Efusi Pleura Ru Cai

25
PENDAHULUAN Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis yang bersifat sistemik, yang dapat bermanifestasi hampir pada seluruh organ dengan lokasi terbanyak di paru yang merupakan tempat infeksi primer. 1,6 Di Indonesia TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak didunia setelah India dan China dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insiden kasus TB BTA (+) sekitar 110/100.000 penduduk. 1 Tuberkulosis memperlihatkan perjalanan penyakit, gejala klinis dan dampak yang berbeda pada masing-masing pasien. 1,2,3,8 Perjalanan penyakit dan gejalanya bervariasi tergantung pada umur dan keadaan penderita saat terinfeksi. Sebagian besar orang yang mengalami infeksi primer tidak menunjukkan gejala yang berarti karena biasanya mempunyai mekanisme daya kekebalan tubuh terhadap basil TB. Pada penderita infeksi primer yang menjadi progresif dan sakit (3-4% dari yang terinfeksi) karena penurunan daya tahan tubuh akibat bertambahnya umur (proses menua), alkoholisme, defisiensi nutrisi, sakit berat, diabetes melitus, dan HIV/AIDS; maka biasanya sudah menunjukkan manifestasi klinis berupa gejala umum maupun gejala respiratorik. Gejala umum yang terjadi berupa demam dan malaise. Gejala 1

description

kedokteran

Transcript of Efusi Pleura Ru Cai

Page 1: Efusi Pleura Ru Cai

PENDAHULUAN

Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium

tuberculosis yang bersifat sistemik, yang dapat bermanifestasi hampir pada seluruh

organ dengan lokasi terbanyak di paru yang merupakan tempat infeksi primer.1,6 Di

Indonesia TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di

Indonesia merupakan ke-3 terbanyak didunia setelah India dan China dengan jumlah

pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan tahun 2004, setiap

tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insiden kasus TB BTA (+)

sekitar 110/100.000 penduduk.1

Tuberkulosis memperlihatkan perjalanan penyakit, gejala klinis dan dampak

yang berbeda pada masing-masing pasien.1,2,3,8 Perjalanan penyakit dan gejalanya

bervariasi tergantung pada umur dan keadaan penderita saat terinfeksi. Sebagian besar

orang yang mengalami infeksi primer tidak menunjukkan gejala yang berarti karena

biasanya mempunyai mekanisme daya kekebalan tubuh terhadap basil TB. Pada

penderita infeksi primer yang menjadi progresif dan sakit (3-4% dari yang terinfeksi)

karena penurunan daya tahan tubuh akibat bertambahnya umur (proses menua),

alkoholisme, defisiensi nutrisi, sakit berat, diabetes melitus, dan HIV/AIDS; maka

biasanya sudah menunjukkan manifestasi klinis berupa gejala umum maupun gejala

respiratorik. Gejala umum yang terjadi berupa demam dan malaise. Gejala respiratorik

yang terjadi berupa batuk, sesak nafas, nyeri dada. 9

Gejala sesak nafas timbul jika terjadi pembesaran nodus limfa pada hilus yang

menekan bronkus, atau terjadi efusi pleura, ekstensi radang parenkim atau miliar.3,6

TB bisa menyebabkan komplikasi berupa efusi pleura.1,2,3,6 Efusi pleural adalah

pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan

parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit

sekunder terhadap penyakit lain.3,8 Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah

kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan

permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi. 3

Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit) dinding dada lebih

cembung dan gerakan tertinggal, vokal fremitus menurun, perkusi redup sampai pekak,

bunyi pernafasan menurun sampai menghilang, pendorongan mediastinum ke sisi yang

sehat dapat dilihat atau diraba pada trakhea.6,9

1

Page 2: Efusi Pleura Ru Cai

Pada dasarnya pengobatan efusi pleura tuberkulosis sama dengan efusi pleura

pada umumnya, yaitu dengan melakukan torakosentesis (mengeluarkan cairan pleura)

agar keluhan sesak penderita menjadi berkurang, terutama untuk efusi pleura yang berisi

penuh. Beberapa peneliti tidak melakukan torakosentesis bila jumlah efusi sedikit,

asalkan terapi obat anti tuberculosis diberikan secara adekuat.2

Sedangkan tuberkulosisnya diterapi dengan obat anti tuberkulosis seperti

tuberculosis paru, dengan syarat terus menerus, waktu lama dan kombinasi obat.

