Terowongan RMR)

40
ANALISA KESTABILAN TEROWONGAN DENGAN PENERAPAN KLASIFIKASI MASSA BATUAN MODIFIED BASIC ROCK MASS RATING I. LATAR BELAKANG Industri pertambangan merupakan salah satu penyumbang devisa bagi negara yang tak lepas dari resiko besar. Sistem penambangan secara tambang bawah tanah secara garis besar juga mempunyai resiko besar, salah satunya adalah masalah kestabilan terowongan. Terowongan yang tidak stabil biasanya disebabkan oleh adanya gangguan-gangguan seperti gejala-gejala geologi, pelapukan, swelling batuan, tekanan dan aliran air tanah yang berlebihan serta tegangan yang berada disekitar terowongan. Pembuatan lubang bukaan bawah tanah akan mengakibatkan perubahan distribusi tegangan terutama pada daerah sekitar lubang bukaan dan dapat mengakibatkan lubang bukaan tidak stabil. Dalam rangka itulah, maka selaku peneliti akan mencoba menganalisis kestabilan terowongan dengan mengggunakan Klasifikasi Massa Batuan dengan Klasifikasi Modified Basic Rock Mass Rating System

description

RMR

Transcript of Terowongan RMR)

2

ANALISA KESTABILAN TEROWONGAN DENGAN PENERAPAN KLASIFIKASI MASSA BATUAN

MODIFIED BASIC ROCK MASS RATING

I.LATAR BELAKANG

Industri pertambangan merupakan salah satu penyumbang devisa bagi negara yang tak lepas dari resiko besar. Sistem penambangan secara tambang bawah tanah secara garis besar juga mempunyai resiko besar, salah satunya adalah masalah kestabilan terowongan. Terowongan yang tidak stabil biasanya disebabkan oleh adanya gangguan-gangguan seperti gejala-gejala geologi, pelapukan, swelling batuan, tekanan dan aliran air tanah yang berlebihan serta tegangan yang berada disekitar terowongan. Pembuatan lubang bukaan bawah tanah akan mengakibatkan perubahan distribusi tegangan terutama pada daerah sekitar lubang bukaan dan dapat mengakibatkan lubang bukaan tidak stabil.

Dalam rangka itulah, maka selaku peneliti akan mencoba menganalisis kestabilan terowongan dengan mengggunakan Klasifikasi Massa Batuan dengan Klasifikasi Modified Basic Rock Mass Rating System (MBR), agar dapat menyarankan jenis penyanggaan yang dapat digunakan untuk penguatan terowongan.

II.PERUMUSAN MASALAH

Apabila kita membuka suatu bukaan dibawah permukaan, hal ini dapat mengubah atau mengganggu sistim keseimbangan massa batuan yang telah ada, dimana hal ini akan menimbulkan resiko berubahnya sifat material batuan di atas lubang bukaan.

Dengan dibuatnya lubang bukaan dibawah permukaan maka akan mengakibatkan perubahan distribusi tegangan terutama di dekat lubang bukaan. Selain adanya distribusi tegangan dan sistim keseimbangan, kita juga mengetahui bahwa keadaan di muka bumi ini tidak pernah terlepas dan gejala - gejala geologi seperti struktur lipatan (folding), rekahan, sesar, patahan (fault) dan lainnya.

Oleh karena hal tersebut diatas, maka diperlukan metode-metode tertentu seperti metode penggalian, penyanggaan untuk menjadikan terowongan bawah tanah menjadi stabil dan aman bagi para pekerja dan peralatan tambang.

III. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dari penelitian ini adalah ingin mengetahui hasil penerapan dari parameter Klasifikasi Massa Batuan Geomekanik dan Klasifikasi Massa Batuan MBR system, serta mengetahui prosedur pengukuran secara langsung di lapangan. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah menerapkan penggunanan klasifikasi klasifikasi massa batuan agar dapat menyarankan jenis penyangga yang sesuai berdasarkan hasil yang diperoleh.

IV.METODOLOGI PENELITIAN

Untuk mengetahui adanya ketidakstabilan pada lubang bukaan bawah tanah ada beberapa metode yang dapat digunakan, diantaranya

1. Metode pengamatan atau observasi, didasarkan pada pemantauan di lapangan tentang adanya pergerakan massa batuan dan adanya bidang bidang diskontinuitas, seperti patahan, rekahan dan sesar.

