Efusi Pleura Ru Cai
-
Upload
muhammad-rifki -
Category
Documents
-
view
18 -
download
4
description
Transcript of Efusi Pleura Ru Cai
PENDAHULUAN
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium
tuberculosis yang bersifat sistemik, yang dapat bermanifestasi hampir pada seluruh
organ dengan lokasi terbanyak di paru yang merupakan tempat infeksi primer.1,6 Di
Indonesia TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di
Indonesia merupakan ke-3 terbanyak didunia setelah India dan China dengan jumlah
pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan tahun 2004, setiap
tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insiden kasus TB BTA (+)
sekitar 110/100.000 penduduk.1
Tuberkulosis memperlihatkan perjalanan penyakit, gejala klinis dan dampak
yang berbeda pada masing-masing pasien.1,2,3,8 Perjalanan penyakit dan gejalanya
bervariasi tergantung pada umur dan keadaan penderita saat terinfeksi. Sebagian besar
orang yang mengalami infeksi primer tidak menunjukkan gejala yang berarti karena
biasanya mempunyai mekanisme daya kekebalan tubuh terhadap basil TB. Pada
penderita infeksi primer yang menjadi progresif dan sakit (3-4% dari yang terinfeksi)
karena penurunan daya tahan tubuh akibat bertambahnya umur (proses menua),
alkoholisme, defisiensi nutrisi, sakit berat, diabetes melitus, dan HIV/AIDS; maka
biasanya sudah menunjukkan manifestasi klinis berupa gejala umum maupun gejala
respiratorik. Gejala umum yang terjadi berupa demam dan malaise. Gejala respiratorik
yang terjadi berupa batuk, sesak nafas, nyeri dada. 9
Gejala sesak nafas timbul jika terjadi pembesaran nodus limfa pada hilus yang
menekan bronkus, atau terjadi efusi pleura, ekstensi radang parenkim atau miliar.3,6
TB bisa menyebabkan komplikasi berupa efusi pleura.1,2,3,6 Efusi pleural adalah
pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan
parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit
sekunder terhadap penyakit lain.3,8 Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah
kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan
permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi. 3
Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit) dinding dada lebih
cembung dan gerakan tertinggal, vokal fremitus menurun, perkusi redup sampai pekak,
bunyi pernafasan menurun sampai menghilang, pendorongan mediastinum ke sisi yang
sehat dapat dilihat atau diraba pada trakhea.6,9
1
Pada dasarnya pengobatan efusi pleura tuberkulosis sama dengan efusi pleura
pada umumnya, yaitu dengan melakukan torakosentesis (mengeluarkan cairan pleura)
agar keluhan sesak penderita menjadi berkurang, terutama untuk efusi pleura yang berisi
penuh. Beberapa peneliti tidak melakukan torakosentesis bila jumlah efusi sedikit,
asalkan terapi obat anti tuberculosis diberikan secara adekuat.2
Sedangkan tuberkulosisnya diterapi dengan obat anti tuberkulosis seperti
tuberculosis paru, dengan syarat terus menerus, waktu lama dan kombinasi obat.
Penderita tuberkulosis paru atau dugaan tuberkulosis disertai efusi pleura dapat diterapi
obat antituberkulosis. Dosis obat anti tuberkulosis yang sering digunakan : INH : 5
mg/kgBB/hari, Rifampisin : 10 mg/kgBB/hari, Streptomisin : 15 mg/kgBB/hari: intra
muskular, Pirazinamid : 25 mg/kg BB/hari, Etambutol : 15 mg/kg BB/hari. Semua obat
antituberkulosis sebaiknya diberikan dalam dosis tunggal, adapun regimen obat anti
tuberkulosis yang diperlukan, sama seperti halnya regimen untuk tuberkulosis paru.1
Prognosis TB paru kearah jelek bila ditemukan adanya kekambuhan, komplikasi
ke arah cor-pulmonal, adanya caviti yang cukup banyak dan adanya diabetes melitus
yang sukar untuk diregulasi. 3
2
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki 86 tahun, sudah menikah, pendidikan terakhir sekolah dasar,
pekerjaan petani, suku bolmong masuk rumah sakit pada 17 mei 2010 dengan keluhan
utama sesak.
