TAHAPAN MANAJEMEN PEMASARAN SOSIAL DALAM …
Transcript of TAHAPAN MANAJEMEN PEMASARAN SOSIAL DALAM …
TAHAPAN MANAJEMEN PEMASARAN SOSIAL DALAM
PROGRAM PROMOSI KESEHATAN KUN HUMANITY
SYSTEM PASCA BENCANA TSUNAMI BANTEN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)
Oleh:
Labib Muamar Ridwan
NIM. 1113054100064
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
i
ABSTRAK
Labib Muamar Ridwan (1113054100064), Tahapan
Manajemen Pemasaran Sosial dalam Program Promosi
Kesehatan KUN Humanity System Pasca Bencana Tsunami
Banten
Pemasaran sosial merupakan salah satu cara yang dapat
diterapkan untuk mempengaruhi masyarakat pasca bencana untuk
senantiasa merubah perilaku atau gaya hidup menjadi lebih baik.
Hal ini tidak luput mengenai masalah kesehatan. KUN Humanity
System melalui program promosi kesehatan Wash, Water, and
Sanitation (WASH) membantu masyarakat pasca bencana
tsunami Banten untuk melakukan gaya hidup bersih dan sehat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
tahapan manajemen pemasaran sosial yang dilakukan oleh KUN
Humanity System dalam program WASH di Banten. Penelitian
ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan bentuk jenis
penelitian deskriptif. Terkait proses pengumpulan data peneliti
menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Untuk memperoleh data peneliti melakukan wawancara dengan
informan tiga orang pelaksana program dan satu orang
dokumenter program. Teori yang peneliti gunakan adalah teori
Kotler mengenai tahapan manajemen pemasaran sosial.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tiga dari empat
tahapan manajemen pemasaran sosial menurut Kotler dilakukan
secara efektif yaitu identifikasi masalah, perencanaan produk
sosial, dan pendistribusian produk sosial. Sedangkan pada
tahapan yang terakhir, monitoring hanya dilakukan via
telekomunikasi dan tidak ada penelitian yang dilakukan oleh
KUN Humanity System. Secara keseluruhan program WASH
menjadi solusi efektif dalam pencegahan penularan penyakit yang
disebabkan oleh pencemaran air dan lingkungan akibat bencana
tsunami.
Kata Kunci: Pemasaran Sosial, Promosi Kesehatan, Pasca
Bencana Tsunami
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil’ Aalamina
Shalawat serta salam kita panjatkan puji syukur kehadirat
Allah SWT, karena atas limpahan ramat dan taufik-Nya peneliti
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat
dan salam senantiasa terlimpah kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW, dan keluarganya serta para sahabatnya dan
agama beliau hingga akhir zaman nanti yang telah membawa
ummat manusia dari zaman kegelapan ke zaman terang
menderang yaitu dengan tegaknya ajaran agama Islam.
Dalam penyelesaian skripsi ini, peneliti menyadari masih
perlu adanya perbaikan-perbaikan, baik dari segi pembahasan
maupun teknik penulisan pada skripsi ini. Dengan demikian,
peneliti sangat menerima betul setiap saran, masukan, maupun
kritikan bagi peneliti untuk dapat memperbaikinya dengan baik
agar menjadi motivasi bagi peneliti terhadap suatu karya ilmiah
yang dapat peneliti kerjakan untuk mencapai yang lebih baik dari
sebelumnya.
Atas berkat keridhoan Allah SWT, akhirnya peneliti dapat
menyelesaikan skripsi. Oleh karena itu, peneliti tidak lupa untuk
menyampaikan ungkapan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada beberapa pihak yang telah memberikan motivasi, arahan,
dan dukungan baik yang bersifat moral maupun materil sehingga
iii
peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan segala
kerendahan hati peneliti menyampaikan ucapan terimakasih
kepada:
1. Suparto, M.Ed., Ph.D, sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dr. Siti
Napsiyah Ariefuzzaman, MSW sebagai Wakil Dekan Bidang
Akademik. Dr. Sihabuddin Noor, MA sebagai Wakil Dekan
Bidang Administrasi Umum. Drs. Cecep Sastrawijaya, MA
sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
2. Ahmad Zaky, M.Si, sebagai Ketua Program Studi
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Hj. Nunung Khoiriyah, MA selaku Sekretaris Program Studi
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Lisma Dyawati Fuaida, M.Si sebagai dosen pembimbing
skripsi yang telah memberikan bimbingan, masukan dan
arahan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi
ini.
4. Hudri Masaid, M.Ag sebagai dosen pembimbing akademik.
5. Seluruh Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial yang
telah memberikan wawasan dan keilmuan serta memberikan
ajaran kepada peneliti selama menjalankan perkuliahan di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan
Civitas Akademika yang telah memberikan wawasan akan
iv
keilmuan dalam mengarahkan peneliti selama melakukan
perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, peneliti mengucapkan terimakasih karena telah
menjadi wadah untuk mencari referensi buku, jurnal, maupun
skripsi yang berhubungan dengan penelitian sebelumnya.
8. Kedua orangtuaku tercinta, Ibu Sri Suyamtini dan Bapak
Suwondo yang senantiasa memberikan dukungan baik moril
maupun materil serta mendo’akan peneliti sehingga peneliti
dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Adik-adikku, Nabila, Tiara dan sepupuku Anan, Kiky atas
kerelaannya untuk dijahili sebagai bentuk hiburan pada saat
peneliti mendapati tekanan dalam proses pengerjaan skripsi.
10. Sahabat-sahabatku Social Welfare 2013 yang selalu menjadi
penggembira yang suportif di masa-masa perkuliahan sampai
dengan sekarang. Khusus kepada David dan Gosal duo
menyebalkan yang menemani peneliti melakukan wawancara
skripsi di Bandung. Spesial kepada Indah yang selalu
menjadi pengingat dan pemberi dukungan dalam
menyelesaikan perkuliahan ini.
11. Mirar dan Mickmorthy yang selalu menjadi wadah peneliti
dalam menghibur diri dibalik proses pengerjaan skripsi yang
panjang dan melelahkan.
v
12. KUN Humanity System yang sangat terbuka untuk peneliti
jadikan tempat penelitian. Khusus kepada Teh Mata, Teh
Putri, Devina, dan Afdhal yang bersedia untuk di
wawancarai di kediamannya di Bandung.
13. Kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan,
motivasi, bantuan baik moril maupun materil sehingga
peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
Jakarta, 14 Mei 2020
Labib Muamar Ridwan
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xi
BAB I ..................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Pembatasan Masalah ................................................................ 11
C. Perumusan Masalah ................................................................. 11
D. Tujuan Penelitian ..................................................................... 12
E. Manfaat Penelitian ................................................................... 12
F. Metodologi Penelitian .............................................................. 13
G. Teknik Pemilihan Informan ..................................................... 18
H. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 19
I. Sistematika Penulisan .............................................................. 24
BAB II ................................................................................................. 26
KAJIAN TEORI ................................................................................ 26
A. Pemasaran Sosial ................................................................... 26
1. Pemasaran Sosial ................................................................. 26
2. Manajemen Pemasaran Sosial .............................................. 32
3. Tahapan Manajemen Pemasaran Sosial ............................... 34
B. Kerangka Berpikir Penelitian ............................................... 58
BAB III................................................................................................ 59
vii
GAMBARAN UMUM KUN HUMANITY SYSTEM .................... 59
A. Profil dan Sejarah Lembaga ..................................................... 59
B. Visi ........................................................................................... 60
C. Alamat dan Kontak Lembaga .................................................. 61
D. Gerakan dan Program .............................................................. 61
E. Bidang Profesi dan Kepengurusan ........................................... 64
F. Sumber Pendapatan .................................................................. 67
BAB IV ................................................................................................ 70
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ............................................ 70
A. Promosi Kesehatan Pasca Bencana .......................................... 70
B. Tahapan Manajemen Pemasaran Sosial ................................... 74
1. Defining The Product Market Fit (Identifikasi Masalah) .... 75
2. Designing The Product Market Fit (Perencanaan Produk
Sosial) .......................................................................................... 83
3. Delivering The Product Market Fit (Pendistribusian Produk
Sosial) .......................................................................................... 94
4. Defending The Product Market Fit (Monitoring dan
Penelitian) .................................................................................. 110
BAB V ............................................................................................... 116
PEMBAHASAN ............................................................................... 116
A. Defining The Product Market Fit (Identifikasi Masalah) ...... 116
B. Designing The Product Market Fit (Perencanaan Produk
Sosial)……………………………………………………………..118
C. Delivering The Product Market Fit (Pendistribusian Produk
Sosial) ............................................................................................ 123
D. Defending The Product Market Fit (Monitoring dan
Penelitian)…………………………………………………………126
E. Pemberdayaan Masyarakat .................................................... 128
BAB VI .............................................................................................. 129
viii
PENUTUP......................................................................................... 129
A. Kesimpulan ............................................................................ 129
B. Implikasi ................................................................................ 130
C. Saran ...................................................................................... 132
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 135
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Angka Prevalensi Diare Berdasarkan Diagnosis
NAKES ……………………………………………….4
Tabel 1.2 Angka Prevalensi Diare Pada Balita Berdasarkan
Diagnosis NAKES…………………………………….5
Tabel 1.3 Identitas Informan.......................................................16
Tabel 2.1 Tahapan Manajemen Social Marketing………….......33
Tabel 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian………………………..56
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Pengolahan Sampah Organik……………………..72
Gambar 4.2 Gathering Information …………………………...77
Gambar 4.3 Keterilibatan Langsung Masyarakat ……………..84
Gambar 4.4 Membangun Kepercayaan………………………..92
Gambar 4.5 Cara Penyampaian ……………………………….98
Gambar 4.6 Eksekusi Pemasaran Sosial ……………………..102
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 2 Izin Penelitian Skripsi
Lampiran 3 Pedoman Wawancara
Lampiran 4 Pedoman Observasi
Lampiran 5 Pedoman Dokumentasi
Lampiran 6 Transkip Wawancara
Lampiran 7 Hasil Observasi
Lampiran 8 Hasil Dokumentasi
Lampiran 9 Kegiatan Foto Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Permasalahan kesehatan saat ini tidak hanya
menghantui masyarakat pada umumnya, namun juga
membawa kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat pasca
bencana, khususnya bencana tsunami. Bagaimana
masyarakat pasca bencana mengelola sampah atau limbah
akibat tsunami dengan benar menjadi salah satu persoalan
dalam hal kesehatan. Limbah merupakan salah satu
pemicu masalah kesehatan yang dialami masyarakat pasca
bencana. Banyaknya sampah yang berserakan di jalanan,
di lingkungan rumah, atau bahkan di sekolah-sekolah
memicu munculnya penyakit-penyakit seperti diare yang
seringnya menyerang anak-anak kecil, dan berpotensi
munculnya penyakit-penyakit yang disebabkan oleh
pencemaran air lainnya. Maka dari itu, hal sederhana
seperti mencuci tangan sebelum makan atau setelah
melakukan sesuatu yang berkaitan dengan benda-benda
kotor sangatlah penting dalam menjaga kesehatan
terutama pasca terjadinya bencana.
Salah satu dampak terjadinya bencana tsunami
adalah menurunnya kualitas hidup penduduk setempat.
Peningkatan resiko penyakit menular, kerusakan fasilitas
2
kesehatan, dan kerusakan sistem penyediaan air.
Timbulnya masalah kesehatan antara lain berawal dari
kurangnya air bersih yang berakibat terhadap buruknya
kebersihan diri, buruknya sanitasi lingkungan yang
merupakan awal dari pengembangbiakan beberapa jenis
penyakit menular (Fatoni 2015).
Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga
merupakan awal dari proses terjadinya penurunan kualitas
kesehatan dalam jangka panjang yang akan
mempengaruhi secara langsung tingkat pemenuhuhan
kebutuhan gizi korban bencana. Pengungsian tempat
tinggal (shelter) yang ada sering tidak memenuhi syarat
kesehatan sehingga secara langsung maupun tidak
langsung dapat menurunkan daya tahan tubuh dan bila
tidak ditanggulangi akan menimbulkan masalah di bidang
kesehatan (Fatoni 2015).
Salah satu permasalahan kesehatan akibat bencana
adalah meningkatnya proses kejadian penyakit menular
maupun tidak menular. Seperti diare yang dipengaruhi
oleh lingkungan dan sanitasi yang memburuk akibat
bencana tsunami. Permasalahan kesehatan lingkungan dan
sanitasi juga sering dijumpai pada kondisi bencana alam.
Berbagai literatur menunjukkan bahwa sanitasi
merupakan salah satu kebutuhan vital pada tahap awal
setelah terjadinya bencana. Kondisi lingkungan yang tidak
3
higienis, persediaan air yang terbatas dan jamban yang
tidak memadai, misalnya, seringkali menjadi penyebab
korban bencana lebih rentan untuk mengalami kesakitan
bahkan kematian akan penyakit tertentu (The Sphere
Project 2012).
Dampak dari adanya bencana tsunami tidak hanya
kepada munculnya masalah kesehatan saja, bahkan di
dalam Agama Islam salah satu syarat untuk melengkapi
keberimanan seseorang adalah harus peduli dengan
kebersihan serta sanitasi lingkungan. Hal ini dibahas
dalam salah satu hadist yang diriwayatkan dari Sa’ad bin
Abi Waqas dari bapaknya, dari Rasulullah SAW, yaitu
sebagai berikut:
Artinya : “Sesungguhnya Allah SWT itu suci yang
menyukai hal-hal yang suci, Dia Maha Bersih yang
menyukai kebersihan, Dia Mahamulia yang menyukai
kemuliaan, Dia Maha Indah yang menyukai keindahan,
karena itu bersihkanlah tempat-tempatmu” (HR.
Tirmizi)”
Kebersihan, kesucian, dan keindahan merupakan
sesuatu yang disukai oleh Allah SWT. Jika kita
melakukan sesuatu yang disukai oleh Allah SWT, tentu
4
mendapatkan nilai di hadapan-Nya, yakni berpahala.
Dengan kata lain, kotor, jorok, sampah berserakan,
lingkungan yang semrawut dan tidak indah itu tidak
disukai oleh Allah SWT. Sebagai hamba yang taat, tentu
kita terdorong untuk melakukan hal-hal yang disukai oleh
Allah SWT. Semua itu untuk menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan, khususnya bagi masyarakat pasca
bencana tsunami yang perlu memperhatikan masalah
kebersihan, kesehatan, wabah penyakit, seperti penyakit
yang disebabkan oleh pencemaran air, salah satunya yang
paling sering ditemukan adalah diare.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Riskedas
(2018) Departemen Kesehatan RI, berikut merupakan
angka prevalensi diare dan angka prevalensi diare pada
balita di Indonesia (Kemenkes 2018):
T
a
b
e
l
1
.
5
1 Angka Prevalensi Diare Berdasarkan Diagnosis
NAKES (Kemenkes RI, 2018)
T
a
b
e
l
1
.
2
Angka Prevalensi Diare Pada Balita Berdasarkan
Diagnosis NAKES (Kemenkes RI, 2018)
Berdasarkan data yang penulis paparkan, diare
merupakan salah satu penyakit menular yang paling sering
muncul karena pencemaran air yang diakibatkan oleh
bencana tsunami. Banten merupakan salah satu daerah
rawan bencana serta salah satu daerah yang memiliki
angka prevalensi penyakit diare tertinggi dan anak-anak
kecil adalah yang paling rentan tertular penyakit diare.
Hal inilah yang telah menghantui masyarakat
Banten yang pada tanggal 22 Desember 2018 satu
setengah tahun lalu mengalami sapuan dahsyat dari
6
tsunami yang disebabkan oleh letusan Anak Krakatau di
Selat Sunda. Tsunami tersebut mengakibatkan kerusakan
fisik, ekonomi, sampai dengan menurunnya angka
kesehatan, bahkan sampai timbul adanya korban jiwa.
Menurut data yang dimuat oleh Detik News pada 26
Desember 2018, sedikitnya terdapat 430 korban jiwa, 159
orang hilang, 9.061 orang terluka, dan 16.198 orang
mengungsi. Berdasarkan informasi yang dikemukakan
oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),
kerusakan material dari tsunami ini meliputi 882 rumah
yang rusak.
Daerah-daerah yang terkena langsung sapuan
bencana tsunami Banten sangat berpotensi munculnya
penyakit-penyakit menular yang diakibatkan oleh
pencemaran air dikarenakan kebersihan pasca bencana
yang buruk dan diiringi oleh minimnya pengetahuan
masyarakat tentang bagaimana mengelola limbah dengan
baik dan benar. Oleh karena itu, melakukan promosi
perilaku hidup bersih dan sehat, dan juga melakukan
edukasi serta bantuan dalam pengelolaan limbah sangat
diperlukan sehingga orang-orang tercegah dengan risiko
terserang penyakit seperti diare dan penyakit yang
ditularkan melalui air lainnya.
Dampak kesehatan bencana Tsunami Selat Sunda
tidak hanya menarik perhatian pemerintah yang turut serta
7
memberi bantuan-bantuan sosial, namun juga menarik
perhatian lembaga sosial swasta yang memang fokus
bergerak pada bidang pengelolaan dan penanggulangan
bencana di Indonesia yaitu, KUN Humanity System.
KUN Humanity System merupakan lembaga non-
profit yang membawa pemberdayaan dan gerakan
kemanusiaan untuk semua manusia yang membutuhkan,
khususnya bagi mereka yang hidup di daerah terpencil.
Terdapat dua gerakan yang dilakukan oleh KUN
Humanity System, yang pertama yaitu gerakan
pemberdayaan masyarakat dan lingkungan. Gerakan ini
berkolaborasi dengan Kementrian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) melalui KUN Center, aktif terlibat
secara langsung dalam mengembangkan sistem akses
masuk kawasan konservasi di seluruh Taman Nasional di
Indonesia. Gerakan yang kedua adalah manajemen darurat
bencana dan penanggulangannya. Fokusnya adalah
bagaimana menyelamatkan sebanyak mungkin nyawa
dalam tekanan waktu yang relatif singkat (Kun Humanity
System, n.d.)
Melalui program Wash, Water and Sanitation
(WASH), KUN Humanity System berfokus pada bidang
kesehatan dengan melakukan promosi gaya hidup sehat
serta pemasaran sosial terkait bagaimana melakukan
pengolahan limbah yang baik pasca bencana serta
8
bagaimana membangun budaya cuci tangan pakai sabun
(CTPS) kepada anak-anak kecil di Banten.
Pemasaran sosial merupakan salah satu upaya dan
solusi dalam peningkatan kesejahteraan sosial dalam
masyarakat, dalam hal ini khususnya di bidang kesehatan.
Sebagaimana pemerintah menyatakan dalam bentuk
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2009 Tentang Kesejahteraan Sosial Pasal 1 Ayat (1) yang
menyatakan “Kesejahteraan Sosial adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial
warga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan
fungsi sosialnya” (“Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2009 Kesejahteraan Sosial,” n.d.).
Pemasaran sosial adalah suatu jenis pendekatan
khusus untuk mengkomunikasikan kesehatan dan
mengubah perilaku dalam kelompok atau populasi yang
menggabungkan prinsip-prinsip pemasaran untuk
mendapatkan tujuan kesehatan (Edberg 2007, 89).
Pemasaran Sosial merupakan suatu strategi yang
bertujuan untuk mengatasi berbagai masalah sosial yang
berkembang di masyarakat. Strategi ini memanfaatkan
dua bidang ilmu, yaitu menggunakan teknik-teknik
komunikasi dan mempertimbangkan prinsip-prinsip
pemasaran. Ada lima unsur penting dalam komunikasi,
9
yaitu komunikator, pesan, media, dan komunikan
(Pudjiastuti 2016a, 2).
Dalam prinsip pemasaran, marketing mix atau
bauran pemasaran merupakan elemen penting yang harus
diperhatikan. Marketing mix terdiri dari empat elemen,
yaitu produk, harga, tempat, dan juga promosi. Pemasaran
sosial menurut Philip Kotler (1989) didefinisikan sebagai
suatu upaya/strategi Public Relations untuk mengubah
sikap dan perilaku khalayak dalam rangka mengatasi
berbagai masalah sosial. Pemasaran sosial adalah suatu
penerapan konsep pemasaran pada aktivitas non-
komersial yang berkaitan dengan kepedulian
kemasyarakatan, kesejahteraan rakyat dan pelayanan
sosial (Pudjiastuti 2016a, 5).
Terdapat berbagai produk dalam pemasaran sosial.
Kotler (1989) mengatakan bahwa produk sosial yang
dikeluarkan oleh pemerintah dapat berupa information
(misalnya, larangan parkir di trotoar atau larangan
merokok ditempat umum), education (misalnya, cara
menggunakan seat belt atau helm yang baik dan benar)
atau political (misalnya, anjuran untuk tidak “GolPut”).
Produk sosial yang dikeluarkan oleh lembaga non-profit
bisa dari bidang pendidikan/penelitian (contohnya
Sampoerna Foundation dengan beasiswanya), bidang
keagamaan (misalnya mendirikan pesantren) atau
10
sukarelawan dan donatur yang siap membantu secara suka
rela ketika terjadi masalah sosial di masyarakat. Misalnya,
membantu ketika terjadi bencana banjir atau kebakaran,
mendonorkan darah, menyumbangkan sejumlah uang atau
barang (Pudjiastuti 2016a, 9).
Dari macam-macam produk sosial yang telah
dipaparkan diatas, tidak kalah pentingnya juga produk
sosial di bidang kesehatan, salah satu caranya adalah
dengan melakukan promosi kesehatan. Hal ini yang juga
dilakukan oleh KUN Humanity System melalui salah satu
programnya, yaitu Wash, Water and Sanitation (WASH).
Dalam konteks kesehatan, promosi kesehatan
(health promotion) adalah proses pemberdayaan
masyarakat untuk memelihara, meningkatkan, dan
melindungi kesehatannya. Menurut WHO (1984), promosi
kesehatan adalah suatu proses yang memungkinkan
individu untuk meningkatkan control dan
mengembangkan kesehatan mereka. Sedangkan menurut
Ottawa Charter (1984), promosi kesehatan merupakan
suatu proses yang bertujuan memungkinkan individu
meningkatkan control terhadap kesehatan (Iqbal 2011, 4).
Dalam pemasaran sosial sangat dibutuhkan
perencanaan serta manajemen yang baik agar tidak terjadi
kegagalan dalam pengaplikasiannya. Berdasarkan latar
belakang serta definisi-definisi singkat diatas, menjadi
11
menarik untuk dikaji lebih mandalam terkait bagaimana
KUN Humanity System melakukan pemasaran sosial
terkait upaya sanitasi pasca bencana melalui program
mereka, yaitu Wash, Water and Sanitation (WASH).
Sehingga terbentuklah ide untuk melakukan penelitian
dengan judul “Tahapan Manajemen Pemasaran Sosial
dalam Program Promosi Kesehatan KUN Humanity
System Pasca Bencana Tsunami”.
B. Pembatasan Masalah
Melihat luasnya pembahasan terkait permasalahan
yang peneliti teliti, agar lebih terfokus dalam penelitian
ini, maka peneliti membatasi masalah sosial yang terkait
dengan penelitian. Peneliti membatasi pembahasan hanya
terfokus pada bagaimana tahapan manajemen pemasaran
sosial dalam isu kebersihan pasca bencana tsunami di
Banten melalui program Wash, Water and Sanitation
(WASH) yang dilakukan oleh KUN Humanity System.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas agar lebih
terarah, maka perumusan masalah dalam penelitian ini,
yaitu bagaimana tahapan manajemen pemasaran sosial
program Wash, Water and Sanitation (WASH) yang
dilakukan pasca terjadinya bencana tsunami di Banten
yang dilakukan oleh KUN Humanity System?
12
D. Tujuan Penelitian
Dengan mengacu kepada permasalahan yang
peneliti teliti, maka tujuan daripada penelitian ini yaitu
untuk mengetahui bagaimana tahapan manajemen
pemasaran sosial program Wash, Water and Sanitation
(WASH) yang dilakukan pasca terjadinya bencana
tsunami di Banten yang dilakukan oleh KUN Humanity
System.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademik
a) Dapat dijadikan informasi dalam pengembangan
mutu pembelajaran program studi Kesejahteraan
Sosial di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
b) Diharapkan dapat bermanfaat untuk dijadikan
dokumen perguruan tinggi sebagai rujukan bagi
mahasiswa yang berkonsentrasi pada studi sosial.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan dapat dijadikan acuan praktik
pekerjaan sosial bagi mahasiswa atau pekerja sosial
profesional yang mendalami isu penanggulangan
bencana terkait upaya sanitasi pasca bencana melalui
pemasaran sosial atau khususnya melalui promosi
kesehatan.
13
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang saya gunakan dalam penelitian
ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah metode penelitian yang berlandaskan pada
filsafat post-positivisme. Filsafat ini sering disebut
sebagai paradigma interpretif dan konstruktif, yang
memandang realitas sosial sebagai suatu yang utuh,
kompleks, dinamis, penuh makna, dan hubungan
gejala bersifat interaktif (timbal balik).
Penelitian kualitatif sendiri merupakan penelitian
yang dilakukan pada kondisi alamiah dengan
berlandaskan pada paradigma post-positivisme, yang
lebih ditujukan untuk mengungkap makna dari
pandangan subjek yang diteliti untuk mendapatkan
pemahaman tentang fenomena yang diteliti secara
luas, menyeluruh, dan mendalam, bukan ditujukan
untuk mencari generalisasi (Sugiyono: 2009)
(Rustanto 2015, 8).
2. Waktu dan Lokasi Penelitian
a. Waktu
Penelitian dimulai pada bulan Oktober 2019
dan diakhiri pada bulan Mei 2020.
14
b. Tempat
Penelitian dilakukan di markas besar KUN
Humanity System di Bandung dan kediaman
informan. Peneliti memilih lokasi tersebut untuk
dijadikan wadah penelitian, dikarenakan KUN
Humanity System memiliki program pemulihan
sanitasi yaitu Wash, Water, and Sanitation
(WASH) dan salah satu organisasi yang
melakukan respon cepat terhadap bencana
tsunami yang melanda masyarakat Banten.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi dapat diartikan sebagai
pengamatan dan pencatatan secara sistematis
terhadap gejala yang tampak pada objek
penelitian. Melalui observasi, peneliti
mengetahui tentang perilaku dan makna dari
perilaku tersebut. Dengan observasi langsung,
peneliti melakukan pengamatan untuk mencari
data yang nantinya menjadi salah satu sumber
data yang kemudian dapat diolah menjadi bahan
analisis (Sugiono 2008, 227).
15
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan
maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak,
yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai
(interviewer) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan. Teknik wawancara yang peneliti
gunakan adalah secara terstruktur yaitu dengan
menyusun terlebih dahulu beberapa pertanyaan
yang akan disampaikan kepada informan. Selain
itu juga peneliti menggunakan jenis wawancara
pembicaraan informal. Dalam jenis ini,
pertanyaan sangat tergantung pada pewawancara,
jadi bergantung pada spontanitasnya dalam
mengajukan pertanyaan kepada terwawancara.
Hubungan pewawancara dengan terwawancara
adalah dalam situasi biasa, wajar. Sedangkan
pertanyaan dan jawabannya berjalan seperti
pembicaraan biasa dalam kehidupan sehari-hari.
Sewaktu pembicaraan berjalan, terwawancara
malah barangkali tidak mengetahui atau tidak
menyadari bahwa ia sedang di wawancarai
(Moleong 2009, 187).
16
Tabel 1.3 Identitas Informan
No Nama Jenis
Kelamin
Pekerjaan Posisi
Khusus
Waktu
Penelitian
Tempat Penelitian
1. Putri
Annisa
Perempuan Program
Officer
Pelaksana
Program
15/12/19
16.00 s/d 16.30
Kediaman Informan di
Bandung
2. Permata
Andhika
Perempuan Psikolog Ketua
Pelaksana
Program
12/12/19
20.00 s/d 21.00
Kediaman Informan di
Bandung
3. Devina Perempuan Mahasiswi Pelaksana
Program
13/12/19 22.30
s/d 23.30
Markas Besar
Lembaga di Bandung
4. Afdhal
Lesmana
Laki-Laki Media
Editor
Dokumenter
Program
15/12/19 10.00
s/d 10.20
Markas Besar
Lembaga di Bandung
17
c. Dokumentasi
Peneliti membuat daftar atau list tentang apa
yang harus dicari terkait dengan dokumentasi
berupa gambar atau teks tertulis yang dimiliki
informan, baik yang resmi maupun tidak resmi
untuk mendukung data lapangan lainya (Rustanto
2015, 56).
4. Teknik Analisis Data
Berdasarkan paparan Sugiyono (2010), penulis
membagi tahapan analisis data sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Peneliti melakukan proses merangkum,
memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-
hal yang penting, dengan demikian data yang
telah direduksi akan memberikan gambaran yang
jelas dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya dan
mencari data yang diperlukan lagi.
b. Penyajian Data
Setelah direduksi, maka langkah selanjutnya
adalah men-display-kan data. Penyajian data ini
dapat dilakukan dalam bentuk table, grafik, teks,
transkip dan lainnya yang paling sering
digunakan. Dengan demikian, akan memudahkan
untuk memahami apa yang terjadi dan
18
merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa
yang dipahami tersebut.
c. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan ini berdasarkan
temuan yang baru yang sebelumnya belum
pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau
gambaran suatu subjek yang sebelumnya masih
remang-remang atau gelap sehingga setelah
penelitian menjadi jelas dan dapat berupa
hubungan kausal atau interpretative, hipotesis
atau teori (Rustanto 2015, 73).
G. Teknik Pemilihan Informan
Teknik pemilihan informan dalam penelitian ini
adalah purposive (bertujuan) sampling yang memberikan
keleluasaan kepada peneliti dalam menyeleksi informan
yang sesuai dengan tujuan penelitian. Karena purposive
sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data
dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini
misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu
tentang apa yang peneliti harapkan sehingga akan
memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi sosial
yang diteliti.
Prosedur penarikan sampel dilakukan berdasarkan
kesesuaian kasus dengan tujuan penelitian. Unit Analisa
dalam penelitian ini adalah individu. Informan sebagai
19
subjek penelitian dalam penelitian ini paling sedikitnya
berjumlah 5 orang yaitu terdiri dari penanggung jawab,
pelaksana program, beserta volunteer yang turut serta
membantu dalam pelaksanaan program Wash, Water and
Sanitation (WASH) serta pihak-pihak lain yang
berkolaborasi dalam program ini di dalam ataupun di luar
KUN Humanity System. Pemilihan informan ini didasari
pada tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui bagaimana
tahapan manajemen pemasaran sosial program WASH
dalam upaya sanitasi pasca bencana tsunami di Banten
oleh KUN Humanity System.
H. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan
beberapa literatur sebagai langkah awal dalam
penyususnan skripsi supaya terhidar dari adanya
kesamaan judul dan isi dengan penelitian sebelumnya.
