TATA CARA KHITBAH DAN WALIMAH PADA...
Transcript of TATA CARA KHITBAH DAN WALIMAH PADA...
TATA CARA KHITBAH DAN WALIMAH PADA MASYARAKAT BETAWI
KEMBANGAN UTARA JAKARTA BARAT MENURUT HUKUM ISLAM
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh:
M. IRFAN JULIANSAH
NIM: 104043101283
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H / 2011 M
TATA CARA KHITBAH DAN WALIMAH PADA MASYARAKAT
BETAWI KEMBANGAN UTARA JAKARTA BARAT MENURUT
HUKUM ISLAM
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum
untuk memenuhi Persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam ( SHI )
Oleh :
M. IRFAN JULIANSAH
NIM : 104043101283
Di bawah Bimbingan
Pembimbing I
Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA
NIP. 150 294 051
Pembimbing II
Dr. Asrorun Ni’am Sholeh, MA
NIP. 150 315 026
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H / 2011 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul TATA CARA KHITBAH DAN WALIMAH PADA
MASYARAKAT BETAWI KEMBANGAN UTARA JAKARTA BARAT
MENURUT HUKUM ISLAM telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas
Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 Desember
2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum Islam (S.HI) pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum
(Perbandingan Mazhab Fiqih).
Jakarta, 22 Desember 2010
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM
NIP. 1955 0505 1982 031012
Panitia Ujian Munaqasyah
Ketua : Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA. MH ( )
NIP. 1957 0312 1985 031003
Sekretaris : Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag. M.Si ( )
NIP. 1974 1213 2003 121002
Pembimbing I : Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA. ( )
NIP. 150 294 051
Pembimbing II : Dr.Asrorun Ni’am Sholeh, MA. ( )
NIP. 150 315 026
Penguji I : Dr. H. Muhammad Taufiki, M. Ag ( )
NIP. 1965 1119 1998 031002
Penguji II : Dr. H. A. Juaini Syukri, Lc, M. Ag ( )
NIP. 1955 0706 1992 031001
i
بسم اهلل الرمحن الرحيم
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamiin, tak ada kata yang pantas Penulis ucapkan
selain ungkapan puja dan puji serta rasa syukur atas karunia yang tak terhingga yang
diberikan Allah SWT, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
‘TATA CARA KHITBAH (MEMINANG) & WALIMAH MENURUT IMAM
MAZHAB’ ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada
Penghulu Para Nabi, Nabi Muhammad saw, juga kepada keluarga, sahabat dan
ummatnya yang senantiasa mengikuti jejak dan langkah beliau sampai hari akhir
nanti, amiin.
Setelah perjuangan yang begitu berat dan melelahkan, akhirnya skripsi ini
selesai juga tulis. Penulis sadar bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya
bantuan dari berbagai pihak. Maka dengan tulus dan ikhlas penulis ucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A.,M.M., selaku Dekan
Fakultas Syari’ah dan Hukum
2. Bapak DR. H. Ahmad Mukri Aji, MA, MH, dan Dr. H. Muhamad Taufiki,
MAg selaku Kepala dan Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab dan
Hukum.
3. Bapak Dr. Sudirman Abbas MA. Dan Dr. Asrorun Ni’am Sholeh MA, selaku
Dosen Pembimbing, yang telah dengan sabar membimbing Penulis dalam
menyelesaikan skripsi.
4. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki Mag. Dan Dr. KHA Juaini Syukri Lc, MA.
selaku dosen penguji skripsi.
5. Pimpinan perpustakaan beserta stafnya yang telah memberikan fasilitas
kepada Penulis untuk mengadakan studi pustaka.
ii
6. Sang Motivator, yaitu kedua orang tua Penulis, Ayahanda Syahrullah Hidayat
dan Ibunda Marfuah yang telah mengerahkan seluruh kasih sayang,
bimbingan serta nasehatnya, sehingga Penulis mampu berdiri kokoh seperti
sekarang. Terutama H. Mahrum & HJ. Rukiah Selaku kakek-nenek penulis
yg telah memberi dorongan agar penulis jangan putus asa dan terus berjuang
sampai berhasil,Tak lupa kepada kepada adik-adik ku yang manis Resha
Delillah, Sahida Amalia (Dea), lewat senyum-senyumnya yang ceria Penulis
merasa selalu bersemangat menyelesaikan skripsi ini.
7. Keluarga besar majelis Ta’lim Nurul Habib & Riyadhul Jannah, MTMI
kembangan Utara (tempat Penulis membaktikan diri), khususnya M. Izzih,
Muhidin dan Irwansyah (tepong), Kushadi, Fajar, Ubay, Yoga selaku teman
setia untuk begadang mengerjakan skripsi ini.
8. Teman seperjuangan menuntut ilmu di UIN Jakarta Suwardi, Iwan Kurnia,
Viki, Bahreni, Nurul Huda dan lain sebagainya yang membantu penulis
mengumpulkan data dalam selesainya sekripsi ini.
Tak ada gading yang tak retak, skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Saran dan kritik sangat Penulis harapkan demi perbaikan ke depan.
Jakarta, 18 Maret 2011 M
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.......................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 6
D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian .............................................. 7
E. Tinjauan kajian terdahulu .......................................................... 8
F. Metodologi Penelitian ................................................................. 10
G. Sistematika Pembahasan ............................................................. 13
BAB II KHITBAH DAN WALIMAH DALAM PERNIKAHAN
MENURUT HUKUM ISLAM
A. Khitbah (peminangan) ................................................................. 16
1. Syarat-Syarat Khitbah (peminangan) .................................... 22
2. Etika Khitbah (peminangan) ................................................. 29
3. Tujuan Khitbah (peminangan) .............................................. 32
B. Walimah (perjamuan).................................................................. 33
1. Hukum dan Waktu Pelaksanaan Walimah ............................ 34
2. Hukum Menghadiri Undangan Walimah ............................. 36
C. Biaya Pernikahan ................................................................................ 42
iv
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH KELURHAN
KEMBANGAN UTARA JAKARTA BARAT
A. Letak Geografis Kelurahan Kembangan Utara .......................... 44
B. Keadaan Demografis ................................................................... 45
C. Keadaan Sosiologis ..................................................................... 47
D. Bidang Keagamaan........................................................................48
BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TENTANG TATA CARA
KHITBAH DAN WALIMAH PADA MASYARAKAT
BETAWI KEMBANGAN UTARA JAKARTA BARAT
A. Prosedur Pernikahan Adat Betawi Kembangan Utara Jakarta
Barat ............................................................................................ 51
B. Pendapat Tokoh Masyarakat Terhadap Pernikahan Adat Betawi
Mkembangan Utara Jakarta Barat .............................................. 54
C. Hal-hal Yang Tidak Boleh Dilakukan Dalam Proses Khitbah
Dan Walimah Menurut Hukum Islam ......................................... 56
D. Walimah ..................................................................................... 62
E. Biaya Pernikahan ....................................................................... 66
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 68
B. Saran-saran .................................................................................. 72
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 73
LAMPIRAN- LAMPIRAN. ................................................................................... 76
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sesungguhnya agama Islam ini sudah sempurna dan sudah cukup sebagai
pedoman hidup manusia di dunia. Sebab Allah SWT, telah menerangkan kepada
umat manusia kaidah-kaidah agama dan kesempurnaannya yang meliputi segala
aspek kehidupan. Firman Allah SWT dalam Q.S Al Maidah (5): 3
)53( Artinya :“Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam menjadi
agamamu” )Q.S Al Maidah : 3(
Ayat tersebut secara eksplisit menjelaskan bahwa agama Islam itu telah
sempurna dan tidak memerlukan tambahan secara pengurangan sedikitpun juga.
Apapun bentuk atau alasannya dari tambahan-tambahan tersebut meskipun
disangka baik oleh sebagian manusia, atau dari siapa saja datangnya meskipun
dianggap besar oleh sebagian manusia, adalah satu perkara yang sangat di benci
oleh Allah dan rasul-Nya, tetapi sangat dicintai oleh iblis dan bala tentaranya.
Dan pelakunya secara tidak langsung telah membantah firman Allah di atas dan
telah menuduh Rasulullah SAW. Berkhianat dalam menyampaikan risalah. 1
1 Abdul Hakim, 25 Masalah Penting Dalam Islam, (Jakarta, Yayasan al- Anshar, 1997), cet.
Ke-1, jilid I.h. 60
2
Memperkuat statemen di atas, Rasulullah SAW, telah menerangkan dalam
beberapa Hadits, di antaranya :
2
Artinya : Berkata Abu Dzar : Rasulullah SAW. Telah pergi meninggalkan kami
(wafat), dan tidak seekor burungpun yang terbang membalik-balikan
kedua sayapnya di udara melainkan beliau telah menerangkan
ilmunya kepada kami. Abu Dzar berkata pula : Beliau telah bersabda:
”Tidak tinggal sesuatupun yang mendekatkan kamu ke surga dan
menjauhkan kamu dari neraka melainkan sesungguhnya telah
dijelaskan kepada kamu.” (HR. Thobrani).
Selain menjelaskan tentang kesempurnaan agama Islam, Allah SWT juga
sangat menekankan kepada umat manusia untuk mengikuti jalan-Nya yang ada di
dalam Al- Qur’an dan Sunah Rasulullah SAW, disertai ancaman bahwa sekiranya
manusia tidak berpegang pada jalan-Nya maka manusia tersebut pastilah akan
menemui kesesatan dan akan mendapat perpecahan di kalangan mereka sendiri.
Firman Allah SWT dalam Q.S An Nisa (4): 115
Artinya :“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran
baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin,
kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang Telah dikuasainya itu,
dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-
buruk tempat kembali”. (Q.S An Nisa 4: 115)
2 Imam Thobrani, Mujam Al-Kabir, (Beirut,Dar Al-kutub Al Islamiyah), juz 2 hal 155
3
Dalam ayat lain Allah berfirman dalam Q.S Al-An’am ayat 153
6153
Artinya : “ Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus,
Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang
lain), Karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari
jalannya”.(Q.S Al-An’am 6: 153)
Senada dengan firman Allah SWT di atas, Imam Ahmad dan jama’ah
meriwayatkan sebuah Hadits dari Ibnu Mas’ud Ra yang menyatakan:
3
Artinya : Dari Abdullah bin Mas’ud : Rasulullah SAW menggaris satu garis
lurus kemudian beliau bersabda : “ini adalah jalan Allah”. Kemudian
beliau mmembuat lagi garis-garis menyebelah ke kanan dan garis-
garis menyebelah ke kiri, lalu beliau bersabda : ”Ini adalah jalan-
jalan perpecahan, dan di dalam tiap-tiap jalan itu terdapat syaitan
yang mengajak kepadanya”, kemudian beliau membaca ayat: ”
kemudian jika kamu sekalian berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah hal tersebut kepada Allah dan Rasul (HR. Ahmad
dan Jama’ah).
3 Ibid., 29-30
4
Dalam Al-Qur’an Allah SWT, berfirman :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya. (Q.S. An-Nisa/4: 59)
Kelengkapan syariat Islam juga mencakup aturan – aturan dalam masalah
pernikahan, dari bagimana mulai mencari calon pendamping hidup sampai
mewujudkan pesta pernikahan. Sayangnya kaum muslimin di zaman sekarang
telah terpedaya oleh pesona dunia, sehingga mereka telah cenderung untuk
meniru gaya barat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, dari cara meminang,
pergaulan sebelum menikah, sampai upacara yang banyak menghamburkan
waktu, dana dan tenaga, malah ada sebagian kaum muslimin yang tidak
menginginkan untuk menikah karena tidak mampu membayar biaya pernikahan
yang mencekik leher. Padahal Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluk-
pemeluknya yang akan memasuki jenjang pernikahan lengkap dengan tata cara
dan aturan yang jauh dari sifat tabdzir (pemborosan,)memberatkan dan
penyimpangan-penyimpangan lainnya.
5
Bertitik tolak dari kenyataan di atas, penulis ingin menemukan deskripsi
yang shahih dan valid mengenai konsep Islam dalam mengatur tentang proses
dan tata cara pelaksanaan pernikahan yang sesuai dengan tuntunan yang telah
diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya, serta terhindar dari campur tangan dan
budaya manusia.
Dalam mencermati permasalahan tersebut, penulis sengaja mengambil
sudut pandang dari pendapat imam mazhab, karena pendapat (jalan, cara, metode)
ini sangat berhati-hati dan tegas dalam menentukan suatu hukum, terutama yang
merujuk pada hadits – hadits Rasulullah SAW. dan atsar sahabat. Ditambah lagi
dalam menentukan dan menjabarkan suatu hukum, imam mazhab yang mulai
berkembang pesat di Indonesia ini sangat berpegang teguh kepada Al-qur’an dan
As-sunah sesuai dengan pemahaman para sahabat Nabi, dan sangat tegas dalam
menentang segala macam bid’ah .
Dan oleh karnanya itu, maka skripsi ini diberi judul : TATA CARA
KHITBAH DAN WALIMAH PADA MASYARAKAT BETAWI
KEMBANGAN UTARA JAKARTA BARAT MENURUT HUKUM ISLAM
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, kiranya dapat di identifikasikan bahwa masalah
masalah yang akan dikaji dalam skripsi ini adalah tentang proses atau tata cara
pelaksanaan pernikahan, mencakup; bagaimana memilih pasangan hidup, pria
atau wanita yang boleh dan tidak boleh dinikahi, proses khitbah, walimah,biaya
6
pernikahan, syarat – syarat perkawinan, mahar, pencatatan perkawinan, dan lain-
lain.
