TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan...
Transcript of TEKNOLOGI SIPIL Volume 02 Nomor 2 Jurnal Ilmu Pengetahuan...
i
Dewan Redaksi :
Penanggung Jawab
Dr. Hj. Mardewi Jamal, ST, MT (Ketua Program Studi S1 Teknik Sipil)
Pemimpin Redaksi
Rusfina Widayati, ST, M.Sc.
Wakil Pemimpin Redaksi
Triana Sharly P. Arifin, ST, M.Sc.
Mitra Bestari / Reviewer
Prof. Dr- ing. Ir. Herman Parung, M.Eng (Universitas Hasanuddin) [email protected]
Dr. Erniati, ST, MT (Universitas Fajar) [email protected]
Dr. Tamrin, ST, MT (Universitas Mulawarman) [email protected]
Dr. Abdul Haris, ST, MT (Universitas Mulawarman) [email protected]
Dr. Ery Budiman, ST, MT (Universitas Mulawarman) [email protected]
Penyunting
Fachriza Noor Abdi, ST, MT
Budi Haryanto, ST, MT
Administrator
Aspiah, SE
Alamat Redaksi
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mulawarman
Kampus Gunung Kelua, Jalan Sambaliung No. 9 Samarinda 75119 Laman : http://sipil.ft.unmul.ac.id, Email : [email protected]
Telp. (0541) 736834, Fax (0541) 749315
TEKNOLOGI SIPIL Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
ISSN : 2252-7613
Volume 02 Nomor 2
November 2018
ii
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Editorial
Redaksi Jurnal Teknologi Sipil dalam edisi ke-2 volume 2 ini mengucapkan terima kasih
kepada Prodi Teknik Sipil dan Fakultas Teknik Universitas Mulawarman yang telah
memberikan dukungannya.
Diharapkan seluruh penulis makalah akan tetap setia dan konsisten dalam mempublikasikan
hasil-hasil penelitian terbaru. Selain itu kami berusaha agar lingkup edar Jurnal Teknologi
Sipil dapat semakin meluas yang pada akhirnya juga akan memacu peningkatan kualitas
dari Jurnal Teknologi Sipil.
Akhir kata, redaksi mengucapkan terima kasih atas segala bentuk kontribusi serta kritik
dan saran yang telah diberikan oleh seluruh pendukung setia jurnal ini.
Wassalam
Redaksi
iii
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Daftar Isi
Sulardi
Keselamatan Konstruksi Pada Pekerjaan Pengelasan Dengan Alat Paranet Water
Fire Screen ………………………………………………………………………………………………………………….. 1
Muslimi Noor, Sulardi
Netralisasi Air Asam Area Land Clearing dan Land Preparation Dengan Media
Kapur Tanah Di Lokasi Bangunan Industri ……………………………………….………………………. 8
Heri Sutanto
Perencanaan Jalan Dengan Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) Pada Jalan Rawa
Indah Kota Sangatta Provinsi Kalimantan Timur ………………..…..……………………………. 16
Effa Sefti Zuhrotin, Tamrin, Rusfina Widayati
Analisis Kerusakan Jalan Dengan Metode PCI dan Alternatif Penyelesaian
(Studi Kasus : Ruas Jalan D.I. Panjaitan) …………………………………………………………………. 38
Agmi Dimas Isbuandi, Masayu Widiastuti, Heri Sutanto
Analisis Pengaruh Penggunaan Geotekstil Terhadap Peningkatan Daya Dukung Pondasi Dangkal Pada Tanah Lempung Di Kota Samarinda ……..……………………………. 48
Studi Alternatif Pemenuhan Sumber Air Baku Kota Balikpapan Dengan CaraMensuplay Air Dari Mahakam Ke Manggar ................................................ 27
Hillman Yunardhi, M. Jazir Alkas, Heri Sutanto
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
1
KESELAMATAN KONSTRUKSI PADA PEKERJAAN
PENGELASAN DENGAN ALAT PARANET WATER
FIRE SCREEN
Sulardi11,2,3)
1) Prodi K3, Universitas Balikpapan, Jln. Pupuk Raya, Balikpapan, 7611
2) Asosiasi Ahli K3 Konstruksi Wilayah Kalimantan Timur
3) Himpunan Ahli Konstruksi Komda Kalimantan Timur
e-mail : [email protected]
ABSTRACT
The purpose of this study was to provide an overview of specifications, method of manufacture, method of
installation and how to operate a paranet water fire screen analyzer used in hot work on the dock, face fender
and breasting dolphin. This research method is an application research method with a case study approach in
the form of success story records to overcome the problem of the difficulty of handling the potential exposure of
hydrocarbon vapor to the construction work area because of the potential flash and fire. The results showed
that the first made and used water fire screen paranet device could function properly and safely overcome the
problem. The results of this study have also been replicated to overcome similar problems in the construction
work of tank repair at Pertamina RU V Balikpapan.
Keywords: safety construction, paranet, water fire screen.
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah memberikan gambaran spesifikasi, metode pembuatan, cara pemasangan dan cara
pengoperasianalat paranet water fire screen yang digunakan pada pekerjaan panas di dermaga, face fender dan
breasting dolphin. Metode penelitian ini adalah metode penelitian aplikasi dengan metode pendekatan studi
kasus berupa catatan succes story mengatasi masalah kesulitan penanganan potensi paparan uap hydrocarbon ke
area pekerjaan konstruksi karena berpotensi flash dan kebakaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alat
paranet water fire screen yang baru pertama kali dibuat dan digunakan ini dapat berfungsi dengan baik dan
aman mengatasi permasalahan. Hasil penelitian ini juga telah direplikasi untuk mengatasi permasalahan sejenis
pada pekerjaan konstruksi perbaikan tangki di Pertamina RU V Balikpapan.
Kata kunci: keselamatan konstruksi, paranet, water fire screen,
1. PENDAHULUAN
Pada tahun 2017 PT. Pertamina RU V
Balikpapan akan melakukan perbaikan terhadap
struktur bangunan jetty dan struktur bangunan face
fender yang mengalami kerusakan (sub standard) dan
kondisinya tidak aman untuk dioperasikan (unsafe
condition). Pekerjaan perbaikan yang akan dilakukan
adalah dengan memotong, mengelas dan
mengkonstruksi kembali (rekonstruksi) elemen
struktur bangunan jetty dan face fender, mengganti
elemen konstruksi bangunan yang rusak dan tidak
layak spesifikasi material yang sejenis dengan
kualitas lebih baik.
Hal yang spesifik pada pekerjaan perbaikan
struktur bangunan face fender ini adalah (1)
pekerjaan dilakukan diatas permukaan air laut yang
cukup dalam, gelobang air laut yang cukup besar (2)
tidak tersedia tumpuan untuk bekerja yang memadai
(3) adanya potensi paparan uap minyak ringan dan
gas hydrocarbon yang mudah terbakar (4) rawan
terjadi kecelakaan kerja terjatuh, tercebur dan
tenggelam (5) memerlukan peralatan ponton dengan
kapasitas yang besar (6) pekerjaan panas memotong,
mengelas dan menyambung tiang-tiang pipa baja dan
elemen konstruksi face fender (7) memerlukan
angkat dengan kapasitas angkat minimal 10 ton (8)
memerlukan tenaga kerja berkeahlian khusus dan
wajib bisa berenang, memerlukan pengelasan bawah
air (9) memerlukan alat proteksi khusus untuk
melokalisir paparan uap minyak dan gas hydrocarbon
serta pekerjaan hanya bisa dilakukan pada kondisi
terbatas yakni hanya bisa dilakukan disiang hari (10)
dipengaruhi oleh pasang surut dan kondisi
gelombang air laut. Dengan adanya onstacle tersebut
pada resiko pekerjaan menjadi lebih tinggi
dibandingkan jika pekerjaan sejenis dilakukan diarea
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
2
terbuka dan tidak ada batasan-batas sebagaimana
telah diuraikan.
Gambar 1. Lokasi perbaikan struktur bangunan jetty dan
face fender
Terhadap hal tersebut telah ada upaya
pencegahan secara konvensional yakni menutup
sewer dan oil catcher dengan fire baricade (fire
blanket), menyiapkan air mengalir, menyiapkan alat
pemadam api ringn (APAR) disekitar lokasi
pengelasan. Namun upaya pencegahan ini tidak
efektif karena dengan lokasi kerja yang sangat luas
dan jumlah peralatan berpotensi bocor (leaked) yang
banyak maka akan diperlukan fire baricade, APAR
dan fire blanket yang sangat banyak. Untuk itu
diperlukan suatu alat yang dapat menangkap paparan
uap minyak dan gas hydrocarbon seperti alat tirai air
(water fire screen) yang dapat menangkap paparan
uap minyak dan gas hydrocarbon maka potensi
bahaya flash dan kebakaran dapat dicegah sehingga
pekerjaan panas yang menggunakan alat pemotong
baja (brander) dan alat pengelasan busur api listrik
(welding) dapat dilakukan dengan baik dan aman
tanpa terjadi flash dan kebakaran. Untuk itu
penelitian ini diperlukan dalam rangka mengatasi
masalah kesulitan pada pelaksanaan pekerjaan
perbaikan bangunan face fender. Faktor penyebab permasalahan adalah faktor
alat, yakni tidak adanya peralatan yang dapat
mencegah potensi paparan uap minyak diarea kerja
pengelasan. Sedangkan penyebab permasalahan
kesulitan melokalisir paparan uap minyak
hydrocarbon ke area pengelasan. Oleh karena itu
penelitian ini berfokus pada penyediaan alat yang
dapat melokalisir dan mencegah paparan uap minyak
mudah terbakar dengan alat penangkap uap minyak
paranet water fire screen. Dengan alat ini diharapkan
paparan uap minyak hydrocarbon dapat terlokalisir
dan dapat dinetralkan tanpa mengganggu pekerjaan
pengelasan. Paranet water fire screen berupa tirai air
yang dilengkapi dengan paranet yang selalu
dibasahkan dengan percikan tirai air sehingga
paparan uap hydrocarbon tidak mampu melewatinya.
Tujuan penelitian adalah :
1. Memberikan gambaran alat paranet water fire
screen yang digunakan pada pekerjaan panas di
dermaga, face fender dan breasting dolphin
2. Memberikan gambaran metode pemasangan dan
pengoperasian alat paranet water fire screen yang
digunakan pada pekerjaan panas di dermaga, face
fender dan breasting dolphin.
Target dan sasaran perbaikan :
1. Pembuatan alat paranet water fire screen untuk
melokalisir paparan minyak ringan dan gas
hydrocarbon dengan menyesuaikan lingkungan
kerja, selesai dengan baik dan aman
b. Penyusunan metode kerja pemasangan dan
pengoperasian alat paranet water fire screen
untuk melokalisir paparan minyak ringan dan gas
hydrocarbon, selesai dengan baik dan aman
c. Alat paranet water fire screen untuk melokalisir
paparan minyak ringan dan gas hydrocarbon
dapat berfungsi dengan baik mencegah terjadinya
flash dan bahaya kebakaran dilokasi kerja
perbaikan jetty dan face fender
d. Alat paranet water fire screen untuk melokalisir
paparan minyak ringan dan gas hydrocarbon
dapat direplikasi untuk mengatasi permasalahan
sejenis di lingkungan Pertamina RU V maupun
diluar lingkungan Pertamina RU V.
Penelitian keselamatan konstruksi dengan
membuat alat paranet water fire screen di lingkungan
PT. Pertamina RU V yang pertama kali dilakukan
dan belum pernah ada penelitian sejenis yang pernah
dilakukan dan dipublikasikan di lingkungan PT.
Pertamina RU V Balikpapan maupun dilingkungan
Fakultas Vokasi Universitas Balikpapan. Penelitian
sebelumnya yang pernah dilakukan adalah hasil
penelitian Ratna Septiyani Purwadi (2013) dengan
judul penelitian Upaya Pencegahan dan
Penanggulangan Kebakaran Sebagai Bentuk
Pelaksanaan Sistem Manajemen Kebakaran. Hasil
penelitian menunjukan sudah terdapat program
praskebakaran,sprogram saat bencana kebakaran,
program pasca kebakaran dan gambaran penerapan
system manajemen kebakaran bernilai baik. Hasil
penelitian lain yang dilakukan oleh Josua Dwi
Wiedyanto (2013), dengan judul Penerapan Prosedur
Penerapan Ijin Kerja Panas (Hot Work Permit)
dengan hasil penelitian bahwa pengetahuan pekerja
tentang prosedur serta penerapan ijin kerja panas
termasuk kategori tinggi yaitu sebesar 97,22%
dengan skor perilaku kerja aman pekerja diperoleh
sebesar 86,11% dan termasuk kategori perilaku aman
sehingga disimpulkan terdapat hubungan yang kuat
antara pengetahuan pekerja tentang prosedur
penerapan ijin kerja panas dengan perilaku aman
pada pekerjaan panas.
Perbedaan kedua penelitian yang telah dilakukan
dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada
penelitian ini fokus penelitian pada metode
melokalisir lingkungan kerja panas dengan mencegah
paparan gas hydrocarbon mencepai lokasi kerja
panas menggunakan tirai paranet dan tirai pancaran
air. Dapat disimpulkan bahwa kedua penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya memiliki fokus dan
sasaran penelitian yang berbeda dengan penelitian
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
3
yang akan peneliti lakukan sehingga penelitian yang
akan dilakukan layak untuk dilanjutkan untuk
mendapatkan gambaran tentang metode proteksi
paparan gas hydrocarbon dengan cara melokalisir
paparan uap gas hydrocarbon dengan tabir paranet
dan tirai air (paraner water fire screen).
2. KAJIAN PUSTAKA
Dua penyebab aliran gas hydrocarbon adalah (1)
gas hydrocarbon yang bersifat ringan, kondisinya
mengambang (floating) diudara dan mudah
berpindah tempat (2) angin adalah massa udara yang
bergerak dari tempat yang kondisi kepadatan
udaranya tinggi kearah tempat yang kondisi
kepadatan udaranya rendah. Sedangkan keberadaan
minyak ringan dan gas hydrocarbon adalah berasal
dari bocoran, tumpahan dan terlepasnya bahan
tersebut pada saat pekerjaan loading-unloading
kapal, bocoran sambungan (fitting), sisa-sisa minyak
ringan dan gas hydrocarbon yang terjebak pada
perpipaan dan sistim sambungan. Jika mendapat
pengaruh panas maka minyak akan berubah fasa
menjadi fasa yang lebih ringan berupa minyak ringan
atau fasa yang lebih ringan lagi dalam bentuk gas
hydrocarbon yang mudah terbakar apabila kontak
dengan sumber panas hingga mencapai titik ignation
point. Sifat fisik gas hydrocarbon yang spesifik
adalah mudah berubah fasa jika mengalami
perubahan temperature atau kontak dengan material
yang temperaturnya lebih rendah. Oleh karena itu
material gas hydrocarbon akan berubah menjadi fasa
liquid atau fasa padat apabila kontak dengan tirai air
dan tirai paranet yang temperaturnya lebih rendah
dan massanya lebih padat sehingga massa aliran gas
hydrocarbon akan berhenti pada tirai tersebut dan
hanya sebagian kecil gas hydrocarbon yang lolos dari
tirai air dan tirai paranet tersebut. Dengan kecilnya
massa gas hydrocarbon yang kemungkinan lolos dari
tirai air dan tirai paranet tersebut sehingga paparan
gas hydrocarbon dalam ambang batas aman untuk
dilakukan pekerjaan panas berupa pemotongan baja,
pengelasan dan penyambungan elemen struktur
bangunan dermaga.
Prinsip kerja metode paranet water fire screen
mengacu pada proses penyaringan air baku dan air
kotor dengan menggunakan metode tangga cascade
dan pancaran air (water spray) aliran air akan
menangkap udara dan mengendapkan kandungan
lumpur halus terlaut didalam air, hasilnya kandungan
lumpur halus tersaring oleh sistim tangga cascade
dan air yang sampai diujung aliran telah jernih tanpa
kandungan lumpur.
Gambar 2. Prinsip kerja aerasi tirai air
Metode penyaringan air kotor dengan media
filter kain katun dengan prinsip menangkap
kandungan lumpur halusnya (filter) dan membiarkan
air tetap mengalir. Untuk memaksimalkan
penyerapan kandungan zat besi, metode aerasi
digabungkan dengan pengendapan di bak kontak dan
filtrasi. Hasil yang diperoleh adalah diperoleh air
bersih dan menjadikan kain katun sebagai media
penangkap kandungan lumpur halus didalam air.
Gambar 3. Prinsip kerja filtrasi
Kedua prinsip diatas adalah perpaduan proses
aerasi dan proses filtrasi. Dengan keberhasilan kedua
metode tersebut maka prinsip kerjanya digunakan
untuk menetralisir potensi kandungan gas
hydrocarbon terikut diudara dengan cara menangkap
gas hydrocarbon dan melarutkan bersama aliran air
pada tirai air dan paranet. Hasilnya gas hydrocarbon
ringan yang mudah terbakar dan terikut didalam
aliran udara dapat diserap oleh tirai air (water fire
screen) dan tidak sampai ke lokasi pekerjaan
pengelasanan sehingga udara disekitar lokasi
pengelasan adalah udara yang telah bebas kandungan
gas hydrocarbon dan merupakan lokasi kerja yang
aman. Metode tirai air (water fire screen) dan tirai
paranet ini akan dibentangkan pada jarak 10-15
meter dari lokasi pengelasan dengan dengan lebar
sesuai kebutuhan (keliling lokasi kerja) dan
ketinggian 2.0-3.0 meter diatas lokasi pekerjaan
pengelasan sehingga seluruh aliran udara yang
berasal dari sumber paparan dapat diserap dengan
baik oleh paranet water fire screen dan paranet basah.
Beberapa pertimbangan penggunaan alat paranet
water fire screen untuk mencegah potensi flash dan
kebakaran pada pekerjaan konstruksi dengan
pengelasan didasari oleh beberapa hal, namun tidak
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
4
terbatas pada (1) efektivitas sistim kerja alat terhadap
kemampuan mencegah terjadinya flash dan
kebakaran (2) dampak yang ditimbulkan terhadap
sistim lain dilokasi kerja (3) tingkat permasalahan
lingkungan yang ditimbulkan dari penggunaan
paranet water fire screen (4) material yang digunakan
tidak mencemari lingkungan (5) biaya pembuatan,
pemasangan dan pengoperasian alat paranet water
fire screen murah (6) menggunakan material yang
terdapat banyak dipasaran dan mudah didapatkan,
dan (7) dapat disimpan dan digunakan secara
berulang-ulang.
3. METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pertamina RU V
Balikpapan, khususnya dilingkungan kerja Unit Oil
Movement. Unit kerja ini mengoperasikan dermaga
guna menunjang kelancaran loading-unloading bahan
bakar minyak dan bahan baku minyak mentah (Crude
oil) dari kapal tanker ke tanki penimbunan dan
sebaliknya dengan menggunakan alat lengan
pengisian (loading arm). Lokasi penelitian adalah
lokasi pekerjaan perbaikan struktur bangunan jetty
dan struktur bangunan face fender yang lokasinya
berada ditengah laut dan berada diatas perairan
dalam. Lokasi kerja terisolir dari fasilitas tumpuan
bekerja yang memadai, rawan terjadi kecelakaan
kerja, tercebur ke perairan dalam dan tenggelam.
Gambar 4. Lokasi pekerjaan perbaikan struktur bangunan
Face fender
Metode Pendekatan Penelitian
Metode pendekatan yang dipergunakan dalam
penelitian adalah metode pendekatan studi kasus.
Studi kasus penelitian adalah kasus kesulitan
pekerjaan perbaikan struktur bangunan dermaga,
struktur bangunan face fender dan struktur bangunan
breasting dolphin di Pertamina RU V Balikpapan
dengan fokus pengamatan adalah masalah potensi
bahaya flash dan kebakaran serta metode proteksi
terhadap potensi bahaya flash dan kebakaran
sehingga pekerjaan perbaikan struktur bangunan
dermaga, struktur bangunan face fender dan struktur
bangunan breasting dolphin dapat dilaksanakan dan
dapat diselesaikan dengan baik dan aman. Metode
pendekatan masalah penelitian adalah dengan metode
penelitian kualitatif. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode penelitian aplikatif atau
metode penelitian terapan. Metode penelitian ini
dipilih karena kualitatif memiliki karakteristik
sebagai berikut (1) sumber data langsung dalam
situasi yang wajar dimana peneliti bertindak selaku
instrument penelitian utama (2) bersifat deskriptif/
menjelaskan (3) lebih mengutamakan proses dari
pada hasil atau produk (4) analisa data secara
induktif, dan (5) mengutamakan makna. Dengan
penelitian kualitatif ini disyaratkan juga agar
penelitian terhindar dari bias pribadi terhadap subyek
penelitiannya, untuk itu perlu disusun secara
terperinci tentang informasi-informasi hasil
penelitian yang diperoleh dari lapangan secara
lengkap dan akurat dengan menganalisis bentuknya.
Untuk itu diperlukan koordinasi yang baik dengan
sumber data dengan mengupayakan eksplorasi untuk
memperoleh pemahaman dan masalah yang akan
diteliti telah dirumuskan melalui pertanyaan
penelitian. Dan dengan pertanyaan penelitian ini,
peneliti berkeinginan memahami permasalahan
obyek dan subyek penelitian yang ada.
Bahan-bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan
alat paranet water fire screen adalah sebagai berikut
(1) pipa paralon PVC diameter. 3 inch, 2 inch dan 1
inch, menyesuaikan kebutuhan di site, reducer dan
penyambungnya (2) paranet (shading net), spesifikasi
45%, lebar 3.0 meter, menyesuaikan kebutuhan di
site (3) seling (wire rope) diameter. ½ inch (4)
shackle clips, bentuk U clips diameter. ½ inch (5)
clamps, diameter ½ inch dan ¾ inch (6) tali segel
plastik (plastic seal), dan (7) bahan-bahan lain sesuai
kebutuhan di site.
Gambar 5. Paranet dan peruntukannya
Peralatan Penelitian
Peralatan kerja dan peralatan kerja bantu untuk
pembuatan alat paranet water fire screen adalah (1)
ponton besar, berupa kapal ponton dengan kapasitas
min. 10 ton, dapat menengangkau bahan-bahan,
peralatan dan pekerja 14 orang (2) ponton kecil,
kapasitas 4 ton, dapat manuver dilokasi kerja terbatas
(3) mesin las potong untuk pipa baja dan
kelengkapannya (4) mesin las dan peralatan
kelengkapannya (5) alat-alat ukur, theodolite dan
waterpass (6) alat pelubang pipa PVC, dia. 3 mm (8)
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
5
alat pengikat/ penyambung paranet (9) peralatan
kerja perpipaan (10) peralatan kerja bantu lainnya
(11) peralatan keselamatan kerja dan peralatan
pelindung diri, dan (12) peralatan lain menyesuaikan
kondisi dan lingkungan kerja di site.
Cara Membuat dan Memasang Alat Paranet
Water Fire Screen
1. Menyiapkan material paranet 45% dengan
diameter lubang yang cukup, dimensi lebar. 3.0
meter dan panjang menyesuaikan kebutuhan. Jika
tidak tersedia paranet dengan ukuran yang
kehendaki dapat disambung dengan cara diikat
dengan baik dan rapat
2. Menyiapkan material seling (wire) dengan
diameter min. ½ Inch, disukai jika dengan
diameter yang lebih besar dan dengan panjang
sesuai kebutuhan dan tidak melendut saat
dioperasikan
3. Menyiapkan material pipa paralon (PVC) dengan
diameter min.3.0 Inch, 2.0 Inch dan 1.0 Inch
dimensi panjang menyesuaikan. Jika panjang pipa
tidak mencukupi bisa disambung dengan alat
penyambung pipa
4. Lubangi pipa PVC (dia. 3 inch, 2 inch dan 1 inch)
pada arah yang sama sebanyak 2 lubang diameter
3 mm dengan arah menyilang dan membentuk
sudut 10 derajat terhadap bidang tegak lurus
5. Sambung pipa-pipa PVC dengan sambungan pipa
dan sambungan reducer serta dengan memastikan
bahwa sambungan cukup kuat dan tidak akan
terlepas pada saat dioperasikan dengan tekanan
air yang cukup tinggi (3.0 Kg/cm2)
6. Sambungkan neple joint, fitting penyambung,
diameter dan dimensi menyesuaikan dimensi pipa
PVC yang akan disambungkan
7. Ikatkan paranet ditengah lubang pipa dengan
segel plastik dan dengan posisi seling berada
dibagian atas dan pastikan posisi paranet tidak
menutup lubang-lubang pipa
8. Pasang pipa/ selang penghubung dan valve
(keran) buka-tutup aliran dari sumber aliran air,
pastikan interkoneksi pipa tirai air dan flange
konektor terkita dengan baik dan tidak terlepas
pada saat dialiri dengan air bertekanan cukup
tinggi (3. 0 kg/cm2)
9. Paranet yang telah disiapkan dengan dimensi
panjang dan lebar sesuai kebutuhan diikatkan
bagian ujungnya dengan kawat pengikat (atau
sejenisnya) dengan jarak ikatan 20-30 Cm pada
seling, pastikan ikatan cukup kuat dan tidak rusak
saat paranet bertambah berat akibat adanya aliran
air dari fire screen
10. Pipa paralon/ PVC yang telah dilubangi sebanyak
2 lubang pada tiap jarak 5 Cm secara selang
seling dibagian bawahnya (satu jalur) dengan
diameter lubang maks. 3 mm, pipa PVC
disiapkan dengan dimensi, panjang, bentuk dan
konfigurasi sesuai kebutuhan diikatkan terhadap
seling (wire) sehingga menyatu dengan pasangan
paranet pada seling
11. Pasang paranet dengan pengikatkan seling
penggantung pada lokasi yang cukup kokoh,
ketinggian minimum 3.0 meter dan jarak dengan
lokasi kerja min. 3.0 meter, pastikan seling terikat
dengan baik dan aman
12. Pasangan paranet fire water screen menyesuaikan
dengan lokasi kerja yang dilindungi, dapat
dibentuk persegi, memanjang, melingkar atau
lurus satu arah saja dengan menyesuaikan arah
angin.
Cara Mengoperasikan
1. Pasang interkoneksi pipa sumber air dengan pipa
atau selang, pastikan dimensi pipa/ selang
interkoneksi telah sesuai, pasang penyambung
dan ikat dengan kuat, pasang valve (keran),
pastikan terpasang kuat, rapat dan tidfak bocor,
pastikan pula agar sumber aliran air yang
digunakan memiliki tekanan aliran yang cukup
tinggi
2. Alirkan air dari sumber air sehingga mengisi
seluruh pipa PVC, pastikan seling tidak melendut,
pipa PVC tidak bengkok dan air dapat memancar
dari lubang-lubang pipa PVC membentuk payung
3. Paranet water fire screen dipasang dan berfungsi
dengan baik selama pelaksanaan pekerjaan
pengelasan dan dilepas kembali setelah seluruh
rangkaian pekerjaan pengelasann selesai
dilakukan
4. Paranet ater fire screen terpasang selalu dengan
kondisi teraliri dan terbasahkan oleh tirai air dari
pipa paralon
5. Paranet fire water screen bekerja dengan baik
membentuk tirai air.
