UNIVERSITAS INDONESIA
TAYANGAN ‘COURTESY OF YOUTUBE’ : MENDULANG
KEUNTUNGAN BESAR DENGAN MENGABAIKAN COPYRIGHT DAN
VALIDITAS INFORMASI
(STUDI KASUS PADA PROGRAM ON THE SPOT TRANS 7)
MAKALAH NON SEMINAR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial
PUTRI ARIANI
(1006665012)
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
HUBUNGAN MASYARAKAT
DEPOK
JANUARI 2014
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
1
Tayangan ‘Courtesy of YouTube’ : Mendulang Keuntungan Besar dengan
Mengabaikan Copyright dan Validitas Informasi
(Studi Kasus pada Program On The Spot Trans 7)
Putri Ariani
Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
E-mail : [email protected]
Abstrak
Beberapa tahun belakangan, program yang menggunakan video YouTube sebagai sumber utama produksi siaran
marak bermunculan di layar kaca televisi Indonesia. Membuat program dengan video YouTube sangatlah mudah
dan murah dibanding dengan memproduksi sendiri suatu tayangan. Dengan bermodalkan waktu dan biaya yang
sedikit, program sejenis ini dapat mendulang keuntungan yang sangat besar. Pionir dari program ‘Courtesy of
YouTube’ ini adalah On The Spot yang ditayangkan oleh Trans 7 sejak tahun 2010. Meskipun program On The
Spot meraih kesuksesan, terdapat beberapa masalah yang menghadangnya, yaitu masalah copyright dan validitas
informasi. Penelitian ini bermaksud untuk menganalisa acara On The Spot dilihat dari peraturan YouTube,
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan opini masyarakat dari tahap produksi, konsumsi sampai distribusi. Pada
akhirnya, On The Spot menjadi kontroversi dan terbukti melanggar peraturan yang ditetapkan oleh YouTube dan
KPI.
‘Courtesy of Youtube’ Program : Gaining Big Profit without Considering The
Copyright and Information’s Validity ( A study of ‘On The Spot’ Program on Trans 7)
Abstract
In recent years, programs that use YouTube’s videos as the main source of its production are widely spread in
Indonesia’s television industry. Creating a program with YouTube’s video is very simple and inexpensive,
compared with producing the original one. It only takes a little time and low cost to gain a very satisfying
revenue. The pioneer is ‘On The Spot’, which has been broadcasted by Trans 7 since 2010. Despite its success,
there are some serious problems with this program, involving copyright and information’s validity issue. This
research is made to analyze the ‘On The Spot’ program from the perspective of YouTube’s term of service,
Komisi Penyiaran Indonesia’s (KPI) regulation and public opinion, from production to consumption and
distribution level. In the end, ‘On The Spot’ has become a controversy and has been caught violating the rules
that has been established by YouTube and KPI.
Keywords : Youtube; television ; copyright; information’s validity; On The Spot
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
2
Pendahuluan
Tulisan ini ingin mengulas pelanggaran yang ada dalam program On The Spot, dilihat
dari perspektif ketentuan YouTube, regulasi KPI dan opini masyarakat dalam hal copyright
dan validitas informasi.
Dalam kehidupan sehari-hari tampaknya seseorang tidak bisa terlepas dari televisi.
Salah satu alat elektronik yang sekarang sudah seperti kebutuhan primer bagi manusia.
Televisi adalah sebuah media massa yang paling banyak dikonsumsi oleh manusia di seluruh
dunia. Jangkauannya yang luas senantiasa menerpa setiap orang dengan segala kontennya
yang beragam. Dibanding media massa lain, televisi dianggap yang paling menarik karena
sifatnya yang menampilkan informasi dalam bentuk audio visual. Berdasarkan hasil survei
terbaru Nielsen tentang konsumen dan media, televisi bahkan menempati peringkat teratas
dalam konsumsi media yang dilakukan masyarakat Indonesia. Tingkat konsumsi televisi pada
2010 mencapai 95% atau naik 3% dibanding lima tahun lalu. Ini merupakan angka terbesar
dibanding media lain seperti radio, internet, koran,dan lainnya.
Menurut Jay Black dan Frederick C. Whitney (1998), televisi sebagai media
komunikasi massa mempunyai 4 fungsi, yaitu untuk memberikan informasi (to inform), untuk
memberikan hiburan (to entertain), untuk mempersuasi (to persuade) dan sebagai sarana
transmisi budaya (transmission culture). Meskipun begitu, pada dasarnya, televisi tetaplah
sebuah industri yang mempunyai fungsi ekonomi. Layaknya sebuah industri, televisi adalah
sebuah bisnis yang sangat profit-oriented. Pada teorinya, televisi memang mempunyai empat
fungsi diatas tetapi nilainya kadang tergerus oleh adanya pertimbangan untung-rugi di
perusahaan-perusahaan televisi.
Dengan kian beragamnya kategori televisi ditambah dengan maraknya kehadiran para
pemain baru di industri ini mengakibatkan semakin beratnya tantangan yang harus dihadapi
oleh perusahaan-perusaahan televisi. Untuk menghadapi ritme kerja yang cepat dan tuntutan
rating yang tinggi, para personel perusahaan televisi harus memutar otak guna mencari ide
kreatif yang dapat menarik khalayak untuk tetap menonton stasiun televisi miliknya.
Tentunya mindset yang dipakai untuk memproduksi sebuah tayangan televisi adalah prinsip
untung-rugi. Para personel perusahaan televisi dituntut untuk memproduksi sebuah tayangan
yang sukses dengan biaya produksi yang cenderung kecil. Hal ini dilakukan untuk
menghindari kerugian jikalau acara tersebut tidak sesukses yang diharapkan. Stasiun televisi
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
3
dituntut untuk bersikap fleksibel dan cepat beradaptasi pada selera pasar karena jika tidak,
maka khalayak dapat berpaling ke stasiun televisi lain, lalu rating akan menurun dan
berdampak pada harga dan spot yang akan dibeli oleh pengiklan.
Meskipun televisi masih menjadi media yang paling banyak dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia, namun era kejayaannya terancam lengser ketika internet masuk sebagai
sebuah terobosan teknologi baru. Internet hadir sebagai pesaing televisi karena manusia tidak
lagi pasif sebagai audience, namun sekarang lebih berperan aktif dalam menyeleksi media apa
yang akan ia gunakan sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Internet pun mengubah pola
manusia dalam mengkonsumsi informasi. Lihatlah bagaimana fenomenalnya Shinta - Jojo dan
Briptu Norman lewat video lipsync mereka di YouTube yang mendadak menjadi buah bibir di
masyarakat. Menurut survey yang dilakukan oleh Broadcasting Board of Governors pada
Agustus 2012, sebanyak 20,6% atau 1 dari 5 orang Indonesia menggunakan internet.
Sebanyak 96,2% pengguna internet di Indonesia menggunakan jejaring sosial dan 72%
menggunakan internet untuk mencari berita terbaru. Hal ini terjadi tidak hanya di perkotaan,
namun sudah menjangkau hingga pelosok daerah. Dari jumlah tersebut, sebanyak
47,6% pengguna internet di Indonesia sudah menggunakan Youtube. YouTube adalah sebuah
situs website video sharing (berbagi video) populer dimana para pengguna dapat memuat,
menonton, dan berbagi klip video secara gratis.
