terjemahan psiko faal

19
Penempatan Wujud Memori Apa yang terjadi dalam otak kita saat kita belajar dan mengingat? Suatu gagasan awal menyatakan bahwa terdapat hubungan antara dua area otak. Psikolog Rusia, Ivlan Pavlov, adalah orang yang mengawali investigasi terhadap hal yang saat ini kita kenal dengan istilah Pengondisian Klasik. Adapun pengondisian klasik menunjukkan bahwa menghubungkan dua stimuli berbeda dapat mengubah respon pada salah satu dari dua stimuli tersebut. Eksperimenter memulai eksperimen dnegan memberikan stimulus yang dikondisikan (Conditioned Stimulus) yang awalnya tidak menimbulkan respon berarti pada subjek. Kemudian, eksperimenter memberikan stimulus yang tidak dikondisikan (Unconditioned Stimulus) yang secara otomatis menghasilkan respon yang tidak dikondisikan (Unconditioned Response). Setelah beberapa kali percobaan, individu mulai mempelajari dan akhirnya terbiasa memberikan respon terhadap stimulus yang dikondisikan. Respon inilah yang dinamakan respon yang dikondisikan (conditioned response). Dalam eksperimen aslinya, Pavlov memberikan stimulus terkondisi (CS) berupa suara, yang kemudian diikuti oleh stimulus tak dikondisikan (UCS) berupa daging yang pada akhirnya merangsang keluarnya air liur anjing sebagai bentuk respon tak dikondisikan (UCR). Setelah melalui beberapa kali percobaan, stimulus berupa suara saja akan menyebabkan anjing meneteskan air liurnya. Dalam contoh ini dan beberapa kasus lainnya, respon yang dikondisikan (CR) serupa dengan respon yang tak dikondisikan. Namun dalam beberapa kasus lain, hal tersebut tidak berlaku. Salah satu contohnya adalah pada tikus yang diberikan stimulus

description

biopsikologi

Transcript of terjemahan psiko faal

Penempatan Wujud MemoriApa yang terjadi dalam otak kita saat kita belajar dan mengingat? Suatu gagasan awal menyatakan bahwa terdapat hubungan antara dua area otak. Psikolog Rusia, Ivlan Pavlov, adalah orang yang mengawali investigasi terhadap hal yang saat ini kita kenal dengan istilah Pengondisian Klasik. Adapun pengondisian klasik menunjukkan bahwa menghubungkan dua stimuli berbeda dapat mengubah respon pada salah satu dari dua stimuli tersebut. Eksperimenter memulai eksperimen dnegan memberikan stimulus yang dikondisikan (Conditioned Stimulus) yang awalnya tidak menimbulkan respon berarti pada subjek. Kemudian, eksperimenter memberikan stimulus yang tidak dikondisikan (Unconditioned Stimulus) yang secara otomatis menghasilkan respon yang tidak dikondisikan (Unconditioned Response). Setelah beberapa kali percobaan, individu mulai mempelajari dan akhirnya terbiasa memberikan respon terhadap stimulus yang dikondisikan. Respon inilah yang dinamakan respon yang dikondisikan (conditioned response). Dalam eksperimen aslinya, Pavlov memberikan stimulus terkondisi (CS) berupa suara, yang kemudian diikuti oleh stimulus tak dikondisikan (UCS) berupa daging yang pada akhirnya merangsang keluarnya air liur anjing sebagai bentuk respon tak dikondisikan (UCR). Setelah melalui beberapa kali percobaan, stimulus berupa suara saja akan menyebabkan anjing meneteskan air liurnya. Dalam contoh ini dan beberapa kasus lainnya, respon yang dikondisikan (CR) serupa dengan respon yang tak dikondisikan. Namun dalam beberapa kasus lain, hal tersebut tidak berlaku. Salah satu contohnya adalah pada tikus yang diberikan stimulus terkondisi yang diikuti oleh stimulus tak terkondisi berupa kejutan listrik. Kejutan listrik (sebagai stimulus tak terkondisi) akan menyebabkan tikus menjerit dan melompat, sedangkan