Penderita tuberkulosis paru atau dugaan tuberkulosis disertai efusi pleura dapat diterapi

obat antituberkulosis. Dosis obat anti tuberkulosis yang sering digunakan : INH : 5

mg/kgBB/hari, Rifampisin : 10 mg/kgBB/hari, Streptomisin : 15 mg/kgBB/hari: intra

muskular, Pirazinamid : 25 mg/kg BB/hari, Etambutol : 15 mg/kg BB/hari. Semua obat

antituberkulosis sebaiknya diberikan dalam dosis tunggal, adapun regimen obat anti

tuberkulosis yang diperlukan, sama seperti halnya regimen untuk tuberkulosis paru.1

Prognosis TB paru kearah jelek bila ditemukan adanya kekambuhan, komplikasi

ke arah cor-pulmonal, adanya caviti yang cukup banyak dan adanya diabetes melitus

yang sukar untuk diregulasi. 3

2

Page 3: Efusi Pleura Ru Cai

LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki 86 tahun, sudah menikah, pendidikan terakhir sekolah dasar,

pekerjaan petani, suku bolmong masuk rumah sakit pada 17 mei 2010 dengan keluhan

utama sesak.

Riwayat penyakit sekarang, sesak dialami sejak 1 bulan sebelum masuk rumah

sakit, namun menghebat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak bersifat hilang

timbul, meningkat saat beraktivitas dan berkurang saat beristirahat. Sesak pada malam

hari saat tidur tidak pernah dirasakan oleh penderita. Penderita juga merasa lebih

nyaman tidur disisi kanan dan sering kali tidur dengan posisi bersandar setengah duduk.

Batuk juga dialami penderita sejak 2 bulan yang lalu. Batuk berdahak, dahak berwarna

putih. Nyeri dada dialami penderita jika penderita mengalami batuk seperti ditusuk-

tusuk di sebelah kanan. Penderita juga merasa demam. Demam sumer-sumer sejak 1

bulan terakhir hilang timbul. Keringat malam dialami penderita sudah 1 bulan terakhir.

Penderita mempunyai riwayat minum obat OAT pada tahun 2009 namun tidak tuntas

hanya pemakaian selama 2 minggu. Nyeri ulu hati tidak ada, nyeri pinggang tidak ada.

Nafsu makan penderita menurun sejak satu bulan terakhir dan disertai dengan

penurunan berat badan sebanyak ± 5 Kg dalam sebulan terakhir. Buang air kecil biasa

dan buang air besar biasa. Penderita tergolong orang yang mudah bergaul dengan siapa

saja dan penderita mengaku pernah ada kontak dengan orang yang memiliki riwayat

batuk lama. Penderita pernah merngkonsumsi obat par karena sering mengalami nyeri

sendi. Riwayat alergi (-).

Riwayat penyakit dahulu, penderita menyangkal tidak pernah manderita

penyakit seperti diabetes melitus, hipertensi, ginjal, penyakit jantung, kolesterol, asam

urat, dan liver.

Riwayat penyakit keluarga, penderita mengaku bahwa hanya penderita yang

menderita penyakit seperti ini.

Riwayat pribadi / sosial, penderita sering merokok dan berhenti pada bulan

September tahun 2009 karena penyakit ini. Penderita mengaku tidak pernah

mengkonsumsi alkohol.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita tampak sakit

sedang, kesadaran compos mentis dengan tensi 120/70 mmHg, nadi 92 x / menit,

reguler, isi cukup, total pernapasan dalam 1 menit 32 x / menit, dan suhu badan axiller

3

Page 4: Efusi Pleura Ru Cai

37,3oC, tinggi badan 160 cm, berat badan 50 kg, keadaan gizi cukup (IMT 19,5), umur

menurut dugaan pemeriksa 80-an, habitus atletikus, mobilisasi pasif. Pada pemeriksaan

kulit didapatkan warna sawo matang, suhu badan hangat pada perabaan, lapisan lemak

tipis, tidak ada edema. Pada pemeriksaan kepala didapatkan ekspresi tampak sakit,

rambut beruban agak tebal dan tidak mudah dicabut, konjungtiva anemis tidak ada,

sklera ikterik tidak ada, pupil bulat isokor dengan diameter 3 mm, refleks cahaya +/+,

gerakan bola mata aktif. Pada pemeriksaan telinga tidak ditemukan tophi, lubang

normal, cairan tidak ada. Pada pemeriksaan hidung tidak didapatkan deviasi, sekret dan

perdarahan. Pada pemeriksaan mulut foetor tidak ada, bibir tidak sianosis, gigi tidak ada

caries, lidah beslag tidak ada, mukosa basah, pembesaran tonsil tidak ada dan tidak

hiperemis serta faring tidak hiperemis. Pada pemeriksaan leher tidak ditemukan

pembesaran kelenjar getah bening di leher, trakhea letak ke arah lateral kiri, pembesaran

kelenjar tiroid tidak ada, tekanan JVP: 5±1 cmH2O.