2. Metode empirik didasarkan pada klasifikasi massa batuan, yaitu dengan mengidentifikasi parameter terpenting yang mempengaruhi perilaku massa batuan dan membagi formasi massa batuan yang khusus ke kelompok dengan perilaku sama.

3. Analisis data

V. MANFAAT HASIL PENELITIAN

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukkan bagi perusahaan pertambangan / pihak pengelola pertambangan.

2. Hasil penelitian ini merupakan suatu bentuk sumbangan kepada lembaga pendidikan dalam rangka peningkatan dan pemberdayaan perpustakaan di Fakultas Teknologi Mineral, khususnya Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Trisakti.

3. Sebagai bahan masukan atau bahan perbandingan bagi peneliti lain yang meneliti masalah serupa.

VI. LOKASI PENELITIAN

Lokasi tugas akhir adalah pada perusahaan pertambangan yang menggunakan sistem tambang bawah tanah, yaitu PT. FREEPORT INDONESIA.

VII. WAKTU PENELITIAN

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan September - Nopember 2001 dengan jadwal sebagai berikut :

VIII.STUDI PUSTAKA

Tambang bawah tanah adalah usaha penambangan bahan galian yang kegiatan penambangannya dilakukan di bawah tanah. Tambang bawah tanah memiliki resiko yang lebih besar dari pada tambang terbuka, terutama dalam hal kestabilan terowongannya. Bukaan dan hasil kegiatan operasi di bawah tanah, keseimbangan tekanan pada bagian atap dan sisi bukaan berubah dan atap yang tidak disangga biasanya cenderung untuk melengkung pada bagian tengahnya yang bisa menyebabkan terjadinya keruntuhan.

Klasifikasi tambang bawah tanah (H.L. Hartman, 1987)

A. Unsupported methods

1.Room and pillar mining

2. Stope and pillar mining

3. Shrinkage stoping

4. Sublevel stoping

B.Supported methods

1. Cut and fill stoping

2. Stull stoping

3. Square set stoping

C. Caving methods

1. Longwall mining

2. Sublevel caving

3. Block caving.

Sistim penambangan bawah tanah memiliki banyak kelemahan bila dibandingkan dengan sistim tambang terbuka, antara lain dalam hal :

1.Lingkungan kerja bawah tanah terbatas sehingga efesiensi pekerja lebih rendah. Jenis peralatan dan fasilitas angkutan juga terbatas oleh karena harus disesuaikan dengan dimensi lingkungan kerja.

2.Adanya ventilasi dan penyanggaan serta penerangan pada lubang bukaan tambang bawah tanah mutlak harus ada.

3.Mining recovery lebih rendah oleh adanya pillar-pillar sebagai penyangga.

4. Adanya lingkungan kerja yang terbatas memungkinkan lebih seringnya terjadi kecelakaan.

Kestabilan terowongan tidak terlepas dan perilaku massa batuan dan sangat dipengaruhi oleh keadaan distribusi tegangan yang terjadi di sekitar terowongan. Ketidakstabilan terowongan biasanya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu : Faktor bukan struktur geologi (tegangan insitu yang berlebihan, pelapukan dan swelling serta tekanan dan aliran air tanah) dan Struktur geologi (dapat diketahui dengan pemetaan geologi detail / rinci di atas dan di bawah permukaan).

Faktor-faktor bukan struktur geologi yaitu

1. Tegangan insitu yang berlebihan : pada massa batuan terdapat tegangan mula-mula yang terdiri dan 3 macam, yaitu : tegangan gravitasi yang disebabkan oleh berat dan batuan yang berada di atasnya, tegangan tektonik yang terjadi karena adanya pergeseran pada kulit bumi pada saat ini ataupun pada masa lampau dan tegangan sisa yang terjadi sebagai akibat pada saat gempa bumi tidak semua gaya dilepaskan tetapi masih ada yang tersisa di dalam batuan. Untuk pengukuran tegangan insitu dilakukan dengan cara Hydraulic Fracturing, Overcoring, Flat Jack dan Rossette.

