Teori belajar fix

32
Nama : RUDI RUSBIANTO NO. Reg. : 7616120910 Prodi : S2 MP – Dikmen PERSPEKTIF TEORI BELAJAR Pengertian umum dari belajar adalah proses pencarian pengetahuan berdasarkan fenomena dan fakta yang dikembangkan berdasarkan metode untuk mencapai suatu kesimpulan keilmuan. Belajar akan menciptakan perubahan perilaku yang relatif permanen, karena adanya rangsangan, pengetahuan dan/atau pengalaman, yang bukan semata-mata akibat pertumbuhan alamiah pembelajar. Hal ini karena adanya proses yang diusahakan dengan suatu tujuan yang spesifik dan terukur terhadap suatu objek yang dipelajari. Sedangkan pembelajaran secara umum didefinisikan sebagai suatu proses yang menyatukan kognitif, emosional, dan lingkungan pengaruh dan pengalaman untuk memperoleh, meningkatkan atau membuat perubahan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan pandangan dunia (Illeris, 2000; Ormorod, 1995). Sehingga pembelajaran proses transformasi keilmuan yang dilakukan dengan perlakuan dan pengkondisian lingkungan belajar dengan melibatkan instrumen-instrumen pendukung lainnya untuk mencapai tujuan belajar.

Transcript of Teori belajar fix

Page 1: Teori belajar fix

Nama : RUDI RUSBIANTO

NO. Reg. : 7616120910

Prodi : S2 MP – Dikmen

PERSPEKTIF TEORI BELAJAR

Pengertian umum dari belajar adalah proses pencarian pengetahuan

berdasarkan fenomena dan fakta yang dikembangkan berdasarkan metode

untuk mencapai suatu kesimpulan keilmuan. Belajar akan menciptakan

perubahan perilaku yang relatif permanen, karena adanya rangsangan,

pengetahuan dan/atau pengalaman, yang bukan semata-mata akibat

pertumbuhan alamiah pembelajar. Hal ini karena adanya proses yang

diusahakan dengan suatu tujuan yang spesifik dan terukur terhadap suatu

objek yang dipelajari.

Sedangkan pembelajaran secara umum didefinisikan sebagai suatu

proses yang menyatukan kognitif, emosional, dan lingkungan pengaruh dan

pengalaman untuk memperoleh, meningkatkan atau membuat perubahan

pengetahuan, keterampilan, nilai, dan pandangan dunia (Illeris, 2000; Ormorod,

1995). Sehingga pembelajaran proses transformasi keilmuan yang dilakukan

dengan perlakuan dan pengkondisian lingkungan belajar dengan melibatkan

instrumen-instrumen pendukung lainnya untuk mencapai tujuan belajar.

Belajar merupakan seluruh rangkaian proses pencarian, penemuan dan

transformasi hingga konfirmasi suatu keilmuan. Metode dan pendekatan yang

unik dalam mentransformasikan keilmuan disebut teori belajar. Teori ini

berbicara bagaimana belajar dilakukan dalam membangun konstruksi

keilmuan, yang didasari pada pendekatan psikologi yang digunakan dalam

proses belajar.

Macam-macam Teori Belajar

Page 2: Teori belajar fix

Dalam terminologi pendidikan, terdapat tiga kerangka filosofi yang

mendalami hakikat manusia yang mendasari lahirnya teori-teori belajar, yaitu:

teori belajar behaviorisme, kognitivisme dan konstruktivisme.

1. Teori Behaviorisme

Teori behaviorisme mulai berkembang secara pesat pada tahun 1950-

an, yang dicetus oleh Gage dan Berliner, yang mempelajari tentang perubahan

tingkah laku manusia sebagai produk dari pengalaman yang diterimanya. Teori

ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang mempengaruhi arah

perkembangan teori dan praktik pendidikan dalam konteks proses

pembelajaran yang dikenal dengan aliran behavioristik. Aliran ini

mengedepankan pengukuran perubahan dan terbentuknya perilaku pembelajar

yang tampak sebagai bentuk hasil proses belajar.

Behaviorisme merupakan suatu filsafat psikologi didasarkan pada

proposisi bahwa semua hal yang dilakukan – termasuk organisme bertindak,

berfikir dan perasaan- dapat dan harus dianggap sebagai perilaku.

Behaviorisme memposisikan bahwa semua teori harus memiliki berkorelasi

observasional, namun tidak ada perbedaan filosofis antara proses-proses yang

dapat diamati publik (seperti tindakan) dan proses pribadi yang diamati (seperti

pikiran dan perilaku), (Sudarwan Danim & Khairil : 2011).

Teori behavioristik berawal dari hasil penelitian mengenai hubungan

stimulus-respon, yang dilakukan pertama kali oleh Pavlov dengan percobaan

pada anjing dan eksperimen B.F. Skinner dengan simulasi kotak skinner

terhadap tikus. Dalam perkembangannya konsep behaviorisme

ditransformasikan kedalam proses pendidikan yang notabene subjek dan

objeknya adalah manusia. Behavioristik mendalami perkembangan perilaku

objek yang nyata dan dapat diukur, diamati dan dihasilkan oleh objek tersebut

terhadap rangsangan yang diberikan, sebagai respon dari proses

pembelajaran/ perlakuan. Tanggapan terhadap rangsangan terhadap

rangsangan tersebut, dapat diperkuat dengan penguatan / reinforcement.