Penelitian terkait pemulihan sanitasi lingkungan akibat
bencana tsunami masih sedikit. Oleh karena itu, peneliti
mengklasifikasikan tinjauan pustaka menjadi tiga jenis,
yaitu:
1. Kebersihan Diri dan Lingkungan
a. Peranan UNICEF dalam Memulihkan dan
Memperbaiki Layanan Air Bersih dan Sanitasi di
Aceh oleh Asri Wulandhari, Magister Ilmu
20
Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta. Tahun 2019. Penelitian ini berfokus
dalam mengkaji peranan UNICEF dalam
pemulihan dan perbaikan layanan air bersih dan
sanitasi di Aceh. Persamaan dalam penelitian ini
adalah terletak pada sanitasi lingkungan.
Sedangkan perbedaannya terletak pada subjek
serta lokasi penelitian yakni tahapan manajemen
pemasaran sosial oleh KUN Humanity System
pada masyarakat pasca bencana tsunami Banten.
b. Hubungan Sanitasi Dasar dan Cuci Tangan Pakai
Sabun dengan Penyakit Diare Pada Balita di
Pengungsian Wilayah Kerja Puskesmas Pantolan
oleh Sri Wahyuni Taba, Nur Afni, dan Herlina
Yusuf, Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Muhammadiyah Palu. Tahun 2019.
Penelitian ini membahas terkait hubungan
sanitasi lingkungan dengan adanya penyakit diare
yang menyerang balita di wilayah Puskesmas.
Sedangkan penelitian yang penulis teliti
mengenai tahapan manajemen pemasaran sosial
terkait program sanitasi lingkungan oleh KUN
Humanity System. Jadi, perbedaan penelitiannya
terletak pada subjek dan tempat penelitian.
21
2. Bencana Tsunami
a. Pelatihan Peluang Usaha Ibu-Ibu Pesisir Pasca
Bencana Tsunami di Kabupaten Pandeglang oleh
Gusneli, Junarti Bachtiar, dan Imal Istimal,
Jurusan Manajemen dan Akutansi. Institut
Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan. Tahun
2019. Penelitian ini berfokus dalam mengkaji
pengembangan usaha-usaha di bidang perikanan
pada masyarakat pasca bencana tsunami Banten
di Kabupaten Pandeglang sebagai upaya
pemulihan terhadap dampak perekonomian pasca
bencana. Persamaan penelitian ini dengan
penelitian yang penulis teliti adalah terletak pada
objek penelitiannya, yaitu masyarakat pasca
bencana tsunami Banten. Kemudian
perbedaannya terletak pada subjek penelitian
yakni penulis menelti tentang tahapan
manajemen pemasaran sosial terkait sanitasi
lingkungan pasca bencana tsunami Banten oleh
KUN Humanity System.
b. Dampak Bencana Tsunami terhadap Higiene
Sanitasi Makanan dan Air di Barak Pengungsian
Nangroe Aceh Darussalam oleh Noer Endah
Pracoyo, Bagian Peneltian dan Pengembangan,
22
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Tahun 2008. Penelitian ini berfokus pada
pengkajian mendalam terkait dampak bencana
tsunami terhadap higienis makanan dan air di
barak pengungsian Aceh. Sedangkan yang
penulis teliti adalah terkait bagaimana KUN
Humanity System melakukan tahapan
manajemen pemasaran sosial terkait pemulihan
sanitasi melalui program Water, Wash, and
Sanitation (WASH) terhadap masyarakat pasca
bencana tsunami di Banten. Jadi, perbedaannya
terletak pada subjek penelitian dan lokasi
peneliltian.
3. Pemasaran Sosial
a. Implementasi Proses Pemasaran Sosial
Penaggulangan HIV/AIDS di Yayasan KAKI
(Komunitas Aksi Kemanusiaan Indonesia) Beji
Depok oleh Wati Indriani, Jurusan Kesejahteraan
Sosial, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Tahun 2015. Penelitian ini
berfokus kepada Implementasi dari proses
pemasaran sosial pada program penanggulangan
HIV/AIDS di Yayasan Komunitas Aksi
Kemanusiaan Indonesia. Sedangkan fokus
23
penelitian yang peneliti teliti, lebih kepada
tahapan manajemen pemasaran sosial yang
dilakukan oleh KUN Humanity System melalui
programnya Wash, Water, and Sanitation
(WASH) dalam pemulihan santitasi lingkungan
pasca bencana tsunami di Banten. Perbedaan
skripsi ini dengan penelitian yang penulis teliti
adalah terletak pada subjek dan lokasi penelitian.
b. Jaringan Sosial Pemasaran Pada Komunitas
Nelayan Tradisional Banten oleh Suwaib
Amiruddin, Jurusan Administrasi Negara,
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa. Tahun 2013. Penelitian
ini berfokus pada bagaimana Komunitas Nelayan
Tradisional Banten menentukan jaringan
pemasaran sosial mereka terkait dengan
penentuan harga sampai dengan proses
pemasaran itu sendiri. Sedangkan dalam
penelitian yang penulis teliti, lebih terfokus
kepada tahapan manajemen pemasaran sosial
dalam pemulihan sanitasi lingkungan pasca
bencana tsunami di Banten oleh KUN Humanity
System. Perbedaannya terletak pada subjek dan
tempat penelitian.
24
Posisi penelitian ini adalah sebagai pengisi
kekosongan terhadap penelitian-penelitian sebelumnya
yang telah peneliti paparkan di atas, bahwa penelitian
yang peneliti teliti memiliki banyak perbedaan dan
menjadi pembahasan yang baru, yakni membahas
program promosi kesehatan lingkungan akibat bencana
tsunami dalam sisi pemasaran sosial dan spesifik
membahas mengenai tahapan manajemennya.
I. Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui hubungan yang logis antara bagian
satu dengan bagian selanjutnya serta mempermudah
dalam memahami skripsi ini, maka peneliti menguraikan
sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan; Pada bab ini peneliti menuliskan
latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodelogi
penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II: Kerangka Teori; Pada bab ini memuat
didalamnya landasan teori, penelitian terdahulu,
dan kerangka pemikiran teoritis. Landasan teori yang
digunakan merupakan teori-teori yang berkaitan dengan
Tahapan Manajemen Pemasaran Sosial dan Promosi
Kesehatan.
BAB III: Gambaran Umum; Pada bab ini peneliti
memuat gambaran umum tentang sejarah dan
25
perkembangan, visi dan misi, program, pola pendanaan
serta manajemen organisasi KUN Humanity System yang
berlokasi di Bandung, Jawa Barat.
BAB IV: Temuan Analisis; Pada bab ini peneliti
menguraikan analisa hasil penelitian meliputi gambaran
umum objek penelitian, analisis data dan pembahasan
hasil penelitian tentang Tahapan Manajemen Pemasaran
Sosial dalam Pemulihan Sanitasi Pasca Bencana Tsunami
Banten oleh KUN Humanity System.
BAB V: Pembahasan; Pada bab ini, peneliti akan
menjelaskan mengenai uraian pembahasan mengenai
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini seperti
teori dalam melakukan penelitian tersebut.
BAB VI: Penutup; Bab terakhir yang menguraikan
tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang telah
didapat dan disertakan saran-saran yang diajukan pihak
terkait sebagai bentuk dari hasil penelitian dalam masalah
ini.
26
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pemasaran Sosial
1. Pemasaran Sosial
Kotler, Roberto, dan Lee dalam Social Marketing:
Improving the Quality of Life (2002) menjelaskan
bahwa Pemasaran Sosial (Social Marketing)
merupakan penggunaan prinsip dan teknik pemasaran,
yang dirancang untuk mempengaruhi khalayak
sasaran agar dengan sukarela merubah perilaku, demi
kebaikan dan kepentingan individu serta masyarakat
(Kotler, Roberto, and Lee 2002, 2:2).
Pemasaran sosial juga sering dikatakan sebagai
usaha dalam melakukan pertukaran. Pertukaran-
pertukaran sosial dan ekonomis diselenggarakan oleh
penduduk dengan organisasi yang diharapakan
menjadi solusi atas permasalahan sosial yang terjadi
(Keith and Kotler 1980, 83).
Pemasaran sosial menggarap suatu jenis masalah
khas, yang selanjutnya merupakan bagian daripada
gagasan mengenai pemasaran umum. Artinya adalah
bahwa pemasaran sosial harus dapat menciptakan
pertukaran-pertukaran dalam rangka atau berkaitan
dengan hubungan sosial (Keith and Kotler 1980, 90).
27
Pemasaran sosial sesungguhnya merupakan suatu
bagian dari gagasan umum mengenai pemasaran,
karena menyangkut soal pencipta dan penentuan
pertukaran dalam rangka hubungan-hubungan sosial
(Keith and Kotler 1980, 91).
Konsep pemasaran pada tahun-tahun terakhir ini
belumlah merupakan filosofi organisasi yang sesuai
pada zaman terjadinya kerusakan lingkungan,
kekurangan sumber-sumber, ledakan pertumbuhan
penduduk, kelaparan dan kemiskinan di dunia, serta
pelayanan sosial yang terabaikan. Dasar pemikiran
konsep pemasaran sosial adalah sebagai berikut
(Tjiptadi 2008, 1.14):
a) Keinginan konsumen tidak selalu segaris dengan
kepentingan jangka panjang mereka atau
kepentingan jangka panjang masyarakat.
b) Para konsumen akan semakin memilih
perusahaan yang menunjukkan minat terhadap
terpenuhinya keinginan dan kepentingan jangka
panjang mereka maupun kepentingan jangka
panjang masyarakat.
c) Tugas perusahaan adalah melayani pasar sasaran
dengan menghasilkan kepuasan keinginan dan
sekaligus memenuhi kesejahteraan perorangan
maupun masyarakat dalam jangka panjang
28
sebagai kunci untuk menarik dan
mempertahankan pelanggannya.
Konsep pemasaran sosial berasumsi untuk dapat
menghindari konflik potensial antara keinginan
konsumen, kepentingan konsumen, dan kesejahteraan
jangka panjang masyarakat. Konsep ini berpendapat
bahwa tugas perusahaan adalah untuk menentukan
kebutuhan, keinginan, dan kepentingan dari pasar
sasaran dan untuk memberikan kepuasan yang
diinginkan lebih efektif dan lebih efisien dari para
pesaing dengan cara mempertahankan dan
meningkatkan kesejahteraan konsumen dan
masyarakat (Tjiptadi 2008, 1.14).
Social Marketing atau Pemasaran Sosial
merupakan suatu strategi yang bertujuan untuk
mengatasi berbagai masalah sosial yang berkembang
di masyarakat. Strategi ini memanfaatkan dua bidang
ilmu, yaitu menggunakan teknik-teknik komunikasi
dan mempertimbangkan prinsip-prinsip pemasaran
(Pudjiastuti 2016b, 2).
Komunikasi didefinisikan oleh beberapa ahli,
yaitu yang pertama adalah menurut Blake pada tahun
2005 menjelaskan bahwa komunikasi secara umum
didefinisikan sebagai usaha-usaha yang dapat
dilakukan untuk menciptakan dan memelihara saling
29
pengertian melalui berbagai penyebaran informasi
yang efektif. Lalu menurut Smith (1966) dalam Blake
(2005), komunikasi antar manusia merupakan suatu
rangkaian proses yang halus dan sederhana. Selalu
dipenuhi berbagai unsur, sinyal, sandi, dan arti.
Komunikasi dapat menggunakan beratus-ratus alat
yang berbeda, baik kata maupun isyarat, baik berupa
percakapan pribadi maupun melalui media masa
dengan audience seluruh dunia. Sedangkan menurut
Lasswell (1948) dalam Blake (2005), komunikasi
merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa
mengatakan apa, kepada siapa, dengan saluran apa,
dan dengan akibat apa (Pudjiastuti 2016b, 2).
Dalam prinsip pemasaran, marketing mix atau
bauran pemasaran merupakan elemen penting yang
harus diperhatikan. Marketing mix terdiri atas empat
elemen penting yang harus diperhatikan. Bauran
pemasaran terdiri atas empat elemen yang saling
mendukung satu dengan yang lain untuk terjadinya
suatu pemasaran tertentu. Konsep ini akan pula
digunakan dalam konsep pemasaran sosial namun
dengan tujuan yang berbeda. Pemasaran bertujuan
untuk mendatangkan keuntungan, sedangkan
pemasaran sosial tidak untuk mendapatkan
keuntungan. Keempat elemen menurut Kotler (2004)
30
tentang bauran pemasaran atau sering disebut dengan
The Four P’s adalah sebagai berikut (Pudjiastuti
2016b, 5):
a) Product
Meliputi variasi produk, kualitas, desain,
features, nama merk, kemasan, ukuran, service,
garansi, dan returns.
b) Price
Meliputi daftar harga, potongan harga, jangka
waktu pembayaran, pembayaran kredit, dan
penyesuaian atau penawaran harga.
c) Place
Meliputi channels atau saluran, coverage atau
jangkauan, location atau tempat, transport,
inverntory, dan assortments.
d) Promotion
Meliputi sales promotion, advertising (iklan),
sales force, public relations, direct marketing.
Pada pemasaran Sosial, Kotler dan Seymore
mengatakan bahwa selain menggunakan 4 P
(Product, Price, Place, Promotion) elemennya perlu
ditambahkan dengan 3 P. Kotler menambahkan
Personnal, Process, dan Presentaiton, sedangkan
Seymore menambahkan Producer, Purchaser,
31
Probing. Penjelasannya adalah sebagai berikut
(Pudjiastuti 2016b, 7):
a) Personnel
Adalah pihak yang ingin menjual dan
menyampaikan produk sosial pada sasaran.
Misalnya agen perubahan seperti petugas
kesehatan, petugas dari Badan Narkotika
Nasional, penyuluh pertanian, penyuluh hukum,
petugas lingkungan hidup atau relawan yang
peduli pada masalah-masalah sosial.
b) Presentation
Bahwa seorang social marketer perlu
menunjukkan secara jelas dan lengkap produk
sosial yang ditawarkan sehingga khalayak
tertarik dan mau menggunakannya.
Mempresentasikan produk sosial sangat penting
agar target sasaran yakin dan kemudian mau
memanfaatkannya.
c) Process
Bahwa social marketer perlu menunjukkan
secara lengkap dan jelas langkah-langkah yang
harus diambil oleh target sasaran agar mereka
dengan mudah mendapatkan produk sosial yang
ditawarkan.
32
2. Manajemen Pemasaran Sosial
Pengertian manajemen pemasaran menurut Philip
Kotler (2005:9) adalah “Manajemen pemasaran adalah
proses perencanaan dan pelaksanaan, pemikiran,
penetapan harga promosi, serta penyaluran gagasan
barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang
memenuhi sasaran-sasaran individu dalam
organisasi”.
Manajemen pemasaran terjadi pada saat satu pihak
yang memiliki potensi pertukaran, memikirkan tujuan-
tujuan, dan cara-cara mencapai respon yang
diinginkan dari pihak lain. Philip Kotler memberikan
definisi manajemen pemasaran yang sudah disetujui
American Marketing Association pada tahun 1989,
yaitu Manajemen Pemasaran adalah proses
perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, perencanaan
harga, promosi, dan distribusi ide-ide, barang dan jasa
untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan
tujuan-tujuan individu dan tujuan-tujuan organisasi
(Tjiptadi 2008, 1.15).
Kotler dan Keller (2009:6) dalam bukunya yang
berjudul Marketing Management, menjelaskan bahwa
pemasaran memiliki dua dimensi. Yang pertama
adalah dimensi sosial. Yaitu, pemasaran dipahami
33
sebagai peran yang ditujukan untuk melakukan
pemasaran di masyarakat. Dalam konteks sosial,
pemasaran adalah proses sosial dimana individu dan
kelompok mendapatkan segala yang dibutuhkan dan
yang diinginkan dengan menciptakan, menawarkan,
serta bebas mempertukarkan produk yang bernilai
kepada pihak lain. Sedangkan yang kedua adalah
pemasaran manajerial. Dalam dimensi ini, pemasaran
merupakan seni menjual produk (Asmani 2015, 24).
Manajemen pemasaran adalah yang memiliki
tugas mempengaruhi tingkat, waktu, dan komposisi
permintaan sedemikian rupa sehingga membantu
organisasi mencapai tujuannya. Manajer pemasaran
dalam perencanaan pemasaran, harus membuat
keputusan mengenai pasar sasaran, penempatan pasar,
pengembangan produk, penentuan harga, saluran
distribusi, distribusi fisik, komunikasi, dan promosi
(Tjiptadi 2008, 1.15).
34
3. Tahapan Manajemen Pemasaran Sosial
Ada empat tahapan yang harus dilalui dalam
manajemen pemasaran sosial. Tahap ini harus
dilakukan secara berurutan agar tujuan yang telah
ditentukan dapat terapai. Keempat tahapan tersebut
adalah sebagai berikut (Kotler 1998):
Tabel 2.1 Tahapan Manajemen Social Marketing
(Kotler, 1998)
a. Defining The Product Market Fit
Defining The Product Market Fit
(Identifikasi Masalah)
Designing The Product Market Fit
(Perencanaan Produk Sosial)
Delivering The Product Market Fit
(Pendistribusian Produk Sosial)
Defending The Product Market Fit
(Monitoring dan Penelitian)
35
Merupakan tahapan dimana social marketer
berusaha mencari kesesuaian antara ide atau
praktik sosial dengan apa yang dicari, dibutuhkan,
dan diinginkan oleh target adopter untuk
menyelesaikan masalahnya. Seringkali target
adopter tidak mampu mengidentifikasi sendiri
masalah yang sedang dihadapinya. Dalam hal ini
peran social marketer menjadi sangat dibutuhkan
(Pudjiastuti 2016b, 33).
Jika dijabarkan, langkah pertama yang harus
dilakukan adalah identifikasi masalah sosial. Jika
pemasaran sosial merupakan salah satu cara atau
sebuah solusi terhadap suatu permasalahan sosial
yang terjadi dan akan dihadapi, maka dalam tahap
yang pertama ini, penulis katakan hal ini ada
kaitannya dengan tahapan proses intervensi dalam
keilmuan kesejahteraan sosial. Yaitu, pengenalan
terhadap lingkungan yang berpotensi terjadi
masalah, atau mengenali lebih dalam akar masalah
dalam suatu masalah sosial yang telah terjadi.
Upaya pemecahan masalah akan selalu
berhadapan dengan realita yang ada di lapangan.
Penanganan masalah sosial akan diawali oleh
suatu kegiatan identifikasi untuk menujukkan
keberadaan masalah tersebut dalam kehidupan
36
sosial. Adanya identifikasi inilah yang kemudian
mendorong dilakukannya kegiatan untuk
merencanakan dan melaksanakan program guna
memecahkannya. Apabila masalah sudah
diidentifikasi, maka perhatian berikutnya
dicurahkan pada usaha untuk menangani dan
memecahkan masalah (Soetomo 1995, 12).
Identifikasi masalah diperlukan dan ditujukan
untuk menentukan target pasar, yang kemudian
digunakan sebagai dasar dalam mencari ide atau
praktek sosial yang sesuai dan dibutuhkan oleh
target adopter atau sasaran.
b. Designing The Product Market Fit
Pada tahap ini social marketer membuat satu
solusi yang efektif bagi kelompok sasaran melalui
tiga tahap, yaitu (Pudjiastuti 2016b, 34):
a) Menterjemahkan kesesuaian antara kebutuhan
target adopter kedalam posisi yang cocok
dengan ide atau praktik sosial.
b) Memperkuat posisi yang dipilih (dengan
memberikan merk atau kemasan khusus).
c) Membangun citra produk sosial yang sesuai
dengan hakekat produk sosial itu sendiri.
37
Sesuai dengan konsep dasar yang
dikemukakan oleh Philip Kotler (1989), bahwa
produk sosial merupakan salah satu komponen
penting dalam pemasaran sosial. Maka dari itu,
perencanaan produk yang baik sangatlah
berpengaruh kepada hasil dari tahapan manajemen
pemasaran sosial.
Pada dasarnya produk sosial sama dengan
produk komersial biasa. Ada yang tangible dan
intangible. Yang menjadi pembeda adalah yang
dihasilkan dari kedua produk tersebut. Produk
komersial lebih kepada mendapatkan keuntungan,
sedangkan produk sosial lebih mengarah kepada
bagaimana mengatasi suatu permasalahan sosial.
Produk sosial adalah apa saja yang dapat
ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, diperoleh,
digunakan atau konsumsi untuk memenuhi
harapan, keinginan dan kebutuhan masyarakat
dalam mengatasi masalah sosialnya (Pudjiastuti
2016b, 10).
Produk sosial umumnya dikeluarkan oleh
pihak-pihak tertentu, yaitu pemerintah, organisasi
non-profit, atau perusahaan komersial yang
memiliki kepedulian pada masalah sosial. Kotler
(1989) mengatakan bahwa produk sosial yang
38
dikeluarkan oleh pemerintah dapat berupa
information. Seperti larangan parkir kendaraan
ditrotoar. Dapat juga berupa education, misalnya,
bagaimana cara menggunakan serta aturan tentang
penggunaan helm. Dan juga dapat berupa
political, salah satu contohnya adalah anjuran
untuk tidak “GolPut” (Pudjiastuti 2016b, 10).
Adapun produk sosial yang dikeluarkan oleh
lembaga non-profit yang salah satunya adalah
Yayasan Cinta Anak Bangsa dalam bidang
kesehatan mengeluarkan produk sosial tentang
pencegahan penyebaran narkoba di kalangan
pelajar. Contoh lain dalam bidang pendidikan,
yaitu Sampoerna Foundation dengan beasiswa
yang dicanangkannya, ataupun dalam bidang-
bidang lainnya seperti keagamaan, keselamatan
bencana, bahkan hal-hal yang sifatnya kegiatan
sukarela seperti halnya donor darah atau
menyumbangkan sejumlah uang (Pudjiastuti
2016b, 11).
Kotler (1989) memisahkan produk sosial ke
dalam tiga macam bentuk. Macam yang pertama,
yaitu produk sosial yang merupakan satu-satunya
produk sosial yang dapat memenuhi kebutuhan
target adopter dan tidak ada produk lain yang
39
menjadi pesaingnya. Contohnya adalah Pekan
Imunisasi Nasional, program pemerintah yang
dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia dan
tidak ada program sejenis yang pernah
dilaksanakan dalam hal memberi imunisasi gratis
kepada balita. Macam yang kedua, yaitu produk
sosial yang dapat memenuhi target adopter
dengan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan
produk sosial sebelumnya. Contohnya adalah
program Keluarga Berencana, yang selalu
dievaluasi dan dikembangkan menjadi program-
program baru yang lebih berkualitas. Macam yang
ketiga adalah produk sosial yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan target adopter untuk
menyelesaikan masalahnya (Pudjiastuti 2016b,
12).
Kotler (1989) juga membagi produk sosial ke
dalam beberapa tipe, yaitu produk sosial berupa
ide, praktik, dan produk nyata. Di dalam produk
sosial berupa ide terbagi menjadi tiga hal, yaitu
belief, attitude, dan value. Belief merupakan
persepsi tentang sesuatu hal yang di dalamnya
tidak mengandung atau termasuk penilaian dan
evaluasi. Salah satu contohnya adalah merupakan
sesuatu yang memang semua orang mepercayai
40
hal itu, yaitu bahwa Tuhan itu ada. Sedangkan
attitude diartikan sebagai penilaian positif atau
negatif tentang sesuatu yang entah berupa ide,
gagasan, orang atau suatu peristiwa. Contohnya
adalah gagasan bahwa kita akan hidup sehat tanpa
rokok. Pada kenyataannya, tidak semua menilai
bahwa pendapat atau gagasan tersebut benar. Yang
terakhir adalah value, yaitu keseluruhan pemikiran
mengenai apa yang salah dan apa yang benar
mengenai sesuatu. Contohnya adalah penilaian
terkait pembunuhan yang semua orang setuju
bahwa membunuh bukan merupakan hal yang
benar (Pudjiastuti 2016b, 13).
Produk sosial berupa praktik adalah produk
yang berupa tindakan tunggal atau suatu perilaku
yang mapan. Contohnya adalah ketika seseorang
mengikuti program Keluarga Berencana milik
Pemerintah, yang dilakukannya tersebut adalah
suatu tindakan tunggal. Kalau kemudian menjadi
perilaku atau tindakan yang terpola, yaitu
menggunakan alat kontrasepsi secara berlanjut,
maka ini menjadi produk sosial tipe praktik
(Pudjiastuti 2016b, 14).
Produk sosial dalam bentuk yang nyata atau
umumnya disebut produk sosial tangible
41
merupakan alat yang digunakan untuk melakukan
praktik sosial atau produk fisik yang menyertai
pemasaran sosial. Contohnya adalah tempat
sampah yang ditujukan untuk terjadinya praktik
membuang sampah pada tempatnya sehingga
diharapkan kebersihan lingkungan akan terjaga.
Contoh lainnya adalah produk jarum suntik,
digunakan dalam praktik kampanye namun tidak
bergantian dengan menggunakan jarum suntik
yang sama dengan orang lain (Pudjiastuti 2016b,
14).
Dalam strategi dan perencanaan produk
terdapat beberapa hal yang perlu diperhitungkan,
salah satunya adalah siklus usia suatu produk.
Setiap produk memiliki dan menjalani beberapa
tahap antara saat lahir dan mati, yaitu saat
perkenalan, pertumbuhan, kedewasaan, dan
keruntuhan suatu produk. Kenyataan bahwa suatu
produk memiliki siklus usia tidak mungkin
disangkal lagi. Maka dari itu, setiap perusahaan
atau lembaga seharusnya menguasai suatu product
mix atau bauran produk dengan produk yang
mewakili masing-masing tahap pada siklus
tersebut. Jadi, konsep siklus usia produk itu boleh
dipandang sebagai alat penting untuk dapat
42
memahami strategi produk (Keith and Kotler
1980, 55).
Perencanaan produk yang baik juga harus
memikirkan tentang bagaimana memperkuat
posisi atau produk yang dipilih. Misalnya apabila
produk yang dipilih adalah produk nyata, maka
diberikan merk merupakan salah satu cara
memperkuat produk tersebut dalam upaya menarik
hati target adopter. Sedangkan apabila produk
yang dipilih adalah produk yang berupa gagasan,
dapat diberikan nama produk yang menarik yang
menjadi pembeda dengan lembaga atau organisasi
lainnya (Pudjiastuti 2016b, 34).
Perencanaan produk lekat kaitannya dengan
penentuan harga dalam pemasaran sosial. Sama
halnya dengan produk sosial, harga dalam
pemasaran sosial juga memiliki dua bentuk, yaitu
tangible dan intangible. Jadi, bentuk harga dalam
pemasaran sosial juga sama dengan pemasaran
komersial. Ada yang dalam bentuk uang, dan ada
yang tidak dalam bentuk uang (Pudjiastuti 2016b,
15).
Kotler (1989) membagi bentuk harga kedalam
dua kelompok, yaitu monetary cost dan non--
monetary cost. Monetary cost merupakan
43
sejumlah uang yang harus dibayarkan untuk
mendapatkan produk sosial. Sedangkan non-
monetary cost dapat berupa waktu (time cost) dan
juga perceive cost yang diartikan sebagai resiko,
upaya/effort atau mungkin menanggung malu atau
resiko yang tidak disukai oleh kelompok tertentu.
Seperti contohnya, pembagian kondom gratis
untuk pencegahan penularan penyakit. Namun, hal
tersebut dapat dianggap tabu dan menimbulkan
rasa malu bagi penerimanya. Atau contoh lain,
seperti halnya rehabilitasi penggunaan narkoba.
Pasien kemungkinan dapat dijauhi atau bahkan
diancam oleh lingkungan sesame pengguna atau
pengedar narkotika (Pudjiastuti 2016b, 16).
Time cost dapat dikurangi dengan cara
megatur jalur distribusi, sedangkan resiko dapat
dikurangi dengan dengan cara sebagai berikut
(Pudjiastuti 2016b, 17):
a) Mengurangi beban psikologis dengan produk
sosial yang memberikan imbalan psikologis
pula. Contoh, seseorang yang sudah memiliki
banyak anak mungkin malu ketika harus
membeli alat kontrasepsi. Sosial marketer bisa
menunjukkan kepada target adopter bahwa
44
mungkin akan lebih malu kalau istrinya hamil
dan melahirkan anak lagi.
b) Mengurangi beban sosial dengan meminta
dukungan pihak yang dipercaya (opinion
leader), seperti pemka masyarakat. Tujuannya
adalah untuk membantu membangun
kepercayaan antara agen perubahan dengan
target adopter.
c) Mengurangi resiko penolakkan dengan cara
memberikan informasi yang lengkap dan
produk yang gratis.
d) Mengurangi resiko fisik dapat dilakukan
dengan mendapatkan persetujuan dan
dukungan dari lebaga yang berwenang.
Penentuan harga dalam pemasaran sosial
sangat penting karena akan sangat terkait dengan
fungsinya, yaitu sebagai penarik akses,
pembangun citra atau sebagai pengontrol harga.
Sosial marketer harus dapat mempertimbangkan
dan memperhatikan soal hubungan antara harga
dan sikap target adopter terkait harga tersebut
(Pudjiastuti 2016b, 17).
Harga dalam pemasaran sosial memiliki
fungsi yang beragam tergantung pada tujuan yang
hendak dicapai. Fungsi tersebut terbagi menjadi
45
tiga, yaitu the accessbility fuction, the product-
positioning function, dan the demarketing function
(Pudjiastuti 2016b, 18).
The accessbility function adalah fungsi yang
membuka akses target adopter terhadap produk
sosial. Apabila harganya mahal mereka yang tidak
mampu tidak dapat mengakses produk sosial
tersebut. Sebaliknya, kalau harganya murah
mereka akan mampu mengakses produk sosial
tersebut. Lalu the product-positioning function,
adalah fungsi sebagai product positioning. Harga
dapat membangun image dari produk sosial yang
ditawarkan. Ketika harganya tinggi maka persepsi
orang adalah bahwa produk tersebut berkualitas,
dan sebaliknya. Namun, meskipun ketika
harganya murah dan digunakan oleh banyak
kalangan apalagi gratis dan berkualitas, maka hal
ini membuat orang tidak ragu-ragu untuk
menggunakan produk sosial tersebut. Sedangkan
the demarketing function adalah fungsi harga
dengan harga tertentu jumlah permintaan akan
naik dan pada titik tertentu akan menurun
(Pudjiastuti 2016b, 19).
Hal-hal yang harus dipertimbangkan ketika
akan menentukan harga produk sosial menurut
46
Kotler (1989) adalah sebagai berikut (Pudjiastuti
2016b, 20):
a) Siapa Target Adopter
Perlu memahami karakteristik sasaran
seperti status sosial ekonomi, profesi, serta
latar belakang budaya. Hal ini ditujukan untuk
mengidentifikasi apakah mereka mampu atau
tidak, serta untuk mengukur kemampuan
mereka dalam melakukannya.
b) Perbandingan Harga dan Benefit
Tidak boleh ada paksaan untuk membeli,
melakukan atau menggunakan produk sosial
yang memang tidak memberikan solusi atau
keuntungan bagi mereka. Harga yang
dikeluarkan dan benefit yang diperoleh harus
seimbang.
c) Tujuan Pemasaran Sosial
Harga yang ditentukan harus mendukung
pencapaian tujuan, bukan sebaliknya.