Berdasarkan fakta tersebut, keberadaan internet ditakutkan akan menggeser minat
penonton terhadap televisi. Maka dari itu, bermunculanlah berbagai program televisi yang
memanfaatkan video YouTube. Penggunaan video dari YouTube untuk sebuah program
televisi memang terkesan instan dan hemat biaya produksi, namun berimbas pada kualitas
informasi tayangan. Keakuratan informasi yang hanya diambil melalui YouTube serta
masalah hak cipta video masih menjadi pertanyaan. Meskipun menghasilkan keuntungan
yang besar tetapi malah menimbulkan masalah baru, yaitu adanya dugaan pelanggaran terms
of service YouTube dan regulasi P3SPS dari KPI.
Rumusan Masalah
Banyaknya tayangan televisi yang menggunakan YouTube sebagai sumber informasi
ternyata dipermasalahkan oleh beberapa orang. Tayangan ini dianggap cukup kontroversial
karena proses produksinya yang sangat singkat dan mudah, yaitu hanya dengan mengunduh
video dari YouTube. Dibalik kesukaan masyarakat tersebut, timbul beberapa masalah yang
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
4
menghadang program ‘courtesy of YouTube’ ini. Beberapa diantaranya adalah masalah
copyright (hak cipta) dan validitas informasi dalam acara tersebut.
Masalah pertama adalah penggunaan video YouTube oleh program-program semacam
On The Spot ini sebagai sumber informasi yang sekaligus dijadikan modal utama dalam
produksi tayangan tersebut. Dalam sebuah industri, tentunya produsen ingin mendapatkan
keuntungan setinggi-tingginya dengan modal yang sekecil-kecilnya. Tindakan program
‘courtesy of Youtube’ ini memang sangat bisa menekan modal yang harus dikeluarkan tetapi
pihak stasiun televisi terlihat tidak mengindahkan adanya copyright atau hak cipta yang
dimiliki oleh orang yang mengunggah video mereka ke YouTube. Pihak stasiun televisi
dengan mudahnya mengunduh video yang diinginkan lalu menggunakannya sebagai modal
produksi acara, lalu sebagai imbalan bagi orang yang memiliki video tersebut, mereka hanya
menghargainya dengan menuliskan ‘Courtesy of YouTube’ pada video tersebut. Padahal
dengan berbekal video tersebut, pihak stasiun televisi bisa meraup keuntungan yang sangat
besar. Hal ini dianggap sebagai tindakan yang tidak menghargai hak cipta seseorang.
Masalah kedua adalah penggunaan video YouTube sebagai sumber informasi yang
dirasa tidak valid karena YouTube adalah sebuah media sosial, dimana setiap orang bisa saja
mengunduh video dan memberikan deskripsi apapun tanpa harus memikirkan kebenarannya.
Hal ini diperparah dengan kurangnya kesadaran pihak stasiun televisi untuk melakukan
verifikasi informasi yang terdapat di video tersebut terlebih dahulu sebelum akhirnya
disebarluaskan melalui media televisi.
Untuk meneliti masalah ini, penulis mengambil tayangan On The Spot sebagai bahan
analisis dan akan mengupas acara ini dari segi stasiun televisi sebagai sebuah industri, mulai
dari proses produksi, konsumsi dan distribusi. Lalu, penulis akan menelaah tayangan On The
Spot dengan menggunakan YouTube’s term of service dan peraturan dari KPI.
Tinjauan Literatur
Untuk memperkaya tulisan ini, penulis melakukan tinjauan literatur untuk mengetahui
apa saja yang pernah ditulis orang lain mengenai topik ‘Courtesy of YouTube’. Pembahasan
mengenai penggunaan video YouTube sebagai sumber utama program televisi ternyata masih
sedikit jumlahnya dalam buku maupun artikel di media massa.
Sebuah jurnal berjudul ‘Fenomena ‘Courtesy of YouTube’ dan Integritas Jurnalis
Televisi’ karya Fizzy Andriani (2012), dari Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama),
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
5
mengupas masalah ini secara mendalam. Fizzy menganggap bahwa fenomena ‘Courtesy of
YouTube’ terjadi karena adanya persaingan antar stasiun televisi, kemalasan berkarya dan
rendahnya kreativitas para personel televisi. Berdasarkan wawancaranya dengan dua produser
program televisi ‘Courtesy of YouTube’, sebenarnya para produser ersebut menyadari bahwa
video-video yang mereka ambil dari YouTube kebenarannya tidak bisa
dipertanggungjawabkan. Alasan utama mereka masih menggunakan video dari YouTube
adalah adanya kendala untuk mengambil gambar yang asli. Mereka berpikir bahwa sah-sah
saja mengambil video YouTube karena sifat program yang hanya untuk hiburan. Meskipun
menyadari kesalahannya, namun acara semacam ini tetap diproduksi karena dengan modal
yang sedikit, mereka bisa menghasilkan rating yang tinggi dan pemasukan yang besar.
Sejalan dengan Fizzy, Ignatius Haryanto (2012), seorang Direktur Eksekutif LSPP
(Lembaga Studi Pers dan Pembangunan), dalam tulisannya di halaman Remotivi.or.id yang
berjudul “Tulis ‘YouTube’, Selesai Perkara?” mempertanyakan keakuratan informasi yang
ditampilkan oleh program ‘Courtesy of YouTube’ dan juga mempermasalahkan copyright
dari video-video di YouTube tersebut. Menurutnya, pemakaian video YouTube untuk
program televisi merupakan suatu bentuk tindakan pencurian. Penulisan ‘Courtesy of
YouTube’ pun dirasa tidak menyelesaikan perkara karena sejatinya video-video yang ada di
YouTube bukan asli berasal dari situs tersebut melainkan bersumber dari para pengunggah
video. Para pengunggah video ini dianggap layak untuk mendapatkan suatu penghargaan atau
pengakuan atas pemakaian karya mereka. Penggunaan video YouTube ini juga
mengindikasikan adanya kemalasan pihak televisi yang tidak mau bekerja lebih untuk
memproduksi gambar sendiri. Tulisan ini juga menyayangkan adanya pemikiran produser
televisi yang hanya ingin membuat program yang mudah dan murah namun tetap bisa meraup
uang yang banyak.
Berbeda dengan dua literatur sebelumnya, terdapat pembelaan dari seorang pekerja seni,
yaitu Pandji Pragiwaksono (2012) , melalui tulisan berjudul ‘Make Sense?’ di halaman
pribadinya di pandji.com. Pandji tidak setuju apabila pihak televisi yang membuat program
‘Courtesy of YouTube’ dianggap semena-mena mengambil video di YouTube tanpa izin.
Pandji berargumen bahwa setiap video yang diunggah ke YouTube sudah sepenuhnya
menjadi milik YouTube. Selain itu, video-video tersebut juga terkadang bukan video original
buatan dari si pengunggah, melainkan bisa unggahan ulang atau manipulasi dari video orang
lain. Jadi, menurutnya pemakaian video YouTube di program televisi cukup terbayarkan
dengan adanya penulisan ‘Courtesy of YouTube’.
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
6
Program ‘Courtesy of YouTube’ ini memang menjadi topik yang masih diperdebatkan.
Dari tinjauan literatur yang dilakukan, belum ada tulisan yang menganalisis program
‘Courtesy of YouTube’ ini dengan menggunakan perspektif regulasi KPI dan terms of service
YouTube. Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengangkat dan memperdalam topik ini.
On The Spot : ‘Courtesy of YouTube’ Berbuah Masalah Copyright dan Validitas
Informasi
Perkembangan Industri Televisi
Industri televisi Indonesia semakin berkembang pesat dari masa ke masa. Terdapat
kurang lebih 13 channel yang saat ini mewarnai layar kaca televisi Indonesia setiap harinya.