Penguatan itu bisa berupa positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang

diinginkan. Penguatan positif dianalogikan sebagai reward dan penguatan

Page 3: Teori belajar fix

negatif merupakan funishment / hukuman. Keduanya digunakan untuk

mengkonfirmasi tindakan yang harus dilakukan atau tindakan yang harus

dihindari oleh objek. Sehingga teori belajar ini mengutamakan perlakuan dan

pengaruh eksternal pembelajar terhadap keberhasilan proses

pembelajarannya.

Ciri Teori Belajar Behaviorisme

Ciri dari teori ini mengutamakan unsur-unsur yang spesifik, bersifat

mekanistis, peranan lingkungan eksternal yang dominan, mementingkan

pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, penekanan

pada hasil belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang

diperoleh merupakan tumbuhnya perilaku yang diinginkan.

Dalam konteks pembelajaran, siswa cenderung pasif dan proses

pembelajaran didominasi oleh guru yang memposisikan perannya sebagai

sumber ilmu dan pembelajaran. Peserta didik hanya menggunakan tingkat

kemampuan berfikir yang rendah untuk memahami materi. Behavioristik

memposisikan ilmu sebagai material yang permanen dan statis, sehingga

keilmuan menjadi terisolasi dan kurang aktual karena tidak mengikuti situasi

dan tren yang terus berkembang. Beberapa tokoh teori belajar behavioristik,

antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner.

1. Teori Belajar Menurut Thorndike

Pengertian belajar menurut Thorndike, adalah proses interaksi antara

stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya

kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat

ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang

dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran,

perasaan, atau gerakan/ tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan

belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau hal tidak konkrit

yaitu sesuatu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behavioristik sangat

mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara

Page 4: Teori belajar fix

mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Menurut Slavin (2000), Teori

Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme.

Terdapat tiga hukum belajar yang utama menurut Thorndike yaitu (1)

hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991).

Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat

respon.

2. Teori Belajar Menurut Watson

Johanes B. Watson merupakan behavioris yang mentransformasikan

konsep behariorisme temuan Pavlov yang kemudian diterapkan untuk

menganalisis perilaku manusia. Sehingga teori behavioristik dapat diterima

oleh semua kalangan pada masyarakat akademis terutama dalam konteks

aplikasinya dalam pembelajaran manusia.

Definisi belajar menurut Watson, sebagai proses interaksi antara

stimulus dan respon yang harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur.

Jadi walaupun Watson mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam

diri seseorang selama proses belajar, namun hal itu dianggapnya sebagai hal

yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Sehingga Kajian

behavior-nya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti Fisika

atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu

sejauh mana dapat diamati dan diukur.

3.  Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie

Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti, yaitu

gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul

kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991).

Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk

menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir

yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain

yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang

Page 5: Teori belajar fix

baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru.

Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam

kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar

hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan permanen. Menurut

Guthrie hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses

belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu

mengubah tingkah laku seseorang

Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi

stimulus respon secara tepat. Pembelajar harus dibimbing melakukan apa

yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan

tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).

4. Teori Belajar Menurut Skinner

Hubungan antara stimulus dan respon menurut Skinner, terjadi melalui

interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan

tingkah laku yang tidak sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh

sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana

itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan

interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan.

Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi

inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh

karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus

memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta

memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi

yang mungkin timbul akibat respon tersebut.

Aliran behavioristik menekankan pada terbentuknya perubahan perilaku

yang tampak nyata sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model

hubungan stimulus responnya, meposisikan orang yang belajar sebagai

individu yang pasif. Posisi ilmu merupakan suatu kemutlakan dan bersifat

stagnan. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement

dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Sehingga keilmuan yang tepat

untuk dipelajari secara behavioristis adalah ilmu-ilmu eksakta dan ilmu

Page 6: Teori belajar fix

kemiliteran. Respon atau perilaku tertentu yang diharapkan terbentuk

menggunakan metode drill atau pembiasaan semata, sehingga menjadi

sesuatu yang terinternalisasi dalam diri pembelajar.

Aplikasi teori belajar behaviorisme

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran didasarkan

pada beberapa hal seperti ; tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,

karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.

Pembelajaran yang dirancang memandang bahwa pengetahuan adalah

obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi,

sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah

memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) kepada pembelajar.

Fungsi pikiran untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada

melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang

dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur

pengetahuan tersebut. Pembelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang

sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Dengan kata lain, semua hal

yang dipahami oleh pengajar maka itulah yang harus dipahami oleh muridnya.

Metode behavioristik sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang

membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur

seperti: Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan

sebagainya. Sebagai contoh penguasaan kemampuan teknisi, ilmu

kejuruan/vokasi, teknik industri dan rekayasa, penguasaan ilmu terapan,

penguasaan ilmu-ilmu eksakta, ilmu kemiliteran, kedokteran, farmasi, teknik-

teknik dalam ilmu olahraga dan sebagainya.

Dalam paradigma penyelenggaraan pendidikan filosofi behaviorisme

sudah mulai tergeser oleh perkembangan filosofi lainnya, seperti kognitivisme

dan konstruktivisme. Namun dalam konteks pendidikan, teori behavioristik

masih memungkinkan untuk diimplementasikan dalam tatanan kurikulum mikro.

