Tanaman Transgenik Bagi Ketahanan Pangan Dalam Konteks ...
-
Upload
truongtruc -
Category
Documents
-
view
232 -
download
0
Transcript of Tanaman Transgenik Bagi Ketahanan Pangan Dalam Konteks ...
PAS Study Week, Vatican City, 15-19 Mei 2009
Tanaman Transgenik Bagi Ketahanan
Pangan Dalam Konteks Pembangunan
Sebuah studi mingguan berjudul ‘Tanaman Transgenik bagi Ketahanan Pangan dalam Konteks Pengembangan’
dilakukan dengan dukungan dari Pontifical Academy of Sciences yang bermarkas di Casina Pio IV di Vatican
dari 15 sampai 19 Mei 2009. Selama pertemuan tersebut, kami mensurvei kemajuan-kemajuan terkini dalam
pemahaman ilmiah dari varietas-varietas terbaru tanaman rekayasa genetika, dan juga kondisi sosial dimana
teknologi rekayasa genetika dapat dibuat tersedia untuk perbaikan pertanian secara umum dan terutama bagi
keuntungan yang miskin dan rentan. Semangat para peserta diinspirasi oleh pendekatan yang sama terhadap
teknologi yang diungkapkan
Benedict XVI dalam Ensiklik baru, yang utamanya bahwa ‘Teknologi merupakan sisi obyektif dari tindakan
manusia (1) 1 yang asal dan dasar pemikiran ditemukan dalam elemen subyektif: pekerja sendiri. Untuk alasan
ini, teknologi bukanlah semata-mata teknologi. Teknologi mengungkapkan manusia dan aspirasinya terhadap
perkembangan, mengekspresikan perhatian yang mendorongnya secara bertahap untuk mengatasi
keterbatasan materi. ‘Teknologi, dalam pengertian ini, merupakan suatu tanggapan atas perintah Tuhan untuk
mengusahakan dan memelihara tanah (Gen 2:15) bahwa ia telah menitipkan kepada manusia, dan harus
berfungsi untuk memperkuat perjanjian antara manusia dan lingkungan, sebuah perjanjian yang harus
mencerminkan cinta kreatif Tuhan’. (2)
Kesimpulan Ilmiah Penting
Kami menegaskan kembali kesimpulan-kesimpulan penting dari Studi Dokumen mengenai Penggunaan
“Tanaman Pangan Rekayasa Genetika” untuk Memerangi Kelaparan di Dunia’, yang dikeluarkan di akhir Sesi
Pleno Peringatan ‘Sains dan Masa Depan Umat Manusia’, 10-13 November 2000. Berikut ini yang dirangkum
dan diperbarui:
1. Lebih dari 1 miliar populasi dunia dari 6,8 miliar orang kini kekurangan makan, sebuah kondisi yang
benar-benar membutuhkan pengembangan sistem pertanian dan teknologi baru.
2. Perkiraan penambahan 2 – 2,5 miliar orang untuk mencapai perkiraan total 9 miliar orang pada tahun
2050 menambah desakan atas permasalahan ini.
3. Konsekuensi yang diperkirakan akibat perubahan iklim dan penurunan yang terkait ketersediaan air
bagi pertanian juga akan mempengaruhi kemampuan kita untuk memberi makan populasi dunia yang
terus berkembang.
4. Pertanian, seperti yang saat ini dipraktekkan tidak berkelanjutan, dibuktikan dengan kehilangan
besar-besaran lapisan tanah atas dan tingginya aplikasi pestisida yang tak dapat diterima di sebagian
besar belahan dunia.
5. Aplikasi rekayasa genetika dan teknik molekuler modern lainnya yang tepat dalam pertanian
berkontribusi terhadap penyelesaian beberapa tantangan ini.
6. Tidak ada yang hakiki mengenai penggunaan teknologi rekayasa genetika untuk perbaikan tanaman
yang akan mengakibatkan tanaman itu sendiri atau produk makanan yang dihasilkan tidak aman.
7. Komunitas ilmiah seharusnya bertanggungjawab atas riset dan pengembangan yang mengarah pada
kemajuan dalam produktivitas pertanian, dan juga harus berupaya keras untuk melihat bahwa
keuntungan terkait kemajuan-kemajuan semacam itu bertambah demi kepentingan orang miskin
serta mereka yang berada di negara maju yang saat ini menikmati standar hidup yang relatif tinggi.
8. Upaya khusus perlu dilakukan untuk memberikan akses bagi para petani di negara berkembang ke
varietas tanaman unggul rekayasa genetika yang diadaptasi ke kondisi lokal mereka.
9. Riset pengembangan tanaman unggul seperti itu perlu menaruh perhatian khusus atas kebutuhan
lokal dan varietas tanaman dan untuk kemampuan tiap-tiap negara mengadaptasi tradisinya, warisan
sosial serta praktek-praktek administratif demi mencapai keberhasilan introduksi tanaman rekayasa
genetika.
Bukti Lebih lanjut
Dikarenakan persiapan dari dokumen studi sebelumnya, bukti yang ditujukan bagi standar tinggi dari peer
review ilmiah yang cermat, dan sejumlah besar pengalaman di dunia nyata, telah mengumpulkan mengenai
pengembangan, aplikasi dan pengaruh dari teknologi rekayasa genetika. Sepanjang studi mingguan kami
meninjau bukti ini dan sampai pada kesimpulan sebagai berikut:
1. Teknologi rekayasa genetika yang digunakan dengan tepat dan bertanggungjawab, dalam banyak
situasi dapat memberikan kontribusi penting bagi produktivitas pertanian melalui perbaikan tanaman,
meliputi peningkatan hasil tanaman dan kualitas nutrisi, dan peningkatan ketahanan terhadap hama
serta perbaikan toleransi terhadap kekeringan dan bentuk lain dari stres lingkungan. Perbaikan-
perbaikan ini diperlukan diseluruh dunia guna membantu meningkatkan keberlanjutan dan
produktivitas pertanian.
2. Perbaikan genetika dari tanaman budidaya dan ornamental tersebut menghadirkan sebuah teknik
panjang dan berkelanjutan yang dapat diprediksi dan lebih tepat. Seperti yang disimpulkan National
Research Council Amerika dalam sebuah laporan di tahun 1989: ‘Sebagaimana metode molekuler
lebih spesifik, para pengguna metode-metode ini akan lebih yakin mengenai sifat yang mereka
masukkan kedalam tanaman dan oleh karenanya kurang bertanggungjawab untuk menghasilkan efek
yang tidak diinginkan dibandingkan metode lainnya dari pemuliaan tanaman’.
