Teori dan Praktek Filsafat ilmu by Arif Partono
-
Upload
arif-partono -
Category
Education
-
view
1.253 -
download
2
description
Transcript of Teori dan Praktek Filsafat ilmu by Arif Partono
UJIAN TENGAH SEMESTER FILSAFAT ILMU
Dosen : Rochiati Wiriatmadja, Prof. DR., MA.
Filsafat Ilmu
October 25, 2013
Mahasiswa : Arif Partono Prasetio
NPM : 1303193
Universitas Pendidikan Indonesia
Program Doktor Ilmu Manajemen
2013
2
Daftar Isi
1 Penjelasan Konsep........................................................................................................... 3
1.1 Revolusi Copernican ................................................................................................ 3
1.2 Cogito Ergo Sum ...................................................................................................... 3
1.3 Materialisme Dialektis ............................................................................................. 4
1.4 Kritik atas rasio murni ............................................................................................. 5
1.5 Aksiologi ilmu pengetahuan .................................................................................... 5
2 Filsafat Rene DesCartes .................................................................................................. 6
2.1 Pandangan Rene DesCartes tentang kebenaran ....................................................... 6
2.2 Maksud konsep clearly and distinctly ..................................................................... 6
2.3 Jelaskan epistemologi untuk sains Cartesian Newtonian......................................... 7
3 Ideologi Marxisme .......................................................................................................... 9
3.1 Teori konflik Karl Marx. Digunakan untuk analisis apa dan bagaimana solusinya 9
3.2 Analisis terhadap teori nilai kerja dan teori surplus dari Marx .............................. 11
3.3 Pengaruh Marx terhadap filsafat kemudian dan berikan contoh ........................... 12
4 Filsafat Imanuel Kant .................................................................................................... 13
4.1 Apa yang dimaksud dengan Verstand dan Vernunft .............................................. 13
4.2 Sintesis Kant terhadap Rasionalisme dan Empirisme ............................................ 13
4.3 Contoh yang menguatkan pandangan Kant bahwa peran akal/rasio tetap besar
disamping pengalaman dan akal budi atau nurani ............................................................ 14
5 Penutup .......................................................................................................................... 15
6 Daftar Pustaka ............................................................................................................... 16
Index ..................................................................................................................................... 17
3
1 Penjelasan Konsep
1.1 Revolusi Copernican
Revolusi Copernicus adalah kesadaran yang muncul pada akhir abad ke 16 bahwa
Bumi bukan merupakan pusat alam semesta. Teori Copernicus ini mengubah pandangan
mengenai alam semesta yang dikemukakan oleh Claudius Ptolemy (Ptolemaic System).
Pandangan Ptolemy yang sudah dianggap benar selama 13 abad mengatakan bahwa bumi
adalah pusat alam semesta. Copernicus, seorang Polandia mengemukakan model
Heliocentris dari sistem tata surya (Kuhn, 1957). Teori ini mengatakan bahwa matahari lah
yang menjadi pusat tata surya, sedangkan bumi mengelilingi matahari. Copernicus
mengatakan bahwa bumi berputar pada porosnya, dan bersama planet lain mengelilingi
matahari. Hanya bulan saja yang berputar mengelilingi bumi. Teori ini pada kenyataanya
mampu menjelaskan perubahan iklim dan musim. Keberanian Copernicus untuk mengamati
dan berpikir berbeda dari orang lain dapat menjadi falsafah penting bagi kita sebagai
mahasiswa, Pascasarjana khususnya dalam menyikapi suatu fakta, kondisi, keadaan, dan
fenomena yang terjadi di masa kini. Pada jaman yang serba Me Too (serba mengikuti arus),
kemampuan dan keberanian berpikir lebih maju dapat menjadi salah satu keunggulan
bersaing seorang individu.
1.2 Cogito Ergo Sum
Salah satu kalimat terkenal yang pernah disampaikan oleh Rene Descartes, Filsuf
Perancis abad ke 17 yang berarti saya berpikir, maka saya ada Hamlyn, 1987:136). Kalimat
tersebut pertama kali disampaikan dalam karyanya Discourse on Method (1637) dengan
menggunakan Bahasa Perancis - je pense, donc je suis. Sedangkan Cogito Ergo Sum sendiri
digunakan di dalam karyanya Principles of Philosophy (1644).
Kalimat ini merupakan perwujudan atau pembuktian dirinya bahwa melalui berpikir,
maka keberadaannya sebagai mahluk berpikir diakui. Hatfield (2003:32) menyatakan
bahwa istilah ‘cogito’ ini merupakan karya Descartes yang menerima banyak perhatian.
Istilah ‘Cogito’ dapat diartikan bahwa pikiran dan raga berbeda. Suatu bukti keberadaan
Tuhan, dan suatu pernyataan bahwa persepsi yang jelas mengenai alasan adalah kebenaran.
Pandangan Descartes ini menjadi elemen dasar bagi pemikiran filsafat Barat karena
dianggap sebagai dasar dari semua pengetahuan.