2.Pelapukan dan Swelling untuk pengujian terhadap pelapukan dilakukan pengujian di laboratorium, sedangkan untuk swelling test dilakukan pengujian petrografi.

3.Tekanan dan aliran air tanah dengan menggunakan Piezometer kita dapat mengetahui tekanan air tanah pada suatu lapisan, sedangkan untuk mengetahui aliran air tanah dilakukan pumping test, sehingga dapat dibuat sistim drainage yang efektif dan terkontrol.

Sedangkan faktor yang mempengaruhi kestabilan lubang bukaan yang merupakan struktur geologi adalah

1.Kekar merupakan struktur rekahan dalam batuan dimana sedikit sekali mengalami pergeseran, dalam konstruksi bawah tanah dapat menyebabkan terjadinya runtuhan pada bagian atap terowongan dan menimbulkan bidang-bidang lemah yang mempengaruhi kestabilan terowongan.

2.Sesar merupakan suatu rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran sehingga terjadi perpindahan antara bagian yang berhadapan, dengan arah yang sejajar dengan bidang patahan

Karena hal itulah, maka diperlukan data-data pemetaan geologi dan pemboran memungkinkan sesuai dengan pengamatan geologi diharapkan massa batuan dapat menyangga dirinya sendiri, jika hal itu tidak terjadi, maka diperlukan bantuan penyanggan untuk mencegah adanya runtuhan dan memperkuat bidang-bidang lemah yang berpotensi untuk longsor.

Klasifikasi Massa Batuan

Klasifikasi massa batuan adalah bagian dari metode-metode yang ada untuk memperkirakan kestabilan terowongan. Metode-metode untuk menilai kestabilan terowongan adalah :

1. Metode analitik, yaitu dengan menganalisis tegangan dan deformasi di sekitar lubang bukaan.

2. Metode observasi/pengamatan, yaitu dengan menganalisis berdasarkan pada data pemantauan pergerakan massa batuan.

3. Metode empiris, yaitu dengan menilai kestabilan terowongan dengan menggunakan analisa statistik

Klasifikasi massa batuan merupakan metode empiris dan telah digunakan secara luas. Metode empiris dapat digunakan pada saat data geoteknik yang mencukupi tidak tersedia. Dengan klasifikasi massa batuan dapat dijadikan sebagai dasar perkiraan jenis penyanggan yang dibutuhkan dengan mudah, murah dan cepat dalam pengambilan keputusan di lapangan.

Tujuan klasifikasi massa batuan :

1. Mengidentifikasi parameter terpenting yang mempengaruhi perilaku massa batuan.

2. Membagi formasi massa batuan yang khusus ke dalam kelompok dengan perilaku sama.

3. Memberikan dasar untuk pengertian karakteristik dari tiap kelas massa batuan.

4. Menghubungkan pengalaman dari kondisi massa batuan di suatu lokasi dengan lokasi lain.

5. Mengambil data kuantitatif dan pedoman untuk rancangan.

6. Memberikan dasar umum untuk komunikasi di antara para insinyur dan geologiawan.

Klasifikasi massa batuan yang paling umum :

1.Terzaghi, 1946 telah digunakan di Amenika Serikat selama lebih dan 35 tahun dan berhasil pada terowongan dengan penyanggaan besi baja.

2.Lauffer, 1958 Stand Up Time dan Active Span, menentukan tipe dan jumlah penyangga dalam terowongan secana lebih relevan.

3.Deere, 1967 Jndeks Rock Quality Designation / RQD, merupakan metode sederhana untuk deskripsi kualitas inti batuan dan lubang bor.

4.Wickman, dkk (1972, 1974) Konsep Rock Structure Rating / RSR, merupakan sistem pertama yang memberikan gambanan rating klasifikasi untuk memberikan bobot dan parameter klasifikasi.

5.

Bieniawski, 1973 Klasifikasi Geomekanika (RMR System), dapat digunakan untuk Rock Slope dan fondasi, Ground Rippability dan masalah pertambangan serta menyediakan data kuantitatif untuk memilih penguatan terowongan yang modern, seperti rock bolt dan shortcrete.

7. Barton, Lien dan Lunde (1974) Sistim Klasifikasi Massa Batuan Q-System, dikembangkan khusus untuk terowongan dan ruang bawah tanah serta memberikan data kuantitatif untuk memilih penguatan terowongan yang modern, seperti rock bolt dan shortcrete .