Oleh karena masalah – masalah tersebut cukup banyak cakupanya, maka
analisa yang direncanakan akan dikaji oleh penulis dibatasi hanya masalah
khitbah, walimah dan biaya pernikahan dalam pandangan Imam mazhab. Agar
masalah – masalah di atas lebih jelas dan sistematis, maka penulis rumuskan
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah proses dan tata cara pelaksanaan pernikahan, khususnya dalam
hal khitbah, walimah dan biaya pernikahan menurut ketentuan fiqih ?
2. Bagaimanakah pandangan hukum Islam terhadap proses rernikahan pada
amasyarakat betawi kembangan Utara Jakarta barat, dan tata cara
pelaksanaan pernikahan yang sesuai dengan ketentuan fikih dalam hal
khitbah, walimah.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini, penulis ingin mendeskripsikan
tentang :
1. Pandangan hukum Islam tentang tata cara dalam hal khitbah, walimah pada
masyarakat betawi kembangan Utara Jakarta Barat.
2. Pandangan hukum Islam tentang adat betawi dan tata cara pelaksanaan
pernikahan yang sesuai ajaran agama Islam dalam khitbah, walimah dan biaya
pernikahan.
7
Dengan mengetahui hal-hal tersebut , maka penulis mengharapkan akan
menemukan acuan yang jelas tentang proses dan tata cara pelaksanaan pernikahan
yang sesuai ajaran Islam sehingga kaum muslimin dapat merujuk kepadanya
tanpa harus berkiblat kepada budaya – budaya lain yang bertentangan dengan
syari’at Islam.
D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian
Setelah selesainya penulisan skripsi ini, diharapkan dapat memberikan
manfaat dan kegunaan bagi :
1. Untuk memperluas wawasan dan cakrawala berfikir dalam bidang studi
hukum Islam , khususnya yang berkenaan dengan masalah penulisan .
2. Diharapkan dapat menambah dan Memperkaya wawasan ke Islaman terutama
yang berhubungan dengan masalah pernikahan.
3. Bagi dunia pustaka hasil ini dapat dijadikan sebagi tambahan koleksi dalam
ruang lingkup karya ilmiah
4. Dan bagi mahasiswa dapat digunakan sebagai referensi penulisan dan
pembahasan lebih lanjut yang lebih luas dan kritis.
5. Diharapkan hasil dari karya ilmiah ini dapat memberi informasi dan khazanah
pengetahuan tentang hukum Islam bagi masyarakat, khususnya bagi calon
mempelai suami dan istri di dalam melangsungkan pernikahan lebih berhati –
hati dalam setiap mengambil keputusan.
8
E. Tinjauan Kajian Terdahulu
Dari data katalog yang penulis cari, karya mengenai tata cara khitbah dan
walimah dalam pernikahan menurut imam mazhab, belum dibahas karena penulis
belum menemukan judul seperti yang diangkat oleh penulis dan penulis
berasumsi bahwa judul yang diangkat adalah baru.
Ada beberapa karya ilmiah yang mempunyai korelasi dengan
permasalahan yang akan diangkat oleh penulis antara lain :
1. Skripsi Hoirum Kodriasih (102044225087) Tahun 2007 dengan judul
”Tradisi Khitbah Di Kalangan Masyarakat Betawi Menurut Hukum Islam
(studi kasus di kelurahan Rawa Jati kecamatan pancoran Jakarta Selatan)”.
Skripsi ini membahas tentang tradisi perkawinan di masyarakat betawi di
daerah pancoran yang memfokuskan tentang adat kebiasaan masyarakat
betawi di daerah pancoran yang melakukan khitbah (meminang) dengan cara
adat atau kebiasaan masyarakat setempat. Dalam skripsi ini hanya diuraikan
tentang pengertian khitbah dan kebiasaan masyarakat betawi di daerah
tersebut, sedangkan tentang tata cara dan proses khitbah menurut hukum
Islam kurang begitu di jelaskan.
2. Skripsi A. Izuddin bin Sayuti (106044103560) Tahun 2009 dengan judul ”
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Seni Jaipong Dalam Walimah Al-
Urs (Studi Kasus Di Daerah Kerawang Jawa Barat)”. Dalam skripsi ini
dibahas tentang acara walimah al-urs di daerah kerawang jawa barat, yang
masih menganggap kesenian sebagai salah satu syarat untuk melakukan acara-
9
acara tertentu misalkan walimah atau pesta pernikahan. Dalam masyarakat
kerawang tari jaipong merupakan adat yang sudah ada sejak jaman nenek
moyang mereka dan menjadikan kesenian tersebut sebagai salah satu syarat
untuk acara-acara tertentu. Penulis melihat bahwa dalam skripsi tersebut tidak
di jelaskan bagaimana pandangan hukum islam tentang mengadakan walimah
(pesta pernikahan) dengan mengadakan acara tari-tarian. Dan menggabungkan
acara pernikahan dengan acara adat.
3. Shamsidah binti Abdul Rahman A.Bukhari (105044103540) Tahun 2007
dengan judul ”Pelaksanaan Walimah Menurut Adat Malaysia (tinjauan
hukum Islam terhadap adat yang berlaku di Malaysia)”
Skripsi ini membahas adat atau kebiasaan masyarakat melayu dalam
melangsungkan acara pernikahan (walimah Al-urs). Di dalam skripsi ini di
jelaskan bahwa adat kebiasaan masyarakat melayu khususnya di malaysia
melaksanakan walimah dengan sangat mewah dan banyak mengeluarkan
biaya dan tidak sedikit dari mereka yang mengadakan walimah, meminjam
uang atau menjual harta benda mereka untuk acara pernikahan tersebut
padahal hal tersebut hanya untuk mencapai ketenaran dan menunjukan
kedudukannya di dalam adat atau masyarakat. Penulis berkesimpulan bahwa
dalam skripsi ini masih banyak yang perlu di bahas, karna tidak di jelaskan
bagaimana pandangan hukum Islam jika mengadakan walimah dengan biaya
yang sangat besar dan dengan tujuan memamerkan harta agar mendapat
10
kedudukan di masyarakat, serta tidak di jelaskan bagaimana seharusnya
mengadakan walimah yang sesuai dengan hukum Islam.
Karya-karya ilmiah diatas membahas tentang pengertian khitbah dan
walimah secara singkat hanya membahas tentang pengertian dan penjelasan
tentang khitbah dan walimah secara singkat. Padahal sumber hukum yang mereka
gunakan sebagai referensi adalah hukum Islam yang sangat luas penjelasannya.
Untuk itu penulis bermaksud menjelaskan secara jelas tentang proses tata
cara khitbah dan walimah dalam hukum Islam yang bersumber dari para imam
mazhab yang menjadi refrensi dalam mengambil suatu keputusan atau hukum
yang berkaitan dengan masalah yang penulis bahas, dan akan di jelaskan
bagaimana tata cara hukum Islam dari mulai memilih pasangan sampai
mengadakan acara pernikahan (walimah Al-urs).
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Pendekatan Penelitian
Dalam menguraikan pembahasan dalam penelitian yang berbentuk
penelitian ilmiah dan dituangkan dalam bentuk skripsi, penulis berusaha
mendapatkan data yang akurat dan bukti-bukti yang benar. Untuk itu penulis
menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan penelitian secara
antropologi hukum yaitu dengan melihat secara langsung kehidupan
masyarakat kembangan utara jakarta barat yang menceritakan tentang tradisi
11
adat betawi dalam acara khitbah dan walimah pada masyarakat di daerah
tersebut.
2. Sumber Data
Lazimnya sebuah penelitian dapat di bedakan anatar data yang
diperoleh dari lapangan dan dari bahan perpustakaan antara lain sebagai
berikut.
a. Sumber Primer atau data dasar adalah data yang diperoleh secara langsung
dari masyarakat, baik syang dilakukan dengan wawancara, observasi atau
yang lainnya. Data yang langsung dari sumbernya yakni prilaku
masyarakat melalui penelitia, kemudian diamati dan di catat untuk
penelitian oleh penulis yang yang berhubungan dengan obyek penelitian
yang dihadapi.
b. Sumber Skunder adalah data yang diperoleh atau berasal dari bahan
skripsi atau pustakaan biasanya untuk melengkapi data primer, mengingat
bahwa data primer dapat dikatakan sebagai data praktek yang ada secara
langsung dan praktek lapangan secara teori. Dan buku penunjang lainnya
yang membahas tentang pernikahan. Kitab hadits, fiqih dan lain
sebagainya dan
Buku penunjang lain yang berkaitan dengan permasalahan dalam
penelitian ini.
12
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam upaya mengumpulkan data ini untuk menguraikan pembahasan
dalam penelitian ini, digunakan teknik pengumpulan data sebagi berikut:
a. Wawancara
Wawancara dalam hal ini adalah percakapan yang diarahkan
kepada masalah tertentu atau pusat perhatian untuk mendapatkan
informasi dengan kaitannya langsung pada responden yaitu tokoh-tokoh
masyarakat adat betawi di kelurhan kembangan Utara Jakarta Barat
tentang tata cara khitbah dan walimah yang dilakukan pada masyarkaaat
betawi.
b. Observasi
Observasi merupakan sebuah peroses pendekatan secara mendalam
untuk mengetahui tradisi perkawinan yang terjadi di masyarakat betawi
kembangan utara. Untuk observasi penulis menggunakan pedoman
bservasi dengan tujuan agar penelitian lebih terarah
c. Studi dokumentasi
Penelitian dalam hal ini pengumpulan data melalui berkas-berkas,
arsip, majalah, dan serta dokumentasi lainnya yang berkaitan dengan
penulisan skripsi ini.
Data yang berhaasil dikumpulkan dari berbagi literatur sebagaimana
dijelaskan di atas selanjutnya diolah dengan menggunakan teknik sebagi
berikut:
13
4. Metode Analisi Data
Agar diperoleh pemecahan dalam masalah ini maka dilakukan
beberapa proses dalam menyajikan data untuk selanjutnya diperoleh
kesimpulan – kesimpulan , digunakan metode sebagai berikut :
a. Deskriptif : Analisa Data pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan analisa kualitatif , yaitu penulis menganalisis dengan cara
menguraikan dan mendeskripsikan masalah-masalah yang berkaitan
dengan pernikahan dalam adat betawi daerah kembangan Utara Jakarta
Barat
b. Sedangkan dalam penulisan skripsi ini Penulis menggunakan buku
“Pedoman penulisan skripsi, tesis, dan disertasi” yang diterbitkan oleh
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
G. Sistematika Pembahasan
Bab I : Pendahuluan. Dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penulisan,
metode pembahasan dan teknik penulisan serta sistematika
penyusunan.
Bab II : Pada bab ini akan dibahas tentang pengertian khitbah dan walimah
menurut hukum Islam. Dalam bab ini akan di jelaskan tetntang proses
khitbah dan walimah dalam hukum Islam.
14
Bab III : Gambaran umum tentang wilayah kelurahan kembangan utara Jakarta
Barat. Dalam bab ini akan dijelaskan letak geografis wilayah
kembangan utara. Serta keadaan demografis serta keadaan sosiologis
dan keadaan keagamaan wilayah kembangan utara Jakarta barat.
Bab IV: Pandangan hukum Islam tentang tatacara khitbah dan walimah pada
masyarakat betawi kembangan utara jakarta barat. Dalam bab ini di
jelaskan tentang prosedur pernikahan pada masyarakat betawi di
daerah kembangan utara. Serta di jelaskan pendapat tokoh masyarakat
adat betawi. Dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan menurut syari’at
Islam.
Bab V : Penutup, memuat suatu kesimpulan dan saran – saran. Sedangkan
yang terakhir adalah lampiran dan daftar pustaka.
15
BAB II
KHITBAH DAN WALIMAH DALAM PERNIKAHAN
MENURUT ISLAM
Perkawinan merupakan salah satu sunantullah yang umumnya berlaku pada
makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.1. Firman
Allah :
5149
Artinya : “Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat kebesaran Allah”. (Az- Zariyyat 51 /49)
Namun demikian, Tuhan tidak mau menjadikan manusia itu seperti mahkluk
lainnya, yang hidup bebas mengikuti nalurinya dalam berhubungan antara jantan dan
betinanya secara anarki. 2Allah berfirman pula:
)3021Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir”( Ar-Rum 30/21).
1 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, alih bahasa Moh. Thalib, dari buku fiqh sunnah, (bandung: PT.
Al-Ma‟arif), jilid 6, h. 7.
2 Ibid ,.. h.5.
16
Islam sebagai agama yang lengkap, sempurna dan memiliki rincian yang jelas
tentang tatanan kehidupan manusia dalam segala bidang termasuk masalah
pernikahan, tidak membiarkan masalah pernikahan ini berjalan menurut kemauan
hawa nafsu manusia. 3
Islam memberi garis tertentu yang membedakan antara pernikahan menurut
Islam dan pernikahan menurut selain Islam. Garis yang ditetapkan Islam ini sejalan
dengan fitrah manusia yang diridahi oleh Allah SWT. Kita dilarang keluar dari garis
tertentu Islam ini. Oleh karena itu, kita tidak boleh melakukan cara pernikahan yang
diproduksi oleh budaya dan tradisi non- Islam yng menyalahi ketentuan Islam.4
Untuk mengetahui petunjuk cara pernikahan yang sesuai dengan ajaran Islam,
maka berikut ini akan dipaparkan tentang proses dan tata cara pelaksanaan
pernikahan yang Islami dalam hal khitbah, walimah, dan biaya pernikahan.
A. Khitbah (peminangan).
Islam dan Syari‟atnya yang bersifat tolerans dan benar telah memberikan
pola kidah-kaidah dan dasar-dasar praktis yang harus ditaati bagi seorang
peminang, yang ingin melakukan pernikahan. Kaidah-kaidah ini bila ditaati oleh
seorang laki-laki atau seorang wanita dalam melakukan pernikahan, maka
pernikahan akan bahagia dan kecintaan serta kasih sayang antara suami dan istri.