Teori ini bisa digunakan dalam bentuk penyelenggaraan pembelajaran di kelas,

karena bersifat teknis dan spesifik dengan detail yang terukur mengenai

Page 7: Teori belajar fix

indikator-indikator ketercapaian pembelajaran yang akan dibentuk sebagai

bentuk tujuan pembelajaran. Meskipun demikian prinsip-prinsip behavioristik

dalam system pendidikan nasional masih mempengaruhi implementasi

kurikulum dalam tatanan makro. Hal ini dapat dilihat dari salahsatu contoh

masih diberlakukannya ujian nasional sebagai instrumen pengukuran

keberhasilan pendidikan secara nasional, sistem evaluasi hasil belajar masih

dalam bentuk penilaian akhir. Dalam tatanan teknis pembelajaran di kelas

dominasi guru sebagai sumber ilmu dan pusat belajar, masih terus

berlangsung.

DESKRIPSI TENTANG TEORI KOGNITIF

Pencetus aliran kognitivisme adalah Ulric Neisser (1967), dalam sebuah

bukunya yang berjudul “cognitive psychology”. Selanjutnya diikuti oleh peneliti

yang mengembangkan teori ini seperti Ausubel, Bruner, dan Gagne. Secara

etimologi istilah “Cognitif” berasal dari bahasa Inggris kata “Cognition” yang

padanannya dengan “Knowing”, berarti mengetahui. Dalam arti luas, cognition

(kognisi) ialah ; perolehan, penataan dan penggunaan pengetahuan (Neissser,

1976).

Psikologi kognitif adalah cabang psikologi yang mempelajari proses

mental termasuk bagaimana orang berfikir, merasakan, mengingat dan belajar.

Ilmu psikologi ini berhubungan dengan disiplin ilmu lain termasuk ilmu syaraf,

filsafat dan linguistik, (Danim & Kairil : 2011). Kognitivisme memiliki perspektif

bahwa para peserta didik memproses informasi dalam pembelajaran melalui

upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan

antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Sehingga

kognitivisme menekankan pada bagaimana informasi diproses.

a. Teori Jean Peaget

Piaget menjabarkan teori perkembangan kognitif manusia kedalam

serangkaian tahapan, yaitu; 1) Masa Infancy; 2) Pra Sekolah; 3) Anak-anak; 4)

Page 8: Teori belajar fix

Remaja. Setiap tahapan ini mempunyai ciri struktur kognitif umum yang

mempengaruhi semua pemikiran manusia. Keempat tahapan perkembangan

tersebut digambarkan sebagai berikut ;

a. Tahap Sensorimotor (usia 0 - 2 tahun)

Tahapan ini bayi mengenali dunianya melalui penginderaan dan

gerakan tubuhnya, yang dipahami sebagai objek permanen. Bayi

berkembang dengan cara merespon kejadian dengan gerak refleks atau

pola kesiapan. Mereka belajar melihat diri mereka sebagai bagian dari

objek yang ada di lingkungan. Tahapan ini disebut tahap sensorimotor

yang menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spasial

penting, yang terdiri dari enam sub-tahapan, yaitu ; 

Skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu yang

berhubungan terutama dengan refleks.

Fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat

bulan dan berhubungan dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.

Fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai

sembilan bulan, terutama berhubungan dengan koordinasi antara

penglihatan dan pemaknaan.

Koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan

sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk

melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya

berbeda kalau dilihat dari sudut pandangnya berbeda (permanensi

objek).

Fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai

delapan belas bulan dan berhubungan dengan penemuan cara-cara

baru untuk mencapai tujuan.

Awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan

awal kreativitas bayi.

b. Tahapan Pra Operasional. (2 - 7 tahun)

Tahapan kedua ini mengamati urutan peran, yang setelah akhir

usia dua tahun, secara kualitatif jenis baru dari fungsi psikologis muncul.

Pada tahap ini anak menunjukkan permulaan dari kapasitas logikanya

Page 9: Teori belajar fix

sebagai orang-orang dewasa, dengan memhami aturan dasar dari

logika. Pada tahap ini proses berfikir, proses operasi, yang pada

umumnya melibatkan objek yang terlihat konkrit daripada hal-hal yang

bersifat abstrak, seiring dengan berkurangnya Egosentrisme pada anak.

Kemampuan mereka untuk menggunakan peran dari orang lain dan

melihat dunia, dan mereka sendiri, dari perspektif orang-orang lain

sudah berkembang dengan pesat. Mereka mengenal bahwa orang

melihat sesuatu dengan cara yang berbeda, karena perbedaan situasi

dan perbedaan nilai. Mereka mulai dapat fokus pada lebih dari satu

dimensi pada beberapa waktu. Pada tahap ini juga sudah menunjukkan

pemahaman akan hukum kekekalan (konservasi).

c. Tahapan Operasional Konkret. (7-12 tahun)

Tingkat operasional kongkret merupakan tahapan dari

kedewasaan kognitif. Operational konkret biasanya dimulai pada masa

pubertas, pada usia 11 atau 12 tahun, sesuai dengan masa pubertas

yang berbeda bahkan mungkin tidak pernah mengalaminya. Tahap ini

meliputi kemampuan klasifikasi, berpikir logis, dan kemampuan

hipotesis. Ada hal-hal yang memberi remaja kapasitas lebih besar untuk

memanipulasi dan menghargai lingkungan luar dan dunia imajinasi yang

mencakup pemikiran hipotetis, penyelesaian masalah yang sistematis,

kemampuan untuk menggunakan simbol dan pemikiran deduksi.