6. Indikator dan ukuran keberhasilan pasangan dan
penggunaan alat paranet water fire screen adalah
(a) pemasangan paranet water fire screen dengan
memperhatikan arah angin (b) tidak terindikasi
paparan minyk ringan atau gas hydrocarbon
dilokasi kerja yang dilindungi yang terlihat dan
terasa secara visual atau terdeteksi oleh alat gas
test (c) tidak ada paparan/ percikan air mengenai
lokasi kerja (d) water fire screen memancarkan
air secara terus menerus dan paranet selalu dalam
kondisi basah, dan (e) jika terindikasi kerusakan
atau peyimpangan pada fungsi paranet water fire
screen segera hentikan dan lakukan perbaikan.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini adalah hasil perbaikan yang
telah dilakukan dengan membuat alat, membuat
metode kerja pemasangan alat dan metode
pengoperasian alat paranet water fire screen untuk
melokalisir paparan minyak ringan dan hydrocarbon
dari area jetty dan area loading-unloading crude oil
dan bahan minyak minyak sehingga dapat mencegah
terjadinya bahaya flash dan kebakaran diarea kerja
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
6
perbaikan bangunan jetty dan bangunan face fender
jetty Pertamina. RU V Balikpapan. Alat paranet
water fire screen ini sangat diperlukan untuk
menunjang kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan
pekerjaan perbaikan struktur bangunan jetty dan
struktur bangunan face fender sebagai alat untuk
melokalisir dan mencegah paparan uap minyak
ringan dan paparan gas hydrocarbon memasuki area
kerja perbaikan dimana terdapat pekerjaan panas
yang menggunakan api terbuka yakni pekerjaan
pemotongan baja dengan las potong, pekerjaan
pengelasan, pekerjaan penggerindaan dan pekerjaan
lain yang merupakan pekerjaan tidak terpisahkan
pada pekerjaan panas. Rangkaian pekerjaan panas
tersebut menghasilkan radiasi panas dan percikan
bunga api yang apabila kontak dengan uap minyak
atau gas hydrocarbon yang memasuki area kerja
maka akan terhadi flash dan kebakaran.
Prinsip dasar kerja alat paranet water fire screen
adalah memadukan dan menggabungkan dua metode
penyaringan air yaitu metode penyaringan aerasi dan
metode penyaringan filtrasi. Metode aerasi bekerja
dengan cara menangkap paparan uap minyak ringan
dan gas hydrocarbon serta mengkondensasikan dan
melarutkan dengan tirai air (water screen).
Sedangkan metode filtrasi bekerja dengan cara
menangkap paparan upa minyak ringan dan gas
hydrocarbon yang tidak tertangkap oleh tirai air
(paranet frie screen). Paduan kedua metode kerja
tersebut terbuat efektif dan berhasil dengan baik
diaplikasikan pada pekerjaan perbaikan struktur
bangunan jetty dan struktur bangunan face fender
Pertamina RU V. Evidence keberhasilan ini
dibuktikan dengan data-data hasil uji gas test yang
dilakukan setiap sebelum dimulainya pekerjaan
panas dan terbukti bahwa dilokasi pekerjaan tidak
terdapat paparan uap minyak ringan dan tidak
terdapat paparan gas hydrocarbon (zero flamable
gas). Setelah lokasi kerja dinyatakan aman terhadap
paparan uap minyak dan gas hydrocarbon maka
pekerjaan panas seperti pekerjaan memotong baja,
menggerinda dan mengelas dapat dilakukan dengan
tetap memperhatikan aspek-aspek keselamatan kerja
sebagaimana yang telah diidentifikasi dan rencana
tindakan pencegahannya pada lembaran job safety
analysis (JSA). Sebagai tindakan preventif terhadap
potensi bahaya paparan uap minyak dan gas
hydrocarbon secara tidak terduga (unpredictable)
maka selama pekerjaan panas seperti pemotongan
baja, penggerinaan dan pengelasan selalu disiapkan
air yang mengalir dengan selang-selang air, menutup
sewer, oil pit, oil catcher, menyiapkan alat pemadam
api ringan (APAR) disetiap lokasi kerja dan
menyiapkan alat pemadam api lainnya.
Dengan keberhasilan kedua metode tersebut
maka prinsip kerjanya digunakan untuk menetralisir
potensi kandungan gas hydrocarbon terikut diudara
dengan cara menangkap gas hydrocarbon dan
melarutkan bersama aliran air pada tirai air dan
paranet. Hasilnya gas hydrocarbon ringan yang
mudah terbakar dan terikut didalam aliran udara
dapat diserap oleh tirai air (water fire screen) dan
tidak sampai ke lokasi pekerjaan pengelasanan
sehingga udara disekitar lokasi pengelasan adalah
udara yang telah bebas kandungan gas hydrocarbon
dan merupakan lokasi kerja yang aman. Metode tirai
air (water fire screen) dan tirai paranet ini akan
dibentangkan pada jarak 10-15 meter dari lokasi
pengelasan dengan dengan lebar sesuai kebutuhan
(keliling lokasi kerja) dan ketinggian 2.0-3.0 meter
diatas lokasi pekerjaan pengelasan sehingga seluruh
aliran udara yang berasal dari sumber paparan dapat
diserap dengan baik oleh paranet water fire screen
dan paranet basah. Spesifikasi material, bentuk,
dimensi dan konfigurasi pemasangan alat paranet
water fire screen yang sedemikian rupa diharapkan
dapat berfungsi maksimal menyerap dan menangkap
adanya paparan uap minyak dan gas-gas hydrocarbon
yang datang dari area kapal tanker, dari area loading
arm dan dari area lain yang tidak terduga. Alat ini
akan menetralisir uap minyak dan gas-gas
hydrocarbon menjadi liquid yang terlarut bersama
aliran tirai air sehingga kondisinya netral dan tidak
mudah terbakar.
Hasil pencapaian target dan sasaran penelitian
yang telah dilakukan adalah (1) pembuatan alat
paranet water fire screen, selesai dengan baik dan
aman, target tercapai 100% (2) pemasangan alat
paranet water fire screen (tirai air), selesai dengan
baik dan aman, target tercapai 100% (3) paranet
water fire screen dapat berfungsi dengan baik dan
aman, target tercapai 100% (4) pekerjaan panas,
pemotongan, pengelasan dan penyambungan
konstruksi selesai dikerjakan dengan baik dan aman,
target tercapai 100% (5) tidak terjadi flash,
kebakaran dan tidak terjadi kecelakaan kerja selama
pelaksanaan pekerjaan (zero incident), target tercapai
100%.
Gambar 6. Alat paranet water fire screen setelah
terpasang dan difungsikan
5. KESIMPULAN
Dari uraian permasalahan dan hasil-hasil
penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut.
1. Inovasi membuat alat paranet water fire screen
adalah tirai air dan tirai paranet yang
digabungkan menjadi satu untuk menyerap
paparan uap minyak ringan dan gas
hydrocarbon, terbukti cocok dan sesuai
digunakan dengan baik dan aman untuk
mencegah terjadinya flash dan kebakaran pada
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
7
pekerjaan panas di jetty dan face fender
Pertamina RU V Balikpapan
2. Alat paranet water fire screen telah direplikasi
untuk mengatasi permasalahan sejenis pada
pekerjaan overhaul tangki dengan baik dan
aman.
SARAN-SARAN
1. Inovasi alat paranet water fire screen ini dapat
direplikasi untuk mengatasi permasalahan
sejenis dilingkungan PT.Pertamina RU V dan
unit kerja lain diluar PT. Pertamina yang
mengalami permasalahan sejenis
2. Prinsip dasar inovasi alat paranet water fire
screen ini dapat memberikan sumbangsih untuk
pengkayaan khasanah kepustakaan dalam bidang
keselamatan dan kesehatan kerja bagi Program
studi keselamatan dan kesehatan kerja
Universitas Balikpapan
3. Hasil penelitian alat paranet water fire screen ini
juga diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan
menjadi dasar penelitian lanjut dengan lingkup
dan lingkup penelitian yang lebih luas dan lebih
mendalam.
UCAPAN TERIMAKASIH
Dengan telah selesainya penelitian ini Penulis
mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada
Bapak Rahendrafedy selaku Stationary Inspection
Engineer Section Head Pertamina RU V Balikpapan,
Kawan-kawan PT. Kemenangan Jakarta yang telah
banyak memberikan supportnya sehingga kelancaran
dan selesainya penelitian ini, terimakasih kepada
Program studi K3 dan LPPM Universitas Balikpapan
yang membiayai penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Bird, E. Frank, Jr, dan Germain, L. G, 1986,
Practical Loss Control Leadership.Published by
Institute Publishing, Devision of Loss Control
Institute, George, USA
[2] Budi Rijanto, 2010, Pedoman Praktis
Keselamatan, Kesehatan Keja dan Lingkungan
(K3LL) Industri Konstruksi, Mitra Wacana Media,
Jakarta
[3] Dennis P. Nolan PE, 1996, Handbook of Fire
and Explosion Protection Engineering Principles for
Oil, Gas, Chemicals and Relatied Facilities, Noyes
Publication, USA
[4] Chraigh Schroll. R, 2002, Industrial Fire
Protection Handbook, CRC Press Washington, USA
[5] John Riddley & John Channing, 1994, Risk
Management, John Willey & Son Inc, New York
[6] Josua Dwi Wiedyanto, 2013, Penerapan
Prosedur Penerapan Ijin Kerja Panas (Hot Work
Permit), Jakarta
[5] Mark Mc Guire Moran, 1996, Construction
Safety Handbook, Government Institutes, Inc,
Rockville, Maryland,
[6] Roger L Brauer, 1994, Safety and Health for
Engineers, John Willey & Son Inc, New York
[7] Pertamina, 2013, Isolasi Bahaya, Materi
Upskilling dan sertifikasi Ahli Teknik dan GSI,
Surakarta
[8] Pertamina, 2013, Lingkungan Kerja Panas dan
Surat Ijin Kerja Panas, Materi Upskilling dan
Sertifikasi Ahli Teknik dan GSI, Surakarta
[9] Ratna Septiyani Purwadi, 2013, Upaya
Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran
Sebagai Bentuk Pelaksanaan Sistem Manajemen
Kebakaran, Jakarta
[10] Sulardi, 2013, Implementasi Keselamatan kerja
Konstruksi Diatas Perairan Untuk Mencegah
kecelakaan kerja Pada pekerjaan Perbaikan
Kosntruksi Dermaga, Laporan Penelitian Program
Studi D-4-K3 Universitas Balikpapan
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muslim Noor, Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
8
NETRALISASI AIR ASAM AREA LAND CLEARING
DAN LAND PREPARATION DENGAN MEDIA
KAPUR TANAH DI LOKASI BANGUNAN INDUSTRI
Muslim Noor1)
, Sulardi12)
1) RDMP PT. Pertamina RU V, Balikpapan
2) Prodi Teknik Sipil Universitas Tridharma, Balikpapan
e-mail : [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Kegiatan land clearing dan land preparation meliputi pekerjaan pengupasan permukaan lahan, pembersihan,
perataan, pemadatan dan pembuatan sistim drainase lahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan
gambaran tentang metode kerja untuk menetralkan limbah air buangan dari area land clearing dan land
preparation dengan pencampuran kapur tanah. Metode kerjanya adalah dengan mencampurkan bubuk kapur
dipermukaan tanah dan mencampurkan larutan air kapur kedalamsump pit. Untuk mempercepat proses
penetralan dilakukan dengan cara pengadukan dan pengendapan. Hasil uji keasaman (pH) limbah air
buangan sebelum dilakukan netralisisasi adalah air buangan berwarna coklat kehitaman dengan pH 2,5 dan
hasil uji pencampuran ¾ sendok makan yang dilarutkan kedalam 1 liter air buangan dapatmenaikan pH air
buangan menjadi 7,5dan setelah diendapkan selama 30 menit air berwarna jenih dengan endapan lumpur
berwarna kekuningan dan endapan solid berwarna hitam keclokatan. Hasil penelitian menunjukan bahwa
netralisasi limbah air buangan yang bersifat asam dengan metode pencampuran terbukti cocok dan sesuai
digunakan. Keberhasilan metode netralisasi limbah air buangan dengan pencampuran kapur tanah ini telah
direplikasi ditempat yang mengalami permasalahan sejenis.
Kata kunci: Limbah air buangan, air asam, netralisasi kapur.
1. PENDAHULUAN
Secara umum kegiatan pembangunan
infrastruktur dimulai dan diawali tahapannya dengan
pekerjaan pembersihan lahan (land clearing) dan
penyiapan lahan (site preparation) sehingga lahan
yang akan dibangun telah benar-benar siap. Pada
kegiatan ini yang dilakukan adalah pembersihan
sampah dan limbah padat (disposal), pembersihan
semak belukar, tanaman liar, material-material
pelapukan dan perakaran tanaman lainnya. Setelah
itu dilanjutkan dengan pengupasan lapisan tanah
humus dipermukaan, penggalian permukaan tanah
yang tinggi, pengurugan permukaan tanah yang
rendah, perataan permukaan, pemadatan dan
pembuatan saluran drainase. Kegiatan ini dilakukan
untuk menyiapkan lahan bangun agar pada saat akan
dilakukan pembangunan nanti kondisinya telah
mantap (seatle) dan unsur-unsur pengotor yang dapat
merusakan material bangunan telah terbersihkan.
Pemantapan dan pembersihan lahan dilakukan dapat
dilakukan secara manual dan mekanikal, tetapi
metode ini hanya bisa digunakan untuk area rencana
bangun yang terbatas dan sempit, sedangkan untuk
area bangun yang cukup luas pada umumnya
pemadatan dan pembersihan unsur pengotor
(impurities) dilakukan secara alamiah oleh sifat
grafity materialnya sendiri, oleh angin dan air hujan.
Permasalahan yang dihadapi adalah bahwa salah
satu dampak dari pengupasan, pengolahan,
penggalian dan penimbunan tersebut adalah limpasan
air buangan yang tersuspensi dengan material tanah
yang dilarutkan dan dilaluinya sehingga menjadikan
air buangannya mengandung lumpur dan berwarna
keruh, material suspensi terlarut dan berwarna coklat
hingga kehitaman, air buangan menjadi asam,
mengakibatkan pendangkalan saluran,
mengakibatkan tercemarnya lingkungan air dan
terganggunya kehidupan habitat air.Lahan land
clearing dan land preparation ini secara historikal
adalah lahan yang pernah dijadikan tempat
pembuangan dan penguburan limbah acid clay yang
kemudian dijadikan daerah tertutup (restric area)
untuk dimasuki masyarakat umum.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muslim Noor, Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
9
Gambar 1. Air buangan di saluran inlet sump pit
Untuk itu penelitian ini diperlukan guna
menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
penelitian yakni bagaimana metode yang akan
digunakan untuk menetralisir air buangan dari lahan
area land clearing dan land preparation sehingga
dapat menetralisir limpasan air buangan sebelum
dilepaskan dan dialirkan ke parairan umum. Dengan
penelitian pula diharapkan dapat mengatasi
permasalahan yang selama ini dihadapi yakni
kesulitan penanganan limpasan air buangan dari area
land clearing dan land preparation karena secara
visual air buangan mengandung lumpur dan
berwarna coklat kehitaman. Hasil uji keasaman
dengan pH indicator (kertas lakmus) menunjukkan
bahwa air buangan memiliki pH 2,5-3,5 dan bersifat
asam. Dengan gambaran data tersebut dapat
disimpulkan bahwa air buangan dari lahan lang
clearing dan land preparation tidak layak untuk
dibuang ke perairan umum. Untuk itu pula dengan
penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi
yang tepat terhadap permasalahan selama ini
sehingga limpasan air buangan dari lahan land
clearing dan land preparation terlebih dahulu diolah
dan dinetralkan hingga dalam batas aman untuk
dibuang ke perairan umum.
Dampak permasalahan land clearing dan lang
preparation dari aspek panca mutu adalah (1) secara
kualitas (quality) air buangan mengandung lumpur,
mengandung material terlarut dan bersifat aman (2)
secara biaya (cost) permasalahan ini berpotensi
mengakibatkan kerusakan struktur bangunan
terpasang dan peralatan dengan kerugian > Rp
500.000.000,00 (3) secara metode (delivery)
permasalahan ini cukup sulit diatasi karena belum
adanya metode kerja baku untuk menetralisir air
buangan sejenis (4) secara safety permasalahan
dapat mengakibatkan kerusakan struktur dan
peralatan terpasang (5) dan secara moral
permasalahan ini merupakan beban psikologis bagi
pekerja terkait dan asset holder lokasi bangun
terhadap lingkungannnya.
Faktor penyebab permasalahan ini adalah faktor
material, yakni air buangan yang terkontaminasi
dengan lumpur, solid terlarut dan bersifat asam.
Sedangkan penyebab permasalahannya adalah belum
adanya metode kerja baku untuk menetralisir
limpasan air buangan dari lahan land clearing dan
land preparation sehingga air buangan hingga saat ini
masih ditampung secara temporary pada bangunan
penampungan (sumppit) dan dikawatirkan jika terjadi
hujan lebat dalam durasi yang lama penampungan
tidak mampu, longsor dan melimpas ke lingkungan
sekitarnya secara tidak terkendali. Dengan demikian
dapat disimpulkan pula bahwa faktor penyebab
permasalahan yang yang dominan limbah air
buangan yang belum tertangani karena belum adanya
metode kerja baku yang dianggap cocok dan sesuai
digunakan.
Oleh karena itu fokus penanganan masalah
adalah dengan mengatasi faktor dan penyebab
permasalahan yang dominan yaitu dengan membuat
metode kerja yang cocok dan dianggap paling sesuai
untuk mengatasi permasalahan ini dengan metode
pembubuhan larutan kapur tanah kedalam bak
penampungan (sumppit), pengadukan dan
pengendapan material suspense terlarut. Metode
kerja ini secara umum dikenal dengan istilah
netralisasi air asam dengan media kapur. Metode
kerja ini dianggap paling cocok, paling sesuai dan
mudah untuk dilaksanakan. Untuk itu pula penelitian
memfokuskan dan membatasi diri pada penanganan
airbuangan dari lahan land clearing ddan land
preparation dengan metode pembubuhan kapur
tanah. Lingkup penelitian adalah air buangan yang
berasal dari limpasan lahan land clearing dan land
preparation untuk bangunan industri.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dari kegiatan penelitian
ini adalah :
1. Memberikan gambaran tentang komposisi dan
metode uji coba campuran kapur tanah dan air
buangan yang dilakukan pada benda uji (jar test)
sehingga diperoleh komposisi campuran air
buangan yang bersifat netral dengan pH > 6,5
2. Memberikan gambaran komposisi campuran
kapur dengan air dan metode kerja netralisasi air
buangan didalam sump pit untuk menghasilkan
air dengan kondisi pH netral (> 6.5)
Memberikan gambaran kondisi air buangan
sebelum dan setelah dilakukan penanganan dengan
metode netralisasi pembubuhan kapur tanah.
2. KAJIAN PUSTAKA
Kegiatan land clearing dan land preparation
dapat menimbulkan air buangan yang bersifat asam,
berwarna keruh, coklat hingga kehitaman dengan
keasaman tingg (pH < 4,5). Untuk itu terhadap lahan
tersebut harus disiapkan langkah penanganan dan
pengelolaan air buangannya dengan penyediaan
saluran air pembawa dan bak penampungan
sementara air buangan (sump pit). Secara umum
penanganan air yang bersifat asam dilakukan dengan
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muslim Noor, Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
10
metode netralisasi dengan pembubuhan kapur
terhadap tanahnya dan terhadap air buangan yang
berasal dari limpasan air permukaan dan rembesan
air dari urugan tanah. Metode penanganan semacam
ini lebih dikenal dengan istilah pengelolaan pasif
yakni dengan membiarkan bubuk kapur tanah beraksi
dengan tanah dan mengikat impurities didalam
komponen tanah sehingga kondisi tanah maupun air
buangannya bersifat netral.
Penggunaan kapur tanah yang sering juga
disebut dengan tohor (CaO) pada saluran air atau
pada kolam pengendap lumpur dapat menaikkan
nilai pH agar sesuai dengan baku mutu lingkungan.
Pembubuhan kapur dapat dilakukan inlet sump pit,
kedalam sump pit dan terhadap outlet saluran
buangan sump pit. Penambahan kapur tanah yang
dilakukan secara kontinyu dan dengan dosis yang
tepat dapat menaikan pH air asam hingga kondisi air
netral.Material kapur adalah material bantu telah
terbukti dapat meningkatkan pH secara praktis,
murah dan aman sekaligus dapat menggurangi
kandungan-kandungan logam berat yang terkandung
dalam air asam tambang. Ada beberapa macam kapur
yang dapat digunakan, yaitu kapur pertanian
(CaCO3), kapur tohor (CaO), kapur tembok
(Ca(OH)2), dolomite (CaMg(CO3)2) dan kapur
silika (CaSiO3).Pengujian dilakukan dengan cara
mencampurkan langsung 1 Liter air asam tambang
dengan kapur (0,6-1,0 gr) ke dalam toples penguji
dan pengadukan dengan alat Jart-Test. Hasil
penelitian menunjukan bahwa terjadi perubahan pH
air asam tambang yang cukup signifikan, dimana
yang semula memiliki pH 4,25 naik menjadi rata-rata
pH 8. Kenaikan pH yang cukup signifikan ini terjadi
hingga waktu kontak selama 75 menit.
3. METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dilingkungan salah satu
industri di kota Balikpapan yang pada saat ini sedang
melakukan program pengembangan. Program
pengembangan industri pada saat ini sedang pada
tahap land clearing dan site preparation rencana
kawasan bangun dengan luas area pekerjaan land
clearing dan site preparation 1.860 M2. Penelitian ini
dilaksanakan bersamaan dengan waktu pelaksanaan
land clearing dan site preparation diatas dimana
peneliti bertindak selaku engineer dan tim ahli
konstruksi. Pekerjaan dilaksanakan pada hari-hari
kerja mulai jam 7.30 pagi sampai jam 16.00 Wita.
Metode Pendekatan Penelitian
Metode penelitian ini adalah penelitian aplikasi
yaitu penelitian tepat gunakan dalam rangka
mengatasi permasalahan pada pekerjaan land
clearing dan land preparation yaitu masalah kesulitan
penanganan air buangan area land clearing dan land
preparation yang teridentifikasi secara visual
berwarna coklat kehitaman dan berdasarkan hasil uji
kesadahan dengan alat uji indicator kertas lakmus
menunjukkan kondisi air buangan memiliki pH
(keasaman) 2,5 – 3,5. Kondisi air buangan ini
bersifat asam, korosif dan dapat merusak material
struktur beton, struktur baja dan peralatan yang
berada di area land clearing dan land preparation
tersebut.
Adapun metode pendekatan yang digunakan
pada penelitian ini adalah metode pendekatan studi
kasus, yakni studi kasus air buangan dengan kondisi
asam (pH rendah). Metode pendekatan ini adalah
upaya mengidentifikasi permasalahan, menentukan
faktor penyebab dan penyebab permasalahan
dominan guna menentukan metode perbaikan yang
akan digunakan. Air buangan yang berasal dari
limpasan area land clearing dan land preparation
dialirkan secara alamiah dengan saluran air yang
dibuat secara temporary (saluran sementara) dan
akan ditutup kembali setelah pekerjaan pembangunan
infrastruktur diatasnya selesai dilakukan. Air
buangan dari saluran pembawa dikumpulkan didalam
bak penampungan sementara (sumpppit) berukuran
4x4x3 meter yang diperkirakan cukup untuk
menampung limpasan air buangan dari seluruh
kawasan land clearing dan land preparation. Proses
netralisasi dilakukan terhadap air didalam bak
penampungan (sumppit) dengan menentukan
komposisi campuran jumlah kapur tanah yang akan
dicampurkan kedalam sumppit dengan cara membuat
sampel benda uji (jar test) yaitu perbandingan
material kapur tanah dan air buangan yang dilarutkan
didalam alat pencampur (botol kaca transparan). Dari
benda uji ini dapat diketahui sejumlah kampur yang
dilarutkan kedalam bak penampungan sehingga
kondisinya pada kondisi netral (pH > 6,5).
Material Penelitian
Material yang digunakan pada penelitian ini meliputi
(1) bubuk kapur tanah (kapur tohor) (2) air sampel,
air benda uji jar test, air buangan didalam sumppit
dan didalam saluran pembawa (3) material lain-lain
dan material bantusesuai kebutuhan pelaksanaan
pekerjaan disite.
Peralatan Penelitian
Peralatan-peralatan yang digunakan pada
penelitian ini meliputi (1) pompa dan selang-selang
pengalir, untuk sirkulasi, pengadukan dan
pembuangan air ke saluran pembuangan (2) ember
plastik/ HDPE dan alat pengaduk (mixer), untuk
mengaduk campuran/ emulsi kapur dengan air
dilapangan dan didalam bak sumppit (3) tongkat
kayu pengaduk (4) botol-botol sampel (botol kaca
kapasitas 1 liter) dan corong, untuk pencampuran
spesimen benda uji (4) kertas lakmus (pH indikator)
(5) sendok makan, untuk pengukuran campuran
sampel (6) alat penakar/ alat pengukur (7) alat gas
tester (8) stop watch, untuk memonitor waktu (9)
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muslim Noor, Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
11
alat-alat tulis dan alat pencatat (10) kamera, untuk
pengambilan dokumentasi (11) alat-alat keselamatan
kerja dan alat pelindung diri (personal protection
equipment) (12) peralatan bantu lain sesuai
kebutuhan disite.
Metode Kerja Pembuatan Benda uji (Sampel)
Metode pembuatan, pencampuran dan pengujian
sampel benda uji dilakukan dengan tahapan
pelaksanaan pekerjaan sebagai berikut :
1. Siapkan peralatan berupa botol sampel
transparan kapasitas 1 (satu) liter, alat pengaduk,
stop watch, alat kerja bantu, alat keselamatan
kerja dan alat pelindung diri serta peralatan lain
sesuai kebutuhan di site
2. Siapkan material uji berupa bubuk kapur tanah,
air sumppit, kertas indikator (kertas lakmus) dan
sendok makan (alat pengukur bubuk kapur
tanah)
3. Siapkan metode kerja pengambilan sampel,
pencampuran larutan bubuk kapur dan air,
pengadukan, pengendapan dan pengukuran pH
air sampel dengan kertas indikator (kertas
lakmus)
4. Siapkan sampel air dari sumppit dengan botol
sampel sebanyak 1 (satu) liter, diamkan selama 5
(lima) menit, ukur keasamannya (pH) dengan
kertas indicator (kertas lakmus selama 15 (lima
belas) detik, dan catat hasil ukurnya pada form
isian data uji yang telah disiapkan
5. Campurkan ¼ (seperempat) sendok makan
(sdm) bubuk kapur tanah kedalam sampel air
dan aduk selama 5 (lima) menit sehingga merata
dengan indikasi perubahan warna air sampel
menjadi biru tua
6. Endapkan selama 15-30 menit, ditandai dengan
mengendapnya solid berwarna kehitaman
dibagian bawah larutan
7. Uji keasaman (pH) air larutan dengan kertas
indicator (kertas lakmus) dengan cara merendam
kertas lakmus kedalam air larutan selama 15
(lima belas) detik, ukur kertas lakmus pada
warna standar pH indicator dan catat hasilnya
pada form hasil pengujian
8. Jika kerta pH indicator masih menunjukan
indikasi pH < 6.5, tambahkan lagi ¼ sendok
makan (sdm) bubuk kapur kedalam sampel air,
aduk hingga merata selama 5 (lima) menit
dengan indikasi perubahan warna larutan
berubah menjadi warna biru tua hingga
kehitaman, selanjutnya endapkan selama 15-30
menit dan ditandai dengan mengendapnya solid
berwarna kehitaman dibawah bahwa larutan dan
solid berwarna kecoklatan dibagian atasnya
9. Hasil uji sampel air ini memberikan indikasi
bahwa campuran kampur untuk volume air
sebanyak 24 m3 adalah 1 (satu) ember 30 (tiga
puluh) liter.