3. Keuntungan telah memberi arti penting di negara-negara seperti Amerika, Argentina, India, Cina dan
Brazil, dimana tanaman rekayasa genetika ditanam secara luas.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
4. Produk rekayasa genetika (PRG) juga dapat sangat berarti bagi para petani sumberdaya miskin dan
para anggota yang rentan dari komunitas pertanian miskin, terutama wanita dan anak-anak. Kapas
dan jagung rekayasa genetika tahan serangga, khususnya, telah sangat mengurangi penggunaan
pestisida (dan oleh karenanya meningkatkan keamanan pertanian) serta berkontribusi penting untuk
hasil yang lebih tinggi, pendapatan rumah tangga lebih tinggi dan angka kemiskinan lebih rendah (dan
juga keracunan lebih rendah dengan pestisida kimia) dalam sektor pertanian khusus di beberapa
negara berkembang, termasuk India, Cina, Afrika Selatan dan Filipina.
5. Introduksi ketahanan herbisida yang ramah lingkungan dan tidak mahal pada tanaman jagung,
kedelai, kanola dan tanaman lainnya merupakan sifat rekayasa genetika yang digunakan secara luas.
Hal itu telah meningkatkan hasil per hektar, menggantikan penyiangan manual dan telah
memfasilitasi input lebih rendah menghasilkan teknik pengolahan minimum (tanpa pengolahan) yang
telah menurunkan laju erosi tanah. Teknologi ini dapat secara khusus bermanfaat bagi para petani di
negara berkembang yang, untuk alasan usia atau penyakit, tidak dapat berhubungan dengan
pengendalian gulma manual tradisional.
Ada banyak istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses yang terlibat dalam pemuliaan tanaman. Semua
organisme hidup terdiri dari sel dimana terkandung gen didalamnya, yang memberikan mereka karakteristik yang
berbeda. Susunan gen lengkap (genotipe) disandi dalam DNA dan disebut sebagai genom; ini merupakan informasi
hereditas yang diwariskan tetua ke keturunannya. Semua pemuliaan tanaman dan tentu saja semua evolusi, melibatkan
perubahan genetika atau modifikasi yang diikuti oleh seleksi karakteristik menguntungkan diantara keturunannya.
Sebagian besar perubahan ke fenotipe tanaman atau sifat yang dapat diamati (seperti struktur fisiknya, perkembangan,
kekayaan biokimia dan nutrisinya) dihasilkan dari perubahan genotipenya. Pemuliaan tanaman secara konvensional
memanfaatkan pengubahan gen acak diantara spesies yang sangat dekat dan kompatibel secara seksual, seringkali
dengan konsekuensi tak terduga dan selalu dengan detail perubahan genetika yang belum terjelajahi. Pada pertengahan
abad kedua puluh hal ini dilengkapi oleh pemuliaan mutagenesis, perlakuan benih acak atau keseluruhan tanaman
dengan bahan kimia mutagenik atau radiasi energi tinggi dengan harapan menghasilkan perbaikan fenotipe; ini juga
memunculkan konsekuensi genetika yang tak terduga dan belum diselidiki dimana pemulia tanaman menyeleksi sifat-
sifat yang menguntungkan. Baru-baru ini, beberapa teknik telah dikembangkan yang memperbolehkan transfer gen-gen
spesifik, teridentifikasi dan terkarakteristik dengan baik, atau kelompok kecil gen-gen yang memberikan sifat-sifat
tertentu, disertai oleh sebuah analisis tepat dari hasil fenotipe dan genotipe: kategori terakhir ini disebut ‘transgenesis’
(dikarenakan gen-gen ditransfer dari donor ke resipien) atau ‘rekayasa genetika’ (disingkat menjadi RG dalam laporan
ini), namun, dalam kenyataannya, istilah ini diberikan bagi semua prosedur pemuliaan.
6. Teknologi rekayasa genetika dapat memerangi defisiensi nutrisi melalui modifikasi yang menyediakan
mikro nutrisi penting. Sebagai contoh, studi ‘Golden Rice’ biofortifikasi yang mengandung vitamin A
telah menunjukkan bahwa standar diet harian yang mengandung padi biofortifikasi ini akan cukup
untuk mencegah defisiensi vitamin.
7. Aplikasi teknologi RG untuk ketahanan serangga telah mengawali suatu penurunan dalam
penggunaan insektisida kimia, mengurangi biaya dari beberapa input pertanian serta memperbaiki
kesehatan para pekerja pertanian. Hubungan ini utamanya penting di wilayah seperti negara-negara
Eropa, dimana aplikasi insektisida lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya, yang dapat
membahayakan ekosistem secara umum dan kesehatan manusia.
8. Teknologi RG dapat menekan praktek pengolahan tanah mekanis yang berbahaya, memakan energi,
meningkatkan keragaman biologi dan melindungi lingkungan, sebagian dengan mengurangi pelepasan
CO2, gas rumah kaca antropogenik yang paling penting, kedalam lingkungan.
9. Prediksi dampak perubahan iklim memperkuat kebutuhan pemanfaatan rekayasa genetika dibarengi
dengan teknik-teknik pemuliaan lainnya secara layak dan sadar, sehingga sifat-sifat seperti toleransi
kekeringan dan banjir dapat dimasukkan kedalam tanaman pangan utama di semua wilayah
secepatnya.
10. Teknologi RG telah meningkatkan hasil tanaman para petani miskin dan ada bukti peningkatan
pendapatan dan kesempatan kerja sehingga tidak akan terjadi sebaliknya.
11. Mahalnya pengawasan regulasi teknologi RG harus dapat dipertahankan secara ilmiah dan berbasis
risiko. Hal ini berarti bahwa regulasi harus berdasar pada sifat-sifat utama dari varietas tanaman baru
bukan berarti teknologi yang digunakan untuk menghasilkannya.
12. Pengkajian risiko harus mempertimbangkan tidak hanya potensi risiko dari penggunaan suatu jenis
varietas tanaman baru, tapi juga alternatif risiko jika varietas khusus itu tidak tersedia.
13. Upaya sektor publik penting saat ini sedang berlangsung demi menghasilkan varietas atau galur
unggul rekayasa singkong, ubi jalar, padi, jagung, pisang, sorghum dan tanaman tropis utama lainnya
yang akan bermanfaat langsung bagi orang miskin. Usaha-usaha ini perlu benar-benar didorong.