Contohnya adalah program pemasaran sosial
yang bertujuan untuk membebaskan
masyarakat dari virus flu burung. Untuk
mencapai tujuan ini maka vaksinasi harus
diberikan secara gratis dan dilakukan secara
massal.
47
d) Tangible Object
Apabila tujuannya untuk mencapai target
adopter sebanyak-banyaknya maka harga
harus dibuat serendah-rendahnya atau gratis.
c. Delivering The Product Market Fit
Pada tahap ini social marketer siap membawa
produk sosial kepada target adopter setelah
produk sosial selesai dirancang. Tahap ini terbagi
lagi menjadi beberapa hal, yaitu perencanaan
distribusi, perencanaan promosi yang didalamnya
terdapat presentasi produk sosial dan yang terakhir
adalah adoption triggering (Pudjiastuti 2016b, 34).
Berikut adalah pejelasannya:
a) Perencanaan Distribusi
Dalam tahap ini social marketer harus
menentukan siapa yang ditujukan sebagai
target adopter, menentukan tempat
pelaksanaan distribusi produk, serta
menentukan waktu pelaksanaan distribusi
produk (Pudjiastuti 2016b, 21).
Suatu produk sosial tidak akan bisa
menjangkau banyak khalayak apabila
48
keberadaannya jauh dari posisi khalayak. Oleh
karena itu, produk sosial harus didekakan agar
mudah diakses. Caranya dengan menempatkan
dan mendistribusikan agar lebih dekat dengan
khalayak. Penempatan dan distribusi produk
sosial intangible (tidak nyata) berbeda dengan
produk sosial tangible (nyata). Proses
distribusi produk sosial nyata dapat dilakukan
seperti produk komersial. Dari produser ke
distributor, baru ke agen, ke pengecer, baru ke
pengguna (Pudjiastuti 2016b, 21).
Berbeda dengan produk sosial tidak nyata
yang berbentuk ide atau praktik sosial, produk
ini dapat didistribusikan melalui komunikasi.
Di dalamnya terdapat unsur (1) komunikator,
yaitu pihak yang menyampaikan pesan; (2)
pesan yang disampaikan; (3) media atau
saluran uang yang akan digunakan untuk
menyampaikan pesan; (4) komunikan atau
khalayak sasaran yang akan menerima pesan,
dan terakhir adalah (5) efek yang diharapkan
terjadi pada khalayak sasaran (Pudjiastuti
2016b, 22).
Kotler (1989) menggambarkan bahwa
terdapat tiga alur distribusi produk sosial
49
intangible sebagai berikut (Pudjiastuti 2016b,
23):
1. The One Step Flow Model
Social marketer mendistribusikan
produk sosial langsung kepada khalayak
sasaran.
2. The Two Step Flow Model
Social marketer mendistribusikan
prosuk sosial melalui media yang
kemudian membawanya kepada initial
adopter yang selanjutnya akan
menyampaikan langsung kepada khalayak
sasaran terakhir.
3. The Multi Step Flow Model
Sosial marketer mendistribusikan
produk sosial melalui jalur distribusi yang
lebih rumit. Disini social marketer akan
akan menyampaikan produk sosialnya
kepada agen periklanan dan media terlebih
dahulu. Kemudian akan membawanya
kepada initial adopter yang selanjutnya
akan disampaikan langsung kepada
khalayak sasaran terakhir.
b) Perencanaan Promosi
50
Langkah utama yang harus dilakukan oleh
social marketer dalam mempromosikan
produk sosial adalah membedakan siapa target
adopter yang dituju. Untuk target yang
sifatnya massa maka menggunakan
komunikasi massa, sedangkan untuk target
individu maka promosinya dapat
menggunakan pendekatan langsung. Berikut
adalah penjelasannya (Pudjiastuti 2016b, 24):
1. Pendekatan Melalui Komunikasi Massa
Ada tiga langkah yang harus
diperhatikan ketika melakukan promosi
melalui komunikasi media massa, yaitu
(Kotler 1989):
a. Proses Komunikasi
Terdapat tiga model komunikasi
yang dapat mempengaruhi sikap
khalayak sasaran. Yaitu, The Learn-
Feel-Do, The Feel-Learn-Do, dan
The Do-Feel-Learn.
The Learn-Feel-Do adalah proses
komunikasi yang diawali dengan
mempengaruhi pengetahuan (learn)
khalayak terhadap suatu produk
sosial. Kemudian dilanjutkan dengan
51
komunikasi yang tujuannya merubah
sikap (feel), yang diharapkan
berpengaruh pada perilakunya (do).
The Feel-Learn-Do adalah proses
komunikasi yang dimulai dengan
mempengaruhi perasaan (feel)
terlebih dahulu. Setelah muncul sikap
positif, maka mereka akan berusaha
memahami dan mempelajari (learn).
Setelah memahami, mereka akan
mempraktikkannya (do).
Yang terakhir adalah The Do-Feel-
Learn yang merupakan model yang
digunakan tepatnya pada saat situasi
yang mendesak. Dimulai dengan
mempengaruhi melalui tindakan (do),
kemudian dilanjutkan dengan
mempengaruhi perasaan (feel), dan
diharapkan khalayak mempelajari
lebih lanjut tentang produk sosial
tersebut (learn).
b. Keputusan Komunikasi
Menurut Kotler (1989) ada lima hal
yang perlu diputuskan ketika social
marketer memanfaatkan media massa
52
sebagai sarana untuk
mempromosikan produk sosial.
Kelima hal tersebut adalah tujuan,
pesan, media, waktu, dan eksekusi
komunikasi.
Tujuan komunikasi harus mengarah
pada perubahan sikap dan perilaku
khalayak. Pesan yang disampaikan
harus menonjolkan keunggulan untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan
sasaran. Media dipilih dengan
karakteristik yang cocok dengan
sasaran. Dalam memilih waktu
komunikasi harus melibatkan kapan
waktu yang tepat ingin
disampaikannya pesan. Lalu,
eksekusi harus mampu
menginformasikan dan memersuasi
khalayak sasaran dengan berdasarkan
desain matang yang telah dipikirkan
sebelumnya.
c. Evaluasi
Langkah terakhir adalah berupa
evaluasi yang ditujukan untuk
mengidentifikasi kendala-kendala
53
yang dihadapi yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan
pertimbangan untuk kegiatan serupa
di masa mendatang.
2. Pendekatan Langsung
Promosi dalam pendekatan langsung
dapat dilakukan melalui selective
communication atau personal
communication. Berikut adalah cara yang
dapat dilakukan dengan kedua metode
tersebut menurut Kotler (1989)
(Pudjiastuti 2016b, 29):
a. Selective Communication
Pendekatan ini digunakan untuk
melengkapi promosi melalui media
massa yang telah dilakukan.
Informasinya dapat disampaikan
secara berulang-ulang.
Terdapat tiga cara yang bisa dipilih
untuk mempromosikan produk sosial
melalui pendekatan ini, yaitu direct
mail, telemarketing, dan media
online.
Direct mail merupakan media yang
efektif untuk menjangkau sasaran
54
potensial. Lalu, alamat sasaran jelas
dan dapat dijangkau. Pesan yang
disampaikan melalui media ini dapat
mengarah pada perubahan perubahan
perilaku.
Telemarketing dinilai sebagai
media yang selektif dan efektif
karena sifatnya yang dua arah, umpan
baliknya langsung sehingga lebih
mampu untuk meyakinkan sasaran.
Penggunaan telepon membuat biaya
dalam media ini sangat tinggi. Sangat
efektif untuk mendukung promosi
setelah dilakukan promosi direct
mail.
Media online bersifat interaktif
sehingga khalayak dapat bertanya
tentang hal-hal terkait program.
Media ini sangat efektif untuk
meningkatka pemahaman sasaran dan
sekaligus mempengaruhi mereka.
Media ini juga memperlukan biaya
yang sangat kecil.
b. Personal Communication
55
Komunikasi secara personal dinilai
sangat ampuh dalam mempengaruhi
sikap dan perilaku khalayak. Namun
kelemahannya adalah tidak dapat
menjangkau khalayak banyak yang
tersebar dalam waktu yang sama.
Sifatnya yang tatap muka
memungkinkan adanya simulasi yang
jelas terhadap suatu produk sosial
tertentu. Dapat ditangkap dengan
lebih efektif untuk mengubah sikap
dan perilaku sasaran. Dalam hal ini
yang dibutuhkan tidak hanya
komunikasi verbal tetapi juga harus
didukung dengan komunikasi non-
verbal.
c) Adoption Triggering
Tahap ini adalah dimana target adopter
mencoba produk sosial yang ditawarkan
supaya mereka lebih yakin terhadap manfaat
produk sosial tersebut (Pudjiastuti 2016b, 34).
d. Defending The Product Market Fit
Pada tahap ini social marketer mendukung
atau mengubah kecocokan produk dengan pasar
56
untuk merespons perubahan yang relevan di
lingkungan dan populasi target adopter.
Tahapannya adalah sebagai berikut (Pudjiastuti
2016b, 35):
1. Social marketer harus meneliti kondisi atau
situasi khalayak sasarannya. Hal ini berkaitan
dengan apakah ada kekeliruan atau kesalahan
yang terjadi terkait proses pelaksanaan
program atau pemakaian produk sosial oleh
target adopter atau tidak.
2. Social marketer harus melakukan monitoring
yang berkelanjutan setelah program atau
produk sosial telah dipromosilkan. Artinya
adalah, bahwa social marketer bertanggung
jawab sampai benar-benar terjadi perubahan
positif atas masalah sosial yang terjadi pada
target adopter. Social marketer baru boleh
melepaskan tanggung jawabnya setelah tujuan
daripada pemasaran sosial tersebut tercapai.
3. Social marketer harus memanfaatkan
penelitian yang telah dilakukannya dengan
benar. Caranya adalah dengan senantiasa
mengubah strateginya sesuai dengan
perubahan yang terjadi pada lingkungan target
adopter.
57
58
B. Kerangka Berpikir Penelitian
Tabel 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian
Bencana Tsunami: Muncul
Masalah Kesehatan
Program WASH KUN Humanity System
Tahapan Manajemen Pemasaran Sosial
Defining The Product
Market Fit
Designing The Product
Market Fit
Delivering The Product
Market Fit
Defending The Product
Market Fit
Identifikasi Masalah
Ide dan Praktik Sosial
Perencanaan Distribusi
Produk Sosial
Perencanaan Produk
Sosial
Sasaran
Harga Produk Sosial Cara dan Media
Penyampaian
Monitoring
Penelitian
59
BAB III
GAMBARAN UMUM KUN HUMANITY SYSTEM
Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum lembaga
atau organisasi KUN Humanity System secara keseluruhan yang
meliputi profil lembaga, sejarah, visi dan misi, bidang profesi dan
kepengurusan lembaga, relasi dengan pihak atau lembaga lain,
serta proses dan sumber pendanaan dan pendapatan lembaga.
Tujuan dari penjelasan mengenai lembaga ini adalah untuk
memberi tahu tempat lokasi penelitian yang dijalankan oleh
peneliti dalam memperoleh data temuan penelitian yang akan
dibutuhkan selama menjalankan penelitian di KUN Humanity
System.
A. Profil dan Sejarah Lembaga
KUN Humanity System berdiri pada tanggal 26
Februari 2016 dan organisasi non-pemerintah yang
berlokasi di Bandung. KUN Humanity System merupakan
sebuah organisasi non-profit, independen, bersifat
mandiri, dan berbasis anggota yang terbentuk dan didasari
oleh rasa kepedulian pada kemanusiaan serta lingkungan
hidup. Organisasi ini terbentuk pertama kali karena
pertemuan para pendirinya pada saat bergerak bersama
dalam penanggulangan bencana tsunami di Aceh tahun
2004 yang pada akhirnya menamai diri mereka KUN
60
Humanity System. Nama KUN sendiri diadaptasi dari
Bahasa Jawa Kawi yang berarti “Aku” yang kemudian
dikembangkan seiring dengan berkembangnya cita-cita
mereka untuk menjangkau lebih dari sekedar kebutuhan
manusia, namun mengarah ke sistem kemanusiaan itu
sendiri yang mencangkup banyak hal yang erat kaitannya
dengan kesejahteraan sosial. Maka dari itu, terdapat
humanity system di belakang kata KUN, yang berarti
“aku, kamu, kita, dan sistem manusia yang bersinergi”.
KUN Humanity System membawa pemberdayaan
dan gerakan kemanusiaan untuk semua manusia yang
membutuhkan, khususnya bagi mereka yang hidup di
daerah terpencil dan belum terjangkau. KUN Humanity
System saat ini hanya bergerak di Indonesia, walaupun
tidak menutup kemungkinan mereka ingin melebarkan
sayap seluas-luasnya dan menjadi organisasi yang tidak
hanya bergerak di Indonesia tapi juga di mancanegara.
Tim KUN Humanity System dibentuk dari kolaborasi
multi-disiplin untuk bisa memberikan dampak efektif dan
holistik untuk mencapai visi organisasi.
B. Visi
Visi KUN Humanity System adalah membentuk
suatu kolaborasi dengan orang-orang yang berasal dari
latar belakang multi-disiplin untuk mensinergikan
manusia dengan alamnya. Dalam hal ini, KUN Humanity
61
System bermaksud ingin membangun kesejahteraan
dengan melibatkan penyandang masalah kesejahteraan
sosial itu sendiri.
C. Alamat dan Kontak Lembaga
1. Alamat : Jl. Dago Asri No. 4 (Lt. 4)
Bandung
2. Situs : www.kun.or.id
3. Email : [email protected]
4. Nomor Telepon : +6222-2045-7853
D. Gerakan dan Program
1. Gerakan
Sepanjang 2016 - 2017 KUN Humanity System
telah berfokus dalam mitigasi bencana, dimana
mereka melakukan pemberdayaan masyarakat sekitar
di daerah rawan bencana. Daerah saat ini yang
dicakup adalah kaki Gunung Semeru dan Gunung
Merapi, kaki Gunung Leuser, Gunung Gede, dan
Gunung Kerinci Gunung Manglayang. Pada tahun
2018, KUN Humanity System bekerja sama dengan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
untuk mengembangkan KUN WILDERNESS
CENTER (klinik dan pusat informasi).
Pada bulan Agustus 2018, sebagai tanggapan
terhadap Gempa Lombok, tim KUN Humanity
System telah terlibat dalam program tanggap darurat
62
dan rehabilitasi rekonstruksi. Akhir September 2018,
sebagai respons terhadap Gempa Bumi dan Tsunami
Donggala Palu, KUN Humanity System terlibat
langsung dalam tanggap darurat saat ini. Yang belum
lama ini terjadi pada akhir bulan Desember 2018,
KUN Humanity System kembali melakukan gerakan
kepedulian dan terlibat langsung dalam
penanggulangan bencana tsunami di Banten.
2. Program
Terdapat tiga program inti dari KUN Humanity
System, yaitu:
1. Pemberdayaan Masyarakat dan Lingkungan
KUN Humanity System bekerja sama dengan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KLHK) melalui KUN Center, yang secara
langsung aktif terlibat dalam mengembangkan
akses sistem konservasi di semua Taman
Nasional di Indonesia. Pusat KUN juga
membawa pemberdayaan masyarakat kepada
orang-orang yang tinggal di sekitar kawasan
konservasi dan Taman Nasional.
KUN Center juga berperan dalam
meningkatkan kapasitas porter, pemandu dan
masyarakat sekitar. Tujuan utama KUN Center
adalah untuk memperkuat alam konservasi,
63
mempromosikan pemberdayaan masyarakat,
meningkatkan positif pengalaman bepergian di
alam liar, dan juga secara signifikan mengurangi
jumlahnya kecelakaan di hutan belantara di
Indonesia. Saat ini lebih dari 150 kuli telah
berpartisipasi dan bersertifikat dalam WFA
(Pertolongan Pertama Wilderness).
2. Manajemen dan Penanggulangan Darurat
Bencana
KUN Humanity System selalu berusaha
merespons keadaan darurat bencana dengan
cepat. Saat angka kematian meningkat dalam
waktu singkat, tantangan utama adalah
bagaimana menyelamatkan banyak nyawa
mungkin dalam waktu yang relatif singkat.
KUN Humanity System bekerja sama dengan
relawan dari dana organisasi lain di seluruh
Indonesia sehingga mereka dapat segera menilai
situasi bencana, mengidentifikasi masalah dan
menanggapi masalah akibat bencana dengan
tepat, dan dengan cepat menyebarkan bencana ke
tim tanggap darurat. Cadangan uang tunai yang
mencukupi, memungkinkan kami untuk
merespons dan kapan dan di mana kebutuhan
paling tinggi.
64
3. SIMAUNG (Sinema Kaki Gunung)
KUN Humanity System juga bergerak
bersama komunitas lokal dan pemerintah lokal
melalui SIMAUNG (Sinema Kaki
Gunung). SIMAUNG adalah bentuk program
kesadaran pendanaan pendidikan untuk
pengelolaan manajemen bencana. SIMAUNG
dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan
pengetahuan masyarakat lokal dan pemerintah
daerah tentang bahaya yang harus dihindari dan
potensi yang memungkinkan mereka mengatasi
bencana. SIMAUNG disajikan melalui
pemutaran film di bioskop terbuka, sedang
diadakan secara lokal Sinema Luar Ruang untuk
Pengungsi di Sinabung setelah letusan gunung
berapi.
E. Bidang Profesi dan Kepengurusan
Berikut merupakan deskripsi singkat mengenai
bidang profesi serta kepengurusan di KUN Humanity
System:
3. Dokter Medis: Dr. Chandra Sembiring
Dr. Chandra Sembiring merupakan seorang dokter
medis yang memiliki hasrat terkait obat-obatan
penolong bencana alam. Dia Telah terlibat dalam
banyak operasi ekspedisi dan bantuan bencana
65
sebagai medis dukungan dan koordinator program. Ia
juga bergabung dengan respons internasional dalam
banyak hal LSM internasional seperti Medecines Sans
Frontier di Afghanistan dan Himalaya Asosiasi
Penyelamatan di Nepal. Dia terlibat dalam banyak
operasi seperti gunung berapi Erupsi, bantuan
tsunami, operasi SAR Insiden kecelakaan superjet,
respons banjir, dll.
4. Psikolog: Dien Fachri Iqbal M.
Dien Fachri Iqbal M. merupakan seorang psikolog
yang peduli pada aktivitas luar ruangan dan masalah
kemanusiaan. Dia adalah seseorang yang
berpengalaman dalam bekerja untuk respon
kemanusiaan dan bencana.
5. Pakar Pendidikan dan Psikolog: Permata Andhika
Permata Andhika merupakan seorang pakar
pendidikan sekaligus seorang psikolog yang peduli
pada masalah perkembangan anak usia dini. Dia
adalah seseorang yang juga berpengalaman dalam
bekerja untuk respon kemanusiaan dan bencana.
6. Sinematografer: Anggi Frisca dan Teguh Rahmadi
Anggi Frisca merupakan seorang sinematografer
berpengalaman. Dia memenangkan gelar sebagai
sinematografer terbaik di Apresiasi Film Indonesia
pada tahun 2012 dan dinominasikan sebagai
66
sinematografer terbaik di Festival Film Indonesia
tahun 2012 & 2017. Proyek film pertamanya sebagai
sutradara film adalah Negeri Dongeng, sebuah film
tentang ekspedisi 7 puncak tertinggi di Indonesia. Dia
memutuskan menjadi seorang sosiopreneur pada
tahun 2014. Sedangkan Teguh Rahmadi, melalui 15
tahun pengalaman dalam industri film, ia memilih
sinematografi sebagai media yang dapat
menyampaikan pesan positif bagi kemanusiaan. Dia
percaya petualangan itu pembuatan film adalah
rahmat yang tidak boleh sia-sia. Dia adalah seorang
sinematografer dan ekspeditor dalam film Negeri
Dongeng.
7. Ahli Logistik: Onnie Rihidara
Onnie Rihidara merupakan seorang ahli logistik yang
peduli pada masalah perkembangan anak usia dini.
Dia adalah seseorang yang juga berpengalaman
dalam bekerja untuk respon kemanusiaan dan
bencana sejak Tsunami Aceh pada tahun 2004.
8. Tokoh Pendaki Gunung Nasional: Iwan Kweceng
Iwan Kweceng merupakan seorang tokoh pendaki
gunung nasional, yang telah mencapai World 7
Summiters pada tahun 2012. Dia juga merupakan
anggota organisasi WANADRI, penjelajah gunung
terbesar organisasi di Indonesia.
67
9. Spesialis Riset Pemasaran: Pras Lumbantoruan
Pras Lumbantoruan merupakan seorang spesialis riset
pemasaran yang berpengalaman. Dia telah terlibat
dalam banyak hal proyek riset pemasaran di Asia
Tenggara terkait hampir untuk semua industri.
10. Pakar Pemetaan: Danu Pujiachiri
Danu Pujiachiri adalah seorang pendiri
Bukapeta.com, yang merupakan pakar pemetaan yang
peduli pada gerakan sosial dan pemberdayaan
masyarakat. Dia bekerja sebagai Cartographer untuk
National Geographic. Danu Pujiachiri saat ini sedang
berfokus pada proyek pengembangan desa
menggunakan teknologi pemetaan.
F. Sumber Pendapatan
KUN Humanity System memiliki beberapa
sumber pendanaan dan pendapatan, yang pertama, yaitu
dana yang diperoleh dari donor. Penggalangan dana yang
dilakukan dan dituju kepada masyarakat umum di
sebarkan melalui situs Kitabisa.com. Dana donor ini
diperoleh tidak hanya berasal dari lokal dan masyarakat
lokal, namun juga banyak pihak yang mendonor dari
mancanegara misalnya adalah Christian Aid, Actid,
YEUI, dan IMC dan organisasi lokal seperti Skolain.
Sebetulnya yang mereka lakukan tidak hanya membantu
donor dalam konteks dana, tapi juga ide dan logistik yang
68
lebih mengarah ke kerjasama, salah satunya dalam bidang
edukasi, dan bantuan berupa shelter. Selanjutnya adalah
dana yang diperoleh dari produk dagangan milik KUN
Humanity System sendiri, yaitu berupa pakaian seperti
kaos, jaket, celana, lalu berupa aksesoris seperti gelang,
jam tangan, penutup muka, bahkan sampai hiasan-hiasan
khas negara lain, khususnya Nepal sebagai bentuk
kolaborasi KUN Humanity System dengan Himalayan
Gear.
KUN Humanity Sytem juga menjual kopi-kopi
khas Indonesia, seperti kopi gayo, kerinci, toraja dan lain-
lain sebagai salah satu bentuk kegemaran serta
mendukung petani-petani kopi lokal sekaligus mendukung
mengkampanyekan kopi khas Indonesia. Selain itu, KUN
juga menjual segala perlengkapan dan kebutuhan mendaki
serta khususnya medical first aid untuk keperluan medis
saat hendak mendaki gunung. Dalam waktu kedepan,
KUN Humanity System akan membuat sebuah brand
yang menjual barang-barang komersil, seperti halnya
kebutuhan fashion di luar dari konsep gunung atau
pendakian. Hal ini berkaitan dengan rencana perluasan
sumber pendanaan KUN Humanity System itu sendiri
yang tidak ingin terpaku dalam hal bisnis.
KUN Humanity System juga memperoleh
pendapatan dari hasil kolaborasi dengan media production
69
yang banyak bergerak di bidang perfilman, yaitu Aksa7
yang saat ini telah berkolaborasi dengan KUN Humanity
System dan terlibat langsung dalam pelaksanaan program-
progamnya sebagai media partner sejak awal KUN
Humanity System terbentuk. Pendapatan ini diperoleh
melalui hasil pembuatan film, salah satu filmnya yaitu
Negeri Dongeng yang berkaitan dengan ekspedisi
pendakian ke-7 puncak gunung tertinggi di Indonesia.
70
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Bab ini memaparkan 2 sub pembahasan: A) Promosi
Kesehatan Pasca Bencana, yaitu mengenai gambaran umum
program promosi kesehatan Wash, Water, and Sanitation
(WASH) yang dilakukan oleh KUN Humanity System. B)
Tahapan Manajemen Pemasaran Sosial, yaitu berisi tentang 4
tahapan manajemen pemasaran sosial yang dilakukan oleh KUN
Humanity System melalui program WASH di Banten, yaitu
identifikasi masalah (defining the product market fit),
perencanaan produk (designing the product market fit),
pendistribusian (delivering the product market fit), dan
monitoring dan penelitian (defending the product market fit).
A. Promosi Kesehatan Pasca Bencana
Melalui program Wash, Water, and Sanitation
(WASH), KUN Humanity System merupakan salah satu
Non-Government Organitation yang melakukan promosi
kesehatan menjadi bagian dari manajemen dan
penanggulangan bencana yang mereka lakukan dalam
linimasa pasca bencana. Berdasarkan hasil dari proses
wawancara mengenai apa itu WASH dan bagaimana latar
belakang terbentuknya program WASH, dijelaskan oleh
71
Putri Annisa sebagai program officer sekaligus pelaksana
program WASH, sebagai berikut:
“Water, Wash, and Sanitation ini
dilaksanakan sebetulnya berbarengan dengan
program Emergency Response (ER) dan Disaster
Risk Reduction (DRR) yang berfokus dalam
penanggulangan bencana secara cepat. Mengapa
ada WASH di dalamnya, karena isunya kan hak
dasar manusia yaitu, sandang, pangan, papan,
termasuk di dalamnya adalah kebersihan.
Kebersihan ini kaitannya dengan air yang berarti
berpotensi munculnya penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh pencemaran air, kayak diare, dan
segala macem. Apalagi kaitannya dengan
pengungsian, yang mana kebersihan ini merupakan
salah satu yang perlu didahulukan dalam konteks
pasca bencana…” (Putri Annisa, 2019).
Berdasarkan penjelasan di atas, program promosi
kesehatan menjadi salah satu hal yang berkaitan dengan
pemenuhan hak dasar manusia, yaitu kebersihan. Gaya
hidup dan lingkungan yang tidak bersih memicu
munculnya penyakit-penyakit yang ditularkan melalui
pencemaran air.
Maka dari itu, promosi kesehatan dilakukan untuk
mencegah penularan penyakit sekaligus mendorong
masyarakat pasca bencana untuk memiliki pola pikir yang
baik tentang kebersihan diri, lingkungan dan gaya hidup
sehat. Tidak hanya hygiene promotion, tapi juga terdapat
hygiene practice di dalamnya, yang berarti masyarakat
72
tidak hanya diedukasi tapi juga mempraktekkan apa yang
telah dipelajari mengenai pengelolaan dan pengolahan
limbah organik rumah tangga menjadi pupuk, cuci tangan
pakai sabun, sampai dengan menyikat gigi dengan benar.
Hal ini dijelaskan oleh Putri Annisa selaku program
officer, sebagai berikut:
“…Cuci tangan itu masuk bagian dari
WASH, karna isunya kan hygiene, lalu di
dalamnya ada hygiene practice dan hygiene
promotion. Pokoknya hal-hal yang berkaitan
dengan air kayak pengelolaan sampah, santasi
yang kaitannya dengan saluran air, gimana caranya
dapet air bersih itu juga bagian dari program
WASH. Namun, memang yang benar-benar kita
fokus angkat adalah CTPS dan edukasi
pengelolaan sampahnya, dalam pengelolaan juga
kita sedikit lakukan edukasi pengolahan, yaitu
membuat pupuk dari limbah atau sisa-sisa
makanan. Di akhir kita tambahin satu hal lagi ke
anak-anak soal kebersihan gigi.” (Putri Annisa,
2019).
Sumber: Dokumentasi KUN Humanity System
Gambar 4.1 Pengolahan Sampah Organik
73
Hal tersebut kembali dijelaskan oleh salah satu
volunteer yang bergerak di bidang media dan
dokumentasi yang memang tidak terlibat langsung, namun
mengikuti proses program WASH dari awal hingga akhir
sebagai dokumenter, yaitu Afdhal Lesmana sebagai
berikut:
“…Jadi tuh kalo yang dewasa
gambarannya gini, ibu-ibu yang ngurusin sampah,
bapak-bapak yang ngurus sistemnya, dan anak-
anak itu kita edukasi sejak dini. Tahapannya juga
pertama kita masuk ke orang dewasanya dulu,
melalui Ibu-Ibu PKK juga. Pertama kita edukasi
dulu sama masyarakat setempat soal walaupun
klise sih ya tapi perlu lah untuk diingatkan tentang
sampah organik atau non organik. Kita buatlah
tempat sampahnya, kita taruh di beberapa titik.
Habis itu kita melakukan pengumpulan sampah
bareng-bareng sama warga tuh. Setau gua kita
masuk juga ke pengolahannya, khususnya sampah
organik menjadi pupuk…” (Afdhal Lesmana,
2019).
Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dikatakan
bahwa promosi kesehatan dalam prosesnya melibatkan
masyarakat langsung dan di mulai dari orang dewasa
dengan mengelola dan mengolah sampah organik menjadi
pupuk. Selain itu promosi kesehatan juga dilakukan
kepada anak-anak dengan konten yang lebih beragam,
yaitu tentang kebersihan lingkungan, kebersihan tangan
dan kebersihan gigi. Hal ini kembali dijelaskan oleh
74
Afdhal Lesmana selaku dokumenter program, sebagai
berikut:
“…Kalo yang anak-anak juga sama kayak
gitu, tapi lebih banyak kontennya. Selain
pengelolaan sampah, ada cuci tangan pakai sabun,
dan cara menyikat gigi yang benar. Prosesnya
kurang lebih sama, yang beda ya mungkin
penyampaiannya aja ke anak-anak lebih gimana
caranya mereka tertarik dan mau untuk ikutin
prosesnya.” (Afdhal Lesmana, 2019).
B. Tahapan Manajemen Pemasaran Sosial
Tahapan pertama menjelaskan mengenai
bagaimana KUN Humanity System melakukan
identifikasi masalah sosial, bagaimana cara mencari ide
dan praktik sosial, siapa sasaran yang dituju, bagaimana
cara menentukan sasaran, dan apa alasan terpilihnya
sasaran. Tahapan kedua menjelaskan mengenai
bagaimana KUN Humanity System menyesuaikan
kebutuhan sasaran, bagaimana membuat perencanaan
produk, hal apa yang memperkuat produk, apa yang
menjadi pembeda, bagaimana membuat sasaran tertarik,
dan bagimana mempertimbangkan harga produk. Tahapan
ketiga menjelaskan mengenai bagaimana cara
menentukan tempat, bagaimana cara menentukan waktu,
bagaimana melakukan perencanaan promosi, bagaimana
cara penyampaian, adakah media khusus yang digunakan,
bagaimana proses presentasi produk, bagaimana
75
membangun kepercayaan, apa saja faktor penghambat dan
pendukung, dan adakah adoption triggering yang
dilakukan. Tahapan keempat menjelaskan tentang apakah
ada monitoring yang dilakukan oleh KUN Humanity
System dan bagaimana cara melakukannya, adakah
penelelitian yang dilakukan pasca program, adakah
kekeliruan yang terjadi, adakah evaluasi yang dilakukan,
dan apakah ada perubahan strategi yang dilakukan.
