Tesis 23Desember 001 · Quantum GIS 2.0.1 Dufour untuk pengolahan data ... data spasial dilakukan...

3
8 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan bulan Juli 2014, bertempat di bagian Komputasi Terapan, Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Data penelitian yang digunakan meliputi data titik panas kebakaran hutan dan lahan di Indonesia tahun 2002 dan 2013 yang bersumber dari Departemen Kehutanan Republik Indonesia dan data sebaran lahan gambut di pulau Sumatera yang bersumber dari Wetlands International Program Indonesia. Keseluruhan data spasial tersebut menggunakan sistem referensi spasial WGS84. Atribut yang dipilih dan dianalisa pada data sebaran lahan gambut di pulau Sumatera adalah berupa jenis, ketebalan dan penutupan lahan gambut. Perangkat lunak dan perangkat keras yang digunakan untuk mengembangkan sistem adalah sebagai berikut: 1 Perangkat lunak: a. Sistem operasi : Windows 7 Ultimate b. Weka 3.6 untuk praproses data c. R untuk clustering data d. Quantum GIS 2.0.1 Dufour untuk pengolahan data spasial 2 Perangkat keras yaitu komputer personal dengan spesifikasi sebagai berikut: a. Processor: Intel® Core(TM)2 Duo CPU T6600 @ 2.20 GHz b. Memory 2 GB c. Monitor dengan resolusi 1024 768 pixel d. Harddisk 1 Terabyte e. Mouse dan keyboard Area Studi Penelitian ini melakukan clustering data titik panas di areal lahan gambut pulau Sumatera. Berdasarkan data hasil deteksi satelit NOAA, terdapat 91 324 titik panas di Indonesia pada tahun 2002 dan 20 440 titik panas yang terdeteksi sepanjang tahun 2013. Berdasarkan sebaran lahan gambut tahun 2002, Indonesia memiliki luas lahan gambut sekitar 20.6 juta ha, dimana 35% diantaranya terdapat di pulau Sumatera. Luas lahan gambut diurutkan dari yang terluas di pulau Sumatera tahun 2002 adalah sebagai berikut: 1) Riau: 4.044 juta ha (56.1 % dari luas total lahan gambut), 2) Sumatera Selatan 1.484 juta ha (20.6%), 3) Jambi: 0.717 juta ha (9.95%), 4) Sumatera Utara: 0.325 juta ha (4.5 %), 5) Aceh: 0.274 juta ha (3.8 %), 6) Sumatera Barat: 0.210 juta ha (2.9%), 7) Lampung: 0.088 juta ha (1.2 %), dan 8) Bengkulu: 0.063 juta ha (0.88 %) (Wahyunto et al. 2005).

Transcript of Tesis 23Desember 001 · Quantum GIS 2.0.1 Dufour untuk pengolahan data ... data spasial dilakukan...

Page 1: Tesis 23Desember 001 · Quantum GIS 2.0.1 Dufour untuk pengolahan data ... data spasial dilakukan terhadap data peta digital sebaran lahan gambut dengan ... membuat setiap kelompok

8

3 METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan bulan Juli 2014, bertempat di bagian Komputasi Terapan, Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Data penelitian yang digunakan meliputi data titik panas kebakaran hutan dan lahan di Indonesia tahun 2002 dan 2013 yang bersumber dari Departemen Kehutanan Republik Indonesia dan data sebaran lahan gambut di pulau Sumatera yang bersumber dari Wetlands International Program Indonesia. Keseluruhan data spasial tersebut menggunakan sistem referensi spasial WGS84. Atribut yang dipilih dan dianalisa pada data sebaran lahan gambut di pulau Sumatera adalah berupa jenis, ketebalan dan penutupan lahan gambut.