4
1.3 Materialisme Dialektis
Materialisme dialektis merupakan cara untuk memahami kenyataan yang melihat
adanya masalah sebagai penyebab perubahan, dan semua perubahan adalah hasil dari
konflik yang berkesinambungan antara pihak/hal yang saling berlawanan yang muncul
secara inheren pada setiap kejadian, gagasan, dan gerakan. Konsep ini merupakan
perpaduan antara dialektika dan materialisme, yang akhirnya menjadi dasar bagi teori
Marxisme. Dialektika adalah konsep yang menjelaskan adanya duplikasi pada setiap
pemikiran, positif dan negatif, ya dan tidak, serta perpaduan dari perbedaan itu (Lefebvre,
2009:68). Menurut Adoratsky (1977:22-23), dialektika Hegel berarti kemajuan suatu
pemikiran melalui suatu kontradiksi. Sedangkan materialisme memandang hanya materi
saja yag nyata (Hadiwijono, 2011:121). Di dalam kehidupan satu-satunya yang nyata
adalah adanya masyarakat. Ide dan pemikiran haya merupakan perwujudan dari yang nyata.
Oleh karenay jika ingin memahami ide dan pemikiran, atau hal-hal yang menyebabkan
terjadinya sesuatu dalam kehidupan masyarakat, haruslah dicari melalu landasan
materialisme hidup kemasyarakatan (cara berproduksi).
Konsep ini kadang dikatakan sebagai rangkaian dari Marxisme yang dikembangkan
oleh Marx dan Engels, dan didasarkan pada dialektika Hegel, tesis-antitesis-sintesis. Akan
tetapi, jika Hegel menggunakan dialektika-nya untuk memahami pemikiran atau gagasan
(Spirit), konsep dialektika dari Marx dan Engels ini diarahkan pada dunia fisik. Adoratsky
(1977:22) bahkan menyatakan bahwa dasar dari Marxisme adalah Materialisme Dialektis.
Lebih lanjut, Adoratsky juga mengatakan bahwa Materialisme Dialektis adalah suatu
gerakan dan perkembangan yang disebabkan oleh konflik kontradiksi yang terjadi di
seluruh alam semesta, baik di alam maupun di dalam masyarakat, dan tercermin pada
pemikiran manusia (1977:23). Materialisme Dialektis ini menjadi dasar filosofi dan metode
revolusioner dari Marxisme – Leninisme, dan tidak terbatas pada teori saja tetapi juga
dalam praktek revolusi.
Beberapa ahli mengatakan bahwa konsep materialisme dialektika ini adalah
pandangan Karl Marx terhadap teori ekonomi. Teori yang menyatakan bahwa kemajuan
suatu ekonomi terjadi melalui berbagai sistem ekonomi dan proses yang berulang dimana
pada setiap sistem ekonomi tersebut mengalami perubahan.
5
1.4 Kritik atas rasio murni
Kritik atas rasio murni adalah seri pertama karya Imanuel Kant dari tiga kritik yang
diterbitkan. Melalui “Kritik atas Rasio Murni” ini Kant menjelaskan bahwa ciri
pengetahuan bersifat umum, mutlak, dan memberi pengertian baru. Imanuel Kant
menjelaskan apa yang dimaksud dengan kritik adalah bukan kritik terhadap suatu tulisan,
buku, atau sistem, tetapi kritik terhadap kemampuan rasio secara umum, khususnya dalam
mempelajari pengetahuan tanpa bantuan pengalaman (Meiklejohn, 2013:5).
Pandangan kritis Kant ini merupakan upayanya untuk memadukan konsep
Rasionalisme dan Empirisme. Rasionalisme yang diprakarsai oleh Descartes mengandung
pengertian unsur apriori dalam pengenalan. Individu melakukan pemikiran selanjutnya
akan mendapatkan hikmah pengetahuan. Sedangkan Empirisme, yang diusung oleh John
Locke, mengutamakan unsur aposteriori, yang berarti unsur-unsur yang bersumber dari
pengalaman (Bertens, 1975:60). Empirisme John Locke mengatakan bahwa pikiran
manusia tersebut seperti kertas putih, yang masih kosong, dan pengetahuan akan terisi
ketika individu mengalami kejadian atau peristiwa di dalam kehidupannya. Kant
berpendapat bahwa masing-masing pandangan tersebut berat sebelah. Sehingga dia
menjelaskan pengetahuan manusia (pengenalan) itu merupakan perpaduan (sintesa) dari
apriori (rasio) dan aposteriori (pengalaman).
1.5 Aksiologi ilmu pengetahuan
Aksiologi berasal dari dua kata bahasa Yunani, axios, yang berarti sesuai atau wajar
dan logos yang berarti ilmu. Aksiologi adalah filsafat mengenai nilai etika dan
estetika.Istilah ini digunakan pertama kali oleh Paul Lapie. Aspek etika meneliti mengenai
konsep baik dan benar dalam diri individu dan sosial. Estetika mempelajari konsep harmoni
dan keindahan. Aksiologi juga dapat dikaitkan dengan kegunaan dari pengetahuan yang
dipelajari. Aksiologi terbagi tiga bagian, aturan moral, estetika, dan kehidupan
politik/sosial.
