TASAWUF

13
TASAWUF oleh Harun Nasution Tujuan tasawuf adalah mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Tuhan sehingga ia dapat melihat-Nya dengan mata hati bahkan rohnya dapat bersatu dengan Roh Tuhan. Filsafat yang menjadi dasar pendekatan diri itu adalah, pertama, Tuhan bersifat rohani, maka bagian yang dapat mendekatkan diri dengan Tuhan adalah roh, bukan jasadnya. Kedua, Tuhan adalah Maha Suci, maka yang dapat diterima Tuhan untuk mendekatiNya adalah roh yang suci. Tasawuf adalah ilmu yang membahas masalah pendekatan diri manusia kepada Tuhan melalui penyucian rohnya. ASAL KATA SUFI Tidak mengherankan kalau kata sufi dan tasawuf dikaitkan dengan kata-kata Arab yang mengandung arti suci. Penulis-penulis banyak mengaitkannya dengan kata: 1. Safa dalam arti suci dan sufi adalah orang yang disucikan. Dan memang, kaum sufi banyak berusaha menyucikan diri mereka melalui banyak melaksanakan ibadat, terutama salat dan puasa. 2. Saf (baris). Yang dimaksud saf di sini ialah baris pertama dalam salat di mesjid. Saf pertama ditempati oleh orang-orang yang cepat datang ke mesjid dan banyak membaca ayat-ayat al- Qur'an dan berdzikir sebelum waktu salat datang. Orang-orang seperti ini adalah yang berusaha membersihkan diri dan dekat dengan Tuhan. 3. Ahl al-Suffah, yaitu para sahabat yang hijrah bersama Nabi ke Madinah dengan meninggalkan harta kekayaannya di Mekkah. Di Madinah mereka hidup sebagai orang miskin, tinggal di Mesjid Nabi dan tidur di atas bangku batu dengan memakai suffah, (pelana) sebagai bantal. Ahl al-Suffah, sungguhpun tak mempunyai apa-apa, berhati baik serta mulia dan tidak mementingkan dunia. Inilah pula sifat-sifat kaum sufi. 4. Sophos (bahasa Yunani yang masuk kedalam filsafat Islam) yang berarti hikmat, dan kaum sufi pula yang tahu hikmat. Pendapat ini memang banyak yang menolak, karena kata sophos telah masuk kedalam kata falsafat dalam bahasa Arab, dan ditulis dengan sin dan bukan dengan shad seperti yang terdapat dalam kata tasawuf. 5. Suf (kain wol). Dalam sejarah tasawuf, kalau seseorang ingin memasuki jalan tasawuf, ia meninggalkan pakaian mewah yang biasa dipakainya dan diganti dengan kain wol kasar yang ditenun secara sederhana dari bulu domba. Pakaian ini melambangkan kesederhanaan serta kemiskinan dan kejauhan dari dunia. Diantara semua pendapat itu, pendapat terakhir inilah yang banyak diterima sebagai asal kata sufi. Jadi, sufi adalah orang yang memakai wol kasar untuk menjauhkan diri dari dunia materi dan memusatkan perhatian pada alam rohani. Orang yang pertama memakai kata sufi kelihatannya Abu Hasyim al-Kufi di Irak (w.150 H).

Transcript of TASAWUF

Page 1: TASAWUF

TASAWUFoleh Harun Nasution

Tujuan tasawuf adalah mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Tuhan sehingga ia dapatmelihat-Nya dengan mata hati bahkan rohnya dapat bersatu dengan Roh Tuhan. Filsafat yangmenjadi dasar pendekatan diri itu adalah, pertama, Tuhan bersifat rohani, maka bagian yangdapat mendekatkan diri dengan Tuhan adalah roh, bukan jasadnya. Kedua, Tuhan adalah MahaSuci, maka yang dapat diterima Tuhan untuk mendekatiNya adalah roh yang suci. Tasawufadalah ilmu yang membahas masalah pendekatan diri manusia kepada Tuhan melalui penyucianrohnya.

ASAL KATA SUFI

Tidak mengherankan kalau kata sufi dan tasawuf dikaitkan dengan kata-kata Arab yangmengandung arti suci. Penulis-penulis banyak mengaitkannya dengan kata:

1. Safa dalam arti suci dan sufi adalah orang yang disucikan. Dan memang, kaum sufi banyakberusaha menyucikan diri mereka melalui banyak melaksanakan ibadat, terutama salat danpuasa.

2. Saf (baris). Yang dimaksud saf di sini ialah baris pertama dalam salat di mesjid. Saf pertamaditempati oleh orang-orang yang cepat datang ke mesjid dan banyak membaca ayat-ayat al-Qur'an dan berdzikir sebelum waktu salat datang. Orang-orang seperti ini adalah yang berusahamembersihkan diri dan dekat dengan Tuhan.

3. Ahl al-Suffah, yaitu para sahabat yang hijrah bersama Nabi ke Madinah denganmeninggalkan harta kekayaannya di Mekkah. Di Madinah mereka hidup sebagai orang miskin,tinggal di Mesjid Nabi dan tidur di atas bangku batu dengan memakai suffah, (pelana) sebagaibantal. Ahl al-Suffah, sungguhpun tak mempunyai apa-apa, berhati baik serta mulia dan tidakmementingkan dunia. Inilah pula sifat-sifat kaum sufi.

4. Sophos (bahasa Yunani yang masuk kedalam filsafat Islam) yang berarti hikmat, dan kaumsufi pula yang tahu hikmat. Pendapat ini memang banyak yang menolak, karena kata sophostelah masuk kedalam kata falsafat dalam bahasa Arab, dan ditulis dengan sin dan bukan denganshad seperti yang terdapat dalam kata tasawuf.

5. Suf (kain wol). Dalam sejarah tasawuf, kalau seseorang ingin memasuki jalan tasawuf, iameninggalkan pakaian mewah yang biasa dipakainya dan diganti dengan kain wol kasar yangditenun secara sederhana dari bulu domba. Pakaian ini melambangkan kesederhanaan sertakemiskinan dan kejauhan dari dunia.

Diantara semua pendapat itu, pendapat terakhir inilah yang banyak diterima sebagai asal katasufi. Jadi, sufi adalah orang yang memakai wol kasar untuk menjauhkan diri dari dunia materidan memusatkan perhatian pada alam rohani. Orang yang pertama memakai kata sufikelihatannya Abu Hasyim al-Kufi di Irak (w.150 H).

Page 2: TASAWUF

ASAL-USUL TASAWUF

Karena tasawuf timbul dalam Islam sesudah umat Islam mempunyai kontak dengan agamaKristen, filsafat Yunani dan agama Hindu dan Buddha, muncullah anggapan bahwa alirantasawuf lahir dalam Islam atas pengaruh dari luar.

