Teknologi & Sampah Lingkungan

13
Latar Belakang Setiap manusia menghasilkan sampah, yaitu suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktifitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Menurut Wikipedia 1 , sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah memiliki berbagai macam wujud, yaitu padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua wujud yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi. Beberapa dekade ini kita telah mengalami kemajuan teknologi yang memungkinkan manusia untuk memproduksi berbagai macam alat pemenuh kebutuhan baik berasal dari bahan alami mau pun sintetis. Kemajuan teknologi mempengaruhi pola dan tingkat konsumsi manusia. Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri, misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi. Sedangkan efek buruk sampah adalah mencemari rantai makanan, menimbulkan gas metana yang beracun, polusi udara dan air serta memungkinkan timbulnya berbagai penyakit. Oleh karena itu, permasalahan sampah bukan merupakan permasalahan yang sederhana karena terkait dengan gaya hidup dan kelangsungan hidup manusia. Sayangnya, di Indonesia pengelolaan sampah belum maksimal baik dari segi teknologi, manajemen maupun hukum. Pengelolaan sampah belum menjadi prioritas bagi pemerintah dan masyarakat. 1 diunduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Sampah dengan perubahan seperlunya, diakses tanggal 3 Mei 2008 1

description

tugas Sosiologi Lingkungan yang membahas kaitan gaya hidup, teknologi dan pertambahan sampah

Transcript of Teknologi & Sampah Lingkungan

Page 1: Teknologi & Sampah Lingkungan

Latar BelakangSetiap manusia menghasilkan sampah, yaitu suatu bahan yang terbuang atau dibuang

dari sumber hasil aktifitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis.

Menurut Wikipedia1, sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah

berakhirnya suatu proses. Sampah memiliki berbagai macam wujud, yaitu padat, cair, atau

gas. Ketika dilepaskan dalam dua wujud yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah

dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi.

Beberapa dekade ini kita telah mengalami kemajuan teknologi yang memungkinkan

manusia untuk memproduksi berbagai macam alat pemenuh kebutuhan baik berasal dari

bahan alami mau pun sintetis. Kemajuan teknologi mempengaruhi pola dan tingkat konsumsi

manusia. Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas

industri, misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri

akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan

jumlah konsumsi. Sedangkan efek buruk sampah adalah mencemari rantai makanan,

menimbulkan gas metana yang beracun, polusi udara dan air serta memungkinkan timbulnya

berbagai penyakit. Oleh karena itu, permasalahan sampah bukan merupakan permasalahan

yang sederhana karena terkait dengan gaya hidup dan kelangsungan hidup manusia.

Sayangnya, di Indonesia pengelolaan sampah belum maksimal baik dari segi

teknologi, manajemen maupun hukum. Pengelolaan sampah belum menjadi prioritas bagi

pemerintah dan masyarakat. Gaya hidup konsumtif dibarengi dengan budaya apatis menjadi

kesatuan harmonis untuk menciptakan lingkungan yang tidak ramah. Oleh karena itu, kiranya

perlu untuk mencari suatu model pengelolaan sampah dari hulu ke hilir sebagai salah satu

upaya menjaga keberlanjutan lingkungan hidup.

Teknologi dan Konsumsi

Kemajuan pesat di bidang iptek amat berpengaruh pada tingkah laku manusia.

Kemajuan teknologi memungkinkan terjadinya pergeseran nilai – nilai, salah satunya nilai

interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya. Tingkah laku yang dipengaruhi kemajuan

teknologi memberikan tekanan yang besar bagi daya dukung lingkungan karena manusia

yang semula hanya mengambil dan mengumpulkan kebutuhan hidupnya dari lingkungan

alam kemudian mempergunakan teknologi sebagai sarana yang efektif untuk memenuhi dan

1 diunduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Sampah dengan perubahan seperlunya, diakses tanggal 3 Mei 2008

1

Page 2: Teknologi & Sampah Lingkungan

memuaskan keinginan manusia. Jadi, teknologi membuat manusia tidak sekedar memenuhi

needs tapi juga wants yang seringkali tanpa batas.

Technology has a central role in all human culture and society2. Teknologi

mempengaruhi gaya hidup manusia, salah satunya dalam mengkonsumsi. Sociotechnical

system memperlihatkan bentuk – bentuk konsumsi baru atau harapan – harapan tertentu

dalam penggunaan teknologi. Penemuan berbagai teknologi yang time saving telah

memanjakan manusia, baik laki – laki maupun perempuan dan menjadi kebiasaan yang

dilakukan setiap hari. Teknologi yang menekankan efisiensi waktu membuat manusia kurang

memperhatikan dampak buruknya bagi lingkungan, yaitu meningkatkan konsumsi listrik, air,

berbagai produk olahan minyak bumi serta berbagai jenis sumber daya lainnya.

