TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan...

62
i Dewan Redaksi : Penanggung Jawab Dr. Hj. Mardewi Jamal, ST, MT (Ketua Program Studi S1 Teknik Sipil) Pemimpin Redaksi Rusfina Widayati, ST, M.Sc. Wakil Pemimpin Redaksi Triana Sharly P. Arifin, ST, M.Sc. Mitra Bestari / Reviewer Prof. Dr- ing. Ir. Herman Parung, M.Eng (Universitas Hasanuddin) [email protected] Dr. Erniati, ST, MT (Universitas Fajar) [email protected] Dr. Tamrin, ST, MT (Universitas Mulawarman) [email protected] Dr. Abdul Haris, ST, MT (Universitas Mulawarman) [email protected] Dr. Ery Budiman, ST, MT (Universitas Mulawarman) [email protected] Penyunting Fachriza Noor Abdi, ST, MT Budi Haryanto, ST, MT Administrator Aspiah, SE Alamat Redaksi Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mulawarman Kampus Gunung Kelua, Jalan Sambaliung No. 9 Samarinda 75119 Laman : http://sipil.ft.unmul.ac.id, Email : [email protected] Telp. (0541) 736834, Fax (0541) 749315 TEKNOLOGI SIPIL Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ISSN : 2252-7613 Volume 02 Nomor 2 November 2018

Transcript of TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan...

Page 1: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

i

Dewan Redaksi :

Penanggung Jawab

Dr. Hj. Mardewi Jamal, ST, MT (Ketua Program Studi S1 Teknik Sipil)

Pemimpin Redaksi

Rusfina Widayati, ST, M.Sc.

Wakil Pemimpin Redaksi

Triana Sharly P. Arifin, ST, M.Sc.

Mitra Bestari / Reviewer

Prof. Dr- ing. Ir. Herman Parung, M.Eng (Universitas Hasanuddin) [email protected]

Dr. Erniati, ST, MT (Universitas Fajar) [email protected]

Dr. Tamrin, ST, MT (Universitas Mulawarman) [email protected]

Dr. Abdul Haris, ST, MT (Universitas Mulawarman) [email protected]

Dr. Ery Budiman, ST, MT (Universitas Mulawarman) [email protected]

Penyunting

Fachriza Noor Abdi, ST, MT

Budi Haryanto, ST, MT

Administrator

Aspiah, SE

Alamat Redaksi

Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Kampus Gunung Kelua, Jalan Sambaliung No. 9 Samarinda 75119 Laman : http://sipil.ft.unmul.ac.id, Email : [email protected]

Telp. (0541) 736834, Fax (0541) 749315

TEKNOLOGI SIPIL Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

ISSN : 2252-7613

Volume 02 Nomor 2

November 2018

Page 2: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

ii

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Editorial

Redaksi Jurnal Teknologi Sipil dalam edisi ke-2 volume 2 ini mengucapkan terima kasih

kepada Prodi Teknik Sipil dan Fakultas Teknik Universitas Mulawarman yang telah

memberikan dukungannya.

Diharapkan seluruh penulis makalah akan tetap setia dan konsisten dalam mempublikasikan

hasil-hasil penelitian terbaru. Selain itu kami berusaha agar lingkup edar Jurnal Teknologi

Sipil dapat semakin meluas yang pada akhirnya juga akan memacu peningkatan kualitas

dari Jurnal Teknologi Sipil.

Akhir kata, redaksi mengucapkan terima kasih atas segala bentuk kontribusi serta kritik

dan saran yang telah diberikan oleh seluruh pendukung setia jurnal ini.

Wassalam

Redaksi

Page 3: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

iii

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Daftar Isi

Sulardi

Keselamatan Konstruksi Pada Pekerjaan Pengelasan Dengan Alat Paranet Water

Fire Screen ………………………………………………………………………………………………………………….. 1

Muslimi Noor, Sulardi

Netralisasi Air Asam Area Land Clearing dan Land Preparation Dengan Media

Kapur Tanah Di Lokasi Bangunan Industri ……………………………………….………………………. 8

Heri Sutanto

Perencanaan Jalan Dengan Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) Pada Jalan Rawa

Indah Kota Sangatta Provinsi Kalimantan Timur ………………..…..……………………………. 16

Effa Sefti Zuhrotin, Tamrin, Rusfina Widayati

Analisis Kerusakan Jalan Dengan Metode PCI dan Alternatif Penyelesaian

(Studi Kasus : Ruas Jalan D.I. Panjaitan) …………………………………………………………………. 38

Agmi Dimas Isbuandi, Masayu Widiastuti, Heri Sutanto

Analisis Pengaruh Penggunaan Geotekstil Terhadap Peningkatan Daya Dukung Pondasi Dangkal Pada Tanah Lempung Di Kota Samarinda ……..……………………………. 48

Studi Alternatif Pemenuhan Sumber Air Baku Kota Balikpapan Dengan CaraMensuplay Air Dari Mahakam Ke Manggar ................................................ 27

Hillman Yunardhi, M. Jazir Alkas, Heri Sutanto

Page 4: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

1

KESELAMATAN KONSTRUKSI PADA PEKERJAAN

PENGELASAN DENGAN ALAT PARANET WATER

FIRE SCREEN

Sulardi11,2,3)

1) Prodi K3, Universitas Balikpapan, Jln. Pupuk Raya, Balikpapan, 7611

2) Asosiasi Ahli K3 Konstruksi Wilayah Kalimantan Timur

3) Himpunan Ahli Konstruksi Komda Kalimantan Timur

e-mail : [email protected]

ABSTRACT

The purpose of this study was to provide an overview of specifications, method of manufacture, method of

installation and how to operate a paranet water fire screen analyzer used in hot work on the dock, face fender

and breasting dolphin. This research method is an application research method with a case study approach in

the form of success story records to overcome the problem of the difficulty of handling the potential exposure of

hydrocarbon vapor to the construction work area because of the potential flash and fire. The results showed

that the first made and used water fire screen paranet device could function properly and safely overcome the

problem. The results of this study have also been replicated to overcome similar problems in the construction

work of tank repair at Pertamina RU V Balikpapan.

Keywords: safety construction, paranet, water fire screen.

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah memberikan gambaran spesifikasi, metode pembuatan, cara pemasangan dan cara

pengoperasianalat paranet water fire screen yang digunakan pada pekerjaan panas di dermaga, face fender dan

breasting dolphin. Metode penelitian ini adalah metode penelitian aplikasi dengan metode pendekatan studi

kasus berupa catatan succes story mengatasi masalah kesulitan penanganan potensi paparan uap hydrocarbon ke

area pekerjaan konstruksi karena berpotensi flash dan kebakaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alat

paranet water fire screen yang baru pertama kali dibuat dan digunakan ini dapat berfungsi dengan baik dan

aman mengatasi permasalahan. Hasil penelitian ini juga telah direplikasi untuk mengatasi permasalahan sejenis

pada pekerjaan konstruksi perbaikan tangki di Pertamina RU V Balikpapan.

Kata kunci: keselamatan konstruksi, paranet, water fire screen,

1. PENDAHULUAN

Pada tahun 2017 PT. Pertamina RU V

Balikpapan akan melakukan perbaikan terhadap

struktur bangunan jetty dan struktur bangunan face

fender yang mengalami kerusakan (sub standard) dan

kondisinya tidak aman untuk dioperasikan (unsafe

condition). Pekerjaan perbaikan yang akan dilakukan

adalah dengan memotong, mengelas dan

mengkonstruksi kembali (rekonstruksi) elemen

struktur bangunan jetty dan face fender, mengganti

elemen konstruksi bangunan yang rusak dan tidak

layak spesifikasi material yang sejenis dengan

kualitas lebih baik.

Hal yang spesifik pada pekerjaan perbaikan

struktur bangunan face fender ini adalah (1)

pekerjaan dilakukan diatas permukaan air laut yang

cukup dalam, gelobang air laut yang cukup besar (2)

tidak tersedia tumpuan untuk bekerja yang memadai

(3) adanya potensi paparan uap minyak ringan dan

gas hydrocarbon yang mudah terbakar (4) rawan

terjadi kecelakaan kerja terjatuh, tercebur dan

tenggelam (5) memerlukan peralatan ponton dengan

kapasitas yang besar (6) pekerjaan panas memotong,

mengelas dan menyambung tiang-tiang pipa baja dan

elemen konstruksi face fender (7) memerlukan

angkat dengan kapasitas angkat minimal 10 ton (8)

memerlukan tenaga kerja berkeahlian khusus dan

wajib bisa berenang, memerlukan pengelasan bawah

air (9) memerlukan alat proteksi khusus untuk

melokalisir paparan uap minyak dan gas hydrocarbon

serta pekerjaan hanya bisa dilakukan pada kondisi

terbatas yakni hanya bisa dilakukan disiang hari (10)

dipengaruhi oleh pasang surut dan kondisi

gelombang air laut. Dengan adanya onstacle tersebut

pada resiko pekerjaan menjadi lebih tinggi

dibandingkan jika pekerjaan sejenis dilakukan diarea

Page 5: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

2

terbuka dan tidak ada batasan-batas sebagaimana

telah diuraikan.

Gambar 1. Lokasi perbaikan struktur bangunan jetty dan

face fender

Terhadap hal tersebut telah ada upaya

pencegahan secara konvensional yakni menutup

sewer dan oil catcher dengan fire baricade (fire

blanket), menyiapkan air mengalir, menyiapkan alat

pemadam api ringn (APAR) disekitar lokasi

pengelasan. Namun upaya pencegahan ini tidak

efektif karena dengan lokasi kerja yang sangat luas

dan jumlah peralatan berpotensi bocor (leaked) yang

banyak maka akan diperlukan fire baricade, APAR

dan fire blanket yang sangat banyak. Untuk itu

diperlukan suatu alat yang dapat menangkap paparan

uap minyak dan gas hydrocarbon seperti alat tirai air

(water fire screen) yang dapat menangkap paparan

uap minyak dan gas hydrocarbon maka potensi

bahaya flash dan kebakaran dapat dicegah sehingga

pekerjaan panas yang menggunakan alat pemotong

baja (brander) dan alat pengelasan busur api listrik

(welding) dapat dilakukan dengan baik dan aman

tanpa terjadi flash dan kebakaran. Untuk itu

penelitian ini diperlukan dalam rangka mengatasi

masalah kesulitan pada pelaksanaan pekerjaan

perbaikan bangunan face fender. Faktor penyebab permasalahan adalah faktor

alat, yakni tidak adanya peralatan yang dapat

mencegah potensi paparan uap minyak diarea kerja

pengelasan. Sedangkan penyebab permasalahan

kesulitan melokalisir paparan uap minyak

hydrocarbon ke area pengelasan. Oleh karena itu

penelitian ini berfokus pada penyediaan alat yang

dapat melokalisir dan mencegah paparan uap minyak

mudah terbakar dengan alat penangkap uap minyak

paranet water fire screen. Dengan alat ini diharapkan

paparan uap minyak hydrocarbon dapat terlokalisir

dan dapat dinetralkan tanpa mengganggu pekerjaan

pengelasan. Paranet water fire screen berupa tirai air

yang dilengkapi dengan paranet yang selalu

dibasahkan dengan percikan tirai air sehingga

paparan uap hydrocarbon tidak mampu melewatinya.

Tujuan penelitian adalah :

1. Memberikan gambaran alat paranet water fire

screen yang digunakan pada pekerjaan panas di

dermaga, face fender dan breasting dolphin

2. Memberikan gambaran metode pemasangan dan

pengoperasian alat paranet water fire screen yang

digunakan pada pekerjaan panas di dermaga, face

fender dan breasting dolphin.

Target dan sasaran perbaikan :

1. Pembuatan alat paranet water fire screen untuk

melokalisir paparan minyak ringan dan gas

hydrocarbon dengan menyesuaikan lingkungan

kerja, selesai dengan baik dan aman

b. Penyusunan metode kerja pemasangan dan

pengoperasian alat paranet water fire screen

untuk melokalisir paparan minyak ringan dan gas

hydrocarbon, selesai dengan baik dan aman

c. Alat paranet water fire screen untuk melokalisir

paparan minyak ringan dan gas hydrocarbon

dapat berfungsi dengan baik mencegah terjadinya

flash dan bahaya kebakaran dilokasi kerja

perbaikan jetty dan face fender

d. Alat paranet water fire screen untuk melokalisir

paparan minyak ringan dan gas hydrocarbon

dapat direplikasi untuk mengatasi permasalahan

sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun

diluar lingkungan Pertamina RU V.

Penelitian keselamatan konstruksi dengan

membuat alat paranet water fire screen di lingkungan

PT. Pertamina RU V yang pertama kali dilakukan

dan belum pernah ada penelitian sejenis yang pernah

dilakukan dan dipublikasikan di lingkungan PT.

Pertamina RU V Balikpapan maupun dilingkungan

Fakultas Vokasi Universitas Balikpapan. Penelitian

sebelumnya yang pernah dilakukan adalah hasil

penelitian Ratna Septiyani Purwadi (2013) dengan

judul penelitian Upaya Pencegahan dan

Penanggulangan Kebakaran Sebagai Bentuk

Pelaksanaan Sistem Manajemen Kebakaran. Hasil

penelitian menunjukan sudah terdapat program

praskebakaran,sprogram saat bencana kebakaran,

program pasca kebakaran dan gambaran penerapan

system manajemen kebakaran bernilai baik. Hasil

penelitian lain yang dilakukan oleh Josua Dwi

Wiedyanto (2013), dengan judul Penerapan Prosedur

Penerapan Ijin Kerja Panas (Hot Work Permit)

dengan hasil penelitian bahwa pengetahuan pekerja

tentang prosedur serta penerapan ijin kerja panas

termasuk kategori tinggi yaitu sebesar 97,22%

dengan skor perilaku kerja aman pekerja diperoleh

sebesar 86,11% dan termasuk kategori perilaku aman

sehingga disimpulkan terdapat hubungan yang kuat

antara pengetahuan pekerja tentang prosedur

penerapan ijin kerja panas dengan perilaku aman

pada pekerjaan panas.

Perbedaan kedua penelitian yang telah dilakukan

dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada

penelitian ini fokus penelitian pada metode

melokalisir lingkungan kerja panas dengan mencegah

paparan gas hydrocarbon mencepai lokasi kerja

panas menggunakan tirai paranet dan tirai pancaran

air. Dapat disimpulkan bahwa kedua penelitian yang

telah dilakukan sebelumnya memiliki fokus dan

sasaran penelitian yang berbeda dengan penelitian

Page 6: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

3

yang akan peneliti lakukan sehingga penelitian yang

akan dilakukan layak untuk dilanjutkan untuk

mendapatkan gambaran tentang metode proteksi

paparan gas hydrocarbon dengan cara melokalisir

paparan uap gas hydrocarbon dengan tabir paranet

dan tirai air (paraner water fire screen).

2. KAJIAN PUSTAKA

Dua penyebab aliran gas hydrocarbon adalah (1)

gas hydrocarbon yang bersifat ringan, kondisinya

mengambang (floating) diudara dan mudah

berpindah tempat (2) angin adalah massa udara yang

bergerak dari tempat yang kondisi kepadatan

udaranya tinggi kearah tempat yang kondisi

kepadatan udaranya rendah. Sedangkan keberadaan

minyak ringan dan gas hydrocarbon adalah berasal

dari bocoran, tumpahan dan terlepasnya bahan

tersebut pada saat pekerjaan loading-unloading

kapal, bocoran sambungan (fitting), sisa-sisa minyak

ringan dan gas hydrocarbon yang terjebak pada

perpipaan dan sistim sambungan. Jika mendapat

pengaruh panas maka minyak akan berubah fasa

menjadi fasa yang lebih ringan berupa minyak ringan

atau fasa yang lebih ringan lagi dalam bentuk gas

hydrocarbon yang mudah terbakar apabila kontak

dengan sumber panas hingga mencapai titik ignation

point. Sifat fisik gas hydrocarbon yang spesifik

adalah mudah berubah fasa jika mengalami

perubahan temperature atau kontak dengan material

yang temperaturnya lebih rendah. Oleh karena itu

material gas hydrocarbon akan berubah menjadi fasa

liquid atau fasa padat apabila kontak dengan tirai air

dan tirai paranet yang temperaturnya lebih rendah

dan massanya lebih padat sehingga massa aliran gas

hydrocarbon akan berhenti pada tirai tersebut dan

hanya sebagian kecil gas hydrocarbon yang lolos dari

tirai air dan tirai paranet tersebut. Dengan kecilnya

massa gas hydrocarbon yang kemungkinan lolos dari

tirai air dan tirai paranet tersebut sehingga paparan

gas hydrocarbon dalam ambang batas aman untuk

dilakukan pekerjaan panas berupa pemotongan baja,

pengelasan dan penyambungan elemen struktur

bangunan dermaga.

Prinsip kerja metode paranet water fire screen

mengacu pada proses penyaringan air baku dan air

kotor dengan menggunakan metode tangga cascade

dan pancaran air (water spray) aliran air akan

menangkap udara dan mengendapkan kandungan

lumpur halus terlaut didalam air, hasilnya kandungan

lumpur halus tersaring oleh sistim tangga cascade

dan air yang sampai diujung aliran telah jernih tanpa

kandungan lumpur.

Gambar 2. Prinsip kerja aerasi tirai air

Metode penyaringan air kotor dengan media

filter kain katun dengan prinsip menangkap

kandungan lumpur halusnya (filter) dan membiarkan

air tetap mengalir. Untuk memaksimalkan

penyerapan kandungan zat besi, metode aerasi

digabungkan dengan pengendapan di bak kontak dan

filtrasi. Hasil yang diperoleh adalah diperoleh air

bersih dan menjadikan kain katun sebagai media

penangkap kandungan lumpur halus didalam air.

Gambar 3. Prinsip kerja filtrasi

Kedua prinsip diatas adalah perpaduan proses

aerasi dan proses filtrasi. Dengan keberhasilan kedua

metode tersebut maka prinsip kerjanya digunakan

untuk menetralisir potensi kandungan gas

hydrocarbon terikut diudara dengan cara menangkap

gas hydrocarbon dan melarutkan bersama aliran air

pada tirai air dan paranet. Hasilnya gas hydrocarbon

ringan yang mudah terbakar dan terikut didalam

aliran udara dapat diserap oleh tirai air (water fire

screen) dan tidak sampai ke lokasi pekerjaan

pengelasanan sehingga udara disekitar lokasi

pengelasan adalah udara yang telah bebas kandungan

gas hydrocarbon dan merupakan lokasi kerja yang

aman. Metode tirai air (water fire screen) dan tirai

paranet ini akan dibentangkan pada jarak 10-15

meter dari lokasi pengelasan dengan dengan lebar

sesuai kebutuhan (keliling lokasi kerja) dan

ketinggian 2.0-3.0 meter diatas lokasi pekerjaan

pengelasan sehingga seluruh aliran udara yang

berasal dari sumber paparan dapat diserap dengan

baik oleh paranet water fire screen dan paranet basah.

Beberapa pertimbangan penggunaan alat paranet

water fire screen untuk mencegah potensi flash dan

kebakaran pada pekerjaan konstruksi dengan

pengelasan didasari oleh beberapa hal, namun tidak

Page 7: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

4

terbatas pada (1) efektivitas sistim kerja alat terhadap

kemampuan mencegah terjadinya flash dan

kebakaran (2) dampak yang ditimbulkan terhadap

sistim lain dilokasi kerja (3) tingkat permasalahan

lingkungan yang ditimbulkan dari penggunaan

paranet water fire screen (4) material yang digunakan

tidak mencemari lingkungan (5) biaya pembuatan,

pemasangan dan pengoperasian alat paranet water

fire screen murah (6) menggunakan material yang

terdapat banyak dipasaran dan mudah didapatkan,

dan (7) dapat disimpan dan digunakan secara

berulang-ulang.

3. METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pertamina RU V

Balikpapan, khususnya dilingkungan kerja Unit Oil

Movement. Unit kerja ini mengoperasikan dermaga

guna menunjang kelancaran loading-unloading bahan

bakar minyak dan bahan baku minyak mentah (Crude

oil) dari kapal tanker ke tanki penimbunan dan

sebaliknya dengan menggunakan alat lengan

pengisian (loading arm). Lokasi penelitian adalah

lokasi pekerjaan perbaikan struktur bangunan jetty

dan struktur bangunan face fender yang lokasinya

berada ditengah laut dan berada diatas perairan

dalam. Lokasi kerja terisolir dari fasilitas tumpuan

bekerja yang memadai, rawan terjadi kecelakaan

kerja, tercebur ke perairan dalam dan tenggelam.

Gambar 4. Lokasi pekerjaan perbaikan struktur bangunan

Face fender

Metode Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan yang dipergunakan dalam

penelitian adalah metode pendekatan studi kasus.

Studi kasus penelitian adalah kasus kesulitan

pekerjaan perbaikan struktur bangunan dermaga,

struktur bangunan face fender dan struktur bangunan

breasting dolphin di Pertamina RU V Balikpapan

dengan fokus pengamatan adalah masalah potensi

bahaya flash dan kebakaran serta metode proteksi

terhadap potensi bahaya flash dan kebakaran

sehingga pekerjaan perbaikan struktur bangunan

dermaga, struktur bangunan face fender dan struktur

bangunan breasting dolphin dapat dilaksanakan dan

dapat diselesaikan dengan baik dan aman. Metode

pendekatan masalah penelitian adalah dengan metode

penelitian kualitatif. Metode penelitian yang

digunakan adalah metode penelitian aplikatif atau

metode penelitian terapan. Metode penelitian ini

dipilih karena kualitatif memiliki karakteristik

sebagai berikut (1) sumber data langsung dalam

situasi yang wajar dimana peneliti bertindak selaku

instrument penelitian utama (2) bersifat deskriptif/

menjelaskan (3) lebih mengutamakan proses dari

pada hasil atau produk (4) analisa data secara

induktif, dan (5) mengutamakan makna. Dengan

penelitian kualitatif ini disyaratkan juga agar

penelitian terhindar dari bias pribadi terhadap subyek

penelitiannya, untuk itu perlu disusun secara

terperinci tentang informasi-informasi hasil

penelitian yang diperoleh dari lapangan secara

lengkap dan akurat dengan menganalisis bentuknya.

Untuk itu diperlukan koordinasi yang baik dengan

sumber data dengan mengupayakan eksplorasi untuk

memperoleh pemahaman dan masalah yang akan

diteliti telah dirumuskan melalui pertanyaan

penelitian. Dan dengan pertanyaan penelitian ini,

peneliti berkeinginan memahami permasalahan

obyek dan subyek penelitian yang ada.

Bahan-bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan

alat paranet water fire screen adalah sebagai berikut

(1) pipa paralon PVC diameter. 3 inch, 2 inch dan 1

inch, menyesuaikan kebutuhan di site, reducer dan

penyambungnya (2) paranet (shading net), spesifikasi

45%, lebar 3.0 meter, menyesuaikan kebutuhan di

site (3) seling (wire rope) diameter. ½ inch (4)

shackle clips, bentuk U clips diameter. ½ inch (5)

clamps, diameter ½ inch dan ¾ inch (6) tali segel

plastik (plastic seal), dan (7) bahan-bahan lain sesuai

kebutuhan di site.

Gambar 5. Paranet dan peruntukannya

Peralatan Penelitian

Peralatan kerja dan peralatan kerja bantu untuk

pembuatan alat paranet water fire screen adalah (1)

ponton besar, berupa kapal ponton dengan kapasitas

min. 10 ton, dapat menengangkau bahan-bahan,

peralatan dan pekerja 14 orang (2) ponton kecil,

kapasitas 4 ton, dapat manuver dilokasi kerja terbatas

(3) mesin las potong untuk pipa baja dan

kelengkapannya (4) mesin las dan peralatan

kelengkapannya (5) alat-alat ukur, theodolite dan

waterpass (6) alat pelubang pipa PVC, dia. 3 mm (8)

Page 8: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

5

alat pengikat/ penyambung paranet (9) peralatan

kerja perpipaan (10) peralatan kerja bantu lainnya

(11) peralatan keselamatan kerja dan peralatan

pelindung diri, dan (12) peralatan lain menyesuaikan

kondisi dan lingkungan kerja di site.

Cara Membuat dan Memasang Alat Paranet

Water Fire Screen

1. Menyiapkan material paranet 45% dengan

diameter lubang yang cukup, dimensi lebar. 3.0

meter dan panjang menyesuaikan kebutuhan. Jika

tidak tersedia paranet dengan ukuran yang

kehendaki dapat disambung dengan cara diikat

dengan baik dan rapat

2. Menyiapkan material seling (wire) dengan

diameter min. ½ Inch, disukai jika dengan

diameter yang lebih besar dan dengan panjang

sesuai kebutuhan dan tidak melendut saat

dioperasikan

3. Menyiapkan material pipa paralon (PVC) dengan

diameter min.3.0 Inch, 2.0 Inch dan 1.0 Inch

dimensi panjang menyesuaikan. Jika panjang pipa

tidak mencukupi bisa disambung dengan alat

penyambung pipa

4. Lubangi pipa PVC (dia. 3 inch, 2 inch dan 1 inch)

pada arah yang sama sebanyak 2 lubang diameter

3 mm dengan arah menyilang dan membentuk

sudut 10 derajat terhadap bidang tegak lurus

5. Sambung pipa-pipa PVC dengan sambungan pipa

dan sambungan reducer serta dengan memastikan

bahwa sambungan cukup kuat dan tidak akan

terlepas pada saat dioperasikan dengan tekanan

air yang cukup tinggi (3.0 Kg/cm2)

6. Sambungkan neple joint, fitting penyambung,

diameter dan dimensi menyesuaikan dimensi pipa

PVC yang akan disambungkan

7. Ikatkan paranet ditengah lubang pipa dengan

segel plastik dan dengan posisi seling berada

dibagian atas dan pastikan posisi paranet tidak

menutup lubang-lubang pipa

8. Pasang pipa/ selang penghubung dan valve

(keran) buka-tutup aliran dari sumber aliran air,

pastikan interkoneksi pipa tirai air dan flange

konektor terkita dengan baik dan tidak terlepas

pada saat dialiri dengan air bertekanan cukup

tinggi (3. 0 kg/cm2)

9. Paranet yang telah disiapkan dengan dimensi

panjang dan lebar sesuai kebutuhan diikatkan

bagian ujungnya dengan kawat pengikat (atau

sejenisnya) dengan jarak ikatan 20-30 Cm pada

seling, pastikan ikatan cukup kuat dan tidak rusak

saat paranet bertambah berat akibat adanya aliran

air dari fire screen

10. Pipa paralon/ PVC yang telah dilubangi sebanyak

2 lubang pada tiap jarak 5 Cm secara selang

seling dibagian bawahnya (satu jalur) dengan

diameter lubang maks. 3 mm, pipa PVC

disiapkan dengan dimensi, panjang, bentuk dan

konfigurasi sesuai kebutuhan diikatkan terhadap

seling (wire) sehingga menyatu dengan pasangan

paranet pada seling

11. Pasang paranet dengan pengikatkan seling

penggantung pada lokasi yang cukup kokoh,

ketinggian minimum 3.0 meter dan jarak dengan

lokasi kerja min. 3.0 meter, pastikan seling terikat

dengan baik dan aman

12. Pasangan paranet fire water screen menyesuaikan

dengan lokasi kerja yang dilindungi, dapat

dibentuk persegi, memanjang, melingkar atau

lurus satu arah saja dengan menyesuaikan arah

angin.

Cara Mengoperasikan

1. Pasang interkoneksi pipa sumber air dengan pipa

atau selang, pastikan dimensi pipa/ selang

interkoneksi telah sesuai, pasang penyambung

dan ikat dengan kuat, pasang valve (keran),

pastikan terpasang kuat, rapat dan tidfak bocor,

pastikan pula agar sumber aliran air yang

digunakan memiliki tekanan aliran yang cukup

tinggi

2. Alirkan air dari sumber air sehingga mengisi

seluruh pipa PVC, pastikan seling tidak melendut,

pipa PVC tidak bengkok dan air dapat memancar

dari lubang-lubang pipa PVC membentuk payung

3. Paranet water fire screen dipasang dan berfungsi

dengan baik selama pelaksanaan pekerjaan

pengelasan dan dilepas kembali setelah seluruh

rangkaian pekerjaan pengelasann selesai

dilakukan

4. Paranet ater fire screen terpasang selalu dengan

kondisi teraliri dan terbasahkan oleh tirai air dari

pipa paralon

5. Paranet fire water screen bekerja dengan baik

membentuk tirai air.