Ada yang mengatakan bahwa pengaruhnya datang dari rahib-rahib Kristen yangmengasingkan diri untuk beribadat dan mendekatkan diri kepada Tuhan di gurun pasir Arabia.Tempat mereka menjadi tujuan orang yang perlu bantuan di padang yang gersang. Di siang hari,kemah mereka menjadi tempat berteduh bagi orang yang kepanasan; dan di malam hari lampumereka menjadi petunjuk jalan bagi musafir. Rahib-rahib itu berhati baik, dan pemurah dan sukamenolong. Sufi juga mengasingkan diri dari dunia ramai, walaupun untuk sementara, berhatibaik, pemurah dan suka menolong.

Pengaruh filsafat Yunani dikatakan berasal dari pemikiran mistik Pythagoras. Dalamfilsafatnya, roh manusia adalah suci dan berasal dari tempat suci, kemudian turun ke duniamateri dan masuk ke dalam tubuh manusia yang bernafsu. Roh yang pada mulanya suci itumenjadi tidak suci dan karena itu tidak dapat kembali ke tempatnya semula yang suci. Untuk ituia harus menyucikan diri dengan memusatkan perhatian pada fllsafat serta ilmu pengetahuan danmelakukan beberapa pantangan. Filsafat sufi juga demikian. Roh yang masuk ke dalam janin dikandungan ibu berasal dari alam rohani yang suci, tapi kemudian dipengaruhi oleh hawa nafsuyang terdapat dalam tubuh manusia. Maka untuk dapat bertemu dengan Tuhan Yang Maha Suci,roh yang telah kotor itu dibersihkan dulu melalui ibadat yang banyak.

Masih dari filsafat Yunani, pengaruh itu dikaitkan dengan filsafat emanasi Plotinus. Rohmemancar dari diri Tuhan dan akan kembali ke Tuhan. Tapi, sama dengan Pythagoras, diaberpendapat bahwa roh yang masuk ke dalam tubuh manusia juga kotor, dan tak dapat kembalike Tuhan. Selama masih kotor, ia akan tetap tinggal di bumi berusaha membersihkan diri melaluireinkarnasi. Kalau sudah bersih, ia dapat mendekatkan diri dengan Tuhan sampai ke tingkatbersatu dengan Dia di bumi ini.

Paham penyucian diri melalui reinkarnasi tak terdapat dalam ajaran tasawuf. Paham itumemang bertentangan dengan ajaran al-Qur'an bahwa roh, sesudah tubuh mati tidak akankembali ke hidup serupa di bumi. Sesudah bercerai dengan tubuh, roh pergi ke alam barzahmenunggu datangnya hari perhitungan. Tapi, konsep Plotinus tentang bersatunya roh denganTuhan di dunia ini, memang terdapat dalam tasawuf Islam.

Dari agama Buddha, pengaruhnya dikatakan dari konsep Nirwana. Nirwana dapat dicapaidengan meninggalkan dunia, memasuki hidup kontemplasi dan menghancurkan diri. Ajaranmenghancurkan diri untuk bersatu dengan Tuhan juga terdapat dalam Islam. Sedangkanpengaruh dari agama Hindu dikatakan datang dari ajaran bersatunya Atman dengan Brahmanmelalui kontemplasi dan menjauhi dunia materi. Dalam tasawuf terdapat pengalaman ittihad,yaitu persatuan roh manusia dengan roh Tuhan.

Kita perlu mencatat, agama Hindu dan Buddha, filsafat Yunani dan agama Kristen datanglama sebelum Islam. Bahwa yang kemudian datang dipengaruhi oleh yang datang terdahuluadalah suatu kemungkinan. Tapi pendapat serupa ini memerlukan bukti-bukti historis. Dalamkaitan ini timbul pertanyaan: sekiranya ajaran-ajaran tersebut diatas tidak ada, tidakkah mungkintasawuf timbul dari dalam diri Islam sendiri?

Page 3: TASAWUF

Hakekat tasawuf kita adalah mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam ajaran Islam, Tuhanmemang dekat sekali dengan manusia. Dekatnya Tuhan kepada manusia disebut al-Qur'an danHadits. Ayat 186 dari surat al-Baqarah mengatakan, "Jika hambaKu bertanya kepadamu tentangAku, maka Aku dekat dan mengabulkan seruan orang yang memanggil jika Aku dipanggil."

Kaum sufi mengartikan do'a disini bukan berdo'a, tetapi berseru, agar Tuhan mengabulkanseruannya untuk melihat Tuhan dan berada dekat kepada-Nya. Dengan kata lain, ia berseru agarTuhan membuka hijab dan menampakkan diri-Nya kepada yang berseru. Tentang dekatnyaTuhan, digambarkan oleh ayat berikut, "Timur dan Barat kepunyaan Tuhan, maka kemana sajakamu berpaling di situ ada wajah Tuhan" (QS. al-Baqarah 115). Ayat ini mengandung arti bahwadimana saja Tuhan dapat dijumpai. Tuhan dekat dan sufi tak perlu pergi jauh, untukmenjumpainya.

Ayat berikut menggambarkan lebih lanjut betapa dekatnya Tuhan dengan manusia, "TelahKami ciptakan manusia dan Kami tahu apa yang dibisikkan dirinya kepadanya. Dan Kami lebihdekat dengan manusia daripada pembuluh darah yang ada di lehernya (QS. Qaf 16). Ayat inimenggambarkan Tuhan berada bukan diluar diri manusia, tetapi di dalam diri manusia sendiri.Karena itu hadis mengatakan, "Siapa yang mengetahui dirinya mengetahui Tuhannya."

Untuk mencari Tuhan, sufi tak perlu pergi jauh; cukup ia masuk kedalam dirinya dan Tuhanyang dicarinya akan ia jumpai dalam dirinya sendiri. Dalam konteks inilah ayat berikut dipahamikaum sufi, "Bukanlah kamu yang membunuh mereka, tapi Allah-lah yang membunuh danbukanlah engkau yang melontarkan ketika engkau lontarkan (pasir) tapi Allah-lah yangmelontarkannya (QS. al-Anfal 17).

Disini, sufi melihat persatuan manusia dengan Tuhan. Perbuatan manusia adalah perbuatanTuhan. Bahwa Tuhan dekat bukan hanya kepada manusia, tapi juga kepada makhluk lainsebagaimana dijelaskan hadis berikut, "Pada mulanya Aku adalah harta yang tersembunyi,kemudian Aku ingin dikenal. Maka Kuciptakan makhluk, dan melalui mereka Aku-pun dikenal."

Disini terdapat paham bahwa Tuhan dan makhluk bersatu, dan bukan manusia saja yangbersatu dengan Tuhan. Kalau ayat-ayat diatas mengandung arti ittihad, persatuan manusiadengan Tuhan, hadits terakhir ini mengandung konsep wahdat al-wujud, kesatuan wujudmakhluk dengan Tuhan.