Pada pemeriksaan thoraks dada dalam keadaan asimetris, dada kanan agak

cembung, ruang sela iga kanan agak melebar, retraksi tidak ada, pada buah dada tidak

ditemukan ginekomastia, tidak ada kelainan kulit. Pada punggung, bentuk asimetris,

punggung kanan agak cembung, tulang belakang agak kifosis, tidak ada kelainan kulit.

Pada pemerisaan paru depan didapatkan inspeksi terlihat gerakan dada simetris saat

statis, dan saat dinamis paru kanan tertinggal. Palpasi stem fremitus menurun di kanan

mulai ICS II. Perkusi di kanan redup mulai ICS II, batas paru hepar sulit dievaluasi,

perkusi di kiri sonor. Auskultasi suara pernapasan menurun di sisi kanan mulai ICS II,

terdengar rhonki di apeks, wheezing (-); di kiri suara nafas vesikuler, ronkhi (+) apex,

wheezing (-). Pada pemeriksaan paru belakang didapatkan inspeksi terlihat simetris saat

keadaan statis, paru kanan tertinggal pada keadaan dinamis. Palpasi stem fremitus

menurun di kanan mulai thorakal IV. Perkusi di kanan redup mulai thorakal IV dan

batas paru bawah sulit dievaluasi, paru kiri sonor dan batas paru bawah thorakal IX ;

peranjakan sulit dievaluasi karena pasien sesak dan nyeri. Auskultasi di kanan suara

pernapasan menurun mulai thorakal IV, rhonki (+) di apeks, wheezing (-) dan di kiri

suara nafas vesikuler, rhonki (+) di apeks, wheezing (-). Pada pemeriksaan jantung

didapatkan pada inspeksi iktus cordis tidak nampak, palpasi iktus cordis tidak teraba,

perkusi didapatkan batas jantung kiri di ICS V linea midclavicularis sinistra dan

pinggang jantung (+), sedangkan batas kanan jantung sulit dievaluasi, Auskultasi irama

4

Page 5: Efusi Pleura Ru Cai

teratur, hearth rate kurang lebih 92 kali per menit, M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1,

A2>P2 tidak ditemukan bising dan gallop pada pasien ini.

Pada abdomen didapatkan inspeksi : datar; palpasi : lemas, tidak ada nyeri

abdomen, hepar dan lien tidak teraba, ballotemen (-); perkusi : tympani, nyeri ketok

CVA kiri dan kanan tidak ada; auskultasi : bising usus normal. Pada pemeriksaan

kelamin tidak terdapat kelainan.

Pada ekstrimitas superior didapatkan kulit telapak tangan warna kemerahan,

tidak terdapat tremor, tidak ada deformitas pada jari, clubbing finger tidak ada, kuku

sianosis tidak ada, CRT <2, tidak ada edema, otot eutrofi, tophi tidak ada, bengkak pada

sendi tidak ada, nyeri sendi tidak ada, gerakan sendi aktif normal dan pasif normal,

kekuatan otot 5/5. Pada pemeriksaan ekstrimitas inferior, didapatkan luka tidak ada,

varises tidak ada, parut tidak ada, otot eutrofi, tophi tidak ada, bengkak pada sendi tidak

ada, nyeri sendi tidak ada, gerakan sendi aktif normal dan pasif normal, kekuatan otot

5/5, suhu raba hangat, edema tidak ada.

Pada pemeriksaan refleks didapatkan refleks fisiologis berupa refleks biseps,

triseps, patella, dan achilles (+) normal; sedangkan refleks patologis berupa refleks

babinski, brudzinski, kernig, dan laseque (-).

