungsionalnya buruk pada kebanyakan yang bertahan

hidup (Morgan dkk, 2014).

Perdarahan subaraknoid (SAH) relatif kecil jumlahnya (< 0,01% dari

populasi di USA) sedangkan di ASEAN 4% (hospital based) dan di Indonesia

4,2% (hospital based). Meskipun demikian angka mortalitas dan disabilitas

sangat tinggi , yaitu hingga 80% (USA) (Misbach, 2011)

Perdarahan subaraknoid berjumlah hanya sekitar 5% dari stroke, tetapi

timbul juga pada usia muda. Insiden perdarahan subaraknoid dinilai terlalu

tinggi hingga pencitraan otak disetujui untuk membedakan antara perdarahan

subaraknoid dan intraserebral. Pada kebanyakan populasi insidennya adalah 6

- 7 per 100.000 orang pertahun (setelah jumlahnya disesuaikan dengan

standar usia), tetapi sekitar 20 per 100.000 ditemukan pada Finlandia dan

Jepang. Demikian, pada praktek dokter umum yang full - time dengan 2000

pasien yang dijumpai, rata - rata, satu pasien yang berusia lebih muda dari 55

tahun akan mengalami perdarahan subaraknoid. Pecahnya aneurisma adalah

penyebab pada 85% pasien (Gijn dkk, 2007).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 43: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

23

II.2.2. Klasifikasi

Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya atas

: perdarahan intraserebral dan perdarahan subaraknoid. Sedangkan

berdasarkan penyebab, perdarahan intraserebral dibagi atas perdarahan

intraserebral primer dan sekunder ( Misbach, 2011).

II.2.3. Etiologi

Perdarahan intraserebral primer (perdarahan intraserebral hipertensif)

disebabkan oleh hipertensif kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral

dengan akibat pecahnya pembuluh darah otak. Sedangkan perdarahan

sekunder (bukan hipertensif) terjadi antara lain akibat anomali vaskuler

kongenital, koagulopati, tumor otak, vaskulopati non hipertensif (amiloid

serebral), vaskulitis, moya - moya, post stroke iskemik, obat anti koagulan

(fibrinolitik atau simpatomimetik). Diperkirakan hampir 50% penyebab

perdarahan intraserebral adalah hipertensif kronik, 25% karena anomali

kongenital dan sisanya penyebab lain (Misbach, 2011)

Pada perdarahan intraserebral, pembuluh darah yang pecah terdapat

didalam otak atau pada massa otak, sedangkan pada perdarahan

subaraknoid, pembuluh darah yang pecah terdapat pada subaraknoid,

disekitar sirkulus arteriosus Willisi. Pecahnya pembuluh darah disebabkan oleh

kerusakan dinding arteri (arteriosklerosis), atau karena kelainan kongenital

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 44: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

24

misalnya malformasi arteri - vena, infeksi (sifilis), dan trauma (Misbach,

2011).

Perdarahan subaraknoid terjadi karena pecahnya aneurisme sakuler

pada 80% kasus non traumatik. Aneurisma sakuler ini merupakan proses

degenerasi vaskuler yang didapat (acquired) akibat proses hemodinamika

pada bifurkasio pembuluh darah arteri otak. Terutama di daerah sirkulus

Willisi, yang sering di arteri komunikans anterior, arteri serebri media (dekat

pangkalnya), arteri serebri anterior, dan arteri komunikans posterior. Penyebab

lain adalah aneurisma fusiform / aterosklerosis pembuluh arteri basilaris,

aneurisma mikotik dan traumatik selain AVM. Perdarahan ini dapat juga

disebabkan oleh trauma (tanpa aneurisma), arteritis, neoplasma dan

penggunaan kokain berlebihan. (Misbach, 2011)

Perdarahan intraventrikular primer jarang terjadi dan berjumlah sekitar

3% dari seluruh perdarahan intrakranial spontan. Hipertensi yang umumnya

berkaitan dengan faktor resiko, tetapi dapat juga timbul akibat arteriovenous

malformation (AVM), aneurysms, moyamoya disease (MMD), koagulopati, dan

arteriovenous fistula (Srivastava dkk, 2014)

Etiologi lain yang mendasari perdarahan intraventrikular diantaranya

adalah anomali pembuluh darah serebral, malformasi pembuluh darah

termasuk angioma kavernosa dan aneurisma serebri yang merupakan

penyebab tersering pada usia muda. Pada orang dewasa, perdarahan

intraventrikular disebabkan karena adanya penyebaran perdarahan akibat

hipertensi primer dari struktur periventrikel. Perdarahan intraventrikular juga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 45: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

25

dapat terjadi pada trauma dan tumor yang biasanya melibatkan pleksus

koroideus (Hinson dkk , 2010)

Penyebab perdarahan intraventrikular sekunder termasuk perdarahan

intraserebral (misalnya hipertensive hemorrhage, khususnya perdarahan pada

basal ganglia (tersering) dan perdarahan subaraknoid (Gaillard dkk, 2005).

II.2.4. Patofisiologi

Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya

mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling

sering terjadi didaerah subkortikal, serebellum, pons, dan batang otak.

Perdarahan di daerah korteks lebih sering disebabkan oleh sebab lain

misalnya tumor otak yang berdarah, malformasi pembuluh darah otak yang

pecah, atau penyakit pada dinding pembuluh darah otak primer, tetapi dapat

juga akibat hipertensi maligna dengan frekuensi yang lebih kecil daripada

perdarahan subkortikal (Misbach, 2011)

Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 -

400 mikrometer mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah

tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma

tipe Bouchard. Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat

berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besar akan merusak

struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik. Sedangkan pada

perdarahan yang luas terjadi dekstruksi massa otak, peninggian tekanan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 46: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

26

intrakranial dan lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks

serebri atau lewat foramen magnum (Misbach, 2011).

Kematian dapat disebabkan karena kompresi batang otak, hemisfer

otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke

batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada 1/3 kasus

perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons. Selain kerusakan

parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan

mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial yang menyebabkan

menurunnya perfusi otak serta terganggunya drainase otak. (Misbach, 2011).

Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume

darah lebih dari 60 cc maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan

dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan

serebellar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan

kematian sebesar 75%, tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah

berakibat fatal (Misbach, 2011)

Perdarahan subaraknoid paling sering disebabkan karena trauma dan

khususnya timbul berdekatan dengan area tulang yang menonjol, misalnya

pada ujung temporal dan frontal. Perdarahan subaraknoid dapat juga

diakibatkan ruptur aneurisma serebral. Aneurisma biasanya berlokasi pada

daerah cabang yang mudah pecah pada sirkulus Willisi yang disebabkan

karena dinding pembuluh darah yang lemah. Kebanyakan lokasi

pembentukan dan rupturnya aneurisma adalah berlokasi pada arteri

communicating anterior dan posterior. Hipertensi kronis yang tidak terkontrol,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 47: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

27

merokok, dan riwayat keluarga menderita aneurisma merupakan faktor resiko

untuk pembentukan dan rupturnya aneurisma. Pada 10% sampai 20% kasus

perdarahan subaraknoid timbul spontan, non traumatik, yang tidak ada

penyebabnya ditemukan berdasarkan serial angiography. Prognosis pada

pasien tersebut secara spesifik baik. (Moheet dkk, 2014 )

Perdarahan intraventrikular primer terbatas pada sistem ventrikular,

yang timbul dari sumbernya di intraventrikuler atau suatu lesi yang dekat

dengan ventrikel. Misalnya termasuk trauma intraventrikular, aneurisma,

malformasi vaskular, dan tumor, biasanya melibatkan pleksus koroideus.

Sekitar 70% perdarahan intraventrikular adalah sekunder, perdarahan

intraventrikular sekunder mungkin timbul akibat perluasan dari perdarahan

intraparenkim atau subaraknoid yang menuju sistem ventrikel. Faktor resiko

untuk perdarahan intraventrikel termasuk usia tua, volume dasar ICH yang

tinggi, nilai mean arterial pressure lebih besar dari 120 mmHg, dan lokasi

perdarahan intraserebral primer. Dalam struktur subkortikal cenderung lebih

beresiko untuk terjadinya perdarahan intraventrikel; lokasi yang sering terjadi

termasuk putamen ( 35% - 50%), lobus (30%), thalamus (10%-15%), pons (5%

- 12%), dan serebellum (5%) (Hinson dkk, 2010).

Sistem ventrikular serebral menyediakan low pressure pathway yang

berfungsi untuk pergerakan cairan serebrospinal. Sistem ini sering rusak

akibat darah masuk pada saat mendekati tekanan sistolik melalui dinding arteri

yang rusak, membentuk perdarahan spontan intraserebral yang dapat

merusak jaringan otak. Perdarahan otak dapat timbul akibat defek pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 48: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

28

pembuluh darah, misalnya aneurisma, malformasi arteri - vena atau

mikroaneurisma pembuluh darah kecil, profil koagulasi, atau terjadinya

peningkatan tekanan darah yang menyebabkan timbulnya perdarahan. Jadi,

banyak penyakit yang berbeda, misalnya trauma, tumor, dan peningkatan

tekanan darah dapat menyebabkan penumpukan darah dan memungkinkan

timbulnya penyumbatan atau obstruksi pada ruangan intraventrikular.

Perdarahan pada daerah intrakranial dalam yang dekat dengan ventrikel

memudahkan rupturnya intraventrikular secara dini dan merusak regulasi

normal tekanan didalam ruangan kranial, ketika lokasi perdarahan lebih jauh

dari ventrikel memungkinkan terjadinya akumulasi gumpalan darah sebelum

tekanan mekanik dan ukuran perdarahan mengakibatkan terjadinya ruptur

yang kemudian menuju ke ventrikel. Ruptur sering berkaitan dengan timbulnya

penurunan kesadaran yang dapat diketahui secara klinis dan sering berkaitan

dengan timbulnya kematian (Hanley, 2009).

II.2.5. Gambaran Klinis

Onset ICH dan IVH dapat bersamaan terjadinya. Gejala awalnya

termasuk sakit kepala, hemiparese, gangguan status kesadaran, dan koma.

Gejala lain yang jarang termasuk mual dan muntah, gangguan penglihatan,

dan diplopia. Awalnya, pasien mungkin secara klinis stabil dengan hanya

dijumpai gejala ringan sampai sedang. Namun, setelah fase awal tersebut,

pasien sering mengalami kondisi yang kritis yang berakhir dengan koma dan

kematian. Ditemukan peningkatan tekanan intrakranial yang cepat yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 49: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

29

berkaitan dengan edema serebral yang dapat menyebabkan herniasi. Tekanan

darah biasanya meningkat karena dijumpai hipertensi essensial yang tidak

terkontrol. Pasien dengan lesi supratentorial akan dijumpai hemiparese

kontralateral terhadap lesi perdarahan. Pasien tersebut dengan lesi

infratentorial lebih berbahaya kondisinya yang berlanjut menuju kematian otak

secara klinis yang cepat (Nyquist, 2010).

Gejala perdarahan subaraknoid sangat khas dengan nyeri kepala yang

sangat hebat dan mendadak pada saat awitan (onset) penyakit, dan muntah -

muntah. Darah yang masuk ke ruang subaraknoid dapat menyebabkan

komplikasi hidrosefalus karena gangguan absorbsi cairan otak di granulatio

Pacchioni. Perdarahan subaraknoid sering bersifat residif selama 24 - 72 jam

pertama, dan dapat menimbulkan vasospasme serebral hebat disertai infark

otak (Misbach, 2011).

Gambaran klinis dari perdarahan intraventrikular (dilihat dari

penyebabnya) mirip dengan perdarahan subaraknoid. Pasien mengalami nyeri

kepala hebat yang onsetnya tiba - tiba. Perdarahan besar dapat menyebabkan

kehilangan kesadaran, kejang, dan kompresi batang otak dengan kegagalan

fungsi kardiorespirasi (Gaillard dkk, 2005).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 50: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

30

II.2.6. Prognosis

Perdarahan intraserebral spontan, non traumatik ditemukan sekitar 8 -

15 % dari seluruh kasus stroke. Mortalitas 30 hari pada kasus perdarahan

intraserebral antara 35 - 52 %, setengah dari kematian yang timbul pada 48

jam pertama. Prognosisnya tergantung lokasi ICH (supratentorial versus

infratentorial), ukuran hematom, ditemukan dan volume perdarahan

intraventrikular, tingkat kesadaran pasien pada waktu datang (diukur dengan

skala GCS), umur pasien dan berkaitan dengan patologi (Ghelmez dkk,

2013).

Perdarahan intraventrikel spontan atau sekunder merupakan penanda

prognosis yang buruk untuk stroke hemoragik. Dapat menyebabkan

hidrosefalus yang memerlukan penempatan ventricular shunt, dan yang dapat

menghasilkan defisit neurologis yang permanen atau kematian (Bhattathiri dkk,

2006).

Prognosis perdarahan intraventrikular dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Beberapa studi sebelumnya menemukan bahwa dilatasi ventrikel,

volume perdarahan intraventrikular dan peningkatan tekanan intrakranial

adalah indikator outcome buruk pada pasien dengan IVH (Idris dkk, 2014).

II.2.7. Komplikasi

Hidrosefalus adalah komplikasi dari perdarahan intraventrikuler yang

tersering dan kemungkinan disebabkan obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal

atau gangguan absorbsinya di meningeal. Obstruksi cairan serebrospinal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 51: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

31

dapat menyebabkan obstruksi hidrosefalus, yang dapat meningkatkan tekanan

intrakranial, menghasilkan gangguan global. Kejang merupakan komplikasi

tersering akibat perdarahan intraserebral dan dapat menjadi gejala. Sekitar 50-

70% kejang yang timbul dalam 24 jam pertama, dan 90% pada tiga hari

pertama (Balami dkk, 2012).

II.3. Terapi Oksigen

Sebagian besar reaksi biokimia tubuh bergantung pada ketersediaan

oksigen. Suplai oksigen ke jaringan bergantung dari banyak faktor seperti

ventilasi, difusi melewati membran alveolar capillary, hemoglobin, cardiac

output, dan perfusi jaringan. Terapi oksigen diperlukan jika terjadi kegagalan

nafas pada banyak kondisi seperti asma berat, bronkitis kronik, pneumonia,

dan juga pada kasus-kasus neurologi terutama pada pasien tidak sadar. Untuk

itu perlu dilakukan upaya memenuhi kebutuhan oksigen dengan cara terapi

oksigen. Jumlah oksigen yang dibutuhkan bergantung kepada mekanisme

hipoksemia pada pasien ( Bustami dkk, 2012 ).