6. Indikator dan ukuran keberhasilan pasangan dan

penggunaan alat paranet water fire screen adalah

(a) pemasangan paranet water fire screen dengan

memperhatikan arah angin (b) tidak terindikasi

paparan minyk ringan atau gas hydrocarbon

dilokasi kerja yang dilindungi yang terlihat dan

terasa secara visual atau terdeteksi oleh alat gas

test (c) tidak ada paparan/ percikan air mengenai

lokasi kerja (d) water fire screen memancarkan

air secara terus menerus dan paranet selalu dalam

kondisi basah, dan (e) jika terindikasi kerusakan

atau peyimpangan pada fungsi paranet water fire

screen segera hentikan dan lakukan perbaikan.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini adalah hasil perbaikan yang

telah dilakukan dengan membuat alat, membuat

metode kerja pemasangan alat dan metode

pengoperasian alat paranet water fire screen untuk

melokalisir paparan minyak ringan dan hydrocarbon

dari area jetty dan area loading-unloading crude oil

dan bahan minyak minyak sehingga dapat mencegah

terjadinya bahaya flash dan kebakaran diarea kerja

Page 9: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

6

perbaikan bangunan jetty dan bangunan face fender

jetty Pertamina. RU V Balikpapan. Alat paranet

water fire screen ini sangat diperlukan untuk

menunjang kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan

pekerjaan perbaikan struktur bangunan jetty dan

struktur bangunan face fender sebagai alat untuk

melokalisir dan mencegah paparan uap minyak

ringan dan paparan gas hydrocarbon memasuki area

kerja perbaikan dimana terdapat pekerjaan panas

yang menggunakan api terbuka yakni pekerjaan

pemotongan baja dengan las potong, pekerjaan

pengelasan, pekerjaan penggerindaan dan pekerjaan

lain yang merupakan pekerjaan tidak terpisahkan

pada pekerjaan panas. Rangkaian pekerjaan panas

tersebut menghasilkan radiasi panas dan percikan

bunga api yang apabila kontak dengan uap minyak

atau gas hydrocarbon yang memasuki area kerja

maka akan terhadi flash dan kebakaran.

Prinsip dasar kerja alat paranet water fire screen

adalah memadukan dan menggabungkan dua metode

penyaringan air yaitu metode penyaringan aerasi dan

metode penyaringan filtrasi. Metode aerasi bekerja

dengan cara menangkap paparan uap minyak ringan

dan gas hydrocarbon serta mengkondensasikan dan

melarutkan dengan tirai air (water screen).

Sedangkan metode filtrasi bekerja dengan cara

menangkap paparan upa minyak ringan dan gas

hydrocarbon yang tidak tertangkap oleh tirai air

(paranet frie screen). Paduan kedua metode kerja

tersebut terbuat efektif dan berhasil dengan baik

diaplikasikan pada pekerjaan perbaikan struktur

bangunan jetty dan struktur bangunan face fender

Pertamina RU V. Evidence keberhasilan ini

dibuktikan dengan data-data hasil uji gas test yang

dilakukan setiap sebelum dimulainya pekerjaan

panas dan terbukti bahwa dilokasi pekerjaan tidak

terdapat paparan uap minyak ringan dan tidak

terdapat paparan gas hydrocarbon (zero flamable

gas). Setelah lokasi kerja dinyatakan aman terhadap

paparan uap minyak dan gas hydrocarbon maka

pekerjaan panas seperti pekerjaan memotong baja,

menggerinda dan mengelas dapat dilakukan dengan

tetap memperhatikan aspek-aspek keselamatan kerja

sebagaimana yang telah diidentifikasi dan rencana

tindakan pencegahannya pada lembaran job safety

analysis (JSA). Sebagai tindakan preventif terhadap

potensi bahaya paparan uap minyak dan gas

hydrocarbon secara tidak terduga (unpredictable)

maka selama pekerjaan panas seperti pemotongan

baja, penggerinaan dan pengelasan selalu disiapkan

air yang mengalir dengan selang-selang air, menutup

sewer, oil pit, oil catcher, menyiapkan alat pemadam

api ringan (APAR) disetiap lokasi kerja dan

menyiapkan alat pemadam api lainnya.

Dengan keberhasilan kedua metode tersebut

maka prinsip kerjanya digunakan untuk menetralisir

potensi kandungan gas hydrocarbon terikut diudara

dengan cara menangkap gas hydrocarbon dan

melarutkan bersama aliran air pada tirai air dan

paranet. Hasilnya gas hydrocarbon ringan yang

mudah terbakar dan terikut didalam aliran udara

dapat diserap oleh tirai air (water fire screen) dan

tidak sampai ke lokasi pekerjaan pengelasanan

sehingga udara disekitar lokasi pengelasan adalah

udara yang telah bebas kandungan gas hydrocarbon

dan merupakan lokasi kerja yang aman. Metode tirai

air (water fire screen) dan tirai paranet ini akan

dibentangkan pada jarak 10-15 meter dari lokasi

pengelasan dengan dengan lebar sesuai kebutuhan

(keliling lokasi kerja) dan ketinggian 2.0-3.0 meter

diatas lokasi pekerjaan pengelasan sehingga seluruh

aliran udara yang berasal dari sumber paparan dapat

diserap dengan baik oleh paranet water fire screen

dan paranet basah. Spesifikasi material, bentuk,

dimensi dan konfigurasi pemasangan alat paranet

water fire screen yang sedemikian rupa diharapkan

dapat berfungsi maksimal menyerap dan menangkap

adanya paparan uap minyak dan gas-gas hydrocarbon

yang datang dari area kapal tanker, dari area loading

arm dan dari area lain yang tidak terduga. Alat ini

akan menetralisir uap minyak dan gas-gas

hydrocarbon menjadi liquid yang terlarut bersama

aliran tirai air sehingga kondisinya netral dan tidak

mudah terbakar.

Hasil pencapaian target dan sasaran penelitian

yang telah dilakukan adalah (1) pembuatan alat

paranet water fire screen, selesai dengan baik dan

aman, target tercapai 100% (2) pemasangan alat

paranet water fire screen (tirai air), selesai dengan

baik dan aman, target tercapai 100% (3) paranet

water fire screen dapat berfungsi dengan baik dan

aman, target tercapai 100% (4) pekerjaan panas,

pemotongan, pengelasan dan penyambungan

konstruksi selesai dikerjakan dengan baik dan aman,

target tercapai 100% (5) tidak terjadi flash,

kebakaran dan tidak terjadi kecelakaan kerja selama

pelaksanaan pekerjaan (zero incident), target tercapai

100%.

Gambar 6. Alat paranet water fire screen setelah

terpasang dan difungsikan

5. KESIMPULAN

Dari uraian permasalahan dan hasil-hasil

penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

berikut.

1. Inovasi membuat alat paranet water fire screen

adalah tirai air dan tirai paranet yang

digabungkan menjadi satu untuk menyerap

paparan uap minyak ringan dan gas

hydrocarbon, terbukti cocok dan sesuai

digunakan dengan baik dan aman untuk

mencegah terjadinya flash dan kebakaran pada

Page 10: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

7

pekerjaan panas di jetty dan face fender

Pertamina RU V Balikpapan

2. Alat paranet water fire screen telah direplikasi

untuk mengatasi permasalahan sejenis pada

pekerjaan overhaul tangki dengan baik dan

aman.

SARAN-SARAN

1. Inovasi alat paranet water fire screen ini dapat

direplikasi untuk mengatasi permasalahan

sejenis dilingkungan PT.Pertamina RU V dan

unit kerja lain diluar PT. Pertamina yang

mengalami permasalahan sejenis

2. Prinsip dasar inovasi alat paranet water fire

screen ini dapat memberikan sumbangsih untuk

pengkayaan khasanah kepustakaan dalam bidang

keselamatan dan kesehatan kerja bagi Program

studi keselamatan dan kesehatan kerja

Universitas Balikpapan

3. Hasil penelitian alat paranet water fire screen ini

juga diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan

menjadi dasar penelitian lanjut dengan lingkup

dan lingkup penelitian yang lebih luas dan lebih

mendalam.

UCAPAN TERIMAKASIH

Dengan telah selesainya penelitian ini Penulis

mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada

Bapak Rahendrafedy selaku Stationary Inspection

Engineer Section Head Pertamina RU V Balikpapan,

Kawan-kawan PT. Kemenangan Jakarta yang telah

banyak memberikan supportnya sehingga kelancaran

dan selesainya penelitian ini, terimakasih kepada

Program studi K3 dan LPPM Universitas Balikpapan

yang membiayai penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Bird, E. Frank, Jr, dan Germain, L. G, 1986,

Practical Loss Control Leadership.Published by

Institute Publishing, Devision of Loss Control

Institute, George, USA

[2] Budi Rijanto, 2010, Pedoman Praktis

Keselamatan, Kesehatan Keja dan Lingkungan

(K3LL) Industri Konstruksi, Mitra Wacana Media,

Jakarta

[3] Dennis P. Nolan PE, 1996, Handbook of Fire

and Explosion Protection Engineering Principles for

Oil, Gas, Chemicals and Relatied Facilities, Noyes

Publication, USA

[4] Chraigh Schroll. R, 2002, Industrial Fire

Protection Handbook, CRC Press Washington, USA

[5] John Riddley & John Channing, 1994, Risk

Management, John Willey & Son Inc, New York

[6] Josua Dwi Wiedyanto, 2013, Penerapan

Prosedur Penerapan Ijin Kerja Panas (Hot Work

Permit), Jakarta

[5] Mark Mc Guire Moran, 1996, Construction

Safety Handbook, Government Institutes, Inc,

Rockville, Maryland,

[6] Roger L Brauer, 1994, Safety and Health for

Engineers, John Willey & Son Inc, New York

[7] Pertamina, 2013, Isolasi Bahaya, Materi

Upskilling dan sertifikasi Ahli Teknik dan GSI,

Surakarta

[8] Pertamina, 2013, Lingkungan Kerja Panas dan

Surat Ijin Kerja Panas, Materi Upskilling dan

Sertifikasi Ahli Teknik dan GSI, Surakarta

[9] Ratna Septiyani Purwadi, 2013, Upaya

Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran

Sebagai Bentuk Pelaksanaan Sistem Manajemen

Kebakaran, Jakarta

[10] Sulardi, 2013, Implementasi Keselamatan kerja

Konstruksi Diatas Perairan Untuk Mencegah

kecelakaan kerja Pada pekerjaan Perbaikan

Kosntruksi Dermaga, Laporan Penelitian Program

Studi D-4-K3 Universitas Balikpapan

Page 11: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muslim Noor, Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

8

NETRALISASI AIR ASAM AREA LAND CLEARING

DAN LAND PREPARATION DENGAN MEDIA

KAPUR TANAH DI LOKASI BANGUNAN INDUSTRI

Muslim Noor1)

, Sulardi12)

1) RDMP PT. Pertamina RU V, Balikpapan

2) Prodi Teknik Sipil Universitas Tridharma, Balikpapan

e-mail : [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Kegiatan land clearing dan land preparation meliputi pekerjaan pengupasan permukaan lahan, pembersihan,

perataan, pemadatan dan pembuatan sistim drainase lahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan

gambaran tentang metode kerja untuk menetralkan limbah air buangan dari area land clearing dan land

preparation dengan pencampuran kapur tanah. Metode kerjanya adalah dengan mencampurkan bubuk kapur

dipermukaan tanah dan mencampurkan larutan air kapur kedalamsump pit. Untuk mempercepat proses

penetralan dilakukan dengan cara pengadukan dan pengendapan. Hasil uji keasaman (pH) limbah air

buangan sebelum dilakukan netralisisasi adalah air buangan berwarna coklat kehitaman dengan pH 2,5 dan

hasil uji pencampuran ¾ sendok makan yang dilarutkan kedalam 1 liter air buangan dapatmenaikan pH air

buangan menjadi 7,5dan setelah diendapkan selama 30 menit air berwarna jenih dengan endapan lumpur

berwarna kekuningan dan endapan solid berwarna hitam keclokatan. Hasil penelitian menunjukan bahwa

netralisasi limbah air buangan yang bersifat asam dengan metode pencampuran terbukti cocok dan sesuai

digunakan. Keberhasilan metode netralisasi limbah air buangan dengan pencampuran kapur tanah ini telah

direplikasi ditempat yang mengalami permasalahan sejenis.

Kata kunci: Limbah air buangan, air asam, netralisasi kapur.

1. PENDAHULUAN

Secara umum kegiatan pembangunan

infrastruktur dimulai dan diawali tahapannya dengan

pekerjaan pembersihan lahan (land clearing) dan

penyiapan lahan (site preparation) sehingga lahan

yang akan dibangun telah benar-benar siap. Pada

kegiatan ini yang dilakukan adalah pembersihan

sampah dan limbah padat (disposal), pembersihan

semak belukar, tanaman liar, material-material

pelapukan dan perakaran tanaman lainnya. Setelah

itu dilanjutkan dengan pengupasan lapisan tanah

humus dipermukaan, penggalian permukaan tanah

yang tinggi, pengurugan permukaan tanah yang

rendah, perataan permukaan, pemadatan dan

pembuatan saluran drainase. Kegiatan ini dilakukan

untuk menyiapkan lahan bangun agar pada saat akan

dilakukan pembangunan nanti kondisinya telah

mantap (seatle) dan unsur-unsur pengotor yang dapat

merusakan material bangunan telah terbersihkan.

Pemantapan dan pembersihan lahan dilakukan dapat

dilakukan secara manual dan mekanikal, tetapi

metode ini hanya bisa digunakan untuk area rencana

bangun yang terbatas dan sempit, sedangkan untuk

area bangun yang cukup luas pada umumnya

pemadatan dan pembersihan unsur pengotor

(impurities) dilakukan secara alamiah oleh sifat

grafity materialnya sendiri, oleh angin dan air hujan.

Permasalahan yang dihadapi adalah bahwa salah

satu dampak dari pengupasan, pengolahan,

penggalian dan penimbunan tersebut adalah limpasan

air buangan yang tersuspensi dengan material tanah

yang dilarutkan dan dilaluinya sehingga menjadikan

air buangannya mengandung lumpur dan berwarna

keruh, material suspensi terlarut dan berwarna coklat

hingga kehitaman, air buangan menjadi asam,

mengakibatkan pendangkalan saluran,

mengakibatkan tercemarnya lingkungan air dan

terganggunya kehidupan habitat air.Lahan land

clearing dan land preparation ini secara historikal

adalah lahan yang pernah dijadikan tempat

pembuangan dan penguburan limbah acid clay yang

kemudian dijadikan daerah tertutup (restric area)

untuk dimasuki masyarakat umum.

Page 12: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muslim Noor, Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

9

Gambar 1. Air buangan di saluran inlet sump pit

Untuk itu penelitian ini diperlukan guna

menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan

penelitian yakni bagaimana metode yang akan

digunakan untuk menetralisir air buangan dari lahan

area land clearing dan land preparation sehingga

dapat menetralisir limpasan air buangan sebelum

dilepaskan dan dialirkan ke parairan umum. Dengan

penelitian pula diharapkan dapat mengatasi

permasalahan yang selama ini dihadapi yakni

kesulitan penanganan limpasan air buangan dari area

land clearing dan land preparation karena secara

visual air buangan mengandung lumpur dan

berwarna coklat kehitaman. Hasil uji keasaman

dengan pH indicator (kertas lakmus) menunjukkan

bahwa air buangan memiliki pH 2,5-3,5 dan bersifat

asam. Dengan gambaran data tersebut dapat

disimpulkan bahwa air buangan dari lahan lang

clearing dan land preparation tidak layak untuk

dibuang ke perairan umum. Untuk itu pula dengan

penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi

yang tepat terhadap permasalahan selama ini

sehingga limpasan air buangan dari lahan land

clearing dan land preparation terlebih dahulu diolah

dan dinetralkan hingga dalam batas aman untuk

dibuang ke perairan umum.

Dampak permasalahan land clearing dan lang

preparation dari aspek panca mutu adalah (1) secara

kualitas (quality) air buangan mengandung lumpur,

mengandung material terlarut dan bersifat aman (2)

secara biaya (cost) permasalahan ini berpotensi

mengakibatkan kerusakan struktur bangunan

terpasang dan peralatan dengan kerugian > Rp

500.000.000,00 (3) secara metode (delivery)

permasalahan ini cukup sulit diatasi karena belum

adanya metode kerja baku untuk menetralisir air

buangan sejenis (4) secara safety permasalahan

dapat mengakibatkan kerusakan struktur dan

peralatan terpasang (5) dan secara moral

permasalahan ini merupakan beban psikologis bagi

pekerja terkait dan asset holder lokasi bangun

terhadap lingkungannnya.

Faktor penyebab permasalahan ini adalah faktor

material, yakni air buangan yang terkontaminasi

dengan lumpur, solid terlarut dan bersifat asam.

Sedangkan penyebab permasalahannya adalah belum

adanya metode kerja baku untuk menetralisir

limpasan air buangan dari lahan land clearing dan

land preparation sehingga air buangan hingga saat ini

masih ditampung secara temporary pada bangunan

penampungan (sumppit) dan dikawatirkan jika terjadi

hujan lebat dalam durasi yang lama penampungan

tidak mampu, longsor dan melimpas ke lingkungan

sekitarnya secara tidak terkendali. Dengan demikian

dapat disimpulkan pula bahwa faktor penyebab

permasalahan yang yang dominan limbah air

buangan yang belum tertangani karena belum adanya

metode kerja baku yang dianggap cocok dan sesuai

digunakan.

Oleh karena itu fokus penanganan masalah

adalah dengan mengatasi faktor dan penyebab

permasalahan yang dominan yaitu dengan membuat

metode kerja yang cocok dan dianggap paling sesuai

untuk mengatasi permasalahan ini dengan metode

pembubuhan larutan kapur tanah kedalam bak

penampungan (sumppit), pengadukan dan

pengendapan material suspense terlarut. Metode

kerja ini secara umum dikenal dengan istilah

netralisasi air asam dengan media kapur. Metode

kerja ini dianggap paling cocok, paling sesuai dan

mudah untuk dilaksanakan. Untuk itu pula penelitian

memfokuskan dan membatasi diri pada penanganan

airbuangan dari lahan land clearing ddan land

preparation dengan metode pembubuhan kapur

tanah. Lingkup penelitian adalah air buangan yang

berasal dari limpasan lahan land clearing dan land

preparation untuk bangunan industri.

Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari kegiatan penelitian

ini adalah :

1. Memberikan gambaran tentang komposisi dan

metode uji coba campuran kapur tanah dan air

buangan yang dilakukan pada benda uji (jar test)

sehingga diperoleh komposisi campuran air

buangan yang bersifat netral dengan pH > 6,5

2. Memberikan gambaran komposisi campuran

kapur dengan air dan metode kerja netralisasi air

buangan didalam sump pit untuk menghasilkan

air dengan kondisi pH netral (> 6.5)

Memberikan gambaran kondisi air buangan

sebelum dan setelah dilakukan penanganan dengan

metode netralisasi pembubuhan kapur tanah.

2. KAJIAN PUSTAKA

Kegiatan land clearing dan land preparation

dapat menimbulkan air buangan yang bersifat asam,

berwarna keruh, coklat hingga kehitaman dengan

keasaman tingg (pH < 4,5). Untuk itu terhadap lahan

tersebut harus disiapkan langkah penanganan dan

pengelolaan air buangannya dengan penyediaan

saluran air pembawa dan bak penampungan

sementara air buangan (sump pit). Secara umum

penanganan air yang bersifat asam dilakukan dengan

Page 13: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muslim Noor, Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

10

metode netralisasi dengan pembubuhan kapur

terhadap tanahnya dan terhadap air buangan yang

berasal dari limpasan air permukaan dan rembesan

air dari urugan tanah. Metode penanganan semacam

ini lebih dikenal dengan istilah pengelolaan pasif

yakni dengan membiarkan bubuk kapur tanah beraksi

dengan tanah dan mengikat impurities didalam

komponen tanah sehingga kondisi tanah maupun air

buangannya bersifat netral.

Penggunaan kapur tanah yang sering juga

disebut dengan tohor (CaO) pada saluran air atau

pada kolam pengendap lumpur dapat menaikkan

nilai pH agar sesuai dengan baku mutu lingkungan.

Pembubuhan kapur dapat dilakukan inlet sump pit,

kedalam sump pit dan terhadap outlet saluran

buangan sump pit. Penambahan kapur tanah yang

dilakukan secara kontinyu dan dengan dosis yang

tepat dapat menaikan pH air asam hingga kondisi air

netral.Material kapur adalah material bantu telah

terbukti dapat meningkatkan pH secara praktis,

murah dan aman sekaligus dapat menggurangi

kandungan-kandungan logam berat yang terkandung

dalam air asam tambang. Ada beberapa macam kapur

yang dapat digunakan, yaitu kapur pertanian

(CaCO3), kapur tohor (CaO), kapur tembok

(Ca(OH)2), dolomite (CaMg(CO3)2) dan kapur

silika (CaSiO3).Pengujian dilakukan dengan cara

mencampurkan langsung 1 Liter air asam tambang

dengan kapur (0,6-1,0 gr) ke dalam toples penguji

dan pengadukan dengan alat Jart-Test. Hasil

penelitian menunjukan bahwa terjadi perubahan pH

air asam tambang yang cukup signifikan, dimana

yang semula memiliki pH 4,25 naik menjadi rata-rata

pH 8. Kenaikan pH yang cukup signifikan ini terjadi

hingga waktu kontak selama 75 menit.

3. METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dilingkungan salah satu

industri di kota Balikpapan yang pada saat ini sedang

melakukan program pengembangan. Program

pengembangan industri pada saat ini sedang pada

tahap land clearing dan site preparation rencana

kawasan bangun dengan luas area pekerjaan land

clearing dan site preparation 1.860 M2. Penelitian ini

dilaksanakan bersamaan dengan waktu pelaksanaan

land clearing dan site preparation diatas dimana

peneliti bertindak selaku engineer dan tim ahli

konstruksi. Pekerjaan dilaksanakan pada hari-hari

kerja mulai jam 7.30 pagi sampai jam 16.00 Wita.

Metode Pendekatan Penelitian

Metode penelitian ini adalah penelitian aplikasi

yaitu penelitian tepat gunakan dalam rangka

mengatasi permasalahan pada pekerjaan land

clearing dan land preparation yaitu masalah kesulitan

penanganan air buangan area land clearing dan land

preparation yang teridentifikasi secara visual

berwarna coklat kehitaman dan berdasarkan hasil uji

kesadahan dengan alat uji indicator kertas lakmus

menunjukkan kondisi air buangan memiliki pH

(keasaman) 2,5 – 3,5. Kondisi air buangan ini

bersifat asam, korosif dan dapat merusak material

struktur beton, struktur baja dan peralatan yang

berada di area land clearing dan land preparation

tersebut.

Adapun metode pendekatan yang digunakan

pada penelitian ini adalah metode pendekatan studi

kasus, yakni studi kasus air buangan dengan kondisi

asam (pH rendah). Metode pendekatan ini adalah

upaya mengidentifikasi permasalahan, menentukan

faktor penyebab dan penyebab permasalahan

dominan guna menentukan metode perbaikan yang

akan digunakan. Air buangan yang berasal dari

limpasan area land clearing dan land preparation

dialirkan secara alamiah dengan saluran air yang

dibuat secara temporary (saluran sementara) dan

akan ditutup kembali setelah pekerjaan pembangunan

infrastruktur diatasnya selesai dilakukan. Air

buangan dari saluran pembawa dikumpulkan didalam

bak penampungan sementara (sumpppit) berukuran

4x4x3 meter yang diperkirakan cukup untuk

menampung limpasan air buangan dari seluruh

kawasan land clearing dan land preparation. Proses

netralisasi dilakukan terhadap air didalam bak

penampungan (sumppit) dengan menentukan

komposisi campuran jumlah kapur tanah yang akan

dicampurkan kedalam sumppit dengan cara membuat

sampel benda uji (jar test) yaitu perbandingan

material kapur tanah dan air buangan yang dilarutkan

didalam alat pencampur (botol kaca transparan). Dari

benda uji ini dapat diketahui sejumlah kampur yang

dilarutkan kedalam bak penampungan sehingga

kondisinya pada kondisi netral (pH > 6,5).

Material Penelitian

Material yang digunakan pada penelitian ini meliputi

(1) bubuk kapur tanah (kapur tohor) (2) air sampel,

air benda uji jar test, air buangan didalam sumppit

dan didalam saluran pembawa (3) material lain-lain

dan material bantusesuai kebutuhan pelaksanaan

pekerjaan disite.

Peralatan Penelitian

Peralatan-peralatan yang digunakan pada

penelitian ini meliputi (1) pompa dan selang-selang

pengalir, untuk sirkulasi, pengadukan dan

pembuangan air ke saluran pembuangan (2) ember

plastik/ HDPE dan alat pengaduk (mixer), untuk

mengaduk campuran/ emulsi kapur dengan air

dilapangan dan didalam bak sumppit (3) tongkat

kayu pengaduk (4) botol-botol sampel (botol kaca

kapasitas 1 liter) dan corong, untuk pencampuran

spesimen benda uji (4) kertas lakmus (pH indikator)

(5) sendok makan, untuk pengukuran campuran

sampel (6) alat penakar/ alat pengukur (7) alat gas

tester (8) stop watch, untuk memonitor waktu (9)

Page 14: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muslim Noor, Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

11

alat-alat tulis dan alat pencatat (10) kamera, untuk

pengambilan dokumentasi (11) alat-alat keselamatan

kerja dan alat pelindung diri (personal protection

equipment) (12) peralatan bantu lain sesuai

kebutuhan disite.

Metode Kerja Pembuatan Benda uji (Sampel)

Metode pembuatan, pencampuran dan pengujian

sampel benda uji dilakukan dengan tahapan

pelaksanaan pekerjaan sebagai berikut :

1. Siapkan peralatan berupa botol sampel

transparan kapasitas 1 (satu) liter, alat pengaduk,

stop watch, alat kerja bantu, alat keselamatan

kerja dan alat pelindung diri serta peralatan lain

sesuai kebutuhan di site

2. Siapkan material uji berupa bubuk kapur tanah,

air sumppit, kertas indikator (kertas lakmus) dan

sendok makan (alat pengukur bubuk kapur

tanah)

3. Siapkan metode kerja pengambilan sampel,

pencampuran larutan bubuk kapur dan air,

pengadukan, pengendapan dan pengukuran pH

air sampel dengan kertas indikator (kertas

lakmus)

4. Siapkan sampel air dari sumppit dengan botol

sampel sebanyak 1 (satu) liter, diamkan selama 5

(lima) menit, ukur keasamannya (pH) dengan

kertas indicator (kertas lakmus selama 15 (lima

belas) detik, dan catat hasil ukurnya pada form

isian data uji yang telah disiapkan

5. Campurkan ¼ (seperempat) sendok makan

(sdm) bubuk kapur tanah kedalam sampel air

dan aduk selama 5 (lima) menit sehingga merata

dengan indikasi perubahan warna air sampel

menjadi biru tua

6. Endapkan selama 15-30 menit, ditandai dengan

mengendapnya solid berwarna kehitaman

dibagian bawah larutan

7. Uji keasaman (pH) air larutan dengan kertas

indicator (kertas lakmus) dengan cara merendam

kertas lakmus kedalam air larutan selama 15

(lima belas) detik, ukur kertas lakmus pada

warna standar pH indicator dan catat hasilnya

pada form hasil pengujian

8. Jika kerta pH indicator masih menunjukan

indikasi pH < 6.5, tambahkan lagi ¼ sendok

makan (sdm) bubuk kapur kedalam sampel air,

aduk hingga merata selama 5 (lima) menit

dengan indikasi perubahan warna larutan

berubah menjadi warna biru tua hingga

kehitaman, selanjutnya endapkan selama 15-30

menit dan ditandai dengan mengendapnya solid

berwarna kehitaman dibawah bahwa larutan dan

solid berwarna kecoklatan dibagian atasnya

9. Hasil uji sampel air ini memberikan indikasi

bahwa campuran kampur untuk volume air

sebanyak 24 m3 adalah 1 (satu) ember 30 (tiga

puluh) liter.