Demikianlah ayat-ayat al-Qur'an dan Hadits Nabi menggambarkan betapa dekatnya Tuhankepada manusia dan juga kepada makhluk-Nya yang lain. Gambaran serupa ini tidakmemerlukan pengaruh dari luar agar seorang muslim dapat merasakan kedekatan Tuhan itu.Dengan khusuk dan banyak beribadat ia akan merasakan kedekatan Tuhan, lalu melihat Tuhandengan mata hatinya dan akhirnya mengalami persatuan rohnya dengan roh Tuhan; dan inilahhakikat tasawuf.

Page 4: TASAWUF

JALAN PENDEKATAN DIRI KEPADA TUHAN

Jalan yang ditempuh seseorang untuk sampai ke tingkat melihat Tuhan dengan mata hati danakhirnya bersatu dengan Tuhan demikian panjang dan penuh duri. Bertahun-tahun orang harusmenempuh jalan yang sulit itu. Karena itu hanya sedikit sekali orang yang bisa sampai puncaktujuan tasawuf. Jalan itu disebut tariqah (bahasa Arab), dan dari sinilah berasal kata tarekatdalam bahasa Indonesia. Jalan itu, yang intinya adalah penyucian diri, dibagi kaum sufi ke dalamstasion-stasion yang dalam bahasa Arab disebut maqamat -tempat seorang calon sufi menunggusambil berusaha keras untuk membersihkan diri agar dapat melanjutkan perjalanan ke stasionberikutnya. Sebagaimana telah di sebut diatas penyucian diri diusahakan melalui ibadat, terutamapuasa, shalat, membaca al-Qur'an dan dzikir. Maka, seorang calon sufi banyak melaksanakanibadat. Tujuan semua ibadat dalam Islam ialah mendekatkan diri itu, terjadilah penyucian diricalon sufi secara berangsur.

Jelas kiranya bahwa usaha penyucian diri, langkah pertama yang harus dilakukan seseorangadalah tobat dari dosa-dosanya. Karena itu, stasion pertama dalam tasawuf adalah tobat. Padamulanya seorang calon sufi harus tobat dari dosa-dosa besar yang dilakukannya Kalau ia telahberhasil dalam hal ini, ia akan tobat dari dosa-dosa kecil, kemudian dari perbuatan makruh danselanjutnya dari perbuatan syubhat. Tobat yang dimaksud adalah taubah nasuha, yaitu tobat yangmembuat orangnya menyesal atas dosa-dosanya yang lampau dan betul-betul tidak berbuat dosalagi walau sekecil apapun. Jelaslah bahwa usaha ini memakan waktu panjang. Untukmemantapkan tobatnya ia pindah ke stasion kedua, yaitu zuhud. Di stasion ini ia menjauhkan diridari dunia materi dan dunia ramai. Ia mengasingkan diri ke tempat terpencil untuk beribadat,puasa, shalat, membaca al-Qur'an dan dzikir. Puasanya yang banyak membuat hawa nafsunyalemah, dan membuat ia tahan lapar dan dahaga. Ia makan dan minum hanya untukmempertahankan kelanjutan hidup. Ia sedikit tidur dan banyak beribadat. Pakaiannyapunsederhana. Ia menjadi orang zahid dari dunia, orang yang tidak bisa lagi digoda oleh kesenangandunia dan kelezatan materi. Yang dicarinya ialah kebahagiaan rohani, dan itu diperolehnyadalam berpuasa, melakukan shalat, membaca al-Qur'an dan berdzikir.

Kalau kesenangan dunia dan kelezatan materi tak bisa menggodanya lagi, ia keluar daripengasingannya masuk kembali ke dunianya semula. Ia terus banyak berpuasa, melakukanshalat, membaca al-Qur'an dan berdzikir. Ia juga akan selalu naik haji. Sampailah ia ke stasionwara'. Di stasion ini ia dijauhkan Tuhan dari perbuatan-perbuatan syubhat. Dalam literaturtasawuf disebut bahwa al-Muhasibi menolak makanan, karena di dalamnya terdapat syubhat.Bisyr al-Hafi tidak bisa mengulurkan tangan ke arah makanan yang berisi syubhat.

Dari stasion wara', ia pindah ke stasion faqr. Di stasion ini ia menjalani hidup kefakiran.Kebutuhan hidupnya hanya sedikit dan ia tidak meminta kecuali hanya untuk dapat menjalankankewajiban-kewajiban agamanya. Bahkan ia tidak meminta sungguhpun ia tidak punya. Ia tidakmeminta tapi tidak menolak pemberian Tuhan.

Setelah menjalani hidup kefakiran ia sampai ke stasion sabar. Ia sabar bukan hanya dalammenjalankan perintah-perintah Tuhan yang berat dan menjauhi larangan-larangan Tuhan yangpenuh godaan, tetapi juga sabar dalam menerima percobaan-percobaan berat yang ditimpakanTuhan kepadanya. Ia bukan hanya tidak meminta pertolongan dari Tuhan, bahkan ia tidakmenunggu-nunggu datangnya pertolongan. Ia sabar menderita.

Page 5: TASAWUF

Selanjutnya ia pindah ke stasion tawakkal. Ia menyerahkan diri sebulat-bulatnya kepadakehendak Tuhan. Ia tidak memikirkan hari esok; baginya cukup apa yang ada untuk hari ini.Bahkan, sungguhpun tak ada padanya, ia selamanya merasa tenteram. Kendatipun ada padanya,ia tidak mau makan, karena ada orang yang lebih berhajat pada makanan dari padanya. Iabersikap seperti telah mati.

Dari stasion tawakkal, ia meningkat ke stasion ridla. Dari stasion ini ia tidak menentangpercobaan dari Tuhan bahkan ia menerima dengan senang hati. Ia tidak minta masuk surga dandijauhkan dari neraka. Di dalam hatinya tidak ada perasaan benci, yang ada hanyalah perasaansenang. Ketika malapetaka turun, hatinya merasa senang dan di dalamnya bergelora rasa cintakepada Tuhan. Di sini ia telah dekat sekali dengan Tuhan dan iapun sampai ke ambang pintumelihat Tuhan dengan hati nurani untuk selanjutnya bersatu dengan Tuhan.

Karena stasion-stasion tersebut di atas baru merupakan tempat penyucian diri bagi orang yangmemasuki jalan tasawuf, ia sebenarnya belumlah menjadi sufi, tapi baru menjadi zahid ataucalon sufi. Ia menjadi sufi setelah sampai ke stasion berikutnya dan memperoleh pengalaman-pengalaman tasawuf.

