Media Sosial Terintegrasi dalam Komunikasi Pemasaran Brand ...

8
108 Media Sosial Terintegrasi dalam Komunikasi Pemasaran Brand: Studi Komparasi Pemanfaatan Media Sosial Oleh High dan Low Involvement Decision Brand Volume IV Nomor 2 Oktober 2015 ISSN 2301-9816 JURNAL KOMUNIKASI INDONESIA Vega Karina Andira Putri Abstrak/Abstract Kata kunci/Keywords: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemanfaatan social media serta bentuk integrasi social media yang tepat bagi brand dengan proses pengambilan keputusan konsumen melalui high maupun low involvement dalam komunikasi pe- masaran brand. Dari hasil studi komparasi ditemukan perbedaan dalam pemanfaatan social media dan bentuk integrasi media sosial antara high dengan low involvement decision brand. Perbedaan dapat dilihat dari proporsi penggunaan me- dia digital, akun media sosial yang dikelola brand, konten tiap akun media sosial, kerjasama dengan buzzer, dan hubungan antar social media tools. Selain itu, ditemukan juga bahwa brand yang sukses melakukan komunikasi pemasaran melalui social media adalah brand yang mengelola komunitas online dengan baik. This research aims to understand social media utilization and the forms of appropriate social media integration for brands by means of consumer decision making process through high and low involvement in the brand marketing communication. Com- parative studies find differences in the use of social media and the forms of social media integration between high and low involvement decision brand. The distinctions can be observed from the proportion of digital media use, social media accounts administered by brand owners, contents of each social media account, partnership with buzzers, and social media tools inter-re- lationship. Besides, it is discovered that a successful brand, which carries out marketing communication through social media, is the one whose online community is well-managed. Merek, high dan low involvement decision, komunikasi pemasaran, perangkat media sosial, media sosial terintegrasi. Brand, high and low involvement decision, marketing communication, social media tools, integrated social media. Vega Karina Andira Putri Radio Gen 98,7 FM [email protected] Pendahuluan B erdasar hasil Nielsen Global Survey of Consumer Confidence and Spending In- tentions terhadap 29 ribu responden di 58 negara di Asia Pasifik, Eropa, dan Amerika Latin (Amerika Serikat tidak termasuk) tahun 2012, Indonesia dilaporkan memiliki indeks konsumen tertinggi sebesar 124, naik dua poin dari kuartal sebelumnya. Perolehan ini 30 poin di atas rata-rata global. Ditambah lagi adanya peningkatan upah minimum yang signifikan dapat mendorong konsumsi masyarakat (Jaga- treview.com, 26 Juli 2013). Menyadari tingkat konsumsi yang terus meningkat di Indonesia, setiap hari konsumen ditawari dengan produk-produk baru yang terus bermunculan. Memilih produk menjadi hal yang sulit bagi konsumen karena persaingan para pe- masar brand membuat para konsumen diterpa berbagai informasi mengenai keunggulan pro- duk. Para pemasar brand menjalankan berbagai macam kreativitas pemasaran sebagai usaha mencapai tujuan terciptanya brand awareness

Transcript of Media Sosial Terintegrasi dalam Komunikasi Pemasaran Brand ...

Page 1: Media Sosial Terintegrasi dalam Komunikasi Pemasaran Brand ...

108

Media Sosial Terintegrasi dalam Komunikasi Pemasaran Brand: Studi Komparasi Pemanfaatan Media Sosial Oleh

High dan Low Involvement Decision Brand

Volume IVNomor 2

Oktober 2015ISSN 2301-9816

JURNALKOmUNIKASIINdONeSIA

Vega Karina Andira Putri

Abstrak/Abstract

Kata kunci/Keywords:

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemanfaatan social media serta bentuk integrasi social media yang tepat bagi brand dengan proses pengambilan keputusan konsumen melalui high maupun low involvement dalam komunikasi pe-masaran brand. dari hasil studi komparasi ditemukan perbedaan dalam pemanfaatan social media dan bentuk integrasi media sosial antara high dengan low involvement decision brand. Perbedaan dapat dilihat dari proporsi penggunaan me-dia digital, akun media sosial yang dikelola brand, konten tiap akun media sosial, kerjasama dengan buzzer, dan hubungan antar social media tools. Selain itu, ditemukan juga bahwa brand yang sukses melakukan komunikasi pemasaran melalui social media adalah brand yang mengelola komunitas online dengan baik.

This research aims to understand social media utilization and the forms of appropriate social media integration for brands by means of consumer decision making process through high and low involvement in the brand marketing communication. Com-parative studies find differences in the use of social media and the forms of social media integration between high and low involvement decision brand. The distinctions can be observed from the proportion of digital media use, social media accounts administered by brand owners, contents of each social media account, partnership with buzzers, and social media tools inter-re-lationship. Besides, it is discovered that a successful brand, which carries out marketing communication through social media, is the one whose online community is well-managed.

merek, high dan low involvement decision, komunikasi pemasaran, perangkat media sosial, media sosial terintegrasi.

Brand, high and low involvement decision, marketing communication, social media tools, integrated social media.