1. Defining The Product Market Fit (Identifikasi
Masalah)
Hasil observasi yang peneliti lakukan ketika
wawancara dengan ketua pelaksana program dapat
dijelaskan bahwa yang pertama kali mereka lakukan
adalah mengumpulkan informasi untuk mengetahui
seberapa parah dampak yang terjadi akibat bencana
tsunami di Banten. Berikut pernyataan yang
disampaikan oleh Permata Andhika selaku ketua
pelaksana program:
“Yang pertama kali kita lakukan
adalah gathering information karna kan kita
belum ada disana. Jadi, kita mencari
informasi-informasi yang cukup sahih dari
sumber-sumber yang terpercaya dan dari sana
kita bergerak, kita merespon. Jadi, kita tau
area yang terdampak berapa besar, berapa
banyak warga yang terdampak, dan siapa saja
yang memang urgent untuk dibutuhkan…”
76
Setelah gathering information, mereka
melakukan rapid assessment untuk mengetahui data-
data termasuk di dalamnya mengenai apa saja yang
dibutuhkan oleh sasaran. Hal ini disampaikan oleh
Permata Andhika selaku ketua pelaksana program:
“…kita lakukan rapid assessment,
jadi assessment secara cepat dengan standar
Internasional yang kita dapatkan dari IMC,
guna mencari tahu ada berapa titik
pengungsian, ada berapa kartu keluarga, ada
berapa kelompok rentan, jadi semua data ini
dikumpulkanlah kebutuhan mereka apa, sudah
ada tempat pengungsian atau tidak, tempatnya
layak atau tidak, kalau tidak layak apa yang
kurang, termasuk kebutuhan berupa dana…”
(Permata Andhika, 2019).
Mereka berkoordinasi dengan BNPB dan
BPBD dalam maksud untuk mengisi kekosongan
dalam sektor dan isu apa yang organisasi pemerintah
dan non-pemerintah tidak lakukan. Hal ini kembali
disampaikan oleh Permata Andhika, sebagai berikut:
“…kita ngecheck dan berkoordinasi
dengan BNPB dan BPBD karna mereka punya
sistem untuk organisasi-organisasi yang ingin
terlibat dalam penanggulangan agar
berkoordinasi. Siapa yang ingin memberikan
bantuan WASH, siapa yang ingin memberikan
bantuan medis, siapa yang ingin memberikan
bantuan shelter, dan seberapa banyak, dan di
titik mana aja…” (Permata Andhika, 2019).
77
Setelah melakukan rapid assessment, mereka
melakukan in-depth assessment yaitu identifikasi
lebih dalam untuk menentukan isu apa yang ingin
mereka angkat dalam program pasca bencana. Proses
identifikasi yang membutuhkan waktu kurang lebih
satu bulan pada akhirnya, teridentifikasi bahwa isu
kesehatan dan kebersihan merupakan hal yang
kemudian mereka pilih, yaitu bergerak dalam isu
hygiene practice dan hygiene promotion. Berikut
pernyataan yang disampaikan oleh Permata Andhika
selaku ketua pelaksana program:
“…WASH pada akhirnya menjadi
salah satu yang menjadi program kami selama
disana yang memang pemerintah pada saat itu
tidak bergerak dalam isu hygiene practice dan
hygiene promotion yang kita lakukan
berdasarkan hasil dari in-depth assessment,
yaitu lanjutan dari rapid assessment. Jadi,
intinya identifikasi itu dari semua sisi, bukan
hanya kebutuhan, bukan hanya apa yang bisa
kita berikan, bukan hanya dua itu aja tapi juga
kondisi sosialnya mereka. Kita lakukan proses
identifikasi selama kurang lebih sebulan…”
(Permata Andhika, 2019).
78
Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 4.2 Gathering Information
Di tempat ini biasanya mereka melakukan
proses paling awal dari identifikasi masalah, yaitu
gathering information. Tempat ini juga sering mereka
gunakan sebagai tempat untuk meeting sebelum
bergerak langsung ke lokasi bencana.
KUN Humanity System mengadaptasi
program Wash, Water, and Sanitation (WASH) dari
pengelompokkan program pasca bencana menurut
United Nation. Hal ini disampaikan oleh ketua
pelaksana program Permata Andhika, sebagai berikut:
79
“Kalo misalnya kita ngikutin UN
(United Nation) itu ada kurang lebih 11
sampai dengan 13 kalo gak salah, aku lupa
tepatnya berapa tapi intinya belasan cluster
atau pengelompokkan yang memang itu harus
dipenuhi ketika kita mau melaksanakan
program pasca bencana, salah satunya WASH.
Jadi, ada food in nutrition, ada shelter, ada
WASH, ada communication, ada health, dan
lain-lain, belasan. Mana nih yang sekiranya
KUN bisa support, mana nih yang kita punya
sumber daya nya, dan mana nih yang juga
memang sangat dibutuhkan…” (Permata
Andhika, 2019).
Selain berdasarkan dari belasan
pengelompokkan yang dikemukakan oleh United
Nation, pengambilan keputusan terkait program apa
yang sesuai dengan kebutuhan sasaran juga
dipengaruhi oleh hasil dari identifikasi masalah yang
terjadi, yaitu perilaku hidup yang tidak sehat dan
dampak fisik dari bencana tsunami. Maka dari itu,
mereka memilih isu promosi dan praktik kesehatan
sebagai program pasca bencana yang dilakukan. Hal
ini diutarakan oleh Permata Andhika selaku ketua
pelaksana program, sebagai berikut:
“…menurut kita cukup parah juga
isu kesehatan disana. Kalo dilihat dari luar
sebenarnya mereka bersih-bersih aja,
perkampungannya juga bersih tapi mereka
bakar sampah, mengelola sampahnya tidak
sehat. Ada yang buangnya ke sungai, ada lah
80
yang ke pantai, terus buang air nya juga masih
begitu. Intinya yang berkaitan dengan perilaku
atau kesadaran akan kebersihannya masih
kurang baik. Apalagi ditambah dengan situasi
dimana mereka telah terdampak oleh bencana
tsunami yang semakin memperburuk dan
berpotensi munculnya penyakit-penyakit
akibat pencemaran air, seperti diare yang
mana sering kali menyerang anak-anak karna
lebih rentan kan terkena penyakit…” (Permata
Andhika, 2019).
Penentuan sasaran dari produk yang ingin
dipasarkan merupakan salah satu hal yang harus
dilakukan. Hasil wawancara peneliti dengan ketua
pelaksana program WASH dapat dijelaskan bahwa
sasaran program terbagi menjadi dua, dewasa dan
anak-anak. Program cuci tangan pakai sabun dan cara
menyikat gigi yang baik hanya dikhususkan untuk
anak-anak. Siapa yang menjadi sasaran disampaikan
atas pernyataan Permata Andhika:
“…Jadi, untuk target pelatihan dan
edukasi pengelolaan dan pengolahan sampah
kepada kelompok rentan dan orang dewasa
kita bekerja sama dengan Ibu-Ibu PKK disana
yang kita jadikan volunteer lokal. Lalu, kita
juga masuk ke sekolah-sekolah dan juga
menyisir ke perkampungan untuk melakukan
edukasi dan promosi pengelolaan sampah
organik non-organik misalnya dan juga CTPS
dan diorama gigi yang targetnya adalah anak-
anak kecil di sekolah maupun di luar ruang
lingkup sekolah. Jadi tergetnya ada dua, orang
81
dewasanya ada, anak-anaknya juga punya
segmennya sendiri.” Permata Andhika, 2019).
Cara dalam menentukan sasaran yang
dilakukan oleh KUN Humanity System adalah
dengan mendatangi aparatur desa untuk
berkoordinasi. Mereka melakukan komunikasi yang
dimaksudkan untuk menekankan aparatur desa untuk
mengeluarkan kebijakan yang tepat yang berkaitan
dengan kebersihan. Sedangkan apa yang mereka
lakukan ke masyarakat adalah melakukan promosi
kesehatan untuk merubah perilaku sesuai dengan apa
yang Permata Andhika sampaikan, sebagai berikut:
“Situasi disana kita tidak bisa
memfokuskan ke setiap pengungsian, karna
orang-orang disana lebih memilih untuk
tinggal di rumah saudaranya. Jadi kita
nembaknya ke satu desa. Sasarannya atas
bawah, di bawah kita kasih pelatihan, promosi
kita sebarkan supaya mereka bisa merubah
tingkah laku, tapi di atas nya kita tekankan
untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang
benar terkait kebersihan misalkan terkait
tempat pembuangan sampah, dan program
mitigasi. Jadi, program ini terintegrasi dengan
aparatur desa biar program kita sustainable
dan supaya saat kita gak ada nanti, program
ini masih bisa terus berjalan.” (Permata
Andhika, 2019).
Selain siapa sasaran dan bagaimana
menentukan sasaran, alasan terhadap target adopter
82
yang dipilih juga merupakan salah satu hal yang perlu
untuk dipertimbangkan. Hal ini juga disampaikan
oleh Permata Andhika:
“Kalo anak-anak, karna jelas ya
mereka butuh yang namanya edukasi terkait
kebersihan. Hal tersebut menjadi penting
karna anak-anaklah yang rentan terkena
penyakit yang diakibatkan oleh pencemaran
air. Kalo orang-orang dewasanya lebih kepada
perubahan karna bisa dibilang perilaku mereka
disana dalam hal menjaga kesehatan diri dan
lingkungan juga masih kurang. Seperti yang
tadi saya bilang kalo mereka buang
sampahnya aja masih ada yang ke sungai, ke
pantai, karna mereka tinggal di pesisir pantai
kan. Lalu tidak ada juga pengolahan sampah
yang benar, cara satu-satunya yang mereka
lakukan ya bakar itu sampah yang mana pada
akhirnya juga merusak kesehatan juga.
Makanya kita juga buat sedikit pelatihan soal
pengolahan sampah organik menjadi pupuk.”
(Permata Andhika, 2019).
Dengan demikian menurut pemaparan di atas,
situasi dimana bencana tsunami yang terjadi sangat
berdampak pada kesehatan. Terlebih lagi dengan pola
pikir masyarakat dalam menjaga kesehatan diri dan
lingkungan masih kurang baik serta posisi anak-anak
yang rentan tertular penyakit akibat pencemaran air
menjadi alasan terhadap penentuan target adopter.
83
2. Designing The Product Market Fit (Perencanaan
Produk Sosial)
KUN Humanity System melihat bahwa isu
kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam
kehidupan secara umum, terlebih dalam konteks
pasca bencana. Cara mereka menyesuaikan
kebutuhan sasaran adalah dengan identifikasi dan
koordinasi dengan semua pihak yang terlibat di dalam
pemerintahan maupun di luar pemerintahan. Hal ini
disampaikan oleh Permata Andhika selaku ketua
pelaksana program:
“Diluar konteks bencana aja isu
kesehatan jadi hal yang penting banget,
apalagi ini konteksnya pasca bencana ya.
Sesuai dengan apa yang udah kita lakuin dari
mulai mencari informasi di awal, lalu kita
lakukan rapid assessment sampai dengan in-
depth assessment, kita pikir isu hygiene
practice dan hygiene promotion ini adalah
salah satu yang dibutuhkan oleh masyarakat
disana. Jadi cara menyesuaikannya adalah
dengan identifikasi masalahnya dulu, abis itu
koordinasi dengan BNPB, BPBD dan NGO
lain yang sama-sama terjun disana terkait
bidang-bidang mana nih yang KUN bisa bantu
untuk mengisi kekosongan.” (Permata
Andhika, 2019).
Cara KUN Humanity System dalam membuat
perencanaan produk sosial adalah dengan melakukan
koordinasi dengan aparatur desa terkait program dan
84
apa yang ingin mereka lakukan di sana. Selain
koordinasi dengan aparatur desa, mereka juga
melakukan koordinasi ke sekolah-sekolah dan
membahas mengenai program promosi kesehatan
yang ingin di lakukan di sekolah-sekolah tersebut
sampai dengan waktu pelaksanaan dan bentuk-bentuk
kerjasamanya. Hal ini disampaikan oleh ketua
pelaksana program Permata Andhika:
“Kalo udah tau nih kondisi nya
disana gimana dan udah tau kita bisa bantu
dimana, di bidang apa, dan harus ngapain, kita
koordinasi ke aparatur desa dan bilang ke
mereka kalo kita punya program soal
pengelolaan dan pengolahan sampah walau
lebih banyak ke edukasi pengelolaannya, kita
kasih tau juga ada program CTPS yang
targetnya adalah anak-anak, birokrasi tuh.
Birokrasi juga kita lakuin ke sekolah-sekolah
untuk program CTPS karna memang kita
ambil banyak lokasi untuk CTPS ini di
sekolah-sekolah, jadi terkait waktu dan tempat
kita harus koordinasi sama pihak sekolah.
Selain itu kalo ke anak-anak paling kita kasih
edukasi soal sampah organik dan non-organik,
harus buang kemana, dan lain sebagainya.”
(Permata Andhika, 2019).
Berkaitan dengan memperkuat dipilihnya
produk sosial, KUN Humanity System dalam
produknya tidak menggunakan merk karena bukan
merupakan jenis produk tangible atau berbentuk
barang, melainkan berbentuk gagasan atau ide. Dalam
85
programnya, yang menarik bagi mereka adalah
terletak pada prosesnya yang melibatkan masyarakat
langsung. Salah satu media yang digunakan dalam
penyampaian adalah dengan menggunakan diorama
gigi. Selain itu, mereka aktraktif dalam segi
penyampaiannya. Berdasarkan hasil wawancara yang
peneliti lakukan, hal ini disampaikan oleh ketua
pelaksana program Permata Andhika, sebagai berikut:
“Kalo merk jelas enggak ya, karna
yang kita lakukan di WASH ini yang kita bagi
bukan dalam bentuk barang. Sekalipun barang
pun cuma tempat sampah aja, organik dan
non-organik. Yang menarik menurut saya
bukan kemasannya, tapi prosesnya. Proses
operasi bersih-bersih sampah kita lakuin
bareng-bareng sama masyarakat disana.
Tempat sampah pun setelah jadi, yang pasang
itu mereka. Kalo untuk anak-anak kita sempat
bikin gigi berukuran besar gitu untuk kasih tau
ke anak-anak gimana cara menyikat gigi yang
benar yang tujuannya itu agar bikin anak-anak
lebih tertarik. Cuma itu sih ya paling cara
penyampaiannya yang lebih atraktif ke anak-
anak, karna mereka suka hal-hal yang seru dan
bernenergik.” (Permata Andhika, 2019).
86
Sumber: Dokumentasi KUN Humanity System
Gambar 4.3 Keterlibatan Langsung Masyarakat
Mengenai apa yang menjadi pembeda dari
program promosi kesehatan yang dimiliki KUN
Humanity System dengan Non Government
Organitaiton lain dalam melakukan pemasaran sosial
dalam ruang lingkup kebencanaan, hal ini dijelaskan
oleh ketua pelaksana program Permata Andhika,
sebagai berikut:
“…selama kita disana, kita merasa
kalo KUN itu lebih terorganisir secara
keseluruhan. Saya pribadi sih merasa kalo
KUN ini lebih terintegrasi dengan baik
ketimbang NGO lain yang terjun juga di
Banten secara mungkin ya kita yang paling
lama disana. Jadi ya mungkin perbedaannya
dari sisi itu. Selain memang cara komunikasi
yang kita gunakan khususnya kepada anak-
anak itu unik ya…mengedukasi anak-anak
tentang isu kesehatan pake gerakan-gerakan
pertunjukan dongeng atau seni dan cara itu
gak dilakuin sama NGO lain dalam hal
87
mengedukasi dengan isu kesehatan disana.”
(Permata Andhika, 2019).
Menurut apa yang dituturkan oleh Permata
Andhika selaku ketua pelaksana program, yang
menjadi pembeda antara KUN Humanity System
dengan Non Government Organitation lain dalam
melakukan pemasaran sosial melalui program
promosi kesehatan adalah dari sisi kesiapan dan
proses yang lebih terintegrasi dengan baik mengikuti
dengan hitungan durasi kehadiran mereka yang lebih
lama dari yang lainnya. Selain itu, cara penyampaian
yang atraktif dan membangun suasana yang
menyenangkan tampaknya menjadi ciri khas dari
program mereka dan menjadi pembeda dari apa yang
Non Government Organitation lain lakukan.
Untuk membuat target adopter tertarik
seringkali social marketer melakukan cara-cara yang
unik dalam menarik perhatian khalayak untuk
menggunakan atau mengikuti produk sosial yang di
pasarkan. Hal ini disampaikan oleh Permata Andhika
selaku ketua pelaksana program dan informan lain
yaitu Devina selaku pelaksana program:
Pernyataan Informan Permata Andhika:
“…Vina ini, bikin semacam
pertunjukan dongeng atau semacam lenonglah
88
dengan gestur yang menarik. Jadi, anak-anak
disana juga seneng, ya ibaratnya bahasanya
apa ya. Vina kasih edukasi dengan gerakan-
gerakan yang menarik dan lucu bagi anak-
anak dan disertai juga penekanan penekanan
yang ketika anak-anak denger tuh, seru apa
yang disampaikan. Selain itu yang tadi saya
bilang kita bikin diorama gigi gitu di akhir sih
karna bosen ya cuci tangan terus, muncul lah
ide untuk edukasi cara yang benar menyikat
gigi. Jadi edukasi pake gigi dan sikat gigi yang
besar.” (Permata Andhika, 2019).
Pernyataan Informan Devina:
“…kita bikin lagu untuk bikin
promosi nya makin menarik. Jadi kalo di TK
kita tuh mainin lagu cuci tangan, kita nyanyiin
bareng-bareng. Sama kita bikin pertunjukan
kecil gitu pake boneka sambil cerita ke anak-
anak melalui boneka itu tentang keseharian
kayak misalnya bangun pagi, cuci muka, sikat
gigi, rapihin tempat tidur, jangan lupa cuci
tangan, mandi dan sebagainya…kalo yang di
huntara, aku bikin cerita disitu tentang
kebersihan jadi lebih ke menjaga gimana
caranya jangan buang sampah sembarangan.
Yang menarik adalah cerita nya gak yang
hanya berupa narasi, tapi aku kayak semi
lenong gitu disana cerita dengan gerakan-
gerakan…” (Devina, 2019).
Berdasarkan jawaban atas wawancara yang
peneliti lakukan kepada kedua informan, dapat
dikatakan bahwa cara penyampaian yang dilakukan
adalah dengan menggunakan gerakan, intonasi nada,
dan media penyampaian yang menarik. Tujuannya
89
adalah bagaimana membuat edukasi tersebut
menghibur dan dapat menarik perhatian sasaran untuk
mengikuti program promosi kesehatan yang diberikan
oleh KUN Humanity System.
Tidak ada harga berupa materi atau uang yang
digunakan untuk mengikuti produk sosial yang
diberikan. Namun, KUN Humanity System melihat
bahwa apa yang mereka berikan kepada sasaran
sesuai dengan apa yang sasaran itu butuhkan. Jadi,
keluangan waktu untuk mengikuti program yang
diberikan, didasari oleh kesadaran bahwa sasaran
memang butuh edukasi tersebut. Harga dalam
pemasaran sosial ini ditentukan dan dipertimbangkan
oleh KUN Humanity System melalui pernyataan
berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan
dengan ketua pelaksana program, Permata Andhika
sebagai berikut:
“Harga jelas gak ada dong, mereka
bisa menikmati edukasi yang kita berikan itu
gratis. Kalo waktu, gini saya pikir juga mereka
sadar bahwa mereka itu dalam kondisi butuh
bantuan dalam sektor apapun, gak luput juga
soal kebersihan…Jadi menurut saya mereka
rela-rela aja untuk meluangkan waktunya
untuk ikutin kegiatan KUN, karna pada
dasarnya mereka itu butuh. Walaupun ada
yang memang beberapa volunteer lokal kita
yang menjalani harinya lebih ekstra,
90
contohnya guru kan. Paginya mereka ngajar,
sorenya mereka harus ikut kegiatan kami kan
lumayan capek tuh. Tapi dengan komunikasi
dan pendekatan yang baik, mereka mau untuk
meluangkan waktunya…” (Permata Andhika,
2019).
Berkaitan dengan kendala dan penolakkan
dalam membangun kepercayaan atas produk sosial
yang ingin dipromosikan melalui programnya,
Permata Andhika, Devina, dan Afdhal Lesmana
selaku ketua pelaksana, pelaksana program, dan
dokumenter program WASH mengungkapkan hal ini
berdasarkan wawancara yang telah peniliti lakukan
kepada ketiga informan, sebagai berikut:
Pernyataan Informan Permata Andhika:
“…mungkin kalo anak-anak ada
lah yang ketika dalam proses edukasi, ada satu
dua yang cari-cari perhatian kayak misalnya
lari-lari atau ada lah satu dua anak yang
ganggu anak-anak lain yang sedang serius dan
menikmati proses edukasi, wajar sih menurut
saya…Dalam membangun kepercayaan
kepada orang dewasanya sebagaimana
mungkin kita gunain komunikasi yang benar
juga terkait tujuan kita apa, supaya mereka
mudah paham. Memang butuh effort gimana
agar mereka sadar bahwa mereka butuh itu
untuk desa mereka agar lebih baik.” (Permata
Andhika, 2019).
Pernyataan Informan Devina:
91
“Kalo di lapangan lebih keliatan di
sekolah sih, karna kan crowd nya lebih
banyak. Jadi, keliatan banget tuh ada memang
yang bener-bener dengerin dan ada yang
sukanya cari attention, ada bahkan yang saling
tonjok-tonjokkan lah. Problemnya di Banten
mungkin karna orangtua nya keras kali ya,
jadi pembawaannya anak-anaknya mereka jadi
kasar juga attitude nya. Sebenernya gak
bapak-bapak, ibu-ibu, gak remaja, anak-anak
mereka cari attention. Jadi kita selalu gitu,
oke kalo mereka gak mau dengerin kita lebih
ke anak-anak yang memang mau dengerin aja
kan. Nah anak-anak yang nyari attention ini
jatohnya malah ribut sendiri, gangguin temen-
temennya yang lain yang memang mau
dengerin. Kalo secara general tidak ada
penolakkan, tapi kalo dari attitude kadang
mereka sulit untuk dikontrol.” (Devina, 2019).
Pernyataan Informan Afdhal:
“Penolakkan dalam hal yang masih
wajar iya. Khususnya remaja sih gua melihat
mereka-mereka ini kurang ada rasa ingin yang
lebih untuk berpartisipasi dalam program,
entah sebagai volunteer lokal atau pun sebagai
yang mengikuti program. Kalo gua sebutnya
itu, rasa keinginan yang kurang untuk terlibat
entah ini masuk atau enggak ke dalam
penolakkan. Sisanya juga masih dalam hal
wajar, mungkin temen-temen yang lain udah
sampaikan juga ya. Ya anak-anak lah, yang
beberapa sulit untuk diatur. Itupun kayaknya
bukan penolakkan deh, lebih ke susah diatur
aja.” (Afdhal Lesmana, 2019).
92
Menurut apa yang telah ketiga informan
tuturkan, terjadinya penolakkan yang masih mereka
anggap bahwa hal tersebut adalah wajar dari
prosesnya yang memang hanya dipegang dengan
sedikit sumber daya manusia. Dari mulai kepada
orang dewasa yang kolot, anak-anak yang sulit untuk
dikontrol perilakunya, sampai dengan kesadaran para
remaja yang masih kurang dimana mereka enggan
terlibat ke dalam program.
Melakukan pendekatan dan komunikasi yang
jelas secara intens adalah cara yang KUN Humanity
System lakukan dalam membangun kepercayaan
produk sosial. Pendekatan tersebut secara khusus
mereka lakukan kepada masyarakat lokal yang
berpotensi untuk lebih didengarkan, yaitu orang-
orang yang berpengaruh sehingga dijadikan volunteer
lokal untuk menjembatani apa yang sekiranya pihak
KUN Humanity System tidak dapat jangkau. Selain
itu, salah satu cara yang mereka gunakan untuk
menyentuh hati masyarakat adalah dengan kalimat-
kalimat menakut-nakuti yang dapat membangun
kesadaran terkait apa dampak dari perilaku hidup
yang tidak sehat di wilayah pesisir pantai. Hal ini
disampaikan oleh Permata Andhika selaku ketua
pelaksana program, sebagai berikut:
93
“Yang pertama itu kita lakukan
pendekatan dan komunikasi secara terus
menerus pastinya, saya pikir kalo kita mau
kasih tau sesuatu yang lebih baik ke orang
lain, kita harus saling mengenal dulu, minimal
dengan beberapa orang lokal sana yang
berpengaruh. Salah satu volunteer lokal yang
sangat membantu itu ada, Pak Irfan
contohnya. Melalui Pak Irfan juga kita lebih
mudah untuk menjangkau orang-orang disana,
secara gak semua dari kita kan juga bisa
Bahasa Sunda…Salah satu cara kita untuk
menyentuh hati masyarakat yang lain itu
dengan kalimat-kalimat menakuti. Memang
sepertinya berlebihan, tapi memang harus
begitu saya kira untuk mengubah pola pikir
mereka yang sudah terlanjur terbentuk,
khususnya orang dewasa…Kalo untuk anak-
anak gak sesulit bicara sama orang dewasa ya
menurut saya, asal gimana caranya edukasi
yang kita kasih itu gak membosankan aja.”
(Permata Andhika, 2019).
Sumber: Dokumentasi KUN Humanity System
Gambar 4.4 Membangun Kepercayaan
94
3. Delivering The Product Market Fit
(Pendistribusian Produk Sosial)
Distribusi program WASH dilakukan di desa
Sumber Jaya, Cigorondong, dan Taman Jaya.
Ketiganya merupakan desa di Kecamatan Sumur,
Pandeglang, Banten. Pendistribusian produk sosial
terbagi ke dalam dua segmen, yaitu untuk orang
dewasa dan anak-anak. Pelaksanaan WASH untuk
orang dewasa terpusat di Posyandu, sedangkan
pelaksanaan WASH untuk anak-anak tersebar di 13
sekolah dari 3 desa tersebut dan juga beberapa
dilakukan di lingkungan rumah. Lokasi
pendistribusian program WASH ditentukan melalui
proses koordinasi dengan aparatur desa dan pihak
sekolah-sekolah. Sedangkan apa yang mereka
lakukan di lingkungan rumah, bersifat kondisional.
Dimana melihat sekerumunan anak-anak bermain,
disitu mereka masuk untuk melakukan promosi
perilaku hidup bersih. Hal ini disampaikan oleh
program officer sekaligus pelaksana program Putri
Annisa dan ketua pelaksana program Permata
Andhika, sebagai berikut:
Pernyataan Informan Putri Annisa:
“Kami bergerak di tiga desa di
Kecamatan Sumur, Pandeglang, Banten, yaitu
95
Sumber Jaya, Cigorondong, dan Taman Jaya.
WASH sendiri terbagi menjadi dua tempat,
untuk orang dewasa di Posyandu Kecamatan
Sumur dan untuk anak-anak kita laksanakan di
13 sekolah dari tiga desa tersebut. Sekolahnya
kebanyakan SD dan TK, kita sempet sekali ke
SMP tapi enggak ke SMA. Beberapa kali kita
juga lakukan edukasinya di lingkungan rumah,
yang biasa mereka jadikan tempat bermain,
kita masuk kesana.” (Putri Annisa, 2019).
Pernyataan Informan Permata Andhika:
“Tempat pelaksanaannya kita
koordinasi dengan aparatur desa…pada
akhirnya dengan bekerjasama dengan Ibu-Ibu
PKK, kita dapet akses untuk lakukan kegiatan
di Posyandu. Sedangkan dengan sekolah-
sekolah, kita datang ke mereka, ke kepala
sekolah nya dan berkoordiasi juga dengan
guru-guru terkait perijinan dan enaknya
dimana nih kita lakukan kegiatannya…Kalo
pun tempat mana yang kita sisir untuk kita
lakukan operasi bareng warga itu
kondisional…Selebihnya…dimana ada anak-
anak, di lingkungan rumah biasanya, di situ
pula kita adakan kegiatan edukasi.” (Permata
Andhika, 2019).
Selain tempat, terdapat juga waktu
pelaksanaan program. Waktu pelaksanaan program
WASH disampaikan oleh Putri Annisa selaku
program officer sekaligus pelaksana program, sebagai
berikut:
“Program kami dari awal
dilaksanakan pada akhir Desember dan selesai
96
pada akhir Agustus tepatnya tanggal 31. Jadi,
kalau dihitung, jangka waktu kita di sana
adalah 8 bulan, namun sempat kepotong kita
pulang ke kediaman masing-masing sekitar
seminggu sampai dua minggu karna lebaran
waktu itu. Tapi abis itu balik lagi, dan ya
sekitar 8 bulan kita disana. Tapi khusus
WASH kita baru laksanakan programnya di
bulan ke-3 kita disana untuk yang di handle
sama Ibu-Ibu PKK, sedangkan untuk anak-
anak yang di sekolah, WASH baru
dilaksanakan di bulan ke-6. Kita fokuskan
WASH di 2 bulan terakhir disana dengan rata-
rata seminggu itu kita ke 3 sekolah.” (Putri
Annisa, 2019).
Berdasarkan pemaparan informan di atas,
waktu pelaksanaan program WASH adalah dimulai
dari bulan ke-3 mereka berada di sana namun, hanya
berlaku kepada orang dewasa dan dibantu oleh Ibu-
Ibu PKK sebagai volunteer lokal disana. Sedangkan
untuk anak-anak, waktu pelaksanaan program WASH
adalah di bulan ke-6 yang berarti 2 bulan terakhir
KUN Humanty System berada di sana.
Proses KUN Humanity System dalam
menentukan waktu pelaksanaan berbarengan dengan
menentukan tempat. Yaitu melalui aparatur desa dan
sekolah-sekolah. Lalu, apa yang mereka lakukan
dengan anak-anak di lingkungan rumah situasinya
sama dengan bagaimana menentukan tempat
distribusi, dimana dari segi waktu mereka melakukan
97
edukasi yang sifatnya kondisional. Hal ini
disampaikan oleh Permata Andhika selaku ketua
pelaksana program, sebagai berikut:
“Waktu ini sebetulnya berbarengan
dengan ketika kita ingin tentuin tempat. Sama
prosesnya, melalui ijin dulu dari aparatur desa
dan sekolah-sekolah. Kalau yang di luar
sekolah, lebih ke random situation aja.
