(Tata Kelola Rumah Sakit)...•Kode Etik Keperawatan Indonesia & Kode Etik Bidan KARS Pengertian:...

80
dr. Nico A. Lumenta, K.Nefro, MM, MHKes Komisi Akreditasi Rumah Sakit WS KKS dan TKRS DALAM SNARS Edisi 1 (Tata Kelola Rumah Sakit)

Transcript of (Tata Kelola Rumah Sakit)...•Kode Etik Keperawatan Indonesia & Kode Etik Bidan KARS Pengertian:...

dr. Nico A. Lumenta, K.Nefro, MM, MHKes

Komisi Akreditasi Rumah Sakit

WS KKS dan TKRS DALAM SNARS Edisi 1

(Tata Kelola Rumah Sakit)

Fakultas Kedokteran Univ Kristen Indonesia,

1970

Konsultan Nefrologi

Perhimpunan Nefrologi Indonesia, 1982

Magister Manajemen

Sekolah Tinggi Manajemen PPM Jakarta, 1994

Magister Hukum Kesehatan

Univ Katolik Soegijapranata Semarang, 2013

Lahir :

Magelang

5 Nov 1943

Ketua Bidang Penelitian & pengembangan KARS sejak th 2014

Ketua Komite Etik-Disiplin KARS sejak th 2014

Koordinator Konsilor KARS sejak 2016

Komite Nasional Keselamatan Pasien RS – Kem Kes th 2012-2015, 2016-2018, 2018-2021 Wakil Ketua KNKP

Ketua Komite Keselamatan Pasien RS (KKPRS) – PERSI sejak 2005

KKPRS diubah namanya menjadi IKPRS. Ketua IKPRS-Institut Keselamatan Pasien RS sejak th 2012

Advisory Council Asia Pacific, Joint Commission International, sejak 2009

Kelompok Staf Medis Penyakit Dalam – Ginjal Hipertensi RS Mediros, Jakarta, sejak 1996

Surveyor KARS sejak 1995. Konsilor KARS sejak 2012.

PJ SubPokja Model Akreditasi Baru, Pokja Penyempurnaan Akreditasi RS, DitJen

Bina Yan Med, DepKes, 2010-2011

Direktur Medik RS PGI Cikini, 1981 – 1982

Direktur Ketua RS PGI Cikini Jakarta 1982-1993

Dekan Fak Kedokteran UKI 1988-1991

Sekretaris Jenderal PERSI Pusat 1988–1990, 1990–1993, 1993–1996

Sekretaris IRSJAM 1986 – 1988

Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK-UKI, Jakarta, 1992 – 1995

Kepala Renal Unit (Unit Ginjal) RS.PGI Cikini, 1973 – 1981

Sekretaris I & Seksi Ilmiah Pengurus Pusat PERNEFRI, 1983

Ketua Komite Medik RS Mediros, 1995 – 2013

Penghargaan :

*Kadarman Award utk Patient Safety*, 2007, Sekolah Tinggi PPM.

*Inisiator & Motivator Keselamatan Pasien RS di Indonesia*, 2018, Komisi

Akreditasi Rumah Sakit.

• Pengenalan Asuhan Pasien 4.0

• Kepemimpinan di Rumah Sakit dalam TKRS

• Manajemen Etika Organisasi dan Etika Klinis di Rumah Sakit dalam Standar TKRS

• Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI)

• Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)

• Kode Etik Keperawatan Indonesia & Kode Etik Bidan

KARS

Pengertian:

(KARS, 2018)

Asuhan Pasien 4.0 : adalah asuhan pasien, yang modern, terkini di Rumah Sakit dan distandarkan dalam SNARS Edisi 1

• Berbasis Pelayanan Berfokus Pasien / PCC dan Asuhan Pasien Terintegrasi

• Dilaksanakan oleh PPA sebagai tim, yang berkolaborasi interprofessional dengan kompetensi untuk berkolaborasi

• Dilaksanakan dengan DNA of Care : Safety, Quality, Culture

• Asuhan pasiennya didokumentasikan terintegrasi melalui IT dalam SIRSAK dan SISMADAK

WHO Patients for Patient Safety, Jakarta Declaration, 2007

*To Err Is Human,

Building a Safer Health System, IOM, 2000

Crossing the Quality Chasm:

A New Health System for the 21st Century, IOM, 2001

The 8 Picker Principles of PCC

PCC : Core Concept PCC

SNARS Ed 1 : PCC dan Asuhan Pasien Terintegrasi

6 Sasaran Perbaikan

Asuhan Pasien

8 Prinsip Asuhan Pasien utk PCC

2 Konsep Inti PCC

8 Deklarasi PFPS

-8 Aspek Implementasi PCC

-IT System : Sismadak & Sirsak

DNA of Care • Safety • Quality • Culture

WHO Global Strategy on Integrated People-centred Health

Services 2016-2026

5 Strategi

PCC

1.Safe.

2.Effective.

3.Patient-centered.

4.Timely.

5.Efficient. 6.Equitable.

1. Hormati nilai2, pilihan dan kebutuhan pasien

2. Koordinasi dan integrasi asuhan

3. Informasi, komunikasi dan edukasi

4. Kenyamanan fisik

5. Dukungan emosional

6. Keterlibatan keluarga & teman2

7. Asuhan yg berkelanjutan dan transisi yg lancar 8. Akses terhadap pelayanan.

Perspektif Pasien

Perspektif PPA

(Nico Lumenta, KARS

2018)

1.Berdayakan & Libatkan Pasien

2.Perkuat Kepemimpinan & Akuntabilitas

3.Reorientasi Paradigma : PCC

4.Asuhan Pasien Terintegrasi 5.Ciptakan Lingkungan yg

Memberdayakan

“Selama setahun, setiap hari 268 pasien

ranap meninggal krn IKP yg dpt dicegah…”

Konsep dasar Asuhan Pasien / Patient Care telah berkembang dalam kombinasi dimensi mutu & safety, sejak “bangkitnya” Patient Safety (wake up call) melalui “To Err is Human” IOM th 2000, sbb:

To Err Is Human,

Building a Safer Health System, IOM, 2000

• Pelayanan kesehatan yang “fragmented”, tidak aman

• Dari Pasien Ranap setahun 33,6 juta, 2,9 – 3,7 % mengalami Insiden

Keselamatan Pasien, data pasien yang meninggal 44.000 s/d 98.000. Data

orang meninggal karena KLL 43.000

• Dari 100 admisi 2 mengalami KTD obat yang dapat dicegah (preventable

adverse drug event)

• Medication error dalam pelayanan kesehatan menyebabkan kematian 7000

orang per tahun

(Kohn LT, Corrigan JM, Donaldson MS, eds. 2000. To Err Is Human: building

a safer health system. Washington, D.C.: National Academy Press.)

Crossing the Quality Chasm:

A New Health System for the 21st Century, IOM, 2001

• Safe / Aman — menghindari cedera pada pasien dari asuhan yg dimaksudkan untuk

membantu mereka. • Effective / Efektif — menyediakan pelayanan berdasarkan pengetahuan ilmiah utk semua

orang yg dapat memperoleh manfaat dan menahan diri dari memberikan pelayanan kpd

mereka yg tidak mungkin mendapat manfaat (menghindari penggunaan yg kurang/ underuse

dan berlebihan/ overuse). • Patient-centered / Berpusat pada pasien — memberikan asuhan yg menghormati dan

responsif thd masing2 preferensi, kebutuhan, dan nilai pasien dan memastikan bahwa nilai2

pasien memandu semua keputusan klinis. • Timely / Tepat waktu — mengurangi waktu tunggu dan terkadang penundaan yg

berbahaya baik bagi mereka yg menerima dan mereka yg memberi asuhan. • Efficient /Efisien — menghindari limbah, khususnya limbah peralatan, persediaan, ide, dan

energi. • Equitable / Adil - memberikan pelayanan yg tidak bervariasi dalam kualitas karena

karakteristik pribadi seperti jenis kelamin, etnis, lokasi geografis, dan status sosial ekonomi.

(Committee on Quality of Health Care in America. 2001. Crossing the Quality Chasm: A New Health System for the 21st Century, Institute of Medicine.)