Riwayat penyakit sekarang, sesak dialami sejak 1 bulan sebelum masuk rumah
sakit, namun menghebat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak bersifat hilang
timbul, meningkat saat beraktivitas dan berkurang saat beristirahat. Sesak pada malam
hari saat tidur tidak pernah dirasakan oleh penderita. Penderita juga merasa lebih
nyaman tidur disisi kanan dan sering kali tidur dengan posisi bersandar setengah duduk.
Batuk juga dialami penderita sejak 2 bulan yang lalu. Batuk berdahak, dahak berwarna
putih. Nyeri dada dialami penderita jika penderita mengalami batuk seperti ditusuk-
tusuk di sebelah kanan. Penderita juga merasa demam. Demam sumer-sumer sejak 1
bulan terakhir hilang timbul. Keringat malam dialami penderita sudah 1 bulan terakhir.
Penderita mempunyai riwayat minum obat OAT pada tahun 2009 namun tidak tuntas
hanya pemakaian selama 2 minggu. Nyeri ulu hati tidak ada, nyeri pinggang tidak ada.
Nafsu makan penderita menurun sejak satu bulan terakhir dan disertai dengan
penurunan berat badan sebanyak ± 5 Kg dalam sebulan terakhir. Buang air kecil biasa
dan buang air besar biasa. Penderita tergolong orang yang mudah bergaul dengan siapa
saja dan penderita mengaku pernah ada kontak dengan orang yang memiliki riwayat
batuk lama. Penderita pernah merngkonsumsi obat par karena sering mengalami nyeri
sendi. Riwayat alergi (-).
Riwayat penyakit dahulu, penderita menyangkal tidak pernah manderita
penyakit seperti diabetes melitus, hipertensi, ginjal, penyakit jantung, kolesterol, asam
urat, dan liver.
Riwayat penyakit keluarga, penderita mengaku bahwa hanya penderita yang
menderita penyakit seperti ini.
Riwayat pribadi / sosial, penderita sering merokok dan berhenti pada bulan
September tahun 2009 karena penyakit ini. Penderita mengaku tidak pernah
mengkonsumsi alkohol.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis dengan tensi 120/70 mmHg, nadi 92 x / menit,
reguler, isi cukup, total pernapasan dalam 1 menit 32 x / menit, dan suhu badan axiller
3
37,3oC, tinggi badan 160 cm, berat badan 50 kg, keadaan gizi cukup (IMT 19,5), umur
menurut dugaan pemeriksa 80-an, habitus atletikus, mobilisasi pasif. Pada pemeriksaan
kulit didapatkan warna sawo matang, suhu badan hangat pada perabaan, lapisan lemak
tipis, tidak ada edema. Pada pemeriksaan kepala didapatkan ekspresi tampak sakit,
rambut beruban agak tebal dan tidak mudah dicabut, konjungtiva anemis tidak ada,
sklera ikterik tidak ada, pupil bulat isokor dengan diameter 3 mm, refleks cahaya +/+,
gerakan bola mata aktif. Pada pemeriksaan telinga tidak ditemukan tophi, lubang
normal, cairan tidak ada. Pada pemeriksaan hidung tidak didapatkan deviasi, sekret dan
perdarahan. Pada pemeriksaan mulut foetor tidak ada, bibir tidak sianosis, gigi tidak ada
caries, lidah beslag tidak ada, mukosa basah, pembesaran tonsil tidak ada dan tidak
hiperemis serta faring tidak hiperemis. Pada pemeriksaan leher tidak ditemukan
pembesaran kelenjar getah bening di leher, trakhea letak ke arah lateral kiri, pembesaran
kelenjar tiroid tidak ada, tekanan JVP: 5±1 cmH2O.
Pada pemeriksaan thoraks dada dalam keadaan asimetris, dada kanan agak
cembung, ruang sela iga kanan agak melebar, retraksi tidak ada, pada buah dada tidak
ditemukan ginekomastia, tidak ada kelainan kulit. Pada punggung, bentuk asimetris,
punggung kanan agak cembung, tulang belakang agak kifosis, tidak ada kelainan kulit.