Penulis menyimpulkan bahwa aksiologi terkait dengan pengetahuan adalah nilai-
nilai yang dimiliki oleh suatu ilmu khususnya ketika digunakan. Nilai tersebut menjadi
dasar pertimbangan manusia untuk melakukan evaluasi. Dalam mempejari suatu ilmu,
manusia selalu mempertimbangkan sisi positif yang bisa dihasilkan dari kegiatan
pembelajarannya.
6
2 Filsafat Rene DesCartes
2.1 Pandangan Rene DesCartes tentang kebenaran
Rene Descartes dianggap sebagai bapak filsafat modern (Hadiwijono, 2011:18).
Terkait kebenaran, Descartes mengemukakan beberapa pendapatnya. Intisari dari pendapat
itu menyatakan bahwa Descartes tidak menganggap sesuatu sebagai kebenaran tanpa
ditelaah terlebih dahulu. Salah satu kalimat yang menyatakan hal demikian adalah ‘I
learned to entertain too decided a belief in regard to nothing of the truth of which I had
been persuaded merely by example and custom.’ Descartes tidak mengakui kebenaran
hanya dengan contoh dan kebiasaan (Project Gutenberg, 1994:8).
Descartes menyarankan, sebagai individu, manusia harus bersedia melakukan
pemikiran kritis terhadap suatu pandangan yang sudah diakui kebenaranya. Kesanksian
terhadap suatu pandangan ini bukan berarti merendahkan atau menentang, akan tetapi hal
tersebut dilakukan untuk meyakinkan bahwa kebenaran yang ada memang benar.
Kebenaran bukan sesuatu yang mutlak. Manusia tidak seharusnya menerima sesuatu yang
dianggap benar secara harafiah. Jika muncul keraguan, tidak ada salahnya untuk ditelaah
lebih lanjut. Pandangan ini diperkuat dengan tulisan Hamlyn (1987:136) yang menyatakan
bahwa The Discourse on Method memiliki empat panduan; (1) tidak menerima suatu
kebenaran yang tidak diketahui secara jelas apakah memang sudah benar; (2) membagi
suatu masalah/kesulitan yang akan ditelaah menjadi bagian kecil sebanyak mungkin; (3)
mengawali pembahasan dari bagian yang sederhana untuk kemudian secara bertahap
meningkat ke yang kompleks; (4) melakukan pembahasan secara teliti dan luas.
Konsep mengenai kebenaran ini dapat dikaitkan dengan dunia akademik khususnya
ketika seorang mahasiswa hendak melakukan riset. Meski pada dasarnya beberapa riset
telah memiliki hipotesis, akan tetapi hipotesis tersebut harus diuji untuk membuktikan
kebenarannya. Pada jaman sekarang ketika kebenaran dapat direkayasa, menurut penulis
pandangan Descartes ini sangat tepat jika digunakan dalam mengkaji fenomena-fenomena
yang terjadi dalam dunia nyata. Tidak ada kebenaran yag absolut.
2.2 Maksud konsep clearly and distinctly
Clear and distinction dalam Bahasa Indonesia dapat diartikan jelas dan khas
(terpilah-pilah). Kejelasan dan kekhasan ini oleh Descartes dikaitkan dengan sudut
pandangnya mengenai kebenaran. Konsep ini dapat diartikan sebagai ‘tanpa keraguan’.
7
Ketika Descartes meragukan suatu kebenaran, maka dia akan melakukan telaahan yang
mendalam sehingga akhirnya diketahui bahwa kebenaran tersebut terbukti. Dengan
melakukan pemikiran dan telaahan sendiri, Descartes menilai kebenaran tersebut dapat
dipertanggung jawabkan dan dapat diyakini tanpa keraguan. Hadiwijono (2011:19)
mengatakan yang harus dipandang benar adalah apa yang jelas dan terpilah-pilah.
Pernyataan ini dapat diartikan suatu gagasan atau pendapat seharusnya dapat dibedakan
(dipilah) secara jelas dari gagasan atau pendapat yang lain.
Hartfield (2003:45) mengatakan bahwa Descartes juga menggunakan ide clear and
distinct ini untuk membuktikan keberadaan Tuhan. Pencarian Tuhan yang dilakukannya
membawa dia kepada keyakinan bahwa Tuhan ada. Penulis mengasumsikan bahwa aliran
Rasionalisme Descartes ini mencari suatu bentuk kebenaran yang pasti. Jika dirasakan
belum, maka akan timbul pertanyaan kembali. Meski nampak unik, akan tetapi konsepsi ini
sangat diperlukan untuk mempelajari dasar-dasar pengetahuan. Setelah membaca beberapa
literatur, bahkan terjemahan dari The Discourse on the Method, penulis juga masih tidak
memperoleh jawaban yang jelas dan pasti mengenai konsepsi ini.