PENGALAMAN SUFI

Di masa awal perjalanannya, calon sufi dalam hubungannya dengan Tuhan dipengaruhi rasatakut atas dosa-dosa yang dilakukannya. Rasa takut itu kemudian berubah menjadi rasa waswasapakah tobatnya diterima Tuhan sehingga ia dapat meneruskan perjalanannya mendekati Tuhan.Lambat laun ia rasakan bahwa Tuhan bukanlah zat yang suka murka, tapi zat yang sayang dankasih kepada hamba-Nya. Rasa takut hilang dan timbullah sebagai gantinya rasa cinta kepadaTuhan. Pada stasion ridla, rasa cinta kepada Tuhan bergelora dalam hatinya. Maka ia pun sampaike stasion mahabbah, cinta Ilahi. Sufi memberikan arti mahabbah sebagai berikut, pertama,memeluk kepatuhan kepada Tuhan dan membenci sikap melawan kepada-Nya. Kedua,Menyerahkan seluruh diri kepada Yang Dikasihi. Ketiga, Mengosongkan hati dari segala-galanya, kecuali dari Diri Yang Dikasihi.

Mencintai Tuhan tidaklah dilarang dalam Islam, bahkan dalam al-Qur'an terdapat ayat-ayatyang menggambarkan cinta Tuhan kepada hamba dan cinta hamba kepada Tuhan. Ayat 54 darisurat al-Maidah, "Allah akan mendatangkan suatu umat yang dicintai-Nya dan orang yangmencintai-Nya." Selanjutnya ayat 30 dari surat 'Ali Imran menyebutkan, "Katakanlah, jika kamucinta kepada Tuhan, maka turutlah Aku, dan Allah akan mencintai kamu."

Hadits juga menggambarkan cinta itu, seperti yang berikut, "Senantiasa hamba-Kumendekatkan diri kepada-Ku melalui ibadat sehingga Aku cinta kepadanya. Orang yang Ku-cintai, Aku menjadi pendengaran, penglihatan dan tangannya."

Sufi yang masyhur dalam sejarah tasawuf dengan pengalaman cinta adalah seorang wanitabernama Rabi'ah al-'Adawiah (713-801 M) di Basrah. Cintanya yang dalam kepada Tuhanmemalingkannya dari segala yang lain dari Tuhan. Dalam doanya, ia tidak meminta dijauhkandari neraka dan pula tidak meminta dimasukkan ke surga. Yang ia pinta adalah dekat kepadaTuhan. Ia mengatakan, "Aku mengabdi kepada Tuhan bukan karena takut kepada neraka, bukanpula karena ingin masuk surga, tetapi aku mengabdi karena cintaku kepada-Nya." Ia bermunajat,"Tuhanku, jika kupuja Engkau karena takut kepada neraka, bakarlah mataku karena Engkau,janganlah sembunyikan keindahan-Mu yang kekal itu dari pandanganku."

Page 6: TASAWUF

Sewaktu malam telah sunyi ia berkata, "Tuhanku, bintang di langit telah gemerlapan, mata-mata telah bertiduran, pintu-pintu istana telah dikunci, tiap pecinta telah berduaan dengan yangdicintainya, dan inilah aku berada di hadirat-Mu." Ketika fajar menyingsing ia dengan rasacemas mengucapkan, "Tuhanku, malam telah berlalu dan siang segera akan menampakkan diri.Aku gelisah, apakah Engkau terima aku sehingga aku bahagia, ataukah Engkau tolak sehinggaaku merasa sedih. Demi keMahakuasaan-Mu inilah yang akan kulakukan selama Engkau berihajat kepadaku. Sekiranya Engkau usir aku dari depan pintuMu, aku tidak akan bergerak, karenacintaku kepada-Mu telah memenuhi hatiku."

Pernah pula ia berkata, "Buah hatiku, hanya Engkaulah yang kukasihi. Beri ampunlahpembuat dosa yang datang ke hadiratMu, Engkau harapanku, kebahagiaan dari kesenanganku.Hatiku telah enggan mencintai selain Engkau." Begitu penuh hatinya dengan rasa cinta kepadaTuhan, sehingga ketika orang bertanya kepadanya, apakah ia benci kepada setan, ia menjawab,"Cintaku kepada Tuhan tidak meninggalkan ruang kosong di dalam hatiku untuk benci setan."

Cinta tulus Rabi'ah al-'Adawiah kepada Tuhan, akhirnya dibalas Tuhan, dan ini tertera darisyairnya yang berikut:

Kucintai Engkau dengan dua cinta,Cinta karena diriku dan cinta karena diri-Mu,Cinta karena diriku Membuat aku lupayang lain dan senantiasa menyebut nama-Mu,Cinta kepada diri-Mu,Membuat aku melihat Engkau karena Engkau bukakan hijab,Tiada puji bagiku untuk ini dan itu, Bagi-Mu-lah puji dan untuk itu semua.Rabi'ah al-'Adawiah, telah sampai ke stasion sesudah mahabbah, yaitu ma'rifah. Ia telah

melihat Tuhan dengan hati nuraninya. Ia telah sampai ke stasion yang menjadi idaman kaumsufi. Dengan kata lain, Rabi'ah al-'Adawiah telah benar-benar menjadi sufi.

Pengalaman ma'rifah, ditonjolkan oleh Zunnun al-Misri (w.860 M). Ma'rifah adalah anugerahTuhan kepada sufi yang dengan ikhlas dan sungguh-sungguh mencintai Tuhan. Karena cintaikhlas dan suci itulah Tuhan mengungkapkan tabir dari pandangan sufi dan dengan terbukanyatabir itu sufi pun dapat menerima cahaya yang dipancarkan Tuhan dan sufi pun melihatkeindahan-Nya yang abadi. Ketika Zunnun ditanya, bagaimana ia memperoleh ma'rifah, iamenjawab, "Aku melihat dan mengetahui Tuhan dengan Tuhan dan sekiranya tidak karenaTuhan aku tidak melihat dan tidak tahu Tuhan."

Yang dimaksud Zunnun ialah bahwa ia memperoleh ma'rifah karena kemurahan hati Tuhan.Sekiranya Tuhan tidak membukakan tabir dari mata hatinya, ia tidak akan dapat melihat Tuhan.Sebagaimana disebut dalam literatur tasawuf, sufi berusaha keras mendekatkan diri dari bawahdan Tuhan menurunkan rahmat-Nya dari atas. Juga dikatakan bahwa ma'rifah datang ketika cintasufi dari bawah dibalas Tuhan dari atas.

Dalam hubungan dengan Tuhan, sufi memakai alat bukan akal yang berpusat di kepala, tapiqalb atau kalbu (jantung) yang berpusat di dada. Kalbu mempunyai tiga daya, pertama, dayauntuk-mengetahui sifat-sifat Tuhan yang disebut qalb. Kedua, daya untuk mencintai Tuhan yangdisebut ruh. Ketiga daya untuk melihat Tuhan yang disebut sirr.

