Tatacara Gugatan II

download Tatacara Gugatan II

of 9

description

tata cara gugatan

Transcript of Tatacara Gugatan II

TATA CARA PEMBUATAN GUGATAN DI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

TATA CARA PEMBUATAN GUGATAN DI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Disusun oleh :

Rr. Ambar Budi Mulyanti, SH.

Hakim Adhoc PHI Pada PN Semarang

Sebagai Nara Sumber dalam kegiatan Koordinator Teknis Mediator Hubungan Industrial DISNAKERTRANS PROPINSI JATENGBandungan, 21 dan 22 Pebruari 2012TATA CARA PEMBUATAN GUGATAN DI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

I. PENGANTARDalam berperkara di Pengadilan surat gugatan merupakan syarat mutlak untuk dapat beracara di Pengadilan sehingga surat gugatan menjadi suatu hal yang sangat penting dibutuhkan oleh para pihak yang akan menggugat dikarenakan salah satu pihak merasa haknya telah dirugikan oleh pihak lain.Pada dasarnya menurut Hukum Acara Perdata yang termuat dalam HIR dan RBg bahwa gugatan bisa diajukan secara tertulis (Pasal 118 HIR/Pasal 142 RBg) dan bisa juga diajukan secara lisan (Pasal 120 HIR/pasal 144 RBg). Dalam praktek peradilan sekarang ini, gugatan yang diajukan sudah dalam bentuk tertulis. Dan tidak pernah didapati gugatan yang diajukan secara lisan walaupun menurut hukum acaranya diperbolehkan. Gugatan secara lisan dimungkinkan apabila Penggugatnya buta huruf dan tidak didampingi oleh kuasa hukum. Sehingga Penggugat tersebut dapat menghadap pada Ketua Pengadilan Negeri. Dan selanjutnya Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan akan membuat catatan kepada Panitera/Panitera Pengganti tentang gugatan yang diajukan secara lisan tersebut. Dan berdasarkan Pasal 144 ayat (1) RBg ditentukan bahwa : gugatan lisan tidak boleh diajukan oleh orang yang telah diberi hak kuasa.Dalam HIR dan RBg juga tidak ada ketentuan yang mengharuskan pihak-pihak yang berperkara untuk mewakilkan kepada ahli hukum sehingga pihak-pihak yang berperkara (in person) dapat menghadap sendiri dalam sidang pengadilan untuk mengurus dan menyelesaikan perkara perdatanya.

Sedangkan dalam Pasal 87 UU. No.2 tahun 2004 yang dapat menjadi kuasa hukum di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) untuk mewakili anggotanya adalah Serikat Pekerja / Serikat Buruh dan Organisasi Pengusaha. Penggugat atau Kuasanya tersebut mengajukan gugatannya kepada Ketua Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja (Pasal 81 UU. No.2 tahun 2004).Dalam pengajuan gugatan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) disyaratkan untuk melampirkan risalah mediasi atau konsiliasi. Apabila tidak dilampirkan risalah mediasi atau konsiliasi maka hakim Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) wajib mengembalikan gugatan kepada Penggugat.

Selain itu kekhususan lain dari perkara di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) adalah mengenai biaya perkara. Dalam perkara perdata pada umumnya Penggugat harus membayar biaya perkara terlebih dahulu sedangkan bagi mereka yang benar-benar tidak mampu untuk membayar biaya perkara dapat mengajukan permohonan beracara dengan cuma-cuma (prodeo). Di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) gugatan yang nilai tuntutannya di bawah Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta) tidak dikenakan biaya perkara

II. GUGATANDi dalam Pasal 8 ayat (3) Rv disebutkan bahwa surat gugatan harus memuat identitas para pihak, fundamentum petendi (posita) dan apa yang dituntut (petitum).

Yang dimaksud dengan identitas para pihak adalah keterangan yang lengkap dari pihak-pihak yang berperkara, yaitu nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman atau tempat kedudukan.Sedangkan yang dimaksud dengan fundamentum petendi (posita) adalah dasar dari gugatan, yang memuat hubungan hukum antara pihak-pihak yang berperkara (Penggugat dan Tergugat).

Sehingga fundamentum petendi (posita) terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu :

1. Uraian tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa dan

2. Uraian tentang hukumnyaUraian tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa merupakan penjelasan tentang duduk perkaranya, sedangkan uraian tentang hukumnya adalah uraian tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis dari gugatan.