Meskipun demikian medode empiris ini perlu dilanjutkan dengan kegiatan pemantauan untuk mengetahui deformasi tegangan batuan di sekitar penggalian yang sebenarnya, untuk menjaga kestabilan dalam penggalian serta untuk memeriksa balik hasil dari metode empiris dan metode analisa yang telah didapat.

Klasifikasi massa batuan RMRKlasifikasi ini dikembangkan oleh Bieniawski, tahun 1973. Klasifikasi ini menggunakan enam parameter yang kesemuanya dapat diukur di lapangan dan diperoleh dari data lubang bor.

Enam parameter yang digunakan dalam klasifikasi massa batuan RMR adalah :

1. Uniaxial Compressive Strength Of Rock Material

2. Rock Quality Designation (RQD)

3. Spacing Of Discontinuities

4. Condition Of Discontinuities

5. Ground Water Conditions

6. Orientation Of Discontinuities

Prinsip penentuan nilai RMR dapat dilihat secara skematik pada stuktur perhitungan RMR dibawah ini.

Diterapkannya klasifikasi ini karena :

1. Sederhana dan mudah dimengerti.

2. Berdasarkan pada parameter yang dapat diukur dan dapat ditentukan dengan cepat dan murah di lapangan.

3. Sifat-sifat yang penting darimassa batuan tercakup.

Kegunaan klasifikasi RMR adalah :

1. Menghitung kekuatan massa batuan.

2. Menghitung modulus massa batuan

3. Menilai kestabilan dari lereng batuan

4. Menghitung besarnya Rippability dari batuan

5. Menghitung besarnya Dredgeability dari batuan

6. Menghitung besarnya Excavability dari batuan

7. Menghitung besarnya Cuttability dari batuan

8. Menghitung besarnya Cavability dari batuan

Langkah - langkah Penggunaan RMR System

1.Tentukan rating / bobot untuk parameter

a.Strength of Intact Rock Material

b.Drill Core Quality RQD

c.Spacing of discontinuities / jarak rekahan

d.Condition of discontinuities / kondisi rekahan (lihat tabel Guidelines for Classification Of Discontinuity Conditions)

e.Ground Water / kondisi air tanah

2. Untuk mengetahui nilai RMR awal didapat dengan menjumlahkan bobot dan kelima parameter. Apabila RMR awal sudah diketahui, dengan cara menjumlahkan rating sehingga didapat rating total.

Contohnya : Apabila nilai RMR antar 81-100 maka batuan tersebut termasuk Kelas Massa Batuan I / Very Good Rock, apabila RMR nilainya 61-80 maka batuan tersebut termasuk Kelas Massa Batuan II / Good Rock dan apabila nilai RMR < 20, maka batuan tersebut termasuk Kelas Massa Batuan V / Very Poor Rock.

3. .Apabila telah diketahui kelas massa batuannya maka kita dapat menentukan Average Stand Up Time dengan span tertentu serta Cohesion of rock mass (Kohesi - kPa) dan Friction Angle of Rock Mass (sudut geser dalamnya).4. Untuk melakukan penyesuaian rating (Rating Adjusment), lihat tabel Effect Of Discontinuity Strike And Dip Orientation In Tunelling. Apabila telah kita ketahui strike and dip orientationnya, lalu dilakukan penyesuaian rating (Rating Adjusment).

5. Penyesuaian rating (Rating Adjusment for Discontinuity Orientation), nilai RMR awal - bobot Orientasi Rekahan = nilai RMR akhir.

6. Setelah diketahui nilai RMR akhir, dapat diketahui kelas massa batuannya (I, II, II, IV dan V) serta pemerian batuan :

a. Kelas I = Very good rock

b. Kelas II = Good rock

c. Kelas III = Fair rock

d. Kelas IV = Poor rock

e. Kelas V = Very poor rock

7.Petunjuk untuk penggalian dan penyanggaan (berlaku untuk tunnel dengan lebar 10 meter, berbentuk tapal kuda, v = 25 Mpa, metoda penggalian dengan pemboran dan peledakan).

