TAYANGAN ‘COURTESY OF YOUTUBE’ : MENDULANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368959-MK-Putri...

26
UNIVERSITAS INDONESIA TAYANGAN ‘COURTESY OF YOUTUBE’ : MENDULANG KEUNTUNGAN BESAR DENGAN MENGABAIKAN COPYRIGHT DAN VALIDITAS INFORMASI (STUDI KASUS PADA PROGRAM ON THE SPOT TRANS 7) MAKALAH NON SEMINAR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial PUTRI ARIANI (1006665012) FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI HUBUNGAN MASYARAKAT DEPOK JANUARI 2014 Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

Transcript of TAYANGAN ‘COURTESY OF YOUTUBE’ : MENDULANG …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368959-MK-Putri...

UNIVERSITAS INDONESIA

TAYANGAN ‘COURTESY OF YOUTUBE’ : MENDULANG

KEUNTUNGAN BESAR DENGAN MENGABAIKAN COPYRIGHT DAN

VALIDITAS INFORMASI

(STUDI KASUS PADA PROGRAM ON THE SPOT TRANS 7)

MAKALAH NON SEMINAR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial

PUTRI ARIANI

(1006665012)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

HUBUNGAN MASYARAKAT

DEPOK

JANUARI 2014

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

1

Tayangan ‘Courtesy of YouTube’ : Mendulang Keuntungan Besar dengan

Mengabaikan Copyright dan Validitas Informasi

(Studi Kasus pada Program On The Spot Trans 7)

Putri Ariani

Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia

E-mail : [email protected]

Abstrak

Beberapa tahun belakangan, program yang menggunakan video YouTube sebagai sumber utama produksi siaran

marak bermunculan di layar kaca televisi Indonesia. Membuat program dengan video YouTube sangatlah mudah

dan murah dibanding dengan memproduksi sendiri suatu tayangan. Dengan bermodalkan waktu dan biaya yang

sedikit, program sejenis ini dapat mendulang keuntungan yang sangat besar. Pionir dari program ‘Courtesy of

YouTube’ ini adalah On The Spot yang ditayangkan oleh Trans 7 sejak tahun 2010. Meskipun program On The

Spot meraih kesuksesan, terdapat beberapa masalah yang menghadangnya, yaitu masalah copyright dan validitas

informasi. Penelitian ini bermaksud untuk menganalisa acara On The Spot dilihat dari peraturan YouTube,

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan opini masyarakat dari tahap produksi, konsumsi sampai distribusi. Pada

akhirnya, On The Spot menjadi kontroversi dan terbukti melanggar peraturan yang ditetapkan oleh YouTube dan

KPI.

‘Courtesy of Youtube’ Program : Gaining Big Profit without Considering The

Copyright and Information’s Validity ( A study of ‘On The Spot’ Program on Trans 7)

Abstract

In recent years, programs that use YouTube’s videos as the main source of its production are widely spread in

Indonesia’s television industry. Creating a program with YouTube’s video is very simple and inexpensive,

compared with producing the original one. It only takes a little time and low cost to gain a very satisfying

revenue. The pioneer is ‘On The Spot’, which has been broadcasted by Trans 7 since 2010. Despite its success,

there are some serious problems with this program, involving copyright and information’s validity issue. This

research is made to analyze the ‘On The Spot’ program from the perspective of YouTube’s term of service,

Komisi Penyiaran Indonesia’s (KPI) regulation and public opinion, from production to consumption and

distribution level. In the end, ‘On The Spot’ has become a controversy and has been caught violating the rules

that has been established by YouTube and KPI.

Keywords : Youtube; television ; copyright; information’s validity; On The Spot

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

2

Pendahuluan

Tulisan ini ingin mengulas pelanggaran yang ada dalam program On The Spot, dilihat

dari perspektif ketentuan YouTube, regulasi KPI dan opini masyarakat dalam hal copyright

dan validitas informasi.

Dalam kehidupan sehari-hari tampaknya seseorang tidak bisa terlepas dari televisi.

Salah satu alat elektronik yang sekarang sudah seperti kebutuhan primer bagi manusia.

Televisi adalah sebuah media massa yang paling banyak dikonsumsi oleh manusia di seluruh

dunia. Jangkauannya yang luas senantiasa menerpa setiap orang dengan segala kontennya

yang beragam. Dibanding media massa lain, televisi dianggap yang paling menarik karena

sifatnya yang menampilkan informasi dalam bentuk audio visual. Berdasarkan hasil survei

terbaru Nielsen tentang konsumen dan media, televisi bahkan menempati peringkat teratas

dalam konsumsi media yang dilakukan masyarakat Indonesia. Tingkat konsumsi televisi pada

2010 mencapai 95% atau naik 3% dibanding lima tahun lalu. Ini merupakan angka terbesar

dibanding media lain seperti radio, internet, koran,dan lainnya.

Menurut Jay Black dan Frederick C. Whitney (1998), televisi sebagai media

komunikasi massa mempunyai 4 fungsi, yaitu untuk memberikan informasi (to inform), untuk

memberikan hiburan (to entertain), untuk mempersuasi (to persuade) dan sebagai sarana

transmisi budaya (transmission culture). Meskipun begitu, pada dasarnya, televisi tetaplah

sebuah industri yang mempunyai fungsi ekonomi. Layaknya sebuah industri, televisi adalah

sebuah bisnis yang sangat profit-oriented. Pada teorinya, televisi memang mempunyai empat

fungsi diatas tetapi nilainya kadang tergerus oleh adanya pertimbangan untung-rugi di

perusahaan-perusahaan televisi.

Dengan kian beragamnya kategori televisi ditambah dengan maraknya kehadiran para

pemain baru di industri ini mengakibatkan semakin beratnya tantangan yang harus dihadapi

oleh perusahaan-perusaahan televisi. Untuk menghadapi ritme kerja yang cepat dan tuntutan

rating yang tinggi, para personel perusahaan televisi harus memutar otak guna mencari ide

kreatif yang dapat menarik khalayak untuk tetap menonton stasiun televisi miliknya.

Tentunya mindset yang dipakai untuk memproduksi sebuah tayangan televisi adalah prinsip

untung-rugi. Para personel perusahaan televisi dituntut untuk memproduksi sebuah tayangan

yang sukses dengan biaya produksi yang cenderung kecil. Hal ini dilakukan untuk

menghindari kerugian jikalau acara tersebut tidak sesukses yang diharapkan. Stasiun televisi

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

3

dituntut untuk bersikap fleksibel dan cepat beradaptasi pada selera pasar karena jika tidak,

maka khalayak dapat berpaling ke stasiun televisi lain, lalu rating akan menurun dan

berdampak pada harga dan spot yang akan dibeli oleh pengiklan.

Meskipun televisi masih menjadi media yang paling banyak dikonsumsi oleh

masyarakat Indonesia, namun era kejayaannya terancam lengser ketika internet masuk sebagai

sebuah terobosan teknologi baru. Internet hadir sebagai pesaing televisi karena manusia tidak

lagi pasif sebagai audience, namun sekarang lebih berperan aktif dalam menyeleksi media apa

yang akan ia gunakan sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Internet pun mengubah pola

manusia dalam mengkonsumsi informasi. Lihatlah bagaimana fenomenalnya Shinta - Jojo dan

Briptu Norman lewat video lipsync mereka di YouTube yang mendadak menjadi buah bibir di

masyarakat. Menurut survey yang dilakukan oleh Broadcasting Board of Governors pada

Agustus 2012, sebanyak 20,6% atau 1 dari 5 orang Indonesia menggunakan internet.

