TBC Tutorial
-
Upload
irman-dinejad -
Category
Documents
-
view
98 -
download
1
description
Transcript of TBC Tutorial
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Penulisan kasus
Seorang Ibu masuk ke Rumah yang merupakan rujukan dari Puskesmas.
Saat dirujuk keluarga klien mengatakan nafsu makan klien berkurang, batuk-batuk
selama 3 minggu disertai pengeluaran lendir, berkeringat pada malam hari. Klien
mengatakan badan terasa lemas, malas minum air. Klien tampak lemah berbaring
di tempat tidur, terpasang IVFD Cairan RL dengan 32 tetes/menit, terpasang
kateter dengan jumlah urin 500cc, terpasang Oksigen 1-2 liter, turgor kulit jelek.
Pada Vital Sign TD : 110/60 mmHg, S : 37℃, N : 74x/menit, RR : 25x/menit.
2. Daftar kata sulit
Rujukan
Klien
Lendir
IVFD
Cairan RL
Kateter
Urin
Turgor Kulit
Vital Sign
TD = 110/60mmHg
S = 37 Celcius
N = 74x/menit
RR = 25x/menit
3. Daftar Pertanyaan
a. Konsep Medis Suspek TB ?
b. Konsep Keperawatan Suspek TB ?
c. Sebutkan kelainan primer yang bisa menyebabkan Suspek TB !
d. Bagaimana tampilan hasil pemeriksaan radiologik pada Suspek TB ?
e. Jika cairan pleura merupakan cairan eksudat, maka apa kemungkinan
penyebabnya ?
f. Jika penatalaksanaan WSD yang digunakan pada pasien maka bagaimana
peran perawat untuk bertanggung jawab atas tindakan tersebut ?
g. Apa keterkaitan Suspek TB dengan TB paru ?
h. Apa yang dimaksud dengan thoracentesis dan bagaimana prosedur
pelaksanannya ?
i. Bagaimana proses mekanisme tubuh agar cairan pleura tetap dalam batas
normal ?
j. Sebutkan hal yang dapat meningkatkan risiko dari Suspek TB !
k. Bagaimana proses sesak terjadi pada penderita Suspek TB ?
l. Mengapa pada skenario 1 penderita Suspek TB harus menggunakan
pernafasan cuping hidung ?
m.Bagaimana proses sianosis dapat terjadi pada penderita Suspek TB ?
n. Apa saja data fokus dari Skenario 1 ?
BAB II
HASIL
I. Jawaban Kata Sulit
Rujukan
Rujukan adalah suatu pelimpahan tanggung jawab timbal-balik atas
kasus atau masalah keperawatan baik vertikal ( dari 1 unit ke unit yang lebih
lengkap ) atau Horizontal ( dari 1 bagian ke bagian lain dalam 1 unit ).
Klien
Klien merupakan orang yang membeli sesuatu atau memperoleh layanan
kesehatan secara tetap.
Lendir
Lendir adalah barang cair yang pekat dan licin yang dihasilkan oleh
kelenjar ber sel satu pada selaput lendir.
IVFD
IVFD ( Intervenous Fluid Drops ) yaitu jalur masuknya cairan melalui
pembulu vena.
Cairan RL
RL ( Ringer Laktat ) merupakan cairan salusio untuk mengganti cairan tubuh.
Kateter
Peralatan bedah yang berbentuk tubular dan lentur yang dimasukkan ke
dalam rongga tubuh untuk mengeluarkan atau memasukkan cairan.
Urin
Cairan yang diekskresi oleh ginjal, disimpan dalam kandung kemih, dan
dikeluarkan melalui uretra.
Turgor Kulit
Sensasi penuh yang normal atau yang lain.
Vital Sign
Tanda-tanda penting untuk menentukan adanya gangguan dalam tubuh.
II. Jawaban Pertanyaan
1. Konsep Medis
A. Anatomi Fisiologi Sistem Respirasi
Hidung merupakan saluran pernafasan yang pertama , mempunyai dua
lubang/cavum nasi. Didalam terdapat bulu yang berguna untuk menyaring udara ,
debu dan kotoran yang masuk dalam lubang hidung . hidung dapat menghangatkan
udara pernafasan oleh mukosa (Drs. H. Syaifuddin. B . Ac , th 1997 , hal 87 )
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan
makanan , faring terdapat dibawah dasar tengkorak , dibelakang rongga hidung dan
mulut sebelah depan ruas tulang leher . faring dibagi atas tiga bagian yaitu sebelah
atas yang sejajar dengan koana yaitu nasofaring , bagian tengah dengan istimus
fausium disebut orofaring , dan dibagian bawah sekali dinamakan laringofaring .
