TESIS %%% HASIL@@@@@

download TESIS %%% HASIL@@@@@

If you can't read please download the document

description

ghj

Transcript of TESIS %%% HASIL@@@@@

53BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangInfeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama. Menurut Razavi et al. (2005) WHO melalui World Alliance for Patient Safety 2005 -2006 melaporkan 2% - 5% dari prosedur bedah tiap tahun terjadi infeksi luka operasi. Kejadian ini lebih tinggi di temukan di negara-negara berkembang yaitu 12% di Bolivia dan 19% di Republik Tanzania. Penelitian di Iran, pasien-pasien yang mengalami operasi abdomen mengalami kejadian infeksi luka operasi sebesar 17,4%.Berdasarkan survei prevalen yang dilakukan WHO terhadap 55 rumah sakit dari 14 negara di 4 wilayah kerja WHO (Eropa, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat) menunjukkan rata-rata 8,7% pasien rumah sakit menderita infeksi nosokomial. Lebih dari 1,4 juta orang di dunia menderita akibat komplikasi nosokomial. Frekuensi tertinggi dari infeksi nosokomial yang dilaporkan dari rumah sakit yaitu terjadi pada wilayah Asia Tenggara dan Mediterania Timur sebesar 10,0% dan 11,8%, sedangkan prevalensi di wilayah Eropa dan Pasifik Barat masing-masing 7,7% dan 9,0% (Girard et al., 2002). Roy and Pearl dalam Herwaldt 1998 mengatakan bahwa infeksi luka operasi menempati urutan ketiga terbanyak dalam infeksi luka nosokomial menyebabkan morbiditas dan mortalitas serta meningkatkan biaya rumah sakit. Menurut Chong and Sawyer (2002) bahwa data infeksi luka operasi terhitung 14% dari semua kejadian yang tidak diharapkan pada pasien yang dirawat di rumah sakit yang menyebabkan peningkatan lama hari rawat rata-rata 7,3 hari, dan menyebabkan peningkatan biaya 42% atau dapat diperkirakan menjadi $ 3,152 per infeksi luka operasi berdasarkan penelitian sebelumnya pada tahun 1992. Pada pasien dengan infeksi luka operasi memerlukan 4,6 kunjungan rawat jalan ekstra daripada pasien yang tidak terinfeksi. Berdasarkan data National Nosocomial Infection Surveillance (NNIS) pada rumah sakit terdapat 0,62 1,9% pasien dengan infeksi luka operasi meninggal. Hasil penelitian Parencevich et al. (2003) menunjukkan bahwa pada pasien dengan infeksi luka operasi mengalami penurunan yang signifikan dalam skor komponen kesehatan mental setelah operasi. Pasien dengan infeksi luka operasi secara signifikan lebih banyak memerlukan kunjungan rawat jalan, kunjungan ruang gawat darurat, pelayanan radiologi dan bantuan pelayanan kesehatan rumah (home care). Biaya total rata-rata meningkat 2,9 kali lebih besar pada pasien infeksi pasca operasi dalam 8 minggu setelah pemulangan. Selama 10 - 20 tahun belakangan ini telah banyak perkembangan yang telah dibuat untuk mencari masalah utama terhadap meningkatnya angka kejadian infeksi nosokomial di banyak negara, dan dibeberapa negara, Kondisinya justru sangat memprihatinkan. Keadaan ini justru memperlama waktu perawatan dan perubahan pengobatan dengan obat-obatan mahal, serta penggunaan jasa di luar rumah sakit. Infeksi nosokomial bisa bersumber dari petugas kesehatan, pasien yang lain, alat dan bahan yang digunakan untuk pengobatan maupun dari lingkungan rumah sakit. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial antara lain: faktor internal (seperti usia, penggunaan obat, penyakit penyerta, malnutrisi, kolonisasi flora normal tubuh, personal hygiene yang rendah, perilaku personal dll) serta faktor eksternal (seperti banyaknya petugas kesehatan yang kontak langsung dengan pasien, banyaknya prosedur invasif, lama tinggal di rumah sakit, lingkungan yang terkontaminasi dll). Di era globalisasi dan perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan menuntut perawat, sebagai suatu profesi, memberi pelayanan kesehatan yang optimal. Saat ini, praktik pelayanan keperawatan di banyak rumah sakit di Indonesia belum mencerminkan praktik pelayanan profesional. Metoda pemberian asuhan keperawatan yang dilaksanakan belum sepenuhnya berorientasi pada upaya pemenuhan kebutuhan pasien, melainkan lebih berorientasi pada pelaksanaan tugas. Pelayanan keperawatan profesional mewujudkan dampak positif yang memungkinkan pemberian asuhan keperawatan klien