Dari hasil laboratorium yang didapatkan tanggal 17 mei 2010, pada pemeriksaan

darah lengkap LED 65 mm/jam, hemoglobin 10gr%, leukosit 13.800 /µL, eritrosit

3.540.000 /µL, trombosit 277.000 /µL. Dari hitung differential count didapatkan :

basofil : 0%, eosinofil : 1%, batang : 6%, Segmen : 60%, Limfosit : 30%, Monosit : 3%.

Pada pemeriksaan darah lainnya didapatkan GDS 110 mg/dl, ureum 31mg/dL, kreatinin

1,5 mg/dL, asam urat 6,5 mg/dL, protein total 7 g/dL, albumin 3,5 g/dL, globulin 3,5

g/dL, natrium 130 mEq, kalium 3,5 mEq, klorida 106 mEq, SGOT 38, SGPT 19, kesan

blood smear : susp. anemia on chronic disease; hasil urinalisis didapatkan urobilin

normal, glukosa (-), bilirubin (-), keton (-), eritrosit (-), protein (-), nitrit (-), leukosit (-),

pada pemeriksaan rontgen thorax didapatkan gambaran efusi pleura kanan

Resume kasus, seorang pasien pria 86 tahun, MRS tanggal 17 Mei 2010 dengan

sesak, hilang timbul, meningkat saat beraktivitas dan berkurang saat beristirahat.

Paroksismal nocturnal dispnoe (-), lebih nyaman tidur disisi kanan, batuk berdahak

berwarna putih, nyeri dada seperti ditusuk-tusuk jika batuk, demam sumer-sumer(+),

keringat malam (+), riwayat minum obat OAT (+), nafsu makan menurun (+),

5

Page 6: Efusi Pleura Ru Cai

penurunan berat badan (+). Buang air kecil biasa dan buang air besar biasa. Riwayat

kontak (+). Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pembesaran kelenjar getah bening

(-), trakhea letak ke arah lateral kiri, pembesaran kelenjar tiroid (-), tekanan JVP: 5±1

cmH2O. Pada pemeriksaan thoraks dada dada kanan agak cembung, ruang sela iga

kanan agak melebar. Pada pemerisaan paru didapatkan dada kanan agak cembung, paru

kanan tertinggal pada keadaan dinamis, stem fremitus menurun, perkusi redup,

auskultasi suara pernapasan menurun Bunyi ronkhi (+) apeks, wheezing (-). Pada paru

kiri hanya didapatkan rhonki (+) di apeks. Pemeriksaan jantung batas kanan jantung

sulit dievaluasi, pemeriksaan abdomen dan ekstrimitas dalam batas normal. Lain-lain

tidak ada kelainan. Hasil laboratorium didapatkan LED meningkat, anemia sedang,

leukositosis, hitung differential count didapatkan : dalam batas normal. Kesan blood

smear : susp. anemia on chronic disease. Pemeriksaan rontgen thorax didapatkan

gambaran efusi pleura kanan. Dan penderita didiagnosa dengan efusi pleura e.c. susp.

TB paru + infeksi sekunder + anemia e.c. susp. chronic disease dd efusi pleura e.c.

Malignancy + infeksi sekunder + anemia e.c. susp. chronic disease.

Penatalaksanaan pada pasien ini thorakosentesis didapatkan cairan ± 1000 cc,

IVFD NaCl 0,9% : D5%= 1:1 20 gtt per menit,Ceftriaxone 2x1 gram iv, Ambroxol 3x1

tablet. Derencanakan untuk dilakukan sputum BTA 3x, tes fungsi hepar, tes fungsi

ginjal, analisis cairan pleura, kontrol darah lengkap, dan kontrol foto thorax, dan EKG.

Pada perawatan hari ke-2 didapatkan keluhan sesak dengan tensi 110/60, nadi 88

x/menit, respirasi 32 x/menit, suhu badan 36,8°C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

pemeriksan paru palpasi stem fremitus menurun disisi kanan mulai ICS IV, perkusi

redup disebelah kanan mulai ICS IV, auskultasi rhonki +/+, wheezing -/-, suara

pernapasan menurun disisi kiri mulai ICS IV. Lain-lain tidak ada kelainan, hasil lab :

BTA 3 porsi (+) pada sewaktu dan pagi; hasil analisis cairan pleura makroskopis, warna

cairan kuning, bekuan (+), Uji Rivalta (+). Mikroskopis jumlah sel leukosit 50 /µL,

hitung jenis sel PMN 25%, MN 75%, eritrosit 5-6 / LPB. Kimiawi Protein total 4,6

g/dL, LDH 20 U/L, glukosa 98 mg/dL, pH 8,0. mikrobiologi pulasan gram (-), pulasan

BTA (-), sitologi hanya didapatkan sel radang dan tidak didapatkan sel ganas. Diagnosis

: Efusi pleura e.c. TB paru + infeksi sekunder + anemia e.c. susp chronic disease.