Keadaan ini berimbas pada semakin ketatnya persaingan dalam memenangkan hati penonton.
Alur kerja di industri televisi yang sangat cepat dan dinamis memaksa pekerja televisi untuk
membuat program yang kreatif dan bisa menjadi kegemaran penonton.
Bila menengok industri televisi Indonesia sepuluh tahun yang lalu, mayoritas
programnya masih diisi dengan sinetron dan program berita. Beberapa program kuis pun
cukup laku pada saat itu. Televisi masih menjadi satu-satunya media audio visual yang dapat
memberikan hiburan bagi penonton. Namun, pada era sekarang, televisi tidak bisa lagi hanya
mengandalkan program yang konvensional dan biasa-biasa saja. Ketatnya persaingan antar
stasiun televisi membuat pekerja televisi harus memutar otak dan menghasilkan program yang
menarik. Oleh karenanya, bermunculanlah jenis program baru seperti reality show, variety
show berbau musik, infotainment, seperti Dahsyat, Inbox, Silet, Indonesian Idol dan lain-lain.
Transformasi ini tidak hanya disebabkan oleh munculnya stasiun televisi pesaing,
namun juga dipengaruhi oleh adanya teknologi internet dan pergeseran konsumsi media di
masyarakat Indonesia. Belakangan ini masyarakat menjadi lebih aktif untuk menentukan
media apa yang akan dikonsumsi, bukan hanya dengan duduk dan menonton televisi secara
pasif. Trend internet yang sudah mulai menjangkau seluruh wilayah Indonesia juga membuat
masyarakat makin selektif dalam memproses informasi. Keberadaan internet ditakutkan akan
menggeser minat penonton terhadap televisi seperti yang sudah diprediksikan bahwa
teknologi dan digitalisasi akan membuahkan suatu revolusi industri televisi. Apalagi saat ini
terdapat situs YouTube yang memungkinkan penggunanya mencari video ataupun tayangan
yang mereka inginkan secara gratis. Melihat ancaman seperti ini, stasiun televisi kemudian
berinovasi dengan membuat acara yang menggunakan video YouTube sebagai sumber
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
7
informasi, yang memang dibuat untuk memenuhi tuntutan pasar. Tayangan semacam ini
biasanya hanya mengambil video dari Youtube lalu menambahkan narasi dan teks untuk
menjelaskan video tersebut.
Pada awalnya, pionir acara semacam ini adalah On The Spot yang tayang di stasiun
televisi Trans7. Setelah beberapa waktu mengudara, ternyata acara ini sangat sukses karena
hanya dengan mengeluarkan modal yang sedikit On The Spot bisa meraup keuntungan yang
sangat besar. Bukan pertelevisian Indonesia jika tidak latah apabila ada tayangan televisi yang
sukses. Mulailah marak bermunculan program ‘Courtesy of YouTube’ semacam ini di stasiun
televisi lain, misalnya HotSpot di GlobalTV, Woow...! di ANTV dan Top5 di RCTI. Keempat
tayangan ini cukup bisa menarik perhatian masyarakat karena dianggap sebuah acara yang
berbeda dari yang lain dan memberikan informasi yang mendidik.
“On The Spot”
Dilansir dalam situs resmi Trans 7, On The Spot diklaim sebagi program informatif
yang menayangkan berbagai hal unik yang terkadang tidak terpikirkan oleh masyarakat
sebelumnya dengan disertai penjelasan ringan. Sinopsis tersebut tampaknya agak kabur untuk
menggambarkan apa yang sebenarnya program ini sajikan. On The Spot adalah sebuah
program yang menayangkan potongan-potongan video dari situs YouTube. Pertama kali
tayang di televisi pada tahun 2010 di stasiun televisi Trans 7. Pada awalnya, On The Spot
merupakan program musik yang menayangkan berbagai video klip dari musisi Indonesia
maupun luar negeri. Pada saat itu, acara ini dibawakan oleh Thalita Latief. Namun, di awal
2011, terlihat perubahan signifikan pada program ini. On The Spot bertransformasi menjadi
sebuah program yang berisikan informasi-informasi yang ringan dan menarik dengan
YouTube sebagai sumber informasi utamanya.
Tayangan sejenis ini bisa dibilang baru dan On The Spot dapat dikatakan sebagai
pionir bagi acara-acara serupa yang mencoba membuntuti kesuksesannya di stasiun televisi
lain. Program ini tayang setiap hari Senin-Jumat, pukul 19.15 - 20.00 WIB. Dalam setiap
episodenya, ada beberapa video yang dikelompokkan dalam beberapa tema khusus. Dari
setiap 1 tema, akan ditampilkan 7 contoh. Misalnya adalah 7 Fenomena Alam Teraneh, 7 Ikan
Spektakuler di Dunia, 7 Penampakan Menghebohkan sampai 7 Makhluk Misterius. Harus
diakui, tema yang diambil adalah tema yang sangat unik dan memancing rasa penasaran.
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
8
Semua video tersebut lalu diputar dengan tambahan tulisan ‘Courtesy of YouTube’ pada kiri
bawah layar televisi. Tetapi pada sebagian kecil video, terkadang tulisannya tidak hanya
sekedar ‘Courtesy of YouTube’ melainkan sudah berbentuk link url dimana video tersebut
didapatkan dari YouTube. Bukan hanya menampilkan video saja, tetapi On The Spot juga
menambahkan narasi untuk mendeskripsikan gambar yang ada di video yang bersangkutan.
Untuk semakin menghidupkan suasana, On The Spot juga didukung oleh adanya back sound
dalam setiap episodenya, yang akan berganti-ganti setiap nomor urutan per kategori.
YouTube
YouTube adalah suatu situs komunitas berbagi video yang memungkinkan
penggunanya untuk menonton, mengunggah dan menyebarkan berbagai macam video secara
online dengan menggunakan web browser. Layanan yang beralamat di www.youtube.com ini
dapat diakses melalui website maupun perangkat mobile. Situs YouTube didirikan oleh
mantan pekerja PayPal, Steve Chen, Chad Hurley dan Jawed Karim pada Februari 2005. Situs
ini kemudian beralih menjadi milik Google pada akhir tahun 2006 hingga saat ini. Jenis
konten di YouTube beragam, mulai dari musik, cuplikan acara TV, film, tutorial, demo, juga
video amatir. Salah satu keunggulan YouTube terletak pada kemudahan pengoperasiannya.
Tidak heran apabila menurut statistik YouTube, terdapat lebih dari satu miliar pengguna
internet yang mengunjungi YouTube dan menghabiskan total enam miliar jam untuk
menonton video di YouTube setiap bulannya.
Courtesy of YouTube
Bila dilihat dari segi bahasa, ‘courtesy’ dalam bahasa inggris berarti : “consideration,
cooperation, and generosity in providing something (as a gift or privilege) “, atau dalam
bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai “kemauan, kerjasama dan kedermawanan untuk
menyediakan sesuatu (sebagai hadiah atau keistimewaan)”. Kalimat ‘courtesy of...’ biasanya
mengindikasikan bahwa seseorang atau beberapa pihak mengizinkan orang-orang untuk
memakai hasil karyanya sebagai ‘kedermawanan’ karena memberikan karya itu secara gratis.
Sebagai imbalannya, pengguna karya tersebut diharapkan membalasnya dengan cara
mencantumkan sumber karya agar diketahui oleh khalayak luas.
