TAKSONOMI TEORI PEMBANGUNAN DUNIA KETIGA.docx
-
Upload
keke-faradhilla -
Category
Documents
-
view
186 -
download
6
description
Transcript of TAKSONOMI TEORI PEMBANGUNAN DUNIA KETIGA.docx
Teori Moderniasi
Harrod-Domar: Tabungan dan Investasi
W.W. Rostow: Lima Tahap Pembangunan
Max Weber: Etika ProtestanDavid McClelland: Dorongan Berprestasi atau n-
Ach
Bert F. Hoselittz: Faktor-Faktor Non-Ekonomi
Alex Inkeles dan David H. Smith: Manusia Modern
TAKSONOMI TEORI PEMBANGUNAN DUNIA KETIGA
Negara di dunia secara umum dibedakan menjadi dua Negara Agraris dan Negara
Industri, Dalam teorinya, Lewis (1954) mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara pada
dasarnya terbagi menjadi dua sector. Pertama adalah sektor tradisional yaitu sektor pertanian
subsisten yang surplus tenaga kerja, dan sektor industri perkotaan modern yang tingkat
produktivitasnya tinggi dan menjadi penampung transfer tenaga kerja dari sektor tradisional.
Pada sektor pertanian tradisional di perdesaan, karena pertumbuhan penduduknya tiggi, maka
terjadi kelebihan suplai (over supply) tenaga kerja yang dapat ditransfer ke sektor industri.
Asumsi dasar teori ini adalah bahwa transfer tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industry
terjadi tanpa mengakibatkan penurunan output sektor pertanian.
Pandangan akan keterkaitan keuntungan antara dua sector tersebut dikuatkan dengan
munculnya teori tentang pembagian kerja secara internasional. Dalam teori ini dinyatakan
tentang pentingnya spesialisasi produksi setiap negara berdasarkan keunggulan komparatif yang
dimilikinya. Negara-negara berkembang yang memiliki tanah subur sebaiknya melakukan
spesialisasi dalam produksi pertanian. Sementara itu negara-negara di kawasan Utara yang
iklimnya tidak cocok untuk pertanian sebaiknya melakukan kegiatan produksi di industri. Bila
kedua kelompok negara tersebut mengabaikan prinsip keunggulan komparatif tersebut, maka
yang terjadi adalah inefisiensi produksi.
Dengan spesialisasi ini akan terjadi perdagangan internasional yang saling
menguntungkan kedua kelompok negara tersebut. Negara-negara pertanian dapat membeli
barang-barang industri dengan harga lebih murah. Begitu pula negara-negara industri membeli
hasil-hasil pertaniannya secara lebih murah juga dibandingkan bila memproduksi sendiri. Dari
ilustrasi diatas kemudian muncul sebuah pandangan-pandangan bahwa hasil produksi yang
dilakukan dari negara pertanian tidak sebanding dengan tingginya hasil produksi industry,
dengan kata lain negara Pertanian cenderung miskin dan negara industry cenderung negara kaya
atau sukses. Berdasarkan asumsi tersebut muncul sebuah pandangan mengenai kemiskinan.
Pandangan tersebut memunculkan beberapa teori yaitu Teori Modernisasi, Teori Struktural atau
Ketergantungan, dan Teori Pasca Ketergantungan. Masing-masing dari teori tersebut akan
ditaksonomikan sebagai berikut:
TAKSONOMI TEORI PEMBANGUNAN DUNIA KETIGA
Teori Modernisasi disini merupakan pandangan yang melihat bahwa penyebab
kemiskinan berada dalam internal negara itu sendiri. Evsey Domar dan Roy Harrod
menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi.
Kalau tabungan dan investasi rendah, pertumbuhan ekonomi masyarakat atau negara tersebut
juga akan rendah. Masalah pembangunan pada dasarnya merupakan masalah menambahkan
investasi modal. Masalah keterbelakangan adalah masalah kekeurangan modal. Kalau ada modal
dan modal tersebut diinvestasikan, hasilnya adalah pembangunan ekonomi. Salah satu cara untuk
memecahkan masalah kemiskinan yaitu dengan mencari tambahan modal, baik dari dalam negeri
(peningkatan tabungan dalam negeri) dan dari luar negeri (lewat penanaman modal dan
utang luar negeri). Namun pandangan ini memiliki sisi negative dimana negara tersebut jadi akan
bergantung dengan negara lain. Menjawab kekurangan tersebut Rostow mengemukakan teori
pembangunan ekonomi yang berbasis kepada kemandirian suatu bangsa untuk bangkit dengan
melakukan perubahan yang ada didalam negara tersebut tanpa adanya campur tangan yang akan
memberikan ketergantungan seperti teoti domar dan harord.