Tipe oxygen delivery device bergantung pada jumlah oksigen yang

diperlukan, pemilihan dokter dan pasien, serta efek samping potensial dari

berbagai konsentrasi oksigen. Agar terapi oksigen berjalan efektif dan tidak

terjadi efek samping, maka diperlukan tatalaksana yang sesuai ( Bustami dkk,

2012 ).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 52: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

32

II.3.1. Sistem Respirasi

Sistem respirasi berhubungan dengan hantaran oksigen ke jaringan dan

pembuangan karbondioksida dari sel-sel tubuh dan menjaga keseimbangan

asam-basa dalam tubuh. Suplai oksigen dan pembuangan karbondioksida

bergantung pada fungsi optimal dari sistem respirasi seperti dinding dada dan

otot-otot pernafasan, jalan nafas dan paru-paru, susunan saraf pusat

(termasuk pusat pernafasan di medulla), medulla spinalis, dan sistem

endokrin. Gangguan pada salah satu sistem ini dapat mengakibatkan

terjadinya gagal nafas .Terdapat 5 (lima) hal penting yang berperan dalam

sistem respirasi, yaitu (Bustami dkk,2012)

1.Kontrol respirasi

Trigger pernafasan ini sangat bergantung dari stimulasi yaitu ketersediaan

karbondioksida yang akan melepaskan ion hidrogen. Ion hidrogen ini akan

menstimulasi pusat pernafasn yang terletak di medulla oblongata. Pada

penyakit tertentu seperti stroke di medulla oblongata. Henti nafas dapat terjadi.

Proses patologis intraserebral tahap lanjut juga dapat menyebabkan gangguan

pada pusat pernafasan.

2.Struktur anatomi

Otot pernafasan ( diafragma dan otot interkostalis ) sangat berperan

penting dalam menciptakan tekanan negatif yang terjadi dalam proses

inspirasi. Kelemahan otot pernafasan dapat disebabkan karena gangguan

pada nervus frenikus misalnya pada trauma medulla spinalis segmen servikal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 53: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

33

2-5 atau gangguan radiks medulla spinalis atau dapat juga disebabkan oleh

penyakit neuromuskular seperti miastenia gravis dan sindrom Guillain Barre.

3.Ventilasi paru

Jalan nafas merupakan komponen yang sangat berperan dalam proses

pernafasan. Pada sumbatan jalan nafas akan terjadi gangguan pertukaran gas

di alveoli. Gangguan atau proses patologis di alveoli seperti tuberkulosis paru

akan mengganggu ventilasi paru.

4. Transportasi gas

Oksigen yang sampai ke paru akan dibawa ke seluruh jaringan. Agar

hambatan oksigen optimal maka diperlukan aliran darah yang memadai ke

otak, jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah, jumlah eritrosit, dan

jumlah oksigen dalam arteri (DO2 serebral CBF x Hb x SaO2 x 10

5. Pertukaran gas

Setelah sampai di jaringan maka terjadilah pernafasan di tingkat selular.

Pada keadaan gangguan sel seperti pada keracunan sianida terjadi gangguan

pernafasan jaringan.

II.3.2. Pusat Kontrol Pernapasan ( Respiratory control centers )

Sel saraf pengontrol pernapasan terletak berpencar di beberapa level,

yaitu di batang otak ( pons dan medulla oblongata ) serta di korteks. Sentrum

pernapasan yang terdapat pada medulla oblongata berperan untuk

pernapasan spontan ( involuntary ). Sentrum pernapasan yang terdapat pada

pons berupa apneustic center dan pneumotaxic center. Apneustic center

bekerja melalui mekanisme penghambatan inspirasi sedangkan pneumotaxic

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 54: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

34

center mengatur pola pernapasan berdasarkan stimuli hipoksia, stimuli

hiperkapnia, dan stimuli inflasi paru. Sentrum pernapasan yang terdapat di

korteks berperan untuk pernapasan yang voluntary (disadari) disebut juga

sebagai behaviour related control of breathing (Djojodibroto, 2009).

II.3.3. GAGAL NAFAS

Selama kegagalan pernafasan, terjadi ketidakmampuan menjaga gas

darah arteri dalam batas normal, sedangkan tekanan parsial oksigen biasanya

di bawah 60 mmHg dengan atau tanpa tekanan parsial karbondioksida di atas

49 mmHg di darah arteri ( Bustami dkk,2012 ).

II.3.3.1 Tipe Gagal Nafas

Gagal nafas bisa bersifat akut atau kronik. Gagal nafas akut terjadi

mendadak atau perlahan jika paru-paru sudah sakit sebelumnya, sedangkan

gagal nafas kronikterjadi perlahan akibat underlying penyakit paru. Gagal

nafas juga dapat terjadi meskipun paru-paru normal misalnya pada gangguan

sistem saraf, dinding dada, atau jalan nafas bagisn atas. Pertukaran gas yang

tidak adekuat yang menyebabkan hipoksemia dan hiperkarbia disebut gagal

nafas tipe 1, sedangkan ventilasi yang tidak adekuat yang menyebabkan

hipoksemia dan hiperkarbia disebut gagal nafas tipe 2 (Bustami dkk,2012).

• Gagal nafas tipe 1

Disebut gagal nafas hipoksemik. Pada keadaan ini terjadi kegagalan

oksigenasi jaringan. PaO2 < 60 mmHg sementara PCO2 normal atau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 55: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

35

rendah. Penyebab yang sering adalah kondisi infeksi, pneumonia,

edema paru, dan ARDS.

• Gagal nafas tipe 2

Disebut gagal nafas hiperkapnia (peningkatan karbondioksida) atau

kegagalan pompa respirasi. Ventilasi alveolar tidak cukup untuk

mengekskresi karbondioksida disertai dengan hipoksemia. PCO2 > 45

mmHg. Penyebab yang sering adalah COPD (chronic obstructive

pulmonary disease), asma bronkial, penyakit neuromuskular, deformitas

dinding dada, overdosis obat, dan trauma dada (Tabel 1).

II.3.3.2. Manajemen

Tujuan terapi pada gagal nafas adalah untuk mencapai dan

mempertahankan pertukaran gas yang adekuat dan mengembalikan proses

pemicu yang menyebabkan kegagalan tersebut. Pada gagal nafas tipe 1,

konsentrasi oksigen tinggi diberikan untuk mengoreksi hipoksemia. Harus

ditentukan apakah keadaan hipoksemia tersebut dapat diperbaiki hanya

dengan terapi oksigen, atau memerlukan intervensi oksigen dan ventilatori.

Keputusan dibuat atas ada atau tidaknya hiperkapnia dan penyakit paru.

Pasien dengan ARDS tidak membaik bila hanya diberikan terapi oksigen, perlu

juga diberikan ventilasi mekanik ( PEEP- positive end expiratory pressure ).

Pada gagal nafas tipe 2 dengan paru yang normal sebelumnya, terdapat

ventilasi alveolar yang tidak adekuat, sehingga pada pasien ini diperlukan

ventilasi tambahan ( ventilatory assistance ). Pada pasien dengan penyakit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 56: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

36

paru sebelumnya seperti pada COPD eksaserbasi akut, kontrol terapi oksigen

diperlukan. Ventilasi mekanik harus dihindari pada pasien dengan COPD

karena weaning sulit dilakukan (Bustami dkk,2012).

II.3.4. HIPOKSIA DAN HIPOKSEMIA

Kedua istilah ini sering tertukar satu sama lainnya. Hipoksia adalah

kurangnya kadar oksigen pada tingkat selular, ambilan dan pemakaian

oksigen selular yang tidak adekuat, penurunan oksigen untuk pernafasan

jaringan, atau tekanan oksigen di tingkat selular yang tidak adekuat.

Sedangkan, hipoksemia adalah penurunan tekanan parsial oksigen darah

arteri ( normal 85-100 mmHg ), defisiensi oksigen relatif dalam arteri, atau

penurunan konsentrasi oksigen dalam arteri ( Bustami dkk,2012 ).

Pada hipoksemia akan terjadi respon fisiologis pada sistem respirasi,

kardiovaskular, dan hematologi. Pada sistem repirasi akan terjadi peningkatan

ventilasi sehingga PaO2 akan meningkat, namun apabila hal ini dibiarkan akan

terjadi peningkatan kerja otot pernafasan dan pada tingkatan tertentu akan

berakibat kelelahan otot pernapasan. Pada sistem kardiovaskular dapat

berefek peningjkatan denyut jantung dan volume cardiac output, dan dapat

juga terjadi vasokonstriksi pembuluh darah pulmoner. Kompensasi pada

sistem ini akan berdampak membaiknya ventilatory-perfusion matching,

meningkatnya PaO2 ,dan hantaran oksigen. Namun, pada proses lanjut akan

mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan arteri pulmoner. Pada sistem

hematologi akan terjadi peningkatan eritropoetin dan menaikkan konsentrasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 57: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

37

hemoglobin,sehingga akan berefek peningkatan kapasitas pembawa oksigen.

Namun, pada tahap lanjut akan berakibat peningkatan kerja jantung. Hipoksia

akan berdampak terjadinya kegagalan metabolisme di tingkat selular di

jaringan yang menyebabkan kekurangan ATP dan dihasilkannya laktat

sebagai hasil metabolisme anaerobik (Bustami dkk, 2012).

Tabel 1. Penyebab Gagal Nafas Akut

A. Defek Ventilasi - Depresi pusat pernafasan

• Obat-obatan : narkotika, anestesi, sedatif

• Infark serebri

• Cedera kepala - Penyakit neuromuskular

• Miastenia gravis

• Sindrom Guillain Barre

• Cedera kepala atau medulla spinalis

• Polio, porfiria, botulisme - Obstruksi jalan nafas

• Penyakit paru obstruktif kronik

• Asma berat akut - Defek restriktif

• Penyakit paru interstisial

• Kifoskoliosis, ankylosing spondylitis

• Kelumpuhan difragma bilateral

• Obesitas berat B. Gangguan Difusi dan Pertukaran Gas - Edema paru - ARDS - Tromboemboli paru - Fibrosis paru C. Abnormalitasi Ventilasi-Perfusi - COPD - Fibrosis paru - ARDS - Tromboemboli paru

Dikutip dari : Bustami, M., Retnaningsih., Jannis, J., Sobaryati., Musridharta, E., et al. 2012. Advanced Neuro critical Care Support. Indonesia Neurological Association. Jakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 58: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

38

Pada hipoksemia akan terjadi respon fisiologis pada sistem respirasi,

kardiovaskular, dan hematologi. Pada sistem repirasi akan terjadi peningkatan

ventilasi sehingga PaO2 akan meningkat, namun apabila hal ini dibiarkan akan

terjadi peningkatan kerja otot pernafasan dan pada tingkatan tertentu akan

berakibat kelelahan otot pernapasan. Pada sistem kardiovaskular dapat

berefek peningjkatan denyut jantung dan volume cardiac output, dan dapat

juga terjadi vasokonstriksi pembuluh darah pulmoner. Kompensasi pada

sistem ini akan berdampak membaiknya ventilatory-perfusion matching,

meningkatnya PaO2 ,dan hantaran oksigen. Namun, pada proses lanjut akan

mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan arteri pulmoner. Pada sistem

hematologi akan terjadi peningkatan eritropoetin dan menaikkan konsentrasi

hemoglobin,sehingga akan berefek peningkatan kapasitas pembawa oksigen.

Namun, pada tahap lanjut akan berakibat peningkatan kerja jantung. Hipoksia

akan berdampak terjadinya kegagalan metabolisme di tingkat selular di

jaringan yang menyebabkan kekurangan ATP dan dihasilkannya laktat

sebagai hasil metabolisme anaerobik (Bustami dkk, 2012).

Gambaran umum terjadinya hipoksemia antara lain gelisah, palpitasi,

berkeringat, gangguan kesadaran, nyeri kepala, konfusi/bingung, dan sianosis.

Tekanan darah dapat meningkat, namun akan turun seiring dengan

memberatnya keadaan hipoksemia. Hiperkapnia menyertai hipoksemia.

Hiperkapnia menyertai hipoksemia bila terdapat hipoventilasi. Pada gagal

nafas akut dibutuhkan konsentrasi oksigen yang tinggi pada saat awal untuk

mengoreksi keadaan hipoksemia untuk mencegah kerusakan organ. Tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 59: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

39

hanya memperbaiki PaO2, namun hantaran oksigen ke jaringan dan alat yang

sesuai juga penting (Bustami dkk,2012).

Hipoksia pada umumnya terjadi setelah stroke dan bisa berdampak

merugikan secara signifikan terhadap stroke iskemik (Shulter, 2000). Hipoksia

sangat mungkin terjadi pada saat pasien cenderung tidak diamati secara

intensif, misalnya saat dilakukan pemeriksaan Head CT Scan, saat

perpindahan dari IGD ke bangsal, dan pada malam hari ( Rowat dkk, 2006 ).

Di unit stroke akut, saturasi oksigen dinilai setiap 6 jam, 52% pasien

stroke dengan saturasi oksigen normal di siang hari mengalami enam menit

atau lebih mengalami hipoksia di malam hari berdasarkan analisa continuous

pulse oxymetry, 23% mengalami hipoksia selama lebih dari 30 menit, dan

15% selama lebih dari 1 jam ( Roffe dkk, 2003 ).

Walaupun continuous pulse oxymetry tersedia di sebagian besar unit

stroke, namun ditandai dengan bunyinya alarm palsu yang disebabkan

pergeseran posisi jari. Pengobatan hipoksia segera dan efektif mungkin

merupakan salah satu alasan mengapa pasien yang dirawat di unit stroke

memperoleh hasil yang lebih baik. Pasien kemungkinan besar menerima

oksigen daripada di bangsal ( Indredavik dkk, 1999).

Terapi oksigen yang diberikan selama beberapa hari pertama setelah

stroke memperoleh hasil yang baik ( Roffe dkk, 2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 60: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

40

II.3.4.1. Jenis Hipoksia

1. Hipoksia hipoksik

hal ini terjadi akibat rendahnya tekanan oksigen arteri ( PaO2) yang

diakibatkan oleh konsentrasi oksigen onspirasi yang rendah ( FiO2 < 21%) atau

pada tempat dengan tekanan barometer yang rendah seperti berada pada

ketinggian.Selain itu juga dapat akibat gangguan ventilasi akibat kelemahan

otot-otot pernafasan atau overdosis narkotik atau akibat gangguan oksigenasi

akibat fibrosis paru atau ARDS.

2. Hipoksia sirkulatorik

Terjadi akibat pemompaan darah ke jaringan tidak adekuat disebabkan

penurunan output jantung seperti pada infark miokard, volume cairan rendah,

hipotensi atau suplai arteri jelek. Ini merupakan alasan pada setiap pasien

infark miokard akut hendaklah diberikan oksigen.