14. Besarnya tantangan yang dihadapi dunia miskin dan kekurangan nutrisi harus ditangani sebagai hal
yang mendesak. Defisiensi nutrisi tiap tahun menyebabkan penyakit dan kematian yang dapat
dicegah. Tingginya harga pangan saat ini diseluruh dunia telah mengungkap kerentanan orang miskin
terhadap persaingan untuk mendapatkan sumberdaya. Dalam konteks ini, manfaat yang dihasilkan
hilang selamanya.
15. Dengan penemuan ilmiah ini, ada sebuah desakan moral untuk memanfaatkan teknologi RG yang
tersedia pada skala yang lebih luas bagi populasi miskin dan rentan yang menginginkannya dan
mengenai hal itu akan memungkinkan mereka meningkatkan standar hidupnya, memperbaiki
kesehatannya serta melindungi lingkungannya
Secara umum, aplikasi teknologi RG telah menunjukkan arti pentingnya bagi perbaikan produktivitas
pertanian diseluruh dunia, tapi itu hanya satu bagian dari apa yang harus menjadi strategi multifaset.
Seperti yang telah diamati oleh Bapa Suci Benedict XVI: ‘akan sangat bermanfaat untuk
mempertimbangkan peluang-peluang baru yang terbuka melalui penggunaan teknik pertanian tradisional
yang tepat dan inovatif, selalu beranggapan bahwa hal-hal ini telah dipertimbangkan, setelah cukup
pengujian, menjadi layak, menghormati lingkungan dan memperhatikan kebutuhan mereka yang paling
kekurangan’. (3) Namun demikian, kami mengakui bahwa tidak semua perkembangan teknologi RG akan
merealisasikan janjinya, sebagaimana yang terjadi dengan teknologi manapun. Kita harus terus
mengevaluasi potensi kontribusi dari semua teknologi yang tepat, yang bersama dengan pemuliaan
tanaman konvensional dan strategi tambahan lainnya harus digunakan untuk memperbaiki ketahanan
pangan dan mengurangi kemiskinan untuk generasi mendatang. (4) Banyak diantaranya yang dapat
digunakan secara sinergis dengan teknologi-teknologi RG. Strategi yang meliputi retensi lapisan tanah atas
(topsoil) lewat tanpa pengolahan dan praktek konservasi lainnya, aplikasi pupuk yang tepat,
perkembangan jenis baru pupuk dan agrokimia yang ramah lingkungan, konservasi air, manajemen hama
terpadu, konservasi keragaman genetika, adopsi jenis baru tanaman dimana perbaikan tanaman yang ada
(terutama ‘orphan crops’ (5) untuk penggunaan lebih luas melalui investasi dan kemitraan publik-swasta.
Faktor lainnya dari kepentingan utama untuk meningkatkan keamanan pangan atau yang khususnya
penting bagi negara-negara miskin meliputi perbaikan dalam infrastruktur (transportasi, suplai listrik dan
fasilitas penyimpanan), pengembangan kemampuan dengan cara memberikan anjuran yang adil dan
berpengetahuan bagi para petani mengenai pemilihan benih melalui penyuluhan lokal, pengembangan
sistem keuangan dan asuransi yang adil serta lisensi kepemilikan teknologi. Namun, kesadaran bahwa
tidak ada solusi tunggal bagi permasalahan kemiskinan dan diskriminasi melawan orang miskin di banyak
wilayah tidak harus mencegah kita memanfaatkan varietas tanaman RG dimana mereka dapat
memberikan kontribusi yang tepat bagi keseluruhan solusi.
Debat Publik Lebih Luas
Teknologi RG telah menimbulkan ketertarikan dan debat masyarakat umum di seluruh dunia mengenai
kontribusi sains dalam menangani banyak tantangan di bidang kesehatan dan pangan yang dihadapi
masyarakat dalam abad pertama kedua puluh. Debat menyangkut kekuatan dan potensi peran serta berbagai
penggunaan yang dapat diterapkan diterima, tetapi diskusi tersebut harus didasarkan pada peer-review atau
sebaliknya informasi yang dapat diuji kebenarannya jika sains dan teknologi dengan tepat dievaluasi, diatur
dan disebarkan bagi kepentingan umat manusia. Tidak melakukan apapun bukanlah suatu opsi, begitu juga
dengan sains dan teknologi yang dapat diaktifkan atau dinonaktifkan seperti keran untuk memberikan solusi
bagi permasalahan yang timbul: Kalau ada, tugas sains adalah untuk meramalkan kemungkinan kerusakan agar
terhindar darinya dan mengamankan yang terbaik sebisa mungkin. Dalam konteks ini, ada enam wilayah
tindakan yang membutuhkan perhatian: pemahaman publik akan sains; kedudukan hak kekayaan intelektual,
peranan sektor publik; peranan masyarakat sipil; kerjasama antara pemerintah, organisasi internasional, dan
masyarakat sipil; serta pengawasan regulasi tepat yang dapat dipertimbangkan dan hemat biaya.
Pemahaman Publik Tentang Sains
Peserta dalam pertemuan kita menginginkan perhatian berulang kali untuk kesalahpahaman luas mengenai
teknologi RG yang meliputi baik diskusi publik maupun regulasi administratif. Sebagai contoh, yang sering
diabaikan dalam debat publik adalah bahwa semua bentuk pemuliaan tanaman yang melibatkan modifikasi
genetika dan bahwa beberapa contoh yang disebut pemuliaan ‘konvensional’ – sebagai contoh mutagenesis
yang diinduksi dengan radiasi – memiliki hasil yang secara intrinsik lebih sulit diprediksi dibandingkan aplikasi
teknologi RG.
Seluruh peserta dalam Study Week berkomitmen untuk memainkan bagiannya dalam kontribusi terhadap
dialog dan debat publik sedemikian sehingga akan diberi informasi dan dicerahkan. Merupakan sebuah
kewajiban bagi para ilmuwan agar mendengar, menjelaskan ilmu pengetahuan mereka, dan menyingkap
teknologi, serta membuat kesimpulan yang tersedia secara luas. Kami mendesak pihak yang menentang atau
yang skeptis mengenai penggunaan varietas tanaman RG dan aplikasi genetika modern umumnya untuk
mengevaluasi dengan hati-hati ilmu pengetahuan yang terlibat dan kerugian yang disebabkan dengan
penangguhan teknologi ini dari mereka yang paling membutuhkannya.