Untuk memudahkan pemahaman mengenai konsepsi clear and distinctly, penulis
mencoba menjabarkannya sebagai berikut; (1) sesuatu dianggap jelas ketika kita selalu
memperhatikannya, sebagai contoh adalah munculnya keinginan untuk melakukan sesuatu,
atau perasaan tertarik terhadap salah seorang rekan kerja; (2) Sesuatu dianggap memiliki
kekhasan (distinct) jika seseorang tidak dapat atau tidak mudah mengalami kerancuan
ketika mempelajari atau melihatnya. Sebagai ilustrasi ketika kita mengalami masuk angin
(terasa dan dapat terlihat bahwa kita demam), akan tetapi hal tersebut masih samar karena
kita tidak yakin bagian mana yang sakit. Suatu gagasan dapat bersifat harus jelas meski
pemahamannya sulit. Akan tetapi agar bisa dipahami (distinct) suatu gagasan harus
dinyatakan secara jelas (clear).
2.3 Jelaskan epistemologi untuk sains Cartesian Newtonian
Kata Epistemologi, berasal dari bahasa Yunani episteme berarti pengetahuan dan
logos berarti kata/pembicaraan/ilmu. Epistemologi merupakan bagian dari ilmu filsafat
yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter, dan jenis pengetahuan. Defeinisi pengetahuan,
bagaimana karakteristiknya, serta kaitannya dengan kebenaran sering menjadi perdebatan.
Dapat dikatakan bahwa epistemologi adalah Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan
hakikat dari ilmu pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui berbagai
8
metode; induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis, empirisme,
dan metode dialektika.
Cartesian-Newton adalah pandangan dari Descartes dan Newton yang menjadi dasar
perkembangan metodologi pengetahuan modern. Pandangan tersebut menyatukan
rasionalisme Descartes dengan konsep mekanistik Newton. Kedua tokoh ini menyatakan
bahwa peradaban modern dibangun dengan dasar ontologi, kosmologi, epistemologi, dan
metodologi. Descartes dikenal sebagai pemrakarsa dasar filsafat mekanistik. Sedangkan
Newton memadukan rasionalisme Descartes dengan emipirisme. Karya Newton
mendukung pandangan Descartes.
Untuk memahami Cartesian-Newtonia biasanya digunakan 6 asumsi dasar ;
- Subyektivisme-Antroposentri. Didasarkan pandangan bahwa manusia sebagai pusat
dunia. Cogito Ergo Sum merupakan bentuk kesadaran diri.
- Dualisme. Asumsi ini membagi realitas menjadi subyek dan obyek (manusia dan
alam). Manusia sebagai subjek lebih superior dibandingkan obyek. Hal ini
terwujudkan pada kondisi terkini ketika alam menjadi rusak karena ulah (sebagian)
manusia. Alam menjadi objek yang dikelola untuk kehidupan tanpa diperhatikan
kelangsungannya.
- Mekanistik-Deterministik. Asumsi kosmologis yang menyatakan bahwa alam
adalah sebuah mesin yang tidak bernyawa atau statis. Sekalilagi asumsi ini
menegaskan mengapa manusia berperilaku seperti sekarang. Keruakan lingkungan
dianggap bukan menjadi masalah. Karena alam tidak bersifat mahluk hidup.
Manusia berpendapat bahwa alam dapat diperlakukan sesuai keinginan mereka.
- Reduksionisme-Atomisme. Asumsi ini melanjutkan asumsi sebelumnya, bahwa
alam adalah sesuatu yang hampa, tidak hidup, tidak memiliki nilai, etika, dan
estetika.
- Instrumentalisme. Asumsi ini sudah mengarah pada ilmu modern. Cara verpikir
instrumentalistik, yaitu mengukur kebenaran pengetahuan dari sejauhmana
pengetahuan tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kepentingan manusia.
- Materialisme-Saintisme. Asumsi ini didasarkan pada pandangan bahwa alam adalah
sebuah mesin.
Rangkuman dari penjelasan di atas adalah manusia menjadi pusat kehidupan sehingga
berhak mengeksplorasi untuk kepentingannnya. Jika dikaitkan dengan ilmu pengetahuan
9
dan dilihat dari sisi positif, penulis mengasumsikan bawah padangan Cartesian-Newtonian
ini merupakan dasar bagi terbentuknya pemikiran keilmuan (sains). Segala seuatu dan
kejadian yang terjadi di alam/dunia dapat ditelusuri dengan menggunakan pendekatan
keilmuan.
Akan tetapi ketika ditinjau dari sisi pemanfaatan alam, nampaknya pendekatan ini
sudah tidak sesuai. Pemanfaat alam yang semakin meningkat menyebabkan keseimbangan
lingkungan terganggu. Jika pendekatan ini terus digunakan, dampak yang lebih buruk akan
dialami penerus kita (Setiawan, 2010). Oleh karena itu muncul pandangan untuk
menggantikan Cartesian Newtonian, yaitu holisme ekologis, yang menganggap bahwa
manusia dan alam bukan entits terpisah tetapi saling terkait. Jika Descartes memiliki
pandangan Cogito Ergo Sum, maka holisme ekologis berpandangan Respondeo Ergo Sum
(Saya bertanggung jawab, maka saya ada).