Allah menggariskan agar masing-masing pasangan yang hendak menikah, terlebih
3 Muhammad Thalib, Tuntunan Meminang Islami, (Bandung, Irsyad Baitus Salam,1999), cet
I. h-09
4 Ibid., h.10.
17
dahulu saling mengenal (ta‟aruf) sebelum dilakukan akad nikah sehingga
pelaksanaan pernikahannya nanti benar –benar berdasarkan pandangan dan
penilaian yang jelas.5 Bahkan semuanya akan hidup di bawah naungan pernikahan
yang bahagia dan sempurna serta saling mengerti dan memahami satu sama lain.
Kata “Peminang” berasal dari kata “ pinang atau meminang” (kata
kerja)6. Meminang sinonimnya adalah melamar, yang dalam bahasa arab disebut
“khitbah”. Menurut etimologi meminang atau melamar artinya (antara lain)
“meminta wanita untuk dijadikan isteri (bagi diri sendiri atau orng lain)‟‟.
Menurut terminologi perminangan ialah kegiatan upaya ke arah terjadinya
hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita‟‟7 atau seorang
laki-laki meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi isterinya. Dengan
cara-cara yang umum berlaku ditengah-tengah masyarakat, dalam pelaksanan
lamaran (khitbah) biasanya masing-masing pihak saling menjelaskan keadaan
dirinya atau keluarganya.8 Tujuannya tidak lain untuk menghindari terjadinya
kesalapahaman diantara kedua belah pihak.
Khitbah merupakan pendahuluan untuk melangsungkan perkawinan,
disyari‟atkan sebelum ada ikatan suami istri dengan tujuan agar memasuki
perkawinan didasarkan kepada penelitian dan pengetahuan serta kesadaran
5 Abdurahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2006), h.73.
6 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta:Akademika Pressindo, 1992),
edisi pertama, h. 113.
7 Dahlan Idhamy, Azas-Azas Fiqh Munakahat, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1984), h.15.
8 Ibid., h.15.
18
masing-masing pihak, adakalanya pernyataan keinginan tersebut disampakan
dengan bahasa yang jelas dan tegas (sharih) atau dapat juga dilakukan dengan
sindiran (kinayah).
Adapun dasar nash al-quran tentang lamaran (khitbah):
1235
Artinya : “Tidak dosa bagimu meminnag wanita-wanita dengan sindiran atau
menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu, Allah
SWT mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dari
pada itu jangalah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka
secara rahasia kecuali sekedar mengucapkan kepada mereka
perkataan ma‟ruf (sindiran)…” (Qs, Al-Baqarah ; 235).
Dasar nash Hadits, yaitu Hadits jabir bin Abdullah riwayat Abu Daud :
9
Artinya: “Dari ibnu Jabir r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda Apabila
seseorang di antara kamu meminang seorang perempuan, jika ia
dapat melihat apa yang dapat mendorongnya semakin kuat untuk
menikahinya , maka laksanakanlah”. (HR. Abu Daud ).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa khitbah
(meminang) adalah langkah awal ke arah pernikahan berupa ungkapan ataupun
perkataan yang berisi permintaan seorang laki-laki kepada seorang wanita untuk
9 Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, (Semarang: CV Toha Putra), h. 491
19
menjadi istrinya10
. khitbah di tinjau dari segi bahasa arab adalah lamaran atau
permohonan seorang laki-laki kepada seorang wanita yang dipinang untuk
dinikahinya.
Jadi hal ini hanya sebatas permohonan saja, terlepas dari diterima atau
tidak oleh wanita yang dipinang atai wali wanita yang dipinang atau permohonan
tersebut. Pinangan dalam pandangan syari‟at Islam bukanlah suatu taransaksi
(akad) antara laki-laki yang meminang dengan wanita yang dipinang atau dengan
walinya, akan tetapi pinangan itu tidak lebih dari pada lamaraan atau permohonan
untuk menikah.
Dengan diterimanya suatu, pinangan baik oleh wanita yang bersangkutan
maupun oleh seorang walinya, tidaklah berarti telah terjadi akad nikah di antara
kedua belah pihak. Akan tetapi kata terima itu hanya berarti bahwa laki-laki
tersebut adalah calon untuk menjadi seorang suami bagi wanita tersebut pada
masa yang akan datang.
Khitbah (meminang) pada lazimnya dilakukan oleh laki-laki terhadap
wanita, tetapi tidak ada larangan wanita terhadap laki-laki.11
Sebagaimana di
bolehkan pula bagi wali wanita itu untuk menawarkan pernikahannya pada laki-
laki. Sama saja apakah laki-laki yang dipinang itu jejaka atau beristeri. Sejarah
telah mencatat adanya seorang wanita yang menghibahkan (menyerahkan diri
10
M. Nasih Ulwan, Tata Cara Meminang Dalam Islam, alih bahasa, Ahmad Al-Wakidy,
(Solo: CV. Pustaka Manthiq, 1995),cet ke-4, hal 31
11
Abu Al-Ghifari, Pacaran Yang Islami Adakah?, (Bandung: Mujahid Press, 2003) h. 494
20
untuk dinikahi) kepada Rasulullah SAW dan Nabi tidak mengingkari perbuatan
itu.12
Melakukan khitbah pada dasarnya adalah mubah (boleh) selama tidak ada
larangan syara‟. Sementara bagi Mazhab Imam Malik bahwa hukum khitbah
adalah sunnah13
. Namun kadang ada pula pinangan itu menjadi makruh, seperti
pinangan yang berlangsung pada waktu ihram haji maupun ihram umrah. Dalam
sebuah hadits yang telah diriwayatkan dari aban bin Utsman r.a:
14 Artinya: “Bersabda Rasulullah SAW, bahwa Seorang yang sedang ihram tidak
boleh menikahkan, tidak boleh dinikahkan serta tidak boleh pula
melakukan pinangan” (HR. Muslim).
Senada dengan Imam Gurunya Imam al-Syafi‟i juga memberi alasan yang
sama yaitu sunnah melakukan khitbah tetapi makruh bagi muhrim laki-laki yang
ihram atau muhrimah perempuan yang ihram dilarang melakukan aqad nikah15
.
Dasar laranganya itu adalah hadits Ustman bin affan berbunyi :
12
Abd Nashir Taufiq Al-Athar, Saat Anda Meminang, (Jakarta: Pustaka Azzam,2001),h.25.
13
Ahmad Sudirman Abaas, Pengantar Pernikahan Analisa Perbandingan Antara Mazhab,
(Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006), hal. 92.
14
Hafidz Dzakiyu ad-Diin Abdul Mu‟aziim al-Mundziriy, Mukhtasar Shahih Muslim,
(Riyadh: Darussalam, 1996), cet. 1, h.407
15
Ahmad Sudirman Abaas, ibid, hal. 112.
21
16
Artinya : “Dari Ustman bin affan RA berkata : Rasulullah SAW bersabda :
seorang laki-laki yang sedang berihram (memakai pakaian ihram
dalam berhaji dan umrah) tidak dapat (dilarang) melakukan akaq
nikah, tidak dapat (dilarang) dinikahkan dan dilarang melakukan
lamaran atau dilamar.” (HR. Muslim)
Ulama yang lain berpendapat bahwa hukum pinangan itu disesuaikan
dengan hukum pernikahan, sebab pinangan merupakan pintu gerbang menuju
pernikahan17
. Apabila pernikahan tersebut hukumnya mubah, maka pinangan
yang dilakukan juga mubah dan jika pernikahan itu hukumnya wajib maka
pinangan yang dilakukan berstatus wajib. Sedangkan bila pernikahan itu
hukumnya sunnah, maka pinangan hukumnya sunnah. Demikian pula jika
pernikahan itu pernikahan yang diharamkan, maka pinangan yang dilakukan pun
haram, dan bila pernikahan itu hukunya makruh, maka pinangan tersebut juga
menjadi makruh. Tetapi pendapat ulama yang mengatakan hukum pinangan
disesuaikan dengan hukum pernikahan dapat dibantah karena pinangan itu
tidaklah selamanya mengikuti hukum pernikahan.
Islam membolehkan pembatalan pinangan, dengan syarat dalam
melakukan pembatalan pinangan harus didasarkan dengan alasan yang rasional,
16
Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram
17
Abd Nashir Taufiq Al-Athar, Saat Anda Meminang, h. 27-28.
22
tidak boleh bila pembatalan pinangan dilakukan tanpa alasan yang tidak sesuai
dan tidak dibenarkan oleh syara, karena akan mengecewakan salah satu pihak.18
1. Syarat-syarat Khitbah (peminangan)
Ada dua syarat meminang, yaitu19
:
a. Syarat Muhtasinah. Yang dimaksud syarat muhtasinah adalah syarat yang
berupa anjuran kepada seorang laki-laki yang akan meminang seorang
wanita agar ia meneliti terlebih dahulu wanita yang akan dipinangnya
tersebut, sehingga dapat menjamin kelangsungan hidup berumah tangga
kelak. Yang termasuk ke dalam syarat muhtasinah adalah:
1) Wanita yang akan dipinang itu hendaklah sejodoh (sekufu) dengan
laki-laki yang meminangnya.
2) Wanita yang mempunyai sifat kasih sayang dan wanita yang peranak.
3) Wanita yang jauh hubungan darah dengan laki-laki yang akan
meminangnya.
4) Hendaklah mengetahui keadaan-keadaan jasmaninya, budi pekertinya
dan sebagainya dari wanita yang akan dipinangnya dan sebaliknya,
yang dipinangn sendiri harus mengetahui lelaki yang dipinangnya.20
18
Subki Djunaedi, Pedoman Mencaridan Memilih Jodoh, (bandung:CV. Sinar baru, 1992),
h.118. 19
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: PT. Bulan Bintang
1993), cet, III, h. 33.
20
Ibid,.hal 31
23
5) Misi advokasi, jika dalam poin satu disebutkan syarat setara (sekufu)
yang menitik beratkan pada kesamaan seperti starata, pendidikan,
agama, dan tidak menutup kemungkinan pada masalah-masalah fisik,
maka dalam misi advokasi berlaku kebalikan. Orang yang berharta
dianjurkan untuk menikahai orang miskin, karena untuk
membantunya. Yang berpendidikan dianjurkan untuk menikahi orang
yang kurang berpendidikan dengan tujuan untuk mendidiknya. Bagi
yang beragama Islam dianjurkan untuk menikahi non muslim dengan
tujuan untuk mengislamkanya. Bagi yang berpangkat di anjurkan
untuk menikahi dengan kaum sudera, dengan alasan untuk
menghilangkan sekat-sekat strata. Inilah yang di contohkan oleh Nabi
Muhammad SAW, dengan menikahi para janda21
.
b. Syarat Lazimah. Yang dimaksud dengan syarat lazimah adalah syarat
yang harus dipenuhi sebelum peminangan dilakukan. Yang termasuk
kedalam syarat ini adalah
1) Wanita yang akan dinikahi tidak sedang ada dalam pinangan orang
lain. Namun laki-laki yang meminangnya telah melepaskan hak
pinangannya, Berdasarkan hadits:
21
Thariq Ismail Kakhiya, Perkawinan Dalam Islam, ( Jakarta: C. V. Yasa Guna, 1987), h. 62.
24
22
Artinya :“Dari Umar r.a. Berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW.
bersabda: Janganlah seorang laki-laki meminang pinangan
saudaranya, hingga peminang sebelumnya meninggalkannya
atau mengizinkannya (melakukan pinangan)”. (HR.
Bukhari).
Disebutkan pula dalam Hadits lain:
23
Artinya : “Dari Abdurrahmann Bin Syumasah, bahwa dia telah mendengar
Uqbah bin Amir r.a. berkata dia atas mimbar, “Sesungguhnya
Rasulullah SAW bersabda, „Seorang mukmin tidak boleh membeli
sesuatu yang masih dalam penawaran saudaranya, juga tidak
boleh melamar perempuan yang telah dipinang oleh saudaranya
kecuali jika ia telah meninggalkannya atau melepasnya”. (HR.
Muslim).
Dari dua buah hadits di atas jelas menunjukan kepada adanya larangan
bagi seorang laki-laki muslim untuk meminang wanita yang secara resmi telah
dipinang oleh laki-laki lain. Adapun hikmah larangan meminang perempuan
yang telah dipinang yang dengan jelas menerima pinangan tersebut. Karena
22
Abii Abdillah Muhammad Bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Daar al-Fikr),
juz-3, h. 251.
23
Hafidz Dzakiyu ad-Diin Abdul Mu‟aziim al-Mundziriy, Mukhtasar Shahih Muslim,cet. 1,
h.407.
25
perbuatan tersebut merusak hati dan memberi kemudharatan kepada peminang
pertama, sedangkan merusak perasaan seseorang itu hukumnya adalah haram.
Di antara ada yang merasa perlu untuk memberi pengajaran bagi
pelaku perbuatan ini dengan suatu hukuman ta‟zir. Hukuman itu ditetapkan
oleh sang Imam atau putusan qadhi (hakim) seperti membayar denda,
hukuman dera atau mempermalukannya, hukuman ini ditetapkan karena orang
tersebut telah melakukan perbuatan maksiat.
Jumhur Ulama berpendapat jika seseorang meminang wanita yang
berada dalam pinangan orang lain dan wanita tersebut menerimanya, lalu
melangsungkan akad nikah dengan peminang yang terahir, maka
pernikahannya dianggap sah dan tidak boleh dibatalkan24
. Karena peminangan
tidak ada sangkut pautnya dengan akad nikah dan peminangan bukan
termasuk salah satu rukun dan bukan pula termasuk dalam syarat sah
pernikahan.
Sementara sebagian ulama berpendapat, apabila terjadi akad nikah
dengan wanita yang berada dalam pinangan orang lain, maka pernikahan
tersebut dibatalkan, alasannya adalah karena larangan meminang wanita yang
berada dalam pinangan orang lain hukumnya adalah haram25
24
Abd. Nashir Taufiq Al-Athar, h. 79-81.