Vega Karina Andira PutriRadio Gen 98,7 FM

[email protected]

Pendahuluan

Berdasar hasil Nielsen Global Survey of Consumer Confidence and Spending In-tentions terhadap 29 ribu responden di

58 negara di Asia Pasifik, Eropa, dan Amerika Latin (Amerika Serikat tidak termasuk) tahun 2012, Indonesia dilaporkan memiliki indeks konsumen tertinggi sebesar 124, naik dua poin dari kuartal sebelumnya. Perolehan ini 30 poin di atas rata-rata global. Ditambah lagi adanya peningkatan upah minimum yang signifikan dapat mendorong konsumsi masyarakat (Jaga-treview.com, 26 Juli 2013).

Menyadari tingkat konsumsi yang terus meningkat di Indonesia, setiap hari konsumen ditawari dengan produk-produk baru yang terus bermunculan. Memilih produk menjadi hal yang sulit bagi konsumen karena persaingan para pe-masar brand membuat para konsumen diterpa berbagai informasi mengenai keunggulan pro-duk. Para pemasar brand menjalankan berbagai macam kreativitas pemasaran sebagai usaha mencapai tujuan terciptanya brand awareness

Page 2: Media Sosial Terintegrasi dalam Komunikasi Pemasaran Brand ...

109

Jurnal Komunikasi Indonesia Volume IV, Nomor 2, Oktober 2015

hingga tercipta viral di masyarakat. Agar pesan komunikasi pemasaran dapat

tersebar lebih luas maka banyak pelaku brand yang memilih memaksimsalkan penggunaan me-dium komunikasi, salah satunya dengan meng-gunakan lebih dari satu media. Pemanfaatan lebih dari satu media dalam proses pemasaran ini dikenal sebagai strategi Integrated Marketing Communication (IMC) atau komunikasi pemasa-ran terpadu. IMC memanfaatkan semua bentuk promosi untuk menciptakan hasil maksimum. IMC kini menjadi strategi pemasaran yang ban-yak dipilih oleh berbagai industri, ditambah lagi banyak yang mempelajari dan mengeksplorasi strategi IMC ini dalam studi pemasaran. Tuck-well (2008) menyatakan produk yang mengkoor-dinasikan semua bentuk komunikasi pemasaran melalui sebuah program terpadu dapat memak-simalkan dampak pada target sasaran.

IMC memanfaatkan perpaduan antara media tradisional atau konvensional dan media baru dan berhasil memaksimalkan penyampaian pe-san kepada target konsumen, karena seperti din-yatakan oleh Cangara (2007: 152) bahwa dengan penggunaan multimedia kelemahan satu media dapat ditutupi oleh media yang lain. Namun kini, dapat kita lihat bahwa media baru memi-liki efek yang sangat besar. Media baru didefi-nisikan sebagai produk teknologi komunikasi di media massa mendatang bersama-sama dengan komputer digital.

Seperti yang dinyatakan oleh Neuman (di-kutip dalam Croteau & Hoynes, 2003) bahwa media baru akan mengubah arti jarak geografis, peningkatan besar dalam volume komunikasi, memberikan kemungkinan meningkatkan ke-cepatan komunikasi, memberikan kesempatan untuk komunikasi interaktif, memungkinkan bentuk komunikasi yang sebelumnya terpisah untuk tumpang tindih dan interkoneksi. Kelebi-han yang dimilikinya ini membuat media baru cepat menjadi favorit masyarakat. Sesuai den-gan perkembangan pengguna media sosial ini, maka wajar apabila dunia bisnis melirik media sosial, karena di sana banyak berkumpul orang sehingga peluang bisnis untuk menawarkan ba-rang dan jasa terbuka lebar (Aditya, 2013: 14). Kedekatannya dengan banyak orang yang mer-upakan target konsumen dari brand menjadikan media sosial juga menjadi media favorit bagi pe-masar.

Di Indonesia, sebanyak 62% pengguna In-ternet beralih ke media sosial ketika membuat keputusan pembelian. Sebanyak 1 dari 5 penggu-na internet di Indonesia telah berinteraksi den-gan brand atau perusahaan melalui media sosial dalam satu tahun terakhir (Nielsen, 2014). Oleh karena itu, perannya dalam membantu pemasa-ran brand di Indonesia baik brand baru maupun yang sudah dikenal banyak orang dianggap san-gat maksimal

Namun, tidak semua brand yang sukses dalam

memanfaatkan media sosial sebagai medium pe-masaran mereka. Meskipun memiliki peran yang besar dalam mendukung pemasaran brand, pe-manfaatan yang salah akan membawa dampak negatif bagi brand tersebut. Baik dari kesalahan pemilihan medium media sosial, pemilihan buzz-er atau influencer, respon terhadap tanggapan khalayak, maupun pembicaraan negatif seputar brand yang sangat mudah menyebar jika sudah dibicarakan di media sosial.

Terkait dengan pemilihan medium media so-sial, hampir setiap bagian pemasaran di media sosial dapat berintegrasi dengan minimal satu bagian lain, dan pengguna salah satu media so-sial menjadi pengguna media sosial lain. Sangat memungkinkan jika mengundang orang-orang yang berinteraksi di akun Twitter suatu produk untuk bergabung juga di Facebook. Di samp-ing itu, Twitter juga dapat disinergikan dengan YouTube dengan menginformasikan link akun YouTube pada akun Twitter. Jika Twitter ha-nya memuat informasi-informasi singkat men-genai brand, calon konsumen dapat mengenal lebih jauh brand tersebut dengan melihat detail produk, spesifikasi, sampai tutorial penggunaan produk melalui video di YouTube. Facebook se-bagai saluran integrasi yang terbesar (91.0%), diikuti oleh Twitter (83.9%), Linked-In (48.0%), dan YouTube (34.1%) (marketingprofs.com, 2010).