rangsang yang dikondisikan hanya akan membuat tikut diam dan tidak bergerak.Berikutnya adalah Pengondisian Operan. Dalam Pengondisian Operan, respon individu akan menentukan hal apa yang akan diberikan padanya, yaitu penguatan (reinforcement) atau hukuman (punishment). Pengautan adalah hal-hal atau peristiwa yang dapat meningkatkan kemungkinan munculnya respon yang sama di masa yang akan datang. Sedangkan hukuman adalah peristiwa yang ditujukan untuk mencegah atau mengurangi frekuensi respon di masa yang akan datang. Misalnya, saat seekor tikus memasuki salah satu lorong labirin dan menemukan sereal yang dapat menjadi penguatan bagi tikus, kemungkinan tikus tersebut memasuki lorong yang sama di masa yang akan datang akan meningkat. Sebaliknya, jika tikus tersebut masuk ke dalam lorong lain dan menerima kejutan listrik, kemungkinan tikus tersebut untuk memasuki lorong yang sama di waktu yang akan datang akan menurun. Adapun perbedaan utama antara Pengondisian Klasik dan Pengondisian Operan adalah pada Pengondisian Operan, respon individu lah yang akan menentukan hasil, yaitu apakah hal tersebut akan menjadi penguatan atau justru hukuman. Dengan kata lain, tingkah laku individu pelajar yang menghasilkan perubahan pada lingkungan yang nantinya justru akan mempengaruhi individu tersebut dapat mengubah kemungkinan respon yang akan diberikan oleh individu tersebut di masa yang akan datang. Sedangkan pada Pengondisian Klasik, stimulus terkondisi dan stimulus tak terkondisi diberikan pada waktu tertentu tanpa memandang perilaku individu pelajar.Meski demikian, beberapa kasus belajar sulit untuk dikategorikan ke dalam pengondisian klasik maupun operan. Contohnya adalah pada burung penyanyi jantan yang akan segera meniru suara kicauan burung yang sejenis dengannya hanya dalam kurun waktu setahun setelah ia mendengarnya di beberapa bulan awal kehidupannya. Kicauan yang ia dengar tidak dipasangkan dengan stimulus lain seperti pada percobaan pengondisian klasik. Namun, burung tersbeut juga tidak mempelajari kicauan tersebut melaui penguatan atau hukuman apa pun seperti pada percobaan pengondisian operan. Hal ini menunjukkan bahwa binatang memiliki metode belajar tersendiri, di luar pengondisian klasik dan operan. Binatang dan manusia juga memiliki cara belajar yang bervariasi. Misalnya ketika kita memakan makanan yang asing bagi kita hingga sampai menyebabkan kita mual beberapa jam setelah memakannya, kita belajar bahwa kita sangat tidak menyukai rasa makanan tersebut meskipun rasa makanan itu dan waktu hingga kit amulai merasa mual cukup lama. Penelitian Lashley mengenai EngramPavlov mengajukan suatu gagasan bahwa pengondisian klasik menunjukkan adanya hubungan yang menguat antara pusat stimulus terkondisi dan pusat stimulus tak terkondisi pada otak. Hubungan yang semakin menguat ini menyebabkan keluaran (output) dari pusat stimulus terkondisi bergerak menuju pusat stimulus tak terkondisi sehingga menghasilkan respon tak terkondisi. Adapun Karl Lashley adalah orang yang memulai penelitian untuk mneguji hipotesis tersebut. Saat melakukan penelitian ini, pada dasarnya Lashley mencoba menemukan engram, yaitu perwujudan fisik dari proses belajar dan hal yang dipelajari. Menurut Lashley, jika proses belajar bergantung pada hubungan atau koneksi antara dua area otak, maka pemotongan daerah tertentu pada otak akan menganggu koneksi tersebut dan merusak respon yang telah dipelajari. Atau dengan kata lain, rusaknya daerah tertentu pada otak seharusnya akan merusak hubungan antara dua