Pada pemerisaan paru depan didapatkan inspeksi terlihat gerakan dada simetris saat
statis, dan saat dinamis paru kanan tertinggal. Palpasi stem fremitus menurun di kanan
mulai ICS II. Perkusi di kanan redup mulai ICS II, batas paru hepar sulit dievaluasi,
perkusi di kiri sonor. Auskultasi suara pernapasan menurun di sisi kanan mulai ICS II,
terdengar rhonki di apeks, wheezing (-); di kiri suara nafas vesikuler, ronkhi (+) apex,
wheezing (-). Pada pemeriksaan paru belakang didapatkan inspeksi terlihat simetris saat
keadaan statis, paru kanan tertinggal pada keadaan dinamis. Palpasi stem fremitus
menurun di kanan mulai thorakal IV. Perkusi di kanan redup mulai thorakal IV dan
batas paru bawah sulit dievaluasi, paru kiri sonor dan batas paru bawah thorakal IX ;
peranjakan sulit dievaluasi karena pasien sesak dan nyeri. Auskultasi di kanan suara
pernapasan menurun mulai thorakal IV, rhonki (+) di apeks, wheezing (-) dan di kiri
suara nafas vesikuler, rhonki (+) di apeks, wheezing (-). Pada pemeriksaan jantung
didapatkan pada inspeksi iktus cordis tidak nampak, palpasi iktus cordis tidak teraba,
perkusi didapatkan batas jantung kiri di ICS V linea midclavicularis sinistra dan
pinggang jantung (+), sedangkan batas kanan jantung sulit dievaluasi, Auskultasi irama
4
teratur, hearth rate kurang lebih 92 kali per menit, M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1,
A2>P2 tidak ditemukan bising dan gallop pada pasien ini.
Pada abdomen didapatkan inspeksi : datar; palpasi : lemas, tidak ada nyeri
abdomen, hepar dan lien tidak teraba, ballotemen (-); perkusi : tympani, nyeri ketok
CVA kiri dan kanan tidak ada; auskultasi : bising usus normal. Pada pemeriksaan
kelamin tidak terdapat kelainan.
Pada ekstrimitas superior didapatkan kulit telapak tangan warna kemerahan,
tidak terdapat tremor, tidak ada deformitas pada jari, clubbing finger tidak ada, kuku
sianosis tidak ada, CRT <2, tidak ada edema, otot eutrofi, tophi tidak ada, bengkak pada
sendi tidak ada, nyeri sendi tidak ada, gerakan sendi aktif normal dan pasif normal,
kekuatan otot 5/5. Pada pemeriksaan ekstrimitas inferior, didapatkan luka tidak ada,
varises tidak ada, parut tidak ada, otot eutrofi, tophi tidak ada, bengkak pada sendi tidak
ada, nyeri sendi tidak ada, gerakan sendi aktif normal dan pasif normal, kekuatan otot
5/5, suhu raba hangat, edema tidak ada.
Pada pemeriksaan refleks didapatkan refleks fisiologis berupa refleks biseps,
triseps, patella, dan achilles (+) normal; sedangkan refleks patologis berupa refleks
babinski, brudzinski, kernig, dan laseque (-).
Dari hasil laboratorium yang didapatkan tanggal 17 mei 2010, pada pemeriksaan
darah lengkap LED 65 mm/jam, hemoglobin 10gr%, leukosit 13.800 /µL, eritrosit
3.540.000 /µL, trombosit 277.000 /µL. Dari hitung differential count didapatkan :
basofil : 0%, eosinofil : 1%, batang : 6%, Segmen : 60%, Limfosit : 30%, Monosit : 3%.