3. Hipoksia hemik

Hal ini terjadi akibat penurunan kapasitas pembawa oksigen seperti

pada anemia atau keracunan karbon monoksida ( CO ).

4. Hipoksia demand

Akibat peningkatan konsumsi oksigen jaringan pada keadaan status

hipermetabolik seperti demam.

5. Hipoksia histotoksik

Hipoksia jenis ini akibat pemakaian oksigen abnormal sepertipada

keracunan sianida.(Bustami dkk,2012).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 61: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

41

II.3.5. Definisi Terapi Oksigen

Definisi terapi oksigen adalah usaha untuk meningkatkan fraksi

konsentrasi oksigen yang di inspirasi ( FiO2 ) oleh pasien dengan

menggunakan berbagai oxygen deliver device yang terhubung dengan oksigen

medis. Oksigen dapat diberikan dengan dilembabkan (humidity) terlebih

dahulu ataupun tidak ( Bustami dkk,2012 ).

II.3.6. Indikasi

1. PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90%

2. Hipoksemia

3. Kondisi hipermetabolik seperti MCI akut, stroke akut, dan trauma berat

4. Meningkatnya kerja pernafasan

5. Meningkatnya kerja otot jantung

6. Hipertensi pulmoner

Oksigen dapat diberikan dengan konsentrasi tinggi ataupun rendah

pada kondisi yang berhubungan dengan hipoksemia. Pada COPD terdapat

risiko hiperkarbia, harus digunakan konsentrasi rendah. Pada kondisi paru

akut ( tanpa underlying penyakit paru kronik ) seperti emboli paru, pneumonia,

tension pneumotoraks, asma berat akut, edema paru, dan infark miokard

dapat diberikan konsentrasi oksigen yang tinggi. Sama halnya dengan

fibrosing alveolitis, pada keadaan ini tidak terdapat retensi CO2 , konsentrasi

tinggi dapat diberikan karena tidak adanya bahaya menginduksi hipoventilasi.

Menjaga PaO2 > 60 mmHg memberikan saturasi O2 90%. Selama eksaserbasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 62: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

42

akut COPD, dorongan (drive) kemoreseptor untuk bernafas tidak berfungsi,

sehingga ventilasi alveolar menurun. Hipoksemia harus dikurangi dengan

pemberian oksigen pad konsentrasi 24% untuk memperbaiki oksigenasi tanpa

kehilangan efek stimulasi pernafasan (Bustami dkk,2012).

II.2.7. Tujuan Terapi Oksigen

Tujuan terapi oksigen adalah memperbaiki hipoksemia dengan

meningkatkan tekanan alveolar, untuk mengurangi kerja pernafasan dan

menurunkan kerja miokardium. Oksigen harus digunakan seperti obat,

sehingga hanya digunakan pada kondisi tertentu dan dosis yang diberikan ke

setiap individu harus disesuaikan. Gas darah arteri harus diukur berulang

pada pasien dengan gagal nafas yang menggunakan terapi oksigen.

Tujuannya adalah mempertahankan PaO2 > 60 mmHg. Oksigen harus

diberikan dalam dosis rendah kontinyu karena kenaikan sedikit FiO2

menyebabkan kenaikan PaO2.( Bustami dkk,2012 ).

II.3.8. Kontraindikasi

Tidak ada kontraindikasi absolut. Kontraindikasi relatif berhubungan

dengan bahaya hiperoksemia, sehingga tujuan terapi oksigen adalah

mencapai oksigenasi jaringan yang adekuat dengan FiO2 yang rendah (

Bustami dkk,2012 ).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 63: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

43

Pada pasien dengan retensi karbondioksida kronik yang memiliki

stimulus untuk bernafas oleh penurunan tekanan parsial oksigen di darah

arteri (PaO2), pemberian terapi oksigen dapat menekan keinginan untuk

bernapas ( respiratory drive ). Sehingga monitoring diperlukan untuk

mencegah hipoventilasi ( Bustami dkk,2012 ).

II.2.9. Bahaya atau komplikasi

1.Risiko fisik

Oksigen mudah terbakar, jadi ada kemungkinan risiko kebakaran dan

ledakan tabung. Biasanya terjadi pada konsentrasi oksigen tinggi, penggunaan

ruangan bertekanan ( pressure chamber ), dan perokok. Kateter dan masker

dapat menyebabkan kerusakan pada hidung dan mulut. Kekeringan dan gas

yang tidak dilembabkan dapat menyebabkan kekeringandan pecah-pecah.

2.Risiko fungsional

Pasien yang kehilangan sensitivitas terhadap CO2 dan dalam keadaan

hypoxic drive bahaya untuk terjadinya depresi ventilasi seperti pada pasien

COPD. Hipoventilasi dapat menyebabkan hiperkapnia dan narkosis CO2 meski

risiko rendah pada terapi oksigen aliran rendah. pH darah arteri lebih baik

untuk monitoring dibanding PaCO2 dalam menilai terapi oksigen. Selagi pH

tidak menunjukkan asidosis, penggunaan terapi oksigen jangka panjang dapat

diberikan pada pasien dengan retensi CO2.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 64: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

44

3.Kerusakan sitotoksik

Pasien COPD dengan terpi oksigen jangka panjang, pada autopsi,

memperlihatkan perubahan proliferatif dan fibrotik. Pada kondisi akut,

kebanyakan kerusakan struktural terjadi dari pemberian FiO2 yang tinggp,

dimana oksigen dapat menyebabkan pelepasan berbagai spesies reaktif yang

menyerang DNA, lemak, dan protein yang mengandung SH ( Bustami

dkk, 2012 ).

II.3.10. Langkah-langkah Terapi Oksigen

1.Nilai SaO2 pasien ( dengan pulse oxymetry ). Pada umumnya diperlukan

target SaO2 > 90%.

2.Cari dan atasi penyebab penurunan SaO2 ( Airway, Breathing )

3.Tetapkan metode pemberian oksigen ( oxygen delivery device )

4.Evaluasi secara berkala ( monitoring ) (Bustami dkk, 2012).

II.2.11. Oxygen Deliver Device

Dikenal 3 sistem hantaran gas, yaitu rebreathing, partial rebreathing,

dan non rebreathing (Bustami dkk,2012).

1.Sistem rebreathing

Pada sistem ini udara yang dihasilkan paru-paru ditampung dalam

reservoir khusus. CO2 yang dihasilkan udara ekspirasi akan diserap oleh CO2

absorber. Pada sistem ini udara yang dihasilkan paru-paru akan dihirup

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 65: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

45

kembali tanpa CO2. Sistem ini digunakan untuk hantaran gas anestesi dan

jarang atau tidak dipakai dalam praktek sehari-hari.

2.Sistem partial rebreathing

Pada sistem ini sebagian udara hasil ekspirasi dari ruang mati anatomi

akan masuk ke dalam kantong reservoir. Selain itu reservoir juga menerima

aliran udara segar. Sehingga, udara inspirasi terdiri dari udara ekspirasi (CO2

sedikit) dan aliran udara segar ( O2 murni ).

3.Sistem non-rebreathing

Sistem ini merupakan sistem deliveri oksigen yang banyak dipakai pada

umumnya. Pada sistem ini udara ekspirasi dikeluarkan (CO2 yang dikeluarkan

tidak dihirup kembali selama pernafasan berikutnya). Termasuk didalamnya

adalah high flow system.

II.3.12. High Flow System

Pada sistim high flow ini aliran udara inspirasi dapat mencapai

kecukupan aliran inspirasi puncak pasien. Konsentrasi oksigen yang dihirup

sewaktu inspirasi dapat diketahui dan stabil, sehingga dapat dipakai kalau kita

menginginkan FiO2 yang konsisten dan dapat diprediksi. Sistim ini dapat

dipakai untuk pasien dengan pola pernafasan yang tidak stabil, contoh venturi

mask. Venturi mask akan membawa oksigen yang sudah dihumidifikasi.

Dengan alat ini FiO2 dapat ditingkatkan bervariasi sampai 24%-50% dengan

cara mencampur udara ruangan dengan O2 murni. FiO2 dapat diatur dengan

tepat sesuai dengan yang dikehendaki ( konsentrasi rendah:

24%,26%,28%,31%; konsentrasi tinggi: 35%,40%,50% ). Apabila diperlukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 66: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

46

terapi obatan melalui inhalasi, maka dapat dipakai aerosol devices yaitu

dengan menambahkan botol aerosol (Bustami dkk,2012).

II.2.13. Low Flow System

Sistem deliveri oksigen ini banyak dipakai karena simpel, mudah

pemakaian, familiar untuk petufas medis, ekonomis, mudah diterima pasien

dan mudah didapatkan. Namun sistim ini, aliran udara inspirasi tidak dapat

memenuhi flow inspirasi puncak pasien. Kadar oksigen inspirasi ( FiO2 )

tergantung pada kecepatan aliran oksigen, reservoir oksigen, dan pola

ventilasi pasien. Perlu diingat bahwa low flow bukan berarti low oxygen

concentration ( Tabel 3 ) ( Bustami dkk,2012 ).

1.Nasal Kanul

Nasal kanul terdiri dari 2 cabang yang dimasukkan ke dalam lubang

hidung. Keuntungan bagi pasien adalah kurang klaustrofobik dibanding alat

yang lain, dan tidak mengganggu aktivitas makan, minum, dan komunikasi.

Dengan metode ini akan meningkatkan FiO2 2%-4% untuk setiap liter

kecepatan aliran O2 yang diberikan. Dengan metode ini hanya dapat

mengalirkan oksigen dengan baik dan efektif bila kecepatan maksimum 6

liter/menit. Konsentrasi oksigen inspirasi yang dapat diharapkan berkisar 24-

44% ( tergantung pola ventilasi pasien ). Sedangkan kecepatan aliran > 6

l/menit tidak signifikan lagi meningkatkan FiO2, hal ini terjadi karena

keterbatasan reservoir yaitu rongga hidung ( anatomy dead space ). Perlu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 67: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

47

diperhatikan, aliran yang tinggi ( >4 l/menit )dan pemberian jangka lama akan

merusak mukosa hidung. Disarankan memakai humidifikasi kanula hidung

dengan bubble device ( Bustami dkk,2012 ).

2. Oksigen Sederhana ( Simple Mask )

Metode ini akan dapat meningkatkan FiO2 31-61% dengan kecepatan

aliran 5-10 l/menit. Reservoir simple mask, ruang antara masker dan wajah

pasien, ditujukan untuk menyimpan cadangan oksigen yang akan digunakan

untuk pernafasan berikutnya sehingga dapat meningkatkan konsentrasi

oksigen. Aliran < 6 l/menit tidak direkomendasikan karena tidak dapat

mengeluarkan CO2 dari masker (Bustami dkk,2012).

3. Partial Rebreathing Mask

Alat bantu terapi oksigen ini mirip dengan simple mask hanya dengan

tambahan kantong reservoir oksigen ( kantong udara ). Dengan tambahan

reservoir ini diharapkan dapat menampung oksigen murni lebih banyak

sehingga akan meningkatkan FiO2 > 60%. Perlu diperhatikan adalah

memastikan saat inspirasi kantong mengempis ( mengecil ) sekitar 1/3 nya

saja (Bustami dkk,2012).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 68: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

48

4. Non Rebreathing Mask

Pada sistem yang menggunakan alat ini aliran udara inspirasi

diharapkan lebih tinggi karena alat dilengkapi dengan membran yang akan

menjaga seminimal mungkin percampuran antara oksigen murni dengan CO2

hasil ekspirasi. Alat ini dapat meningkatkan konsentrasi O2 paling tinggi

diantara simple oxygen devices. Konsentrasi oksigen ( FiO2 ) dapat mencapai

100% ( 60%-90%), tergantung dari ada atau tidaknya kebocoran antara

masker dan wajah. Agar kantong tetap mengembang selama inspirasi maka

aliran oksigen harus tinggi (>10L/menit) (Bustami dkk,2012).

II.3.14. Monitoring Terapi Oksigen

Terapi oksigen harus diberikan terus-menerus dan tidak boleh

dihentikan mendadak sebelum pasien mengalami perbaikan , karena

penghentian mendadak justru dapat menyebabkan penyimpanan oksigen

tubuh menurun sehingga terjadi penurunan tekanan oksigen tubuh menurun

sehingga terjadi penurunan tekanan oksigen alveolar. Dosis oksigen harus

diperhitungkan dengan cermat. Apabila dengan alat tertentu belum memadai

untuk mengganti dengan alat yang lain yang lebih meningkatkan konsentrasi

oksigen. Begitu juga sebaliknya, apabila dengan alat tertentu sudah dapat

mengatasi hipoksia dan pasien sudah stabil, maka sebaiknya beralih ke cara

yang lebih sederhana (Bustami dkk,2012).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 69: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

49

Tekanan parsial oksigen dapat diukur dengan darah arteri. PO2 arteri

sebesar 60 mmHg dapat menyediakan saturasi 90%, namun jika terdapat

asidosis maka dibutuhkan PaO2 > 80 mmHg. Pada pasien dengan gagal nafas,

keadaan anemia harus diperbaiki supaya transpor oksigen ke jaringan

adekuat. Peningkatan tekanan oksigen arteri menghasilkan kenaikan saturasi

hemoglobin yang signifikan. Pada keadaan normal, tidak ada keuntungan

menaikkan PaO2 > 60-80 mmHg. Peningkatan konsentrasi oksigen 1% akan

meningkatkan tekanan oksigen 7 mmHg. Pengukuran gas darah arteri

berulang terkadang sulit dilakukan, sehingga teknik non-invasif yang

sederhana seperti oksimeter dapat digunakan untuk menilai terapi oksigen

(Bustami dkk,2012).Beberapa hal yang diperlukan dalam pemantauan terapi

oksigen (Bustami dkk,2012)

- Evaluasi gejala klinis

- Pulse oxymetry

- Kapnograf

- Analisa gas darah

- Foto toraks

- Ekg

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 70: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

50

Tabel 2. Acuan Pengambilan Sikap terhadap Gangguan Respirasi

(Kriteria Pontopidan)

No .

Parameter Acceptable Range

Fisioterapi Terapi oksigen Pemantauan Ketat

Intubasi Trakeostomi Ventilasi

1 Frekuensi nafas 12-25 23-35 >35

2 Kapasitas vital paru ( mL/kg)

70-30 30-15 <15

3. Gas darah( mmHg ) PaO2

PaCO

AaDO2

100-70 (udara) 35-45 50-200

200-70 (O2 mask) 45-60 200-350

<70 ( O2 mask) .>60 >350

4 VD/VT 0,3-0,4 0,4-0,6 >0,6

5 Inspiration force 100-50 50-25 <25

Dikutip dari : Bustami, M., Retnaningsih., Jannis, J., Sobaryati., Musridharta, E., et al. 2012. Advanced Neuro critical Care Support. Indonesia Neurological Association. Jakarta.