Metode Kerja Pencampuran di Bak Air
Penampungan (Sumppit)
Metode pembuatan pencampuran larutan kapur
tanah, penaburan kedalam bak penampungan
(sumppit) dan pengujian sampel dilakukan dengan
tahapan pelaksanaan pekerjaan sebagai berikut :
1. Siapkan peralatan kerja berupa pompa sirkulasi,
alat pengaduk, stop watch, alat kerja bantu, alat
keselamatan kerja dan alat pelindung diri serta
peralatan lain sesuai kebutuhan di site
2. Siapkan material uji berupa bubuk kapur tanah,
kertas indikator (kertas lakmus), ember dan
timbangan (alat pengukur bubuk kapur tanah)
3. Siapkan metode kerja pencampuran larutan
bubuk kapur dan air, pengadukan, pengendapan
dan pengukuran pH air sampel dengan kertas
indikator (kertas lakmus)
4. Campurkan 120 Kg bubuk kapur tanah kedalam
ember dan aduk selama 5 (lima) menit sehingga
merata dan tuangkan kedalam bak penampungan
(sump pit) dan bersamaan dengan penuangan
dilakukan pengadukan dengan alat pengaduk dan
dipastikan larutan kapur tanah tercampur dengan
baik dan merata
5. Endapkan selama 15-30 menit, ditandai dengan
mengendapnya solid berwarna coklat kehitaman
dibagian dasar sump pit
6. Uji keasaman (pH) air larutan dengan kertas
indikator (kertas lakmus) dengan cara merendam
kertas lakmus kedalam air larutan selama 15
(lima belas) detik, ukur kertas lakmus pada
warna standar pH indicator dan catat hasilnya
pada form hasil pengujian
7. Jika kerta pH indikator masih menunjukan
indikasi pH < 6.5, tambahkan lagi 30 Kg bubuk
kapur kedalam sump pit, aduk hingga merata
dengan indikasi perubahan warna larutan
berubah menjadi warna biru tua hingga
kehitaman, selanjutnya endapkan selama 15-30
menit dan ditandai dengan mengendapnya solid
berwarna kehitaman dibawah bahwa larutan dan
solid berwarna kecoklatan dibagian atasnya dan
pastikan kondisi pH air di sump pit telah pada
kondisi netral (pH > 6,5)
8. Pemompaan dapat dilakukan jika pH air sump
pit telah mencapai kondisi netral (pH > 6,5) dan
telah diendapkan setidaknya 15 menit, dimana
suction pompa agar dihindarkan terhadap
sedimentasi dan solid agar tidak merusak
internal casing pompa.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muslim Noor, Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
12
Gambar 2. Bubuk kapur tanah yang digunakan
Gambar 3. Pengadukan dengan sirkulasi outlet pompa
Gambar 4. Pemompaan air buangan ke saluran
pembuangan
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengujian Sampel (Jar test)
Dari hasil pengujian sampel bena uji (jar test)
dengan komposisi campuran 1/4 sendok makan
kapur tanah dengan 1 liter air (pH 2,5) diperoleh
larutan dengan pH 4,5. Jar test dengan komposisi 1/3
sendok makan dengan 1 liter air diperoleh larutan
dengan pH 5,5. Jar test dengan komposisi ½ sendok
makan kapur tanah dengan 1 liter air diperoleh
larutan dengan Ph 6,5. Jar test dengan komposisi 2/3
sendok makan dan 1 liter air diperoleh pH 6,8. Jar
test dengan komposisi 3/4 sendok makan kapur tanah
dengan 1 liter air diperoleh larutan dengan ph 7,5. Jar
test dengan komposisi 1 sendok makan kapur tanah
dengan 1 liter air diperoleh larutan dengan ph 7,8.
Variasi komposisi campuran kampur tanah dengan
volume air yang sama dan pH yang (2,5) ini
bertujuan untuk mengetahui dan memastikan bahwa
dengan penambahan volume bubuk kapur tanah akan
berpengaruh terhadap sifat keasaman air dan hasilnya
memang sebagaimana diprediksi bahwa dengan
variasi penambahan komposisi material kapur tanah
yang ditambahkan terbukti pH larutan air mengalami
peningkatan secara signifikan.
Gambar 5. Pengujian Jar test
Tabel 1. Komposisi Campuran Jar test dan
Perubahan pH
No Kapur
Tanah
(Sendok
makan)
Volume air
Jar test
(Liter)
pH Keterangan
1 0 1 2,5 Tanpa
Pembubuhan
Kapur
2 ¼ 1 4,5 Endapat
kehitanan
3 1/3 1 5,5 Endapan
kehitaman
4 ½ 1 6,5 Endapan coklat
kehitaman
5 2/3 1 6,8 Endapan coklat
kehitaman
6 3/4 1 7,5 Endapan coklat
dan hitam
7 1 1 7,8 Endapan coklat
dan hitam
Hasil pengamatan terhadap volume endapan
pada benda uji jar test juga memberikan indikasi
bahwa dengan peningkatan ketinggian solid endapat
didasar larutan benda uji (jar test). Kondisi demikian
menggambarkan bahwa pada saat kondisi larutan
benda uji bersifatnetral maka sedimentasi solid mulai
terbentuk dan terus meningkat sejalan dengan
peningkatan dengan kenaikan nilai ph air jar test.
Demikian pula warna air jar test juga mengalami
perubahan dengan berubahnya warna air jar test dari
warna semula coklat kehitaman secara perlahan
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muslim Noor, Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
13
berubah menjadi coklat tua, coklat muda dan pada
kondisi ph air mencapai > 7,0 air jar test telah
menjadi jernih dengan warna solid endapan dua
warna yaitu warna hitam dibagian bawah dan warna
coklat diatasnya.
Gambar 6. Perbandingan air sampel sebelum dan setelah
dicampurkan dengan bubuk kapur tanah
Hasil Netralisasi Airdi Bak Penampungan (Sump
Pit)
Hasil pengamatan terhadap air didalam bak
penampungan (sumppit) dengan kapasitas 24 m3
yang dilarutkan kedalamnya larutan kapur tanah
secara bertahap dengan jumlah kapur tanah 60 Kg,
90 Kg, 120 Kg dan 180 Kg.
Hasil pengamatan air didalam bak penampungan
dengan pembubuhan 60 Kg, diaduk selama 30 menit
dan diendapkan selama 1 jam menghasilkan larutan
air dengan kondisi pH 4,5. Hasil pengamatan air
didalam bak penampungan dengan pembubuhan 90
Kg, diaduk selama 30 menit dan diendapkan selama
1 jam menghasilkan larutan air dengan kondisi pH
5,5. Hasil pengamatan air didalam bak penampungan
dengan pembubuhan 120 Kg, diaduk selama 30
menit dan diendapkan selama 30 menit menghasilkan
larutan air dengan kondisi pH 6,0. Hasil pengamatan
air didalam bak penampungan dengan pembubuhan
150 Kg bubuk kapur, diaduk selama 30 menit dan
diendapkan selama 1 jam menghasilkan larutan air
dengan variasi pH 6,7 (kondisi netral). Hasil
pengamatan air didalam bak penampungan dengan
pembubuhan 180 Kg bubuk kapur, diaduk selama 30
menit dan diendapkan selama 1 jam menghasilkan
larutan air dengan variasi pH 7,5 (kondisi netral). Warna air didalam sumppit juga mengalami
perubahan yang sama sebagaimana hasil uji jar test
yakni setelah diendapkan selama satu jam maka air
sumppit berwarna coklat muda dan terlihat warna
coklat tua dibagian dasar air. Diperkirakan juga
dibagian dasar sumppit adalah juga endapan solid
yang berwarna kehitaman sebagaimana yang terjadi
pada pengujian jar jest. Proses pemompaan air
didalam bak penampungan (sump pit) dilakukan
dengan pompa jenis pompa banjir dengan kapasitas
pemompaan 25-30 m3/Jam. Jika selama pemompaan
ada aliran air buangan yang masuk melalui saluran
inlet sump pit dan berasal dari area land clearing dan
land preparation agar kedalam bak sumpit
ditambahkan larutan kapur melalui salauran inlet
tersebut. Setelah pemompaan selesai pompa agar
diangkat dari dalam sump pit, dibilas dengan air
tawar dan dibersihkan internal casing pompa
terhadap material padat agar tidak merusak internal
casing pompa.
Beberapa kendala yang mungkin akan dialami
selama kegiatan pengujian, netralisasi dan
pemompaan adalah sebagai berikut (1) tidak
tersedianya alat pengujian lapangan (field testing kit)
yang memadai (2) tidak tersedianya alat pengaduk
(mixer) untuk mencampurkan kapur dengan air
limbah dalam sump pit sehingga pengadukan harus
dilakukan secara manual (3) performance pompa
rendah, sehingga proses pengadukan dan
pemompaan tidak dapat dilakukan secara maksimal
(4) sump pit terhubung langsung saluran drainase dan
tidak dapat dilakukan isolasi dengan saluran inlet
selama proses netralisasi dan pemompaan, sehingga
air limbah pada saluran inlet dapat masuk ke dalam
sump pit saat proses netralisasi yang mengakibatkan
konsentrasi larutan kapur mengalami penurunan.
Tabel 2. Komposisi campuran Air Sump Pit dan
Perubahan pH No Kapur
Tanah
(Kg)
Volume air
Sump Pit
(M3)
pH Keterangan
1 0 24 2,5 Tanpa
Pembubuhan
Kapur
2 60 24 4,5 Warna air coklat
kehitaman
3 90 24 5,5 Earna air
kehitanan
4 120 24 6,0 Endapan
kehitaman
5 150 24 6,7 Endapan coklat
kehitaman
6 180 24 7,5 Endapan coklat
kehitaman
Hasil perbaikan kualitas air buangan didalam
bak penampungan (sumppit) dengan metode
netralisasi kapur tanah terbukti memberikan hasil
perbaikan dari aspek panca mutu sebagai berikut (1)
secara kualitas (quality) air sumppit berwarna cerah
dengan sedimentasi lumpur berwarna coklat didasar
sumppit dengan kondisi pH air > 6,5 dan telah aman
untuk buang keperairan umum(2) secara biaya (cost)
dengan telah dapat teratasinya permasalahan air
buangan ini berpotensi memperoleh biaya
penghematan (saving) sebesar > Rp 500.000.000,00
(3) secara metode (delivery) permasalahan air
buangan dari limpasan area land clearing dan land
preparation telah dapat diatasi dengan metode
pembubuhan kapur tanah (4) secara safety dengan
telah teratasinya permasalahan ini maka dapat
dicegah kerusakan struktur dan peralatan terpasang
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muslim Noor, Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
14
akibat korosi (5) dan secara moral pekerja konfiden
karena inovasi yang dilakukan terbukti dapat
mengatasi permasalahan dilingkungan kerjanya
dengan baik dan aman.
5. KESIMPULAN
Kesimpulan
1. Uji coba pencampuran 1 (satu) liter air buangan
(jar test) dengan pH 2,5 dengan ½ (setengah)
sendok makan kapur tanah dengan pengadukan 5
(lima) menit dan pengendapan selama 15 (lima
belas) menit menghasilkan campuran air dengan
pH. 6,5(kondisi netral)
2. Netralisasi air buangan didalam bak penampung
(sumppit) berkapasitas 24 m3 dengan pH air 3,5
dan dicampurkan larutan ±120Kg Kapur tanah
dengan pengadukan selama 30 (tiga puluh)
menit, dan diendapkan selama 30 (satu jam)
dapat menghasilkan campuran air dengan pH.
6.5 – 7.5 (kondisi netral)
3. Jumlah komposisi campuran bubuk kapur tanah
dipengruhi oleh sifat keasaman air baku,
semakin rendah angka keasaman semakin
banyak jumlah bubuk kapur harus ditambahkan
4. Setelah dinetralisir air didalam bak
penampungan (sumppit) air buangan dapat
dibuang ke perairan umum dengan cara
memompakan dan secara periodik setiap 1 (satu)
jam pemompaan air didalam bak penampungan
ditambahkan larutan air kapur tanah sebanyak 30
Kg.
Saran-saran
1. Untuk menentukan komposisi campuran yang
tepat antara kapur tanah dengan air buangan
dilakukan dengan uji coba benda uji (jar test)
dengan volume 1 liter air jar test, selanjutnya
kedalamnya ditambahkan kapur tanah dengan
ukuran mulai mulai ¼ (seperempat) sendok
makan kapur tanah sampai dengan diperoleh
ukuran pH air 6,5 – 7,0 (kondisi netral)
2. Dengan kondisi pH air 2,5 (asam kuat), air
buangan didalam bak penampungan (sumppit)
dengan volume 24 m3, berwarna coklat
kehitaman dan bercampur lempung halus
komposisi campuran kapur tanah yang paling
sesuai adalah 120 Kg, dicampurkan dalam
bentuk larutan, pengadukan selama 30 (tiga
puluh) menit, dan diendapkan selama 30 (satu
jam) untuk mendapatkan campuran air dengan
pH. 6.5 – 7.5 (kondisi netral)
3. Pemompaan air buangan dari bak penampungan
(sumppit) baru dapat dilakukan setelah kondisi
air buangan netral (pH > 6,5) agar tidak merusak
komponen pompa dan agar tidak mencemari
lingkungan perairan.
UCAPAN TERIMAKASIH
Dengan selesainya penelitian ini penulis
mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada
Bapak Sabar P. Simatupang selaku Manager Land
Clearing & Land Preparation RDMP RU V dan
Bapak-bapak Tim Fungsi Konstruksi RDMP RU V
Balikpapan yang telah banyak memberikan bantuan
dan dukungan hingga selesainya laporan penelitian
ini.
Pembelajaran dari Keberhasilan / Lesson Learnt
1. Keberhasilan pencampuran netralisasi air
buangan dengan kapur tanah dipengaruhi oleh
kondisi keasaman air awal, ketepatan campuran,
pengadukan dan ketersediaan peralatan
2. Hasil penelitian ini telah direplikasi untuk
penanganan masalah sejenis pada program Land
clearing dan Land preparation di lingkungan PT.
Pertamina RU V Balikpapan
DAFTAR PUSTAKA
Ayu Herlina dkk, 2015, Pengaruh Fly Ash dan
Kapur Tohor Pada Netralisasi Air Asam
Tambang Terhadap Kualitas Air Asam Tambang
Air Layan PT. Bukit Asam (Persero) TBK,
Diakses Oktober 2018
Neni Saswita dkk, 2018, Penggunaan Kapur Tohor
(CaO) Dalam Penurunan Kadar Logam Fe dan
Mn Pada Limbah Cair Pewarnaan Ulang Jeans
Kabupaten Magelang Tahun 2017, jurnal
Kesehatan Masyarakat (e-Journal)Volume 6,
Nomor 1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346);
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
Sulaiman Hamzani dkk, 2017, Proses Netralisasi pH
Pada Air Gambut Di Desa Sawahan Kecamatan
Cerbon Kabupaten Kuala, Jurnal Kesehatan
Lingkungan Vol. 14 No. 2, Juli 2017
Sulardi, Muslim Noor, 2018, Menetralkan
Kesadahan Air Buangan Dengan Metode
Netralisasi Berbahan Dasar Kapur Tanah Di
RU V Balikpapan,
https//:ptmkpwab81.pertamina.com/komet/doku
men_Detail.aspx?ptm=9/+bG3sa03SOhPEpllE
wC6vkoyV5fNTkLDOEQr2Ga8,No. Kodefikasi :
180917008
Sulardi, 2018, Mencegah Kerusakan Deadman
Anchor Guy Wire Flare Stack Dengan Sistim
Drainase Bawah Tanah Di Ru V Balikpapan,
https//:ptmkpwab81.pertamina.com/komet/doku
men_Detail.aspx?ptm=9/+bG3sa03SOhPEpllE
wC6vkoyV5fNTkLDOEQr2Ga8, No. Kodefikasi
: 180806002
Sulardi, 2017, Mencegah Potensi Korosi Base Plate
Tanki Dengan Fasilitas Sub drain HDPE Sheet
dan Geopipe di RU V Balikpapan,
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muslim Noor, Sulardi Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
15
https//:ptmkpwab81.pertamina.com/komet/doku
men_Detail.aspx?ptm=9/+bG3sa03SOhPEpllE
wC6vkoyV5fNTkLDOEQr2Ga8, No. Kodefikasi
: 171109010
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Heri Sutanto Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
16
PERENCANAAN JALAN DENGANPERKERASAN
KAKU (RIGID PAVEMENT) PADA JALAN
RAWA INDAH KOTA SANGATTA
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
Heri Sutanto1)
Program Studi S1Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman
Jalan Sambaliung No.9 Kampus Gunung Kelua, Samarinda 75119
email: [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi darat dan memiliki peranan penting dalam kehidupan
diantaranya memperlancar arus distribusi barang dan jasa, sebagai akses penghubung antar daerah satu dengan
daerah yang lain serta dapat meningkatkan perekonomian dan taraf hidup masyarakat. Keberadaan jalan raya
sangat diperlukan untuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi seiring dengan meningkatnya kebutuhan sarana
transportasi.Sistem jaringan jalan baru menjadi kebutuhan yang tidak dapat terelakkan dengan meningkatnya
pertumbuhan penduduk yang semakin pesat dan tingkat kebutuhan yang semakin tinggi, sehingga harus segera
disediakannya layanan transportasi yang berkualitas dan berkelanjutan.Penelitian ini menggunakan data proyek
pada Jalan Rawa Indah Kota Sangatta Provinsi Kalimantan Timur.
Perencanaan jalan untuk geometrik jalan dan tebal perkerasan jalan menggunakan metode bina marga.Pada
geometrik jalan perhitungan dimulai dari mencari jenis tikungan dan jenis lengkung. Pada tebal perkerasan
jalan dimulai dari menentukan medan jalan hingga hasil desain tebal perkerasan kaku.
Dari hasil analisis Jalan Rawa Indah Kota Sangatta Provinsi Kalimantan Timur panjang jalan 7,3 km termasuk
dalam jalan kolektor, kelas jalan IIIA dan medan jalan datar, kecepatan rencana 60 km/jam, lebar jalan 6 m,
lebar bahu jalan 1,5 m. Pada Perencanaan Geometrik didapatkan Alinyemen Horizontal dengan 12 tikungan
Spiral-Spiral, 6 tikungan Spiral-Circle-Spiral dan pada Alinyemen Vertikal terdapat 8 lengkung cekung dan 5
lengkung cembung. Pada Tebal Perkerasan menggunakan Perkerasan Kaku dengan Perkerasan beton semen
285 mm, Lapis Pondasi beton kurus 150 mm, Lapis Pondasi Agregat A 150 mm dengan tanah dasar asli.
Kata Kunci: Geometrik Jalan, Alinyemen Horizontal, Alinyemen Vertikal, Tebal Perkerasan, Galian
dan Timbunan
1. PENDAHULUAN
Jalan sebagai salah satu transportasi darat dan
memiliki peranan pentingdalam kehidupan
diantaranya memperlancar arus distribusi barang dan
jasa, sebagai akses penghubung antar daerah yang
satu dengan daerah yang lain serta dapat
meningkatkan perekonomian dan taraf hidup
masyarakat. Keberadaan jalan raya sangat diperlukan
untuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi seiring
dengan meningkatnya kebutuhan sarana transportasi.
Kabupaten Kutai Timur adalah salah satu
kabupaten di Kalimantan Timur yang memiliki luas
wilayah 35.747 km2 dan jumlah penduduk sebanyak
333.591 jiwa (Badan Pusat Statistik 2016). Jalan
merupakan salah satu syarat penting dalam
pembangunan suatu daerah khususnya dalam
pembangunan daerah Kabupaten Kutai Timur sebagai
penunjang sektor pertanian dan perkebunan di daerah
tersebut yang diharapkan agar dapat memajukan
pertumbuhan ekonomi seiring dengan meningkatnya
kebutuhan sarana transportasi yang ada di daerah
tersebut.
Pembukaan perkebunan kelapa sawit terus
meluas dengan meningkatnya permintaan minyak
nabati. Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku
minyak makan margarin, sabun dan kosmetika.
Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu
komoditi ekspor yang besar di Indonesia.Dalam
program pembangunan pemukiman dan pengolahan
kelapa sawit perlu dibangun jaringan
jalan.Kebutuhan akses jalan yang baik menjadi salah
satu syarat utama dalam mendapatkan produktivitas
hasil panen yang tinggi tetapi banyaknya produksi
pertanian ini tidak diimbangi dengan pembangunan
infratruktur yang memadai.Salah satunya yaitu jalan
yang digunakan sebagai sarana transportasi
pengangkutan hasil-hasil perkebunan yang ada di
daerah tersebut.
Sistem jaringan jalan baru menajadi kebutuhan
yang tidak dapat terelakkan dengan meningkatnya
pertumbuhan penduduk yang semakin pesat dan
tingkat kebutuhan yang semakin tinggi sehingga
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Heri Sutanto Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
17
harus segera disediakannya layanan transportasi yang
berkualitas dan berkelanjutan.Perencanaan jalan
terdiri dari dua bagian yaitu perencanaan geometrik
dan perencanaan perkerasan jalan.Perencanaan
geometrik jalan merupakan bagian perencanaan jalan
yang dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik
sehingga dapat memenuhi fungsinya untuk
memberikan pelayanan optimum.Sedangkan
perencanaan perkerasan jalan merupakan aspek yang
tidak kalah pentingnya dalam perencanaan jalan
untuk memastikan kenyamanan jalan saat dilewati
dan seberapa lama jalan mampu menampung beban
lalu lintas.
Perencanaan jalan juga diharapkan dapat
melayani arus lalu lintas sesuai dengan umur
rencana, oleh karena itu perlu adanya perencanaan
perkerasan struktur jalan yang baik karena adanya
perencanaan perkerasan struktur yang baik
diharapkan konstruksi perkerasan jalan mampu
memikul beban kendaraan yang melintas tanpa
menimbulkan kerusakan pada konstruksi jalan itu
sendiri, dengan demikian akan memberikan rasa
aman dan nyaman kepada pengguna jalan.
Berdasarkan uraian tersebut maka penyusun
melakukan analisis Perencanaan Geometrik dan
Tebal Perkerasan pada Jalan Rawa Indah Kota
Sangatta Provinsi Kalimantan Timur.
2. KAJIAN PUSTAKA
Jalan
Jalan merupakan salah satu prasarana transportasi
penting sehingga desain perkerasan jalan yang baik
adalah suatu keharusan.Selain dapat menjamin
kenyamanan pengguna jalan, perkerasan yang baik
juga diharapkan dapat memberikan rasa aman dalam
mengemudi.
Klasifikasi Jalan
Jalan raya umumnya dapat digolongkan dalam 4
klasifikasi yaitu: klasifikasi menurut fungsi jalan,
klasifikasi menurut kelas jalan, klasifikasi menurut
medan jalan dan klasifikasi menurut wewenang
pembinaan jalan. Klasifikasi jalan terdiri dari
beberapa kriteria antara lain:
Perencanaan Geometrik Jalan
Perencanaan geometrik jalan adalah perencanaan
route dari suatu ruas jalan secara lengkap, meliputi
beberapa elemen yang disesuaikan dengan
kelengkapan data dasar yang ada atau tersedia dari
hasil survey lapangan dan telah dianalisis, serta
mengacu pada ketentuan yang berlaku.
Kendaraan Rencana
Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi
dan radius putarnya digunakan sebagai acuan dalam
perencanaan geometrik.
Satuan Mobil Penumpang (SMP)
Satuan mobil penumpang (SMP) adalah satuan
kendaraan dalam hal kapasitas jalan, di mana mobil
penumpang ditetapkan memiliki satu SMP.
Volume Lalu Lintas Rencana
Volume lalu lintas menunjukkan jumlah kendaraan
yang melintas untuk satu titik pengamatan dalam
satuan waktu (hari, jam, menit). Satuan volume lalu
lintas yang umumnya dipergunakan sebagai penentu
jumlah dan lebar lajur ialah lalu lintas harian rata-rata
(LHR), volume jam rencana (VJR) dan kapasitas.
1. Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR)
2.
=
3. Volume Lalu Lintas Harian Rata-rata (VLHR) adalah
perkiraan volume lalu lintas harian pada akhir tahun
rencana lalu lintas dinyatakan dalam satuan
SMP/hari.
4. Volume Jam Rencana (VJR) adalah perkiraan
volume lalu lintas pada jam sibuk tahun rencana lalu
lintas, dinyatakan dalam SMP/jam, dihitung dengan
rumus:
5.
Keterangan:
K = Faktor volume lalu lintas jam sibuk
F = Faktor variasi tingkat lalu lintas
Kecepatan Rencana
Kecepatan rencana pada suatu ruas jalan adalah
kecepatan yang dipilih sebagai dasar perencanaan
geometrik jalan.
Tabel 1. Kecepatan Rencana
Fungsi
Kecepatan Rencana VR km/jam
Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70–120 60 - 80 40 – 70
Kolektor 60–90 50 - 60 30 – 50
Lokal 40–70 30 - 50 20 – 30
Bagian-bagian Jalan
Bagian-bagian jalan antara lain terdiri dari lajur dan
bahu jalan.
Jarak Pandang
Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan
oleh seorang pengemudi pada saat mengemudi
sedemikian sehingga jika pengemudi melihat sesuatu
halangan yang membahayakan, pengemudi dapat
melakukan sesuatu untuk menghindari bahaya
tersebut dengan aman. Ada dua jarak pandang yaitu
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Heri Sutanto Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
18
jarak pandang henti (Jh) dan jarak pandang
mendahului (Jd).
Rumus Jarak pandang henti (Jh):
Keterangan:
VR = Kecepatan rencana (km/jam)
T = Waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = Percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8
m/det2
f = Koefisien gesek (0,35-0,55)
Rumus Jarak pandang mendahului (Jd):
Jd = d1 + d2 + d3 + d4
Keterangan:
d1 = Jarak yang ditempuh kendaraan
selama waktu tanggap (m)
d = Jarak yang ditempuh selama
mendahului sampai dengan
kembali ke lajur semula (m)
d3 = Jarak antara kendaraan yang
mendahului yang datang dari arah
berlawanan setelah
proses mendahuli (m)
d4 = Jarak yang ditempuh oleh
kendaraanyang datang dari arah
berlawananyang besarnya diambil
sama dengan 2/3 d2 (m).
Alinyemen Horizontal
Alinyemen Horizontal terdiri atas bagian lurus dan
bagian lengkung (disebut juga tikungan).
Jari-jari Minimum
Kendaraan pada saat melalui tikungan dengan
kecepatan akan menerima gaya sentrifugal yang
menyebabkan kendaraan tidak stabil.
Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan
di antara bagian lurus jalan.
Full Circle (FC)
Full Circle (FC) adalah jenis tikungan yang hanya
terdiri dari bagian suatu lingkaran saja.Tikungan FC
hanya digunakan untuk R (jari-jari tikungan) yang
besar agar tidak terjadi patahan, karena dengan jari-
jari kecil maka diperlukan superelevasi yang besar.
Rumus Full Circle (FC):
Tc = Rc x tan ½ ∆
Ec = Tc x tan ¼ ∆
Lc =
Keterangan :
∆ = Sudut tikungan
O = Titik pusat lingkaran
Tc = Panjang tangen jarak dari TC ke PI
atau PI ke CT
Rc = Jari-jari lingkaran
Lc = Panjang busur lingkaran
Ec = Jarak luar dari PI ke busur lingkaran
Spiral-Circle-Spiral (S-C-S)
Spiral circle spiral ini dibuat untuk menghindari
terjadinya perubahan alinyemen yang tiba-tiba dari
bentuk lurus ke bentuk lingkaran.