Pada pemeriksaan darah lainnya didapatkan GDS 110 mg/dl, ureum 31mg/dL, kreatinin
1,5 mg/dL, asam urat 6,5 mg/dL, protein total 7 g/dL, albumin 3,5 g/dL, globulin 3,5
g/dL, natrium 130 mEq, kalium 3,5 mEq, klorida 106 mEq, SGOT 38, SGPT 19, kesan
blood smear : susp. anemia on chronic disease; hasil urinalisis didapatkan urobilin
normal, glukosa (-), bilirubin (-), keton (-), eritrosit (-), protein (-), nitrit (-), leukosit (-),
pada pemeriksaan rontgen thorax didapatkan gambaran efusi pleura kanan
Resume kasus, seorang pasien pria 86 tahun, MRS tanggal 17 Mei 2010 dengan
sesak, hilang timbul, meningkat saat beraktivitas dan berkurang saat beristirahat.
Paroksismal nocturnal dispnoe (-), lebih nyaman tidur disisi kanan, batuk berdahak
berwarna putih, nyeri dada seperti ditusuk-tusuk jika batuk, demam sumer-sumer(+),
keringat malam (+), riwayat minum obat OAT (+), nafsu makan menurun (+),
5
penurunan berat badan (+). Buang air kecil biasa dan buang air besar biasa. Riwayat
kontak (+). Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pembesaran kelenjar getah bening
(-), trakhea letak ke arah lateral kiri, pembesaran kelenjar tiroid (-), tekanan JVP: 5±1
cmH2O. Pada pemeriksaan thoraks dada dada kanan agak cembung, ruang sela iga
kanan agak melebar. Pada pemerisaan paru didapatkan dada kanan agak cembung, paru
kanan tertinggal pada keadaan dinamis, stem fremitus menurun, perkusi redup,
auskultasi suara pernapasan menurun Bunyi ronkhi (+) apeks, wheezing (-). Pada paru
kiri hanya didapatkan rhonki (+) di apeks. Pemeriksaan jantung batas kanan jantung
sulit dievaluasi, pemeriksaan abdomen dan ekstrimitas dalam batas normal. Lain-lain
tidak ada kelainan. Hasil laboratorium didapatkan LED meningkat, anemia sedang,
leukositosis, hitung differential count didapatkan : dalam batas normal. Kesan blood
smear : susp. anemia on chronic disease. Pemeriksaan rontgen thorax didapatkan
gambaran efusi pleura kanan. Dan penderita didiagnosa dengan efusi pleura e.c. susp.
TB paru + infeksi sekunder + anemia e.c. susp. chronic disease dd efusi pleura e.c.
Malignancy + infeksi sekunder + anemia e.c. susp. chronic disease.
Penatalaksanaan pada pasien ini thorakosentesis didapatkan cairan ± 1000 cc,
IVFD NaCl 0,9% : D5%= 1:1 20 gtt per menit,Ceftriaxone 2x1 gram iv, Ambroxol 3x1
tablet. Derencanakan untuk dilakukan sputum BTA 3x, tes fungsi hepar, tes fungsi
ginjal, analisis cairan pleura, kontrol darah lengkap, dan kontrol foto thorax, dan EKG.
Pada perawatan hari ke-2 didapatkan keluhan sesak dengan tensi 110/60, nadi 88
x/menit, respirasi 32 x/menit, suhu badan 36,8°C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
pemeriksan paru palpasi stem fremitus menurun disisi kanan mulai ICS IV, perkusi
redup disebelah kanan mulai ICS IV, auskultasi rhonki +/+, wheezing -/-, suara
pernapasan menurun disisi kiri mulai ICS IV. Lain-lain tidak ada kelainan, hasil lab :
BTA 3 porsi (+) pada sewaktu dan pagi; hasil analisis cairan pleura makroskopis, warna
cairan kuning, bekuan (+), Uji Rivalta (+). Mikroskopis jumlah sel leukosit 50 /µL,
hitung jenis sel PMN 25%, MN 75%, eritrosit 5-6 / LPB. Kimiawi Protein total 4,6
g/dL, LDH 20 U/L, glukosa 98 mg/dL, pH 8,0. mikrobiologi pulasan gram (-), pulasan
BTA (-), sitologi hanya didapatkan sel radang dan tidak didapatkan sel ganas. Diagnosis
: Efusi pleura e.c. TB paru + infeksi sekunder + anemia e.c. susp chronic disease.