Kepentingan umum dapat dilayani hanya jika debat publik diletakkan atas dasar standar tertinggi dari bukti-
bukti ilmiah dan pertukaran opini masyarakat.
Kedudukan Hak Kekayaan Intelektual
Hak kepemilikian memainkan sebuah peranan penting dalam perkembangan teknologi manapun, termasuk
di bidang medis dan bioteknologi pertanian, seperti yang dilakukannya dalam semua aspek masyarakat
modern. Kami sadar bahwa praktek terbaik dari sektor komersial telah memberikan kontribusi penting
terhadap sasaran pengurangan kemiskinan dan ketidakamanan pangan. Namun, sejalan dengan pelajaran
sosial Gereja, yang mengindikasikan sebagai sebuah hak utama tujuan universal dari kepentingan dunia bagi
seluruh umat manusia, (6) kami mendesak baik pihak swasta maupun publik agar mengakui bahwa klaim sah
hak milik mereka sebisa mungkin harus sering diarahkan, diatas norma-norma masyarakat sipil yang ada, demi
tujuan universal ini dan tidak mengijinkan pengayaan tidak adil atau eksploitasi masyarakat miskin dan rentan.
Kemitraan publik-swasta berangsur-angsur semakin penting dalam mendorong pengembangan dan
distribusi varietas unggul tanaman yang secara teratur dikonsumsi oleh masyarakat miskin di negara
berkembang. Proyek kemanusiaan ‘Golden Rice’ tersebut memberikan contoh kerjasama semacam itu yang
sangat baik, dimana paten yang dipegang oleh perusahaan-perusahaan swasta memperoleh lisensi dengan
mudah, tanpa biaya, kepada perusahaan publik yang mengembangkan varietas-varietas tersebut yang kini
akan disebarkan dalam lahan-lahan petani demi keuntungan masyarakat yang menjadi bagiannya. Sejumlah
contoh yang serupa sedang dalam pengembangan; kemajuan seperti itu sangat sesuai dengan keyakinan
bahwa semua umat manusia memiliki klaim atas buah-buahan di muka bumi. Ketika sektor swasta
menunjukkan kesediaan untuk membuat teknologi yang dimilikinya tersedia bagi kepentingan masyarakat
miskin, hal tersebut layak kita beri ucapan selamat, dan kita mendorongnya agar terus berlanjut mengikuti
standar etika tertinggi di bidang ini.
Untuk hal itu, ketika kita mempertimbangkan hubungan antara bisnis dan etika, setiap perusahaan swasta,
dan terutama multinasional, juga seharusnya tidak membatasi diri semata-mata hanya untuk keuntungan
ekonomi. Diatas semuanya itu harus menyampaikan nilai-nilai kemanusiaan, budaya dan pendidikan. Untuk
alasan ini, Caritas in veritate menyambut baik perkembangan terkini menuju suatu ‘ekonomi sipil’ dan
‘ekonomi persekutuan’, yakni sebuah realitas komposit yang tidak mengecilkan keuntungan namun
memandangnya sebagai suatu alat demi mencapai tujuan sosial dan kemanusiaan. Memang ensiklikal ini
menyatakan bahwa ‘bentuk institusional dari usaha yang sangat plural memunculkan sebuah pasar yang tak
hanya lebih beradab namun juga lebih kompetitif’. (7 ) Cerminan ini utamanya berlaku menyangkut kualitas
dan kuantitas ketersediaan pangan bagi sebuah populasi.
Peranan Sektor Publik
Perkembangan varietas tanaman baru yang memungkinkan Revolusi Hijau di abad keduapuluh sebagian
besar dicapai oleh laboratorium riset sektor publik di sejumlah negara
Meskipun sektor publik tidak lagi memiliki monopoli dalam pengembangannya, tapi peranannya masih sangat
penting dan masih sangat signifikan. Secara khusus, mereka dapat memanfaatkan dana yang telah diperoleh
dari pendanaan nasional dan lembaga donor untuk mempromosikan riset yang relevan dengan kebutuhan
tanaman bagi kelompok masyarakat yang rentan dan miskin. Sektor publik memiliki peran penting dalam
membuat ketersediaan hasil-hasil penelitian secara luas, dan dapat berinovasi dengan cara-cara yang sangat
sulit bagi sektor swasta, di mana pengembangan varietas untuk komersialisasi tanaman merupakan tujuan
utamanya. Jika kerjasama antara sektor publik dan swasta telah terbukti bermanfaat dalam pengembangan
berbagai aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kepentingan manusia terutama di bidang kesehatan,
maka bidang pertanian juga harus dikembangkan dan tidak boleh dikecualikan. Sayangnya, kita harus
menyadari bahwa dalam hal perbaikan tanaman dengan pendekatan bioteknologi modern, sebuah regulasi
yang tidak ilmiah dan berlebihan secara bersamaan membumbungkan biaya R&D tanpa adanya peningkatan
keamanan, dan membuat institusi-institusi sektor publik sulit mengaplikasikan karena alasan keuangan.
Peran Masyarakat Sipil
Pemerintah, masyarakat terpelajar, LSM, badan amal, organisasi agama dan masyarakat sipil semua dapat
berperan dalam mempromosikan dialog dan pemahaman publik yang luas mengenai manfaat-manfaat yang
dapat diberikan ilmu pengetahuan, serta bekerja untuk meningkatkan semua aspek kehidupan bagi yang
kurang beruntung.
Mereka harus membantu melindungi orang miskin dari eksploitasi dengan segala tujuannya, mereka juga
memikul tanggung jawab untuk menjamin bahwa masyarakat tersebut tidak terhindarkan dari akses manfaat
ilmu pengetahuan modern, sehingga dapat mencegah mereka dari kemiskinan, kesehatan yang buruk, dan
rawan pangan.
Kerjasama antara Pemerintah, Organisasi Internasional dan Masyarakat
Sipil
Sebagaimana yang telah diamati sebelumnya, teknologi Rekayasa Genetika (RG) telah membuat kontribusi
yang signifikan dalam perbaikan tanaman dan peningkatan ketahanan pangan. Aplikasi teknologi yang sesuai
dikombinasikan dengan pendekatan molekuler lain pada pemuliaan tanaman menawarkan
potensi lebih besar dalam meningkatkan kontribusi komoditas tanaman pangan utama dan di negara
berkembang sering disebut sebagai tanaman orphan. Penggunaan metode ilmiah yang terpercaya tersebut
dapat dianggap sebagai sebuah Global Public Good.
