Terowongan jtgd-bemby

15
1 Terowongan Sebagai Saluran Pengelak Dan Saluran Untuk PLTA di Bendungan Jatigede Oleh : Bemby Sunaryo Penerapan teknologi terowongan di Indonesia masih sangat jarang apalagi di bidang transportasi darat. Di bidang keairanpun, penerapan teknologi terowongan sebagai bangunan pendukung misalnya pada pembangunan bendungan juga jarang dapat ditemui. Namun demikian, dengan meningkatnya kualitas dan kuantitas Tenaga Ahli Indonesia di bidang terowongan, meningkatnya potensi masalah sosial berkaitan dengan pembebasan lahan, meningkatnya kesadaran tentang lingkungan hidup dan meningkatnya perekonomian Indonesia maka sudah saatnya untuk meningkatkan potensi penerapan teknologi terowongan baik untuk bangunan keairan maupun untuk transportasi darat. Bendungan Jatigede yang sedang dibangun saat ini, menerapkan teknologi terowongan sebagai saluran pengelak dan saluran untuk PLTA. Meski sering kali menemui kendala dalam pelaksanaanya, terowongan pengelak bendungan Jatigede direncanakan, diawasi dan dilaksanakan oleh Tenaga Ahli dan Tenaga Kerja Indonesia. Terowongan sebagai saluran pengelak bendungan Jatigede direncanakan agar mampu mengalirkan debit inflow periode ulang 100 tahunan sebesar 3.200 m 3 /detik dengan kapasitas pengaliran sebesar 1.882 m 3 /det dan mempunyai bentuk bulat, berdiameter 10 meter dengan panjang terowongan sekitar 546 m. Lokasi terowongan sebagai saluran pengelak berada dalam batuan breksi lapuk dan memotong patahan di beberapa tempat. Terowongan sebagai saluran untuk PLTA mempunyai bentuk bulat berdiameter 4,5 meter untuk mengalirkan debit rencana sebesar 61.84 m 3 /det untuk membangkitkan daya listrik sebesar 110 MW. Panjang total terowongan ini mulai pintu intake sampai power house adalah sekitar 3.000 meter namun hingga akhir tahun ini, panjang terowongan yang akan diselesaikan hanya 120 meter di bagian hulu yang menembus batuan breksi lapuk dan claystone. Kondisi topografi, geologi, metoda dan pelaksanaan perkuatan lereng galian terbuka, jenis portal, metoda dan pelaksanaan penggalian underground, jenis pendukung, model perancah dan bekesting, jenis lining, proses pengecoran beton, metoda dan pelaksanaan perbaikan batuan disekitar terowongan, kendala-kendala lapangan, penerapan K3 dan modifikasi desain untuk kedua terowongan tersebut akan diuraikan disini sebagai bahan untuk didiskusikan dan dikaji bersama.

description

bacaan

Transcript of Terowongan jtgd-bemby

Page 1: Terowongan jtgd-bemby

1

Terowongan Sebagai Saluran Pengelak Dan Saluran Untuk PLTA di Bendungan Jatigede

Oleh : Bemby Sunaryo

Penerapan teknologi terowongan di Indonesia masih sangat jarang apalagi di bidang transportasi darat.

Di bidang keairanpun, penerapan teknologi terowongan sebagai bangunan pendukung misalnya pada

pembangunan bendungan juga jarang dapat ditemui.

Namun demikian, dengan meningkatnya kualitas dan kuantitas Tenaga Ahli Indonesia di bidang

terowongan, meningkatnya potensi masalah sosial berkaitan dengan pembebasan lahan, meningkatnya

kesadaran tentang lingkungan hidup dan meningkatnya perekonomian Indonesia maka sudah saatnya

untuk meningkatkan potensi penerapan teknologi terowongan baik untuk bangunan keairan maupun

untuk transportasi darat.

Bendungan Jatigede yang sedang dibangun saat ini, menerapkan teknologi terowongan sebagai saluran

pengelak dan saluran untuk PLTA. Meski sering kali menemui kendala dalam pelaksanaanya,

terowongan pengelak bendungan Jatigede direncanakan, diawasi dan dilaksanakan oleh Tenaga Ahli

dan Tenaga Kerja Indonesia.