II.3.15. Penghentian Terapi Oksigen

Weaning dipikirkan jika pasien sudah lebih nyaman, penyakit

mendasar stabil, tekanan darah, ferkuensi nadi, frekuensi pernafasan, warna

kulit, dan oksimetri dalam rentang normal. Weaning dapat dilakukan perlahan

dengan menghentikan atau menurunkan konsentrasi secara bertahap

misalnya setiap 30 menit, dan dilakukan re-evaluasi terhadap parameter klinis

dan SpO2 secara periodik. Pasien dengan penyakit paru kronik mungkin

memerluksn konsentrasi oksigen dalam waktu yang lama (Bustami dkk, 2012).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 71: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

51

Tabel 3. Perkiraan FiO2 berdasarkan Oxygen Delivery Device

Oxygen Delivery Devices

Perkiraan FiO2 Flow rate ( L/menit)

Nasal Kanul 24% 28% 32% 36% 40% 44%

1 2 3 4 5 6

Simple Face Mask 40-60% 5-8

Partial Rebreathing Mask

60-80% 8-15

Non Rebreathing Mask 85-100% 10-15

Venturi Mask 24% 26% 28% 31% 35% 40% 50%

3 3 6 6 9 12 15

Dikutip dari :Bustami, M., Retnaningsih., Jannis, J., Sobaryati., Musridharta, E., et al. 2012. Advanced Neuro critical Care Support. Indonesia Neurological Association. Jakarta. II.4. PENILAIAN OUTCOME STROKE AKUT

Indeks bartel diperkenalkan oleh Mahoney dan Barthel tahun 1965

untuk memeriksa status fungsional dan kemampuan pergerakkan

otot/ekstremitas pada pasien penderita penyakit kronik di rumah sakit

Maryland. Wade tahun 1992, mempergunakan indeks barthel ini untuk

mengevaluasi keterbatasan/ketidakmampuan melakukan aktivitas tertentu saat

pasien akan keluar dari rumah sakit. Indeks ini direkomendasikan sebagai

salah satu instrumen yang sering dipakai untuk menilai keterbatasan kegiatan

keseharian kehidupan (Misbach,2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 72: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

52

Keunggulan indeks barthel ini mempunyai reliabilitas dan validitas yang

tinggi mudah dan cukup sensitif untuk mengukur perubahan fungsi serta

keberhasilan rehabilitasi. Kelemahannya, indeks ini tidak merupakan skala

ordinat dan tiap penilaiannya tidak menunjukkan berat atau ringannya fungsi

kehidupan kesehariannya ( Misbach, 2011 ).

Ada dua versi , yaitu versi Wade dan Collin (1988) memuat 10 penilaian

dengan total nilai antara 0 (total ketergantungan) sampai 100 (normal) dan

versi Granger, 1982 memuat 15 penilaian dengan nilai antara 0-100. Yang

banyak dipakai karena cukup sederhana adalah versi Wade dan Collin (

Misbach, 2011).

Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan

sebagai impairments, disabilitas dan handicaps. Oleh WHO membuat batasan

sebagai berikut (Caplan, 2009) (Misbach , 2011) :

1. Impairments : menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis

dan anatomis yang disebabkan stroke. Tindakan psikoterapi, fisioterapi,

terapi okupasional ditujukan untuk menetapkan kelainan ini.

2. Disabilitas adalah setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk

berbuat sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan orang yang sehat

seperti : tidak bisa berjalan, menelan dan melihat akibat pengaruh

stroke.

3. Handicaps adalah halangan atau gangguan pada seseorang penderita

stroke berperan sebagai manusia normal akibat ”impairment” atau

“disability” tersebut .

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 73: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

53

Modified Rankin Scale merupakan suatu alat pengukuran keterbatasan

fungsional pasca stroke. Alat ukur ini lebih global dibandingkan dengan indeks

Barthel. Hasil penilaiannya adalah secara umum terdiri dari 5 angka, yaitu :

keterbatasan berat, keterbatasan berat sedang, keterbatasan sedang,

keterbatasan ringan dan keterbatasan tak bermakna. Penilaian meliputi

kaspek kehidupan pribadi sehari - hari yaitu : eating, toilet, daily hygiene,

walking, prepare meal, household expenses, local travel, local shopping dan

kehidupan sosial yaitu bekerja, tanggung jawab keluarga, aktivitas sosial,

hiburan ( Misbach , 2011). Pada penelitian sebelumnya di dapat nilai statistik

terhadap pasien stroke akut yang mendapat terapi O2 dengan nilai mRS <3 56

( 44% ) dan pada kelompok kontrol 58 ( 45% ) ( Ali dkk, 2013).

Modified Rankin Scale (mRS) merupakan skala rating outcome global

dengan nilai dari 0 (tidak ada gangguan) hingga 5 (hanya terbaring ditempat

tidur, inkontinensia, membutuhkan perawatan dan perhatian menetap) dan 6

(outcome fatal) (Weimar dkk, 2002). Bila mRS 1-3, dikelompokkan sebagai

outcome baik sedangkan mRS 4-6 dikelompokkan sebagai outcome jelek

(Painthakar, 2003).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 74: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

54

Kematian Sel

Gambar 1. Skema Hubungan Stroke Dan Terapi Oksigen

↓ Aliran Darah Otak

Hipoksia

↓ PaO2 ↓Glukosa

Terapi O2

↓ ATP

Kegagalan Pompa Na+/K+

Depolarisasi

Stroke

Stroke Iskemik Stroke Hemoragik

Kerusakan Jaringan Otak

Pelepasan Glutamat

Kanal Ca++

terbuka

Reseptor metabotropik

Reseptor NMDA

Reseptor AMPA

Influks Ca++ Pelepasan Ca++

↑ Ca++ Intrasel

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 75: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

55

II.4. KERANGKA TEORI

↓ Aliran Darah Otak

Hipoksia

↓ PaO2 ↓Glukosa

Terapi O2

↓ ATP

Kegagalan Pompa Na+/K+

Depolarisasi

Stroke

Stroke Iskemik Stroke Hemoragik

Kerusakan Jaringan Otak

Pelepasan Glutamat

Kanal Ca++

terbuka

Reseptor metabotropik

Reseptor NMDA

Reseptor AMPA

Influks Ca++ Pelepasan Ca++

↑ Ca++ Intrasel

Kematian sel

Misbach dkk,2007: Pada stroke iskemik, berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi berantai yang berakhir dengan kematian sel-sel otak dan unsur-unsur pendukungnya.

Roffe dkk,2003: Hipoksia

yang terjadi dalam kurun waktu beberapa hari setelah stroke akan mengakibatkan dampak negatif terhadap sel didalam penumbra iskemik dan memperburuk defisit neurologi dan outcome.

Sjahrir,2003: Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara

bertahap.

Bustami dkk,2012: Terapi oksigen harus diberikan secara kontinyu dan tidak boleh dihentikan mendadak sebelum pasien mengalami perbaikan

Ali dkk,2013: Terapi

oksigen bisa meningkatkan pemulihan neurologik dini

Outcome

Kennedy dkk,2012:Pengukuran Outcome yang lebih dipilih untuk uji akut adalah mRS, dinilai 3 bulan setelah onset stroke atau lebih.

Misbach dkk,2011 : Barthel Indeks direkomendasikan sebagai salah satu instrumen yang sering dipakai untuk menilai keterbatasan kegiatan keseharian kehidupan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 76: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

56

II.5. KERANGKA KONSEP

Stroke Akut

Terapi Oksigen 2 l/i via nasal kanul

Outcome :

- Indeks Barthel

- mRS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 77: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

57

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. TEMPAT DAN WAKTU

Penelitian dilakukan di Departemen Neurologi FK USU / RSUP H.

Adam Medan dan Rumah Sakit jejaringnya dari tanggal 29 Desember 2015

sampai dengan 28 Juli 2017 atau sampai sampel penelitian terpenuhi.

III.2. SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian diambil dari populasi pasien rumah sakit. Penentuan

subjek penelitian dilakukan menurut metode potong lintang

III.2.1. Populasi Sasaran

Semua penderita stroke akut yang ditegakkan dengan anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis, dan Head CT Scan .

III.2.2. Populasi Terjangkau

Semua penderita stroke akut yang dirawat di ruang rawat inap terpadu

(Rindu) A4 Departemen Neurologi FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan dan

Rumah Sakit jejaringnya.

III.2.3. Besar Sampel

Besar sampel dihitung menurut rumus :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 78: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

58

2)(11 PaQaZPoQoZ

(Po-Pa)2

Dimana :

1Z

= Deviasi baku alpha, utk = 5% maka nilai baku normalnya

1,96

)1( Z

= Deviasi baku beta, utk = 20% maka nilai baku normalnya

0,842

Po = Proporsi outcome baik pada penderita stroke akut yang

mendapat terapi O2 0,44 ( Ali K, 2013 ) .

Pa =Proporsi yang diamati diperkirakan 0,26

)74,026,0842,056,044,096,1 n

( 0,44-0,26)2

Jadi untuk besar sampel berjumlah minimal : 56 orang

III.2.4. Kriteria Inklusi

1. Semua penderita stroke akut dengan onset ≤ 72 jam yang telah ditegakkan

dengan anamnesis, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan Head CT

scan.

2. Memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian ini

57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 79: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

59

III.2.5. Kriteria Eksklusi

1. Pasien stroke yang kontraindikasi untuk pengobatan oksigen 2 liter/menit

(misalnya: gagal pernafasan tipe II).

2. Pasien Stroke dengan penyakit lain yang lebih berat

3. Pasien dengan keparahan penyakit yang dapat mengancam

jiwa untuk beberapa bulan kedepan.

III.3. BATASAN OPERASIONAL

1. Stroke adalah suatu episode dari disfungsi neurologis yang dianggap

disebabkan oleh iskemia atau hemoragik, bertahan ≥ 24 jam atau meninggal,

tapi tidak memiliki bukti yang cukup untuk diklasifikasikan ( Sacco dkk,

2013 ).

2.Stroke iskemik adalah suatu episode disfungsi neurologik yang disebabkan

infark serebral fokal, infark spinal, infark retina (Sacco dkk, 2013).

3.Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis yang berkembang cepat, yang

disebabkan oleh kumpulan darah setempat pada parenkim otak atau sistem

ventrikular yang tidak disebabkan oleh trauma. (Sacco dkk, 2013)

4.Hipoksia adalah kurangnya kadar oksigen pada tingkat selular, ambilan dan

pemakaian oksigen selular yang tidak adekuat, penurunan oksigen untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 80: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

60

pernafasan jaringan, atau tekanan oksigen di tingkat selular yang tidak

adekuat ( Bustami dkk,2012 ).

5.Hipoksemia adalah penurunan tekanan parsial oksigen darah arteri, atau

penurunan konsentrasi oksigen dalam arteri ( Bustami dkk,2012 ).

6.Terapi oksigen adalah usaha untuk meningkatkan fraksi konsentrasi oksigen

yang diinspirasi (FiO2) oleh pasien dengan menggunakan berbagai oxygen

deliver device yang terhubung dengan oksigen medis. Oksigen dapat diberikan

dengan dilembabkan (humidity) terlebih dahulu ataupun tidak ( Bustami

dkk,2012 ).

7.Nasal kanul terdiri dari 2 cabang yang dimasukkan ke dalam lubang hidung.

Keuntungan bagi pasien adalah kurang klaustrofobik dibanding alat yang lain,

dan tidak mengganggu aktivitas makan, minum, dan komunikasi. Dengan

metode ini akan meningkatkan FiO2 2%-4% untuk setiap liter kecepatan aliran

O2 yang diberikan ( Bustami dkk, 2012).

8.Pada penelitian ini pemberian terapi o2 via nasal kanul sebesar 2 liter/ menit,

karena pada penelitian yang sebelumnya menghasilkan outcome yang baik (

Roffe dkk, 2011 ).

9.Gagal nafas adalah ketidakmampuan menjaga gas darah arteri dalam batas

normal, sedangkan tekanan parsial oksigen biasanya di bawah 60 mmHg

dengan atau tanpa tekanan parsial karbondioksida di atas 49 mmHg di darah

arteri ( Bustami dkk, 2012 ).

10.Pulse Oxymetry adalah suatu alat yang berfungsi sebagai monitor untuk

saturasi oksigen ( Sulter dkk, 2000 ).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 81: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

61

11.Modified Rankin Scale merupakan suatu alat pengukuran keterbatasan

fungsional pasca stroke. Alat ukur ini lebih global dibandingkan dengan indeks

Barthel dan mempunyai reliabilitas dan validitas yang cukup baik( Misbach,

2011). mRS 1-3, dikelompokkan sebagai outcome baik sedangkan mRS 4-6

dikelompokkan sebagai outcome jelek ( Painthakar, 2003 ).

12. Indeks barthel untuk mengevaluasi keterbatasan /ketidakmampuan

melakukan aktivitas tertentu saat pasien akan keluar dari rumah sakit

(Misbach, 2011)

13. Outcome dalam penelitian ini adalah penilaian saat setelah mendapat

terapi selama 72 jam dan saat onset hari ke 14

14.Malam Hari adalah dimulai pukul 21.00 wib – 09.00 wib (

Roffe dkk,2011)

III.4. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan sumber data

primer diperoleh dari semua penderita stroke akut yang dirawat di ruang rawat

inap terpadu (Rindu) A4 Departemen Neurologi FK-USU / RSUP.H. Adam

Malik Medan dan Rumah Sakit jejaringnya.

III.5. PELAKSANAAN PENELITIAN

III. 5.1. Instrumen Penelitian

5.1.1 Pemeriksaan saturasi oksigen dengan menggunakan pulse

oxymetry

5.1.2. Head CT Scan yang digunakan adalah X-ray CT system,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 82: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

62

merk Hitachi seri W 450. Hasilnya akan dibaca oleh dokter

spesialis radiologi.