Karena tingginya biaya riset dan pengembangan pada penggunaan pendekatan baru perbaikan tanaman
tersebut, ditambah dengan biaya-biaya regulasi yang besar dalam membawa sifat-sifat baru ke pasar, maka
teknologi ini kebanyakan hanya diterapkan oleh perusahaan multinasional untuk komoditas tanaman dengan
volume produksi besar dan ditanam di negara maju. Pemuliaan tanaman yang bermanfaat bagi masyarakat
yang menggunakan pendekatan rekayasa genetika telah dibatasi dengan dua alasan utama:
1. Melibatkan biaya yang sangat tinggi dan kurangnya investasi oleh pemerintah pusat. Hal ini
mengakibatkan kegagalan dalam penerapan pendekatan untuk perbaikan dan adaptasi
pengembangan tanaman lokal, termasuk tanaman penting yang disebut juga tanaman orphan seperti
sorgum, singkong, pisang raja, dll, yang tidak diperdagangkan secara internasional dan tidak
dibenarkan berinvestasi secara komersial oleh perusahaan-perusahaan multinasional;
2. Peraturan yang bersifat berlebihan dan tidak perlu pada teknologi rekayasa genetika, sehingga jika
dibandingkan dengan semua peraturan lain di bidang pertanian, maka peraturan tersebut
membuatnya menjadi terlalu mahal untuk diterapkan pada tanaman 'minor' sehingga tidak dapat
menawarkan kepada pengembang keuntungan yang sepadan dengan investasi dan resikonya. Ini
tentu saja tidak berlaku semata-mata untuk sektor swasta, tapi semua investasi, baik swasta maupun
publik harus dilihat dari kemungkinan untung rugi investasinya. Oleh karena itu, sektor publik maupun
sektor swasta supaya dapat menahan diri dari pegembangan produk-produk yang penggunaannya
terbatas dibandingkan dengan pengembangan tanaman komoditas utama sebagai hasil dari
kebutuhan investasi, masalah regulasi dan ketidakpastian pengiriman.
Dengan demikian dibutuhkan kerjasama antara pemerintah, organisasi internasional, lembaga bantuan dan
kegiatan amal di daerah ini. Potensi manfaat dari kerjasama tersebut sudah terlihat ketika perusahaan-
perusahaan multinasional telah menunjukkan kesediaannya untuk berunding dengan kemitraan publik swasta
dan menyumbangkan secara gratis sebuah teknologi yang relevan dan bisa dipatenkan untuk digunakan dalam
perbaikan tanaman. Dalam kasus 'Golden Rice', cara ini telah menghasilkan transfer teknologi ke banyak
negara di Asia. Contoh lain termasuk jagung tahan kekeringan di Afrika, sayuran dan polong-polongan tahan
serangga di India dan Afrika, dan lusinan proyek tambahan di Afrika, Asia dan Amerika Latin.
Mendefinisikan Pendekatan yang Tepat dalam Pengawasan Regulasi
Realisasi manfaat dari setiap teknologi baru memerlukan suatu pendekatan yang tepat dalam regulasi.
Peraturan yang terlalu ketat yang dikembangkan oleh negara-negara kaya dan hanya terfokus secara eksklusif
pada risiko-resiko hipotetis tanaman RG merupakan diskriminasi terhadap negara-negara berkembang dan
miskin, serta terhadap produsen dan pengecer yang lebih kecil dan lebih miskin.
Ini telah menempatkan orang-orang miskin di dunia pada sebuah kerugian yang tidak dapat diterima. Kerugian
ini berasal dari ketidakmampuan menggunakan teknologi produksi yang lebih tepat dan dapat diprediksi dan
bersifat permanen, dalam arti bahwa biaya kesempatan investasi yang hilang, yaitu produk dan hasil penelitian
dan pengembangan (dan manfaat-manfaatnya) tidak dapat dipulihkan lagi.
Evaluasi varietas tanaman baru dan yang ditingkatkan harus didasarkan pada ciri-ciri varietas tanaman dan
bukan pada teknologi yang digunakan dalam menghasilkannya: varietas ini harus dinilai pada kejelasan
karakteristik yang sebenarnya. Ini akan memfasilitasi eksploitasi potensi teknologi untuk kemanfaatan kita
bersama yaitu dengan menghasilkan varietas baru baik tanaman utama maupun tanaman lokal dengan ciri
yang ditingkatkan. Secara empatik, ini bukan soal penggunaan isu kemiskinan sebagai tempat bereksperimen,
tetapi untuk memastikan bahwa masyarakat miskin memiliki akses terhadap teknologi yang telah terbukti
aman, diterima secara luas dan bermanfaat di sebagian besar dunia maju dan berkembang. Kita tidak mungkin
menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi lebih beresiko (dan akibat risiko dari makanan dan
pertanian) dari apa yang kita lihat sebagai hal yang bisa diterima dalam sisa kehidupan kita sehari-hari.
Bahaya hipotetis yang berkaitan dengan tanaman rekayasa genetika ini tidak berbeda dari yang berkaitan
dengan contoh-contoh penerapan teknologi genetika pada organisme lain (misalnya, yang digunakan dalam
bioteknologi medis atau bioteknologi enzim yang disempurnakan yang digunakan dalam pengolahan keju atau
bir). Resiko jangka pendek yang timbul dari kehadiran produk-produk beracun atau yang menyebabkan alergi
dapat dipelajari dan dikecualikan dari varietas tanaman baru, sebuah prosedur pencegahan yang lebih baik
dari yang biasa terdapat pada varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia konvensional.
Sebagai konsekuensi evolusioner jangka panjang, maka evolusi molekular di alam terjadi pada skala rendah
yang disebabkan oleh variasi genetik yang muncul secara spontan, hal ini jelas menunjukkan bahwa rekayasa
modifikasi genetik kedalam suatu genom hanya dapat mengikuti dan mempelajari strategi evolusi biologis
alami yang sangat baik. Modifikasi yang layak hanya dimungkinkan dalam langkah-langkah kecil. Hal ini dapat
dipahami dengan perumpamaan bahwa genom tanaman itu seperti kamus besar dari beberapa ratus buku,
sedangkan modifikasi genetik menggunakan teknik-teknik genetik modern yang hanya mempengaruhi satu
atau beberapa gen dari sekitar 26.000 gen dalam genom tanaman rata-rata.