area otak yang terkait dengan proses belajar dan pada akhirnya merusak pula memori tentang hal yang telah dipelajari.Dalam percobannya, Lashley melatih sejumlah tikus pada labirin-labirin serta melakukan percobaan terhadap mereka terkait perbedaan intensitas cahaya. Ia kemudian memotong berbagai lokasi pada korteks serebral tikus-tikus tersebut. Ternyata, tidak satu potongan pun secara signifikan merusak kemampuan tikus-tikus tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa tipe-tipe pembelajaran yang tikus-tikus tersebut telah lalui tidak bergantung pada hubungan-hubungan yang ada pada area korteks serebral. Lashley juga menguji apakah terdapat bagian korteks serebral yang lebih penting dibandingkan bagian lainnya dalam proses belajar. Berdasarkan hasil penelitiannya, lesi akibat pemotongan memang mempengaruhi kemampuan tikus-tikus tersebut, namun melemahnya performa tikus lebih dipengaruhi oleh jumlah kerusakan pada otak dibandingkan dengan lokasi-lokasi kerusakan tersebut. Proses belajar dan memori tampaknya tidak bergantung pada satu area korteks saja. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar bagi Lashley dalam mengemukakan dua prinsip mengenai system saraf, yaitu :1. Ekipotensialitas (Equipotentiality)Semua bagian korteks memiliki kontribusi yang sama pada tindakan-tindakan kompleks seperti belajar dan bagian mana pun dari korteks dapat saling menggantikan satu sama lain.2. Aksi Massa (Mass Action)Korteks berkerja sebagai satu kesatuan secara bersama-sama.Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa proses mempelajari dan membedakan intensitas cahyaa merupakan tugas yang kompleks. Tikus yang menemukan jalan menuju makanan member perhatian pada stimulus visual dan sentuhan, lokasi tubuhnya, posisi kepalanya, dan petunjuk-petunjuk lain yang tersedia. Dengan demikian, proses belajar bergantung pada banyak area korteks, namun area-area berbeda memberikan kontribusi yang berbeda pula. Pada akhirnya, peneliti menemukan bahwa kesimpulan yang ditarik Lashley mengandung dua asumsi yang tidak diperlukan, yaitu:

1. Bahwa korteks serebri adalah tempat terbaik dan bahkan satu-satunya tempat untuk menemukan engram.2. Bahwa semua jenis ingatan atau memori secara fisiologis samaPara peneliti yang mengesampingkan asumsi-asumsi ini terbukti memperoleh hasil yang berbeda. Penelitian Modern akan EngramRichard F. Thompson dan kolega-koleganya menggunakan tugas yang lebih mudah dalam mencari engram memori. Namun mereka tidak mencoba menemukan engram di korteks serebri, melainkan di cerebellum. Mereka mempelajari pengondisian klasik pada kelopak mata kelinci. Mereka menggunakan suara sebagai stimulus terkondisi dan tiupan udara pada kornea mata kelinci sebagai stimulus tak terkondisi. Setelah beberapa kali percobaan, pengondisian klasik terjadi dan kelinci akhirnya berkedip saat mendengar suara. Thompson dan koleganya merekam aktivitas berbagai sel otak untuk menentukan sel-sel mana yang menunjukkan perubahan respon selama proses belajar.Thompson berusaha menentukan lokasi terjadinya proses belajar. Bayangkan sejumlah area otak dalam bentuk urutan mulai dari reseptor sensoris hingga pada neuron-neuron motorik yang mengontrol otot. Jika digambarkan dalam diagram, bentuknya kurang lebih seperti berikut.A B C D E F Jika area mana pun dari A sampai F dirusak, proses belajar akan terganggu. Namun kita tetap tidak dapat memastikan bahwa proses belajar terjadi di daerah tersebut. Misalnya, jika proses belajar terjadi di area D, kerusakan pada area C akan