• Enam elemen ini dilahirkan oleh IHI Institute for Healthcare Improvement • Publikasi pertama PCC oleh IOM • WHO menjadikan 6 elemen ini sbg definisi mutu pelayanan kesehatan

The 8 Picker Principles of Patient-Centered Care

1.Respect for patients‘ values,

preferences and expressed needs

2.Coordination and integration of care

3.Information communication and

education

4.Physical comfort

5.Emotional support and alleviation of

fear and anxiety

6.Involvement of family and friends

7.Continuity of care and smooth

transition

8.Access to Care

1. Hormati nilai2, pilihan dan

kebutuhan yg diutarakan oleh

pasien

2. Koordinasi dan integrasi asuhan

3. Informasi, komunikasi dan edukasi

4. Kenyamanan fisik

5. Dukungan emosional dan

penurunan rasa takut & kecemasan

6. Keterlibatan keluarga & teman2

7. Asuhan yg berkelanjutan dan

transisi yg lancar

8. Akses terhadap pelayanan.

(Picker Institute and American Hospital Association. 1996. Eye on Patients Report.)

PCC : Core Concept of Patient Centred Care *Perspektif Pasien

1. Dignity and Respect

2. Information Sharing

3. Participation

4. Collaboration.

1. Martabat dan Hormat

2. Berbagi Informasi

3. Partisipasi

4. Kolaborasi.

**Perspektif PPA

1. Partnering with Patients

2. PPA is a Team with Interpofessional

Collaboration

3. DPJP is the Clinical Leader

4. Integrated Patient Care.

1. Berpartner dengan Pasien

2. PPA sebagai Tim dgn Kolaborasi

Interprofesional

3. DPJP adalah Clinical Leader.

4. Asuhan Pasien Terintegrasi.

(*Conway,J et al. 2006. Partnering with Patients and Families To Design a Patient- and Family-Centered

Health Care System, A Roadmap for the Future. Institute for Patient- and Family-Centered Care.) (**Nico Lumenta. 2015. Sintesis dari berbagai referensi.)

WHO WS on Patients for Patient Safety Jakarta Declaration, 2007

1. Tidak ada pasien yang harus menderita cedera yang dapat dicegah

2. Pasien diposisikan sentral/di pusat semua upaya keselamatan pasien

3. Rasa takut akan kesalahan/ hukuman tidak boleh menghalangi komunikasi

yang terbuka & jujur antara pasien dan PPA

4. Harus bekerja dalam kemitraan untuk mencapai perubahan perilaku

mengatasi keselamatan pasien

5. Perlu transparan, akuntabel, rasa saling percaya dan hormat

6. Perlu sistem pelaporan IKP yang adil;

7. Komitmen untuk bermitra dan memberdayakan pasien;

8. Memfungsikan sistem keselamatan pasien di setiap fasilitas pelayanan

kesehatan, pendidikan profesi berkelanjutan bagi para PPA tentang konsep

keselamatan pasien

(WHO South-East Asia Regional Patient Safety Workshop on

“Patients for Patient Safety” Jakarta, 17 – 19 July 2007)

WHO Global Strategy on Integrated People-Centred Health

Services 2016-2026, July 2015

Conceptual framework for integrated people-centred health services

Strategic Goals Penerapan di RS

1. Empowering & Engaging People 1. Berdayakan dan Libatkan Pasien-

Keluarga

2. Strenghtening Governance &

Accountabilty

2. Tingkatkan-Perkuat Kepemimpinan

& Akuntabel

3. Reorienting the Model of Care 3. Reorientasi Paradigma Asuhan

Pasien : PCC

4. Coordinating Services 4. Asuhan Pasien Terintegrasi

5. Creating an Enabling Environment

5. Ciptakan Lingkungan yg

Memberdayakan/Kondusif

(WHO. 2015. WHO global strategy on integrated people-centred health services 2016 -2026.)

Integrasi Intra-Inter PPA (AP 4, SKP 2, TKRS 3.2, MKE 5)

Integrasi Inter Unit (PAP 2, ARK 3.1, TKRS 3.2, MKE 5)

Integrasi PPA-Pasien (HPK 2, 2.1, 2.2, AP 4, MKE 6)

Integrasi Horizontal & Vertikal (WHO)

1. Patient Engagement & Empowerment. (HPK, ARK, PAP, MKE)

2. DPJP sbg Clinical Leader. (PAP, AP)

3. PPA sbg Tim, Kolaborasi Interprofesional. (AP, PAP, MKE)

4. CPPT – Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi. (AP,PAP)

5. Kolaborasi Pendidikan Pasien. (HPK,MKE)

6. Manajer Pelayanan Pasien. (ARK, PAP, MIRM)

7. Integrated Clinical Pathway. (PMKP)

8. Integrated Discharge Planning. (ARK)

(KARS. 2018. SNARS Edisi 1)

SNARS Ed 1 : PCC dan Asuhan Pasien Terintegrasi

Asuhan Pasien : “DNA of Care” Profesional Pemberi Asuhan perlu memiliki DNA of Care

� Safety

� Quality

� Culture

(Hardy, P. 2017. Patient voice and DNA of Care, ISQua Conference, London.

KARS. 2018. SNARS edisi 1.)

I. SASARAN KESELAMATAN PASIEN

II. KELOMPOK STANDAR PELAYANAN BERFOKUS PADA

PASIEN

V. INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN

III. KELOMPOK STANDAR MANAJEMEN RS

IV. PROGRAM NASIONAL

(KARS. 2018. SNARS Edisi 1)

Diperoleh dan

tumbuh melalui

penerapan

SNARS Ed 1

KARS

Lembaga perumahsakitan telah tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari sejarah peradaban

manusia, bersumber pada kemurnian rasa kasih sayang, kesadaran sosial dan naluri tolong menolong

diantara sesama, serta semangat keagamaan yg tinggi dalam kehidupan umat manusia.

Sejalan dengan perkembangan peradaban umat manusia, serta perkembangan tatanan

sosiobudaya masyarakat, dan sejalan pula dengan kemajuan ilmu dan teknologi khususnya dlm

bidang kedokteran dan kesehatan, RS telah berkembang menjadi suatu lembaga berupa suatu “unit

sosio ekonomi” yg majemuk.

RS di Indonesia, sesuai dengan perjalanan sejarahnya telah memiliki jatidiri yg khas, ialah dgn

mengakarnya asas perumahsakitan Indonesia kpd asas Pancasila dan UUD 1945, sebagai falsafah

bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menghadapi masa depan yg penuh tantangan diperlukan upaya mempertahankan kemurnian nilai-nilai

dasar perumahsakitan Indonesia.

Manajemen Etika Organisasi dan Etika Klinis dalam standar Tata Kelola Rumah Sakit dan KODERSI

menuntun upaya tsb diatas.

KARS

(Maksud dan Tujuan TKRS 12 sampai dengan TKRS 12.2)

• RS menghadapi banyak tantangan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman

dan berkualitas.

• Kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, dana/anggaran RS yang terbatas, dan

harapan pasien yg terus meningkat sejalan dengan semakin meningkatnya pendidikan di

masyarakat serta dilema etis dan kontroversi yg sering terjadi telah menjadi hal yg

sering dihadapi oleh RS.

• Berdasar atas hal tsb maka RS harus mempunyai kerangka etika yg menjamin bahwa

asuhan pasien diberikan di dalam norma2 bisnis, finansial, etis, serta hukum yang

melindungi pasien dan hak mereka.

• Kerangka etika yang dapat berbentuk pedoman atau bentuk regulasi lainnya termasuk

referensi atau sumber etikanya dari mana, dan diperlukan edukasi untuk seluruh staf.

KARS

Governing board/ representasi pemilik

Direktur/Direksi RS

Kepala Bidang/Divisi

Kepala Departemen/Unit/Instalasi

KARS

PEMILIK (Pemerintah/Swasta)

KEPALA BIDANG/DIVISI Medis, Keperawatan,

penunjang medis, administrasi dan lainnya

KEPALA UNIT/DEPARTEMEN/INSTALASI PELAYANAN

Budaya Keselamatan

& Etika

DIREKTUR/DIREKSI

RS

SNARS Edisi 1

Pokja – Pokja

SDM RS

Penerapan Standar - Kegiatan Pelayanan RS

Akreditasi Paripurna

Leadership

Etika Budaya

Manajemen/ Pengelolaan

KARS

*Kepemimpinan yg efektif ditentukan oleh sinergi yg

positif antara Pemilik RS, Direktur RS, Para Pimpinan di

RS dan Kepala unit kerja & unit pelayanan.