Sebanyak 96,2% pengguna internet di Indonesia menggunakan jejaring sosial dan 72%

menggunakan internet untuk mencari berita terbaru. Hal ini terjadi tidak hanya di perkotaan,

namun sudah menjangkau hingga pelosok daerah. Dari jumlah tersebut, sebanyak

47,6% pengguna internet di Indonesia sudah menggunakan Youtube. YouTube adalah sebuah

situs website video sharing (berbagi video) populer dimana para pengguna dapat memuat,

menonton, dan berbagi klip video secara gratis.

Berdasarkan fakta tersebut, keberadaan internet ditakutkan akan menggeser minat

penonton terhadap televisi. Maka dari itu, bermunculanlah berbagai program televisi yang

memanfaatkan video YouTube. Penggunaan video dari YouTube untuk sebuah program

televisi memang terkesan instan dan hemat biaya produksi, namun berimbas pada kualitas

informasi tayangan. Keakuratan informasi yang hanya diambil melalui YouTube serta

masalah hak cipta video masih menjadi pertanyaan. Meskipun menghasilkan keuntungan

yang besar tetapi malah menimbulkan masalah baru, yaitu adanya dugaan pelanggaran terms

of service YouTube dan regulasi P3SPS dari KPI.

Rumusan Masalah

Banyaknya tayangan televisi yang menggunakan YouTube sebagai sumber informasi

ternyata dipermasalahkan oleh beberapa orang. Tayangan ini dianggap cukup kontroversial

karena proses produksinya yang sangat singkat dan mudah, yaitu hanya dengan mengunduh

video dari YouTube. Dibalik kesukaan masyarakat tersebut, timbul beberapa masalah yang

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

4

menghadang program ‘courtesy of YouTube’ ini. Beberapa diantaranya adalah masalah

copyright (hak cipta) dan validitas informasi dalam acara tersebut.

Masalah pertama adalah penggunaan video YouTube oleh program-program semacam

On The Spot ini sebagai sumber informasi yang sekaligus dijadikan modal utama dalam

produksi tayangan tersebut. Dalam sebuah industri, tentunya produsen ingin mendapatkan

keuntungan setinggi-tingginya dengan modal yang sekecil-kecilnya. Tindakan program

‘courtesy of Youtube’ ini memang sangat bisa menekan modal yang harus dikeluarkan tetapi

pihak stasiun televisi terlihat tidak mengindahkan adanya copyright atau hak cipta yang

dimiliki oleh orang yang mengunggah video mereka ke YouTube. Pihak stasiun televisi

dengan mudahnya mengunduh video yang diinginkan lalu menggunakannya sebagai modal

produksi acara, lalu sebagai imbalan bagi orang yang memiliki video tersebut, mereka hanya

menghargainya dengan menuliskan ‘Courtesy of YouTube’ pada video tersebut. Padahal

dengan berbekal video tersebut, pihak stasiun televisi bisa meraup keuntungan yang sangat

besar. Hal ini dianggap sebagai tindakan yang tidak menghargai hak cipta seseorang.

Masalah kedua adalah penggunaan video YouTube sebagai sumber informasi yang

dirasa tidak valid karena YouTube adalah sebuah media sosial, dimana setiap orang bisa saja

mengunduh video dan memberikan deskripsi apapun tanpa harus memikirkan kebenarannya.

Hal ini diperparah dengan kurangnya kesadaran pihak stasiun televisi untuk melakukan

verifikasi informasi yang terdapat di video tersebut terlebih dahulu sebelum akhirnya

disebarluaskan melalui media televisi.

Untuk meneliti masalah ini, penulis mengambil tayangan On The Spot sebagai bahan

analisis dan akan mengupas acara ini dari segi stasiun televisi sebagai sebuah industri, mulai

dari proses produksi, konsumsi dan distribusi. Lalu, penulis akan menelaah tayangan On The

Spot dengan menggunakan YouTube’s term of service dan peraturan dari KPI.

Tinjauan Literatur

Untuk memperkaya tulisan ini, penulis melakukan tinjauan literatur untuk mengetahui

apa saja yang pernah ditulis orang lain mengenai topik ‘Courtesy of YouTube’. Pembahasan

mengenai penggunaan video YouTube sebagai sumber utama program televisi ternyata masih

sedikit jumlahnya dalam buku maupun artikel di media massa.

Sebuah jurnal berjudul ‘Fenomena ‘Courtesy of YouTube’ dan Integritas Jurnalis

Televisi’ karya Fizzy Andriani (2012), dari Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama),

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

5

mengupas masalah ini secara mendalam. Fizzy menganggap bahwa fenomena ‘Courtesy of

YouTube’ terjadi karena adanya persaingan antar stasiun televisi, kemalasan berkarya dan

rendahnya kreativitas para personel televisi. Berdasarkan wawancaranya dengan dua produser

program televisi ‘Courtesy of YouTube’, sebenarnya para produser ersebut menyadari bahwa

video-video yang mereka ambil dari YouTube kebenarannya tidak bisa

dipertanggungjawabkan. Alasan utama mereka masih menggunakan video dari YouTube

adalah adanya kendala untuk mengambil gambar yang asli. Mereka berpikir bahwa sah-sah

saja mengambil video YouTube karena sifat program yang hanya untuk hiburan. Meskipun

menyadari kesalahannya, namun acara semacam ini tetap diproduksi karena dengan modal

yang sedikit, mereka bisa menghasilkan rating yang tinggi dan pemasukan yang besar.

Sejalan dengan Fizzy, Ignatius Haryanto (2012), seorang Direktur Eksekutif LSPP

(Lembaga Studi Pers dan Pembangunan), dalam tulisannya di halaman Remotivi.or.id yang

berjudul “Tulis ‘YouTube’, Selesai Perkara?” mempertanyakan keakuratan informasi yang

ditampilkan oleh program ‘Courtesy of YouTube’ dan juga mempermasalahkan copyright

dari video-video di YouTube tersebut. Menurutnya, pemakaian video YouTube untuk

program televisi merupakan suatu bentuk tindakan pencurian. Penulisan ‘Courtesy of

YouTube’ pun dirasa tidak menyelesaikan perkara karena sejatinya video-video yang ada di

YouTube bukan asli berasal dari situs tersebut melainkan bersumber dari para pengunggah

video. Para pengunggah video ini dianggap layak untuk mendapatkan suatu penghargaan atau

pengakuan atas pemakaian karya mereka. Penggunaan video YouTube ini juga

mengindikasikan adanya kemalasan pihak televisi yang tidak mau bekerja lebih untuk

memproduksi gambar sendiri. Tulisan ini juga menyayangkan adanya pemikiran produser

televisi yang hanya ingin membuat program yang mudah dan murah namun tetap bisa meraup

uang yang banyak.

Berbeda dengan dua literatur sebelumnya, terdapat pembelaan dari seorang pekerja seni,

yaitu Pandji Pragiwaksono (2012) , melalui tulisan berjudul ‘Make Sense?’ di halaman

pribadinya di pandji.com. Pandji tidak setuju apabila pihak televisi yang membuat program

‘Courtesy of YouTube’ dianggap semena-mena mengambil video di YouTube tanpa izin.

Pandji berargumen bahwa setiap video yang diunggah ke YouTube sudah sepenuhnya

menjadi milik YouTube. Selain itu, video-video tersebut juga terkadang bukan video original

buatan dari si pengunggah, melainkan bisa unggahan ulang atau manipulasi dari video orang

lain. Jadi, menurutnya pemakaian video YouTube di program televisi cukup terbayarkan

dengan adanya penulisan ‘Courtesy of YouTube’.

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

6

Program ‘Courtesy of YouTube’ ini memang menjadi topik yang masih diperdebatkan.