Namun sebelum mengintegrasikan social me-dia tools tersebut, pemasar harus mengerti da-hulu jenis-jenis media sosial dan fungsinya. Ini perlu dimengerti karena berkembangnya media sosial dengan begitu cepat menjadikan medium favorit para pengguna media sosial pun terus berubah, jadi pemasar harus jeli dalam meman-faatkan social media tools yang saat itu banyak penggunanya dan mampu memberikan dampak yang menguntungkan bagi brand.

Selain permasalahan pemahaman fungsi mas-ing-masing media sosial, yang juga harus diper-hatikan dalam menyusun strategi media sosial adalah pengenalan karakteristik produk. Tiap kategori produk pasti memerlukan perlakuan yang berbeda dalam cara memasarkannya, yang paling jelas perbedaannya adalah karakteristik target konsumen produk tersebut dan tahap pen-gambilan keputusan pembelian.

Jika dilihat dari keterlibatan konsumen dalam pembelian, secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu produk dengan proses pengambilan keputusan pembelian melalui high involvement dan low involvement. Konsumen dengan proses pembelian produk melalui high involvement ada-lah konsumen yang memperhatikan dengan teliti setiap fitur yang ada dalam produk tersebut dan biasanya proses pembeliannya membutuhkan waktu yang lama, seperti produk perbankan, elektronik, otomotif, dan appareal. Dasar pem-belian produk adalah loyalitas terhadap produk yang didapat dari hasil evaluasi yang mendalam

Page 3: Media Sosial Terintegrasi dalam Komunikasi Pemasaran Brand ...

110

Vega Karina Andira Putri, Media Sosial Terintegrasi dalam Komunikasi Pemasaran Brand

dan pengalaman penggunaan produk.Sedangkan produk dengan proses pembelian

low involvement cenderung dibeli secara spon-tan dengan proses pembelian yang relatif sing-kat. Pembelian produk biasanya bersifat rutin dan hanya melibatkan resiko yang sangat kecil seperti produk-produk consumer goods. Sehing-ga dasar pembelian tidak membutuhkan pertim-bangan matang seperti produk yang memiliki proses pembelian high involvement, melainkan hanya karena brand familiarity (Kotler, 2000). Karena adanya perbedaan pada proses pengam-bilan keputusan pembelian antar kedua kategori produk tersebut, maka pemasar harus memper-hatikan cara menarik perhatian konsumen agar sampai akhirnya ke tahap pembelian.

Penelitian ini ingin menjawab pertanyaan bagaimanakah pertimbangan dalam social me-dia terintegrasi yang tepat bagi high dan low involvement decision brand disesuaikan dengan tahapan pembentukan perilaku konsumen dan fungsi masing-masing social media tools? Apa-kah brand dengan proses pengambilan keputu-san pembelian konsumen high dan low involve-ment memerlukan penggunaan bentuk integrasi social media yang spesifik?

Media SosialDilihat dari terminologinya, Safko mendefi-

nisikan media sosial sebagai sebuah media yang dipergunakan untuk bersosialiasi. Lewat media sosial, memungkinkan para pengguna untuk bersama-sama saling bertukar, berdiskusi, ber-komunikasi, dan berpartisipasi dalam bentuk in-teraksi sosial serta menciptakan dan memindah-kan konten (Safko, 2009: 169).

Terdapat tiga fakta yang mendukung relevan-si penggunaan media sosial untuk meningkat-kan peluang bisnis (Aditya, 2013: 153). Pertama, penggunaan media sosial tumbuh begitu pesat. Menurut prediksi e-Marketer hanya dalam wak-tu empat tahun, lebih dari 50 persen pengguna Internet menjadi pengunjung rutin media so-sial. Popularitas media sosial terus meningkat. Kedua, jalur pemasaran tradisional menjadi jalur yang penuh resiko untuk mempromosikan brand, karena hubungan yang diciptakan hanya untuk jualan produk tidak lagi dapat diandalkan. Ketiga, media sosial berfokus pada komitmen, komunitas, dan pengaruh. Media sosial memberi setiap orang kemungkinan untuk saling ber-bicara, bertukar pendapat, dan membuang jan-ji-janji iklan. Esensi media sosial adalah jarin-gan orang-orang yang ada di belakangnya yang mampu menjadi agen pemasaran paling efektif dan paling baik.

Implementasi media sosial untuk brand ten-tu harus melalui perencanaan yang jelas dan strategi serta evaluasi yang terukur. Penggu-naan media sosial bagi masing-masing brand tergantung pada brand itu sendiri. Setidaknya ada empat fungsi utama yang dapat dilakukan perusahaan atau brand melalui media sosial

(Aditya, et.al, 2013). Pertama, media pemasa-ran. Penggunaan media sosial dapat dilakukan saat harus melakukan penghematan anggaran pemasaran dengan menciptakan media sendiri seperti Fan Page di Facebook. Potensi jangkau-annya dapat melebihi media cetak konvensional manapun. Kekuatan media sosial sebagai media pemasaran tidak diragukan lagi karena efek vi-ral yang dapat menyebar dengan sangat cepat.