Metode Kerja Pencampuran di Bak Air

Penampungan (Sumppit)

Metode pembuatan pencampuran larutan kapur

tanah, penaburan kedalam bak penampungan

(sumppit) dan pengujian sampel dilakukan dengan

tahapan pelaksanaan pekerjaan sebagai berikut :

1. Siapkan peralatan kerja berupa pompa sirkulasi,

alat pengaduk, stop watch, alat kerja bantu, alat

keselamatan kerja dan alat pelindung diri serta

peralatan lain sesuai kebutuhan di site

2. Siapkan material uji berupa bubuk kapur tanah,

kertas indikator (kertas lakmus), ember dan

timbangan (alat pengukur bubuk kapur tanah)

3. Siapkan metode kerja pencampuran larutan

bubuk kapur dan air, pengadukan, pengendapan

dan pengukuran pH air sampel dengan kertas

indikator (kertas lakmus)

4. Campurkan 120 Kg bubuk kapur tanah kedalam

ember dan aduk selama 5 (lima) menit sehingga

merata dan tuangkan kedalam bak penampungan

(sump pit) dan bersamaan dengan penuangan

dilakukan pengadukan dengan alat pengaduk dan

dipastikan larutan kapur tanah tercampur dengan

baik dan merata

5. Endapkan selama 15-30 menit, ditandai dengan

mengendapnya solid berwarna coklat kehitaman

dibagian dasar sump pit

6. Uji keasaman (pH) air larutan dengan kertas

indikator (kertas lakmus) dengan cara merendam

kertas lakmus kedalam air larutan selama 15

(lima belas) detik, ukur kertas lakmus pada

warna standar pH indicator dan catat hasilnya

pada form hasil pengujian

7. Jika kerta pH indikator masih menunjukan

indikasi pH < 6.5, tambahkan lagi 30 Kg bubuk

kapur kedalam sump pit, aduk hingga merata

dengan indikasi perubahan warna larutan

berubah menjadi warna biru tua hingga

kehitaman, selanjutnya endapkan selama 15-30

menit dan ditandai dengan mengendapnya solid

berwarna kehitaman dibawah bahwa larutan dan

solid berwarna kecoklatan dibagian atasnya dan

pastikan kondisi pH air di sump pit telah pada

kondisi netral (pH > 6,5)

8. Pemompaan dapat dilakukan jika pH air sump

pit telah mencapai kondisi netral (pH > 6,5) dan

telah diendapkan setidaknya 15 menit, dimana

suction pompa agar dihindarkan terhadap

sedimentasi dan solid agar tidak merusak

internal casing pompa.

Page 15: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muslim Noor, Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

12

Gambar 2. Bubuk kapur tanah yang digunakan

Gambar 3. Pengadukan dengan sirkulasi outlet pompa

Gambar 4. Pemompaan air buangan ke saluran

pembuangan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengujian Sampel (Jar test)

Dari hasil pengujian sampel bena uji (jar test)

dengan komposisi campuran 1/4 sendok makan

kapur tanah dengan 1 liter air (pH 2,5) diperoleh

larutan dengan pH 4,5. Jar test dengan komposisi 1/3

sendok makan dengan 1 liter air diperoleh larutan

dengan pH 5,5. Jar test dengan komposisi ½ sendok

makan kapur tanah dengan 1 liter air diperoleh

larutan dengan Ph 6,5. Jar test dengan komposisi 2/3

sendok makan dan 1 liter air diperoleh pH 6,8. Jar

test dengan komposisi 3/4 sendok makan kapur tanah

dengan 1 liter air diperoleh larutan dengan ph 7,5. Jar

test dengan komposisi 1 sendok makan kapur tanah

dengan 1 liter air diperoleh larutan dengan ph 7,8.

Variasi komposisi campuran kampur tanah dengan

volume air yang sama dan pH yang (2,5) ini

bertujuan untuk mengetahui dan memastikan bahwa

dengan penambahan volume bubuk kapur tanah akan

berpengaruh terhadap sifat keasaman air dan hasilnya

memang sebagaimana diprediksi bahwa dengan

variasi penambahan komposisi material kapur tanah

yang ditambahkan terbukti pH larutan air mengalami

peningkatan secara signifikan.

Gambar 5. Pengujian Jar test

Tabel 1. Komposisi Campuran Jar test dan

Perubahan pH

No Kapur

Tanah

(Sendok

makan)

Volume air

Jar test

(Liter)

pH Keterangan

1 0 1 2,5 Tanpa

Pembubuhan

Kapur

2 ¼ 1 4,5 Endapat

kehitanan

3 1/3 1 5,5 Endapan

kehitaman

4 ½ 1 6,5 Endapan coklat

kehitaman

5 2/3 1 6,8 Endapan coklat

kehitaman

6 3/4 1 7,5 Endapan coklat

dan hitam

7 1 1 7,8 Endapan coklat

dan hitam

Hasil pengamatan terhadap volume endapan

pada benda uji jar test juga memberikan indikasi

bahwa dengan peningkatan ketinggian solid endapat

didasar larutan benda uji (jar test). Kondisi demikian

menggambarkan bahwa pada saat kondisi larutan

benda uji bersifatnetral maka sedimentasi solid mulai

terbentuk dan terus meningkat sejalan dengan

peningkatan dengan kenaikan nilai ph air jar test.

Demikian pula warna air jar test juga mengalami

perubahan dengan berubahnya warna air jar test dari

warna semula coklat kehitaman secara perlahan

Page 16: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muslim Noor, Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

13

berubah menjadi coklat tua, coklat muda dan pada

kondisi ph air mencapai > 7,0 air jar test telah

menjadi jernih dengan warna solid endapan dua

warna yaitu warna hitam dibagian bawah dan warna

coklat diatasnya.

Gambar 6. Perbandingan air sampel sebelum dan setelah

dicampurkan dengan bubuk kapur tanah

Hasil Netralisasi Airdi Bak Penampungan (Sump

Pit)

Hasil pengamatan terhadap air didalam bak

penampungan (sumppit) dengan kapasitas 24 m3

yang dilarutkan kedalamnya larutan kapur tanah

secara bertahap dengan jumlah kapur tanah 60 Kg,

90 Kg, 120 Kg dan 180 Kg.

Hasil pengamatan air didalam bak penampungan

dengan pembubuhan 60 Kg, diaduk selama 30 menit

dan diendapkan selama 1 jam menghasilkan larutan

air dengan kondisi pH 4,5. Hasil pengamatan air

didalam bak penampungan dengan pembubuhan 90

Kg, diaduk selama 30 menit dan diendapkan selama

1 jam menghasilkan larutan air dengan kondisi pH

5,5. Hasil pengamatan air didalam bak penampungan

dengan pembubuhan 120 Kg, diaduk selama 30

menit dan diendapkan selama 30 menit menghasilkan

larutan air dengan kondisi pH 6,0. Hasil pengamatan

air didalam bak penampungan dengan pembubuhan

150 Kg bubuk kapur, diaduk selama 30 menit dan

diendapkan selama 1 jam menghasilkan larutan air

dengan variasi pH 6,7 (kondisi netral). Hasil

pengamatan air didalam bak penampungan dengan

pembubuhan 180 Kg bubuk kapur, diaduk selama 30

menit dan diendapkan selama 1 jam menghasilkan

larutan air dengan variasi pH 7,5 (kondisi netral). Warna air didalam sumppit juga mengalami

perubahan yang sama sebagaimana hasil uji jar test

yakni setelah diendapkan selama satu jam maka air

sumppit berwarna coklat muda dan terlihat warna

coklat tua dibagian dasar air. Diperkirakan juga

dibagian dasar sumppit adalah juga endapan solid

yang berwarna kehitaman sebagaimana yang terjadi

pada pengujian jar jest. Proses pemompaan air

didalam bak penampungan (sump pit) dilakukan

dengan pompa jenis pompa banjir dengan kapasitas

pemompaan 25-30 m3/Jam. Jika selama pemompaan

ada aliran air buangan yang masuk melalui saluran

inlet sump pit dan berasal dari area land clearing dan

land preparation agar kedalam bak sumpit

ditambahkan larutan kapur melalui salauran inlet

tersebut. Setelah pemompaan selesai pompa agar

diangkat dari dalam sump pit, dibilas dengan air

tawar dan dibersihkan internal casing pompa

terhadap material padat agar tidak merusak internal

casing pompa.

Beberapa kendala yang mungkin akan dialami

selama kegiatan pengujian, netralisasi dan

pemompaan adalah sebagai berikut (1) tidak

tersedianya alat pengujian lapangan (field testing kit)

yang memadai (2) tidak tersedianya alat pengaduk

(mixer) untuk mencampurkan kapur dengan air

limbah dalam sump pit sehingga pengadukan harus

dilakukan secara manual (3) performance pompa

rendah, sehingga proses pengadukan dan

pemompaan tidak dapat dilakukan secara maksimal

(4) sump pit terhubung langsung saluran drainase dan

tidak dapat dilakukan isolasi dengan saluran inlet

selama proses netralisasi dan pemompaan, sehingga

air limbah pada saluran inlet dapat masuk ke dalam

sump pit saat proses netralisasi yang mengakibatkan

konsentrasi larutan kapur mengalami penurunan.

Tabel 2. Komposisi campuran Air Sump Pit dan

Perubahan pH No Kapur

Tanah

(Kg)

Volume air

Sump Pit

(M3)

pH Keterangan

1 0 24 2,5 Tanpa

Pembubuhan

Kapur

2 60 24 4,5 Warna air coklat

kehitaman

3 90 24 5,5 Earna air

kehitanan

4 120 24 6,0 Endapan

kehitaman

5 150 24 6,7 Endapan coklat

kehitaman

6 180 24 7,5 Endapan coklat

kehitaman

Hasil perbaikan kualitas air buangan didalam

bak penampungan (sumppit) dengan metode

netralisasi kapur tanah terbukti memberikan hasil

perbaikan dari aspek panca mutu sebagai berikut (1)

secara kualitas (quality) air sumppit berwarna cerah

dengan sedimentasi lumpur berwarna coklat didasar

sumppit dengan kondisi pH air > 6,5 dan telah aman

untuk buang keperairan umum(2) secara biaya (cost)

dengan telah dapat teratasinya permasalahan air

buangan ini berpotensi memperoleh biaya

penghematan (saving) sebesar > Rp 500.000.000,00

(3) secara metode (delivery) permasalahan air

buangan dari limpasan area land clearing dan land

preparation telah dapat diatasi dengan metode

pembubuhan kapur tanah (4) secara safety dengan

telah teratasinya permasalahan ini maka dapat

dicegah kerusakan struktur dan peralatan terpasang

Page 17: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muslim Noor, Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

14

akibat korosi (5) dan secara moral pekerja konfiden

karena inovasi yang dilakukan terbukti dapat

mengatasi permasalahan dilingkungan kerjanya

dengan baik dan aman.

5. KESIMPULAN

Kesimpulan

1. Uji coba pencampuran 1 (satu) liter air buangan

(jar test) dengan pH 2,5 dengan ½ (setengah)

sendok makan kapur tanah dengan pengadukan 5

(lima) menit dan pengendapan selama 15 (lima

belas) menit menghasilkan campuran air dengan

pH. 6,5(kondisi netral)

2. Netralisasi air buangan didalam bak penampung

(sumppit) berkapasitas 24 m3 dengan pH air 3,5

dan dicampurkan larutan ±120Kg Kapur tanah

dengan pengadukan selama 30 (tiga puluh)

menit, dan diendapkan selama 30 (satu jam)

dapat menghasilkan campuran air dengan pH.

6.5 – 7.5 (kondisi netral)

3. Jumlah komposisi campuran bubuk kapur tanah

dipengruhi oleh sifat keasaman air baku,

semakin rendah angka keasaman semakin

banyak jumlah bubuk kapur harus ditambahkan

4. Setelah dinetralisir air didalam bak

penampungan (sumppit) air buangan dapat

dibuang ke perairan umum dengan cara

memompakan dan secara periodik setiap 1 (satu)

jam pemompaan air didalam bak penampungan

ditambahkan larutan air kapur tanah sebanyak 30

Kg.

Saran-saran

1. Untuk menentukan komposisi campuran yang

tepat antara kapur tanah dengan air buangan

dilakukan dengan uji coba benda uji (jar test)

dengan volume 1 liter air jar test, selanjutnya

kedalamnya ditambahkan kapur tanah dengan

ukuran mulai mulai ¼ (seperempat) sendok

makan kapur tanah sampai dengan diperoleh

ukuran pH air 6,5 – 7,0 (kondisi netral)

2. Dengan kondisi pH air 2,5 (asam kuat), air

buangan didalam bak penampungan (sumppit)

dengan volume 24 m3, berwarna coklat

kehitaman dan bercampur lempung halus

komposisi campuran kapur tanah yang paling

sesuai adalah 120 Kg, dicampurkan dalam

bentuk larutan, pengadukan selama 30 (tiga

puluh) menit, dan diendapkan selama 30 (satu

jam) untuk mendapatkan campuran air dengan

pH. 6.5 – 7.5 (kondisi netral)

3. Pemompaan air buangan dari bak penampungan

(sumppit) baru dapat dilakukan setelah kondisi

air buangan netral (pH > 6,5) agar tidak merusak

komponen pompa dan agar tidak mencemari

lingkungan perairan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Dengan selesainya penelitian ini penulis

mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada

Bapak Sabar P. Simatupang selaku Manager Land

Clearing & Land Preparation RDMP RU V dan

Bapak-bapak Tim Fungsi Konstruksi RDMP RU V

Balikpapan yang telah banyak memberikan bantuan

dan dukungan hingga selesainya laporan penelitian

ini.

Pembelajaran dari Keberhasilan / Lesson Learnt

1. Keberhasilan pencampuran netralisasi air

buangan dengan kapur tanah dipengaruhi oleh

kondisi keasaman air awal, ketepatan campuran,

pengadukan dan ketersediaan peralatan

2. Hasil penelitian ini telah direplikasi untuk

penanganan masalah sejenis pada program Land

clearing dan Land preparation di lingkungan PT.

Pertamina RU V Balikpapan

DAFTAR PUSTAKA

Ayu Herlina dkk, 2015, Pengaruh Fly Ash dan

Kapur Tohor Pada Netralisasi Air Asam

Tambang Terhadap Kualitas Air Asam Tambang

Air Layan PT. Bukit Asam (Persero) TBK,

Diakses Oktober 2018

Neni Saswita dkk, 2018, Penggunaan Kapur Tohor

(CaO) Dalam Penurunan Kadar Logam Fe dan

Mn Pada Limbah Cair Pewarnaan Ulang Jeans

Kabupaten Magelang Tahun 2017, jurnal

Kesehatan Masyarakat (e-Journal)Volume 6,

Nomor 1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346);

http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Sulaiman Hamzani dkk, 2017, Proses Netralisasi pH

Pada Air Gambut Di Desa Sawahan Kecamatan

Cerbon Kabupaten Kuala, Jurnal Kesehatan

Lingkungan Vol. 14 No. 2, Juli 2017

Sulardi, Muslim Noor, 2018, Menetralkan

Kesadahan Air Buangan Dengan Metode

Netralisasi Berbahan Dasar Kapur Tanah Di

RU V Balikpapan,

https//:ptmkpwab81.pertamina.com/komet/doku

men_Detail.aspx?ptm=9/+bG3sa03SOhPEpllE

wC6vkoyV5fNTkLDOEQr2Ga8,No. Kodefikasi :

180917008

Sulardi, 2018, Mencegah Kerusakan Deadman

Anchor Guy Wire Flare Stack Dengan Sistim

Drainase Bawah Tanah Di Ru V Balikpapan,

https//:ptmkpwab81.pertamina.com/komet/doku

men_Detail.aspx?ptm=9/+bG3sa03SOhPEpllE

wC6vkoyV5fNTkLDOEQr2Ga8, No. Kodefikasi

: 180806002

Sulardi, 2017, Mencegah Potensi Korosi Base Plate

Tanki Dengan Fasilitas Sub drain HDPE Sheet

dan Geopipe di RU V Balikpapan,

Page 18: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muslim Noor, Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

15

https//:ptmkpwab81.pertamina.com/komet/doku

men_Detail.aspx?ptm=9/+bG3sa03SOhPEpllE

wC6vkoyV5fNTkLDOEQr2Ga8, No. Kodefikasi

: 171109010

Page 19: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Heri Sutanto Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

16

PERENCANAAN JALAN DENGANPERKERASAN

KAKU (RIGID PAVEMENT) PADA JALAN

RAWA INDAH KOTA SANGATTA

PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Heri Sutanto1)

Program Studi S1Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman

Jalan Sambaliung No.9 Kampus Gunung Kelua, Samarinda 75119

email: [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi darat dan memiliki peranan penting dalam kehidupan

diantaranya memperlancar arus distribusi barang dan jasa, sebagai akses penghubung antar daerah satu dengan

daerah yang lain serta dapat meningkatkan perekonomian dan taraf hidup masyarakat. Keberadaan jalan raya

sangat diperlukan untuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi seiring dengan meningkatnya kebutuhan sarana

transportasi.Sistem jaringan jalan baru menjadi kebutuhan yang tidak dapat terelakkan dengan meningkatnya

pertumbuhan penduduk yang semakin pesat dan tingkat kebutuhan yang semakin tinggi, sehingga harus segera

disediakannya layanan transportasi yang berkualitas dan berkelanjutan.Penelitian ini menggunakan data proyek

pada Jalan Rawa Indah Kota Sangatta Provinsi Kalimantan Timur.

Perencanaan jalan untuk geometrik jalan dan tebal perkerasan jalan menggunakan metode bina marga.Pada

geometrik jalan perhitungan dimulai dari mencari jenis tikungan dan jenis lengkung. Pada tebal perkerasan

jalan dimulai dari menentukan medan jalan hingga hasil desain tebal perkerasan kaku.

Dari hasil analisis Jalan Rawa Indah Kota Sangatta Provinsi Kalimantan Timur panjang jalan 7,3 km termasuk

dalam jalan kolektor, kelas jalan IIIA dan medan jalan datar, kecepatan rencana 60 km/jam, lebar jalan 6 m,

lebar bahu jalan 1,5 m. Pada Perencanaan Geometrik didapatkan Alinyemen Horizontal dengan 12 tikungan

Spiral-Spiral, 6 tikungan Spiral-Circle-Spiral dan pada Alinyemen Vertikal terdapat 8 lengkung cekung dan 5

lengkung cembung. Pada Tebal Perkerasan menggunakan Perkerasan Kaku dengan Perkerasan beton semen

285 mm, Lapis Pondasi beton kurus 150 mm, Lapis Pondasi Agregat A 150 mm dengan tanah dasar asli.

Kata Kunci: Geometrik Jalan, Alinyemen Horizontal, Alinyemen Vertikal, Tebal Perkerasan, Galian

dan Timbunan

1. PENDAHULUAN

Jalan sebagai salah satu transportasi darat dan

memiliki peranan pentingdalam kehidupan

diantaranya memperlancar arus distribusi barang dan

jasa, sebagai akses penghubung antar daerah yang

satu dengan daerah yang lain serta dapat

meningkatkan perekonomian dan taraf hidup

masyarakat. Keberadaan jalan raya sangat diperlukan

untuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi seiring

dengan meningkatnya kebutuhan sarana transportasi.

Kabupaten Kutai Timur adalah salah satu

kabupaten di Kalimantan Timur yang memiliki luas

wilayah 35.747 km2 dan jumlah penduduk sebanyak

333.591 jiwa (Badan Pusat Statistik 2016). Jalan

merupakan salah satu syarat penting dalam

pembangunan suatu daerah khususnya dalam

pembangunan daerah Kabupaten Kutai Timur sebagai

penunjang sektor pertanian dan perkebunan di daerah

tersebut yang diharapkan agar dapat memajukan

pertumbuhan ekonomi seiring dengan meningkatnya

kebutuhan sarana transportasi yang ada di daerah

tersebut.

Pembukaan perkebunan kelapa sawit terus

meluas dengan meningkatnya permintaan minyak

nabati. Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku

minyak makan margarin, sabun dan kosmetika.

Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu

komoditi ekspor yang besar di Indonesia.Dalam

program pembangunan pemukiman dan pengolahan

kelapa sawit perlu dibangun jaringan

jalan.Kebutuhan akses jalan yang baik menjadi salah

satu syarat utama dalam mendapatkan produktivitas

hasil panen yang tinggi tetapi banyaknya produksi

pertanian ini tidak diimbangi dengan pembangunan

infratruktur yang memadai.Salah satunya yaitu jalan

yang digunakan sebagai sarana transportasi

pengangkutan hasil-hasil perkebunan yang ada di

daerah tersebut.

Sistem jaringan jalan baru menajadi kebutuhan

yang tidak dapat terelakkan dengan meningkatnya

pertumbuhan penduduk yang semakin pesat dan

tingkat kebutuhan yang semakin tinggi sehingga

Page 20: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Heri Sutanto Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

17

harus segera disediakannya layanan transportasi yang

berkualitas dan berkelanjutan.Perencanaan jalan

terdiri dari dua bagian yaitu perencanaan geometrik

dan perencanaan perkerasan jalan.Perencanaan

geometrik jalan merupakan bagian perencanaan jalan

yang dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik

sehingga dapat memenuhi fungsinya untuk

memberikan pelayanan optimum.Sedangkan

perencanaan perkerasan jalan merupakan aspek yang

tidak kalah pentingnya dalam perencanaan jalan

untuk memastikan kenyamanan jalan saat dilewati

dan seberapa lama jalan mampu menampung beban

lalu lintas.

Perencanaan jalan juga diharapkan dapat

melayani arus lalu lintas sesuai dengan umur

rencana, oleh karena itu perlu adanya perencanaan

perkerasan struktur jalan yang baik karena adanya

perencanaan perkerasan struktur yang baik

diharapkan konstruksi perkerasan jalan mampu

memikul beban kendaraan yang melintas tanpa

menimbulkan kerusakan pada konstruksi jalan itu

sendiri, dengan demikian akan memberikan rasa

aman dan nyaman kepada pengguna jalan.

Berdasarkan uraian tersebut maka penyusun

melakukan analisis Perencanaan Geometrik dan

Tebal Perkerasan pada Jalan Rawa Indah Kota

Sangatta Provinsi Kalimantan Timur.

2. KAJIAN PUSTAKA

Jalan

Jalan merupakan salah satu prasarana transportasi

penting sehingga desain perkerasan jalan yang baik

adalah suatu keharusan.Selain dapat menjamin

kenyamanan pengguna jalan, perkerasan yang baik

juga diharapkan dapat memberikan rasa aman dalam

mengemudi.

Klasifikasi Jalan

Jalan raya umumnya dapat digolongkan dalam 4

klasifikasi yaitu: klasifikasi menurut fungsi jalan,

klasifikasi menurut kelas jalan, klasifikasi menurut

medan jalan dan klasifikasi menurut wewenang

pembinaan jalan. Klasifikasi jalan terdiri dari

beberapa kriteria antara lain:

Perencanaan Geometrik Jalan

Perencanaan geometrik jalan adalah perencanaan

route dari suatu ruas jalan secara lengkap, meliputi

beberapa elemen yang disesuaikan dengan

kelengkapan data dasar yang ada atau tersedia dari

hasil survey lapangan dan telah dianalisis, serta

mengacu pada ketentuan yang berlaku.

Kendaraan Rencana

Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi

dan radius putarnya digunakan sebagai acuan dalam

perencanaan geometrik.

Satuan Mobil Penumpang (SMP)

Satuan mobil penumpang (SMP) adalah satuan

kendaraan dalam hal kapasitas jalan, di mana mobil

penumpang ditetapkan memiliki satu SMP.

Volume Lalu Lintas Rencana

Volume lalu lintas menunjukkan jumlah kendaraan

yang melintas untuk satu titik pengamatan dalam

satuan waktu (hari, jam, menit). Satuan volume lalu

lintas yang umumnya dipergunakan sebagai penentu

jumlah dan lebar lajur ialah lalu lintas harian rata-rata

(LHR), volume jam rencana (VJR) dan kapasitas.

1. Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR)

2.

=

3. Volume Lalu Lintas Harian Rata-rata (VLHR) adalah

perkiraan volume lalu lintas harian pada akhir tahun

rencana lalu lintas dinyatakan dalam satuan

SMP/hari.

4. Volume Jam Rencana (VJR) adalah perkiraan

volume lalu lintas pada jam sibuk tahun rencana lalu

lintas, dinyatakan dalam SMP/jam, dihitung dengan

rumus:

5.

Keterangan:

K = Faktor volume lalu lintas jam sibuk

F = Faktor variasi tingkat lalu lintas

Kecepatan Rencana

Kecepatan rencana pada suatu ruas jalan adalah

kecepatan yang dipilih sebagai dasar perencanaan

geometrik jalan.

Tabel 1. Kecepatan Rencana

Fungsi

Kecepatan Rencana VR km/jam

Datar Bukit Pegunungan

Arteri 70–120 60 - 80 40 – 70

Kolektor 60–90 50 - 60 30 – 50

Lokal 40–70 30 - 50 20 – 30

Bagian-bagian Jalan

Bagian-bagian jalan antara lain terdiri dari lajur dan

bahu jalan.

Jarak Pandang

Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan

oleh seorang pengemudi pada saat mengemudi

sedemikian sehingga jika pengemudi melihat sesuatu

halangan yang membahayakan, pengemudi dapat

melakukan sesuatu untuk menghindari bahaya

tersebut dengan aman. Ada dua jarak pandang yaitu

Page 21: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Heri Sutanto Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

18

jarak pandang henti (Jh) dan jarak pandang

mendahului (Jd).

Rumus Jarak pandang henti (Jh):

Keterangan:

VR = Kecepatan rencana (km/jam)

T = Waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik

g = Percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8

m/det2

f = Koefisien gesek (0,35-0,55)

Rumus Jarak pandang mendahului (Jd):

Jd = d1 + d2 + d3 + d4

Keterangan:

d1 = Jarak yang ditempuh kendaraan

selama waktu tanggap (m)

d = Jarak yang ditempuh selama

mendahului sampai dengan

kembali ke lajur semula (m)

d3 = Jarak antara kendaraan yang

mendahului yang datang dari arah

berlawanan setelah

proses mendahuli (m)

d4 = Jarak yang ditempuh oleh

kendaraanyang datang dari arah

berlawananyang besarnya diambil

sama dengan 2/3 d2 (m).

Alinyemen Horizontal

Alinyemen Horizontal terdiri atas bagian lurus dan

bagian lengkung (disebut juga tikungan).

Jari-jari Minimum

Kendaraan pada saat melalui tikungan dengan

kecepatan akan menerima gaya sentrifugal yang

menyebabkan kendaraan tidak stabil.

Lengkung Peralihan

Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan

di antara bagian lurus jalan.

Full Circle (FC)

Full Circle (FC) adalah jenis tikungan yang hanya

terdiri dari bagian suatu lingkaran saja.Tikungan FC

hanya digunakan untuk R (jari-jari tikungan) yang

besar agar tidak terjadi patahan, karena dengan jari-

jari kecil maka diperlukan superelevasi yang besar.

Rumus Full Circle (FC):

Tc = Rc x tan ½ ∆

Ec = Tc x tan ¼ ∆

Lc =

Keterangan :

∆ = Sudut tikungan

O = Titik pusat lingkaran

Tc = Panjang tangen jarak dari TC ke PI

atau PI ke CT

Rc = Jari-jari lingkaran

Lc = Panjang busur lingkaran

Ec = Jarak luar dari PI ke busur lingkaran

Spiral-Circle-Spiral (S-C-S)

Spiral circle spiral ini dibuat untuk menghindari

terjadinya perubahan alinyemen yang tiba-tiba dari

bentuk lurus ke bentuk lingkaran.