Sedangkan yang dimaksud dengan Petitum adalah yang dimohonkan atau dituntut supaya diputuskan oleh Majelis Hakim. Jadi petitum ini akan dijawab dalam bentuk amar putusan pengadilan. Sehingga dengan demikian Penggugat harus merumuskan petitum tersebut dengan jelas. Karena tuntutan (petitum) yang tidak jelas bisa mengakibatkan gugatan dari penggugat dinyatakan tidak dapat diterima oleh Majelis Hakim.

Dalam gugatannya Penggugat selalu mencantumkan petitum primair (utama) dan subsidair (pengganti). Tuntutan subsidair dimaksudkan untuk mengganti tuntutan utama apabila sekiranya tuntutan utama ini ditolak oleh Majelis Hakim. Beberapa Yurisprudensi MA yang menyangkut mengenai surat gugatan, diantaranya sebagai berikut :

1. Orang bebas menyusun dan merumuskan surat gugatan, asal cukup memberikan gambaran tentang kejadian materiil yang menjadi dasar tuntutan (Yurisprudensi MA No.547 K/Sip/1972, tgl.15-3-1970).2. Apa yang dituntut harus disebut dengan jelas (Yurisprudensi MA No.492 K/Sip/1970, tgl.21-11-1970).3. Pihak-pihak yang berperkara harus dicantumkan secara lengkap dalam surat gugatan (Yurisprudensi MA No.151 K/Sip/1975, tgl.13-5-1975).4. Dasar gugatan dan hak penggugat harus jelas (Yurisprudensi MA No.565 K/Sip/1973, tgl.21-8-1974).5. Petitum gugatan harus jelas (Yurisprudensi MA No.582 K/Sip/1973, tgl.18-12-1975).6. Petitum harus sesuai dengan dalil gugatan (Yurisprudensi MA No.67 K/Sip/1975, tgl.13-5-1975).Apabila gugatan tidak memenuhi syarat formalitas / tidak sempurna maka gugatan akan dinyatakan tidak dapat diterima (Niet ontvankelijkeverklaard).

Dalam perkara perdata pemeriksaan di pengadilan, sekurang-kurangnya terdapat 2 (dua) pihak, yaitu Penggugat dan Tergugat. Penggugat adalah pihak yang mengajukan gugatan karena merasa hak perdatanya dirugikan. Sedangkan Tergugat adalah pihak yang ditarik oleh Penggugat ke muka Pengadilan dikarenakan Penggugat merasa Tergugat telah merugikan hak perdatanya.

Dasar hukum mengajukan gugatan adalah berpedoman pada Pasal 118 HIR / Pasal 142 RBg, yang antara lain memuat hal-hal sebagai berikut :

1. Gugatan diajukan pada Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat atau jika tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat kediaman yang sebenarnya.2. Jika tergugat lebih dari seorang dan daerah hukumnya berlainan maka gugatan diajukan pada Pengadilan Negeri di tempat tinggal salah seorang tergugat menurut pilihan penggugat.

3. Jika tempat tinggal atau tempat kediaman tergugat tidak diketahui maka gugatan diajukan pada Pengadilan Negeri di tempat tinggal penggugat atau salah seorang penggugat.

Yang dimaksud dengan tempat tinggal tergugat adalah tempat di mana tergugat secara resmi menetap dan tercatat sebagai penduduk (dibuktikan dengan Kartu tanda Penduduk/alamat tetap), sedangkan tempat kediaman merupakan alamat sementara.Ada kalanya pengurusan suatu perkara diwakilkan kepada kuasa hukum. Pemberian kuasa dapat dilakukan secara lisan apabila pihak pemberi kuasa hadir di depan sidang Pengadilan (Pasal 123 ayat 1 HIR / Pasal 147 ayat 1 RGb). Dan pemberian kuasa juga dapat dilakukan secara tertulis dengan membuat surat kuasa khusus. Setelah gugatan diajukan dan didaftarkan di Kepaniteraan ada kalanya Penggugat mengubah gugatannya. Masalah perubahan gugatan tidak diatur dalam HIR ataupun RBg tetapi diatur dalam Rv yang berlaku untuk golongan Eropa pada Raad van Justitie. Dalam Pasal 127 Rv ditentukan bahwa perubahan gugatan diperbolehkan asal tidak mengubah dasar tuntutan dan tidak menambah tuntutan.Beberapa Yurisprudensi MA yang menyangkut mengenai perubahan surat gugatan, diantaranya sebagai berikut :