*Direktur RS secara kolaboratif mengoperasionalkan RS

bersama dgn para pimpinan, kepala unit kerja & unit

pelayanan utk mencapai visi misi yg ditetapkan dan

memiliki tangg-jwb dlm pengelolaan manajemen

peningkatan mutu dan keselamatan pasien, manajemen

kontrak serta manajemen sumber daya. (TKRS)

(Nico Lumenta, 2017)

Kepemimpinan RS dalam SNARS Ed 1

Sistem

yg

kompleks

KARS

1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang telah ditentukan dan diatur oleh

peraturan perundang undangan Negara Republik Indonesia. RS sebagai sarana pelayanan

kesehatan merupakan unit sosial ekonomi, harus mengutamakan tugas kemanusiaan dan

mendahulukan fungsi sosialnya.

2. Insan perumahsakitan adalah mereka yang terlibat dalam kegiatan penyelenggaraan dan

pengelolaan RS.

3. Kode Etik Rumah Sakit Indonesia adalah rangkuman norma-norma moral yang telah

dikodifikasi oleh PERSI sebagai organisasi profesi bidang perumahsakitan di Indonesia.

4. Komite Etik Rumah Sakit (KERS) adalah suatu perangkat organisasi non struktural yang

dibentuk dalam RS untuk membantu pimpinan RS dalam melaksanakan KODERSI

5. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) adalah organisasi yang menghimpun dan

mewakili RS-RS di Indonesia

6. Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit Indonesia (MAKERSI) adalah badan otonom PERSI

yang dibentuk secara khusus di tingkat Pusat dan Daerah untuk menjalankan KODERSI.

PENGERTIAN

(KODERSI & Penjelasannya, PERSI, 2015)

I. KELOMPOK STANDAR

PELAYANAN BERFOKUS PADA

PASIEN

II. KELOMPOK STANDAR

MANAJEMEN RS

V. INTEGRASI PENDIDIKAN

KESEHATAN DALAM

PELAYANAN

III. SASARAN KESELAMATAN

PASIEN

STANDAR

NASIONAL AKREDITASI

RUMAH SAKIT

ED 1

(PMKP,PPI,TKRS,

MFK, KKS, MIRM)

SKP

(7 BAB)

(6 BAB)

PONEK HIV/AIDS TB PPRA GERIATRI

IV. PROGRAM NASIONAL

(ARK,HPK,AP,

PAP,PAB,PKPO

MKE)

IPKP

KARS

No Bab Jml

Std

Jml

EP

1 Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) 10 36 2 Akses ke Rumah Sakit & Kontinuitas Pelayanan (ARK) 23 100 3 Hak Pasien & Keluarga (HPK) 27 100 4 Asesmen Pasien (AP) 39 163 5 Pelayanan & Asuhan Pasien (PAP) 21 81 6 Pelayanan Anestesi & Bedah (PAB) 20 71 7 Pelayanan Kefarmasian & Penggunaan Obat (PKPO) 21 80 8 Manajemen Komunikasi & Edukasi (MKE) 13 49 9 Peningkatan Mutu & Keselamatan Pasien (PMKP) 19 80

10 Pencegahan & Pengendalian Infeksi (PPI) 28 107 11 Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS) 28 127 12 Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK) 24 105 13 Kompetensi & Kewenangan Staf (KKS) 26 96 14 Manajemen Informasi & Rekam Medis (MIRM) 21 77 15 Program Nasional 12 58 16 Integrasi Pendidikan Kes dlm Pelayanan RS (IPKP) 6 23

TOTAL JUMLAH STANDAR & ELEMEN PENILAIAN 338 1353

Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1

KARS

KARS

PEMILIK :Organisasi ,wewenang pemilik ,tanggung jawab dan resposibility pemilik dan reperesentasi pemilik,

PMKP.(menyetuju,menerima dan menindak lanjuti laporan )(TKRS 1,1.1,1.2,1.3 .)

DIREKSI :Kualifikasi dan U T W.(TKRS 2).

KEPALA BIDANG /DIVISI:Identifikasi dan perencanaan jenis pelayanan,

kualifikasi,informasi dan data pelayanan utk masy,komuniksi efektif (TKRS 3 ,3.1,3.2,)

1.

3.

2.

Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS)

28 Standar 127 EP

KARS

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA :rekrutmen .retensi,pengembangan ,diklat (TKRS

3.3 )

MANAJEMEN PMKP:Regulasi ,program,laporan,prioritas pengukuran (TKRS

4,4.1,5 )

MANAJEMEN KONTRAK

4.

6.

5.

KARS

MANAJEMEN SUMBER DAYA ,Pengadaan,penggunaan.Informasi rantai

distribusi (TKRS 7,7.1)

ORGANISASI DAN TANGGUNG JAWAB STAF KLINIS :organisasi ,RS,Unit Pelayanan , staf klinis

medis,keperawatan, (TKRS 8 )

UNIT PELAYANAN :Pedoman pengorganisasian,identifikasi dan koordinasi pelayanan,program PMKP,data dan informasi untuk Evaluasi kinerja unit dan individu,(TKRS

9,10,11,11.1.11.2)

7.

9.

8.

KARS

MANAJEMEN ETIS :Regulasi,Kerangka kerja,

Penanganan dilema etis klinis /non klinis /sistem pelaporan

(TKRS 12,12.1,12.2 ),

BUDAYA KESELAMATAN:

Regulasi,pelaksanaan,monitoring,tindakan memperbaiki budaya keselamatan (TKRS 13,13.1 )

10

11

• Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat.

• Untuk dapat memberikan pelayanan prima kepada pasien, Rumah Sakit

dituntut memiliki kepemimpinan yang efektif. Kepemimpinan efektif ini

ditentukan oleh sinergi yang positif antara pemilik RS, Direktur RS, para

pimpinan di RS dan kepala unit kerja unit pelayanan.

KARS

28 Standar 127 EP

• Direktur RS secara kolaboratif mengoperasionalkan RS bersama

dengan para pimpinan, kepala unit kerja dan unit pelayanan untuk

mencapai visi misi yang ditetapkan dan memiliki tanggung jawab

dalam pengeloaan manajemen peningkatan mutu dan keselamatan

pasien, manajemen kontrak serta manajemen sumber daya.

• Standar pada bab ini dikelompokan dengan menggunakan hierraki

kepemimpinan sbb :

KARS

Sesuai dengan peraturan dan perUUan, kepemilikan RS diatur sbb:

1. RS dapat didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau swasta. RS

yang didirikan oleh swasta harus berbentuk badan hukum yang

kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan.

2. Berdasarkan pengelolaannya RS dapat dibagi menjadi RS publik dan RS

privat. RS publik dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,

dan badan hukum yang bersifat nirlaba

KARS

3. RS privat dapat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang

berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero

4. Pemilik RS dapat membentuk Dewan Pengawas RS yaitu merupakan

suatu unit nonstruktural yang bersifat independen dan bertanggung

jawab kepada pemilik RS.

5. Pemilik RS tidak bisa menjabat sebagai Direktur RS

KARS

• Pemilik yang dimaksud dalam standar ini adalah pemilik RS dan badan

representasi yang mewakili pemilik, sesuai dengan bentuk badan

hukum kepemilikan RS tsb.

• Representasi dari pemilik dapat sbb:

a) RS yang dimiliki oleh yayasan, representasi pemilik adalah pengurus

yayasan.

b) RS yang dimiliki oleh perkumpulan, representasi pemilik adalah

pengurus perkumpulan.

c) RS berbadan hukum perseroan terbatas (PT) representasi pemilik

adalah Direksi PT.

KARS

d) RS pemerintah yang sudah menjadi badan layanan umum dapat

menunjuk dewan pengawas sebagai representasi pemilik

e) RS pemerintah yang belum menjadi badan layanan umum,

ketentuan siapa yang dapat menjadi representasi pemilik

diserahkan kepada pemilik RS untuk menetapkannya.

Organisasi, kewenangan, akuntabilitas dari pemilik dan representasi

pemilik diatur didalam standar ini.