25
Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, (Semarang: CV. Asy Syifa, 1990), h. 2-3.
26
Tetapi alasan dapat dibantah, karena larangan untuk meminang wanita
yang berada dalam pinangan orang lain, hanya sebatas pada pinangan, tidak
termasuk haran untuk menikah.
Dengan demikian, larangan untuk meminang wanita yang berada
dalam pinangan orang lain adalah larangan yang menitik beratkan pada adab-
adab Islam dan tidak ada sangkut pautnya dengan pernikahan26
.
Alasan yang membolehkan bagi seseorang untuk meminang wanita
yang berada dalam pinangan orang lain adalah ketidak tahuan terhadap
pinangan terlebih dahulu atau dia mengetahui pinangan namun tidak tahu
bahwa pinangan itu diterima. Namun sebaiknya jika seseorang laki-laki ingin
meminang seorang wanita terlebih dahulu menyelidiki status wanita tersebut.
Jumhur Ulama berpendapat, bahwa meminang wanita yang telah
dipinang orang lain hukumnya haram berkata Al-Khatibi, bahwa larangan
disini adalah adab sopan santun bukan larangan haram27
. Menurut Imam
Syafi‟I dan Imam Hanbali, bahwa meminang itu haram jika telah diterima
pinangaan yang pertama oleh pihak wanita. Tetapi apabila pinangan ditolak,
maka tidaklah haram meminangnya.
Menurut Jumhur Ulama (termasuk Imam Syafi‟i dan Imam Malik),
bahwa meminang wanita yang dipinang oleh laki-laki yang meminang
pertama itu bukan orang Islam, maka haram juga orang Islam meminangnya,
26
Abd. Nashir Taufiq Al-Athar, h. 81.
27
Abu Bakar Muhammad, Terjemah Subulus as-Salaam, (Surabaya: al-Ikhlas. 1995), jilid
III, h. 412
27
karena menjaga pergaulan dan hubungan baik sesama warga Negara meskipun
berlainan agama28
.
Menurut Amir Husain dalam kitabnya as-Syifa sesungguhnya boleh
meminang wanita sholehah yang dipinang oleh orang fasik29
. Pendapat
demikian dikutip juga dari Ibnu Qasim, sahabat Malik dan diperkuat oleh Ibnu
Arabi dan pendapat itu lebih dekat kepada kebenaran, apabila wanita yang
dipinang itu adalah wanita suci lagi sholehah dengan demikian orang fasik itu
jelas tidak sekufu dengan wanita suci lagi sholehah itu.
2) Wanita yang tidak dalam masa iddah. Haram hukumnya meminang seorang
wanita yang dalam masa talak raj‟i. Apabila wanita yang dalam masa iddah
raj‟i yang lebih berhak mengawininya kembali adalah bekas suaminya.
Kaitannya dengan hukum haram lamaran atau pinangan, dibagi menjadi tiga30:
a) Boleh dilamar atau dipinang wanita yang dicerai dan wanita belum
disetubuhi, sebab wanita tersebut sama sekali tidak masuk dalam hitungan
iddah menurut kesepakatan para Ulama, yang didasarkan kepada firman
Allah SWT dalam QS. Al-Ahzab (33): 49.
28
Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam, (Jakarta: tp, 1995), h. 11-12.
29
Abu Bakar Muhammad, Terjemah Subulus as-Salaam,., h.413.
30
Ahmad Sudirman Abaas, Pengantar Pernikahan Analisa Perbandingan Antara Mazhab,
hal. 112.
28
3349
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi
perempuan- perempuan yang beriman, Kemudian kamu
ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-
sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta
menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan
lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-
baiknya”.(QS. Al-Ahzab 33: 49).
b) Wanita yang tidak boleh dilamar atau dipinang baik isyarat maupun secara
terang-terangan, yaitu wanita yang ditalak raj‟i, karena masih dalam
hukum wanita yang diperistri.
c) Wanita yang boleh dilamar atau dipinang dengan isyarat, tapi tidak boleh
terang-terangan, yaitu wanita pada masa iddah karena suaminya
meninggal dunia31.
d) Wanita yang dilamar atau dipinang itu tidak berada dalam ikatan
pernikahan dengan laki-laki lain32
. Contoh dari ucapan terang-terangan
dan sindiran dalam pinangan seperti, bahasa terus terang yaitu : “Bila
kamu dicerai oleh suamimu saya akan mengawini kamu”, atau dengan
31
Butsainan as-Sayyid al-Iraqy, Rahasia Pernikahan yang Bahagia, (Jakarta: Pustaka Azzam,
2002), h.54-55.
32
Muhammad Ali as-Shabuni, Pernikahan Dini, (Kairo: Pustaka an-Naba, 2002), h. 57.
29
bahasa sindiran seperti “Jangan khawatir dicerai suamimu, saya akan
melindungimu”.
Dalam hukum Islam, ada wanita-wanita yang boleh dinikahkan dan
ada pula yang tidak boleh di nikahkan. Wanita yang tidak boleh dinikahkan
tentu jelas tidak boleh dipinang. Wanita yang boleh di nikahkan tentu jelas
wanita tersebut boleh dipinang.
2. Etika meminang (khitbah)
Membicarakan etika peminangan tidak dapat dipisahkan dengan
syaratnya. Kerena dilihat dari arti etika peminangan itu sendiri adalah tata cara
atau sopan santun di dalam peminangan antara peminang dengan yang dipinang
atau walinya yang dipinang, tentu merupakan rangkaian yang bersamaan dengan
syaratnya. Seorang laki-laki yang akan meminang seorang wanita dianjurkan
meneliti terlebih dahulu wanita yang akan dipinangnya itu, sehingga dapat
menjamin kelangsungan hidup berumah tangga yang bahagia dan sejahtera. Hal
ini termasuk kedalam syarat mustahsinah33
, yaitu:
a. Wanita yang akan dipinang tidak sedang ada dalam pinangan orang lain,
ataupun dalam pinangan orang lain namun laki-laki yang meminangnya telah
melepaskan hak pinangannya. Bedasarkan Hadits:
33
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h.32-33.
30
34
Artinya : “Dari Umar RA. Berkata : Sesungguhnya Rasulullah SAW.
bersabda: janganlah seorang laki-laki meminang pinangan
saudaranya, hingga peminang sebelumnya meninggalkannya atau
mengizinkannya (melakukan pinangan)” (HR. Bukhari).
Disebutkan pula dalam hadits lain :
35
Artinya : “Dari Abdurrahman bin Syumasah, bahwa dia telah mendengar
Uqbah bin Amir RA berkata di atas mimbar, “Sesungguhnya
Rasulullah SAW bersabda, „Seorang mukmin itu saudara mukmin
yang lain. Oleh karena itu seorang mukmin tidak boleh membeli
sesuatu yang masih dalam penawaran saudaranya, juga tidak
boleh melamar perempuan yang telah dipinang oleh saudaranya
kecuali jika ia telah meninggalkannya”. (HR. Bukhari).
Dari dua buah hadits di atas jelas menunjukan kepada adanya larangan
bagi seorang laki-laki muslim untuk meminang wanita yng secara resmi telah
dipinang oleh laki-laki lain. Di antaranya ada yang merasa perlu untuk
memberi pengajaran bgi pelaku perbuatan ini dengan suatu hukuman ta‟zir.
Hukuman itu ditetapkan oleh sang imam atau putusan hakim (qadhi) seperti
membayar denda, hukuman dera atau mempermalukannya, hukuman ini
ditetapkan karena orang tersebut telah melakukan perbuatan maksiat.
34
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, h.251.,
35
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhai,r h. 407
31
Sementara sebagian ulama berpendapat, jika terjadi akad nikah dengan wanita
dengan wanita yang berada dalam pinangan orang lain, maka pernikahan
tersebut di batalkan, alasannya adalah karena larangan meminang wanita yang
berada dalam pinangan orang lain adalah haram hukumnya. Tetapi alasan
dapat dibantah, karena larangan untuk meminang wanita yang berada dalam
pinangan orang lain, hanya sebatas pada pinangan, tidak termasuk haram
untuk menikah.
Dengan demikian, larangan untuk meminang wanita yang berada
dalam pinangan orang lain adalah larangan yang menitik beratkan pada adab-
adab Islam dan tidak ada sangkut pautnya dengan pernikahan. Alasan yang
membolehkan bagi seseorang untuk meminang wanita yang berada dalam
pinangan orang lain adalah ketidak tahuan terhadap pinangan terlebih dahulu
atu dia mengetahui pinangan namun tidak tahu bahwa pinangan itu diterima.
Namun sebaliknya jika seorang laki-laki ingin meminang seorang wanita
terlebih dahulu menyelidiki status wanita tersebut.
b. Wanita yang sedang dalam sedang masa iddah, kaitannya dengan hukum
haram lamaran atau pinangan sampai habis masa iddahnya.36
c. Wanita yang dilamar atau dipinang tersebut tidak berada dalam ikatan
pernikahan dengan laki-laki lain37
.
36
Butsainan as-Sayyid al-Iraqy, Rahasia Pernikahan yang Bahagia, h. 54-55.
37
Muhammad Ali As-Shubuni, Pernikahan Dini, h.57.
32
d. Wanita yang berlainan Agama (musyrikah) sebagai mana firman Allah SWT.
Dalam QS. Al-Baqarah ; 2: 221.
2221
Artinya : “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih
baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. (QS. Al-
baqarah : 221)
e. Wanita yang sedang berihram dalam ibadah haji atau umrah. Dilarang
melakukan aqad nikah dan melakukan lamaran.
Dalam hukum Islam, ada wanita-wanita yang boleh dinikahkan dan
ada pula yang tidak boleh dinikahkan. Wanita yang tidak boleh dinikahkan
tentu jelas tidak boleh dilamar atau dipinang, wanita yang boleh dinikahkan
tentu jelas boleh dipinang.
3. Tujuan meminang (khitbah)
Setiap orang yang melakukan peminangan sebelum akad pernikaha,
adalah untuk merealisasikan tujuan yang sangat banyak, diantaranya adalah:38
38
Abd Nashir Taufiq Al-Athar, Saat Anda meminang, h.19-20
33
a. Memudahkan jalan perkenalan antara peminang dengan yang dipinang
serta keluarga kedua belah pihak. Untuk menumbuhkan rasa kasih sayang
(mawaddah) selama masa peminangan, setiap salah satu dari kedua belah
pihak akan memanfaatkan momen ini secara maksimal dan penuh kehati-
hatian dalam mengenal pihak yang lain, berusaha untuk menghargai dan
berinteraksi dengannya.
b. Ketentraman jiwa, karena sudah merasa cocok dengan masing-masing
calon pasangannya, maka memungkinkn bagi keduanya merasa tentram
dan yakin dengan calon pasangan hidupnya.
B. Walimah (Perjamuan )
Walimah berasal dari kata( ألولم ) yang artinya pesta pengantin atau bisa
juga di sebut sebagai makanan yang disediakan khusus dalam acara perkawinan39
.
Kata urus digunakan untuk “akad” dan “menggauli”. Akan tetapi Ulama
fiqh para ahli fiqh menggunakan istilah tersebut untuk yang kedua, yaitu
menggauli. Maka yang dimaksud dengan “walimah al-urus” menurut mereka
adalah undangan untuk menghadiri perjamuan yang diadakan ketika hendak
menggauli seorang wanita (yang diperistri)40
.
39 Slamet Abidin & H. Aminudin, fiqih munakahat, (Bandung, cv. Pustaka Setia, 1999), cet
ke-1
40
Abdurrahman al-jaziri, Fiqih Empat Mazhab, alih bahasa H. Chatibul Umam & Abu
Hurairah, (Bandung, Darul Ulum Press). jilid 5, h. 205.
34
Adapula yang mengartikan walimah dengan pesta, perayaan, upacara,
jamuan atau kenduri yang dimaksudkan untuk melahirkan kegembiraan dan
sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang telah dilimpahkan
kepada dirinya.41
Yang terpenting dari adanya walimah adalah pengumuman atas telah
berlangsungnya sebuah perkawinan dan mengumpulkan kaum kerabat serta
teman-temannya. Sekaligus untuk memasukan kegembiraan dan kebahagiaan ke
dalam jiwa mereka42
.
1. Hukum dan Waktu Pelaksanaan Walimah
Adapun hukum walimah, yaitu walimah al-urus (pesta perkawinan)
dengan mengundang orang-orang, hukumnya sunnah muakkad. Sunnah
mengadakan perjamuan pernikahan yang dapat menenangkan jiwanya dan
sebatas yang dimampukan orang setara dengannya. Jika ia mampu
menyembelih hewan bagi mereka, maka disunnahkan tidak kurang dari
seekor kambing, karena itulah batas minimal yang diminta bagi yang mampu,
bedasarkan sabda Rasulullah SAW kepada Abdurrahman bin „Auf :
43
41
M. Abdul Majid, Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta, PT. Pustaka Firdaus, 1994), cet. Ke-14 h.
417.
42
Mahmud Mahdi al-Istanbuli, kado perkawinan, Alih Bahasa: Ibnu Ibrahim, (Jakarta,
Pustaka Azzam 2000), cet ke-4 h. 467.
43
Abii Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhai,r h. 412
35
Artinya: “Dari Abdurrahman bin Auf, Rasulullah SAW bersabda:
Rayakanlah walimah sekalipun dengan memotong seekor kambing”.
(HR. Bukhari).
Sedangkan apabila tidak mampu, maka cukup dengan apa yang ia
mampukan. Imam Al-Bukhari juga meriwayatkan:
44
Artinya: “Bahwa Nabi SAW pernah merayakan pernikahan dengan salah
seorang istrinya dengan dua mudd gandum”(HR. Bukhari).