(Drs .H.syafuddin. B.Ac 1997 hal 88)
Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20cincin),
panjang 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos
dan lapisan mukosa . trakea dipisahkan oleh karina menjadi dua bronkus yaitu
bronkus kanan dan bronkus kiri (Drs .H . Syaifuddin .B. Ac th 1997, hal 88-89)
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk bronkus utama
kanan dan kiri , bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri
cabang bronkus yang lebih kecil disebut bronkiolus yang pada ujung – ujung nya
terdapat gelembung paru atau gelembung alveoli (H.Syaifuddin B Ac th1997, hal 89-
90).
Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung – gelembung .paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan tiga
lobus dan paru-paru kiri dua lobus . Paru-paru terletak pada rongga dada yang
diantaranya menghadap ke tengah rongga dada / kavum mediastinum. Paru-paru
mendapatkan darah dari arteri bronkialis yang kaya akan darah dibandingkan dengan
darah arteri pulmonalis yang berasal dari atrium kiri.besar daya muat udara oleh paru-
paru ialah 4500 ml sampai 5000 ml udara. Hanya sebagian kecil udara ini, kira-kira
1/10 nya atau 500 ml adalah udara pasang surut . sedangkan kapasitas paru-paru
adalah volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-paru yang dalam
keadaan normal kedua paru-paru dapat menampung sebanyak kuranglebih 5 liter.
(Drs. H. Syaifuddin . B.Ac .th 1997 hal 90 , EVELYN,C, PIERCE , 1995 hal 221 )
Pernafasan ( respirasi ) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen ke dalam tubuh ( inspirasi) serta mengeluarkan udara yang
mengandung karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh ( ekspirasi ) yang terjadi
karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru .
B. Definisi Suspek TB
Suspek TBl adalah seseorang dengan gejala atatu tanda TB. TB
merupakan TB Paru (Tuberculosis) adalah penyakit menular yang langsung
disebabkan oleh kuman TB (Mycobaterium tuberculosa). Sebagian besar
kuman TBC ini menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya ( Depkes RI, 2011 ).
C. Etiologi Suspek TB
Penyakit TB Paru disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
tuberculosis). Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai
Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan
lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama
beberapa tahun.
D. Patofisiologi dari Suspek TB
Penyakit tuberculosis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
Tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien
tuberculosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut
terhirup oleh orang lain saat bernafas. Bila penderita batuk, bersin, atau
berbicara saat berhadapan dengan orang lain, basil tuberculosis tersembur
dan terhisap ke dalam paru orang sehat. Masa inkubasinya selama 3-6 bulan.
Risiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas paparan
dengan sumber infeksi dan tidak berhubungan dengan faktor genetik dan
faktor pejamu lainnya. Risiko tertinggi berkembangnya penyakit yaitu pada
anak berusia dibawah 3 tahun, risiko rendah pada masa kanak-kanak, dan
meningkat lagi pada masa remaja, dewasa muda, dan usia lanjut. Bakteri
masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan dan bisa
menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah, pembuluh limfe,
atau langsung ke organ terdekatnya.
Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya,
sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular TBC adalah 17%.hasil
studi lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat (misalnya keluarga
serumah)akan 2 kali lebih berisiko dibandingkan kontak biasa (tidak
serumah).
Seseorang penderita dengan BTA (+) yang derajat positifnya tinggi
berpotensi menularkan penyakit ini. Sebaliknya, penderita dengan BTA (-)
dianggap tidak menularkan. Angka risiko penularan infeksi TBC di Amerika
Serikat adalah sekitar 10/100.000 populasi. Di Indonesia angka ini sebesar 1-
3% yang berarti di antara 100 penduduk terdapat 1-3 warga yang akan
terinfeksi TBC. Setengah dari mereka BTA-nya akan positif (0,5%).
(Widoyono, 2008)
E. Manifestasi Klinik Suspek TB
Pada seseorang yang kemungkinan menderita TB (suspek TB), maka
tanda dan gejala yang diperlihatkan sama persis dengan seseorang yang
telah positif menderita TB, hal yang membedakannya hanya belum adanya
pemeriksaan dahak yang bisa membuktikan adanya BTA (+) dalam
dahaknya.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala
respiratorik dan gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi :
Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian
berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak
berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah
segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena
pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari
besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
Sesak nafas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas
atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothorax, anemia dan lain-lain.
Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.
Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi :
Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada
sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin
lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin
pendek.
Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan
berat badan serta malaise.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan sputum (S-P-S)
Pemeriksaan sputum penting untuk dilakukan karena dengan
pemeriksaan tersebut akan ditemukan kuman BTA. Di samping itu
pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap
pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah
sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-
kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak
batuk atau batuk yang non produktif Dalam hal ini dianjurkan satu hari
sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak + 2
liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan
memberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan
inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit,
sputum dapat diperoieh dengan cara bronkos kopi diambil dengan brushing
atau bronchial washing atau BAL (bronchn alveolar lavage). BTA dari
sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering
dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya.