3 Ideologi Marxisme
3.1 Teori konflik Karl Marx. Digunakan untuk analisis apa dan bagaimana solusinya
Konflik teori dari Karl Marx menganalisis suatu interaksi sosial melalui sebuah
konflik. Manusia selalu terlibat konflik pada kehidupannya, baik itu untuk mendapatkan
kekuasaan atau untuk tujuan lainnya. Karl Marx mempelajari teori konflik dari sudut
pertentangan yang terjadi antar kelas. Menurut Karl Marx, sejalan dengan kemajuan
industri, maka jurang antara struktur kelas makin lebar. Perbedaan kelas sosial merupakan
sumber konflik.
Karl Marx menggunakan teori konflik ini untuk menjelaskan interaksi antara tuan dan
budaknya, antara yang memiliki kekayaan dan yang tidak, antara kapitalis dan pekerja.
Konflik terjadi karena yang kaya (kapitalis) melakukan eksplotasi kepada yang tidak punya
(pekerja). Bentuk eksploitasi itu di anataranya adalah upah yang lebih rendah dari nilai
yang dihasilkan (Ritzer, 2007:663). Oleh karenanya kaum pekerja senantiasa termotivasi
untuk menolak eksploitasi kapitalisme. Kondisi berdampak selalu terjadinya antagonisme
antara pekerja dan kapitalis. Dibawa ke kondisi saat ini, biasanya perbedaan pandangan ini
sering terjadi antara buruh dan pengusaha. Pertentangan atau perjuangan kelas ini menjadi
dasar dari kapitalisme dan akar perjuangan atau pertentangan di dalamnya.
Menurut Marx, kaum borjuis (kapitalis, pemilik modal) selalu berusaha
10
mengembangkan masyarakat kapitalis melalui pengembangan metode produksi yagn maju.
Kaum pekerja membantu kapitalis dalam mewujudkan usahanya, akan tetapi merasa tidak
mendapat imbalan yang seimbang. Mereka hanya menerima imbalan yang pas-pasan
sehingga sulit mencapai tingkat kehidupan yang lebih baik. Konsepsi inilah yang nanti
menjadi dasar pengembangan teori nilai surplus. Kaum kapitalis memperoleh hasil dari
selisih antara yang dihasilkan pekerja dengan upah yang dibayarkan. Kaum kapitalis
memiliki kontrol sosial terhadap yang lemah. Pada dasarnya teori konflik yang
dikemukakan oleh Marx adalah kondisi ketika satu kelompok ingin mengubah sesuatu
sedangkan yang lain ingin mempertahankannya.
Untuk mengatasi pertentangan antara kaum kapitalis dan pekerja, penulis kembali
kepada dialektika Hegel, tesis-antitesis-sintesis. Tesisnya adalah terjadi pertentangan antara
kapitalis dan pekerja mengenai distribusi kemakmuran. Antitesisnya adalah kapitalis harus
dihapuskan agar distribusi kemakmuran lebih merata. Sedangkan tesisnya adalah baik
kapitalis maupun pekerja dapat berjalan beriringan dengan memperbaiki sudut pandang
masing-masing. Pada dasarnya pekerja dan kapitalis (pengusaha) saling membutuhkan.
Hanya, terkadang persepsi mengenai kelompok lain yang menyebabkan timbulnya
ketidaknyamanan yang berujung pada konflik. Di samping memperbaiki kualitas hubungan
antara kedua sisi tersebut, diperlukan juga campur tangan pemerintah (negara) yang
mengatur hubungan industrial. Saat ini interaksi antara pekerja-pengusaha-pemerintah
sudah dapat difasilitasi. Sesuatu hal yang pda jaman Marx mungkin belum terakomodasi.
Beberapa tahun yang lalu, muncul konsepsi Corporate Social Responsibility (CSR)
Menurut penulis pandangan ini juga dapat menjadi faktor yang positif dalam
meminimalkan potensi konflik antar kelas (antar pihak yang berkepentingan). Konsep CSR
tersebut sudah diimplementasikan oleh berbagai perusahaan, baik yang ditujukan untuk
karyawannya, lingkungan sekitar (masyarakat, atau kepada mitra kerja. Contoh untuk hal
ini sangat mudah ditemui ketika menjelang Hari Raya Idul Fitri, ketika perusahaan sibuk
menyiapkan alat transportasi untuk membantu karyawan dan mitranya kembali ke daerah
asal. Di perusahaan dimana penulis bekerja beberapa waktu lalu, pihak manajemen
menyisihkan dana untuk biaya pendidikan karyawan dan atau keluarganya.
Penyelesaian atau upaya meminimalkan konflik sangat tergantung dari pihak yang
terlibat. Seberapapun besarnya konflik, jika masing-masing pihak dapat menurunkan
tuntutannya dan akhirnya bisa menemukan titik tengah, maka potensi kerugian yang akan
11
dialami dapat diminimalkan. Jika melihat kondisi ekonomi Amerika saat ini, kita dapat
katakan ternyata kapitalisme murni yang coba diterapkan pada akhirnya menemui
kegagalan. Kerakusan untuk senantiasa memperoleh hasil dengan upaya yang terkadang
tidak manusiawi akan menemui kegagalan. Kembali pada tahun 1990, Uni Sovyet yang
berusaha mempertahankan sosialisme pada akhirnya mengalami kemunduran, bahkan
negara tersebut sudah bubar. Kedua contoh ini dapat menjadi masukan, bahwa segala
sesuatu jika dilaksanakan secara ekstrem sering menemui hambatan. Dalam kehidupan,
manusia sering harus dihadapkan untuk mengambil jalan tengah yang saling
menguntungkan.