5.1.3. Pemberian terapi oksigen melalui nasal kanul

5.1.4. Penilaian Outcome dengan menggunakan Modified

Rankin Scale (mRS) dengan skala 0 – 6 dan Indeks

Barthel

III. 5.2. Pengambilan Sampel

Semua penderita stroke akut yang telah ditegakkan dengan

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan

Head CT- scan yang dirawat di ruang rawat inap terpadu (Rindu) A4

Departemen Neurologi FK-USU / RSUP.H. Adam Malik Medan dan Rumah

Sakit jejaringnya dengan onset ≤ 72 jam diambil secara konsekutif dan yang

memenuhi kriteria inklusi dan tidak ada kriteria eksklusi. Akan dilakukan

pengelompokkan stroke ringan, stroke sedang, stroke berat, berdasarkan

Barthel Index, untuk stroke ringan dan sedang akan dimasukkan kedalam

sampel. Kemudian pasien akan diberi terapi O2 selama 72 jam, dalam 1 hari

nilai saturasi diperiksa 2 kali pada siang hari dan 2 kali pada malam hari

dengan menggunakan pulse oximetry , setelah itu akan dinilai outcome

dengan menggunakan mRS dan barthel index pada hari ke 3 setelah

pemberian terapi O2 dan hari ke 14 dari onset stroke, selanjutnya dikumpulkan

data yang diperoleh dan dilakukan analisa data.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 83: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

63

III. 5.3. Kerangka Operasional

Penderita Stroke Akut

Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan Neurologi Pemeriksaan Penunjang

Kriteria Eksklusi

Kriteria Inklusi

Pemberian Terapi O2

Reguler 2 l/i Via Nasal Kanul selama 72 jam

Penilaian Outcome Hari 3 setelah pemberian terapi O2 dan hari ke 14 onset

Analisa Data

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 84: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

64

III.5.4. Variabel yang diamati

Variabel bebas : Terapi Oksigen

Variabel terikat : Outcome

III.5.5. Analisa Statistik

Data hasil penelitian akan dianalisa secara statistik dengan bantuan

program komputer Windows SPSS (Statistical Product and Science Service).

Analisis dan penyajian data dilakukan sebagai berikut :

III.5.5.1. Untuk mengetahui efek pemberian terapi O2 reguler terhadap mRS

pada pasien stroke akut di RA 4 Neurologi RSUPHAM dan RS Jejaring

menggunakan uji chi square

III.5.5.2 Untuk mengetahui efek pemberian terapi O2 reguler terhadap Barthel

Index pada pasien stroke akut di RA 4 Neurologi RSUPHAM dan RS Jejaring

menggunakan uji chi square

III.5.5.3 Untuk Mengetahui hubungan karakteristik demografi pasien stroke

akut yang mendapat terapi O2 dengan mRS menggunakan uji chi square

III.5.5.4 Untuk Mengetahui hubungan karakteristik demografi pasien stroke

akut yang mendapat terapi O2 dengan Barthel Index menggunakan uji chi

square.

III.5.5.5 Untuk mengetahui perbedaan saturasi O2 pada pasien stroke akut

yang mendapat terapi O2 reguler pada siang hari di RA 4 Neurologi

RSUPHAM dan RS Jejaring menggunakan uji Friedman

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 85: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

65

I.3.2.6 Untuk mengetahui perbedaan saturasi O2 pada pasien stroke akut yang

mendapat terapi O2 reguler pada malam hari di RA 4 Neurologi RSUPHAM

dan RS Jejaring uji Friedman

I.3.2.7 Untuk mengetahui karakteristik demografi pasien stroke akut yang

datang ke RSUP.H. Adam Malik Medan dan Rumah Sakit jejaringnya

menggunakan uji analisa deskriptif.

III.5.6. Jadwal Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada tanggal 28 Desember 2015 sampai

dengan 28 Juli 2017 atau sampai jumlah sampel sudah mencapai besar

sampel. Dan jika jumlah sampel belum terpenuhi dalam rentang waktu

tersebut, penelitian dilanjutkan sampai jumlah sampel terpenuhi sesuai dengan

rumus sampel.

Persiapan : 28 Desember 2015 s.d 28 Juni 2017

Pengumpulan data : 29 Juni 2017 s.d 14 Juli 2017

Analisis data : 15 Juli 2017 s.d 20 Juli 2017

Penyusunan laporan : 21 Juli 2017 s.d 31 Agustus 2017

Penyajian laporan : 28 September 2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 86: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

66

III.5.7. Biaya Penelitian

Pulse Oxymetry @ Rp. 450.000 : Rp.1.350.000

Biaya pencetakan : Rp. 300.000

Biaya penulisan laporan penelitian : Rp 700.000

Jumlah : Rp.2.350.000

III.5.8. Personalia Penelitian

Peneliti Utama : dr. Lydia Adhani Dwi Putri

Pembimbing I : dr. Yuneldi Anwar Sp.S (K)

Pembimbing II : dr. Puji Pinta O. S, Sp.S (K)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 87: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

67

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini diikuti oleh sebanyak 56 pasien yang mengalami stroke

akut, dengan jumlah pasien dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 37 orang

(66,1%) dan rerata usia 56,75 tahun. Sebagian besar (50%) subyek

berpendidikan SMA, dengan suku Batak sebanyak 32 orang (57,1%)

Faktor risiko terjadinya stroke dari seluruh subyek adalah hipertensi

(44,6%), DM (30,4%), dan merokok (8,9%). Jenis stroke hemoragik berjumlah

15 orang (26,8%) dan stroke iskemik berjumlah 41 orang (73,2%). Hasil

pemeriksaan kesadaran menunjukkan 30 orang subyek berada dalam kondisi

apatis dan sisanya compos mentis (CM).

67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 88: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

68

Tabel 4. Karakteristik Demografi Subyek Penelitian

Karakteristik Demografi n = 56

Jenis kelamin, n (%)

Laki-laki 37 (66,1)

Perempuan 19 (33,9)

Usia, rerata (SD), tahun 56,75(11,55)

Pekerjaan, n (%)

IRT 15 (26,8)

Pegawai swasta 12 (21,4)

PNS 3 (5,4)

Wiraswasta 13 (23,2)

Tidak bekerja 13 (23,2)

Pendidikan, n (%)

SD 2 (3,6)

SMP 7 (12,5)

SMA 28 (50)

Sarjana 19 (33,9)

Suku, n (%)

Batak 32 (57,1)

Jawa 12 (21,4)

Karo 6 (10,7)

Melayu 4 (7,1)

Minang 2 (3,6)

Faktor Risiko, n (%)

DM 17 (30,4)

Dislipidemia 1 (1,8)

Hipertensi 25 (44,6)

Merokok 5 (8,9)

Tidak ada 8 (14,3)

Jenis stroke, n (%)

Hemoragik 15 (26,8)

Iskemik 41 (73,2)

Kesadaran, n (%)

Apatis 30 (53,6)

CM 26 (46,4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 89: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

69

Tabel 5. Hasil Pemeriksaan mRS Sebelum Dan Setelah Diberi Terapi Oksigen

mRS N %

Hari Ke-0

Skor 2 32 57,1

Skor 3 21 37,5

Skor 4 3 5,4

Hari Ke-3

Skor 1 20 35,7

Skor 2 14 25

Skor 3 19 33,9

Skor 4 3 5,4

Hari Ke-14

Skor 1 19 33,9

Skor 2 14 25

Skor 3 20 35,7

Skor 4 3 5,4

Dari hasil pemeriksaan mRS, tidak ada subyek dengan skor 1 pada hari

ke-0, namun pada pemantauan hari berikutnya subyek dengan skor 1

meningkat menjadi 20 orang dan pada hari ke 14 menjadi 19 orang.

Berdasarkan kategori skor mRS, 53 subyek (94,6%) memiliki outcome yang

baik untuk seluruh hari pengamatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 90: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

70

Gambar 2. Persentase mRS dari Hasil Pemeriksaan Hari Ke-0, Ke-3 dan Ke-14

Tabel 6. Hasil Pemeriksaan Barthel Index Sebelum Dan Setelah Diberi

Terapi Oksigen

Rerata SD Min-Mak

Barthel Index

Hari ke-0 61,34 5,92 60 – 90

Hari ke-3 78,93 19,88 60 – 100

Hari ke-14 82,23 19,52 60 – 100

Menurut pemeriksaan Barthel Index, terlihat konsistensi peningkatan

sejak hari ke-0 sampai hari ke-14. Rerata BI pada hari ke 0 adalah 61,34, lalu

rerata meningkat menjadi 78,93 pada hari ke-3 dan mencapai rerata tertinggi

pada hari ke-14 yaitu sebesar 82,23.

35.7 33.9

57.1

25 25

37.533.9

35.7

5.4 5.4 5.4

0

10

20

30

40

50

60

Hari Ke-0 Hari Ke-3 Hari Ke-14

Pe

rse

nta

se

Skor 1

Skor 2

Skor 3

Skor 4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 91: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

71

Gambar 3. Rerata Barthel Index dari Hasil Pemeriksaan Hari Ke-0,

Ke-3 dan Ke-14 Tabel 7. Hubungan Usia dengan mRS dan Barthel Index pada Hari Ke-3

dan Ke-14

p* r

Usia MRS Hari Ke-3 0,176 0,183

MRS Hari Ke-14 0,081 0,235

Barthel Index Hari Ke-3 0,448 -0,103

Barthel Index Hari Ke-14 0,495 -0,093

Dengan menggunakan uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak

ditemukan hubungan yang signifikan antara variabel usia dengan mRS pada

hari ke-3 (p=0,176) maupun hari ke-14 (p=0,081). Barthel Index juga tidak

berhubungan signifikan dengan Barthel Index pada hari ke-3 (p=0,448) dan

hari ke-14 (p=0,495).

61.34

78.9382.23

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Hari ke-0 Hari ke-3 Hari ke-14

Rera

ta B

art

he

l In

de

x

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 92: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

72

Tabel 8. Hubungan Jenis Stroke dengan mRS dan Barthel Index pada

Hari Ke-3 dan Ke-14

Stroke

Hemoragik (n=15)

Stroke

Iskemik (n=41) P

mRS

Hari Ke-3

Skor 1 5 (33,3) 15 (36,6) 0,989a

Skor 2 4 (26,7) 10 (24,4)

Skor 3 5 (33,3) 14 (34,1)

Skor 4 1 (6,7) 2 (2,9)

Hari Ke-14

Skor 1 3 (20) 16 (39) 0,136a

Skor 2 7 (46,7) 7 (17,1)

Skor 3 4 (26,7) 16 (39)

Skor 4 1 (6,7) 2 (4,9)

Barthel Index, rerata (SD)

Hari Ke-3 73,33 (19,52) 80,98 (19,85) 0,226b

Hari Ke-14 78 (19,98) 83,78 (19,36) 0,270b

aChi Square, bMann Whitney Hasil analisis menggunakan uji chi square untuk melihat ada tidaknya

hubungan antara jenis stroke dengan mRS dan Barthel index, menunjukkan

bahwa tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara kedua variabel baik

pada hari ke-3 maupun hari ke-14 (p>0,05). Hasil pengukuran mRS pada

kelompok subyek dengan stroke hemoragik dan stroke iskemik

memperlihatkan bahwa pada hari ke-3 maupun hari ke-14, proporsi subyek

dengan skor 4 (outcome buruk) masing-masing adalah 6,7% dan 4,9%.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 93: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

73

Tabel 9. Hubungan Tingkat Kesadaran dengan mRS dan Barthel

Index pada Hari Ke-3 dan Ke-14

Kesadaran

P Apatis (n=30) CM (n=26)

mRS

Hari Ke-3

Skor 1 7 (23,3) 13 (50) 0,001a

Skor 2 4 (13,3) 10 (38,5)

Skor 3 16 (53,3) 3 (11,5)

Skor 4 3 (10) 0

Hari Ke-14

Skor 1 5 (16,7) 14 (53,8) <0,001a

Skor 2 4 (13,3) 10 (38,5)

Skor 3 18 (60) 2 (7,7)

Skor 4 3 (10) 0

Barthel Index, rerata (SD)

Hari Ke-3 72 (18,64) 86,92 (18,50) 0,007b

Hari Ke-14 72,67 (18,28) 93,27 (14,63) <0,001b

aChi Square, bMann Whitney Hasil analisis antara kesadaran dan mRS pada hari ke-3 dan ke-14

menunjukkan hubungan yang signifikan (p<0,05). Subyek dengan kesadaran

CM dominan memiliki mRS dengan skor 1 pada hari ke-3 yaitu sebanyak 13

orang (50%), sementara itu pada kelompok subyek dengan kesadaran apatis,

sebagian besar (53,3%) memiliki skor 3.

Tidak jauh berbeda pada hari ke-14, sebagian besar (53,8%) subyek

dengan kesadaran CM memiliki skor 1 sedangkan pada subyek apatis

dominan (60%) memiliki skor 3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 94: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

74

Hubungan yang signifikan juga tampak antara kesadaran dengan

Barthel Index pada hari ke-3 dan hari ke-14. Rerata Barthel Index pada subyek

dengan kesadaran CM jauh lebih tinggi dibandingkan subyek apatis.

Tabel 10. Perbedaan Rerata mRS dan BartheI Index Berdasarkan Faktor Risiko Hipertensi

Hipertensi

(n=24)

Tidak Hipertensi

(n=32) pa

MRS

Hari Ke 0 2,63 (0,65) 2,38 (0,55) 0,126

Hari Ke 3 2,25 (1,03) 1,97 (0,90) 0,295

Hari Ke 14 2,33 (0,96) 1,97 (0,93) 0,163

pb 0,001a <0,001

BI

Hari Ke 0 63,13 (8,82) 60 0,042

Hari Ke 3 77,50 (19,62) 80 (20,32) 0,547

Hari Ke 14 78,96 (19,50) 84,69 (19,47) 0,159

pb <0,001 <0,001 aMann Whitney, bFriedman

Hasil analisis menggunakan uji Mann Whitney menunjukkan bahwa

tidak ditemukan perbedaan rerata MRS antara kelompok hipertensi dan tidak

hipertensi pada hari ke 0, hari ke 3 dan hari ke 14 (p>0,05).

Dari pemeriksaan BI, terdapat perbedaan rerata skor BI pada hari ke 0

antara subyek hipertensi dan tidak hipertensi (p=0,042). Rerata skor BI pada

hari ke 0 pada kelompok subyek hipertensi adalah 63,13 sedangkan pada

kelompok subyek tidak hipertensi adalah 60. Namun, pada hari ke 3 dan ke 14

tidak ditemukan perbedaan rerata skor BI pada dua kelompok (p>0,05).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 95: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

75

Pada kelompok subyek dengan hipertensi ditemukan perbedaan rerata

yang signifikan untuk skor MRS dan BI pengamatan hari ke-0, hari ke-3 dan

hari ke-14 (p=0,001). Demikian pula, pada kelompok tidak hipertensi juda

ditemukan perbedaan rerata skor MRS dan BI yang signifikan (p<0,001).