Penanganan IVFD NaCl 0,9 % : D5 % 1:1 20 gtt per menit, Ceftriaxone 2x1 gram IV,

Ambroxol 3x1 tablet., pasien mulai diberikan terapi obat anti tuberkulosis INH 300 mg

6

Page 7: Efusi Pleura Ru Cai

0-0-1, vit. B6 0-0-1, Rifampicin 450 mg 1-0-0 Ethambutol 500 mg 0-2-0, Pirazinamid 3

x 500 mg. Pada jam 20.00, pasien merasa sesak menghebat dan dilakukan pungsi pleura

keluar cairan xantochrom kurang lebih 700 cc. Setelah tindakan tensi 110/70 mmHg.

Pada pemeriksaan hari ke-7 pasien mengeluh sesak menghebat lalu dilakukan

pungsi pleura keluar cairan xantochrome kurang lebih 800 cc. Tensi pasca tindakan

120/60 mmHg. setelah pungsi penderita masih mengeluh sesak sehingga diberikan

ekstra Dexamethasone 1 ampul iv.

Pada pemeriksaan hari ke-8 didapatkan keluhan sesak yang sudah berkurang

dengan tensi 130/80, nadi 80, respirasi 24, suhu badan 36,6°C. Pada pemeriksaan

Jantung, perkusi batas jantung kanan sudah bisa dievaluasi yaitu pada ICS IV linea

sternalis dextra. Pada pemeriksaan paru, inspeksi paru kanan masih tertinggal pada saat

dinamis, palpasi stem fremitus kanan menurun mulai ICS V, Perkusi Redup pada paru

kanan mulai ICS V, auskultasi suara napas paru kanan menurun mulai ICS V dan ronkhi

+/+ di apex paru. Hasil laboratorium didapatkan Hb : 10,4 g/dL, leukosit : 9000/µL,

eritrosit : 3.410.000/µL, trombosit : 285.000/µL, PCV: 30,9 %, Ureum: 39 mg/dL,

Kreatinin: 1,1 mg/dL, SGOT: 27, SGPT: 19. Hasil foto thorax menunjukkan tampak

efusi pleura dextra setinggi ICS V. mmmmmmmm

hasil laboratorium pada pemeriksaan/ hari ke-14 didapatkan Hb: 11,4 g/dL,

Leukosit : 9.500/µL, Trombosit : 245.000/µL, Er,itrosit : 3.830.000/µL, PCV: 34,4%,

GDS: 91, Ureum: 46 mg/dL, Kreatinin: 1,3 mg/dL, Kolesterol total: 118 mg/dL,

Trigliserida: 85 mg/dL, Protein total: 7,3 g/dL, Albumin: 3,5 g/dL, Globulin: 3,8 g/dL,

Natrium: 141 mEq, Kalium: 3,8 mEq, Clorida :103 mEq, SGOT: 34, SGPT: 19.

Pada pemeriksaan hari ke 15 ada keluhan sesak yang sudah menurun dengan

tensi 120/70, nadi 88 x/menit, respirasi 24x/menit, suhu badan 36,8°C. Penderita minta

rawat jalan.

7

Page 8: Efusi Pleura Ru Cai

PEMBAHASAN

Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium

tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta

kematrian akibat TB di seluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian

akibat TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang.1

Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar

menjadi droplet nuclei di udara.1,3,8 Tuberkulosis dapat menyebabkan kelainan yang luas

baik paru, ekstra paru maupun kedua-duanya pada individu yang memiliki penurunan

daya tahan tubuh. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya usia (proses menua),

alkoholisme, defisiensi nutrisi, sakit berat, dan diabetes melitus. Pada pasien ini

didapatkan faktor yang memperberat sehingga tuberkulosis menjadi progressif, yaitu

umur 86 tahun (proses penuaan), dan defisiensi nutrisi karena nafsu makan yang

menurun sejak satu bulan terakhir.