Sputum yang akan diperiksa hendaknya sesegar mungkin. Bila sputum
sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman
bant dapat dkcmukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka
ke luar, sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah ke luar.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain
diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mil sputum Hasil pemeriksaan BTA (basil
tahan asam) (+) di bawah mikroskop memerlukan kurang lebih 5000
kuman/ml sputum, sedangkan untuk mendapatkan kuman (+) pada biakan
yang merupakan diagnosis pasti, dibutuhkan sekitar 50 - 100 kuman/ml
sputum. Hasil kultur memerlukan waktu tidak kurang dan 6 - 8 minggu
dengan angka sensitiviti 18-30%.
Rekomendasi WHO skala IUATLD :
- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandangan :negative
- Ditemukan 1-9 BTA : tulis jumlah kuman
- Ditemukan 10-99 BTA : 1+
- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 2+
- Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 3+
2. Pemeriksaan tuberculin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling
bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium
tuberkulosa dan sering digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas
dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari
90%.
Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif
uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun
75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat
bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang
spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai
sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji
mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan,
disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan
48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan
(indurasi) yang terjadi.
3. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya
suatu lesi sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum
pemeriksaan fisik menemukan kelainan pada paru. Bila pemeriksaan
rontgen menemukan suatu kelainan, tidak ada gambaran khusus mengenai
TB paru awal kecuali di lobus bawah dan biasanya berada di sekitar hilus.
Karakteristik kelainan ini terlihat sebagai daerah bergaris-garis opaque
yang ukurannya bervariasi dengan batas lesi yang tidak jelas. Kriteria yang
kabur dan gambar yang kurang jelas ini sering diduga sebagai pneumonia
atau suatu proses edukatif, yang akan tampak lebih jelas dengan
pemberian kontras.
Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi
hasil pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan
bakteri tuberkel terhadap obat antituberkulosis, apakah sama baiknya
dengan respons dari klien. Penyembuhan yang lengkap serinng kali terjadi
di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi pada
penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak paling menyolok pada klien
dengan penyakit akut yang relatif di mana prosesnya dianggap berasal dari
tingkat eksudatif yang besar.
4. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan
kasus TB inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-
garis fibrotik ireguler, pita parenkimal, kalsifikasi nodul dan adenopati,
perubahan kelengkungan beras bronkhovaskuler, bronkhiektasis, dan
emifesema perisikatriksial. Sebagaimana pemeriksaan Rontgen thoraks,
penentuan bahwa kelainan inaktif tidak dapat hanya berdasarkan pada
temuan CT scan pada pemeriksaan tunggal, namun selalu dihubungkan
dengan kultur sputum yang negatif dan pemeriksaan secara serial setiap
saat. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya
pembentukan kavasitas dan lebih dapat diandalkan daripada pemeriksaan
Rontgen thoraks biasa.
5. Radiologis TB Paru Milier
TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan
TB paru milier subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi
primer. TB milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara
masif/menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut yang berat dan
sering disertai akibat yang fatal sebelum penggunaan OAT. Hasil
pemeriksaan rontgen thoraks bergantung pada ukuran dan jumlah tuberkel
milier. Nodul-nodul dapat terlihat pada rontgen akibat tumpang tindih
dengan lesi parenkim sehingga cukup terlihat sebagai nodul-nodul kecil.
Pada beberapa klien, didapat bentuk berupa granul-granul halus atau
nodul-nodul yang sangat kecil yang menyebar secara difus di kedua
lapangan paru. Pada saat lesi mulai bersih, terlihat gambaran nodul-nodul
halus yang tak terhitung banyaknya dan masing-masing berupa garis-garis
tajam.
6. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit diperoleh dengan pemeriksaan
mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies
Mycobacterium antara yang satu dengan yang lainnya harus dilihat sifat
koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media, perbedaan
kepekaan terhadap OAT dan kemoterapeutik, perbedaan kepekaan
tehadap binatang percobaan, dan percobaan kepekaan kulit terhadap
berbagai jenis antigen Mycobacterium. Pemeriksaan darah yang dapat
menunjang diagnosis TB paru walaupun kurang sensitif adalah
pemeriksaan laju endap darah (LED). Adanya peningkatan LED biasanya
disebabkan peningkatan imunoglobulin terutama IgG dan IgA.
G.Penatalaksanaan Suspek TB
1. Pencegahan Tuberkulosis Paru
Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang
bergaul erat dengan penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan
meliputi tes tuberkulin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif,
maka pemeriksaan radiologis foto thorax diulang pada 6 dan 12 bulan
mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti
terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-
kelompok populasi tertentu misalnya: karyawan rumah
sakit/Puskesmas/balai pengobatan, penghuni rumah tahanan, dan siswa-
siswi pesantren.