Penanganan IVFD NaCl 0,9 % : D5 % 1:1 20 gtt per menit, Ceftriaxone 2x1 gram IV,
Ambroxol 3x1 tablet., pasien mulai diberikan terapi obat anti tuberkulosis INH 300 mg
6
0-0-1, vit. B6 0-0-1, Rifampicin 450 mg 1-0-0 Ethambutol 500 mg 0-2-0, Pirazinamid 3
x 500 mg. Pada jam 20.00, pasien merasa sesak menghebat dan dilakukan pungsi pleura
keluar cairan xantochrom kurang lebih 700 cc. Setelah tindakan tensi 110/70 mmHg.
Pada pemeriksaan hari ke-7 pasien mengeluh sesak menghebat lalu dilakukan
pungsi pleura keluar cairan xantochrome kurang lebih 800 cc. Tensi pasca tindakan
120/60 mmHg. setelah pungsi penderita masih mengeluh sesak sehingga diberikan
ekstra Dexamethasone 1 ampul iv.
Pada pemeriksaan hari ke-8 didapatkan keluhan sesak yang sudah berkurang
dengan tensi 130/80, nadi 80, respirasi 24, suhu badan 36,6°C. Pada pemeriksaan
Jantung, perkusi batas jantung kanan sudah bisa dievaluasi yaitu pada ICS IV linea
sternalis dextra. Pada pemeriksaan paru, inspeksi paru kanan masih tertinggal pada saat
dinamis, palpasi stem fremitus kanan menurun mulai ICS V, Perkusi Redup pada paru
kanan mulai ICS V, auskultasi suara napas paru kanan menurun mulai ICS V dan ronkhi
+/+ di apex paru. Hasil laboratorium didapatkan Hb : 10,4 g/dL, leukosit : 9000/µL,
eritrosit : 3.410.000/µL, trombosit : 285.000/µL, PCV: 30,9 %, Ureum: 39 mg/dL,
Kreatinin: 1,1 mg/dL, SGOT: 27, SGPT: 19. Hasil foto thorax menunjukkan tampak
efusi pleura dextra setinggi ICS V. mmmmmmmm
hasil laboratorium pada pemeriksaan/ hari ke-14 didapatkan Hb: 11,4 g/dL,
Leukosit : 9.500/µL, Trombosit : 245.000/µL, Er,itrosit : 3.830.000/µL, PCV: 34,4%,
GDS: 91, Ureum: 46 mg/dL, Kreatinin: 1,3 mg/dL, Kolesterol total: 118 mg/dL,
Trigliserida: 85 mg/dL, Protein total: 7,3 g/dL, Albumin: 3,5 g/dL, Globulin: 3,8 g/dL,
Natrium: 141 mEq, Kalium: 3,8 mEq, Clorida :103 mEq, SGOT: 34, SGPT: 19.
Pada pemeriksaan hari ke 15 ada keluhan sesak yang sudah menurun dengan
tensi 120/70, nadi 88 x/menit, respirasi 24x/menit, suhu badan 36,8°C. Penderita minta
rawat jalan.
7
PEMBAHASAN
Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium
tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta
kematrian akibat TB di seluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian
akibat TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang.1
Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet nuclei di udara.1,3,8 Tuberkulosis dapat menyebabkan kelainan yang luas
baik paru, ekstra paru maupun kedua-duanya pada individu yang memiliki penurunan
daya tahan tubuh. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya usia (proses menua),
alkoholisme, defisiensi nutrisi, sakit berat, dan diabetes melitus. Pada pasien ini
didapatkan faktor yang memperberat sehingga tuberkulosis menjadi progressif, yaitu
umur 86 tahun (proses penuaan), dan defisiensi nutrisi karena nafsu makan yang
menurun sejak satu bulan terakhir.