Istilah ‘Courtesy of YouTube’ muncul seiring dengan maraknya tayangan televisi
yang menggunakan YouTube sebagai sumber utama siarannya. Tayangan televisi semacam
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
9
ini menyertakan tulisan ‘Courtesy of YouTube’ di pojok bawah layar televisi untuk
menandakan bahwa video tersebut diambil dari YouTube.
Copyright
Copyright atau hak cipta adalah suatu bentuk perlindungan terhadap suatu karya, baik
karya tulis, karya seni dan ekspresi lainnya yang dituangkan secara nyata ke dalam suatu
medium. Karya yang bisa dilindungi dengan copyright adalah karya yang asli dan berbentuk
nyata (tangible) . Karya-karya yang termasuk di dalamnya adalah karya tulis, musikal, drama,
koreografi, gambar atau pahatan, karya audiovisual, rekaman suara dan karya arsitektur.
Pemilik copyright mempunyai hak ekslusif untuk mereproduksi dan mendistribusikan suatu
karya. Esensi dari copyright ada pada dua hal, yaitu hak moral dan hak ekonomi. Hak moral
adalah atribusi atau pengakuan atas karya seseorang sementara hak ekonomi merujuk pada
kompensasi yang perlu didapat seseorang atas hasil kerja kreatifnya tersebut. Aturan ini
diberlakukan sebagai sebuah apresiasi atau penghargaan kepada produsen suatu karya karena
mengeluarkan biaya atau jerih payah yang cukup besar dalam menghasilkan karyanya. Video
di YouTube adalah salah satu karya yang dapat dilindungi oleh copyright.
Validitas Informasi
Validitas mengacu pada tingkat kebenaran, kekuatan, keabsahan dan keterpercayaan
suatu informasi. Informasi yang valid adalah informasi yang sumbernya detail dan jelas.
Selain itu, validitas informasi sangat ditentukan oleh kredibilitas sumber. Sumber informasi
harus dapat ditelusuri kebenarannya sebagai bentuk pertanggungjawaban penyebar informasi.
Informasi dapat diuji kevaliditasannya dengan cara memeriksa, memeriksa ulang dan
menyeimbangkan (check, recheck & balancing) atas informasi-informasi yang ditampilkan.
Informasi yang valid juga mengandung konten yang dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Salah satu cara untuk memastikan validitas sebuah informasi adalah dengan
merujuk pada sumber yang jelas serta melakukan verifikasi atau mengkonfirmasi informasi
kepada seorang ahli.
Dari beberapa tayangan televisi yang menggunakan video YouTube sebagai modal
utama siarannya, penulis memilih program On The Spot di stasiun televisi Trans 7 sebagai
objek penelitian. Dibandingkan dengan tayangan televisi serupa, On The Spot merupakan
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
10
program yang paling dikenal masyarakat serta mempunyai rating yang paling tinggi pula.
Selain itu, On The Spot juga pernah tertimpa kasus atas ketidakvalidan informasi yang
ditampilkan. Hal ini sesuai dengan masalah yang ingin diteliti oleh penulis.
Untuk mengumpukan data, penulis melakukan tinjauan literatur dari buku dan bacaan
di internet. Selain itu, penulis juga melakukan wawancara dengan Ibu Nina Mutmainah, yaitu
Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat periode 2010—2013, yang dianggap
sebagai ahli dalam dunia pertelevisian. Terakhir, demi mendapatkan gambaran yang utuh
mengenai program On The Spot, penulis juga melakukan observasi dengan menonton dan
mengamati acara ini secara langsung.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Setelah melakukan analisis teks, wawancara dan observasi mengenai program On The
Spot secara lebih lanjut, terkuak beberapa fakta yang menarik untuk dibahas. Hasil penelitian
tersebut menjadi sumber dan bahan pertimbangan penulisan pembahasan dan analisis.
On The Spot adalah salah satu produk dari sebuah industri televisi. Layaknya industri
kebanyakan, dalam pembuatan program On The Spot ini produsen melewati tahap-tahap
ekonomi seperti tahap produksi, konsumsi hingga distribusi. Berikut pembahasan per tahap
secara lebih rinci dengan merujuk pada hasil penelitian.
1. Produksi
Mudah dan murah. Itulah dua kata yang dapat mendeskripsikan proses produksi program
On The Spot. Pada umumnya, pembuatan program televisi harus melewati paling tidak tiga
tahapan penting, yaitu pra produksi, produksi dan paska produksi.
Pra-produksi
Pada tahap pra-produksi, terdapat tiga hal utama yang dilakukan oleh tim On The Spot
yaitu, penemuan ide dan konsep (brainstorming), perencanaan, dan persiapan. Setelah
ide dan konsep acara didapat dan disetujui secara bersama oleh personel team
program, maka selanjutnya dilakukan perencanaan yang meliputi: time scheduling,
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
11
mempersiapkan naskah, crew, dan biaya. Oleh karena konsep acara ini tidak
melibatkan banyak talent, maka waktu dan biaya produksi pun menjadi lebih rendah.
Produksi
Pada umumnya, tahap produksi acara-acara televisi kebanyakan adalah tahap yang
paling menyita tenaga, waktu dan biaya karena mengharuskan tim untuk melakukan
shooting dengan talent di beberapa tempat, ditambah lagi dengan harus adanya
wardrobe yang sesuai, dekorasi yang mendukung serta lighting yang tepat. Berbeda
dengan yang lain, On The Spot tidak melewati proses shooting. On The Spot tidak
perlu susah-susah melakukan shooting karena proses shooting yang sebenarnya sudah
dilakukan oleh pengunggah video di YouTube, sehingga On The Spot tinggal
mengunduh dan mempergunakannya seolah-olah itu adalah hasil produksi mereka
sendiri. Dengan cara seperti ini, tim On The Spot melakukan penghematan biaya yang
sangat besar. Biaya untuk jasa talent, penyewaan wardrobe, peminjaman properti, dan
lain-lain pun hilang.
Produksi yang dilakukan oleh On The Spot hanyalah melakukan pencarian video di
YouTube lewat internet yang nantinya akan diunduh untuk dijadikan sumber utama
acara. Daftar video yang harus diunduh sebelumnya sudah dibuat oleh tim kreatif On
The Spot. Tahap ini sangat mudah untuk dilakukan. Tim On The Spot hanya perlu
membuka website YouTube, tuliskan kata kunci untuk mencari video yang diinginkan
misalnya: “funny animal” untuk mendapat video rekaman hewan yang melakukan
adegan lucu, tekan ‘enter’ dan daftar video yang menawarkan adegan lucu hewan akan
keluar . Tim On The Spot lalu menyeleksi video tersebut dan mengunduhnya. Setelah
mendapatkan video yang diinginkan, tim On The Spot akan mencari informasi lain
untuk membuat narasi video tersebut. Terkadang, narasi yang diciptakan pun hanya
mendeskripsikan apa yang sudah terlihat jelas di dalam video. Untuk melengkapi
tayangan video YouTube, tim On The Spot melakukan taping atau perekaman suara
untuk narasi yang akan dimainkan bersama tayangnya video.
Pasca-produksi
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
12
Pada tahap pasca-produksi, terdapat dua hal yang utama, yaitu editing dan mixing.
