Tablet Usu

17
 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata atau cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai: a. Zat pengisi, yaitu untuk memperbesar volume tablet. Biasanya yang digunakan Amilum Manihot, Kalsium fosfat, Kalsium Karbonat dan zat lain yang cocok.  b. Zat pengikat, yaitu agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat. Biasanya yang digunakan adalah musilago 10-20%, larutan Metil ce llulosum 5%. c. Zat penghancur, yaitu agar tablet dapat hancur dalam saluran pencernaan. Biasanya yang digunakan Amilum manihot kering, Ge latin, Natrium Alginat. d. Zat p elicin, yaitu agar tablet tidak melekat pada cetakan. Biasanya y ang digunakan Talkum 5%, Magn esium stearat , asam stearat. Menurut Ansel, (1989) berdasarkan penggunaannya tablet diklasifikasikan sebagai berikut : a. Tablet kunyah Tablet ini harus lembut (segera hancur ketika dikunyah) atau mudah melarut dalam mulut. Pengunyahan dapat mempercepat penghancuran tablet dan memberikan keadaan basa untuk garam-garam logam yang digunakan dalam Universitas Sumatera Utara

description

tablet

Transcript of Tablet Usu

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Tablet

    Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata

    atau cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih

    dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi

    sebagai:

    a. Zat pengisi, yaitu untuk memperbesar volume tablet. Biasanya yang

    digunakan Amilum Manihot, Kalsium fosfat, Kalsium Karbonat dan zat lain

    yang cocok.

    b. Zat pengikat, yaitu agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat. Biasanya

    yang digunakan adalah musilago 10-20%, larutan Metil cellulosum 5%.

    c. Zat penghancur, yaitu agar tablet dapat hancur dalam saluran pencernaan.

    Biasanya yang digunakan Amilum manihot kering, Gelatin, Natrium Alginat.

    d. Zat pelicin, yaitu agar tablet tidak melekat pada cetakan. Biasanya yang

    digunakan Talkum 5%, Magnesium stearat, asam stearat.

    Menurut Ansel, (1989) berdasarkan penggunaannya tablet

    diklasifikasikan sebagai berikut :

    a. Tablet kunyah

    Tablet ini harus lembut (segera hancur ketika dikunyah) atau mudah

    melarut dalam mulut. Pengunyahan dapat mempercepat penghancuran tablet dan

    memberikan keadaan basa untuk garam-garam logam yang digunakan dalam

    Universitas Sumatera Utara

  • tablet antasida. Tablet kunyah diberikan pada pasien yang mengalami gangguan

    menelan tablet. Tablet ini digunakan dalam formulasi tablet untuk anak-anak

    (dalam sediaan multivitamin). Sediaan ini juga memungkinkan untuk digunakan

    ditempat yang tidak tersedia air. Contohnya: Acitral, Vitacimin, Promag

    b. Tablet Sublingual

    Tablet yang disisipkan dibawah lidah. Biasanya berbentuk datar,

    ditujukan untuk obat-obat yang diabsorbsi melalui mukosa oral. Cara ini berguna

    untuk penyerapan obat yang rusak oleh cairan lambung dan sedikit sekali

    diabsorpsi oleh saluran pencernaan. Tablet ini dibuat segera melarut untuk

    memberikan efek yang cepat. Contohnya: Bodrexin tablet

    c. Tablet bukal

    Tablet yang disisipkan di pipi. Tablet ini dibuat agar hancur dan melarut

    perlahan-lahan. Contohnya: Promag tablet

    d. Tablet triturat

    Tablet ini bentuknya kecil dan biasanya silinder. Tablet triturat harus cepat

    dan mudah larut seutuhnya didalam air. Contohnya: Supradyn, Bevitram.

    e. Tablet hipodermik

    Tablet ini digunakan melalui bawah kulit, dibuat dari bahan yang mudah

    larut. Contohnya: Andantol, sagalon, Confortin.