Terowongan sebagai saluran pengelak bendungan Jatigede direncanakan agar mampu mengalirkan

debit inflow periode ulang 100 tahunan sebesar 3.200 m3/detik dengan kapasitas pengaliran sebesar

1.882 m3/det dan mempunyai bentuk bulat, berdiameter 10 meter dengan panjang terowongan sekitar

546 m.

Lokasi terowongan sebagai saluran pengelak berada dalam batuan breksi lapuk dan memotong patahan

di beberapa tempat.

Terowongan sebagai saluran untuk PLTA mempunyai bentuk bulat berdiameter 4,5 meter untuk

mengalirkan debit rencana sebesar 61.84 m3/det untuk membangkitkan daya listrik sebesar 110 MW.

Panjang total terowongan ini mulai pintu intake sampai power house adalah sekitar 3.000 meter namun

hingga akhir tahun ini, panjang terowongan yang akan diselesaikan hanya 120 meter di bagian hulu

yang menembus batuan breksi lapuk dan claystone.

Kondisi topografi, geologi, metoda dan pelaksanaan perkuatan lereng galian terbuka, jenis portal,

metoda dan pelaksanaan penggalian underground, jenis pendukung, model perancah dan bekesting,

jenis lining, proses pengecoran beton, metoda dan pelaksanaan perbaikan batuan disekitar terowongan,

kendala-kendala lapangan, penerapan K3 dan modifikasi desain untuk kedua terowongan tersebut akan

diuraikan disini sebagai bahan untuk didiskusikan dan dikaji bersama.

Page 2: Terowongan jtgd-bemby

2

1. PENDAHULUAN

Bendungan Jatigede terletak di Desa Cijeungjing, Kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang,

Propinsi Jawa Barat. Lokasi bendungan dapat dicapai melalui kota Sumedang kearah Cirebon,

pada kilometer 34 (pertigaan Tolengas) belok ke kanan. Jarak pertigaan Tolengas dengan

lokasi bendungan adalah 15 km (lihat Gambar 1).

Tujuan pembangunan bendungan Jatigede ini, disamping untuk memenuhi kebutuhan air irigasi

lahan seluas 90.000 ha sebagai tujuan utama juga dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan air

domestik sebanyak 3.500 liter/detik, pengendali banjir 14.000 ha di kabupaten Indramayu,

pembangkit listrik tenaga air (PLTA), 110 MW dan sarana pariwisata.

Tubuh bendungan direncanakan berupa urugan batu berzona dengan inti kedap air tegak

dilengkapi dengan filter sebagai drainase dan rip-rap di hulu dan hilirnya. Bendungan Jatigede

akan membentuk waduk dengan total volume tampungan 1,1 Milyar m3 dengan tinggi

Lokasi Bendungan

Jatigede Gambar 1 : Lokasi Bendungan Jatigede

Page 3: Terowongan jtgd-bemby

3

maksimum 110 meter dari dasar sungai Cimanuk, panjang puncak 1.715 meter dan total

volume timbunan sebesar 6,7 Juta m3 .

Berdasarkan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK), pekerjaan phisik dimulai pada tanggal 15

Nopember 2007 dengan masa kontrak selama 65 bulan.

Terowongan telah dipilih sebagai saluran pengelak untuk mengalirkan air sungai Cimanuk dari

bagian hulu tubuh bendungan menuju bagian hilir agar penggalian dan penimbunan untuk

tubuh bendungan dapat dilakukan.

Terowongan juga telah dipilih sebagai saluran PLTA untuk membangkitkan tenaga listrik

sebesar 110 MW.

Lokasi kedua terowongan ditunjukkan oleh Gambar 2, 3 dan 4 dibawah ini.