Teori Rostow memandang pembangunan ekonomi negara sebagai proses perubahan yang
bertahap dan membentuk garis lurus. Menurut Rostow, perkembangan negara dapat dibagi
menjadi lima tahap.
1. Tahap perekonomian tradisional
Pada tahap ini kegiatan ekonomi masih berorientasi pada usaha untuk pemenuhan
kebutuhan sendiri. Penerapan teknologi dan manajemen masih sangat rendah sehingga
produktivitasnya juga masih rendah.
2. Tahap pra-lepas landas
Tahap ini merupakan masa transisi ketika masyarakat mempersiapkan diri untuk
mencapai tahap lepas landas. Prasyarat yang harus dipenuhi untuk dapat lepas landas adalah
adanya perubahan-perubahan yang cukup mendasar di bidang ekonomi, politik, sosial budaya,
dan sistem nilai. Pada masa transisi ini merupakan masa yang penting supaya berhasil pada tahap
lepas landas.
3. Tahap lepas landas
Tahap lepas landas merupakan tahap ketika perekonomian mampu tumbuh dan
berkembang dengan kekuatan sendiri. Pada tahap ini penerapan teknologi dan manajemen
modern makin luas dan intensif. Selain itu, terjadi perubahan drastis di bidang sosial maupun
politik serta terciptanya kemajuan ekonomi yang pesat karena inovasi-inovasi dan terbukanya
pasar-pasar baru. Semua itu dapat meningkatkan investasi yang selanjutnya mempercepat laju
pertumbuhan pendapatan nasional di atas tingkat pertambahan penduduk.
4. Tahap kedewasaan
Tahap ini merupakan suatu periode ketika masyarakat sudah secara efektif menggunakan
teknologi modern pada sebagian besar faktor produksi dan kekayaan alamnya. Pada masa ini
sektor ekonomi berkembang pesat dan leading industry mengalami kemunduran, tetapi
digantikan oleh sektor lainnya. Pertumbuhan ekonomi tidak setinggi tahap lepas landas, tetapi
diimbangi oleh pertumbuhan hal-hal kualitatif sehingga perekonomian makin kuat dan mandiri.
Setelah lepas landas kemajuan akan terus bergerak walaupun kadang terjadi pasang surut.
Industri berkembang dengan pesat dan mulai memproduksi barang-barang yang tadinya diimpor.
5. Tahap konsumsi massa tingkat tinggi
Pada tahap ini tingkat konsumsi masyarakat sudah sangat tinggi, terutama konsumsi
energi. Ciri-ciri tahap ini adalah Angkatan kerja memiliki jaminan yang lebih baik, Tersedianya
konsumsi bagi rakyat yang semakin memadai dan Negara mencari perluasan kekuatan di mata
dunia.
Oleh karena pendapatan masyarakat yang meningkat, konsumsi tidak lagi terbatas pada
kebutuhan pokok, tetapi meningkat pada kebutuhan yang lebih tinggi. Pada tahap ini merupakan
ciri-ciri dari sebuah massa yang ideal ketika masyarakat hidup nyaman sehingga terdapat
kecenderungan untuk menambah jumlah keluarga dan jumlah penduduk akan meningkat.
Teori Rostow memiliki kekurangan dimana Tahap tinggal landas merupakan tahap yang
sangat kritis. Dalam teori yang disampaikan oleh Rostow, justru tidak memberikan penekanan
pada bagaimana mengatasi problematika yang kritis dalam tahap tinggal landas. Rostow tidak
memberikan pembahasan yang mendalam bagaimana cara mengatasi efek negatif dari sebuah
pertumbuhan ekonomi yang dipercepat, seperti misalnya efek kesenjangan sosial, distabilitas
sosial dan distabilitas politik yang seringkali justru berakibat pada kehancuran yang mendalam
seperti yang misalnya terjadi di Indonesia.