KARS

Untuk melaksanakan kegiatan operasional RS sehari-hari, pemilik RS

menetapkan Direktur RS. Nama jabatan Direktur RS adalah kepala RS atau

direktur utama RS atau Direktur RS. Bila Direktur RS diberi nama jabatan

direktur utama RS, dapat dibantu dengan direktur dan bila nama jabatan

Direktur RS disebut direktur maka dapat dibantu dengan wakil direktur,

kelompok tersebut, disebut direksi

KARS

Rumah Sakit agar menetapkan tanggung jawab

dan tugas direktur utama dan para direktur/wakil

direktur secara tertulis

Dalam standar ini jabatan kepala Rumah Sakit

untuk selanjutnya disebut Direktur Rumah Sakit

KARS

Direktur RS merupakan pimpinan tertinggi di RS. Sesuai peraturan

perundangan tentang RS, persyaratan sebagai Direktur RS adalah harus

seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di

bidang perumahsakitan dan tidak boleh dirangkap oleh pemilik RS serta

berkewarganegaraan Indonesia. Persyaratan Direktur RS harus sesuai

Peraturan PerUUan.

KARS

Sedangkan wakil direktur atau direktur (bila pimpinan tertinggi disebut

direktur utama), sesuai peraturan perundangan dapat dipimpin oleh unsur

medis, keperawatan, penunjang medis dan adminitrasi keuangan. Pemilik

mempunyai kewenangan untuk menetapkan organisasi RS, nama jabatan

dan pengangkatan pejabat direksi RS, hal ini diatur di dalam peraturan

internal atau corporate bylaws atau dokumen serupa sesuai dengan

peraturan perundangan

• Organisasi RS sesuai peraturan perundangan paling sedikit terdiri atas

Direktur RS, unsur pelayanan medis, keperawatan, penunjang medis,

administrasi umum dan keuangan, komite medis dan satuan pengawas

internal.

• Unsur organisasi RS selain kepala RS atau Direktur RS dapat berupa

direktorat, departemen, divisi, instalasi, unit kerja, komite dan/atau

satuan sesuai dengan kebutuhan dan beban kerja RS. Unsur organisasi

RS tersebut dapat digabungkan sesuai kebutuhan, beban kerja,

dan/atau klasifikasi RS

KARS

Beberapa standar di Bab TKRS ini memberikan para pimpinan di RS sejumlah

tanggung jawab secara keseluruhan untuk membimbing RS mencapai

misinya. Para pimpinan tsb dimaksud adalah kepala bidang/divisi di RS, dan

dalam standar ini digunakan nama jabatan sebagai kepala bidang/divisi.

Dengan demikian, dalam standar ini pimpinan unsur pelayanan medis diberi

nama kepala bidang/divisi medis yang bertanggung jawab terhadap

pelayanan medis RS.

KARS

• Pimpinan unsur keperawatan disebut kepala bidang/divisi keperawatan

yang bertanggung jawab terhadap pelayanan keperawatan. Pimpinan

unsur umum dan keuangan dapat disebut kepala bidang/divisi umum

dan keuangan. Pimpinan lainnya, yaitu semua orang lain yang

ditentukan RS, seperti ketua komite medik, ketua komite keperawatan,

serta komite peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

KARS

• RS juga perlu menjelaskan tanggung jawab staf klinis dan pengaturan

staf klinis ini dapat secara formal sesuai dengan regulasi yang berlaku di

Indonesia.

• Direktur RS agar menetapkan lingkup pelayanan dan atau unit kerja

yang masuk dalam pimpinan pelayanan medis, keperawatan,

penunjang medis, serta administrasi dan keuangan

KARS

Agar pelayanan klinis dan manajemen RS sehari-hari menjadi efektif dan efisien,

RS umumnya dibagi menjadi subkelompok yang kohesif seperti

departemen/instalasi/unit, atau jenis layanan tertentu, yang berada di bawah

arahan pimpinan pelayanan yang dapat disebut Kepala

unit/instalasi/departemen, Standar ini menjelaskan ekspektasi dari kepala

departemen atau pelayanan tertentu ini. Biasanya sub grup terdiri dari

departemen klinis seperti medis, bedah, obstetrik, anak, dan lain sebagainya;

satu atau lebih subgrup keperawatan; pelayanan atau departemen diagnostik

seperti radiologi dan laboratorium klinis; pelayanan farmasi, baik yang

tersentralisasi maupun yang terdistribusi di seluruh RS; serta pelayanan penunjang

yang di antaranya meliputi bagian transportasi, umum, keuangan, pembelian,

manajemen fasilitas, dan sumber daya manusia. KARS

Umumnya RS besar juga mempunyai manajer/kepala ruang di dalam

subgrup ini. Sebagai contoh, perawat dapat memiliki satu manajer/kepala

ruang di kamar operasi dan satu manajer/kepala ruang di unit rawat jalan,

departemen medis dapat mempunyai manajer-manajer untuk setiap unit

klinis pasien, dan bagian bisnis RS dapat mempunyai beberapa manajer

untuk fungsi bisnis yang berbeda, di antaranya seperti untuk kontrol tempat

tidur, penagihan, dan pembelian. Akhirnya, terdapat persyaratan di bab

TKRS yang bersentuhan dengan semua level di atas.

KARS

Persyaratan ini dapat ditemukan pada bab TKRS ini dan mencakup budaya

keselamatan, etika, serta pendidikan dan penelitian profesional kesehatan,

apabila ada. Dalam standar ini, kepala departemen/instalasi/unit/layanan

tersebut untuk selanjutnya disebut sbb :

• Unit-unit yang dibawah bidang/divisi medis, keperawatan dan penunjang

medis disebut unit pelayanan

• Unit-unit yang dibawah bidang/divisi umum dan keuangan disebut unit kerja,

seperti misalnya ketatausahaan, kerumahtanggan, pelayanan hukum dan

kemitraan, pemasaran, kehumasan, pencatatan, pelaporan dan evaluasi,

penelitian dan pengembangan, sumber daya manusia, pendidikan dan

pelatihan dan lain sebagainya.

KARS

KARS

Maksud dan Tujuan TKRS 12 sampai dengan TKRS 12.2

ETIKA ORGANISASI DAN ETIKA KLINIS

• RS menghadapi banyak tantangan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman

dan berkualitas.

• Kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, dana/anggaran RS yang terbatas, dan

harapan pasien yg terus meningkat sejalan dengan semakin meningkatnya pendidikan di

masyarakat serta dilema etis dan kontroversi yg sering terjadi telah menjadi hal yg

sering dihadapi oleh RS.

• Berdasar atas hal tsb maka RS harus mempunyai kerangka etika yg menjamin bahwa

asuhan pasien diberikan di dalam norma2 bisnis, finansial, etis, serta hukum yang

melindungi pasien dan hak mereka.

• Kerangka etika yang dapat berbentuk pedoman atau bentuk regulasi lainnya termasuk

referensi atau sumber etikanya dari mana, dan diperlukan edukasi untuk seluruh staf.

KARS

Kerangka etika atau pedoman etik RS tsb antara lain mengatur:

1) Tangg-jwb Direktur RS secara profesional dan hukum dalam menciptakan dan mendukung

lingkungan serta budaya kerja yang berpedoman pada etika dan perilaku etis termasuk etika

pegawai;

2) penerapan etika dengan bobot yg sama pada kegiatan bisnis/manajemen maupun kegiatan

klinis/pelayanan RS;

3) kerangka etika (pedoman etik) ini dapat untuk acuan kinerja dan sikap organisasi selaras dengan

visi, misi, pernyataan nilai2 RS, regulasi SDM, serta laporan tahunan dan dokumen lainnya;

4) kerangka etika (pedoman etik) ini dapat membantu tenaga kesehatan, staf, serta pasien dan

keluarga pasien ketika menghadapi dilema etis dalam asuhan pasien seperti perselisihan antar

profesional serta perselisihan pasien dengan dokter mengenai keputusan dalam asuhan dan

pelayanan. Sesuai dengan regulasi maka rumah sakit dapat menetapkan Komite/Panitia/Tim yang

mengelola etik RS termasuk melakukan koordinasi Komite etik RS dengan subkomite etik profesi

medis dan subkomite etik keperawatan;

5) mempertimbangkan norma2 nasional dan internasional terkait dengan hak asasi manusia serta

etika profesional dalam menyusun kerangka etika dan dokumen pedoman lainnya. Selain hal tsb

di atas, untuk menerapkan etik di RS maka perlu ada regulasi yg mengatur.