Remaja dapat memproyeksikan dirinya pada situasi yang melebihi

pengalaman mereka saat itu, sehingga mereka memiliki fantasi yang

luas.

d. Tahapan Operasional Formal. (12 tahun ke atas)

Tahap ini mulai dialami pada usia pubertas dan terus berlanjut

sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan

untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik

kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang

dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia mulai

melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada

gradasi abu-abu di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, terjadi berbagai

perubahan fisik lainnya, menandai masuknya ke dunia dewasa secara

Page 10: Teori belajar fix

fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan

perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai

perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai

keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan

penalaran dari tahap operasional konkrit.

Dalam usahanya menjelaskan mekanisme perkembangan kognitif,

Piaget menyampaikan fungsi kecerdasan dari tiga perspektif. Ketiganya ada-

lah: (1) proses mendasar yang terjadi dalam interaksi dengan lingkungan

(asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi), (2) cara bagaimana pengetahuan

disusun (pengalaman fisik dan logis-matematis), dan (3) perbedaan kualitatif

dalam berfikir pada berbagai tahap perkembangan (skema tindakan) mulai dari

sensomotorik, pra-operasional, operasional konkrit dan operasional formal.

Asimilasi ialah pemaduan data atau informasi baru dengan struktur

kognitif yang ada, akomodasi ialah penyesuaian struktur terhadap situasi baru,

dan ekuilibrasi ialah penyesuaian kembali yang terus-menerus dilakukan

antara asimilasi dan akomodasi  (Gredler, 1991:311). Proses asimilasi terjadi

apabila seseorang menerima informasi atau pengalaman baru maka informasi

tersebut akan dimodifikasi hingga sesuai dengan struktur kognitif yang

dimilikinya. selanjutnya, apabila struktur kognitif yang dimilikinya yang harus

disesuaikan dengan informasi yang diterima, maka proses ini disebut

akomodasi. sehingga asimilasi dan akomodasi akan terus terjadi apabila terjadi

kesenjangan kognitif antara hal yang telah diketahui dengan apa yang baru di-

alaminya sekarang, yang membentuk ekuilibrasi.

Kelemahan-kelemahan dari teori Piaget, diantaranya bahwa belajar

individual tidak dapat dilaksanakan karena untuk belajar mandiri diperlukan

kemampuan kognitif yang lengkap dan kompleks dan tidak bisa diuraikan

dalam suatu jenjang. Hasil-hasil penelitian justru menunjukkan bahwa ke-

terampilan-keterampilan kognitif tingkat tinggi dapat dicapai oleh manusia

meski belum mencapai usia sebagaimana teori Piaget. Sebaliknya, banyak

orang yang tidak mencapai tahap operasional formal tanpa adanya manipulasi

hal-hal yang bersifat konkrit seperti pemakaian gambar, demonstrasi, pem-

Page 11: Teori belajar fix

berian model dan sebagainya. Keterampilan ternyata lebih baik dipelajari

melalui urutan logis kompleksitas ilmu, bukan berdasarkan tahapan umur.

b. Teori Kognitif Jerome S. Bruner

Jerome S. Bruner seorang pakar psikologi perkembangan dan pakar

psikologi belajar kognitif. Penelitiannya dalam bidang psikologi antara lain

persepsi manusia, motivasi, belajar, dan berpikir. Dalam mempelajari manusia,

ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir, dan pencipta informasi

(Dahar, 1988).

Bruner menekankan pada adanya pengaruh kebudayaan pada tingkah

laku seseorang. Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif

berpengaruh pada perkembangan bahasa seseorang. Maka sebaliknya Bruner

menyatakan bahwa perkembangan bahasa besar pengaruhnya terhadap

perkembangan kognisi seseorang. Menurut Bruner, perkembangan kognisi se-

seorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh cara dia melihat

lingkungannya.

Tahap pertama adalah tahap en-aktif, dimana individu melakukan

aktivitas-aktivitas untuk memahami lingkungannya. Tahap kedua adalah tahap

ikonik dimana manusia melihat dunia atau lingkungannya melalui gambar-

gambar atau visualisasi verbal. Tahap ketiga tahap simbolik, dimana manusia

mempunyai gagasan secara abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan

logika; komunikasi dilakukan dengan bantuan sistem simbol. Makin dewasa

maka semakin dominan pula sistem simbol seseorang.

Untuk mempelajari sesuatu, menurut Bruner tidak perlu menunggu

sampai anak mencapai suatu tahap perkembangan tertentu. Apabila bahan

yang diberikan sudah diatur dengan baik, maka individu dapat belajar

meskipun umurnya belum memadai. Dengan kata lain, perkembangan kognitif

seseorang dapat ditingkatkan dengan cara mengatur bahan yang akan dipela-

jari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan

sistem ini dalam dunia pendidikan disebut “kurikulum spiral” di mana satu

obyek diberikan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi dengan

Page 12: Teori belajar fix

materi yang sama tetapi tingkat kesukaran yang bertingkat, dan materinya

disesuaikan pula dengan tingkat perkembangan kognisi seseorang.