Oleh karena itu, kemungkinan risiko evolusioner dari peristiwa rekayasa genetika tidak mungkin lebih besar
daripada resiko pada proses alami evolusi biologis atau penerapan kimia mutagenesis, baik yang bertanggung
jawab terhadap perubahan tingkat karakteristik genetik secara luas maupun sempit. Catatan statistik
menunjukkan bahwa efek yang tidak diinginkan seperti perubahan genetik adalah sangat langka, dan dalam
kasus pemuliaan konvensional, hal ini terseleksi secara berdampingan.
Didasarkan pada perkembangan pemahaman ilmiah sejak adopsi Protokol Cartagena mengenai Keamanan
Hayati tahun 2000, maka sekarang saatnya untuk menilai kembali sebuah protokol yang didasarkan pada
pemahaman kebutuhan peraturan dan manfaat yang berbasis ilmu pengetahuan.
Agama, Alasan Ilmiah dan Etika
Bagi orang beriman, titik permulaan visi bagi orang Kristen adalah menjunjung asal mula keilahian manusia,
karena diatas semua itu ada ruh, yang menjelaskan bahwa Tuhan memberikan hak asasi manusia untuk
mengatur seluruh makhluk hidup di bumi melalui pekerjaan di mana mereka mendedikasikan kekuatan tubuh
mereka dibimbing oleh cahaya ruh. Dengan cara ini manusia menjadi pelayan Allah dengan mengembangkan
dan memodifikasi alam dengan mengaplikasikan teknologi pangan yang lebih baik. (8)
Jadi, bagaimanapun membatasi tindakan manusia itu bisa dalam kosmos yang tak terbatas, sehingga mereka
tetap berpartisipasi dalam kuasa Allah dan mampu membangun dunia mereka, ini untuk mengatakan bahwa
suatu lingkungan cocok bagi kehidupan jasmani dan rohani, penghidupan dan kesejahteraan mereka. Dengan
demikian, bentuk-bentuk manusia baru dari intervensi di alam raya tidak harus dilihat sebagai sesuatu yang
bertentangan dengan hukum alam dimana Allah telah memberikan Penciptaan.
Memang, seperti Paulus VI katakan di Akademi Ilmu Kepausan pada tahun 1975, (9) di satu pihak, para
ilmuwan harus jujur mempertimbangkan pertanyaan tentang masa depan umat manusia duniawi dan, sebagai
orang yang bertanggung jawab, membantu untuk mempersiapkan itu, mempertahankannya demi
penghidupan dan kesejahteraan, dan menghilangkan risiko. Oleh karena itu, kita harus menyatakan solidaritas
terhadap generasi sekarang dan generasi masa depan sebagai bentuk cinta dan amal Kristen. Di sisi lain, para
ilmuwan juga harus dijiwai oleh keyakinan bahwa alam mempunyai sumber penghidupan rahasia yang mana
kecerdasan manusia memungkinkan untuk menemukan dan memanfaatkannya dalam rangka mencapai suatu
tingkat perkembangan yang ada di dalam rencana Sang Pencipta.
Dengan demikian, intervensi ilmiah harus dilihat sebagai perkembangan fisik atau kodrat tanaman/hewan
untuk kepentingan hidup manusia, dengan kata lain bahwa "banyak hal yang telah ditambahkan di atas hukum
alam baik oleh hukum Tuhan dan hukum manusia yang bermanfaat bagi kehidupan manusia,” (10).
Rekomendasi
1. Peningkatan penyediaan informasi yang dapat dipercaya kepada para regulator, para petani dan
produsen di seluruh dunia sehingga mereka akan mampu membuat keputusan yang didasarkan
pada informasi up to date (terbaru) dan berdasarkan pengetahuan yang menyangkut semua
aspek manajemen pertanian untuk produktifitas dan keberlanjutan.
2. Standarisasi - dan rasionalisasi - prinsip-prinsip yang terlibat dalam evaluasi dan persetujuan
varietas tanaman baru (baik yang dihasilkan secara konvensional, pemuliaan dengan bantuan
penanda (marker), atau teknologi RE/Rekayasa Genetika) secara universal sehingga bersifat
ilmiah, berbasis risiko, dapat diprediksi dan transparan. Sangat penting bahwa ruang lingkup dari
apa yang menjadi subyek dalam peninjauan kasus demi kasus adalah sama pentingnya dengan
tinjauan yang sebenarnya, tetapi juga harus ilmiah dan berbasis risiko.
3. Mengevaluasi kembali penerapan prinsip kehati-hatian untuk pertanian, pembingkaian kembali
secara praktis dan ilmiah dan membuat persyaratan peraturan dan prosedur yang sebanding
dengan risiko, serta mempertimbangkan risiko yang berkaitan dengan kurangnya tindakan. Ini
harus diingat bahwa kehati-hatian (phronesis atau prudentia) adalah kebijaksanaan praktis yang
harus dijadikan sebagai dasar tindakan. (11) Meskipun kebijaksanaan praktis atau pencegahan
kebutuhan kehati-hatian ini dalam rangka untuk memiliki sebuah pemahaman yang baik guna
menghindari kejahatan, namun sebenarnya komponen utama kehati-hatian bukanlah
pencegahan, tetapi prediksi. Ini berarti bahwa fitur utama kehati-hatian bukan menahan diri dari
tindakan dalam rangka menghindari kerugian tetapi menggunakan prediksi ilmiah sebagai dasar
untuk bertindak. (12) Jadi, Paus Benedict XVI, dalam kesempatan pidatonya pada rapat pleno
Akademi Ilmu Kepausan tahun 2006 tentang 'Keterprediksian dalam Ilmu', menekankan bahwa
kemungkinan membuat prediksi adalah salah satu alasan utama untuk mendapatkan
kehormatan bahwa ilmu pengetahuan disukai oleh masyarakat kontemporer dan bahwa
penciptaan metode ilmiah telah memberikan kemampuan ilmu pengetahuan untuk meramalkan
fenomena dan mempelajari perkembangannya, dan dengan demikian penjagaan habitat manusia
akan tetap terkendali. “Memang kita bisa mengatakan”, Paus Benediktus menegaskan, "bahwa
kegiatan memprediksi, mengendalikan dan mengatur alam, yang menjadikan ilmu pengetahuan
hari ini lebih praktis daripada di masa lalu, dan itu semua merupakan bagian dari rencana Sang
Pencipta ', (13).