Penyakit TB paru jika tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan

komplikasi. Beberapa komplikasi yang mungkin timbul adalah: batuk darah,

pneumotoraks, empiema, gagal napas, gagal jantung, dan efusi pleura. Pada pasien ini

didapatkan komplikasi berupa efusi pleura.1,2,4,6,8 Timbulnya cairan efusi disebabkan

oleh rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan, sehingga

tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke ronggapleura, menimbukan reaksi

hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral.3,6

Munculnya manifestasi klinis TB hanya sebesar 10-20% pada orang yang

terinfeksi kuman TB dan pada penderita infeksi primer yang menjadi progresif dan sakit

memiliki gejala umum dan gejala respiratorik.6,8,9

Gejala umum berupa demam dan malaise. Pada pasien ini terdapat gejala demam

dan malaise. Demam timbul pada petang dan malam hari disertai dengan berkeringat.

Demam ini mirip dengan demam yang disebabkan oleh influenza, namun kadang-

kadang dapat mencapai suhu 40-41°C. Gejala demam ini bersifat hilang timbul. Malaise

dapat terjadi dalam jangka waktu panjang berupa pegal-pegal, rasa lelah, anoreksia,

nafsu makan berkurang, serta penurunan berat badan.8

Gejala respiratorik berupa batuk kering maupun produktif merupakan gejala

yang paling sering terjadi dan merupakan indikator yang sensitif untuk penyakit

tuberkulosis paru aktif. Batuk ini sering bersifat persisten karena perkembangan

8

Page 9: Efusi Pleura Ru Cai

penyakit yang lambat.2,3,4,6,8 Gejala sesak nafas timbul jika terjadi pembesaran nodus

limfa pada hilus yang menekan bronkus, atau terjadi efusi pleura, ekstensi radang

parenkim atau miliar.3,6 Nyeri dada biasanya bersifat pleuritik karena terlibatnya pleura

dalam proses penyakit. Hemoptisis dapat terjadi dari ringan sampai yang masif.8 Pada

reaktivasi tuberkulosis, gejalanya berupa demam menetap yang naik dan turun,

berkeringat pada malam hari, kaheksia, batuk kronik dan hemoptisis.8 pada pasien ini

ada gejala-gejala respiratorik seperti batuk kronis, keringat malam, penurunan berat

badan ± 5 Kg dalam satu bulan, dan juga sesak yang diakibatkan oleh efusi pleura.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan dada cembung, suara nafas bronkial,

amforik, suara nafas melemah, rhonki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma,

mediastinum.3,4,6,8,9 Hal ini tergantung dari luas dan kelainan struktur paru.6 Pada pasien

ini didapatkan bentuk dada agak cembung, gerakan napas tertinggal pada satu sisi, yaitu

pada sisi kanan. Hal ini mungkin disebabkan adanya penumpukan cairan di cavum

pleura. Stem fremitus menurun pada dada kanan, perkusi redup di sisi kanan setinggi

ICS II, bunyi pernafasan menurun pada dada kanan setinggi ICS II. Pada auskultasi

terdengar ronkhi pada bagian apeks kiri dan kanan.

Pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis tuberkulosis meliputi

pemeriksaan laboratorium, radiologi, histopatologi jaringan, uji tuberkulin dan

pemeriksaan lain.6 Pemeriksaan laboratorium meliputi hemoglobin, leukosit, trombosit,

eritrosit, hematokrit, laju endap darah, hitung jenis, hapusan darah tepi, dan

pemeriksaan darah lain sesuai kelainan atau komplikasi yang dicurigai.7 Pemeriksaan

bakteriologik dapat dilakukan secara mikroskopik dan biakan. Bahan pemeriksaan dapat

berasal dari dahak,cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,

bronchoalveolar lavage (BAL), urin, tinja dan jaringan biopsi.2,7,8 Manifestasi

hematologi yang paling sering berhubungan dengan TB adalah peningkatan leukosit di

darah tepi dan anemia. Pemeriksaan serologi untuk mengetahui kadar antibodi dapat

dilakukan dengan metode enzime linked immunosorbent assay (ELISA), mycodot, dan

peroksidase anti peroksisase (PAP).2,7 Pemeriksaan standar radiologis ialah foto thorax

posisi PA dengan atau tanpa foto lateral, di mana yang dicurigai sebagai lesi TB aktif

adalah adanya bayangan berawan atau noduler, kaviti, bercak milier, dan efusi pleura.9