Tabel 11. Perbedaan Rerata mRS dan Barthel Index Berdasarkan Usia

Usia ≥ 60 tahun

(n=26)

Usia < 60 tahun

(n=30) pa

MRS

Hari Ke 0 2,54 (0,58) 2,43 (0,63) 0,402

Hari Ke 3 2,19 (0,94) 2 (0,98) 0,416

Hari Ke 14 2,27 (0,87) 2 (1,02) 0,264

pb 0,002 <0,001

BI

Hari Ke 0 61,15 (5,88) 61,5 (6,04) 0,658

Hari Ke 3 76,54 (19,79) 81 (20,06) 0,395

Hari Ke 14 82,12 (19,45) 82,23 (19,90) 0,772

pb <0,001 <0,001

* Mann Whitney

Tidak ditemukan perbedaan rerata skor MRS dan rerata skor BI antara

kelompok subyek ≥ 60 tahun dan subyek < 60 tahun dari masing-masing hari

pengamatan (p>0,05). Namun, bila dinilai untuk perubahan rerata skor MRS

dan BI baik pada subyek kelompok usia ≥ 60 tahun maupun pada subyek di

kelompok usia < 60 tahun, diperoleh perbedaan rerata yang signifikan

(p<0,001) setelah diuji dengan uji Friedman.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 96: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

76

Tabel 12.Perbedaan Saturasi Oksigen antara Pengukuran pada Malam

dan Siang Hari

Saturasi oksigen Rerata (SD), % p*

Hari Pertama

Malam 1 97,04 (1,18) <0,001

Malam 2 97,02 (1,10)

Siang 1 97,75 (0,92)

Siang 2 97,75 (0,88)

Hari Kedua

Malam 1 97,04 (0,76) <0,001

Malam 2 96,96 (0,74)

Siang 1 97,70 (0,71)

Siang 2 97,79 (0,71)

Hari Ketiga

Malam 1 97,54 (0,74) <0,001

Malam 2 97,54 (0,71)

Siang 1 98,02 (0,67)

Siang 2 98,16 (0,50)

*Friedman Tabel 10 menyajikan hasil pemeriksaan saturasi oksien yang diukur

pada malam hari dan siang hari. Dengan menggunakan uji Friedman

menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan rerata saturasi oksigen pada

hari pertama, kedua dan ketiga (p<0,001). Meskipun tidak begitu jauh berbeda,

namun terlihat bahwa rerata saturasi oksigen pada malam hari sedikit lebih

rendah pada malam hari dibandingkan siang hari.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 97: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

77

Gambar 4. Perbedaan Rerata Saturasi Oksigen pada Hari Pertama

Gambar 5. Perbedaan Rerata Saturasi Oksigen pada Hari Kedua

97.04 97.02

97.75 97.75

96.6

96.8

97

97.2

97.4

97.6

97.8

98

Malam 1 Malam 2 Siang 1 Siang 2

Rera

ta S

atu

ras

i O

ks

ige

n, %

97.0496.96

97.797.79

96.4

96.6

96.8

97

97.2

97.4

97.6

97.8

98

Malam 1 Malam 2 Siang 1 Siang 2

Rera

ta S

atu

ras

i O

ks

ige

n, %

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 98: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

78

Gambar 6. Perbedaan Rerata Saturasi Oksigen pada Hari Ketiga

IV.2. PEMBAHASAN

Dari data demografi didapatkan pasien stroke dengan jenis kelamin

Laki-Laki lebih banyak dibandingkan perempuan dalam persentase 66,1%,

dimana menurut penelitian Santalucia dkk dikatakan bahwa jenis kelamin

perempuan lebih banyak mengalami stroke. Secara khusus, perempuan

dilaporkan lebih banyak mengalami afasia, disfagia dan gangguan lapangan

pandang dibandingkan laki-laki, Sementara tidak ada perbedaan yang

dilaporkan untuk defisit motorik maupun sensorik.

Dari data demografi didapatkan pasien stroke dengan usia rerata yaitu

57 tahun, menurut Bushnell dkk bahwa pasien stroke berjenis kelamin

perempuan hidup lebih panjang, dan risiko stroke seumur hidup di usia 55-75

tahun lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki.

97.2

97.3

97.4

97.5

97.6

97.7

97.8

97.9

98

98.1

98.2

98.3

Malam 1 Malam 2 Siang 1 Siang 2

Rera

ta S

atu

ras

i O

ks

ige

n, %

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 99: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

79

Dari data demografi didapatkan pasien stroke dengan tingkat

pendidikan yang lebih banyak yaitu SMA, dimana pada penelitian Samal dkk,

yang menyatakan peran pendidikan sangat dibutuhkan untuk mengurangi

untuk terjadinya faktor risiko dari stroke sebesar 40%.

Dari data demografi didapatkan pasien stroke dengan faktor risiko

hipertensi lebih banyak dibandingkan faktor risiko lainnya, hal ini sesuai

dengan penelitian Zhang dkk, dimana dikatakan bahwa Hipertensi konsisten

dengan hal ini ( p < 0,05 ), dan juga hipertensi merupakan faktor risiko yang

paling penting untuk semua jenis stroke dengan risiko populasi tertinggi di

34,6%. Hipertensi dikenal sebagai faktor risiko stroke yang paling penting.

Dari hasil penelitian ini didapat skor mRS pasien stroke sebelum dan

setelah diberi terapi oksigen yaitu pada hari 0 dengan skor mRS 2 lebih

banyak. Daripada hari 3 didapat lebih banyak pada skor mRS 1, Pada Hari 14

Skor mRS yang paling banyak didapat yaitu dengan skor mRS 3, Dari hasil

statistik ditemukan p>0,05. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ali

dkk, bahwa temuan mRS dan hasil skala lainnya dalam penelitiannya

konsisten. Dari sudut pandang statistik, skala tambahan dapat dianggap

berlebihan, karena tidak memberikan kontribusi terhadap penilaian apakah

pengobatan tersebut efektif atau tidak.

Dari hasil penelitian ini skor Barthel Index sebelum dan setelah diberi

terapi oksigen yaitu pada hari 0 didapat pasien stroke dengan dengan

menggunakan skala Barthel Index dengan hasil skor 60, dan pada hari 3 dan

14 didapat skor 80. Pada penelitian yang dilakukan Ali dkk dengan metode

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 100: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

80

case control didapat bahwa Barthel index 50% lebih tinggi pada kelompok

yang mendapat terapi oksigen dibandingkan dengan kontrol, tetapi hal itu tidak

signifikan.

Hubungan jenis stroke dengan mRS dan Barthel Index pada Hari Ke-3

dan Ke-14 Yaitu berdasarkan Skor 1 pada mRS bahwa pada stroke iskemik

memiliki lebih banyak outcome yang baik dibandingkan pada stroke hemoragik

begitu pula hasil yang didapat dari penilaian outcome menggunakan Barthel

Index, walaupun dari hasil statistika didapatkan p>0,005. Dari hasil penelitian

Roffe dkk yang bersifat case control, menyatakan bahwa pemberian terapi

oksigen pada pasien stroke menghasilkan Skor mRS yang lebih baik pada

waktu 3 bulan dibandingkan pada kelompok yang tidak diberi terapi oksigen,

Menurut penelitian Padma dkk, pemberian terapi oksigen yang diberikan pada

pasien stroke iskemik memiliki outcome yang baik, dimana tidak ada pasien

yang melaporkan adanya efek buruk dari pengobatan yang diberikan dan

penelitian tersebut terdapat hasil dari skala mRS dan Barthel Index tidak

menunjukkan adanya perkembangan yang signifikan, juga tidak terdapat

perbedaan yang signifikan pada volume lesi.

Dari hasil analisis antara kesadaran dan mRS pada hari ke-3 dan ke-14

menunjukkan hubungan yang signifikan (p<0,05). Subyek dengan kesadaran

CM dominan memiliki skor mRS dan Barthel index yang lebih baik baik

dibandingkan kesadaran apatis. Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Chan dkk, 2014 dimana dikatakan outcome akan berhubungan

dengan dosis terapi oksigen yang disesuaikan dengan usia dan GCS.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 101: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

81

Perbedaan Saturasi Oksigen antara Pengukuran pada Malam Hari dan

Siang Hari yang didapat dari hasil penelitian ini terlihat bahwa rerata saturasi

oksigen pada malam hari sedikit lebih rendah dibandingkan siang hari. Hal ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ali dkk, dikatakan bahwa pada

penelitian tersebut pemberian terapi oksigen bertujuan untuk tetap dalam

keadaan normoxia. Pada penelitian tersebut pemberian terapi oksigen

diberikan pada malam hari dimana risiko untuk terjadi hipoksia lebih tinggi dan

saturasi rerata pada penelitian tersebut yaitu 96 %.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 102: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

82

Tabel 13.1. Perbandingan Hasil Penelitian Dengan Penelitian Lainnya

Hasil Penelitian Hasil Penelitian Lainnya

Dari data demografi didapatkan

pasien stroke dengan usia rerata

yaitu 57 tahun ,

Menurut Bushnell dkk (2014) bahwa

pasien stroke berjenis kelamin

perempuan hidup lebih panjang, dan

risiko stroke seumur hidup di usia

55-75 tahun lebih tinggi pada

perempuan dibandingkan laki-laki.

Dari data demogarafi didapatkan

pasien stroke dengan tingkat

pendidikan yang lebih banyak yaitu

SMA,

Pada penelitian Samal dkk (2007),

yang menyatakan peran pendidikan

sangat dibutuhkan untuk mengurangi

untuk terjadinya faktor risiko dari

stroke sebesar 40%.

Dari data demografi didapatkan

pasien stroke dengan faktor risiko

hipertensi lebih banyak dibandingkan

faktor risiko lainnya,

Penelitian Zhang dkk (2017), dimana

dikatakan bahwa Hipertensi

konsisten dengan hal ini

(p < 0,05), dan juga hipertensi

merupakan faktor risiko yang paling

penting untuk semua jenis stroke..

Tabel 13.2. Perbandingan Hasil Penelitian Dengan Penelitian Lainnya

Dari hasil penelitian ini didapat skor Penelitian yang dilakukan Ali dkk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 103: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

83

mRS pasien stroke sebelum dan

setelah diberi terapi oksigen yaitu

pada hari 0 dengan skor mRS 2

lebih banyak. Pada hari 3 didapat

lebih banyak pada skor mRS 1,

Pada Hari 14 Skor mRS yang

paling banyak didapat yaitu dengan

skor mRS 3. Dari hasil statistik

ditemukan p>0,05

(2013), bahwa temuan mRS dan hasil

skala lainnya dalam penelitiannya

konsisten. Dari sudut pandang statistik,

skala tambahan dapat dianggap

berlebihan, karena tidak memberikan

kontribusi terhadap penilaian apakah

pengobatan tersebut efektif atau tidak.

Dari hasil penelitian ini skor Barthel

Index sebelum dan setelah diberi

terapi oksigen yaitu pada hari 0

didapat pasien stroke dengan

dengan menggunakan skala

Barthel Index dengan hasil skor

disabilitas yang ringan.

Pada penelitian yang dilakukan Ali dkk

(2013) dengan metode case control

didapat bahwa Barthel index 50% lebih

tinggi pada kelompok yang mendapat

terapi oksigen dibandingkan dengan

kontrol, tetapi hal itu tidak signifikan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 104: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

84

Tabel 13.3. Perbandingan Hasil Penelitian Dengan Penelitian Lainnya

Hasil Penelitian Hasil penelitian lainnya

Hubungan Jenis Stroke dengan

mRS dan Barthel Index pada Hari

Ke-3 dan Ke-14 Yaitu berdasarkan

Skor 1 pada mRS bahwa pada

stroke iskemik memiliki lebih banyak

outcome yang baik dibandingkan

pada stroke hemoragik begitu pula

hasil yang didapat dari penilaian

outcome menggunakan Barthel

Index, walaupun dari hasil statistika

didapatkan p>0,005.

Dari hasil penelitian Roffe dkk (2014)

yang bersifat case control, menyatakan

bahwa pemberian terapi oksigen pada

pasien stroke menghasilkan Skor mRS

yang lebih baik pada waktu 3 bulan

dibandingkan pada kelompok yang

tidak diberi terapi oksigen, Menurut

penelitian Padma dkk (2010),

pemberian terapi oksigen yang

diberikan pada pasien stroke iskemik

memiliki outcome yang baik, dimana

tidak ada pasien yang melaporkan

adanya efek buruk dari pengobatan

yang diberikan dan penelitian tersebut

terdapat hasil dari skala mRS dan

Barthel Index tidak menunjukkan

adanya perkembangan yang signifikan,

juga tidak terdapat perbedaan yang

signifikan pada volume lesi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 105: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

85

Tabel 13.4. Perbandingan Hasil Penelitian Dengan Penelitian Lainnya

Hasil Penelitian Hasil Penelitian Lainnya

Perbedaan Saturasi Oksigen antara

Pengukuran pada Malam Hari dan

Siang Hari yang didapat dari hasil

penelitian ini terlihat bahwa rerata

saturasi oksigen pada malam hari

sedikit lebih rendah dibandingkan

siang hari.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Ali dkk (2013),

dikatakan bahwa pada penelitian

tersebut pemberian terapi oksigen

bertujuan untuk tetap dalam keadaan

normoksia. Pada penelitian tersebut

pemberian terapi oksigen diberikan

pada malam hari dimana risiko untuk

terjadi hipoksia lebih tinggi dan saturasi

rerata pada penelitian tersebut yaitu 96

%.

IV.3. KETERBATASAN PENELITIAN

1. Pemantauan pemberian terapi oksigen 2l/i tidak dapat dimonitor Selama 24

Jam.

2. Jangka waktu penilaian outcome sangat singkat yaitu pada hari ke 3 setelah

pemberian terapi oksigen reguler dan hari ke 14 dari onset.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 106: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

86

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

1. Terdapat efek pemberian terapi oksigen reguler terhadap mRS, dimana

terlihat hasil yang baik pada seluruh hari pengamatan

2. Terdapat efek pemberian terapi oksigen reguler terhadap Barthel Index,

terlihat peningkatan perbaikan sejak hari ke-0 sampai hari ke-14

3. Hubungan karakteristik demografi yaitu usia dan jenis stroke pasien stroke

akut yang mendapat terapi O2 terhadap mRS, tidak menunjukkan nilai

signifikan dalam perbaikan outcome, untuk faktor risiko dimana kelompok

hipertensi dan kelompok tidak hipertensi ditemukan perbedaan rerata skor

mRS yang signifikan (p<0,001). Pada Kelompok usia ≥ dan < 60 tahun

terhadap mRS terdapat perbedaan rerata yang signifikan. Untuk hubungan

karakteristik demografi tingkat kesadaran terhadap mRS pada hari ke-3 dan

ke-14 menunjukkan hubungan yang signifikan (p<0,05).