menghambat proses belajar karena memblokir input menuju area D. Kerusakan di E juga akan menghambat proses belajar karena menghambat output dari D. Dalam percobaan ini, Thompson dan koleganya membuat permisalan, yaitu dengan memisalkan proses belajar terjadi di D. Jika demikian, D harus aktif saat proses belajar berlangsung. Begitu pula dengan area-area lain yang harus dilalui untuk mencapai D (A, B, dan C). Namun hal ini berarti bahwa proses belajar tidak membutuhkan daerah E dan seterusnya. Jika E diblokir, yang terjadi hanyalah tidak ada yang menghantarkan informasi ke efektor sehingga tidak akan muncul respon apa pun meski proses belajar tetap berlangsung.Thompson mengidentifikasi sebuah nukleus dari cerebellum yang bernama lateral interpositus nucleus (LIP) sebagai struktur yang penting dalam proses belajar. Pada awal pelatihan, sel-sel tersebut tidak menunjukkan banyak respon terhadap stimulus terkondisi berupa suara. Namun seiring berjalannya proses belajar, respon sel-sel tersebut pun meningkat. Jika peneliti menekan sementara nukelus tersebut pada kelinci yang belum diberi perlakuan dengan pendinginan atau penggunaan obat, dan kemudian memberi stimulus terkondisi diikuti oleh stimulus yang tak dikondisikan, kelinci tersebut tidak menunjukkan respon apa pun selama proses belajar. Kemudian ditunggu hingga LIP pulih dan percobaan pun dilanjutkan. Kelinci pun mulai belajar, namun dengan kecepatan yang sama dengan hewan yang tidak menerima perlakuan apa pun sebelumnya.Pertanyaan berikutnya adalah apakah proses belajar memang terjadi di LIP, ataukah LIP hanya menghantarkan informasi ke area berikutnya di mana proses belajar sesungguhnya terjadi. Dalam eksperimen berikutnya, para peneliti menonaktifkan aktivitas di nukleus merah (red nucleus), yaitu area motorik di otak tengah yang berfungsi menerima input dari cerebellum. Ketika nukelus ini dihambat, kelinci lagi-lagi tidak menunjukkan respon yang diharapkan selama percobaan berlangsung. Meski demikian, setelah nukleus merah diaktifkan kembali, kelinci memberikan respon yang lebih cepat terhadap suara. Ini menunjukkan bahwa bukan proses belajar yang terhambat dengan dinonaktifkannya nukelus merah, melainkan hanya respon yang tertunda karena struktur penghantarnya mengalami gangguan. Dengan demikian, eksperimen ini menyimpulkan bahwa proses belajar terjadi di LIP.Eksperimen setelahnya menjelaskan bahwa LIP berperan tidak hanya dalam proses belajar, tetapi juga dalam penyimpanan hal yang telah dipelajari. Mekanisme untuk pengondisian ini diperkirakan juga sama halnya dengan apa yang terjadi pada manusia. Berdasarkan scan PET yang dilakukan pada manusia dewasa muda, ketika pemberian stimulus diikuti oleh tiupan udara menghasilkan respon berupa kedipan mata, terdapat pula peningkatan aktivitas di cerebellum, nukleus merah, dan beberapa area lain.Tipe-Tipe MemoriPara psikolog membedakan antara belajar dan memori. Peneliti proses belajar dan peneliti memori pun menggunakan metode yang berbeda. Peneliti proses belajar berfokus pada pengondisian klasik atau operan dan menggunakan hewan laboratorium sebagai subjek percobaannya. Sedangkan peneliti memori meminta orang untuk mendeskripsikan sesuatu secara lisan. Meskipun dalam realitas keduanya tak terpisahkan, namun terdapat perbedaan yang jelas antara belajar dan memori. Adapun tipe-tipe memori sebagai berikut. Memori Jangka Pendek dan Memori Jangka PanjangDonald Hebb (1949) menyatakan bahwa tak satu pun mekanisme dapat menjelaskan seluruh fenomena belajar. Kita membentuk