Aliran S. Cimanuk

Tubuh bendungan di

alur sungai

Sta 1+100

Sta 0+161

Tubuh bendungan

tumpuan kanan

Sta 1+825

Intake PLTA 110 MW

Pintu terowong

pengelak

Intake irigasi

Bangunan Pelimpah

4 unit Pintu radial Tubuh bendungan

tumpuan kiri

Seepage measuring

chamber kanan

Gambar 2 : Denah Lokasi Terowongan Pengelak dan Intake PLTA 110 MW

Page 4: Terowongan jtgd-bemby

4

2. Detail Engineering Design (DED) Terowongan Sebagai Pengelak

Desain terowongan bendungan Jatigede sebagai pengelak mengalami modifikasi desain

selama masa pelaksanaan. Data teknis terowongan ini sampai bulan Agustus 2010 adalah

sebagai berikut :

Lokasi : dibawah bangunan pelimpah

Tipe terowongan : penampang bulat dengan lapisan beton bertulang mutu beton

tipe “E” atau setara dengan K-300.

Panjang terowongan : 546 m

Kemiringan dasar : 0,013585

Elevasi dasar intake : +164 m

Debit rencana inflow : Q100 atau debit sebesar 3.200 m3/det.

Kapasitas debit keluar, Qout : 1.882.71 m3/det.

Sistem proteksi : 2 tipe penyangga yaitu :

Bangunan Pelimpah

Terowong Pengelak, = 10 m

PROGRESS OF DAM EMBANKMENT

III. RIVER BED PARTI. LEFT BANK PART II. RIGHT BANK PART

+ 210.00

Intake PLTA 110 MW

Gambar 3 : Lokasi Terowongan Pengelak dan Intake PLTA 110 MW pada Potongan Memanjang Bendungan

Page 5: Terowongan jtgd-bemby

5

o Untuk Rock Mass Type 3 (RMT-3) atau fair rock berupa

shotcrete t=10 cm dengan wiremesh bersama-sam dengan

rockbolt

o Untuk Rock Mass Type 4 (RMT-4) atau poor rock berupa

shotcrete t=10 cm dengan wiremesh, rockbolt dan steel

rib. Rockbolt D25 mm, L=6 m dipasang pada jarak kurang

dari 2 m. Steel rib menggunakan profile WF 250.250.9.14

dipasang pada jarak 1,0 m (atau ditentukan langsung oleh

Engineer) pada bagian atas dan dinding terowongan.

Metoda penggalian : sistem peledakan

Sistem pengisian void : grouting.

Sistem lining : Pengecoran per blok atau per segmen, @ 12 m.

Gambar DED :

Gambar 4 : Denah terowongan pengelak

Gambar : Potongan memanjang terowongan pengelak

Gambar 4 : Denah terowongan pengelak

Gambar 5: Potongan memanjang terowongan pengelak

Page 6: Terowongan jtgd-bemby

6

3. Detail Engineering Design (DED) Terowongan untuk PLTA

Data teknis terowongan ini adalah sebagai berikut :

Lokasi : sisi kanan di luar tubuh bendungan

Tipe terowongan : penampang bulat dengan lapisan beton bertulang mutu beton

tipe “E” atau setara dengan K-300.

Panjang terowongan : 120 m (yang dibangun saat ini)

Kemiringan dasar : 0,151575

Gambar 6 : Potongan Melintang Terowongan Pengelak

Page 7: Terowongan jtgd-bemby

7

Elevasi dasar intake : +221 m

Kapasitas debit keluar, Qout : 61.84 m3/det rerata.

Sistem proteksi : 1 tipe penyangga yaitu :

o Untuk Rock Mass Type 4 (RMT-4) atau poor rock berupa

shotcrete t=10 cm dengan wiremesh, rockbolt dan lattice

girder. Rockbolt D25 mm, L=6 m dipasang pada jarak

kurang dari 2 m. Lattice girder menggunakan besi tulangan

berdiameter 25 mm dipasang pada jarak 1,5 m (atau

ditentukan langsung oleh Engineer) pada bagian atas dan

dinding terowongan.

Metoda penggalian : sistem peledakan

Sistem pengisian void : grouting.

Sistem lining : Pengecoran per blok atau per segmen, @ 6 m.

Gambar DED :

Gambar 7 : Potongan Memanjang Terowongan untuk PLTA (120 m bagian hulu)

Page 8: Terowongan jtgd-bemby

8

4. Kondisi Topografi

Kedua terowongan menembus bukit dengan ketebalan overburden sekitar 50 meter. Pada

bagian atas terowongan pengelak terdapat bangunan pelimpah sedangkan pada bagian atas

terletak terowongan untuk PLTA terdapat jalan akses.