Penyakit TB paru jika tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
komplikasi. Beberapa komplikasi yang mungkin timbul adalah: batuk darah,
pneumotoraks, empiema, gagal napas, gagal jantung, dan efusi pleura. Pada pasien ini
didapatkan komplikasi berupa efusi pleura.1,2,4,6,8 Timbulnya cairan efusi disebabkan
oleh rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan, sehingga
tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke ronggapleura, menimbukan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral.3,6
Munculnya manifestasi klinis TB hanya sebesar 10-20% pada orang yang
terinfeksi kuman TB dan pada penderita infeksi primer yang menjadi progresif dan sakit
memiliki gejala umum dan gejala respiratorik.6,8,9
Gejala umum berupa demam dan malaise. Pada pasien ini terdapat gejala demam
dan malaise. Demam timbul pada petang dan malam hari disertai dengan berkeringat.
Demam ini mirip dengan demam yang disebabkan oleh influenza, namun kadang-
kadang dapat mencapai suhu 40-41°C. Gejala demam ini bersifat hilang timbul. Malaise
dapat terjadi dalam jangka waktu panjang berupa pegal-pegal, rasa lelah, anoreksia,
nafsu makan berkurang, serta penurunan berat badan.8
Gejala respiratorik berupa batuk kering maupun produktif merupakan gejala
yang paling sering terjadi dan merupakan indikator yang sensitif untuk penyakit
tuberkulosis paru aktif. Batuk ini sering bersifat persisten karena perkembangan
8
penyakit yang lambat.2,3,4,6,8 Gejala sesak nafas timbul jika terjadi pembesaran nodus
limfa pada hilus yang menekan bronkus, atau terjadi efusi pleura, ekstensi radang
parenkim atau miliar.3,6 Nyeri dada biasanya bersifat pleuritik karena terlibatnya pleura
dalam proses penyakit. Hemoptisis dapat terjadi dari ringan sampai yang masif.8 Pada
reaktivasi tuberkulosis, gejalanya berupa demam menetap yang naik dan turun,
berkeringat pada malam hari, kaheksia, batuk kronik dan hemoptisis.8 pada pasien ini
ada gejala-gejala respiratorik seperti batuk kronis, keringat malam, penurunan berat
badan ± 5 Kg dalam satu bulan, dan juga sesak yang diakibatkan oleh efusi pleura.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan dada cembung, suara nafas bronkial,
amforik, suara nafas melemah, rhonki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma,
mediastinum.3,4,6,8,9 Hal ini tergantung dari luas dan kelainan struktur paru.6 Pada pasien
ini didapatkan bentuk dada agak cembung, gerakan napas tertinggal pada satu sisi, yaitu
pada sisi kanan. Hal ini mungkin disebabkan adanya penumpukan cairan di cavum
pleura. Stem fremitus menurun pada dada kanan, perkusi redup di sisi kanan setinggi
ICS II, bunyi pernafasan menurun pada dada kanan setinggi ICS II. Pada auskultasi
terdengar ronkhi pada bagian apeks kiri dan kanan.
Pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis tuberkulosis meliputi
pemeriksaan laboratorium, radiologi, histopatologi jaringan, uji tuberkulin dan
pemeriksaan lain.6 Pemeriksaan laboratorium meliputi hemoglobin, leukosit, trombosit,
eritrosit, hematokrit, laju endap darah, hitung jenis, hapusan darah tepi, dan
pemeriksaan darah lain sesuai kelainan atau komplikasi yang dicurigai.7 Pemeriksaan
bakteriologik dapat dilakukan secara mikroskopik dan biakan. Bahan pemeriksaan dapat
berasal dari dahak,cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
bronchoalveolar lavage (BAL), urin, tinja dan jaringan biopsi.2,7,8 Manifestasi
hematologi yang paling sering berhubungan dengan TB adalah peningkatan leukosit di
darah tepi dan anemia. Pemeriksaan serologi untuk mengetahui kadar antibodi dapat
dilakukan dengan metode enzime linked immunosorbent assay (ELISA), mycodot, dan
peroksidase anti peroksisase (PAP).2,7 Pemeriksaan standar radiologis ialah foto thorax
posisi PA dengan atau tanpa foto lateral, di mana yang dicurigai sebagai lesi TB aktif
adalah adanya bayangan berawan atau noduler, kaviti, bercak milier, dan efusi pleura.9
Pemeriksaan histopatologi terhadap organ atau jaringan yang dicurigai TB, di mana
ditemukan adanya tuberkel atau sel epiteloid menunjang suatu infeksi TB.7 Uji
9
tuberkulin pada orang dewasa baru akan mempunyai makna bila didapatkan konversi
dari uji yang dilakukan satu bulan sebelumnya atau bila kepositifan dari uji yang
didapat besar atau bula.3 Secara tidak langsung uji ini dapat dipakai dalam menunjang
diagnosa TB antara lain analisa cairan pleura, uji rivalta cairan pleura, PCR, RFLP dan
LPM.3,7 Pada pasien didapatkan LED meningkat, hemoglobin 10gr% yang menunjukkan
anemia sedang, leukosit 13.800 /µL, eritrosit 3.540.000 /µL, trombosit 277.000 /µL.