Misalkan kita lagi jalan mau kemana terus
ketemu sama sekumpulan anak-anak, ya kita
samperin. Kita kumpulin, kita kasih edukasi
langsung di tempat.” (Permata Andhika, 2019)
Setelah penentuan distribusi terkait waktu dan
tempat, KUN Humanity System melakukan
perencanaan promosi. Perencanaan promosi yang
KUN Humanity System lakukan adalah dengan
menyiapkan logistik yang diperlukan dalam program
WASH, termasuk di dalamnya media penyampaian
apa yang mereka gunakan. Setelah itu, mereka
melakukan ijin untuk melakukan kegiatan promosi
dan praktik kesehatan berdasarkan tempat dan waktu
yang telah didiskusikan dan ditentukan. Hal ini
disampaikan oleh Permata Andhika selaku ketua
pelaksana program:
“Yang pertama kita siapin apa aja
nih yang diperluin, contoh misalnya sabun kita
sediakan, lalu tempat untuk menaruh
sampahnya, diorama gigi, dan lain-lain deh
pokoknya yang kita butuhin untuk melakukan
98
penyampaian edukasi. Setelah itu, itu tadi, ijin
ingin melakukan kegiatan disana. Setelah ijin,
diskusi dengan pihak aparatur, Ibu-Ibu PKK,
volunteer lokal, sekolah, untuk menentukan
kapan dan dimana kita lakukan kegiatan.
Setelahnya, di hari H ya kita langsung lakukan
promosi dan praktik kesehatannya.” (Permata
Andhika, 2019).
Cara penyampaian merupakan salah satu yang
terpenting dalam promosi produk sosial apapun
jenisnya, tangible atau intangible. Hal ini
disampaikan oleh dua informan selaku ketua
pelaksana dan pelaksana program WASH Permata
Andhika dan Devina, sebagai berikut:
Pernyataan Informan Permata Andhika:
“Cara penyampaian yang kita
lakukan biasanya kita setelah kenalan, kenalan
dulu ya pasti. Setelah kenalan biasanya yang
pertama kali kami lontarkan itu pertanyaan
yang berkaitan dengan kesehatan, apa
pentingnya cuci tangan, sampah organik non
organik, cara menyikat gigi, dampaknya, dan
lain sebagainya. Jadi, caranya adalah kita coba
untuk tau dulu apa yang mereka tau. Gimana
caranya bikin anak-anak terangsang untuk
berpikir. Dan kita juga lakukan apresiasi
terhadap jawaban mereka. Setelah itu, baru di
akhir kita kasih penjelasan biasanya yang
lebih lengkap. Cara penyampaiannya seperti
itu sih kurang lebih ya.” (Permata Andhika,
2019).
Pernyataan Informan Devina:
99
“…lebih ekspresif dengan
penekanan-penekanan. Karna itu juga anak-
anak jadi lebih tertarik untuk
dengerin…awalnya kan pengenalan, setelah
itu baru proses pengajaran. Yang coba kita
terapin itu gimana caranya kita narik jawaban
dari anak-anak itu sendiri…kita juga kasih
pujian atas apa yang mereka tau berdasarkan
jawaban mereka…supaya mereka semakin
semangat untuk belajar lebih, untuk tahu lebih
banyak lagi…Jadi, kenapa gak kita melihat
apa yang mereka tau dulu, dan encourage apa
yang mereka tau itu adalah sesuatu yang
berharga. Pada intinya kita hadir untuk gimana
caranya kita encourage mereka untuk berpikir
sendiri…Jadi, cara penyampaiannya kita ubah
seperti itu.” (Devina, 2019).
Menurut apa yang telah disampaikan oleh
kedua informan, dapat dikatakan bahwa cara
penyampaian yang mereka lakukan di mulai dari
perkenalan. Setelah itu, mereka mencoba untuk
melontarkan pertanyaan. Setelah sasaran menjawab,
yang mereka lakukan adalah mengapreasi atas
jawaban yang sasaran lontarkan. Di akhir mereka
memberi penjelasan lengkap tentang pengetahuan
terkait kebersihan diri dan lingkungan serta
dampaknya.
100
Sumber: Dokumentasi KUN Humanity System
Gambar 4.5 Cara Penyampaian
Cara penyampaian yang dilakukan oleh KUN
Humanity System menjadi hal yang menarik bagi
salah satu volunteer yang bergerak di bidang
dokumentasi, yaitu Afdhal Lesmana. Menurutnya apa
yang dilakukan oleh ketiga pelaksana program
WASH, Permata Andhika, Putri Annisa, dan Devina
merupakan hal yang patut untuk diapresiasi apabila
menilai dari segi gender dengan keterbatasan sumber
daya manusia yang ada, lokasi yang disisir, dan
waktu yang tidak sebentar. Berikut pernyataan yang
disampaikan berdasarkan wawancara yang peneliti
101
lakukan dengan Afdhal Lesmana, dokumenter
program WASH:
“Yang menarik menurut gua itu
prosesnya. Bagi gua ngejalanin program
dengan jangka waktu yang lama dan menyisir
3 desa, 13 sekolah dan cuma dilakuin bertiga
yang perempuan semua, itu menarik banget
sih. Daya juang dan dedikasi mereka itu hebat.
Terus yang paling menarik menurut gua ini,
yang dilakuin sama Vina. Dia ini keliatan
totalitas banget dalam hal penyampaian,
walaupun Teh Mata dan Teh Putri juga sama
tapi yang dilakuin Vina ini lebih dari sekedar
edukasi tapi juga ada sisi entertainment nya
juga. Jadi, anak-anak selain dapat ilmu dia
juga dapat hiburannya. Untuk mencairkan
anak-anak yang rame, yang dilakuin sama
Vina itu efektif menurut gua dan jadi sangat
menarik.” (Afdhal Lesmana, 2019).
Media yang digunakan oleh KUN Humanity
System dalam melakukan promosi dan praktik
kesehatan adalah salah satunya dengan menggunakan
lagu tentang kebersihan diri dimana mereka
melibatkan sasaran dalam pembuatannya. Selain itu,
mereka menggunakan diorama gigi. Diorama gigi ini
mereka gunakan sebagai alat dalam penyampaian
cara menyikat gigi yang baik dan benar. Berdasarkan
wawancara peneliti dengan kedua informan, Permata
Andhika dan Devina selaku ketua pelaksana program
102
dan pelaksana program, berikut adalah pernyataan
mereka tentang hal ini:
Pernyataan Informan Permata Andhika:
“Media itu yang pertama lagu. Kita
bikin lagu tentang kesehatan, cara cuci tangan
yang benar. Jadi untuk anak-anak sebelum kita
melakukan hygiene practice kita nyanyi dulu.
Lagu sebagai media kita memberi informasi.
Ada juga diorama gigi, lebih ke alat sih ya
peralatan yang kita pake pada saat memberi
edukasi. Untuk media penyampaian dua hal
itu aja sih.” (Permata Andhika, 2019).
Pernyataan Informan Devina:
“Media khusus dalam penyampaian
edukasinya ya, ada. Jadi, aku sama Afdal,
salah satu volunteer KUN juga tapi sebetulnya
dia lebih sebagai dokumenter dan media
disana. Kita berdua bikin miniatur gigi yang
gede gitu tujuannya supaya anak-anak lebih
tertarik. Selain kita bikin lagu juga sebagai
media promosi kebersihan. Kalo kebaruan
yang kita coba lakukan cuma itu sih ya,
diorama gigi sama lagu sebagai medianya.
Ada yang menarik sih soal lagu, waktu itu kita
ketemu sama anak-anak sekitar usia ya 8
sampai dengan 9 tahun lah ya masih kecil
banget itu mereka ngamen, bawa ukulele sama
drum dari pipa gitu. Mereka ketemu kita di
jalan, terus Teh Mata kasih tantangan tuh ke
mereka bisa atau enggak bikin lirik nanti kita
jadiin lagu tentang jangan buang sampah
sembarangan. Dan akhirnya mereka bikin tuh
bareng kita, terus kita nyanyiin deh. Ini di luar
103
dari apa yang kita lakuin di sekolah.” (Devina,
2019).
Hal pertama yang dilakukan oleh KUN
Humanity System dalam proses presentasi program
WASH adalah mengumpulkan target adopter di satu
tempat. Sebelum melakukan promosi kesehatan,
sebagai bagian dari praktik kesehatan, mereka
mengajak target adopter untuk melakukan
pemanasan dengan melakukan senam. Setelah itu,
mereka membuat lagu tentang kebersihan dan
menyanyikannya bersama, dibarengi dengan
penyampaian edukasi dengan cara dan media yang
sudah dibahas sebelum ini. Setelah melakukan
promosi kesehatan, mereka beralih ke praktik
kesehatan dengan apa yang mereka telah pelajari di
sesi promosi kesehatan.
“…Yang pertama kita kumpulin
dulu anak-anaknya di satu tempat…kita ajak
mereka gerak dulu, semacam senam
aja…Kalo sudah, kita lakukan edukasi tuh
dengan cara penyampaian yang tadi itu.
Penyampaiannya dibarengi dengan kita bikin
lagu soal cara cuci tangan yang benar, dan
kalo gigi cara menyikat gigi yang benar juga
gimana, abis itu kita nyanyiin bareng-bareng.
Kalo yang pake diorama gigi, kita kasih tau
cara yang benar menggunakan gigi itu sih
karna besar jadi mereka bisa lihat semua kan.
Setelah itu kita lakukan hygiene practice nya,
kita ajak mereka untuk mungutin sampah dulu
104
biasanya di lingkungan sekitar sekolah untuk
anak-anak yang di sekolah, di lingkungan
rumah kalo anak-anak yang kita kasih
edukasinya di lingkungan rumah. Setelah itu
kita bawa anak-anak ke kamar kecil, kamar
mandi, atau toilet, dimana ada keran deh disitu
baru kita lakukan praktik cuci tangan bareng-
bareng tuh…” (Permata Andhika, 2019).
Sumber: Dokumentasi KUN Humanity System
Gambar 4.6 Eksekusi Pemasaran Sosial
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan
mengenai respon sasaran terkait program WASH,
105
dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan respon
dari apa yang mereka lakukan dan berikan adalah
menyenangkan bagi sasaran khususnya anak-anak.
Terdapat sedikit respon yang kurang memuaskan dari
sasaran yang berusia remaja, namun secara
keseluruhan respon semua sasaran dapat dikatakan
baik. Hal ini disampaikan oleh dua informan, yaitu
Devina dan Afdhal Lesmana selaku pelaksana dan
dokumenter program WASH, sebagai berikut:
Pernyataan Informan Devina:
“…Ngeliat gigi, gusi dan sikat gigi
yang gede gitu mereka seneng banget.
Nyatanya ya memang anak-anak kelihatan
lebih antusias. Pake media lagu juga bikin
suasananya lebih menarik kan. Apalagi yang
semi lenong itu, keliatan mereka jadi lebih
senang dan jadinya mengurangi kemungkinan
ada rasa bosannya juga soal edukasi yang kita
kasih. Keseluruhan sih respon mereka ya
senang, antusias walaupun ada lah kendala
kecil-kecil dalam prosesnya. Penolakkannya
mungkin lebih keliatan kalo untuk remaja
agak susah sih untuk diajaknya. Di SMP
waktu itu pernah sekali tentang psycho
education dan kebersihan daerah kewanitaan,
tapi aku waktu itu gak ikut sih tapi ada sekali
setau aku. Dan penolakkannya berupa kayak
apa yang kita ajarin itu menurut mereka kayak
yang buat bocah gitu, jadi mereka merasa gak
terlalu penting mungkin.” (Devina, 2019).
Pernyataan Informan Afdhal Lesmana:
106
“…Entah senang terhadap ilmu
baru, atau senang karna menganggap kegiatan
ini bagian dari hiburan dengan segala hal yang
temen-temen kasih itu dari segi cara
penyampaian yang entertaining juga. Overall
menurut gua respon mereka baik ya, dan
terlihat menikmati kegiatan yang kita kasih.
Kalo orang dewasa…sepertinya mereka
merasa bahwa apa yang mereka lakukan itu
penting. Jadi, PR nya adalah gimana
menimbulkan pemikiran yang serius kepada
mereka tentang pentingnya berperilaku hidup
sehat dari hal yang paling simple sampai yang
kompleks seperti TPS dan lain sebagainya aja.
Mungkin part yang sulit di situ, menimbulkan
kesadaran yang serius.”
Selain respon, yang tidak kalah pentingnya
adalah informasi mengenai apa saja faktor
penghambat dan pendukung dalam tahap distribusi
dan promosi dalam tahapan manajemen pemasaran
sosial. Maka dari itu, hal ini disampaikan oleh tiga
informan, yaitu Permata Andhika, Devina, dan
Afdhal Lesmana selaku ketua pelaksana program,
pelaksana program, dan dokumenter program:
Pernyataan Informan Permata Andhika:
“…menurut saya, yang sulit adalah
di ranah sistem. Kaitannya dengan sampah
yang mereka hasilkan misalkan sehari-hari,
dengan tempat pembuangan sampah yang
sedikit dan tidak adanya pengelolaan dan
pengolahan sampah yang dilakukan secara
serius otomatis akan berdampak
107
buruk…terkait pengadaan TPS…berkaitan
dengan pemerintahan setempat yang dimana
kita sulit untuk masuk di ranah ini. Belum lagi
pada saat itu situasi politik disana juga sedang
tinggi tensinya. Yang paling menyebalkan
adalah ketika kita sudah punya planning
dengan aparatur desa, tiba-tiba kepala desanya
ganti…kita membayangkan, andaikan remaja
disana lebih mau untuk bergerak mungkin
program ini akan lebih baik dalam
prosesnya...” (Permata Andhika, 2019).
Pernyataan Informan Devina:
“…kita punya keuntungan dateng
sebagai orang baru, orang kota. Jadi, ya kita
semua diterima aja gitu, kita kayak ibaratkan
lenong badut. Mereka sangat terlihat sangat
butuh hiburan, bahkan kita bercanda receh
diajak main gajelas aja sebenernya mereka
senengnya bukan main…Jadi, kita lihat itu
sebagai keuntungan. Kalo yang menghambat
di WASH itu paling ya itu tadi kita cuma
bertiga atau bahkan beberapa tempat kita
berdua, dan nanganin segitu banyak anak di
sekolah…jadi penghambat proses
pelaksanaannya…diorama gigi itu misalnya,
karna antusias mereka yang terlalu tinggi dan
cenderung susah dikontrol, gigi nya tuh jadi
banyak yang copot, dan rusak yang akhirnya
bisa kepake sekali.” (Devina, 2019).
Pernyataan Informan Afdhal Lesmana:
“Menurut gua sih dengan program
yang cuma di handle sama dua atau tiga orang
sedangkan anak-anaknya itu banyak agak
susah untuk supaya mereka itu mau ikutin
semua proses yang kita arahin. Contohnya
108
yang diorama gigi, karna terlalu digandrungi
sama anak-anak, jadinya giginya ya gitu
berantakan deh. Dampaknya, cuma bisa
dipake sekali tuh. Sepengelihatan gua itu aja
sih. Kalo pendukung, untuk program yang
dewasa itu kita didukung sama volunteer
lokal, ada Ibu-Ibu PKK kan jadi sangat
membantu kita lah disana untuk handle orang
dewasa.” (Afdhal Lesmana, 2019).
Menurut apa yang disampaikan oleh Permata
Andhika, terdapat faktor penghambat di ranah sistem.
Hal ini berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang
dibuat oleh aparatur desa yang kurang tepat sasaran.
Hal ini juga berkaitan dengan situasi politik disana
pada saat itu yang memanas. Kebijakan mengenai
pengadaan berarti berhubungan dengan dana. Dana
ini berkaitan langsung dengan aparatur desa. Jadi,
menurutnya hal ini berkesinambungan dan menjadi
salah satu penghambat. Namun, mereka sangat
terbantu dengan kehadiran volunteer lokal terutama
Ibu-Ibu PKK dalam proses pelaksanaan program.
Sedangkan dari apa yang disampaikan oleh
Devina, mereka sangat diuntungkan dengan kondisi
bahwa mereka datang sebagai orang kota. Menurut
pandangan Devina, kondisi tersebut membantu
mereka untuk lebih mudah masuk ke dalam dan
target adopter lebih mudah untuk menerima
kehadiran mereka yang tentunya ini berkaitan dengan
109
budaya yang telah terbentuk di sana. Yang digaris
bawahi oleh Devina mengenai penghambat program
adalah di dalam prosesnya dimana sering kali
ditemukan bahwa target adopter mencari-cari
perhatian saat proses pelaksanaan program
berlangsung.
Pernyataan Afdhal Lesmana tidak jauh
berbeda dengan kedua informan, yaitu dalam
prosesnya dimana anak-anak sulit dikontrol
khususnya pada saat promosi kesehatan gigi. Dalam
faktor pendukungnya, mereka bertiga setuju bahwa
kehadiran volunteer lokal sangat membantu proses
pelaksanaan program mereka.
Program WASH tidak hanya terdapat
promosi, tetapi di dalamnya terdapat praktik
kesehatan. Hal ini disampaikan oleh ketua pelaksana
program, Permata Andhika:
“Mungkin kalo berupa barang atau
suatu benda yang kita kasih, kita akan
melakukan itu sih ya. Kalo apa yang kita
berikan kan itu berupa edukasi, jadi ya bukan
benda. Palingan apa yang mereka coba itu
praktiknya. Yang CTPS tentu mereka praktik
langsung, kita sediakan sabunnya jadi setelah
edukasi tuh mereka langsung coba praktik.
Yang edukasi menyikat gigi juga tuh mereka
cobain sendiri pake diorama giginya. Tapi, ya
gitu terlalu gembira mereka jadi giginya rusak.
110
Tapi yang kita lakukan cuma kasih edukasi
tapi membimbing mereka langsung lewat
praktiknya juga.” (Permata Andhika, 2019).
4. Defending The Product Market Fit (Monitoring dan
Penelitian)
Poin pertama dalam tahapan ini adalah
monitoring, hal ini dipaparkan oleh ketua pelaksana
program Permata Andhika, sebagai berikut:
“Monitoring kita kesana langsung
itu enggak. Jadi kan total 8 bulan kita disana,
pada saat bulan ke delapan saat kita merasa
bahwa mereka sudah bisa di tinggal, udah kita
minta ijin untuk mundur dan pulang.
Monitoring yang dilakukan itu paling kabar-
kabaran via telepon…harus kita akui juga kalo
di beberapa tempat programnya mereka bilang
udah gak jalan. Tapi kalo yang di
Cigorondong masih tuh, mereka masih aktif
bikin pupuk organik dari sisa makanan. Kalo
dari sikap gaya hidup sehat terkait apa yang
kita edukasi, mungkin saya gak akan bisa nilai
karna emang belum sempat kesana…saya
punya keyakinan tersendiri sih mungkin gak
semua orang tapi banyak atau beberapa dari
mereka udah tergerak untuk melakukan gaya
hidup sehat.” (Permata Andhika, 2019).
Monitoring yang dilakukan adalah secara
tidak langung, melainkan via telekomunikasi, dengan
pesan atau bicara melalui telepon secara langsung.
Berdasarkan komunikasi yang dilakukan, terungkap
bahwa tidak semua desa masih menjalankan program
111
yang telah diberikan, hanya desa Cigorondong yang
masih aktif membuat pupuk organik dari sisa
makanan. Namun, Permata Andhika menjelaskan
bahwa terkait perilaku hidup bersih tidak dapat
menilai apabila tidak dilakukan monitoring secara
langsung. Konsep program WASH menurutnya sudah
ditentukan dari awal terkait waktu pelaksanaan, jadi
monitoring langsung tidak mereka jadikan sebagai
salah satu agenda dari program.
Selain monitoring, dalam tahap ini terdapat
penelitian yang digunakan untuk mengetahui
kekurangan program. Berdasarkan wawancara yang
peneliti lakukan dengan ketua pelaksana program,
dapat dikatakan bahwa tidak ada penelitian pasca
program. Berikut pernyataan yang dipaparkan oleh
Permata Andhika selaku ketua pelaksana program:
“Kalo penelitian gak ada sih. Kita
cuma monitoring aja. Itu juga sekedar
komunikasi via telepon. Sekaligus kita
berusaha untuk gak putus silaturahim dengan
warga sana.” (Permata Andhika, 2019).
Tidak ada kekeliruan atau kesalahan terhadap
proses pelaksanaan program, karena menurutnya apa
yang mereka lakukan sudah sesuai rencana. Namun,
karena dalam pelaksanaannya hanya dilakukan oleh
sedikit orang maka menyebabkan mereka
112
membutuhkan waktu pelaksanaan yang lebih panjang.
Jadi, kesalahan bukan terletak pada saat proses
pelaksanaan. Namun, sumber daya manusia dalam
praktiknya yang kurang banyak sehingga
menyebabkan adanya kendala-kendala kecil seperti
kurang bisa terkontrolnya anak-anak yang cenderung
tidak baik dalam mengikuti program. Walaupun,
dalam hal tersebut secara keseluruhan masih dapat
ditangani. Hal ini disampaikan langsung oleh ketua
pelaksana program, Permata Andhika:
“Kekeliruan program enggak
menurut saya…Kalo kesalahan mungkin dari
segi sumber daya manusia yang kita punya
dari KUN ya, itu tergolong sedikit sih. WASH
dalam pelaksanaannya cuma di tanganin sama
tiga orang sedangkan apa yang kita lakukan
disana cukup banyak, kita juga gak hanya
WASH aja kana da program lainnya juga
makanya jadi memakan waktu yang panjang
juga. Jadi, kesalahannya bukan terletak pada
proses tapi mungkin lebih ke perencanaan.
Karna SDM itu bagian dari
perencanaan…Andaikan kita punya orang
lebih banyak, mungkin kejadian kayak
diorama gigi yang rusak gak akan terjadi,
karna lumayan sulit juga mengontrol rasa
gembira anak-anak yang terlalu tinggi…”
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan
mengenai evaluasi dengan ketua pelaksana program,
dapat dikatakan bahwa tidak ada evaluasi di akhir
113
program. Namun, mereka melakukan evaluasi pada
saat proses pelaksanaanya. Hal pembaruan yang
mereka lakukan adalah melakukan promosi kesehatan
gigi. Hal ini disampaikan oleh Permata Andhika
selaku ketua pelaksana program, sebagai berikut:
“Evaluasi yang kita lakukan setelah
kita selesai dan pulang gak ada. Kalo evaluasi
pada saat prosesnya, ada. Untuk anak-anak
kita lakukan WASH kan selama 2 bulan ya,
waktu itu kita merasa bahwa monoton kalo
cuci tangan lagi, cuci tangan lagi. Karna isu
kesehatan itu luas kan, maka dari itu di
pertengahan kita menginisiasi untuk sedikit
melebar dari cuci tangan, pengelolaan sampah,
ke cara menyikat gigi yang benar. Jadi
diorama gigi itu ada saat di pertengahan,
bukan hal yang kita rencanain dari awal. Kalo
evaluasi yang kita lakukan pasca selesai dari
sana, gak ada.”
Berkaitan dengan monitoring dan evaluasi,
salah satu informan sebagai pelaksana program,
Devina menyampaikan pendapatnya mengenai hal
tersebut:
“…Gak yang kita balik lagi kesana
untuk pantau langsung, tapi komunikasi via
telepon dengan mereka dan setau aku yang
melakukan itu Teh Mata dan Teh Putri.
Evaluasi juga aku pikir setelah kita pulang,
programnya ya kita anggap selesai…Kalo
evaluasi di tengah-tengah program berjalan sih
ada, kayak misalkan diorama gigi itu kan
bukan rencana awal kita. Karna kita melihat
114
ada sisi kebosanan disitu juga, jadi kita mau
nambahin apa yang mau kita edukasi, yaitu
cara menyikat gigi yang benar. Selebihnya
paling, cara penyampaian yang tadi aku bilang
itu yang harus kita ubah…Evaluasinya lebih
ke arah proses yang kayak gitu.”
Secara pribadi Devina tidak melakukan
monitoring secara langsung atau tidak langsung.
Megenai evaluasi menurutnya dari dalam proses
pelaksanaannya. Contohnya adalah diorama gigi dan
cara penyampaian yang diubah saat cara
penyampaian sebelumnya tidak terlalu efektif untuk
target adopter.
Berkaitan dengan perubahan strategi dalam
program WASH, Permata Andhika menyampaikan
bahwa terdapat pergeseran fokus dari hanya
melakukan promosi kesehatan dalam isu cuci tangan
pakai sabun dan pengelolaan limbah, tapi bergeser ke
promosi kesehatan gigi. Menurutnya, ini bagian dari
strategi yang diubah dalam proses pelaksanaan
program WASH.
“Ini kaitannya sama dengan
evaluasi tadi, pergeseran isu bukan isu ya tapi
fokus dari yang tadinya cuma cuci tangan dan
pengelolaan sampah lalu kita tambah ke cara
menyikat gigi itu bagian dari strategi yang kita
lakukan juga. Selain kita yang bosen, kita juga
menghindari anak-anak bosen, supaya ada
kebaruan juga yang kasih.”
115
116
BAB V
PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan hasil penelitian mengenai tahapan
manajemen pemasaran sosial yang berkaitan dengan pembahasan
teori yang telah dicantumkan pada bab-bab sebelumnya. Proses
analisa temuan penelitian ini akan berisi tentang 4 tahapan
manajemen pemasaran sosial program promosi kesehatan yang
dilakukan oleh KUN Humanity System, yaitu: A) Defining The
Product Market Fit; B) Designing The Product Market fit; C)
Delivering The Product Market fit; D) Defending The Product
Market fit.
A. Defining The Product Market Fit (Identifikasi
Masalah)
Berdasarkan hasil analisa terkait apa yang
disampaikan oleh ketua pelaksana program Wash, Water,
and Sanitation (WASH) mengenai identifikasi masalah
untuk mengetahui apa yang dibutuhkan oleh sasaran,
sesuai dengan teori Kotler (dilihat Bab II hal. 33-34),
yaitu social marketer diharuskan mencari kesesuaian
antara ide atau praktik sosial dengan apa yang dicari,
dibutuhkan, dan diinginkan oleh sasaran untuk
menyelesaikan masalahnya. Seringkali sasaran tidak
mampu mengidentifikasi sendiri masalah yang sedang
117
dihadapinya. Jadi, dapat dikatakan bahwa langkah paling
awal yang harus dilakukan adalah identifikasi masalah.
Hal ini dilakukan untuk mengenali lebih dalam akar
masalah sehingga informasi tersebut dapat digunakan
untuk mencari ide atau praktik sosial yang akan
dipasarkan serta menentukan siapa sasaran yang akan
dituju.
Langkah ini ditegaskan kembali dari hasil
wawancara dengan ketua pelaksana program WASH,
bahwa identifikasi diperlukan untuk mengetahui seberapa
dampak akan masalah sosial yang terjadi (dilihat Bab IV
hal. 76-78). Identifikasi dilakukan dengan cara gathering
information. Melalui rapid assessment identifikasi
dilakukan untuk mengetahui siapa sasaran yang dituju dan
apa saja yang dibutuhkan oleh sasaran. In-depth
assessment, yaitu identifikasi untuk mengetahui dalam isu
apa mereka dapat bergerak yang berkaitan dengan mengisi
kekosongan terkait isu apa yang tidak dilakukan oleh
pihak lain. Keempat hal tersebut menjadi langkah awal
dalam membentuk produk sosial yang kemudian akan di
pasarkan. Dengan demikian, langkah-langkah tersebut
membantu proses identifikasi dan membantu social
marketer dalam mencari sekaligus menyesuaikan ide dan
praktik sosial dengan kebutuhan sasaran untuk dijadikan
program pasca bencana.
118
B. Designing The Product Market Fit (Perencanaan
Produk Sosial)
Social marketer dalam merancang suatu produk
sosial yang ingin dipasarkan diharapkan membuat
perencanaan produk untuk didistribusikan kepada
khalayak sasaran (dilihat Bab II hal. 35). Dalam hal ini
dapat dijelaskan hasil analisis melalui wawancara yang
peneliti lakukan dengan ketua pelaksana program WASH,
bahwa melakukan koordinasi dengan aparat pemerintahan
merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh dalam
tahap awal untuk membuat perencanaan produk yang
kemudian didistribusikan kepada khalayak sasaran dalam
konteks kebencanaan. Koordinasi yang dimaksud adalah
mengenai penyampaian produk sosial sekaligus di
dalamnya terdapat perizinan terkait waktu pelaksanaan.
Keuntungan lain dari koordinasi dengan aparat
pemerintahan adalah untuk mendapatkan bantuan tenaga
dan mendapatkan akses terkait lokasi mana saja yang
kemudian dilakukan pendistribusian produk sosial.
Dalam merancang produk sosial terdapat hal yang
memperkuat produk sosial yang dipilih, misalnya dengan
memberi merk atau kemasan khusus (dilihat Bab II hal.
119
35). Sedangkan produk sosial sendiri memiliki dua jenis,
yaitu tangible dan intangible (dilihat Bab II hal. 36).
Berdasarkan analisis yang peneliti lakukan berdasarkan
wawancara dengan ketua pelaksana program WASH
dapat dikatakan bahwa produk sosial mereka adalah
promosi dan praktik kesehatan, yaitu produk sosial
intangible yang berupa gagasan atau ide. Jadi, produk
sosial tersebut tidak memiliki kemasaan atau merk seperti
halnya produk sosial tangible atau berupa barang. Hal
yang menarik didalamnya adalah proses pelaksanaan yang
dilakukan dengan keterlibatan masyarakat langsung.
Seperti halnya mengumpulkan sampah, membuat wadah
untuk sampah organik dan non-organik, sampai dengan
proses mengolah sampah dilakukan dengan keterlibatan
masyarakat secara langsung (dilihat Bab IV hal. 85-86).
Dalam merancang produk sosial intangible, social
marketer dihadapi dengan persoalan bagaimana membuat
sasaran tertarik akan produk sosial yang dipilih. Hal ini
masih berkaitan pada bagaimana social marketer
memperkuat produk sosial yang dipilih (dilihat Bab II hal.
35). Hasil analisis wawancara dengan ketua pelaksana
program dan pelaksana program WASH dapat dikatakan
bahwa cara penyampaian yang baik, terkonsep, interaktif
dan atraktif dapat dijadikan senjata dalam memperkuat
produk sosial intangible. Dimana tidak hanya gagasan dan
120
ide yang diberikan, tapi juga bagaimana membuat gagasan
dan ide tersebut disenangi dengan cara dan media
penyampaian yang menghibur.
Berkaitan dengan teori Kotler mengenai harga
dalam pemasaran sosial (dilihat Bab II hal. 41-43) melalui
hasil analisis wawancara peneliti dengan ketua pelaksana
program WASH dapat dijelaskan bahwa tidak ada harga
berupa monetary cost (uang) dalam program promosi
kesehatan, namun terdapat harga berupa non-monetary
cost, yaitu time cost (waktu) dan perceive cost (resiko).
Dalam hal ini harga yang dibayarkan adalah berupa
keluangan waktu untuk mengikuti program, harga berupa
resiko beban sosial, harga berupa resiko penolakkan, dan
harga berupa resiko beban psikologis.