1. Berdasarkan waktu tempuh maksimal di lengkung
peralihan
Ls
2. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal
3. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal
4. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan
kelandaian
Keterangan :
T = Waktu tempuh = 3 detik
VR= Kecepatan rencana (km/jam)
Rc= Jari-jari busur lingkaran (m)
C = Perubahan kecepatan (0,4m/det²)
e = Superelevasi
em = Superelevasi maksimum
en = Superelevasi normal
m = Besarnya landai relatif maksimum
yang dipengaruhi oleh kecepatan
pengemudi
re = Tingkat pencapaian perubahan
kelandaian melintang jalan
Rumus yang digunakan:
(
)
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Heri Sutanto Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
19
Ltotal = Lc + 2 x Ls
Keterangan :
Xs = Absis titik SC pada garis tangen,
jarak dari TS ke SC ( jarak lurus
lengkung peralihan)
Ys = Ordinat titik SC pada garis tegak
lurus garis tangen, jarak tegak lurus
ke titik SC pada lengkung
Ls = Panjang lengkung peralihan
(panjang dari titik TS ke SC atau CS ke ST)
Lc = Panjang busur lingkaran (panjang
dari titik SC ke CS)
Ts = Panjang tangen dari titik P1 ke titik
TS atau ke titik ST
TS = Titik dari tangen ke spiral
SC = Titik dari spiral ke lingkaran
ES = Jarak dari PI ke busur ligkaran
= Sudut lengkung spiral
Rc = Jari-jari lingkaran
p = Pergeseran tangen terhadap spiral
k = Absis dari p pada garis tangen
spiral
Jika diperoleh Lc > 25 m dan p> 0,25 m, maka
digunakan lengkung S-C-S.
Jika Lc < 25 m dan p > 0,25 m, maka digunakan
lengkung S-S.
Spiral-Spiral (S-S)
Spiral spiraladalah jenis lengkung yang terdiri dari
dua lengkung peralihan.
1. Berdasarkan waktu tempuh maksimal di
lengkung peralihan
Ls
2. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal
3. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal
4. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan
kelandaian
Keterangan :
T = Waktu tempuh = 3 detik
VR= Kecepatan rencana (km/jam)
Rc= Jari-jari busur lingkaran (m)
C = Perubahan kecepatan (0,4m/det²)
e = Superelevasi
em= Superelevasi maksimum
en= Superelevasi normal
m= Besarnya landai relatif maksimum
yang dipengaruhi oleh kecepatan
pengemudi
re= Tingkat pencapaian perubahan
kelandaian melintang jalan
Rumus yang digunakan:
(
)
Keterangan :
Xs = Absis titik SC pada garis tangen,
jarak dari TS ke SC ( jarak lurus
lengkung peralihan)
Ys = Ordinat titik SC pada garis tegak
lurus garis tangen, jarak tegak lurus
ke titik SC pada lengkung
Ls = Panjang lengkung peralihan
(panjang dari titik TS ke SC atau CS ke ST)
Lc = Panjang busur lingkaran (panjang
dari titik SC ke CS)
Ts = Panjang tangen dari titik P1 ke titik
TS atau ke titik ST
TS = Titik dari tangen ke spiral
SC = Titik dari spiral ke lingkaran
ES = Jarak dari PI ke busur ligkaran
= Sudut lengkung spiral
Rc = Jari-jari lingkaran
p = Pergeseran tangen terhadap spiral
k = Absis dari p pada garis tangen
spiral
Jika diperoleh Lc < 25 m dan p> 0,25 m, maka
digunakan lengkung S-S.
Pelebaran di Tikungan
Pelebaran perkerasan atau jalur lalu lintas di
tikungan, dilakukan untuk mempertahankan
kendaraan tetap pada lintasannya (lajurnya) .
Alinyemen Vertikal
Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang
vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan
(2.24)
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Heri Sutanto Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
20
melalui sumbu jalan.Alinyemen vertikal terdiri atas
bagian landai vertikal dan bagian lengkung vertikal.
Kelandaian
Untuk menghitung dan merencanakan lengkung
vertikal, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
yaitu Karakteristik kendaraan pada kelandaian,
Kelandaian maksimum, dan Kelandaian minimum.
Lengkung Vertikal
Pergantian dari suatu kelandaian ke kelandaian yang
lain dilakukan dengan mempergunakan lengkung
vertikal. Lengkung vertikal tersebut direncanakan
sedemikian rupa sehingga memenuhi keamanan,
kenyamanan, dan drainase.
Lengkung vertikal terdiri dari dua jenis, yaitu:
1. Lengkung Vertikal Cembung
Lengkung vertikal cembung adalah suatu
lengkung dimana titik perpotongan antara kedua
tangen berada di bawah permukaan jalan.Rumus
lengkung vertikal cembung:
Keterangan:
g = Kelandaian tangen (%)
h = Beda tinggi
L= Panjang (m)
A = Perbedaan kelandaian (%)
g1= Kelandaian tangen (%)
g2= Kelandaian tangen (%)
Xi= Jarak horizontal titik I, dihitung
dari PLV ke titik I secara
horizontal
Yi= Pergeseran vertikal titik I,
dihitung dari titik pada
tangen/kelandaian ke titik i
pada lengkungan secara vertikal
Lv= Panjang lengkung vertikal
parabola,yang merupakan jarak
proyeksi dari titik PLV – PTV
Ev= Pergesaran vertikal dari titik
PPV ke bagian lengkung
Lv= Panjang lengkung vertikal
parabola, yang merupakan
jarak proyeksi dari
titik PLV – PTV
A = Perbedaan kelandaian (%)
2. Lengkung Vertikal Cekung
Lengkung vertikal cekung adalah suatu
lengkung dimana titik perpotongan antara
kedua tangen berada di atas permukaan
jalan.Rumus lengkung vertikal cekung:
Keterangan:
g = Kelandaian tangen (%)
h = Beda tinggi
L= Panjang (m)
A = Perbedaan kelandaian (%)
g1= Kelandaian tangen (%)
g2= Kelandaian tangen (%)
Xi= Jarak horizontal titik I, dihitung
dari PLV ke titik I secara horizontal
Yi = Pergeseran vertikal titik I, dihitung
dari titik pada tangen/kelandaian ke
titik i pada lengkungan secara
vertikal
Lv= Panjang lengkung vertikal parabola
yang merupakan jarak PLV-PTV
Ev = Pergesaran vertikal dari titik PPV
ke bagian lengkung
Lv = Panjang lengkung vertikal parabola,
yang merupakan jarak proyeksi dari
titik PLV – PTV
A = Perbedaan kelandaian (%)
Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan
Perencanaan perkerasan merupakan aspek yang tidak
kalah pentingnya dalam perencanaan jalan guna
memastikan kenyamanan jalan saat dilewati dan
seberapa lama jalan mampu menampung beban lalu
lintas.
Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
Perkerasan jalan beton semen portlandatau lebih sering
disebut perkerasan kaku (Rigid Pavement), terdiri dari
pelat beton semen dan lapisan pondasi diatas tanah
dasar.
Umur Rencana
Umur rencana jalan adalah jangka waktu sejak jalan
dibuka hingga saat diperlukan perbaikan berat atau
telah dianggap perlu untuk memberi lapisan
perkerasan baru.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Heri Sutanto Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
21
Lalu Lintas Harian Rata-rata
Volume lalu lintas menunjukkan jumlah kendaraan
yang melintasi satu titik pengamatan dalam satu
satuan waktu satuan volume lalu lintas yang umum
dipergunakan.
Vehicle Damage Factor (VDF)
Vehicle Damage Factor (VDF) merupakan salah satu
parameter yang dapat menentukan tebal perkerasan
cukup signifikan, dan jika makin berat kendaraan
ditambah dengan beban overload,
Faktor Distribusi Lajur dan Kapasitas Lajur
Beban desain pada lajur tidak boleh melampaui
kapasitas lajur pada setiap tahun selama umur
rencana.
Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas
Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data-
data pertumbuhan historis atau formulasi korelasi
dengan faktor pertumbuhan lain yang valid.
Beban Sumbu Standar Kumulatif
Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative
Equivalent Axle Load (CESA) merupakan jumlah
kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur
desain selama umur rencana.
Kelompok Sumbu Kendaraan Niaga
Lalu lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu
kendaraan niaga pada lajur umur rencana, meliputi
proporsi sumbu serta distribusi beban pada setiap
jenis sumbu kendaraan.
Penentuan Struktur Perkerasan
Ketentuan desain untuk bagan solusi yaitu perkerasan
dengan sambungan dan dowel serta tied shoulder,
dengan atau tanpa tulangan distribusi retak.
Bahu Jalan
Bahu dapat terbuat dari bahan lapisan pondasi bawah
dengan atau tanpa lapisan penutup beraspal atau
lapisan beton semen.
Rincian Desain Perkerasan Kaku
Langkah selanjutnya yaitu menyatakan rincian desain
meliputi desain dimensi pelat, penulangan pelat,
ketentuan sambungan dan sebagainya.
Tanah Dasar
Subgrade atau lapisan tanah dasar merupakan lapisan
tanah yang paling atas, diatasnya diletakkan lapisan
dengan lapisan yang lebih baik.
Pondasi Bawah
Lapis pondasi ini terletak diantara tanah dasar dan
pelat beton semen.Pada umumnya fungsi lapisan ini
tidak terlalu struktural.Lapis pondasi pada perkerasan
kaku mempunyai fungsi utama sebagai lantai kerja
yang rata, disamping fungsi lain yaitu mengendalikan
kembang dan susut tanah dasar, mencegah instrusi
dan pemompaan pada sambungan retakan dan tepi-
tepi pelat, memberikan dukungan yang mantap dan
seragam pada pelat.
Ruji (Dowel)
Dowel berupa batang baja tulangan polos yang
digunakan sebagai sarana penyambung atau pengikat
pada beberapa jenis sambungan pelat beton
perkerasan jalan . Dowel berfungsi sebagai penyalur
beban pada sambungan yang dipasang dengan
separuh panjang terikat dan separuh panjang
dilumasi atau dicat untuk memberikan kebebasan
bergeser.
Batang Pengikat (Tie Bar)
Tie Bar adalah potongan baja yang diprofilkan yang
dipasang pada sambungan lidah-alur dengan maksud
untuk mengikat pelat agar tidak bergerak
horizontal.Batang pengikat dipasang pada
sambungan memanjang.Tie Bar juga bisa disebut
sambungan memanjang.
3. METODE PENELITIAN
Tahap Penelitian
Penelitian ini diawali dengan melakukan studi
literatur, kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan
data proyek.Setelah itu dilakukan pengolahan dan
analisis data.Dari hasil analisis tersebut kemudian
disusun kesimpulan dan saran.
1. Studi Literatur
Mengumpulkan dan menganalisis sumber
pustaka yang ada kaitannya dengan tema
penulisan tugas akhir, baik melalui buku-buku,
makalah-makalah hasil seminar, jurnal karya
tulis lainnya maupun bahan-bahan yang
didapatkan dari bangku kuliah serta melakukan
survey di lapangan dalam skala kecil sebelum
pengumpulan data untuk memudahkan
pelaksanaan di lapangan.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang diperlukan ada
dua macam, yaitu:
1. Data Primer
Data Primer adalah data yang didapat dari
hasil survey lapangan yaitu melakukan
survey di lapangan.Data primer yang
diperoleh adalah Data Lalu Lintas Harian
rata-rata (LHR).
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh
atau dikumpulkan dari berbagai sumber. Data
sekunder yang diperoleh antara lain:
a. Data Topografi
b. Data CBR Tanah Dasar
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Heri Sutanto Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
22
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Topografi
Topografi mencatat berbagai ketinggian suatu daerah
yang terdiri dari garis kontur.Topografi menggambarkan
ciri-ciri fisik bumi biasanya mencakup formasi alam
seperti bumi, biasanya mencakup formasi alam seperti
gunung, sungai, danau dan lembah.
Tabel 2. Data Topografi
No East North Elevation
1 593956.467 101723.474 80.000
2 593925.572 101636.934 72.000
3 593888.027 101551.316 67.000
4 593859.994 101489.103 63.000
5 593832.184 101403.121 59.000
6 593818.000 101313.000 54.000
7 593781.893 101225.913 49.000
Data California Bearing Ratio (CBR)
California Bearing Ratio (CBR) adalah perbandingan
antara beban penetrasi lapisan tanah perkerasan terhadap
bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan
penetrasi yang sama.
Tabel 3. Data CBR
No STA CBR
1 0 + 000 6.29
2 0 + 150 6.21
3 0 + 300 6.24
4 0 + 450 6.25
5 0 + 600 7.47
6 0 + 750 7.58
7 0 + 900 7.67
8 1 + 050 9.24
9 1 + 200 9.40
10 1 + 350 7.81
Kelas Medan Jalan
Untuk menentukan jenis medan dalam perencanaan
jalan raya, perlu diketahui jenis kelandaian
memanjang dan melintang dengan. Untuk kelandaian
memanjang dihitung setiap 100 meter dan untuk
kelandaian melintang dihitung setiap 3 meter dari as
jalan ke samping kanan dan kiri.Dari data klasifikasi
medan kelandaian memanjang pada didapatkan hasil
Medan Datar 58 titik, Medan Perbukitan 17
titik.Pada data klasifikasi kelandaian melintang
didapatkan hasil Medan Datar 45 titik, Medan
Perbukitan 30 titik.Di mana dari data tersebut maka
ditentukan Medan Jalan yaitu Datar.
Dimensi Kendaraan Rencana
Pada dimensi kendaraan rencana digunakan
Kendaraan Sedang dengan dimensi kendaraan tinggi
4,1 m, lebar 2,6 m dan panjang 12,1 m.
Volume Lalu Lintas
Volume lalu lintas menunjukkan jumlah kendaraan
yang melintas satu titik pengamatan dalam satuan
waktu (hari, jam, menit).
1. Untuk menghitung Lalu lintas harian rata-rata
(LHR) dapat digunakan rumus:
=
= 1774 kendaraan/hari
Dari nilai LHR di atas kemudian dilanjutkan dengan
mengolah data lalu lintas harian menjadi satuan
smp/hari dengan menggunakan nilai emp.
Didapatkan nilai rata-rata sebesar 2027 smp/hari,
dengan nilai VLHR tersebut, diketahui nilai Faktor K
= 12 dan Faktor F = 0,8. Maka nilai VJR yaitu:
VJR = VLHR x
= 2027 x
= 135 smp/jam
Dengan nilai VLHR 2027 smp/hari, kemudian
menentukan Lebar Jalur dan Bahu Jalan, di mana
dengan VLHR tersebut dan dengan fungsi Jalan
Kolektor Ideal maka di dapatkan hasil Lebar Jalur 6,0
m dan Bahu Jalan 1,5 m.
Kecepatan Rencana
Berdasarkan Fungsi Jalan Rawa Indah yaitu Kolektor
dengan medan Jalan Datar, maka kecepatan rencana
di ambil 60 km/jam.
Alinyemen Horizontal
Pada perencanaan alinyemen horizontal terdiri dari
bagian lurus dan bagian lengkung atau tikungan.
Perencanaan Tikungan Spiral-Spiral (S-S)
Tikungan 1 pada STA 0+199,693
Diketahui:
Medan = Datar
VR = 60 km/jam
Rc = 143 m
∆ = 33º
Jh = 75 m
Jd = 350 m
Dmax = 12,78º
emax = 10 % = 0,1
fmax= 0,153
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Heri Sutanto Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
23
Lp= 2 x 3 m
Menghitung Jari-jari Tikungan Minimum
Rmin =
=
= 112,04 m
Syarat aman = Rmin <Rc
= 112,04 m < 143 m
Hasil dari perhitungan di atas maka diperoleh nilai
Rmin sebesar 112,04 m.
D =
=
= 10,02º
Menghitung Nilai Lengkung Peralihan
a. Berdasarkan waktu tempuh maksimal
Ls 1 =
x T
=
x 3
=
b. Berdasarkan rumus modifikasi Short:
Ls 2 =
=
c. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan
kelandaian:
Ls 3 =
=
=
d. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan
kelandaian
= 115 (0,02 + 0,082) x 3,5
= 43,47 m
Menentukan Tikungan
P =
=
=
½
= ½ x 33
= 16,50
c = 12,96˚
Lc =
Pada tikungan 1 didapatkan sebagai berikut:
Lc > 25 m 0 m < 25 m
P > 0,25 m 0,73m > 0,25 m
Hasil dari perhitungan Lc dan P memenuhi syarat
jenis tikungan Spiral- Spiral (S-S), sehingga jenis
tikungan pada tikungan 1 menggunakan Tikungan S-
S.
Menghitung Besaran Tikungan
Xs = Lsada (1-
= 82,32 (1-
= 81,64 m
Ys =
=
= 7,90 m
P = Ys–Rc(1–cos x
=7,90–143(1-cos 16,50)x
= 2,02 m
k = Xs - Rc sin Sada
= 81,64 - 143 sin 16,50º
= 41,04 m
Ts = (Rc + p) tan ½ ∆ + k
= (143 + 2,02) tan ½ 33º + 41,04
= 83,98 m
Es = (Rc + p)/cos (½ ∆ x /180)-Rc
=(143+0,6)/cos(½ 33ºx 3,14/180)
= 8,24 m
Lc = 0
Ltotal = 2 x LCada
= 2 x 0
= 0 m
Pelebaran Tikungan 1 STA 0+199,693
Pertimbangan dalam menentukan pelebaran tikungan
berdasarkan kendaraan yang melintas pada ruas jalan
dan menentukan dimensi kendaraan rencana.Pada
survey terlebih dahulu diketahui kendaraan yang
paling besar melintas adalah truck 3 as.
Diketahui:
Medan jalan = Datar
VR = 60 km/jam
Rc = 143 m
emaks= 10% = 0,1
fmaks= 0,153
Bn = 6 m
b = 260 cm
Lp = 3,0 m
C = 0,5 m
n = 2 (jumlah lajur)
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Heri Sutanto Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
24
Radius lengkung =Rc– (½ x Lp)+ (½ x b)
= 143- (½ x 3) +(½x2,6)
= 142,8 m
Perhitungan B
a =√ + 1,25
= √ + 1,25
= 144,05
b = √ √
= √ √
= 144,27
c = √ √ - √
= √
= 144,27 - √ = 1,47
B = c + 1,25
= 1,47 + 1,25
= 2,72 m
c. Perhitungan Z
Z =
√
=
√
= 0,527
d. Perhitungan total lebar jalan (Bt)
Bt = n x (B + C) + z
= 2 x (2,62 + 0,5) + 0,527
= 6,971 m
Lebar perkerasan lurus (Bn) = 2 x 3 = 6 m
Bt> Bn
6,971 m > 6 m
e. Perhitungan total lebar perkerasan
∆b = Bt - Bn
= 6,971 - 6
= 0,971 m
Dari hasil perhitungan diatas didapatkan nilai
pelebaran perkerasan pada tikungan 1 sebesar 0,971
m. Perencanaan pelebaran pada tikungan 1 dilihat
pada Gambar 2.
Perhitungan Kelandaian
=
= -5,406 %
=
= 1,22 %
Perhitungan Lengkung Vertikal Cekung pada
STA 0+550
Diketahui:
Elevasi PVI1 = 50,269
VR = 60 km/jam
g1 = -5,406%
g2 = 1,22%
Jhmin = 75m
Jhmax = 88,91 m
Stationing PVI1 = 0+500
Gambar 1. Tikungan 1 (Spiral-Spiral)
Gambar 2. Pelebaran Tikungan 1 (Spiral-Spiral)
Gambar 3. Diagram Superelevasi Tikungan 1 (Spiral-Spiral)
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Heri Sutanto Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
25
Menentukan perbedaan grade (A):
A = g2 – g1
= 1,22 – (-5,406)
= 6,63%
Lengkung Cekung dapat dilihat pada Gambar 5 di
bawah ini:
Tebal Perkerasan Jalan
Survey Lalu Lintas
Hasil Survey Lalu Lintas dapat dilihat padaSurvey
Lalu Lintas Tabel 4.
Perhitungan CBR
Diketahui CBR minimum 6,07 dan CBR maksimum
yaitu 15,63. Dari data CBR kemudian menghitung
presentase jumlah yang sama. Dengan mengeplot
grafik CBR 90 yaitu 6,19%. Dari nilai CBR tersebut
kemudian dicari nilai DDT dengan menggunakan
grafik di bawah ini
Umur Rencana
Umur rencana perkerasan kaku yaitu 40 tahun.
Nilai VDF
Nilai VDF4 di ambil berdasarkan jenis kendaraan yang
melalui jalan tersebut.
Faktor Distribusi Lajur (DL)
Jumlah lajur setiap arah di tetapkan 1 lajur dengan
kendaraan niaga pada lajur desain.
Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas
R =
=
= 32.59
Perhitungan Nilai CESA
Nilai ESA = 1561 = 0.15 x 104
Setelah mendapatkan nilai ESA, kemudian
menghitung nilai CESAdengan rumus sebagai
berikut:
CESA = ESA x 365 x R
= 1561 x 365 x 32.59
= 18642066.56 atau 18.64 x 106
Pemilihan Jenis Perkerasan
Dengan Struktur perkerasan kaku dengan lalu lintas
berat maka masuk ke dalam Desain 4.
Struktur Pondasi Jalan
Pada penentuan desain pondasi jalan minimum,
dengan CBR 6,19 maka kelas kekuatan tanah dasar
terdapat pada SG6 dengan prosedur desain pondasi A
sehingga tidak perlu peningkatan tanah dasar.
Perhitungan JSKN selama umur rencana
Umur rencana = 40 tahun
JSKNH = 750
R = 32.59
JSKN UR = 365 x JSKNH x R
= 365 x 750 x 32.59
= 8921763.14 = 8.92 x 106
Perhitungan JSKN per lajur
Diketahui Lebar perkerasan jalan 3 m (1 lajur 1
arah), maka Koefisien Distribusi (C) yaitu 1.
JSKN UR per lajur = JSKN UR x C
= 8921763.14 x 1
= 8921763.14 atau
8.92 x 106
Tebal Perkerasan Kaku
Berdasarkan Bagan Desain 4 Perkerasan Kaku,
dengan nilai JSKN per lajur yaitu 8.92 x 106, maka
masuk dalam Struktur Perkerasan R3 dengan Dowel
dan Bahu Beton, Tebal Pelat 285 mm, Lapis Pondasi
LMC 150 mm, Lapis Pondasi Agregat Kelas A yaitu
150 mm.
Perhitungan Repetisi Sumbu Rencana
Rumus Repetisi Sumbu Rencana yaitu =
Proporsi Beban x Proporrsi Sumbu x Lalu Lintas
Rencana.
Gambar 4. Lengkung Cekung
Gambar 6. Korelasi DDT dan CBR
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Heri Sutanto Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
26
Hasil Repetisi Sumbu Rencana yaitu 8,92 x 106.
Faktor Keamanan Beban (FKB)
Nilai FKB dengan volume kendaraan niaga menengah
yaitu 1,1.
Mutu Beton untuk Perkerasan Kaku
Dengan Jenis Jalan raya dengan truk ringan sampai
berat maka digunakan mutu beton 350 kg/cm2.
Menentukan CBR Tanah Dasar Efektif
Dengan CBR Tanah dasar 6.19% maka digunakan
campuran beton kurus 150 mm dengan CBR efektif
40%.
Analisa Fatik dan Erosi
Dalam grafik analisa fatik dan erosi di dapatkan hasil
yaitu repetisi ijin Analisa Fatik dan Erosi 0% yang
berarti kurang dari 100% dan Aman.
Sambungan
Dengan Tebal pelat 285 mm, Panjang pelat 5 mm,
dan Lebar pelat 3 mm maka digunakan diameter
dowel 38 mm dengan panjang 450 mm dan Jarak 300
mm. Pada Tie Bar digunakan tulangan ulir dengan
diameter 16 mm dan panjang 688 m.
5. KESIMPULAN
Dari hasil perhitungan geometrik dan tebal
perkerasan pada Jalan Rawa Indah STA 0+000-STA
7+318,491, diperoleh:
1. Hasil perencanaan dan perhitungan geometrik:
Kelas Fungsi = Kolektor
Kelas jalan = III A
Medan = Datar
Kec.rencana = 60 km/jam
Lebar jalan = (2x3m)
(2lajur2arah)
Tikungan = 12 SS, 6 SCS
Lengkung = 8 Ck, 5 Cb
Galian = 68200,599 m3
Timbunan = 63475,769 m3
2. Hasil perencanaan dan perhitungan tebal
perkerasan:
Saran
1. Diharapkan teliti dalam menarik garis pada
Analisa Fatik dan Erosi karena hal tersebut
sangat berpengaruh terhadap Tebal perkerasan
yang diperoleh
2. Studi ini dapat dilanjutkan dengan Perhitungan
Rencana Anggaran Biaya (RAB) agar dapat
diperoleh hasil biaya perencanaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
A., 2001. Rekayasa Jalan, Universitas
Muhammadiyah Malang, Malang.
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah,
2003, Perencanaan Jalan Beton Semen Pd-T-14-
2003, Jakarta.
Direktorat Jendral Bina Marga, Departemen
Pekerjaan Umum, 1997. Manual Kapasitas Jalan
Indonesia No.036/T/BM/1997, Jakarta.
Direktorat Jendral Bina Marga, Departemen
Pekerjaan Umum, 1997. Tata cara Perencanaan
geometrik Jalan No.038/T/BM/1997, Jakarta.
Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal
Bina Marga, 2013, Manual Desain Perkerasan
Jalan No.02/M/BM/2013, Jakarta.
Hendarsin. S,L., 2000, Penuntun Praktis Perencanaan
Teknik Jalan Raya, Polteknik Negeri Bandung,
Bandung.
Hamirhan, S., 2010, Konstruksi Jalan Raya
Geometrik Jalan, Nova, Bandung
Hamirhan, S., 2010, Konstruksi Jalan Raya
Perancangan Perkerasan Jalan Raya, Nova,
Bandung.
Sukirman, S., 2010, Dasar-dasar Perencanaan
Geometrik Jalan, Nova, Bandung.
Suryawan, A., 2009, Perkerasan Jalan Beton Semen Portland (Rigid Pavement), Beta Offset, Yogyakarta.
Gambar 7. Komponen Struktur
Perkerasan Kaku
Gambar 8. Ruji (Dowel)
Gambar 9. Batang Pengikat
(TieBar)
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Effa Sefti Zuhrotin1), Tamrin Rahman2), Rusfina
Widayati3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
27
STUDI ALTERNATIF PEMENUHAN SUMBER AIR
BAKU KOTA BALIKPAPAN DENGAN CARA
MENSUPLAY AIR DARI MAHAKAM KE MANGGAR
Effa Sefti Zuhrotin1)
, Tamrin Rahman2)
, Rusfina Widayati3)
Teknik Sipil Universitas Mulawarman
Jalan Sambaliung No.9 Kampus Gunung Kelua, Samarinda - 75119
e-mail: [email protected], [email protected], [email protected]
ABSTRACT
Balikpapan adalah salah satu kota besar dengan jumlah penduduk lebih kurang 6.000.000 jiwa yang mengalami
krisis air bersih. Posisi kota yang berupa dataran tinggi atau perbukitan membuat PDAM kesulitan untuk
mengalirkan air bersih. Waduk Manggar yang seharusnya menjadi sumber utama air bersih Kota Balikpapan
mengalami penurunan 3-4 cm perhari. Oleh karena itu, perlu adanya alternatif sumber air baku untuk
mengatasi kekurangan air bersih dan memanfaatkan sumber daya air yang ada. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui jumlah kebutuhan air bersih dan mengetahui kapasitas pompa, diameter pipa yang digunakan
dalam pendistribusian air bersih.
Pada penelitian ini dilakukan analisis jumlah kebutuhan air dan ketersediaan air dengan menghitung debit
andalan yang tersedia pada DAS Manggar, serta kapasitas pompa dan diameter pipa dengan menggunakan
metode analitik.Dimulai dengan metode geometrik untuk menghitung proyeksi jumlah penduduk, selanjutnya
menghitung debit andalan dengan menggunakan metode mock.