Dari tinjauan literatur yang dilakukan, belum ada tulisan yang menganalisis program

‘Courtesy of YouTube’ ini dengan menggunakan perspektif regulasi KPI dan terms of service

YouTube. Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengangkat dan memperdalam topik ini.

On The Spot : ‘Courtesy of YouTube’ Berbuah Masalah Copyright dan Validitas

Informasi

Perkembangan Industri Televisi

Industri televisi Indonesia semakin berkembang pesat dari masa ke masa. Terdapat

kurang lebih 13 channel yang saat ini mewarnai layar kaca televisi Indonesia setiap harinya.

Keadaan ini berimbas pada semakin ketatnya persaingan dalam memenangkan hati penonton.

Alur kerja di industri televisi yang sangat cepat dan dinamis memaksa pekerja televisi untuk

membuat program yang kreatif dan bisa menjadi kegemaran penonton.

Bila menengok industri televisi Indonesia sepuluh tahun yang lalu, mayoritas

programnya masih diisi dengan sinetron dan program berita. Beberapa program kuis pun

cukup laku pada saat itu. Televisi masih menjadi satu-satunya media audio visual yang dapat

memberikan hiburan bagi penonton. Namun, pada era sekarang, televisi tidak bisa lagi hanya

mengandalkan program yang konvensional dan biasa-biasa saja. Ketatnya persaingan antar

stasiun televisi membuat pekerja televisi harus memutar otak dan menghasilkan program yang

menarik. Oleh karenanya, bermunculanlah jenis program baru seperti reality show, variety

show berbau musik, infotainment, seperti Dahsyat, Inbox, Silet, Indonesian Idol dan lain-lain.

Transformasi ini tidak hanya disebabkan oleh munculnya stasiun televisi pesaing,

namun juga dipengaruhi oleh adanya teknologi internet dan pergeseran konsumsi media di

masyarakat Indonesia. Belakangan ini masyarakat menjadi lebih aktif untuk menentukan

media apa yang akan dikonsumsi, bukan hanya dengan duduk dan menonton televisi secara

pasif. Trend internet yang sudah mulai menjangkau seluruh wilayah Indonesia juga membuat

masyarakat makin selektif dalam memproses informasi. Keberadaan internet ditakutkan akan

menggeser minat penonton terhadap televisi seperti yang sudah diprediksikan bahwa

teknologi dan digitalisasi akan membuahkan suatu revolusi industri televisi. Apalagi saat ini

terdapat situs YouTube yang memungkinkan penggunanya mencari video ataupun tayangan

yang mereka inginkan secara gratis. Melihat ancaman seperti ini, stasiun televisi kemudian

berinovasi dengan membuat acara yang menggunakan video YouTube sebagai sumber

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

7

informasi, yang memang dibuat untuk memenuhi tuntutan pasar. Tayangan semacam ini

biasanya hanya mengambil video dari Youtube lalu menambahkan narasi dan teks untuk

menjelaskan video tersebut.

Pada awalnya, pionir acara semacam ini adalah On The Spot yang tayang di stasiun

televisi Trans7. Setelah beberapa waktu mengudara, ternyata acara ini sangat sukses karena

hanya dengan mengeluarkan modal yang sedikit On The Spot bisa meraup keuntungan yang

sangat besar. Bukan pertelevisian Indonesia jika tidak latah apabila ada tayangan televisi yang

sukses. Mulailah marak bermunculan program ‘Courtesy of YouTube’ semacam ini di stasiun

televisi lain, misalnya HotSpot di GlobalTV, Woow...! di ANTV dan Top5 di RCTI. Keempat

tayangan ini cukup bisa menarik perhatian masyarakat karena dianggap sebuah acara yang

berbeda dari yang lain dan memberikan informasi yang mendidik.

“On The Spot”

Dilansir dalam situs resmi Trans 7, On The Spot diklaim sebagi program informatif

yang menayangkan berbagai hal unik yang terkadang tidak terpikirkan oleh masyarakat

sebelumnya dengan disertai penjelasan ringan. Sinopsis tersebut tampaknya agak kabur untuk

menggambarkan apa yang sebenarnya program ini sajikan. On The Spot adalah sebuah

program yang menayangkan potongan-potongan video dari situs YouTube. Pertama kali

tayang di televisi pada tahun 2010 di stasiun televisi Trans 7. Pada awalnya, On The Spot

merupakan program musik yang menayangkan berbagai video klip dari musisi Indonesia

maupun luar negeri. Pada saat itu, acara ini dibawakan oleh Thalita Latief. Namun, di awal

2011, terlihat perubahan signifikan pada program ini. On The Spot bertransformasi menjadi

sebuah program yang berisikan informasi-informasi yang ringan dan menarik dengan

YouTube sebagai sumber informasi utamanya.

Tayangan sejenis ini bisa dibilang baru dan On The Spot dapat dikatakan sebagai

pionir bagi acara-acara serupa yang mencoba membuntuti kesuksesannya di stasiun televisi

lain. Program ini tayang setiap hari Senin-Jumat, pukul 19.15 - 20.00 WIB. Dalam setiap

episodenya, ada beberapa video yang dikelompokkan dalam beberapa tema khusus. Dari

setiap 1 tema, akan ditampilkan 7 contoh. Misalnya adalah 7 Fenomena Alam Teraneh, 7 Ikan

Spektakuler di Dunia, 7 Penampakan Menghebohkan sampai 7 Makhluk Misterius. Harus

diakui, tema yang diambil adalah tema yang sangat unik dan memancing rasa penasaran.

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

8

Semua video tersebut lalu diputar dengan tambahan tulisan ‘Courtesy of YouTube’ pada kiri

bawah layar televisi. Tetapi pada sebagian kecil video, terkadang tulisannya tidak hanya

sekedar ‘Courtesy of YouTube’ melainkan sudah berbentuk link url dimana video tersebut

didapatkan dari YouTube. Bukan hanya menampilkan video saja, tetapi On The Spot juga

menambahkan narasi untuk mendeskripsikan gambar yang ada di video yang bersangkutan.

Untuk semakin menghidupkan suasana, On The Spot juga didukung oleh adanya back sound

dalam setiap episodenya, yang akan berganti-ganti setiap nomor urutan per kategori.

YouTube

YouTube adalah suatu situs komunitas berbagi video yang memungkinkan

penggunanya untuk menonton, mengunggah dan menyebarkan berbagai macam video secara

online dengan menggunakan web browser. Layanan yang beralamat di www.youtube.com ini

dapat diakses melalui website maupun perangkat mobile. Situs YouTube didirikan oleh

mantan pekerja PayPal, Steve Chen, Chad Hurley dan Jawed Karim pada Februari 2005. Situs

ini kemudian beralih menjadi milik Google pada akhir tahun 2006 hingga saat ini. Jenis

konten di YouTube beragam, mulai dari musik, cuplikan acara TV, film, tutorial, demo, juga

video amatir. Salah satu keunggulan YouTube terletak pada kemudahan pengoperasiannya.

Tidak heran apabila menurut statistik YouTube, terdapat lebih dari satu miliar pengguna

internet yang mengunjungi YouTube dan menghabiskan total enam miliar jam untuk

menonton video di YouTube setiap bulannya.

Courtesy of YouTube

Bila dilihat dari segi bahasa, ‘courtesy’ dalam bahasa inggris berarti : “consideration,

cooperation, and generosity in providing something (as a gift or privilege) “, atau dalam

bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai “kemauan, kerjasama dan kedermawanan untuk

menyediakan sesuatu (sebagai hadiah atau keistimewaan)”. Kalimat ‘courtesy of...’ biasanya

mengindikasikan bahwa seseorang atau beberapa pihak mengizinkan orang-orang untuk

memakai hasil karyanya sebagai ‘kedermawanan’ karena memberikan karya itu secara gratis.