Kedua, bagian komunitas produk. Hampir semua perusahaan yang memanfaatkan media sosial di Indonesia menjadikannya sebagai se-buah komunitas produk, berusaha menjadi akr-ab dengan konsumen dengan tetap menyadari bahwa media sosial bersifat horisontal. Posisi produsen dengan konsumen setara. Media sosial menjadi media virtual tempat berkumpul, berin-teraksi, saling menyapa dan berbagi. Kesamaan ketertarikan menjadikan media sosial sebagai ‘rumah’ bagi sekumpulan orang yang disebut dengan komunitas.

Ketiga, alat sales channel improvement. Con-toh sukses di Indonesia yang menarik adalah Keripik Mak Icih. Dengan memanfatkan media sosial sebagai media pemasaran, perusahaan mampu meraih omset besar. Pada dasarnya yang diterapkan adalah media sosial sebagai platform amplifikator pesan pemasaran, bukan sebagai direct sales channel.

Keempat, saluran pelengkap layanan pe-langgan (customer care). Media sosial memiliki keunggulan yang sangat membantu brand untuk memaksimalkan fungsi layanan kepada pelang-gan. Twitter memiliki fitur keyword searchable, sehingga dengan perangkat sederhana peru-sahaan dapat proaktif mencari permasalahan dan keluhan pelanggan kemudian melakukan segera pendekatan pada konsumen tersebut melalui akun Twitter-nya. Sementara Facebook dilengkapi dengan embedded application untuk layanan pelanggan. Parature merupakan salah satu aplikasi customer care paling popular yang terintegrasi dengan Facebook.

Beberapa praktisi media sosial memaparkan social media tools dengan istilah jenis media sosial. Liana Evans (dalam Aditya et.al, 2013) membagi jenis-jenis media sosial ke dalam enam jenis. Pertama, social news sites. Jenis media so-sial ini memungkinkan pengguna untuk mengi-rimkan berita, informasi, artikel, video, dan foto yang kemudian akan diberikan penilaian (vote like atau dislike) atas informasi tersebut. Seperti Digg.com atau Reddit.com yang merupakan plat-form berita sosial yang mendunia.

Kedua, social networking. Jenis ini yang paling populer di Indonesia, dimulai dari era Friendster, dilanjutkan oleh MySpace, dan sampai sekarang yang paling mendunia adalah Facebook. Walau-pun sejak tahun 2011, Google+ mulai mencoba bersaing, namun jumlah pengguna Facebook di Indonesia masih terbanyak dibanding media so-sial yang lain.

Page 4: Media Sosial Terintegrasi dalam Komunikasi Pemasaran Brand ...

111

Jurnal Komunikasi Indonesia Volume IV, Nomor 2, Oktober 2015

Ketiga, social sharing. Beberapa platform me-dia sosial menfokuskan diri pada fitur berbagai konten. Yang populer antara lain YouTube dan Flickr. Dengan fungsi yang ditonjolkan, peng-guna bisa dengan cepat dikenal di dunia maya selama mereka memiliki konten yang unik dan disukai.

Keempat, blog. Jenis media sosial ini memu-ngkinkan seseorang untuk mengekspresikan di-rinya dalam bentuk artikel ide, pemikiran, dan informasi. Banyak sekali blogger-blogger muda di Indonesia yang menjadi terkenal karena tu-lisan mereka yang menjadi penggagas utama atau panutan bagi orang lain dalam bekerja atau berkarya.

Kelima, microblogging. Jenis media sosial ini disebut microblogging karena keterbatasannya dalam menulis pesan atau informasi yang isinya hanya 140 karakter. Yang menarik dari jejaring sosial ini adalah keterbatasannya yang mem-buat Twitter dapat menggantikan fungsi SMS pada generasi muda saat ini. Mereka sering kali berkomunikasi menggunakan Twitter dan ke-tika ada informasi yang menarik dapat dengan mudah menyebar dengan adanya fitur retweet.

Keenam, forum. Forum menjadi tempat ber-diskusi tentang segala hal mulai dari topik se-hari-hari seperti tempat makan, buku, gad-get, game, otomotif, sepakbola, sampai hal-hal aneh yang mungkin tidak terpikir untuk didi-skusikan. Forum menjadi tempat pertama bagi seseorang untuk mencari informasi dari orang lain yang mungkin lebih ahli di bidang yang di-minati olehnya. Kaskus saat ini menjadi forum di Indonesia dengan jumlah anggota komunitas terbesar.

High & Low Involvement Decision BrandKonsumen dengan proses pembelian produk

high involvement adalah konsumen yang ketika membeli produk tersebut harus memperhatikan dengan teliti setiap fitur yang ada dalam pro-duk tersebut dan biasanya proses pembeliannya membutuhkan waktu yang lama. Untuk high in-volvement decision brand konsumen rela untuk meluangkan waktu dan usaha yang lebih untuk mempertimbangkan berbagai alternatif yang ter-sedia sebelum memutuskan untuk membeli pro-duk tipe ini karena melibatkan sejumlah resiko tertentu yang akan dihadapi oleh konsumen yang bersangkutan, yang terdiri atas resiko finansial, sosial maupun psikologikal (Kertajaya, 2010).