3.2 Analisis terhadap teori nilai kerja dan teori surplus dari Marx
Teori nilai kerja dari Karl Marx berpendapat bahwa laba atau hasil yang didapat oleh
kapitalis atas eksploitasi yang dilakukan terhadap kaum pekerja. Nilai komoditas hanya
terkait dengan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk tersebut.
Sedangkan nilai surplus adalah hasil yang diperoleh kapitalis yang diinvestasikan kembali.
Kapitalisme dapat berkembang karena upaya eksploitasi yang dilakukan terhadap
tenaga kerja. Pekerja mengerahkan tenaga, kemampuan, pikiran, dan waktunya untuk
menghasikan produk/jasa. Hasil tersebut selanjutnya diperdagangkan oleh kapitlis.
Keuntungan yang didapat dari perdagangan tersebut (nilai surplus) adalah karena pemilik
modal membayar tenaga kerja lebih rendah dari nilai yang dihasilkan (nilai yang dihasilkan
pekerja lebih besar dari nilai pasar). Pemilik modal berhak untuk menerima hasli lebih
tersebut karena memiliki alat-alat produksi atau modal. Sedangkan tenaga kerja, hanya
mendapatkan hasil yang memadai. Sehingga sulit untuk beralih tingkat kehidupan.
Dengan hasil yang diperoleh, pemilik modal dapat lebih mengembangkan usahanya
lagi, dan pekerja kembali menjadi objek untuk senantiasa memproduksi dan
mereproduksikan kapitalisme melalui pekerjaan yang mereka lakukan. Kondisi ini disatu
pihak menyebabkan terjadinya penimbunan modal, sedangkan di pihak lain mengalami
penyusutan sumberdaya. Dengan semakin berkembangnya teknologi produksi, nilai tenaga
kerja semakin murah, upah semakin berkurang dan tidak berbanding lurus dengan biaya
hidup. Keadaan ini menyebabkan perbedaan antara yang kaya dan miskin semakin nyata
(Hadiwijono, 2011:123).
Konsepsi eksploitasi yang berpunya terhadap yag berkekurangan inilah yang menjadi
12
dasar Marx untuk menjelaskan kerangka bahwa sebagian kecil orang yang memonopoli
kepemilikan alat produksi. Sedangkan bagian sisanya bekerja/berproduksi untuk
menghasilkan nilai surplus bagi pemilik modal. Kondisi ketergantungan ini semakin
meningkat karena pekerja (atau orang yang tidak memiliki modal) pada akhirnya sulit
bersaing dengan yang menguasai alat produksi. Pekerja tidak punya pilihan lain kecuali
bekerja untuk pemodal, dan mereka bekerja semakin keras karena adanya ‘ancaman’
golongan pengangguran yang siap menggantikan mereka jika tidak produktif.
3.3 Pengaruh Marx terhadap filsafat kemudian dan berikan contoh
Salah satu yang utama adalah pengaruh konsepsi teori konflik Marx terhadap Weber.
Meski tidak menyerupai pandangan Marx, akan tetapi Weber dapat dikatakan
mengggunakan dasar konsepsi Marx. Weber akhirnya mengembangkan konsepsi teori
konflik sendiri yang berbeda dari pandangan Marx.
Pengaruh Marx yang besar, meski saat ini sudah bisa dikatakan hilang adalah terhadap
Lenin. Marxisme Leninisme menjadi dasar bagi pengembangan sosialisme dan komunisme
di Uni Sovyet. Louis Althusser juga merupakan pemikir yang dipengaruhi oleh pandangan
Marx. Althusser menekankan pada aspek sejarah dan keilmuan dari dialektika materialisme
(Hamlyn, 1987:271). Herbert Marcuse, serta kelompok Aliran Frankfurt menganalisis
pemikiran Karl Marx didasarkan pada aspek pandangan Hegel (Hegelian).
Dikaitkan dengan kondisi terkini, konflik antar kelas yang dikemukakan oleh Marx,
saat ini masih berlanjut. Pekerja dan pengusaha, negara kaya dan miskin, kelompok
berpunya dengan yang tidak, adalah pihak-pihak yang ‘mempraktekkan’ teori konflik dan
perbedaan kelas (kelompok). Di dunia bisnis politik pun pandangan Marx masih
diimplementasikan. Setelah menguasai aspek bisnis, orang yang memiliki alat produksi
(modal) kemudian masuk ke ranah politik. Tidak cukup dengan menguasai alat produksi,
individu tertentu bahkan ingin menguasai pemerintahan. Pada akhirnya penguasaan absolut
tersebut akan memudahkan dirinya untuk lebih maju. Sedangkan pihak yang tidak memiliki
akses kesana, akan terkalahkan. Munculnya kekuatan perusahaan swasta merupakan
pembuktian bahwa kapitalisme masih berlaku. Karl Marx juga berpengaruh terhadap
pemikir masa kini dengan pandangannya untuk selalu mengkaitkan konsep dengan
pengalaman nyata.