Teknologi plastik, styrofoam, dll memberi gambaran bagaimana teknologi

memudahkan kehidupan manusia dengan menyisakan residu yang tidak mudah diolah dan

memberi efek dalam jangka panjang. Kita ketahui bersama, plastik memerlukan waktu

bertahun-tahun untuk hancur dan terurai. Sebagai sampah sintetis, pada waktu terurai plastik

akan meracuni tanah dan air disekitarnya. Selain itu, plastik dibuat dari sumber alam yang

tidak dapat digantikan, yaitu minyak yang berpotensi menimbulkan gas beracun kalau

dibakar dan menyumbang pemanasan global karena energi yang dipakai pada waktu

memproduksinya dan panas pada waktu penimbunan dan pembakaran sampahnya3.

Kemajuan teknologi informasi membuat jenis dan motif iklan makin bervariasi. Iklan

memainkan peranan penting dalam memasarkan produk. Didukung oleh kapital yang

memadai, perusahaan multinasional berhasil memperdayai masyarakat untuk berlomba-

lomba menciptakan persaingan dalam gaya hidup: antargolongan, antarkelas, antarusia, dan

sebagainya. Dengan lain kata, konsentrasi ekonomi masyarakat kapitalisme lanjut terfokus

pada pengembangan strategi produksi dan perluasan korporasi melalui manajemen konsumsi

massa lewat penciptaan kebaruan-kebaruan produk bagi makna-makna simbolik tertentu

(prestise, status, kelas).   Keinginan berskala masif lekat dengan kehendak akan sesuatu yang

baru. Inilah budaya konsumerisme.

Sampah Teknologi2 Anonim, What Fuels Technology Change? Materi suplemen mata kuliah Dimensi Sosial Teknologi3 Informasi menarik mengenai fakta sampah plastik, tingkat penggunaan di seluruh dunia serta dampak negatifnya dapat dilihat di situs www.coolcitibags.com

2

Page 3: Teknologi & Sampah Lingkungan

Keserasian dan keseimbangan lingkungan hidup pada hakikatnya berproses melalui

interaksi yang didasarkan pada hukum-hukum keseimbangan dan keteraturan yang bersifat

alami4. Jika salah satu elemen mengalami gangguan, maka elemen lain akan mengalami

gangguan. Keruwetan pengelolaan persampahan setidaknya disebabkan oleh dua faktor

pokok: (a) perilaku produsen yang kontraproduktif dalam menjaga kelestarian ekologis, dan

(b) perilaku konsumtif konsumen yang tak berkesadaran ekologis. Produsen menghasilkan

barang dengan proses yang tidak ramah lingkungan. Tidak diperhatikannya pembuangan

limbah dan AMDAL menyebabkan efek beruntun bagi lingkungan hidup. Limbah yang

dibuang ke sungai akan mengotori air dan meracuni ikan. Padahal, manusia mengkonsumsi

air dan ikan tersebut. Efek bumerang ini dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar

tempat produksi dan tidak mustahil, ke masyarakat luas.

Budaya konsumsi ditopang proses penciptaan terus-menerus lewat penggunaan citra,

tanda, dan makna simbolis dalam proses konsumsi. Budaya belanja juga lebih didorong oleh

logika hasrat (desire) dan keinginan (want) daripada logika kebutuhan (need). Satu hal yang

tidak banyak disadari, petaka konsumerisme menimbulkan petaka ekologis (tumpukan

sampah). Padahal, hambatan terbesar pengelolaan persampahan adalah membludaknya

produk sekali pakai (disposable), misalnya plastik pembungkus makanan atau kertas nota.

Teknologi membuat permasalahan sampah menjadi tidak mudah diselesaikan.

Dahulu, permasalahan sampah dapat diselesaikan dengan cara menimbun atau membakar.

Saat ini penyelesaian sampah tidak sesederhana itu. Berbagai bahan sintetis yang digunakan

untuk membuat benda – benda konsumsi membuat sampah teknologi memiliki berbagai

implikasi negatif terhadap alam dalam jangka panjang. Ironisnya, tidak sedikit sampah

teknologi yang sebelumnya hanya bermanfaat dalam waktu singkat dan digunakan dalam

jumlah besar. Plastik, sampah elektronika, lapisan alumunium foil merupakan contoh barang

sehari – hari yang memberi kontribusi cukup besar bagi bertambahnya sampah dunia.