Syafi‟iyah berpendapat bahwa, disunahkan membuat makanan dan
mengundang orang setiap kali mendapat kebahagiaan atau kesenangan, baik
berupa perkawinan (walimah al-Urus), sunatan (khitan) atau datang dari
berpergiaan jauh dan lain sebagainya. Akan tetapi pesta dalam acara jamuan
pernikahan tentu lebih besar. Mengadakan perjamuaan ketika dating dari
perjalanan itu disunnahkan hanyalah bila perjalanan itu memakan waktu yang
lama secara „urf‟ ke daerah-daerah yang jauh. Sedangkan apabila perjalanan
itu singkat atau ke daerah-daerah yang dekat, maka tidak disunnahkan
mengadakan perjamuan. Sedangkan wadhimah (jamuan ketika ada kematian ),
maka disunnahkan dari tetangga mayit.
Malikiyah berpendapat bahwa walimah (pesta perkawinan) hukumnya
mandub, bukan wajib dan bukan pula sunnah bedasarkan pendapat yang
shahih, mandub hanyalah pesta pernikahan (walimah al-„urus). Sedangkan
44
Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, h.533
36
selain pesta pernikahan, seperti jamuan khitan, hukumnya boleh, bukan wajib
dan tidak juga mustahab.
Hanafiyah mereka berpendapat bahwa yang sunnah hanyalah pesta
pernikahan (walimah al-urus). Yakni ketika seorang laki-laki hendak
menggauli istrinya maka di sunnahkan mengundang sanak keluarga, tetangga
dan teman-temannya dengan menyediakan makanan serta menyembelih
hewan untuk mereka. Sedangkan undangan pesta selain pernikahan, seperti
undangan pesta khitanan dan lain sebagainya itu boleh selama tidak
mengandung sesuatu yang dilarang agama.
Hanabilah berpendapat bahwa yang sunnah hanyalah undangan
jamuan perkawinan saja. Sedangkan macam-macam undangan lainya yang
telah disebutkan tadi, hukumnya boleh selain undangan jamuan kematian,
maka yang demikian itu makruh.
2. Menghadiri Undangan Walimah
Menghadiri undangan walimah, yaitu perjamuan pernikahan secara
khusus, adalah fardu. Maka bagi yang diundang menghadiri undangan selain
walimah , yaitu seperti perjamuan-perjamuan khitan, perjamuan ketika datang
dari bepergian jauh dan lain sebaginya hukumnya sunnah. Menghadiri
walimah hukumnya wajib atau sunnah hanyalah dengan beberapa syarat45
:
45
Abdurrahman al-jaziri, Fiqih Empat Mazhab, jilid 5, h. 209-215.
37
Malikiyah berpendapat bahwa hukum menghadiri undangan walimah
adalah wajib dengan alasan sebagai berikut :
a. Yang diundang itu tertuju secra eksplisit (langsung) atau inplisit (tidak
langsung ). Contoh pertama, yaitu orang yang punya hajat (shahib al-
walimah) mengundang orang tersebut secara langsung maupun lewat
utusannya sekalipun utusan itu masih anak-anak.
b. Walimah itu tidak mengandung sesuatu yang munkar dalam pandangan
syari‟at, misalnya memakai permadani sutera, menggunakan tempat
makan dan minuman dari emas atau perak, ataun terdapat sesuatu yang
haram didengar seperti nyanyian yang mengandung hal-hal yang tidak di
bolehkan oleh syari‟at.
c. Di tempat walimah itu tidak dipajang patung manusia atau hewan
Syafi‟iyah berpendapat, syarat wajib menghadiri undangan walimah
al-nikah dan syarat sunnah menghadiri undangan lainnya, antara lain46
:
a. Yang mengundang tadi tidak mengkhususkan undangan untuk orang-
orang kaya saja, tetapi termasuk juga orang-orang miskin.
b. Undangan tersebut pada hari pertama dari hari-hari walimah. Jika
dirayakan selama tiga hari atau lebih, misalnya sampai tujuh hari, maka
yang wajib hanyalah yang pertama.
46 Abdurrahman al-jaziri, Fiqih Empat Mazhab, , h215
38
c. Yang mengundang itu seorang muslim . jika ia kafir, maka menghadiri
undanganya hukumnya tidak wajib. Akan tetapi jika ia kafir dzimmi
sunnah untuk menghadiri.
d. Yang mengundang itu mempunyai hak penuh dalam membelanjakan
hartanya. Jika yang mengundang tadi belum cukup usia, maka menghadiri
undangan tersebut haram, tetapi jika yang mengundang itu walinya dari
harta sendiri, maka menghadririnya wajib.
e. Yang mengundang memutuskan sendiri orang yang akan diundangnya tau
lewat utusannya.
f. Ia mengundang bukan karena takut kepadanya karena pangkat atu
kedudukan seseorang.
g. Yang mengundang bukan orang fasik, jahat dan sombong.
h. Sebagian banyak dari hartanya yang mengundang itu tidak haram. Jika
demikian, maka menghadiri undangannya makruh. Jika ia tahu bahwa
makanan yang dihidangkan itu dari harta haram, maka haram
memakannya, karena harta yang di dapat dari hasil yang haram maka
haram untuk dimakan.
Hanafiyah mereka berpendapat bahwa menghadiri undangan tidak
sunnah kecuali dengan beberapa syarat 47
:
a. Yang mengundang bukan orang yang suka berbuat kefasikan
(kemaksiatan) dengan terang-terangan. Maka menghadiri undangan orang
47 ibid
39
fasik dan zalaim tidak sunnah, karena memang selayaknya kita menjaga
diri untuk tidak makan-makanan orang zalim.
b. Hendaklah sebagian besar dari hartanya itu tidak haram. Jika diketahui
demikian, maka tidak wajib menghadiri undangannya, dan ia tidak boleh
makan sebelum yang mengundang tadi memberi tahu bahwa harta yang
digunakan untuk membuat makanan itu halal yang diperoleh dari harta
waris dan sebagainya. Jika sebagian besar harta itu halal, maka tidak apap-
apa menghadirinya.
c. Walimah itu tidak mengandung kemaksiatan, seperti khamar dan lain
sebgainya. Barangsiapa memndapat undangan walimah, tidak
disunnahkan hadir bila tahu bahwa walimah itu mengundang kemaksiatan,
jika tidak tahu, maka tuntutan menghadiri walimah itu tidak gugur. Bila ia
hadir dan tahu lalu mendapatkan kemaksiatan seperti minum khamar dan
memajang patung, maka jika berada di tempat hidangan, ia tidak boleh
duduk bahkan wajib keluar.
d. Yang diundang tidak mempunyai uzur yang bersifat syar‟i, seperti sakit
dan lain sebagainya.
e. Yang mengundang menujukan secara langsung atau tidak langsung orang
yang di undangnya.
f. Undangan walimah itu pada waktunya yang disyari‟atkan.
Hanabilah mereka berpendapa, untuk menghadiri undangan
disyaratkan sebagai berikut :
40
a. Undangan itu tertuju langsung (eksplisit) kepada dirinya. Jika ia diundang
secar tidak langsung (implisit) bersama orang-orang. Misalnya orang yang
mengundang tadi mengumumkan kepada orang lain untuk menyampaikan
undangannya.
b. Yang mengudang itu muslim maka haram ditinggalkan. Jika yang
mengundang seorang zimmi (orang bukan islam yang berada di bawah
lindungan pemerintah islam), maka menghadiri undangan tersebut
hukumnya makruh. Demikian juga apabila yang mengundang orang zalim,
fasik, ahli bid‟ah atau mengundang karena kesombongan, maka
menghadiri undangan tersebut tidak wajib, bahkan makruh.
c. Mata pencarian orang yang mengundang itu bersih. Jika seluruh mata
pencariannya kotor, maka tidak wajib menghadiri undangannya, bahkan
haram.
d. Orang yang diundang mampu menghadiri undangan tersebut. Jika sakit
atau dapat menyebabkan orang lain sakit, atau sedang sibuk menjaga
hartanya sendiri atau harta orang lain, atau ketika cuacanya yang tidak
menentu.
e. Walimah itu tidak mengandung sesuatu yang munkar, misalnya ada
kelakar atau pembicaraan dusta, atau disana terdapat wanita-wanita
pelacur yang dengan tanpa malu berdansa dan menari dan lain sebagainya,
atau dalam acara tersebut adanya minuman yang memabukan (khamer),
atau terdapat bejana dari emas dan perak.
41
f. Diundang pada hari pertama. Jika di undang pada hari kedua, maka tidak
wajib hadir, melainkan sunnah, jika diundang pada hari ketiga maka
hukumnya makruh.
Dapat disimpulkan bahwa menghadiri walimah al-nikah terdapat
beberapa ketentuan bedasarkan pendapat dari imam mazhab di atas dapat
disimpulkan sebagai berikut :
a. Yang mengundang bukan orang yang jelas-jelas fasik atau dzalim atau ia
mempunyai tujuan tertentu yang tidak baik, seperti membanggakan
dirinya sendiri dan kesombongan, atau untuk mempengaruhi yang
diundang agar dapat memberikan dukungannya dalam kemaksiatan,
seperti undangan seorang hakim agar orang tersebut menjadi di lancarkan
dalam urusan keputusannya.
b. Yang diundang tidak berhalangan karena berhalangan suatu alasan yang
bersifat syar‟i yang membolehkannya mengundurkan diri dari para
undangan, seperti sakit dan lain sebagainya. Jika mengundangnya melalui
utusan maka undangan tersebut itu tidak wajib tetapi sunnah.
c. Dalam acara walimah tersebut tidak mengandung sesuatu yang
diharamkan atau di makruhkan.
42
C. Biaya Pernikahan
Yang dimaksud dengan biaya pernikahan di sini ialah sejumlah harta yang
dikeluarkan untuk membiayai pelaksanaan walimah. Syari‟at islam mnganjurkan
untuk bersederhana dalam penyelenggaraan walimah, dan menjauhi perihal yang
bermewah-mewahan, hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan walimah pernikahan
Nabi SAW dan para sahabat yang jauh dari membebani diri. Anas bin Malik
menceritakan, “Tidaklah Nabi SAW berpesta walimah atas sesuatupun dari istri-
istrinya, tiadalah walimah terhadap zainab selain seekor kambing.48
49 Artinya : Dari Syafiah puteri syaibah Ra, ia berkata : Rasulullah SAW,
mengadakan walimah untuk sebagian istri-istrinya dengan dua mud
gandum (HR. Imam Bukhari)
Dalam riwayat lain diceritakan dari Anas, ia berkata:
50
48
Syekh Ali Makhfudz, Bahaya Bid‟ah Dalam Islam, Alih Bahasa Ja‟far Sujarwo, (Surabaya
Pustaka Porogresif 1985), cet ke-2, h. 467.
49
Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, h.533
50
Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram,
43
Artinya : Dari anas Ra, “Rasulullah SAW tinggal diantara Khaibar dan
Madinah selama tiga malam, ketika menikah dengan Shafiah. Saya
mengundang kaum muslimin untuk menghadiri walimahnya. Dalam
walimah itu tak terdapat roti dan daging. Kulit yang sudah disamak
digelar (tikar) dibentangkan, lalu diletakkan kurma, keju dan samin
diatasnya. Kemudian tamu memakan dengan puas.51
(HR. Bukhari
dan Muslim)
Begitulah gambaran kesederhanaan yang diperaktekan oleh Rasulullah
SAW dalm menyelenggarakan walimah atas pernikahannya. Kesederhanaan
tersebut juga dicontoh oleh para sahabat, diantaranya ketika Fatimah putri
Rasulullah SAW menikah dengan Ali bin Abi Thalib, makanan yang dihadapi
pada saat walimah adalah satu baki kurma.52
51
Muhammad Nashiruddin Albani, Bagaimana Anda Menikah, Alih Bahasa : Salim
Basyarahil (Jakarta, Gema Insani Press, 1993), cet ke-13, h. 48.
52
Syekh Ali Makhfudz, h. 469.
44
BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH KELURAHAN KEMBANGAN UTARA
JAKARTA BARAT
A. Letak Geografis Kelurahan Kembangan Utara
Wilayah kelurahan kembangan utara kecamatan kembangan jakarata
barat. Adalah suatu wilayah yang berbatasan dengan batas-batas wilayah :
Sebelah Utara : Kelurahan Kedaung Kali Angke
Sebelah Timur : Kelurahan Kedoya
Sebelah Selatan : Kelurahah Kembangan Selatan
Sebelah Barat : Kelurahan Rawa Buaya
Sedangkan secara orbitasi (jarak dari pusat pemerintahan) jarak dari pusat
pemerintah propinsi DKI Jakarta. Jarak dari pusat pemerintahan kotamadya dan
jarak dari kecamatan.
Bedasarkan uraian diatas semua fasilitas transportasi berjalan dengan
lancar, dengan letaknya yang ssterategis dari pusat kota Jakarta barat. Menjadikan
kembangan sebagai kota yang modern dan berpendidikan baik dalam ilmu
pengetahuan umum maupun keagamaan. Hal ini dikarnakan kelurahan
kembangan mempunyai SDM yang memungkinkan untuk kemajuan masyarakat
wilayah kembangan utara dan perkembangan terhadap masyarakat diwilayah
tersebut.dengan jumlah penduduk 23.457 jiwa dan jumlah KK 73.62 KK.
45
B. Keadaan Demografis
Keadaan Demografis kelurahan kembangan utara Jakarta barat bahwa
pada dasarnya pemerintahan kelurahan atau desa telah diatur dalam bentuk
perundang-undangan yang tertuang dalam UU No.5 tahun 1979 tentang
pemerintahan desa atau kelurahan dan penjabaran UU tersebut terutama dalam
bidang tata kerja pemerintahan desa atau kelurahan di daerah kembangan utara
Jakarta barat telah diatur dalam bentuk peraturan daerah 228 tahun 2004.