1. Perubahan atau penambahan gugatan diperkenankan asal tidak mengubah dasar gugatan (posita) dan tidak merugikan kepentingan tergugat dalam pembelaan kepentingannya (Yurisprudensi MA. RI No.454 K/Sip/1970 tgl.11-3-1970, Yurisprudensi MA. RI No.1042 K/Sip/1971 tgl.3-12-1974).2. Perubahan gugatan diperkenankan asal tidak mengubah dan menyimpang dari kejadian materiil (Yurisprudensi MA. RI No.209 K/Sip/1970 tgl.6-3-1971).3. Perubahan gugatan tidak diperkenankan jika pemeriksaan perkara sudah hampir selesai, di mana dalil-dalil tangkisan dan pembelaan sudah habis dikemukakan dan kedua belah pihak sudah memohon putusan (Yurisprudensi MA. RI No.546 K/Sip/1970 tgl.28-10-1970).Pencabutan gugatan juga tidak diatur dalam HIR ataupun RBg tetapi diatur dalam Pasal 271 Rv, yang menentukan bahwa Tergugat boleh mencabut gugatannya sebelum Tergugat memberikan jawaban. Jika Tergugat sudah memberikan jawaban, gugatan tidak dapat dicabut atau ditarik kembali oleh Penggugat kecuali disetujui oleh Tergugat. Hal tersebut juga diatur dalam Pasal 85 UU. No.2 tahun 2004.Ada beberapa macam gugatan, antara lain :

1. Penggabungan gugatan subyektif (kumulasi subyektif)

2. Penggabungan gugatan obyektif (kumulasi obyektif)

3. Gugatan perwakilan kelompok (class action)

Dalam pasal 127 HIR/Pasal 151 RBg tidak melarang penggugat untuk mengajukan gugatan terhadap beberapa orang Tergugat (kumulasi subyektif). Syarat untuk dapat kumulasi subyektif adalah bahwa tuntutan-tuntutan itu harus ada hubungan yang erat satu sama lain (koneksitas). Hal tersebut tercantum dalam (Yurisprudensi MA. RI No.415 K/Sip/1975 tgl.20-6-1979), yang menyebutkan : gugatan yang ditujukan kepada lebih dari seorang Tergugat yang antara tergugat-tergugat itu tidak ada hubungan hukumnya, tidak dapat diadakan di dalam 1 (satu) gugatan tetapi masing-masing tergugat harus digugat tersendiri.Sedangkan kumulasi obyektif atau penggabungan dari obyek / tuntutan diperbolehkan karena penggabungan (kumulasi) akan memudahkan proses dan menghindarkan kemungkinan putusan-putusan yang saling bertentangan (Yurisprudensi MA. RI No.1043 K/Sip/1971 tgl.3-12-1974 ; Yurisprudensi MA. RI No.880 K/Sip/1973 tgl.6-5-1975)Selain itu juga ada gugatan perwakilan kelompok atau yang lebih dikenal dengan class action, yaitu gugatan yang diajukan oleh 1 (satu) orang atau lebih yang bertindak untuk diri / mereka sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak yang memiliki fakta, dasar hukum dan tergugat yang sama.III.CONTOH GUGATAN

CONTOH GUGATAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

Semarang, 10 Agustus 2011Kepada Yth.

Ketua Pengadilan Hubungan Industrial Jateng

Pada Pengadilan Negeri Semarang.

Jl. Muradi raya No. 62SemarangHal : Gugatan PHKDengan Hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini : ABRORI, SH.M.Hum, RUDI RINALDI, SH dan SINTOWATI, SH kesemuanya adalah Advokat pada Kantor LEMBAGA BANTUAN HUKUM SAKTI SEMARANG yang berkedudukan di Jalan Suropati No.100, Semarang, berdasarkan Surat Kuasa Khusus No. 35/ SK/V/20011 tertanggal 5 Mei 2011 yang bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa :

AMIN, karyawan PT. DEO, WNI, yang beralamat di Jl. Satria Mas X / 45, Semarang.

Selanjutnya disebut sebagai PENGGUGATDengan ini mengajukan GUGATAN terhadap :

PT. DEO yang berkedudukan di Jl. Patimura No. 26 A, Semarang.