2. Vaksinasi BCG
Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12
bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri
yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi
yang menyusu pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis
sekunder diperlukan bagi kelompok berikut: bayi di bawah lima tahun
dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko timbulnya TB milier dan
meningitis TB, anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes
tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular,
individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif
menjadi positif, penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat
imunosupresif jangka panjang, penderita diabetes mellitus.
Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit
tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di tingkat
rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya
Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonsia – PPTI).
3. Pengobatan Tuberkulosis Paru
Mekanisme kerja obat anti-tuberkulosis (OAT) :
- Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
- Aktivitas sterilisasi, terhadap the pesisters (bakteri semidormant)
- Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas
bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu
- Fase intensif (2-3 bulan) :
Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang aktif
membelah sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat
yang bersifat bakterisidal. Selama fase intensif yang biasanya terdiri
dari 4 obat, terjadi pengurangan jumlah kuman disertai perbaikan
klinis. Pasien yang infeksi menjadi noninfeksi dalam waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien dengan sputum BTA positif akan menjadi
negatif dalam waktu 2 bulan. Menurut The Joint Tuberculosis
Committee of the British Thoracic Society, fase awal diberikan selama
2 bulan yaitu INH 5 mg/kgBB, Rifampisin 10 mg/kgBB, Pirazinamid 35
mg/kgBB dan Etambutol 15 mg/kgBB.
- Fase lanjutan (4-7 bulan).
Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam
waktu yang lebih panjang. Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2
obat selama fase lanjutan akan mengurangi resiko terjadinya resistensi
selektif. Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British
Thoracic Society fase lanjutan selama 4 bulan dengan INH dan
Rifampisin untuk tuberkulosis paru dan ekstra paru. Etambutol dapat
diberikan pada pasien dengan resistensi terhadap INH.
Pada pasien yang pernah diobati ada resiko terjadinya
resistensi. Paduan pengobatan ulang terdiri dari 5 obat untuk fase awal
dan 3 obat untuk fase lanjutan. Selama fase awal sekurang-kurangnya
2 di antara obat yang diberikan haruslah yang masih efektif.
Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan
rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid,
Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI, 2004).
Untuk program nasional pemberantasan TB paru, WHO
menganjurkan panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori
didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk
itu, penderita dibagi dalam empat kategori sebagai berikut:
- Kategori I (2HRZE/4H3R3)
Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan
penderita dengan keadaan yang berat seperti meningitis, TB milier,
perikarditis, peritonitis, pleuritis massif atau bilateral, spondiolitis
dengan gangguan neurologis, dan penderita dengan sputum negatif
tetapi kelainan parunya luas, TB usus, TB saluran perkemihan, dan
sebagainya. Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid,
dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya
minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu ( tahap
lanjutan ).
- Kategori II ( HRZE/5H3R3E3 )
Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum
tetap positif. Diberikan kepada :
Penderita kambuh
Penderita gagal terapi
Penderita dengan pengobatan setelah lalai minun obat
- Kategori III ( 2HRZ/4H3R3 )
Kategori III adalah kasus sputum negatif tetapi kelainan parunya
tidak luas dan kasus TB di luar paru selain yang disebut dalam kategori
I.
- Kategori IV
Kategori IV adalah tuberkulosis kronis. Prioritas pengobatan
rendah karena kemungkinan keberhasilan rendah sekali.
4. Obat-obatan anti tuberkulostatik
- Isoniazid (INH)
Merupakan obat yang cukup efektif dan berharga murah.
Seperti rifampisin, INH harus diikutsertakan dalam setiap regimen
pengobatan, kecuali bila ada kontra-indikasi. Efek samping yang sering
terjadi adalah neropati perifer yang biasanya terjadi bila ada faktor-
faktor yang mempermudah seperti diabetes, alkoholisme, gagal ginjal
kronik dan malnutrisi dan HIV. Dalam keadaan ini perlu diberikan
peridoksin 10 mg/hari sebagai profilaksis sejak awal pengobatan. Efek
samping lain seperti hepatitis dan psikosis sangat jarang terjadi.
- Rifampisin
Merupakan komponen kunci dalam setiap regimen pengobatan.
Sebagaimana halnya INH, rifampisin juga harus selalu diikutkan
kecuali bila ada kontra indikasi. Pada dua bulan pertama pengobatan
dengan rifampisin, sering terjadi gangguan sementara pada fungsi hati
(peningkatan transaminase serum), tetapi biasanya tidak memerlukan
penghentian pengobatan. Kadang-kadang terjadi gangguan fungsi hati
yang serius yang mengharuskan penggantian obat terutama pada
pasien dengan riwayat penyakit hati. Rifampisin menginduksi enzim-
enzim hati sehingga mempercepat metabolisme obat lain seperti
estrogen, kortikosteroid, fenitoin, sulfonilurea, dan anti-koagulan.
Penting : efektivitas kontrasepsi oral akan berkurang sehingga perlu
dipilih cara KB yang lain.