Perangkat lunak dan perangkat keras yang digunakan untuk mengembangkan sistem adalah sebagai berikut: 1 Perangkat lunak:

a. Sistem operasi : Windows 7 Ultimate b. Weka 3.6 untuk praproses data c. R untuk clustering data d. Quantum GIS 2.0.1 Dufour untuk pengolahan data spasial

2 Perangkat keras yaitu komputer personal dengan spesifikasi sebagai berikut:

a. Processor: Intel® Core(TM)2 Duo CPU T6600 @ 2.20 GHz b. Memory 2 GB c. Monitor dengan resolusi 1024 768 pixel d. Harddisk 1 Terabyte e. Mouse dan keyboard

Area Studi

Penelitian ini melakukan clustering data titik panas di areal lahan gambut pulau Sumatera. Berdasarkan data hasil deteksi satelit NOAA, terdapat 91 324 titik panas di Indonesia pada tahun 2002 dan 20 440 titik panas yang terdeteksi sepanjang tahun 2013. Berdasarkan sebaran lahan gambut tahun 2002, Indonesia memiliki luas lahan gambut sekitar 20.6 juta ha, dimana 35% diantaranya terdapat di pulau Sumatera. Luas lahan gambut diurutkan dari yang terluas di pulau Sumatera tahun 2002 adalah sebagai berikut: 1) Riau: 4.044 juta ha (56.1 % dari luas total lahan gambut), 2) Sumatera Selatan 1.484 juta ha (20.6%), 3) Jambi: 0.717 juta ha (9.95%), 4) Sumatera Utara: 0.325 juta ha (4.5 %), 5) Aceh: 0.274 juta ha (3.8 %), 6) Sumatera Barat: 0.210 juta ha (2.9%), 7) Lampung: 0.088 juta ha (1.2 %), dan 8) Bengkulu: 0.063 juta ha (0.88 %) (Wahyunto et al. 2005).

Page 2: Tesis 23Desember 001 · Quantum GIS 2.0.1 Dufour untuk pengolahan data ... data spasial dilakukan terhadap data peta digital sebaran lahan gambut dengan ... membuat setiap kelompok

9

Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan. Gambar 3 menunjukkan tahapan dari metode penelitian.

Praproses Data

1. Praproses data titik panas Pada tahapan ini dilakukan pemrosesan terhadap 91 324 record data titik

panas di Indonesia pada tahun 2002 dan 20 440 data titik panas pada tahun 2013 untuk memperoleh data atribut lokasi lintang dan bujur serta waktu kemunculan titik panas di areal lahan gambut pulau Sumatera. Keseluruhan data tersebut selanjutnya dikurangi dan dibersihkan, sehingga hanya menyisakan data lokasi lintang dan bujur titik panas di areal lahan gambut di pulau Sumatera. Tahapan pemilihan data dilakukan untuk mendapatkan atribut yang akan digunakan. Atribut lokasi (longitude dan latitude) dan tanggal munculnya titik panas merupakan atribut yang digunakan dalam penelitian. Atribut longitude (bujur) dan latitude (lintang) diperlukan untuk mengetahui lokasi dari titik panas pada wilayah tertentu.

2. Praproses data lahan gambut

Atribut yang dianalisa berupa jenis, ketebalan dan penutupan lahan gambut. Atribut yang dipilih dan dianalisa pada data sebaran lahan gambut di pulau Sumatera adalah berupa jenis, ketebalan dan tutupan lahan gambut. Luas total lahan gambut di pulau Sumatera pada tahun 2002 berdasarkan jenis dan ketebalan gambut adalah sekitar 7.20 juta ha, atau 14.90% dari luas seluruh daratan di pulau Sumatera yang luasnya sekitar 48.24 juta ha (Wahyunto et al. 2005). Pemrosesan data spasial dilakukan terhadap data peta digital sebaran lahan gambut dengan memanfaatkan beberapa fungsi diantaranya fungsi clip yang berguna untuk memotong unsur-unsur spasial (input) yang akan di overlay nantinya dengan menggunakan unsur-unsur spasial yang lain, dan fungsi merge yang digunakan untuk menggabungkan layer-layer yang sebelumnya terpisah berdasarkan tingkat provinsi menjadi satu layer utuh areal pulau Sumatera. Dilakukan pula proses proyeksi peta untuk mendefinisikan sistem koordinat baru terhadap peta sebaran lahan gambut pulau Sumatera dikarenakan tidak tersedianya metadata pada data frame yang memberikan informasi koordinat-koordinat unsur-unsur spasialnya. Tahapan praproses memanfaatkan PostgreSQL 9.1 untuk manajemen basis data dengan ekstensi PostGIS untuk mengolah data spasial dan Quantum GIS 2.0.1 Dufour untuk pemrosesan data spasial.