Tabel : Jenis sampah dan waktu yang dibutuhkan untuk penguraian

4 Harun M. Husein, SH, Lingkungan Hidup : Masalah, Pengelolaan dan Penegakan Hukumnya, Jakarta : PT Bumi Aksara, Mei 1993

3

Page 4: Teknologi & Sampah Lingkungan

Jenis Sampah Waktu Urai1. kertas2. kardus3. kulit jeruk4. busa sabun (detergen)5. sepatu kulit6. kain nilon7. plastik8.aluminium9. styrofoam

2,5 bulan5 bulan6 bulan20-25 tahun20-40 tahun30-40 tahun50-80 tahun80-100 tahuntidak bisa hancur

Diolah dari berbagai sumber

Tabel tersebut menunjukkan fakta tidak semua sampah jika dibuang ke alam akan

mudah hancur. Butuh waktu berbulan-bulan, bahkan ada yang puluhan tahun baru bisa

hancur. Jika volume sampah yang dihasilkan warga kota banyak dan lama hancur, maka

dibutuhkan lahan yang luas untuk TPA. Tentu saja hal ini akan berdampak pada living space

dan supply depot yang semakin ketat berkompetisi5 dalam memenuhi kebutuhan manusia.

Berbicara mengenai sampah berarti bicara soal gaya hidup yang memang sengaja

direkayasa oleh pasar, sehingga budaya konsumtif begitu dilanggengkan dan dipelihara

dalam kehidupan masyarakat. Pencemaran lingkungan yang terjadi bukan semata – mata

disebabkan oleh kemiskinan atau ketidaktahuan masyarakat Indonesia. Persoalan sampah

terkait erat dengan pola konsumsi yang ada dalam masyarakat. Pola konsumsi yang

berlebihan dari sebagian masyarakat turut mendorong hal ini, terlebih masyarakat cenderung

menyukai pola kehidupan modern yang boros energi dan sumber alam.

Pola konsumsi masyarakat dibentuk oleh sebuah sistem pasar yang bernama sistem

kapitalisme, yang melakukan serangkaian rekayasa gaya hidup masyarakat sehingga begitu

menjadi sangat konsumtif, dengan sejumlah reklame-reklame iklan gaya hidup yang

dipertontonkan oleh industri yang sesungguhnya menjadi kontributor besar ditengah

timbunan sampah. Tidak bisa kemudian gaya hidup konsumtif hanya diselesaikan dengan

teknologi, terlebih belum pernah ada sejarah yang menunjukkan keberhasilan Indonesia

mengelola sampah, karena teknologi canggih yang ditawarkan bisa mengatasi persoalan

sampah juga belum terbukti.

Ironisnya, masih banyak warga kota yang belum memiliki kesadaran lingkungan dan

membuang sampah di sembarang tempat, misalnya sungai, saluran drainase atau rawa-rawa.

Akibatnya sampah akan menyumbat saluran sehingga menyebabkan banjir. Di sisi kesehatan

5 Dunlap (1993) dalam John A. Hannigan.1995. Environmental Sociology. London and New York : Routledge

4

Page 5: Teknologi & Sampah Lingkungan

tumpukan sampah tersebut akan menjadi salah satu sumber penularan penyakit seperti

disentri, kolera, pes dan lain-lain.

Sukunan dan Tanggung Jawab Pengelolaan Sampah

“Kebudayaan plastik” atau kebudayaan barang – barang sintetis adalah

kecenderungan masyarakat untuk semakin mendewakan teknologi6. Meningkatnya

kemakmuran seiring dengan industrialisasi barang – barang sintetis, polusi plastik, detergen

dan polutan – polutan lain menyebabkan kuantitas sampah meningkat dalam jumlah yang

signifikan. Bersamaan dengan itu, lingkungan hidup mulai diperlakukan sebagai tong sampah

raksasa yang mampu menampung setiap limbah yang dihasilkan industri maupun masyarakat.

Pihak produsen maupun masyarakat yang berperan besar dalam menyumbang volume

sampah di muka bumi seharusnya bertanggungjawab terhadap sampah-sampah yang mereka

miliki.