1. Berdasarkan waktu tempuh maksimal di lengkung

peralihan

Ls

2. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal

3. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal

4. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan

kelandaian

Keterangan :

T = Waktu tempuh = 3 detik

VR= Kecepatan rencana (km/jam)

Rc= Jari-jari busur lingkaran (m)

C = Perubahan kecepatan (0,4m/det²)

e = Superelevasi

em = Superelevasi maksimum

en = Superelevasi normal

m = Besarnya landai relatif maksimum

yang dipengaruhi oleh kecepatan

pengemudi

re = Tingkat pencapaian perubahan

kelandaian melintang jalan

Rumus yang digunakan:

(

)

Page 22: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Heri Sutanto Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

19

Ltotal = Lc + 2 x Ls

Keterangan :

Xs = Absis titik SC pada garis tangen,

jarak dari TS ke SC ( jarak lurus

lengkung peralihan)

Ys = Ordinat titik SC pada garis tegak

lurus garis tangen, jarak tegak lurus

ke titik SC pada lengkung

Ls = Panjang lengkung peralihan

(panjang dari titik TS ke SC atau CS ke ST)

Lc = Panjang busur lingkaran (panjang

dari titik SC ke CS)

Ts = Panjang tangen dari titik P1 ke titik

TS atau ke titik ST

TS = Titik dari tangen ke spiral

SC = Titik dari spiral ke lingkaran

ES = Jarak dari PI ke busur ligkaran

= Sudut lengkung spiral

Rc = Jari-jari lingkaran

p = Pergeseran tangen terhadap spiral

k = Absis dari p pada garis tangen

spiral

Jika diperoleh Lc > 25 m dan p> 0,25 m, maka

digunakan lengkung S-C-S.

Jika Lc < 25 m dan p > 0,25 m, maka digunakan

lengkung S-S.

Spiral-Spiral (S-S)

Spiral spiraladalah jenis lengkung yang terdiri dari

dua lengkung peralihan.

1. Berdasarkan waktu tempuh maksimal di

lengkung peralihan

Ls

2. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal

3. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal

4. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan

kelandaian

Keterangan :

T = Waktu tempuh = 3 detik

VR= Kecepatan rencana (km/jam)

Rc= Jari-jari busur lingkaran (m)

C = Perubahan kecepatan (0,4m/det²)

e = Superelevasi

em= Superelevasi maksimum

en= Superelevasi normal

m= Besarnya landai relatif maksimum

yang dipengaruhi oleh kecepatan

pengemudi

re= Tingkat pencapaian perubahan

kelandaian melintang jalan

Rumus yang digunakan:

(

)

Keterangan :

Xs = Absis titik SC pada garis tangen,

jarak dari TS ke SC ( jarak lurus

lengkung peralihan)

Ys = Ordinat titik SC pada garis tegak

lurus garis tangen, jarak tegak lurus

ke titik SC pada lengkung

Ls = Panjang lengkung peralihan

(panjang dari titik TS ke SC atau CS ke ST)

Lc = Panjang busur lingkaran (panjang

dari titik SC ke CS)

Ts = Panjang tangen dari titik P1 ke titik

TS atau ke titik ST

TS = Titik dari tangen ke spiral

SC = Titik dari spiral ke lingkaran

ES = Jarak dari PI ke busur ligkaran

= Sudut lengkung spiral

Rc = Jari-jari lingkaran

p = Pergeseran tangen terhadap spiral

k = Absis dari p pada garis tangen

spiral

Jika diperoleh Lc < 25 m dan p> 0,25 m, maka

digunakan lengkung S-S.

Pelebaran di Tikungan

Pelebaran perkerasan atau jalur lalu lintas di

tikungan, dilakukan untuk mempertahankan

kendaraan tetap pada lintasannya (lajurnya) .

Alinyemen Vertikal

Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang

vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan

(2.24)

Page 23: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Heri Sutanto Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

20

melalui sumbu jalan.Alinyemen vertikal terdiri atas

bagian landai vertikal dan bagian lengkung vertikal.

Kelandaian

Untuk menghitung dan merencanakan lengkung

vertikal, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,

yaitu Karakteristik kendaraan pada kelandaian,

Kelandaian maksimum, dan Kelandaian minimum.

Lengkung Vertikal

Pergantian dari suatu kelandaian ke kelandaian yang

lain dilakukan dengan mempergunakan lengkung

vertikal. Lengkung vertikal tersebut direncanakan

sedemikian rupa sehingga memenuhi keamanan,

kenyamanan, dan drainase.

Lengkung vertikal terdiri dari dua jenis, yaitu:

1. Lengkung Vertikal Cembung

Lengkung vertikal cembung adalah suatu

lengkung dimana titik perpotongan antara kedua

tangen berada di bawah permukaan jalan.Rumus

lengkung vertikal cembung:

Keterangan:

g = Kelandaian tangen (%)

h = Beda tinggi

L= Panjang (m)

A = Perbedaan kelandaian (%)

g1= Kelandaian tangen (%)

g2= Kelandaian tangen (%)

Xi= Jarak horizontal titik I, dihitung

dari PLV ke titik I secara

horizontal

Yi= Pergeseran vertikal titik I,

dihitung dari titik pada

tangen/kelandaian ke titik i

pada lengkungan secara vertikal

Lv= Panjang lengkung vertikal

parabola,yang merupakan jarak

proyeksi dari titik PLV – PTV

Ev= Pergesaran vertikal dari titik

PPV ke bagian lengkung

Lv= Panjang lengkung vertikal

parabola, yang merupakan

jarak proyeksi dari

titik PLV – PTV

A = Perbedaan kelandaian (%)

2. Lengkung Vertikal Cekung

Lengkung vertikal cekung adalah suatu

lengkung dimana titik perpotongan antara

kedua tangen berada di atas permukaan

jalan.Rumus lengkung vertikal cekung:

Keterangan:

g = Kelandaian tangen (%)

h = Beda tinggi

L= Panjang (m)

A = Perbedaan kelandaian (%)

g1= Kelandaian tangen (%)

g2= Kelandaian tangen (%)

Xi= Jarak horizontal titik I, dihitung

dari PLV ke titik I secara horizontal

Yi = Pergeseran vertikal titik I, dihitung

dari titik pada tangen/kelandaian ke

titik i pada lengkungan secara

vertikal

Lv= Panjang lengkung vertikal parabola

yang merupakan jarak PLV-PTV

Ev = Pergesaran vertikal dari titik PPV

ke bagian lengkung

Lv = Panjang lengkung vertikal parabola,

yang merupakan jarak proyeksi dari

titik PLV – PTV

A = Perbedaan kelandaian (%)

Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan

Perencanaan perkerasan merupakan aspek yang tidak

kalah pentingnya dalam perencanaan jalan guna

memastikan kenyamanan jalan saat dilewati dan

seberapa lama jalan mampu menampung beban lalu

lintas.

Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Perkerasan jalan beton semen portlandatau lebih sering

disebut perkerasan kaku (Rigid Pavement), terdiri dari

pelat beton semen dan lapisan pondasi diatas tanah

dasar.

Umur Rencana

Umur rencana jalan adalah jangka waktu sejak jalan

dibuka hingga saat diperlukan perbaikan berat atau

telah dianggap perlu untuk memberi lapisan

perkerasan baru.

Page 24: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Heri Sutanto Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

21

Lalu Lintas Harian Rata-rata

Volume lalu lintas menunjukkan jumlah kendaraan

yang melintasi satu titik pengamatan dalam satu

satuan waktu satuan volume lalu lintas yang umum

dipergunakan.

Vehicle Damage Factor (VDF)

Vehicle Damage Factor (VDF) merupakan salah satu

parameter yang dapat menentukan tebal perkerasan

cukup signifikan, dan jika makin berat kendaraan

ditambah dengan beban overload,

Faktor Distribusi Lajur dan Kapasitas Lajur

Beban desain pada lajur tidak boleh melampaui

kapasitas lajur pada setiap tahun selama umur

rencana.

Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas

Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data-

data pertumbuhan historis atau formulasi korelasi

dengan faktor pertumbuhan lain yang valid.

Beban Sumbu Standar Kumulatif

Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative

Equivalent Axle Load (CESA) merupakan jumlah

kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur

desain selama umur rencana.

Kelompok Sumbu Kendaraan Niaga

Lalu lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu

kendaraan niaga pada lajur umur rencana, meliputi

proporsi sumbu serta distribusi beban pada setiap

jenis sumbu kendaraan.

Penentuan Struktur Perkerasan

Ketentuan desain untuk bagan solusi yaitu perkerasan

dengan sambungan dan dowel serta tied shoulder,

dengan atau tanpa tulangan distribusi retak.

Bahu Jalan

Bahu dapat terbuat dari bahan lapisan pondasi bawah

dengan atau tanpa lapisan penutup beraspal atau

lapisan beton semen.

Rincian Desain Perkerasan Kaku

Langkah selanjutnya yaitu menyatakan rincian desain

meliputi desain dimensi pelat, penulangan pelat,

ketentuan sambungan dan sebagainya.

Tanah Dasar

Subgrade atau lapisan tanah dasar merupakan lapisan

tanah yang paling atas, diatasnya diletakkan lapisan

dengan lapisan yang lebih baik.

Pondasi Bawah

Lapis pondasi ini terletak diantara tanah dasar dan

pelat beton semen.Pada umumnya fungsi lapisan ini

tidak terlalu struktural.Lapis pondasi pada perkerasan

kaku mempunyai fungsi utama sebagai lantai kerja

yang rata, disamping fungsi lain yaitu mengendalikan

kembang dan susut tanah dasar, mencegah instrusi

dan pemompaan pada sambungan retakan dan tepi-

tepi pelat, memberikan dukungan yang mantap dan

seragam pada pelat.

Ruji (Dowel)

Dowel berupa batang baja tulangan polos yang

digunakan sebagai sarana penyambung atau pengikat

pada beberapa jenis sambungan pelat beton

perkerasan jalan . Dowel berfungsi sebagai penyalur

beban pada sambungan yang dipasang dengan

separuh panjang terikat dan separuh panjang

dilumasi atau dicat untuk memberikan kebebasan

bergeser.

Batang Pengikat (Tie Bar)

Tie Bar adalah potongan baja yang diprofilkan yang

dipasang pada sambungan lidah-alur dengan maksud

untuk mengikat pelat agar tidak bergerak

horizontal.Batang pengikat dipasang pada

sambungan memanjang.Tie Bar juga bisa disebut

sambungan memanjang.

3. METODE PENELITIAN

Tahap Penelitian

Penelitian ini diawali dengan melakukan studi

literatur, kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan

data proyek.Setelah itu dilakukan pengolahan dan

analisis data.Dari hasil analisis tersebut kemudian

disusun kesimpulan dan saran.

1. Studi Literatur

Mengumpulkan dan menganalisis sumber

pustaka yang ada kaitannya dengan tema

penulisan tugas akhir, baik melalui buku-buku,

makalah-makalah hasil seminar, jurnal karya

tulis lainnya maupun bahan-bahan yang

didapatkan dari bangku kuliah serta melakukan

survey di lapangan dalam skala kecil sebelum

pengumpulan data untuk memudahkan

pelaksanaan di lapangan.

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang diperlukan ada

dua macam, yaitu:

1. Data Primer

Data Primer adalah data yang didapat dari

hasil survey lapangan yaitu melakukan

survey di lapangan.Data primer yang

diperoleh adalah Data Lalu Lintas Harian

rata-rata (LHR).

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh

atau dikumpulkan dari berbagai sumber. Data

sekunder yang diperoleh antara lain:

a. Data Topografi

b. Data CBR Tanah Dasar

Page 25: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Heri Sutanto Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

22

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Topografi

Topografi mencatat berbagai ketinggian suatu daerah

yang terdiri dari garis kontur.Topografi menggambarkan

ciri-ciri fisik bumi biasanya mencakup formasi alam

seperti bumi, biasanya mencakup formasi alam seperti

gunung, sungai, danau dan lembah.

Tabel 2. Data Topografi

No East North Elevation

1 593956.467 101723.474 80.000

2 593925.572 101636.934 72.000

3 593888.027 101551.316 67.000

4 593859.994 101489.103 63.000

5 593832.184 101403.121 59.000

6 593818.000 101313.000 54.000

7 593781.893 101225.913 49.000

Data California Bearing Ratio (CBR)

California Bearing Ratio (CBR) adalah perbandingan

antara beban penetrasi lapisan tanah perkerasan terhadap

bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan

penetrasi yang sama.

Tabel 3. Data CBR

No STA CBR

1 0 + 000 6.29

2 0 + 150 6.21

3 0 + 300 6.24

4 0 + 450 6.25

5 0 + 600 7.47

6 0 + 750 7.58

7 0 + 900 7.67

8 1 + 050 9.24

9 1 + 200 9.40

10 1 + 350 7.81

Kelas Medan Jalan

Untuk menentukan jenis medan dalam perencanaan

jalan raya, perlu diketahui jenis kelandaian

memanjang dan melintang dengan. Untuk kelandaian

memanjang dihitung setiap 100 meter dan untuk

kelandaian melintang dihitung setiap 3 meter dari as

jalan ke samping kanan dan kiri.Dari data klasifikasi

medan kelandaian memanjang pada didapatkan hasil

Medan Datar 58 titik, Medan Perbukitan 17

titik.Pada data klasifikasi kelandaian melintang

didapatkan hasil Medan Datar 45 titik, Medan

Perbukitan 30 titik.Di mana dari data tersebut maka

ditentukan Medan Jalan yaitu Datar.

Dimensi Kendaraan Rencana

Pada dimensi kendaraan rencana digunakan

Kendaraan Sedang dengan dimensi kendaraan tinggi

4,1 m, lebar 2,6 m dan panjang 12,1 m.

Volume Lalu Lintas

Volume lalu lintas menunjukkan jumlah kendaraan

yang melintas satu titik pengamatan dalam satuan

waktu (hari, jam, menit).

1. Untuk menghitung Lalu lintas harian rata-rata

(LHR) dapat digunakan rumus:

=

= 1774 kendaraan/hari

Dari nilai LHR di atas kemudian dilanjutkan dengan

mengolah data lalu lintas harian menjadi satuan

smp/hari dengan menggunakan nilai emp.

Didapatkan nilai rata-rata sebesar 2027 smp/hari,

dengan nilai VLHR tersebut, diketahui nilai Faktor K

= 12 dan Faktor F = 0,8. Maka nilai VJR yaitu:

VJR = VLHR x

= 2027 x

= 135 smp/jam

Dengan nilai VLHR 2027 smp/hari, kemudian

menentukan Lebar Jalur dan Bahu Jalan, di mana

dengan VLHR tersebut dan dengan fungsi Jalan

Kolektor Ideal maka di dapatkan hasil Lebar Jalur 6,0

m dan Bahu Jalan 1,5 m.

Kecepatan Rencana

Berdasarkan Fungsi Jalan Rawa Indah yaitu Kolektor

dengan medan Jalan Datar, maka kecepatan rencana

di ambil 60 km/jam.

Alinyemen Horizontal

Pada perencanaan alinyemen horizontal terdiri dari

bagian lurus dan bagian lengkung atau tikungan.

Perencanaan Tikungan Spiral-Spiral (S-S)

Tikungan 1 pada STA 0+199,693

Diketahui:

Medan = Datar

VR = 60 km/jam

Rc = 143 m

∆ = 33º

Jh = 75 m

Jd = 350 m

Dmax = 12,78º

emax = 10 % = 0,1

fmax= 0,153

Page 26: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Heri Sutanto Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

23

Lp= 2 x 3 m

Menghitung Jari-jari Tikungan Minimum

Rmin =

=

= 112,04 m

Syarat aman = Rmin <Rc

= 112,04 m < 143 m

Hasil dari perhitungan di atas maka diperoleh nilai

Rmin sebesar 112,04 m.

D =

=

= 10,02º

Menghitung Nilai Lengkung Peralihan

a. Berdasarkan waktu tempuh maksimal

Ls 1 =

x T

=

x 3

=

b. Berdasarkan rumus modifikasi Short:

Ls 2 =

=

c. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan

kelandaian:

Ls 3 =

=

=

d. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan

kelandaian

= 115 (0,02 + 0,082) x 3,5

= 43,47 m

Menentukan Tikungan

P =

=

=

½

= ½ x 33

= 16,50

c = 12,96˚

Lc =

Pada tikungan 1 didapatkan sebagai berikut:

Lc > 25 m 0 m < 25 m

P > 0,25 m 0,73m > 0,25 m

Hasil dari perhitungan Lc dan P memenuhi syarat

jenis tikungan Spiral- Spiral (S-S), sehingga jenis

tikungan pada tikungan 1 menggunakan Tikungan S-

S.

Menghitung Besaran Tikungan

Xs = Lsada (1-

= 82,32 (1-

= 81,64 m

Ys =

=

= 7,90 m

P = Ys–Rc(1–cos x

=7,90–143(1-cos 16,50)x

= 2,02 m

k = Xs - Rc sin Sada

= 81,64 - 143 sin 16,50º

= 41,04 m

Ts = (Rc + p) tan ½ ∆ + k

= (143 + 2,02) tan ½ 33º + 41,04

= 83,98 m

Es = (Rc + p)/cos (½ ∆ x /180)-Rc

=(143+0,6)/cos(½ 33ºx 3,14/180)

= 8,24 m

Lc = 0

Ltotal = 2 x LCada

= 2 x 0

= 0 m

Pelebaran Tikungan 1 STA 0+199,693

Pertimbangan dalam menentukan pelebaran tikungan

berdasarkan kendaraan yang melintas pada ruas jalan

dan menentukan dimensi kendaraan rencana.Pada

survey terlebih dahulu diketahui kendaraan yang

paling besar melintas adalah truck 3 as.

Diketahui:

Medan jalan = Datar

VR = 60 km/jam

Rc = 143 m

emaks= 10% = 0,1

fmaks= 0,153

Bn = 6 m

b = 260 cm

Lp = 3,0 m

C = 0,5 m

n = 2 (jumlah lajur)

Page 27: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Heri Sutanto Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

24

Radius lengkung =Rc– (½ x Lp)+ (½ x b)

= 143- (½ x 3) +(½x2,6)

= 142,8 m

Perhitungan B

a =√ + 1,25

= √ + 1,25

= 144,05

b = √ √

= √ √

= 144,27

c = √ √ - √

= √

= 144,27 - √ = 1,47

B = c + 1,25

= 1,47 + 1,25

= 2,72 m

c. Perhitungan Z

Z =

=

= 0,527

d. Perhitungan total lebar jalan (Bt)

Bt = n x (B + C) + z

= 2 x (2,62 + 0,5) + 0,527

= 6,971 m

Lebar perkerasan lurus (Bn) = 2 x 3 = 6 m

Bt> Bn

6,971 m > 6 m

e. Perhitungan total lebar perkerasan

∆b = Bt - Bn

= 6,971 - 6

= 0,971 m

Dari hasil perhitungan diatas didapatkan nilai

pelebaran perkerasan pada tikungan 1 sebesar 0,971

m. Perencanaan pelebaran pada tikungan 1 dilihat

pada Gambar 2.

Perhitungan Kelandaian

=

= -5,406 %

=

= 1,22 %

Perhitungan Lengkung Vertikal Cekung pada

STA 0+550

Diketahui:

Elevasi PVI1 = 50,269

VR = 60 km/jam

g1 = -5,406%

g2 = 1,22%

Jhmin = 75m

Jhmax = 88,91 m

Stationing PVI1 = 0+500

Gambar 1. Tikungan 1 (Spiral-Spiral)

Gambar 2. Pelebaran Tikungan 1 (Spiral-Spiral)

Gambar 3. Diagram Superelevasi Tikungan 1 (Spiral-Spiral)

Page 28: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Heri Sutanto Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

25

Menentukan perbedaan grade (A):

A = g2 – g1

= 1,22 – (-5,406)

= 6,63%

Lengkung Cekung dapat dilihat pada Gambar 5 di

bawah ini:

Tebal Perkerasan Jalan

Survey Lalu Lintas

Hasil Survey Lalu Lintas dapat dilihat padaSurvey

Lalu Lintas Tabel 4.

Perhitungan CBR

Diketahui CBR minimum 6,07 dan CBR maksimum

yaitu 15,63. Dari data CBR kemudian menghitung

presentase jumlah yang sama. Dengan mengeplot

grafik CBR 90 yaitu 6,19%. Dari nilai CBR tersebut

kemudian dicari nilai DDT dengan menggunakan

grafik di bawah ini

Umur Rencana

Umur rencana perkerasan kaku yaitu 40 tahun.

Nilai VDF

Nilai VDF4 di ambil berdasarkan jenis kendaraan yang

melalui jalan tersebut.

Faktor Distribusi Lajur (DL)

Jumlah lajur setiap arah di tetapkan 1 lajur dengan

kendaraan niaga pada lajur desain.

Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas

R =

=

= 32.59

Perhitungan Nilai CESA

Nilai ESA = 1561 = 0.15 x 104

Setelah mendapatkan nilai ESA, kemudian

menghitung nilai CESAdengan rumus sebagai

berikut:

CESA = ESA x 365 x R

= 1561 x 365 x 32.59

= 18642066.56 atau 18.64 x 106

Pemilihan Jenis Perkerasan

Dengan Struktur perkerasan kaku dengan lalu lintas

berat maka masuk ke dalam Desain 4.

Struktur Pondasi Jalan

Pada penentuan desain pondasi jalan minimum,

dengan CBR 6,19 maka kelas kekuatan tanah dasar

terdapat pada SG6 dengan prosedur desain pondasi A

sehingga tidak perlu peningkatan tanah dasar.

Perhitungan JSKN selama umur rencana

Umur rencana = 40 tahun

JSKNH = 750

R = 32.59

JSKN UR = 365 x JSKNH x R

= 365 x 750 x 32.59

= 8921763.14 = 8.92 x 106

Perhitungan JSKN per lajur

Diketahui Lebar perkerasan jalan 3 m (1 lajur 1

arah), maka Koefisien Distribusi (C) yaitu 1.

JSKN UR per lajur = JSKN UR x C

= 8921763.14 x 1

= 8921763.14 atau

8.92 x 106

Tebal Perkerasan Kaku

Berdasarkan Bagan Desain 4 Perkerasan Kaku,

dengan nilai JSKN per lajur yaitu 8.92 x 106, maka

masuk dalam Struktur Perkerasan R3 dengan Dowel

dan Bahu Beton, Tebal Pelat 285 mm, Lapis Pondasi

LMC 150 mm, Lapis Pondasi Agregat Kelas A yaitu

150 mm.

Perhitungan Repetisi Sumbu Rencana

Rumus Repetisi Sumbu Rencana yaitu =

Proporsi Beban x Proporrsi Sumbu x Lalu Lintas

Rencana.

Gambar 4. Lengkung Cekung

Gambar 6. Korelasi DDT dan CBR

Page 29: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Heri Sutanto Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

26

Hasil Repetisi Sumbu Rencana yaitu 8,92 x 106.

Faktor Keamanan Beban (FKB)

Nilai FKB dengan volume kendaraan niaga menengah

yaitu 1,1.

Mutu Beton untuk Perkerasan Kaku

Dengan Jenis Jalan raya dengan truk ringan sampai

berat maka digunakan mutu beton 350 kg/cm2.

Menentukan CBR Tanah Dasar Efektif

Dengan CBR Tanah dasar 6.19% maka digunakan

campuran beton kurus 150 mm dengan CBR efektif

40%.

Analisa Fatik dan Erosi

Dalam grafik analisa fatik dan erosi di dapatkan hasil

yaitu repetisi ijin Analisa Fatik dan Erosi 0% yang

berarti kurang dari 100% dan Aman.

Sambungan

Dengan Tebal pelat 285 mm, Panjang pelat 5 mm,

dan Lebar pelat 3 mm maka digunakan diameter

dowel 38 mm dengan panjang 450 mm dan Jarak 300

mm. Pada Tie Bar digunakan tulangan ulir dengan

diameter 16 mm dan panjang 688 m.

5. KESIMPULAN

Dari hasil perhitungan geometrik dan tebal

perkerasan pada Jalan Rawa Indah STA 0+000-STA

7+318,491, diperoleh:

1. Hasil perencanaan dan perhitungan geometrik:

Kelas Fungsi = Kolektor

Kelas jalan = III A

Medan = Datar

Kec.rencana = 60 km/jam

Lebar jalan = (2x3m)

(2lajur2arah)

Tikungan = 12 SS, 6 SCS

Lengkung = 8 Ck, 5 Cb

Galian = 68200,599 m3

Timbunan = 63475,769 m3

2. Hasil perencanaan dan perhitungan tebal

perkerasan:

Saran

1. Diharapkan teliti dalam menarik garis pada

Analisa Fatik dan Erosi karena hal tersebut

sangat berpengaruh terhadap Tebal perkerasan

yang diperoleh

2. Studi ini dapat dilanjutkan dengan Perhitungan

Rencana Anggaran Biaya (RAB) agar dapat

diperoleh hasil biaya perencanaan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

A., 2001. Rekayasa Jalan, Universitas

Muhammadiyah Malang, Malang.

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah,

2003, Perencanaan Jalan Beton Semen Pd-T-14-

2003, Jakarta.

Direktorat Jendral Bina Marga, Departemen

Pekerjaan Umum, 1997. Manual Kapasitas Jalan

Indonesia No.036/T/BM/1997, Jakarta.

Direktorat Jendral Bina Marga, Departemen

Pekerjaan Umum, 1997. Tata cara Perencanaan

geometrik Jalan No.038/T/BM/1997, Jakarta.

Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal

Bina Marga, 2013, Manual Desain Perkerasan

Jalan No.02/M/BM/2013, Jakarta.

Hendarsin. S,L., 2000, Penuntun Praktis Perencanaan

Teknik Jalan Raya, Polteknik Negeri Bandung,

Bandung.

Hamirhan, S., 2010, Konstruksi Jalan Raya

Geometrik Jalan, Nova, Bandung

Hamirhan, S., 2010, Konstruksi Jalan Raya

Perancangan Perkerasan Jalan Raya, Nova,

Bandung.

Sukirman, S., 2010, Dasar-dasar Perencanaan

Geometrik Jalan, Nova, Bandung.

Suryawan, A., 2009, Perkerasan Jalan Beton Semen Portland (Rigid Pavement), Beta Offset, Yogyakarta.

Gambar 7. Komponen Struktur

Perkerasan Kaku

Gambar 8. Ruji (Dowel)

Gambar 9. Batang Pengikat

(TieBar)

Page 30: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Effa Sefti Zuhrotin1), Tamrin Rahman2), Rusfina

Widayati3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

27

STUDI ALTERNATIF PEMENUHAN SUMBER AIR

BAKU KOTA BALIKPAPAN DENGAN CARA

MENSUPLAY AIR DARI MAHAKAM KE MANGGAR

Effa Sefti Zuhrotin1)

, Tamrin Rahman2)

, Rusfina Widayati3)

Teknik Sipil Universitas Mulawarman

Jalan Sambaliung No.9 Kampus Gunung Kelua, Samarinda - 75119

e-mail: [email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRACT

Balikpapan adalah salah satu kota besar dengan jumlah penduduk lebih kurang 6.000.000 jiwa yang mengalami

krisis air bersih. Posisi kota yang berupa dataran tinggi atau perbukitan membuat PDAM kesulitan untuk

mengalirkan air bersih. Waduk Manggar yang seharusnya menjadi sumber utama air bersih Kota Balikpapan

mengalami penurunan 3-4 cm perhari. Oleh karena itu, perlu adanya alternatif sumber air baku untuk

mengatasi kekurangan air bersih dan memanfaatkan sumber daya air yang ada. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui jumlah kebutuhan air bersih dan mengetahui kapasitas pompa, diameter pipa yang digunakan

dalam pendistribusian air bersih.