Wilayah kembangan utara Jakarta barat sama halnya dengan wilayah
lainnya, kelurahan kembangan utara sebagiah besar wilayah untuk pemukiman.
Sehingga tidak heran apabila tiap tahun jumlah penduduk kelurahan kembangan
utara bertambah dan pembangunan fisik pun terus berkembnag mengikuti arus
jaman. Hal ini dapat dilihat dari table dibawah ini:
Tabel I
MOBILITAS PENDUDUK JUMLAH KET
Datang
Pindah
Datang dalam satu
kecamatan
Datang dari luar kecamatan
Datang dari dalam propinsi
Datang dari luar propinsi
Pindah dari dalam
kecamatan
Pindah dari luar kecamatan
Pindah keluar propinsi
69 orang
28 orang
9 orang
85 orang
39 orang
307 orang
38 orang
19 orang
9 orang
Sumber data: kelurahan kembangan utara tahun 2010
46
System administrasi kelurahan kembangan utara Jakarta barat cukup baik
dan teratur. Ini dapat dilihat dari lengkapnya para staf kelur4ahan yang ada, hal
ini terbukti dari ketertiban pelayanan kepada masyarakat di kelurahan kembangan
utara. Seperti dalam pengurusan kartu tanda penduduk (KTP), surat keterangan
berkelakuan baik dan penyaluran bantuan berupa beras miskin (raskin).
Kuantitas penduduk kelurahan kembangan utara Jakarta barat termasuk
wilyah yang populasinya sangat cepat, sehingga jumlah penduduk makin
meningkat menurut data yang ada jumlah penduduk secara keseluruhan 30.463
jiwa yang terdiri dari 16.000 jiwa berjenis kelamin laki-laki, hanya 14463 jiwa
berjenis kelamin perempuan, dari 16. 000 jiwa yang berjenis kelamin laki-laki
hanya 11. 300 yang wajib KTP dan 14. 463 yang bekum. Perempuan hanaya
10.200 yang wajib KTP selebihnya belum wajib KTP dan terdiri dari 73.62 KK.
Dalam meningkatkan kesejahtraan keluarga pemerintah kelurahan
kembangan utara Jakarta barat mengadakan kegiatan-kegiatan seperti:
1. Memanfaatkan pekarangan rumah atau lahan kosong untuk ditanami tumbuh-
tumbuhan obat sesuai dengan program pemerintah tentang penghijauan
lingkungan hidup.
2. Memberikan penyuluhan melalui instansi yang berwenang.
3. Mengajak masyarakat memberikan lingkungan setiap seminggu sekali (kerja
bakti)
4. Pelaksanaan dan penyaluran dana bantuan kepada warga miskin dan tidak
mampu.
47
5. Pelaksanaan pengumpulan dana zakat infaq dan shadaqah yang didapat dari
warga yang secara suka rela mengumpulkannya ke lembaga zakat infaq dan
shadaqah untuk disalurkan melalui Bazis untuk disalurkan kepada yang
berhak menerimanya.
6. mengadakan pencanangan pembinaan kegiatan wanita, pemuda dan
masyarakat. (Pkk dan karang taruna).
Adapun mata pencarian penduduk kembangan utara Jakarta barat ada
umumnya adalah dapat dilihat pada table berikut:
Tabel II
NO PEKERJAAN
JUMLAH
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Petani
Buruh
Pedagang
Karyawan swasta
PNS
TNI
Pensiunan
Swasta lainnya
Lain-lain
209 orang
14. 740 orang
403 orang
220 orang
539 orang
34 orang
314 orang
40 orang
45 orang
Sumber data monografi kelurahan kembangan utara tahun 2010
C. Keadaan Sosiologis
Dilihat dari keadaan sosiologis masyarakat kembangan utara Jakarta barat
ada beberaa bidang yang perlu diketahui yaitu dalam bidang pendidikan, warga
masyarakat kembangan untuk usia diatas 55 tahun ada umumnya berpendidikan
SD. Sedangkan bagi warga yang berusia di bawah 55 tahun mayoritas
48
berpendidikan SLTP dan SLTA.. bahkan ada juga yang lulusan perguruan tinggi
hanya beberapa orang saja. Ada beberapa sarana pendidikan yang ada diwilayah
kembangan utara yang bersifat umum maupun pendidikan agama dan fasilitas
cukup memadai. Dan banyak sekali majelis-majelis ta’lim yang berkembang di
wilayah kembangan utara sehingga masyarakat dapat belajar serta mengenal ilmu
agama dan umum. Seperti yang terlihat pada table berikut.
Table III
NO SARANA PENDIDIKAN JUMLAH
1
2
3
4
5
6
Taman kanak-kanak
Sekolah dasar
Madrasah ibtidayah
Madrasah tsanawiyah
Madrasah aliyah
Majlis ta’lim
4
7
4
3
2
23
Sumber data monografi kelurahan kembangan utara tahun 2010
D. Bidang Keagamaan
Kehidupan beragama di daerah kembangan utara Jakarta barat cuku baik.
Hal ini dapat terbukti bahwa sejak dahulu sampai sekarang ini masih terlihat
belum terjadi bentruran-benturan keagamaan karana peran tokoh masyarakat dan
pemerintah yang selalu memberi pembinaan kepada warga agar hidup rukun dan
damai. Lewat usaha-usaha tokoh masyarakat dan pemerintah yaitu:
1. pemantapan dalam kegiatan-kegiatan majelis ta’lim yang ada di setiap RT
(rukun tangga)
2. memberikan penyuluhan antara umat beragama.
49
3. Memberikan pengajaran tentang pentingnnya membangun spiritual dalam
rangka keciantaan kepada Negara.
4. Diadakan pengajian setiap minggunya di setiap masjid.
Beberapa sarana ibadah mutlak di butuhkan ditengah masyarakat yang
mayoritas penduduknya muslim. Termasuk didalamya masyarakat kembangan
utara untuk menjelaskan banyak jumlahsarana peribadatan yang ada di wiliyah
kembangan utara dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel IV
No Sarana peribadatan jumlah
1
2
3
Masjid
Mushola
Gereja
10
39
2 Sumber data monografi kelurahan kembangan utara tahun 2010
Dari data diatas sarana peribadatan baik masjid maupun musholah dan
majlis ta’lim sudah cukup memadai untuk menampung masyarakat dalam
memahami aktivitas keagamaan seperti sholat tang dilakukan sehari-hari dan
mengkaji ilmu agama.
Melihat data sarana keagamaan tersebut mengetahui bahwa penduduk
masyarakat kembangan utara mayoritas beragama Islam dan sebaliknya penganut
agama lainlebih sedikit untuk lebioh jelas dapat dilihat dalam tabel berikut.
50
Tabel V
No Agama jumlah
1
2
3
4
5
Islam
Kristen
Hindu
Budha
Aliran kepercayaan
20123 orang
1305 orang
520 orang
260 orang
1452 orang Sumber data monografi kelurahan kembangan utara tahun 2010
Dari penjelasan diatas sudah jelas pada umumnya masyarakat
kembangan utara Jakarta sangat menjunjung tinggi ajaran agama. Hal ini
terlihat pada pesatnya majlis-majelis ta’lim yang menyebar setiap rukun
tangga (RT). Ini membuat masyarkat menjadi sangat menjaga nilai agama
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
51
BAB IV
PANDANGAN HUKUM ISLAM TENTANG TATACARA KHITBAH DAN
WALIMAH PADA MASYARAKAT BETAWI KEMBANGAN UTARA
JAKARTA BARAT
Setelah diungkapkan tentang khitbah, walimah dan biaya pernikahan yang
sesuai dengan ajaran islam, maka kini akan dibahas tentang khitbah, walimah dan
biaya pernikahan pada masyarakat betawi kembangan utara jakarata barat
A. Prosedur Pernikahan Adat Betawi Kembangan Utara Jakarta Barat
Seperti halnya pada proses pernikahan pada adat lainnya yang harus
melalui berbagai tahapan maka pernikahan adat betawi kembangan utara jakarta
barat pun harus melalui tahapan-tahapan yang cukup panjang sebagai berikut :
1. Kunjungan kerumah calon besan atau gadis ada beberapa tahap
a. Keluarga bujang datang mengunjungi rumah keluarga gadisyang akan di
lamarnya tujuannya yaitu menanyakan dan memastikan apakah benar ada
hubungan atau tidak antara bujang dan gadis (kedua anak mereka). Jika
keluarga gadis menyatakan benar bahwa ada hubugan atara bujang dan
gadis mereka dan keluarga gadis merestui hubungan mereka.
b. Kunjungan kedua yaitu keluarga bujang datang menyerahkan
ataumenunjukan sesuatu sebagai tanda akur (setuju) berupa emas atau
uang. Kunjungan ini hanya bersama pihak keluarga saja seperti yang
hendak melamar bersama ayah, ibu, paman kakak atau adiknya saja.
52
c. Kunjungan ketiga yaitu pelamaran, keluarga bujang datang kerumah
keluarga gadis dengan mengajaksaudara, para tetangga,
Dalam acara pelamaran ini adanya pembawa acara, dan satu
keluargayang di tunjuk sebagai perwalian dari keluarga bujang dan
perwakilan dari keluarga gadis apabila para orang tua mempelai bujang
dan gadis menghendaki di wakilkan. Dalam acara pelamaran ini pembawa
acara yang memimpin berjalannya acara lamaran (peminangan). Adapun
susunan acaranya yaitu sebagai berikut :
1) Sambutan dari pihak keluarga laki-laki
2) Sambutan dari pihak keluarga perempuan
3) Sambutan dari tokoh masyarakat (Ulama)
4) Sambutan dari ketua rukun tangga (RT)
5) Pesirihan dan menyerahkan permintaan, yang penyerahan ini
perwakilan dari keluarga bujang bujang.
6) Kemuadian dilanjutkan dengan nasihat dari tokoh masyarakat (ulama)
agar pertunangan ini membawa berkah, langgeng dan mendapatkan
keturunan yang sholih dan sholihah.
7) Penentuan hari dan tanggal pernikahan, kedua keluarga dan calon
pengantin saling berembuk menentukan waktu pelaksanaan
pernikahan yang telah disepakati bersama.
8) Setelah acara selesai dilanjutkan dengan menikmati hidangan makanan
dan minuman serta kue-kue yang telah dihidangkan.
53
9) Tindak Lanjut Menuju Hari Pernikahan
10) perjanjian-perjanjian untuk pelaksanaan pernikahan biasanya calon
mempelai wanita meminta permintaan kepada calon mempelai laki-
laki berupa tempat tidur atau perabotan rumah tangga. Serta memberi
uang kepada kakak perempuan atau laki-laki jika ada pelangkahan
pernikahan.
2. Upacara pernikahan diawali dengan arak-arakan calon pengantin pria menuju
kerumah calon istrinya. Dalam rangka arak-arakan itu, selain iringan rebana
ketimpring juga marawis dan di ikuti barisan sejumlah kerabat yan membawa
sejumlah seserahan mulai dari roti buaya yang melambangkan kesetiaan
abadi, sayur-mayur, uang, jajan khas betawi, dan pakaian. Selain itu,
perlengkapan kamar pengantin.
Tradisi adat betawi dengan adanya palang pintu ini merupakan
perlengkapan saat pengantin pria yang disebut “tuan raje mude” hendak
memasuki rumah pengantin wanita atau “tuan putri”. Saat hendak masuk
kediaman pengantin putri itulah, pihak pengantin wanita akan menghadang.
Terjadi dialog yang sopan antara masing-masing rombongan
pengantin pria dan pengantin wanita yang diawali dengan salam. Sampai
akhirnya pelan-pelan situasi makin memanas lantaran pengantin wanita ingin
menguji kesaktian dan juga kepandaian pihak pengantin laki-laki dalam
berilmu silat dan mengaji.
54
Baku hantam pun terjadi. Sudah pasti, akhirnya lelakilah yang
menang. Usai memenangi petarungan pengantin perempuan pun biasanya
meminta pihak lelaki untuk memamerkan kebolehannya dalam membaca Al-
Qur’an. Dan sudah pasti lagi, mampu dilewati.1
3. Pelaksanaan pernikahan
Akad nikah atau ijab qabul, dalam akad nikah tidak ada yang berbeda,
akad nika dilangsungkan sesuai dengan rukun dan syarat nikah yaitu ada :
a. Mempelai pria dan mempelai wanita
b. Wali nikah
c. Dua saksi
Pelaksanaan akad nikah dan walimah dilaksanakan di tempat
mempelai wanita. Pelaksanaan akad nikah dengan di hadidri para tamu
undangan dan masyarakat sekitar.
B. Pendapat Tokoh Masyarakat Terhadap Pernikahan Adat Betawi
Kembangan Utara Jakarta Barat
1. Pendapat kepala KUA 2
a. Saya tidak begitu faham dengan pernikahan adat betawi kembangan utara
Jakarta Barat. Mengenai besarnya biaya pernikahan menurut saya kaupun
1 Hasil Wawancara Pribadi dengan Bang Nurdin, Tokoh Adat Betawi Kembangan, Jakarta 12
Februari 2011 2 Hasil Wawancara Pribadi dengan H. Jayadih Ali S.Ag, Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan kembangan, Jakarta 14 Maret 2011
55
membutuhkan waktu dan biaya yang banyak jika memang itu sesuai
dengan kesepakatan bersama maka itu tidak masalah dan biaya
pernikahan hendaknya semampunya dengan kemampuan tuan rumah
(shohibul bait).
b. Memang dalam ajaran Islam pernikahan tidak seperti itu dan kalau
bertentangan itu beleum terjadi selama hal-hal yang mengandung ma’siat
itu tidak ada, tetapi kalau sampai dikatakan bertentangan dengan Al-
Qur’an itu belum terjadi.
c. Selama ini dalam pernikahan adat betawi kembangan utara Jakarta Barat
tidak ada yang bertentangan dengan syariat Islam dan peraturan
pemerintah
d. Da ssuai dengan adat masing-masing. Tetapi dengan catatan adat tidak
dapat mengalahkan agama sekalipun teguh dengan adat tetap adat tidak
dapat mengalahkan agama apabila adat menimbulkan berakibat buruk
maka harus di hilangkan.