Setelah diunduh, video tersebut dikonversi terlebih dahulu menjadi file video yang
nantinya bisa diedit. Video yang diunduh sebelumnya akan berupa file dengan format
.FLV. File-file video itu harus dijadikan file berektensi .AVI atau .MOV, yakni file
yang nantinya bisa diimport atau dibuka oleh software editing. Lalu editing dilakukan
lagi untuk merapikan tayangan dan penyesuaian waktu, misalnya dengan cara
penambahan dan penyempurnaan gambar, penambahan animasi, dan pemberian
template. Editing yang dilakukan oleh tim On The Spot mencakup cropping
(pemotongan bagian atas dan bawah agar logo atau tulisan yang ada di video dapat
dihilangkan), resizing (pembesaran gambar dari ukuran normal agar ukuran video dari
YouTube pas untuk ditampilkan di layar Televisi –meskipun sering membuat kualitas
video menurun seperti gambar yang pecah dan tidak terlihat jelas), blurring (membuat
beberapa bagian menjadi samar -digunakan pula untuk menyamarkan sumber atau
tulisan dari video agar tak terlihat jelas oleh penonton), re-framing/template
(membingkai video dengan template tertentu untuk menambahkan info pada video,
misalnya tulisan ‘7 penampakan misterius di dunia’ dan penulisan credit title untuk
musik yang dipakai), dan yang terakhir adalah penambahan tulisan “Courtesy of
YouTube” atau beserta link URL video yang diunduh seperti
http://www.youtube.com/watch?v=bp9FUKKAkok . Untuk melengkapi editing,
dilakukan proses mixing, yaitu proses adjustment dan penambahan audio (suara dan
musik) pada materi hasil editing. Ilustrasi musik menjadi bagian penting agar narasi
menjadi terdengar dramatis dan tidak membosankan. Seperti halnya video, On The
Spot tinggal mengunduhnya dari internet. Tim On The Spot hanya perlu mencari di
mesin pencari di website lalu ketikkan kata kunci judul lagu atau instrumen yang
diinginkan. Setelah mixing, maka materi On The Spot sudah siap tayang. Dari
serangkaian proses produksi yang instan tersebut, tim On The Spot dapat memangkas
biaya produksi menjadi sangat kecil. Menurut Bambang Elf, mantan Head of
Production Development Unit di TRANS 7, Program ‘On The Spot’ hanya
menghabiskan biaya produksi yang sedikit sekali, yaitu hanya Rp.3.500.000,- . Sebuah
biaya produksi yang sangat minim sekali tetapi sudah bisa menjadi program yang
sukses bagi Trans 7.
2. Konsumsi
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
13
Sebuah program televisi tentunya dibuat untuk menarik masyarakat agar bisa menjadi
tontonan yang dikonsumsi terus menerus oleh penonton setia program tersebut. Begitu juga
dengan tayangan On The Spot. Meskipun diproduksi dengan biaya produksi yang sangat
rendah, ternyata banyak masyarakat Indonesia yang menyukai jenis tayangan ini. On The Spot
sebagai program jenis baru ternyata mampu medapatkan rating yang cukup tinggi. Contohnya
pada hari Kamis, 21 Desember 2012, On The Spot berhasil masuk ke dalam daftar tayangan
dengan rating tertinggi ke-6 dengan rating 3.6 dan share 13.6.
Bila sudah berbicara tentang acara televisi yang mempunyai rating tinggi, maka tidak
lepas kaitannya dengan iklan. Program yang memiliki rating tinggi tentunya sering diburu
oleh para pengiklan agar produk mereka banyak disaksikan oleh masyarakat. Terhitung
terdapat puluhan iklan yang menjadi selingan dalam program On The Spot. Kebanyakan
produk yang memasang iklan dalam program ini adalah public goods, yaitu barang-barang
kebutuhan rumah tangga pada umumnya, seperti White Koffie, Tepung Bumbu Sasa, Pantene,
Charm, Paramex, Mie Sedaaap, Anlene, TRESemme dan Sirup ABC. Para pengiklan merasa
perlu memasang iklan di sela acara On The Spot karena program ini penontonnya sangat luas,
dari anak kecil sampai orang dewasa menonton program ini. Tidak heran apabila per-episode
–nya On The Spot dapat mengantongi keuntungan sebesar Rp.900.000.000,- . Sebuah angka
yang sangat fantastis untuk sebuah program yang modal awalnya hanya Rp.3.500.000!
Meskipun begitu, lama kelamaan program ini menjadi sebuah kontroversi tersendiri di
kalangan masyarakat. Terdapat dua kubu, yaitu sekelompok orang yang memberikan respon
positif dan yang memberikan respon negatif. Kubu yang memberikan respon positif
berpendapat bahwa On The Spot adalah sebuah tayangan informatif yang mendobrak dunia
pertelevisian yang selama ini dipenuhi dengan sinetron. Walaupun beberapa ada yang sudah
menyadari bahwa informasi yang ditayangkan kurang valid, tetapi On The Spot tetap dinilai
sebagai acara yang edukatif, mendidik dan memberikan wawasan baru kepada penontonnya.
Sementara itu, kubu yang memberikan respon negatif berpendapat bahwa acara tersebut tidak
kreatif karena video yang dijadikan bahan siaran hanya mencomot dari YouTube dan tidak
menyertakan nama pemilik video. Hal ini dinilai melanggar hak cipta. Mereka juga
meragukan kebenaran informasi yang dibawa oleh On The Spot dan menyangsikan adanya
verifikasi terhadap informasi tersebut.
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
14
Untuk melihat terjadinya kontroversi di tengah masyarakat, berikut adalah beberapa opini
masyarakat mengenai On The Spot yang didapatkan dari berbagai sumber di internet:
“Saya sendiri merasakan acara ini dan acara-acara sejenisnya cukup mendidik dan menambah
wawasan saya terhadap hal-hal yang mungkin saya lupakan dan saya tidak ketahui. Hal-hal
unik yang sebelumnya belum banyak terungkap, jadi banyak diketahui orang. Acara ini (dan
sejenisnya) telah sedikit banyak telah berperan sebagai ensiklopedia instan bagi masyarakat.
Bagi anda yang malas untuk membaca buku ensiklopedi yang tebal, namun tetap ingin
menambah wawasan, mungkin acara-acara semacam ini cocok bagi anda. Dan siapapun itu
yang berinisiatif membuat acara ini, setidaknya ia telah membuktikan bahwa acara TV yang
mendidik itu tidak harus mahal dan dengan penyajian yang membosankan” – Asrilna pada 3
Mei 2012, dikutip dari artikel yang ditulisnya sendiri “Acara TV “Ranking-rangkingan”
(Murah, Meriah, Mendidik)” (http://asrilna.multiply.com/journal/item/21? &item_id
=21&view:replies=reverse&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem)
“Iihh aku suka nonton On The Spot. Meskipun data2nya gak valid tapi mereka selalu
menambahkan kata2 "versi On The Spot" di akhir kalimatnya. Misalkan : 7 hewan terunik di
dunia "versi On The Spot". Jadi kalo penonton pada protes "ih kayaknya masih ada hewan lain
yg lebih unik deh" ya terserah aja, toh tiap orang punya versi masing2. Ho'oh, daripada nonton
sinetron atawa program2 musik yg gak jelas mending nonton ini aja, lebih informatip...” -
Prima Danasari pada 22 September 2011, dikutip dari komentar yang ditulis pada artikel
“Tentang "On The Spot" & Program Serupa” (http://curipandang.com/blog/2011/09/tentang-
on-the-spot-program-serupa.html )
“Sudah lama saya juga risih dengan hal ini. Lama bekerja di bidang jurnalistik, saya tahu ada
yang salah, utamanya soal hak cipta dan pencantuman sumber. Dan ini kemudian hanya
menunjukkan bahwa media nasional hanya ingin menekan biaya produksi dan bersikap malas
saja. Ongkang2 di depan komputer saja sudah bisa menghasilkan banyak program acara.