memori dengan cepat dan sebagian dari memori tersebut bertahan sepanjang usia kita. Hebb tidak memiliki gambaran tentang proses kimiawi yang dapat terjadi dalam waktu cukup singkat untuk menyimpan memori mengenai hal yang baru saja terjadi namun cukup stabil untuk mendukung terciptanya memori yang permanen. Ia pun membedakan memori ke dalam dua tipe, yaitu memori jangka pendek dan memori jangka panjang. Adapun beberapa bukti yang mendukung perbedaan ini antara lain:1. Keduanya memiliki kapasitas yang berbeda. Jika kita mendengar sejumlah seri angka atau huruf seperti DZLAUV dan lain-lain, kita mungkin tidak dapat mengulang lebih dari tujuh seri-seri angka atau huruf tersebut, atau bahkan kurang dari itu. Di sisi lain, memori jangka panjang memiliki kapasitas yang luar biasa besar.2. Memori jangka pendek akan menghilang dengan cepat jika tidak diasah. Misalnya, jika kita membaca seri huruf DZLAUV dan kemudian sesuatu mengalihkan perhatian kita, kemungkinan yang kita miliki untuk mengulangi kata tersebut akan menurun hingga mencapai dua puluh detik. Di sisi lain, kita dapat memanggil kembali memori jangka panjang yang tidak pernah kita pikirkan selama bertahun-tahun hanya dalam sekejap.3. Dengan memori jangka pendek, sekali kita melupakan sesuatu, hal itu hilang selamanya. Sedangkan dengan memori jangka panjang, sebuah petunjuk seperti kata kunci tertentu akan membantu kita merekonstruksikan sesuatu yang kita pikir telah kita lupakan. Misalnya ketika kita mencoba menyebutkan nama guru-guru di SMA kita.Berdasarkan perbedaan-perbedaan ini, para peneliti mengajukan sebuah gagasan bahwa semua informasi pada awalnya memasuki tempat penyimpanan jangka pendek, di mana ia akan menetap sementara sampai akhirnya otak memiliki waktu untuk menggabungkannya ke dalam memori jangka panjang. Jika sesuatu mengganggu sebelum penggabungan sempat terjadi, informasi tersebut pun hilang. Memori KerjaPenemuan selanjutnya melemahkan teori mengenai perbedaan memori jangka pendek dan memori jangka panjang. Salah satu alasannya adalah karena kebanyakan penelitian menunjukkan bahwa kehilangan dari memori jangka pendek cenderung terkait dengan hal-hal yang tidak bermakna seperti seri angka atau huruf. Padahal, dalam kehidupan sehari-hari kita mampu mengingat banyak memori selama berjam-jam atau berhari-hari tanpa harus mengasahnya. Misalnya adalah ketika kita mampu mengingat kapan jadwal kita harus kembali berobat atau di mana kita akan bertemu seseorang. Waktu yang diperlukan untuk proses penggabungan juga bervariasi. Jika seseorang menceritakan sesuatu yang menarik bagi kita, kita akan mempelajarinya dengan lebih cepat dan mengingatnya dengan baik. Sebaliknya, mengingat sesuatu yang asing akan lebih sulit bagi kita. Hal yang sama terjadi pula pada hewan-hewan laboratorium.Adapun alternative dari konsep memori jangka pendek dan panjang, Alan D. Baddeley dan G.J. Hitch (1974,1994) memperkenalkan istilah memori kerja untuk menekankan bahwa memori jangka pendek bukanlah semacam pemberhentian sementara di sepanjang rute menuju memori jangka panjang, melainkan suatu cara menyimpan informasi selagi kita masih memprosesnya. Tes yang umum dilakukan terkait memori kerja adalah tugas respon yang tertunda yangmembutuhkan pemberian respon terhadap sesuatu yang baru saja kita lihat atau dengar. Misalnya, terdapat sebuah lampu yang menyala di depan salah satu dari beberapa pintu. Kemudian lampu tersebut dimatikan dan kita diminta menunggu beberapa saat untuk kemudian berjalan ke pintu tempat lampu tadi