4. Hubungan karakteristik demografi yaitu usia dan jenis stroke pasien stroke

akut yang mendapat terapi O2 terhadap Barthel Index, tidak menunjukkan nilai

signifikan dalam perbaikan outcome. Pada kelompok hipertensi dan kelompok

tidak hipertensi ditemukan perbedaan rerata skor BI yang signifikan (p<0,001).

Pada kelompok usia ≥ dan < 60 tahun terhadap Barthel Index terdapat

perbedaan rerata yang signifikan. Hubungan yang signifikan juga tampak pada

tingkat kesadaran terhadap Barthel Index pada hari ke-3 dan hari ke-14

86 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 107: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

87

5. Terlihat bahwa rerata saturasi oksigen pada malam hari sedikit lebih rendah.

6. Terlihat bahwa rerata saturasi oksigen pada siang hari lebih tinggi.

7.Terlihat bahwa jenis kelamin laki-laki, faktor risiko hipertensi, pendidikan

sma, suku batak, jenis stroke yaitu stroke iskemik, tingkat kesadaran apatis

merupakan karakteristik demografi terbanyak.

V.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih

besar sehingga hasil penelitian lebih representatif.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang bersifat eksperimental terutama

terhadap pasien stroke yang memerlukan penggunaan terapi oksigen yang

selanjutnya dibandingkan dengan pasien yang tidak menggunakan terapi

oksigen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 108: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

88

DAFTAR PUSTAKA

Ali, K., Warusevitane, A., Lally, F., Sim, J., Sills, S., Pountain, S., et al. 2013.

The Stroke Oxygen Pilot Study : A Randomized Controlled Trial of the

Effects of Routine Oxygen Supplementation Early after Stroke Acute-

Effect on Key Outcomes at six Months. Plos One 8(6): 1-8.

Arboix, A., Eroles, L.G., Vicens, A., Oliveres, M., Massons, J. 2012.

Spontaneous Primary Intraventricular Hemorrhage:Clinical Features

and Early Outcome. ISRN Neurology.

Balami, J.S., Buchan, A.M. 2012. Complications of intracerebral haemorrhage.

Lancet Neurol. 11: 101–118

Bhattathiri, P.S., Gregson, B., Prasad, K.S.M., Mendelow, A.D. 2006.

Intraventricular hemorrhage and hydrocephalus after spontaneous

intracerebral hemorrhage: results from the STICH trial.Acta Neurochir.

96: 65–68.

Bustami, M., Retnaningsih., Jannis, J., Sobaryati., Hamid, A., Musridharta, E.,

et al. 2012. Advanced Neuro critical Care Support. Indonesia

Neurological Association. Jakarta.

Caplan, L.R. 2009. Caplan’s Stroke. A Clinical Approach 4th edition. Saunders

Elsevier. Philadelphia. 89-92.

Chan, YY., Katz, M., Moskowitz, A., Levine, SR., Richardson, LD., Tuhrim, S.,

et al. 2014. Supplemental oxygen delivery to suspected stroke patients

in pre hospital and emergency department settings. Medical Gas

Research. 4-16.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 109: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

89

Djojodibroto, D.R. 2009. Respirologi.EGC.Jakarta.

Gaillard, F., Jones, J. 2005. Intraventricular haemorrhage. Radiopaedia.org

Ghelmez, D., Tuta, S., Popa, C. 2013. Prognostic Factors in Hipertensive

Intracerebral Hemorrhage – Study on a Group of 80 Patients.

Romanian Journal of Neurology. 12(4) : 202-205

Gijn, J.V., Kerr, R.S., Rinkel, G.J. 2007. Subarachnoid haemorrhage. Lancet.

369: 306-18

Goldstein, L.B., Adams, R., Alberts, M.J., Appel, L.J., Brass, L.M.,Bushnel,

C.D., et al. 2006. Primary Prevention of Ischemic Stroke: A

Guideline from the American Heart Association / American Stroke

Association Stroke Council. Stroke. 37:1583–1633.

Hinson, H.E., Hanley, D.F., Ziai, W.C. 2010. Management of Intraventricular

Hemorrhage. Curr Neurol Neurosci Rep. 10(2): 73–82

Hallevi, H., Dar, N.S., Barreto, A.D.,Morales, M.M., Schild, S.M., Abraham,

A.T., et al. 2009. The IVH Score : A novel tool for estimating

intraventricular hemorrhage volume : Clinical and research

implications. Crit Care Med. 37(3): 969–e1

Indredavik, B., Bakke, F., Slordahl, SA., Rokseth, R., Haheim, LL., (1999).

Treatment In a Combined Acute And Rehabilitation Stroke unit : which

aspects are most important?. Stroke 30(5): 917-923.

Idris, Z., Raj, J., Abdullah, J.M. 2014. Early experience in endoscopic

management of massive intraventricular hemorrhage with literature

review. Asian Journal of Neurosurgery. 9(3): 124-129

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 110: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

90

R, Kennedy., W, Philip M., schellinger, Peter D., Kerr, Daniel M., Fulton,

Rachael., et al. 2012. Contemporary Outcome Measure In Acute

Stroke Research. Stroke 43:1163-1170.

Lloyd, Jones, D., Adams, R., Carnethon, M., Simone, G., Ferguson, B., Flegal,

K. 2009. Heart Disease and Stroke Statistics-2009 Update : A Report

From the American Heart Association Statistics Committee and Stroke

Statistics Subcommittee. Circulation. 119:e21–e181.

Liebeskind, D.S. 2014. Hemorrhagic Stroke. Available from : http:

//emedicine.medscape.com/article/793904.

Magistris, F., Bazak, S., Martin, J. 2013. Intracerebral Hemorrhage :

Pathophysiology, Diagnosis and Management. MUMJ. 10(1):15 -22

Misbach, J. 2011. Stroke. Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen.

Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf

Indonesia. Balai Penerbit FK UI. Jakarta.

Modified Rankin Scale available at : http:/www.Modified Rankin Scale -

NeuroDSS.com.htm .

Moheet, A.M., Katzan, I. Stroke. Available from :

http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanageme

nt/neurology/ischemic-stroke/

Morgan, T.C., Dawson, J., Spengler, D., Lees, K.R., Aldrich, C., Mishra, N.K.,

et al. 2013. The Modified Graeb Score An Enhanced Tool for

Intraventricular Hemorrhage Measurement and Prediction of

Functional Outcome. Stroke. 44: 635-641

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 111: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

91

Nyquist, P. 2010. Management of acute intracranial and intraventricular

hemorrhage. Crit Care Med. 38(3): 1-8

O’Driscoll, B, R., Howard, L, S., Davidson, A, G., British Thoracic Society

Guidelines. (2008). Guideline For Emergency Oxygen Use In Adult

Patients. Thorax Vol 63 Supplement 2.

Painthakar, M.M., Dabhi, R.D. 2003. Functional Recovery in Ischemic Stroke.

Neurol India. 51 : 414-416.

R, Kennedy., W, Philip M., schellinger, Peter D., Kerr, Daniel M., Fulton,

Rachael., et al. 2012. Contemporary Outcome Measure In Acute Stroke

Research. Stroke 43:1163-1170.

Rambe, A S., Fithrie, Aida., Nasution, Iskandar., Tonam. Profil Pasien Stroke

Pada 25 Rumah Sakit Di Sumatera Utara 2012. Neurona Vol. 30 No. 2

Maret 2013.

Roffe, C., Sills, S., Halim, M., Wilde, K., Allen, MB., Jones, PW., et al. (2003).

Unexpected nocturnal hypoxia in patients with acute stroke. Stroke 34

(11): 2641-2645.

Roffe, C., Ali, K., Warusevitane, A., Sills, S., Pountain, S., Allen, M., et al.

2011.The SOS pilot study: a RCT of routine oxygen supplementation

early after acute stroke- effect on recovery of neurological function at

one week. Plos one 6(5): e19113

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 112: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

92

Roffe, C., Nevatte, T., Crome, P., Gray, R., Sim, J., Pountain, S., et al. 2014.

The Stroke Oxygen Study (SO2S) a multicenter study to asses

whether routine oxygen treatmentin the first 72 hours after a stroke

omproves longterm outcome: study protocol for a randomized control

trial. 15-99.

Rowat, AM., Dennis, MS., Wardlaw, JM., 2006. Hypoxaemia in acute stroke is

frequent and worsens outcome. Cerebrovasc Dis, 21(3):166-172.

Sacco, R.L., Kasner, S.E., Broderick, J.P., Caplan, L.R., Connors, J.J.,

Culebras, A. 2013. An Updated Definition of Stroke for the 21st Century

A Statement for Healthcare Professionals From the American Heart

Association/American Stroke Association. Stroke. 44: 2064 – 2089

Samal, D., Greisenegger, S., Auff, E., Lang, W., Lalouschek, W. 2006. The

relation between knowledge about hypertension and Education in

Hospitalized patients with stroke in vienna. 1304-1308.

Santalucia, P., Pezzela, FR., Sessa, M., Monaco, S., Torgano, G., Anticoli, S.,

dkk. 2013. Sex differences in clinical presentation, severity and outcome

of stroke: Results from a hospital based registry.167-

Sjahrir, H. 2003. Stroke Iskemik. Yandira Agung. Medan.

Srivastava, T., Sannegowda, R.B., Satija, V., Jain, R.S., Tejwani, S., Mathur,

T. 2014. Primary intraventricular hemorrhage : Clinical features, risk

factors, etiology, and yield of diagnostic cerebral angiography.

Neurology India. 62(2) : 144-148

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 113: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

93

Sulter, G., Elting, JW., Stewart, R., Arend, A., De, Keyser., J. 2000.

Continuous pulse oximetry in acute hemiparetic stroke. J Neurol Sci

179(1): 65-69.

Taqui, A., Kamal, A.K. 2007. Stroke in Asians. Pak J Neurol Sci. 2(1):14–17

Weimar, C., Kurth, T., Kraywinkel, K., Wagner, M., Busse, O., Haberl, R. L., et

al. 2002. Assessment of Functioning and Disability After Ischemic

Stroke. Stroke. 33: 2053 - 2059.

Zhang, S., Liu, Z., Liu, YL., Wang, YL., Liu, T dan Cui, XB. 2017. Prevalence of

stroke and associated risk factors among middle aged and older farmers

in western China. Environmental Health and Preventive Medicine. 22-

26.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 114: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

94

LAMPIRAN 1

SURAT PERSETUJUAN IKUT DALAM PENELITIAN

Saya / wali pasien yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Pekerjaan :

Alamat :

Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas mengenai penelitian yang

berjuduL “ Efek Pemberian Terapi OksigenReguler Terhadap Outcome Pasien Stroke

Akut ” dan setelah mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan mengenai segala

sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut, maka dengan ini saya / wali

pasien secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan saya ikut dalam penelitian

tersebut.

Medan, ................................... 20........

Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan persetujuan

Tanda tangan

............................................

Saksi - saksi : 1......................................................................

2.......................................................................

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 115: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

95

LAMPIRAN 2

LEMBAR PENGUMPULAN DATA

I. DATA PRIBADI PENDERITA

Nama : ....................................................................................

Umur : ....................................................................................

Kelamin : Lk / Pr

Agama : ....................................................................................

Pendidikan : ....................................................................................

Pekerjaan : ....................................................................................

Suku : ....................................................................................

Alamat : ....................................................................................

Status Perkawinan : Kawin / Tidak kawin

Nomor MR : ....................................................................................

Tanggal MRS : ....................................................................................

Tanggal Pemeriksaan : ....................................................................................

II. ANAMNESA

A. Saat Masuk Rumah Sakit :

1. Cara : □ Auto □ Allo

2. Faktor Resiko :

- Diabetes Melitus □ ada □ tidak ada

- Riwayat Hipertensi □ ada □ tidak ada

- Riwayat Dislipidemia □ ada □ tidak ada

- Riwayat Hiperurisemia □ ada □ tidak ada

- Merokok □ ada □ tidak ada

4. Waktu antara saat serangan stroke sampai di RS : ..........jam .........hari

II. HASIL PEMERIKSAAN FISIK

A. Saat Masuk Rumah Sakit :

1. Vital sign

Kesadaran : □ CM □ Apatis □ Somnolens □ Sopor □ Coma

SKG : ............................

Tekanan Darah : ................. mmHg

Nadi : ................x/ menit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 116: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

96

Pernafasan : ................x/ menit

Temperatur : ................0C

Skor indeks barthel : .................

Saturasi Hari 1 :1 ………… 2 .……........

Saturasi Hari 2 :1 ………… 2 ………….

Saturasi Hari 3 :1 ………… 2 ………….

Skor mRS setelah pemberian terapi O2 reguler :............................

Skor indeks barthel setelah pemberian terapi O2 reguler :............................

B. Saat Keluar / Pulang dari Rumah Sakit :

1.Vital sign

Kesadaran : □ CM □ Apatis □ Somnolens □ Sopor □ Coma

SKG : ............................

Tekanan Darah : ................. mmHg

Nadi : ................x/ menit

Pernafasan : ................x/ menit

Temperatur : ................0C

2. Skor modified rankin Scale (mRS) = ...............

3. Skor Indeks Barthel =

III. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (sesuai hasil pemeriksaan pertama)

- Hb : ………………………………gr/dl

- Ht : ………………………………...%

- Leukosit : ……………………………. /mm3

- Trombosit : ……………………………. /mm3

- Eritrosit : ……………………………. /mm3

- KGD sewaktu : ……………………………..mg/dl

puasa : ……………………………..mg/dl

2 jam PP : ……………………………..mg/dl

- Kolesterol total : ……………………………..mg/dl

- Trigliserida : ..........................................mg/dl

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 117: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

97

- HDL kolesterol : ..........................................mg/dl

- LDL kolesterol : ..........................................mg/dl

- SGOT : ………………………………...U/L

- SGPT : ………………………………...U/L

- Ureum : ..........................................mg/dl

- Kreatinin : …………………………….....mg/dl

- Elektrolit :

Natrium: ....................................................mEq/L

Kalium : ....................................................mEq/L

Klorida : …………………………...................mEq/L

- D-dimer : ……………………………. ng/dl

- Asam urat : ……………………………..mg/dl

B. Hasil Foto Thorax

...............................................................................................................

………………………………………………………………………………….

C. Hasil EKG

...............................................................................................................

………………………………………………………………………………....

D. Hasil Pemeriksaan Head CT Scan Kepala :

................................................................................................................