Selanjutnya disebut sebagai . TERGUGATAdapun yang menjadi alasan dan dasar diajukannya gugatan ini adalah sebagai berikut :

1. Bahwa Penggugat adalah karyawan tetap PT. DEO dan sudah bekerja di tempat Tergugat sejak 5 Januari tahun 2001 (masa kerja 10 tahun lebih 7 bulan) dengan jabatan terakhir sebagai staff administrasi produksi dengan upah terakhir sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) ;

2. Bahwa selama bekerja di tempat Tergugat, Penggugat berkonduite baik dan belum pernah mendapatkan surat peringatan dari Tergugat ;

3. Bahwa pada tanggal 11 Maret 2011 Tergugat tiba-tiba tanpa mengeluarkan surat peringatan ataupun surat skorsing telah mengeluarkan surat PHK kepada Penggugat ;

4. Bahwa dengan dikeluarkannya Surat PHK tersebut, Penggugat yang bermaksud untuk datang bekerja pada tanggal 12 Maret 2011 ditolak oleh Tergugat padahal Penggugat bermaksud menanyakan secara baik-baik alasan PHK Penggugat tersebut kepada Tergugat ;

5. Bahwa tindakan Tergugat tersebut yang tiba-tiba mem-PHK Penggugat sepihak tanpa alasan adalah bertentangan dengan Pasal 151 dan Pasal 155 UU. No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ;

6. Bahwa atas PHK tersebut, Penggugat tidak mendapatkan hak-hak atas kompensasi PHK dari Tergugat sesuai peraturan yang berlaku ;

7. Bahwa atas pelarangan bekerja dan dikeluarkannya Surat PHK oleh Tergugat tsb maka Penggugat pun melaporkan permasalahan yang dihadapi ke Disnakertrans Kota Semarang pada tanggal 10 Mei 2011 ;

8. Bahwa atas permasalahan Penggugat yang difasilitasi oleh Mediator Disnakertrans Kota Semarang telah dikeluarkan Surat Anjuran No. 355/4378/2011 tertanggal 6 Juni 2011 yang menyatakan :

-------------------------------------------------- M e n g a n j u r k a n ------------------------------------Agar Pengusaha PT. DEO d/a membayar uang pesangon dan lain-lain kepada pekerja sdr. Amin d/a. dengan rincian sbb :

Uang pesangon

2 X 9 X Rp.1.000.000,- = Rp. 18.000.000,-

Uang penghargaan masa kerja 4 X 1 X Rp.1.000.000,- = Rp. 4.000.000,-

Rp. 22.000.000,-

Uang penggantian hak 15 % X Rp. 22.000.000,-

Rp. 3.300.000,- Rp.25.300.000,-(Dua Puluh Lima Juta Tiga Ratus Ribu Rupiah)

9. Bahwa atas anjuran tersebut, Penggugat menyatakan menerima sedangkan Tergugat tidak menjawab anjuran tersebut yang dapat diartikan Tergugat menolak anjuran dari Disnakertrans Kota Semarang ;

10. Bahwa sampai gugatan sekarang ini diajukan oleh Penggugat, Tergugat tidak mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan masalah ini dengan memberikan hak-hak kepada Penggugat ;

11. Bahwa PHK yang dilakukan Tergugat kepada Penggugat jelas tanpa adanya kesalahan dari Penggugat. Sehingga PHK Tergugat tersebut dapat dikategorikan PHK karena alasan efisiensi, sehingga berdasarkan Pasal 164 ayat (3) jo. Pasal 156 ayat ayat (1), (2), (3) dan (4) maka Penggugat berhak mendapatkan kompensasi atas PHK, sebagai berikut :a. Uang pesangon

2 X 9 X Rp.1.000.000,- = Rp. 18.000.000,-

b. Uang penghargaan masa kerja 4 X 1 X Rp.1.000.000,- = Rp. 4.000.000,-

Rp. 22.000.000,-

c. Uang penggantian hak 15 % X Rp. 22.000.000,-

Rp. 3.300.000,- Rp.25.300.000,-

(Dua Puluh Lima Juta Tiga Ratus Ribu Rupiah)

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka perkenankanlah Penggugat mengajukan permohonan (petitum) kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, untuk berkenan memberikan Putusan sebagai berikut :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya ;

2. Menghukum Tergugat untuk membayar hak-hak atas PHK yang dilakukan kepada Penggugat, sebagai berikut :

a. Uang pesangon

2 X 9 X Rp.1.000.000,- = Rp. 18.000.000,-

b. Uang penghargaan masa kerja 4 X 1 X Rp.1.000.000,- = Rp. 4.000.000,-

Rp. 22.000.000,-

c. Uang penggantian hak 15 % X Rp. 22.000.000,-

Rp. 3.300.000,- Rp.25.300.000,-

(Dua Puluh Lima Juta Tiga Ratus Ribu Rupiah)

3. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum lain (kasasi)

4. Menghukum Tergugat untuk membayar segala biaya perkara yang timbul ;

Atau

Memberikan Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)

Hormat kami,

LEMBAGA BANTUAN HUKUM SAKTI SEMARANG

ABRORI, SH.M.Hum

RUDI RINALDI, SH.

SINTOWATI, SH.================================== &&&&&&&& ===========================