13
4 Filsafat Imanuel Kant
4.1 Apa yang dimaksud dengan Verstand dan Vernunft
Verstand adalah akal budi. Tugas atau fungsi akal budi adalah menciptakan tatanan
antara data inderawi (Bertens, 1975:61). Pengenalan akal budi merupakan sintesa antara
bentuk dan materi. Materi adalah data inderawi dan bentuk adalah apriori yang terdapat
pada akal budi. Bentuk apriori ini disebut dengan kategori. Contoh kategori antara lain
substansial dan kausalitas. Misalnya jika kita berpendapat bahwa kejadian A menyebabkan
kejadian B. Sah atau kebenaran akan hal tersebut tidak langsung bersumber pada realitas.
Akan tetapi karena kita harus berpikir mengenai hubungan antara A dan B berdasarkan
kategori kausalitas (sebab-akibat).
Sedangkan Vernunft, adalah rasio. Suatu kemampuan untuk memahami pengertian-
pengertian murni dan mutlak karena rasio memasukkan pengetahuan khusus ke dalam
pengetahuan yang bersifat umum. Tugas rasio adalah menarik kesimpulan dari pernyataan-
pernyataan pada tingkat di bawahnya yakni akal budi (verstand) dan tingkat pengalaman
inderawi(senneswahnehmung). Rasio menggabungkan keputusan untuk akhirnya
membentuk argumentasi.
4.2 Sintesis Kant terhadap Rasionalisme dan Empirisme
Melalui karyanya, The Critique of Pure Reason, Imanuel Kant berusaha menengahi
perbedaan konsep antara Rasionalisme (Descartes) dengan Empirisme (John Locke).
Sintesa Imanuel Kant mengenai kedua konsep tersebut adalah pandangan Descartes
(Rasionalisme) sebagai tesis. Konsep ini memandang bahwa pengetahuan manusia
dihasilkan sejak dia dilahirkan dan diperoleh dari dalam dirinya. Kemudian, John Locke
dan Hume menyanggah pandangan Descartes dengan mengatakan bahwa pengetahuan
manusia diperoleh dari pengalaman (bukan dari lahir atau dari dalam dirinya saja).
Pandangan Empirisme ini adalah antitesis dari Aliran Rasionalisme. Selanjutnya, Imanuel
Kant yang melihat bahwa kedua aliran tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan, memadukan keduanya dengan mengatakan bahwa pengetahuan manusia itu
diperoleh dari rasio dan dari pengalaman. Konsepsi Kant ini menjadi sintesis mengenai
pandangan asal mula pengetahuan manusia.
14
4.3 Contoh yang menguatkan pandangan Kant bahwa peran akal/rasio tetap besar disamping pengalaman dan akal budi atau nurani
Manusia, mendapat karunia dari Tuhan sehingga mampu berpikir (rasio), mampu
merenung dan menimbang (hati nurani), serta melihat sesuatu yang ada di luar dirinya,
untuk kemudian menyerapnya menjadi bagian dari pengalaman hidup secara keseluruhan.
Di sepanjang kehidupannya, proses internalisasi pengetahuan ini berjalan kontinyu dan
semakin hari seharusnya manusia semakin kaya akan pengetahuan (pengalaman, hati
nurani, dan rasio). Di dalam praktek kehidupan keseharian, hal-hal ini terwujudkan dalam
setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
Setiap mengambil keputusan, manusia akan menggunakan kemampuannya tersebut.
Penulis menggunakan contoh kejadian yang sering terjadi di sekitar lampu merah di Kota
Bandung. Ketika penulis melihat seorang peminta-minta, secara refleks teringat dengan
pelajaran yang pernah diperoleh ketika kecil, bahwa peminta-minta adalah orang yang
membutuhkan perhatian dan perlu dikasihani. Hati nurani penulis, yang mungkin juga
dibentuk oleh ajaran-ajaran agama yang selama ini ditekuni mengatakan bahwa jika kita
tidak memberikan sumbangan bagi peminta-minta tersebut, nasib mereka akan lebih buruk.
Di samping itu, kita sebagai orang yang berkecukupan, akan merasa berdosa karena tidak
peduli dengan fakir miskin (hati nurani, agama). Jika hanya didasarkan pada kedua
pemahaman itu saja, kemungkinan penulis akan memberikan sedekah kepada peminta-
minta itu. Akan tetapi karena, didasarkan pada rasio yang dimiliki, peminta-minta tersebut
ternyata masih cukup sehat untuk bekerja yang lain. Dengan pemikiran ini, maka penulis
mengurungkan niat untuk bersedekah. Meskipun demikian, apa yang menjadi ilustrasi di
atas, bisa saja dialami oleh orang lain dengan hasil akhir yang berbeda.