Konsumen low involvement decision brand memiliki motivasi yang rendah untuk mencari informasi lengkap mengenai produk yang ingin dibeli, masih bersedia meluangkan sedikit usa-ha untuk melakukan proses pembelajaran men-genai produk yang bersangkutan, serta proses evaluasi konsumen yang bersangkutan terhadap produk tersebut dilakukan setelah pembelian berlangsung (Kertajaya, 2010). Penting bagi pe-masar untuk memahami posisi konsumennya, bagaimana mereka terlibat terhadap brand da-

lam proses pengambilan keputusan pembelian. Kemudian brand menyesuaikan dengan strategi komunikasi pemasaran yang sesuai sehingga pe-san komunikasi dapat sampai secara maksimal pada target konsumen.

Pemanfaatan Social Media Terintegrasi bagi Pe-masaran High dan Low Involvement Decision Brand

Dilihat dari fungsi beberapa social media tools bagi pemasaran yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagai media pemasaran, media sosial memiliki fungsi yaitu memban-tu promosi produk baru, mempermudah proses jual beli, meyakinkan pelanggan dengan cara menginformasikan dan menggambarkan pro-duk secara audio maupun visual, meningkatkan kepercayaan, serta mengetahui kebutuhan dan keinginan konsumen. Tiap social media tools memiliki fungsi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, brand yang memiliki akun di satu atau be-berapa media sosial merupakan hal yang biasa pada era digital seperti sekarang. Permasalah-annya adalah bagaimana memanfaatkan akun-akun tersebut agar mampu berfungsi secara sinergis. Mengintegrasikan dan menerapkan strategi sosial media merupakan cara yang tepat dalam pemanfaatan media sosial.

Integrasi antara social media tools dapat membantu dalam pemasaran suatu brand kare-na Internet sendiri memudahkan perpindahan antar social media tools dengan mudah dan ce-pat. Informasi yang disampaikan dapat menja-di lebih lengkap diterima dan mempermudah brand untuk meyakinkan konsumen dan calon konsumen untuk melakukan pembelian produk. Di bawah ini bentuk integrasi media sosial yang dapat dilakukan bagi pemasaran brand.

Gambar 1. Integrasi Social Media Bagi Pemasaran BrandSumber : Lutfie (2013).

Page 5: Media Sosial Terintegrasi dalam Komunikasi Pemasaran Brand ...

112

Vega Karina Andira Putri, Media Sosial Terintegrasi dalam Komunikasi Pemasaran Brand

Metode PenelitianPenelitian ini menggunakan pendeatan kuali-

tatif. Dalam menganalisa data, peneliti menggu-nakan analytic comparison dengan metode differ-ence karena yang dicari tahu dari penelitian ini adalah perbedaan pemanfaatan integrasi social media pada high dan low involvement decision brand. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dan observasi.

Wawancara dilakukan secara mendalam den-gan informan ahli. Pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik pur-posive sampling, informan yang dipilih adalah orang-orang yang memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan agar dapat menjamin kualitas data. Kriteria yang ditetapkan adalah pihak yang me-mahami dan merancang komunikasi pemasaran suatu brand yaitu Marketing Manager high dan low involvement decision brand dan pihak yang mengenal fungsi masing-masing social media tools dan bertanggung jawab terhadap pelak-sanaan komunikasi pemasaran suatu brand melalui social media yaitu Koordinator Digital Marketing atau Agensi Digital yang ditunjuk oleh high dan low involvement decision brand.

Selain wawancara, peneliti juga memband-ingkan secara langsung keterangan informan mengenai program kampanye media sosial yang dilakukan oleh brand dengan pelaksanaannya. Cara yang dilakukan adalah dengan mengama-ti akun social media yang digunakan oleh objek penelitian, baik konten maupun tanggapan yang didapat dari pengguna social media.

Hasil PenelitianUntuk brand high involvement, penggunaan

media sosial hanya dimaksimalkan pada saat ada kampanye brand karena sifatnya yang vi-ral. Jika berdiri sendiri, media sosial dianggap

tidak terlalu efektif karena untuk memasarkan produk, brand lebih memilih mengadakan brand activation untuk menciptakan pengalaman kon-sumen akan produk.

Sementara untuk brand low involvement, me-dia sosial dinilai sebagai media paling efektif saat ini untuk menyampaikan pesan pemasaran kepada konsumen. Saat ada maupun tidak ada kampanye, penggunaan media sosial terus dike-lola secara rutin. Konten terubrikasi secara ru-tin diunggah ke akun-akun social media brand.

Berdasarkan empat fungsi social media oleh Aditya, et.al (2013), media sosial berperan dalam membantu penjualan produk dan memaksimal-kan fungsi layanan konsumen bagi brand high involvement decision. Media sosial sangat berper-an pada low involvement decision brand karena memiliki empat fungsi yang disebutkan oleh Adi-tya, et.al (2013), yaitu menjadi media pemasaran untuk produk dan promo baru, menjadi bagian komunitas produk, saluran pelengkap customer care karena dapat mendukung jasa layanan kon-sumen sebelum dan sesudah pembelian, serta alat sales channel improvement karena sifatnya interaktif dan terus diperbaharui dapat meya-kinkan target market untuk menjadi pengguna produk.