Sirr adalah daya terpeka dari kalbu dan daya ini keluar setelah sufi berhasil menyucikanjiwanya sesuci-sucinya. Dalam bahasa sufi, jiwa tak ubahnya sebagai kaca, yang kalausenantiasa dibersihkan dan digosok akan mempunyai daya tangkap yang besar. Demikian jugajiwa, makin lama ia disucikan dengan ibadat yang banyak, makin suci ia dan makin besar daya

Page 7: TASAWUF

tangkapnya, sehingga akhirnya dapat menangkap daya cemerlang yang dipancarkan Tuhan.Ketika itu sufi pun bergemilang dalam cahaya Tuhan dan dapat melihat rahasia-rahasia Tuhan.Karena itu al-Ghazali mengartikan ma'rifat, "Melihat rahasia-rahasia Tuhan dan mengetahuiperaturan-peraturan Tuhan tentang segala yang ada."

Kata ma'rifat memang mengandung arti pengetahuan. Maka, ma'rifat dalam tasawuf berartipengetahuan yang diperoleh langsung dari Tuhan melalui kalbu. Pengetahuan ini disebut ilmladunni. Ma'rifah berbeda dengan 'ilm. 'Ilm ini diperoleh melalui akal. Dalam pendapat al-Ghazali, pengetahuan yang diperoleh melalui kalbu, yaitu ma'rifah, lebih benar dari pengetahuanyang diperoleh melalui akal, yaitu 'ilm. Sebelum menempuh jalan tasawuf al-Ghazali diserangpenyakit syak. Tapi, menurut al-Ghazali, setelah mencapai ma'rifah, keyakinannya untukmemperoleh kebenaran ternyata melalui tasawuf, bukan filsafat.

Lebih jauh mengenai ma'rifah dalam literatur tasawuf dijumpai ungkapan berikut, pertama,kalau mata yang terdapat di dalam hati sanubari manusia terbuka, mata kepalanya akan tertutupdan ketika itu yang dilihatnya hanya Allah. Kedua, ma'rifah adalah cermin. Kalau sufi melihat kecermin itu yang akan dilihatnya hanyalah Allah. Ketiga, yang dilihat orang 'arif, baik sewaktutidur maupun sewaktu bangun hanyalah Allah. Keempat, sekiranya ma'rifah mengambil bentukmateri, cahaya yang disinarkannya gelap. Semua orang yang memandangnya akan mati karenatak tahan melihat kecemerlangan dan keindahannya.

Tetapi sufi yang dapat menangkap cahaya ma'rifah dengan mata hatinya akan dipenuhikalbunya dengan rasa cinta yang mendalam kepada Tuhan. Tidak mengherankan kalau sufimerasa tidak puas dengan stasion ma'rifah saja. Ia ingin berada lebih dekat lagi dengan Tuhan. Iaingin mengalami persatuan dengan Tuhan, yang di dalam istilah tasawuf disebut ittihad.Pengalaman ittihad ini ditonjolkan oleh Abu Yazid antara lain Bustami (w. 874 M). Ucapan-ucapan yang ditinggalkannya menunjukkan bahwa untuk mencapai ittihad diperlukan usaha yangkeras dan waktu yang lama. Seseorang pernah bertanya kepada Abu Yazid tentangperjuangannya untuk mencapai ittihad. Ia menjawab, "Tiga tahun," sedang umurnya waktu itutelah lebih dari tujuh puluh tahun. Ia ingin mengatakan bahwa dalam usia tujuh puluh tahunlah iabaru sampai ke stasion ittihad.

Sebelum sampai ke ittihad, seorang sufi harus terlebih dahulu mengalami fana' dan baqa'.Yang dimaksud dengan fana' adalah hancur sedangkan baqa' berarti tinggal. Sesuatu didalam dirisufi akan fana atau hancur dan sesuatu yang lain akan baqa atau tinggal. Dalam literatur tasawufdisebutkan, orang yang fana dari kejahatan akan baqa (tinggal) ilmu dalam dirinya; orang yangfana dari maksiat akan baqa (tinggal) takwa dalam dirinya. Dengan demikian, yang tinggaldalam dirinya sifat-sifat yang baik. Sesuatu hilang dari diri sufi dan sesuatu yang lain akantimbul sebagai gantinya. Hilang kejahilan akan timbul ilmu. Hilang sifat buruk akan timbul sifatbaik. Hilang maksiat akan timbul takwa.

Untuk sampai ke ittihad, sufi harus terlebih dahulu mengalami al-fana' 'an al-nafs, dalam artilafdzi kehancuran jiwa. Yang dimaksud bukan hancurnya jiwa sufi menjadi tiada, tapikehancurannya akan menimbulkan kesadaran sufi terhadap diri-Nya. Inilah yang disebut kaumsufi al-fana' 'an al-nafs wa al-baqa, bi 'l-Lah, dengan arti kesadaran tentang diri sendiri hancurdan timbullah kesadaran diri Tuhan. Di sini terjadilah ittihad, persatuan atau manunggal denganTuhan.

Mengenai fana', Abu Yazid mengatakan, "Aku mengetahui Tuhan melalui diriku hingga akuhancur, kemudian aku mengetahui-Nya melalui diri-Nya dan akupun hidup. Sedangkanmengenai fana dan baqa', ia mengungkapkan lagi, "Ia membuat aku gila pada diriku hingga aku

Page 8: TASAWUF

mati. Kemudian Ia membuat aku gila kepada diri-Nya, dan akupun hidup." Lalu, diapun berkatalagi, "Gila pada diriku adalah fana' dan gila pada diri-Mu adalah baqa' (kelanjutan hidup)."

Dalam menjelaskan pengertian fana', al-Qusyairi menulis, "Fananya seseorang dari dirinyadan dari makhluk lain terjadi dengan hilangnya kesadaran tentang dirinya dan makhluk lain.Sebenarnya dirinya tetap ada, demikian pula makhluk lain, tetapi ia tak sadar lagi pada dirimereka dan pada dirinya. Kesadaran sufi tentang dirinya dan makhluk lain lenyap dan pergi kedalam diri Tuhan dan terjadilah ittihad."

Ketika sampai ke ambang pintu ittihad dari sufi keluar ungkapan-ungkapan ganjil yang dalamistilah sufi disebut syatahat (ucapan teopatis). Syatahat yang diucapkan Abu Yazid, antara lain,sebagai berikut, "Manusia tobat dari dosanya, tetapi aku tidak. Aku hanya mengucapkan, tiadaTuhan selain Allah."

Abu Yazid tobat dengan lafadz syahadat demikian, karena lafadz itu menggambarkan Tuhanmasih jauh dari sufi dan berada di belakang tabir. Abu Yazid ingin berada di hadirat Tuhan,berhadapan langsung dengan Tuhan dan mengatakan kepadaNya: Tiada Tuhan selain Engkau.

Dia juga mengucapkan, "Aku tidak heran melihat cintaku pada-Mu, karena aku hanyalahhamba yang hina. Tetapi aku heran melihat cinta-Mu padaku, karena Engkau adalah Raja MahaKuasa."