Berdasarkan dari hasil analisis, kebutuhan air bersih Kota Balikpapan pada tahun 2035 didapat sebesar
203.214.317 liter/hari atau 2.3520 liter/detik. Ditambah dengan debit Waduk Manggar yang tersedia sebesar
0.4232 m3/detik. menjadi 2.7752 m
3/detik atau sama dengan 2775,21 liter/detik. serta ditambah dengan
kehilangan air 20% maka kebutuhan air total Kota Balikpapan di tahun 2035 sebesar 3330,26 liter/detik. Dari
debit total kebutuhan air Kota Balikpapan digunakan pipa utama dengan besaran diameter yang berbeda yaitu
1600 mm dan 1400 mm. Daya pompa yang digunakan pada rencana distribusi air bersih dari Mahakam ke
Manggar dengan total head 67 Km adalah 17903.502 HP atau sama dengan 13350.641 KW.
Katakunci: Debit Andalan, Kebutuhan Air Bersih, Pipa, Kehilangan Tekanan, Daya Pompa.
ABSTRACT
Balikpapan is one of the big cities with a population of more than 6,000,000 who are experiencing a crisis of
clean water. The position of the city in the form of highlands or hills makes it difficult for PDAMs to drain
clean water. The Manggar Reservoir which should be the main source of clean water in Balikpapan City has
decreased by 3-4 cm per day. Therefore, there is a needs for alternative sources to overcome the shortage of
clean water and utilize existing water resources. The purpose of this research was to determine the capacity of
clean water needs, determine the capacity of the pump, and also the diameter of the pipes used in the
distribution of clean water.
In this research, analysis of the amount of water demand and water availability was carried out by calculating
the mainstay discharge available in the Manggar watershed, as well as the pump capacity and pipe diameter
using by analytical methods. Starting with the geometric method to calculate the projected number of residents,
then calculate the mainstay discharge using the mock method.
Based on the results, Balikpapan’s clean water needs in 2035 were obtained at 203,214,317 liters/day or
2.3520 liters/sec. Coupled with the available Manggar Reservoir discharge of 0.4232 m3 /sec. to be 2,7752
m3/sec or equal to 2775.21 liters/sec. and coupled with 20% water loss, the total water demand of Balikpapan
City in 2035 is 3330.26 liters/sec. From the total discharge of water requirements in Balikpapan City, the main
pipes are used with different diameters of 1600 mm and 1400 mm, and the pump power used in the plan of
distribution of clean water from Mahakam to Manggar with a total head of 67 Km is 17903,502 HP or equal to
13350,641 KW.
Keywords: Mainstay Debit, Clean Water Needs, Pipes, Power Pressure Loss, Pumps
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Effa Sefti Zuhrotin1), Tamrin Rahman2), Rusfina
Widayati3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
28
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Balikpapan adalah salah satu kota besar yang berada
di Provinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah
mencapai 843,48 Km2, yang terdiri atas 503,30 Km
2
daratan dan 340,18 Km2 Perairan. (http://balikpapan
.go.id/read/98/selayang-pandang). Sebagai kota terbesar
yang memiliki sumber daya yang memadai, Balikpapan
menjadi magnet bagi pengunjung dan pendatang baru
sehingga pertumbuhan penduduk semakin bertambah.
Seiring bertambahnya jumlah penduduk di Kota
Balikpapan maka akan berpengaruh pada meningkatnya
jumlah kebutuhan air baku. Posisi kota yang berupa
dataran tinggi atau perbukitan membuat PDAM
kesulitan untuk mengalirkan air bersih.Karena sedikitnya
jumlah hujan yang terjadi di Balikpapan volume waduk
mengalami penurunan terus menerus rata-rata 3-4 cm
per hari.Dengan Q (debit) yang dibutuhkan Kota
Balikpapan sekitar 3.000 liter/detik. Sehingga
dibutuhkan alternatif sebagai berikut : 1) Penyulingan
Air Asin, 2) Pembangunan Bendungan Teritip untuk
tampungan air hujan, 3) Suplay Air dari Mahakam ke
Manggar.
Sungai Mahakam sebagai sumber air baku pernah di
analisis oleh Alimuddin dan Hasyim Saleh Daulay. Yang
berjudul “Sungai Mahakam Sebagai Sumber Air
Baku Potensial Secara Regional untuk Daerah
Balikpapan, Samarinda dan Kukar”.Penelitian
tersebut dilakukan untuk mengetahui debit analisa
kebutuhan air baku di wilayah penelitian serta kebutuhan
kapasitas pompa dan pipa lainnya yang menunjang
distribusi air baku yang bersumber dari Sungai
Mahakam.
Pada penelitian ini hanya difokuskan pada satu
wilayah saja, yakni wilayah Balikpapan. Dengan total
panjang rencana jaringan pipa sekitar 67 Km (dari
Sungai Mahakam ke Waduk Manggar).
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian adalah sebagai
berikut :
1. Mengetahui jumlah kebutuhan air bersih untuk
Kota Balikpapan dalam 21 tahun kedepan.
2. Merencanakan jaringan perpipaan air bersih
untuk melayani kebutuhan air bersih untuk 21
tahun ke depan.
3. Mengetahui kapasitas pompa yang memenuhi
dalam menunjang ditribusi air bersih.
4. Menganalisa ketersediaan air dengan menghitung
debit andalan yang tersedia pada DAS Manggar.
1.3 Batasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan dalam penelitian ini,
maka akan dibatasi dengan adanya batasan masalah
yaitu :
1. Menghitung kebutuhan air Balikpapan
yang bersumber dari Mahakam ke
Waduk Manggar.
2. Menghitung kehilangan tekanan air
pada jaringan pipa distribusi.
3. Menghitung daya pompa distribusi yang
akan digunakan.
4. Menggunakan objek DAS Manggar
secara keseluruhan tanpa membaginya
menjadi sejumlah sub DAS.
5. Menggunakan Software Global Mapper
untuk menentukan kontur daerah studi.
6. Tidak menghitung tampungan kolam
retensi atau kolam peralihan
7. Tidak menghitung kebutuhan biaya.
8. Tidak menghitung pengurangan
kebutuhan air di bendungan teritib.
2. TINJAUAN PUSTAKA
4.1. Pendistribusian Air Bersih Pendistribusian Air Bersih
Cara penyaluran air bersih tergantung pada
lokasi sumber air itu berada. Cara penyaluran
sistem air bersih sebagai berikut :
a. Sistem Gravitasi
Sistem gravitasi adalah sistem pengaliran
air dari sumber ke tempat reservoir dengan
cara memanfaatkan energi potensial
gravitasi yangdimiliki air akibat perbedaan
ketinggian lokasi sumber dengan lokasi
reservoir. Sistem inidigunakanapabila
kondisipersediaanberadapadaelevasiyangle
bih tinggidibandingkandengan
unitdistribusi.(Babbitt,HaroldE.1960)
b. Sistem Pompa
Sistem pompa pada prinsipnya adalah
menambah energi pada aliran sehingga
dapat mencapai tempat yang lebih
tinggi.Hal ini dengan pertimbangan bahwa
antara lokasi distribusi dan lokasi sumber
tidak mempunyai perbedaan ketinggian
yang cukup untuk mengalirkan
air.Prinsipsisteminiadalahdenganmemberik
an
energipadaaliranair,sehinggaairdapatmenc
apai unit distribusi yang memiliki
elevasi lebih tinggi
dibandingkandengansumberpersediaan.(B
abbitt,HaroldE.1960)
c. Sistem Gabungan
Sistem gabungan yaitu sistem pengaliran
air dari sumber ke tempat reservoir –
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Effa Sefti Zuhrotin1), Tamrin Rahman2), Rusfina
Widayati3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
29
dengan cara menggabungkan dua sistem transmisi
yaitu sistem pompa dan sistem gravitasi secara
bersama – bersama. Sedangkan sistem distribusi
adalah suatu cara penyaluran dan pembagian air dari
reservoirke konsumen. Sistem distribusi terdiri dari:
a. Sistem Tower
Yaitu cara penyaluran air dari reservoirhingga
sampai ke konsumen melalui tower yang
dipasang di setiap beberapa rumah. Tower
dapat berupa tangki beton, pada permukaan
tanah ataupun dengan ketinggian tertentu dari
permukaan tanah, baik dengan gravitasi
maupun pemompaan dari reservoir.
b. Sistem Pipa Distribusi
Sistem pipa distribusi adalah sistem penyaluran
atau pembagian air kepada konsumen melalui
pipa. Sistem yang dilaksanakan pada sistem
pipa distribusi adalah :
Sambungan Rumah ( SR )
Hidran Umum ( HU )
2.2 Analisa Kebutuhan Air Bersih
Kebutuhan air yang dimaksud adalah kebutuhan air
yang digunakan untuk menunjang segala kegiatan
manusia, meliputi air bersih domestik dan non domestik,
air irigasi baik pertanian, perikanan, dan penggelontoran
kota. (Sjarief, Roestam, dkk, 2005).
2.2.1 Kebutuhan Air Domestik
Kebutuhan air domestik sangat ditentukan oleh
jumlah penduduk, dan konsumsi
perkapita.Kecenderungan populasi dan sejarah populasi
dipakai sebagai dasar perhitungan kebutuhan air
domestic terutama dalam penentuan kecenderungan laju
pertumbuhan (Growth Rate Trends).Pertumbuhan ini
juga tergantung dari rencana pengembangan dari tata
ruang daerah.Umumnya, makin tinggi perputaran
ekonomi pada suatu daerah, menyebabkan daerah
semakin cepat pertumbuhan jumlah penduduknya.
Analisis sektor domestik merupakan aspek penting
dalam menganalisis kebutuhan penyediaan di masa
mendatang.Analisis sektor domestik untuk masa
mendatang dilaksanakan dengan dasar analisis
pertumbuhan penduduk pada wilayah yang
direncanakan. Kebutuhan air domestik untuk kota dibagi
dalam beberapa kategori ditampilkan pada Tabel
dibawah ini :
Tabel 1. Kebutuhan air untuk tiap kota
Kategori Ukuran Kota Kebutuhan air/lt /orang
/ hari
I Kota Metropolitan 190
II Kota Besar 130
III Kota Sedang 120
IV Kota Kecil 90
V Kota Kecamatan 75
VI Pedesaan 60
Sumber : DPU Dirjen Cipta Karya, 2001
Tabel 2. Perhitungan Konsumsi Air
Sumber : DPU Dirjen Cipta Karya, 2001
2.2.2 Kebutuhan Air Non Domestik
Kebutuhan air non domestik meliputi :
pemanfaatan komersial, kebutuhan institusi dan
kebutuhan industri. Kebutuhan air komersil
untuk suatu daerah cenderung meningkat
sejalan dengan peningkatan penduduk dan
perubahan tata guna lahan.Kebutuhan ini bisa
mencapai 20-25% dari total suplai (produksi)
air. Kebutuhan institusi antar lain meliputi
kebutuhan – kebutuhan air untuk sekolah,
rumah sakit, gedung-gedung pemerintah,
tempat ibadah dan lain-lain. Untuk penentuan
besaran kebutuhan ini cukup sulit karena
sangat tergantung dari perubahan tata guna
lahan dan populasi.Pengalaman menyebutkan
angka 5% cukup representative.
500.000 s/d 100.000 s/d 200.000 s/d
1.000.000 500.000 100.000
Metro Besar Sedang Kecil Desa
1 2 3 4 5 6
Konsumsi Unit
Sambungan
Rumah (SR)
(Liter/Org/Hari)
Konsumsi Unit
Hidran (HU)
(Liter/Org/Hari)
Konsumsi Unit non
Domestik
Niaga Kecil (ltr/unit/hari) 600-900 600-900 600
Niaga Besar (ltr/unit/hari) 1000-5000 1000-5000 1500
Industri Besar (ltr/dtk/ha) 0.2-0.8 0.2-0.8 0.2-0.8
Pariwisata (ltr/dtk/ha) 0.1-0.3 0.1-0.3 0.1-0.3
4 Kehilangan air (%) 20-30 20-30 20-30 20-30 20-30
5 Faktor Hari Maksimum 1.15-1.25 1.15-1.25 1.15-1.25 1.15-1.25 1.15-1.25
6 Faktor Jam Puncak 1.75-2.0 1.75-2.0 1.75-2.0 1.75-2.0 1.75-2.0
7 Jam Operasi (Jam) 24 24 24 24 24
50 ; 50 50 ; 50
s/d s/d
80 ; 20 80 ; 20
20-40 20-40 20-40
80;20 70;30 70;30
1
2
3
8 SR : HU
20-40 20-40
UraianNo >1.000.000 <20.000
Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk (Jiwa)
>150 150-120 90-120 80-120 60-80
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Effa Sefti Zuhrotin1), Tamrin Rahman2), Rusfina
Widayati3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
30
Kebutuhan untuk industri saat ini dapat
diidentifikasi namun untuk kebutuhan industri yang akan
datang cukup sulit untuk mendapat data akurat. Hal ini
disebabkan beragamnya jenis dan macam kegiatan
industri.
Tabel 3. Kebutuhan Air untuk Industri
No Jenis Industri Hasil
Produksi
Kebutuhan
Air untuk 1
Ton
Produksi
1 Besi Ingot 11 m3
2 Aluminium Aluminium 73 m3
3 Minyak
Pengulingan
Ethet 0,1 m3/barel
4 Minyak
Petrokimia
Ethet 240 m3
5 Kertas Pulp 220 m3
Kertas Koran 69 m3
Kertas Tulis 445 m3
Kertas Kartu 146 m3
6 PLTA Listrik 0,0023 m3
7 PLTN Listrik 0,0028 m3
8 Pakaian 355 m3
9 Pencelupan 378 m3
10 Amonium Sulfat 150 m3
11 Urea 330 m3
12 Semen 2-5 m3
13 Tembaga 180 m3 Sumber :Selintung, Mary. Pengenalan Sistem Air Minum. 2012.
Tabel 4. Kebutuhan Air untuk Institusi
Uraian Konsumsi Air
Sekolah 10 liter/murid/hari
Rumah Sakit 200 liter/tempat tidur/hari
Puskesmas 2 m3/liter
Mesjid Sampai 2 m3/hari
Kantor 10 ltr/pengawasan/hari
Kompleks Militer 60 ltr/org/hari
Kawasan Pariwisata 0,1-0,3 ltr/detik/hari
Sumber : NSPMKIMPRASWIL
2.3 Proyeksi Penduduk
Maksud dari proyeksi penduduk adalah untuk
memberikan jumlah penduduk di masa mendatang.
Dengan berdasarkan pemikiran jumlah penduduk maka
dapat dibuat rancangan kebutuhan air bersih untuk masa
yang akan datang.
Adapun metode perhitungan perkembangan
penduduk (Metode Geometrik).Proyeksi dengan metode
ini menganggap bahwa perkembangan penduduk secara
otomatis berganda.Dengan pertambahan penduduk
awal.Metode ini memperhatikan suatu saat terjadi
perkembangan menurun dan kemudian mantap,
disebabkan kepadatan penduduk mendekati
maksimum. Dengan rumus yang digunakan
sebagai berikut :
( )
Keterangan :
Pn = Jumlah Penduduk setelah n tahun
Po = Jumlah pada tahun awal
n = Kurun waktu Proyeksi
r =Persentase rata-rata kenaikan
penduduk per tahun
2.4 Pipa
Pipa adalah saluran tertutup yang biasanya
penampang lingkaran, dan digunakan untuk
mengalirkan fluida dengan tampang aliran
penuh.Fluida yang dialirkan melalui pipa bisa
berupa zat cair atau gas, dan tekanan bisa lebih
besar atau lebih kecil dari tekanan
atmosfer.Apabila zat cair di dalam pipa tidak
oenuh maka aliran termasuk dalam aliran
saluran terbuka.Karena mempunyai permukaan
bebas, maka fluida yang dialirkan adalah zat
cair.Tekanan di permukaan zat cair di
sepanjang saluran terbuka adalah tekanan
atmosfer.
Didalam bab ini hanya akan dipelajari
aliran turbulen dan mantap melalui pipa. Aliran
laminar telah dipelajari dalam bab II, sedang
aliran tidak mantap melalui pipa, sementara ini,
tidak diberikan dalam buku ini. Tinjauan juga
dibatasi hanya untuk aliran zat cair terutama
air.
2.4.1 Kehilangan Tenaga Aliran Melalui
Pipa
Pada zat cair yang mengalir didalam
bidang batas (pipa, saluran terbuka atau bidang
datar) akan terjadi tegangan geser dan gradient
kecepatan pada seluruh medan aliran karena
adanya kekentalan. Tegangan geser tersebut
akan menyebabkan terjadinya kehilangan
tenaga selama pengaliran.
Dimana :
hf = Kehilangan Tenaga karena gesekan
f = Koefisiengesekan Darcy-Weisbach
L = Panjang Pipa
D = Diameter Pipa
V = Kecepatan Aliran
g = Gravitasi
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Effa Sefti Zuhrotin1), Tamrin Rahman2), Rusfina
Widayati3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
31
2.5 Pompa
Pompa merupakan suatu alat yang digunakan untuk
memindahkan zat cair dengan meningkatkan tingkat
energi zat cair tersebut. Secara umum ada dua cara untuk
meningkatkan energy tersebut, yaitu dengan
mengkompresfluida dengan volume tetap pada ruang
terbatas, cara ini digunakan pada pompa positive
displacement, sedangkan cara satu lagi adalah
menaikkan tekanan dengan memnfaatkan sudut putar
untuk meningkatkan kecepatan fluida.Jenis – jenis
pompa yang biasanya adalah pompa sentrifugal, pompa
bolak - balik, pompa hidro automatik, pompa putaran
dan pompa hisap udara.
Pompa memiliki dua kegunaan utama, yaitu:
1. Memindahkan cairan dari satu tempat ke tempat
lainnya (misalnya air dari aquifer bawah tanah ke
tangki penyimpan air).
2. Mensirkulasikan cairan (misalnya air pendingin atau
pelumas yang melewati mesin-mesin dan
peralatan).
2.6 Debit Andalan
Debit andalan adalah debit yang diharapkan selalu
tersedia sepanjang tahun dengan resiko kegagalan yang
diperhitungkan sekecil mungkin. Apabila ditetapkan
debit andalan untuk keperluan irigasi 80% maka resiko
kegagalan 20% ini, terjadi pada debit pengambilan lebih
kecil dari pada debit yang diperhitungkan.
Data debit andalan pada umumnya diperlukan untuk
perencanaan pengembangan air irigasi, air baku dan
pembangkit tenaga listrik tenaga air (PLTA), yaitu untuk
menentukan perhitungan persediaan air pada bangunan
pengambilan (intake). Agar mendapatkan perhitungan
debit andalan yang baik, untuk itu diperlukan data
pencatatan debit dengan jangka waktu panjang, hal ini
untuk mengurangi terjadinya penyimpangan data
perhitungan yang terlalau besar. Pada perhitungan debit
andalan pada umumnya dilakukan dengan cara
merangking data debit rata-rata bulanan, setengah
bulanan atau debit rata-rata sepuluh harian, yang
ditetapkan berdasarkan pola operasi bendung atau
bendungan.
Perhitungan debit andalan pada prakteknya
dilapangan, yang sering dilakukan adalah penetapan
debit andalan dengan metode ranking dan metode
statistik.
2.6.1 Perhitungan Metode Ranking
Perhitungan debit andalan dengan metode ranking
dilakukan dengan data pencatatan debit seri jangka
panjang, selnjutnya data tersebut disusun atau diranking
mulai dari urutan data debit yang terkecil ke urutan
terbesar. Setelah data diurutkan terlebih dahulu
ditetapkan prosentase debit andalan yang diharapkan.
- Keperluan irigasi biasanya ditetapkan debit tersedia
80%, maka rumusnya :
M = 0,20 x N……………………….(2.1)
- Keperluan air baku :
Untuk air minum biasanya ditetapkan
debit tersedia 99%, maka rumusnya:
M = 0,01 x N……………………….(2.2)
- Untuk industri biasanya ditetapkan debit
tersedia 95%, maka rumusnya :
M = 0,05 x N…………….…………(2.3)
- Keperluan PLTA biasanya ditetapkan
debit tersedia 90%, maka rumusnya :
M = 0,10 x N……………………….(2.4)
Dimana :
M = Ranking debit andalan yang
diharapkan
N = Jumlah tahun data pengamatan
debit.
3. METODOLOGI
3.1 Lokasi Penelitian
Gambar 1. Lokasi Penelitian
Data penelitian meliputi data curah hujan
10 tahun terakhir, data klimatologi satu tahun
terakhir.Dan data topografi Kota Balikpapan
yang diambil dari Google Earth.
Sebelum melakukan penelitian maka
dibuat langkah-langkah pelaksanaan alur
kegiatan penelitian agar dapat berjalan secara
sistematis dan tepat sasaran tercapainya tujuan
penelitian.Langkah awal yang perlu dilakukan
adalah studi pustaka lalu pengumpulan data
sekunder dilanjutkan dengan menganalisa dan
mengolah data. Analisis yang dilakukan adalah
jumlah kebutuhan air dan ketersediaan air
dengan menghitung debit andalan yang tersedia
pada DAS Manggar, serta kapasitas pompa dan
diameter pipa dengan menggunakan metode
analitik. Dimulai dengan metode geometrik
untuk menghitung proyeksi jumlah penduduk,
selanjutnya menghitung debit andalan dengan
menggunakan metode mock.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Effa Sefti Zuhrotin1), Tamrin Rahman2), Rusfina
Widayati3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
32
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Perhitungan Proyeksi Penduduk
Berdasarkan sumber data jumlah penduduk pada
kecamatan di Kota Balikpapan dari tahun 2003 hingga
2014, maka dapat dilakukan perhitungan proyeksi
jumlah penduduk Balikpapan Utara, Balikpapan Selatan,
Balikpapan Timur, Balikpapan Tengah, Balikpapan
Barat dan Balikpapan Kota dengan tahun yang
direncanakan.
Tabel 5. Pertumbuhan Penduduk (Balikpapan Utara)
Tahun Jumlah Perkembangan
Jiwa %
2003 90514 0 0
2004 94028 3514 3.88
2005 94184 156 0.17
2006 94433 249 0.26
2007 96103 1670 1.77
2008 98541 2438 2.54
2009 102471 3930 3.99
2010 122098 19627 19.15
2011 123214 1116 0.91
2012 125759 2545 2.07
2013 130698 4939 3.93
2014 134146 3448 2.64
Jumlah 41.30
Rata-rata 3.44
Tabel 6. Proyeksi Penduduk (Balikpapan Utara)
Metode Geometrik :
Po = 134146 Jiwa
r = 3.44 %
= 0.034
Didapat persamaan forward projection :
Pn = 134146 (1+0.034)1
Maka ;
Pn1 = Po (1 + r )n
= 134146 (1+0.034)1
= 138763 Jiwa
4.2. Perhitungan Total Jumlah Kebutuhan
Air Kota Balikpapan
4.2.1 Air Domestik
a) Sambungan Rumah Tangga(SR)
Tabel 7. Kebutuhan Air untuk Sambungan
Rumah Tangga (Balikpapan Utara)
Perhitungan Sambungan Rumah Tangga (SR):
1. Pada kolom [1] = Nomor urut.
2. Pada kolom [2] = Tahun Proyeksi
(Tahun Perencanaan)
3. Pada Kolom [3] = Hasil Perhitungan
Proyeksi Jumlah Penduduk
4. Pada Kolom [4] = Tabel 2.2
Perhitungan Konsumsi Air No.1-8 sesuai
dengan kategori, kolom 1-6 sesuai dengan
kategori.
5. Pada kolom [5] = [3] x [4]
6. Pada Kolom [6] =Ditentukan
menurut kriteria perencanaan Dirjen Cipta
Karya Dinas PU
7. Pada Kolom [7] = [5]x[6]
8. Pada kolom [8] = [7]/(24x60x60)
Metode Geometrik
Pn = Po (1 + r )^n
1 2015 Pn1 138763
2 2016 Pn2 143540
3 2017 pn3 148480
4 2018 pn4 153591
5 2019 pn5 158878
6 2020 pn6 164347
7 2021 pn7 170004
8 2022 pn8 175855
9 2023 pn9 181908
10 2024 pn10 188170
11 2025 pn11 194647
12 2026 pn12 201346
13 2027 pn13 208277
14 2028 pn14 215446
15 2029 pn15 222862
16 2030 pn16 230533
17 2031 pn17 238468
18 2032 pn18 246676
19 2033 pn19 255167
20 2034 pn20 263950
21 2035 pn21 273035
nTahunNo
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Effa Sefti Zuhrotin1), Tamrin Rahman2), Rusfina
Widayati3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
33
b) Hidran Umum (HU)
Tabel 8. Kebutuhan Air untuk Sambungan Hidran
Umum (Balikpapan Utara)
Perhitungan Hidran Umum (HU) :
1. Pada kolom [1] = Nomor urut.
2. Pada kolom [2] = Tahun Proyeksi (Tahun
Perencanaan)
3. Pada Kolom [3] = Jumlah Penduduk Jiwa
4. Pada Kolom [4] = Standar Pemakaian dilihat
pada tabel sebelumnya, tabel 2.2 Perhitungan
Konsumsi Air. Dengan kategori kota berdasarkan
jumlah penduduk (jiwa) dan termasuk kedalam
kategori Kota yang sesuai, dengan nilai Konsumsi
unit hidran (HU).