KARS

Rumah sakit dalam menjalankan kegiatannya secara etika harus:

a. Mengungkapkan kepemilikan dan konflik kepentingan;

b. Menjelaskan pelayanannya pada pasien secara jujur;

c. Melindungi kerahasiaan informasi pasien;

d. Menyediakan regulasi yg jelas mengenai pendaftaran pasien, transfer, dan pemulangan pasien;

e. Menagih biaya untuk pelayanan yg diberikan secara akurat dan memastikan bahwa insentif finansial

dan pengaturan pembayaran tdk mengganggu pelayanan pasien;

f. Mendukung transparansi dalam melaporkan pengukuran kinerja klinis dan kinerja organisasi;

g. Menetapkan sebuah mekanisme agar tenaga kesehatan dan staf lainnya dapat melaporkan

kesalahan klinis atau mengajukan kekhawatiran etis dgn bebas dari hukuman, termasuk melaporkan

perilaku staf yg merugikan terkait dgn masalah klinis ataupun operasional;

h. Mendukung lingkungan yg memperkenankan diskusi secara bebas mengenai masalah/isu etis tanpa

ada ketakutan atas sanksi;

i. Menyediakan resolusi yang efektif dan tepat waktu untuk masalah etis yg ada;

j. Memastikan praktik nondiskriminasi dalam hubungan kerja dan ketentuan atas asuhan pasien dgn

mengingat norma hukum serta budaya negara Indonesia;

k. Mengurangi kesenjangan dlm akses utk pelayanan kesehatan dan hasil klinis. (lihat juga PP 1, HPK

1.1, dan TKRS 8)

Standar TKRS.12.

RS menetapkan tata kelola untuk manajemen etis dan etika pegawai agar menjamin

bahwa asuhan pasien diberikan didalam norma-norma bisnis, finansial, etis, dan hukum

yang melindungi pasien dan hak mereka.

ETIKA ORGANISASI DAN ETIKA KLINIS

KARS

Elemen Penilaian TKRS. 12.

1. Direktur RS menetapkan regulasi tentang tata kelola etik RSyang mengacu pada kode

etik rumah sakit nasional, membentuk komite etik yang mengelola etika RS dan

mengkoordinasikan sub komite etik profesi dan menetapkan kode etik pegawai RS. (R)

2. Direktur RS memastikan asuhan pasien tidak melanggar norma-norma bisnis, norma

keuangan, etik dan hukum. (D,W)

3. Direktur RS memastikan praktek non diskriminatif dalam hubungan kerja dan

ketentuan atas asuhan pasien dengan mengingat norma hukum dan budaya. (D,W)

4. Direktur RS memastikan kepatuhan staf terhadap etika pegawai RS. (D,W)

Elemen Penilaian TKRS 12 Telusur Skor

1. Direktur RS menetapkan regulasi

tentang tata kelola etik RS yang

mengacu pada kode etik RS nasional,

membentuk komite etik yang

mengelola etika RS dan

mengkoordinasikan sub komite etik

profesi dan menetapkan kode etik

pegawai RS. (R)

R Regulasi tentang tata kelola etik terdiri dari :

1) pedoman manajemen etik RS

2) penetapan Komite Etik RS yang dilengkapi dengan

uraian tugas dan tata hubungan kerja dengan sub

komite etik profesi (TKRS 8 EP 5)

3) penetapan kode etik profesi dan kode etik pegawai,

kode etik perilaku pegawai dan tenaga kesehatan

10

-

0

TL

-

TT

2. Direktur RS memastikan asuhan pasien

tidak melanggar norma2 bisnis, norma

keuangan, etik dan hukum. (D,W)

D

W

Bukti proses monitoring dan evaluasi terhadap

pelaksanaan asuhan pasien yang tidak melanggar norma

bisnis, norma keuangan, etik dan hukum contoh:

1) RS memastikan tidak ada tagihan yang tidak

sesuai dengan asuhan yang diberikan

2) Tidak ada uang muka untuk pasien gawat darurat

3) Pasien gawat darurat diminta membeli obat

terlebih dahulu sebelum dilayani

4) Iklan RS yang menyebutkan RS terbaik atau

termurah yg mengarah kpd persaingan tidak sehat

Kepala unit IGD

SPI/Tim anti fraud/komite etik/subkomite etik dan

disiplin profesi

10

5

0

TL

TS

TT

3. Direktur RS memastikan

praktek non diskriminatif dalam

hubungan kerja dan ketentuan

atas asuhan pasien dengan

mengingat norma hukum dan

budaya. (D,W)

D

W

1) Bukti hubungan kerja tidak diskriminatif

menyangkut suku, agama, ras dan

gender

2) Bukti asuhan pasien tidak diskriminatif

menyangkut suku, agama, ras dan

gender

Direktur/Kepala bidang/divisi

Staf

Pasien

10

5

0

TL

TS

TT

4. Direktur RS memastikan

kepatuhan staf terhadap etika

pegawai RS (lihat juga KKS 11

EP 2, KKS 15 EP 3 dan KKS 18

EP 3). (D,W)

D

W

1) bukti monitoring kepatuhan staf

terhadap etika pegawai yang dapat

melalui sistem pelaporan

2) bukti penanganan pelanggaran etik

mulai teguran lisan sampai tertulis

terhadap pelanggaran etik pegawai

Direktur/Kepala bidang/divisi

Staf

10

5

0

TL

TS

TT

Standar TKRS 12.1.

Kerangka kerja RS untuk manajemen etis meliputi pemasaran, admisi

/penerimaan pasien rawat inap (admission), pemindahan pasien (transfer),

pemulangan pasien (discharge) dan pemberitahuan (disclosure) tentang

kepemilikan serta konflik bisnis maupun profesional yang bukan

kepentingan pasien.

KARS

Elemen Penilaian TKRS. 12.1

1. RS mengungkapkan kepemilikannya serta mencegah konflik

kepentingan bila melakukan rujukan. (lihat juga AP.5.1, EP 5, dan AP.6.1.

EP 2). (D,O,W )

2. RS secara jujur menjelaskan pelayanan yang disediakan kepada pasien

(lihat MKE).(D,O,W)

3. RS membuat tagihan yang akurat untuk layanannya dan

memastikan bahwa insentif finansial dan pengaturan pembayaran tidak

mempengaruhi asuhan pasien. (D, W)

Elemen Penilaian TKRS 12.1 Telusur Skor

1. RS mengungkapkan kepemilikannya

serta mencegah konflik kepentingan

bila melakukan rujukan (lihat juga AP

5, dan AP 6). (D,O,W )

D

O

W

1) Bukti pengungkapkan kepemilikan RS antara lain

di kop surat, papan nama, website, brosur dan

leaflet

2) Bukti rujukan tidak terdapat konflik kepentingan

Ada nama kepemilikan pada papan nama RS, brosur dan

website RS

Kepala bidang pelayanan medis

Kepala unit pelayanan

10

5

0

TL

TS

TT

2. RS secara jujur menjelaskan pelayanan

yang disediakan kepada pasien (lihat MKE

1 EP 3). (D,O,W)

D

O

W

Bukti tentang penjelasan pasien pada waktu admisi

(general consent) (Lihat juga HPK 5 EP 2 dan 3)

Pasien pada waktu admisi rawat inap

PIC admisi

Kepala bidang keperawatan

Kepala unit rawat jalan,rawat inap dan gawat darurat

10

5

0

TL

TS

TT

3. RS membuat tagihan yang akurat

untuk layanannya dan memastikan

bahwa insentif finansial dan pengaturan

pembayaran tidak mempengaruhi asuhan

pasien. (D,W)

D

W

Bukti tentang tagihan yang akurat antara lain tidak ada

tagihan susulan setelah pasien pulang

Bagian keuangan/kasir

Pasien/keluarga

10

5

0

TL

TS

TT

Standar TKRS 12.2.

Kerangka kerja RS untuk manajemen etis mendukung pengambilan

keputusan secara etis didalam pelayanan klinis dan pelayanan nonklinis.