    e. Tablet efervesen

    Tablet yang menghasilkan gas, dibuat dengan cara kompresi granul yang

    mengandung garam efervesen atau bahan-bahan lain yang mampu menghasilkan

    gas ketika bercampur dengan air. Misalnya penggabungan logam karbonat atau

    Universitas Sumatera Utara

  • bikarbonat dengan tatrat menghasilkan gas CO2 di dalam air. Tablet bentuk ini

    mempercepat pelarutan sediaan dan meningkatkan rasa, contohnya: tablet CDR,

    Redoxon.

    f. Tablet Sistemik; Per Oral

    Tablet yang bekerja sistemik dapat dibedakan menjadi:

    - yang bekerja short acting (jangka pendek ): dalam satu hari memerlukan

    beberapa kali menelan tablet. Contohnya: Dextamin tablet, Dermasolon.

    - yang bekerja long acting (jangka panjang): dalam satu hari cukup satu kali

    menelan tablet, contohnya: Pharmaton tablet, Hemaviton Formula.

    2.2 Antihistamin-antialergi

    Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah

    penglepasan atau kerja histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk

    menjelaskan antagonis histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini

    digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang bekerja pada reseptor

    histamin H1. Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi,

    yang disebabkan oleh tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab

    alergi), seperti serbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan

    histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.

    Terdapat beberapa jenis antihistamin, yang dikelompokkan berdasarkan

    sasaran kerjanya terhadap reseptor histamin. Antagonis Reseptor Histamin H1

    secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya adalah:

    difenhidramina, loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat

    antihistamin merupakan efek samping dari obat antipsikotik ini), dan prometazina.

    Universitas Sumatera Utara

  • Deksklorfeniramin maleat merupakan suatu antihistamin yang dapat mencegah

    gejala-gejala alergi, yang disebabkan sebagian besar oleh histamin (H1).

    Deksklorfeniramin maleat bekerja dengan menghambat reseptor H1, pada

    pembuluh darah, bronkus, dan berbagai otot polos. Selain itu juga dapat mengatasi

    reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamin

    endogen yang berlebihan.

    Klorfeniramin merupakan antihistamin derivat propilamin.

    Deksklorfeniramin maleat merupakan bentuk dextro isomer, memiliki aktivitas

    2X lipat dibanding klorfeniramin berbentuk rasematnya.

    Obat-obat anti alergi yang bisa dijumpai secara bebas di apotek atau toko

    obat adalah golongan antihistamin. Obat ini bekerja dengan cara memblokir

    reseptor histamin sehingga histamin tidak bisa bekerja lagi menyebabkan reaksi-

    reaksi alergi. Obat ini hanya bisa menyembuhkan gejala alergi, tetapi tidak bisa

    menyembuhkan alergi. Artinya, walaupun sekarang sudah hilang gatal-gatalnya,

    tetapi jika suatu saat terjadi kontak lagi dengan alergen, maka reaksi alergi bisa

    timbul lagi. Obat antihistamin yang paling banyak digunakan adalah

    klorfeniramin maleas atau CTM (chlor tri methon). Obat ini bisa diperoleh dalam

    bentuk tunggal atau kombinasi dengan obat-obat lain. Pada komposisi obat flu

    atau obat batuk, sering sekali dijumpai adanya CTM, mungkin karena sebagian

    kejadian flu atau batuk dapat dipicu oleh reaksi alergi. Obat antihistamin lain

    adalah : prometazin, difenhidramin, dan deksklorfeniramin. Obat-obat ini

    termasuk antihistamin generasi pertama yang memiliki efek samping mengantuk.

    Karena itu, jika menggunakan obat-obat ini sebaiknya tidak mengemudi atau

    Universitas Sumatera Utara

  • menjalankan mesin-mesin berat. Obat ini dapat dibeli secara bebas di apotek atau

    toko obat. Antihistamin generasi yang lebih baru adalah antihistamin yang tidak

    berefek sedatif (mengantuk), contohnya : loratadin, terfenadin, triprolidin,

    setirizin, dan ketotifen. Obat-obat ini biasanya harus diperoleh dengan resep

    dokter.