Kara-kata ini menggambarkan bahwa cinta mendalam Abu Yazid telah dibalas Tuhan. Lalu,dia berkata lagi, "Aku tidak meminta dari Tuhan kecuali Tuhan."

Seperti halnya Rabi'ah yang tidak meminta surga dari Tuhan dan pula tidak memintadijauhkan dari neraka dan yang dikehendakinya hanyalah berada dekat dan bersatu denganTuhan. Dalam mimpi ia bertanya, "Apa jalannya untuk sampai kepadaMu?"

Tuhan menjawab, "Tinggalkan dirimu dan datanglah." Akhirnya Abu Yazid denganmeninggalkan dirinya mengalami fana, baqa' dan ittihad.

Masalah ittihad, Abu Yazid menggambarkan dengan kata-kata berikut ini, "Pada suatu ketikaaku dinaikkan kehadirat Tuhan dan Ia berkata, Abu Yazid, makhluk-Ku ingin melihat engkau.Aku menjawab, kekasih-Ku, aku tak ingin melihat mereka. Tetapi jika itu kehendak-Mu, aku takberdaya menentang-Mu. Hiasilah aku dengan keesaan-Mu, sehingga jika makhluk-Mu melihataku, mereka akan berkata, telah kami lihat Engkau. Tetapi yang mereka lihat sebenarnya adalahEngkau, karena ketika itu aku tak ada di sana."

Dialog antara Abu Yazid dengan Tuhan ini menggambarkan bahwa ia dekat sekali denganTuhan. Godaan Tuhan untuk mengalihkan perhatian Abu Yazid ke makhluk-Nya ditolak AbuYazid. Ia tetap meminta bersatu dengan Tuhan. Ini kelihatan dari kata-katanya, "Hiasilah akudengan keesaan-Mu." Permintaan Abu Yazid dikabulkan Tuhan dan terjadilah persatuan,sebagaimana terungkap dari kata-kata berikut ini, "Abu Yazid, semuanya kecuali engkau adalahmakhluk-Ku." Akupun berkata, aku adalah Engkau, Engkau adalah aku dan aku adalah Engkau."

Dalam literatur tasawuf disebut bahwa dalam ittihad, yang satu memanggil yang lain dengankata-kata: Ya ana (Hai aku). Hal ini juga dialami Abu Yazid, seperti kelihatan dalam ungkapanselanjutnya, "Dialog pun terputus, kata menjadi satu, bahkan seluruhnya menjadi satu. Maka Iapun berkata kepadaku, "Hai Engkau, aku menjawab melalui diri-Nya "Hai Aku." Ia berkatakepadaku, "Engkaulah Yang Satu." Aku menjawab, "Akulah Yang Satu." Ia berkata lagi,"Engkau adalah Engkau." Aku menjawab: "Aku adalah Aku."

Yang penting diperhatikan dalam ungkapan diatas adalah kata-kata Abu Yazid "Akumenjawab melalui diriNya" (Fa qultu bihi). Kata-kata bihi -melalui diri-Nya- menggambarkanbersatunya Abu Yazid dengan Tuhan, rohnya telah melebur dalam diri Tuhan. Ia tidak ada lagi,

Page 9: TASAWUF

yang ada hanyalah Tuhan. Maka yang mengatakan "Hai Aku Yang Satu" bukan Abu Yazid,tetapi Tuhan melalui Abu Yazid.

Dalam arti serupa inilah harus diartikan kata-kata yang diucapkan lidah sufi ketika beradadalam ittihad yaitu kata-kata yang pada lahirnya mengandung pengakuan sufi seolah-olah iaadalah Tuhan. Abu Yazid, seusai sembahyang subuh, mengeluarkan kata-kata, "Maha Suci Aku,Maha Suci Aku, Maha Besar Aku, Aku adalah Allah. Tiada Allah selain Aku, maka sembahlahAku."

Dalam istilah sufi, kata-kata tersebut memang diucapkan lidah Abu Yazid, tetapi itu tidakberarti bahwa ia mengakui dirinya Tuhan. Mengakui dirinya Tuhan adalah dosa terbesar, dansebagaimana dilihat pada permulaan makalah ini, agar dapat dekat kepada Tuhan, sufi haruslahbersih bukan dari dosa saja, tetapi juga dari syubhat. Maka dosa terbesar tersebut diatas akanmembuat Abu Yazid jauh dari Tuhan dan tak dapat bersatu dengan Dia. Maka dalam pengertiansufi, kata-kata diatas betul keluar dari mulut Abu Yazid. Dengan kata lain, Tuhanlah yangmengaku diri-Nya Allah melalui lidah Abu Yazid. Karena itu dia pun mengatakan, "Pergilah,tidak ada di rumah ini selain Allah Yang Maha Kuasa. Di dalam jubah ini tidak ada selainAllah."

Yang mengucapkan kata-kata itu memang lidah Abu Yazid, tetapi itu tidak mengandungpengakuan Abu Yazid bahwa ia adalah Tuhan. Itu adalah kata-kata Tuhan yang diucapkanmelalui lidah Abu Yazid.

Sufi lain yang mengalami persatuan dengan Tuhan adalah Husain Ibn Mansur al-Hallaj(858-922 M), yang berlainan nasibnya dengan Abu Yazid. Nasibnya malang karena dijatuhihukuman bunuh, mayatnya dibakar dan debunya dibuang ke sungai Tigris. Hal ini karena diamengatakan, "Ana 'l-Haqq (Akulah Yang Maha Benar).

Pengalaman persatuannya dengan Tuhan tidak disebut ittihad, tetapi hulul. Kalau Abu Yazidmengalami naik ke langit untuk bersatu dengan Tuhan, al-Hallaj mengalami persatuannyadengan Tuhan turun ke bumi. Dalam literatur tasawuf hulul diartikan, Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk bersemayam didalamnya dengan sifat-sifat ketuhanannya, setelahsifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dihancurkan.

Di sini terdapat juga konsep fana, yang dialami Abu Yazid dalam ittihad sebelum tercapaihulul. Menurut al-Hallaj, manusia mempunyai dua sifat dasar: nasut (kemanusiaan) dan lahut(ketuhanan). Demikian juga Tuhan mempunyai dua sifat dasar, lahut (ketuhanan) dan nasut(kemanusiaan). Landasan bahwa Tuhan dan manusia sama-sama mempunyai sifat diambil darihadits yang menegaskan bahwa Tuhan menciptakan Adam sesuai dengan bentuk-Nya.