menyala. Selama penundaan pemberian respon ini, subjek pelajar harus menyimpan gambaran stimulus, dan kebanyakan penelitian menunjuk korteks prefrontal sebagai lokasi utama penyimpanan stimulus tersebut. Awalnya, para peneliti berasumsi bahwa sel-sel menyimpan informasi dengan menggunakan potensial aksi yang berulang. Namun, potensial aksi memakan banyak energi dan otak cenderung menggunakan cara yang lebih hemat seperti meningkatkan kadar kalsium yang akan meningkatkan respon-respon selanjutnya. Banyak orang berusia lanjut mengalami penurunan memori kerja yang kemungkinan disebabkan oleh perubahan pada korteks prefrontal. Penelitian pada monyet berusia lanjut menemukan adanya penurunan jumlah neuron dan input di bagian tertentu korteks prefrontal. Orang-orang berusia lanjut yang menunjukkan penurunan memori menunjukkan pula penurunan aktivitas di korteks prefrontal, sedangkan mereka yang menunjukkan memori yang sempurna justru menunjukkan aktivitas korteks prefrontal yang lebih hebat bahkan dibandingkan dengan orang-orang dewasa muda. Peningkatan aktivitas tersebut memiliki arti bahwa korteks prefrontal bekerja lebih keras untuk mengimbangi penurunan antara kerusakan di daerah-daerah lain pada otak. Selain itu, obat-obatan yang bersifat stimulan juga dapat meningkatkan aktivitas korteks prefrontal sehingga mampu mampu menghasilkan peningkatan yang bertahan lama pada memori monyet berusia lanjut.Hipokampus dan AmnesiaAmnesia adalah peristiwa hilangnya memori. Orang yang menderita amnesia dapat memiliki perbedaan satu sama lain dalam kaitannya dengan memori mereka yang hilang. Orang-orang dengan Kerusakan HipokampusPada tahun 1953, seorang lelaki bernama H.M. mengalami serangan minor sebanyak sepuluh kali per hari akibat penyakit epilepsy yang dideritanya. Ia juga mengalami serangan mayor sebanyak satu kali dalam seminggu. Akhirnya, berdasarkan bukti saat itu yang menyatakan bahwa akar penyakit epilepsi terkadang terletak di hipokampus, ahli bedah saraf pria tersebut pun mengambil hipokampusnya dari kedua hemisfer otaknya, begitu pula dengan amigdala dan struktur terdekat lain dari korteks temporal. Saat itu, para peneliti hampir tidak mengetahui apa-apa tentang hipokampus dan apa yang dapat terjadi setelah pembedahan tersebut. Sata ini, kita telah mengetahui bahwa berbagai bagian hipokampus aktif selama pembentukan memori maupun pemanggilan kembali memori tersebut. Meski operasi tersbeut sukses mengurangi angka serangan menjadi hanya tidak lebih dari dua serangan mayor per tahun, H.M. tetaplah teridentifikasi mengidap epilepsi.

Amnesia Anterograde dan RetrogradeSetelah pembedahan, kemampuan intelektual dan berbahasa yang dimiliki H.M. tetap seperti sedia kala. Kepribadiannya pun tetap sama terkecuali masalah ketenangan emosinya yang kemungkinan terkait dengan rusaknya amigdala akibat operasi. Namun demikian, ia mengalami amnesia anterograde berat, yaitu ketidakmampuan membentuk memori mengenai hal-hal yang terjadi setelah kerusakan otak. Ia juga menderita amnesia retrograde, yaitu hilangnya memori dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum kerusakan otak. Awalnya, para peneliti mengatakan bahwa amnesia retrograde yang dideritanya hanya terbatas pada hilangnya memori yang terbentuk pada satu hingga tiga tahun sebelum operasi. Namun kemudian, mereka menemukan rentang tersebut meluas. H.M. adalah salah satu contoh dari sekian banyak orang yang menderita amnesia akibat kerusakan hipokampus dan struktur-struktur di sekitarnya. Adapun semua orang tersebut menunjukkan