secara berkesinambungan dan dapat dipertanggunggugatkan oleh perawat.Dalam penelitian ini, penulis akan melakukan penelitian di RSUD Dr. Soedarso Pontianak yang merupakan rumah sakit type B Non pendidikan sesuai dengan SK MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 1068/MENKES/SK/XI/1992 TANGGAL 28 Nopember 1992, memberikan pelayanan kesehatan mulai dasar hingga subspesialistik. Fasilitas pelayanan yang ada meliputi pelayanan medis, penunjang medis dan penunjang non medis. Pelayanan medis meliputi instalasi rawat jalan, rawat inap, gawat darurat, bedah sentral, pusat diagnostik dan ruang bersalin. Penunjang medis meliputi instalasi radiologi, pathologi klinik/anatomi, rehabilitasi medik, gizi dan farmasi. Penunjang non medis meliputi instalasi pendidikan dan latihan, instalasi pemeliharaan fasilitas rumah sakit, instalasi penunjang non medik selektif.RSUD Dr. Soedarso saat ini sedang dalam proses menjadi rumah sakit tipe B pendidikan. Hal ini berkaitan dengan telah dibukanya Fakultas Kedokteran Universitas Tanjung Pura Pontianak sejak tahun 2003. RSUD Dr. Soedarso, telah lulus akreditasi Penuh (3 Tahun) untuk 12 pelayanan rumah sakit yang telah dilaksanakan pada bulan September 2007. Motto RSUD Dr. Soedarso adalah Bekerja Keras Melaksanakan Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Untuk Kepuasan Pelanggan. Sedangkan visi RSUD Dr. Soedarso adalah Menjadi Rumah Sakit Terbaik Mandiri dan Profesional dengan misi; Meningkatkan pelayanan yang berkualitas dan terjangkau masyarakatMeningkatkan pengetahuan dan ketrampilan melalui pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan sumber daya manusia Meningkatkan kesejahteraan pegawai Meningkatkan pendapatan guna menunjang ke-mandirian rumah sakit RSUD Dr. Soedarso Pontianak berupaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang berorientasi pada customer sebagai antisipasi menghadapi kompetitor lokal yaitu rumah sakit swasta di kota Pontianak dan di negara tetangga yang berbatasan darat dengan propinsi Kalimantan barat yaitu Kota Kuching, Sarawak, Malaysia. Dalam mewujudkan visi rumah sakit tersebut salah satu tujuan pelayanan adalah pelayanan kesehatan yang bermutu. Salah satu indikator untuk menilai mutu pelayanan suatu rumah sakit adalah angka kejadian infeksi nosokomial (Nainggolan, 1994).Dalam upaya membatasi dan mencegah meningkatnya angka kejadian infeksi nosokomial, sejak tahun 1992 Depkes mengeluarkan kebijakan dengan mengeluarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 983/Menkes/SK/XI/1992 tanggal 12 November 1992 tentang pedoman organisasi rumah sakit umum dalam pengendalian infeksi nosokomial, yang didalamnya disebutkan perlu adanya team/panitia pengendali infeksi. Team/panitia pengendali infeksi mengkaji dan mengevaluasi berbagai kegiatan dan didasarkan pada indikator-indikator yang secara teoritik mempunyai hubungan korelasi dengan hasil perawatan, misalnya lama perawatan, morbiditas dan mortalitas. Melalui hasil analisis ini dapatlah diketahui faktor-faktor yang terkait sebagai penyebab infeksi nosokomial. Dalam program pencegahan dan pemberantasan infeksi nosokomial, perawat merupakan orang terpenting dari team pengendalian infeksi nosokomial (infection control), (Pollock, 1987). Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta menyelenggaraan sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan (Azwar, 1994). Perawat adalah tenaga pelayanan kesehatan yang mempunyai kontak paling lama dengan pasien. Menurut Hamid (2001) dalam Tandipajung (2002) dalam sarana pelayanan kesehatan dimana beban pelayanan keperawatan lebih besar dibandingkan pelayanan profesional dari profesi lain, memungkinkan perawat untuk memegang kendali dalam pelaksanaan pelayanan/asuhan kesehatan dalam sarana kesehatan tersebut. Berkaitan dengan pencegahan ILO, maka perawatan luka operasi adalah merupakan tanggung jawab perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien pasca operasi. Perawatan luka merupakan aspek yang penting dari asuhan keperawatan dan membutuhkan pengetahuan dan keterampilan merawat luka agar luka tetap aman (Norton dan Miller, 1986).Berdasarkan penelitian Atmanto (2000) yang meneliti tentang hubungan perawatan luka