Pada penelitian ini dilakukan analisis jumlah kebutuhan air dan ketersediaan air dengan menghitung debit

andalan yang tersedia pada DAS Manggar, serta kapasitas pompa dan diameter pipa dengan menggunakan

metode analitik.Dimulai dengan metode geometrik untuk menghitung proyeksi jumlah penduduk, selanjutnya

menghitung debit andalan dengan menggunakan metode mock.

Berdasarkan dari hasil analisis, kebutuhan air bersih Kota Balikpapan pada tahun 2035 didapat sebesar

203.214.317 liter/hari atau 2.3520 liter/detik. Ditambah dengan debit Waduk Manggar yang tersedia sebesar

0.4232 m3/detik. menjadi 2.7752 m

3/detik atau sama dengan 2775,21 liter/detik. serta ditambah dengan

kehilangan air 20% maka kebutuhan air total Kota Balikpapan di tahun 2035 sebesar 3330,26 liter/detik. Dari

debit total kebutuhan air Kota Balikpapan digunakan pipa utama dengan besaran diameter yang berbeda yaitu

1600 mm dan 1400 mm. Daya pompa yang digunakan pada rencana distribusi air bersih dari Mahakam ke

Manggar dengan total head 67 Km adalah 17903.502 HP atau sama dengan 13350.641 KW.

Katakunci: Debit Andalan, Kebutuhan Air Bersih, Pipa, Kehilangan Tekanan, Daya Pompa.

ABSTRACT

Balikpapan is one of the big cities with a population of more than 6,000,000 who are experiencing a crisis of

clean water. The position of the city in the form of highlands or hills makes it difficult for PDAMs to drain

clean water. The Manggar Reservoir which should be the main source of clean water in Balikpapan City has

decreased by 3-4 cm per day. Therefore, there is a needs for alternative sources to overcome the shortage of

clean water and utilize existing water resources. The purpose of this research was to determine the capacity of

clean water needs, determine the capacity of the pump, and also the diameter of the pipes used in the

distribution of clean water.

In this research, analysis of the amount of water demand and water availability was carried out by calculating

the mainstay discharge available in the Manggar watershed, as well as the pump capacity and pipe diameter

using by analytical methods. Starting with the geometric method to calculate the projected number of residents,

then calculate the mainstay discharge using the mock method.

Based on the results, Balikpapan’s clean water needs in 2035 were obtained at 203,214,317 liters/day or

2.3520 liters/sec. Coupled with the available Manggar Reservoir discharge of 0.4232 m3 /sec. to be 2,7752

m3/sec or equal to 2775.21 liters/sec. and coupled with 20% water loss, the total water demand of Balikpapan

City in 2035 is 3330.26 liters/sec. From the total discharge of water requirements in Balikpapan City, the main

pipes are used with different diameters of 1600 mm and 1400 mm, and the pump power used in the plan of

distribution of clean water from Mahakam to Manggar with a total head of 67 Km is 17903,502 HP or equal to

13350,641 KW.

Keywords: Mainstay Debit, Clean Water Needs, Pipes, Power Pressure Loss, Pumps

Page 31: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Effa Sefti Zuhrotin1), Tamrin Rahman2), Rusfina

Widayati3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

28

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Balikpapan adalah salah satu kota besar yang berada

di Provinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah

mencapai 843,48 Km2, yang terdiri atas 503,30 Km

2

daratan dan 340,18 Km2 Perairan. (http://balikpapan

.go.id/read/98/selayang-pandang). Sebagai kota terbesar

yang memiliki sumber daya yang memadai, Balikpapan

menjadi magnet bagi pengunjung dan pendatang baru

sehingga pertumbuhan penduduk semakin bertambah.

Seiring bertambahnya jumlah penduduk di Kota

Balikpapan maka akan berpengaruh pada meningkatnya

jumlah kebutuhan air baku. Posisi kota yang berupa

dataran tinggi atau perbukitan membuat PDAM

kesulitan untuk mengalirkan air bersih.Karena sedikitnya

jumlah hujan yang terjadi di Balikpapan volume waduk

mengalami penurunan terus menerus rata-rata 3-4 cm

per hari.Dengan Q (debit) yang dibutuhkan Kota

Balikpapan sekitar 3.000 liter/detik. Sehingga

dibutuhkan alternatif sebagai berikut : 1) Penyulingan

Air Asin, 2) Pembangunan Bendungan Teritip untuk

tampungan air hujan, 3) Suplay Air dari Mahakam ke

Manggar.

Sungai Mahakam sebagai sumber air baku pernah di

analisis oleh Alimuddin dan Hasyim Saleh Daulay. Yang

berjudul “Sungai Mahakam Sebagai Sumber Air

Baku Potensial Secara Regional untuk Daerah

Balikpapan, Samarinda dan Kukar”.Penelitian

tersebut dilakukan untuk mengetahui debit analisa

kebutuhan air baku di wilayah penelitian serta kebutuhan

kapasitas pompa dan pipa lainnya yang menunjang

distribusi air baku yang bersumber dari Sungai

Mahakam.

Pada penelitian ini hanya difokuskan pada satu

wilayah saja, yakni wilayah Balikpapan. Dengan total

panjang rencana jaringan pipa sekitar 67 Km (dari

Sungai Mahakam ke Waduk Manggar).

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian adalah sebagai

berikut :

1. Mengetahui jumlah kebutuhan air bersih untuk

Kota Balikpapan dalam 21 tahun kedepan.

2. Merencanakan jaringan perpipaan air bersih

untuk melayani kebutuhan air bersih untuk 21

tahun ke depan.

3. Mengetahui kapasitas pompa yang memenuhi

dalam menunjang ditribusi air bersih.

4. Menganalisa ketersediaan air dengan menghitung

debit andalan yang tersedia pada DAS Manggar.

1.3 Batasan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan dalam penelitian ini,

maka akan dibatasi dengan adanya batasan masalah

yaitu :

1. Menghitung kebutuhan air Balikpapan

yang bersumber dari Mahakam ke

Waduk Manggar.

2. Menghitung kehilangan tekanan air

pada jaringan pipa distribusi.

3. Menghitung daya pompa distribusi yang

akan digunakan.

4. Menggunakan objek DAS Manggar

secara keseluruhan tanpa membaginya

menjadi sejumlah sub DAS.

5. Menggunakan Software Global Mapper

untuk menentukan kontur daerah studi.

6. Tidak menghitung tampungan kolam

retensi atau kolam peralihan

7. Tidak menghitung kebutuhan biaya.

8. Tidak menghitung pengurangan

kebutuhan air di bendungan teritib.

2. TINJAUAN PUSTAKA

4.1. Pendistribusian Air Bersih Pendistribusian Air Bersih

Cara penyaluran air bersih tergantung pada

lokasi sumber air itu berada. Cara penyaluran

sistem air bersih sebagai berikut :

a. Sistem Gravitasi

Sistem gravitasi adalah sistem pengaliran

air dari sumber ke tempat reservoir dengan

cara memanfaatkan energi potensial

gravitasi yangdimiliki air akibat perbedaan

ketinggian lokasi sumber dengan lokasi

reservoir. Sistem inidigunakanapabila

kondisipersediaanberadapadaelevasiyangle

bih tinggidibandingkandengan

unitdistribusi.(Babbitt,HaroldE.1960)

b. Sistem Pompa

Sistem pompa pada prinsipnya adalah

menambah energi pada aliran sehingga

dapat mencapai tempat yang lebih

tinggi.Hal ini dengan pertimbangan bahwa

antara lokasi distribusi dan lokasi sumber

tidak mempunyai perbedaan ketinggian

yang cukup untuk mengalirkan

air.Prinsipsisteminiadalahdenganmemberik

an

energipadaaliranair,sehinggaairdapatmenc

apai unit distribusi yang memiliki

elevasi lebih tinggi

dibandingkandengansumberpersediaan.(B

abbitt,HaroldE.1960)

c. Sistem Gabungan

Sistem gabungan yaitu sistem pengaliran

air dari sumber ke tempat reservoir –

Page 32: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Effa Sefti Zuhrotin1), Tamrin Rahman2), Rusfina

Widayati3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

29

dengan cara menggabungkan dua sistem transmisi

yaitu sistem pompa dan sistem gravitasi secara

bersama – bersama. Sedangkan sistem distribusi

adalah suatu cara penyaluran dan pembagian air dari

reservoirke konsumen. Sistem distribusi terdiri dari:

a. Sistem Tower

Yaitu cara penyaluran air dari reservoirhingga

sampai ke konsumen melalui tower yang

dipasang di setiap beberapa rumah. Tower

dapat berupa tangki beton, pada permukaan

tanah ataupun dengan ketinggian tertentu dari

permukaan tanah, baik dengan gravitasi

maupun pemompaan dari reservoir.

b. Sistem Pipa Distribusi

Sistem pipa distribusi adalah sistem penyaluran

atau pembagian air kepada konsumen melalui

pipa. Sistem yang dilaksanakan pada sistem

pipa distribusi adalah :

Sambungan Rumah ( SR )

Hidran Umum ( HU )

2.2 Analisa Kebutuhan Air Bersih

Kebutuhan air yang dimaksud adalah kebutuhan air

yang digunakan untuk menunjang segala kegiatan

manusia, meliputi air bersih domestik dan non domestik,

air irigasi baik pertanian, perikanan, dan penggelontoran

kota. (Sjarief, Roestam, dkk, 2005).

2.2.1 Kebutuhan Air Domestik

Kebutuhan air domestik sangat ditentukan oleh

jumlah penduduk, dan konsumsi

perkapita.Kecenderungan populasi dan sejarah populasi

dipakai sebagai dasar perhitungan kebutuhan air

domestic terutama dalam penentuan kecenderungan laju

pertumbuhan (Growth Rate Trends).Pertumbuhan ini

juga tergantung dari rencana pengembangan dari tata

ruang daerah.Umumnya, makin tinggi perputaran

ekonomi pada suatu daerah, menyebabkan daerah

semakin cepat pertumbuhan jumlah penduduknya.

Analisis sektor domestik merupakan aspek penting

dalam menganalisis kebutuhan penyediaan di masa

mendatang.Analisis sektor domestik untuk masa

mendatang dilaksanakan dengan dasar analisis

pertumbuhan penduduk pada wilayah yang

direncanakan. Kebutuhan air domestik untuk kota dibagi

dalam beberapa kategori ditampilkan pada Tabel

dibawah ini :

Tabel 1. Kebutuhan air untuk tiap kota

Kategori Ukuran Kota Kebutuhan air/lt /orang

/ hari

I Kota Metropolitan 190

II Kota Besar 130

III Kota Sedang 120

IV Kota Kecil 90

V Kota Kecamatan 75

VI Pedesaan 60

Sumber : DPU Dirjen Cipta Karya, 2001

Tabel 2. Perhitungan Konsumsi Air

Sumber : DPU Dirjen Cipta Karya, 2001

2.2.2 Kebutuhan Air Non Domestik

Kebutuhan air non domestik meliputi :

pemanfaatan komersial, kebutuhan institusi dan

kebutuhan industri. Kebutuhan air komersil

untuk suatu daerah cenderung meningkat

sejalan dengan peningkatan penduduk dan

perubahan tata guna lahan.Kebutuhan ini bisa

mencapai 20-25% dari total suplai (produksi)

air. Kebutuhan institusi antar lain meliputi

kebutuhan – kebutuhan air untuk sekolah,

rumah sakit, gedung-gedung pemerintah,

tempat ibadah dan lain-lain. Untuk penentuan

besaran kebutuhan ini cukup sulit karena

sangat tergantung dari perubahan tata guna

lahan dan populasi.Pengalaman menyebutkan

angka 5% cukup representative.

500.000 s/d 100.000 s/d 200.000 s/d

1.000.000 500.000 100.000

Metro Besar Sedang Kecil Desa

1 2 3 4 5 6

Konsumsi Unit

Sambungan

Rumah (SR)

(Liter/Org/Hari)

Konsumsi Unit

Hidran (HU)

(Liter/Org/Hari)

Konsumsi Unit non

Domestik

Niaga Kecil (ltr/unit/hari) 600-900 600-900 600

Niaga Besar (ltr/unit/hari) 1000-5000 1000-5000 1500

Industri Besar (ltr/dtk/ha) 0.2-0.8 0.2-0.8 0.2-0.8

Pariwisata (ltr/dtk/ha) 0.1-0.3 0.1-0.3 0.1-0.3

4 Kehilangan air (%) 20-30 20-30 20-30 20-30 20-30

5 Faktor Hari Maksimum 1.15-1.25 1.15-1.25 1.15-1.25 1.15-1.25 1.15-1.25

6 Faktor Jam Puncak 1.75-2.0 1.75-2.0 1.75-2.0 1.75-2.0 1.75-2.0

7 Jam Operasi (Jam) 24 24 24 24 24

50 ; 50 50 ; 50

s/d s/d

80 ; 20 80 ; 20

20-40 20-40 20-40

80;20 70;30 70;30

1

2

3

8 SR : HU

20-40 20-40

UraianNo >1.000.000 <20.000

Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk (Jiwa)

>150 150-120 90-120 80-120 60-80

Page 33: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Effa Sefti Zuhrotin1), Tamrin Rahman2), Rusfina

Widayati3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

30

Kebutuhan untuk industri saat ini dapat

diidentifikasi namun untuk kebutuhan industri yang akan

datang cukup sulit untuk mendapat data akurat. Hal ini

disebabkan beragamnya jenis dan macam kegiatan

industri.

Tabel 3. Kebutuhan Air untuk Industri

No Jenis Industri Hasil

Produksi

Kebutuhan

Air untuk 1

Ton

Produksi

1 Besi Ingot 11 m3

2 Aluminium Aluminium 73 m3

3 Minyak

Pengulingan

Ethet 0,1 m3/barel

4 Minyak

Petrokimia

Ethet 240 m3

5 Kertas Pulp 220 m3

Kertas Koran 69 m3

Kertas Tulis 445 m3

Kertas Kartu 146 m3

6 PLTA Listrik 0,0023 m3

7 PLTN Listrik 0,0028 m3

8 Pakaian 355 m3

9 Pencelupan 378 m3

10 Amonium Sulfat 150 m3

11 Urea 330 m3

12 Semen 2-5 m3

13 Tembaga 180 m3 Sumber :Selintung, Mary. Pengenalan Sistem Air Minum. 2012.

Tabel 4. Kebutuhan Air untuk Institusi

Uraian Konsumsi Air

Sekolah 10 liter/murid/hari

Rumah Sakit 200 liter/tempat tidur/hari

Puskesmas 2 m3/liter

Mesjid Sampai 2 m3/hari

Kantor 10 ltr/pengawasan/hari

Kompleks Militer 60 ltr/org/hari

Kawasan Pariwisata 0,1-0,3 ltr/detik/hari

Sumber : NSPMKIMPRASWIL

2.3 Proyeksi Penduduk

Maksud dari proyeksi penduduk adalah untuk

memberikan jumlah penduduk di masa mendatang.

Dengan berdasarkan pemikiran jumlah penduduk maka

dapat dibuat rancangan kebutuhan air bersih untuk masa

yang akan datang.

Adapun metode perhitungan perkembangan

penduduk (Metode Geometrik).Proyeksi dengan metode

ini menganggap bahwa perkembangan penduduk secara

otomatis berganda.Dengan pertambahan penduduk

awal.Metode ini memperhatikan suatu saat terjadi

perkembangan menurun dan kemudian mantap,

disebabkan kepadatan penduduk mendekati

maksimum. Dengan rumus yang digunakan

sebagai berikut :

( )

Keterangan :

Pn = Jumlah Penduduk setelah n tahun

Po = Jumlah pada tahun awal

n = Kurun waktu Proyeksi

r =Persentase rata-rata kenaikan

penduduk per tahun

2.4 Pipa

Pipa adalah saluran tertutup yang biasanya

penampang lingkaran, dan digunakan untuk

mengalirkan fluida dengan tampang aliran

penuh.Fluida yang dialirkan melalui pipa bisa

berupa zat cair atau gas, dan tekanan bisa lebih

besar atau lebih kecil dari tekanan

atmosfer.Apabila zat cair di dalam pipa tidak

oenuh maka aliran termasuk dalam aliran

saluran terbuka.Karena mempunyai permukaan

bebas, maka fluida yang dialirkan adalah zat

cair.Tekanan di permukaan zat cair di

sepanjang saluran terbuka adalah tekanan

atmosfer.

Didalam bab ini hanya akan dipelajari

aliran turbulen dan mantap melalui pipa. Aliran

laminar telah dipelajari dalam bab II, sedang

aliran tidak mantap melalui pipa, sementara ini,

tidak diberikan dalam buku ini. Tinjauan juga

dibatasi hanya untuk aliran zat cair terutama

air.

2.4.1 Kehilangan Tenaga Aliran Melalui

Pipa

Pada zat cair yang mengalir didalam

bidang batas (pipa, saluran terbuka atau bidang

datar) akan terjadi tegangan geser dan gradient

kecepatan pada seluruh medan aliran karena

adanya kekentalan. Tegangan geser tersebut

akan menyebabkan terjadinya kehilangan

tenaga selama pengaliran.

Dimana :

hf = Kehilangan Tenaga karena gesekan

f = Koefisiengesekan Darcy-Weisbach

L = Panjang Pipa

D = Diameter Pipa

V = Kecepatan Aliran

g = Gravitasi

Page 34: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Effa Sefti Zuhrotin1), Tamrin Rahman2), Rusfina

Widayati3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

31

2.5 Pompa

Pompa merupakan suatu alat yang digunakan untuk

memindahkan zat cair dengan meningkatkan tingkat

energi zat cair tersebut. Secara umum ada dua cara untuk

meningkatkan energy tersebut, yaitu dengan

mengkompresfluida dengan volume tetap pada ruang

terbatas, cara ini digunakan pada pompa positive

displacement, sedangkan cara satu lagi adalah

menaikkan tekanan dengan memnfaatkan sudut putar

untuk meningkatkan kecepatan fluida.Jenis – jenis

pompa yang biasanya adalah pompa sentrifugal, pompa

bolak - balik, pompa hidro automatik, pompa putaran

dan pompa hisap udara.

Pompa memiliki dua kegunaan utama, yaitu:

1. Memindahkan cairan dari satu tempat ke tempat

lainnya (misalnya air dari aquifer bawah tanah ke

tangki penyimpan air).

2. Mensirkulasikan cairan (misalnya air pendingin atau

pelumas yang melewati mesin-mesin dan

peralatan).

2.6 Debit Andalan

Debit andalan adalah debit yang diharapkan selalu

tersedia sepanjang tahun dengan resiko kegagalan yang

diperhitungkan sekecil mungkin. Apabila ditetapkan

debit andalan untuk keperluan irigasi 80% maka resiko

kegagalan 20% ini, terjadi pada debit pengambilan lebih

kecil dari pada debit yang diperhitungkan.

Data debit andalan pada umumnya diperlukan untuk

perencanaan pengembangan air irigasi, air baku dan

pembangkit tenaga listrik tenaga air (PLTA), yaitu untuk

menentukan perhitungan persediaan air pada bangunan

pengambilan (intake). Agar mendapatkan perhitungan

debit andalan yang baik, untuk itu diperlukan data

pencatatan debit dengan jangka waktu panjang, hal ini

untuk mengurangi terjadinya penyimpangan data

perhitungan yang terlalau besar. Pada perhitungan debit

andalan pada umumnya dilakukan dengan cara

merangking data debit rata-rata bulanan, setengah

bulanan atau debit rata-rata sepuluh harian, yang

ditetapkan berdasarkan pola operasi bendung atau

bendungan.

Perhitungan debit andalan pada prakteknya

dilapangan, yang sering dilakukan adalah penetapan

debit andalan dengan metode ranking dan metode

statistik.

2.6.1 Perhitungan Metode Ranking

Perhitungan debit andalan dengan metode ranking

dilakukan dengan data pencatatan debit seri jangka

panjang, selnjutnya data tersebut disusun atau diranking

mulai dari urutan data debit yang terkecil ke urutan

terbesar. Setelah data diurutkan terlebih dahulu

ditetapkan prosentase debit andalan yang diharapkan.

- Keperluan irigasi biasanya ditetapkan debit tersedia

80%, maka rumusnya :

M = 0,20 x N……………………….(2.1)

- Keperluan air baku :

Untuk air minum biasanya ditetapkan

debit tersedia 99%, maka rumusnya:

M = 0,01 x N……………………….(2.2)

- Untuk industri biasanya ditetapkan debit

tersedia 95%, maka rumusnya :

M = 0,05 x N…………….…………(2.3)

- Keperluan PLTA biasanya ditetapkan

debit tersedia 90%, maka rumusnya :

M = 0,10 x N……………………….(2.4)

Dimana :

M = Ranking debit andalan yang

diharapkan

N = Jumlah tahun data pengamatan

debit.

3. METODOLOGI

3.1 Lokasi Penelitian

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Data penelitian meliputi data curah hujan

10 tahun terakhir, data klimatologi satu tahun

terakhir.Dan data topografi Kota Balikpapan

yang diambil dari Google Earth.

Sebelum melakukan penelitian maka

dibuat langkah-langkah pelaksanaan alur

kegiatan penelitian agar dapat berjalan secara

sistematis dan tepat sasaran tercapainya tujuan

penelitian.Langkah awal yang perlu dilakukan

adalah studi pustaka lalu pengumpulan data

sekunder dilanjutkan dengan menganalisa dan

mengolah data. Analisis yang dilakukan adalah

jumlah kebutuhan air dan ketersediaan air

dengan menghitung debit andalan yang tersedia

pada DAS Manggar, serta kapasitas pompa dan

diameter pipa dengan menggunakan metode

analitik. Dimulai dengan metode geometrik

untuk menghitung proyeksi jumlah penduduk,

selanjutnya menghitung debit andalan dengan

menggunakan metode mock.

Page 35: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Effa Sefti Zuhrotin1), Tamrin Rahman2), Rusfina

Widayati3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

32

4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Perhitungan Proyeksi Penduduk

Berdasarkan sumber data jumlah penduduk pada

kecamatan di Kota Balikpapan dari tahun 2003 hingga

2014, maka dapat dilakukan perhitungan proyeksi

jumlah penduduk Balikpapan Utara, Balikpapan Selatan,

Balikpapan Timur, Balikpapan Tengah, Balikpapan

Barat dan Balikpapan Kota dengan tahun yang

direncanakan.

Tabel 5. Pertumbuhan Penduduk (Balikpapan Utara)

Tahun Jumlah Perkembangan

Jiwa %

2003 90514 0 0

2004 94028 3514 3.88

2005 94184 156 0.17

2006 94433 249 0.26

2007 96103 1670 1.77

2008 98541 2438 2.54

2009 102471 3930 3.99

2010 122098 19627 19.15

2011 123214 1116 0.91

2012 125759 2545 2.07

2013 130698 4939 3.93

2014 134146 3448 2.64

Jumlah 41.30

Rata-rata 3.44

Tabel 6. Proyeksi Penduduk (Balikpapan Utara)

Metode Geometrik :

Po = 134146 Jiwa

r = 3.44 %

= 0.034

Didapat persamaan forward projection :

Pn = 134146 (1+0.034)1

Maka ;

Pn1 = Po (1 + r )n

= 134146 (1+0.034)1

= 138763 Jiwa

4.2. Perhitungan Total Jumlah Kebutuhan

Air Kota Balikpapan

4.2.1 Air Domestik

a) Sambungan Rumah Tangga(SR)

Tabel 7. Kebutuhan Air untuk Sambungan

Rumah Tangga (Balikpapan Utara)

Perhitungan Sambungan Rumah Tangga (SR):

1. Pada kolom [1] = Nomor urut.

2. Pada kolom [2] = Tahun Proyeksi

(Tahun Perencanaan)

3. Pada Kolom [3] = Hasil Perhitungan

Proyeksi Jumlah Penduduk

4. Pada Kolom [4] = Tabel 2.2

Perhitungan Konsumsi Air No.1-8 sesuai

dengan kategori, kolom 1-6 sesuai dengan

kategori.

5. Pada kolom [5] = [3] x [4]

6. Pada Kolom [6] =Ditentukan

menurut kriteria perencanaan Dirjen Cipta

Karya Dinas PU

7. Pada Kolom [7] = [5]x[6]

8. Pada kolom [8] = [7]/(24x60x60)

Metode Geometrik

Pn = Po (1 + r )^n

1 2015 Pn1 138763

2 2016 Pn2 143540

3 2017 pn3 148480

4 2018 pn4 153591

5 2019 pn5 158878

6 2020 pn6 164347

7 2021 pn7 170004

8 2022 pn8 175855

9 2023 pn9 181908

10 2024 pn10 188170

11 2025 pn11 194647

12 2026 pn12 201346

13 2027 pn13 208277

14 2028 pn14 215446

15 2029 pn15 222862

16 2030 pn16 230533

17 2031 pn17 238468

18 2032 pn18 246676

19 2033 pn19 255167

20 2034 pn20 263950

21 2035 pn21 273035

nTahunNo

Page 36: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Effa Sefti Zuhrotin1), Tamrin Rahman2), Rusfina

Widayati3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

33

b) Hidran Umum (HU)

Tabel 8. Kebutuhan Air untuk Sambungan Hidran

Umum (Balikpapan Utara)

Perhitungan Hidran Umum (HU) :

1. Pada kolom [1] = Nomor urut.

2. Pada kolom [2] = Tahun Proyeksi (Tahun

Perencanaan)

3. Pada Kolom [3] = Jumlah Penduduk Jiwa

4. Pada Kolom [4] = Standar Pemakaian dilihat

pada tabel sebelumnya, tabel 2.2 Perhitungan

Konsumsi Air. Dengan kategori kota berdasarkan

jumlah penduduk (jiwa) dan termasuk kedalam

kategori Kota yang sesuai, dengan nilai Konsumsi

unit hidran (HU).