Bentuk lereng yang curam di sekitar mulut kedua terowongan diperlukan struktur proteksi lereng

yang cukup beraneka ragam agar lereng tidak longsor.

5. Kondisi Geologi

Seperti dilaporkan oleh Geologist di Tim Konsultan Supervisi, kondisi geologi sepanjang

terowongan pengelak Bendungan Jatigede umumnya adalah terdiri dari Poor rock of class IV

sampai Fair rock of class III. Hubungan korelasi antara stand – up time dari unsupported

underground excavation span dengan kalsifikasi geomechanics adalah berkisar 4 - 20 jam

untuk batuan klas IV - Poor Rock. Kondisi geologi sepanjang terowongan pengelak ditunjukkan

oleh Gambar 9 dibawah ini.

Gambar 8 : Potongan Melintang Terowongan Untuk PLTA

Page 9: Terowongan jtgd-bemby

9

Dalam tahapan review design, sudah diinterpretasikan bahwa sepanjang terowongan pengelak

akan ditemukan 4 (empat) zona patahan (Fault shear zone), dua zona patahan di hulu plugging

area, dan dua zona patahan lainnya terletak di hilir plugging area.

Gambar 9 : Kondisi Geologi Terowongan Pengelak ( diambil dari Makalah berjudul

Konstruksi Terowongan padaZona Patahan, oleh Harya Muldianto dan

Sonny B. Wicaksono)

Penampang Geologi

Penampang Klas Batuan

Penampang Permeabilitas Batuan

Penampang Kuat Tekan Batuan

FAULT FAULT

terowongan

Page 10: Terowongan jtgd-bemby

10

Kondisi geologi terowongan untuk intake PLN adalah berupa batuan vulcanic breccia pada

bagian hulu terowongan dan berupa batuan claystone pada bagian hilir terowongan seperti

terlihat pada Gambar 7 diatas.

6. Pelaksanaan

6.1 Penggalian

Metoda penggalian untuk terowongan Pengelak dan PLN menggunakan sistem peledakan

dengan tahap-tahap pengerjaan sebagai berikut :

a. Survey and line marking : pekerjaan survey untuk pengecekan as terowongan, batas-

batas galian, alinyemen terowongan dan pemberian garis-garis dan titik-titik atau tanda

posisi lubang drilling face, menggunakan alat survey total station.

b. Drilling face : pemboran horizontal pada bagian muka terowongan untuk menyediakan

lubang sebagai tempat bahan peledak dan untuk memasang forepolling. Jarak dan

kedalaman pemboran ditentukan oleh Geologist bersama dengan Tenaga Ahli Ledak

berdasarkan kondisi batuan. Alat yang digunakan adalah jumbo drill atau leg drill sesuai

kondisi batuan.

c. Charging : pekerjaan memasukkan bahan peledak kedalam lubang-lubang bor.

d. Blasting : pekerjaan peledakan untuk memecah batuan untuk mempermudah

penggalian.

e. Ventilating : mengeluarkan debu hasil peledakan keluar terowongan dengan

menggunakan blower.

f. Scalling : membersihkan potongan potongan batu lepas yang masih menempel

didinding terowongan maupun di crown terowongan menggunakan rock breaker atau

jack hammer tergantung ukuran batu lepas yang harus dibuang.

g. Mucking out : proses pengangkutan hasil blasting berupa material batu lepas keluar

terowongan menuju tempat pembuangan material menggunakan excavator atau loader

dan dump truck.

Page 11: Terowongan jtgd-bemby

11

5

INTAKE - POWER WATERWAYGALIAN TUNNEL DENGAN PELEDAKAN (85,62 M DARI 150 M)

h. Steel rib installation untuk terowongan pengelak : initial support untuk terowongan

pengelak menggunakan steel rib yang ditekuk di pabrik dan dipasang pada jarak

tertentu sesuai instruksi Engineers di lapangan untuk memperkuat atap dan dinding

terowongan agar tidak runtuh. Pemasangan dilakukan dengan bantuan alat berat

berupa excavator.

i. Lattice girder installation untuk terowongan PLN : terowongan PLN tidak menggunakan

steel rib sebagai initial support melainkan menggunakan lattice girder. Perakitan lattice

girder dapat dilakukan langsung di lapangan dan proses pemasangannya dibantu oleh

excavator. Jarak lattice girder ditentukan oleh Engineers berdasarkan kondisi batuan.