5. Pada kolom [5] = [3] x [4]
6. Pada Kolom [6] = Ditentukan menurut kriteria
perencanaan Dirjen Cipta Karya Dinas PU
7. Pada Kolom [7] = [5]x[6]
8. Pada kolom [8] = [7]/(24x60x60)
4.2.2 Air NonDomestik
a) Fasilitas Pendidikan
Tabel 9. Kebutuhan Air untuk Fasilitas
Pendidikan
Perhitungan Kebutuhan Air untuk Fasilitas
Pendidikan
1. Pada kolom [1] = Nomor urut.
2. Pada kolom [2] = Tahun Proyeksi
(Tahun Perencanaan)
3. Pada Kolom [3] = Jumlah Proyeksi
Pertumbuhan Pelajar tahun 2015 - 2035
4. Pada Kolom [4] = Tabel 2.4
Kebutuhan Air untuk Institusi
5. Pada kolom [5] = [3] x [4]
6. Pada kolom [6] = [5]/(24x60x60)
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Effa Sefti Zuhrotin1), Tamrin Rahman2), Rusfina
Widayati3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
34
b) Fasilitas Puskesmas
Tabel 10. Kebutuhan Air untuk Fasilitas Puskesmas
Perhitungan Kebutuhan Air untuk Fasilitas Puskesmas:
1. Pada kolom [1] = Nomor urut.
2. Pada kolom [2] = Tahun Proyeksi (Tahun
Perencanaan)
3. Pada Kolom [3] = Jumlah Unit diasumsikan
bersifat konstan
4. Pada Kolom [4] = Tabel 2.4 Kebutuhan Air
untuk Institusi
5. Pada kolom [5] = [3] x [4]
6. Pada kolom [6] = [5]/(24x60x60)
c) Fasilitas Peribadatan
Tabel 11. Kebutuhan Air untuk Fasilitas Peribadatan
Perhitungan Kebutuhan Air untuk Fasilitas
Mesjid:
1. Pada kolom [1] = Nomor urut.
2. Pada kolom [2] = Tahun Proyeksi
(Tahun Perencanaan)
3. Pada Kolom [3] = Jumlah Unit
diasumsikan bersifat konstan
4. Pada Kolom [4] = Tabel 2.4
Kebutuhan Air untuk Institusi
5. Pada kolom [5] = [3] x [4]
6. Pada kolom [6] = [5]/(24x60x60)
4.3 Perhitungan Analisis Debit Andalan
4.3.1 Probabilitas 80% dan 90%
Tabel 12. Analisis Debit Andalan Probabilitas
80% dan 90%
Gambar 2. Grafik Analisis Debit Andalan
Probabilitas 80% dan 90%
No. Bulan 80% 90%
1 Jan 2.133 3.089
2 Feb 2.760 4.093
3 Mar 2.167 2.945
4 Apr 2.101 3.358
5 Mei 2.577 3.156
6 Jun 2.781 4.178
7 Jul 1.585 4.434
8 Aug 1.588 2.916
9 Sep 0.439 1.338
10 Okt 0.408 2.822
11 Nop 1.942 5.051
12 Des 2.914 4.331
1.950 3.476Rata-rata
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Effa Sefti Zuhrotin1), Tamrin Rahman2), Rusfina
Widayati3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
35
4.3.2 Probabilitas 80% dan Jumlah Kebutuhan
Waduk Manggar
Gambar 3. Grafik Analisis Debit Andalan Probabilitas 80%
dan Jumlah Total Kebutuhan Air Kota Balikpapan
Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa
Balikpapan di tahun 2017 membutuhkan tambahan air
bersih di bulan 9 dan 10, sedangkan ditahun 2035
Balikpapan membutuhkan tambahan air apda bulan 3,4
7, 8, 9, dan 10
Kehilangan air diperkirakan 20% maka kebutuhan
kapasitas produksinya untuk tahun 2035 adalah sebesar :
Jumlah Kebutuhan Air Balikpapan = 2352.02 l/det
=2.3520 m3/det
Karena pada bulan 9 dan 10 Waduk Manggar
kekurangan air sebesar 0.439 m3/detik dan 0.408
m3/detik. Maka jumlah kebutuhan air Balikpapan akan
ditambah dengan ketersediaan air di Waduk Manggar
sebesar 0.4232 m3/detik (diambil nilai rata-rata debit air
pada bulan 9 dan bulan 10)
Total Jumlah Air Balikpapan = 2.3520 m3/det +
0.4232 m3/det = 2.7752 m
3/det= 2775.52 liter/detik
Total Kebutuhan (ltr/detik)= 2775.22 + 20% = 2775.22
+ 555.04= 3330.26 liter/detik
4.4 Perhitungan Diameter Pipa
- PIPA I
Data :
Q = 3330.26 ltr/detik
= 3.330 m3/det
Q = V x A
Q = V x (
)
3.330 = V x (
)
D2 =
D2 =
=
= 2.828
D = 1.682m
= 168.174 cm
= 1681.739 mm =1600 mm
= 66.210 inch = 64 inch
Tabel 13. Rekapitulasi Diameter Pipa HDPE
4.5 Perhitungan Kehilangan Teknanan Air
pada Pipa
Dengan Panjang Pipa I = 8874.77 m
a) Mencari Luas Penampang (A)
PIPA I
A =
=
= 2.220 m2
b) Mencari Kecepatan Aliran (v)
PIPA I
A =
=
= 1.50 m/det
c) Mencari Nilai Re
PIPA I
Re =
Re =
= 2505073 Turbulen
4000 < Re < 100000
d) Mencari Nilai f
f1 = [ (
) ]
- PIPA I
f1
= [
(
) ]
= 0.02702
e) Mencari Nilai Hf
PIPA I
hf1 =
hf1 =
= 10.8993 m
Panjang Diameter Kecepatan hf
(m) (mm) (m/det) (m)
1 Pipa I 8875 1600 0.005 1.500 10.899 HDPE
2 Pipa II 12211 1600 0.005 1.500 14.996 HDPE
3 Pipa III 8012 1600 0.005 1.500 9.840 HDPE
4 Pipa IV 12865 1600 0.005 1.500 15.800 HDPE
5 Pipa V 5931 1400 0.005 2.000 11.648 HDPE
6 Pipa VI 4661 1400 0.005 2.000 9.154 HDPE
7 Pipa VII 9042 1400 0.005 2.000 17.759 HDPE
8 Pipa VIII 5403 1400 0.005 2.000 10.611 HDPE
Jenis PipaKekasaranNo Link
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Effa Sefti Zuhrotin1), Tamrin Rahman2), Rusfina
Widayati3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
36
4.6 Perhitungan Daya Pompa
H1 = Hs + hf
= 71.323 + 10.8993
= 82.2223 m
DAYA POMPA
- Pompa 1
D1 =
=
= 4452.39 hp
= 3320144 Watt
= 3320.14 KW
Tabel 14. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Daya Pompa
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.3 Kesimpulan
1. Dari hasil perhitungan menggunakan metode
geometrik dalam pertumbuhan penduduk didapat
kebutuhan air bersih Kota Balikpapan pada tahun
2035 sebesar 2352.02 liter/detik atau sama dengan
2.3520 m3/detik. Ditambah dengan debit Waduk
Manggar yang tersedia sebesar 0.4232 m3/detik
menjadi 2.7752 m3/detik atau sama dengan 2775.21
liter/detik. Serta ditambah dengan kehilangan air
20% maka kebutuhan air total Kota Balikpapan di
tahun 2035 sebesar 3330.26 liter/detik.
2. Dari Analisis Debit Andalan probabilitas 80% dan
Jumlah total kebutuhan air Kota Balikpapan yang
ada, dapat disimpulkan bahwa Kota Balikpapan di
tahun 2017 membutuhkan tambahan air bersih di
bulan 9 dan 10, sedangkan ditahun 2035 Balikpapan
membutuhkan tambahan air apda bulan 3,4 7, 8, 9,
dan 10.
3. Dari hasil perhitungan kebutuhan air bersih Kota
Balikpapan sebagai acuan menghitung diameter pipa
distribusi didapat dengan berbagai pipa yang ada
sesuai dengan kebutuhan pada jalur pipa yaitu Pipa I,
Pipa II, Pipa III dan Pipa IV menggunakan Diameter
Pipa 1600 mm, sedangkan Pipa V, Pipa VI, Pipa VII,
Pipa VIII menggunakan Diameter Pipa sebesar 1400
mm.
4. Dari hasil yang didapat dari nilai kebutuhan,
diameter pipa dan kehilangan energi menghitung
daya pompa akan digunakan dengan debit sebesar
2.7752 m3/det, besar jenis zat cair 1.000
kgf/m3 dan nilai efisiensi pompa 0,82 dan
0,70. Jadi, Total daya pompa yang dipakai
untuk perencanaan distribusi air bersih
Balikpapan sebesar 17903.502 HP atau
sama dengan 13350.641 KW.
5.4 Saran
1. Menggunakan data pendukung lebih
lengkap lagi, agar mempermudah dalam
proses Analisis.
2. Lebih detail dalam proses perhitungan ,
agar meminimalisir kesalahan dalam
perhitungan. Dan melakukan
pengembangan dari skripsi sebelumnya
dengan menggunakan berbagai program
atau software atau dengan beberapa metode
perhitungan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alimudin and Daulay, Saleh, Hasyim., 2015,
Mahakam River As A Potential Raw
Water Source On Regional Basis For
Balikpapan, Samarinda and Kutai
Kartanegara Area. HATHI, The 5TH
International Seminar. Bali.
Badan Pendukung Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum (BPPSPAM).
Kementerian PU. 2009. Pedoman
Operasi Dan Pemeliharaan Unit
Distribusi Edisi Ke-2.Jakarta.
Fazrin, Maulana., 2018, Perencanaan Distribusi
Air Bersih Universitas Mulawarman.
Tugas Akhir, S1, Jurusan Teknik Sipil
Universitas Mulawarman
Hadisusanto, Nugroho, 2011, Aplikasi
Hidrologi, Yogyakarta: Jogja
Mediautama
Kodoatie, Robert J., 2009, Hidrolika Terapan
Aliran Pada Saluran Terbuka dan
Pipa, Yogyakarta.
Noor, Nita Ocktavian., 2013, Simulasi
Perbandingan Efisiensi Energi Pompa
pada Arah Pemompaan Menggunakan
Software Epanet 2.0. Tugas Akhir, S1,
Jurusan Teknik Sipil Universitas
Mulawarman.
Sandy, Ananda Taqwakul., 2015, Perhitungan
Reservoir dan Sistem Perpipaan Air
Bersih pada Desa Teluk Dalam
Kabupaten Kutai Kartanegara Dengan
Software Epanet. Tugas Akhir,
Jurusan Teknik Sipil Politeknik
Negeri Samarinda.
Elevasi Tekanan Efektif
(m) (m) hp Watt KW
1 D-1 3.353 82.22230017 4452.386 3320144.075 3320.144
2 D-2 74.676 43.34325372 2710.692 2021363.046 2021.363
3 D-3 46.329 51.29314321 3207.879 2392115.388 2392.115
4 D-4 87.782 20.98053147 1312.125 978451.486 978.451
5 D-5 82.601 42.12789 2634.683 1964683.146 1964.683
6 D-6 52.121 10.67771756 667.786 497967.777 497.968
7 D-7 53.645 26.90250547 1682.486 1254629.630 1254.630
8 D-8 62.789 19.75477413 1235.466 921286.867 921.287
Daya PompaNo Link
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Effa Sefti Zuhrotin1), Tamrin Rahman2), Rusfina
Widayati3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
37
Selintung, Mary, 2012, Pengenalan Sistem Penyedia Air
Minum, Makasar.
Ristiyani, Helvi., 2016, Perhitungan Debit Banjir Sungai
Karang Mumus dengan Menggunakan Metode
Mock. Tugas Akhir, S1, Jurusan Teknik Sipil
Universitas Mulawarman.
Rossman, Lewis A., 2007. EPANET 2 Users Manual
Versi Bahasa Indosnesia, National Risk
Management Research Laboratory Office Of
Research And Development U.S.
Environmental Protection Agency Cincinnati,
Oh 45268
Triatmodjo, Bambang. 1996. “Hidraulika I”. Beta
Offset, Yogyakarta.
Triatmodjo, Bambang. 1996. “Hidraulika II”. Beta
Offset , Yogyakarta.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Hillman Yunardhi1), M.Jazir AlkasI2), Heri Sutanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
38
ANALISA KERUSAKAN JALAN DENGAN METODE
PCI DAN ALTERNATIF PENYELESAIANNYA (STUDI
KASUS : RUAS JALAN D.I. PANJAITAN)
Hillman Yunardhi1)
, M.Jazir Alkas2)
, Heri Sutanto3)
1,2,3) Teknik Sipil Universitas Mulawarman,
Jl. Sambaliung No.9 Kampus Gunung Kelua,Samarinda - 75119,
email: [email protected]
ABSTRACT
Peningkatan kebutuhan ekonomi dan pergerakan masyarakat secara cepat memberikan konsekuensi (tugas)
kepada pemerintah baik pusat maupun daerah untuk melakukan percepatan penyediaan dan pemeliharaan
infrastruktur transportasi berupa jalan dan jembatan yang baik. Menimbang hal tersebut, kebijakan pasca-
konstruksi infrastruktur menjadi lebih signifikan. Ini disebabkan mulainya berbagai kesulitan yang ditimbulkan
dalam kegiatan-kegiatan perawatan, rehabilitasi dan manajemen jaringan jalan yang sudah ada agar tetap dapat
digunakan secara baik. Prasarana jalan yang terbebani oleh volume lalu lintas yang tinggi dan berulang-ulang
akan menyebabkan terjadi penurunan kualitas jalan. Sebagai indikatornya dapat diketahui dari kondisi
permukaan jalan, baik kondisi struktural maupun fungsionalnya yang mengalami kerusakan. Begitu pula yang
terjadi pada ruas jalan D.I. Panjaitan yang merupakan jalan utama antar kota.
Penelitian awal terhadap kondisi permukaan jalan tersebut yaitu dengan melakukan survei secara visual yang
berarti dengan cara melihat dan menganalisis kerusakan tersebut berdasarkan jenis dan tingkat kerusakannya
untuk digunakan sebagai dasar dalam melakukan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan. Penilaian untuk
mengetahui dan mengelompokan jenis dan tingkat kerusakan perkerasan jalan, serta menetapkan nilai kondisi
perkerasan jalan dengan cara mencari nilai Pavement Condition Index (PCI) dan upaya perbaikannya.
Dari hasil analisis diperoleh kondisi ruas jalan D.I. Panjaitan dengan metode Pavement Condition Index (PCI)
didapat nilai PCI rata-rata ruas jalan D.I. Panjaitan menuju Bontang adalah 79 %. Klasifikasi perkerasaan
berdasarkan rating kondisi jalan metode PCI = Very Good. Artinya kondisi jalan masih dalam keadaan sangat
baik, namun diperbolehkan untuk dilakukan pemeliharaan demi peningkatan kualitas jalan itu sendiri. Dan nilai
PCI rata-rata ruas jalan D.I. Panjaitan menuju Samarinda adalah 98 %. Klasifikasi perkerasaan jalur Samarinda –
Bontang berdasarkan rating kondisi jalan metode PCI = Excelent. Artinya kondisi jalan keseluruhannya masih
dalam keadaan sangat baik.
ABSTRACT
Increased economic needs and rapid movement of the community provide consequences (duties) to the central
and regional governments to accelerate the provision and maintenance of transportation infrastructure in the
form of roads and bridges are good. Considering this, the post-infrastructure infrastructure policy becomes
more significant. This is due to the onset of difficulties created in existing maintenance, rehabilitation and road
network management activities in order to remain in good use. Road infrastructure burdened with high traffic
volume and repeatedly will cause a decrease in road quality. As an indicator can be known from the condition
of the road surface, both structural and functional conditions that are damaged. Similarly, what happens on
D.I. Panjaitan which is the main road between cities.
Preliminary research on the condition of the road surface is by doing a visual survey that means by looking and
analyzing the damage based on the type and level of damage to be used as a basis in performing maintenance
and repair activities. Assessment to know and classify the types and extent of road pavement damage, and to
determine the value of pavement conditions by finding the value of Pavement Condition Index (PCI) and the
improvement effort.
From result of analysis obtained condition of road segment D.I. Panjaitan by Pavement Condition Index
method (PCI) got the average PCI value of D.I. Panjaitan to Bontang is 79%. Classification perceived based
on rating condition of path method PCI = Very Good. This means that road conditions are still in very good
condition, but allowed to be done for the maintenance of road quality improvement itself. And the average PCI
value of the D.I. Panjaitan to Samarinda is 98%. Classification of Samarinda line pathways - Bontang based
on rating condition of path method PCI = Excelent. This means that the overall road conditions are still in very
good condition.
Keywords: infrastructure, value, PCI, rating, rehabilitation
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Hillman Yunardhi1), M.Jazir AlkasI2), Heri Sutanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
39
1. PENDAHULUAN
Peningkatan kebutuhan ekonomi dan pergerakan
masyarakat secara cepat memberikan konsekuensi
(tugas) kepada pemerintah baik pusat maupun
daerah untuk melakukan percepatan penyediaan dan
pemeliharaan infrastruktur transportasi berupa jalan
dan jembatan yang baik. Menimbang hal tersebut,
kebijakan pasca-konstruksi infrastruktur menjadi
lebih signifikan. Ini disebabkan mulainya berbagai
kesulitan yang ditimbulkan dalam kegiatan-kegiatan
perawatan, rehabilitasi dan manajemen jaringan
jalan yang sudah ada agar tetap dapat digunakan
secara baik.
Prasarana jalan yang terbebani oleh volume lalu
lintas yang tinggi dan berulang-ulang akan
menyebabkan terjadi penurunan kualitas jalan.
Sebagai indikatornya dapat diketahui dari kondisi
permukaan jalan, baik kondisi struktural maupun
fungsionalnya yang mengalami kerusakan. Kondisi
permukaan jalan dan bagian jalan lainnya perlu
dipantau untuk mengetahui kondisi permukaan jalan
yang mengalami kerusakan tersebut.
Penelitian awal terhadap kondisi permukaan
jalan tersebut yaitu dengan melakukan survei secara
visual yang berarti dengan cara melihat dan
menganalisis kerusakan tersebut berdasarkan jenis
dan tingkat kerusakannya untuk digunakan sebagai
dasar dalam melakukan kegiatan pemeliharaan dan
perbaikan.
Penilaian untuk mengetahui
danmengelompokan jenis dan tingkat kerusakan
perkerasan jalan, serta menetapkan nilai kondisi
perkerasan jalan dengan cara mencari nilai
Pavement Condition Index (PCI) dan upaya
perbaikannya.
Penilaian terhadap kondisi perkerasan jalan
merupakan aspek yang paling penting dalam hal
menentukan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan
jalan. untuk melakukan penilaian kondisi perkerasan
jalan tersebut, terlebih dahulu perlu ditentukan jenis
kerusakan, penyebab, serta tingkat kerusakan yang
terjadi.
Pentingnya kondisi konstruksi perkerasan jalan
yang baik diupayakan mampu memenuhi syarat-
syarat berlalu lintas dan syarat-syarat struktural.
Syarat-syarat berlalu lintas yaitu konstruksi
perkerasan lentur dipandang dari keamanan dan
kenyamanan berlalu lintas, haruslah memenuhi
syarat-syarat: permukaan yang rata, permukaan
cukup kaku, permukaan cukup kesat dan permukaan
tidak mengkilap.
Kondisi syarat-syarat struktural yaitu konstruksi
perkerasan jalan dipandang dari kemampuan
memikul dan menyebarkan beban, haruslah
memenuhi syarat-syarat : ketebalan yang cukup,
kedap terhadap air, permukaan mudah mengalirkan
air, kekakuan untuk memikul beban yang bekerja
tanpa menimbulkan deformasi yang berarti. Hal
tersebut tidak sesuai dengan kondisi ruas jalan D.I.
Panjaitan.
Penanganan kerusakan jalan ditujukan agar
jaringan jalan tetap dapat menjalankan peranannya
dengan baik. Hal tersebut dapat terpenuhi jika ruas
jalan yang ada berada dalam kondisi kemampuan
yang prima. Berdasarkan hal tersebut maka perlu
diadakan evaluasi kembali untuk mengetahui kondisi
jalan yang ada. Setelah diketahui hasilnya kemudian
menentukan langkah-langkah penanganan kerusakan
jalan, hal ini adalah merupakan bagian dari
pemeliharaan jalan.
Untuk dapat menyusun program pemeliharaan
rutin dan cara penangannya diperlukan dukungan
data lapangan yang lengkap yang dapat diperoleh
melalui survai kondisi jalan. Survei kondisi jalan
dilakukan secara visual, yaitu dengan melihat
langsung jenis dan tipe kerusakan, sehingga hasil
yang didapat dari pengamatan tersebut dapat
mengumpulkan data-data yang akurat dan dapat
ditetapkan cara perbaikannya.
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui jenis-jenis kerusakan jalan
dan cara penanganannya yang terjadi pada ruas
jalan D.I. Panjaitan dengan menggunakan
metode PCI.
2. Untuk mengetahui nilai kondisi perkerasan
atau tingkat kerusakan yang terjadi pada
permukaan perkerasan di ruas jalan D.I.
Panjaitan Samarinda.
Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi pada :
1. Penelitian dilakukan pada ruas jalan D.I.
Panjaitan Samarinda
2. Analisa tingkat kerusakan dilakukan dengan
metode PCI
3. Data primer berupa hasil pengamatan secara
visual serta hasil pengukuran yang terdiri dari
panjang, lebar, luasan dan kedalaman dari tiap
jenis kerusakan
4. Jenis kerusakan yang dikaji hanya pada lapisan
permukaan (surface course)
5. Sumber penelitian berdasarkan buku karangan
Shahin, M.Y. dan Walther, J.A. dengan judul
Pavement Maintenance Management for Roads
and Streets Using The PAVER System.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Hillman Yunardhi1), M.Jazir AlkasI2), Heri Sutanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
40
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Jalan
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34
Tahun 2006, jalan adalah prasarana transportasi
darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori,
dan jalan kabel.
2.2. Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan adalah campuran antara
agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk
melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai
adalah batu pecah, batu belah ataupun batu kali.
Sedangkan bahan ikat yang digunakan adalah
aspal, semen ataupun tanah liat.
2.3 Vehicle Damage Factor (VDF)
Daya rusak jalan atau lebih dikenal dengan
Vehicle Damage Factor, selanjutnya disebut
VDF, merupakan salah satu parameter yang dapat
menentukan tebal perkerasan cukup signifikan,
dan jika makin berat kendaraan (khususnya
kendaraan jenis Truck) apalagi dengan beban
overload, nilai VDF akan secara nyata membesar,
seterusnya Equivalent Single Axle Load
membesar.
Angka ekivalen beban sumbu kendaraan
adalah angka yang menyatakan perbandingan
tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu
lintasan beban sumbu tunggal / ganda kendaraan
terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh
satu lintasan beban standar sumbu tunggal seberat
8,16 ton (18.000 lb).
Angka Ekivalen (E) masing-masing
golongan beban sumbu (setiap kendaraan)
ditentukan menurut rumus dibawah ini :
Sumbu tunggal = 4
8160
Kg dalam galsumbu tungsatu
Beban
Sumbu ganda =
0,086 x
4
8160
Kg dalam tunggal sumbu satu Beban
Konfigurasi beban sumbu pada berbagai jenis
kendaraan beserta angka ekivalen kendaraan
dalam keadaan kosong (min) dan dalam keadaan
bermuatan (max) berdasar Manual No.
01/MN/BM/83, dapat dilihat pada Tabel dibawah.
2.4 Kerusakan Pada Jalan Raya
Lapisan perkerasan sering mengalami
kerusakan atau kegagalan sebelum mencapai
umur rencana. Kerusakan pada perkerasan dapat
dilihat dari kegagalan fungsional dan structural.
Khusus untuk keperluan dalam perhitungan
nilai kondisi jalan menggunakan metode
Pavement Condition Index (PCI), jenis-jenis
kerusakan pada perkerasan lentur diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Retak kulit buaya (alligator cracking)
2. Kegemukan (bleeding)
3. Retak blok (block cracking)
4. Tonjolan dan lengkungan (bump and sags)
5. Keriting (corrugation)
6. Amblas (depressions)
7. Retak tepi (edge cracking)
8. Retak refleksi sambungan (joint reflection
cracking)
9. Penurunan bahu jalan (lane / shoulder drop
off)
10. Retak memanjang / melintang (longitudinal /
transverse cracking)
11. Tambalan dan galian utilitas (patching and
utility cut patching)
12. Pengausan (polished aggregate)
13. Lubang (potholes)
14. Persilangan jalan rel (railroad crossing)
15. Alur (rutting)
16. Sungkur (shoving)
17. Retak selip (slippage cracking)
18. Pengembangan (swell)
19. Pelapukan dan pelepasan butir (weathering
and raveling)
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Hillman Yunardhi1), M.Jazir AlkasI2), Heri Sutanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
41
Sedangkan pada perkerasan kaku (Rigid)
jenis-jenis kerusakan yang terjadi adalah sebagai
berikut :
1. Blowup/Buckling
2. Retak Sudut (Corner Break)
3. Pelat Terbagi (Divided Slab)
4. Retak Daya Tahan (Durability (“D”)
Cracking)
5. Penurunan/patahan (Faulting)
6. Kerusakan Penutup Sambungan (Joint Seal
Damage)
7. Pinggir Turun (Lane/Shoulder Drop-Off)
8. Linear Cracking (Longitudinal, Transverse,
and Diagonal Cracks)
9. Tambalan Besar (lebih dari 0,45 m2) dan
Galian utilitas (Patching, Large (More Than
0,45 m2) and utility cuts)
10. Tambalan Kecil (kurang dari 0,45 m2)
(Patching, Small (Less than 0,45 m2))
11. Agregat Licin/pengausan (Polished Agregate)
12. Popouts
13. Pemompaan (Pumping)
14. Punchout
15. Persilangan Jalan Rel (Railroad Crossing)
16. Scalling/Map Cracking/Crazing
17. Retak Susut (Shrinkage Cracks)
18. Gompal Sudut (Spalling, Corner)
19. Gompal Sambungan (Spalling, Joint)
2.5 Metode Pavement Condition Index (PCI)
2.5.1 Pengertian PCI
Pavement Condition Index (PCI) adalah salah
satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan
berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi
dan digunakan sebagai acuan dalam pemeliharaan.
Nilai Pavement Condition Index (PCI) memiliki
rentang 0 (nol) sampai dengan 100 (seratus)
dengan kriteria sempurna (excellent), sangat baik
(very good), baik (good), sedang (fair), jelek
(poor), sangat jelek (very poor), dan gagal (failed)
(Shahin, 1994)
2.5.2 PerbedaanPCI dan PSI
Terdapat beberapa cara untuk menilai kondisi
perkerasan diantaranya ialah Pavement Condition
Index (PCI). Pada cara PCI, jumlah retakan,
tingkat terjadinya alur, dan pengukuran kekasaran
permukaan digabung secara empiris untuk
menghitung nilai PCI.
Indeks Permukaan (IP) atau Present
Serviceability Index (PSI) merupakan konsep
hubungan antara opini penilaian pengguna jalan
dengan hasil pengukuran ketidakrataan
(roughness), kerusakan retak, tambalan, dan
kedalaman alur (Yoder & Witczak,1975).
25,0
10 )(38,1)(01,0)1(log9,103,5 RDPCSVPSI
Dimana : PSI = Present Serviceability Index
SV = Slope Variance
C = Panjang retak
P = Luas Tambalan
RD = Kedalaman alur
Kemudian persamaan ini dikembangkan
dengan variasi penggunaan alat pengukur
roughness sehingga konstanta persamaan regresi
berubah, sehingga persamaan dengan
menggunakan alat Bump Integrator menjadi :
(Yoder & Witczak, 1975)
( ) ( )
( )
Menurut Al-Omari dan Darter (1992) nilai
PSI disederhanakan sebagai fungsi dari
International Roughness Index (IRI), bahwa
kerusakan retak, tambalan dan alur dipandang
sudah diwakili oleh IRI. Hubungan antara nilai
PSI dan IRI sebagai berikut:
)26,0(5 IRIePSI
Dimana : PSI = Present serviceability Index atau Indeks
Permukaan
IRI = International Roughness Index
2.5.3 Tingkat Kerusakan (Severity Level) ,
Cara Mengukurnya, dan Pilihan Perbaikan
Severity level adalah tingkat kerusakan pada
tiap-tiap jenis kerusakan. Tingkat kerusakan yang
digunakan dalam perhitungan PCI adalah low
severity level (L), medium severity level (M) dan
high severity level (H).
Perkerasan Lentur (Aspal)
Retak Kulit Buaya
Istilah lain adalah chickenwire cracks,
alligator cracks, polygonal cracks, dan crazing.
Lebar celah retak ≥ 3 mm dan saling berangkai
membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Hillman Yunardhi1), M.Jazir AlkasI2), Heri Sutanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
42
menyerupai kulit buaya atau kawat untuk kandang
ayam. Berikut tingkatan kerusakan serta cara
mengukurnya.
Tabel 2.1 Tingkat Kerusakan Retak Kulit Buaya
Tingkat
Kerusakan Keterangan Pilihan perbaikan
L
Halus, retak rambut/halus
memanjang sejajar
satu dengan yang lain, dengan atau
tanpa berhubungan
satu sama lain. Retakan tidak
mengalami
gompal*.
Belum perlu diperbaiki,
penutup
permukaan, lapisan tambahan
M
Retak kulit buaya
ringan terus
berkembang ke
dalam pola atau jaringan retakan
yang diikuti dengan
gompal ringan.
Penambalan
parsial, atau
diseluruh
kedalaman, lapisan tambahan,
rekontruksi
H
Jaringan dan pola
retak telah berlanjut,
sehingga pecahan-pecahan dapat
diketahui dengan
mudah, dan terjadi gompal di pinggir.
Beberapa pecahan
mengalami rocking akibat beban lalu
lintas.
Penambalan
parsial, atau
diseluruh kedalaman,
lapisan tambahan,
rekontruksi
*Retak gompal adalah pecahan material di sepanjang sisi retakan.