Penelitian ini menemukan fungsi baru, pe-manfaatan media sosial pada low involvement decision brand yaitu menjaga ketertarikan kon-sumen terhadap brand dan membantu produk dan kampanye low involvement decision brand mudah diterima oleh konsumen karena sifat so-cial media yang menfasilitasi peran konsumen berubah menjadi prosumer.

High involvement decision brand memanfaat-kan media sosial dalam kategori social network-ing (Facebook) dan micro blogging (Twitter). Sedangkan low involvement decision brand me-

Tabel 1. Pemanfaatan media sosial dengan karakteristik high dan low involvement decision brand

Page 6: Media Sosial Terintegrasi dalam Komunikasi Pemasaran Brand ...

113

Jurnal Komunikasi Indonesia Volume IV, Nomor 2, Oktober 2015

manfaatkan lebih banyak macam social media tools yang termasuk dalam kategori social net-working (Facebook), blog, micro blogging (Twit-ter), dan social sharing (YouTube, Pinterest, Ins-tagram, 8Tracks). Forum online juga sebenarnya dimanfaatkan oleh high dan low involvement decision brand untuk mengkomunikasikan kam-panye brand kepada target kampanye. Selain di forum online, baik high dan low involvement de-cision brand membuat microsite khusus sebagai platform aktivitas kampanye digital.

Karena banyaknya social media tools yang di-manfaatkan oleh low involvement decision brand, dengan fungsi masing-masing akun yang terus berubah tergantung dari kontennya maka sulit ditemukan formulasi media sosial terintegrasi yang low involvement decision brand lakukan bagi komunikasi pemasaran.

Gambar 2. media sosial terintegrasi oleh low involvement

decision brand

Hal ini berbeda dengan high involvement de-cision brand yang hanya memiliki social media tools microsite, Facebook, dan Twitter dengan fungsi dan konten yang tidak berubah maka dapat dilihat formulasi integrasi social media oleh high involvement decision brand adalah sep-erti di bawah ini:

Gambar 3. media sosial terintegrasi oleh high involvement

decision brand

Ardianto (2010) mengatakan bahwa ada imp-likasi bisnis dalam berkembangnya komunitas di Indonesia. Perkembangan era komersialisa-si ini memunculkan berbagai komunitas online yang sarat akan pesan-pesan promosi dan ham-

pir dapat dipastikan bahwa ada berbagai jenis komunitas online untuk hampir setiap produk. High involvement decision brand menyadari bahwa sudah terbentuk fans akan brand mere-ka yang datang dari orang-orang pecinta olahra-ga lari, basket, dan sepakbola. Maka konten di media sosial berisikan informasi-informasi yang bermanfaat bagi para pecinta olahraga tersebut. Dilihat dari social media tools yang dimiliki yai-tu Facebook dan Twitter, high involvement de-cision brand masih menggunakan social media yang sangat umum. High involvement decision brand tidak secara khusus mendekati komuni-tas-komunitas online.

Berbeda dengan low involvement decision brand. Low involvement decision brand men-gaitkan produk dengan berbagai kategori bidang seperti Gadget, Travel, Movie, Music, Food, dan lain sebagainya. Hal ini untuk menjadikan brand selalu dekat dengan target marketnya yang memiliki ketertarikan berbeda-beda. Sejak awal pemilihan pembuatan akun media sosial, low involvement decision brand sudah menyadari komunitas apa yang ingin didekati melalui me-dia sosial. Misalnya dengan konten yang dib-uat terubrikrasi, brand memiliki tujuan dapat memenuhi kebutuhan informasi dan hiburan berbagai komunitas. Seperti dapat dilihat dari rubrikasi yang ditampilkan oleh brand, brand bermaksud mendekatkan diri dengan komunitas pecinta gadget, traveller, pecinta musik, film, dan lain sebagainya. Karena seperti dinyatakan oleh Comm (2010:3), penggunaan media sosial yang berhasil akan mampu menciptakan percaka-pan yang selanjutnya membentuk komunitas dan bahkan lebih dari itu, mampu menciptakan hubungan yang kuat di antara orang-orang yang berpartisipasi hingga akhirnya membentuk loya-litas dan komitmen terhadap brand.

Tabel 2. Pemanfaatan media sosial dalam tahap membangun ketertarikan dan kepercayaan konsumen

Page 7: Media Sosial Terintegrasi dalam Komunikasi Pemasaran Brand ...

114

Vega Karina Andira Putri, Media Sosial Terintegrasi dalam Komunikasi Pemasaran Brand

Tabel 3. Pemanfaatan media sosial dalam tahap membentuk perilaku konsumen

Tabel 4. Pemanfaatan media sosial dalam tahap membentuk evaluasi brand

Diskusi dan KesimpulanBerdasarkan hasil analisa data, terdapat per-

bedaan bentuk integrasi media sosial pada high dan low involvement decision brand. Perbedaan pemanfaatan social media bagi komunikasi pe-masaran brand yang dapat dilihat dari empat aspek. Pertama, proposi penggunaan media konvensional dan media digital. High dan low involvement decision brand sama-sama meman-faatkan media sosial sebagai media komunikasi pemasaran brand, namun ada perbedaan dalam proposi penggunaannya. High involvement de-cision brand masih memaksimalkan anggaran pemasaran pada penyelenggaraan aktivitas off air dan penayangan iklan di media konvensional dibandingkan memanfaatkan media digital. Me-dia digital dimaksimalkan pemanfaatannya saat ada program kampanye. Pentingnya memperoleh

banyak peserta menjadikan high involvement de-cision brand memanfaatkan media yang mampu menciptakan efek viral yang sangat cepat yaitu melalui social media.