Weber memberikan pandangan lain dari penyebab kemiskinan dimana kemiskinan dilihat
dai sudut pandang Peran agama sebagai faktor yang menyebabkan munculnya kapitalisme di
Eropa Barat dan Amerika Serikat. Ajaran ini mengatakan bahwa seseorang itu sudah ditakdirkan
sebelumnya untuk masuk surga atau neraka. Salah satu cara untuk mengetahui apakah mereka
akan masuk surga atau neraka adalah keberhasilan kerjanya di dunia yang sedang mereka jalani.
Adanya kepercayaan Etika Protestan membuat orang-orang penganut agama Protestan Calvin
bekerja keras untuk meraih sukses. Mereka bekerja tanpa pemrih, artinya mereka bekerja bukan
untuk mencari kekayaan meterial, melainkan untuk mengatasi kecemasannya.
Hampir sama dengan Konsep sebelumnya dimana semua usaha yang dilakukan dengan
baik akan menghasilkan yang baik pula, dipaparkan dalam teoru lintas gawang. Teori yang
menyatakan bahwa pembangunan merupakan seperangkat rintangan panjang yang melintang
(masyarakat tradisional) sampai garis terakhir (masyarakat modern). Dalam lomba ini negara
berkembang yang berhasil mengatasi segala rintangan hendak diberi ganjaran sebagai
masyarakat modern dan rasional.
Seperti yang kita lihat perkembangan teori semakin berorientasi pada usaha yang
dilakukan suatu negara dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada di dalam negara itu sendiri
untuk mencapai pembangunan yang mandiri dan berelanjutan dan terlepas dari tali kemiskinan.
Selanjutnya Mc. Clelland mengajukan konsep teori n-Ach atau kebutuhan berprestasi. Seseorang
dengan n-Ach tinggi, yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi, dia puas bukan karena imbalan
dari hasil kerjanya, melainkan dia akan merasa puas secara batin jika dia berhasil menyelesaikan
pekerjaannya dengan sempurna.
Hoselitz membahas faktor-faktor non–ekonomi yang ditinggalkan oleh Rostow dan
menyebutnya sebagai “faktor kondisi lingkungan” Menurut Hoselitz ada masalah lain yang juga
sangat penting selain modal ekonomi yakni adanya keterampilan kerja tertentu, termasuk
wiraswasta yang tangguh. Oleh karena itu diperlukan adanya perubahan kelembagaan sebelum
masa lepas landas, yang akan mempengaruhi pemasokan modal- supaya modal ini bisa menjadi
produktif. Perubahan kelembagaan ini akan menghasilkan tenaga wiraswasta dan administrasi
serta keterampilan teknis yang dibutuhkan.
Makna pembangunan kemudia semakin berubah kearah meningkatan kualitas diri atau
negara itu sendiri. Hal ini didukung oleh Alex Inkeles dan David H Membicarakan tentang
pentingnya faktor manusia sebagai komponen penting penopang pembangunan. Keduanya
beranggapan, bahwa bagaimanapun juga manusia bisa diubah secara mendasar dan karena itu
tidak ada manusia yang tetap menjadi tradisional. Artinya, dengan memberikan lingkungan yang
tepat, setiap orang bisa diubah menjadi manusia modern ditambah dengan pemberian pendidikan
atau pelatihan.
Teori Dependensi menyajikan pandangan berdasarkan kegagalan dari Teori Modernisasi.
Teori Dependensi memandang bahwa Faktor penyebab keterbelakangan bukan internal tetapi
eksternal, yakni pembagian kerja internasional yang dijabarkan dengan istilah pusat (centrum)
dan pinggiran (phery-phery). Terjadi pengalihan surplus dari pinggiran ke pusat. Pada kawasan
satu menghasilkan kemajuan,sedang pada kawasan lain melahirkan keterbelakangan. Pengalihan
surplus dari pinggiran ke pusat itu merupakan kemajuan semu karena masih bergantung pada
pihak luar, pinjaman modal seperti yang telah diungkapkan oleh Domar. Pandangan ini
kemudian beranggapan bahwa harus ada pemutusan hubungan dengan kapitalisme dunia dan
mengarah pada pembangunan yang mandiri (revolusioner – radikal). Kritik dari pendekatan
Dependensi yaitu masyarakat kurang siap dilihat dari masih adanya ketergantungan yang tidak
bisa dilepaskan secara langsung. Butuh tahap dan persiapan yang lebih intens dari segala aspek
yang ada.