Prinsip-prinsip belajar Bruner sebagai berikut ; 1) semakin tinggi tingkat

perkembangan intelektual, makin meningkat pula ketidaktergantungan individu

terhadap stimulus yang diberikan. Pertumbuhan seseorang tergantung pada

perkembangan kemampuan internal untuk menyimpan dan memproses

informasi. Data atau informasi yang diterima dari luar perlu diolah secara

mental. 2) Perkembangan intelektual meliputi peningkatan kemampuan untuk

mengutarakan pendapat dan gagasan melalui simbol. Untuk mengembangkan

kognisi seseorang diperlukan interaksi yang sistematik antara pengajar dan

pembelajar. Dalam Perkembangan kognisi seseorang, semakin tinggi

tingkatannya semakin meningkat pula kemampuan untuk memikirkan beberapa

alternatif secara serentak dan kemampuan untuk memberikan perhatian

terhadap beberapa stimuli dan situasi sekaligus.

Menurut Bruner, berpikir intuitif tidak pernah dikembangkan di sekolah,

bahkan mungkin dihindari karena dianggap tidak perlu. Sebaliknya di sekolah

banyak dikembangkan cara berfikir analitis, padahal berfikir intuitif sangat

penting untuk ahli matematika, biologi, fisika, dan sebagainya. Selanjutnya

dikatakan bahwa setiap disiplin ilmu mempunyai konsep-konsep, prinsip-prinsip

dan prosedur yang harus dipahami sebelum seseorang mulai belajar. Cara

terbaik untuk belajar adalah memahami konsep, arti dan hubungan melalui

proses intuitif hingga akhirnya sampai pada satu kesimpulan (discovery

learning).

c. Teori Belajar Bermakna David Ausubel 

Ausubel (1968) seorang pakar psikologi pendidikan dengan teorinya

yang berpijak pada psikologi kognitif, dan dalam teorinya memberi penekanan

kepada belajar bermakna, serta retensi dan variabel-variabel yang

berhubungan dalam belajar. Belajar menurut Ausubel dapat diklasifikasikan ke

dalam dua dimensi: (1) berhubungan dengan cara informasi atau materi

pelajaran disajikan pada siswa, baik melalui ekspository maupun inquiry, (2)

Page 13: Teori belajar fix

menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan data atau informasi itu

pada struktur kognitif yang telah ada (Romiszowski, 1981).

Kelemahan-kelemahan teori belajar Ausubel tersebut pada umumnya

adalah terlalu menekankan belajar asosiatif atau menghafal. Belajar asosiatif,

materi yang dipelajari perlu dihafal secara arbitrari, padahal belajar seharusnya

adalah apa yang disebut dengan asimilasi bermakna. Asimilasi bermakna,

materi yang dipelajari, perlu diasimilasikan dan dihubungkan dengan

pengetahuan sebelumnya yang telah ada. Untuk itu diperlukan 2 persyaratan,

yaitu: a) Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih serta diatur oleh

pengajar harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan

pembelajar. b) Suatu situasi belajar yang bermakna. Faktor motivasional

memegang peranan yang penting, sebab pembelajar tidak akan mengasimilasi

materi baru apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan

bagaimana melakukannya. Hal ini juga perlu diatur oleh pengajar sehingga

materi tidak dipelajari secara hafalan.

Karakteristik teori ini adalah advance organizers yang apabila dipakai

dapat meningkatkan kemampuan pembelajar untuk mempelajari informasi

baru. Advance organizer ini merupakan kerangka berbentuk abstraksi atau

ringkasan dari konsep dasar apa yang harus dipelajari serta hubungannya

dengan apa yang telah ada dalam struktur kognisi pembelajar.

Aplikasi Prinsip Kognitivisme  Dalam Pembelajaran

Dalam proses belajar mengajar, seorang guru dapat menerapkan prinsip

belajar bermakna melalui beberapa langkah. Pertama, mengukur kesiapan

peserta didik (minat, kemampuan, struktur kognisi) melalui tes awal, interview,

review, pertanyaan dan sebagainya. Kedua, memilih materi, mengaturnya dan

menyajikan konsep-konsep inti, dimulai dari contoh konkrit hingga contoh

kontroversial. Ketiga, mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus diketahui dari

materi baru dan menyajikan suatu pandangan menyeluruh tentang apa yang

harus dipelajari. Keempat, memakai advance organizers; agar pembelajar

dapat memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang ada dengan

memberikan fokus pada hubungan yang ada.

Page 14: Teori belajar fix

Terdapat dua kajian mengenai teori kognitif yang penting dalam

perancangan pembelajaran, yaitu: (1) teori tentang struktur representasi

kognitif, dan (2) proses ingatan (memory). Struktur kognisi didefinisikan

sebagai struktur organisasional yang ada dalam ingatan seseorang ketika

mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah ke dalam

suatu unit konseptual. Proses ingatan merupakan pengelolaan informasi di

dalam ingatan (memory) dimulai dengan proses penyandian informasi (coding),

diikuti penyimpanan informasi (strorage), dan kemudian mengungkapkan

kembali informasi-informasi yang telah di simpan dalam ingatan (retrieval).

Dengan adanya konsep tersebut, maka sebagai kata kunci dalam teori

psikologi kognitif adalah “Information Processing Model” yang mendes-

kripsikan: proses penyandian informasi, proses penyimpanan informasi, dan

proses pengungkapan kembali suatu informasi atau pengetahuan dari konsepsi

pikiran. Model tersebut akhir-akhir ini semakin mendominasi sebagian besar

riset atau pembahasan mengenai psikologi pendidikan atau pembelajaran.

Jadi, dalam model ini peristiwa-peristiwa mental diuraikan sebagai transforma-

si-transformasi informasi dimulai dari input (masukan) berupa stimulus hingga

menjadi output (keluaran) berupa respon (Slavin, 1994) dalam (Abdullah Helmy

:2011).