Mungkin nanti hanya diperlukan segelintir pekerja saja di sebuah media, yaitu yang menjadi
pendownload video2 di youtube” – Ariyanto pada 12 Maret 2012, dikutip dari komentar yang
ditulis pada artikel Remotivi yang berjudul “Tulis YouTube, Selesai Perkara?” (
http://remotivi.or.id/pendapat/tulis-youtube-selesai-perkara )
”Ga kreatif dan ga modal! Kalau acaranya seperti ini semua pasang Internet saja cukup, tidak
perlu membeli TV” – Adit pada 5 September 2012, dikutip dari komentar yang ditulis pada
artikel “Acara Courtesy of Youtube Tumbuh Subur di TV Nasional”
(http://www.tabloidbintang.com/film-tv-musik/ulasan/15540-acara-qcourtesy-of-youtubeq-
tumbuh-subur-di-tv-nasional.html )
3. Distribusi
Dari segi pendistribusian, Trans 7 sebagai stasiun televisi yang memproduksi program On
The Spot beberapa kali mengiklankan program ini dalam bentuk cuplikan di sela-sela
tayangan Trans 7 yang lain. Selain itu, On The Spot juga beberapa kali diiklankan melalui
running text (teks berjalan) yang ada di bagian bawah televisi pada acara-acara sebelum jam
tayang On The Spot.
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
15
Bukan hanya diiklankan di televisi, tim On The Spot juga mempromosikan acara ini lewat
social media, yaitu Facebook dan Twitter. On The Spot hadir dalam Facebook melalui link
http://www.facebook.com/OnTheSpotTrans7 , yang kurang lebih berisi tentang fakta-fakta
yang pernah dibahas di tayangan televisinya. On The Spot pun juga eksis di Twitter dengan
menggunakan nama @Trans7OnTheSpot. Tweet @Trans7OnTheSpot berisikan promosi dan
ajakan menonton On The Spot, disertai dengan pemberitahuan tema apa yang akan diangkat
setiap harinya.
Setelah membedah program On The Spot pada tahap produksi, konsumsi dan
distribusi, pembahasan dan analisis akan berlanjut pada masalah copyright dan validitas
informasi. Pembahasan ini berlandaskan hasil analisis teks dan wawacara yang dikumpulkan
selama penelitian berlangsung.
Masalah pertama yang akan dianalisis adalah adanya dugaan pelanggaran atau
penyimpangan dalam penggunaan video YouTube sebagai sumber acara, baik ditelisik dari
konsep copyright, terms of service website YouTube, maupun dari segi regulasi penyiaran
menurut KPI. Seperti yang dikemukakan sebelumnya, On The Spot adalah sebuah program
yang memanfaatkan video dari YouTube untuk dijadikan sumber utama acara tersebut.
Pemakaian video milik orang lain di YouTube tersebut pun hanya dihargai dengan penulisan
‘Courtesy of Youtube’, tanpa menyertakan link URL darimana video tersebut dan tanpa
menyebutkan nama si pengunggah video.
Apabila diteliti lebih jauh, dalam terms of service (ketentuan layanan) YouTube sudah
tercantum poin yang membatasi hal ini :
“You agree not to distribute in any medium any part of the Service or the Content without
YouTube's prior written authorization, unless YouTube makes available the means for such
distribution through functionality offered by the Service (such as the Embeddable Player)”,
atau yang bila dibahasa Indonesiakan dapat diartikan seperti berikut : Anda (penonton
YouTube) setuju untuk tidak mendistribusikan dalam media apapun dan bagian apapun
dari Layanan atau Konten YouTube tanpa izin tertulis sebelumnya dari YouTube,
kecuali YouTube membuatnya tersedia dengan menyediakan sarana distribusi, lewat fungsi
yang ditawarkan dalam layanan (misalnya Embeddable Player). Selain itu, ada juga poin lain
yang dilanggar oleh On The Spot, yaitu :
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
16
“Content is provided to you AS IS. You may access Content for your information and personal
use solely as intended through the provided functionality of the Service and as permitted
under these Terms of Service. You shall not download any Content unless you see a
“download” or similar link displayed by YouTube on the Service for that Content. You shall
not copy, reproduce, distribute, transmit, broadcast, display, sell, license, or otherwise
exploit any Content for any other purposes without the prior written consent of YouTube or
the respective licensors of the Content. YouTube and its licensors reserve all rights not
expressly granted in and to the Service and the Content”,
atau yang dibahasa Indonesia-kan menjadi “Konten yang disediakan untuk anda (penonton
YouTube) adalah sebagaimana adanya. Anda dapat mengakses konten untuk informasi dan
penggunaan pribadi sebagaimana dimaksudkan melalui fungsionalitas layanan dan seperti
yang diizinkan menurut ketentuan layanan ini. Anda tidak boleh mengunduh materi, kecuali
anda melihat tulisan ‘download’ atau link serupa yang ditunjukkan oleh YouTube. Anda
tidak boleh menyalin, mereproduksi, mendistribusikan, mentransmisikan, menyiarkan,
menampilkan, menjual, me-lisensi, atau mengeksploitasi suatu konten untuk tujuan lain
tanpa persetujuan tertulis sebelumnya dari YouTube atau pemberi lisensi masing-masing
konten. YouTube dan pemberi lisensinya memiliki semua hak yang tidak dicantumkan dalam
dan terhadap layanan dan konten”.
Dari kedua poin yang terdapat dalam terms of service YouTube, dapat ditarik
kesimpulan bahwa program On The Spot telah melanggar ketentuan dan layanan yang
tercantum dalam situs YouTube.
Meskipun begitu, larangan dan aturan main dalam situs YouTube nampaknya masih
agak kabur dan ambigu, sebab mulai 2 Juni 2011, YouTube meluncurkan adanya opsi
Creative Commons untuk lisensi sebuah video. Lisensi Creative Commons adalah beberapa
lisensi hak cipta yang diterbitkan oleh Creative Commons, suatu perusahaan nirlaba Amerika
Serikat . Banyak di antara lisensi-lisensi tersebut, terutama lisensi original, yang memberikan
"hak dasar", seperti hak untuk mendistribusikan karya berhak cipta tanpa perubahan, tanpa
biaya apapun. Jadi, pengunggah video di YouTube yang memilih opsi Creative Commons
untuk lisensi videonya, telah mengizinkan orang lain untuk menyalin, mendistribusikan,
menampilkan, serta membuat karya turunan berdasarkan suatu karya (bahkan untuk tujuan
komersial) dengan syarat orang tersebut harus memberikan penghargaan (atribusi) pada
pencipta, yaitu dengan memuat nama pencipta videobeserta link YouTube pada video yang ia
buat. Proses pengeditan video pun juga hanya boleh dilakukan menggunakan YouTube’s video
editor resmi dari situs YouTube.
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
17
Pada kasus On The Spot, ada kemungkinan besar bahwa tim On The Spot tidak
memperhatikan lisensi yang ada pada video YouTube yang mereka gunakan. Tim On The
Spot pun tidak mengedit video yang mereka pakai dengan YouTube’s video editor, melainkan
menggunakan software lain.
Terlepas dari keambiguan dua aturan YouTube diatas, keduanya mempunyai satu
kesamaan, yaitu kewajiban untuk mendapatkan izin dari pengunggah dan memberikan kredit
berupa nama pengunggah video beserta link video yangdipakai di YouTube. Hal inilah yang
tidak dilakukan oleh program On The Spot. Tidak ada kredit yang diberikan oleh tim On The
Spot kepada si pengunggah video. Lagi-lagi mereka hanya menuliskan ‘Courtesy of
YouTube’. Hal ini ternyata sudah ditegur oleh KPI. Setelah dilakukan peneguran, tim On The
Spot pada beberapa kesempatan telah menuliskan link URL dimana video tersebut diambil.