Sebagai imbalannya, pengguna karya tersebut diharapkan membalasnya dengan cara

mencantumkan sumber karya agar diketahui oleh khalayak luas.

Istilah ‘Courtesy of YouTube’ muncul seiring dengan maraknya tayangan televisi

yang menggunakan YouTube sebagai sumber utama siarannya. Tayangan televisi semacam

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

9

ini menyertakan tulisan ‘Courtesy of YouTube’ di pojok bawah layar televisi untuk

menandakan bahwa video tersebut diambil dari YouTube.

Copyright

Copyright atau hak cipta adalah suatu bentuk perlindungan terhadap suatu karya, baik

karya tulis, karya seni dan ekspresi lainnya yang dituangkan secara nyata ke dalam suatu

medium. Karya yang bisa dilindungi dengan copyright adalah karya yang asli dan berbentuk

nyata (tangible) . Karya-karya yang termasuk di dalamnya adalah karya tulis, musikal, drama,

koreografi, gambar atau pahatan, karya audiovisual, rekaman suara dan karya arsitektur.

Pemilik copyright mempunyai hak ekslusif untuk mereproduksi dan mendistribusikan suatu

karya. Esensi dari copyright ada pada dua hal, yaitu hak moral dan hak ekonomi. Hak moral

adalah atribusi atau pengakuan atas karya seseorang sementara hak ekonomi merujuk pada

kompensasi yang perlu didapat seseorang atas hasil kerja kreatifnya tersebut. Aturan ini

diberlakukan sebagai sebuah apresiasi atau penghargaan kepada produsen suatu karya karena

mengeluarkan biaya atau jerih payah yang cukup besar dalam menghasilkan karyanya. Video

di YouTube adalah salah satu karya yang dapat dilindungi oleh copyright.

Validitas Informasi

Validitas mengacu pada tingkat kebenaran, kekuatan, keabsahan dan keterpercayaan

suatu informasi. Informasi yang valid adalah informasi yang sumbernya detail dan jelas.

Selain itu, validitas informasi sangat ditentukan oleh kredibilitas sumber. Sumber informasi

harus dapat ditelusuri kebenarannya sebagai bentuk pertanggungjawaban penyebar informasi.

Informasi dapat diuji kevaliditasannya dengan cara memeriksa, memeriksa ulang dan

menyeimbangkan (check, recheck & balancing) atas informasi-informasi yang ditampilkan.

Informasi yang valid juga mengandung konten yang dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya. Salah satu cara untuk memastikan validitas sebuah informasi adalah dengan

merujuk pada sumber yang jelas serta melakukan verifikasi atau mengkonfirmasi informasi

kepada seorang ahli.

Dari beberapa tayangan televisi yang menggunakan video YouTube sebagai modal

utama siarannya, penulis memilih program On The Spot di stasiun televisi Trans 7 sebagai

objek penelitian. Dibandingkan dengan tayangan televisi serupa, On The Spot merupakan

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

10

program yang paling dikenal masyarakat serta mempunyai rating yang paling tinggi pula.

Selain itu, On The Spot juga pernah tertimpa kasus atas ketidakvalidan informasi yang

ditampilkan. Hal ini sesuai dengan masalah yang ingin diteliti oleh penulis.

Untuk mengumpukan data, penulis melakukan tinjauan literatur dari buku dan bacaan

di internet. Selain itu, penulis juga melakukan wawancara dengan Ibu Nina Mutmainah, yaitu

Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat periode 2010—2013, yang dianggap

sebagai ahli dalam dunia pertelevisian. Terakhir, demi mendapatkan gambaran yang utuh

mengenai program On The Spot, penulis juga melakukan observasi dengan menonton dan

mengamati acara ini secara langsung.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Setelah melakukan analisis teks, wawancara dan observasi mengenai program On The

Spot secara lebih lanjut, terkuak beberapa fakta yang menarik untuk dibahas. Hasil penelitian

tersebut menjadi sumber dan bahan pertimbangan penulisan pembahasan dan analisis.

On The Spot adalah salah satu produk dari sebuah industri televisi. Layaknya industri

kebanyakan, dalam pembuatan program On The Spot ini produsen melewati tahap-tahap

ekonomi seperti tahap produksi, konsumsi hingga distribusi. Berikut pembahasan per tahap

secara lebih rinci dengan merujuk pada hasil penelitian.

1. Produksi

Mudah dan murah. Itulah dua kata yang dapat mendeskripsikan proses produksi program

On The Spot. Pada umumnya, pembuatan program televisi harus melewati paling tidak tiga

tahapan penting, yaitu pra produksi, produksi dan paska produksi.

Pra-produksi

Pada tahap pra-produksi, terdapat tiga hal utama yang dilakukan oleh tim On The Spot

yaitu, penemuan ide dan konsep (brainstorming), perencanaan, dan persiapan. Setelah

ide dan konsep acara didapat dan disetujui secara bersama oleh personel team

program, maka selanjutnya dilakukan perencanaan yang meliputi: time scheduling,

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

11

mempersiapkan naskah, crew, dan biaya. Oleh karena konsep acara ini tidak

melibatkan banyak talent, maka waktu dan biaya produksi pun menjadi lebih rendah.

Produksi

Pada umumnya, tahap produksi acara-acara televisi kebanyakan adalah tahap yang

paling menyita tenaga, waktu dan biaya karena mengharuskan tim untuk melakukan

shooting dengan talent di beberapa tempat, ditambah lagi dengan harus adanya

wardrobe yang sesuai, dekorasi yang mendukung serta lighting yang tepat. Berbeda

dengan yang lain, On The Spot tidak melewati proses shooting. On The Spot tidak

perlu susah-susah melakukan shooting karena proses shooting yang sebenarnya sudah

dilakukan oleh pengunggah video di YouTube, sehingga On The Spot tinggal

mengunduh dan mempergunakannya seolah-olah itu adalah hasil produksi mereka

sendiri. Dengan cara seperti ini, tim On The Spot melakukan penghematan biaya yang

sangat besar. Biaya untuk jasa talent, penyewaan wardrobe, peminjaman properti, dan

lain-lain pun hilang.

Produksi yang dilakukan oleh On The Spot hanyalah melakukan pencarian video di

YouTube lewat internet yang nantinya akan diunduh untuk dijadikan sumber utama

acara. Daftar video yang harus diunduh sebelumnya sudah dibuat oleh tim kreatif On

The Spot. Tahap ini sangat mudah untuk dilakukan. Tim On The Spot hanya perlu

membuka website YouTube, tuliskan kata kunci untuk mencari video yang diinginkan

misalnya: “funny animal” untuk mendapat video rekaman hewan yang melakukan

adegan lucu, tekan ‘enter’ dan daftar video yang menawarkan adegan lucu hewan akan

keluar . Tim On The Spot lalu menyeleksi video tersebut dan mengunduhnya. Setelah

mendapatkan video yang diinginkan, tim On The Spot akan mencari informasi lain

untuk membuat narasi video tersebut. Terkadang, narasi yang diciptakan pun hanya

mendeskripsikan apa yang sudah terlihat jelas di dalam video. Untuk melengkapi

tayangan video YouTube, tim On The Spot melakukan taping atau perekaman suara

untuk narasi yang akan dimainkan bersama tayangnya video.

Pasca-produksi

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

12

Pada tahap pasca-produksi, terdapat dua hal yang utama, yaitu editing dan mixing.