Proses belajar akan selalu berlangsung dalam tiga tahapan, yaitu: (1)

Acquisition (tahap perolehan atau penerimaan informasi), (2) Storage (tahap

penyimpangan informasi), dan (3) Retrieval (tahap menyampaikan kembali

informasi). Dan untuk mengaplikasikannya dalam proses belajar dan

pembelajaran meliputi: (a) pembelajar akan lebih mampu mengingat dan

memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun dalam pola dan logika

tertentu, (b) penyusunan materi pelajaran harus dari yang sederhana ke yang

rumit, (c) belajar dengan memahami lebih baik daripada dengan hanya

menghafal tanpa pengertian penyajian, dan (d) adanya perbedaan individual

pada pembelajar harus diperhatikan.

Memori yang biasanya diartikan ingatan, yakni merupakan fungsi mental

yang menangkap informasi dari stimulus, dan merupakan storage system,

yakni sistem penyimpanan data informasi dan pengetahuan yang terdapat

Page 15: Teori belajar fix

dalam otak manusia. Dan dalam diri manusia ada yang dikenal dengan struktur

sistem akal yang terdiri dari tiga sub-sistem, antara lain: (1) Sensory register,

(2) Short term memory, dan (3) Long term memory (Bruno, 1987). Dengan

adanya sistem penyimpanan informasi dalam proses belajar ini, maka pem-

belajar diharapkan agar dapat memusatkan perhatian. Karena banyak faktor

yang dapat mempengaruhi perhatian pembelajar.

Lindsay dan Norman menyampaikan tiga aturan umum untuk

memperbaiki memory (ingatan). Pertama, menghafal perlu adanya usaha; hal

ini seringkali tidak mudah untuk dipenuhi. Kedua, materi yang harus dihafal

atau diingat seharusnya berhubungan dengan hal-hal : menguraikan dengan

kata-kata sendiri dan menggambarkan dalam imajinasi; ini mungkin dapat

membantu. Ketiga, menghafal atau mengingat memerlukan organisasi materi.

Materi dapat dibagi dalam kelompok atau bagian-bagian kecil kemudian

diletakkan kembali bersama-sama dalam pola ingatan yang berarti (Dahar,

1988) dalam (abdullah Helmy : 2011).

Kognitivisme menjadi salah satu domain psikologis yang meliputi setiap

perilaku mental yang berkaitan dengan pemahaman, pertimbangan,

pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesenjangan dan keyakinan.

Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi

(kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa (Chaplin,

1972). Dalam terminologi kognitivisme terdapat pandangan fungsionalisme

kausal, yaitu pandangan bahwa otak merupakan sistem fisik murni yang

bekerja (meskipun kompleks) dalam batas-batas hukum alam dan kekuatan

sebab-akibat, (Danim & Khairil : 2011).

Dalam teori kognitivisme terjadinya perubahan persepsi dan pe-

mahaman, tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku. Teori ini juga

menekankan pada gagasan bahwa bagian-bagian situasi saling berhubungan

dengan konteks seluruh situasi tersebut. Membagi keseluruhan situasi menjadi

komponen-komponen kecil dan mempelajarinya secara terpisah akan

menghilangkan pemaknaan esensi terhadap sesuatu.

Peranan Kognitivisme Terhadap Pendidikan

Page 16: Teori belajar fix

Kontribusi psikologi kognitivisme terhadap belajar sebagai proses utama

pendidikan, salahsatunya dapat dilihat dari teori “cognitive of theory learning”,

yang merupakan teori belajar yang berpandangan bahwa belajar adalah

merupakan proses pemusatan pikiran --kegiatan mental--, (Slavin : 1994). Teori

belajar kognitivis beranggapan bahwa individu yang belajar itu memiliki

kemampuan potensial, tingkah laku yang kompleks, maka belajar

mementingkan proses terjadinya belajar daripada hasil belajar yang harus

dicapai. Sehingga, prioritas utama dalam belajar adalah pada proses bagai-

mana suatu ilmu yang baru bisa berasimilasi dengan ilmu yang sebelumnya

telah dikuasai untuk menciptakan pemahaman baru dan pengkondisian

keilmuan tersebut untuk menerima keilmuan yang terbaru, yang berlangsung

secara terus menerus.

Psikologi kognitif berusaha menggambarkan cara kerja pikiran.

Hubungan psikologi kognitif untuk kepentingan pembelajaran dikelas adalah

seperti hubungan fisika untuk keperluan pembangunan bidang teknik, semisal

jembatan, (Daniel Willingham : 2009) dalam (Danim & Khairil : 2011).

Pengetahuan tentang psikologi kognitif yang diperoleh tidak akan memberitahu

guru cara mengajar secara praksis on the job yang terlihat kongkret, namun

psikologi kognitif dapat menjelaskan prinsip-prinsip jalan pemikiran siswa

dalam latihan menyusun keilmuannya. Maka dari itu guru harus mengetahui

kunci aktifitas di kelas, seperti kecenderungan belajar siswa, pengetahuan

faktualnya mengenai kemampuan berfikirnya, dan tidak harus melakukan

metode yang sama. Selain itu guru harus mampu memahami dimensi

emosional, elemen motivasi dan elemen sosial peserta didik.