Contoh lain adalah ketika seorang dosen melakukan sidang sarjana. Berdasarkan
pengalaman beberapa waktu terakhir, dosen tersebut mengetahui bahwa mahasiswa
memiliki kelemahan dari sisi cara mengutip, yang jika diamati cenderung merupakan
kegiatan plagiarisme (pengalaman). Ketika sidang berlangsung dan diketahui mahasiswa
tersebut tidak dapat mempertanggung jawabkan karyanya, maka sikap yang seharusnya
diambil adalah membatalkan persidangan atau tidak memberikan nilai (hati nurani). Akan
tetapi mengingat institusi masih belum tegas dalam memberikan sanksi atas pelanggaran
tersebut, dan kebetulan mahasiswa adalah anak salah seorang pejabat di lembaga terkait,
maka dosen memutuskan untuk tetap memberikan nilai atau bahkan meluluskan yang
bersangkutan. Hal ini diambil dengan pertimbangan keamanan kerjanya kemungkinan akan
15
terganggu jika masih bersikukuh memegang prinsip utamanya (rasio). Kejadian ini nampak
sebagai suatu tindakan munafik, akan tetapi jika ditelusuri dari aspek-aspek pengetahuan,
ternyata manusia selalu dipegaruh oleh rasio, pengalaman, dan hati nurani/akal budi.
Dimensi mana yang paling menonjol akan berbeda bukan saja pada setiap manusia, tetapi
pada setiap kondisi.
Sebagai pendidik dan sekaligus mahasiswa, penulis merasakan bahwa ‘perang batin’
ketiga sumber pengetahuan ini selalu terjadi. Di dalam kehidupan manusia, banyak
ditemukan kondisi-kondisi yang kontradiktif dan membutuhkan proses pengambilan
keputusan yang tepat. Pada saat inilah kita sebagai menusia diuji ke-arif-annya.
5 Penutup
Demikian jawaban-jawaban atas soal UTS Mata kuliah Filsafat Ilmu. Terima kasih atas
kesempatan belajar yang diberikan serta mohon maaf jika terdapat kekeliruan di dalam
menjawab materi yang ditugaskan.
16
6 Daftar Pustaka
Adoratsky, V. (1977). Dialectic Materialism. London: Martin Lawrence Ltd
Amies, Nick (2008). Marx Continues to Influence 125 Years After His Death.
http://www.dw.de/marx-continues-to-influence-125-years-after-his-death/a-
3190306. Diakses 20 Oktober 2013
Bertens, K. (1975). Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. Diakses 19 Oktober
2013 melalui http://books.google.co.id/books dengan kata kunci Kritik Atas Rasio
Murni
Hadiwijoyono, Harun. (2011). Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Kanisius:Yogyakarta.
Hamlyn, D.W. (1987). The Penguin History of Western Philosophy. Penguin Book,
Ltd:London
Hatfield, Gary (2003). Routledge Philosophy GuideBook to Descartes and the Meditations.
New York: Routledge
Kuhn, Thomas S. (1957). The Copernican revolution, Planetary Astronomy in the
Development of Western Thought. Harvard University Press.
Lefebvre, Henri (2009). Dialectical Materialism, Translations from French as Le
Matérialisme dialectique, 1940 (Presses Universitaires de France). Minneapolis:
University of Minnesota Press
Meiklejohn, J. M. D. (2013). The Critique of Pure Reason by Imanuel Kant (translation).
The Pennsylvania State University
Project Gutenberg. (1994). Etext of Rene Descartes’s Discourse On The Method Of
Reasoning.
Ritzer, George (2007). The Blackwell Encyclopedia of Sociology. Australia: Blackwell
Publishing Ltd
Setiawan, O.T. (2010). Filsafat Holisme Ekologis: Tanggapan Terhadap Paradigma
Cartesian Newtonian Menurut Pemikiran Fritjof Capra. Jakarta: Universitas
Indonesia
http://www.marxists.org/archive/marx/works/1867-c1/ch08.htm. Diakses 20 Oktober 2013
http://en.wikipedia.org/wiki/Karl_marx. Diakses 19 Oktober 2013
17
Index
Adoratsky ................................................................ 4, 16 Aksiologi .................................................................... 2, 5 antitesis ............................................................. 4, 10, 14 Cartesian Newtonian ....................................... 2, 7, 9, 16 clearly and distinctly.................................................. 2, 7 Cogito Ergo Sum ................................................ 2, 3, 8, 9 Copernicus .................................................................... 3 Dualisme ....................................................................... 8 Empirisme ........................................................... 2, 5, 13 Filsafat Imanuel Kant ................................................... 13 Instrumentalisme .......................................................... 8 Kritik atas rasio murni ................................................... 5 Marxisme ........................................................ 2, 4, 9, 12 Marxisme – Leninisme .................................................. 4 Materialisme dialektis ................................................... 4 Materialisme-Saintisme ................................................ 9
Mekanistik-Deterministik ..............................................8 Pengaruh Marx ............................................................12 Principles of Philosophy .................................................3 Rasionalisme ...............................................................13 Reduksionisme-Atomisme .............................................8 Rene DesCartes .............................................................6 sintesis .........................................................................14 Subyektivisme-Antroposentri ........................................8 Teori konflik ...................................................................9 teori nilai kerja ............................................................11 teori surplus ................................................................11 tesis .............................................................................13 The Critique of Pure Reason ........................................13 The Discourse on Method ..............................................6 Vernunft ......................................................................13 Verstand ......................................................................13