5. Pada kolom [5] = [3] x [4]

6. Pada Kolom [6] = Ditentukan menurut kriteria

perencanaan Dirjen Cipta Karya Dinas PU

7. Pada Kolom [7] = [5]x[6]

8. Pada kolom [8] = [7]/(24x60x60)

4.2.2 Air NonDomestik

a) Fasilitas Pendidikan

Tabel 9. Kebutuhan Air untuk Fasilitas

Pendidikan

Perhitungan Kebutuhan Air untuk Fasilitas

Pendidikan

1. Pada kolom [1] = Nomor urut.

2. Pada kolom [2] = Tahun Proyeksi

(Tahun Perencanaan)

3. Pada Kolom [3] = Jumlah Proyeksi

Pertumbuhan Pelajar tahun 2015 - 2035

4. Pada Kolom [4] = Tabel 2.4

Kebutuhan Air untuk Institusi

5. Pada kolom [5] = [3] x [4]

6. Pada kolom [6] = [5]/(24x60x60)

Page 37: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Effa Sefti Zuhrotin1), Tamrin Rahman2), Rusfina

Widayati3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

34

b) Fasilitas Puskesmas

Tabel 10. Kebutuhan Air untuk Fasilitas Puskesmas

Perhitungan Kebutuhan Air untuk Fasilitas Puskesmas:

1. Pada kolom [1] = Nomor urut.

2. Pada kolom [2] = Tahun Proyeksi (Tahun

Perencanaan)

3. Pada Kolom [3] = Jumlah Unit diasumsikan

bersifat konstan

4. Pada Kolom [4] = Tabel 2.4 Kebutuhan Air

untuk Institusi

5. Pada kolom [5] = [3] x [4]

6. Pada kolom [6] = [5]/(24x60x60)

c) Fasilitas Peribadatan

Tabel 11. Kebutuhan Air untuk Fasilitas Peribadatan

Perhitungan Kebutuhan Air untuk Fasilitas

Mesjid:

1. Pada kolom [1] = Nomor urut.

2. Pada kolom [2] = Tahun Proyeksi

(Tahun Perencanaan)

3. Pada Kolom [3] = Jumlah Unit

diasumsikan bersifat konstan

4. Pada Kolom [4] = Tabel 2.4

Kebutuhan Air untuk Institusi

5. Pada kolom [5] = [3] x [4]

6. Pada kolom [6] = [5]/(24x60x60)

4.3 Perhitungan Analisis Debit Andalan

4.3.1 Probabilitas 80% dan 90%

Tabel 12. Analisis Debit Andalan Probabilitas

80% dan 90%

Gambar 2. Grafik Analisis Debit Andalan

Probabilitas 80% dan 90%

No. Bulan 80% 90%

1 Jan 2.133 3.089

2 Feb 2.760 4.093

3 Mar 2.167 2.945

4 Apr 2.101 3.358

5 Mei 2.577 3.156

6 Jun 2.781 4.178

7 Jul 1.585 4.434

8 Aug 1.588 2.916

9 Sep 0.439 1.338

10 Okt 0.408 2.822

11 Nop 1.942 5.051

12 Des 2.914 4.331

1.950 3.476Rata-rata

Page 38: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Effa Sefti Zuhrotin1), Tamrin Rahman2), Rusfina

Widayati3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

35

4.3.2 Probabilitas 80% dan Jumlah Kebutuhan

Waduk Manggar

Gambar 3. Grafik Analisis Debit Andalan Probabilitas 80%

dan Jumlah Total Kebutuhan Air Kota Balikpapan

Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa

Balikpapan di tahun 2017 membutuhkan tambahan air

bersih di bulan 9 dan 10, sedangkan ditahun 2035

Balikpapan membutuhkan tambahan air apda bulan 3,4

7, 8, 9, dan 10

Kehilangan air diperkirakan 20% maka kebutuhan

kapasitas produksinya untuk tahun 2035 adalah sebesar :

Jumlah Kebutuhan Air Balikpapan = 2352.02 l/det

=2.3520 m3/det

Karena pada bulan 9 dan 10 Waduk Manggar

kekurangan air sebesar 0.439 m3/detik dan 0.408

m3/detik. Maka jumlah kebutuhan air Balikpapan akan

ditambah dengan ketersediaan air di Waduk Manggar

sebesar 0.4232 m3/detik (diambil nilai rata-rata debit air

pada bulan 9 dan bulan 10)

Total Jumlah Air Balikpapan = 2.3520 m3/det +

0.4232 m3/det = 2.7752 m

3/det= 2775.52 liter/detik

Total Kebutuhan (ltr/detik)= 2775.22 + 20% = 2775.22

+ 555.04= 3330.26 liter/detik

4.4 Perhitungan Diameter Pipa

- PIPA I

Data :

Q = 3330.26 ltr/detik

= 3.330 m3/det

Q = V x A

Q = V x (

)

3.330 = V x (

)

D2 =

D2 =

=

= 2.828

D = 1.682m

= 168.174 cm

= 1681.739 mm =1600 mm

= 66.210 inch = 64 inch

Tabel 13. Rekapitulasi Diameter Pipa HDPE

4.5 Perhitungan Kehilangan Teknanan Air

pada Pipa

Dengan Panjang Pipa I = 8874.77 m

a) Mencari Luas Penampang (A)

PIPA I

A =

=

= 2.220 m2

b) Mencari Kecepatan Aliran (v)

PIPA I

A =

=

= 1.50 m/det

c) Mencari Nilai Re

PIPA I

Re =

Re =

= 2505073 Turbulen

4000 < Re < 100000

d) Mencari Nilai f

f1 = [ (

) ]

- PIPA I

f1

= [

(

) ]

= 0.02702

e) Mencari Nilai Hf

PIPA I

hf1 =

hf1 =

= 10.8993 m

Panjang Diameter Kecepatan hf

(m) (mm) (m/det) (m)

1 Pipa I 8875 1600 0.005 1.500 10.899 HDPE

2 Pipa II 12211 1600 0.005 1.500 14.996 HDPE

3 Pipa III 8012 1600 0.005 1.500 9.840 HDPE

4 Pipa IV 12865 1600 0.005 1.500 15.800 HDPE

5 Pipa V 5931 1400 0.005 2.000 11.648 HDPE

6 Pipa VI 4661 1400 0.005 2.000 9.154 HDPE

7 Pipa VII 9042 1400 0.005 2.000 17.759 HDPE

8 Pipa VIII 5403 1400 0.005 2.000 10.611 HDPE

Jenis PipaKekasaranNo Link

Page 39: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Effa Sefti Zuhrotin1), Tamrin Rahman2), Rusfina

Widayati3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

36

4.6 Perhitungan Daya Pompa

H1 = Hs + hf

= 71.323 + 10.8993

= 82.2223 m

DAYA POMPA

- Pompa 1

D1 =

=

= 4452.39 hp

= 3320144 Watt

= 3320.14 KW

Tabel 14. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Daya Pompa

5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.3 Kesimpulan

1. Dari hasil perhitungan menggunakan metode

geometrik dalam pertumbuhan penduduk didapat

kebutuhan air bersih Kota Balikpapan pada tahun

2035 sebesar 2352.02 liter/detik atau sama dengan

2.3520 m3/detik. Ditambah dengan debit Waduk

Manggar yang tersedia sebesar 0.4232 m3/detik

menjadi 2.7752 m3/detik atau sama dengan 2775.21

liter/detik. Serta ditambah dengan kehilangan air

20% maka kebutuhan air total Kota Balikpapan di

tahun 2035 sebesar 3330.26 liter/detik.

2. Dari Analisis Debit Andalan probabilitas 80% dan

Jumlah total kebutuhan air Kota Balikpapan yang

ada, dapat disimpulkan bahwa Kota Balikpapan di

tahun 2017 membutuhkan tambahan air bersih di

bulan 9 dan 10, sedangkan ditahun 2035 Balikpapan

membutuhkan tambahan air apda bulan 3,4 7, 8, 9,

dan 10.

3. Dari hasil perhitungan kebutuhan air bersih Kota

Balikpapan sebagai acuan menghitung diameter pipa

distribusi didapat dengan berbagai pipa yang ada

sesuai dengan kebutuhan pada jalur pipa yaitu Pipa I,

Pipa II, Pipa III dan Pipa IV menggunakan Diameter

Pipa 1600 mm, sedangkan Pipa V, Pipa VI, Pipa VII,

Pipa VIII menggunakan Diameter Pipa sebesar 1400

mm.

4. Dari hasil yang didapat dari nilai kebutuhan,

diameter pipa dan kehilangan energi menghitung

daya pompa akan digunakan dengan debit sebesar

2.7752 m3/det, besar jenis zat cair 1.000

kgf/m3 dan nilai efisiensi pompa 0,82 dan

0,70. Jadi, Total daya pompa yang dipakai

untuk perencanaan distribusi air bersih

Balikpapan sebesar 17903.502 HP atau

sama dengan 13350.641 KW.

5.4 Saran

1. Menggunakan data pendukung lebih

lengkap lagi, agar mempermudah dalam

proses Analisis.

2. Lebih detail dalam proses perhitungan ,

agar meminimalisir kesalahan dalam

perhitungan. Dan melakukan

pengembangan dari skripsi sebelumnya

dengan menggunakan berbagai program

atau software atau dengan beberapa metode

perhitungan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Alimudin and Daulay, Saleh, Hasyim., 2015,

Mahakam River As A Potential Raw

Water Source On Regional Basis For

Balikpapan, Samarinda and Kutai

Kartanegara Area. HATHI, The 5TH

International Seminar. Bali.

Badan Pendukung Pengembangan Sistem

Penyediaan Air Minum (BPPSPAM).

Kementerian PU. 2009. Pedoman

Operasi Dan Pemeliharaan Unit

Distribusi Edisi Ke-2.Jakarta.

Fazrin, Maulana., 2018, Perencanaan Distribusi

Air Bersih Universitas Mulawarman.

Tugas Akhir, S1, Jurusan Teknik Sipil

Universitas Mulawarman

Hadisusanto, Nugroho, 2011, Aplikasi

Hidrologi, Yogyakarta: Jogja

Mediautama

Kodoatie, Robert J., 2009, Hidrolika Terapan

Aliran Pada Saluran Terbuka dan

Pipa, Yogyakarta.

Noor, Nita Ocktavian., 2013, Simulasi

Perbandingan Efisiensi Energi Pompa

pada Arah Pemompaan Menggunakan

Software Epanet 2.0. Tugas Akhir, S1,

Jurusan Teknik Sipil Universitas

Mulawarman.

Sandy, Ananda Taqwakul., 2015, Perhitungan

Reservoir dan Sistem Perpipaan Air

Bersih pada Desa Teluk Dalam

Kabupaten Kutai Kartanegara Dengan

Software Epanet. Tugas Akhir,

Jurusan Teknik Sipil Politeknik

Negeri Samarinda.

Elevasi Tekanan Efektif

(m) (m) hp Watt KW

1 D-1 3.353 82.22230017 4452.386 3320144.075 3320.144

2 D-2 74.676 43.34325372 2710.692 2021363.046 2021.363

3 D-3 46.329 51.29314321 3207.879 2392115.388 2392.115

4 D-4 87.782 20.98053147 1312.125 978451.486 978.451

5 D-5 82.601 42.12789 2634.683 1964683.146 1964.683

6 D-6 52.121 10.67771756 667.786 497967.777 497.968

7 D-7 53.645 26.90250547 1682.486 1254629.630 1254.630

8 D-8 62.789 19.75477413 1235.466 921286.867 921.287

Daya PompaNo Link

Page 40: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Effa Sefti Zuhrotin1), Tamrin Rahman2), Rusfina

Widayati3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

37

Selintung, Mary, 2012, Pengenalan Sistem Penyedia Air

Minum, Makasar.

Ristiyani, Helvi., 2016, Perhitungan Debit Banjir Sungai

Karang Mumus dengan Menggunakan Metode

Mock. Tugas Akhir, S1, Jurusan Teknik Sipil

Universitas Mulawarman.

Rossman, Lewis A., 2007. EPANET 2 Users Manual

Versi Bahasa Indosnesia, National Risk

Management Research Laboratory Office Of

Research And Development U.S.

Environmental Protection Agency Cincinnati,

Oh 45268

Triatmodjo, Bambang. 1996. “Hidraulika I”. Beta

Offset, Yogyakarta.

Triatmodjo, Bambang. 1996. “Hidraulika II”. Beta

Offset , Yogyakarta.

Page 41: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Hillman Yunardhi1), M.Jazir AlkasI2), Heri Sutanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

38

ANALISA KERUSAKAN JALAN DENGAN METODE

PCI DAN ALTERNATIF PENYELESAIANNYA (STUDI

KASUS : RUAS JALAN D.I. PANJAITAN)

Hillman Yunardhi1)

, M.Jazir Alkas2)

, Heri Sutanto3)

1,2,3) Teknik Sipil Universitas Mulawarman,

Jl. Sambaliung No.9 Kampus Gunung Kelua,Samarinda - 75119,

email: [email protected]

ABSTRACT

Peningkatan kebutuhan ekonomi dan pergerakan masyarakat secara cepat memberikan konsekuensi (tugas)

kepada pemerintah baik pusat maupun daerah untuk melakukan percepatan penyediaan dan pemeliharaan

infrastruktur transportasi berupa jalan dan jembatan yang baik. Menimbang hal tersebut, kebijakan pasca-

konstruksi infrastruktur menjadi lebih signifikan. Ini disebabkan mulainya berbagai kesulitan yang ditimbulkan

dalam kegiatan-kegiatan perawatan, rehabilitasi dan manajemen jaringan jalan yang sudah ada agar tetap dapat

digunakan secara baik. Prasarana jalan yang terbebani oleh volume lalu lintas yang tinggi dan berulang-ulang

akan menyebabkan terjadi penurunan kualitas jalan. Sebagai indikatornya dapat diketahui dari kondisi

permukaan jalan, baik kondisi struktural maupun fungsionalnya yang mengalami kerusakan. Begitu pula yang

terjadi pada ruas jalan D.I. Panjaitan yang merupakan jalan utama antar kota.

Penelitian awal terhadap kondisi permukaan jalan tersebut yaitu dengan melakukan survei secara visual yang

berarti dengan cara melihat dan menganalisis kerusakan tersebut berdasarkan jenis dan tingkat kerusakannya

untuk digunakan sebagai dasar dalam melakukan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan. Penilaian untuk

mengetahui dan mengelompokan jenis dan tingkat kerusakan perkerasan jalan, serta menetapkan nilai kondisi

perkerasan jalan dengan cara mencari nilai Pavement Condition Index (PCI) dan upaya perbaikannya.

Dari hasil analisis diperoleh kondisi ruas jalan D.I. Panjaitan dengan metode Pavement Condition Index (PCI)

didapat nilai PCI rata-rata ruas jalan D.I. Panjaitan menuju Bontang adalah 79 %. Klasifikasi perkerasaan

berdasarkan rating kondisi jalan metode PCI = Very Good. Artinya kondisi jalan masih dalam keadaan sangat

baik, namun diperbolehkan untuk dilakukan pemeliharaan demi peningkatan kualitas jalan itu sendiri. Dan nilai

PCI rata-rata ruas jalan D.I. Panjaitan menuju Samarinda adalah 98 %. Klasifikasi perkerasaan jalur Samarinda –

Bontang berdasarkan rating kondisi jalan metode PCI = Excelent. Artinya kondisi jalan keseluruhannya masih

dalam keadaan sangat baik.

ABSTRACT

Increased economic needs and rapid movement of the community provide consequences (duties) to the central

and regional governments to accelerate the provision and maintenance of transportation infrastructure in the

form of roads and bridges are good. Considering this, the post-infrastructure infrastructure policy becomes

more significant. This is due to the onset of difficulties created in existing maintenance, rehabilitation and road

network management activities in order to remain in good use. Road infrastructure burdened with high traffic

volume and repeatedly will cause a decrease in road quality. As an indicator can be known from the condition

of the road surface, both structural and functional conditions that are damaged. Similarly, what happens on

D.I. Panjaitan which is the main road between cities.

Preliminary research on the condition of the road surface is by doing a visual survey that means by looking and

analyzing the damage based on the type and level of damage to be used as a basis in performing maintenance

and repair activities. Assessment to know and classify the types and extent of road pavement damage, and to

determine the value of pavement conditions by finding the value of Pavement Condition Index (PCI) and the

improvement effort.

From result of analysis obtained condition of road segment D.I. Panjaitan by Pavement Condition Index

method (PCI) got the average PCI value of D.I. Panjaitan to Bontang is 79%. Classification perceived based

on rating condition of path method PCI = Very Good. This means that road conditions are still in very good

condition, but allowed to be done for the maintenance of road quality improvement itself. And the average PCI

value of the D.I. Panjaitan to Samarinda is 98%. Classification of Samarinda line pathways - Bontang based

on rating condition of path method PCI = Excelent. This means that the overall road conditions are still in very

good condition.

Keywords: infrastructure, value, PCI, rating, rehabilitation

Page 42: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Hillman Yunardhi1), M.Jazir AlkasI2), Heri Sutanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

39

1. PENDAHULUAN

Peningkatan kebutuhan ekonomi dan pergerakan

masyarakat secara cepat memberikan konsekuensi

(tugas) kepada pemerintah baik pusat maupun

daerah untuk melakukan percepatan penyediaan dan

pemeliharaan infrastruktur transportasi berupa jalan

dan jembatan yang baik. Menimbang hal tersebut,

kebijakan pasca-konstruksi infrastruktur menjadi

lebih signifikan. Ini disebabkan mulainya berbagai

kesulitan yang ditimbulkan dalam kegiatan-kegiatan

perawatan, rehabilitasi dan manajemen jaringan

jalan yang sudah ada agar tetap dapat digunakan

secara baik.

Prasarana jalan yang terbebani oleh volume lalu

lintas yang tinggi dan berulang-ulang akan

menyebabkan terjadi penurunan kualitas jalan.

Sebagai indikatornya dapat diketahui dari kondisi

permukaan jalan, baik kondisi struktural maupun

fungsionalnya yang mengalami kerusakan. Kondisi

permukaan jalan dan bagian jalan lainnya perlu

dipantau untuk mengetahui kondisi permukaan jalan

yang mengalami kerusakan tersebut.

Penelitian awal terhadap kondisi permukaan

jalan tersebut yaitu dengan melakukan survei secara

visual yang berarti dengan cara melihat dan

menganalisis kerusakan tersebut berdasarkan jenis

dan tingkat kerusakannya untuk digunakan sebagai

dasar dalam melakukan kegiatan pemeliharaan dan

perbaikan.

Penilaian untuk mengetahui

danmengelompokan jenis dan tingkat kerusakan

perkerasan jalan, serta menetapkan nilai kondisi

perkerasan jalan dengan cara mencari nilai

Pavement Condition Index (PCI) dan upaya

perbaikannya.

Penilaian terhadap kondisi perkerasan jalan

merupakan aspek yang paling penting dalam hal

menentukan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan

jalan. untuk melakukan penilaian kondisi perkerasan

jalan tersebut, terlebih dahulu perlu ditentukan jenis

kerusakan, penyebab, serta tingkat kerusakan yang

terjadi.

Pentingnya kondisi konstruksi perkerasan jalan

yang baik diupayakan mampu memenuhi syarat-

syarat berlalu lintas dan syarat-syarat struktural.

Syarat-syarat berlalu lintas yaitu konstruksi

perkerasan lentur dipandang dari keamanan dan

kenyamanan berlalu lintas, haruslah memenuhi

syarat-syarat: permukaan yang rata, permukaan

cukup kaku, permukaan cukup kesat dan permukaan

tidak mengkilap.

Kondisi syarat-syarat struktural yaitu konstruksi

perkerasan jalan dipandang dari kemampuan

memikul dan menyebarkan beban, haruslah

memenuhi syarat-syarat : ketebalan yang cukup,

kedap terhadap air, permukaan mudah mengalirkan

air, kekakuan untuk memikul beban yang bekerja

tanpa menimbulkan deformasi yang berarti. Hal

tersebut tidak sesuai dengan kondisi ruas jalan D.I.

Panjaitan.

Penanganan kerusakan jalan ditujukan agar

jaringan jalan tetap dapat menjalankan peranannya

dengan baik. Hal tersebut dapat terpenuhi jika ruas

jalan yang ada berada dalam kondisi kemampuan

yang prima. Berdasarkan hal tersebut maka perlu

diadakan evaluasi kembali untuk mengetahui kondisi

jalan yang ada. Setelah diketahui hasilnya kemudian

menentukan langkah-langkah penanganan kerusakan

jalan, hal ini adalah merupakan bagian dari

pemeliharaan jalan.

Untuk dapat menyusun program pemeliharaan

rutin dan cara penangannya diperlukan dukungan

data lapangan yang lengkap yang dapat diperoleh

melalui survai kondisi jalan. Survei kondisi jalan

dilakukan secara visual, yaitu dengan melihat

langsung jenis dan tipe kerusakan, sehingga hasil

yang didapat dari pengamatan tersebut dapat

mengumpulkan data-data yang akurat dan dapat

ditetapkan cara perbaikannya.

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui jenis-jenis kerusakan jalan

dan cara penanganannya yang terjadi pada ruas

jalan D.I. Panjaitan dengan menggunakan

metode PCI.

2. Untuk mengetahui nilai kondisi perkerasan

atau tingkat kerusakan yang terjadi pada

permukaan perkerasan di ruas jalan D.I.

Panjaitan Samarinda.

Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi pada :

1. Penelitian dilakukan pada ruas jalan D.I.

Panjaitan Samarinda

2. Analisa tingkat kerusakan dilakukan dengan

metode PCI

3. Data primer berupa hasil pengamatan secara

visual serta hasil pengukuran yang terdiri dari

panjang, lebar, luasan dan kedalaman dari tiap

jenis kerusakan

4. Jenis kerusakan yang dikaji hanya pada lapisan

permukaan (surface course)

5. Sumber penelitian berdasarkan buku karangan

Shahin, M.Y. dan Walther, J.A. dengan judul

Pavement Maintenance Management for Roads

and Streets Using The PAVER System.

Page 43: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Hillman Yunardhi1), M.Jazir AlkasI2), Heri Sutanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

40

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Jalan

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34

Tahun 2006, jalan adalah prasarana transportasi

darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk

bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang

diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada

permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di

bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas

permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori,

dan jalan kabel.

2.2. Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan adalah campuran antara

agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk

melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai

adalah batu pecah, batu belah ataupun batu kali.

Sedangkan bahan ikat yang digunakan adalah

aspal, semen ataupun tanah liat.

2.3 Vehicle Damage Factor (VDF)

Daya rusak jalan atau lebih dikenal dengan

Vehicle Damage Factor, selanjutnya disebut

VDF, merupakan salah satu parameter yang dapat

menentukan tebal perkerasan cukup signifikan,

dan jika makin berat kendaraan (khususnya

kendaraan jenis Truck) apalagi dengan beban

overload, nilai VDF akan secara nyata membesar,

seterusnya Equivalent Single Axle Load

membesar.

Angka ekivalen beban sumbu kendaraan

adalah angka yang menyatakan perbandingan

tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu

lintasan beban sumbu tunggal / ganda kendaraan

terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh

satu lintasan beban standar sumbu tunggal seberat

8,16 ton (18.000 lb).

Angka Ekivalen (E) masing-masing

golongan beban sumbu (setiap kendaraan)

ditentukan menurut rumus dibawah ini :

Sumbu tunggal = 4

8160

Kg dalam galsumbu tungsatu

Beban

Sumbu ganda =

0,086 x

4

8160

Kg dalam tunggal sumbu satu Beban

Konfigurasi beban sumbu pada berbagai jenis

kendaraan beserta angka ekivalen kendaraan

dalam keadaan kosong (min) dan dalam keadaan

bermuatan (max) berdasar Manual No.

01/MN/BM/83, dapat dilihat pada Tabel dibawah.

2.4 Kerusakan Pada Jalan Raya

Lapisan perkerasan sering mengalami

kerusakan atau kegagalan sebelum mencapai

umur rencana. Kerusakan pada perkerasan dapat

dilihat dari kegagalan fungsional dan structural.

Khusus untuk keperluan dalam perhitungan

nilai kondisi jalan menggunakan metode

Pavement Condition Index (PCI), jenis-jenis

kerusakan pada perkerasan lentur diklasifikasikan

sebagai berikut:

1. Retak kulit buaya (alligator cracking)

2. Kegemukan (bleeding)

3. Retak blok (block cracking)

4. Tonjolan dan lengkungan (bump and sags)

5. Keriting (corrugation)

6. Amblas (depressions)

7. Retak tepi (edge cracking)

8. Retak refleksi sambungan (joint reflection

cracking)

9. Penurunan bahu jalan (lane / shoulder drop

off)

10. Retak memanjang / melintang (longitudinal /

transverse cracking)

11. Tambalan dan galian utilitas (patching and

utility cut patching)

12. Pengausan (polished aggregate)

13. Lubang (potholes)

14. Persilangan jalan rel (railroad crossing)

15. Alur (rutting)

16. Sungkur (shoving)

17. Retak selip (slippage cracking)

18. Pengembangan (swell)

19. Pelapukan dan pelepasan butir (weathering

and raveling)

Page 44: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Hillman Yunardhi1), M.Jazir AlkasI2), Heri Sutanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

41

Sedangkan pada perkerasan kaku (Rigid)

jenis-jenis kerusakan yang terjadi adalah sebagai

berikut :

1. Blowup/Buckling

2. Retak Sudut (Corner Break)

3. Pelat Terbagi (Divided Slab)

4. Retak Daya Tahan (Durability (“D”)

Cracking)

5. Penurunan/patahan (Faulting)

6. Kerusakan Penutup Sambungan (Joint Seal

Damage)

7. Pinggir Turun (Lane/Shoulder Drop-Off)

8. Linear Cracking (Longitudinal, Transverse,

and Diagonal Cracks)

9. Tambalan Besar (lebih dari 0,45 m2) dan

Galian utilitas (Patching, Large (More Than

0,45 m2) and utility cuts)

10. Tambalan Kecil (kurang dari 0,45 m2)

(Patching, Small (Less than 0,45 m2))

11. Agregat Licin/pengausan (Polished Agregate)

12. Popouts

13. Pemompaan (Pumping)

14. Punchout

15. Persilangan Jalan Rel (Railroad Crossing)

16. Scalling/Map Cracking/Crazing

17. Retak Susut (Shrinkage Cracks)

18. Gompal Sudut (Spalling, Corner)

19. Gompal Sambungan (Spalling, Joint)

2.5 Metode Pavement Condition Index (PCI)

2.5.1 Pengertian PCI

Pavement Condition Index (PCI) adalah salah

satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan

berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi

dan digunakan sebagai acuan dalam pemeliharaan.

Nilai Pavement Condition Index (PCI) memiliki

rentang 0 (nol) sampai dengan 100 (seratus)

dengan kriteria sempurna (excellent), sangat baik

(very good), baik (good), sedang (fair), jelek

(poor), sangat jelek (very poor), dan gagal (failed)

(Shahin, 1994)

2.5.2 PerbedaanPCI dan PSI

Terdapat beberapa cara untuk menilai kondisi

perkerasan diantaranya ialah Pavement Condition

Index (PCI). Pada cara PCI, jumlah retakan,

tingkat terjadinya alur, dan pengukuran kekasaran

permukaan digabung secara empiris untuk

menghitung nilai PCI.

Indeks Permukaan (IP) atau Present

Serviceability Index (PSI) merupakan konsep

hubungan antara opini penilaian pengguna jalan

dengan hasil pengukuran ketidakrataan

(roughness), kerusakan retak, tambalan, dan

kedalaman alur (Yoder & Witczak,1975).

25,0

10 )(38,1)(01,0)1(log9,103,5 RDPCSVPSI

Dimana : PSI = Present Serviceability Index

SV = Slope Variance

C = Panjang retak

P = Luas Tambalan

RD = Kedalaman alur

Kemudian persamaan ini dikembangkan

dengan variasi penggunaan alat pengukur

roughness sehingga konstanta persamaan regresi

berubah, sehingga persamaan dengan

menggunakan alat Bump Integrator menjadi :

(Yoder & Witczak, 1975)

( ) ( )

( )

Menurut Al-Omari dan Darter (1992) nilai

PSI disederhanakan sebagai fungsi dari

International Roughness Index (IRI), bahwa

kerusakan retak, tambalan dan alur dipandang

sudah diwakili oleh IRI. Hubungan antara nilai

PSI dan IRI sebagai berikut:

)26,0(5 IRIePSI

Dimana : PSI = Present serviceability Index atau Indeks

Permukaan

IRI = International Roughness Index

2.5.3 Tingkat Kerusakan (Severity Level) ,

Cara Mengukurnya, dan Pilihan Perbaikan

Severity level adalah tingkat kerusakan pada

tiap-tiap jenis kerusakan. Tingkat kerusakan yang

digunakan dalam perhitungan PCI adalah low

severity level (L), medium severity level (M) dan

high severity level (H).

Perkerasan Lentur (Aspal)

Retak Kulit Buaya

Istilah lain adalah chickenwire cracks,

alligator cracks, polygonal cracks, dan crazing.

Lebar celah retak ≥ 3 mm dan saling berangkai

membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang

Page 45: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Hillman Yunardhi1), M.Jazir AlkasI2), Heri Sutanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

42

menyerupai kulit buaya atau kawat untuk kandang

ayam. Berikut tingkatan kerusakan serta cara

mengukurnya.

Tabel 2.1 Tingkat Kerusakan Retak Kulit Buaya

Tingkat

Kerusakan Keterangan Pilihan perbaikan

L

Halus, retak rambut/halus

memanjang sejajar

satu dengan yang lain, dengan atau

tanpa berhubungan

satu sama lain. Retakan tidak

mengalami

gompal*.

Belum perlu diperbaiki,

penutup

permukaan, lapisan tambahan

M

Retak kulit buaya

ringan terus

berkembang ke

dalam pola atau jaringan retakan

yang diikuti dengan

gompal ringan.

Penambalan

parsial, atau

diseluruh

kedalaman, lapisan tambahan,

rekontruksi

H

Jaringan dan pola

retak telah berlanjut,

sehingga pecahan-pecahan dapat

diketahui dengan

mudah, dan terjadi gompal di pinggir.

Beberapa pecahan

mengalami rocking akibat beban lalu

lintas.