Setelah diunduh, video tersebut dikonversi terlebih dahulu menjadi file video yang

nantinya bisa diedit. Video yang diunduh sebelumnya akan berupa file dengan format

.FLV. File-file video itu harus dijadikan file berektensi .AVI atau .MOV, yakni file

yang nantinya bisa diimport atau dibuka oleh software editing. Lalu editing dilakukan

lagi untuk merapikan tayangan dan penyesuaian waktu, misalnya dengan cara

penambahan dan penyempurnaan gambar, penambahan animasi, dan pemberian

template. Editing yang dilakukan oleh tim On The Spot mencakup cropping

(pemotongan bagian atas dan bawah agar logo atau tulisan yang ada di video dapat

dihilangkan), resizing (pembesaran gambar dari ukuran normal agar ukuran video dari

YouTube pas untuk ditampilkan di layar Televisi –meskipun sering membuat kualitas

video menurun seperti gambar yang pecah dan tidak terlihat jelas), blurring (membuat

beberapa bagian menjadi samar -digunakan pula untuk menyamarkan sumber atau

tulisan dari video agar tak terlihat jelas oleh penonton), re-framing/template

(membingkai video dengan template tertentu untuk menambahkan info pada video,

misalnya tulisan ‘7 penampakan misterius di dunia’ dan penulisan credit title untuk

musik yang dipakai), dan yang terakhir adalah penambahan tulisan “Courtesy of

YouTube” atau beserta link URL video yang diunduh seperti

http://www.youtube.com/watch?v=bp9FUKKAkok . Untuk melengkapi editing,

dilakukan proses mixing, yaitu proses adjustment dan penambahan audio (suara dan

musik) pada materi hasil editing. Ilustrasi musik menjadi bagian penting agar narasi

menjadi terdengar dramatis dan tidak membosankan. Seperti halnya video, On The

Spot tinggal mengunduhnya dari internet. Tim On The Spot hanya perlu mencari di

mesin pencari di website lalu ketikkan kata kunci judul lagu atau instrumen yang

diinginkan. Setelah mixing, maka materi On The Spot sudah siap tayang. Dari

serangkaian proses produksi yang instan tersebut, tim On The Spot dapat memangkas

biaya produksi menjadi sangat kecil. Menurut Bambang Elf, mantan Head of

Production Development Unit di TRANS 7, Program ‘On The Spot’ hanya

menghabiskan biaya produksi yang sedikit sekali, yaitu hanya Rp.3.500.000,- . Sebuah

biaya produksi yang sangat minim sekali tetapi sudah bisa menjadi program yang

sukses bagi Trans 7.

2. Konsumsi

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

13

Sebuah program televisi tentunya dibuat untuk menarik masyarakat agar bisa menjadi

tontonan yang dikonsumsi terus menerus oleh penonton setia program tersebut. Begitu juga

dengan tayangan On The Spot. Meskipun diproduksi dengan biaya produksi yang sangat

rendah, ternyata banyak masyarakat Indonesia yang menyukai jenis tayangan ini. On The Spot

sebagai program jenis baru ternyata mampu medapatkan rating yang cukup tinggi. Contohnya

pada hari Kamis, 21 Desember 2012, On The Spot berhasil masuk ke dalam daftar tayangan

dengan rating tertinggi ke-6 dengan rating 3.6 dan share 13.6.

Bila sudah berbicara tentang acara televisi yang mempunyai rating tinggi, maka tidak

lepas kaitannya dengan iklan. Program yang memiliki rating tinggi tentunya sering diburu

oleh para pengiklan agar produk mereka banyak disaksikan oleh masyarakat. Terhitung

terdapat puluhan iklan yang menjadi selingan dalam program On The Spot. Kebanyakan

produk yang memasang iklan dalam program ini adalah public goods, yaitu barang-barang

kebutuhan rumah tangga pada umumnya, seperti White Koffie, Tepung Bumbu Sasa, Pantene,

Charm, Paramex, Mie Sedaaap, Anlene, TRESemme dan Sirup ABC. Para pengiklan merasa

perlu memasang iklan di sela acara On The Spot karena program ini penontonnya sangat luas,

dari anak kecil sampai orang dewasa menonton program ini. Tidak heran apabila per-episode

–nya On The Spot dapat mengantongi keuntungan sebesar Rp.900.000.000,- . Sebuah angka

yang sangat fantastis untuk sebuah program yang modal awalnya hanya Rp.3.500.000!

Meskipun begitu, lama kelamaan program ini menjadi sebuah kontroversi tersendiri di

kalangan masyarakat. Terdapat dua kubu, yaitu sekelompok orang yang memberikan respon

positif dan yang memberikan respon negatif. Kubu yang memberikan respon positif

berpendapat bahwa On The Spot adalah sebuah tayangan informatif yang mendobrak dunia

pertelevisian yang selama ini dipenuhi dengan sinetron. Walaupun beberapa ada yang sudah

menyadari bahwa informasi yang ditayangkan kurang valid, tetapi On The Spot tetap dinilai

sebagai acara yang edukatif, mendidik dan memberikan wawasan baru kepada penontonnya.

Sementara itu, kubu yang memberikan respon negatif berpendapat bahwa acara tersebut tidak

kreatif karena video yang dijadikan bahan siaran hanya mencomot dari YouTube dan tidak

menyertakan nama pemilik video. Hal ini dinilai melanggar hak cipta. Mereka juga

meragukan kebenaran informasi yang dibawa oleh On The Spot dan menyangsikan adanya

verifikasi terhadap informasi tersebut.

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

14

Untuk melihat terjadinya kontroversi di tengah masyarakat, berikut adalah beberapa opini

masyarakat mengenai On The Spot yang didapatkan dari berbagai sumber di internet:

“Saya sendiri merasakan acara ini dan acara-acara sejenisnya cukup mendidik dan menambah

wawasan saya terhadap hal-hal yang mungkin saya lupakan dan saya tidak ketahui. Hal-hal

unik yang sebelumnya belum banyak terungkap, jadi banyak diketahui orang. Acara ini (dan

sejenisnya) telah sedikit banyak telah berperan sebagai ensiklopedia instan bagi masyarakat.

Bagi anda yang malas untuk membaca buku ensiklopedi yang tebal, namun tetap ingin

menambah wawasan, mungkin acara-acara semacam ini cocok bagi anda. Dan siapapun itu

yang berinisiatif membuat acara ini, setidaknya ia telah membuktikan bahwa acara TV yang

mendidik itu tidak harus mahal dan dengan penyajian yang membosankan” – Asrilna pada 3

Mei 2012, dikutip dari artikel yang ditulisnya sendiri “Acara TV “Ranking-rangkingan”

(Murah, Meriah, Mendidik)” (http://asrilna.multiply.com/journal/item/21? &item_id

=21&view:replies=reverse&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem)

“Iihh aku suka nonton On The Spot. Meskipun data2nya gak valid tapi mereka selalu

menambahkan kata2 "versi On The Spot" di akhir kalimatnya. Misalkan : 7 hewan terunik di

dunia "versi On The Spot". Jadi kalo penonton pada protes "ih kayaknya masih ada hewan lain

yg lebih unik deh" ya terserah aja, toh tiap orang punya versi masing2. Ho'oh, daripada nonton

sinetron atawa program2 musik yg gak jelas mending nonton ini aja, lebih informatip...” -

Prima Danasari pada 22 September 2011, dikutip dari komentar yang ditulis pada artikel

“Tentang "On The Spot" & Program Serupa” (http://curipandang.com/blog/2011/09/tentang-

on-the-spot-program-serupa.html )

“Sudah lama saya juga risih dengan hal ini. Lama bekerja di bidang jurnalistik, saya tahu ada

yang salah, utamanya soal hak cipta dan pencantuman sumber. Dan ini kemudian hanya

menunjukkan bahwa media nasional hanya ingin menekan biaya produksi dan bersikap malas

saja. Ongkang2 di depan komputer saja sudah bisa menghasilkan banyak program acara.