Pada umumnya, masyarakat pasca bencana
memiliki kesadaran akan membutuhkan bantuan sehingga
mau untuk meluangkan waktunya. Disisi lain, pelaksana
program WASH sebagai social marketer memiliki beban
sosial dimana datang sebagai orang baru dan berusaha
untuk melakukan perubahan. Dibutuhkan dukungan oleh
pihak yang dapat dipercaya untuk membantu membangun
kepercayaan dengan terlibat langsung dalam pelaksanaan
program sehingga memiliki peran lebih. Bagi beberapa
orang yang memiliki peran lebih dan mau terlibat
langsung dalam pelaksanaan program, harus merelakan
121
waktu istirahatnya untuk membantu di luar waktu
pekerjaannya. Penerapan hal ini sesuai dengan teori
Kotler mengenai perceive risk cost dalam harga dalam
pemasaran sosial (dilihat Bab II hal. 42-43).
Selain keluangan waktu dan beban sosial, terdapat
harga lain yang harus dipertimbangkan yaitu berupa
resiko penolakkan. Berdasarkan hasil wawancara ketua
pelaksana program, pelaksana program, dan dokumenter
program WASH dapat dikatakan bahwa terdapat beberapa
penolakkan terhadap produk sosial mereka. Resiko
penolakkan ini berkaitan dengan kurangnya kesadaran
remaja akan keterlibatan melakukan perubahan, pola pikir
orang dewasa yang telah terbentuk salah, dan anak-anak
yang sulit dikendalikan perilakunya (dilihat Bab IV hal.
91-92).
Terdapat penolakkan oleh remaja untuk terlibat
langsung ke dalam program. Dapat dikatakan bahwa
penolakkan ini berupa kurangnya kesadaran akan
kebutuhan edukasi dan kesadaran akan peran anak muda
dalam melakukan perubahan perilaku. Maka dari itu,
butuh diberikan pemahaman lebih jelas dan extra untuk
menumbuhkan kesadaran pada remaja dan informasi yang
diberikan secara lengkap harus dilakukan untuk
mengurangi resiko penolakkan terhadap produk sosial
yang dipasarkan. Hal ini sesuai dengan teori Kotler
122
mengenai cara mengurangi perceive risk cost (resiko)
berupa penolakkan terhadap produk sosial (dilihat Bab II
hal. 43).
Pola pikir orang dewasa yang sejatinya telah
terbentuk salah dan cenderung sulit untuk diubah,
membuat social marketer sebagai agen perubahan
memiliki beban psikologis. Hal ini sesuai dengan teori
Kotler mengenai resiko beban psikologis social marketer
(dilihat Bab II hal. 42). Maka dari itu upaya yang
dilakukan oleh pelaksana program WASH sebagai social
marketer dalam melakukan promosi kesehatan juga lebih
mengarah ke komunikasi dengan mempengaruhi kondisi
psikologis sasaran, dengan cara penyampaian yang
cenderung mengintimidasi namun tetap tidak mengurangi
isi dari informasi mengenai pentingnya perilaku hidup
bersih (dilihat Bab IV hal. 92-93).
Berdasarkan analisis hasil wawancara peneliti
dengan pelaksana program WASH dapat dikatakan bahwa
penolakkan yang ditunjukkan oleh beberapa anak-anak
kecil dipengaruhi oleh budaya pola asuh yang salah dari
orang tua sehingga mempengaruhi perilaku beberapa
anak-anak yang cenderung bersikap kasar satu dengan
lainnya (dilihat Bab IV hal. 91). Perilaku tersebut
menggangu proses pelaksanaan program. Jadi, dapat
dikatakan bahwa resiko penolakkan yang dialami
123
pelaksana program WASH selaku social marketer dalam
hal ini bukan merupakan penolakkan yang sesungguhnya
melainkan sikap dari beberapa anak yang sulit
dikendalikan sehingga mengganggu berlangsungnya
proses pemasaran produk sosial.
C. Delivering The Product Market Fit (Pendistribusian
Produk Sosial)
Sesuai dengan teori Kotler mengenai perencanaan
distribusi produk sosial (dilihat Bab II hal. 46), langkah
pertama yang harus dilakukan oleh social marketer dalam
tahap ini adalah menentukan tempat serta waktu
distribusi. Analisis berdasarkan hasil wawancara ketua
pelaksana program WASH dapat dijelaskan bahwa bahwa
cara yang mereka lakukan adalah dengan melakukan
koordinasi dengan aparat pemerintahan, melakukan
pendekatan dengan organisasi dibawah naungan aparat
pemerintah, membangun komunikasi kerjasama dengan
pihak sekolah. Sehingga hal ini kemudian efektif dalam
mendapatkan akses tempat distribusi produk sosial yang
mudah di akses dan menentukan waktu distribusi produk
sosial yang tepat serta dapat dihadiri oleh khalayak
sasaran.
Tidak seperti produk sosial tangible, produk sosial
intangible dalam proses distribusi adalah dengan
menggunakan proses komunikasi. Siapa yang menjadi
124
komunikator, cara penyampaian seperti apa yang
dilakukan dan digunakan sebagai senjata dalam
melakukan proses distribusi produk sosial, dan termasuk
didalamnya terdapat media apa yang digunakan oleh
social marketer dalam proses distribusi produk sosial. Hal
ini sesuai dengan teori Kotler mengenai proses distribusi
produk sosial (dilihat Bab II hal. 47).
Berdasarkan analisis dari wawancara yang peneliti
lakukan dengan ketua pelaksana program dan pelaksana
program WASH dapat dikatakan bahwa cara
penyampaian yang dilakukan sesuai dengan teori Kotler
mengenai salah satu alur distribusi produk sosial (dilihat
Bab II hal. 47-48), yaitu alur the one step flow model.
Cara penyampaian yang dilakukan adalah dengan
mendistribusikan produk sosial langsung kepada khalayak
sasaran. Terdapat cara penyampaian yang menarik dan
merupakan suatu kebaruan yang dilakukan yaitu dengan
merangsang khalayak sasaran berpikir melalui pertanyaan
yang dilontarkan oleh pelaksana program WASH selaku
social marketer. Setelahnya dilakukan apresiasi terkait
jawaban khalayak sasaran untuk membangun kepercayaan
diri akan pengetahuan yang dimiliki (dilihat Bab IV hal.
98-99).
Sesuai dengan teori Kotler, media merupakan
salah satu hal yang perlu dipertimbangkan untuk
125
mendukung cara penyampaian yang dilakukan oleh social
marketer (dilihat Bab II hal. 47). Berdasarkan analisis
hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan pelaksana
program WASH, dapat dikatakan bahwa media memiliki
peran penting dalam penyampaian suatu produk sosial.
Media dapat menjadi sesuatu yang dapat memperkuat
posisi produk sosial, seperti yang dilakukan oleh
pelaksana program Wash, Water, and, Sanitation yaitu
menjadikan lagu sebagai media penyampaian dan diorama
gigi yang digunakan sebagai alat menyampaian edukasi
(dilihat Bab IV hal. 101-102). Dengan proses yang
melibatkan, hal tersebut dilakukan untuk membuat
khalayak sasaran tertarik dengan isi pesan yang
disampaikan.
Berdasarkan analisis hasil wawancara yang
peneliti lakukan dengan pelaksana program WASH
(dilihat Bab IV hal. 102-103), dapat dikatakan bahwa
pendekatan komunikasi dalam perencanaan promosi yang
dilakukan oleh pelaksana program WASH adalah dengan
menggunakan salah satu model komunikasi dalam
pendekatan komunikasi massa menurut teori Kotler, yaitu
learn-feel-do (dilihat Bab II hal. 49). Proses promosi
produk yang diawali dengan mempengaruhi pengetahuan
khalayak sasaran (learn) dengan memberikan edukasi,
kemudian dilanjutkan dengan komunikasi untuk
126
mempengaruhi perasaan sehingga dapat merubah sikap
(feel), dan melakukan apa yang telah dipelajari (do)
sehingga kemudian dapat merubah perilakunya.
Selain perencanaan distribusi dan perencanaan
promosi, di dalam teori Kotler juga terdapat yang
dinamakan adoption triggering dalam tahap delivering
product market fit, yaitu membiarkan khalayak sasaran
mencoba produk sosial yang dipasarkan (dilihat Bab II
hal. 54). Berdasarkan analisis hasil wawancara yang
peneliti lakukan dengan pelaksana program WASH, dapat
dikatakan bahwa teori tersebut sesuai dengan apa yang
dilakukan oleh pelaksana program WASH. Hal ini
dikarenakan program WASH tidak hanya berhenti pada
promosi kesehatan, tetapi juga terdapat praktik kesehatan
didalamnya yang dilakukan setelah pesan diberikan
(dilihat Bab IV hal. 109).
D. Defending The Product Market Fit (Monitoring dan
Penelitian)
Dalam tahap ini sesuai dengan teori Kotler, social
marketer diharapkan melakukan penelitian untuk
mengetahui kekeliruan yang terjadi dan senantiasa
mengubah strategi apabila terjadi kekeliruan (dilihat Bab
II hal. 54-55). Berdasarkan analisis hasil wawancara
peneliti dengan ketua pelaksana dan pelaksana program
WASH, dapat dikatakan bahwa yang dilakukan adalah
127
melakukan pengamatan respon khalayak sasaran yang
digunakan sebagai bahan evaluasi dalam proses
pelaksanaan program. Hasilnya adalah terdapat
penambahan fokus produk sosial, yang sebelumnya hanya
terfokus pada promosi kebersihan tangan dan kebersihan
lingkungan bertambah satu hal, yaitu promosi kebersihan
gigi.
Selain penelitian yang digunakan sebagai bahan
evaluasi, terdapat monitoring yang harus dilakukan
sebagai bentuk tanggung jawab social marketer terhadap
perubahan perilaku khalayak sasaran (dilihat Bab II hal.
55). Berdasarkan analisis hasil wawancara peneliti dengan
ketua pelaksana dan pelaksana program WASH, dapat
dikatakan bahwa seperti halnya evaluasi, monitoring yang
dilakukan adalah pada saat proses berlangsungnya
program. Dalam kata lain, monitoring dilakukan pada saat
mereka masih di lokasi bencana. Jadi, tidak terdapat
monitoring yang dilakukan secara langsung pasca
program berakhir. Namun, monitoring dilakukan via
telekomunikasi (dilihat Bab IV hal. 112). Hal ini
merupakan kekurangan dalam program WASH karena
tidak ada jaminan bahwa khalayak sasaran akan terus
melakukan gaya hidup sehat setelah social marketer
meninggalkan mereka.
128
E. Pemberdayaan Masyarakat
Berdasarkan temuan penelitian mengenai salah
satu cara KUN Humanity System dalam melaksanakan
program WASH adalah dengan cara melibatkan
masyarakat (dilihat Bab IV hal. 82-83). Berkaitan dengan
salah satu pemahaman mengenai teori pemberdayaan
masyarakat yaitu pemberdayaan masyarakat akan
terlaksana apabila masyarakat itu sendiri ikut
berpartisipasi dalam melakukan perubahan bagi mereka
dan lingkungannya. Terdapat kesesuaian antara teori
kesejahteraan sosial pemberdayaan masyarakat dengan
yang dilakukan oleh KUN Humanity System dalam
program WASH yaitu dalam prosesnya mereka
melibatkan masyarakat secara langsung. Khususnya
dalam kegiatan pengelolaan sampah dan pengolahan
sampah organik menjadi pupuk organik, ada keterlibatan
masyarakat dimulai dari membuat tempat sampah,
memilah, sampai dengan mengolah sampah organik
menjadi pupuk organik.
129
BAB VI
PENUTUP
Pada Bab ini peneliti menjabarkan hasil kesimpulan,
implikasi, dan saran-saran dari segi pembahasan selama penulis
melakukan penelitian guna mendapatkan hasil kesimpulan dan
temuan data secara menyeuruh.
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pembahasan dan temuan
penelitian tahapan manajemen pemasaran sosial dalam
program promosi kesehatan pasca bencana tsunami
Banten oleh KUN Humanity System. Berikut kesimpulan
pada hasil penelitian, antara lain sebagai berikut:
Dalam menjalanankan tahapan manajemen
pemasaran sosial, KUN Humanity System melalui
pelaksana program yang berperan sebagai social marketer
pada program Wash, Water, and Sanitation (WASH) di
Banten telah menjalanankan tiga dari empat tahapan
manajemen pemasaran sosial menurut Kotler yaitu,
defining the product market fit atau identifikasi masalah,
desining the product market fit atau merancang produk
sosial, dan delivering the product market fit atau distribusi
produk sosial. Sedangkan terdapat satu tahapan yang tidak
dijalankan yaitu defending the product market fit, yaitu
130
penelitian dan monitoring. Dalam hal ini, hanya
monitoring secara tidak langsung via telekomunikasi yang
dilakukan.
Penelitian, dan monitoring secara langsung tidak
dilakukan karena social marketer belum memiliki
kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk
melakukan tahapan manajemen pemasaran sosial secara
utuh yang berpengaruh pada konsep program WASH
sejak awal, yaitu tidak ada pertimbangan untuk
melakukan penelitian dan monitoring secara langsung.
Sehingga tahapan manajemen pemasaran sosial yang
dilakukan hanya terhenti sampai dengan berakhirnya
proses distribusi produk sosial dan evaluasi yang
dilakukan adalah evaluasi proses. Dengan demikian, hal
ini berdampak pada tidak adanya yang menjamin bahwa
perubahan perilaku khalayak sasaran dilakukan dalam
waktu yang panjang dan tidak ada yang menjamin bahwa
tidak ada kekeliruan pada proses pelaksanaan program
apabila tidak dilakukan penelitian.
B. Implikasi
Implikasi dari penelitian yang dilakukan oleh
peneliti adalah produk sosial promosi kesehatan
merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
mengubah perilaku dan lingkungan seseorang atau
khalayak yang terdampak oleh bencana ke arah yang lebih
131
baik. Dalam hal ini, peneliti berfokus pada manajemen
pemasaran sosial berdasarkan teori-teori yang telah
dijabarkan. Dengan adanya implikasi tersebut, peneliti
mengharapkan bahwa penelitian yang dijalankan dapat
berkesinambungan baik secara teoritis maupun praktis.
Berikut implikasi dari penelitian yang dilakukan oleh
peneliti:
1. Teoritis
Dari segi teoritis bahwa peneliti berharap
penelitian yang dilakukan dapat menjadi penambah
ilmu pengetahuan bagi para pembaca maupun
akademisi untuk mengetahui bagaimana cara
melakukan manajemen pemasaran sosial terkait
program promosi kesehatan dalam ruang lingkup
pasca bencana.
Hasil dari penjelasan teoritik mengenai
manajemen pemasaran sosial, hal ini menunjukkan
memberikan pengaruh pada perubahan perilaku atau
gaya hidup sehat masyarakat pasca bencana selama
menjalankan proses pelaksanaan produk sosial
intangible berupa promosi kesehatan diri dan
lingkungan.
132
2. Praktis
Dari segi praktis, bahwa peneliti berharap
penelitian yang dijalankan dapat memberikan manfaat
bagi setiap praktisi, komunitas sosial yang bergerak
di bidang kesehatan dan kebencanaan, maupun KUN
Humanity System sebagai salah satu organisasi non-
pemerintah yang menyediakan fasilitas untuk
bergerak di masalah-masalah kesehatan diri dan
lingkungan khususnya pasca bencana.
Secara praktis, adanya masyarakat pasca
bencana yang telah berhasil merubah perilaku
kesehatan diri dan lingkungan dapat menjadi acuan
bagi masyarakat pasca bencana lainnya untuk
merubah perilaku kesehatan diri dan lingkungannya
dan menjadi sehat.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa
hal yang penulis sarankan, antara lain:
1. Dalam menjalankan program promosi kesehatan,
peneliti mengharapkan pelaksana program yang
berperan sebagai social marketer harus memiliki
133
pemahaman mengenai konsep dasar pemasaran sosial
serta mengenai tahapan manajemen pemasaran sosial.
2. Sebagai social marketer, untuk mewujudkan tahapan
manajemen pemasaran sosial diharapkan memiliki
kemampuan komunikasi yang baik untuk
mempengaruhi target sasaran yang dituju agar mudah
dipahami dan cepat tanggap untuk senantiasa
merubah perilakunya.
3. Peneliti mengharapkan bahwa setiap tahapan-tahapan
manajemen pemasaran sosial harus dilakukan secara
utuh, tidak terkecuali monitoring dan penelitian.
Karena dengan melakukan monitoring secara
langsung dapat menjamin target sasaran untuk benar-
benar merubah perilakunya atau tidak. Sedangkan
penelitian dilakukan untuk mengetahui adanya
kesalahan-kesalahan yang terjadi yang menyebabkan
kemungkinan adanya aspek-aspek kegagalan dalam
produk sosial.
134
135
DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku dan Jurnal
Asmani, Jamal Ma’mur. 2015. Manajemen Efektif Marketing
Sekolah. Yogyakarta: DIVA Press.
Edberg, Mark. 2007. Kesehatan Masyarakat: Teori Sosial Dan
Perilaku. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Fatoni, Zainal. 2015. “Dampak Bencana Terhadap Kesehatan
Masyarakat.” Pusat Penelitian Kependudukan.
Iqbal, Wahit. 2011. Promosi Kesehatan Untuk Kebidanan.
Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Keith, and Kotler. 1980. Marketing Management and Strategy.
Prentish-Hall.
Kemenkes. 2018. “Hasil Utama Riskedas 2018.”
Kotler, Roberto, and Lee. 2002. Social Marketing: Improving the
Quality of Life. Vol. 2. SAGE Publications.
Kun Humanity System. n.d. “About KUN Humanity System.”
Moleong, Lexy J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Pudjiastuti, Wahyuni. 2016. Social Marketing: Strategi Jitu
Mengatasi Masalah Sosial Di Indonesia. Jakarta: Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI dan Yayasan Pustaka
Obor Indonesia.
Rustanto, Bambang. 2015. Penelitian Kualitatif Pekerjaan Sosial.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
136
Soetomo. 1995. Masalah Sosial Dan Pembangunan. Jakarta: PT
Dunia Pustaka Jaya.
Sugiono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta.
The Sphere Project. 2012. Piagam Kemanusiaan dan Standar-
standar Minimum dalam Respons Kemanusiaan.
Masyarakat Penaggulangan Bencana Indonesia (MPBI).
Tjiptadi, M. 2008. “Konsep Pemasaran Dan Proses Manajemen
Pemasaran.” Universitas Terbuka.
“Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009
Kesejahteraan Sosial.” n.d.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
PEDOMAN WAWANCARA
TAHAPAN MANAJEMEN PEMASARAN SOSIAL DALAM
PROGRAM PROMOSI KESEHATAN KUN HUMANITY
SYSTEM PASCA BENCANA TSUNAMI BANTEN
Jabatan : Pendiri/Manajemen
Topik Wawancara : Profil KUN Humanity
Pertanyaan :
1. Bagaimana sejarah pembentukan dan berdirinya KUN
Humanity System?
2. Apa visi, misi, dan tujuan KUN Humanity System?
3. Apa saja program yang dimiliki KUN Humanity System?
4. Adakah kerjasama KUN Humanity System dengan lembaga
sosial lain? Jika ada, dengan siapa saja? Dan bagaimana
bentuk kerjasamanya?
5. Bagaimana struktur kepengurusan KUN Humanity System?
6. Bagaimana sistem pendanaan di KUN Humanity System?
Jabatan : Program Officer
Topik Wawancara : Gambaran Program WASH
Pertanyaan :
1. Apa itu program Wash, Water and Sanitation (WASH)?
2. Apa latar belakang dibentuknya program tersebut?
3. Siapa saja pencetus program WASH pertama kali?
4. Adakah divisi khusus yang terbagi dalam pelaksanaan
program tersebut?
5. Adakah kerjasama dengan lembaga atau pihak lain terkait
pelaksanaan program WASH?
6. Kapan program WASH dilaksanakan?
7. Dimana program tersebut dilaksanakan?
Jabatan : Ketua Pelaksana Program
Topik Wawancara : Tahapan Manajemen Pemasaran
Sosial
a. Defining The Product Market Fit (Identifikasi Masalah)
1. Bagaimana KUN Humanity System mengidentifikasi
masalah sosial yang terjadi?
2. Bagaimana KUN Humanity System mencari ide atau
praktik sosial sehingga terbentuklah program WASH
sebagai produk sosial? Darimana ide tersebut muncul?
3. Siapa yang menjadi sasaran program WASH? (relawan
tidak perlu)
4. Bagaimana cara KUN Humanity System menentukan
siapa yang menjadi sasaran program WASH?
5. Apa alasan dipilihnya sasaran program WASH tersebut?
b. Designing The Product Market Fit (Rancangan Produk)
1. Bagaimana KUN Humanity System menyesuaikan
program WASH dengan kebutuhan target?
2. Bagaimana KUN Humanity System membuat
perencanaan pada program WASH untuk disosialisasikan
pada target sasaran?
3. Apakah ada hal yang memperkuat produk sosial yang
dipilih, misalkan dengan diberikan merk atau nama
khusus dan kemasan yang menarik?
4. Apa makna dari nama, merk atau kemasan tersebut?
5. Apakah ada yang membedakan produk sosial tersebut
dengan produk sosial di lembaga lain?
6. Bagaimana cara KUN Humanity System membuat sasaran
tertarik dengan program WASH?
7. Bagaimana KUN Humanity System mempertimbangkan
harga produk sosial yang ingin dipasarkan? Misalnya,
seperti waktu?
8. Apakah ada kendala dalam hal membangun kepercayaan
terhadap produk sosial yang ingin dipasarkan? Seperti
penolakkan produk sosial?
9. Bagaimana cara KUN Humanity System membangun
kepercayaan terhadap produk sosial tersebut?
c. Delivering The Product Market Fit (Distribusi dan Promosi)
1. Dimana KUN Humanity System melakukan sosialisasi
program WASH?
2. Bagaimana KUN Humanity System menentukan sasaran
lebih rinci, seperti usia, pekerjaan, atau adakah penentuan
sasaran berdasaran latar belakang tertentu?
3. Bagaimana KUN Humanity System menentukan tempat
pelaksanaan program WASH?
4. Kapan waktu pelaksanaan program WASH?
5. Bagaimana KUN Humanity System menentukan waktu
pelaksanaan program WASH?
6. Bagaimana KUN Humanity System melakukan
perencanaan promosi program WASH?
7. Bagaimana cara penyampaian KUN dalam
mempromosikan program WASH? Komunikasi apa yang
digunakan dalam promosi produk sosial?
8. Apakah ada media khusus yang digunakan? Jika ada,
media apa?
9. Bagaimana proses presentasi program WASH? (eksekusi
pemasaran produk sosial) yang dilakukan?
10. Apa saja faktor penghambat dan pendukung pada
proses presentasi program WASH?
11. Apakah ada upaya melakukan adoption triggering
(membiarkan sasaran mencoba produk sosial)? Jika ada,
bagaimana respon sasaran produk sosial?
d. Defending The Product Market Fit (Monitoring dan
Penelitian)
1. Apakah ada monitoring terkait program yang telah
dilaksanakan? Jika ada, bagaimana cara KUN Humanity
System melakukan monitoring tersebut?
2. Apakah ada penelitian terhadap situasi atau kondisi
sasaran pasca pelaksanaan program?
3. Apakah ada kekeliruan atau kesalahan yang terjadi terkait
proses pelaksanaan program? Jika ada, seperti apa?
4. Apakah ada evaluasi yang dilakukan terkait program yang
telah dilaksanakan? Jika ada, bagaimana hasilnya?
5. Apakah ada strategi lain yang dilakukan setelah
mengetahui perubahan yang terjadi? Jika ada, strategi lain
apa yang digunakan?
Jabatan : Pelaksana Program
Topik Wawancara : Proses Pelaksanaan Pemasaran Sosial
Pertanyaan :
1. Bagaimana cara anda membuat sasaran tertarik dengan
program WASH?
2. Apakah terjadi penolakkan oleh sasaran terkait pelaksanaan
program WASH? Jika ada, seperti apa bentuk
penolakkannya?
3. Bagaimana cara penyampaian anda dalam mempromosikan
program WASH? Komunikasi apa yang anda gunakan?
4. Apakah ada media khusus yang digunakan dalam
mempromosikan program WASH?
5. Apa faktor penghambat dan pendukung pada proses
pelaksanaan program WASH?
6. Bagaimana respon sasaran terkait program WASH?
7. Apakah ada monitoring dan evaluasi yang anda lakukan
pasca program?
Jabatan : Volunteer Program
Topik Wawancara : Gambaran Pelaksanaan Program
Pertanyaan :
1. Bagaimana gambaran pelaksanaan program WASH?
2. Apa yang menarik dari pelaksanaan program WASH
menurut anda?
3. Apakah terjadi penolakkan oleh sasaran terkait pelaksanaan
program WASH? Jika ada, seperti apa bentuk
penolakkannya?
4. Bagaimana respon sasaran terkait program WASH dari apa
yang anda lihat?
5. Apa faktor penghambat dan pendukung pada proses
pelaksanaan program WASH menurut anda?
Lampiran 4
PEDOMAN OBSERVASI
TAHAPAN MANAJEMEN PEMASARAN SOSIAL DALAM
PROGRAM PROMOSI KESEHATAN KUN HUMANITY
SYSTEM PASCA BENCANA TSUNAMI BANTEN
No Kegiatan Obsevasi Keterangan Hasil
Observasi
1. Defining The Product Market Fit
2. Designing The Product Market Fit
3. Delivering The Product Market Fit
4. Defending The Product Market Fit
Lampiran 5
PEDOMAN DOKUMENTASI
TAHAPAN MANAJEMEN PEMASARAN SOSIAL DALAM
PROGRAM PROMOSI KESEHATAN KUN HUMANITY
SYSTEM PASCA BENCANA TSUNAMI BANTEN
No Dokumen Bentuk
Dokumen
Keterangan
(Ada/Tidak
Ada)
1. Defining The Product Market
Fit
2. Designing The Product Market
Fit
3. Delivering The Product Market
Fit
4. Defending The Product Market
Fit
1
Lampiran 6
TRANSKIP WAWANCARA
TAHAPAN MANAJEMEN PEMASARAN SOSIAL DALAM
PROGRAM PROMOSI KESEHATAN KUN HUMANITY
SYSTEM PASCA BENCANA TSUNAMI BANTEN
Transkip Wawancara (Informan Pendiri/Manajemen)
A. Identitas Informan
Nama Lengkap : Permata Andhika
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Psikolog
Posisi Khusus : Pendiri KUN Humanity System
Topik Wawancara : Profil KUN Humanity System
Waktu Wawancara : 12 Desember 2019, 19.30-20.00
WIB
Tempat Wawancara : Kediaman Informan di Bandung
B. Profil KUN Humanity System
1. Bagaimana Sejarah Pembentukkan dan berdirinya
KUN Humanity System?
Jawaban: “KUN ini berawal dari pertemuan Bang
Biring, Bang Ikbal, dan Bang Pras dengan saya di
tsunami Aceh tahun 2004. Kita sama-sama bergerak
di sana untuk melakukan penanggulangan bencana
tsunami saat itu. Lalu singkat cerita kita ketemu
dengan Bang Chand, Teh Cumid, dan Mufti. Mufti ini
2
yang punya Rooftop yang akhirnya kita pake untuk
jadi tempat berkumpul KUN dan terjadilah obrolan
mimpi diantara mereka bertiga. Mereka ingin bikin
organisasi yang mengarah ke humanitarian dan eco-
tourism. KUN ini diambil dari Bahasa Jawa Kawi
yang artinya aku, kamu, kita yang akhirnya
dikembangkan menjadi KUN Humanity System +
yang berarti cangkupannya lebih luas, bukan sekedar
film, bukan sekedar medical, tempat tinggal, tapi
mencangkup segala hal atau semua bidang di dalam
sistem kehidupan manusia itu sendiri. Jadi, mimpinya
adalah gimana manusia-manusia yang punya passion
dan gak berpikir egois untuk dirinya sendiri, bisa
bergabung bersama-sama untuk membangun suatu
gerakan kreatif kolaboratif untuk membangun negeri.
Akhirnya terbentuklah KUN Humanity System +
diresmikan pada tahun 2016 yang diawali dari
merchandising, karena gerakan-gerakan yang
kemudian kita lakukan membutuhkan biaya.”
2. Apa visi, misi, dan tujuan KUN Humanity Sytem?
Jawaban: “Visi KUN Humanity System adalah
membentuk suatu kolaborasi dengan orang-orang
yang berasal dari latar belakang multi-disiplin untuk
mensinergikan manusia dengan alamnya. Dalam hal
ini, KUN Humanity System bermaksud ingin
3
mengajak orang-orang dengan latar belakang passion
yang berbeda-beda yang bertujuan untuk membangun
kesejahteraan dengan melibatkan penyandang
masalah kesejahteraan sosial itu sendiri.”
3. Apa saja program yang dimiliki KUN Humanity
System?
Jawaban: “KUN Humanity System ini punya
gerakan penanggulangan bencana, dimulai dari 2016
sampai dengan 2017 kami berfokus untuk melakukan
pemberdayaan masyarakat di daerah rentan terjadi
bencana. Daerah-daerah tersebut adalah kaki Gunung
Semeru dan Gunung Merapi, kaki Gunung Leuser,
Gunung Gede, dan Gunung Kerinci, Gunung
Manglayang. Sampai pada Tahun 2018, KUN
Humanity System bekerja sama dengan Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk
mengembangkan KUN WILDERNESS CENTER
(klinik dan pusat informasi). Pada bulan Agustus
2018, sebagai tanggapan terhadap Gempa Lombok,
tim KUN Humanity System telah terlibat dalam
program tanggap darurat dan rehabilitasi
rekonstruksi. Akhir September 2018, sebagai respons
terhadap Gempa Bumi dan Tsunami Donggala Palu,
KUN Humanity System terlibat langsung dalam
tanggap darurat saat ini. Yang belum lama ini terjadi
4
pada akhir bulan Desember 2018, KUN Humanity
System kembali melakukan gerakan kepedulian dan
terlibat langsung dalam penanggulangan bencana
tsunami di Banten. Di dalam gerakan-gerakan yang
kami lakukan kami memiliki tiga buah program core,
yaitu pemberdayaan masyarakat dan lingkungan,
manajemen dan penanggulangan darurat bencana, dan
sinema kaki gunung yang masing-masing memiliki
sub program seperti, Emergency Response, Mental
Health Pychosocial Support (MHPSS), WASH
(Wash, Water, and Sanitation), CBDRR (Community
Based Disaster Risk Management), dan lain-lain.”
4. Apakah ada kerjasama KUN Humanity System
dengan lembaga lain? Jika, ada dengan siapa, dan
bagaimana bentuk kerjasamanya?