………………………………………………………………………………….

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 118: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

98

LAMPIRAN 3

MODIFIED RANKIN SCALE ( mRS)

SKOR Dekskripsi

0 Tidak ada keluhan sama sekali

1 Tidak ada disabilitas yang signifikan walaupun ada keluhan, namun dapat membawa semua kebutuhannya untuk aktivitas hariannya

2 Disabilitas ringan; tidak dapat membawa beberapa benda untuk kebutuhan aktivitas hariannya, tetapi dapat menolong diri sendiri tanpa bantuan orang lain

3 Disabilitas sedang, membutuhkan bantuan orang lain untuk semua aktivitasnya tetapi masih mampu berjalan tanpa pendamping

4 Disabilitas sedang berat, tidak mampu berjalan dan tidak mampu melakukan aktivitas harian untuk kebutuhan dasar kehidupannya tanpa bantuan orang lain

5 Disabilitas berat, tidak ada aktivitas, hanya ditempat tidur, mengompol, dan membutuhkan perhatian dan perawatan teratur

6 Meninggal

Total (0-6):

Skor mRS pasien pada saat keluar dari Rumah Sakit = ..............

Interprestasi skor mRS : - mRS 1-3 ( mRS ≤ 3) : outcome baik - mRS 4-6 (mRS >3) :outcome buruk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 119: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

99

LAMPIRAN 4

INDEKS BARTHEL

1. Buang Air Besar ( bowel control ) 10 Tidak bermasalah ( no accidents ). Bila perlu memakai obat pencahar 5 Kadang kala bermasalah ( occasional accidents ) atau selalu membutuhkan obat pencahar

0 Penampilan buruk, tergantung bantuan orang lain ( Inferior performance)

2. Buang Air Kecil ( bladder control ) 10 Tidak bermasalah ( no accidents ). Dapat membersihkan alat Bantu bila diperlukan secara mandiri 5 Kadang kala bermasalah ( occasional accidents ) atau membutuhkan bantuan orang lain untuk membersihkan alat bantu

0 Penampilan buruk, tergantung bantuan orang lain ( Inferior performance)

3. Kebersihan Diri ( personal toilet/grooming ) 5 Membasuh muka, menyisir, menyikat gigi, mencukur secara mandiri

0 Penampilan buruk, tergantung bantuan orang lain ( Inferior performance)

4. Penggunaan Kamar Kecil ( toilet use ) 10 Mandiri untuk melakukan semua aktivitas di kamar kecil 5 Membutuhkan bantuan untuk menyeimbangkan badan, membuka/memakai pakaian dan saat membersihkan diri

0 Penampilan buruk, tergantung bantuan orang lain ( Inferior performance)

5. Makan ( feeding ) 10 Dapat melayani segala kebutuhan makan ( mengambil peralatan, ambil lauk pauk, dan sebagainya) secara mandiri 5 Membutuhkan bantuan orang lain, misalnya memotong daging, mengoles mentega

0 Penampilan buruk, tergantung bantuan orang lain ( Inferior performance)

6. Pindah dari tempat duduk ke tempat tidur dan sebaliknya ( Chair/bed transfer ) 15 Mandiri termasuk mengunci kursi roda dan mengangkat pijakan kaki 10 Bantuan minimal, umumnya untuk pendamping 5 Mampu duduk sendiri tapi butuh bantuan saat akan pindah tempat ( misal : dari tempat duduk ke tempat tidur )

0 Penampilan buruk, tergantung bantuan orang lain ( Inferior performance)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 120: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

100

7. Berjalan ( ambulation ) Chair/bed transfer ) 15 Berjalan sendiri dengan jarak sekitar 50 yards. Kadang butuh bantuan kecuali untuk berjalan dengan bertumpu pada roda untuk berjalan ( rolling walker ) 10 Butuh bantuan untuk berjalan sejauh 50 yards 5 Mempergunakan kursi roda untuk jarak 50 yards, kecuali tidak bisa berjalan 0 Penampilan buruk, tergantung bantuan orang lain ( Inferior performance)

8. Berpakaian ( dressing ) 10 Mandiri. Seperti mengikat tali sepatu, mengancingkan baju 5 Butuh bantuan, tetapi tidak semuanya, dan dikerjakan dengan pelan-pelan 0 Penampilan buruk, tergantung bantuan orang lain ( Inferior performance)

9. Naik tangga ( Stair Climbing ) 10 Mandiri. Kadang perlu bantuan alat ( misalnya tongkat ) 5 Perlu bantuan atau pengawasan ( ada yang menemani )

0 Penampilan buruk, tergantung bantuan orang lain ( Inferior performance)

10 Mandi ( Bathing ) 5 Mandiri tanpa bantuan

0 Penampilan buruk, tergantung bantuan orang lain ( Inferior performance)

Total Nilai 0-100 0-50 : Berat 51-75 : Sedang 76-100: Ringan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 121: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

101

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 122: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

cii

Nama No. RM Kesadaran

Usia (Tahun)

Jenis Kelamin Pekerjaan

Jenis Stroke

Pendidikan Terakhir

Faktor Resiko Suku

mRS 0

mRS 3

mRS 14

BI 0

BI 3

BI 14

Saturasi O2 (%) Malam (1) Hari Pertama

Saturasi O2 (%) Malam (2) Hari Pertama

Saturasi O2 (%) Siang (1) Hari Pertama

Saturasi O2 (%) Siang (2) Hari Pertama

Saturasi O2 (%) Malam (1) Hari Kedua

DINIS 683529 CM 48 Laki-Laki PNS Iskemik S1 Tidak Ada Karo 2 1 1 60 100 100 95 95 96 98 96

Dirhamsyah 667656 CM 53 Laki-Laki pegawai swasta Iskemik Sma Hipertensi batak 3 3 3 75 100 100 97 97 98 98 97

Siti Rahma 694418 Apatis 57 Perempuan IRT Iskemik Sma Hipertensi melayu 2 1 2 60 100 95 95 95 97 97 96

Lavanter 704219 CM 40 Laki-Laki Wiraswasta Iskemik Sma Hipertensi batak 2 2 2 90 90 95 95 96 97 96 97

A. Sinulingga 694414 Apatis 62 Laki-Laki Wiraswasta Iskemik Sma Dislipidemia batak 2 1 1 60 100 95 97 97 98 97 97

Asni Br. Sembiring 689502 Apatis 52 Perempuan Wiraswasta Iskemik Sma Hipertensi batak 3 3 3 60 60 60 97 97 98 97 97

denget 701684 CM 62 Perempuan IRT Iskemik smp Hipertensi Karo 2 2 2 90 90 90 97 98 98 98 97

Aisyah 693476 Apatis 70 Perempuan IRT hemoragik sd Hipertensi batak 2 1 2 60 100 95 95 95 97 97 97

pakean 699146 Apatis 77 Perempuan IRT Iskemik sd Hipertensi Karo 3 3 3 60 60 60 97 97 98 97 97

Tukiman 296403 Apatis 79 Laki-Laki Tidak Bekerja Iskemik sma Hipertensi batak 4 4 4 60 60 60 98 98 98 97 98

hendra 700946 Apatis 37 Laki-Laki pegawai swasta Iskemik S1 Hipertensi batak 4 4 4 60 60 60 99 98 99 99 99

Syarifuddin 537500 Apatis 75 Laki-Laki PNS hemoragik S1 merokok jawa 2 1 2 60 100 95 96 96 97 98 97

Juminar Apatis 56 Perempuan IRT hemoragik S1 diabetes melitus batak 4 4 4 60 60 60 98 98 98 98 97

Supini 699652 CM 67 Perempuan iRT Iskemik Sma Tidak Ada jawa 2 2 2 60 100 100 96 96 97 97 97

Bahagia 675882 CM 54 Laki-Laki Wiraswasta hemoragik Sma Tidak Ada batak 2 2 2 60 100 100 97 97 98 97 97

Nderman 567361 CM 66 Perempuan IRT Iskemi k smp Tidak Ada Karo 2 1 1 60 100 100 97 98 98 99 99

Surya Dharma 698001 CM 56 Laki-Laki

pegawai swasta Iskemik S1

diabetes melitus batak 2 1 1 60 100 100 98 98 98 98 97

M.Syahrul 693091 CM 34 Laki-Laki pegawai swasta Iskemik sma Tidak Ada batak 2 1 1 60 100 100 98 97 98 98 97

Taromin 684507 Apatis 70 Laki-Laki Tidak Bekerja Iskemik sma Hipertensi batak 3 3 3 60 60 60 97 97 98 97 97

Zikri 684572 Apatis 50 Laki-Laki Wiraswasta hemoragik sma Hipertensi batak 3 3 3 60 60 60 95 95 96 96 96

Edward 684572 Apatis 66 Laki-Laki Tidak Bekerja Iskemik S1

diabetes melitus batak 3 3 3 60 60 60 97 96 98 97 97

Gerhard 684572 CM 75 Laki-Laki Tidak Bekerja Iskemik sma Hipertensi batak 2 1 1 60 100 100 98 98 99 98 98

yanti 698165 CM 43 Perempuan IRT Iskemik sma diabetes melitus batak 2 2 1 60 100 100 97 97 98 98 97

Jasiman 684665 Apatis 63 Laki-Laki Wiraswasta Iskemik sma diabetes melitus batak 3 3 3 60 60 60 97 97 98 98 97

maliukur 684811 CM 45 Laki-Laki Wiraswasta Iskemik sma Hipertensi batak 2 1 1 60 100 100 98 98 99 99 98

ngadiran 684922 Apatis 46 Laki-Laki pegawai swasta Iskemik S1 Hipertensi jawa 3 3 3 60 60 60 96 97 98 98 98

Renti 634320 Apatis 56 Perempuan IRT Iskemik sma Hipertensi melayu 3 3 3 60 100 100 98 98 98 98 97

Borkat 698175 CM 54 Laki-Laki pegawai swasta hemoragik S1

diabetes melitus batak 2 1 1 60 100 100 98 98 97 98 97

Syafaruddin 697863 CM 53 Laki-Laki Wiraswasta hemoragik sma Hipertensi jawa 2 1 1 60 60 100 98 97 98 98 97

Sudirman 685375 CM 58 Laki-Laki Wiraswasta hemoragik sma merokok batak 2 1 1 60 100 100 98 98 98 98 97

Abu Hasan 696222 CM 71 Laki-Laki Tidak Bekerja hemoragik sma Tidak Ada batak 3 3 2 60 60 100 98 98 98 97 96

Togu 476253 Apatis 63 Laki-Laki Wiraswasta Iskemik sma Hipertensi batak 3 3 3 60 60 60 98 97 98 98 96

Alam 691938 Apatis 41 Laki-Laki pegawai swasta Iskemik S1 Tidak Ada batak 2 1 1 60 100 100 95 96 96 97 97

Pajar Sidik 695764 695764 Apatis 48 Laki-Laki Wiraswasta Iskemik sma Hipertensi batak 2 1 1 60 100 100 98 98 99 98 97

Nuriani 695959 Apatis 60 Perempuan IRT Iskemik sma Tidak Ada jawa 2 1 1 60 100 100 98 98 99 98 97

A.sinulingga 694430 Apatis 62 Laki-Laki Tidak Bekerja Iskemik S1

diabetes melitus batak 2 2 3 60 100 100 98 98 98 99 98

Djaga 376059 Apatis 76 Laki-Laki Tidak Bekerja Iskemik sma

diabetes melitus batak 3 3 3 60 60 60 98 98 98 99 98

Amser 405167 Apatis 56 Laki-Laki pegawai swasta hemoragik S1 merokok batak 3 3 3 60 60 60 98 98 98 99 98

M. Hipni 686140 Apatis 55 Laki-Laki pns hemoragik sma merokok jawa 3 3 3 60 60 60 97 98 98 99 98

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 123: TESIS MAGISTER EFEK PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN REGULER …

ciii

Kartika 703021 CM 32 Perempuan IRT Iskemik smp diabetes melitus jawa 2 1 1 60 100 100 98 98 99 99 98

Nursia 704549 CM 64 Perempuan Tidak Bekerja Iskemik sma Hipertensi minang 2 1 1 60 100 100 95 95 96 96 96

Kamariah 696411 CM 66 Perempuan Tidak Bekerja Iskemik S1

diabetes melitus melayu 2 1 1 60 100 100 98 98 99 99 98

Sulikin 408612 CM 39 Laki-Laki pegawai swasta Iskemik sma hipertensi jawa 2 1 1 60 100 100 98 98 99 99 98

Riswanto 694908 CM 45 Laki-Laki pegawai swasta hemoragik S1 Hipertensi batak 2 2 2 60 60 60 95 95 96 96 96

karina 704839 CM 44 Laki-Laki IRT hemoragik smp Hipertensi batak 2 2 2 60 60 60 95 95 96 97 96

Ukurmuli 690499 CM 73 Perempuan IRT Iskemik sma diabetes melitus jawa 3 3 3 60 60 60 98 97 97 98 97

Nuriani 695547 Apatis 60 Perempuan IRT Iskemik smp diabetes melitus jawa 3 3 3 60 60 100 98 98 98 99 97

Marhalip 704831 CM 45 Laki-Laki Wiraswasta Iskemik smp diabetes melitus batak 2 2 2 60 60 60 95 95 96 96 96

K adiman 695766 Apatis 49 Laki-Laki pegawai swasta Iskemik S1

diabetes melitus minang 3 2 1 60 60 60 98 98 99 98 97

A. Pribadi tarigan 691938 Apatis 41 Laki-Laki

pegawai swasta Iskemik S1

diabetes melitus Karo 2 2 3 60 60 60 95 95 96 97 96

T. Parulian 476253 Apatis 63 Laki-Laki Tidak Bekerja Iskemik S1 merokok batak 3 3 3 60 60 60 97 97 98 98 96

Suginem 696310 Apatis 62 Perempuan IRT hemoragik smp Hipertensi jawa 3 3 3 60 60 60 97 97 97 98 97

Enos 696881 Apatis 54 Laki-Laki Wiraswasta Iskemik sma Hipertensi Karo 3 3 3 60 60 60 97 96 98 97 96

Supartik 696881 CM 63 Perempuan Tidak Bekerja Iskemik S1

diabetes melitus jawa 2 2 2 60 60 100 98 98 98 98 97

Magdalena 433236 CM 61 Perempuan Tidak Bekerja Iskemik S1

diabetes melitus batak 2 2 2 60 60 100 98 98 99 98 97

Juman Noor 690157 Apatis 61 Laki-Laki

Tidak Bekerja hemoragik S1 Hipertensi melayu 3 2 2 60 60 60 97 97 98 98 96

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA