TB dengan DM pr
-
Upload
mella-zastia-putri -
Category
Documents
-
view
27 -
download
0
description
Transcript of TB dengan DM pr
Mengapa Pasien Diabetes Melitus beresiko tinggi
terinfeksi TB paru ?Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu
faktor risiko tersering pada pasien tuberkulosis (TB) paru. Saat ini, prevalensi terjadinya TB paru meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi pasien DM. Patofisiologi yang terjadi pada pasien DM turut mempengaruhi patogenesis terjadinya TB paru di mana pada pasien DM terjadi defek pada fungsi sel-sel imun.
Penekanan respon imun pada DM infeksi M. tb TB ( risiko TB 2-3 x lipat)
DM menyebabkan kerusakan pada fungsi imun dan fisiologis paru meningkatkan risiko infeksi maupun reaktifasi TB, memperpanjang konversi sputum, meningkatkan risiko gagal pengobatan
TB intoleransi glukosa dan memperburuk kontrol glikemik pasien DM
DM dapat meningkatkan frekuensi maupun tingkat keparahan suatu infeksi. Hal tersebut disebabkan oleh adanya abnormalitas dalam imunitas yang diperantarai oleh sel dan fungsi fagosit berkaitan dengan hiperglikemia, termasuk berkurangnya vaskularisasi.
Gangguan fungsi imun pada diabetes mellitus
DM penurunan sistem imun seluler penurunan limfosit T dan netrofil + penurunan produksi TNF α, IL-1β serta IL-6
Gangguan fungsi makrofag ROS, kemotaksis dan fagositik menurun
Infeksi oleh basil tuberkel gangguan pada sitokin, makrofag-monosit dan populasi sel T CD4/CD8
Glikosilasi non enzimatik gangguan fungsi mukosilier dan neuropati otonom abnormalitas tonus basal jalan napas
reaktifitas bronkus dan bronkodilatasi
Tabel 1. Gangguan fungsi imun dan fisiologi paru penderita DM
Koziel H, Koziel MJ. Pulmonary complication of diabetes mellitus. Infect Dis Clin North Am.1995;9:65-96
Kelainan fungsi imunologi paru pada DM
Disfungsi fisiologis paru pada DM
Gangguan kemotaksis, perlengketan, fagositosis dan mikrobisida polimorfonuklear
Reaktifitas bronkial berkurang
Penurunan monosit perifer dengan gangguan fagositosis
Penurunan elastic recoil dan volume paru
Buruknya fungsi transformasi sel blast menjadi limfosit
Penurunan kapasitas difusi
Cacat fungsi opsonisasi C3. Sumbatan mukus pada saluran napas
Penurunan respons ventilasi terhadap hipoksemia
Prinsip pengobatan TB pada DM
Prinsip pengobatan DM pada TB atau non TB tidak berbeda, tetapi harus diperhatikan adanya efek samping dan interaksi antara antituberkulosis dan obat oral untuk DM. Pengontrolan gula darah yang baik merupakan hal terpenting dan utama yang harus diperhatikan demi keberhasilan pengobatan TB paru pada pasien DM.
Prinsip pengobatan TB-DM1. Pengobatan tepat
2. DM dg kontrol glikemik buruk dirawat
3. Insulin kontrol gula darah
4. OHO DM ringan
5. Keseimbangan glikemik keberhasilan terapi OAT (target GDP <120 mg% dan HbA1c <7%)
6. Monitoring ESO
7. Durasi OAT kontrol diabetes dan respon pasien
8. Penanganan komorbid, dan malnutrisi
Pengobatan TB pada DMPrinsip pengobatan TB paru pada pasien DM serupa
dengan yang bukan pasien DM, dengan syarat kadar gula darah terkontrol.
Prinsip pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT) dibagi menjadi dua fase
fase intensif : 2-3 bulan fase lanjutan : 4-6 bulan.
hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan pengobatan TB paru pada pasien DM, salah satunya adalah kontrol kadar gula darah dan efek samping OAT. Obat lini pertama yang biasa digunakan isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambutol ,dan streptomicin.
isoniazidDosis harian isoniazid 4-6 mg/kg berat badan (BB)/ hari
dengan dosis maksimal 300 mg. Efek samping ringan :
gejala-gejala pada saraf tepi, Kesemutan, rasa terbakar di kaki nyeri otot. Keadaan ini terkait dengan terjadinya defisiensi piridoxin (Vit B6) sehingga dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 10 mg/ hari atau dengan vitamin B kompleks. Kelainan akibat defisiensi piridoksin dapat berupa sindrom pellagra.
Efek samping berat : Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, OAT yang bersifat
hepatotoksik (isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid) dihentikan dan pengobatan TB dilanjutkan sesuai pedoman pengobatan TB pada keadaan khusus.
Rifampisindosis harian 8-12 mg/kg BB/hari dan dosis maksimal 600 mg.Efek samping ringan :
sindrom flu (misalnya demam, menggigil, nyeri tulang), sindrom perut (sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah,
diare), sindrom kulit (gatal-gatal).
Efek samping berat : hepatitis imbas obat sesak nafas, bila terjadi salah satu gejala sepeti purpura, anemia hemolitik,
syok, gagal ginjal, maka pengobatan dengan rifampisin harus segera dihentikan dan tidak diberikan lagi walaupun gejala telah menghilang. Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada urin, keringat, air mata, air liur. Hal itu terjadi karena metabolit obat dan hal ini tidak berbahaya.
Keadaan yang perlu diperhatikan ialah pemberian rifampisin pada pasien DM yang menggunakan obat oral antidiabetes sulfonilurea karena dapat mengu- rangi efektivitas obat tersebut dengan cara meningkatkan metabolisme sulfonilurea.
Sehingga pada pasien DM, pemberian sulfonilurea harus dengan dosis yang ditingkatkan.
Pirazinamidpirazinamid sebagai antituberkulosis dapat
diberikan dengan dosis harian: 20-30 mg/kg BB/hari.
Efek samping utama : hepatitis imbas obat.arthritis gout dapat terjadi dikarenakan
penimbunan asam urat. Bila hal ini terjadi maka perlu dimonitor karena bila kadar asam urat terlalu tinggi mungkin obat perlu diganti. Dapat juga terjadi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
Etambutoldosis harian 15-20 mg/kg BB/hari. Efek samping :
gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, serta buta warna hijau dan merah. Gangguan penglihatan akan kembali normal beberapa minggu setelah obat dihentikan.
Penggunaan etambutol pada pasien DM harus hati-hati karena efek sampingnya terhadap mata, padahal pasien DM sering mengalami komplikasi penyakit berupa kelainan pada mata.
Streptomisin dosis harian 15-18 mg/kg BB/hari dan dengan dosis
maksimal: 1000 mg.Efek samping :
kerusakan nervus VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Gejalanya : telinga mendenging, vertigo, dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 25 mg dari dosis total yang diberikan.
Jika pengobatan streptomisin diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan akan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).
demam, sakit kepala, muntah, eritema pada kulit, dan kesemutan sekitar mulut.
Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak saraf pendengaran janin.
Obat-obat ini dapat diberikan dalam bentuk terpisah ataupun dalam bentuk kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination/FDC), kecuali streptomisin.
Jenis kombinasi dan lama pengobatan TB paru tergantung dari kasus TB paru yang diderita pasien dan disesuaikan dengan kategori pengobatan TB.
Pada pasien TB dengan DM, konsentrasi plasma maksimal rifampisin di atas target (8 mg/L) hanya ditemukan pada 6% pasien, sedangkan pada yang bukan DM ditemukan pada 47% pasien.
Hal ini mungkin dapat menjelaskan respon pengobatan yang lebih rendah pada pasien TB dengan DM.
Untuk mengontrol kadar gula darah dilakukan pengobatan sesuai standar pengobatan DM yang dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani selama beberapa waktu.
Bila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat oral anti diabetes dan atau dengan suntikan insulin. Namun dalam pemberian obat oral anti diabetes pada kasus ini harus diperhatikan adanya interaksi dengan obat anti tuberkulosis.