Gambar 3 Tahapan penelitian

 Mulai Pra-proses data

Clustering data titik panas menggunakan algoritme DBSCAN

Selesai Evaluasi hasil clustering

Analisis hasil clustering

Cluster titik panas

Page 3: Tesis 23Desember 001 · Quantum GIS 2.0.1 Dufour untuk pengolahan data ... data spasial dilakukan terhadap data peta digital sebaran lahan gambut dengan ... membuat setiap kelompok

10

Pembentukan Data set untuk Proses Clustering

Dataset yang digunakan dalam pembentukan cluster adalah data titik panas yang tersebar di dalam areal lahan gambut di seluruh pulau Sumatera pada tahun 2002 dan 2013 serta data jenis, ketebalan dan tutupan lahan gambut. Untuk memperoleh keseluruhan dataset, maka dilakukan operasi overlay antara data titik panas dan data lahan gambut. Berdasarkan hasil analisis kueri, diperoleh 13 253 titik panas yang tersebar di areal lahan gambut pulau Sumatera tahun 2002 dan 3335 titik panas di areal lahan gambut pulau Sumatera tahun 2013. Keseluruhan data titik panas tersebut adalah dataset yang digunakan untuk proses clustering.

Clustering Data Titik Panas menggunakan algoritme DBSCAN

Data hasil praproses dikelompokkan menggunakan algoritme DBSCAN. DBSCAN merupakan algoritme pengelompokan yang didasarkan pada kepadatan (density) data, yaitu jika jumlah data yang berada dalam radius Eps lebih dari atau sama dengan Minpts (jumlah minimal data dalam radius Eps), maka data tersebut termasuk dalam kategori kepadatan yang diinginkan, dimana jumlah data dalam radius tersebut termasuk data itu sendiri. DBSCAN menggunakan konsep titik pusat (core point), titik batas (border point), dan noise. Titik yang memiliki sejumlah titik tetangga dan memenuhi jumlah titik minimum disebut sebagai titik pusat, sedangkan titik batas memiliki jumlah titik tetangga namun tidak memenuhi jumlah titik minimum. Titik batas merupakan titik di dalam ketetanggaan dari titik pusat. Kriteria suatu titik dikatakan sebagai noise yaitu pada saat titik tersebut tidak termasuk titik pusat maupun titik batas, selain itu titik tersebut tidak memenuhi konsep directly density-reachable dari suatu titik pusat (Ester et al. 1996) Tahapan awal yang dilakukan adalah melakukan penentuan nilai Eps dan MinPts yang akan digunakan sebagai titik dalam sebuah cluster, sehingga Eps-neigborhood secara kasar memiliki jarak yang sama serta titik noise memiliki jarak terjauh dari Eps-neigborhood sehingga dilakukan plot jarak secara terurut pada setiap titik pada Eps-neigborhood. Cluster dapat diidentifikasi terbaik jika Eps-neigborhood memiliki jarak yang mirip dengan titik yang lain atau memiliki jarak yang sama. Setelah diperoleh dan ditentukan nilai Eps dan MinPts yang sesuai, maka selanjutnya dilakukan prosedur-prosedur yang meliputi: 1) melakukan clustering pada titik yang tersisa dengan cara menghubungkan semua titik inti (core) dengan jarak yang kurang dari Eps satu sama lain, 2) membuat setiap kelompok dari titik inti yang terhubung menjadi clustering yang terpisah, dan 3) menetapkan setiap titik perbatasan ke salah satu clustering terdekat pada kelompoknya. Proses clustering dalam penelitian ini menggunakan perangkat lunak statistika R 3.1.

Evaluasi Hasil Clustering

Sebagian besar proses clustering berlangsung tanpa pengawasan (unsupervised), sehingga proses evaluasi clustering sangat penting untuk dilakukan. Dalam proses clustering tidak ada standar kelas tertentu, sehingga sulit