Sumber: Shahin, 1994
Perkerasan Kaku (Rigid)
Linear Cracking (Longitudinal, Transverse, and
Diagonal Cracks)
Retak-retak ini yang membagi pelat menjadi
dua atau tiga potong, biasanya disebabkan oleh
kombinasi pengulangan beban lalu lintas. Pelat
yang terbagi menjadi empat atau lebih maka
dihitung sebagai pelat terbagi (devided slab).
Tabel 2.26 Tingkat Kerusakan Linear Cracking
Tingkat
Kerus
akan
Keterangan Pilihan
Perbaikan
L
Retak tidak terisi dengan
lebarnya 3 – 25 mm atau
retak terisi sembarang lebar, dengan pengisi
dalam kondisi baik. Tidak
ada patahan (faulting)
Belum perlu
perbaikan;
penutupan retak untuk
retak >1/8 in
(3mm).
M
Satu dari kondisi berikut yang terjadi ;
1. Retak tak terisi dengan lebar 25 – 76 mm dan
taka da patahan
(faulting) 2. Retak tak terisi dengan
lebar sampai 76 mm dan
Penutupan retak.
patahan (faulting) < 10
mm 3. Retak berisi dengan
patahan (faulting) 10
mm
H
Satu dari kondisi berikut terjadi :
1. Retak tak terisi dengan
lebar > 76 mm 2. Retak terisi atau tak
terisi dengan sembarang
lebar diikuti patahan > 10 mm
Penutupan retak;
penambalan
diseluruh kedalaman;
penggantian
pelat.
Sumber: Shahin, 1994
Salah satu dari tingkat kerusakan yang
diidentifikasi, kerusakan itu dicatat sebagai satu
pelat. Jika dua dua medium retak terjadi dalam
satu pelat, pelat dicatat sebagai yang memiliki
satu tingkat keparahan tinggi (high). Pelat yang
terbagi hingga empat atau lebih maka dihitung
sebagai pelat terbagi (devided slab).
2.5.4 Density (Kadar Kerusakan)
Density atau kadar kerusakan presentase
kerusakan terhadap luasan suatu unit segmen yang
diukur meter persegi atau meter panjang. Nilai
density suatu jenis kerusakan dibedakan juga
berdasarkan tingkat kerusakannya.
Untuk menghitung nilai density dipakai
rumus sebagai berikut:
Density =
atau
Density =
dengan:
Ad : Luas total jenis kerusakan untuk tiap
tingkat kerusakan (m2)
Ld : Panjang total jenis kerusakan untuk tiap
tingkat kerusakan (m)
As : Luas total unit segmen (m2)
2.5.5 Deduct Value (Nilai pengurangan)
Deduct Value adalah nilai pengurangan untuk
tiap jenis kerusakan yang diperoleh dari kurva
hubungan antara density dan deduct value. Deduct
value juga dibedakan atas tingkat kerusakan untuk
tiap-tiap jenis kerusakan. Berikut merupakan
contoh kurva hubungan Antara density dan deduct
value berdasarkan jenis kerusakan :
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Hillman Yunardhi1), M.Jazir AlkasI2), Heri Sutanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
43
Density, %
Gambar 1. Kurva deduct value untuk retak buaya
2.5.6 Total Deduct Value (TDV)
Total Deduct Value (TDV) adalah nilai total
dari individual deduct value untuk tiap jenis
kerusakan dan tingkat kerusakan yang ada pada
suatu unit penelitian.
2.5.7 Corrected Deduct Value (CDV)
Corrected Deduct Value (CDV) adalah
diperoleh dari kurva hubungan antara nilai TDV
dan nilai CDV dengan pemilihan lengkung kurva
sesuai dengan jumlah nilai individual deduct value
yang mempunyai nilai lebih besar dari 2 (dua)
TOTAL DEDUCT VALUE (TDV)
Gambar 2. Grafik Hubungan Total Deduct Value dan
Corrected Deduct Value Asphalt
2.5.8 Klasifikasi Kualitas Perkerasan
Jika nilai CDV telah diketahui, maka nilai PCI
tiap unit diketahui dengan rumus:
PCI(s) = 100 – CDV
dengan:
PCI(S) : Pavement Condition Index untuk tiap unit.
CDV : Corrected Deduct Value untuk tiap unit.
Untuk nilai PCI Secara keseluruhan:
PCI = ∑
dengan: PCI : Nilai PCI perkerasan keseluruhan.
PCI(S) : Pavement condition index untuk tiap unit.
N : Jumlah unit.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik Jalan
Nama ruas jalan : Jl. D.I. Panjaitan
Jumlah lajur : 4
Lebar lajur : 3,5 m
Lebar median : 60 cm
Tipe perkerasan : lentur dan kaku
Lebar drainase : 1.3 m
3.2 Lalu Lintas Harian Rerata
3.2.1 Karakteristik Lalu Lintas
Arus terbanyak yang melalui lajur Samarinda
– Bontang didominasi oleh sepada motor yaitu
6862,2 smp/hari. Sedangkan yang terendah
adalah truck tempelan dengan menembus angka
2,6 smp/hari. Angka-angka di atas didapat dari
perkalian faktor emp dengan data lalu lintas
harian di lapangan yang terkumpul sesuai dengan
tipe kendaraannya. Berikut data LHR untuk jalur
sebelah kanan.
Arus terbanyak yang melalui lajur Bontang –
Samarinda didominasi oleh sepada motor yaitu
8050,4 smp/hari. Sedangkan yang terendah adalah
bus besar umum dengan menembus angka 1,8
smp/hari. Angka-angka di atas didapat dari
perkalian faktor emp dengan data lalu lintas
harian di lapangan yang terkumpul sesuai dengan
tipe kendaraannya.
3.2.2 Karakteristik Lalu Lintas Terklasifikasi
Didapat jenis kendaraan yang melalui jalan
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Sepeda motor
2. Sedan, jeep, van, taxi
3. Mobil penumpang
4. Bus sedang umum
5. Bus sedang pariwisata
6. Bus besar umum
7. Hantaran, pickup
8. Truck 2 as umum
9. Truck 2 as tangki
10. Truck 3-5 as barang
11. Truck 3-5 as tangki
12. Truck gandeng
13. Truck tempelan
14. Truck container 20 ft
Terdapat 0,84% kendaraan yang tidak
diizinkan lewat setiap harinya pada ruas jalan D.I.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Hillman Yunardhi1), M.Jazir AlkasI2), Heri Sutanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
44
Panjaitan jalur kiri dari Samarinda menuju
Bontang.Dan terdapat 1,19% kendaraan yang
tidak diizinkan lewat setiap harinya pada ruas
jalan D.I. Panjaitan dari Bontang menuju
Samarinda.
3.3 Perhitungan PCI Segmen 1 Jalur 1
(Samarinda – Bontang)
3.3.1 Hasil Survei Lapangan
Berikut hasil data yang diperoleh setelah
melakukan survei lapangan:
Gambar 3. Foto Kerusakan Segmen 1 Jalan 1
Tabel 4.6 merupakan hasil survei pada segmen 1
dan diperoleh 4 kerusakan dengan 3 tipe
kerusakan yaitu tipe kerusakan linear cracking,
utility cuts dan polished agregate dengan
banyaknya slab yang bervariasi.
3.3.2 Perhitungan
Perhitungan density pada segmen 1:
Perhitungan density pada segmen 1 menggunakan
jumlah slab yang mengalami kerusakan tersebut,
sehingga.
Density 1 linear cracking (L)
=Ad/As×100%=1/12×100%=8%
Density 2 linear cracking (M)
=Ad/As×100%=2/12×100%=17%
Density 3 utility cuts (L)
=Ad/As×100%=1/12×100%=8%
Density 4 polished agregate
=Ad/As×100%=12/12×100%=100%
Keterangan:
Ad = jumlah slab yang rusak
As = jumlah slab satu segmen
Mencari deduct value pada segmen 1 dengan
grafik antara nilai density dan deduct value:
a. Linear craking dengan nilai density sebesar
8% (Low)
Nilai deduct value = 5
b. Linear cracking dengan nilai density sebesar
17% (Medium) didapatkan deduct value = 13
c. Utility cuts dengan nilai density sebesar 8%
(Low) didapatkan deduct value = 1
d. Polished agregate dengan nilai density
sebesar 100% didapatkan deduct value = 9
Nilai q pada segmen 1:
Nilai q didapat dari banyaknya kerusakan yang
memiliki DV>5. Untuk segmen 1 adalah linear
cracking (Medium) dan polished agregate.
Sehingga nilai q = 2
Perhitungan nilai Total Deduct Value pada
segmen 1:
TDVS1= DV1 + DV2 + DV3 + DV4
= 5 + 13 + 1 + 9
= 28
Nilai Corrected Deduct Value pada segmen 1
dengan nilai Total Deduct Value sebesar 28
adalah 22
Nilai Pavemet Condition Index pada segmen 1
jalur 1 (Samarinda ke Bontang):
PCI(s) = 100 – CDV
PCI(1) = 100 – 22= 78
Jadi, klasifikasi perkerasaan segmen 1
berdasarkan rating kondisi jalan metode PCI =
very good. Artinya kondisi jalan masih dalam
keadaan sangat baik dan tidak memerlukan
penanganan khusus.
3.4 Perhitungan PCI Segmen 45 Jalur 1
(Samarinda – Bontang)
3.4.1 Hasil Survei Lapangan
Berikut hasil data yang diperoleh setelah
melakukan survei lapangan:
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Hillman Yunardhi1), M.Jazir AlkasI2), Heri Sutanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
45
Tabel 4.7 merupakan hasil survei pada segmen 45
dan diperoleh 8 kerusakan dengan 4 tipe
kerusakan yaitu tipe kerusakan alligator cracking,
long/trans cracking, patching dan potholes
dengan luasan dan celah yang bervariasi.
3.4.2 Perhitungan
Perhitungan density pada segmen 45:
Density 1 alligator cracking (L)
Density 2 alligator cracking (M)
Density 3 alligator cracking (H)
Density 4 long/trans cracking (L)
Density 5 patching (L)
Density 6 patching (M)
Density 7 potholes (L)
Keterangan :
Ad : luasan kerusakan
As : luasan satu segmen
Mencari deduct value pada segmen 45 dengan
grafik antara nilai density dan deduct value:
a. Alligator cracking dengan nilai density
sebesar 2,4% (Low)
Nilai deduct value = 18
b. Alligator cracking dengan nilai density
sebesar 3,75% (Medium)
Nilai deduct value = 35
c. Alligator cracking dengan nilai density
sebesar 0,64% (High)
Nilai deduct value = 24
d. Long/trans cracking dengan nilai density
sebesar 0,67% (Low)
Nilai deduct value = 1
e. Patching dengan nilai density sebesar
21,29% (Low)
Nilai deduct value = 23
f. Patching dengan nilai density sebesar 5,97%
(Medium)
Nilai deduct value = 24
g. Potholes dengan nilai density sebesar 0,04%
(Low)
Nilai deduct value = 11
Nilai q pada segmen 45:
Gambar 4. Deduct Value
Nilai q didapat dari banyaknya kerusakan yang
memiliki DV>5. Untuk segmen 45 ada 6
kerusakan yang memiliki nilai lebih besar dari 5.
Sehingga nilai q = 6
Perhitungan nilai Total Deduct Value pada
segmen 45:
TDVS45 = 18 + 35 + 24 + 1 + 23 + 24 + 11
= 136
Nilai Corrected Deduct Value pada segmen 45
dengan nilai Total Deduct Value sebesar 134
adalah 82
Nilai Pavemet Condition Index (Kualifikasi
Kualitas Perkerasaan) pada segmen 45:
PCI(s) = 100 – CDV
PCI(1) = 100 – 82 = 18
Jadi, klasifikasi perkerasaan segmen 45
berdasarkan rating kondisi jalan metode PCI =
very poor. Artinya kondisi jalan memerlukan
penanganan khusus.
3.5 Perhitungan Pavement Condition Index
Rata-rata Jalur 1 (Samarinda–Bontang)
PCI dari setiap segmen dirata-ratakan untuk
mendapatkan nilai PCI rata-rata jalan DI.
Panjaitan. Berikut nilai PCI keseluruhan:
∑
Keterangan : ∑ = jumlah ratting PCI seluruh segmen
N = banyaknya segmen
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Hillman Yunardhi1), M.Jazir AlkasI2), Heri Sutanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
46
Jadi, klasifikasi perkerasaan jalur Samarinda –
Bontang berdasarkan ratting kondisi jalan metode
PCI = VeryGood. Artinya kondisi jalan
keseluruhannya masih dalam keadaan sangat baik.
3.6 Perhitungan Pavement Condition Index
Rata-rata Jalur 2 (Bontang–Samarinda)
PCI dari setiap segmen dirata-ratakan untuk
mendapatkan nilai PCI rata-rata jalan D.I.
Panjaitan. Berikut nilai PCI keseluruhan:
∑
Keterangan :
∑ = jumlah ratting PCI seluruh segmen
N = banyaknya segmen
Jadi, klasifikasi perkerasaan jalur Samarinda –
Bontang berdasarkan ratting kondisi jalan metode
PCI = Excelent. Artinya kondisi jalan
keseluruhannya masih dalam keadaan sangat baik.
3.7 Penanganan Kerusakan
Melihat kondisi perkerasan yang telah
mengalami kerusakan sebaiknya segera dilakukan
perbaikan. Metode perbaikan yang digunakan
harus disesuaikan dengan jenis kerusakannya
sehingga diharapkan dapat meningkatkan kondisi
perkerasan jalan tersebut.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Berdasarkan dari analisis dengan metode PCI.
Untuk jenis kerusakan yang terjadi pada jalan
D.I. Panjaitan yaitu perkerasan rigid
sebanyak 7 jenis kerusakan yaitu durabillity
cracking, corner break, popouts, linear
cracking, patching, polished agregate, dan
spalling. Sedangkan untuk jenis perkerasan
lentur/asphalt terdapat 8 jenis kerusakan yang
terjadi yaitu alligator cracking, corrugation,
depression, edge cracking, longitudinal
cracking, patching, potholes dan rutting.
2. Hasil penelitian kondisi ruas jalan D.I.
Panjaitan dengan metode PCI didapat secara
keseluruhan nilai PCI rata-rata ruas jalan D.I.
Panjaitan menuju Bontang adalah 79 %. PCI
= Very Good. Artinya kondisi jalan sangat
baik. Dan nilai PCI rata-rata ruas jalan D.I.
Panjaitan menuju Samarinda adalah 98 %.
PCI = Excelent. Artinya kondisi jalan
keseluruhannya masih dalam keadaan sangat
baik.
Saran
1. Penelitian tentang analisa kerusakan jalan
dengan metode PCI ini dapat dikembangkan
lebih lanjut dengan menggunakan metode lain
seperti, metode PSI (Present Service Ability)
dan metode IRI (International roughness
index), yang kiranya diharapkan dapat
memberikan hasil yang lebih optimal terkait
hasil analisanya.
2. Disarankan bagi penelitian selanjutnya
melakukan analisa hubungan antara daya rusak
jalan / vehicle damage factor (VDF) dengan
kerusakan yang terjadi, sehingga dapat
diketahui sebab akibat kerusakan yang
berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Direktorat Jendral Bina Marga, Departemen
Pekerjaan Umum. 1997. Manual Kapasitas
Jalan Indonesia No. 036/T/BM/1997. Jakarta.
2. Direktorat Jendral Bina Marga, Departemen
Pekerjaan Umum. 1987. Petunjuk
Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya
dengan Metode Analisa Komponen. Jakarta :
Yayasan Badan Penerbit PU.
3. Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat
Jenderal Bina Marga. 2013. Manual Desain
Perkerasan Jalan No. 02/M/BM/2013,
Jakarta.
4. Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat
Jenderal Bina Marga. 2012. Peraturan Menteri
PU No. 3/PRT/M/2012 Pedoman Penetapan
Fungsi Jlan dan Status Jalan. Jakarta.
5. Pagon, Jorge. 2014. Distress Identification
Manual for the Long-Term Pavement
Performance Program . United States :
Federal Highway Administration.
6. Suryawan, A. 2009. Perkerasan Jalan Beton
Semen Portland (Rigid Pavement). Yogyakarta
: Beta Offset,.
7. Shahin, M.Y. 1990. Pavement Maintenance
Management for Roads and Streets sing the
Paver System. United States : US Army Corps
Of Engineer.
8. Suwandi, Agus. Evaluasi Tingkat Kerusakan
Jalan dengan Metode PCI untuk menunjang
pengambilan Keputusan. Jurnal Tugas Akhir.
https://neliti.com/, diakses, 19 September
2017.
9. Wang, Zhongren. 2002. Road & Transport
Research. Australia : Arrb Transport Research.
10. Udiana, I Made. Analisa Faktor Penyebab
Kerusakan Jalan (Studi kasus: Ruas Jalan
W.J. Lalamentik dan Ruas Jalan Gor
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Hillman Yunardhi1), M.Jazir AlkasI2), Heri Sutanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
47
Flambora. Jurnal Tugas Akhir.
https://puslit2.petra.ac.id/, diakses, 19
September 2017.
11. Opush International Consultants (Canada)
Limited. 2016. Pavement Surface Condition
Rating Manual. British : British Columbia
Ministry of Transportation and Infrastructure
Construction Maintenance Branch..
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agmi Dimas Isbusandi1), Masayu Widiastuti2), Heri
Sutanto) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
48
ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN
GEOTEKSTIL TERHADAP PENINGKATAN DAYA
DUKUNG FONDASI DANGKAL PADA TANAH
LEMPUNG DI KOTA SAMARINDA
Agmi Dimas Isbusandi1)
, Masayu Widiastuti2)
, Heri Sutanto3)
1,2,3) Teknik Sipil Universitas Mulawarman
Jl. Sambaliung No.9,Kampus Gunung Kelua, Samarinda - 75119
email: [email protected]
ABSTRACT
Dalam perencanaan suatu bangunan haruslah diperhatikan kemampuan tanah tersebut dalam memikul gaya-
gaya di atasnya, sehingga kegagalan konstruksi akibat keruntuhan tanah dapat dihindari. Untuk mengatasi
masalah tersebut, perlu dilakukan suatu perkuatan tanah sehingga dapat meningkatkan daya dukung tanah
tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis tanah yang diuji berdasarkan sistem klasifikasi Unified
dan AASHTO, mengetahui nilai daya dukung ultimit (qult) untuk tanpa perkuatan, 1 lapis serta 2 lapis
geotekstil, dan mengetahui persentase peningkatan daya dukung tanah lempung pada fondasi dangkal ditinjau
dari nilai Bearing Capacity Ratio (BCR).
Geotekstil merupakan salah satu jenis geosintetik yang berfungsi untuk memperbesar daya dukung tanah.
Dalam penelitian ini, prosedur yang dilakukan adalah pengujian sifat fisis tanah untuk memastikan sampel
tanah yang diuji merupakan tanah lempung sesuai sistem klasifikasi Unified dan AASHTO. Uji pembebanan
fondasi dangkal dilakukan dengan menggunakan tiga model uji yang berbeda untuk masing-masing tanah
sampel, untuk mendapatkan kapasitas daya dukung dari pemodelan yang dibuat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel tanah yang digunakan termasuk tanah lempung sesuai sistem
klasifikasi Unified dan AASHTO. Sampel tanah yang menggunakan perkuatan 1 lapis dan 2 lapis geotekstil
mengalami peningkatan daya dukung ultimit dibandingkan dengan sampel tanah tanpa perkuatan, yang juga
dapat dilihat dari nilai Bearing Capacity Ratio (BCR).
ABSTRACT
In designing a building, the ability of soil to bear loads from the proposed building should be considered and
calculated to avoid construction failure caused by soil collapse. Soil reinforcement is executed to enhance
bearing capacity of that soil. This research is aimed to find out the type of soils used in this experiment
according to Unified and AASHTO classification system, to determine ultimate bearing capacity (qult) without
reinforcement, 1-layer and 2-layers of geotextile, and to figure out the improvement percentage of clay soil
bearing capacity of shallow foundations shown by Bearing Capacity Ratio (BCR) value.
Geotextile is one type of geosynthetics which being used to enhance bearing capacity of soil. In this research,
the procedures are run by testing physical properties of soil to ensure the tested sample is clay soil and
fulfilling Unified and AASHTO soil classification system. Loading test on shallow foundation is run by using
three different models to obtain bearing capacity for each sample used.
Research findings convey that all soil samples used is categorized as clay soil based on Unified and AASHTO
soil classification system. Bearing capacity of samples that used one layer and two layers of geotextile
reinforcement are improved compared to sample with no reinforcement, which also shown by Bearing Capacity
Ratio (BCR) value.
Keywords: Bearing Capacity Ratio (CBR), Ultimate Bearing, Geotextile, Soil Clay
1. PENDAHULUAN
Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri
dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang
tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama
lain dan dari bahan-bahan organik yang telah
melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat
cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di
antara partikel-partikel padat tersebut. Tanah
berfungsi juga sebagai pendukung fondasi dari
bangunan yang berguna sebagai tempat penyaluran
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agmi Dimas Isbusandi1), Masayu Widiastuti2), Heri
Sutanto) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
49
gaya-gaya di atasnya berupa beban bangunan sampai
kebawah melalui fondasi. Proses penurunan fondasi
sendiri diakibatkan oleh terkompresinya lapisan tanah
di bawah fondasi akibat beban struktur. Oleh karena
itu, dalam perencanaan suatu bangunan sipil haruslah
diperhatikan kemampuan tanah tersebut dalam
memikul gaya-gaya di atasnya, sehingga kegagalan
konstruksi akibat keruntuhan tanah dapat dihindari.
Pada daerah tertentu sering dijumpai tanah dengan
kondisi yang kurang baik, dalam hal ini berhubungan
dengan daya dukungnya. Untuk mengatasi masalah
tersebut, perlu dilakukan suatu perkuatan tanah
sehingga dapat meningkatkan daya dukung tanah
tersebut.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
perkuatan tanah adalah dengan menggunakan bahan
geosintetik, semisal geotekstil. Geotekstil berfungsi
untuk memperbesar daya dukung tanah. Pada
umumnya, geotekstil digunakan pada pekerjaan-
pekerjaan timbunan untuk meningkatkan stabilitas
timbunan dan untuk perbaikan tanah di bawah
fondasi. Parameter yang mempengaruhi hasil
pemasangan geotekstil sebagai bahan perkuatan pada
tanah adalah jumlah lapisan geotekstil yang
digunakan. Hal ini menjadi dasar dilakukannya
penelitian ini, yakni untuk menganalisa pemanfaatan
geotekstil terhadap kapasitas dukung tanah lempung
terhadap fondasi dangkal pada tanah di Kota
Samarinda, dimana dalam penelitian ini sampel
diambil dari Jalan Joyo Mulyo dan Jalan Drs. Anang
Hasyim, Samarinda.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui jenis tanah yang diuji berdasarkan sistem
klasifikasi Unified dan AASHTO, mengetahui nilai
daya dukung ultimit (qult) masing-masing tanah
lempung tanpa perkuatan, dengan perkuatan 1 lapis,
dan 2 lapis geotekstil, serta mengetahui persentase
peningkatan daya dukung tanah lempung pada model
pengujian ditinjau dari nilai Bearing Capacity Ratio
(BCR).
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Tanah
Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada
berbagai macam pekerjaan teknik sipil, di samping
itu tanah berfungsi juga sebagai pendukung dari
fondasi bangunan [6].
2.2. Karakteristik Tanah
Sesuai dengan klasifikasi Unified Soil
Classification System, ukuran tekstur tanah seperti
dibawah ini:
1. Kerikil (gravel), partikel tanah kasar yang
berukuran 4,76 mm (tertahan saringan no.4)
sampai 75 mm (lolos saringan No.3);
2. Pasir (sand), partikel tanah berbutir kasar yang
ukurannya 0.075 mm (tertahan saringan no. 200)
sampai 4,76 mm (lolos saringan No.4). Berkisar
dari kasar (3 sampai 5 mm) sampai halus (< 1
mm);
3. Lanau (silt), partikel batuan yang berukuran dari
0,002 mm sampai 0,075 mm (lolos saringan no.
200);
4. Lempung (clay), partikel mineral yang berukuran
lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel-partikel ini
merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah
yang kohesif;
5. Koloid (colloids) : yaitu partikel mineral yang
diam, berukuran lebih kecil dari 0,001 mm.
2.3. Klasifikasi Tanah
Terdapat dua sistem klasifikasi yang sering
digunakan untuk klasifikasi tanah, yaitu Unified Soil
Classification System dan AASHTO (American
Association of State Highway and Transportation
Officials).
a. Unified Soil Classification System
Pada sistem Unified, tanah diklasifikasikan ke
dalam tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir) jika
kurang dari 50% lolos saringan no. 200, dan
sebagai tanah berbutir halus (lanau atau
lempung) jika lebih dari 50% lolos saringan no.
200. Selanjutnya, tanah diklasifikasikan dalam
sejumlah kelompok dan subkelompok.
b. AASHTO
Sistem klasifikasi AASHTO membagi tanah ke
dalam 8 kelompok, A-1 sampai A-8 termasuk
sub-sub kelompok. Tanah-tanah dalam tiap
kelompoknya dievaluasi terhadap indeks
kelompoknya yang dihitung dengan rumus-
rumus empiris. Indeks kelompok (group index)
(GI) digunakan untuk mengevaluasi lebih lanjut
tanah-tanah dalam kelompoknya, dengan
persamaan.
GI = (F – 35) [0,2 + 0,005 (LL – 40)] + 0,01 (F –
15) (PI – 10)
dimana,
GI = indeks kelompok (group index)
F = persen butiran lolos saringan no. 200
LL = batas cair
PI = indeks plastisitas
2.4. Uji-Uji Sifat Fisis Tanah
Kadar Air Tanah
Kadar air (w) merupakan perbandingan antara
berat air dengan berat butir tanah dimana nilainya
dinyatakan dalam persen (%).
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agmi Dimas Isbusandi1), Masayu Widiastuti2), Heri
Sutanto) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
50
x 100
dimana,
w = kadar air (%)
Ww = berat air (gram)
Ws = berat butiran padat (gram)
Berat Jenis Tanah
Berat jenis tanah (spesific grafity) adalah
perbandingan antara berat isi butir tanah terhadap
berat isi air pada temperatur dan volume yang sama.
dimana,
Gs = berat jenis tanah
W1 = berat piknometer (gram)
W2 = berat piknometer dan air (gram)
W3 = berat piknometer dan tanah (gram)
W4 = berat piknometer, air, dan tanah (gram)
Batas-Batas Atterberg
Atterberg memberikan cara untuk
menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah
tersebut dengan mempertimbangkan kandungan
kadar air tanah. Batas-batas tersebut adalah batas cair
(liquid limit), batas plastis (plastic limit), dan batas
susut (shrinkage limit).
Batas cair (LL) didefinisikan sebagai kadar air
tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan
plastis (batas atas dari daerah plastis).Batas plastis
(PL) adalah kadar air pada batas bawah daerah
plastis, yaitu kondisi terendah kadar air ketika tanah
dalam keadaan plastis.
Batas susut (SL) didefinisikan sebagai kadar air
pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat,
yaitu persentase kadar air dimana pengurangan kadar
air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan
volume tanah.
Indeks Plastisitas
Indeks Plastisitas adalah selisih antara batas cair dan
batas plastis. Indeks plastisitas merupakan interval
kadar air tanah yang masih bersifat plastis dan
perhitungannya ditunjukkan, dengan rumus:
PI = LL – PL
Analisis Ukuran Butiran Tanah
Analisis ukuran butir dilakukan untuk
menentukan distribusi ukuran butir-butir tanah.