Namun, tetap saja tidak mencantumkan nama sang pengunggah video. Lagipula, ternyata
penulisan link URL ini tidak konsisten dilakukan oleh tim On The Spot. Biasanya penulisan
link tersebut hanya pada beberapa video awal saja per episodenya.
Jika penggunaan video dari YouTube dilarang oleh website-nya sendiri, Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI) ternyata malah memperbolehkannya. Berdasarkan hasil
wawancara dengan Ibu Nina Mutmainah, beliau mengatakan bahwa tindakan On The Spot
mengambil video dari YouTube sebenarnya diperbolehkan. Hal ini tercantum dalam Pedoman
Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Pasal 52 ayat 3 Standar Program
Siaran yang berisikan :
“Program siaran yang memuat penggunaan potongan gambar (footage) dan/atau potongan suara
yang berasal dari sumber di luar dari sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) di atas, wajib
menyebutkan asal sumber serta melakukan verifikasi atas kebenaran isinya”
Jadi, sebenarnya tayangan ‘Courtesy of YouTube’ semacam On The Spot tetap
diperbolehkan, namun yang menjadi masalah adalah tidak taatnya tim On The Spot dalam
mencantumkan asal sumber dari video YouTube yang digunakannya. Tulisan ‘Courtesy of
Youtube’ tidak cukup untuk menjelaskan asal video karena video tersebut bukanlah video
milik YouTube. YouTube hanyalah sebuah media yang mewadahi video-video tersebut. Hak
cipta dan hak miliknya tetap ada pada orang yang mengunggah video. Orang yang
mengunggah video bisa saja memiliki hak cipta (copyright) terkait dengan video yang dipakai
oleh On The Spot pada setiap episodenya.
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
18
Belum cukup sampai disitu, pemakaian YouTube sebagai sumber informasi juga
membawa masalah lain. Sebenarnya, secara konten On The Spot memang memiliki sisi
edukatif, yaitu dengan menambah wawasan penonton akan informasi yang jarang diangkat
oleh media lain. Namun, merupakan suatu hal yang cukup berbahaya apabila sumber
informasinya berasal dari Youtube, dimana YouTube adalah sebuah media sosial video-
sharing yang keakuratan kontennya masih belum bisa teruji. Banyak para pengunggah video
yang hanya iseng dan tidak menyertakan informasi yang mendukung secara utuh. Tim On The
Spot yang mengunduh video dari YouTube pun hanya mencari bahan pendukung untuk narasi
dengan sumber Google dan Kaskus, tanpa adanya pengawasan dari pihak yang ahli dalam
tema yang dibahas. Padahal seharusnya informasi yang sudah sampai ranah publik harus
benar-benar dipastikan keakuratannya. Bahkan seharusnya, On The Spot melakukan check
dan re-check kepada pakar atau ahli dalam tema yang dibahas. Hal ini berakibat pada
ketidakvalidan informasi yang ditayangkan di televisi, bahkan pada beberapa kondisi,
cenderung menyesatkan masyarakat.
Seperti misalnya, kejadian yang dilaporkan oleh akun bernama Demokrat, dalam sebuah
forum di Ceriwis.com. Ia menyesalkan kejadian masuknya keris sebagai 7 benda terkutuk
yang ditayangkan di On The Spot edisi 21 Juli 2011. Tayangan ini mendapat protes keras di
Facebook milik On The Spot, terutama dari komunitas pecinta keris. Pasalnya keris
merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang bahkan diakui dan mendapat
penghargaan dari UNESCO sejak tahun 2005. Dalam narasinya, tim On The Spot
memasukkan keris kedalam kategori benda terkutuk hanya berdasarkan cerita keris Mpu
Gandring yang memakan banyak korban. Pada kasus ini, terlihat bahwa informasi yang
disajikan dangkal dan tidak diverifikasi dahulu kebenarannya.
Tidak kapok dengan kesalahan ini, tim On The Spot kembali melakukan kecerobohan.
Pada episode 23 November 2011 dalam tema 7 Pembantaian Hewan Terbesar di Dunia, On
The Spot menyertakan pembantaian penyu pada urutan ke-4. Dalam narasinya, On The Spot
mengatakan bahwa pembantaian penyu dilakukan oleh masyarakat di Bali sebagai salah satu
ritual dan sesajen agama Hindu. Didalam video tersebut juga ditayangkan umat Hindu yang
sedang beribadah. Hal ini langsung diprotes keras oleh pemuka agama hindu di Bali.
Puncaknya KPI melayangkan surat teguran kepada Trans 7 terkait hal ini. Pihak KPI
menyesalkan On The Spot yang tidak berhati-hati dalam penayangan informasi dan validitas
informasinya pun tidak diverifikasi kembali dengan ahli Hindu Bali.
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
19
Dari kedua contoh kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa On The Spot lalai dalam
melakukan verifikasi kebenaran informasi yang ditayangkan. Hal ini cukup berbahaya karena
dapat menimbulkan kesesatan berpikir dan dapat memicu terjadinya konflik.
Kesimpulan
Layaknya sebuah industri, televisi adalah sebuah bisnis yang sangat profit-oriented.
Meskipun televisi masih menjadi media yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia, namun era kejayaannya terancam lengser ketika internet masuk sebagai sebuah
terobosan teknologi baru. Dari berbagai macam social media yang dapat diakses melalui
internet, sebanyak 47,6% pengguna internet di Indonesia menggunakan Youtube. Program
‘Courtesy of YouTube’ seperti On The Spot dijadikan sebuah antisipasi melihat ancaman
seperti ini. Stasiun televisi kemudian berinovasi dengan membuat acara yang menggunakan
video YouTube sebagai sumber informasi, yang memang dibuat untuk memenuhi tuntutan
pasar. Sukses satu program lalu memancing stasiun televisi lainnya untuk membuat program
serupa juga.
Dengan biaya produksi yang minim, program On The Spot memang terbukti
mendulang keuntungan besar. Namun, sayangnya program ini terbukti melanggar terms of
service YouTube dan regulasi SP3S dari KPI. Pelanggaran ini juga berbuntut pada masalah
terabaikannya copyright video dan kevalidan informasi di dalamnya.
Tulisan ‘Courtesy of YouTube’ saja dinilai tidak cukup untuk menunjukkan
penghargaan kepada si pengunggah video Di YouTube. Tim On The Spot pun terkesan malas
untuk melakukan verifikasi lebih lanjut mengenai informasi yang dibahas. Maka dari itu,
diperlukan beberapa perubahan dalam tayangan On The Spot, misalnya dengan
mencantumkan nama pengunggah secara lengkap disertai dengan link URL video tersebut di
YouTube secara jelas, tidak samar-samar.
Saran
On The Spot sejatinya adalah sebuah tayangan yang inovatif, berbeda dari yang lain.
Ketika penonton kebanyakan disuguhi oleh sinetron dan berita politik, Trans 7 hadir
membawa program yang belum pernah ada sebelumnya. Sebenarnya, penemuan ide dan
konsep On The Spot bisa dibilang kreatif, namun kekreatifan tersebut sirna akibat proses
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
20
produksi yang ternyata tidak kreatif karena hanya mengambil video YouTube saja. Hal ini
tentu sangat disayangkan. Untuk menjadikan On The Spot tayangan yang edukatif, tertib
aturan dan akurat, maka On The Spot sebaiknya melakukan beberapa hal berikut :
1) Menghargai copyright pengunggah video YouTube, bukan dengan hanya menuliskan
‘Courtesy of YouTube’ melainkan menuliskan nama pengunggah, judul video yang tayang di
YouTube dan link URL dimana video tersebut dapat diakses di YouTube. Hal ini sebenarnya
bukan pekerjaan yang merepotkan. Hanya dibutuhkan sedikit niat baik dari tim On The Spot.