Jawaban: “Kerjasama kita malah banyak dari
organisasi luar kayak IMC, Christian Aid, YEU, dan
Actid. Peran mereka itu adalah sebagai pendonor,
entah dana, ide, ataupun berupa logistik. Ada juga
kerjasama dari NGO lokal, contohnya Skolain, waktu
kami bergerak di Lombok mereka bantu untuk handle
ke anak-anak disana, intinya yang berhubungan
dengan sekolah dan edukasilah kita kerjasama dengan
mereka. Paling itu aja sih ya seinget saya. Kalo di
Banten kemarin yang jelas yang bantu donor itu dari
5
Christian Aid dan YEU, yang dua-duanya organisasi
luar negeri.”
5. Bagaimana struktur kepengurusan KUN Humanity
System?
Jawaban: “Sejauh ini KUN masih basic nya
volunteer. Jadi orang-orang yang punya latar
belakang profesi yang berbeda-beda yang punya
kepedulian dan ingin bergerak di bidang kemanusiaan
itu bekerjasama untuk bangun KUN. Kita melakukan
pekerjaan ini bareng-bareng aja, paling yang
membedakan hanya jobdesk nya aja kayak misalkan
yang handle merchandising siapa, yang design siapa,
yang turun ke lapangan siapa, yang tugasnya
melakukan koneksi dan promosi itu siapa, dan itu
semua kita bagi tugas yang komando nya datang dari
para pendiri atau tetua KUN. Bahkan karna mungkin
kita masih organisasi kecil kali ya dan baru, ada
beberapa orang yang multi tasking, karna orang yang
kita punya juga belum terlalu banyak. Jadi, untuk
struktur pengurusan yang pakem mungkin akan baru
dikembangkan sekarang-sekarang ini dan fokus kita
tahun ini sebetulnya ingin membangun sistem yang
lebih baik, misalnya dari segi pendanaan, koneksi,
dan lain sebagainya. Jadi kalau sekarang yang kita
punya itu masih kepada bidang profesi, jobdesk, dan
6
kepengurusan, kalau struktur belum pakem karna itu
tadi masih ada yang multi tasking.”
6. Bagaimana sumber pendanaan KUN Humanity
System?
Jawaban: “Jadi, KUN itu punya beberapa sumber
pendanaan, pendapatan yang kita gunain buat
membiayai semua kegiatan-kegiatan kita, termasuk di
dalamnya biaya operasional dan ya lain-lain lah yang
kaitannya dengan KUN. Yang pertama, dana itu kita
dapat dari donor yang kita kolaborasi beberapa
diantaranya dengan kitabisa.com, jadi
penggalangannya kita sebar melalui kitabisa.com
untuk yang masyarakat luas. Donor juga kita peroleh
gak cuma berasal dari lokal dan masyarakat lokal,
namun juga banyak pihak yang berkolaborasi dengan
kita dari luar contohnya adalah Christian Aid, Actid,
YEU, ada juga dengan IMC dan organisasi lokal
seperti Skolain. Sebetulnya kolaborasinya gak cuma
membantu donor dalam konteks dana atau uang, tapi
juga ide dan logistik, bahkan waktu di Palu kita
sempat dapat donor berupa shelter. Yang kedua itu
kita punya merchandising, kita jual produk kita
sendiri, kayak pakaian, kaos, jaket, celana. Ada juga
yang berupa aksesoris seperti gelang, jam tangan,
buff, bahkan sampai hiasan-hiasan khas negara lain,
7
khususnya Nepal karna kita ada kolaborasi dengan
Himalayan Gear yang dimana mereka menjual
banyak produk-produk yang di dapat dari Nepal. Kita
juga menjual kopi-kopi khas Indonesia, kayak kopi
gayo, kopi kerinci, dan kopi toraja karna beberapa
dari kami ada yang memang gemar dengan kopi dan
sekalian sebagai bentuk kita mendukung petani-petani
kopi lokal sekaligus mendukung dan
mengkampanyekan kopi khas Indonesia. Selain itu,
kita juga menjual perlengkapan-perlengkapan dan
kebutuhan mendaki, khususnya medical first aid ya
intinya keperluan medis buat kegiatan-kegiatan
outdoor. Dalam waktu kedepan kita punya rencana
bikin brand yang menjual barang-barang di luar
medical atau kegiatan outdoor dengan konsep yang
jauh sebenarnya dari kegiatan KUN. Alesannya ya
karna kita mau ngembangin sumber pendapatan dari
sektor bisnis gak terpaku dengan konsep
merchandising KUN yang sebelumnya. Terus kita
juga ada pendapatan dari hasil kolaborasi dengan
Aksa7 sebagai media partner. Jadi bentuk
kerjasamanya itu KUN ini sebagai objek dan Aksa7
adalah medianya. Pendapatan ini diperoleh melalui
hasil pembuatan film, salah satu filmnya yaitu Negeri
8
Dongeng yang berkaitan dengan ekspedisi pendakian
ke-7 puncak gunung tertinggi di Indonesia.”
Transkip Wawancara (Informan Kepala Program)
A. Identitas Informan
Nama Lengkap : Putri Annisa
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Program Officer
Posisi Khusus : Pelaksana Program WASH
Topik Wawancara : Gambaran Umum Program
WASH
Waktu Wawancara : 15 Desember 2019, 16.00-16.30
WIB
Tempat Wawancara : Kediaman Informan di Bandung
B. Gambaran Umum Program WASH
1. Apa itu program WASH?
Jawaban: “WASH itu kepanjangannya Wash, Water,
and Sanitation yang merupakan salah satu program
yang kita laksanakan di Banten kemarin. WASH ini
berfokus pada isu hygiene practice dan hygiene
promotion yang di dalamnya ada beberapa project.
Yang pertama ada pengelolaan limbah, yaitu
kaitannya dengan edukasi bagaimana pengelolaan
sampah atau limbah yang baik. Yang kedua adalah
project CTPS, yaitu Cuci Tangan Pakai Sabun.
9
Namun, di akhir kita tambahin satu isu lagi ke anak-
anak soal kebersihan gigi. Jadi, promosi kesehatannya
gak cuma pengelolaan sampah, CTPS, tapi juga
bagaimana cara menyikat gigi yang baik dan benar
yang kita khususkan ke anak-anak.”
2. Apa latar belakang dibentuknya program WASH?
Jawaban: “Program WASH ini dilaksanakan
sebetulnya berbarengan dengan program Emergency
Response (ER) dan Disaster Risk Reduction (DRR)
yang berfokus dalam penanggulangan bencana secara
cepat. Mengapa ada WASH di dalamnya, karena
isunya kan hak dasar manusia yaitu, sandang, pangan,
papan, termasuk di dalamnya adalah kebersihan.
Kebersihan ini kaitannya dengan air yang berarti
berpotensi munculnya penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh pencemaran air, kayak diare, dan
segala macem. Apalagi kaitannya dengan
pengungsian, yang mana kebersihan ini merupakan
salah satu yang perlu didahulukan dalam konteks
pasca bencana. Walaupun sebenarnya dalam
kehidupan sehari-hari pun hal-hal yang berkaitan
dengan kebersihan ini sangatlah penting, kayak
kemana kita buang air, gimana harusnya kita ngegali
tanah buat septictank gitu-gitu kan perlu. Cuci tangan
itu masuk bagian dari WASH, karna isunya kan
10
hygiene, lalu di dalamnya ada hygiene practice dan
hygiene promotion. Pokoknya hal-hal yang berkaitan
dengan air kayak pengelolaan sampah, santasi yang
kaitannya dengan saluran air, gimana caranya dapet
air bersih itu juga bagian dari program WASH.
Namun, memang yang benar-benar kita fokus angkat
adalah CTPS dan edukasi pengelolaan sampahnya,
dalam pengelolaan juga kita sedikit lakukan edukasi
pengolahan, yaitu membuat pupuk dari limbah atau
sisa-sisa makanan.”
3. Siapa pencetus program WASH?
Jawaban: “Sebetulnya kan WASH ini pada dasarnya
kita ambil dari 13 pengelompokkan menurut UN
terkait program apa yang harus dilakukan pada saat
pasca bencana yang berkaitan dengan
penanggulangan bencana itu sendiri, salah satunya itu
WASH. Kalo pencetus kaitannya dengan siapa yang
mengusulkan, salah satunya ya datang dari Teh Mata.
Dia juga yang menjadi penggerak sekaligus yang
mengepalai kami dalam program WASH ini. Selain
memang keputusan kenapa kita pilih WASH itu
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat disana
juga dan kaitannya dengan hasil identifikasi yang
sudah kita lakukan.”
11
4. Apakah ada divisi khusus yang terbagi dalam
pelaksanaan program WASH?
Jawaban: “Kalo divisi khusus sih gak ada ya di
WASH. Pokoknya dalam kurun waktu 8 bulan, untuk
program WASH itu di pegang sama 3 orang, yaitu
Teh Mata, Vina, sama saya sendiri yang kemudian
dibantu sama volunteer lokal kayak Ibu-Ibu PKK dan
volunteer lokal lainnya kayak pemuda-pemuda
disana. Sisanya ada Afdal dan Fabio yang peran
mereka adalah sebagai media dokumenter.”
5. Apakah ada kerjasama dengan pihak atau lembaga
lain terkait pelaksanaan program WASH?
Jawaban: “Kerjasama dengan pihak lain sih enggak
ada. Walaupun sebenernya kita sangat amat terbuka
untuk bekerja sama dengan NGO (Non-Government
Organitation) lain yang memang bergerak juga
disana. Jadi, ya pada akhirnya kita berjalan sendiri-
sendiri aja sesuai dengan program dan isu apa yang
mau diangkat masing-masing NGO.”
6. Kapan program WASH dilaksanakan? Dalam jangka
waktu berapa lama?
Jawaban: “Program kami dari awal dilaksanakan
pada akhir Desember dan selesai pada akhir Agustus
tepatnya tanggal 31. Jadi, kalau dihitung, jangka
waktu kita di sana adalah 8 bulan, namun sempat
12
kepotong kita pulang ke kediaman masing-masing
sekitar seminggu sampai dua minggu karna lebaran
waktu itu. Tapi abis itu balik lagi, dan ya sekitar 8
bulan kita disana. Tapi khusus WASH kita baru
laksanakan programnya di bulan ke-3 kita disana
untuk yang di handle sama Ibu-Ibu PKK, sedangkan
untuk anak-anak yang di sekolah, WASH baru
dilaksanakan di bulan ke-6. Kita fokuskan WASH di
2 bulan terakhir disana dengan rata-rata seminggu itu
kita ke 3 sekolah.”
7. Dimana program WASH dilaksanakan?
Jawaban: “Kami bergerak di tiga desa di Kecamatan
Sumur, Pandeglang, Banten, yaitu Sumber Jaya,
Cigorondong, dan Taman Jaya. WASH sendiri
terbagi menjadi dua tempat, untuk orang dewasa di
Posyandu Kecamatan Sumur dan untuk anak-anak
kita laksanakan di 13 sekolah dari tiga desa tersebut.
Sekolahnya kebanyakan SD dan TK, kita sempet
sekali ke SMP tapi enggak ke SMA. Beberapa kali
kita juga lakukan edukasinya di lingkungan rumah,
yang biasa mereka jadikan tempat bermain, kita
masuk kesana.”
13
Transkip Wawancara (Informan Pelaksana Program)
A. Identitas Informan
Nama Lengkap : Permata Andhika
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Psikolog
Posisi Khusus : Ketua Pelaksana Program WASH
Topik Wawancara : Tahapan Manajemen Pemasaran
Sosial
Waktu Wawancara : 12 Desember 2019, 20.00-21.00
WIB
Tempat Wawancara : Kediaman Informan di Bandung
B. Tahapan Manajemen Pemasaran Sosial
a. Defining The Product Market Fit (Identifikasi
Masalah)
1. Bagaimana KUN Humanity System
mengidentifikasi masalah sosial yang terjadi?
Jawaban: “Yang pertama kali kita lakukan
adalah gathering information karna kan kita
14
belum ada disana. Jadi, kita mencari informasi-
informasi yang cukup sahih dari sumber-sumber
yang terpercaya dan dari sana kita bergerak, kita
merespon. Jadi, kita tau area yang terdampak
berapa besar, berapa banyak warga yang
terdampak, dan siapa saja yang memang urgent
untuk dibutuhkan. Kita udah punya SOP-nya,
yang pertama itu medis dan PFA masuk
berbarengan. Untuk psycosocial-support itu
biasanya kita lakukan seminggu sampai dengan
dua minggu setelah bencana terjadi. PFA
sebetulnya masuk bagian dari psycosocial-
support juga, cuma dia kayak first aid-nya medis
tapi arahnya lebih ke sesegera mungkin
mengamankan, menstabilkan, dan jejaringkan
psikologis masyarakat pasca bencana. Di awal
berbarengan masuk dengan logistik, yaitu
sandang pangan papan, dan kebutuhan-kebutuhan
sanitasi, air bersih, dan alat-alat kebersihan.
Namun, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan ini
biasanya disesuaikan situasi dan lokasi daerah
mana yang ingin kita sisir. Setelahnya kita
lakukan rapid assessment, jadi assessment secara
cepat dengan standar Internasional yang kita
dapatkan dari IMC, guna mencari tahu ada
15
berapa titik pengungsian, ada berapa kartu
keluarga, ada berapa kelompok rentan, jadi
semua data ini dikumpulkanlah kebutuhan
mereka apa, sudah ada tempat pengungsian atau
tidak, tempatnya layak atau tidak, kalau tidak
layak apa yang kurang, termasuk kebutuhan
berupa dana. Waktu itu dari sekian banyak orang
kenyataannya kita hanya bisa memberikan
bantuan untuk 500 KK karna yang kita miliki
juga terbatas. Namun, sebelumnya kita ngecheck
dan berkoordinasi dengan BNPB dan BPBD
karna mereka punya sistem untuk organisasi-
organisasi yang ingin terlibat dalam
penanggulangan agar berkoordinasi. Siapa yang
ingin memberikan bantuan WASH, siapa yang
ingin memberikan bantuan medis, siapa yang
ingin memberikan bantuan shelter, dan seberapa
banyak, dan di titik mana aja. Dan biasanya
langsung terlihat, yang belum terpenuhi tuh desa
yang mana di bagian mana, jadi kita tahu kalau
kita bisa kasih apa dan kemana, semuanya jelas
dan sesuai dengan apa yang kita mampu. Karna
sebetulnya kami NGO itu fungsinya mengisi gap
yang belum dipenuhi sama pemerintah dan
WASH pada akhirnya menjadi salah satu yang
16
menjadi program kami selama disana yang
memang pemerintah pada saat itu tidak bergerak
dalam isu hygiene practice dan hygiene
promotion yang kita lakukan berdasarkan hasil
dari in-depth assessment, yaitu lanjutan dari
rapid assessment. Jadi, intinya identifikasi itu
dari semua sisi, bukan hanya kebutuhan, bukan
hanya apa yang bisa kita berikan, bukan hanya
dua itu aja tapi juga kondisi sosialnya mereka.
Kita lakukan proses identifikasi selama kurang
lebih sebulan untuk program pasca bencana dan
prosesnya berbarengan dengan pelaksanaan
MHPSS. Sebulan itu sudah termasuk dengan
waktu verifikasi dari pihak donor karna
identifikasinya sendiri hanya membutuhkan
waktu 2 minggu.”
2. Bagaimana KUN Humanity System mencari ide
dan praktik sosial sehingga terbentuklah program
WASH sebagai produk sosial?
Jawaban: “Kalo misalnya kita ngikutin UN
(United Nation) itu ada kurang lebih 11 sampai
dengan 13 kalo gak salah, aku lupa tepatnya
berapa tapi intinya belasan cluster atau
pengelompokkan yang memang itu harus
dipenuhi ketika kita mau melaksanakan program
17
pasca bencana, salah satunya WASH. Jadi, ada
food in nutrition, ada shelter, ada WASH, ada
communication, ada health, dan lain-lain,
belasan. Mana nih yang sekiranya KUN bisa
support, mana nih yang kita punya sumber daya
nya, dan mana nih yang juga memang sangat
dibutuhkan. Tiga lah ini yang muncul dari yang
memang kita rasa paling penting. MHPSS,
kenapa MHPSS karna kita gak mau kan kalo
misalnya masyarakat kan berkelanjutan trauma.
Lalu yang kedua itu, WASH yang menurut kita
cukup parah juga isu kesehatan disana. Kalo
dilihat dari luar sebenarnya mereka bersih-bersih
aja, perkampungannya juga bersih tapi mereka
bakar sampah, mengelola sampahnya tidak sehat.
Ada yang buangnya ke sungai, ada lah yang ke
pantai, terus buang air nya juga masih begitu.
Intinya yang berkaitan dengan perilaku atau
kesadaran akan kebersihannya masih kurang
baik. Apalagi ditambah dengan situasi dimana
mereka telah terdampak oleh bencana tsunami
yang semakin memperburuk dan berpotensi
munculnya penyakit-penyakit akibat pencemaran
air, seperti diare yang mana sering kali
menyerang anak-anak karna lebih rentan kan
18
terkena penyakit, maka dari itu muncul juga
edukasi tentang cuci tangan pakai sabun (CTPS)
yang dikhususkan kepada anak-anak kecil disana.
Lalu yang ketiga, ada DRR yang mana mereka
harus tau kalo mereka tinggal di wilayah rawan
bencana kan, dan kesiapan mereka akan
menghadapi itu tidak terlalu baik.”
3. Siapa yang menjadi sasaran program WASH?
Jawaban: “Kalo WASH sebetulnya sasarannya
ke semua warga yang terdampak ya. Supaya
program ini berjalan terus, awalnya kita masuk
ke Ibu-Ibu PKK karna mereka yang memegang
Posyandu, jadi mereka yang ngurusin kelompok
rentan, ibu hamil, bayi, lansia, ya orang dewasa.
Jadi, untuk target pelatihan dan edukasi
pengelolaan dan pengolahan sampah kepada
kelompok rentan dan orang dewasa kita bekerja
sama dengan Ibu-Ibu PKK disana yang kita
jadikan volunteer lokal. Lalu, kita juga masuk ke
sekolah-sekolah dan juga menyisir ke
perkampungan untuk melakukan edukasi dan
promosi pengelolaan sampah organik non-
organik misalnya dan juga CTPS dan diorama
gigi yang targetnya adalah anak-anak kecil di
sekolah maupun di luar ruang lingkup sekolah.
19
Jadi tergetnya ada dua, orang dewasanya ada,
anak-anaknya juga punya segmennya sendiri.”
4. Bagaimana cara KUN Humanity System
menentukan siapa yang menjadi sasaran program
WASH?
Jawaban: “Situasi disana kita tidak bisa
memfokuskan ke setiap pengungsian, karna
orang-orang disana lebih memilih untuk tinggal
di rumah saudaranya. Jadi kita nembaknya ke
satu desa. Sasarannya atas bawah, di bawah kita
kasih pelatihan, promosi kita sebarkan supaya
mereka bisa merubah tingkah laku, tapi di atas
nya kita tekankan untuk mengeluarkan
kebijakan-kebijakan yang benar terkait
kebersihan misalkan terkait tempat pembuangan
sampah, dan program mitigasi. Jadi, program ini
terintegrasi dengan aparatur desa biar program
kita sustainable dan supaya saat kita gak ada
nanti, program ini masih bisa terus berjalan.”
5. Apa alasan dipilihnya sasaran program WASH
tersebut?
Jawaban: “Kalo anak-anak, karna jelas ya
mereka butuh yang namanya edukasi terkait
kebersihan. Hal tersebut menjadi pennting karna
anak-anaklah yang rentan terkena penyakit yang
20
diakibatkan oleh pencemaran air. Kalo orang-
orang dewasanya lebih kepada perubahan karna
bisa dibilang perilaku mereka disana dalam hal
menjaga kesehatan diri dan lingkungan juga
masih kurang. Seperti yang tadi saya bilang kalo
mereka buang sampahnya aja masih ada yang ke
sungai, ke pantai, karna mereka tinggal di pesisir
pantai kan. Lalu tidak ada juga pengolahan
sampah yang benar, cara satu-satunya yang
mereka lakukan ya bakar itu sampah yang mana
pada akhirnya juga merusak kesehatan juga.
Makanya kita juga buat sedikit pelatihan soal
pengolahan sampah organik menjadi pupuk.”
b. Designing The Product Market Fit (Rancangan
Produk)
1. Bagaimana KUN Humanity System
menyesuaikan program WASH dengan
kebutuhan target?
Jawaban: “Diluar konteks bencana aja isu
kesehatan jadi hal yang penting banget, apalagi
ini konteksnya pasca bencana ya. Sesuai dengan
apa yang udah kita lakuin dari mulai mencari
informasi di awal, lalu kita lakukan rapid
assessment sampai dengan in-depth assessment,
21
kita pikir isu hygiene practice dan hygiene
promotion ini adalah salah satu yang dibutuhkan
oleh masyarakat disana. Jadi cara
menyesuaikannya adalah dengan identifikasi
masalahnya dulu, abis itu koordinasi dengan
BNPB, BPBD dan NGO lain yang sama-sama
terjun disana terkait bidang-bidang mana nih
yang KUN bisa bantu untuk mengisi
kekosongan.”
2. Bagaimana KUN Humanity System membuat
perencanaan pada program WASH untuk
disosialisasikan pada target sasaran?
Jawaban: “Kalo udah tau nih kondisi nya disana
gimana dan udah tau kita bisa bantu dimana, di
bidang apa, dan harus ngapain, kita koordinasi ke
aparatur desa dan bilang ke mereka kalo kita
punya program soal pengelolaan dan pengolahan
sampah walau lebih banyak ke edukasi
pengelolaannya, kita kasih tau juga ada program
CTPS yang targetnya adalah anak-anak, birokrasi
tuh. Birokrasi juga kita lakuin ke sekolah-sekolah
untuk program CTPS karna memang kita ambil
banyak lokasi untuk CTPS ini di sekolah-
sekolah, jadi terkait waktu dan tempat kita harus
koordinasi sama pihak sekolah. Selain itu kalo ke
22
anak-anak paling kita kasih edukasi soal sampah
organik dan non-organik, harus buang kemana,
dan lain sebagainya.”
3. Apakah ada hal yang memperkuat produk sosial
yang dipilih, misalkan dengan diberikan merk
atau nama khusus dan kemasan yang menarik?
Jawaban: “Kalo merk jelas enggak ya, karna
yang kita lakukan di WASH ini yang kita bagi
bukan dalam bentuk barang. Sekalipun barang
pun cuma tempat sampah aja, organik dan non-
organik. Yang menarik menurut saya bukan
kemasannya, tapi prosesnya. Proses operasi
bersih-bersih sampah kita lakuin bareng-bareng
sama masyarakat disana. Tempat sampah pun
setelah jadi, yang pasang itu mereka. Kalo untuk
anak-anak kita sempat bikin gigi berukuran besar
gitu untuk kasih tau ke anak-anak gimana cara
menyikat gigi yang benar yang tujuannya itu agar
bikin anak-anak lebih tertarik. Cuma itu sih ya
paling cara penyampaiannya yang lebih atraktif
ke anak-anak, karna mereka suka hal-hal yang
seru dan bernenergik.”
4. Apa makna dari kemasan yang menarik tersebut?
Jawaban: “Gini, anak-anak itu kan emang lebih
suka hal-hal yang berbau visual lah ya. Jadi,
23
anak-anak bisa lebih nangkep tuh kalo kita pake
simulasi gigi yang besar gitu, yang biasa kita
sebut diorama gigi. Emang terbukti sih jadi
munculin rasa penasaran atau rasa ingin tau
mereka kalo edukasinya menarik. Selain memang
ya itu balik lagi, cara penyampaian juga menjadi
kunci. Kalo kita lemes ya, anak-anak akan lemes
juga.”
5. Apakah ada yang membedakan produk sosial
tersebut dengan produk sosial di lembaga lain?
Jawaban: “Saya sebenernya kurang begitu
paham apa yang dikerjakan sama NGO lain,
kayaknya sih ada ya beberapa dari mereka juga
bikin WASH tapi saya gak tau spesifik siapa dan
bagaimana. Sepengelihatan saya sih selama kita
disana, kita merasa kalo KUN itu lebih
terorganisir secara keseluruhan. Saya pribadi sih
merasa kalo KUN ini lebih terintegrasi dengan
baik ketimbang NGO lain yang terjun juga di
Banten secara mungkin ya kita yang paling lama
disana. Jadi ya mungkin perbedaannya dari sisi
itu. Selain memang cara komunikasi yang kita
gunakan khususnya kepada anak-anak itu unik
ya. Contohnya, salah satu yang dilakukan Vina,
salah satu yang menjadi bagian dan sama-sama
24
bergerak di WASH selain saya dan Putri. Yang
dia lakukan itu benar-benar menarik banget loh.
Dia mengedukasi anak-anak tentang isu
kesehatan pake gerakan-gerakan pertunjukan
dongeng atau seni dan cara itu gak dilakuin sama
NGO lain dalam hal mengedukasi dengan isu
kesehatan disana.”
6. Bagaimana KUN Humanity System membuat
sasaran tertarik dengan program WASH?
Jawaban: “Kayak yang saya bilang tadi, cara
penyampaiannya kita tuh unik. Nah Vina ini,
bikin semacam pertunjukan dongeng atau
semacam lenonglah dengan gestur yang menarik.
Jadi, anak-anak disana juga seneng, ya ibaratnya
bahasanya apa ya. Vina kasih edukasi dengan
gerakan-gerakan yang menarik dan lucu bagi
anak-anak dan disertai juga penekanan
penekanan yang ketika anak-anak denger tuh,
seru apa yang disampaikan. Selain itu yang tadi
saya bilang kita bikin diorama gigi gitu di akhir
sih karna bosen ya cuci tangan terus, muncul lah
ide untuk edukasi cara yang benar menyikat gigi.
Jadi edukasi pake gigi dan sikat gigi yang besar.”
25
7. Bagaimana KUN Humanity System
mempertimbangkan harga produk sosial yang
ingin dipasarkan? Misalnya, seperti waktu?
Jawaban: “Harga jelas gak ada dong, mereka
bisa menikmati edukasi yang kita berikan itu
gratis. Kalo waktu, gini saya pikir juga mereka
sadar bahwa mereka itu dalam kondisi butuh
bantuan dalam sektor apapun, gak luput juga soal
kebersihan. Iya dong, mereka adalah korban
tsunami loh dampaknya besar. Jadi menurut saya
mereka rela-rela aja untuk meluangkan waktunya
untuk ikutin kegiatan KUN, karna pada dasarnya
mereka itu butuh. Walaupun ada yang memang
beberapa volunteer lokal kita yang menjalani
harinya lebih ekstra, contohnya guru kan.
Paginya mereka ngajar, sorenya mereka harus
ikut kegiatan kami kan lumayan capek tuh. Tapi
dengan komunikasi dan pendekatan yang baik,
mereka mau untuk meluangkan waktunya. Kalo
ke sekolah-sekolah ya pastinya kita dateng ke
sekolah, kita ijin mau adain kegiatan edukasi
kesehatan, kita buat janji terkait waktunya kapan,
dengan kesepakatan dan lagi-lagi ya memang
komunikasi dan niat yang baik juga, sekolah mau
26
luangin waktunya agar KUN berkegiatan disana
pada hari yang sudah disepakati.”
8. Apakah ada kendala dalam hal membangun
kepercayaan terhadap produk sosial yang ingin
dipasarkan? Seperti penolakkan produk sosial?
Jawaban: “Kalo penolakkan sih menurut saya
gak ada ya, ya mungkin kalo anak-anak ada lah
yang ketika dalam proses edukasi, ada satu dua
yang cari-cari perhatian kayak misalnya lari-lari
atau ada lah satu dua anak yang ganggu anak-
anak lain yang sedang serius dan menikmati
proses edukasi, wajar sih menurut saya dan
bukan kendala yang besar. Kalo untuk yang
dewasa kebanyakan kita serahkan ke Ibu-Ibu
PKK walaupun kita juga pantau prosesnya, jadi
konsep dan ide dari kita namun terkait
pelaksanaannya mereka yang bergerak, kayak
bikin tempat sampah organik dan non-organik itu
mereka sendiri yang buat dan pasang sekaligus
kami bergerak bersama-sama untuk
membersihkan sampah yang berserakan akibat
tsunami. Dalam membangun kepercayaan kepada
orang dewasanya sebagaimana mungkin kita
gunain komunikasi yang benar juga terkait tujuan
kita apa, supaya mereka mudah paham. Memang
27
butuh effort gimana agar mereka sadar bahwa
mereka butuh itu untuk desa mereka agar lebih
baik.”
9. Bagaimana cara KUN Humanity System
membangun kepercayaan terhadap produk sosial
tersebut?
Jawaban: “Yang pertama itu kita lakukan
pendekatan dan komunikasi secara terus menerus
pastinya, saya pikir kalo kita mau kasih tau
sesuatu yang lebih baik ke orang lain, kita harus
saling mengenal dulu, minimal dengan beberapa
orang lokal sana yang berpengaruh. Salah satu
volunteer lokal yang sangat membantu itu ada,
Pak Irfan contohnya. Melalui Pak Irfan juga kita
lebih mudah untuk menjangkau orang-orang
disana, secara gak semua dari kita kan juga bisa
Bahasa Sunda ya, jadi Pak Irfan ini sangat
membantu proses kita disana. Salah satu cara kita
untuk menyentuh hati masyarakat yang lain itu
dengan kalimat-kalimat menakuti. Memang
sepertinya berlebihan, tapi memang harus begitu
saya kira untuk mengubah pola pikir mereka
yang sudah terlanjur terbentuk, khususnya orang
dewasa. Bu, desa ini kan deket pesisir pantai,
kalo kita buang sembarangan ke pantai itu gini
28
loh akibatnya, nanti merembet gini gini,
emangnya ibu mau kalo keluarga ibu, anak ibu
makan makanan yang tercemar, ikan-ikan yang
mau ibu masak di dalemnya nanti micro plastic
loh bu, bahaya bu emangnya mau ibu dan
keluarga ibu sakit karna itu. Ya contoh kalimat-
kalimat menakutinya kurang lebih kayak gitu lah.
Kalo untuk anak-anak gak sesulit bicara sama
orang dewasa ya menurut saya, asal gimana
caranya edukasi yang kita kasih itu gak
membosankan aja.”
c. Delivering The Product Market Fit (Distribusi dan
Promosi Produk)
1. Dimana KUN Humanity System melakukan
sosialisasi program WASH?
Jawaban: “WASH lokasinya sama dengan
program lainnya di Kecamatan Sumur,
Pandeglang, Banten. Kita punya tiga desa yang di
arsir, yaitu Sumber Jaya, Cigorondong, dan
Taman Jaya. Untuk anak-anak, kita ke 13 sekolah
dari tiga desa tersebut. Tapi selain ke sekolah kita
juga sempet beberapa kali ke anak-anak yang
berada di lingkungan rumah. Jadi, dimana ada
anak-anak rame, kita dateng kesana spontan
29
untuk kasih edukasi tentang kebersihan. Untuk
WASH yang berkolaborasi dengan Ibu-Ibu PKK
disana, kita lakukan di Posyandu Kecamatan
Sumur yang banyak orang dewasa terlibat.”