Pemeriksaan histopatologi terhadap organ atau jaringan yang dicurigai TB, di mana

ditemukan adanya tuberkel atau sel epiteloid menunjang suatu infeksi TB.7 Uji

9

Page 10: Efusi Pleura Ru Cai

tuberkulin pada orang dewasa baru akan mempunyai makna bila didapatkan konversi

dari uji yang dilakukan satu bulan sebelumnya atau bila kepositifan dari uji yang

didapat besar atau bula.3 Secara tidak langsung uji ini dapat dipakai dalam menunjang

diagnosa TB antara lain analisa cairan pleura, uji rivalta cairan pleura, PCR, RFLP dan

LPM.3,7 Pada pasien didapatkan LED meningkat, hemoglobin 10gr% yang menunjukkan

anemia sedang, leukosit 13.800 /µL, eritrosit 3.540.000 /µL, trombosit 277.000 /µL.

Dari hitung differential count didapatkan : basofil : 0%, eosinofil : 1%, batang : 0%,

Segmen : 86%, Limfosit : 10%, Monosit : 3%. GDS 110 mg/dl, ureum 31mg/dL,

kreatinin 1,5 mg/dL, asam urat 6,5 mg/dL, protein total 7 g/dL, albumin 3,5 g/dL,

globulin 3,5 g/dL, SGOT 38, SGPT 19, kesan blood smear : susp. anemia on chronic

disease; BTA 3 porsi (+) pada sewaktu dan pagi. Analisis cairan pleura didapatkan :

warna cairan kuning, bekuan (+), Uji Rivalta (+). Mikroskopis jumlah sel leukosit 50

/µL, hitung jenis sel PMN 25%, MN 75%, eritrosit 5-6 / LPB. Kimiawi Protein total 4,6

g/dL, LDH 20 U/L, glukosa 98 mg/dL, pH 8,0. mikrobiologi pulasan gram (-), pulasan

BTA (-), sitologi hanya didapatkan sel radang dan tidak didapatkan sel ganas.

pemeriksaan rontgen thorax didapatkan gambaran efusi pleura kanan

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci keberhasilan

program penanggulangan TB adalah dengan menerapkan strategi Directly Observed

Treatment Shortcourse (DOTS) dan cara ini juga dianut di Indonesia. DOTS

mengandung lima komponen yaitu: 1) komitmen pemerintah dalam menjalankan

program TB nasional 2) Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopik 3)

pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung, dikenal dengan istilah

DOT (Directly Observed Therapy) 4) pengadaan OAT secara berkesinambungan 5)

monitring serta pencatatan yang baik.1,2,6 Pemberian OAT mempunyai peranan penting

dalam penanggulangan TB paru selain keadaan umum pasien. Pengobatan TB terbagi

atas 2 fase yaitu fase intensif (fase bakterisidal awal atau inisiasi) selama 2-3 bulan

dimana pada fase ini perlu dilakukan pengawasan ketat untuk mencegah terjadinya

kekebalan obat dan fase selanjutnya adalah fase lanjutan dengan rentan waktu 4-7 bulan

untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah kekambuhan.1,8 Paduan obat

OAT terdiri dari obat utama yaitu rifampisin, INH, Etambutol, pirazinamid dan obat

tambahan seperti Streptomicin, kanamicin, obat antimikroba golongan kuinolon,

golongan macrolid dan lain-lain.1

10

Page 11: Efusi Pleura Ru Cai

Evaluasi hasil pengobatan bisa dilakukan melalui evaluasi klinis, bakteriologik,

radiologik, efek samping obat dan keteraturan minum obat.3,4,6 Evaluasi klinis meliputi

keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik yang dilakukan setiap 2 minggu pada bulan

pertama dan pada tiap bulan berikutnya. Evaluasi bakteriologik tujuannya adalah untuk

mendeteksi konversi dahak pada awal pengobatan, setelah fase intensif dan akhir

pengobatan. Evaluasi radiologik pada waktu yang sama dan evaluasi efek samping obat

secara klinis terhadap fungsi hati, fungsi ginjal, audiometrik, visus dan darah lengkap

secara berkala. Perlu juga dilakukan evaluasi mikroskopik BTA dan foto thorax setelah

sembuh minimal 2 tahun guna mengetahui apakah ada kekambuhan atau tidak.1,2 Pada

pasien ini tergolong kasus TB paru baru dengan komplikasi efusi pleura.1,2,3,5,6,8