2. Pendapat tokoh agama
a. Ustad Muhammad Izih
Pendapat saya tetang pernikahan adat betawi kembangan utara Jakarta
Barat. Tidang mengandung unsur keluar dari ajaran agama, selama dlam
proses khitbah dan walimah tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan
hukum Islam3.
3 Hasil Wawancara Pribadi dengan Ustadz Izih, Tokoh Masyarakat Kembangan, Jakarta 12
Februari 2011
56
C. Hal-Hal Yang Tidak Boleh Dilakukan Dalam Proses Khitbah Dan Walimah
Menurut Hukum Islam
Selama adat pernikahan tersebut belum melanggar hukum syariat maka
tidak apa-apa tetapi jika syariat Islam dalam kaitannya dengan pelaksanaan
khitbah itu dilanggar maka hukumnya haram misalkan antara lain.
1. Meminang wanita yang sudah dipinang oleh orang lain4.
Sebagaiman Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
5
Artinya : “Dari Umar r.a. Berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW.
bersabda: Janganlah seorang laki-laki meminang pinangan
saudaranya, hingga peminang sebelumnya meninggalkannya atau
mengizinkannya (melakukan pinangan)”. (HR. Bukhari).
Dengan demikian seseorang dilarang untuk meminang seorang wanita
yang berada dalam pinangan orang lain karena hal itu dilarang oleh agama
dan dapat memutuskan tali silaturahmi antara sesama.
4 Husein Muhammad, Tuntunan Upacara Perkawinan Islami, (Bandung, Irsyad Baitus Salam,
1999), cet. I, h. 111.
5 Abii Abdillah Muhammad Bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Daar al-Fikr,
1992), juz-3, h. 251.
57
2. Meminang istri orang yang ditalak raj’i.
Salah satu larangan bagi orang yang ingin meminang adalah
meminang istri orang lain yang ditalak raj’i, sebelum habis masa iddahnya. Ia
tidak dihalalkan melakukan pinangan itu baik terang-terangan maupun
samara-samar. Wanita dalam hal ini, secara hukum masih sebagai istri bagi
orang yang menceraikannya dan bias ditarik kembali kapanpun ia mau, asal
masih dalm masa iddah.
3. Meminang wanita dalam masa iddah.
Islam melarang seseorang meminang wanita yang masih dalam masa
iddah, baik karena dicerai atau karena ditinggal mati suaminya. Yang dilarang
adalah menyatakan peminangan secara terang-terangan, adapun apabila
dilakukan dengan isyarat yang dimengerti maksudnya, tapi tidak terang-
terangan dalam mengucapkannya, maka hukumnya boleh. Sebagimana firman
Allah SWT.:
58
Artinya: “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan
sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka)
dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-
nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji
kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan
(kepada mereka) perkataan yang ma'ruf dan janganlah kamu
ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis
'iddahnya. dan Ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang
ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan Ketahuilah
bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”.(Q.S. Al-
Baqarah 235)
4. Tukar Cincin
Diantara tradisi kafir yang banyak diikuti oleh kaum muslim adalah
bertukar cincin ketika bertunangan. Padahal banyak hadits yang menjelaskan
tentang larangan memakai cincin emas bagi pria dan larangan mengikuti
perilaku orang-orang kafir. Karna Islam mempunyai aturan sendiri dalam
melangsukan pernikahan.
Dengan demikian bahwa mas dan sutera haram bagi kaum laki-laki.6
Dan di bolehkan bagi kaum wanita. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
7
Artinya : Dari Ali Ra, ia berkata : Saya melihat Rasululullah SAW.
Memegang kain sutera di tangan kanannya, kemudian memegang
emas dim tangan kirinya, kemuadian bersabda : “Sesungguhnya
6 Muhammad Nashih Ulwan, Tata Cara Meminang Dalam Islam, Alih bahasa A. Ahmad Al-
Wakidy, (solo, CV. Pustaka Manthiq, 1995), cet. Ke-4, h. 47.
7 Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, (Semarang: CV Toha Putra),
59
dua benda ini adalah haram bagi umatku yang laki-laki”. (HR.
Abu Dawud)
Demikian juga Islam melarang menggunakan alat-alat yang terbuat
dari mas dan dari sutera karena dilarang oleh Rasulullah SAW :
8
Artinya : Dari khuzaifah, Ra. Ia berkata : “Rasulullah SAW melarang kita
minum pada tempat cangkir yang terbuat dari mas dan perak dan
melarang makan pada piring yang terbuat dari mas dan perak,
serta memakai sutera dan duduk diatasnya” (HR. Bukhari) .
Adapun pemakaian cincin yang terbuat dari perak bagi kaum lelaki
dianjurkan (disunahkan) oleh Islam.
Dalam hadits lain disebutkan: Rasulullah SAW bersabda :
9
Artinya : Dari Ibnu Umar, RA. Ia berkata: “ Bersabda Rasulullah SAW,
barangsiapa yang menyerupai satu kaum, maka ia termasuk
diantaranya.”(HR. Abu Daud).
8 Abii Abdillah Muhammad Bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Daar al-Fikr),
juz-3, h. 25.
9 Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, (Semarang: CV Toha Putra), h. 757
60
Maksudnya bergaul itu terletak yang di ikutinya, bila bergaul dengan
yang baik-baik, akan memberi pengaruh baik dan sebaliknya 10
5. Kebebasan bergaul antara pria dan wanita yang sudah bertunangan .
Sering terjadi ditengah masyarakat kita, laki-laki dan perempuan yang
telah bertunangan bebas bergaul berduaan, pergi bersama-sama seperti suami
istri, berbincang dan bercengkerama sehingga merusak tata pergaulan antara
laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Perbuatan semacam ini dilarang
oleh Islam sebagimana sabda Rasulullah SAW.:
11
Artinya : Dari Jabir RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “ tidak
boleh seorang laki-laki bermalam pada rumah wanita, kecuali ia
sudah menikah atau mahramnya (HR. Imam Muslim)
Oleh sebab itu Janganlah seseorang laki-laki bersenang-senang dengan
seseorang perempuan, melainkan hendaklah perempuan mahramnyaitu
mahramnya.12
10
Ibid., h. 47.
11
Hafidz Dzakiyu ad-Diin Abdul Mu’aziim al-Mundziriy, Mukhtasar Shahih Muslim, (Solo,
Riyadh Darussalam, 19996),cet. 1.
12
Muhammad Thalib,15 Tuntunan Meminang Islami, (Bandung, Irsyad Baitus Salam, 1999),
cet.I, h. 47.
61
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda :
13
Artinya : Dari Ibnu Abbas RA, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda:
“Tidak boleh seorang laki-laki bersembunyi (bersamaan) dengan
seorang perempuan, kecuali bersama mukrimya” (HR. Bukhari)
6. Mengkhitbah lamaran orang kafir
Larangan menikahkan perempuan muslimah kepada lelaki musyrik
atau kafir juga diperuntukkan lelaki muslim kepada perempuan musyrikah
atau kafirah. Larangan itu pun terdapat pada surat dan ayat yang sama yaitu
sebelum ayat yang melarang menikah kepada lelaki musyrik sebagai mana
firman Allah dalam surat Al Baqarah (2) : 221:
2221
Artinya : “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih
baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu..” (QS.
Al- Baqarah 221)
7. Menuntut mahar yang tinggi.
13
Abii Abdillah Muhammad Bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari. (Beirut: Daar al-Fikr),
juz-3, h. 251.
62
Menurut Islam sebaik-baik mahar adalah yang murah dan mudah,
tidak mempersulit atau mahal. Memang mahar itu hak wanita, tetapi Islam
menyarankan agar mempermudah dan melrang menuntut mahar yang tinggi
yang memberatkan salah satu pihak. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
14
Artinya : Dari Uqbah bin Amir Ra., ia berkata : Bersabda Rasulullah SAW.
“Sebaik-baik maskawin itu adalah yang termudah /gampang (HR.
Abu Dawud).
Dengan demikian dalam rumah tangga yang Islami, suami-istri harus
saling memahami kekurangan dan kelebihan masing-masing, serta harus tau
pula hak dan keawibannya serta memahami tugas dan fungsinya masing-
masing yang dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab sengingga tidak
terjadi hal-hal yang menodai pernikahan dan dapat mengantipasi hal-hal
diatas.
D. Walimah
Hal-hal yang menyimpang dari ajaran Islam dalam kaitannya dengan
pelaksanaan walimah antara lain sebagai berikut:
1. Pengantin wanita pergi ke tempat rias.
14
Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram,h. 529
63
Diantara kemunkaran yang terdapat dalam sebuah pesta pernikahan
adalah perginya pengantin wanita ke tempat rias pengantin atau salon, karena
hal tersebut memamerkan keindahan tubuh wanita terhadap orang lain yang
bukan mahramnya. Kenyataan seperti ini pada zaman sekarang sudah biasa
dilakukan oleh banyak orang. 15
Hal diatas disebut tabarruj, yaitu memamerkan keelokan wanita
berikut keindahan dan kecantikannya.16
Merias pengantian hukumnya boleh
selama tidak melakukan cara-cara yang terlarang seperti berpakaian tipis atau
ketat, mengerik alis, menyambung rambut, menampakan rambut, leher, dada,
bahu, tangan diatas pergelangan dan kaki diatas mata kaki.17
2. Memfoto kedua pengantin di studio.
Di antara kemungkaran-kemungkaran dalam masalah pesta
perkawinan adalah perginya pengantin laki-laki dan pengantin perempuan ke
studio untuk berfoto pada malam pengantin. Di sana pengantin perempuan itu
duduk dengan pakain yang sangat minim, dengan perhiasan yang lengkap di
depan pemilik studio itu untuk diambil gambarnya sebagai kenang-kenangan.
Padahal orang itu bukan mahramnya.18
3. Menggantung gambar atau memasang kain bergambar pada waktu walimah.
15
Abdul Ghalib Isa, Bisikan Malam Pengantin, Alih Bahasa: Muhammad Suri Sudahri A,
(Jakarta, Gema Insani Press,2000), cet. Ke-IV, h. 71.
16
Ni’mah Rasyid ridha, Tabarruj, Alih Bahasa Abdul Rasyad Shidig, (Jakarta: pustaka al-
kautsar,2000), cet. XVI, h. 19.
17
Muhammad Thalib,15 Tuntunan Meminang Islami, h. 74-75.
18
. Abdul Ghalib Isa, Bisikan Malam Pengantin, h. 73.
64
Menggantung gambar di dinding, baik ia berbentuk maupun tidak,
terbayang atau tidak, lukisan ataupun fotografis, dilarang oleh Islam. Hal ini
berdasarkan hadits Rasulullah SAW :
19
Artinya : Dari Aisyah r.a. ia berkata: Rasulullah SAW datang dari
berpergian, sedang di dalam rumah saya ada sebuah lukisan,
kemudian setelah Rasulullah melihatnya maka berubahlah wajah
beliau seraya bersabda : “Wahai Aisyah, sekeras-keras siksaan
Allah pada hari kiamat yaitu terhadap orang-orang yang
menyaingi ciptaan Allah.” Aisyah berkata : “kemudian saya
memotong-motongnya dan menjadikan dan menjadikan satu atau
dua bantal (HR. Bukhari dan Muslim) .
Dalam hadits lain beliau bersabada Rasulullah SAW :
20
Artinya: “Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya di hari kiamat
adalah orang-orang yang suka membuat sesuatu yang menyerupai
ciptaan Allah.”(HR. Bukhari .)
4. Bercampurnya pria dan wanita.
Ihtilath adalah bercampunya laki-laki dan wanita hingga terjadi
pandang-memandang, sentuh –menyentuh, dan jabat tangan antara laki-laki-
19
Hafidz Dzakiyu ad-Diin Abdul Mu’aziim al-Mundziriy, Shahih Bukhari Dan Muslim .
20 Ibid,.
65
dan wanita. Menurut Islam , antara laki-laki dan wanita harus di pisah ,
sehingga apa yang sebutkan diatas dapat dihindari.21
5. Standing Party
Yaitu menyuguhkan makanan sambil berdiri, dan tidak menyediakan
tempat duduk untuk makan. Karna dilarang oleh ajaran islam22
6. Adanya hiburan-hiburan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, musik yang
hingar bingar dan mengundang syahwat ataupun adanya hidangan baik
makanan maupun minuman yang diharamkan.
7. Hanya mengundang orang-orang kaya dan mengesampingkan orang miskin
hal ini bedasarkan sabda Rasulullah :
23
Artinya : “Seburuk-buruknya makanan adalah makanan pada sebuah
walimah yang didalamnya hanya berisikan orang-orang kaya
dan terlarang bagi orang miskin.” (Al-Bukhari dan Muslim)
8. Makanan dan minuman yang menggunakan tempat dari emas dan perak. Hal
ini bedasarkan abda Rasulullah SAW:
24
21
Tabloid Nurani edisi 22:Tahun 2004 h. 4. 22
Ibid,. h. 4.
23
Hafidz Dzakiyu ad-Diin Abdul Mu’aziim al-Mundziriy, Mukhtasar Shahih Muslim, , (Solo,
Riyadh Darussalam, 19996),cet. 1.
24
Ibid.,,.
66
Artinya : “Janganlah kalian memakai pakaian yang terbuat dari sutera
dan janganlah kalian minum menggunakan tempat yang terbuat
dari emas maupun perak, dn janganlah makan dengan
menggunakan piring yang terbuat dari emas dan perak. (Al-
Bukhari)
Dari delapan hal yang menyimpang dari ajaran Islam dalam kaitannya
dengan pelaksanaan walimah di atas, enam diantaranya (point 1-6) ternyata
pernah menjadi hal yang sangat biasa pada zaman sekarang ini.