Tabel Guidelines for Classification of Disconinuity Conditions

Klasifikasi Massa Batuan MBR

Modified Basic Rock Mass Rating (MBR) adalah klasifikasi massa batuan hasil pengembangan dari klasifikasi massa batuan Rock Mass Rating (RMR). MBR dikembangkan oleh ahli geoteknik yaitu Cummings dan Kendorski, pada tahun 1983. Penerapan MBR yang pertama kali adalah pada tambang tembaga di Amerika Serikat, dengan sistem penambangan Block Caving. Prinsip penentuan nilai MBR dapat dilihat secara skematik pada stuktur perhitungan MBR dibawah ini.

MBR merupakan hasil penyesuaian yang beragam yang keluarannya berhubungan dengan metode penyanggaan pada kondisi terowongan yang bervariasi. Kelebihan dari MBR ini adalah :

1. Merupakan sistem klasifikasi yang kuantitatif.

2. Merupakan system rekayasa yang memungkinkan dapat merancang terowongan pada tiga tempat sekaligus, yaitu isolated drift, development drift, production drift.

Sistem MBR untuk Block Caving didasarkan pada 3 parameter, yaitu :

1. Parameter utama adalah terdiri dari : Intact Rock Strength, Discontinuity Density (terdiri dari RQD dan Discontinuities Spacing), Discontinuity Condition dan Ground Water Condition.

2. Parameter pengembangan / development adalah terdiri dari : Blasting Damage, Induced Stress, Fracture Orientation.

3. Parameter produksi / production adalah terdiri dari : Major Structure, Distance To Cave Line, Block Panel Size.

Dengan diterapkannya klasifikasi massa batuan MBR untuk Block Caving, parameter yang akan diketahui adalah :

1. Strength of intact rock material / kuat tekan batuan

Kuat tekan batuan dapat diperoleh dari uji laboratorium, yaitu dengan cara Uniaxial Compressive Strength dan Point Load Stength Index

2. Discontinuity Density, yang terdiri dari :

A. Rock Quality Designation (RQD)

RQD adalah penilaian kualitas massa batuan ditinjau dari hasil pemboran inti. Besarnya nilai RQD ditentukan berdasarkan pengamatan core (inti) dari hasil pengeboran inti. Harga RQD ditetapkan dari persentase perbandingan jumlah panjang core yang utuh lebih panjang dari 10 cm dengan panjang lubang bor. Besarnya harga RQD menunjukkan deskripsi massa batuannya.

RQD = Core dengan panjang >10 cm x 100 %

Panjang Core total (cm)

Prosedur pengukuran dan perhitungan RQDVolumetric Joint Count (Jv) adalah jumlah kekar per meter kubik pada setiap set kekar yang ada di lapangan. Sebuah pendekatan yang diberikan antara Jv dan RQD adalah sebagai berikut :

RQD = 115 - 3,3 Jv

RQD = 100 untuk Jv < 4,5

Jv bisa digunakan bila tidak dilakukan pemboran inti.

B. Jarak rekahan / Spacing discontinuities

Spasi bidang diskontinyuitas adalah jarak yang diukur tegak lurus antara dua bidang diskontinyuitas (kekar). Spasi diskontinyuitas yang berdekatan berperan mengontrol ukuran blok dan bentuk blok dari intact rock. Spasi diskontinyuitas yang rapat dan terdiri dari tiga atau lebih set yang saling berpotongan akan membuat blok-blok kecil, sehingga mengurangi kekuatan batuan dan cenderung memberikan kohesi yang rendah. Sedangkan spasi yang lebar cenderung memberikan kondisi keterikatan yang kuat antar material penyusunnya.

3. Kondisi bidang diskontinyuitas / Condition of discontinuities.

Kondisi bidang diskontinyuitas meliputi kekasaran dari bidang diskontinyuitas, separasi atau regangan, adalah jarak antara dua buah bidang diskontinyuitas, kadang-kadang diisi oleh material pengisi dan pelapulan pada bidang lemah.

4. Kondisi air tanah / Ground Water Conditions

Kondisi air tanah dapat ditentukan dengan mengukur tekanan air yang keluar dan kekar dan debit air sepanjang terowongan. Secara umum pengukuran air tanah dilakukan dengan memperhatikan keadaan atap dan dinding terowongan secara visual, sehingga diperoleh keadaan air di terowongan adalah kering, lembab, basah, menetes dan mengalir.