Mungkin nanti hanya diperlukan segelintir pekerja saja di sebuah media, yaitu yang menjadi

pendownload video2 di youtube” – Ariyanto pada 12 Maret 2012, dikutip dari komentar yang

ditulis pada artikel Remotivi yang berjudul “Tulis YouTube, Selesai Perkara?” (

http://remotivi.or.id/pendapat/tulis-youtube-selesai-perkara )

”Ga kreatif dan ga modal! Kalau acaranya seperti ini semua pasang Internet saja cukup, tidak

perlu membeli TV” – Adit pada 5 September 2012, dikutip dari komentar yang ditulis pada

artikel “Acara Courtesy of Youtube Tumbuh Subur di TV Nasional”

(http://www.tabloidbintang.com/film-tv-musik/ulasan/15540-acara-qcourtesy-of-youtubeq-

tumbuh-subur-di-tv-nasional.html )

3. Distribusi

Dari segi pendistribusian, Trans 7 sebagai stasiun televisi yang memproduksi program On

The Spot beberapa kali mengiklankan program ini dalam bentuk cuplikan di sela-sela

tayangan Trans 7 yang lain. Selain itu, On The Spot juga beberapa kali diiklankan melalui

running text (teks berjalan) yang ada di bagian bawah televisi pada acara-acara sebelum jam

tayang On The Spot.

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

15

Bukan hanya diiklankan di televisi, tim On The Spot juga mempromosikan acara ini lewat

social media, yaitu Facebook dan Twitter. On The Spot hadir dalam Facebook melalui link

http://www.facebook.com/OnTheSpotTrans7 , yang kurang lebih berisi tentang fakta-fakta

yang pernah dibahas di tayangan televisinya. On The Spot pun juga eksis di Twitter dengan

menggunakan nama @Trans7OnTheSpot. Tweet @Trans7OnTheSpot berisikan promosi dan

ajakan menonton On The Spot, disertai dengan pemberitahuan tema apa yang akan diangkat

setiap harinya.

Setelah membedah program On The Spot pada tahap produksi, konsumsi dan

distribusi, pembahasan dan analisis akan berlanjut pada masalah copyright dan validitas

informasi. Pembahasan ini berlandaskan hasil analisis teks dan wawacara yang dikumpulkan

selama penelitian berlangsung.

Masalah pertama yang akan dianalisis adalah adanya dugaan pelanggaran atau

penyimpangan dalam penggunaan video YouTube sebagai sumber acara, baik ditelisik dari

konsep copyright, terms of service website YouTube, maupun dari segi regulasi penyiaran

menurut KPI. Seperti yang dikemukakan sebelumnya, On The Spot adalah sebuah program

yang memanfaatkan video dari YouTube untuk dijadikan sumber utama acara tersebut.

Pemakaian video milik orang lain di YouTube tersebut pun hanya dihargai dengan penulisan

‘Courtesy of Youtube’, tanpa menyertakan link URL darimana video tersebut dan tanpa

menyebutkan nama si pengunggah video.

Apabila diteliti lebih jauh, dalam terms of service (ketentuan layanan) YouTube sudah

tercantum poin yang membatasi hal ini :

“You agree not to distribute in any medium any part of the Service or the Content without

YouTube's prior written authorization, unless YouTube makes available the means for such

distribution through functionality offered by the Service (such as the Embeddable Player)”,

atau yang bila dibahasa Indonesiakan dapat diartikan seperti berikut : Anda (penonton

YouTube) setuju untuk tidak mendistribusikan dalam media apapun dan bagian apapun

dari Layanan atau Konten YouTube tanpa izin tertulis sebelumnya dari YouTube,

kecuali YouTube membuatnya tersedia dengan menyediakan sarana distribusi, lewat fungsi

yang ditawarkan dalam layanan (misalnya Embeddable Player). Selain itu, ada juga poin lain

yang dilanggar oleh On The Spot, yaitu :

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

16

“Content is provided to you AS IS. You may access Content for your information and personal

use solely as intended through the provided functionality of the Service and as permitted

under these Terms of Service. You shall not download any Content unless you see a

“download” or similar link displayed by YouTube on the Service for that Content. You shall

not copy, reproduce, distribute, transmit, broadcast, display, sell, license, or otherwise

exploit any Content for any other purposes without the prior written consent of YouTube or

the respective licensors of the Content. YouTube and its licensors reserve all rights not

expressly granted in and to the Service and the Content”,

atau yang dibahasa Indonesia-kan menjadi “Konten yang disediakan untuk anda (penonton

YouTube) adalah sebagaimana adanya. Anda dapat mengakses konten untuk informasi dan

penggunaan pribadi sebagaimana dimaksudkan melalui fungsionalitas layanan dan seperti

yang diizinkan menurut ketentuan layanan ini. Anda tidak boleh mengunduh materi, kecuali

anda melihat tulisan ‘download’ atau link serupa yang ditunjukkan oleh YouTube. Anda

tidak boleh menyalin, mereproduksi, mendistribusikan, mentransmisikan, menyiarkan,

menampilkan, menjual, me-lisensi, atau mengeksploitasi suatu konten untuk tujuan lain

tanpa persetujuan tertulis sebelumnya dari YouTube atau pemberi lisensi masing-masing

konten. YouTube dan pemberi lisensinya memiliki semua hak yang tidak dicantumkan dalam

dan terhadap layanan dan konten”.

Dari kedua poin yang terdapat dalam terms of service YouTube, dapat ditarik

kesimpulan bahwa program On The Spot telah melanggar ketentuan dan layanan yang

tercantum dalam situs YouTube.

Meskipun begitu, larangan dan aturan main dalam situs YouTube nampaknya masih

agak kabur dan ambigu, sebab mulai 2 Juni 2011, YouTube meluncurkan adanya opsi

Creative Commons untuk lisensi sebuah video. Lisensi Creative Commons adalah beberapa

lisensi hak cipta yang diterbitkan oleh Creative Commons, suatu perusahaan nirlaba Amerika

Serikat . Banyak di antara lisensi-lisensi tersebut, terutama lisensi original, yang memberikan

"hak dasar", seperti hak untuk mendistribusikan karya berhak cipta tanpa perubahan, tanpa

biaya apapun. Jadi, pengunggah video di YouTube yang memilih opsi Creative Commons

untuk lisensi videonya, telah mengizinkan orang lain untuk menyalin, mendistribusikan,

menampilkan, serta membuat karya turunan berdasarkan suatu karya (bahkan untuk tujuan

komersial) dengan syarat orang tersebut harus memberikan penghargaan (atribusi) pada

pencipta, yaitu dengan memuat nama pencipta videobeserta link YouTube pada video yang ia

buat. Proses pengeditan video pun juga hanya boleh dilakukan menggunakan YouTube’s video

editor resmi dari situs YouTube.

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

17

Pada kasus On The Spot, ada kemungkinan besar bahwa tim On The Spot tidak

memperhatikan lisensi yang ada pada video YouTube yang mereka gunakan. Tim On The

Spot pun tidak mengedit video yang mereka pakai dengan YouTube’s video editor, melainkan

menggunakan software lain.