Sukunan, kampung kecil yang terletak di Sleman mempelopori pemberdayaan

masyarakat dan lingkungan dengan menggerakkan warganya untuk mengelola sampah agar

bernilai guna secara mandiri. Proyek pengolahan di Sukunan berawal dari kesadaran Iswanto

– salah satu tokoh masyarakat yang berprofesi sebagai dosen Ilmu Kesehatan Lingkungan

yang menimba ilmu pengolahan sampah di Surabaya dan kemudian menyebarkan ilmunya ke

masyarakat untuk diterapkan. Saat ini Siswanto hanya berperan selaku pemrakarsa program

karena masyarakat sudah mendapat edukasi yang memadai mengenai pengolahan sampah.

Tahun 2001 Sukunan mendapat sumbangan AUD 9,000 atau sekitar Rp60 juta dari

seorang antropolog Australia, Lea yang tertarik kepada konsep pemberdayaan masyarakat

yang sayangnya belum menyeluruh karena minimnya dana dan pengetahuan masyarakat

lokal. Sumbangan dana dipergunakan warga untuk mengelola sampah secara swakarsa,

misalnya dengan menyediakan dua drum komposter di tiap rumah. Lea juga memberi

penyuluhan kepada masyarakat bahwa pembakaran sampah akan meningkatkan jumlah CO2

di udara, sedangkan logam yang ditanam di tanah akan mempengaruhi kesuburan tanah dan

karatnya dapat meresap di air tanah.

6 George Junus Aditjondro. Korban – Korban Pembangunan : Tilikan terhadap Beberapa Kasus Perusakan Lingkungan di Tanah Air. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Februari 2003

5

Page 6: Teknologi & Sampah Lingkungan

gb. Drum komposter (alat untuk membuat kompos) yang terdapat di setiap rumah warga Sukunan

Pengelolaan sampah oleh masyarakat merupakan salah satu solusi yang cukup tepat

dalam mengatasi permasalahan sampah, terutama sampah anorganik. Paguyuban Sukunan

Bersemi telah berhasil memobilisasi warga dusun Sukunan untuk mengolah sampah menjadi

kompos dan berbagai macam kerajinan yang layak jual. Menggunakan prinsip 3R (reuse,

reduce, recycle)7, warga Sukunan mengurangi tingkat konsumsi masyarakat terhadap barang

– barang anorganik sekaligus meningkatkan fungsi barang tersebut. Pasalnya, semakin

banyak kita menggunakan material, semakin banyak pula sampah yang dihasilkan. UU

Pengelolaan Sampah Pasal 15 “Setiap produsen harus mencantumkan label atau tanda yang

berhubungan dengan pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan dan/atau

produknya, serta wajib mengelola kemasan dari barang yang diproduksinya yang tidak dapat

atau sulit terurai oleh proses alam” yang belum banyak disadari oleh produsen besar maupun

kecil menjadi dasar warga untuk mengelola sampah anorganik (plastik pembungkus, dll)

menjadi berbagai barang kerajinan, furnitur dan batako (dari styrofoam).

Setiap rumah tangga diwajibkan memilih sampah sebelum dibuang ke tempat

pembuangan sampah sementara (TPS). Dan setiap TPS harus menyediakan tempat sampah

yang berbeda untuk sampah organik dan sampah anorganik dengan warna yang berbeda pula.

Untuk sampah anorganik, berupa plastik dan kertas, dapat dijual kiloan ke pengepul atau

diolah menjadi barang kerajinan tangan. Sampah organik adalah sampah yang dapat

7 Reduce : Melakukan minimalisasi barang yang dipergunakan Reuse : Memilih barang-barang yang bisa dipakai kembali, hindari pemakaian barang yang hanya bisa sekali dipakaiRecycle : Barang-barang yang sudah tidak terpakai didaur ulang atau dijadikan barang baru yang lebih berguna

6

Page 7: Teknologi & Sampah Lingkungan

diuraikan oleh mikroba atau yang dapat membusuk (daun, sisa makanan, sayuran dll)

sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang sukar diuraikan (plastik, karet, dll).

Hingga kini, Karang Taruna mengurus pembuatan kompos, sedangkan 17 ibu rumah

tangga berperan dalam pembuatan kerajinan tangan dari plastik ber-alumunium foil yang

tidak laku jika dijual ke pengepul. Hampir seluruh sampah yang diproduksi warga Sukunan

dipergunakan ulang dan diperjualbelikan. Efeknya, tidak kurang dari 7 juta rupiah mengalir

ke kas desa tiap tahunnya dan warga dibebaskan dari retribusi sampah. Pengelolaan

organisasi pengelolaan sampah pun cukup profesional. Pembagian warga menjadi divisi

Bengkel (membuat dan memperbaiki alat), divisi Diklat (edukasi pengelolaan sampah kepada

pihak luar), dll membuat pengelolaan sampah berjalan berkesinambungan dan menghasilkan

hasil yang maksimal.