- Pyrazinamid
Bersifat bakterisid dan hanya aktif terhadap kuman intrasel yang
aktif memlah dan mycrobacterium tuberculosis. Efek terapinya nyata
pada dua atau tiga bulan pertama saja. Obat ini sangat bermanfaat
untuk meningitis TB karena penetrasinya ke dalam cairan otak. Tidak
aktif terhadap Mycrobacterium bovis. Toksifitas hati yang serius
kadang-kadang terjadi.
- Etambutol
Digunakan dalam regimen pengobatan bila diduga ada
resistensi. Jika resiko resistensi rendah, obat ini dapat ditinggalkan.
Untuk pengobatan yang tidak diawasi, etambutol diberikan dengan
dosis 25 mg/kg/hari pada fase awal dan 15 mg/kg/hari pada fase
lanjutan (atau 15 mg/kg/hari selama pengobatan). Pada pengobatan
intermiten di bawah pengawasan, etambutol diberikan dalam dosis 30
mg/kg 3 kali seminggu atau 45 mg/kg 2 kali seminggu. Efek samping
etambutol yang sering terjadi adalah gangguan penglihatan dengan
penurunan visual, buta warna dan penyempitan lapangan pandang.
Efek toksik ini lebih sering bila dosis berlebihan atau bila ada
gangguan fungsi ginjal. Gangguan awal penglihatan bersifat subjektif;
bila hal ini terjadi maka etambutol harus segera dihentikan. Bila segera
dihentikan, biasanya fungsi penglihatan akan pulih. Pasien yang tidak
bisa mengerti perubahan ini sebaiknya tidak diberi etambutol tetapi
obat alternative lainnya. Pemberian pada anak-anak harus dihindari
sampai usia 6 tahun atau lebih, yaitu disaat mereka bisa melaporkan
gangguan penglihatan. Pemeriksaan fungsi mata harus dilakukan
sebelum pengobatan.
- Streptomisin
Saat ini semakin jarang digunakan, kecuali untuk kasus
resistensi. Obat ini diberikan 15 mg/kg, maksimal 1 gram perhari. Untuk
berat badan kurang dari 50 kg atau usia lebih dari 40 tahun, diberikan
500-700 mg/hari. Untuk pengobatan intermiten yang diawasi,
streptomisin diberikan 1 g tiga kali seminggu dan diturunkan menjadi
750 ng tiga kali seminggu bila berat badan kurang dari 50 kg. Untuk
anak diberikan dosis 15-20 mg/kg/hari atau 15-20 mg/kg tiga kali
seminggu untuk pengobatan yang diawasi. Kadar obat dalam plasma
harus diukur terutama untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
Efek samping akan meningkat setelah dosis kumulatif 100 g, yang
hanya boleh dilampaui dalam keadaan yang sangat khusus. Obat-obat
sekunder diberikan untuk TBC yang disebabkan oleh kuman yang
resisten atau bila obat primer menimbulkan efek samping yang tidak
bisa ditoleransi. Termasuk obat sekunder adalah kapreomisin,
sikloserin, makrolid generasi baru (azitromisin dan klaritromisin), 4-
kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin) dan protionamid.
5. Pengobatan lainnya untuk Suspek TB malignan termasuk radiasi dinding
dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.
H. Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan
komplikasi lanjut :
Komplikasi dini :
1) Pleuritis
2) Efusi Pleura
3) Empiema
4) Laringitis
Komplikasi lanjut :
1) Obstruksi jalan napas : SOPT (Sindrom Obstruksi
Pasca Tuberculosis)
2) Kerusakan parenkim berat : SOPT/Fibrosis paru, kor pulmonal
3) Amiloidosis
4) Karsinoma paru
5) Sindrom gagal napas dewasa (ARDS).
2. Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan yang
sistematik dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2008:
29).
1) Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa
yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
2) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan Suspek TB didapatkan keluhan dengan keluhan batuk yang lebih dari 3 minggu disertai peningkatan suhu tubuh, penurunan nafsu makan dan kelemahan tubuh.
3) Riwayat Kesehatan
Riwayat Penyakit Sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan
penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk,
nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan
meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh
penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara
lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
Riwayat Penyakit Keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang
menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya
Pemeriksaan Fisik (Pola Gordon)
Resepsi Kesehatan dan Manajemen Kesehatan
Pandangan pasien tentang penyakitnya dan cara yang
dilakukan pasien menangani penyakitnya.
Aktifitas dan latihan
Biasanya pasien mengalami penurunan aktifitas berhubungan
dengan kelemahan tubuh yang dialami.
Istirahat dan tidur
Istirahat dan tidur sering mengalami gangguan karena batuk
yang dialami pada malam hari.
Nutrisi metabolic
Kemampuan pasien dalam mengkonsumsi makanan
dmengalami penurunan akibat nafsu makan yang kurang / malaise.
Eliminasi
Pasien dengan TB Paru jarang ditemui mengalami gangguan
eliminasi BAB dan BAK.