Dari hitung differential count didapatkan : basofil : 0%, eosinofil : 1%, batang : 0%,
Segmen : 86%, Limfosit : 10%, Monosit : 3%. GDS 110 mg/dl, ureum 31mg/dL,
kreatinin 1,5 mg/dL, asam urat 6,5 mg/dL, protein total 7 g/dL, albumin 3,5 g/dL,
globulin 3,5 g/dL, SGOT 38, SGPT 19, kesan blood smear : susp. anemia on chronic
disease; BTA 3 porsi (+) pada sewaktu dan pagi. Analisis cairan pleura didapatkan :
warna cairan kuning, bekuan (+), Uji Rivalta (+). Mikroskopis jumlah sel leukosit 50
/µL, hitung jenis sel PMN 25%, MN 75%, eritrosit 5-6 / LPB. Kimiawi Protein total 4,6
g/dL, LDH 20 U/L, glukosa 98 mg/dL, pH 8,0. mikrobiologi pulasan gram (-), pulasan
BTA (-), sitologi hanya didapatkan sel radang dan tidak didapatkan sel ganas.
pemeriksaan rontgen thorax didapatkan gambaran efusi pleura kanan
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci keberhasilan
program penanggulangan TB adalah dengan menerapkan strategi Directly Observed
Treatment Shortcourse (DOTS) dan cara ini juga dianut di Indonesia. DOTS
mengandung lima komponen yaitu: 1) komitmen pemerintah dalam menjalankan
program TB nasional 2) Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopik 3)
pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung, dikenal dengan istilah
DOT (Directly Observed Therapy) 4) pengadaan OAT secara berkesinambungan 5)
monitring serta pencatatan yang baik.1,2,6 Pemberian OAT mempunyai peranan penting
dalam penanggulangan TB paru selain keadaan umum pasien. Pengobatan TB terbagi
atas 2 fase yaitu fase intensif (fase bakterisidal awal atau inisiasi) selama 2-3 bulan
dimana pada fase ini perlu dilakukan pengawasan ketat untuk mencegah terjadinya
kekebalan obat dan fase selanjutnya adalah fase lanjutan dengan rentan waktu 4-7 bulan
untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah kekambuhan.1,8 Paduan obat
OAT terdiri dari obat utama yaitu rifampisin, INH, Etambutol, pirazinamid dan obat
tambahan seperti Streptomicin, kanamicin, obat antimikroba golongan kuinolon,
golongan macrolid dan lain-lain.1
10
Evaluasi hasil pengobatan bisa dilakukan melalui evaluasi klinis, bakteriologik,
radiologik, efek samping obat dan keteraturan minum obat.3,4,6 Evaluasi klinis meliputi
keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik yang dilakukan setiap 2 minggu pada bulan
pertama dan pada tiap bulan berikutnya. Evaluasi bakteriologik tujuannya adalah untuk
mendeteksi konversi dahak pada awal pengobatan, setelah fase intensif dan akhir
pengobatan. Evaluasi radiologik pada waktu yang sama dan evaluasi efek samping obat
secara klinis terhadap fungsi hati, fungsi ginjal, audiometrik, visus dan darah lengkap
secara berkala. Perlu juga dilakukan evaluasi mikroskopik BTA dan foto thorax setelah
sembuh minimal 2 tahun guna mengetahui apakah ada kekambuhan atau tidak.1,2 Pada
pasien ini tergolong kasus TB paru baru dengan komplikasi efusi pleura.1,2,3,5,6,8
Pemilihan untuk pengobatan pasien ini menggunakan regimen 1 (2 HRZE/4 RHE)
karena regimen 1 boleh diberikan kembali apabila penderita memiliki riwayat minum
OAT tetapi dalam jangka waktu pendek atau dibawah 1 bulan.1 Penanganan lain adalah
memperbaiki kondisi berdasarkan keluhan. Untuk efusi pleuranya dilakukan
thorakosentesis sebanyak 3 kali, dengan indikasi pada thorakosentesis yang pertama
karena efusi > tinggi dari sela iga III, dan yang kedua dan ketiga atas indikasi adanya
sesak. penggunaan kortikosteroid hanya diberikan jika ada tanda/gejala meningitis,
sesak nafas berat, tanda/gejala toksik, demam tinggi dan adanya efusi atau asites.