Terlepas dari keambiguan dua aturan YouTube diatas, keduanya mempunyai satu

kesamaan, yaitu kewajiban untuk mendapatkan izin dari pengunggah dan memberikan kredit

berupa nama pengunggah video beserta link video yangdipakai di YouTube. Hal inilah yang

tidak dilakukan oleh program On The Spot. Tidak ada kredit yang diberikan oleh tim On The

Spot kepada si pengunggah video. Lagi-lagi mereka hanya menuliskan ‘Courtesy of

YouTube’. Hal ini ternyata sudah ditegur oleh KPI. Setelah dilakukan peneguran, tim On The

Spot pada beberapa kesempatan telah menuliskan link URL dimana video tersebut diambil.

Namun, tetap saja tidak mencantumkan nama sang pengunggah video. Lagipula, ternyata

penulisan link URL ini tidak konsisten dilakukan oleh tim On The Spot. Biasanya penulisan

link tersebut hanya pada beberapa video awal saja per episodenya.

Jika penggunaan video dari YouTube dilarang oleh website-nya sendiri, Komisi

Penyiaran Indonesia (KPI) ternyata malah memperbolehkannya. Berdasarkan hasil

wawancara dengan Ibu Nina Mutmainah, beliau mengatakan bahwa tindakan On The Spot

mengambil video dari YouTube sebenarnya diperbolehkan. Hal ini tercantum dalam Pedoman

Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Pasal 52 ayat 3 Standar Program

Siaran yang berisikan :

“Program siaran yang memuat penggunaan potongan gambar (footage) dan/atau potongan suara

yang berasal dari sumber di luar dari sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) di atas, wajib

menyebutkan asal sumber serta melakukan verifikasi atas kebenaran isinya”

Jadi, sebenarnya tayangan ‘Courtesy of YouTube’ semacam On The Spot tetap

diperbolehkan, namun yang menjadi masalah adalah tidak taatnya tim On The Spot dalam

mencantumkan asal sumber dari video YouTube yang digunakannya. Tulisan ‘Courtesy of

Youtube’ tidak cukup untuk menjelaskan asal video karena video tersebut bukanlah video

milik YouTube. YouTube hanyalah sebuah media yang mewadahi video-video tersebut. Hak

cipta dan hak miliknya tetap ada pada orang yang mengunggah video. Orang yang

mengunggah video bisa saja memiliki hak cipta (copyright) terkait dengan video yang dipakai

oleh On The Spot pada setiap episodenya.

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

18

Belum cukup sampai disitu, pemakaian YouTube sebagai sumber informasi juga

membawa masalah lain. Sebenarnya, secara konten On The Spot memang memiliki sisi

edukatif, yaitu dengan menambah wawasan penonton akan informasi yang jarang diangkat

oleh media lain. Namun, merupakan suatu hal yang cukup berbahaya apabila sumber

informasinya berasal dari Youtube, dimana YouTube adalah sebuah media sosial video-

sharing yang keakuratan kontennya masih belum bisa teruji. Banyak para pengunggah video

yang hanya iseng dan tidak menyertakan informasi yang mendukung secara utuh. Tim On The

Spot yang mengunduh video dari YouTube pun hanya mencari bahan pendukung untuk narasi

dengan sumber Google dan Kaskus, tanpa adanya pengawasan dari pihak yang ahli dalam

tema yang dibahas. Padahal seharusnya informasi yang sudah sampai ranah publik harus

benar-benar dipastikan keakuratannya. Bahkan seharusnya, On The Spot melakukan check

dan re-check kepada pakar atau ahli dalam tema yang dibahas. Hal ini berakibat pada

ketidakvalidan informasi yang ditayangkan di televisi, bahkan pada beberapa kondisi,

cenderung menyesatkan masyarakat.

Seperti misalnya, kejadian yang dilaporkan oleh akun bernama Demokrat, dalam sebuah

forum di Ceriwis.com. Ia menyesalkan kejadian masuknya keris sebagai 7 benda terkutuk

yang ditayangkan di On The Spot edisi 21 Juli 2011. Tayangan ini mendapat protes keras di

Facebook milik On The Spot, terutama dari komunitas pecinta keris. Pasalnya keris

merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang bahkan diakui dan mendapat

penghargaan dari UNESCO sejak tahun 2005. Dalam narasinya, tim On The Spot

memasukkan keris kedalam kategori benda terkutuk hanya berdasarkan cerita keris Mpu

Gandring yang memakan banyak korban. Pada kasus ini, terlihat bahwa informasi yang

disajikan dangkal dan tidak diverifikasi dahulu kebenarannya.

Tidak kapok dengan kesalahan ini, tim On The Spot kembali melakukan kecerobohan.

Pada episode 23 November 2011 dalam tema 7 Pembantaian Hewan Terbesar di Dunia, On

The Spot menyertakan pembantaian penyu pada urutan ke-4. Dalam narasinya, On The Spot

mengatakan bahwa pembantaian penyu dilakukan oleh masyarakat di Bali sebagai salah satu

ritual dan sesajen agama Hindu. Didalam video tersebut juga ditayangkan umat Hindu yang

sedang beribadah. Hal ini langsung diprotes keras oleh pemuka agama hindu di Bali.

Puncaknya KPI melayangkan surat teguran kepada Trans 7 terkait hal ini. Pihak KPI

menyesalkan On The Spot yang tidak berhati-hati dalam penayangan informasi dan validitas

informasinya pun tidak diverifikasi kembali dengan ahli Hindu Bali.

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

19

Dari kedua contoh kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa On The Spot lalai dalam

melakukan verifikasi kebenaran informasi yang ditayangkan. Hal ini cukup berbahaya karena

dapat menimbulkan kesesatan berpikir dan dapat memicu terjadinya konflik.

Kesimpulan

Layaknya sebuah industri, televisi adalah sebuah bisnis yang sangat profit-oriented.

Meskipun televisi masih menjadi media yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat

Indonesia, namun era kejayaannya terancam lengser ketika internet masuk sebagai sebuah

terobosan teknologi baru. Dari berbagai macam social media yang dapat diakses melalui

internet, sebanyak 47,6% pengguna internet di Indonesia menggunakan Youtube. Program

‘Courtesy of YouTube’ seperti On The Spot dijadikan sebuah antisipasi melihat ancaman

seperti ini. Stasiun televisi kemudian berinovasi dengan membuat acara yang menggunakan

video YouTube sebagai sumber informasi, yang memang dibuat untuk memenuhi tuntutan

pasar. Sukses satu program lalu memancing stasiun televisi lainnya untuk membuat program

serupa juga.

Dengan biaya produksi yang minim, program On The Spot memang terbukti

mendulang keuntungan besar. Namun, sayangnya program ini terbukti melanggar terms of

service YouTube dan regulasi SP3S dari KPI. Pelanggaran ini juga berbuntut pada masalah

terabaikannya copyright video dan kevalidan informasi di dalamnya.

Tulisan ‘Courtesy of YouTube’ saja dinilai tidak cukup untuk menunjukkan

penghargaan kepada si pengunggah video Di YouTube. Tim On The Spot pun terkesan malas

untuk melakukan verifikasi lebih lanjut mengenai informasi yang dibahas. Maka dari itu,

diperlukan beberapa perubahan dalam tayangan On The Spot, misalnya dengan

mencantumkan nama pengunggah secara lengkap disertai dengan link URL video tersebut di

YouTube secara jelas, tidak samar-samar.

Saran

On The Spot sejatinya adalah sebuah tayangan yang inovatif, berbeda dari yang lain.