Pada segmen tertentu, lattice girder tidak dipasang karena kondisi batuan cukup keras

dan kompak.

j. Shotcreting : penyemprotan beton ke permukaan terowongan yang sudah diberi lapis

wiremesh dan lattice girder Tebal shotcrete, 10 cm.

k. Rockbolting : Pemasangan besi tulangan berdiameter 25 mm dengan panjang 6 meter

kedalam lubang bor kemudian mengisi rongga antara dinding lubang bor dan besi

tulangan dengan grout material. Rockbolting bertujuan untuk menyatukan batuan lepas

disekitar lubang terowongan agar secara bersama-sama menjadi lebih kuat untuk

menahan beban darai batuan yang berada lebih luar dar as terowongan. Jarak rockbolt

rata-rata 2 meter.

Penggalian kedua terowongan dilakukan dengan dua tahap yaitu penggalian upper half

kemudian disusul dengan penggalian lower half.

Penggalian untuk terowongan pengelak dilakukan dari dua arah yaitu dari arah hulu dan hilir,

tembus di tengah terowongan. Sedangkan penggalian terowongan untuk PLN dilakukan dari

satu arah yaitu dari arah hulu ke hilir.

Gambar 11 : Penggalian terowongan PLTA

menggunakan lattice girder untuk initial support

Gambar 10 : Penggalian terowongan pengelak saat

tembus ditengah

Page 12: Terowongan jtgd-bemby

12

6.2 Concrete Lining

Perkuatan permanen berupa concrete lining untuk terowongan pengelak dilakukan setelah

penggalian sepanjang terowongan baik upper half maupun lower half dapat diselesaikan.

Pekerjaan concrete lining dimulai dari bagian tengah bentang terowongan yaitu dengan

melakukan pemasangan beton bertulang untuk terowongan bagian bawah (concrete lining

bagian bawah). Dua blok dipasang paling dulu termasuk pemasangan ril untuk tumpuan sliding

form. Setelah beton kedua blok cukup umur, dilakukan perakitan atau pemasangan dua unit

sliding form diatas kedua blok beton tersebut. Sliding form digunakan untuk pengecoran

concrete lining bagian dinding dan atap terowongan. Pemasangan concrete lining bagian

bawah terowongan terus dilakukan secara berkesinambungan baik kearah hulu maupun kearah

hilir yang diikuti dengan concrete lining bagian dinding dan atap terowongan dengan jalan

menggeser sliding form ke lokasi pengecoran.

Concrete lining untuk terowongan PLN sedang dilaksanakan yaitu pada dua blok di dekat gate

shaft menggunakan form biasa. Namun sliding form untuk concrete lining terowongan PLN

sudah ada di lapangan dan siap untuk dipakai pada pengecoran concrete lining blok-blok

berikutnya.

Gambar 12 : Perakitan Sliding Form di terowongan

pengelak

Page 13: Terowongan jtgd-bemby

13

6.3 Kendala Dalam Pelaksanaan

Keruntuhan pada zona patahan merupakan kendala paling berat dalam pelaksanaan

penggalian di terowongan pengelak sedangkan selama penggalian di terowongan PLN

keruntuhan tidak terjadi hingga panjang penggalian terowongan mencapai 120 m.

Paling tidak empat kali keruntuhan telah terjadi selama penggalian terowongan pengelak dan

keruntuhan terbesar terjadi pada zona patahan di sta. C+203 – C+211 (di sekitar tengah

bentang terowongan) pada hari Selasa tanggal 12 Januari 2010. Pada keruntuhan ini, batuan

boulder yang jatuh berukuran 3m3 , shotcrete, rockbolt yang terpasang rusak dan beberapa

steel rip bengkok. Sebuah excavator yang sedang melakukan pekerjaan mucking terjepit

namun tidak sampai terjadi korban jiwa. Keruntuhan di section ini telah membentuk rongga di

bagian atap terowongan setinggi lebih dari 16 m. Akibat keruntuhan ini, pekerjaan penggalian

terowongan pengelak terhenti lebih dari 3 bulan untuk mencari cara penanganan yang tepat.