3. Teori Belajar Konstruktivisme

Pengertian Teori belajar konstruktivisme menurut Anita Woolfolk (Benny

A. Pribadi, 2009:156) mengemukakan pendekatan konstruktivistik sebagai

"...pembelajaran yang menekankan pada peran aktif siswa dalam membangun

pemahaman dan memberi makna terhadap informasi dan peristiwa yang

dialami". Konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky, yang

beranggapan bahwa pengetahuan itu merupakan hasil konstruksi atau

bentukan kognitif melalui kegiatan seseorang yang telah dilakukan sehingga

Page 17: Teori belajar fix

membentuk pengalaman. Pendapat ini sesuai dengan pandangan Von

Glasrfield Suparno (Ratno Harsono, 2007: 23) yang menyatakan bahwa

pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsep seseorang sewaktu ia

berinteraksi dengan lingkungannya.

Konstruktivisme merupakan landasan filosofi pembelajaran konstektual,

yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi

sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas, mengalir dan

berlangsung lama dan terus menerus. Teori ini berpendapat bahwa

pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap

untuk diambil dan diingat, tetapi manusia harus mengkontruksi pengetahuan

tersebut dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Teori konstruktivisme mengantarkan siswa dapat berfikir untuk

menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan

lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan

baru, mereka akan lebih paham dan mampu mengapliklasikannya dalam

semua situasi. Selian itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka

akan ingat lebih lama semua konsep.

Prinsip Teori belajar konstruktivisme berpendapat pengetahuan itu

pasti ada dalam diri seseorang yang sedang belajar. Segingga siswa harus

berusaha mengartikan apa yang telah dipelajari atau diajarkan dengan

menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalamannya dengan difaslitasi

gurunya. Sehingga semua yang diajarkan tidak harus dipahami semuanya oleh

siswa, siswa boleh berbeda dengan guru, maka siswa berhak menentukan

pengetahuan berdasarkan perspektifnya, melalui indera yang dimiliki, atau dari

satu pengalaman pada pengalaman selanjutnya. Sehingga hal terpenting

bukan jawaban yang benar, tetapi berpikir yang tepat untuk menyelesaikan

persoalan yang dihadapi.

Prinsip-prinsip pendekatan konstruktivisme menurut Jacqueline Grennon

Brooks dan Martin G. Brooks (Dadang Supardan, 2007:5) sebagai berikut: (1)

pengetahuan dibangun siswa sendiri, (2) pengetahuan tidak dapat dipindahkan

dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk

Page 18: Teori belajar fix

menalar, (3) murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu

terjadi perubahan konsep ilmiah, (4) guru sekedar membantu menyediakan

saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar, (5) menghadapi

masalah yang relevan dengan siswa, (6) struktur pembelajaran seputar konsep

utama pentingnya sebuah pertanyaan, (7) mencari dan menilai pendapat

siswa, (8) menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

Hakikat pembelajaran konstruktivisme yakni pembentukan pengetahuan

yang memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam

interaksinya dengan lingkungan. Subyek menyusun pengertian realitasnya

dengan bantuan struktur kognitif berdasarkan realita yang disusun melalui

struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif

senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan

organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus

menerus melalui proses rekonstruksi. Maka hal ini akan menuntut Siswa harus

aktif mengembangkan pengetahuan, bukan pengajar atau orang lain. Siswa

yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Kreativitas dan

keaktifan siswa akan membantu siswa untuk berdiri sendiri dalam kehidupan

kognitifnya. Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu

merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di

laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan

dan dijadikan ide serta pengembangan konsep baru.

Ciri-ciri Teori belajar konstruktivisme

Ciri-ciri pembelajaran berdasarkan teori konstruktivistik Hamzah (Zakaria

Effandi, 2007: 101) mengungkapkan sebagai berikut: (1) tahap persepsi ;

mengungkap konsepsi awal dan membangkitkan motivasi belajar pelajar, (2)

tahap eksplorasi, (3) tahap perbincangan dan penjelasan konsep, (4) tahap

pengembangan dan aplikasi konsep.

Karakteristik pembelajaran konstruktivisme sebagai berikut: (1)

membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta

berdasarkan ketetapan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengembangkan ide-idenya secara lebih luas, (2) menempatkan siswa

Page 19: Teori belajar fix

sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan diantara ide-ide

atau gagasannya, memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat

kesimpulan-kesimpulan, (3) guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan

penting bahwa dunia adalah kompleks, dimana terdapat bermacam-macam

pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi, (4)

guru mengakui proses belajar yang dilakukan siswa.

Tujuan Pembelajaran Pendekatan Konstruktivisme

Tujuan dari pembelajaran pendekatan konstruktivisme adalah

menghasilkan manusia-manusia yang memiliki kepekaan / ketajaman dalam

kemampuan berfikirnya, kemandirian; kemampuan menilai proses dan hasil

berfikir sendiri, tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil keputusan,

mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar yang terus

menerus untuk menemukan diri sendiri.

Tujuan pengajaran yang dilaksanakan menitik beratkan pada perilaku

siswa atau perbuatan sebagai suatu jenis output yang terdapat pada siswa dan

teramati serta menunjukkan bahwa siswa tersebut telah melaksanakan

kegiatan belajar. Pengajar mengemban tugas utamanya adalah mendidik dan

membimbing siswa-siswa untuk belajar serta mengembangkan dirinya. Guru

diharapkan dapat membantu siswa dalam memberi pengalaman-pengalaman

lain untuk membentuk kehidupan sebagai individu yang dapat hidup mandiri

dalam masyarakat modern.