baik amnesia anterograde maupun retrograde sehingga penderita umumnya kehilangan hampir seluruh memori yang terbentuk selama beberapa tahun terakhir sebelum kerusakan. Pasien amnesia baisanya dapat menceritakan di mana mereka tinggal saat kanak-kanak dan remaja, namun belum tentu dapat mengingat di mana rumah mereka tiga tahun lalu. Memori Jangka Pendek yang BaikMeski kemampuan membentuk memori jangka panjangnya sangat lemah, kemampuan memori jangka pendek H.M. tidak menunjukkan gangguan. Dalam sebuah tes, ia diminta untuk mengingat nomor 584. Setelah menunggu lima belas menit tanpa ada pengalihan perhatian darinya, ia dapat mengingat nomor tersebut dengan benar, lengkap dengan penjelasannya. Beberapa saat kemudian, setelah perhatiannya teralih ke subjek lain, ia sudah lupa baik nomor maupun penjelasan rumit yang ia asosiasikan dengan nomor tersebut. Kebanyakan pasien lain dengan amnesia berat juga menunjukkan memori jangka pendek atau memori kerja yang normal. Kerusakan Penyimpanan Memori Jangka PanjangH.M. dapat membaca majalah yang sama berukang-ulang tanpa merasa bosan. Terkadang, ia menceritakan insiden di masa kanak-kanaknya kepada seseorang dan satu atau dua menit setelahnya, ia menceritakan kembali hal yang sama kepada orang yang sama. Selama bertahun-tahun, banyak kata-kata baru masuk ke dalam kosakata bahasa Inggris, seperti jacuzzi dan granola. H.M. tidak dapat mendefinisikan kata-kata tersebut dan bahkan menganggap kata-kata tersebut omong kosong. Untuk beberapa tahun setelah operasi, kapan pun ia ditanya mengenai usia dan tanggal lahirnya, ia menjawab 27 dan 1953.Saat ditanya kapan rambutnya mulai berubah warna, ia menjawab bahwa ia tidak mengetahuinya. Ketika ditunjukkan foto dirinya dan ibunya, ia dapat mengenali ibunya, namun tidak dirinya sendiri. Namun ketika melihat dirinya di cermin, ia tidak terkejut. Hal ini tentu dikarenakan ia sudah sering melihat dirinya di depan cermin selama bertahun-tahun. Ia juga memiliki konsep bahwa yang ia lihat di cermin pastilah dirinya, sedangkan orang di foto dapat siapa saja. Ia juga memiliki sedikit memori semantic tentang informasi yang ia temui berulang kali. Misalnya, meskipun ia tidak dapat mengenali wajah orang-orang yang popular setelah tahun 1953, ia telah mempelajari nama-nama dari beberapa tokoh tersebut dari berita-berita yang sering ia dengar. H.M. dapat mengingatnya, namun hanya jika diberi kata kunci. Contohnya adalah ketika ia diberi nama depan sejumlah tokoh yang sering disebut dalam berita setelah tahun 1953 dan diminta untuk menuliskan nama belakang mereka.Sebuah studi menemukan bahwa pasien yang mengidap amnesia tidak dapat mempelajari informasi baru. Namun jika mereka dibiarkan untuk mempelajari sesuatu dan melabeli hasil belajar mereka dengan cara dan istilah mereka sendiri, mereka akan terus mengingat label tersebut bahkan hingga beberapa hari setelahnya. Kerusakan Berat Memori EpisodikMemori episodik merupakan memori mengenai peristiwa-peristiwa yang pernah dialami secara pribadi oleh individu. H.M. mengalami kerusakan memori episodik yang cukup berat. Ia tidak dapat mendeskripsikan pengalaman apa pun yang telah ia lalui sejak tahun 1953. Ia dapat mendeskripsikan fakta-fakta yang ia pelajari sebelum operasi, tapi tidak pengalaman-pengalaman pribadinya. Pasien lainnya yaitu K.C., mengalami kerusakan otak yang luas setelah kecelakaan motor yang dialaminya menyebabkan kerusakan pada hipokampus dan lokasi lainnya. Sama seperti H.M., kemampuannya mempelajari informasi baru pun terbatas. Tampaknya, ia