5. Kerusakan Pembongkaran / Blasting Damage

Kerusakan dari pembongkaran ini dilihat dari metode dari pembongkaran terowongan yang digunakan, yang secara langsung akan mempengaruhi besarnya kerusakan pada daerah sekitar penggalian. Pengukuran kerusakan akibat pembongkaran dilakukan dengan memperhatikan keadaan atap, dinding terowongan secara visual.

6. Induced Stress

Besarnya tegangan vertikal ( v) dan tegangan horizontal ( h) yang terjadi pada terowongan akan mempengaruhi besarnya Induced Stress. Besarnya tegangan vertikal dan tegangan horizontal ditentukan dengan pengujian geomekanik.

7. Fracture Orientation

Fracture Orientation adalah kedudukan relatif dan bidang diskontinyuitas terhadap sumbu lintasan lubang bukaan bawah tanah, hal ini akan mempengaruhi kestabilan dan terowongan. Fracture Orientation ditentukan oleh jurus (strike) dan kemiringan (dip) rekahan. Orientasi yang tidak menguntungkan adalah sumbu penggalian sejajar dengan dengan jurus dan joint, sehingga mengakibatkan besarnya volume yang cenderung tidak stabil. Orientasi optimum dapat dicapai pada posisi sumbu terowongan tegak lurus dengan jurus diskontinyuitas. Orientasi mi memberikan volume minimum dan material yang tidak stabil.

8. Major Structure

Pada prinsipnya sama dengan Fracture Orientation, hanya yang membedakan disini adalah ketebalan dari major strcture misalnya, ketebalan dari fault.

9. Distance To Cave Line

Jarak yang ditentukan biasanya adalah jarak vertical terhadap drift atau juga dapat ditentukan dengan mengukur jarak terdekat ke cave area. Tetapi dalam beberapa kasus dapat berarti jarak ini adalah jarak horizontal.

10. Block Panel Size

Adalah ukuran dari dimensi blok pada Cave Line.

Langkah-langkah penggunaan MBR untuk Block Caving :

1. Tentukan rating / bobot untuk parameter utama :

a. Intact Rock Strength, besarnya nilai pembobotan dapat dilihat pada tabel 1.

b. Discontinuity Density yang terdiri dari RQD dan Discontinuity Spacing, besarnya nilai pembobotan dapat dilihat pada table 2.

c. Discontinuity Condition, besarnya nilai pembobotan dapat dilihat pada tabel 3.

d. Ground Water Condition, besarnya nilai pembobotan dapat dilihat pada tabel 4.

2. Untuk mengetahui besarnya nilai MBR awal adalah dengan menjumlahkan keempat parameter utama tersebut.

3. Tentukan rating / bobot untuk parameter pengembangan / Development :

a. Blasting Damage, besarnya nilai pembobotan dapat dilihat pada tabel 5.

b. Induced Stress, besarnya nilai pembobotan dapat dilihat pada tabel 6.

c. Fracture Orientation, besarnya nilai pembobotan dapat dilihat pada tabel 7.

4. Nilai MBR penyesuaian didapatkan dari hasil perkalian MBR awal dengan penjumlahan parameter Development.

5. Tentukan rating / bobot untuk parameter produksi / Production :

a. Major Structure, besarnya nilai pembobotan dapat dilihat pada tabel 8.

b. Distance To Cave Line, besarnya nilai pembobotan dapat dilihat pada tabel 9.

c. Block Panel Size,besarnya nilai pembobotan dapat dilihat pada tabel 10

6. Nilai MBR akhir didapatkan dari hasil perkalian MBR penyesuaian dengan penkalian seluruh parameter produksi..

7. Petunjuk untuk penyanggaan

a. Nilai MBR awal digunakan dalam perancangan penyanggaan pada daerah isolated drift.

b. Nilai MBR penyesuaian digunakan dalam perancangan Development Support.

c. Nilai MBR akhir digunakan dalam perancangan Production Support.