2. Bagaimana KUN Humanity System menentukan
sasaran lebih rinci, seperti, usia, pekerjaan, atau
adakah penentuan sasaran berdasarkan latar
belakang tertentu?
Jawaban: “Program WASH kita gak tentuin
sasaran berdasarkan pekerjaan atau usia tertentu
sebetulnya. Kita hanya membagi menjadi dua,
untuk orang dewasa dan untuk anak-anak. Untuk
anak-anak lebih banyak di sekolah, walaupun ada
juga di lingkungan rumah. Jadi, gak ada
berdasarkan latar belakang tertentu. Yang paling
khusus ya untuk anak-anak, karna kita mau
menanamkan kesadaran pentingnya perilaku
hidup sehat sejak dini.”
3. Bagaimana KUN Humanity System menentukan
tempat pelaksanaan program WASH?
Jawaban: “Tempat pelaksanaannya kita
koordianasi dengan aparatur desa, dari sebelum
program ini terlaksana kita lakukan diskusi dulu
kan dengan mereka, gak luput juga persoalan
tempat. Dengan orang dewasa pada akhirnya
30
dengan bekerjasama dengan Ibu-Ibu PKK, kita
dapet akses untuk lakukan kegiatan di Posyandu.
Sedangkan dengan sekolah-sekolah, kita datang
ke mereka, ke kepala sekolah nya dan
berkoordiasi juga dengan guru-guru terkait
perijinan dan enaknya dimana nih kita lakukan
kegiatannya. Penentuan tempat ini berdasarkan
ijin yang kita lakukan ke pihak-pihak
bersangkutan. Kalo pun tempat mana yang kita
sisir untuk kita lakukan operasi bareng warga itu
kondisional, jadi kita bekerjasama dengan warga
sekalipun dengan anak-anak untuk melakukan
bersih-bersih sampah tuh sekaligus milah-milah
mana organik mana non organik. Selebihinya
yang tadi saya bilang, dimana ada anak-anak, di
lingkungan rumah biasanya, di situ pula kita
adakan kegiatan edukasi.”
4. Kapan waktu pelaksanaan program WASH? Dan
berapa lama?
Jawaban: “WASH yang kolaborasi kita dengan
Ibu-Ibu PKK di Posyandu itu jalan dari bulan
Februari. Program yang untuk anak-anak baru
kita lakuin di bulan Juni. Kalo Ibu-Ibu PKK itu
total 6 bulan, yang anak-anak total waktunya 2
bulan.”
31
5. Bagaimana KUN Humanity System menentukan
waktu pelaksanaan program WASH?
Jawaban: “Waktu ini sebetulnya berbarengan
dengan ketika kita ingin tentuin tempat. Sama
prosesnya, melalui ijin dulu dari aparatur desa
dan sekolah-sekolah. Kalau yang di luar sekolah,
lebih ke random situation aja. Misalkan kita lagi
jalan mau kemana terus ketemu sama
sekumpulan anak-anak, ya kita samperin. Kita
kumpulin, kita kasih edukasi langsung di
tempat.”
6. Bagaimana KUN Humanity System melakukan
perencanaan promosi program WASH?
Jawaban: “Yang pertama kita siapin apa aja nih
yang diperluin, contoh misalnya sabun kita
sediakan, lalu tempat untuk menaruh sampahnya,
diorama gigi, dan lain-lain deh pokoknya yang
kita butuhin untuk melakukan penyampaian
edukasi. Setelah itu, itu tadi, ijin ingin melakukan
kegiatan disana. Setelah ijin, diskusi dengan
pihak aparatur, Ibu-Ibu PKK, volunteer lokal,
sekolah, untuk menentukan kapan dan dimana
kita lakukan kegiatan. Setelahnya, di hari H ya
kita langsung lakukan promosi dan praktik
kesehatannya.”
32
7. Bagaimana cara penyampaian KUN Humanity
System dalam mempromosikan program WASH?
Komunikasi apa yang digunakan dalam promosi
produk sosial?
Jawaban: “Cara penyampaian yang kita lakukan
biasanya kita setelah kenalan, kenalan dulu ya
pasti. Setelah kenalan biasanya yang pertama kali
kami lontarkan itu pertanyaan yang berkaitan
dengan kesehatan, apa pentingnya cuci tangan,
sampah organik non organik, cara menyikat gigi,
dampaknya, dan lain sebagainya. Jadi, caranya
adalah kita coba untuk tau dulu apa yang mereka
tau. Gimana caranya bikin anak-anak terangsang
untuk berpikir. Dan kita juga lakukan apresiasi
terhadap jawaban mereka. Setelah itu, baru di
akhir kita kasih penjelasan biasanya yang lebih
lengkap. Cara penyampaiannya seperti itu sih
kurang lebih ya.”
8. Apakah ada media khusus yang digunakan? Jika
ada, media apa?
Jawaban: “Media itu yang pertama lagu. Kita
bikin lagu tentang kesehatan, cara cuci tangan
yang benar. Jadi untuk anak-anak sebelum kita
melakukan hygiene practice kita nyanyi dulu.
Lagu sebagai media kita memberi informasi. Ada
33
juga diorama gigi, lebih ke alat sih ya peralatan
yang kita pake pada saat memberi edukasi. Untuk
media penyampaian dua hal itu aja sih.”
9. Bagaimana proses presentasi program WASH?
(eksekusi pemasaran produk sosial) yang
dilakukan?
Jawaban: “Tahapannya gitu ya, oke. Yang
pertama kita kumpulin dulu anak-anaknya di satu
tempat. Sebelum kita sampaikan edukasinya, saat
proses perkenalan kita ajak mereka gerak dulu,
semacam senam aja, pemanasan lah sebeleum
berkegiatan. Kalo sudah, kita lakukan edukasi
tuh dengan cara penyampaian yang tadi itu.
Penyampaiannya dibarengi dengan kita bikin
lagu soal cara cuci tangan yang benar, dan kalo
gigi cara menyikat gigi yang benar juga gimana,
abis itu kita nyanyiin bareng-bareng. Kalo yang
pake diorama gigi, kita kasih tau cara yang benar
menggunakan gigi itu sih karna besar jadi mereka
bisa lihat semua kan. Setelah itu kita lakukan
hygiene practice nya, kita ajak mereka untuk
mungutin sampah dulu biasanya di lingkungan
sekitar sekolah untuk anak-anak yang di sekolah,
di lingkungan rumah kalo anak-anak yang kita
kasih edukasinya di lingkungan rumah. Setelah
34
itu kita bawa anak-anak ke kamar kecil, kamar
mandi, atau toilet, dimana ada keran deh disitu
baru kita lakukan praktik cuci tangan bareng-
bareng tuh. Prosesnya kurang lebih semua begitu.
Untuk yang dewasa juga prosesnya kurang lebih
sama, yang beda itu cara komunikasinya aja.
Bicara dengan orangtua dan bicara dengan anak
kecil kan udah pasti beda ya penekanannya.”
10. Apa saja faktor penghambat dan pendukung pada
proses presentasi program WASH?
Jawaban: “Kalo secara keseluruhan program ya
menurut saya, yang sulit adalah di ranah sistem.
Kaitannya dengan sampah yang mereka hasilkan
misalkan sehari-hari, dengan tempat pembuangan
sampah yang sedikit dan tidak adanya
pengelolaan dan pengolahan sampah yang
dilakukan secara serius otomatis akan berdampak
buruk dong ya. Nah, terkait pengadaan TPS dan
lain sebagainya ini kan berkaitan dengan
pemerintahan setempat yang dimana kita sulit
untuk masuk di ranah ini. Belum lagi pada saat
itu situasi politik disana juga sedang tinggi
tensinya. Yang paling menyebalkan adalah ketika
kita sudah punya planning dengan aparatur desa,
tiba-tiba kepala desanya ganti tuh. Hal-hal yang
35
seperti ini saya pikir menghambat, yang
kaitannya dengan sistem. Makanya, kita di sana
lebih ke ranah hygiene practice dan promotion.
Kalo soal pengadaan, juga hubungannya dengan
uang kan, kalo bicara uang berarti sensitif di
ranah itu. Selebihnya ini, kita membayangkan,
andaikan remaja disana lebih mau untuk bergerak
mungkin program ini akan lebih baik dalam
prosesnya. Walaupun kita sudah sangat terbantu
oleh Ibu-Ibu PKK dan beberapa volunteer lokal
ya menjadi keuntungan tersendiri bagi kami. Tapi
andaikan remaja-remaja nya bisa lebih aktif, kita
akan lebih terbantu lagi. Kalo hal-hal yang
menghambat lain misalkan anak-anak yang sulit
diatur itu masih dalam kewajaran kalo menurut
saya.”
11. Apakah ada upaya melakukan adoption
triggering (membiarkan sasaran mencoba produk
sosial)? Jika ada, bagaimana respon sasaran
produk sosial?
Jawaban: “Mungkin kalo berupa barang atau
suatu benda yang kita kasih, kita akan melakukan
itu sih ya. Kalo apa yang kita berikan kan itu
berupa edukasi, jadi ya bukan benda. Palingan
apa yang mereka coba itu praktiknya. Yang
36
CTPS tentu mereka praktik langsung, kita
sediakan sabunnya jadi setelah edukasi tuh
mereka langsung coba praktik. Yang edukasi
menyikat gigi juga tuh mereka cobain sendiri
pake diorama giginya. Tapi, ya gitu terlalu
gembira mereka jadi giginya rusak. Tapi yang
kita lakukan cuma kasih edukasi tapi
membimbing mereka langsung lewat praktiknya
juga.”
d. Defending The Product Market Fit (Monitoring dan
Evaluasi)
1. Apakah ada monitoring terkait program yang
telah dilaksanakan? Jika ada, bagaimana cara
KUN Humanity System melakukan monitoring
tersebut?
Jawaban: “Monitoring kita kesana langsung itu
enggak. Jadi kan total 8 bulan kita disana, pada
saat bulan ke delapan saat kita merasa bahwa
mereka sudah bisa di tinggal, udah kita minta ijin
untuk mundur dan pulang. Monitoring yang
dilakukan itu paling kabar-kabaran via telepon.
Belum lama ini saya sempet kok telepon ada
warga disana dan kita ngobrol, harus kita akui
juga kalo di beberapa tempat programnya mereka
37
bilang udah gak jalan. Tapi kalo yang di
Cigorondong masih tuh, mereka masih aktif bikin
pupuk organik dari sisa makanan. Kalo dari sikap
gaya hidup sehat terkait apa yang kita edukasi,
mungkin saya gak akan bisa nilai karna emang
belum sempat kesana, tapi saya rasa mereka udah
tau sekarang dampaknya dari perilaku hidup
tidak sehat itu apa. Jadi, saya punya keyakinan
tersendiri sih mungkin gak semua orang tapi
banyak atau beberapa dari mereka udah tergerak
untuk melakukan gaya hidup sehat.”
2. Apakah ada penelitian terhadap situasi atau
kondisi sasaran pasca pelaksanaan program
WASH?
Jawaban: “Kalo penelitian gak ada sih. Kita
cuma monitoring aja. Itu juga sekedar
komunikasi via telepon. Sekaligus kita berusaha
untuk gak putus silaturahim dengan warga sana.”
3. Apakah ada kekeliruan atau kesalahan yang
terjadi terkait proses pelaksanaan program
WASH? Jika ada, seperti apa?
Jawaban: “Kekeliruan program enggak menurut
saya. Karna proses yang kita lakukan cukup
panjang dari indentifikasi di awal sampai akhir.
Kalo kesalahan mungkin dari segi sumber daya
38
manusia yang kita punya dari KUN ya, itu
tergolong sedikit sih. WASH dalam
pelaksanaannya cuma di tanganin sama tiga
orang sedangkan apa yang kita lakukan disana
cukup banyak, kita juga gak hanya WASH aja
kana da program lainnya juga makanya jadi
memakan waktu yang panjang juga. Jadi,
kesalahannya bukan terletak pada proses tapi
mungkin lebih ke perencanaan. Karna SDM itu
bagian dari perencanaan kan, sebelum kita
kesana kita harus selain siapkan barang atau
uang, tapi juga sumber daya manusianya.
Andaikan kita punya orang lebih banyak,
mungkin kejadian kayak diorama gigi yang rusak
gak akan terjadi, karna lumayan sulit juga
mengontrol rasa gembira anak-anak yang terlalu
tinggi walaupun lagi, kita masih saya ya masih
anggap itu adalah sebuah kewajaran. Kalo
kesalahan terhadap proses, saya pikir semua
sesuai rencana.”
4. Apakah ada evaluasi yang dilakukan terkait
program yang telah dilaksanakan? Jika ada,
Bagaimana hasilnya?
Jawaban: “Evaluasi yang kita lakukan setelah
kita selesai dan pulang gak ada. Kalo evaluasi
39
pada saat prosesnya, ada. Untuk anak-anak kita
lakukan WASH kan selama 2 bulan ya, waktu itu
kita merasa bahwa monoton kalo cuci tangan
lagi, cuci tangan lagi. Karna isu kesehatan itu
luas kan, maka dari itu di pertengahan kita
menginisiasi untuk sedikit melebar dari cuci
tangan, pengelolaan sampah, ke cara menyikat
gigi yang benar. Jadi diorama gigi itu ada saat di
pertengahan, bukan hal yang kita rencanain dari
awal. Kalo evaluasi yang kita lakukan pasca
selesai dari sana, gak ada.”
5. Apakah ada strategi lain yang dilakukan setelah
mengetahui perubahan yang terjadi? Jika ada,
strategi lain apa yang digunakan?
Jawaban: “Ini kaitannya sama dengan evaluasi
tadi, pergeseran isu bukan isu ya tapi fokus dari
yang tadinya cuma cuci tangan dan pengelolaan
sampah lalu kita tambah ke cara menyikat gigi
itu bagian dari strategi yang kita lakukan juga.
Selain kita yang bosen, kita juga menghindari
anak-anak bosen, supaya ada kebaruan juga yang
kasih.”
Transkip Wawancara (Informan Pelaksana Program)
A. Identitas Informan
40
Nama Lengkap : Devina
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Mahasiswi
Posisi Khusus : Pelaksana Program WASH
Topik Wawancara : Proses Pelaksanaan Pemasaran
Sosial
Waktu Wawancara : 13 Desember 2019, 22.30-23.30
WIB
Tempat Wawancara : Markas Besar KUN Humanity
System di Bandung
B. Proses Pelaksanaan Pemasaran Sosial
1. Bagaimana cara anda membuat sasaran tertarik
dengan program WASH?
Jawaban: “Aku jawab untuk ke anak-anaknya aja ya.
Karna aku lebih ke anak-anak kan. Kalo untuk
program kreatif emang aku yang kembangin kalo ke
anak-anak. Kalo anak-anak kan biasanya di edukasi
nya pakai video animasi gitu, karna mungkin lebih
mudah mereka menyerap informasi. Tapi kalo yang
kita lakuin, gak hanya video aja karna menurut kita
kalo cuma nonton video itu engagement nya kurang.
Jadi, kita bikin lagu untuk bikin promosi nya makin
menarik. Jadi kalo di TK kita tuh mainin lagu cuci
tangan, kita nyanyiin bareng-bareng. Sama kita bikin
41
pertunjukan kecil gitu pake boneka sambil cerita ke
anak-anak melalui boneka itu tentang keseharian
kayak misalnya bangun pagi, cuci muka, sikat gigi,
rapihin tempat tidur, jangan lupa cuci tangan, mandi
dan sebagainya walaupun gak di semua TK kita
kayak gitu, di SD juga ada contohnya SD Bahari ya
kita story telling kayak gitu. Kita kan gak cuma di TK
dan SD ya, ada juga yang di huntara dan di
lingkungan rumah mereka. Kalo yang di huntara, aku
bikin cerita disitu tentang kebersihan jadi lebih ke
menjaga gimana caranya jangan buang sampah
sembarangan. Yang menarik adalah cerita nya gak
yang hanya berupa narasi, tapi aku kayak semi lenong
gitu disana cerita dengan gerakan-gerakan dan disitu
kelihatan banget loh, ketimbang kalo cuma sekitar
cerita.”
2. Apakah terjadi penolakkan oleh sasaran terkait
pelaksanaan program WASH? Jika ada, seperti apa
bentuk penolakkannya?
Jawaban: “Kalo di lapangan lebih keliatan di sekolah
sih, karna kan crowd nya lebih banyak. Jadi, keliatan
banget tuh ada memang yang bener-bener dengerin
dan ada yang sukanya cari attention, ada bahkan yang
saling tonjok-tonjokkan lah. Problemnya di Banten
mungkin karna orangtua nya keras kali ya, jadi
42
pembawaannya anak-anaknya mereka jadi kasar juga
attitude nya. Sebenernya gak bapak-bapak, ibu-ibu,
gak remaja, anak-anak mereka cari attention. Jadi
kita selalu gitu, oke kalo mereka gak mau dengerin
kita lebih ke anak-anak yang memang mau dengerin
aja kan. Nah anak-anak yang nyari attention ini
jatohnya malah ribut sendiri, gangguin temen-
temennya yang lain yang memang mau dengerin.
Kalo secara general tidak ada penolakkan, tapi kalo
dari attitude kadang mereka sulit untuk dikontrol.”
3. Bagaimana cara penyampaian anda dalam
mempromosikan program WASH? Komunikasi apa
yang digunakan?
Jawaban: “Nah ini menarik juga nih. Soal cara
penyampaian ke anak-anak karna mungkin aku juga
kebanyakan nonton kartun kali ya. Jadi pembawaan
dan komunikasi ke anak-anak nya itu kayak semi
lebay gitu, lebih ekspresif dengan penekanan-
penekanan. Karna itu juga anak-anak jadi lebih
tertarik untuk dengerin, terutama yang cowok-cowok
ya yang memang lebih tergolong susah diaturnya.
Saat penjelasan, ada prosesnya awalnya kan
pengenalan, setelah itu baru proses pengajaran. Yang
coba kita terapin itu gimana caranya kita narik
jawaban dari anak-anak itu sendiri. Normalnya kan
43
kita ya yang kasih tau bahaya perilaku tidak sehat
gimana, tapi yang kita lakuin lebih ke kasih
pertanyaan ke mereka. Dan uniknya, jawaban mereka
luar biasa loh mereka tau soal pentingnya kebersihan,
dan bahaya perilaku hidup tidak sehat, mereka tau
kalo gak cuci tangan itu kaitannya penyakit, tanpa
kita kasih penjelasan diawal. Jadi, jangan mentang-
mentang kita datang dari kota misalkan, lalu
menganggap anak-anak ini bodoh. Gak sama sekali,
pada kenyataannya mereka itu tau soal pentingnya
kesehatan tanpa harus kita kasih tau di awal. Nah,
cara-cara penyampaian seperti yang kami pikir yang
seharusnya dilakukan. Setelah itu, baru kita kasih
ilmu-ilmu tambahan yang bertujuan untuk
memotivasi mereka agar lebih aware dengan tubuh
mereka dan aware kepada kesehatan sesama. Terlebih
lagi kita juga kasih pujian atas apa yang mereka tau
berdasarkan jawaban mereka dengan lebih ada
penekanan lagi, supaya mereka semakin semangat
untuk belajar lebih, untuk tahu lebih banyak lagi. Kita
berikan apresiasi untuk mereka. Jadi, kenapa gak kita
melihat apa yang mereka tau dulu, dan encourage apa
yang mereka tau itu adalah sesuatu yang berharga.
Pada intinya kita hadir untuk gimana caranya kita
encourage mereka untuk berpikir sendiri. Karna kita
44
sadar, berapa banyak coba pihak yang udah dateng
kesana? Gak cuma kita doang. Jadi, janganlah
menaggap mereka itu gak tau apa-apa. Jadi, cara
penyampaiannya kita ubah seperti itu.”
4. Apakah ada media khusus yang digunakan dalam
mempromosikan program WASH?
Jawaban: “Media khusus dalam penyampaian
edukasinya ya, ada. Jadi, aku sama Afdal, salah satu
volunteer KUN juga tapi sebetulnya dia lebih sebagai
dokumenter dan media disana. Kita berdua bikin
miniatur gigi yang gede gitu tujuannya supaya anak-
anak lebih tertarik. Selain kita bikin lagu juga sebagai
media promosi kebersihan. Kalo kebaruan yang kita
coba lakukan cuma itu sih ya, diorama gigi sama lagu
sebagai medianya. Ada yang menarik sih soal lagu,
waktu itu kita ketemu sama anak-anak sekitar usia ya
8 sampai dengan 9 tahun lah ya masih kecil banget itu
mereka ngamen, bawa ukulele sama drum dari pipa
gitu. Mereka ketemu kita di jalan, terus Teh Mata
kasih tantangan tuh ke mereka bisa atau enggak bikin
lirik nanti kita jadiin lagu tentang jangan buang
sampah sembarangan. Dan akhirnya mereka bikin tuh
bareng kita, terus kita nyanyiin deh. Ini di luar dari
apa yang kita lakuin di sekolah.”
5. Bagaimana respon sasaran terkait program WASH?
45
Jawaban: “Kalo dilihat dari antusiasmenya mereka
sangat antusias ya. Ngeliat gigi, gusi dan sikat gigi
yang gede gitu mereka seneng banget. Nyatanya ya
memang anak-anak kelihatan lebih antusias. Pake
media lagu juga bikin suasananya lebih menarik kan.
Apalagi yang semi lenong itu, keliatan mereka jadi
lebih senang dan jadinya mengurangi kemungkinan
ada rasa bosannya juga soal edukasi yang kita kasih.
Keseluruhan sih respon mereka ya senang, antusias
walaupun ada lah kendala kecil-kecil dalam
prosesnya. Penolakkannya mungkin lebih keliatan
kalo untuk remaja agak susah sih untuk diajaknya. Di
SMP waktu itu pernah sekali tentang psycho
education dan kebersihan daerah kewanitaan, tapi aku
waktu itu gak ikut sih tapi ada sekali setau aku. Dan
penolakkannya berupa kayak apa yang kita ajarin itu
menurut mereka kayak yang buat bocah gitu, jadi
mereka merasa gak terlalu penting mungkin.”
6. Apa faktor penghambat dan pendukung pada proses
pelaksanaan program WASH?
Jawaban: “Nah itu, aku gak tau ini terjadi di semua
daerah atau gimana ya. Yang keliatan adalah kita
punya keuntungan dateng sebagai orang baru, orang
kota. Jadi, ya kita semua diterima aja gitu, kita kayak
ibaratkan lenong badut. Mereka sangat terlihat sangat
46
butuh hiburan, bahkan kita bercanda receh diajak
main gajelas aja sebenernya mereka senengnya bukan
main. Kita lakuin hal-hal aneh aja mereka seneng
banget, lagi kak lagi kak lagi. Jadi, kita lihat itu
sebagai keuntungan. Kalo yang menghambat di
WASH itu paling ya itu tadi kita cuma bertiga atau
bahkan beberapa tempat kita berdua, dan nanganin
segitu banyak anak di sekolah, mengontrol anak-anak
yang suka cari-cari perhatian dan cenderung
mengganggu temannya itu sih yang jadi penghambat
proses pelaksanaannya. Satu sisi adalah sebuah
kewajaran, tapi kalo dibilang penghambat ya itu
adalah hal yang menghambat memang. Yang diorama
gigi itu misalnya, karna antusias mereka yang terlalu
tinggi dan cenderung susah dikontrol, gigi nya tuh
jadi banyak yang copot, dan rusak yang akhirnya bisa
kepake sekali.”
7. Apakah ada monitoring dan evaluasi yang anda
lakukan pasca program?
Jawaban: “Kalo aku pribadi, karna handphone ku
sempet ilang jadi kontak orang-orang sana juga ilang.
Jadi, kalo aku sendiri belum sempet punya kontak
komunikasi langsung lagi sama orang sana. Tapi
mungkin Teh Mata atau Teh Putri masih sesekali
kontak mereka. Monitoring yang kita lakuin juga
47
cuma sebatas itu. Gak yang kita balik lagi kesana
untuk pantau langsung, tapi komunikasi via telepon
dengan mereka dan setau aku yang melakukan itu
Teh Mata dan Teh Putri. Evaluasi juga aku pikir
setelah kita pulang, programnya ya kita anggap
selesai. Jadi, ya hal itu gak jadi bagian dari apa yang
kita harus lakuin setelah kita pulang. Kalo evaluasi di
tengah-tengah program berjalan sih ada, kayak
misalkan diorama gigi itu kan bukan rencana awal
kita. Karna kita melihat ada sisi kebosanan disitu
juga, jadi kita mau nambahin apa yang mau kita
edukasi, yaitu cara menyikat gigi yang benar.
Selebihnya paling, cara penyampaian yang tadi aku
bilang itu yang harus kita ubah. Kayak misalkan wah
gak kena nih kalo cara penyampaiannya gini, kita
coba dengan cara penyampaian yang lain.
Evaluasinya lebih ke arah proses yang kayak gitu.”
Transkip Wawancara (Informan Pelaksana Program)
A. Identitas Informan
Nama Lengkap : Afdhal Lesmana
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Media Editor
48
Posisi Khusus : Dokumenter Program WASH
Topik Wawancara : Gambaran Pelaksanaan Program
WASH
Waktu Wawancara : 15 Desember 2019, 10.00-10.20
WIB
Tempat Wawancara : Markas Besar KUN Humanity
System di Bandung
B. Proses Pelaksanaan Pemasaran Sosial
1. Bagaimana gambaran pelaksanaan program WASH?
Jawaban: “Karna apa yang gua lakuin sebetulnya
gak semerta-merta terjun langsung dalam program
juga karna gua lebih megang dokumentasi disana.
Jadi, ini berdasarkan pengamatan gua aja ya. Dari
awal setau gua itu kita kan pengen satu lapisan itu
bergerak. Jadi tuh kalo yang dewasa gambarannya
gini, ibu-ibu yang ngurusin sampah, bapak-bapak
yang ngurus sistemnya, dan anak-anak itu kita
edukasi sejak dini. Tahapannya juga pertama kita
masuk ke orang dewasanya dulu, melalui Ibu-Ibu
PKK juga. Pertama kita edukasi dulu sama
masyarakat setempat soal walaupun klise sih ya tapi
perlu lah untuk diingatkan tentang sampah organik
atau non organik. Kita buatlah tempat sampahnya,
kita taruh di beberapa titik. Habis itu kita melakukan
49
pengumpulan sampah bareng-bareng sama warga tuh.
Setau gua kita masuk juga ke pengolahannya,
khususnya sampah organik menjadi pupuk. Sisa-sisa
makanan biasanya. Kalo yang anak-anak juga sama
kayak gitu, tapi lebih banyak kontennya. Selain
pengelolaan sampah, ada cuci tangan pakai sabun,
dan cara menyikat gigi yang benar. Prosesnya kurang
lebih sama, yang beda ya mungkin penyampaiannya
aja ke anak-anak lebih gimana caranya mereka
tertarik dan mau untuk ikutin prosesnya.”
2. Apa yang menarik dari pelaksanaan program WASH
menurut anda?
Jawaban: “Yang menarik menurut gua itu prosesnya.
Bagi gua ngejalanin program dengan jangka waktu
yang lama dan menyisir 3 desa, 13 sekolah dan cuma
dilakuin bertiga yang perempuan semua, itu menarik
banget sih. Daya juang dan dedikasi mereka itu hebat.
Terus yang paling menarik menurut gua ini, yang
dilakuin sama Vina. Dia ini keliatan totalitas banget
dalam hal penyampaian, walaupun The Mata dan The
Putri juga sama tapi yang dilakuin Vina ini lebih dari
sekedar edukasi tapi juga ada sisi entertainment nya
juga. Jadi, anak-anak selain dapat ilmu dia juga dapat
hiburannya. Untuk mencairkan anak-anak yang rame,
50
yang dilakuin sama Vina itu efektif menurut gua dan
jadi sangat menarik.”
3. Apakah terjadi penolakkan oleh sasaran terkait
pelaksanaan program WASH? Jika ada, seperti apa
bentuk penolakkannya?
Jawaban:
4. Bagaimana respon sasaran terkait program WASH
dari apa yang anda lihat?
Jawaban:
5. Apa faktor penghambat dan pendukung pada proses
pelaksanaan program WASH menurut anda?
Jawaban: “Menurut gua sih dengan program yang
cuma di handle sama dua atau tiga orang sedangkan
anak-anaknya itu banyak agak susah untuk supaya
mereka itu mau ikutin semua proses yang kita arahin.
Contohnya yang diorama gigi, karna terlalu
digandrungi sama anak-anak, jadinya giginya ya gitu
berantakan deh. Dampaknya, cuma bisa dipake sekali
tuh. Sepengelihatan gua itu aja sih. Kalo pendukung,
untuk program yang dewasa itu kita didukung sama
volunteer lokal, ada Ibu-Ibu PKK kan jadi sangat
membantu kita lah disana untuk handle orang
dewasa.”
51
Lampiran 7
HASIL OBSERVASI
TAHAPAN MANAJEMEN PEMASARAN SOSIAL DALAM
PROGRAM PROMOSI KESEHATAN KUN HUMANITY
SYSTEM PASCA BENCANA TSUNAMI BANTEN
No Kegiatan
Obsevasi
Keterangan Hasil Observasi
1. Profil
Kelembagaan
Pada tanggal 12 Desember 2019 s/d 16
Desember 2019. Peneliti berkunjung ke
Markas Besar KUN Humanity System di
Bandung. Peneliti mengamati dan
melakukan pendokumentasian ruangan-
ruangan kerja organisasi. Terdapat
didalamnya ruang rapat, ruang kerja
masing-masing jobdesk, ruang
merchandise dan kreatif, sampai dengan
coffee corner yang digunakan dalam
proses pembuatan kopi untuk di jual.
2. Designing
The Product
Market Fit
Pada tanggal 12 s/d 16 Desember 2019.
Peneliti mengamati dan melakukan
pendokumentasian salah satu ruangan
yang digunakan untuk gathering
information sebelum terjun ke lapangan.
Tempat dimana mereka mencari ide dan
praktik (produk sosial) untuk dibawa ke
lapangan.
3. Designing
The Product
Market Fit
-
4. Delivering &
Defending
The Product
Market Fit
-
Lampiran 8
HASIL DOKUMENTASI
TAHAPAN MANAJEMEN PEMASARAN SOSIAL DALAM
PROGRAM PROMOSI KESEHATAN KUN HUMANITY
SYSTEM PASCA BENCANA TSUNAMI BANTEN
No Dokumen Bentuk
Dokumen
Keterangan
(Ada/Tidak
Ada)
1. Defining The Product Market
Fit
Foto Ada
2. Designing The Product Market
Fit
Foto Ada
3. Delivering The Product Market
Fit
Foto Ada
4. Defending The Product Market
Fit
Foto Ada
Coffee Corner
Lampiran 9
KEGIATAN FOTO PENELITIAN
Ruang Gathering Information
Wawancara dengan Informan Permata Andhika
Wawancara dengan Informan Devina
Wawancara dengan Informan Afdhal Lesmana
Wawancara dengan Informan Putri Annisa
Markas Besar KUN Humanity System