4. Mengevaluasi Protokol Cartagena, yaitu sebuah perjanjian internasional yang mengatur
perdagangan internasional mengenai varietas tanaman Rekayasa Genetika, dimana protokol ini
dikembangkan pada saat ilmu tanaman Rekayasa Genetika belum banyak diketahui, yang
bertujuan untuk memastikan bahwa hal ini sejalan dengan pemahaman ilmiah saat ini.
5. Teknik-teknik Rekayasa Genetika yang bersifat bebas, paling modern, tepat dan dapat diramalkan
untuk perbaikan genetik, sifat berlebihan, peraturan yang tidak ilmiah, dan mengijinkan aplikasi
mereka untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas nutrisi tanaman (dan juga produksi vaksin
dan obat-obatan lainnya) di seluruh dunia.
6. Mempromosikan potensi teknologi untuk membantu petani kecil melalui pendanaan penelitian
yang memadai, peningkatan kapasitas dan pelatihan melalui kebijakan publik yang tepat.
7. Mendorong adopsi secara luas praktek pertanian yang produktif dan berkelanjutan dan
pelayanan penyuluhan yang terutama penting untuk meningkatkan kehidupan orang miskin dan
yang membutuhkan di seluruh dunia.
8. Dalam rangka untuk memastikan bahwa kesesuaian Rekayasa Genetika dan pemuliaan dengan
bantuan penanda itu digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman yang relevan dalam
kondisi rawan pangan, negara-negara miskin, di mana teknologi ini dapat diharapkan memiliki
dampak yang penting untuk meningkatkan ketahanan pangan,maka kami mendesak kepada
pemerintah, badan bantuan internasional dan amal meningkatkan pendanaan di daerah ini.
Mengingat urgensinya,organisasi internasional seperti FAO, CGIAR, UNDP atau UNESCO memiliki
tanggung jawab moral untuk menjamin keamanan pangan saat ini dan masa depan terhadap
populasi dunia. Mereka harus menggunakan semua usaha mereka untuk menengahi
pembentukan hubungan kerjasama publik-swasta untuk memastikan eksploitasi bebas biaya dari
teknologi ini untuk kepentingan bersama di negara berkembang di mana mereka akan
mempunyai dampak paling besar (14).
Latar Belakang
Penelitian PAS Study Week dari tanggal 15-19 Mei 2009 ini diselenggarakan atas nama Akademi ilmu
Kepausan, oleh anggota akademi Profesor Ingo Potrykus, dengan dukungan dari anggota akademi Profesor
Werner Arber, dan Profesor Peter Raven. Penyelenggara tahu bahwa sejak tahun 2000, ketika awal-Dokumen
Kajian diterbitkan oleh Akademi yang sama tentang '"Modifikasi Genetik Tanaman Pangan" untuk Memerangi
Kelaparan di Dunia', banyak bukti dan pengalaman telah terkumpul mengenai tanaman rekayasa genetika.
Tujuan dari Study Week adalah untuk mengevaluasi manfaat dan resiko rekayasa genetika dan praktek-praktek
pertanian lainnya berdasarkan pengetahuan ilmiah saat ini dan potensinya untuk diterapkan guna
meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan manusia di seluruh dunia dalam konteks pembangunan
berkelanjutan. Para peserta juga menyadari ajaran sosial Gereja tentang bioteknologi dan menerima perintah
moral untuk berfokus pada aplikasi Rekayasa Genetika yang bertanggung jawab sesuai dengan prinsip-prinsip
keadilan sosial.
Partisipasi hanya dengan undangan dan peserta dipilih berdasarkan kompetensi ilmiah mereka di bidang
keahlian masing-masing dan keterlibatan mereka untuk keketatan ilmiah dan keadilan sosial. Penyelenggara
harus membuat seleksi peserta, dan pilihan mereka didasarkan pada kebutuhan untuk mensukseskan tujuan
utama pertemuan, dengan meninjau pengalamannya sampai saat ini. Walaupun ada perbedaan pendapat,
sudut pandang dan penekanan di antara para peserta, semua sepakat pada prinsip-prinsip luas yang
terkandung dalam pernyataan ini.
Para peserta Study Week dan kompetensi keilmuan mereka di urutkan
dibawah ini sesuai dengan abjad
Anggota dari Akademi Ilmu Keuskupan:
Prof. em. Werner Arber • Switzerland, University of Basel: Microbiology, Evolution.
Prof. Nicola Cabibbo † • Rome, President Pontifical Academy of Sciences: Physics.
H.Em. Georges Cardinal Cottier, Vatican City: Theology.
Prof. em. Ingo Potrykus • Switzerland, Swiss Federal Institute of Technology: Plant Biology, Agricultural
Biotechnology.
Prof. em. Peter H. Raven • USA, President Missouri Botanical Garden: Botany, Ecology.
H.Em. Msgr. Marcelo Sánchez Sorondo • Vatican, Chancellor Pontifical Academy of Sciences: Philosophy.
Prof. Rafael Vicuña • Chile, Pontifical Catholic University of Chile: Microbiology, Molecular Genetics.
Ilmuwan dari Luar:
Prof. em. Klaus Ammann • Switzerland, University of Berne, Botany, Vegetation Ecology.
Prof. Kym Anderson • Australia, The University of Adelaide, CEPR and World Bank: Agricultural Development
Economics, International Economics.
Dr. iur. Andrew Apel • USA, Raymond, Editor in Chief of GMObelus: Law.
Prof. Roger Beachy • USA, Donald Danforth Plant Science Center, now now NIVA, National Institute of Food
and Agriculture, Washington DC.: Plant Pathology, Agricultural Biotechnology.
Prof. Peter Beyer • Germany, Albert-Ludwig University, Freiburg: Biochemistry, Metabolic Pathways.
Prof. Joachim von Braun • USA, Director General, International Food Policy Research Institute, now now
University of Bonn, Center for Development Research (ZEF),: Agricultural and Development Economics.
Prof. Dr. Moisés Burachik • Argentina, General Coordinator of the Biotechnology Department: Agricultural
Biotechnology, Biosafety.
Prof. Bruce Chassy • USA, University of Illinois at Urbana-Champaign: Biochemistry, Food Safety.
Prof. Nina Fedoroff • USA, The Pennsylvania State University: Molecular Biology, Biotechnology.
Prof. Dick Flavell • USA, CERES, Inc.: Agricultural Biotechnology, Genetics.
Prof. em. Jonathan Gressel • Israel, Weizmann Institute of Science: Plant Protection, Biosafety.