Berbeda dengan high involvement decision brand, low involvement decision brand meman-faatkan media sosial baik saat ada program kam-panye maupun saat tidak ada program kampa-nye. Proporsi kampanye di media sosial bahkan mengurangi anggaran untuk media konvension-al, yang fungsinya pun menjadi bergeser hanya sebagai media pendukung media digital.

Kedua, akun social media tools yang dimiliki brand. High involvement decision brand hanya memiliki akun Facebook dan Twitter sebagai aset media sosial, dan memanfaatkan forum online untuk membantu promosi program kampanye. Sedangkan low involvement decision brand se-lain mengikuti forum online juga memiliki akun-akun social media tools yang dikategorikan oleh Liana Evans yaitu social networking (Facebook), blog, micro blogging (Twitter), dan social sharing (YouTube). Bahkan memiliki akun Pinterest, In-stagram, 8Tracks yang walaupun pada teori ti-dak disebutkan dalam kategori-kategori di atas, namun melihat dari karakteristik dan fungsinya dapat masuk dalam kategori social sharing.

Ketiga, konten media sosial. Media sosial dimanfaatkan oleh high involvement decision brand saat ada program kampanye khusus, se-dangkan saat tidak ada kampanye khusus, akun social media diisi dengan topik terkait dengan industri brand namun tidak ada aktivitas digital khusus. Konten diatur oleh global, sehingga re-gional hanya tidak menjalankannya. Oleh kare-na itu, peran agensi digital hanya mengimple-mentasikan penayangan di media saja.

Sedangkan pihak agensi digital low involve-ment decision brand secara rutin mengembang-kan konten yang terubrikasi seperti majalah, sehingga fans brand dapat menikmati berbagai konten seperti musik, film, travel, gadget, food, dan lain-lain. Games online, kuis, dan berbagai aktivitas digital berhadiah menarik terus diber-ikan untuk para fans brand. Dalam satu tahun, brand dapat mengadakan 4 sampai 5 buah akti-vitas digital.

Keempat, kerjasama dengan buzzer. Low in-volvement decision brand melibatkan langsung para aktivis media sosial, baik blogger, artis Twitter dan Instagram, sampai artis film dan penyanyi untuk menyebarkan informasi pro-gram kampanye brand di akun pribadi media sosial mereka. Para buzzer ini dikontrak khusus dengan ketentuan harus aktif mengajak para follower-nya dengan frekuensi buzzing yang su-dah ditetapkan oleh brand. High involvement decision brand memang memiliki brand ambas-sador, namun tidak dikontrak khusus sebagai buzzer sehingga tidak memiliki kewajiban untuk ikut mempromosikan program kampanye brand.

Page 8: Media Sosial Terintegrasi dalam Komunikasi Pemasaran Brand ...

115

Jurnal Komunikasi Indonesia Volume IV, Nomor 2, Oktober 2015

Aditya, A., Irawan, Y, Ridho. (eds). (2013). Social Media Nation, 15 Inspirasi Berjejaring Sosial. Jakarta: Prasetiya Mulya Publish-ing.

Belch, G. E & Belch, M. A. (2012). Advertising & Promotion: An In-tegrated Marketing Communications Perspective. Boston : McGraw-Hill.

Blossom, J. (2009). Content Nation: Surviving and Thriving as Social Media Changes Our Work, Our Lives, and Our Future. India-napolis, IN: Wiley Publishing.

Bogdan, R.C & Biklen, S.K. (2003). Qualitative Research for Educa-tion: An Introduction to Theories and Methods. Fourth Edition. New York: Pearson Education Group.

Cangara, H. (2007). Pengantar Ilmu Komunikasi. Edisi Delapan. Ja-karta: PT Raja Grafindo Persada.

Comm, J. (2010). Twitter Power 2.0. New Jersey: John Wiley & Sons.Creswell, J. W. (2007). Research Design: Qualitative and Quantitative

Approach. Thousand Oaks, California: Sage Publications.Croteau, D. & Hoynes, W. (2003). Media Society : Industries. Images,

and Audience. Third Edition. Thousand Oaks, CA: Pine Forge Press.

Daymon, C & Holloway, I. (2001). Qualitative Research Methods in Public Relations & Marketing Communications. New York: Routledge.

Denzin, N.K. & Lincoln, Y.S. (1994). Handbook of Qualitative Re-search. London: Sage Publications.

Duncan, T. (2005). Principles of Advertising. Second Edition. New York: McGraw-Hill.

Duncan, T & Uowersloot, H. (2008). Integrated Marketing Communi-cations. London: McGraw-Hill Education.

Dwyer, T. (2010). Media Convergence: Issues in Cultural and Media Studies. London: Mc.Graw Hill & Open University.