Diskusi dengan melibatkan banyak pihak yang kompeten terhadap masalah keruntuhan ini telah

dilakukan sampai akhirnya dapat dilakukan perbaikan pada zona runtuhan sehingga proses

penggalian dapat dilanjutkan.

Selain keruntuhan (cave in), kendala lain yang terjadi saat proses penggalian terowongan

pengelak adalah galian berlebih (overbreak). Akibat overbreak, steel rib tidak dapat terpasang

rapat ke bagian dinding atau atap terowongan. Dengan demikian pada lokasi-lokasi tertentu,

blok batu yang mestinya tetap stabil sebagai pengunci blok-blok batu disekitarnya, dapat lepas

atau jatuh yang akan memicu keruntuhan yang lebih besar.

Gambar 13 : Keruntuhan di terowongan pengelak Sta

C+203 – C+211

Page 14: Terowongan jtgd-bemby

14

6.4 Cara Mengatasi Kendala Dalam Pelaksanaan

Kendala paling berat dalam pelaksanaan penggalian terowongan pengelak bendungan Jatigede

berupa keruntuhan galian di sta C+203 – C+211 dapat diatasi dengan tahap-tahap pekerjaan

sebagai berikut :

a. Membuang dan mengganti steel rib yang rusak bagian demi bagian, lebih rapat dengan

jarak 60 cm.

b. Menutup permukaan runtuhan dengan shotcrete

c. Steel rib yang terpasang disatukan dengan shotcrete atau backfill concrete

d. Grouting konsolidasi dari pondasi spillway dengan kedalaman grouting 30-35 m dan

panjang area grouting 40 m sejajar as terowongan. Lebar area grouting 15 m.

e. Memasang horizontal H-Beam pada invert upper half

f. Pemasangan steel lagging/ profil canal, C

g. Memasang perancah di as terowongan.

h. Mengisi ruang kosong akibat runtuhan dengan backfill concrete

i. Contact grouting setelah backfill concrete selesai

j. Pemasangan fore polling

Gambar 14 : Steel lagging

Gambar 15 : Backfill concrete

Gambar 16 : Perancah di as terowongan

Page 15: Terowongan jtgd-bemby

15

7. Kesimpulan

a. Dalam pembangunan bendungan Jatigede, menerapkan terowongan sebagai sarana

pendukung untuk pengelakan aliran sungai dan sebagai saluran untuk PLTA.

b. Dalam proses penggalian terowongan, tingkat ketidakpastian terhadap kondisi yang kita

hadapi cukup tinggi sehingga diperlukan suatu persiapan yang matang termasuk

penyediaan material dan peralatan yang cukup, strategi managemen yang tidak kaku

(fleksibel) dan pengambilan keputusan yang cepat agar proses penggalian terowongan

dapat selesai dengan aman, tepat waktu dan biaya.

c. Kondisi paling rawan pada penggalian terowongan pengelak metoda blasting/peledakan

di bendungan Jatigede adalah beberapa saat setelah peledakan pada area di sekitar

tunnel face karena initial support pada area tersebut belum dipasang dan adanya

pengaruh ledakan yang kuat terhadap kondisi batuan di area tersebut.

d. Penggunaan lattice girder sebagai support pada penggalian terowongan untuk PLTA di

bendungan Jatigede telah menunjukkan performa yang cukup memuaskan dengan

keuntungan dibandingkan penggunaan steel rib adalah sebagai berikut :

Bisa dirakit di lapangan.

Lebih ringan sehingga lebih mudah dan cepat pemasangannya.

Shotcrete dapat menjangkau semua bagian lattice girder sehingga batuan dan

lattice girder menyatu.

Daftar Pustaka

Laporan Akhir Tahun Supervisi Pelaksanaan Konstruksi Bendungan Jatigede - Tahun Anggaran 2010, 2011 dan 2012 - KSO PT. Indra Karya, PT.Indah Karya & Ass., PT. Tata Guna Patria, PT.Wiratman dan PT. Mettana. Consulting Engineers. Makalah berjudul Konstruksi Terowongan pada Zona Patahan, oleh Harya Muldianto dan Sonny B. Wicaksono).