KARS

Elemen Penilaian TKRS. 12.2.

1. RS mempunyai sistem pelaporan bila terjadi dilema etis dalam asuhan

pasien dan dalam pelayanan non klinis (R)

2. Regulasi tentang manajemen etis yang mendukung hal-hal yang

dikonfrontasi pada dilema etis dalam asuhan pasien telah dilaksanakan

(D,W)

3. Regulasi untuk manajemen etis yang mendukung hal-hal yang

dikonfrontasikan pada dilema etis dalam pelayanan nonklinis telah

dilaksanakan (D,W)

4. Pelaporan bila terjadi dilema etis dalam asuhan pasien dan dalam

pelayanan non klinis telah dilaksanakan (D,W)

Elemen Penilaian TKRS 12.2 Telusur Skor

1. Rumah sakit mempunyai sistem

pelaporan bila terjadi dilema etis

dalam asuhan pasien dan dalam

pelayanan non klinis. (R)

R Regulasi tentang sistem pelaporan bila terjadi dilema

etis

10

5

0

TL

TS

TT

2. Regulasi tentang manajemen etis

yang mendukung hal-hal yang

dikonfrontasi pada dilema etis dalam

asuhan pasien telah dilaksanakan.

(D,W)

D

W

Bukti tentang manajemen etis telah dilaksanakan

sesuai regulasi dengan melibatkan komite etik

Kepala bidang pelayanan medik dan keperawatan

Komite etik

10

5

0

TL

TS

TT

3. Regulasi untuk manajemen etis

yang mendukung hal-hal yang

dikonfrontasikan pada dilema etis

dalam pelayanan nonklinis telah

dilaksanakan (D,W)

D

W

Bukti tentang manajemen etis telah dilaksanakan

sesuai regulasi

Kepala bidang keuangan/kasir

SPI

10

5

0

TL

TS

TT

4. Pelaporan bila terjadi dilema etis

dalam asuhan pasien dan dalam

pelayanan non klinis telah

dilaksanakan (D,W)

D

W

Bukti pelaporan dilema asuhan klinis dan dilema non

klinis.

Kepala bidang pelayanan dan keuangan

10

5

0

TL

TS

TT

KARS

Landasan Hukum

Landasan Hukum penyusunan Pedoman ini ialah AD & ART PERSI dan pelbagai peraturan perUUan

yang relevan bagi tugas dan fungsi KERS dan MAKERSI.

Landasan peraturan perundang-undangan yang dimaksud ialah:

1. UU RI No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

2. UU RI No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

3. UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1045/MenKes/PER/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi

Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan

Sedangkan landasan ketentuan dan keputusan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia yang

dimaksud ialah :

1. Anggaran Dasar PERSI

2. Anggaran Rumah Tangga PERSI

3. Surat Keputusan Kongres PERSI VI, tentang pengesahan berlakunya Kode Etik Rumah Sakit Indonesia, 1993.

4. Surat Keputusan Kongres PERSI VIII, tentang perbaikan dan penyempurnaan KODERSI, 2000

5. Surat Keputusan Kongres IX , tentang Tata Tertib Organisasi, 2003

6. Surat Keputusan Kongres PERSI X, tentang perubahan AD dan ART PERSI, 2006

7. Hasil Rapat Kerja PERSI di Balikpapan, 2008

8. Surat Keputusan Kongres PERSI XI 2009 (KODERSI & Penjelasannya, PERSI, 2015) KARS

KARS

Pasal 2 Tujuan

Pedoman ini menjadi acuan tatalaksana pembentukan dan tatakerja Komite Etik Rumah Sakit dan Majelis

Kehormatan Etik Rumah Sakit di Indonesia.

TATALAKSANA ORGANISASI KOMITE ETIK RUMAH SAKIT

Pasal 3 Pembentukan KERS

Komite Etik Rumah Sakit (KERS) merupakan perangkat organisasi RS di bentuk di RS dalam rangka membantu

pimpinan RS menerapkan Kode Etik Rumah Sakit di RS.

1. Pembentukan KERS adalah wajib

2. Ketua dan Anggota KERS dipilih dan diangkat oleh Direktur/Pimpinan RS, untuk selama masa bakti tertentu.

KERS sekurang-kurangnya harus terdiri dari seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, seorang Sekretaris, dan 2

(dua) orang Anggota, dengan jumlah seluruhnya paling banyak 7 (tujuh) orang.

3. Keanggotaan KERS harus mewakili berbagai profesi di dalam RS.

4. Dalam struktur organisasi RS, posisi KERS setingkat direktur RS dan komite medik RS. Selain itu KERS juga

bisa berada di bawah direktur RS dan setingkat komite medik RS.

5. Komite etik rumah sakit bertanggung jawab langsung kepada pimpinan RS atau yang mengangkatnya.

6. Bila dipandang perlu anggota KERS dapat berasal dari individu di luar RS

7. Syarat untuk dapat dipilih menjadi anggota KERS: berjiwa Pancasila, memiliki integritas, kredibilitas sosial,

dan profesional. Ia juga memiliki kepedulian dan kepekaan terhadap masalah sosial, lingkungan, dan

kemanusiaan.

8. Keanggotaan KERS diupayakan tidak dirangkap dengan jabatan-jabatan struktural di RS.

KARS

Pasal 4 Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab KERS

1. Secara umum KERS bertugas membantu pimpinan RS menerapkan Kode Etik Rumah Sakit

di RS, baik diminta maupun tidak diminta.

2. Secara khusus KERS memiliki tugas, wewenang dan tanggung jawab:

a. Melakukan pembinaan insan peRSan secara komprehensif dan berkesinambungan, agar

setiap orang menghayati dan mengamalkan KODERSI sesuai dgn peran dan tangg-jwb

masing2 di RS. Pembinaan ini merupakan upaya preventif, persuasif, edukatif, dan

korektif thd kemungkinan terjadinya penyimpangan atau pelanggaran KODERSI.

Pembinaan dapat dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, diskusi kasus, dan seminar.

b. Memberi nasehat, saran, dan pertimbangan terhadap setiap kebijakan atau keputusan yg

dibuat oleh pimpinan atau pemilik RS

c. Membuat pedoman pelaksanaan pelayanan kesehatan di RS yang terkait dengan etika

RS.

d. Menangani masalah-masalah etik yg muncul di dalam RS

e. Memberi nasehat, saran, dan pertimbangan etik kepada pihak2 yang membutuhkan

KARS

f. Membantu menyelesaikan perselisihan/sengketa medik yg terjadi di lingkungan RS

g. Menyelenggarakan pelbagai kegiatan lain yang dipandang dapat membantu

terwujudnya kode etik RS.

3. Dalam melaksanakan tugasnya KERS wajib menerapkan prinsip kerjasama, koordinasi,

dan sinkronisasi dgn Komite Medik serta struktur lain di RS sesuai dgn tugas masing2.

4. Pimpinan dan anggota KERS wajib mematuhi peraturan RS dan bertangg-jwb kpd

pimpinan RS serta menyampaikan laporan berkala pada waktunya.

5. KERS dapat meminta saran, pendapat atau nasehat dari MAKERSI Daerah bila

menghadapi kesulitan.

6. KERS wajib memberikan laporan kepada MAKERSI Daerah mengenai pelaksanaan

KODERSI di RS, minimal sekali setahun.

7. KERS wajib melaporkan masalah etik yg serius atau tidak mampu ditangani sendiri ke

MAKERSI Daerah.

KARS

BAB I Kewajiban Umum Rumah Sakit Pasal 1. RS harus menaati Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI) dan RS wajib menyusun kode etik sendiri

dengan mengacu pada KODERSI dan tidak bertentangan dengan prinsip moral dan peraturan perundangan.

Pasal 2. RS berkewajiban memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna sesuai kebutuhan klinis

pasien dan kemampuan RS.

Pasal 3. RS berkewajiban menyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan yg aman,

mengutamakan kepentingan pasien dan keluarga, bermutu, non diskriminasi, efektif, dan efisien sesuai dengan

standar pelayanan RS.

Pasal 4. RS harus mengikuti perkembangan dunia perumah-sakitan.