Evans, D. (2008). Social Media Marketing: An Hour a Day. Indianapo-lis, IN: Wiley Publishing.

Kartajaya, H. (2010). Connect! Surfing New Wave Marketing. Jakar-ta: Gramedia Pustaka Utama.

Kitchen, P. & de Pelsmacker, P. (2004). Integrated Marketing Com-munications: A Primer. New York: Routledge Taylor & Francis Group.

Kotler, P.. (2000). Marketing Managemen. 10th Edition. New Jersey: Prentice Hall.

_______. (2010). Marketing 3.0 : Mulai dari Produk ke Pelanggan ke Human Spirit. Jakarta : Erlangga.

Kotler, P. & Amstrong, G.. (2005). Principles of Marketing. 11th Edition. New Jersey:: Prentice Hall.

Lofland, J & Lofland, L. H. (1984). Analyzing Social Settings: A Guide to Qualitative Observation and Analysis. California: Wad-sworth Publishing Company.

Lutfie, N. (2013). Social Media for Business. Bahan kuliah umum ke-las Marketing Communication, Program Pascasarjana Ma-najemen Komunikasi Universitas Indonesia. Oktober 2013.

Marketing Profs. (2010). In Email Integration,Social Media Tops Mo-bile. Juli 22, 2010.

http://www.marketingprofs.com/charts/2010/3791/in-email-integra-tion-social-media-tops-mobile#ixzz2gFmcx3e1

Mayfield, Antony. (2008). What Is Social Media?. USA: ICrossing.Nielsen Global Survey of Consumer Confidence and Spending Inten-

tions. (2013). BelanjaTeknologiKonsumen Indonesia Terban-yak Ketiga di Dunia. Juli 26, 2013.

http://www.jagatreview.com/2013/07/belanja-teknologi-konsumen-in-donesia-terbanyak-ketiga-di-dunia/

Nielsen (2014). Media Penetration Q1, 2014.Puntoadi, D. (2011). Menciptakan Penjualan melalui Social Media.

Jakarta: Elex Media Komputindo. Safko, L. (2010). The Social Media Bible: The Social Media Bible:

Tactics, Tools, and Strategies for Bussines Success. Second Edition. New Jersey: John Wiley & Sons.

Singh, Shiv & Diamon, Stephanie. (2012). Social Media Marketing For Dummies. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Sweeney, Susan & Craig, Randall. (2011). Social Media for Busi-ness 101 Ways to Grow Your Business Without Wasting Your Time. Canada : Maximum Press.

Tuckwell, K. J. (2008). Integrated Marketing Communication: Stra-tegic Planning Perspectives. Second Edition. New Jersey : Pearson Prentice Hall.

Yin, R.K. (2005). Case Study Research: Design and Methods. Lon-don: Sage Publications.

Selain perbedaan dalam hal pemanfaatan me-dia sosial, penelitian ini juga menemukan adan-ya perbedaan bentuk social media terintegrasi antara high dan low involvement decision brand dalam komunikasi pemasaran. Tahapan yang berbeda pada proses pembentukan perilaku kon-sumen menyebabkan penggunaan integrasi me-dia sosial yang berbeda untuk mencapai tahap-tahap tersebut.

Media sosial berperan dalam pembentukan perilaku konsumen high involvement decision brand hanya saat ada program kampanye. Un-tuk pemasaran produk, brand masih percaya bahwa melalui pengalaman langsung terhadap produk adalah pemasaran yang efektif. Untuk promosi kampanye brand, karena target mar-ketnya umum maka brand hanya menargetkan fans brand yang sudah terbentuk di akun media sosial mereka. Sehingga social media tools yang dimanfaatkan hanya Facebook, Twitter, dan fo-rum online untuk menarik audiens masuk ke mi-crosite kampanye.

Sedangkan karena banyaknya social media tools yang dimanfaatkan oleh low involvement decision brand, dengan fungsi masing-masing akun media sosial yang terus berubah tergan-tung dari konten saat itu, maka sulit ditemukan formulasi social media terintegrasi yang low in-

volvement decision brand lakukan bagi komu-nikasi pemasaran. Integrasi jelas terlihat dari adanya kesamaan konten di tiap akun media sosial. Tiap akun social media high involvement decision brand ikut membantu mempromosikan kampanye digital di akun media sosial yang lain. Masing-masing social media tools saling men-dukung untuk mendapatkan tanggapan dari tar-get audiens sama besarnya dan bersama-sama mensukseskan program kampanye brand mau-pun pemasaran produk.

Formulasi media sosial terintegrasi pada low involvement decision brand hampir tidak ada karena adanya perubahan konten dan aktivasi digital yang sangat cepat. Jika dilihat kembali, permasalahan dalam pemanfaatan media sosial dalam pemasaran brand bukanlah menemukan formulasi media sosial terintegrasi yang tepat, melainkan bagaimana mengelola komunitas online di social media. Setiap kampanye low in-volvement decision brand yang diteliti mendapa-tkan tanggapan positif dari audiens karena ke-berhasilan mereka memasuki tiap komunitas online. Jadi dapat dikatakan, brand yang menge-lola komunitas dengan baik dapat sukses dalam program pemasarannya.

Daftar Pustaka