Prof. Ronald J. Herring • USA, Cornell University: Political Economy.
Prof. Drew Kershen • USA, University of Oklahoma: Agricultural Law, Biotechnological Law.
Prof. Anatole Krattiger • USA, Cornell University and Arizona State University, now Director, Global Challenges
Division, WIPO, Geneva, Switzerland: Intellectual Property Management.
Prof. em. Christopher Leaver • UK, University of Oxford: Plant Sciences, Plant Molecular Biology.
Prof. Stephen P. Long • USA, Energy Science Institute: Plant Biology, Crop Science, Ecology.
Prof. Cathie Martin • UK, John Innes Centre, Norwich: Plant Sciences, Cellular Regulation.
Prof. Marshall Martin • USA, Purdue University: Agricultural Economics, Technology Assessment.
Prof. Henry Miller • USA, Hoover Institution, Stanford University: Biosafety, Regulation.
Prof.em. Marc Baron van Montagu • Belgium, President European Federation of Biotechnology: Microbiology,
Agricultural Biotechnology.
Prof. Piero Morandini • Italy, University of Milan: Molecular Biology, Agricultural Biotechnology.
Prof. Martina Newell-McGloughlin • USA, University of California, Davis: Agricultural Biotechnology.
H.Em. Msgr. George Nkuo • Cameroon, Bishop of Kumbo: Theology.
Prof. Rob Paarlberg • USA, Wellesley College: Political Science.
Prof. Wayne Parrott • USA, University of Georgia: Agronomy, Agricultural Biotechnology.
Prof. Channapatna S. Prakash • USA, Tuskegee University: Genetics, Agricultural Biotechnology.
Prof. Matin Qaim • Germany, Georg-August University of Göttingen: Agricultural Economics, Development
Economics.
Dr. Raghavendra Rao • India, Department of Biotechnology, Ministry of Science and Technology: Agriculture,
Plant Pathology.
Prof. Konstantin Skryabin • Russia, ‘Bioengineering’ Centre Russian Academy of Sciences: Molecular Biology,
Agricultural Biotechnology.
Prof. Monkumbu Sambasivan Swaminathan • India, Chairman, M.S. Swaminathan Research Foundation:
Agriculture, Sustainable Development.
Prof. Chiara Tonelli • Italy, University of Milan: Genetics, Cellular Regulation.
Prof. Albert Weale • UK, Nuffield Council on Bioethics and University of Essex, now University College of
London, Dept. of Political Sciences: Social & Political Sciences.
Prof. Robert Zeigler – Philippines, Director General International Rice Research Institute: Agronomy, Plant
Pathology.
Notes
1. Cf. John Paul II, Encyclical Letter Laborem exercens, 5: loc. cit., 586-589.
2. Caritas in veritate, § 69
3. Caritas in veritate, § 27.
4. ‘Ini adalah prinsip yang harus diingat dalam produksi pertanian itu sendiri, setiap kali ada pertanyaan
tentang kemajuannya melalui aplikasi bioteknologi, yang tidak dapat dievaluasi semata-mata atas dasar
kepentingan ekonomi langsung. Mereka harus diajukan terlebih dahulu untuk pemeriksaan ilmiah dan
etika yang ketat, guna mencegahnya menjadi bencana bagi kesehatan manusia dan masa depan bumi’
(John Paul II, menyampaikan pada Perayaan Agricultural World, 11 November 2000).
5. Orphan crops, yang juga disebut sebagai tanaman yang diabaikan atau hilang, adalah tanaman dengan
nilai ekonomi tinggi di negara-negara berkembang. Tanaman-tanaman ini meliputi tanaman sereal
(seperti millet dan tef), legum (cow pea, grass pea dan bambara Groundnut/kacang bogor), dan
tanaman berakar (singkong dan ubi jalar). Meskipun orphan crops penting bagi kehidupan jutaan petani
dengan sumberdaya miskin, riset mengenai tanaman ini tertinggal dibanding tanaman utama. Demi
mendorong produktivitas tanaman dan mencapai swasembada pangan di negara berkembang, riset
mengenai orphan crops perlu mendapat perhatian lebih.
6. Centesimus annus, § 6.
7. Caritas in veritate, § 46.
8. Tuhan telah berdaulat terhadap kuasa atas segala sesuatu: dan Dia, sesuai dengan pemeliharaan-Nya,
menggariskan hal-hal tertentu untuk kelangsungan tubuh manusia. Untuk alasan ini manusia memiliki
kuasa atas hal-hal yang alami, berkenaan kekuatan untuk memanfaatkannya. (Thomas Aquinas, Summa
Theologica, II-II, q. 66, a. 1 ad 1
9. Cf. Paul VI, Disampaikan dalam Sidang Pleno Akademi Ilmu Keuskupan pada tanggal 19 April 1975,
Papal Addresses, Vatican City 2003, p. 209.
10. St. Thomas Aquinas, Summa Theologica, I-II, 94, a.5. Cf. loc. cit. ad 3.
11. Kebijaksanaan (phronesis) adalah pencapaian kualitas kebenaran rasional, peduli dengan tindakan yang
berkaitan dengan hal-hal baik bagi manusia’ (Aristotle, Eth. Nic., VI, 5,1140 b 20, Eng. tr. J. Bywater). Cf.
also the rest of the chapter.
12. Prediksi adalah prinsip kehati-hatian.. Oleh karena itu, nama prudence (kehati-hatian) diambil dari
prediksi (takdir) sebagai bagian yang sangat prinsip’ (St. Thomas Aquinas, Summa Theologica, II-II, q.
49, a. 6 ad 1).
13. Diambil dari Bapa Suci Benedict XVI pada sidang paripurna Akademi Ilmu Kepausan. Tersedia online di
http://www.vatican.va/holy-
father/benedict_xvi/speeches/2006/november/documents/hf_benxvi_spec_20061106_academy-
sciences_en.html
14. Cf. P. Dasgupta, ‘Sains sebagai sebuah Institusi: Menetapkan Prioritas dalam Kontek Sosial-Ekonomi
Baru’ pada Konferensi Ilmu Pengetahuan Dunia: Sains untuk Abad Dua Puluh Satu, Sebuah Komitmen
Baru (UNESCO, Paris, 2000).
Translators: Facilitation through Clive James from the ISAAA, translation organized with Clement Dionglay
Project Assistant Global Knowledge Center on Crop Biotechnology ISAAA SEAsiaCenter