Raul presbich mengungkapkan teori dependensi dengan pandangan Industri substitusi
Import. Menurutnya hal ini disebabkan oleh menurunnya nilai tukar barang-barang hasil
pertanian terhadap terhadap barang hasil produksi. Akibatnya terjadi defisit pada neraca
perdagangan di negara-negara pinggiran. Hal serupa hampir sama seperti yang dinyatakan Paul
Baran. Paul Baran mengatakan bahwa negara-negara pinggiran yang disentuh oleh negara-negara
maju tidak mengalami kemajuan karena negara maju bukan industrialisasi yang dijalankan di
negara pinggiran tetapi mempertahankan sektor pertanian, bukan akumulasi modal yang terjadi,
tetapi penyusutan. Negara-negara yang terbelakang dikuasai oleh kepentingan modal asing dan
agen–agen di negara tersebut dan oleh kepentingan kaum pedagang dan tuan tanah.
Andre Gunder frank menyatakan pendapat serupa bahwa keterbelakangan dan
kemiskinan negara-negara pinggiran (negara satelit) bukanlah sebuah gejala alamiah dan bukan
karena kekurangan modal. Keterbelakangan dan kemiskinan merupakan akibat dari proses
ekonomi, politik dan sosial sebagai implikasi dari globalisasi dari sistem kapitalis. Artinya
kemiskinan di negara satelit disebabkan oleh adanya pembangunan di negara pusat. Frank
membagi negara – negara menjadi dua yaitu negara metropolis dan negara satelit. Negara
metrolis bekerjasama dengan elit lokal negara satelit untuk melakukan dominasi di negara satelit.
Ketiga pendapat diatas sama-sama menyatakan bahwa pembagian negara menjadi
metropolis dan satelit menyebabkan munculnya suatu kesenjangan yang merugikan negara
satelit. Pendapat yang bertolak belakang datang dari Theotonia Dos Santos. Menurut Dos santos
Negara-negara satelit merupakan negara bayangan dari negara metropolis. Artinya ketika negara
metropolis (induk) mengalami kemajuan maka negara satelit akan maju pula. Begitu juga
sebaliknya ketika negara metropolis mengalami krisis maka negara satelit akan terkena
dampaknya pula. Akan tetapi kemajuan dan atau kemiskinan tersebut bukanlah indikator
pembangunan dinegara satelit, karena hal itu hanyalah refleksi dari negara metropolis saja.
Bagaimanapun juga negara satelit tetap tenggelam dalam ketergantungan terhadap negara
metropolis. pandangan ini bertentangan dengan pendapat Frank, frank memandangan hubungan
negara satelit dengan negara metropolis selalu bersifat parasitisme (negatif) atau merugikan
negara satelit. Namun menurut Dos Santos hubungan tersebut tidak selamanya besifat negatif.
Teori Ketergantungan kemudian melahirkan teori pasca ketergantugan. Teori pasca
ketergantungan ini muncul sebagai alternative dari teori sebelumnya, teori ketergantungan dan
member perspektif barupada teori-teori pembangunan pada umumnya. Terdapat Teori Artikulasi
yang muncul dikarenakan ketidakpuasan terhadap teori ketergantungan karena pada dasarnya
pembangunan dan industrialisasi memang terjadi di negara-negara terbelakang. Teori ini melihat
persoalan keterbelakangan dalam lingkungan proses produksi, artinya keterbelakangan di negara-
negara Dunia Ketiga harus dilihat sebagai kegagalan dari kapitalisme untuk berfungsi secara
murni, sebagai akibat dari adanya cara produksi lain di negara-negara tersebut.
Jika teori ketergantungan melihat bahwa kapitalisme yang menggejala di negara-negara
pinggiran berlainan dengan kapitalisme yang menggejala di negara-negara pusat, maka teori
artikulasi berpendapat bahwa kapitalisme di negara-negara pinggiran tidak dapat berkembang
karena artikulasinya, atau kombinasi unsur-unsurnya tidak efisien. Dengan kata lain, kegagalan
dari kapitalisme di negara-negara pinggiran bukan karena yang berkembang di sana adalah
kapitalisme yang berbeda, tetapi karena koeksistensi cara produksi kapitalisme dengan cara
produksi lainnya (kemungkinan) saling menghambat.