Kognitif Perseptual
Daya ingat pasien TB Paru kebanyakan dijumpai tidak
mengalami gangguan.
Konsep Diri
Perasaan menerima dari pasien dengan keadaannya,
kebanyakan pasien tidak mengalami gangguan konsep diri.
Pola Koping
Mekanisme pertahanan diri yang biasa digunakan oleh pasien
adalah dengan meminta pertolongan orang lain.
Pola seksual reproduksi
Kemampuan pasien untuk melaksanakan peran sesuai dengan
jenis kemalin. Kebanyakan pasien tidak melakukan hubungan seksual
karena kelemahan tubuh.
Pola peran Hubungan
Perubahan pola peran hubungan dalam tanggung jawab atau
perubahan kapasitas fisik untuk melakukan peran.
Nilai dan kepercayaan
Agama yang dianut oleh pasien dan ketaatan pasien dalam
melaksanakan ajaran agama biasanya pasien tidak mengalami
gangguan dalam sisitem nilai dan kepercayaan.
B. Diagnosa dan Intervensi
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil(NOC)
INTERVENSI(NIC)
1 Gangguan Pertukaran Gasb/d perubahan membran kapiler alveolarBatasan Karakteristik : Dispnea Sakit kepala saat
bangun Gangguan
penglihatan Sianosis Hipoksia Hipoksemia Napas cuping
hidung
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. gangguan pertukaran gas pasien teratasi dengan kriteria hasil : Mendemonstrasikan
peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
Observasi sianosis khususnya membran mukosa
Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2, Suction, Inhalasi)
2 Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d adanya obstruksi jalan nafasBatasan Karakteristik : Dispneu Penurunan suara
nafas Cyanosis Produksi sputum Batuk, tidak efektif
atau tidak ada
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…….pasien menunjukkan keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan kriteria hasil : Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang penyebab
Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan sekret
Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan tindakan dan tujuan penggunaan alat
tambahan (O2, Suction, Inhalasi)
3 Ketidakefektifan pola napas b/d kelelahan otot pernafasanBatasan karakteristik : Dyspnea Penurunan tekanan
inspirasi/ekspirasi Penurunan
pertukaran udara per menit
Menggunakan otot pernafasan tambahan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama......pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil : Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dg mudah, tidakada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Monitor respirasi dan status O2
Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Monitor vital sign Informasikan pada
pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.
4 Intoleran Aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigenBatasan Karakteristik
:
Melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau kelemahan
Adanya dyspneu atau
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan kriteria hasil : Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara
Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
ketidaknyamanan saat beraktivitas
Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktifitas
mandiri Keseimbangan
aktivitas dan istirahat
Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran terapi yang tepat
Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
5 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis, psikologis atau ekonomiBatasan Karakteristik : Nyeri abdomen Muntah Kurang nafsu
makan Konjungtiva pucat
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama….
Ketidakseimbangan nutrisi
pasien teratasi dengan
kriteria hasil :
Klien dapat memperlihatkan status gizi yang baik
Klien dapat menoleransi diet yang dianjurkan
Klien dapat menunjukkan nilai laboratorium (mis., transferin, albumin, dan elektrolit) dalam batas normal
Klien dapat mempertahankan massa tubuh dan
Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah
Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya
Tawarkan makanan porsi besar di siang hari ketika nafsu makan pasien tinggi
Berikan pasien minuman dan kudapan bergizi, tinggi protein, tinggi kalori yang siap dikonsumsi, bila
berat badan dalam batas normal
memungkinkanTimbang pasien pada
interval yang tepat
6 Risiko Infeksi
Faktor Risiko :
Kerusakan
integritas kulit
(pemasangan
kateter, intravena,
prosedur invasif)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ......, diharapkan risiko infeksi klien dapat teratasi, dengan kriteria hasil :Klien bebas dari
tanda dan gejala infeksi.
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.
Jumlah leukosit dalam batas normal.