Tabel 1. Ratings For Intact Rock Strength

Tabel 2. Rating For Discontinuity Density

Tabel 3. Ratings For Discontinuity Condition

Tabel 4. Ratings For Groundwater Condition

Tabel 5. Adjustments For Blasting Damage

Tabel 6. Adjustments For Induced Stress

Tabel 8. Adjustments For Major Structure

Tabel 9. Adjustments For Distance to Cave

Tabel 10. Adjustments For Block Panel Size

Tabel 11. Support Chart for Isolated or Development Drifts

Tabel 12. Support Chart for Production Drifts

IX. GARIS BESAR PENULISAN LAPORAN TUGAS AKHIR

Ringkasan

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Tabel

Daftar Gambar

Daftar Lampiran

BAB I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

1.2 Perumusan Masalah

1.3 Pembatasan Masalah

1.4 Maksud dan Tujuan

1.5 Manfaat Hasil Penelitian

BAB II. Tinjauan Umum

2.1 Sejarah Singkat PT Freeport Indonesia

2.2 Keadaan Umum

2.2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah

2.2.2 Vegetasi

2.2.3 Iklim dan Curah Hujan

2.2.4 Kondisi Topografi dan Lingkungan

2.3 Geologi

2.3.1 Geologi Regional

2.3.2 Geologi Daerah

2.4 Cadangan

2.5 Metode Penambangan

2.6 Jenis Penyanggaan

BABIII. Latar Belakang Teori

3.1 Metode Rancangan

3.2 Distribusi Tegangan Disekitar Terowongan

3.3 Prinsip Penyanggaan

BAB IV. Klasifikasi Massa Batuan

4.1 Faktor Penting Dalam Klasifikasi Batuan

4.2 Sifat Massa Batuan

4.3 Klasifikasi MBR System

4.4 Parameter Klasifikasi MBR System

4.4.1 Parameter Utama

4.4.1.1 Intact Rock Strength

4.4.1.2 Discontinuity Density

4.4.1.3 Discontinuity Condition

4.4.1.4 Ground Water Condition

4.4.2 Parameter Pengembangan

4.4.2.1 Blasting Damage

4.4.2.2 Induced Stress

4.4.2.3 Fracture Orientation

4.4.3 Parameter Produksi

4.4.3.1 Major Structure

4.4.3.2 Distance To Cave Line

4.4.3.3 Block Panel Size

4.5 Prosedur Penerapan Klasifikasi MBR System

4.6 Penentuan Tinggi Beban dan Beban Keseluruhan

4.7 Penentuan Penggunaan Penyangga

BAB V. Analisa Kestabilan Terowongan Mengunakan Klasifikasi MBR System

5.1 Parameter Klasifikasi MBR System

5.1.1 Parameter Utama

5.1.1.1 Intact Rock Strength

5.1.1.2 Discontinuity Density

5.1.1.3 Discontinuity Condition

5.1.1.4 Ground Water Condition

5.1.2 Parameter Pengembangan

5.1.2.1 Blasting Damage

5.1.2.2 Induced Stress

5.1.2.3 Fracture Orientation

5.1.3 Parameter Produksi

5.1.3.1 Major Structure

5.1.3.2 Distance To Cave Line

5.1.3.3 Block Panel Size

5.2 Penentuan Tinggi Beban dan Beban Keseluruhan

5.3 Rancangan Penyanggaan

5.3.1 Penyanggaan Isolated Drift

5.3.2 Penyanggaan Development

5.3.3 Penyanggaan Produksi

BAB VI. Kesimpulan dan Saran

6.1 Kesimpulan

6.2 Saran

Daftar Pustaka

Lampiran

X. DAFTAR PUSTAKA

Bieniawski, Z. T., Engineering Rock Mass Classifications, John Wiley & Sons, Canada, 1989

Brady, B.H.G. and Brown, E. I., Rock Mechanics For Underground Mining, Chapman & Hall, London, 1985

Hartman, H. L., Introductory Mining Engineering, John Wiley & Son, Canada, 1987

Hoek, E and Brown, E .T., Underground Excavation in Rock, The Institution of Mining and Metallurgy, London, 1980

ANALISA KESTABILAN TEROWONGAN DENGAN PENERAPAN KLASIFIKASI MASSA BATUAN

MODIFIED BASIC ROCK MASS RATINGOleh :

Radyan Prasetyo

073.98.018JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2001