Dalam Teori Artikulasi kapitalisme di negara-negara pinggiran tidak bisa berkembang
karena artikulasinya atau kombinasi unsur-unsurnya tidak efisien. Ada banyak unsur
penghambatnya. Bagi Teori Artikulasi kegagalan dari kapitalisme di negara-negara pinggiran
bukan karena yang berkembang di sana adalah kapitalisme yang berbeda, tetapi karena
koeksistensi cara produksi kapitalisme dengan cara produksi lainnya bersifat saling menghambat.
Immanuel Wallerstein menyatakan Teori Sistem Dunia yang berpendapat bahwa dulu
didunia terdapat sistem – sistem kecil atau sistem mini dalam bentuk kerajaan atau bentuk
pemerintahan lainnya. Kemudian terjadi penggabungan-penggabungan, baik melalui penaklukan
secara militer maupun secara sukarela. Sebuah kerajaan besar kemudian muncul. Meskipun tidak
sampai menguasai seluruh dunia, tetapi karena besarnya yang luar biasa dibandingkan dengan
kerajaan-kerajaan yang ada sebelumnya, kerajaan ini disebut sebagai kerajaan dunia atau world
empire. Kerajaan dunia ini mengendalikan kawasannya melalui sebuah sistem politik yang
dipusatkan. Perkembangan teknologi perhubungan dan perkembangan di bidang lain kemudian
memunculkan sistem perekonomian dunia yang menyatu. Dengan kata lain, sistem
perekonomian dunia adalah satu-satunya sistem dunia yang ada. Sistem dunia inilah yang
sekarang ada sebagai kekuatan yang menggerakkan negara-negara di dunia. Sistem dunia yang
ada sekarang adalah kapitalisme global.
Teori yang muncul dalam masa pasca dependensi lainnya ini adalah Teori liberal yang
pada dasarnya tidak banyak dipengaruhi oleh teori ketergantungan, teori liberal tetap berjalan
seperti sebelumnya yakni mengukuti asumsi-asumsi bahwa modal dan investasi adalah masalah
utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Kritik terhadap teori liberal pada umumnya
berkisar pada ketajaman definisi dari teori ketergantungan. Definisi yang ada dianggap terlalu
kabur, sulit dijadikan sesuatu yang operasional. Tanpa kejelasan dan ketajaman konsep – konsep
dasarnya, teori ketergantungan lebih merupakan sebuah retorika belaka.
Teori selanjutnya adalah Bill Warren yang membantah inti teori ketergantungan, yakni
bahwa perkembangan kapitalisme di Negara-negara pusat dan pinggiran berbeda. Kapitalisme di
Negara manapun sama. Inti dari kritik Warren adalah bahwa dalam kenyataannya, negara-negara
yang tergantung menunjukkan kemajuan dalam pertumbuhan ekonomi dan proses
industrialisasinya. Bahkan kemajuan ini menunjukkan bahwa negara-negara yang tergantung ini
sedang mengarah pada pembangunan yang mandiri. Berlawanan dengan pandangan kaum
Marxis, bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa prospek bagi sebuah pembangunan kapitalis
yang berhasil di negara-negara berkembang ternyata baik. Pembangunan yang berhasil di negara-
negara Asia Timur dan Tenggara dianggap sebagai salah satu bukti bahwa kapitalisme memang
masih bugar, masih terus bisa mengembangkan dirinya.
Bagi Warren, tidak bisa dicegah lagi bahwa kapitalisme akan berkembang dan
menggejala di semua Negara di dunia ini. Baru setelah kapitalisme berkembang sampai
mencapai titik jenuhnya, perubahan ke sosialisme dimungkinkan. Karena itu, memaksakan
perubahan ke sosialisme sekarang juga merupakan hal yang sia-sia, karena pada saat ini
perkembangan kapitalisme belum mencapai titik jenuhnya. Karena itu, perkembanngan
kapitalisme di Negara-negara pinggiran masih dimungkinkan.
Pada intinya teori pembangunan dunia ketiga ini memandang kemiskinan dari pandangan
faktor internal, eksternal serta faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi adanya suatu
kemiskinan. Pembangunan di suatu negara pada intinya tidak bisa hanya melakukan sesuai yang
negara lain lakukan tetapi harus juga diikuti dengan kemampuan dan kedewasaan para warga
negara untuk mampu menghadapi perubahan yang ada.