Pasal 5. RS harus dapat mengawasi serta bertanggungjawab terhadap semua kejadian di RS. Dalam

penyelenggaraan RS dilakukan audit berupa audit kinerja dan audit klinis

Pasal 6. RS berkewajiban menetapkan kerangka kerja untuk manajemen yang menjamin asuhan pasien yg baik

diberikan sesuai norma etik, moral, bisnis, dan hukum yg berlaku.

Pasal 7. RS harus memelihara semua catatan / arsip, baik medik maupun non medik secara baik. Pencatatan,

penyimpanan, dan pelaporan (termasuk insiden keselamatan pasien) tentang semua kegiatan penyelenggaraan

RS dilaksanakan dlm bentuk Sistem Informasi Manajemen RS.

Pasal 8. RS dalam melakukan promosi pemasaran harus bersifat informatif, tidak komparatif, berpijak pada dasar

yg nyata, tidak berlebihan, dan berdasarkan Kode Etik Rumah Sakit Indonesia.

KODE ETIK RUMAH SAKIT INDONESIA

KARS

BAB II Kewajiban Rumah Sakit Terhadap Masyarakat. Pasal 9. RS harus mengutamakan pelayanan yg baik dan bermutu secara berkesinambungan serta tidak

mendahulukan urusan biaya; RS harus melaksanakan fungsi sosial dgn menyediakan fasilitas pelayanan kepada

pasien tidak mampu / miskin, pasien gawat darurat, dan korban bencana.

Pasal 10. RS berkewajiban memberikan pelayanan yang menghargai martabat dan kehormatan pasien; karyawan

rumah sakit menunjukkan sikap dan perilaku yg sopan dan santun, sesuai dgn norma sopan santun dan adat istiadat

yg berlaku setempat.

Pasal 11. RS harus senantiasa menyesuaikan kebijakan pelayanannya pada harapan dan kebutuhan masyarakat

setempat.

Pasal 12. RS harus memberikan informasi yg benar ttg yan RS kepada masyarakat.

Pasal 13. RS harus jujur dan terbuka, peka terhadap saran dan kritik, serta berusaha menanggapi keluhan pasien dan

masyarakat.

Pasal 14. RS dalam menjalankan operasionalnya bertangg-jwb terhadap lingkungan agar tidak terjadi pencemaran yg

merugikan masyarakat.

BAB III Kewajiban Rumah Sakit Terhadap Pasien. Pasal 15. RS berkewajiban menghormati dan mengindahkan hak pasien dan keluarganya selama dalam pelayanan. Pasal 16. RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien. Pasal 17. RS harus memberikan penjelasan kepada pasien dan atau keluarganya ttg apa yg diderita pasien, tindakan apa yg dilakukan, dan siapa yg melakukannya.

KARS

Pasal 18. RS harus meminta persetujuan atau penolakan pasien sebelum melakukan tindakan medik.

Persetujuan pasien diberikan setelah pasien mendapat informasi yg meliputi diagnosis dan tata cara tindakan

medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yg mungkin terjadi, dan prognosis

terhadap tindakan yg dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan.

Pasal 19. RS mendukung hak pasien dan keluarga utk berpartisipasi dlm proses pelayanan.

Pasal 20. RS harus menjelaskan kepadapasien dan keluarganya tentang hak, kewajiban, dan tanggungjawab

mereka yg berhubungan dgn penolakan atau tidak melanjutkan pengobatan, serta akibat lanjut dari penolakan ini.

RS berkewajiban membantu dgn memberikan alternatif bagi pasien dan keluarganya.

Pasal 21. RS berkewajiban merujuk dan memberikan penjelasan kepada pasien yg memerlukan pelayanan di luar

kemampuan pelayanan RS.

Pasal 22. RS harus mengupayakan pasien mendapatkan kebutuhan privasi dan berkewajiban menyimpan rahasia

kedokteran. Rahasia kedokteran hanya dapat dibuka utk kepentingan kesehatan pasien, utk pemenuhan

permintaan aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, atas persetujuan pasien sendiri, atau

berdasarkan ketentuan peraturan perUUan.

Pasal 23. RS berkewajiban memperhatikan kebutuhan khusus pasien dan mengurangi kendala fisik, bahasa dan

budaya, serta penghalang lainnya dalam memberikan pelayanan.

Pasal 24. RS berkewajiban melindungi pasien yang termasuk kelompok rentan seperti anak2, individu yg memiliki

kemampuan berbeda (difabel), lanjut usia, dan lainnya.

Pasal 25. RS berkewajiban menggunakan teknologi kedokteran dgn penuh tangg-jwb

KARS

BAB IV Kewajiban Rumah Sakit Terhadap Pimpinan, Staf, dan Karyawan. Pasal 26. RS harus menjamin agar pimpinan, staf, dan karyawannya memperoleh jaminan sosial nasional.

Pasal 27. Setiap RS harus menyelenggarakan tata kelola RS, tata kelola klinis, dan tata kelola pasien yg baik.

Pasal 28. RS harus menetapkan ketentuan pendidikan, keterampilan, pengetahuan, dan persyaratan lain bagi

seluruh tenaga kesehatan.

Pasal 29. RS harus menjamin agar koordinasi serta hubungan yg baik antara seluruh tenaga di RS dapat

terpelihara.

Pasal 30. RS berkewajiban menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Sumber Daya Manusia serta memberi

kesempatan kepada seluruh tenaga RS utk meningkatkan diri, menambah ilmu pengetahuan, dan

keterampilannya.

Pasal 31. RS harus mengawasi agar penyelenggaraan pelayanan dilakukan berdasarkan standar profesi yg

berlaku. Setiap tenaga kesehatan yg bekerja di RS harus bekerja sesuai dgn standar profesi, standar pelayanan

RS, SPO yg berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien, dan mengutamakan keselamatan pasien.

Pasal 32. RS berkewajiban memberi kesejahteraan kepada karyawan dan menjaga keselamatan kerja sesuai dgn

peraturan yg berlaku

KARS

BAB V Hubungan Rumah Sakit Dengan Lembaga Terkait.

Pasal 33. RS harus memelihara hubungan baik antar RS dan menghindarkan persaingan yg

tidak sehat.

Pasal 34. RS harus menggalang kerjasama yg baik dgn instansi atau badan lain yg bergerak di

bidang kesehatan dan kemanusiaan.

Pasal 35. RS harus berusaha membantu kegiatan pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian

dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yg terkait dgn kedokteran dan kesehatan.

Pasal 36. RS berkewajiban menyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan

teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dgn

memperhatikan kepentingan lokal dan nasional

KARS

KODE ETIK PERILAKU TENAGA KESEHATAN

Perilaku yg pantas adalah perilaku yg mendukung kepentingan pasien, membantu

pelaksanaan asuhan pasien, dan ikut serta berperan mendukung keberhasilan pelaksanaan

kegiatan peRSan. Setiap tenaga kesehatan (nakes) yg bekerja di RS harus mengikuti kode etik

perilaku yg tercantum dalam peraturan internal staf RS.

Kode etik perilaku merupakan seperangkat peraturan yg dijadikan pedoman perilaku di RS.

Kode etik perilaku bertujuan membantu menciptakan dan mempertahankan integritas,

membantu menciptakan lingkungan kerja yg aman, sehat, nyaman, dan dimana setiap orang

dihargai dan dihormati martabatnya setara sbg anggota tim asuhan pasien.

Jenis Perilaku: 1. Perilaku yang pantas.