Pengujian ini dilakukan di laboratorium untuk
mendapatkan nilai gradasi suatu tanah. Pengujian ini
dilakukan dalam dua tahapan pekerjaan yaitu analisis
hidrometer dan analisis saringan.
Analisis Hidrometer
Metode ini didasarkan pada hukum Stokes, yang
berkenaan dengan kecepatan mengendap butiran pada
larutan suspensi.
v =
D (mm) = K√
K = √
dimana,
v = kecepatan, sama dengan jarak/waktu (L/t)
γw = berat volume air (g/cm³) = 1 g/cm³
γs = berat volume butiran padat (g/cm³)
μ = kekentalan air absolut (g.det/cm²)
D = diameter butiran tanah (mm)
Untuk hidrometer 151 H
P =
x 100 %
dimana,
P = persentase tanah terurai dalam suspensi
yang lebih kecil dari D (%)
R = pembacaan hidrometer terkoreksi (R1-R2)
M = berat tanah asli yang terurai (gram)
a = angka koreksi untuk hidrometer 152 H
berdasarkan nilai Gs
Analisis Saringan
Analisis saringan fraksi lolos saringan no.10
dilakukan analisis hidrometer terlebih dahulu dan
setelahnya ditentukan jumlah dan distribusi butirnya
dengan menggunakan rangkaian saringan dari no.10
(2,00 mm) sampai saringan no.200 (0,075 mm).
Analisis bagian butir yang tertahan saringan no.
200 dengan cara dihitung massa bagian yang lewat
masing-masing saringan yang digunakan[9]. Apabila
massa bagian yang tertahan pada saringan dengan
nomor 10; 30; 40; 50; 100; dan 200 berturut-turut
masing-masing adalah b1; b2; b3; b4; b5; dan b6
gram, maka jumlah massa bagian lewat masing-
masing saringan seperti pada Tabel 2.2. Dihitung
persentase massa lewat masing-masing saringan
terhadap massa kering seluruh contoh tanah yang
diperiksa M, seperti ditunjukkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Analisis Bagian Butir Tertahan Saringan
no. 200[10]
Saringan Jumlah Massa lewat Saringan No. 200 c6 = B2
100 c5 = c6 + b6
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agmi Dimas Isbusandi1), Masayu Widiastuti2), Heri
Sutanto) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
51
50 c4 = c5 + b5
40 c3 = c4 + b4
30 c2 = c3 + b3
10 c1 = c2 + b2
2.5. Fondasi
Fondasi adalah suatu bagian dari konstruksi
bangunan yang berfungsi meletakkan bangunan dan
meneruskan beban bangunan atas (upper
structure/superstructure) ke dasar tanah yang cukup
kuat mendukungnya[8].
2.6. Fondasi Dangkal
Fondasi dangkal adalah fondasi yang
ditempatkan dengan kedalaman D dibawah
permukaan tanah yang kurang dari lebar minimum
fondasi (B), fondasi dangkal merupakan fondasi yang
kedalamannya dekat dengan permukaan tanah (D / B
≤ 1). Fondasi dangkal sebagai fondasi yang
mendukung bebannya secara langsung, dimana di
dalam mendukung beban bangunan mengandalkan
tahanan ujung dan tahanan gesek dindingnya[5],
yakni:
a. Fondasi telapak (spread footing) yaitu fondasi
yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom
(Gambar 2.1a);
b. Fondasi memanjang (continuous footing) yaitu
fondasi yang digunakan untuk mendukung
dinding memanjang atau digunakan untuk
mendukung sederetan kolom-kolom yang
berjarak sangat dekat (Gambar 2.1b);
c. Fondasi rakit (raft foundationatau mat
foundation) yaitu fondasi yang digunakan untuk
mendukung bangunan yang terletak pada tanah
lunak atau digunakan bila susunan kolom- kolom
jaraknya sedemikian dekat disemua arahnya
(Gambar 2.1c).
Gambar 2.1. Fondasi dangkal: (a) Fondasi memanjang, (b)
Fondasi telapak, dan (c) fondasi rakit.
2.7. Kapasitas Dukung Fondasi
Untuk menghitung kapasitas dukung fondasi
digunakan model grafik yang menghubungkan antara
tegangan yang diberikan (pembebanan) terhadap
model fondasi dan besarnya penurunan[2][3], dimana
untuk mendapatkan nilai daya dukung ultimit diambil
secara konservatif pada perpotongan diantara dua
garis lurus yang ditarik dari kurva yang ada[1].
Gambar 2.2. Grafik penentuan daya dukung ultimit dari
data penelitian
2.8. Bearing Capacity Ratio (BCR)
Bearing Capacity Ratio (BCR) sebagai rasio
antara daya dukung ultimit tanah fondasi yang
diperkuat dengan daya dukung ultimit tanah fondasi
yang tidak diperkuat yang dinyatakan dalam persen
(%)[3]. Nilai BCR ini nantinya digunakan untuk
mengetahui kinerja perkuatan dalam menaikkan daya
dukung tanah fondasi. Bearing Capacity Ratio
dinyatakan dalam persamaan berikut:
BCR =
dimana,
BCR = Bearing Capacity Ratio (%)
qr = Daya dukung ultimit tanah Fondasi yang
diperkuat (kPa)
qo = Daya dukung ultimit tanah Fondasi yang
tidak diperkuat (kPa)
2.9. Geosintetik
Geosintetik adalah suatu produk buatan pabrik
dari bahan polymer yang digunakan dalam sistem /
struktur yang berhubungan dengan tanah, batuan,
atau bahan rekayasa geoteknik lainnya[7].Geosintetik
mempunyai beberapa fungsi utama, seperti:
1. Pemisah atau separasi (separation);
2. Filtrasi (filtration);
3. Drainase;
4. Tulangan atau perkuatan (reinforcement);
5. Fungsi proteksi;
6. Gabungan fungsi-fungsi.
2.10. Geotekstil
Geotekstil adalah material lembaran yang dibuat
dari bahan tekstil polymeric, bersifat lolos air, yang
dapat berbentuk bahan nir-anyam (non woven),
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agmi Dimas Isbusandi1), Masayu Widiastuti2), Heri
Sutanto) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
52
rajutan atau anyaman (woven) yang digunakan dalam
kontak dengan tanah/batu dan/atau material
geoteknik yang lain di dalam aplikasi teknik sipil[7].
Geotekstil sebagai Reinforcement (Tulangan)
Tanah hanya mempunyai kekuatan untuk
menahan tekan, tetapi tidak dapat menahan tarik.
Kelemahan terhadap tarik ini dipenuhi oleh
geotekstil. Geotekstil yang mempunyai kemampuan
menahan tarik dapat memberikan perkuatan dalam
bentuk tulangan (seperti halnya tulangan beton)
dalam berbagai macam bentuk. Material ini dapat
diletakkan di bawah timbunan yang dibangun di atas
tanah lunak, dapat digunakan untuk membangun
penahan tanah, dan dapat pula digunakan untuk
perkuatan bahan susun perkerasan jalan beserta tanah
dasarnya[7].
3. ANALISA DAN PEMBAHASAN
Sampel tanah terbagi atas dua, yakni:
1. Sampel Tanah A untuk lokasi pengambilan di
Jalan Joyo Mulyo, Kel. Lempake, Kec.
Samarinda Utara;
2. Sampel Tanah B untuk lokasi pengambilan di
Jalan Drs. H. Anang Hasyim, Kel. Air Hitam,
Kec. Samarinda Ulu.
3.1 Pengujian Sifat Fisis Tanah
Terdapat beberapa pengujian yang dilakukan
untuk mengetahui sifat fisis dari masing-masing
sampel, yakni pengujian kadar air, pengujian berat
jenis, pengujian batas-batas konsistesnsi (Atterberg),
dan pengujian analisis butir tanah. Hasil dari masing-
masing pengujian ditabulasikan sebagai berikut:
Tabel 3.1. Rekapitulasi hasil pengujian sifat fisis
Parameter Sampel A Sampel B
Kadar Air (w) 39,67 22,57
Berat Jenis (Gs) 2,66 2,59
Batas Cair (LL) 50,202 38,172
Batas Plastis (PL) 34,65 27,46
Batas Susut (SL) 36,589 27,935
Indeks Plastisitas (PI) 15,554 10,712
Lolos Saringan 200 52,17 59,17
Grain Size – Pasir 0 0
Grain Size – Lanau 47,83 40,83
Grain Size Lempung 52,17 59,17
Secara kasat mata, tanah sampel A lebih plastis
dibandingkan tanah sampel B, yang dapar dilihat pula
pada nilai batas plastis dimana sampel tanah A
memiliki batas plastis sebesar 34,65 % dibandingkan
tanah sampel B yang memiliki batas plastis sebesar
27,46 %. Hal ini juga dilihat dari tingkat kadar air
masing-masing tanah, dimana tanah sampel A
cenderung lebih basah dibandingkan tanah sampel B.
Hal ini dapat dilihat dari tingkat kadar air pada
masing-masing sampel. Tanah sampel A memiliki
kadar air sebesar 39,67%, sementara itu tanah sampel
B memiliki kadar air sebesar 22,57.
Klasifikasi Tanah
Untuk mengetahui jenis tanah maka dilakukan
klasifikasi tanah dengan metode Unified Soil
Classification System dan AASHTO menggunakan
data hasil pengujian sifat fisis. Klasifikasi untuk
masing-masing sampel dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Rekapitulasi hasil klasifikasi tanah
Sampel Unified AASHTO Tanah A OH A-7-5
Tanah B CL A-6
OH yaitu lempung organik dengan plastisitas
sedang sampai tinggi, sementara itu CL merupakan
lempung tak organik dengan plastisitas rendah
sampai sedang, lempung berkerikil, lempung
berpasir, lempung berlanau, lempung kurus. Sub-
kelompok A-7-5 termasuk tanah berlempung,
sementara A-6 termasuk pula di tanah berlempung.
Dapat disimpulkan dari klasifikasi tanah berdasarkan
sistem Unified dan AASHTO maka kedua sampel
tanah yang diuji merupakan tanah lempung yang
sesuai dengan objek penelitian yang ingin diteliti.
3.2 Pengujian Sifat Mekanis Tanah
Pembebanan yang dilakukan pada model
pengujian menggunakan beban yang dinyatakan
dalam satuan kilogram (kg). Beban yang diberikan
bekerja pada bidang alas fondasi yang dinyatakan
dalam satuan sentimeter persegi (cm2). Pada grafik
hubungan antara pembebanan dan penurunan,
digunakan satuan kilopascal (kPa) untuk menyatakan
satuan dari pembebanan yang diberikan terhadap
pemodelan. Untuk keperluan perhitungan, maka
dilakukan konversi sebagai berikut:
Luas alas model fondasi = = 5 cm x 5 cm
= 25 cm2
Untuk 1 kg beban yang bekerja pada bidang alas,
maka nilai tegangan (stress) adalah sebesar:
Tegangan (σ) =
= 0,04 kg/cm2
Seluruh beban yang diberikan pada model
pengujian dengan satuan massa kilogram (kg) akan
dikonversi ke kg/cm2, untuk kemudian dikonversikan
ke satuan kPa, dimana konversi dari 1 kg/cm2 =
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agmi Dimas Isbusandi1), Masayu Widiastuti2), Heri
Sutanto) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
53
98,0665 kPa. Konversi dapat dilakukan dengan
persamaan:
kg/cm2 kPa =
dimana,
m = massa beban yang diberikan (kg)
Nilai qult dapat diketahui dengan menarik
perpotongan antara dua garis lurus dari kurva secara
konservatif, dimana garis lurus tersebut dibuat
dengan melihat bagian kurva yang memiliki
kecenderungan lurus terpanjang pada masing-masing
ujungnya. Untuk mengetahui nilai qult dari hasil
penarikan perpotongan garis dapat digunakan
interpolasi dua nilai tegangan pada axis Y grafik
yang berada di sisi kiri dan kanan garis bantu
penarikan perpotongan.
Daya Dukung Sampel Tanah A
Sampel tanah dari Joyo Mulyo, Samarinda Utara
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Sampel A.1, tanpa perkuatan;
2. Sampel A.2, dengan perkuatan 1 lapis geotekstil;
3. Sampel A.3, dengan perkuatan 2 lapis geotekstil
Berdasarkan tabulasi penurunan fondasi pada
tanah sampel A.1 (lihat Tabel 3.3), dibuat grafik
hubungan antara pembebanan dan penurunan untuk
menentukan daya dukung ultimit (qult) tanah tersebut,
yang dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Tabel 3.2. Tabulasi pembebanan dan penurunan pada
tanah sampel A.1
Tegangan (kPa) Penurunan Rata-Rata (mm)
5,88 0
9,81 0,295
13,73 0,56
17,65 0,85
25,50 1,14
33,34 1,485
45,11 2,02
56,88 2,475
72,57 4,43
88,26 5,265
Gambar 3.1. Grafik hubungan tegangan dan penurunan
sampel A.1
Berdasarkan tabulasi penurunan fondasi pada
tanah sampel A.2 (lihat Tabel 3.4), dibuat grafik
hubungan antara pembebanan dan penurunan untuk
menentukan daya dukung ultimit (qult) tanah tersebut,
yang dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Tabel 3.3. Tabulasi pembebanan dan penurunan pada
tanah sampel A.2
Tegangan (kPa) Penurunan Rata-Rata (mm)
5,88 0
9,81 0,003
13,73 0,218
17,65 0,42
25,50 0,495
33,34 0,83
45,11 1,725
56,88 2,06
72,57 3,615
88,26 4,25
103,95 5,085
Gambar 3.2. Grafik hubungan tegangan dan penurunan
sampel A.2
Berdasarkan tabulasi penurunan fondasi pada
tanah sampel A.3 (lihat Tabel 3.5), dibuat grafik
hubungan antara pembebanan dan penurunan untuk
menentukan daya dukung ultimit (qult) tanah tersebut,
yang dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Tabel 3.4. Tabulasi pembebanan dan penurunan pada
tanah sampel A.3
Tegangan (kPa) Penurunan Rata-Rata (mm)
5,88 0
9,81 0
13,73 0
17,65 0,14
25,50 0,345
33,34 0,42
45,11 0,71
56,88 0,915
72,57 2,055
88,26 2,44
103,95 3,455
127,49 4,575
141,22 5,005
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agmi Dimas Isbusandi1), Masayu Widiastuti2), Heri
Sutanto) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
54
Gambar 3.3. Grafik hubungan tegangan dan penurunan
sampel A.3
Berdasarkan Gambar 3.1, Gambar 3.2, dan
Gambar 3.3 didapatkan bahwa nilai daya dukung
ultimit (qult) pada masing-masing sampel tanah A
adalah sebagai berikut:
Tabel 3.5. Nilai qult pada sampel tanah A
Sampel q ult (kPa)
A.1 (Non-geotekstil) 47,167
A.2 (1 lapis geotekstil) 57,816
A.3 (2 lapis geotekstil) 75,811
Bearing Capacity Ratio Sampel Tanah A
Nilai Bearing Capacity Ratio (BCR) dari sampel
dengan perkuatan 1 lapis geotekstil terhadap sampel
tanah A tanpa perkuatan adalah:
BCR =
Nilai Bearing Capacity Ratio (BCR) dari sampel
dengan perkuatan 2 lapis geotekstil terhadap sampel
tanah A tanpa perkuatan adalah:
BCR =
Daya Dukung Sampel Tanah B
Sampel tanah Drs. Anang Hasyim, Samarinda
Ulu dikelompokkan sebagai berikut:
1. Sampel B.1, tanpa perkuatan;
2. Sampel B.2, dengan perkuatan 1 lapis geotekstil;
3. Sampel B.3, dengan perkuatan 2 lapis geotekstil
Berdasarkan tabulasi penurunan fondasi pada
tanah sampel B.1 (lihat Tabel 3.7), dibuat grafik
hubungan antara pembebanan dan penurunan untuk
menentukan daya dukung ultimit (qult) tanah tersebut,
yang dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Tabel 3.6. Tabulasi pembebanan dan penurunan pada
tanah sampel B.1
Tegangan (kPa) Penurunan Rata-Rata (mm)
5,88 0
9,81 0,1
13,73 0,195
17,65 0,295
25,50 0,45
33,34 0,625
45,11 0,85
56,88 1,43
72,57 1,825
88,26 2,07
103,95 2,925
127,49 3,83
141,22 5,12
Gambar 3.4. Grafik hubungan tegangan dan penurunan
sampel B.1
Berdasarkan tabulasi penurunan fondasi pada tanah
sampel B.2 (lihat Tabel 3.8), dibuat grafik hubungan
antara pembebanan dan penurunan untuk menentukan
daya dukung ultimit (qult) tanah tersebut, yang dapat
dilihat pada Gambar 3.5.
Tabel 3.7. Tabulasi pembebanan dan penurunan pada
tanah sampel B.2
Tegangan (kPa) Penurunan Rata-Rata (mm)
5,88 0
9,81 0
13,73 0
17,65 0
25,50 0,295
33,34 0,415
45,11 0,82
56,88 1,1
72,57 1,6
88,26 2,045
103,95 2,59
127,49 3,15
141,22 3,88
164,75 5,025
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agmi Dimas Isbusandi1), Masayu Widiastuti2), Heri
Sutanto) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
55
Gambar 3.5. Grafik hubungan tegangan dan penurunan
sampel B.2
Berdasarkan tabulasi penurunan fondasi pada
tanah sampel B.3 (lihat Tabel 3.9), dibuat grafik
hubungan antara pembebanan dan penurunan untuk
menentukan daya dukung ultimit (qult) tanah tersebut,
yang dapat dilihat pada Gambar 3.6
Tabel 3.8. Tabulasi pembebanan dan penurunan pada
tanah sampel B.3
Tegangan (kPa) Penurunan Rata-Rata (mm)
5,88 0
9,81 0
13,73 0
17,65 0
25,50 0.14
33,34 0,22
45,11 0,30
56,88 0,66
72,57 1,13
88,26 1,47
103,95 1,75
127,49 2,70
141,22 3,17
164,75 3,99
196,13 5,30
Gambar 3.6. Grafik hubungan tegangan dan penurunan
sampel B.3
Berdasarkan Gambar 3.4, Gambar 3.5, dan Gambar
3.6 didapatkan bahwa nilai daya dukung ultimit (qult)
pada masing-masing sampel tanah B adalah sebagai
berikut
Tabel 3.9. Nilai qult pada sampel tanah B
Sampel q ult (kPa)
B.1 (Non-geotekstil) 73,333
B.2 (1 lapis geotekstil) 86,563
B.3 (2 lapis geotekstil) 107,656
Bearing Capacity Ratio Sampel Tanah A
Nilai Bearing Capacity Ratio (BCR) dari sampel
dengan perkuatan 1 lapis geotekstil terhadap sampel
tanah A tanpa perkuatan adalah:
BCR =
Nilai Bearing Capacity Ratio (BCR) dari sampel
dengan perkuatan 2 lapis geotekstil terhadap sampel
tanah A tanpa perkuatan adalah:
BCR =
Gambar 3.7. Grafik perbandingan nilai BCR terhadap
jumlah lapis geotekstil
Penggunaan geotekstil sebagai lapis perkuatan
pada sampel tanah A memberikan penambahan daya
dukung tanah yang lebih besar persentasenya
dibandingkan pada sampel tanah B. Apabila ditinjau
dari sifat fisis masing-masing sampel tanah yang
diuji, sampel tanah A memiliki nilai kadar air, batas
plastis dan indeks plastisitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan sampel tanah B. Penggunaan
geotekstil sebagai perkuatan dapat digunakan pada
tanah lempung yang memiliki karakteristik berupa
sifat fisis yang beragam, dimana penggunaan
geotekstil tersebut akan menjadi lebih efektif apabila
digunakan pada tanah yang memiliki sifat fisis serupa
atau yang mendekati sifat fisis dari sampel tanah A.
Penggunaan geotekstil ini diharapkan menjadi
tindakan preventif terhadap penurunan fondasi
dangkal setelah periode tertentu di masa depan akibat
kondisi fisis tanah lempung yang memungkinkan
terjadinya penurunan dikarenakan beban mati dan
beban hidup yang bekerja terhadap fondasi dangkal.
1 1
1.226 1.18
1.607 1.468
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
Sampel Tanah A Sampel Tanah B
Nila
i BC
R
Perbandingan Nilai BCR
Tanpa Perkuatan 1 Lapis 2 Lapis
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agmi Dimas Isbusandi1), Masayu Widiastuti2), Heri
Sutanto) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Volume 2, Nomor 2 November 2018
56
4. PENUTUP
Kesimpulan
1. Jenis tanah berdasarkan sistem klasifikasi
Unified untuk sampel tanah A adalah OH yaitu
lempung organik dan sampel tanah B adalah CL
yaitu lempung tak organik. Sementara itu,
berdasarkan klasifikasi tanah sistem AASHTO,
tanah sampel A termasuk dalam sub-kelompok
tanah A-7-5 berupa tanah berlempung dan untuk
sampel tanah B termasuk dalam sub-kelompok
tanah A-6 berupa tanah berlempung;
2. Sampel tanah A yang tidak mendapat perkuatan
(A.1), dengan perkuatan 1 lapis geotekstil (A.2),
dan dengan perkuatan 2 lapis geotekstil (A.3)
memiliki daya dukung ultimit masing-masing
sebesar 47,167 kPa, 57,816 kPa dan 75,811 kPa.
Sampel tanah B yang tidak mendapat perkuatan
(B.1), dengan perkuatan 1 lapis geotekstil (B.2),
dan dengan perkuatan 2 lapis geotekstil (B.3)
memiliki daya dukung ultimit masing-masing
sebesar 73,333 kPa, 86,563 kPa dan 107,656
kPa.
3. Persentase peningkatan daya dukung ultimit
tanah lempung ditinjau dari nilai Bearing
Capacity Ratio (BCR) untuk sampel tanah A
dengan 1 lapis geotekstil adalah sebesar 22,58%
dan sebesar 60,73% untuk 2 lapis geotekstil.
Sementara itu, untuk sampel tanah B dengan 1
lapis geotekstil mengalami peningkatan sebesar
18,04% dan sebesar 46,80% untuk 2 lapis
geoteksil.
Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya, agar dapat
melakukan variasi dalam jarak antar lapisan
geoteksil dengan permukaan tanah beserta
jumlah lapis geotekstil yang digunakan;
2. Agar dapat menggunakan alat pembebanan
berupa pompa hidrolis yang dilengkapi dengan
data logger untuk melakukan pencatatan secara
real time.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams, M.T, Collins, J.G., 1997, Large Model
Spread Footing Load Tests on Geosynthetic
Reinforced Soil Foundations, Journal of
Geotechnical and Geoenvironmental
Engineering, vol. 123, pp. 66-72
2. Nugroho, S.A., 2011, Studi Daya Dukung
Pondasi Dangkal pada Tanah Gambut dengan
Kombinasi Geotekstil dan Grid Bambu, Jurnal
Teoritis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil, vol.
18, no.1, pp. 31-40
3. Ramli, F., 2014, Penggunaan Terpal dan Grid
Bambu sebagai Alternatif Perbaikan Tanah
Terhadap Penurunan Pondasi Dangkal pada
Tanah Gambut. Jurnal Teknik Sipil dan
Lingkungan, vol. 2, no. 3, pp. 343-349
4. Tjandrawibawa, S., Patmadjaja, H., 2002,
Pemodelan Fondasi Dangkal dengan
Menggunakan Tiga Lapis Geotekstil di Atas
Tanah Liat Lunak, Dimensi Teknik Sipil, vol 4,
no. 1, pp. 15-18
5. Hardiyatmo, H.C., 2006, Teknik Fondasi 1, edk
3, Beta Offset, Yogyakarta
6. Hardiyatmo, H.C., 2012, Mekanika Tanah 1, edk
6, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
7. Hardiyatmo, H.C., 2017, Geosintetik untuk
Rekayasa Jalan Perancangan dan Aplikasi, edk 2,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
8. Halibu, E.Z., 2015, Perencanaan Fondasi Bored
Pile dan Metode Pelaksanaan pada Proyek
Pembangunan Gedung RSJ Prof. Dr. V.L.
Ratumbuysang Manado, Politeknik Negeri
Manado, Manado
9. Badan Standarisasi Nasional, 2008, Cara Uji
Analisis Ukuran Butir Tanah, Badan Standarisasi
Nasional, SNI 3423-2008
10. Fakultas Teknik Universitas Mulawarman, 2006,
Panduan Praktikum Laboratorium Rekayasa
Sipil
vi
DAFTAR PENULIS
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
VOLUME 2 NOMOR 2 TAHUN 2018
Agmi Dimas Isbusandi, Universitas Mulawarman Samarinda
Effa Sefti Zuhrotin, Universitas Mulawarman Samarinda
Heri Sutanto, Universitas Mulawarman Samarinda
Hillman Yunardhi, Universitas Mulawarman Samarinda
Masayu Widiastuti, Universitas Mulawarman Samarinda
M. Jazir Alkas, Universitas Mulawarman Samarinda
Muslim Noor, RDMP PT. Pertamina RU V, Balikpapan
Rusfina Widayati, Universitas Mulawarman Samarinda
Sulardi, Universitas Tridharma Balikpapan
Tamrin, Universitas Mulawarman Samarinda
vii
UCAPAN TERIMA KASIH KEPADA MITRA BESTARI/REVIEWER JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Volume 02 Nomor 2 November 2018
Herman Parung, Universitas Hasanuddin
Erniati, Universitas Fajar
Tamrin, Universitas Mulawarman
Abdul Haris, Universitas Mulawarman
Ery Budiman, Universitas Mulawarman
viii
Informasi Berlangganan
Apabila Saudara berkeinginan mendapatkan Jurnal Teknologi Sipil secara berkala setiap tahun, yaitu
2 (dua) kali penerbitan, maka :
Jurnal Teknologi Sipil – Unmul terbit 2 (dua) kali dalam setahun (Mei dan November)
Biaya sebesar Rp. 150.000,00 per eksemplar (sudah termasuk biaya pengiriman) dibayar sekaligus per
tahun
Edisi back issue (terbitan lama) tersedia dengan harga Rp. 75.000,00 per eksemplar atau Rp. 300.000,00
per bundle berisi 4 edisi (harga tidak termasuk biaya pengiriman, persediaan terbatas).
Biaya pengiriman per bundel :
Rp. 35.000,00 untuk Kalimantan Timur
Rp. 55.000,00 untuk luar Kalimantan Timur
Mengisi Formulir Berlangganan di bawah ini dengan jelas.
Kirimkan Formulir dan Biaya Berlangganan ke alamat :
Redaksi JURNAL TEKNOLOGI SIPIL – UNMUL
Program Studi Teknik Sipil, Gedung IV Lantai 1 Fakultas Teknik
Jalan Sambaliung No. 9 Kampus Gn. Kelua, Samarinda – 75119, Kalimantan Timur
Telp./Fax : (0541) 736834 / 749315, Website : sipil.ft.unmul.ac.id, email : [email protected]
Pembayaran dapat dilakukan melalui Pos/Biro Pengiriman/Cek dan dianggap sah bila telah diuangkan.
Pembayaran melalui Bank dapat dialamatkan ke :
BNI 46 Cabang Unmul
a.n. Rusfina Widayati
No. Rekening : 0172086662
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Mohon dikirimkan Jurnal Teknologi Sipil sebanyak 2 (dua) kali dalam setahun, untuk selama
……… (………………….) tahun, Sejak Vol………….. No……………. Tahun……..……. Kepada :
Nama : ………………………………………………………………………………………………..
Alamat : ………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………...… Kode Pos : ……………………
Telp/Faks : …………………………………………………………………………………...
Kiriman sebesar :
Rp. …………………………………………… untuk sejumlah ………………. Eksemplar
Rp. …………………………………………… untuk biaya pengiriman
Melalui : Pos/Biro Pengiriman/Bank/Langsung
Form ini dapat di fotokopi