Ciri Pendidik yang menggunakan pendekatan konstruktivisme

Ciri-ciri pengajar yang mengimplementasikan konstruktivisme menurut Books

sebagai berikut ;

1) Guru merupakan salah satu sumber dari berbagai macam sumber belajar,

2) Guru membawa siswa masuk ke dalam pengalaman-pengalaman yang

menantang konsepsi pengetahuan yang sudah ada dalam diri mereka,

3) Guru membiarkan siswa berfikir setelah mereka disuguhi beragam

pertanyaan-pertanyaan,

4) Guru menggunakan teknik bertanya untuk memancing siswa berdiskusi

satu sama lain,

Page 20: Teori belajar fix

5) Guru menggunakan istilah-istilah kognitif seperti: klasifikasikan, analisis,

dan ciptakanlah ketika merancang tugas-tugas,

6) Guru membiarkan siswa bekerja secara otonom dan bersifat inisiatif

sendiri,

7) Guru menggunakan data mentah dan sumber primer bersama-sama

dengan bahan-bahan pelajaran yang dimanipulasi,

8) Guru tidak memisahkan antara tahap mengetahui proses menemukan,

9) Guru mengusahakan agar siswa dapat mengkomunikasikan pemahaman

mereka karena dengan begitu mereka benar-benar sudah belajar.

Ciri-ciri siswa dengan pendekatan konstruktivisme

Ciri-ciri siswa yang dibangun dengan pendekatan belajar konstruktivisme

sebagai berikut ;

1. Siswa membangun pengetahuan dalam pikirannya sendiri. Guru

membantu proses pembangunan pengetahuan agar siswa dapat

memahami informasi dengan cepat. Guru menyadarkan kepada siswa

bahwa mereka dapat membangun makna.

2. Siswa berupaya memperoleh pemahaman yang tinggi dan guru

membimbingnya. Misi utamanya adalah membantu siswa untuk

membangun pengetahuannya sendiri melalui proses internalisasi,

pembentukan kembali dan melakukan yang baru.

Desain Pembelajaran Konstruktivistik

Desain sistem pembelajaran yang menggunakan pendekatan

konstruktivistik Gagnon dan Collay (Benny A.Pribadi, 2009: 163), terdiri atas

beberapa komponen penting dalam pendekatan aliran konstruktivistik yaitu ;

A. Situasi, Hal ini menggambarkan secara komperehensif tentang maksud

atau tujuan dilaksanakannya aktivitas pembelajaran. Komponen situasi

juga tergambar tugas-tugas yang perlu diselesaikan oleh siswa agar

mereka memiliki makna dari pengalaman belajar yang telah dilaluinya.

B. Pengelompokan, komponen pengelompokan dalam aktivitas

pembelajaran berbasis pendekatan konstruktivis memberi kesempatan

kepada siswa untuk melakukan interaksi dengan sejawat.

Page 21: Teori belajar fix

Pengelompokan sangat bergantung pada siatuasi atau pengalaman

belajar yang ingin dilalui oleh siswa. Pengelompokan dapat dilakukan

secara acak (random) atau didasarkan pada kriteria tertentu (purposive).

C. Pengaitan, komponen pengaitan dilakukan untuk menghubungkan

pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa dengan pengetahuan baru.

Bentuk-bentuk kegiatan pengaitan sangat bervariasi, misalnya melalui

pemecahan masalah atau melalui diskusi topik-topik yang spesifik.

D. Pertanyaan, pengajuan pertanyaan merupakan hal penting dalam

aktivitas pembelajaran. Pertanyaan akan memunculkan gagasan asli

yang merupakan inti dari pendekatan pembelajaran konstruktivistik.

Munculnya gagasa-gagasan yang bersifat orisinal, siswa dapat

membangun pengetahuan di dalam dirinya.

E. Eksibisi, komponen eksibisi dalam pembelajaran yang menggunakan

pendekatan konstruktivistik memberi kesempatan kepada siswa untuk

dapat menunjukkan hasil belajar setelah mengikuti suatu pengalaman

belajar. Pengetahuan seperti apa yang telah dibangun oleh siswa

setelah mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan

pendekatan konstruktivistik? Pertanyaan seperti ini perlu dijawab untuk

mengetahui hasil belajar siswa.

F. Refleksi, komponen ini pada dasarnya memberi kesempatan kepada

guru dan siswa untuk berpikir kritis tentang pengalaman belajar yang

telah mereka tempuh baik personal maupun kolektif. Refleksi juga

memberi ksempatan kepada siswa untuk berpikir tentang aplikasi dari

pengetahuan yang telah mereka miliki.

DAFTAR PUSTAKA

http://belajarpsikologi.com/macam-macam-teori-belajar/

http://jlt-polinema.org/?tag=teori-belajar-kognitif

Page 22: Teori belajar fix

http://belajarpsikologi.com/teori-belajar-behaviorisme/

https://www.msu.edu/~purcelll/behaviorism%20theory.htm

http://www.scumdoctor.com/psychology/behaviorism/Theory-And-Definition-Of-

Behaviorism.html

http://www.funderstanding.com/content/behaviorism

http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik

http://www.kajianteori.com/2013/02/pengertian-teori-pembelajaran-

konstruktivisme.html

http://rudy-unesa.blogspot.com/2012/11/teori-belajar-kognitivisme.html

http://downloadgratizzz.blogspot.com/2013/05/tahapan-perkembangan-kognitif-

menurut-j.html