Hadits ini mengandung arti bahwa didalam diri Adam ada bentuk Tuhan dan itulah yangdisebut lahut manusia. Sebaliknya didalam diri Tuhan terdapat bentuk Adam dan itulah yangdisebut nasut Tuhan. Hal ini terlihat jelas pada syair al-Hallaj sebagai berikut:

Maha Suci Diri Yang Sifat kemanusiaan-NyaMembukakan rahasia cahaya ketuhanan-Nya yang gemilangKemudian kelihatan bagi makhluk-Nya dengan nyataDalam bentuk manusia yang makan dan minumDengan membersihkan diri malalui ibadat yang banyak dilakukan, nasut manusia lenyap dan

muncullah lahut-nya dan ketika itulah nasut Tuhan turun bersemayam dalam diri sufi danterjadilah hulul.

Hal itu digambarkan al-Hallaj dalam syair berikut ini:

Page 10: TASAWUF

Jiwa-Mu disatukan dengan jiwakuSebagaimana anggur disatukan dengan air suciJika Engkau disentuh, aku disentuhnya pulaMaka, ketika itu -dalam tiap hal- Engkau adalah aku.

Hulul juga digambarkan dalam syair berikut:Aku adalah Dia yang kucintaiDan Dia yang kucintai adalah aku,Kami adalah dua jiwa yang menempati satu tubuh,Jika Engkau lihat aku, engkau lihat Dia,Dan jika engkau lihat Dia, engkau lihat Kami.

Ketika mengalami hulul yang digambarkan diatas itulah lidah al-Hallaj mengucapkan, "Ana'l-Haqq (Akulah Yang Maha Benar). Tetapi sebagaimana halnya dengan Abu Yazid, ucapanitu tidak mengandung arti pengakuan al-Hallaj dirinya menjadi Tuhan. Kata-kata itu adalahkata-kata Tuhan yang Ia ucapkan melalui lidah al-Hallaj. Sufi yang bernasib malang inimengatakan,"Aku adalah rahasia Yang Maha Benar,Yang Maha Benar bukanlah Aku,Aku hanya satu dari yang benar,Maka bedakanlah antara kami."Syatahat atau kata-kata teofani sufi seperti itu membuat kaum syari'at menuduh sufi telahmenyeleweng dari ajaran Islam dan menganggap tasawuf bertentangan dengan Islam. Kaumsyari'at yang banyak terikat kepada formalitas ibadat, tidak menangkap pengalaman sufi yangmementingkan hakekat dan tujuan ibadat, yaitu mendekatkan diri sedekat mungkin kepadaTuhan.Dalam sejarah Islam memang terkenal adanya pertentangan keras antara kaum syari'at dankaum hakekat, gelar yang diberikan kepada kaum sufi. Pertentangan ini mereda setelah al-Ghazali datang dengan pengalamannya bahwa jalan sufilah yang dapat membawa orang kepadakebenaran yang menyakinkan. Al-Ghazali menghalalkan tasawuf sampai tingkat ma'rifah,sungguhpun ia tidak mengharamkan tingkat fana', baqa, dan ittihad. Ia tidak mengkafirkan AbuYazid dan al-Hallaj, tapi mengkafirkan al-Farabi dan Ibn Sina.Kalau filsafat, setelah kritik al-Ghazali dalam bukunya Tahafut al-Falasifah, tidakberkembang lagi di dunia Islam Sunni, tasawuf sebaliknya banyak diamalkan, bahkan olehsyariat sendiri. Dalam perkembangan selanjutnya, setelah pengalaman persatuan manusiadengan Tuhan yang dibawa al-Bustami dalam ittihad dan al-Hallaj dalam hulul, Muhy al-Din Ibn 'Arabi (1165-1240) membawa ajaran kesatuan wujud makhluk dengan Tuhan dalamwahdat al-wujud.Lahut dan nasut, yang bagi al-Hallaj merupakan dua hal yang berbeda, ia satukan menjadi duaaspek. Dalam pengalamannya, tiap makhluk mempunyai dua aspek. Aspek batin yangmerupakan esensi, disebut al-haqq, dan aspek luar yang merupakan aksiden disebut al-khalq.Semua makhluk dalam aspek luarnya berbeda, tetapi dalam aspek batinnya satu, yaitu al-haqq.Wujud semuanya satu, yaitu wujud al-haqq.Tuhan, sebagaimana disebut dalam Hadits yang telah dikutip pada permulaan, pada awalnyaadalah "harta" tersembunyi, kemudian Ia ingin dikenal maka diciptakan-Nya makhluk, danmelalui makhluklah Ia dikenal. Maka, alam sebagai makhluk, adalah penampakan diri atautajalli dari Tuhan. Alam sebagai cermin yang didalamnya terdapat gambar Tuhan. Dengan kata

Page 11: TASAWUF

lain, alam adalah bayangan Tuhan. Sebagai bayangan, wujud alam tak akan ada tanpa wujudTuhan. Wujud alam tergantung pada wujud Tuhan. Sebagai bayangan, wujud alam bersatudengan wujud Tuhan dalam ajaran wahdat al-wujud.Yang ada dalam alam ini kelihatannya banyak tetapi pada hakekatnya satu. Keadaan ini takubahnya sebagai orang yang melihat dirinya dalam beberapa cermin yang diletakkan disekelilingnya. Di dalam tiap cermin, ia lihat dirinya. Di dalam cermin, dirinya kelihatanbanyak, tetapi pada hakekatnya dirinya hanya satu. Yang lain dan yang banyak adalahbayangannya.Oleh karena itu ada orang yang mengidentikkan ajaran wahdat al-wujud Ibn Arabi denganpanteisme dalam arti bahwa yang disebut Tuhan adalah alam semesta. Jelas bahwa Ibn Arabitidak mengidentikkan alam dengan Tuhan. Bagi Ibn Arabi, sebagaimana halnya dengan sufi-sufi lainnya, Tuhan adalah transendental dan bukan imanen. Tuhan berada di luar dan bukandi dalam alam. Alam hanya merupakan penampakan diri atau tajalli dari Tuhan.Ajaran wahdat al-wujud dengan tajalli Tuhan ini selanjutnya membawa pada ajaran al-Insanal-Kamil yang dikembangkan terutama oleh Abd al-Karim al-Jilli (1366-1428). Dalampengalaman al-Jilli, tajalli atau penampakan diri Tuhan mengambil tiga tahap tanazul(turun), ahadiah, Huwiah dan Aniyah.Pada tahap ahadiah, Tuhan dalam keabsolutannya baru keluar dari al-'ama, kabut kegelapan,tanpa nama dan sifat. Pada tahap hawiah nama dan sifat Tuhan telah muncul, tetapi masih dalambentuk potensial. Pada tahap aniah, Tuhan menampakkan diri dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya pada makhluk-Nya. Di antara semua makhluk-Nya, pada diri manusia Iamenampakkan diri-Nya dengan segala sifat-Nya.Sungguhpun manusia merupakan tajalli atau penampakan diri Tuhan yang paling sempurnadiantara semua makhluk-Nya, tajalli-Nya tidak sama pada semua manusia. Tajalli Tuhanyang sempurna terdapat dalam Insan Kamil. Untuk mencapai tingkat Insan Kamil, sufimesti mengadakan taraqqi (pendakian) melalui tiga tingkatan: bidayah, tawassut dankhitam.Pada tingkat bidayah, sufi disinari oleh nama-nama Tuhan, dengan kata lain, pada sufi yangdemikian, Tuhan menampakkan diri dalam nama-nama-Nya, seperti Pengasih, Penyayang dansebagainya (tajalli fi al-asma). Pada tingkat tawassut, sufi disinari oleh sifat-sifat Tuhan, sepertihayat, ilmu, qudrat dll. Dan Tuhan ber-tajalli pada sufi demikian dengan sifat-sifat-Nya.Pada tingkat khitam, sufi disinari dzat Tuhan yang dengan demikian sufi tersebut ber-tajallidengan dzat-Nya. Pada tingkat ini sufi pun menjadi Insan Kamil. Ia menjadi manusiasempurna, mempunyai sifat ketuhanan dan dalam dirinya terdapat bentuk (shurah) Allah.Dialah bayangan Tuhan yang sempurna. Dan dialah yang menjadi perantara antara manusiadan Tuhan. Insan Kamil terdapat dalam diri para Nabi dan para wali. Di antara semuanya,Insan Kamil yang tersempurna terdapat dalam diri Nabi Muhammad.Demikianlah, tujuan sufi untuk berada sedekat mungkin dengan Tuhan akhirnya tercapaimalalui ittihad serta hulul yang mengandung pengalaman persatuan roh manusia dengan rohTuhan dan melalui wahdat al-wujud yang mengandung arti penampakan diri atau tajalliTuhan yang sempurna dalam diri Insan Kamil.Sementara itu tasawuf pada masa awal sejarahnya mengambil bentuk tarekat, dalam artiorganisasi tasawuf, yang dibentuk oleh murid-murid atau pengikut-pengikut sufi besar untukmelestarikan ajaran gurunya. Di antara tarekat-tarekat besar yang terdapat di Indonesia adalahQadiriah yang muncul pada abad ke-13 Masehi untuk melestarikan ajaran Syekh Abdul