Menunjukkan perilaku hidup sehat
Pantau tanda dan gejala infeksi sitemik dan lokal
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
Ajarkan cara menghindari infeksi
Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
7 Nyeri b/d proses tindakan drainaseBatasan Karakteristik : Hambatan
kemampuan meneruskan aktivitas sebelumnya
Anoreksia Keluhan Nyeri Sikap melindungi
area nyeri Gelisah Fokus pada diri
sendiri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….., diharapkan nyeri klien dapat teratasi, dengan kriteria hasil :Melaporkan nyeri
dapat dikendalikanDurasi dari episode
nyeri klien berkurangMemperlihatkan
teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan
Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor presipitasinya
Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yang tidak mampu berkomunikasi efektif
Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan antisipasi ketidak nyamanan akibat prosedur
Gunakan tindakan pengendalian nyeri
sebelum nyeri menjadi lebih berat
Lakukan perubahan posisi, masase punggung, dan relaksasi
Kendalikan faktor lingkungan yang dapat memengaruhi respons pasien terhadap ketidaknyamanan (misalnya suhu ruangan, pencahayaan, dan kegaduhan)
Tingkatkan istirahat dan tidur yang adekuat untuk memfasilitasi peredaan nyeri
Pastikan pemberian analgesik terapi atau strategi nonfarmakologi sebelum melakukan prosedur yang menimbulkan nyeri
8 Kerusakan Integritas
Kulit b/d faktor mekanik (alat yang dapat menimbulkan luka, tekanan, restraint)Batasan Karakteristik : Kerusakan lapisa
kulit (dermis) Gangguan
permukaan kulit (epidermis)
Invasi struktur tubuh
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan kriteria hasil : Integritas kulit yang
baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)
Tidak ada luka/lesi pada kulit
Perfusi jaringan baik Menunjukkan
pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
Hindari kerutan pada tempat tidur
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
Monitor kulit akan adanya kemerahan
Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
berulang Mampu melindungi
kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka
Monitor status nutrisi pasien
Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan
Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
3. Apakah penderita penyakit paru-paru (TB Paru) yang mengonsumsi obat
secara teratur juga berisiko menularkan penyakitnya ke orang lain ?
Penularannya melalui apa saja ? Lalu adakah efek samping dari
meminum obat selama 6 bulan berturut-turut ?
Penularan dari kuman TB pada mayoritas kasus disebabkan oleh
infeksi dari mycobacterium tuberculosis. Yang perlu diketahui bahwa
penggandaan kuman TB ini sangatlah lambat dibandingkan dengan infeksi
bakterial lainnya. Dan karena bakteria ini aerobik atau membutuhkan udara
untuk bisa bertahan hidup, maka akan berlipat ganda lebih banyak pada
jaringan paru, terutama pada bagian puncak paru di mana konsentrasi
oksigen terdapat lebih banyak dibanding dengan organ lainnya.
Penularan TB ini memang melalui perantara manusia dan penularan
utamanya melalui udara. Tentunya, sumber utama penularan adalah bakteri
yang berasal dari pasien yang sedang sakit TB paru atau TB laring yang tidak
sengaja sedang batuk. Saat pasien batuk, berbicara, ataupun bersin, maka
akan keluar setitik cairan yang bisa menginfeksi orang lainnya.
Tetesan cairan yang keluar dapat bertahan hidup di udara selama
beberapa jam dan akibatnya penularan bisa terjadi saat udara yang
mengandung bakteri tersebut terhirup oleh kita. Kadar dari risiko tingginya
penularan sangat berkaitan dengan pemeriksaan dahak yang positif ataupun
negatif. Pasien yang pemeriksaan dahaknya positif tentunya sangat berisiko
tinggi menularkan pada orang lain. Sedangkan yang hasil pemeriksaannya
negatif dan juga biakan negatif biasanya tidak menularkan.
Faktor risiko yang dapat menyebabkan timbulnya TB aktif bisa
bergantung pada ketahanan tubuh seseorang di mana yang berisiko lebih
tinggi adalah mereka yang imunitas kurang seperti anak-anak, orang berusia
lanjut, penderita HIV-AIDS, diabetes, keganasan, malnutrisi, kehamilan,
pengguna steroid lama, perokok, alkohol dan imunosupresan. Faktor lainnya
bisa disebabkan karena banyaknya jumlah bakteri, sering kontak dengan
sumber yang infeksius, lamanya terpapar, dan status bakteri si sumber
penularan.
Terapi pengobatan yang dijalankan dengan baik dan efektif dapat
mengurangi risiko penularan pada orang lain setelah melakukan terapi
selama kurang dari satu bulan, dalam hal ini sekitar 2 - 3 minggu. Hal ini pun
berlaku untuk pasien dengan pemeriksaan dahak yang positif kuman TB,
tentunya jangan lupa untuk evaluasi berkala.
Efek samping pada pasien yang mengonsumsi obat harus diperhatikan
apalagi untuk penggunaan yang sangat lama sampai 6 bulan. Banyak studi
menyebutkan efek obat ini bila dikonsumsi terus menerus sangatlah
bervariasi. Efek tersebut mulai dari perubahan kulit menjadi kuning karena
fungsi hati terganggu, terganggunya fungsi ginjal, rasa kesemutan, baal, nyeri
sendi, gangguan penglihatan yang umumnya pulih saat pemakaian obat
dihentikan.
4. Apakah penderita TB bisa sembuh ?
Pengobatan TB paru memerlukan panduan antituberkulosis untuk
memperoleh hasil terapi yang baik dan mencegah/memperkecil kemungkinan
timbulnya resistensi. Selama pengobatan dilakukan dengan rutin dan sedini
mungkin, maka kemungkinan sembuh bagi pasien TB dapat diperoleh.