Penambalan

parsial, atau

diseluruh kedalaman,

lapisan tambahan,

rekontruksi

*Retak gompal adalah pecahan material di sepanjang sisi retakan.

Sumber: Shahin, 1994

Perkerasan Kaku (Rigid)

Linear Cracking (Longitudinal, Transverse, and

Diagonal Cracks)

Retak-retak ini yang membagi pelat menjadi

dua atau tiga potong, biasanya disebabkan oleh

kombinasi pengulangan beban lalu lintas. Pelat

yang terbagi menjadi empat atau lebih maka

dihitung sebagai pelat terbagi (devided slab).

Tabel 2.26 Tingkat Kerusakan Linear Cracking

Tingkat

Kerus

akan

Keterangan Pilihan

Perbaikan

L

Retak tidak terisi dengan

lebarnya 3 – 25 mm atau

retak terisi sembarang lebar, dengan pengisi

dalam kondisi baik. Tidak

ada patahan (faulting)

Belum perlu

perbaikan;

penutupan retak untuk

retak >1/8 in

(3mm).

M

Satu dari kondisi berikut yang terjadi ;

1. Retak tak terisi dengan lebar 25 – 76 mm dan

taka da patahan

(faulting) 2. Retak tak terisi dengan

lebar sampai 76 mm dan

Penutupan retak.

patahan (faulting) < 10

mm 3. Retak berisi dengan

patahan (faulting) 10

mm

H

Satu dari kondisi berikut terjadi :

1. Retak tak terisi dengan

lebar > 76 mm 2. Retak terisi atau tak

terisi dengan sembarang

lebar diikuti patahan > 10 mm

Penutupan retak;

penambalan

diseluruh kedalaman;

penggantian

pelat.

Sumber: Shahin, 1994

Salah satu dari tingkat kerusakan yang

diidentifikasi, kerusakan itu dicatat sebagai satu

pelat. Jika dua dua medium retak terjadi dalam

satu pelat, pelat dicatat sebagai yang memiliki

satu tingkat keparahan tinggi (high). Pelat yang

terbagi hingga empat atau lebih maka dihitung

sebagai pelat terbagi (devided slab).

2.5.4 Density (Kadar Kerusakan)

Density atau kadar kerusakan presentase

kerusakan terhadap luasan suatu unit segmen yang

diukur meter persegi atau meter panjang. Nilai

density suatu jenis kerusakan dibedakan juga

berdasarkan tingkat kerusakannya.

Untuk menghitung nilai density dipakai

rumus sebagai berikut:

Density =

atau

Density =

dengan:

Ad : Luas total jenis kerusakan untuk tiap

tingkat kerusakan (m2)

Ld : Panjang total jenis kerusakan untuk tiap

tingkat kerusakan (m)

As : Luas total unit segmen (m2)

2.5.5 Deduct Value (Nilai pengurangan)

Deduct Value adalah nilai pengurangan untuk

tiap jenis kerusakan yang diperoleh dari kurva

hubungan antara density dan deduct value. Deduct

value juga dibedakan atas tingkat kerusakan untuk

tiap-tiap jenis kerusakan. Berikut merupakan

contoh kurva hubungan Antara density dan deduct

value berdasarkan jenis kerusakan :

Page 46: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Hillman Yunardhi1), M.Jazir AlkasI2), Heri Sutanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

43

Density, %

Gambar 1. Kurva deduct value untuk retak buaya

2.5.6 Total Deduct Value (TDV)

Total Deduct Value (TDV) adalah nilai total

dari individual deduct value untuk tiap jenis

kerusakan dan tingkat kerusakan yang ada pada

suatu unit penelitian.

2.5.7 Corrected Deduct Value (CDV)

Corrected Deduct Value (CDV) adalah

diperoleh dari kurva hubungan antara nilai TDV

dan nilai CDV dengan pemilihan lengkung kurva

sesuai dengan jumlah nilai individual deduct value

yang mempunyai nilai lebih besar dari 2 (dua)

TOTAL DEDUCT VALUE (TDV)

Gambar 2. Grafik Hubungan Total Deduct Value dan

Corrected Deduct Value Asphalt

2.5.8 Klasifikasi Kualitas Perkerasan

Jika nilai CDV telah diketahui, maka nilai PCI

tiap unit diketahui dengan rumus:

PCI(s) = 100 – CDV

dengan:

PCI(S) : Pavement Condition Index untuk tiap unit.

CDV : Corrected Deduct Value untuk tiap unit.

Untuk nilai PCI Secara keseluruhan:

PCI = ∑

dengan: PCI : Nilai PCI perkerasan keseluruhan.

PCI(S) : Pavement condition index untuk tiap unit.

N : Jumlah unit.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Karakteristik Jalan

Nama ruas jalan : Jl. D.I. Panjaitan

Jumlah lajur : 4

Lebar lajur : 3,5 m

Lebar median : 60 cm

Tipe perkerasan : lentur dan kaku

Lebar drainase : 1.3 m

3.2 Lalu Lintas Harian Rerata

3.2.1 Karakteristik Lalu Lintas

Arus terbanyak yang melalui lajur Samarinda

– Bontang didominasi oleh sepada motor yaitu

6862,2 smp/hari. Sedangkan yang terendah

adalah truck tempelan dengan menembus angka

2,6 smp/hari. Angka-angka di atas didapat dari

perkalian faktor emp dengan data lalu lintas

harian di lapangan yang terkumpul sesuai dengan

tipe kendaraannya. Berikut data LHR untuk jalur

sebelah kanan.

Arus terbanyak yang melalui lajur Bontang –

Samarinda didominasi oleh sepada motor yaitu

8050,4 smp/hari. Sedangkan yang terendah adalah

bus besar umum dengan menembus angka 1,8

smp/hari. Angka-angka di atas didapat dari

perkalian faktor emp dengan data lalu lintas

harian di lapangan yang terkumpul sesuai dengan

tipe kendaraannya.

3.2.2 Karakteristik Lalu Lintas Terklasifikasi

Didapat jenis kendaraan yang melalui jalan

tersebut adalah sebagai berikut.

1. Sepeda motor

2. Sedan, jeep, van, taxi

3. Mobil penumpang

4. Bus sedang umum

5. Bus sedang pariwisata

6. Bus besar umum

7. Hantaran, pickup

8. Truck 2 as umum

9. Truck 2 as tangki

10. Truck 3-5 as barang

11. Truck 3-5 as tangki

12. Truck gandeng

13. Truck tempelan

14. Truck container 20 ft

Terdapat 0,84% kendaraan yang tidak

diizinkan lewat setiap harinya pada ruas jalan D.I.

Page 47: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Hillman Yunardhi1), M.Jazir AlkasI2), Heri Sutanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

44

Panjaitan jalur kiri dari Samarinda menuju

Bontang.Dan terdapat 1,19% kendaraan yang

tidak diizinkan lewat setiap harinya pada ruas

jalan D.I. Panjaitan dari Bontang menuju

Samarinda.

3.3 Perhitungan PCI Segmen 1 Jalur 1

(Samarinda – Bontang)

3.3.1 Hasil Survei Lapangan

Berikut hasil data yang diperoleh setelah

melakukan survei lapangan:

Gambar 3. Foto Kerusakan Segmen 1 Jalan 1

Tabel 4.6 merupakan hasil survei pada segmen 1

dan diperoleh 4 kerusakan dengan 3 tipe

kerusakan yaitu tipe kerusakan linear cracking,

utility cuts dan polished agregate dengan

banyaknya slab yang bervariasi.

3.3.2 Perhitungan

Perhitungan density pada segmen 1:

Perhitungan density pada segmen 1 menggunakan

jumlah slab yang mengalami kerusakan tersebut,

sehingga.

Density 1 linear cracking (L)

=Ad/As×100%=1/12×100%=8%

Density 2 linear cracking (M)

=Ad/As×100%=2/12×100%=17%

Density 3 utility cuts (L)

=Ad/As×100%=1/12×100%=8%

Density 4 polished agregate

=Ad/As×100%=12/12×100%=100%

Keterangan:

Ad = jumlah slab yang rusak

As = jumlah slab satu segmen

Mencari deduct value pada segmen 1 dengan

grafik antara nilai density dan deduct value:

a. Linear craking dengan nilai density sebesar

8% (Low)

Nilai deduct value = 5

b. Linear cracking dengan nilai density sebesar

17% (Medium) didapatkan deduct value = 13

c. Utility cuts dengan nilai density sebesar 8%

(Low) didapatkan deduct value = 1

d. Polished agregate dengan nilai density

sebesar 100% didapatkan deduct value = 9

Nilai q pada segmen 1:

Nilai q didapat dari banyaknya kerusakan yang

memiliki DV>5. Untuk segmen 1 adalah linear

cracking (Medium) dan polished agregate.

Sehingga nilai q = 2

Perhitungan nilai Total Deduct Value pada

segmen 1:

TDVS1= DV1 + DV2 + DV3 + DV4

= 5 + 13 + 1 + 9

= 28

Nilai Corrected Deduct Value pada segmen 1

dengan nilai Total Deduct Value sebesar 28

adalah 22

Nilai Pavemet Condition Index pada segmen 1

jalur 1 (Samarinda ke Bontang):

PCI(s) = 100 – CDV

PCI(1) = 100 – 22= 78

Jadi, klasifikasi perkerasaan segmen 1

berdasarkan rating kondisi jalan metode PCI =

very good. Artinya kondisi jalan masih dalam

keadaan sangat baik dan tidak memerlukan

penanganan khusus.

3.4 Perhitungan PCI Segmen 45 Jalur 1

(Samarinda – Bontang)

3.4.1 Hasil Survei Lapangan

Berikut hasil data yang diperoleh setelah

melakukan survei lapangan:

Page 48: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Hillman Yunardhi1), M.Jazir AlkasI2), Heri Sutanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

45

Tabel 4.7 merupakan hasil survei pada segmen 45

dan diperoleh 8 kerusakan dengan 4 tipe

kerusakan yaitu tipe kerusakan alligator cracking,

long/trans cracking, patching dan potholes

dengan luasan dan celah yang bervariasi.

3.4.2 Perhitungan

Perhitungan density pada segmen 45:

Density 1 alligator cracking (L)

Density 2 alligator cracking (M)

Density 3 alligator cracking (H)

Density 4 long/trans cracking (L)

Density 5 patching (L)

Density 6 patching (M)

Density 7 potholes (L)

Keterangan :

Ad : luasan kerusakan

As : luasan satu segmen

Mencari deduct value pada segmen 45 dengan

grafik antara nilai density dan deduct value:

a. Alligator cracking dengan nilai density

sebesar 2,4% (Low)

Nilai deduct value = 18

b. Alligator cracking dengan nilai density

sebesar 3,75% (Medium)

Nilai deduct value = 35

c. Alligator cracking dengan nilai density

sebesar 0,64% (High)

Nilai deduct value = 24

d. Long/trans cracking dengan nilai density

sebesar 0,67% (Low)

Nilai deduct value = 1

e. Patching dengan nilai density sebesar

21,29% (Low)

Nilai deduct value = 23

f. Patching dengan nilai density sebesar 5,97%

(Medium)

Nilai deduct value = 24

g. Potholes dengan nilai density sebesar 0,04%

(Low)

Nilai deduct value = 11

Nilai q pada segmen 45:

Gambar 4. Deduct Value

Nilai q didapat dari banyaknya kerusakan yang

memiliki DV>5. Untuk segmen 45 ada 6

kerusakan yang memiliki nilai lebih besar dari 5.

Sehingga nilai q = 6

Perhitungan nilai Total Deduct Value pada

segmen 45:

TDVS45 = 18 + 35 + 24 + 1 + 23 + 24 + 11

= 136

Nilai Corrected Deduct Value pada segmen 45

dengan nilai Total Deduct Value sebesar 134

adalah 82

Nilai Pavemet Condition Index (Kualifikasi

Kualitas Perkerasaan) pada segmen 45:

PCI(s) = 100 – CDV

PCI(1) = 100 – 82 = 18

Jadi, klasifikasi perkerasaan segmen 45

berdasarkan rating kondisi jalan metode PCI =

very poor. Artinya kondisi jalan memerlukan

penanganan khusus.

3.5 Perhitungan Pavement Condition Index

Rata-rata Jalur 1 (Samarinda–Bontang)

PCI dari setiap segmen dirata-ratakan untuk

mendapatkan nilai PCI rata-rata jalan DI.

Panjaitan. Berikut nilai PCI keseluruhan:

Keterangan : ∑ = jumlah ratting PCI seluruh segmen

N = banyaknya segmen

Page 49: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Hillman Yunardhi1), M.Jazir AlkasI2), Heri Sutanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

46

Jadi, klasifikasi perkerasaan jalur Samarinda –

Bontang berdasarkan ratting kondisi jalan metode

PCI = VeryGood. Artinya kondisi jalan

keseluruhannya masih dalam keadaan sangat baik.

3.6 Perhitungan Pavement Condition Index

Rata-rata Jalur 2 (Bontang–Samarinda)

PCI dari setiap segmen dirata-ratakan untuk

mendapatkan nilai PCI rata-rata jalan D.I.

Panjaitan. Berikut nilai PCI keseluruhan:

Keterangan :

∑ = jumlah ratting PCI seluruh segmen

N = banyaknya segmen

Jadi, klasifikasi perkerasaan jalur Samarinda –

Bontang berdasarkan ratting kondisi jalan metode

PCI = Excelent. Artinya kondisi jalan

keseluruhannya masih dalam keadaan sangat baik.

3.7 Penanganan Kerusakan

Melihat kondisi perkerasan yang telah

mengalami kerusakan sebaiknya segera dilakukan

perbaikan. Metode perbaikan yang digunakan

harus disesuaikan dengan jenis kerusakannya

sehingga diharapkan dapat meningkatkan kondisi

perkerasan jalan tersebut.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan dari analisis dengan metode PCI.

Untuk jenis kerusakan yang terjadi pada jalan

D.I. Panjaitan yaitu perkerasan rigid

sebanyak 7 jenis kerusakan yaitu durabillity

cracking, corner break, popouts, linear

cracking, patching, polished agregate, dan

spalling. Sedangkan untuk jenis perkerasan

lentur/asphalt terdapat 8 jenis kerusakan yang

terjadi yaitu alligator cracking, corrugation,

depression, edge cracking, longitudinal

cracking, patching, potholes dan rutting.

2. Hasil penelitian kondisi ruas jalan D.I.

Panjaitan dengan metode PCI didapat secara

keseluruhan nilai PCI rata-rata ruas jalan D.I.

Panjaitan menuju Bontang adalah 79 %. PCI

= Very Good. Artinya kondisi jalan sangat

baik. Dan nilai PCI rata-rata ruas jalan D.I.

Panjaitan menuju Samarinda adalah 98 %.

PCI = Excelent. Artinya kondisi jalan

keseluruhannya masih dalam keadaan sangat

baik.

Saran

1. Penelitian tentang analisa kerusakan jalan

dengan metode PCI ini dapat dikembangkan

lebih lanjut dengan menggunakan metode lain

seperti, metode PSI (Present Service Ability)

dan metode IRI (International roughness

index), yang kiranya diharapkan dapat

memberikan hasil yang lebih optimal terkait

hasil analisanya.

2. Disarankan bagi penelitian selanjutnya

melakukan analisa hubungan antara daya rusak

jalan / vehicle damage factor (VDF) dengan

kerusakan yang terjadi, sehingga dapat

diketahui sebab akibat kerusakan yang

berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Jendral Bina Marga, Departemen

Pekerjaan Umum. 1997. Manual Kapasitas

Jalan Indonesia No. 036/T/BM/1997. Jakarta.

2. Direktorat Jendral Bina Marga, Departemen

Pekerjaan Umum. 1987. Petunjuk

Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya

dengan Metode Analisa Komponen. Jakarta :

Yayasan Badan Penerbit PU.

3. Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat

Jenderal Bina Marga. 2013. Manual Desain

Perkerasan Jalan No. 02/M/BM/2013,

Jakarta.

4. Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat

Jenderal Bina Marga. 2012. Peraturan Menteri

PU No. 3/PRT/M/2012 Pedoman Penetapan

Fungsi Jlan dan Status Jalan. Jakarta.

5. Pagon, Jorge. 2014. Distress Identification

Manual for the Long-Term Pavement

Performance Program . United States :

Federal Highway Administration.

6. Suryawan, A. 2009. Perkerasan Jalan Beton

Semen Portland (Rigid Pavement). Yogyakarta

: Beta Offset,.

7. Shahin, M.Y. 1990. Pavement Maintenance

Management for Roads and Streets sing the

Paver System. United States : US Army Corps

Of Engineer.

8. Suwandi, Agus. Evaluasi Tingkat Kerusakan

Jalan dengan Metode PCI untuk menunjang

pengambilan Keputusan. Jurnal Tugas Akhir.

https://neliti.com/, diakses, 19 September

2017.

9. Wang, Zhongren. 2002. Road & Transport

Research. Australia : Arrb Transport Research.

10. Udiana, I Made. Analisa Faktor Penyebab

Kerusakan Jalan (Studi kasus: Ruas Jalan

W.J. Lalamentik dan Ruas Jalan Gor

Page 50: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Hillman Yunardhi1), M.Jazir AlkasI2), Heri Sutanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

47

Flambora. Jurnal Tugas Akhir.

https://puslit2.petra.ac.id/, diakses, 19

September 2017.

11. Opush International Consultants (Canada)

Limited. 2016. Pavement Surface Condition

Rating Manual. British : British Columbia

Ministry of Transportation and Infrastructure

Construction Maintenance Branch..

Page 51: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agmi Dimas Isbusandi1), Masayu Widiastuti2), Heri

Sutanto) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

48

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN

GEOTEKSTIL TERHADAP PENINGKATAN DAYA

DUKUNG FONDASI DANGKAL PADA TANAH

LEMPUNG DI KOTA SAMARINDA

Agmi Dimas Isbusandi1)

, Masayu Widiastuti2)

, Heri Sutanto3)

1,2,3) Teknik Sipil Universitas Mulawarman

Jl. Sambaliung No.9,Kampus Gunung Kelua, Samarinda - 75119

email: [email protected]

ABSTRACT

Dalam perencanaan suatu bangunan haruslah diperhatikan kemampuan tanah tersebut dalam memikul gaya-

gaya di atasnya, sehingga kegagalan konstruksi akibat keruntuhan tanah dapat dihindari. Untuk mengatasi

masalah tersebut, perlu dilakukan suatu perkuatan tanah sehingga dapat meningkatkan daya dukung tanah

tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis tanah yang diuji berdasarkan sistem klasifikasi Unified

dan AASHTO, mengetahui nilai daya dukung ultimit (qult) untuk tanpa perkuatan, 1 lapis serta 2 lapis

geotekstil, dan mengetahui persentase peningkatan daya dukung tanah lempung pada fondasi dangkal ditinjau

dari nilai Bearing Capacity Ratio (BCR).

Geotekstil merupakan salah satu jenis geosintetik yang berfungsi untuk memperbesar daya dukung tanah.

Dalam penelitian ini, prosedur yang dilakukan adalah pengujian sifat fisis tanah untuk memastikan sampel

tanah yang diuji merupakan tanah lempung sesuai sistem klasifikasi Unified dan AASHTO. Uji pembebanan

fondasi dangkal dilakukan dengan menggunakan tiga model uji yang berbeda untuk masing-masing tanah

sampel, untuk mendapatkan kapasitas daya dukung dari pemodelan yang dibuat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel tanah yang digunakan termasuk tanah lempung sesuai sistem

klasifikasi Unified dan AASHTO. Sampel tanah yang menggunakan perkuatan 1 lapis dan 2 lapis geotekstil

mengalami peningkatan daya dukung ultimit dibandingkan dengan sampel tanah tanpa perkuatan, yang juga

dapat dilihat dari nilai Bearing Capacity Ratio (BCR).

ABSTRACT

In designing a building, the ability of soil to bear loads from the proposed building should be considered and

calculated to avoid construction failure caused by soil collapse. Soil reinforcement is executed to enhance

bearing capacity of that soil. This research is aimed to find out the type of soils used in this experiment

according to Unified and AASHTO classification system, to determine ultimate bearing capacity (qult) without

reinforcement, 1-layer and 2-layers of geotextile, and to figure out the improvement percentage of clay soil

bearing capacity of shallow foundations shown by Bearing Capacity Ratio (BCR) value.

Geotextile is one type of geosynthetics which being used to enhance bearing capacity of soil. In this research,

the procedures are run by testing physical properties of soil to ensure the tested sample is clay soil and

fulfilling Unified and AASHTO soil classification system. Loading test on shallow foundation is run by using

three different models to obtain bearing capacity for each sample used.

Research findings convey that all soil samples used is categorized as clay soil based on Unified and AASHTO

soil classification system. Bearing capacity of samples that used one layer and two layers of geotextile

reinforcement are improved compared to sample with no reinforcement, which also shown by Bearing Capacity

Ratio (BCR) value.

Keywords: Bearing Capacity Ratio (CBR), Ultimate Bearing, Geotextile, Soil Clay

1. PENDAHULUAN

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri

dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang

tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama

lain dan dari bahan-bahan organik yang telah

melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat

cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di

antara partikel-partikel padat tersebut. Tanah

berfungsi juga sebagai pendukung fondasi dari

bangunan yang berguna sebagai tempat penyaluran

Page 52: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agmi Dimas Isbusandi1), Masayu Widiastuti2), Heri

Sutanto) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

49

gaya-gaya di atasnya berupa beban bangunan sampai

kebawah melalui fondasi. Proses penurunan fondasi

sendiri diakibatkan oleh terkompresinya lapisan tanah

di bawah fondasi akibat beban struktur. Oleh karena

itu, dalam perencanaan suatu bangunan sipil haruslah

diperhatikan kemampuan tanah tersebut dalam

memikul gaya-gaya di atasnya, sehingga kegagalan

konstruksi akibat keruntuhan tanah dapat dihindari.

Pada daerah tertentu sering dijumpai tanah dengan

kondisi yang kurang baik, dalam hal ini berhubungan

dengan daya dukungnya. Untuk mengatasi masalah

tersebut, perlu dilakukan suatu perkuatan tanah

sehingga dapat meningkatkan daya dukung tanah

tersebut.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk

perkuatan tanah adalah dengan menggunakan bahan

geosintetik, semisal geotekstil. Geotekstil berfungsi

untuk memperbesar daya dukung tanah. Pada

umumnya, geotekstil digunakan pada pekerjaan-

pekerjaan timbunan untuk meningkatkan stabilitas

timbunan dan untuk perbaikan tanah di bawah

fondasi. Parameter yang mempengaruhi hasil

pemasangan geotekstil sebagai bahan perkuatan pada

tanah adalah jumlah lapisan geotekstil yang

digunakan. Hal ini menjadi dasar dilakukannya

penelitian ini, yakni untuk menganalisa pemanfaatan

geotekstil terhadap kapasitas dukung tanah lempung

terhadap fondasi dangkal pada tanah di Kota

Samarinda, dimana dalam penelitian ini sampel

diambil dari Jalan Joyo Mulyo dan Jalan Drs. Anang

Hasyim, Samarinda.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui jenis tanah yang diuji berdasarkan sistem

klasifikasi Unified dan AASHTO, mengetahui nilai

daya dukung ultimit (qult) masing-masing tanah

lempung tanpa perkuatan, dengan perkuatan 1 lapis,

dan 2 lapis geotekstil, serta mengetahui persentase

peningkatan daya dukung tanah lempung pada model

pengujian ditinjau dari nilai Bearing Capacity Ratio

(BCR).

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Tanah

Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

berbagai macam pekerjaan teknik sipil, di samping

itu tanah berfungsi juga sebagai pendukung dari

fondasi bangunan [6].

2.2. Karakteristik Tanah

Sesuai dengan klasifikasi Unified Soil

Classification System, ukuran tekstur tanah seperti

dibawah ini:

1. Kerikil (gravel), partikel tanah kasar yang

berukuran 4,76 mm (tertahan saringan no.4)

sampai 75 mm (lolos saringan No.3);

2. Pasir (sand), partikel tanah berbutir kasar yang

ukurannya 0.075 mm (tertahan saringan no. 200)

sampai 4,76 mm (lolos saringan No.4). Berkisar

dari kasar (3 sampai 5 mm) sampai halus (< 1

mm);

3. Lanau (silt), partikel batuan yang berukuran dari

0,002 mm sampai 0,075 mm (lolos saringan no.

200);

4. Lempung (clay), partikel mineral yang berukuran

lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel-partikel ini

merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah

yang kohesif;

5. Koloid (colloids) : yaitu partikel mineral yang

diam, berukuran lebih kecil dari 0,001 mm.

2.3. Klasifikasi Tanah

Terdapat dua sistem klasifikasi yang sering

digunakan untuk klasifikasi tanah, yaitu Unified Soil

Classification System dan AASHTO (American

Association of State Highway and Transportation

Officials).

a. Unified Soil Classification System

Pada sistem Unified, tanah diklasifikasikan ke

dalam tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir) jika

kurang dari 50% lolos saringan no. 200, dan

sebagai tanah berbutir halus (lanau atau

lempung) jika lebih dari 50% lolos saringan no.

200. Selanjutnya, tanah diklasifikasikan dalam

sejumlah kelompok dan subkelompok.

b. AASHTO

Sistem klasifikasi AASHTO membagi tanah ke

dalam 8 kelompok, A-1 sampai A-8 termasuk

sub-sub kelompok. Tanah-tanah dalam tiap

kelompoknya dievaluasi terhadap indeks

kelompoknya yang dihitung dengan rumus-

rumus empiris. Indeks kelompok (group index)

(GI) digunakan untuk mengevaluasi lebih lanjut

tanah-tanah dalam kelompoknya, dengan

persamaan.

GI = (F – 35) [0,2 + 0,005 (LL – 40)] + 0,01 (F –

15) (PI – 10)

dimana,

GI = indeks kelompok (group index)

F = persen butiran lolos saringan no. 200

LL = batas cair

PI = indeks plastisitas

2.4. Uji-Uji Sifat Fisis Tanah

Kadar Air Tanah

Kadar air (w) merupakan perbandingan antara

berat air dengan berat butir tanah dimana nilainya

dinyatakan dalam persen (%).

Page 53: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agmi Dimas Isbusandi1), Masayu Widiastuti2), Heri

Sutanto) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

50

x 100

dimana,

w = kadar air (%)

Ww = berat air (gram)

Ws = berat butiran padat (gram)

Berat Jenis Tanah

Berat jenis tanah (spesific grafity) adalah

perbandingan antara berat isi butir tanah terhadap

berat isi air pada temperatur dan volume yang sama.

dimana,

Gs = berat jenis tanah

W1 = berat piknometer (gram)

W2 = berat piknometer dan air (gram)

W3 = berat piknometer dan tanah (gram)

W4 = berat piknometer, air, dan tanah (gram)

Batas-Batas Atterberg

Atterberg memberikan cara untuk

menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah

tersebut dengan mempertimbangkan kandungan

kadar air tanah. Batas-batas tersebut adalah batas cair

(liquid limit), batas plastis (plastic limit), dan batas

susut (shrinkage limit).

Batas cair (LL) didefinisikan sebagai kadar air

tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan

plastis (batas atas dari daerah plastis).Batas plastis

(PL) adalah kadar air pada batas bawah daerah

plastis, yaitu kondisi terendah kadar air ketika tanah

dalam keadaan plastis.

Batas susut (SL) didefinisikan sebagai kadar air

pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat,

yaitu persentase kadar air dimana pengurangan kadar

air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan

volume tanah.

Indeks Plastisitas

Indeks Plastisitas adalah selisih antara batas cair dan

batas plastis. Indeks plastisitas merupakan interval

kadar air tanah yang masih bersifat plastis dan

perhitungannya ditunjukkan, dengan rumus:

PI = LL – PL

Analisis Ukuran Butiran Tanah

Analisis ukuran butir dilakukan untuk

menentukan distribusi ukuran butir-butir tanah.

Pengujian ini dilakukan di laboratorium untuk

mendapatkan nilai gradasi suatu tanah. Pengujian ini

dilakukan dalam dua tahapan pekerjaan yaitu analisis

hidrometer dan analisis saringan.