juga mengalami kehilangan total akan memori episodiknya. Ia tidak dapat menjelaskan satu pun peristiwa pribadinya meski ia mampu mengingat banyak fakta yang telah ia ketahui sebelum terjadinya kerusakan. Ketika ia melihat foto lama dirinya dan keluarganya, ia dapat menyebutkan orang-orang di foto tersebut dan kadang juga tempat di mana foto tersebut diambil, namun tidak peristiwa yang terjadi dalam foto tersebut. Meskipun kerusakan otak K.C. menyebar sehingga sulit mennetukan wilayah otak mana yang bertanggung jawab atas hilangnya memorinya, observasi-observasi menunjukkan bahwa otak memperlakukan memori episodik secara berbeda dengan memori lainnya.Lalu bagaimana kehilangan memori dapat memengaruhi kemampuan seseorang untuk membayangkan masa depan? Penelitian menggunakan fMRI menunjukkan bahwa menjelaskan masa lampau dan membayangkan masa depan akan mengaktivasi area-area yang hampir sama, termasuk hipokampus. Orang dengan amnesia mengalami gangguan dalam membayangkan masa depan seperti halnya menjelaskan masa lalu. Memori Implisit yang Lebih Baik dibandingkan Memori EksplisitH.M. dan hampir seluruh pasien lainnya dengan amnesia menunjukkan memori implisit yang lebih baik dibandingkan dengan memori eksplisitnya. Adapun memori eksplisit adalah pemanggilan kembali secara cermat informasi yang seseorang kenal sebagi memori. Dengan kata lain, memori ekplisit adalah memori yang berhubungan dengan kesadaran. Contohnya adalah ketika kita mengingat novel apa yang terakhir kali kita baca. Sedangkan memori implisit dapat diartikan sebagai pengaruh dari pengalaman tertentu terhadap perilaku seseorang, meskipun orang tersebut tidak menyadarinya. Contohnya adalah kemampuan mengemudikan mobil pada orang yang telah terbiasa melakukannya. Contoh lainnya adalah saat pasien dengan amnesia bermain tetris, mereka tidak dapat mengingat bahwa mereka pernah memainkannya. Mereka bahkan tidak bias mendeskripsikan permainan tersebut. Namun sebelum mereka tidur, mereka melihat gambaran tumpukan blok-blok jatuh dan berputar meski mereka bingung dan bertanya-tanya apa arti gambaran tersebut.Masih merupakan contoh memori implisit, sebuah eksperimen menggunakan tiga orang pegawai rumah sakit sebagai aktor-aktornya. Karyawan pertama bertindak semenyenangkan mungkn. Karyawan kedua bertindak netral dan pegawai ketiga bersikap kaku dan serius, selalu menolak permintaan pasien, dan membuat pasien melakukan tugas yang membosankan. Setelah lima hari, pasien diminta untuk melihat gambar ketiga pegawai rumah sakit tersebut dan mengidentifikasi siapa mereka. Pasien tersebut tidak mengenali satu pun wajah-wajah tersebut. Kemudian ia diberi pertanyaan tentang siapakah dari ketiga orang tersebut yang ia akan dekati sebagai teman atau siapakah yang ia akan mintai pertolongan jika ia membutuhkannya. Ia ditanyai pertanyaan ini berulang kali dan biasanya ia memilih foto pegawai pertama yang bertindak menyenangkan selama eksperimen dan tidak pernah memilih foto karyawan ketiga yang tidak ramah tersebut meskipun ia terlihat sebagai wanita cantik dengan senyuman indah dalam foto. Ketika ditanya, pasien tersebut tidak dapat menjelaskan mengapa ia tidak memilih wanita tersebut.Sebagai kesimpulannya, H.M. dan pasien serupa dengan amnesia memiliki : Memori jangka pendek atau memori kerja yang normal Amnesia anterograde berat terutama dalam pembentukan memori deklaratif atau memori eksplisit baru Dalam banyak kasus, kehilangan memori episodik berat Memori implisit yang lebih baik dibandingkan memori eksplisit