Ketika penonton kebanyakan disuguhi oleh sinetron dan berita politik, Trans 7 hadir

membawa program yang belum pernah ada sebelumnya. Sebenarnya, penemuan ide dan

konsep On The Spot bisa dibilang kreatif, namun kekreatifan tersebut sirna akibat proses

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

20

produksi yang ternyata tidak kreatif karena hanya mengambil video YouTube saja. Hal ini

tentu sangat disayangkan. Untuk menjadikan On The Spot tayangan yang edukatif, tertib

aturan dan akurat, maka On The Spot sebaiknya melakukan beberapa hal berikut :

1) Menghargai copyright pengunggah video YouTube, bukan dengan hanya menuliskan

‘Courtesy of YouTube’ melainkan menuliskan nama pengunggah, judul video yang tayang di

YouTube dan link URL dimana video tersebut dapat diakses di YouTube. Hal ini sebenarnya

bukan pekerjaan yang merepotkan. Hanya dibutuhkan sedikit niat baik dari tim On The Spot.

2) Untuk melengkapi pencantuman nama pengunggah dan link URL video, sebaiknya tim On

The Spot meminta izin kepada sang pengunggah yang video nya akan dipakai dalam

tayangan. Hal ini bisa dilakukan secara mudah dengan cara mengirim pesan kepada

pengunggah lewat akun YouTube. Itikad baik ini dilakukan untuk menjaga profesionalisme

dan etika kerja yang baik. CNN pernah melakukan hal seperti ini ketika ingin memakai video

YouTube seorang pengunggah video banjir di Jakarta yang berasal dari Indonesia. CNN

meminta izin dengan bahasa yang sopan serta mengajukan beberapa pertanyaan untuk

keperluan narasi video tersebut.

3) Melakukan verifikasi informasi yang ditayangkan dengan cara mengkonfirmasikan video

dan narasi kepada pakar yang memang ahli di bidangnya. Cara ini sebenarnya tidak sulit

untuk dilakukan. Program berita di televisi sudah sering melakukannya. Lagipula, dengan

adanya pakar atau ahli yang berbicara, penonton akan semakin senang dengan program ini

karena pengetahuan mereka semakin bertambah dan On The Spot pun akan terlihat semakin

kredibel.

4) Membuat suatu perubahan kecil pada proses produksi dan format acara. Jika selama ini tim

On The Spot mencari-cari video dari YouTube, proses ini bisa diganti dengan cara mengajak

masyarakat Indonesia untuk mengirimkan serangkaian video menarik mereka. Sebagai

imbalan, tim On The Spot memberikan insentif dalam bentuk uang. Hal ini dirasa pantas dan

wajar jika melihat keuntungan program On The Spot yang sangat melimpah. Dengan adanya

perubahan ini, On The Spot dapat terhindar dari masalah copy right dan penonton pun

diharapkan akan semakin antusias terhadap acara ini.

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

21

Daftar Referensi

Anon. (2012). Mengenal YouTube dan Manfaat video Online , diakses melalui

http://pakaronline.com/youtube/mengenal-youtube-dan-manfaat-video-online

Black, Jay. Whitney, Frederick (1988). Introduction to Mass Communication. Dubuque, Iowa

: W.C. Brown Publishers.

Buckley, John. (1961). Managing Intelligence : A Guide for Law Enforcement Professionals.

USA; CRC Press.

Daily Rating Televisi Indonesia, diakses pada 28 Desember 2012, dari

http://www.facebook.com/DailyRatingTelevisiIndonesia?ref=ts&fref=ts

Demokrat. (2012) .On The Spot Trans 7 Diprotes Komunitas Penggemar Keris, diakses pada

26 Desember 2012, dari http://www.ceriwis.com/lounge/961523-on-the-spot-trans7-diprotes-

komunitas-penggemar-keris.html?discussion=1#ixzz2GjeCx5U3

Dhia, M. Ramy. (2012). “Courtesy of YouTube” Saja Tidak Cukup, diakses pada 24

Desember 2012, dari http://www.sayabukanalien.com/2012/01/courtesy-of-youtube-saja-

tidak-cukup.html

Einhorn, Michael.(2004). Media, Technology and Copyright : Integrating Law and

Economics. Massachusetts; Edward Elgar Publishing.

Malik, Abdul. (2012). Kotak Ajaib Menjadi Pilihan, diakses pada 24 Desember 2012, dari

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/370797/

Mutmainah, Nina (Wawancara pribadi, 30 Desember 2012)

Parlina, Iin. (2011). Nothing but The Truth: Validitas Informasi Vs Kerahasiaan Informan,

diakses pada 28 Desember 2013, dari http://sosbud.kompasiana.com/2011/04/13/nothing-but-

the-truth-validitas-informasi-vs-kerahasiaan-informan-356381.html

Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS), diakses pada 23

Desember 2012, dari http://www.kpi.go.id/index.php/2012-05-03-16-16-23/peraturan-kpi

Rayendra, Panditio. (2011). Acara "Courtesy of Youtube" Tumbuh Subur di TV Nasional,

diakses pada 28 Desember 2012, dari http://www.tabloidbintang.com/film-tv-

musik/ulasan/15540-acara-qcourtesy-of-youtubeq-tumbuh-subur-di-tv-nasional.html

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014

22

RG. (2012). “On The Spot” Trans 7 Kena Tegur, diakses pada 22 Desember 2012, dari

http://www.kpi.go.id/component/content/article/14-dalam-negeri-umum/30313-on-the-spot-

trans-7-kena-tegur

Santosa, Alex. (2012). Masihkah Radio Berjaya (Konsumsi Media di Indonesia 2012),

diakses pada 24 Desember 2012, dari http://radioclinic.com/2012/10/17/masihkah-radio-

berjaya-konsumsi-media-di-indonesia-2012/

Setiabudi. (2007). Polemik “Jangan Percaya Semua yang Kamu Baca” & “Validitas

Informasi di Wikipedia” , diakses pada 28 Desember 2013, dari

http://www.setiabudi.name/archives/14

Sinopsis Program, diakses pada 23 Desember 2012, dari http://www.trans7.co.id/frontend/

Susrini, Ni Ketut. (2010). Seri Creative Project : Beken dengan YouTube. Jakarta; Grasindo

Syafei, Firman. (2011). Ketika Semuanya Latah ‘Courtesy of YouTube’, diakses pada 24

Desember 2012, dari http://catatanujangfirman.blogspot.com/2011/10/ketika-semuanya-latah-

courtesy-of.html

Taliashvili, George. (2008). Copyright Works. Munich; GRIN Publishing

Umbara, Diki. (2012). Bagaimana Televisi di Indonesia Membuat Program Acara dari

YouTube, diakses pada 26 Desember 2012, dari http://dikiumbara.wordpress.com/2012/

02/16/ bagaimana-televisi-di-indonesia-membuat-program-acara-dari-youtube/

Youtube’s Term of Service, diakses pada 23 Desember 2012, dari http://youtube.com/terms

Yusuf, Iwan Awaluddin. (2010). Memahami Televisi, Memahami Perkembangan Teknologi,

Regulasi dan Tuntutan Industri, diakses pada 24 Desember 2012, dari http://bincangmedia.

wordpress.com/2010/10/19/memahami-televisi-memahami-perkembangan-teknologi-

regulasi-dan-tuntutan-industri/

Haryanto, Ignatius. (2012). Tulis ‘YouTube’, Selesai Perkara? , diakses pada 12 Januari 2014,

dari http://remotivi.or.id/pendapat/tulis-youtube-selesai-perkara\

Andriani, Fizzy. (2012). Fenomena ‘Courtesy of YouTube’ dan Integritas Jurnalis Televisi,

diakses pada 12 Januari 2014, dari http://ejournalwacana.com/pdf/apr-

juni%2012/Fenomena%20Jurnalis%20Televisi.pdf

Pragiwaksana, Pandji. (2012). Make Sense? , diakses pada 12 Januari 2014, dari

http://pandji.com/make-sense/

Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014