5. Apakah setiap orang yang batuk darah berarti mengalami TBC ?
Belum tentu, karena batuk berdarah dapat disebabkan oleh berbagai
macam sebab, bisa karena penyakit paru-paru lainnya, karena adanya
perdarahan di daerah hidung bagian belakang yang tertelan dan pada saat
batuk keluar dari mulut atau karena anak batuk terlalu keras sehingga
menyebabkan lukanya saluran nafas sehingga mengeluarkan darah.
6. TB menular melalui apa saja dan berapa lama gejala akan timbul setelah
orang terpapar kuman TB ?
Pada umumnya adalah melalui percikan dahak penderita yang keluar
saat batuk (beberapa ahli mengatakan bahwa air ludah juga bisa menjadi
media perantara), bisa juga melalui debu, alat makan/minum yang
mengandung kuman TBC. Kuman yang masuk dalam tubuh akan
berkembangbiak, lamanya dari terkumpulnya kuman sampai timbulnya gejala
penyakit dapat berbulan-bulan sampai tahunan.
7. Mengapa merokok dapat menyebabkan TB ?
Merokok dapat menurunkan daya tahan dari paru-paru, sehingga relatif
akan mempermudah terkena TB.
8. Apakah penyakit TB diwariskan secara genetik ?
Penyakit TB tidak diwariskan secara genetik, karena penyakit TBC
bukanlah penyakit turunan. Hanya karena penularannya adalah melalui
percikan dahak yang mengandung kuman TBC, maka orang yang hidup dekat
dengan penderita TBC dapat tertular.
9. Mengapa pengobatan TB memerlukan waktu yang lama ?
Karena bakteri TBC dapat hidup berbulan-bulan walaupun sudah
terkena antibiotika (bakteri TBC memiliki daya tahan yang kuat), sehingga
pengobatan TBC memerlukan waktu antara 6 sampai 9 bulan. Walaupun
gejala penyakit TBC sudah hilang, pengobatan tetap harus dilakukan sampai
tuntas, karena bakteri TBC sebenarnya masih berada dalam keadaan aktif
dan siap membentuk resistensi terhadap obat. Kombinasi beberapa obat TBC
diperlukan karena untuk menghadapi kuman TBC yang berada dalam
berbagai stadium dan fase pertumbuhan yang cepat.
10. Apakah orang yang telah sembuk dari TB dapat terjangkit kembali ?
Iya, karena setelah sembuh dari penyakit TBC tidak ada kekebalan
seumur hidup. Jadi bila telah sembuh dari penyakit TBC kemudian tertular
kembali oleh kuman TBC, maka orang tersebut dapat terjangkit kembali.
11. Apakah flek kecil pada paru balita sudah dapat dikatakan TB ?
Flek kecil di paru-paru balita pada umumnya memang disebabkan oleh
TBC. Oleh karena itu perlu diteliti apakah ada gejala-gejala klinis penyakit
TBC atau tidak. Bila tidak ada berarti pernah tertular penyakit TBC tapi karena
daya tahan tubuhnya tinggi sehingga tidak bergejala. Atau saat ini anak
tersebut sudah sembuh dari penyakit TBC dan hanya meninggalkan
bekasnya saja di paru-paru.
12. Bagaimana efek terhadap janin bila Ibu hamil menderita TB ?
Biasanya keadaan gizi penderita TB kurang baik, sehingga hal ini
dapat mempengaruhi perkembangan bagi janin dalam kandungan. Ibu hamil
tetap harus diberikan terapi dengan obat TB dengan dosis efektif terendah.
Obat TB yang diminum oleh ibu dapat melewati plasenta dan masuk ke janin
dan berdasarkan beberapa kepustakaan disebutkan tidak memberikan efek
yang terlampau berbahaya, akan tetapi pemantauan ketat pada
perkembangan janin harus tetap dilakukan. Setelah bayi dilahirkan dapat
dipisahkan terlebih dahulu dari ibu selama TB masih aktif.
13. Bagaimana pola hidup yang baik agar bisa terhindar dari kuman TB ?
Pola hidup sehat adalah kuncinya, karena kita tidak tahu kapan kita
bisa terpapar dengan kuman TBC. Dengan pola hidup sehat maka daya
tahan tubuh kita diharapkan cukup untuk memberikan perlindungan, sehingga
walaupun kita terpapar dengan kuman TBC tidak akan timbul gejala.
BAB III
Peradangan Pleura
Permeabel membran kapiler
Ekspansi Paru
Cairan masuk rongga pleura
Menginfeksi paru-paru
Eksudat
Sesak nafas
Ketidakefektifan Pola Napas Anoreksia
Penumpukan cairan pada rongga pleura
drainase
Penekanan pd abdomen
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dr kebutuhan tubuh
Insufisiensi oksigenasi
Risiko Infeksi
Nyeri
Gangguan metabolisme O2
Intoleran Aktivitas
Energi berkurang
Akumulasi cairan pada alveoli
Gangguan Pertukaran Gas
Akumulasi sekret
Ketidakefektifan Bersihan jalan napas