2) Untuk melengkapi pencantuman nama pengunggah dan link URL video, sebaiknya tim On
The Spot meminta izin kepada sang pengunggah yang video nya akan dipakai dalam
tayangan. Hal ini bisa dilakukan secara mudah dengan cara mengirim pesan kepada
pengunggah lewat akun YouTube. Itikad baik ini dilakukan untuk menjaga profesionalisme
dan etika kerja yang baik. CNN pernah melakukan hal seperti ini ketika ingin memakai video
YouTube seorang pengunggah video banjir di Jakarta yang berasal dari Indonesia. CNN
meminta izin dengan bahasa yang sopan serta mengajukan beberapa pertanyaan untuk
keperluan narasi video tersebut.
3) Melakukan verifikasi informasi yang ditayangkan dengan cara mengkonfirmasikan video
dan narasi kepada pakar yang memang ahli di bidangnya. Cara ini sebenarnya tidak sulit
untuk dilakukan. Program berita di televisi sudah sering melakukannya. Lagipula, dengan
adanya pakar atau ahli yang berbicara, penonton akan semakin senang dengan program ini
karena pengetahuan mereka semakin bertambah dan On The Spot pun akan terlihat semakin
kredibel.
4) Membuat suatu perubahan kecil pada proses produksi dan format acara. Jika selama ini tim
On The Spot mencari-cari video dari YouTube, proses ini bisa diganti dengan cara mengajak
masyarakat Indonesia untuk mengirimkan serangkaian video menarik mereka. Sebagai
imbalan, tim On The Spot memberikan insentif dalam bentuk uang. Hal ini dirasa pantas dan
wajar jika melihat keuntungan program On The Spot yang sangat melimpah. Dengan adanya
perubahan ini, On The Spot dapat terhindar dari masalah copy right dan penonton pun
diharapkan akan semakin antusias terhadap acara ini.
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
21
Daftar Referensi
Anon. (2012). Mengenal YouTube dan Manfaat video Online , diakses melalui
http://pakaronline.com/youtube/mengenal-youtube-dan-manfaat-video-online
Black, Jay. Whitney, Frederick (1988). Introduction to Mass Communication. Dubuque, Iowa
: W.C. Brown Publishers.
Buckley, John. (1961). Managing Intelligence : A Guide for Law Enforcement Professionals.
USA; CRC Press.
Daily Rating Televisi Indonesia, diakses pada 28 Desember 2012, dari
http://www.facebook.com/DailyRatingTelevisiIndonesia?ref=ts&fref=ts
Demokrat. (2012) .On The Spot Trans 7 Diprotes Komunitas Penggemar Keris, diakses pada
26 Desember 2012, dari http://www.ceriwis.com/lounge/961523-on-the-spot-trans7-diprotes-
komunitas-penggemar-keris.html?discussion=1#ixzz2GjeCx5U3
Dhia, M. Ramy. (2012). “Courtesy of YouTube” Saja Tidak Cukup, diakses pada 24
Desember 2012, dari http://www.sayabukanalien.com/2012/01/courtesy-of-youtube-saja-
tidak-cukup.html
Einhorn, Michael.(2004). Media, Technology and Copyright : Integrating Law and
Economics. Massachusetts; Edward Elgar Publishing.
Malik, Abdul. (2012). Kotak Ajaib Menjadi Pilihan, diakses pada 24 Desember 2012, dari
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/370797/
Mutmainah, Nina (Wawancara pribadi, 30 Desember 2012)
Parlina, Iin. (2011). Nothing but The Truth: Validitas Informasi Vs Kerahasiaan Informan,
diakses pada 28 Desember 2013, dari http://sosbud.kompasiana.com/2011/04/13/nothing-but-
the-truth-validitas-informasi-vs-kerahasiaan-informan-356381.html
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS), diakses pada 23
Desember 2012, dari http://www.kpi.go.id/index.php/2012-05-03-16-16-23/peraturan-kpi
Rayendra, Panditio. (2011). Acara "Courtesy of Youtube" Tumbuh Subur di TV Nasional,
diakses pada 28 Desember 2012, dari http://www.tabloidbintang.com/film-tv-
musik/ulasan/15540-acara-qcourtesy-of-youtubeq-tumbuh-subur-di-tv-nasional.html
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
22
RG. (2012). “On The Spot” Trans 7 Kena Tegur, diakses pada 22 Desember 2012, dari
http://www.kpi.go.id/component/content/article/14-dalam-negeri-umum/30313-on-the-spot-
trans-7-kena-tegur
Santosa, Alex. (2012). Masihkah Radio Berjaya (Konsumsi Media di Indonesia 2012),
diakses pada 24 Desember 2012, dari http://radioclinic.com/2012/10/17/masihkah-radio-
berjaya-konsumsi-media-di-indonesia-2012/
Setiabudi. (2007). Polemik “Jangan Percaya Semua yang Kamu Baca” & “Validitas
Informasi di Wikipedia” , diakses pada 28 Desember 2013, dari
http://www.setiabudi.name/archives/14
Sinopsis Program, diakses pada 23 Desember 2012, dari http://www.trans7.co.id/frontend/
Susrini, Ni Ketut. (2010). Seri Creative Project : Beken dengan YouTube. Jakarta; Grasindo
Syafei, Firman. (2011). Ketika Semuanya Latah ‘Courtesy of YouTube’, diakses pada 24
Desember 2012, dari http://catatanujangfirman.blogspot.com/2011/10/ketika-semuanya-latah-
courtesy-of.html
Taliashvili, George. (2008). Copyright Works. Munich; GRIN Publishing
Umbara, Diki. (2012). Bagaimana Televisi di Indonesia Membuat Program Acara dari
YouTube, diakses pada 26 Desember 2012, dari http://dikiumbara.wordpress.com/2012/
02/16/ bagaimana-televisi-di-indonesia-membuat-program-acara-dari-youtube/
Youtube’s Term of Service, diakses pada 23 Desember 2012, dari http://youtube.com/terms
Yusuf, Iwan Awaluddin. (2010). Memahami Televisi, Memahami Perkembangan Teknologi,
Regulasi dan Tuntutan Industri, diakses pada 24 Desember 2012, dari http://bincangmedia.
wordpress.com/2010/10/19/memahami-televisi-memahami-perkembangan-teknologi-
regulasi-dan-tuntutan-industri/
Haryanto, Ignatius. (2012). Tulis ‘YouTube’, Selesai Perkara? , diakses pada 12 Januari 2014,
dari http://remotivi.or.id/pendapat/tulis-youtube-selesai-perkara\
Andriani, Fizzy. (2012). Fenomena ‘Courtesy of YouTube’ dan Integritas Jurnalis Televisi,
diakses pada 12 Januari 2014, dari http://ejournalwacana.com/pdf/apr-
juni%2012/Fenomena%20Jurnalis%20Televisi.pdf
Pragiwaksana, Pandji. (2012). Make Sense? , diakses pada 12 Januari 2014, dari
http://pandji.com/make-sense/
Tayangan "Courtesy ..., Putri Ariani, FISIP UI, 2014
Top Related