Analisis Hidrometer

Metode ini didasarkan pada hukum Stokes, yang

berkenaan dengan kecepatan mengendap butiran pada

larutan suspensi.

v =

D (mm) = K√

K = √

dimana,

v = kecepatan, sama dengan jarak/waktu (L/t)

γw = berat volume air (g/cm³) = 1 g/cm³

γs = berat volume butiran padat (g/cm³)

μ = kekentalan air absolut (g.det/cm²)

D = diameter butiran tanah (mm)

Untuk hidrometer 151 H

P =

x 100 %

dimana,

P = persentase tanah terurai dalam suspensi

yang lebih kecil dari D (%)

R = pembacaan hidrometer terkoreksi (R1-R2)

M = berat tanah asli yang terurai (gram)

a = angka koreksi untuk hidrometer 152 H

berdasarkan nilai Gs

Analisis Saringan

Analisis saringan fraksi lolos saringan no.10

dilakukan analisis hidrometer terlebih dahulu dan

setelahnya ditentukan jumlah dan distribusi butirnya

dengan menggunakan rangkaian saringan dari no.10

(2,00 mm) sampai saringan no.200 (0,075 mm).

Analisis bagian butir yang tertahan saringan no.

200 dengan cara dihitung massa bagian yang lewat

masing-masing saringan yang digunakan[9]. Apabila

massa bagian yang tertahan pada saringan dengan

nomor 10; 30; 40; 50; 100; dan 200 berturut-turut

masing-masing adalah b1; b2; b3; b4; b5; dan b6

gram, maka jumlah massa bagian lewat masing-

masing saringan seperti pada Tabel 2.2. Dihitung

persentase massa lewat masing-masing saringan

terhadap massa kering seluruh contoh tanah yang

diperiksa M, seperti ditunjukkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Analisis Bagian Butir Tertahan Saringan

no. 200[10]

Saringan Jumlah Massa lewat Saringan No. 200 c6 = B2

100 c5 = c6 + b6

Page 54: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agmi Dimas Isbusandi1), Masayu Widiastuti2), Heri

Sutanto) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

51

50 c4 = c5 + b5

40 c3 = c4 + b4

30 c2 = c3 + b3

10 c1 = c2 + b2

2.5. Fondasi

Fondasi adalah suatu bagian dari konstruksi

bangunan yang berfungsi meletakkan bangunan dan

meneruskan beban bangunan atas (upper

structure/superstructure) ke dasar tanah yang cukup

kuat mendukungnya[8].

2.6. Fondasi Dangkal

Fondasi dangkal adalah fondasi yang

ditempatkan dengan kedalaman D dibawah

permukaan tanah yang kurang dari lebar minimum

fondasi (B), fondasi dangkal merupakan fondasi yang

kedalamannya dekat dengan permukaan tanah (D / B

≤ 1). Fondasi dangkal sebagai fondasi yang

mendukung bebannya secara langsung, dimana di

dalam mendukung beban bangunan mengandalkan

tahanan ujung dan tahanan gesek dindingnya[5],

yakni:

a. Fondasi telapak (spread footing) yaitu fondasi

yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom

(Gambar 2.1a);

b. Fondasi memanjang (continuous footing) yaitu

fondasi yang digunakan untuk mendukung

dinding memanjang atau digunakan untuk

mendukung sederetan kolom-kolom yang

berjarak sangat dekat (Gambar 2.1b);

c. Fondasi rakit (raft foundationatau mat

foundation) yaitu fondasi yang digunakan untuk

mendukung bangunan yang terletak pada tanah

lunak atau digunakan bila susunan kolom- kolom

jaraknya sedemikian dekat disemua arahnya

(Gambar 2.1c).

Gambar 2.1. Fondasi dangkal: (a) Fondasi memanjang, (b)

Fondasi telapak, dan (c) fondasi rakit.

2.7. Kapasitas Dukung Fondasi

Untuk menghitung kapasitas dukung fondasi

digunakan model grafik yang menghubungkan antara

tegangan yang diberikan (pembebanan) terhadap

model fondasi dan besarnya penurunan[2][3], dimana

untuk mendapatkan nilai daya dukung ultimit diambil

secara konservatif pada perpotongan diantara dua

garis lurus yang ditarik dari kurva yang ada[1].

Gambar 2.2. Grafik penentuan daya dukung ultimit dari

data penelitian

2.8. Bearing Capacity Ratio (BCR)

Bearing Capacity Ratio (BCR) sebagai rasio

antara daya dukung ultimit tanah fondasi yang

diperkuat dengan daya dukung ultimit tanah fondasi

yang tidak diperkuat yang dinyatakan dalam persen

(%)[3]. Nilai BCR ini nantinya digunakan untuk

mengetahui kinerja perkuatan dalam menaikkan daya

dukung tanah fondasi. Bearing Capacity Ratio

dinyatakan dalam persamaan berikut:

BCR =

dimana,

BCR = Bearing Capacity Ratio (%)

qr = Daya dukung ultimit tanah Fondasi yang

diperkuat (kPa)

qo = Daya dukung ultimit tanah Fondasi yang

tidak diperkuat (kPa)

2.9. Geosintetik

Geosintetik adalah suatu produk buatan pabrik

dari bahan polymer yang digunakan dalam sistem /

struktur yang berhubungan dengan tanah, batuan,

atau bahan rekayasa geoteknik lainnya[7].Geosintetik

mempunyai beberapa fungsi utama, seperti:

1. Pemisah atau separasi (separation);

2. Filtrasi (filtration);

3. Drainase;

4. Tulangan atau perkuatan (reinforcement);

5. Fungsi proteksi;

6. Gabungan fungsi-fungsi.

2.10. Geotekstil

Geotekstil adalah material lembaran yang dibuat

dari bahan tekstil polymeric, bersifat lolos air, yang

dapat berbentuk bahan nir-anyam (non woven),

Page 55: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agmi Dimas Isbusandi1), Masayu Widiastuti2), Heri

Sutanto) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

52

rajutan atau anyaman (woven) yang digunakan dalam

kontak dengan tanah/batu dan/atau material

geoteknik yang lain di dalam aplikasi teknik sipil[7].

Geotekstil sebagai Reinforcement (Tulangan)

Tanah hanya mempunyai kekuatan untuk

menahan tekan, tetapi tidak dapat menahan tarik.

Kelemahan terhadap tarik ini dipenuhi oleh

geotekstil. Geotekstil yang mempunyai kemampuan

menahan tarik dapat memberikan perkuatan dalam

bentuk tulangan (seperti halnya tulangan beton)

dalam berbagai macam bentuk. Material ini dapat

diletakkan di bawah timbunan yang dibangun di atas

tanah lunak, dapat digunakan untuk membangun

penahan tanah, dan dapat pula digunakan untuk

perkuatan bahan susun perkerasan jalan beserta tanah

dasarnya[7].

3. ANALISA DAN PEMBAHASAN

Sampel tanah terbagi atas dua, yakni:

1. Sampel Tanah A untuk lokasi pengambilan di

Jalan Joyo Mulyo, Kel. Lempake, Kec.

Samarinda Utara;

2. Sampel Tanah B untuk lokasi pengambilan di

Jalan Drs. H. Anang Hasyim, Kel. Air Hitam,

Kec. Samarinda Ulu.

3.1 Pengujian Sifat Fisis Tanah

Terdapat beberapa pengujian yang dilakukan

untuk mengetahui sifat fisis dari masing-masing

sampel, yakni pengujian kadar air, pengujian berat

jenis, pengujian batas-batas konsistesnsi (Atterberg),

dan pengujian analisis butir tanah. Hasil dari masing-

masing pengujian ditabulasikan sebagai berikut:

Tabel 3.1. Rekapitulasi hasil pengujian sifat fisis

Parameter Sampel A Sampel B

Kadar Air (w) 39,67 22,57

Berat Jenis (Gs) 2,66 2,59

Batas Cair (LL) 50,202 38,172

Batas Plastis (PL) 34,65 27,46

Batas Susut (SL) 36,589 27,935

Indeks Plastisitas (PI) 15,554 10,712

Lolos Saringan 200 52,17 59,17

Grain Size – Pasir 0 0

Grain Size – Lanau 47,83 40,83

Grain Size Lempung 52,17 59,17

Secara kasat mata, tanah sampel A lebih plastis

dibandingkan tanah sampel B, yang dapar dilihat pula

pada nilai batas plastis dimana sampel tanah A

memiliki batas plastis sebesar 34,65 % dibandingkan

tanah sampel B yang memiliki batas plastis sebesar

27,46 %. Hal ini juga dilihat dari tingkat kadar air

masing-masing tanah, dimana tanah sampel A

cenderung lebih basah dibandingkan tanah sampel B.

Hal ini dapat dilihat dari tingkat kadar air pada

masing-masing sampel. Tanah sampel A memiliki

kadar air sebesar 39,67%, sementara itu tanah sampel

B memiliki kadar air sebesar 22,57.

Klasifikasi Tanah

Untuk mengetahui jenis tanah maka dilakukan

klasifikasi tanah dengan metode Unified Soil

Classification System dan AASHTO menggunakan

data hasil pengujian sifat fisis. Klasifikasi untuk

masing-masing sampel dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Rekapitulasi hasil klasifikasi tanah

Sampel Unified AASHTO Tanah A OH A-7-5

Tanah B CL A-6

OH yaitu lempung organik dengan plastisitas

sedang sampai tinggi, sementara itu CL merupakan

lempung tak organik dengan plastisitas rendah

sampai sedang, lempung berkerikil, lempung

berpasir, lempung berlanau, lempung kurus. Sub-

kelompok A-7-5 termasuk tanah berlempung,

sementara A-6 termasuk pula di tanah berlempung.

Dapat disimpulkan dari klasifikasi tanah berdasarkan

sistem Unified dan AASHTO maka kedua sampel

tanah yang diuji merupakan tanah lempung yang

sesuai dengan objek penelitian yang ingin diteliti.

3.2 Pengujian Sifat Mekanis Tanah

Pembebanan yang dilakukan pada model

pengujian menggunakan beban yang dinyatakan

dalam satuan kilogram (kg). Beban yang diberikan

bekerja pada bidang alas fondasi yang dinyatakan

dalam satuan sentimeter persegi (cm2). Pada grafik

hubungan antara pembebanan dan penurunan,

digunakan satuan kilopascal (kPa) untuk menyatakan

satuan dari pembebanan yang diberikan terhadap

pemodelan. Untuk keperluan perhitungan, maka

dilakukan konversi sebagai berikut:

Luas alas model fondasi = = 5 cm x 5 cm

= 25 cm2

Untuk 1 kg beban yang bekerja pada bidang alas,

maka nilai tegangan (stress) adalah sebesar:

Tegangan (σ) =

= 0,04 kg/cm2

Seluruh beban yang diberikan pada model

pengujian dengan satuan massa kilogram (kg) akan

dikonversi ke kg/cm2, untuk kemudian dikonversikan

ke satuan kPa, dimana konversi dari 1 kg/cm2 =

Page 56: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agmi Dimas Isbusandi1), Masayu Widiastuti2), Heri

Sutanto) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

53

98,0665 kPa. Konversi dapat dilakukan dengan

persamaan:

kg/cm2 kPa =

dimana,

m = massa beban yang diberikan (kg)

Nilai qult dapat diketahui dengan menarik

perpotongan antara dua garis lurus dari kurva secara

konservatif, dimana garis lurus tersebut dibuat

dengan melihat bagian kurva yang memiliki

kecenderungan lurus terpanjang pada masing-masing

ujungnya. Untuk mengetahui nilai qult dari hasil

penarikan perpotongan garis dapat digunakan

interpolasi dua nilai tegangan pada axis Y grafik

yang berada di sisi kiri dan kanan garis bantu

penarikan perpotongan.

Daya Dukung Sampel Tanah A

Sampel tanah dari Joyo Mulyo, Samarinda Utara

dikelompokkan sebagai berikut:

1. Sampel A.1, tanpa perkuatan;

2. Sampel A.2, dengan perkuatan 1 lapis geotekstil;

3. Sampel A.3, dengan perkuatan 2 lapis geotekstil

Berdasarkan tabulasi penurunan fondasi pada

tanah sampel A.1 (lihat Tabel 3.3), dibuat grafik

hubungan antara pembebanan dan penurunan untuk

menentukan daya dukung ultimit (qult) tanah tersebut,

yang dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Tabel 3.2. Tabulasi pembebanan dan penurunan pada

tanah sampel A.1

Tegangan (kPa) Penurunan Rata-Rata (mm)

5,88 0

9,81 0,295

13,73 0,56

17,65 0,85

25,50 1,14

33,34 1,485

45,11 2,02

56,88 2,475

72,57 4,43

88,26 5,265

Gambar 3.1. Grafik hubungan tegangan dan penurunan

sampel A.1

Berdasarkan tabulasi penurunan fondasi pada

tanah sampel A.2 (lihat Tabel 3.4), dibuat grafik

hubungan antara pembebanan dan penurunan untuk

menentukan daya dukung ultimit (qult) tanah tersebut,

yang dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Tabel 3.3. Tabulasi pembebanan dan penurunan pada

tanah sampel A.2

Tegangan (kPa) Penurunan Rata-Rata (mm)

5,88 0

9,81 0,003

13,73 0,218

17,65 0,42

25,50 0,495

33,34 0,83

45,11 1,725

56,88 2,06

72,57 3,615

88,26 4,25

103,95 5,085

Gambar 3.2. Grafik hubungan tegangan dan penurunan

sampel A.2

Berdasarkan tabulasi penurunan fondasi pada

tanah sampel A.3 (lihat Tabel 3.5), dibuat grafik

hubungan antara pembebanan dan penurunan untuk

menentukan daya dukung ultimit (qult) tanah tersebut,

yang dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Tabel 3.4. Tabulasi pembebanan dan penurunan pada

tanah sampel A.3

Tegangan (kPa) Penurunan Rata-Rata (mm)

5,88 0

9,81 0

13,73 0

17,65 0,14

25,50 0,345

33,34 0,42

45,11 0,71

56,88 0,915

72,57 2,055

88,26 2,44

103,95 3,455

127,49 4,575

141,22 5,005

Page 57: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agmi Dimas Isbusandi1), Masayu Widiastuti2), Heri

Sutanto) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

54

Gambar 3.3. Grafik hubungan tegangan dan penurunan

sampel A.3

Berdasarkan Gambar 3.1, Gambar 3.2, dan

Gambar 3.3 didapatkan bahwa nilai daya dukung

ultimit (qult) pada masing-masing sampel tanah A

adalah sebagai berikut:

Tabel 3.5. Nilai qult pada sampel tanah A

Sampel q ult (kPa)

A.1 (Non-geotekstil) 47,167

A.2 (1 lapis geotekstil) 57,816

A.3 (2 lapis geotekstil) 75,811

Bearing Capacity Ratio Sampel Tanah A

Nilai Bearing Capacity Ratio (BCR) dari sampel

dengan perkuatan 1 lapis geotekstil terhadap sampel

tanah A tanpa perkuatan adalah:

BCR =

Nilai Bearing Capacity Ratio (BCR) dari sampel

dengan perkuatan 2 lapis geotekstil terhadap sampel

tanah A tanpa perkuatan adalah:

BCR =

Daya Dukung Sampel Tanah B

Sampel tanah Drs. Anang Hasyim, Samarinda

Ulu dikelompokkan sebagai berikut:

1. Sampel B.1, tanpa perkuatan;

2. Sampel B.2, dengan perkuatan 1 lapis geotekstil;

3. Sampel B.3, dengan perkuatan 2 lapis geotekstil

Berdasarkan tabulasi penurunan fondasi pada

tanah sampel B.1 (lihat Tabel 3.7), dibuat grafik

hubungan antara pembebanan dan penurunan untuk

menentukan daya dukung ultimit (qult) tanah tersebut,

yang dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Tabel 3.6. Tabulasi pembebanan dan penurunan pada

tanah sampel B.1

Tegangan (kPa) Penurunan Rata-Rata (mm)

5,88 0

9,81 0,1

13,73 0,195

17,65 0,295

25,50 0,45

33,34 0,625

45,11 0,85

56,88 1,43

72,57 1,825

88,26 2,07

103,95 2,925

127,49 3,83

141,22 5,12

Gambar 3.4. Grafik hubungan tegangan dan penurunan

sampel B.1

Berdasarkan tabulasi penurunan fondasi pada tanah

sampel B.2 (lihat Tabel 3.8), dibuat grafik hubungan

antara pembebanan dan penurunan untuk menentukan

daya dukung ultimit (qult) tanah tersebut, yang dapat

dilihat pada Gambar 3.5.

Tabel 3.7. Tabulasi pembebanan dan penurunan pada

tanah sampel B.2

Tegangan (kPa) Penurunan Rata-Rata (mm)

5,88 0

9,81 0

13,73 0

17,65 0

25,50 0,295

33,34 0,415

45,11 0,82

56,88 1,1

72,57 1,6

88,26 2,045

103,95 2,59

127,49 3,15

141,22 3,88

164,75 5,025

Page 58: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agmi Dimas Isbusandi1), Masayu Widiastuti2), Heri

Sutanto) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

55

Gambar 3.5. Grafik hubungan tegangan dan penurunan

sampel B.2

Berdasarkan tabulasi penurunan fondasi pada

tanah sampel B.3 (lihat Tabel 3.9), dibuat grafik

hubungan antara pembebanan dan penurunan untuk

menentukan daya dukung ultimit (qult) tanah tersebut,

yang dapat dilihat pada Gambar 3.6

Tabel 3.8. Tabulasi pembebanan dan penurunan pada

tanah sampel B.3

Tegangan (kPa) Penurunan Rata-Rata (mm)

5,88 0

9,81 0

13,73 0

17,65 0

25,50 0.14

33,34 0,22

45,11 0,30

56,88 0,66

72,57 1,13

88,26 1,47

103,95 1,75

127,49 2,70

141,22 3,17

164,75 3,99

196,13 5,30

Gambar 3.6. Grafik hubungan tegangan dan penurunan

sampel B.3

Berdasarkan Gambar 3.4, Gambar 3.5, dan Gambar

3.6 didapatkan bahwa nilai daya dukung ultimit (qult)

pada masing-masing sampel tanah B adalah sebagai

berikut

Tabel 3.9. Nilai qult pada sampel tanah B

Sampel q ult (kPa)

B.1 (Non-geotekstil) 73,333

B.2 (1 lapis geotekstil) 86,563

B.3 (2 lapis geotekstil) 107,656

Bearing Capacity Ratio Sampel Tanah A

Nilai Bearing Capacity Ratio (BCR) dari sampel

dengan perkuatan 1 lapis geotekstil terhadap sampel

tanah A tanpa perkuatan adalah:

BCR =

Nilai Bearing Capacity Ratio (BCR) dari sampel

dengan perkuatan 2 lapis geotekstil terhadap sampel

tanah A tanpa perkuatan adalah:

BCR =

Gambar 3.7. Grafik perbandingan nilai BCR terhadap

jumlah lapis geotekstil

Penggunaan geotekstil sebagai lapis perkuatan

pada sampel tanah A memberikan penambahan daya

dukung tanah yang lebih besar persentasenya

dibandingkan pada sampel tanah B. Apabila ditinjau

dari sifat fisis masing-masing sampel tanah yang

diuji, sampel tanah A memiliki nilai kadar air, batas

plastis dan indeks plastisitas yang lebih tinggi

dibandingkan dengan sampel tanah B. Penggunaan

geotekstil sebagai perkuatan dapat digunakan pada

tanah lempung yang memiliki karakteristik berupa

sifat fisis yang beragam, dimana penggunaan

geotekstil tersebut akan menjadi lebih efektif apabila

digunakan pada tanah yang memiliki sifat fisis serupa

atau yang mendekati sifat fisis dari sampel tanah A.

Penggunaan geotekstil ini diharapkan menjadi

tindakan preventif terhadap penurunan fondasi

dangkal setelah periode tertentu di masa depan akibat

kondisi fisis tanah lempung yang memungkinkan

terjadinya penurunan dikarenakan beban mati dan

beban hidup yang bekerja terhadap fondasi dangkal.

1 1

1.226 1.18

1.607 1.468

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

Sampel Tanah A Sampel Tanah B

Nila

i BC

R

Perbandingan Nilai BCR

Tanpa Perkuatan 1 Lapis 2 Lapis

Page 59: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agmi Dimas Isbusandi1), Masayu Widiastuti2), Heri

Sutanto) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil

Volume 2, Nomor 2 November 2018

56

4. PENUTUP

Kesimpulan

1. Jenis tanah berdasarkan sistem klasifikasi

Unified untuk sampel tanah A adalah OH yaitu

lempung organik dan sampel tanah B adalah CL

yaitu lempung tak organik. Sementara itu,

berdasarkan klasifikasi tanah sistem AASHTO,

tanah sampel A termasuk dalam sub-kelompok

tanah A-7-5 berupa tanah berlempung dan untuk

sampel tanah B termasuk dalam sub-kelompok

tanah A-6 berupa tanah berlempung;

2. Sampel tanah A yang tidak mendapat perkuatan

(A.1), dengan perkuatan 1 lapis geotekstil (A.2),

dan dengan perkuatan 2 lapis geotekstil (A.3)

memiliki daya dukung ultimit masing-masing

sebesar 47,167 kPa, 57,816 kPa dan 75,811 kPa.

Sampel tanah B yang tidak mendapat perkuatan

(B.1), dengan perkuatan 1 lapis geotekstil (B.2),

dan dengan perkuatan 2 lapis geotekstil (B.3)

memiliki daya dukung ultimit masing-masing

sebesar 73,333 kPa, 86,563 kPa dan 107,656

kPa.

3. Persentase peningkatan daya dukung ultimit

tanah lempung ditinjau dari nilai Bearing

Capacity Ratio (BCR) untuk sampel tanah A

dengan 1 lapis geotekstil adalah sebesar 22,58%

dan sebesar 60,73% untuk 2 lapis geotekstil.

Sementara itu, untuk sampel tanah B dengan 1

lapis geotekstil mengalami peningkatan sebesar

18,04% dan sebesar 46,80% untuk 2 lapis

geoteksil.

Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya, agar dapat

melakukan variasi dalam jarak antar lapisan

geoteksil dengan permukaan tanah beserta

jumlah lapis geotekstil yang digunakan;

2. Agar dapat menggunakan alat pembebanan

berupa pompa hidrolis yang dilengkapi dengan

data logger untuk melakukan pencatatan secara

real time.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams, M.T, Collins, J.G., 1997, Large Model

Spread Footing Load Tests on Geosynthetic

Reinforced Soil Foundations, Journal of

Geotechnical and Geoenvironmental

Engineering, vol. 123, pp. 66-72

2. Nugroho, S.A., 2011, Studi Daya Dukung

Pondasi Dangkal pada Tanah Gambut dengan

Kombinasi Geotekstil dan Grid Bambu, Jurnal

Teoritis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil, vol.

18, no.1, pp. 31-40

3. Ramli, F., 2014, Penggunaan Terpal dan Grid

Bambu sebagai Alternatif Perbaikan Tanah

Terhadap Penurunan Pondasi Dangkal pada

Tanah Gambut. Jurnal Teknik Sipil dan

Lingkungan, vol. 2, no. 3, pp. 343-349

4. Tjandrawibawa, S., Patmadjaja, H., 2002,

Pemodelan Fondasi Dangkal dengan

Menggunakan Tiga Lapis Geotekstil di Atas

Tanah Liat Lunak, Dimensi Teknik Sipil, vol 4,

no. 1, pp. 15-18

5. Hardiyatmo, H.C., 2006, Teknik Fondasi 1, edk

3, Beta Offset, Yogyakarta

6. Hardiyatmo, H.C., 2012, Mekanika Tanah 1, edk

6, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

7. Hardiyatmo, H.C., 2017, Geosintetik untuk

Rekayasa Jalan Perancangan dan Aplikasi, edk 2,

Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

8. Halibu, E.Z., 2015, Perencanaan Fondasi Bored

Pile dan Metode Pelaksanaan pada Proyek

Pembangunan Gedung RSJ Prof. Dr. V.L.

Ratumbuysang Manado, Politeknik Negeri

Manado, Manado

9. Badan Standarisasi Nasional, 2008, Cara Uji

Analisis Ukuran Butir Tanah, Badan Standarisasi

Nasional, SNI 3423-2008

10. Fakultas Teknik Universitas Mulawarman, 2006,

Panduan Praktikum Laboratorium Rekayasa

Sipil

Page 60: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

vi

DAFTAR PENULIS

JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

VOLUME 2 NOMOR 2 TAHUN 2018

Agmi Dimas Isbusandi, Universitas Mulawarman Samarinda

Effa Sefti Zuhrotin, Universitas Mulawarman Samarinda

Heri Sutanto, Universitas Mulawarman Samarinda

Hillman Yunardhi, Universitas Mulawarman Samarinda

Masayu Widiastuti, Universitas Mulawarman Samarinda

M. Jazir Alkas, Universitas Mulawarman Samarinda

Muslim Noor, RDMP PT. Pertamina RU V, Balikpapan

Rusfina Widayati, Universitas Mulawarman Samarinda

Sulardi, Universitas Tridharma Balikpapan

Tamrin, Universitas Mulawarman Samarinda

Page 61: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

vii

UCAPAN TERIMA KASIH KEPADA MITRA BESTARI/REVIEWER JURNAL TEKNOLOGI SIPIL

Volume 02 Nomor 2 November 2018

Herman Parung, Universitas Hasanuddin

Erniati, Universitas Fajar

Tamrin, Universitas Mulawarman

Abdul Haris, Universitas Mulawarman

Ery Budiman, Universitas Mulawarman

Page 62: TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan …sipil.ft.unmul.ac.id/uploads/1/0/6/5/106563607/jts... · 2019-03-05 · sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun diluar

viii

Informasi Berlangganan

Apabila Saudara berkeinginan mendapatkan Jurnal Teknologi Sipil secara berkala setiap tahun, yaitu

2 (dua) kali penerbitan, maka :

Jurnal Teknologi Sipil – Unmul terbit 2 (dua) kali dalam setahun (Mei dan November)

Biaya sebesar Rp. 150.000,00 per eksemplar (sudah termasuk biaya pengiriman) dibayar sekaligus per

tahun

Edisi back issue (terbitan lama) tersedia dengan harga Rp. 75.000,00 per eksemplar atau Rp. 300.000,00

per bundle berisi 4 edisi (harga tidak termasuk biaya pengiriman, persediaan terbatas).

Biaya pengiriman per bundel :

Rp. 35.000,00 untuk Kalimantan Timur

Rp. 55.000,00 untuk luar Kalimantan Timur

Mengisi Formulir Berlangganan di bawah ini dengan jelas.

Kirimkan Formulir dan Biaya Berlangganan ke alamat :

Redaksi JURNAL TEKNOLOGI SIPIL – UNMUL

Program Studi Teknik Sipil, Gedung IV Lantai 1 Fakultas Teknik

Jalan Sambaliung No. 9 Kampus Gn. Kelua, Samarinda – 75119, Kalimantan Timur

Telp./Fax : (0541) 736834 / 749315, Website : sipil.ft.unmul.ac.id, email : [email protected]

Pembayaran dapat dilakukan melalui Pos/Biro Pengiriman/Cek dan dianggap sah bila telah diuangkan.

Pembayaran melalui Bank dapat dialamatkan ke :

BNI 46 Cabang Unmul

a.n. Rusfina Widayati

No. Rekening : 0172086662

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Mohon dikirimkan Jurnal Teknologi Sipil sebanyak 2 (dua) kali dalam setahun, untuk selama

……… (………………….) tahun, Sejak Vol………….. No……………. Tahun……..……. Kepada :

Nama : ………………………………………………………………………………………………..

Alamat : ………………………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………...… Kode Pos : ……………………

Telp/Faks : …………………………………………………………………………………...

Kiriman sebesar :

Rp. …………………………………………… untuk sejumlah ………………. Eksemplar

Rp. …………………………………………… untuk biaya pengiriman

Melalui : Pos/Biro Pengiriman/Bank/Langsung

Form ini dapat di fotokopi