dengan ILO di RSUP Dr. Sardjito didapatkan hasil perawatan luka pasca laparatomi belum dilaksanakan secara maksimal. Ditemukan kejadian ILO 6% dimana ada hubungan yang bermakna antara kejadian ILO dengan pelaksanaan proses keperawatan. Menurut Johnson et al. (2006) dalam penelitiannya diperoleh data dari 715 pasien yang dilakukan operasi sesar yang diamati selama 35 minggu, dari akhir tahun 2002 hingga pertengahan pertama 2003, 80 (11,2%) pasien mengalami SSI, 57 (71%) diantaranya mereka dideteksi pada saat pasien akan keluar dari rumah sakit. Berdasarkan penelitian Killian et al. (2001) di Albany Medical Centre New York Amerika, dari 765 kasus operasi caesar yang diteliti, 59 pasien (7,7%) mengalami SSI. Menurut Normand and Damato (2001) prosedur operasi dapat meningkatkan resiko terhadap morbiditas khususnya terhadap infeksi, demikian juga dengan operasi bedah sesar yang infeksinya disebut dengan post caesarian infection atau infeksi pasca bedah sesar. Infeksi pasca bedah sesar yaitu infeksi yang terjadi setelah operasi bedah sesar. Infeksi ini dapat mempengaruhi sistem ginjal, hematologis, pulmoner, reproduksi dan integumen. Infeksi uterus dan infeksi operasi terhitung hampir tiga per empat dari infeksi pasca bedah sesar. Pengembangan sumber daya manusia pada RSUD Dr. Soedarso dilakukan dengan cara peningkatan pendidikan dan ketrampilan melalui pengiriman tenaga sesuai dengan kebutuhan, dengan mengikuti : 1) Pendidikan formal sesuai tingkat pendidikannya, 2) pendidikan spesialistik, 3) seminar, simposium maupun lokakarya yang berkaitan dengan rumah sakit, 4) kursus-kursus tententu dalam rangka mendayagunakan peralatan medis yang tersedia, 5) Studi banding ke rumah sakit lain, dan 6) pelatihan yang terkait dengan pengembangan wawasan/ peningkatan ketrampilan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan. Adapun jumlah dan kualifikasi sumber daya manusia RSUD Dr. Soedarso adalah sebagai berikut:Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa tenaga keperawatan memiliki prosentase yang paling banyak, dan merupakan sumber daya yang potensial, apabila peranannya tidak dikelola dengan baik, maka dapat mempengaruhi kualitas mutu pelayanan di RSUD Dr. Soedarso. Dari hasil studi pendahuluan didapatkan data pada tiga tahun terakhir terjadi peningkatan pemanfaatan pelayanan RSUD Dr. Soedarso. Menunjukkan meningkatnya pemanfaatan rumah sakit sebagai unit pelayanan dan peningkatan mutu pelayanan. Adapun secara rinci indikator pelayanan rawat inap di RSUD Dr. Soedarso dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Kualifikasi sumber daya manusia RSUD Dr. SoedarsoJenis tenagaJumlah%Medis676,9Keperawatan40241,6Farmasi252,5Gizi262,6Kesehatan Masyarakat161,6Terapi Fisik70,7Teknisi Medis525,3Non Nakes37038,3Jumlah965100 Sumber data : Profil RSUD Dr. Soedarso edisi September 2007.Tabel 2. Indikator pelayanan rawat inap RSUD Dr.Soedarso Pontianak 2002 s/d 2006IndikatorNilai IndikatorStandar Dirjen Yanmed20022003200420052006BOR (%)69,1965,1767,7375,5187 60-85%AvLOS (hari)55556 6 - 9 hrTOI (hari)23321 1 - 3 hrBTO (kali)4840454856 40-50 kaliNDR (permil)3332363324 38cDehisensi Lampiran 4. Hasil analisis validitas dan reliabilitas instrumen penelitianAnalisis univariabelKejadian infeksiFaktor risiko pra bedahFaktor risiko pasca bedahAanalisis bivariabel Hubungan Faktor Risiko Pra Bedah dengan Kejadian InfeksiHubungan umur2 * infeksiHubungan gravida2 * infeksiHubungan perawatan prabedah * infeksiHubungan kpd * infeksiHubungan profilaksis * infeksiHubungan prosedur * infeksiHubungan Faktor Risiko Pasca Bedah dengan Kejadian InfeksiHubungan lama perawatan pasca bedah * infeksiHubungan teknik perawatan luka * infeksiHubungan kat_cuci tangan * infeksiHubungan kat_sarung tangan * infeksiHubungan kat_ganti balut * infeksi Hubungan ketepatan pemberian obat * infeksiANALISIS MULTIVARIABELKandidat Variabel independen yang memenuhi syarat untuk dilakukan analisis multivariabel jika nilai 0,25 adalah :Variabel Ketuban Pecah Dini= 0,048Variabel AB Profilaksis= 0,010Variabel Prosedur= 0,043Variabel Perawatan Pasca Bedah= 0,003Variabel Penggunaan Sarung Tangan= 0,247Logistic RegressionBlock 1: Method = Forward Stepwise (Likelihood Ratio)