Uniknya, tidak ada konsep pengumpulan sampah door-to-door di Sukunan. Setiap

warga bertanggung jawab terhadap sampah miliknya. Mereka harus membersihkan dan

memilah sampah sesuai kategori sebelum ‘menitipkan’ sampahnya di tempat yang telah

disediakan. Konsep pengumpulan sampah seperti ini ‘memaksa’ warga untuk memiliki

kesadaran mengenai pembuangan sampah sekaligus meringankan tugas pengurus paguyuban

untuk mengumpulkan sampah sebagai bahan baku produksi.

gb. Tiga macam tempat sampah yang tersebar di wilayah Sukunan

Langkah positif lainnya, Sukunan mengadakan edukasi dan pelatihan pembuatan

kompos dan kerajinan kepada pihak luar, baik personal, instansi maupun desa dengan

harapan semua orang dapat mengelola sampahnya secara mandiri dan tepat guna.

7

Page 8: Teknologi & Sampah Lingkungan

Kesimpulan

Budaya konsumerisme semakin mengakar di dalam kehidupan masyarakat yang

mengagungkan time saving dan kemudahan hidup oleh berbagai penemuan barang-barang

berteknologi tinggi di era kebudayaan plastik, yaitu era dimana terdapat banyak barang

sehari-hari yang terbuat dari barang sintetis dan kadangkala hanya dipergunakan dalam waktu

singkat. Padahal, sampah sintetis yang dihasilkan tidak serta merta dapat diolah oleh alam

(diuraikan) atau dapat diuraikan dalam waktu lama dan merusak lingkungan. Oleh karena itu,

perlu ada suatu kesadaran untuk bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan dengan

mengatur konsumsi barang dan produsi sampah, baik secara personal maupun oleh

masyarakat.

Menggunakan prinsip 3R, warga Sukunan konsisten menerapkan gaya hidup peduli

sampah dan ramah lingkungan dengan meminimalisir sampah yang dihasilkan dan mengolah

sampah menjadi sesuatu yang bernilai guna dan dapat dimanfaatkan lagi. Pengelolaan

organisasi dan konsep yang terarah membuat pengelolaan sampah berbasis masyarakat di

Sukunan berjalan berkesinambungan dan memberikan keuntungan yang besar kepada

masyarakat, baik berupa lingkungan yang bersih maupun keuntungan ekonomi. Masyarakat

pun diberdayakan karena mereka mandiri dan berperan secara aktif dalam pengumpulan

sampah, pembuatan kompos dan kerajinan serta edukasi pengelolaan sampah.

Referensi :

Aditjondro, George Junus. 2003. Korban – Korban Pembangunan : Tilikan terhadap Beberapa Kasus Perusakan Lingkungan di Tanah Air. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Anonim. 2007. Anti Sampah Plastik. Diakses dari http://www.angelfire.com/ tanggal 26 Mei 2008

. 2005. Belajar Mengelola Sampah di Sukunan Sleman. Diakses dari http://digilib.ampl.or.id tanggal 14 Mei 2008

. 2007. Masalah Plastik. Diakses dari www.coolcitibags.com tanggal 3 Mei 2008

Ansorullah, Najmudin. 2007. Menuju Masyarakat Sadar Lingkungan. Diakses dari http://jurnalnajmu.wordpress.com tanggal 3 Mei 2008

G, Indra. Pengelolaan Sampah. Diakses dari http://1ndra.iblog.com tanggal 3 Mei 2008

Hannigan, John A. 1995. Environmental Sociology. London and New York : Routledge

8

Page 9: Teknologi & Sampah Lingkungan

Irianingsih, Emmy. 2007. Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Diakses dari www.wawasandigital.com tanggal 3 Mei 2008

Husein, Harun M. Lingkungan Hidup : Masalah, Pengelolaan dan Penegakan Hukumnya, Jakarta : PT Bumi Aksara, Mei 1993

Khalid, Khalisah. 2007. Kompleksitas Persoalan Sampah. Diakses dari www.walhi.or.id/ tanggal 3 Mei 2008

Kuswardono, Torry. 2007. Sampah dan Tanggung Jawab Produsen. Diakses dari www.walhi.or.id tanggal 3 Mei 2008

Tenawin, Deirdre. 2007. Problem Sampah. Diakses dari www.wikimu.com tanggal 7 Mei 2008

9