E. Biaya Pernikahan
Yang bertentangan dengan ajaran islam dalam hal biaya pernikahan adalah
pernikahan yang dilangsungkan secra berlebih-lebihan, bermegah-megahan serta
memaksakan diri dengan berhutang kepada orang lain dan saling membangga-
banggakan diri.25
Hal diatas setidaknya telah melanggar dua aturan Allah SWT :
Pertama, melanggar firman Allah SWT. Tentang larangan melakukan
kemubadziran :
172627
Artinya : “Dan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros, Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-
saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada
Tuhannya”. (QS. Al-Isra 26-27 )
25
Mahmud Mahdi,Kado Perkawinan, Alih Bahasa: Ibnu Ibrahim, (Jakarta Pustaka Azzam,
2000), cet. Ke-4, h. 239.
67
Kedua melanggar firman Allah SWT. Tentang larangan bermegah-
megahan:
10213Artinya : sesungguhnya bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai
kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan
mengetahui…”(QS. At-Takasur 1-3)
Dapat di simpulkan bahwa Islam sudah memberikan ketentuan-ketentuan
yang sesuai dengan ajarannya agar manusia dapat hidup sederhana, dan tidak
berlebih-lebihan dalam urusan apapun terutama dalam acara Walimah yang
banyak menghambur-hamburkan biaya yang cukup banyak.
Dapat disimpulkan bahwa selama adat itu tidak mengandung unsur
ma’siat dan berbangga-bangga dalam memamerkan harta maka hal tersebut
dibolehkan dengan catatan hal tersebut tidak melangar ketentuan agama.
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang dipaparkan mulai bab pertama hingga bab
keempat, penulis dapat menyimpulkan :
1. Pelaksanaan Pernikahan Adat Betawi Kembangan Utara Jakarta Barat adalah
sebagai berikut :
a. Dalam hal khitbah
1) Mengutamakan factor agama sebagai landasan utama dalam mencari
pasangan hidup yang akan di khitbah (lamar ).
2) Melamar dapat dilakukan oleh keluarga pria yang bersangkutan serta
melalui orang tua atau keluarga, melalui utusn atau pemimpin kepada
wanita yang akan dilamar atau kepada kedua orang tua /wali dari
wanita tersebut.
3) Lamaran dianjurkan untuk melihat wanita yang akan dipinang agar
tidak menyesal kemudian hari.
b. Dalam hal walimah
1) Boleh dilaksanakan selama 2 hari , sepanjang tidak ada unsur riya.dan
kesanggupan shohibul bait (tuan rumah)
69
2) Dianjurkan mengundang orang-orang sholeh, keluarga dan saudara
jauh maupun dekat. Dan mengundang orang miskin ataupun kaya
jangan membeda-bedakan status dan strata sosial.
3) Diperbolehkan memeriahkan walimah selama hiburan tersebut tidak
melampaui batas yang telah di gariskan oleh syara’.
4) Diperbolehkan merias pengantin sewajarnya menurut aturab syari’at
Islam dalam hal berpakaian.
5) Bagi yang menghadiri walimah dianjurkan untuk mendoakan kedua
mempelai
c. Dalam hal biaya pernikahan
Biaya pernikahan yang sesuai dengan ajaran Islam adalah yang
mempertimbangkan factor kesederhanaan dan efisien.
2. Tinjauan hukum Islam terhadap pernikahan adat betawi kembangan utara.
Masyarakat wilayah kembangan Utara Jakarta Barat masih kuat dengan tradisi
adat betawi, sehingga dalam pernikahan pun menggunakan adat betawi untuk
melestarikan budaya dan mengenalkannya kepada orang lain tentang tradisi
adat setempat yaitu :
a. Kunjungan kerumah calon besan atau gadis. Keluarga bujang datang
mengunjungi rumah keluarga gadis yang akan di lamarnya tujuannya yaitu
menanyakan dan memastikan apakah benar ada hubungan atau tidak
antara bujang dan gadis (kedua anak mereka).
70
b. Kunjungan kedua yaitu keluarga bujang datang menyerahkan
ataumenunjukan sesuatu sebagai tanda akur (setuju) berupa emas atau
uang. Kunjungan ini hanya bersama pihak keluarga saja seperti yang
hendak melamar bersama ayah, ibu, paman kakak atau adiknya saja.
c. Kunjungan ketiga yaitu pelamaran, keluarga bujang datang kerumah
keluarga gadis dengan mengajaksaudara, para tetangga,
Dalam acara pelamaran ini adanya pembawa acara, dan satu keluargayang
di tunjuk sebagai perwalian dari keluarga bujang dan perwakilan dari
keluarga gadis apabila para orang tua mempelai bujang dan gadis
menghendaki di wakilkan.
3. Upacara pernikahan diawali dengan arak-arakan calon pengantin pria menuju
kerumah calon istrinya. Dalam rangka arak-arakan itu, selain iringan rebana
ketimpring juga marawis dan di ikuti barisan sejumlah kerabat yan membawa
sejumlah seserahan mulai dari roti buaya yang melambangkan kesetiaan
abadi, sayur-mayur, uang, jajan khas betawi, dan pakaian. Selain itu,
perlengkapan kamar pengantin.
4. Pelaksanaan akad nikah dan walimah dilaksanakan di tempat mempelai
wanita. Pelaksanaan akad nikah dengan di hadidri para tamu undangan dan
masyarakat sekitar.
Hal-Hal Yang Tidak Boleh Dilakukan Dalam Proses Khitbah Dan
Walimah Menurut Hukum Islam
71
1) Meminang wanita yang sudah dipinang oleh orang lain.
2) Meminang istri orang lain yang ditalak raj’i.
3) Adanya acara tukar cincin.
4) Kebebasan bergaul antara pria dan wanita yang sudah bertunangan.
Dalam hal walimah
1) Bercampurnya pria dan wanita (ikhtilath) dalam suatu tempat.
2) Standing party.
3) Adanya hiburan yang mempertontonkan aurat dan mengundang
syahwat.
Dalam hal biaya pernikahan.
Biaya pernikahan yang tidak sesuai dengan ajaran islam adalah yang
mengandung unsur tabdzir (pemborosan), bermewah-mewahan dan
berlebihan.
72
B. Saran-saran
Dengan berakhirnya penyusunan skripsi ini, penulis menyarankan kepada
diri penulis dan para pembaca :
Hendaknya dalam pelaksanaan pernikahan diadakan dengan sederhana
sesuai dengan kemampuan yamh hendak melakukan pernikahan dan dengan
mengingat agar dalam pelaksanaan pernikahan itu tidak ada pemborosan.
Hendaklah meningkatkan amal ibdah yang sesuai dengan Al-Qur’an dan
Hadits serta menjauhi prilaku bid’ah (mengada-adakan hal baru dalam urusan
agama).
Kepada para Ulama, dan asatidzah dan guru hendaknya lebih giat
bersemangat, ulet dan ikhlas dalam membina umat agar makin cinta terhadap
ajaran dan tatanan yang sudah di perintah oleh Allah SWT, agar benar dalam
mengamalkan ajaran Islam. Khususnya memberikan informasi tetntang hakikat
pernikahan yang sesuai dengan ajaran agama Islam.
73
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan terjemah, Departemen Agama RI
Abbas, Ahmad Sudirman, Penghantar Pernikahan, PT. Prima Heza Lestari
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta:Akademika Pressindo,
1992, edisi pertama.
Ahmadi, H. Abdul Fatah Idris, H. Abu, Fiqih Islam Lengkap, Jakarta : Rineka Cipta,
1994.
Al-Bani, Muhammad Nashiruddin, Bagaimana Anda Menikah, Alih Bahasa : Salim
Basyarahil, Jakarta, Gema Insani Press, 1993, cet ke-13.
Al-Bukhari, Abii Abdillah Muhammad Bin Ismail, Shahih Bukhari, Beirut: Daar al-
Fikr, juz-3.
Al-Ghifari, Abu, Pacaran Yang Islami Adakah?, Bandung: Mujahid Press, 2003.
Al-Iraqy, Butsainan as-Sayyid, Rahasia Pernikahan yang Bahagia, Jakarta: Pustaka
Azzam, 2002.
Al-Mundziriy, Hafidz Dzakiyu ad-Diin Abdul Mu’aziim, Mukhtasar Shahih Muslim,
Riyadh: Darussalam, 1996, cet. 1.
Aminuddin, Slamet Abidin, H., Fiqih Munakahat I, Bandung: CV. Pustaka Setia,
1999, Cet I.
Ash Shan’ani, Al-Imam Muhammad bin Ismail Al-Kahlani, Subulussalam, Bandung :
Dahlan, tth, Juz 3.
Asqalani, Ibn Hajar Al-, Bulughul Maram, CV. Toha putera Semarang
As-Shabuni, Muhammad Ali, Pernikahan Dini, Kairo: Pustaka an-Naba, 2002.
Darajat, Zakiah, dkk, Ilmu Fiqh, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995, Jilid II.
Djunaedi, Subki, Pedoman Mencaridan Memilih Jodoh, Bandung:CV. Sinar baru,
1992.
Ghazaly, Abdurahman, Fiqih Munakahat, Jakarta: Kencana, 2006.
74
Hakim Abdul, 25 Masalah Penting Dalam Islam, (Jakarta, Yayasan al- Anshar,
1997),
Husein, Muhammad, Tuntunan Upacara Perkawinan Islami, Bandung, Irsyad Baitus
Salam, 1999, cet. I.
Hussein Muslim, Abu, Shahih Muslim / Al-Imam Muslim dan Imam Nawawi, Beirut:
Daar el-Fikr,1983.
Idhamy, Dahlan, Azas-Azas Fiqh Munakahat, Surabaya: Al-Ikhlas, 1984.
Isa, Abdul Ghalib, Bisikan Malam Pengantin, Alih Bahasa: Muhammad Suri Sudahri
A, Jakarta, Gema Insani Press, 2000, cet. Ke-IV.
Jaiz, Hartono Ahmad , Wanita Antara Jodoh, Pologami & Pereselingkuhan, Jakarta:
Al-Kautsar, 2007.
Jaziri, Abdurrahman al-, Fiqih Empat Mazhab, alih bahasa H. Chatibul Umam &
Abu Hurairah, Bandung, Darul Ulum Press.
Kakhiya, Thariq Ismail, Perkawinan Dalam Islam, Jakarta: C. V. Yasa Guna, 1987.
Kamal, Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan
bintang, 1993.
Kompilasi Hukum Islam, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
RI, 2001.
Mahdi, Mahmud, Kado Perkawinan, Alih Bahasa: Ibnu Ibrahim, Jakarta Pustaka
Azzam, 2000, cet. Ke-4.
Mahfoedz, Salman, Proses Tata Cara Pernikahan Yang Islami, Surabaya, Salafiy
1995, cet-4.
Majid, M. Abdul, Kamus Istilah Fiqh, Jakarta, PT. Pustaka Firdaus, 1994, cet. Ke-14.
Makhfudz, Syekh Ali, Bahaya Bid’ah Dalam Islam, Alih Bahasa Ja’far Sujarwo,
Surabaya Pustaka Porogresif 1985, cet ke-2.
Migdad, Akhmad Azhar, Abu, Pendidikan Seks Bagi Remaja Menurut Hukum Islam,
Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997..
Muhammad, Abu Bakar, Terjemah Subulus as-Salaam, Surabaya: al-Ikhlas. 1995,
jilid III.
75
Munawir, Ahmad Warson, Kamus Arab Indonesia, Yogyakarta: Krapyak, 1984.
Rabbani, Azhar, setiap bidah Adalah Sesat, Jakarta, As-Sunah 2000, cet V.
Ridha, Ni’mah Rasyid, Tabarruj, Alih Bahasa Abdul Rasyad Shidig, Jakarta: pustaka
al-kautsar,2000, cet. XVI
Rifai, H. Muhammad., Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang: CV. Toha Putra, 1978.
Rofiq, Ahmad, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000.
Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah, Beirut: Daar El-Fikr, 1992, jilid 2, juz 6.
Sholeh, Asrorun Ni’am, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan Dan Keluarga, Jakarta:
el-Sas, 2008
Thalib, Muhammad,15 Tuntunan Meminang Islami, Bandung, Irsyad Baitus
Salam,1999, cet I.
Thobrani, Imam, Mujam Al-Kabir, Beirut,Dar Al-kutub Al Islamiyah
Tihami & Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, Kajian Fiqih Nikah Lengkap, Jakarta:
Rajawali Pres, 2009
Ulwan, Muhammad Nashih, Tata Cara Meminang Dalam Islam, Alih bahasa A.
Ahmad Al-Wakidy, Solo, CV. Pustaka Manthiq, 1995, cet. Ke-4
Yunus, Mahmud, Hukum Perkawinan Dalam Islam, Jakarta: tp, 1995.
Wawancara pribadi dengan H. Jayadih Ali S.Ag , Kepala KUA, Jakarta, 14 Maret
20011
Wawancara pribadi dengan Nurdin, Tokoh Masyarakat Betawi, Jakarta, 12 februari
20011
Wawancara pribadi dengan Ustadz Izih, Tokoh Masyarakat Ulama Betawi, Jakarta,
12 februari 20011
FOTO- FOTO PERNIKAHAN ADAT BETAWI
Pengantin pria beserta rombongan membawa arak-arakan
Adu pantun
Palang pintu beradu kekuatan
Memohon doa restu setelah ijab qabul
FOTO- FOTO PERNIKAHAN ADAT BETAWI
Pengantin pria beserta rombongan membawa arak-arakan
Adu pantun
Palang pintu beradu kekuatan
Memohon doa restu setelah ijab qabul