Nakes tidak dapat dikenakan sanksi jika berperilaku pantas, sebagaimana contoh2 di bawah ini.

a. Penyampaian pendapat peribadi atau profesional pada saat diskusi, seminar, atau pada situasi lain:

i. Penyampaian pendapat utk kepentingan pasien kepada pihak lain (dokter, perawat, atau direksi RS)

dengan cara yang pantas dan sopan

ii. Pandangan profesional

iii. Penyampaian pendapat pd saat diskusi kasus

b. Penyampaian ketidaksetujuan atau ketidakpuasan atas kebijakan melalui tata cara yg berlaku di RS tsb

KARS

c. Menyampaikan kritik konstruktif atau kesalahan pihak lain dgn cara yg tepat, tidak bertujuan utk

menjatuhkan atau menyalahkan pihak tsb.

d. Menggunakan pendekatan kooperatif utk menyelesaikan masalah

c. Menggunakan pendekatan kooperatif utk menyelesaikan masalah

e. Menggunakan bahasa yg jelas, tegas, dan langsung sesuai dgn kebutuhan situasi dan kondisi pasien,

misalnya penanganan pasien gawat darurat

2. Perilaku yang tidak pantas,

Nakes dpt dikenakan sanksi jika berperilaku tdk pantas, sebagaimana contoh2 sbb:

a. Merendahkan atau mengeluarkan perkataan tdk pantas kpd pasien & / keluarganya

b. Dgn sengaja menyampaikan rahasia, aib,atau keburukan orang lain

c. Menggunakan bahasa yg mengancam, menyerang, merendahkan, atau menghina

d. Membuat komentar yg tidak pantas ttg tenaga medis di depan pasien atau di dalam rekam medis

e. Tidak peduli, tidak tanggap terhadap permintaan pasien atau nakes lain

f. Tidak mampu bekerjasama dgn anggota tim asuhan pasien atau pihak lain tanpa alasan yg jelas

g. Perilaku yg dapat diartikan sebagai menghina, mengancam, melecehkan, atau tdk bersahabat kpd pasien &

/ keluarganya

h. Melakukan pelecehan seksual baik melalui perkataan ataupun perbuatan kpd pasien & / keluarga pasien

Pasal 1. Setiap dokter (Dr) wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah

dan atau janji Dr.

Pasal 2. Seorang Dr wajib selalu melakukan pengambilan keputusan profesional secara

independen, dan mempertahankan perilaku profesional dlm ukuran yg tertinggi.

Pasal 3. Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang Dr tidak boleh dipengaruhi oleh

sesuatu yg mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Pasal 4. Seorang Dr wajib menghindarkan diri dari perbuatan yg bersifat memuji diri .

Pasal 5. Tiap perbuatan atau nasihat Dr yg mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun

fisik, wajib memperoleh persetujuan pasien/ keluarganya dan hanya diberikan untuk

kepentingan dan kebaikan pasien tsb.

Pasal 6. Setiap Dr wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap

penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal

yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7. Seorang Dr waajib hanya memberi surat keterangan dan pendapat yg telah diperiksa

sendiri kebenarannya.

Kewajiban Umum

Pasal 8. Seorang Dr wajib, dlm setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan secara

kompeten dgn kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang

(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 9. Seorang Dr wajib bersikap jujur dalam berhubungan dgn pasien dan sejawatnya, dan

berupaya untuk mengingatkan sejawatnya pada saat menangani pasien dia ketahui memiliki

kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau

penggelapan.

Pasal 10. Seorang Dr wajib menghormati hak-hak- pasien, TSnya, dan tenaga kesehatan

lainnya, serta wajib menjaga kepercayaan pasien.

Pasal 11. Setiap Dr wajib senantiasa mengingat kewajiban dirinya melindungi hidup makhluk

insani.

Pasal 12. Dalam melakukan pekerjaannya seorang Dr wajib memperhatikan keseluruhan aspek

pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-

sosial-kultural pasiennya serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi sejati masyarakat.

Pasal 13. Setiap Dr dalam bekerjasama dengan para pejabat lintas sektoral di bidang

kesehatan,

Pasal 14. Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan

dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu melakukan suatu

pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/ keluarganya, ia wajib merujuk pasien

kepada dokter yang mempunyai keahlian untuk itu.

Pasal 15. Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa dapat

berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam beribadat dan atau

penyelesaian masalah pribadi lainnya.

Pasal 16. Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang

seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 17. Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas

perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya

Kewajiban Dokter terhadap Pasien

Pasal 18. Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin

diperlakukan.

Pasal 19. Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali

dengan persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis.

Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawatnya

Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri

Pasal 20. Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan

baik.

Pasal 21. Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi kedokteran/ kesehatan.

KODE ETIK KEPERAWATAN INDONESIA

(Sumber : Dewi Irawaty, Fakultas Ilmu Keperawatan – UI)

• Pertama kali dirumuskan pada tahun 1976 dan beberapa kali mengalami

perubahan

• Kode etik yang berlaku adalah hasil kesepakatan Munas PPNI tahun 2000,

terdiri dari Mukadimah dan 5 pokok etik

• Terdiri dari 5 pokok etik, yaitu:

A. Perawat dan Klien

B. Perawat dan Praktik

C. Perawat dan Masyarakat

D. Perawat dan Teman Sejawat

E. Perawat dan Profesi

A. Perawat dan Klien

1. Perawat dalam memberikan pelayanan kprawatan mnghargai harkat dan martabat manusia, kunikan

klien dan tidak trpngaruh olh prtimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur,jenis kelamin,

aliran politik dan agama yang dianut serta kedudukan sosial.

1.1 otononomi klien

1.2 status sosial ekonomi

1.3 tatanan playanan ksehatan

2. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara suasana

lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup

beragama klien

2.1 atribut atau karakteristik pribadi

2.2 proses menjelang kematian

3. Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan

3.1 menerima tanggung jawab dan tanggung gugat

3.2 tanggung jawab

3.3 tanggung gugat

3.4 evaluasi penampilan kinerja

4. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sehubungan dengan tugas

yang dipercayakan kepadanya, kecuali jika diperlukan oleh

yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

4.1. Penyingkapan terhadap tim kesehatan

4.2. Penyingkapan untuk kepentingan penjaminan mutu

4.3. Penyingkapan terhadap orang yang tidak terlibat asuhan klien

4.4. Penyingkapan di hadapan persidangan/di pengadilan

4.5. Membuka catatan

1. Perawat memelihara dan meningkatkan kompetensi dibidang keperawatan melalui belajar

terus menerus.

1.1 Tanggung jawab pribadi terhadap kompetensi

1.2. Pengukuran kompetensi dalam praktek keperawatan

1.3. Pendidikan berkelanjutan untuk memelihara kompetensi

1.4. Tanggung jawab intra profesional thd kompetensi pelayanan keperawatan

B. Perawat dan Praktik

2. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran

professional dalam menerapkan pengetahuan serta ketrampilan keperawatan sesuai dengan

kebutuhan klien.

2.1. Kejujuran professional dalam menerapkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan.

2.2. Telaah kesejawatan/kelompok sebaya

3. Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang adekuat dan

mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi seseorang bila melakukan konsultasi,

menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain.

3.1 Perubahan Fungsi

3.2. Melindungi klien dari produk-produk yang membahayakan

3.3. Pelaporan pelanggaran-pelanggaran

1. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama perawat maupun dengan

tenaga kesehatan lainnya, dan dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja

maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh.

1.1. Memelihara hubungan baik antar sesama perawat.

1.2. Hubungan dengan dokter dan disiplin yang lain

1.3. Perselisihan kepentingan

2. Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan

kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan illegal.

2.1 Peran advokasi

2.2. Tindakan awal

2.3. Tindakan lanjut

C. Perawat dan Masyarakat

1. Perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk memprakarsai dan

mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat.

1.1. Asuhan kesehatan yang bermutu sebagai hak.

1.2. Tanggung jawab kepada konsumen asuhan

kesehatan

D. Perawat dan Teman Sejawat

E. Perawat dan Profesi

1. Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar pendidikan dan

pelayanan keperawatan serta menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan

keperawatan.

1.1. Tanggung jawab terhadap masyarakat.

1.2. Tanggung jawab terhadap disiplin ilmu

1.3. Tanggung jawab peserta didik keperawatan

2. Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan profesi keperawatan.

2.1 Perawat dan Riset.

2.2. Pedoman umum untuk berpartisipasi dalam riset

2.3. Perlindungan hak manusia dalam riset

2.4. Hak dan tanggung jawab praktisi dalam riset

3. Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun dan memelihara kondisi

kerja yg kondusif demi terwujudnya asuhan keperawatan yg bermutu tinggi.

3.1. Tanggung jawab bagi kondisi-kondisi pekerjaan.

3.2. Tindakan kolektif

3.3. Tindakan individual

1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir) 2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir) 3. Kewajiban Bidan terhadap sejawab dan tenaga kesehatan lainnya (2

butir) 4. Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir) 5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir) 6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air (2 butir)

dr. Nico A. Lumenta, K.Nefro, MM, MHKes

Komisi Akreditasi Rumah Sakit

KARS