Pemilihan untuk pengobatan pasien ini menggunakan regimen 1 (2 HRZE/4 RHE)

karena regimen 1 boleh diberikan kembali apabila penderita memiliki riwayat minum

OAT tetapi dalam jangka waktu pendek atau dibawah 1 bulan.1 Penanganan lain adalah

memperbaiki kondisi berdasarkan keluhan. Untuk efusi pleuranya dilakukan

thorakosentesis sebanyak 3 kali, dengan indikasi pada thorakosentesis yang pertama

karena efusi > tinggi dari sela iga III, dan yang kedua dan ketiga atas indikasi adanya

sesak. penggunaan kortikosteroid hanya diberikan jika ada tanda/gejala meningitis,

sesak nafas berat, tanda/gejala toksik, demam tinggi dan adanya efusi atau asites.

Prognosis TB paru kearah jelek bila ditemukan adanya kekambuhan, komplikasi

ke arah cor-pulmonal, adanya caviti yang cukup banyak dan adanya diabetes melitus

yang sukar untuk diregulasi.3 Pada pasien ini prognosisnya baik karena tidak ditemukan

salah satu dari beberapa kelainan diatas.

11

Page 12: Efusi Pleura Ru Cai

RINGKASAN

Telah dilaporkan sebuah kasus Efusi Pleura dengan penyebab Tuberculosis paru

pada seorang laki-laki umur 85 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,

gejala, tanda klinis, pemeriksaan fisik, gambaran laboratorium, bakteriologik, radiologik

dan sitologik. Pada pasien dilakukan tindakan thorakosintesis dan kemudian diberikan

OAT, antibiotika, kortikosteroid dan pengobatan simtomatis lainnya. Pasien juga

diberikan diet TKTP. Setelah 15 hari perawatan pasien minta untuk dirawat jalan

dengan keadaan yang sedikit membaik dan sudah tidak ada keluhan. Pasien dianjurkan

untuk kontrol di poli paru RSUP Prof. R.D. Kandou Manado.

12

Page 13: Efusi Pleura Ru Cai

Daftar Pustaka

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional penanggulangan

Tuberkulosis. Edisi 2. Jakarta, 2007

2. Perhimpunan dokter paru Indonesia. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di

Indonesia. Jakarta, 2006

3. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam, jilid II. Edisi 4.

Ilmu penyakit dalam FKUI, Jakarta, 2006. Hal 988-994

4. Rani Aziz A, Nafrialdi, dkk. Tuberkulosis Paru. Dalam : panduan pelayanan medik.

Edisi 2. Penyakit dalam FKUI, Jakarta, 2006. hal 109-111.

5. Rani Aziz A, Nafrialdi, dkk. Efusi Pleura. Dalam : panduan pelayanan medik. Edisi

2. Penyakit dalam FKUI, Jakarta, 2006. hal 82-85.

6. Reviglione MC, O’Brien RJ. Tuberculosis. In Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS et

al (Eds.) Harrison’s principle of internal medicine, 16th ed, vol 1, New York: Mc

Graw Hill inc, 2005 page 953-966

7. Vinay Kumar, Abul K. Abbas Nelson Fausto. Robbins and Cotran Pathologic

basic of disease. Philadelphia.2005

8. Djojodibroto, R. Darmanto, dr, Sp.p,FCCP. Respiratory medicine. EGC. Jakarta.

2009

9. Tierney LM, McPhee Stephen J, Papadakis Maxine A. Diagnosis dan Terapi

Kedokteran, Ilmu Penyakit Dalam (diterjemahkan oleh Abdul Gofir). Salemba

Medika. Jakarta. 2001

13

Page 14: Efusi Pleura Ru Cai

LAMPIRAN

Kategori

(Program)

Kasus Paduan obat yang

dianjurkan

I Pasien baru TB paru BTA (+)

Pasien TB paru BTA (-) foto thotaks (+)

Pasien TB ekstra paru

2HRZE/4H3R3

II Pasien Kambuh

Pasien gagal

Pasien dengan pengobatan setelah putus

berobat

2HRZES/HRZE/5H3R3E3

Anak Pada anak-anak 2HRZ/4HR

14

Page 15: Efusi Pleura Ru Cai

FOTO TORAKS I

Pre Pungsi Pleura

15

Page 16: Efusi Pleura Ru Cai

FOTO TORAKS II

Post Pungsi pleura

16