Page 12: TASAWUF

Qadir Jailani (w. 1166 M), Naqsyabandiah, muncul pada abad ke-14 bagi pengikutBahauddin Naqsyabandi (w. 1415 M), Syattariah, pengikut Abdullah Syattar (w. 1415 M),dan Tijaniah yang muncul pada abad ke-19 di Marokko dan Aljazair. Tarekat-tarekatbesar lain diantaranya adalah Bekhtasyiah di Turki, Sanusiah di Libia, Syadziliah diMarokko, Mesir dan Suria, Mawlawiah (Jalaluddin Rumi) di Turki, dan Rifa'iah di Irak, Suriadan Mesir.Dalam tarekat, ajaran-ajaran sufi besar tersebut terkadang diselewengkan, sehingga tarekatmenyimpang dari tujuan sebenarnya dari sufi untuk menyucikan diri dan berada dekat denganTuhan. Tarekat ada yang telah menyalahi ajaran dasar sufi dan syari'at Islam, sehinggatimbullah pertentangan antara kaum syari'at dan kaum tarekat.Sementara itu ada pula tarekat yang menekankan pentingnya kehidupan rohani danmengabaikan kehidupan duniawi, dan disamping itu menekankan ajaran tawakal sufi,sehingga mengabaikan usaha. Dengan kata lain, yang dikembangkan tarekat adalah orientasiakhirat dan sikap tawakal.Perlu ditegaskan bahwa sampai permulaan abad ke-20, tarekat mempunyai pengaruh besardalam masyarakat Islam. Karena pengaruh besar itu, orang-orang yang ingin mendapatdukungan dari masyarakat menjadi anggota tarekat. Di Turki Usmani, tentara menjadianggota tarekat Bekhtasyi dan dalam perlawanan mereka terhadap pembaharuan yangdiadakan sultan-sultan, mereka mendapat sokongan dari tarekat Bekhtasyi dan para ulamaTurki.Karena pengaruh besar dalam masyarakat itu orientasi akhirat dan sikap tawakal berkembang dikalangan umat Islam yang bekas-bekasnya masih ada pada kita sampai sekarang. Untuk itutidak mengherankan kalau pemimpin-pemimpin pembaharuan dalam Islam sepertiJamaluddin Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan terutama Kamal Ataturkmemandang tarekat sebagai salah satu faktor yang membawa kepada kemunduran umatIslam.Dalam pada itu dunia dewasa ini dilanda oleh materialisme yang menimbulkan berbagaimasalah sosial yang pelik. Banyak orang mengatakan bahwa dalam menghadapi meterialismeyang melanda dunia sekarang, perlu dihidupkan kembali spiritualisme. Disini tasawufdengan ajaran kerohanian dan akhlak mulianya dapat memainkan peranan penting. Tetapiuntuk itu yang perlu ditekankan tarekat dalam diri para pengikutnya adalah penyucian diridan pembentukan akhlak mulia disamping kerohanian dengan tidak mengabaikankehidupan keduniaan.Pada akhir-akhir ini memang kelihatan gejala orang-orang di Barat yang bosan hidupkematerian lalu mencari hidup kerohanian di Timur. Ada yang pergi ke kerohanian dalamagama Buddha, ada ke kerohanian dalam agama Hindu dan tak sedikit pula yang mengikutikerohanian dalam agama Islam, umpamanya aliran Subud di Jakarta.Dalam hubungan itu kira-kira 30 tahun lalu, A.J. Arberry dalam bukunya Sufism menulisbahwa Muslim dan bukan Muslim adalah makhluk Tuhan yang satu. Oleh karena itu bukanlahtidak pada tempatnya bagi seorang Kristen untuk mempelajari ajaran-ajaran sufi yang telahmeninggalkan pengaruh besar dalam kehidupan umat Islam dan bersama-sama dengan orangIslam menggali kembali ajaran-ajaran sufi yang akan dapat memenuhi kebutuhan orang yangmencari nilai-nilai kerohanian dan moral zaman yang penuh kegelapan dan tantangan sepertisekarang.

Page 13: TASAWUF

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Arberry, A.J., Sufism, London, George Allan and Unwin Ltd., 1963.Badawi, A.R., Syatahat al-Sufiah, Cairo, al-Nahdah al-Misriah, 1949.Corbin, H., Histoire de la Philosophie Islamique, Paris, Gallimard, 1964.

--------------------------------------------Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam SejarahEditor: Budhy Munawar-RachmanPenerbit Yayasan ParamadinaJln. Metro Pondok IndahPondok Indah Plaza I Kav. UA 20-21Jakarta SelatanTelp. (021) 7501969, 7501983, 7507173Fax. (021) 7507174