Prognosis TB paru kearah jelek bila ditemukan adanya kekambuhan, komplikasi
ke arah cor-pulmonal, adanya caviti yang cukup banyak dan adanya diabetes melitus
yang sukar untuk diregulasi.3 Pada pasien ini prognosisnya baik karena tidak ditemukan
salah satu dari beberapa kelainan diatas.
11
RINGKASAN
Telah dilaporkan sebuah kasus Efusi Pleura dengan penyebab Tuberculosis paru
pada seorang laki-laki umur 85 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
gejala, tanda klinis, pemeriksaan fisik, gambaran laboratorium, bakteriologik, radiologik
dan sitologik. Pada pasien dilakukan tindakan thorakosintesis dan kemudian diberikan
OAT, antibiotika, kortikosteroid dan pengobatan simtomatis lainnya. Pasien juga
diberikan diet TKTP. Setelah 15 hari perawatan pasien minta untuk dirawat jalan
dengan keadaan yang sedikit membaik dan sudah tidak ada keluhan. Pasien dianjurkan
untuk kontrol di poli paru RSUP Prof. R.D. Kandou Manado.
12
Daftar Pustaka
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional penanggulangan
Tuberkulosis. Edisi 2. Jakarta, 2007
2. Perhimpunan dokter paru Indonesia. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta, 2006
3. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam, jilid II. Edisi 4.
Ilmu penyakit dalam FKUI, Jakarta, 2006. Hal 988-994
4. Rani Aziz A, Nafrialdi, dkk. Tuberkulosis Paru. Dalam : panduan pelayanan medik.
Edisi 2. Penyakit dalam FKUI, Jakarta, 2006. hal 109-111.
5. Rani Aziz A, Nafrialdi, dkk. Efusi Pleura. Dalam : panduan pelayanan medik. Edisi
2. Penyakit dalam FKUI, Jakarta, 2006. hal 82-85.
6. Reviglione MC, O’Brien RJ. Tuberculosis. In Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS et
al (Eds.) Harrison’s principle of internal medicine, 16th ed, vol 1, New York: Mc
Graw Hill inc, 2005 page 953-966
7. Vinay Kumar, Abul K. Abbas Nelson Fausto. Robbins and Cotran Pathologic
basic of disease. Philadelphia.2005
8. Djojodibroto, R. Darmanto, dr, Sp.p,FCCP. Respiratory medicine. EGC. Jakarta.
2009
9. Tierney LM, McPhee Stephen J, Papadakis Maxine A. Diagnosis dan Terapi
Kedokteran, Ilmu Penyakit Dalam (diterjemahkan oleh Abdul Gofir). Salemba
Medika. Jakarta. 2001
13
LAMPIRAN
Kategori
(Program)
Kasus Paduan obat yang
dianjurkan
I Pasien baru TB paru BTA (+)
Pasien TB paru BTA (-) foto thotaks (+)
Pasien TB ekstra paru
2HRZE/4H3R3
II Pasien Kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah putus
berobat
2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Anak Pada anak-anak 2HRZ/4HR
14
FOTO TORAKS I
Pre Pungsi Pleura
15
FOTO TORAKS II
Post Pungsi pleura
16