    Semua obat-obat antihistamin ini aksinya mirip satu sama lain, tetapi

    berbeda lama aksinya. Loratadin dan terfenadin misalnya, lama aksinya lebih dari

    12 jam, sehingga cukup diminum sehari sekali atau dua kali, sedangkan

    prometazin dan difenhidramin aksinya hanya 4-6 jam, sehingga harus diminum 3-

    4 kali sehari. Obat-obat antihistamin bisa diperoleh dalam bentuk tablet, sirup,

    atau salep. Penggunaannya disesuaikan dengan macam alerginya dan kemudahan

    pasien menggunakannya. Jika reaksi alerginya hanya bersifat lokal di permukaan

    kulit, penggunaan salep cukup efektif. Tetapi jika reaksinya luas di seluruh tubuh,

    penggunaan obat per-oral (yang diminum) lebih disarankan(Zulliesikawati, 2010).

    2.3 Evaluasi tablet

    Untuk menjamin mutu tablet maka dilakukan beberapa pengujian yaitu

    sebagai berikut:

    a. Uji keseragaman bobot

    Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot. Keseragaman bobot ini

    ditetapkan untuk menjamin keseragaman bobot tiap tablet yang dibuat. Tablet-

    tablet yang bobotnya seragam diharapkan akan memiliki kandungan bahan obat

    yang sama, sehingga akan mempunyai efek terapi yang sama. Keseragaman bobot

    Universitas Sumatera Utara

  • dapat ditetapkan sebagai berikut: ditimbang 20 tablet, lalu dihitung bobot rata-rata

    tiap tablet. Kemudian timbang tablet satu persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet

    bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari yang ditetapkan pada

    kolom A dan tidak boleh satu tablet pun bobotnya menyimpang dari rata-rata

    lebih besar dari yang ditetapkan pada kolom B. jika perlu gunakan 10 tablet yang

    lain dan tidak satu tablet yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-

    rata yang ditetapkan dalam kolom A maupun kolom B (Dirjen POM,1979).

    Tabel 1 : Penyimpangan bobot rata-rata

    Bobot rata-

    rata

    Penyimpangan bobot rata-rata dalam %

    A B

    25 mg atau

    kurang

    15% 30%

    26 mg sampai

    dengan 150 mg

    10% 20%

    151 sampai

    dengan 300 mg

    7,5% 15%

    Lebih dari 300

    mg

    5% 10%

    Universitas Sumatera Utara

  • b. Uji kekerasan

    Kekerasan tablet dan ketebalannya berhubungan dengan isi die dan gaya

    kompresi yang diberikan. Bila tekanan ditambahkan, maka kekerasan tablet

    meningkat sedangkan ketebalan tablet berkurang. Selain itu metode granulasi juga

    menentukan kekerasan tablet. Umumnya kekuatan tablet berkisar 4 - 8 kg, bobot

    tersebut dianggap sebagai batas minimum untuk menghasilkan tablet yang

    memuaskan. Alat yang di gunakan untuk uji ini adalah hardness tester, alat ini

    diharapkan dapat mengukur berat yang diperlukan untuk memecahkan tablet

    (Lachman,1994).

    c. Uji keregasan

    Cara lain untuk menentukan kekuatan tablet ialah dengan mengukur

    keregasannya. Gesekan dan goncangan merupakan penyebab tablet menjadi

    hancur. Untuk menguji keregasan tablet digunakan alat Roche friabilator.

    Sebelum tablet dimasukkan ke alat friabilator, tablet ditimbang terlebih dahulu.

    Kemudian tablet dimasukkan kedalam alat, lalu alat dioperasikan selama empat

    menit atau 100 kali putaran. Tablet ditimbang kembali dan dibandingkan dengan

    berat mula-mula. Selisih berat dihitung sebagai keregasan tablet. Persyaratan

    keregasan harus lebih kecil dari 0,8 %(Ansel,1989).

    d. Uji waktu hancur

    Peralatan uji waktu hancur terdiri dari rak keranjang yang mempunyai enam

    lubang yang terletak vertikal diatas ayakan mesh nomor 10 selama percobaan,

    tablet diletakkan pada tiap lubang keranjang. Kemudian keranjang tersebut

    bergerak naik turun pada larutan transparan dengan kecepatan 29 32 putaran

    Universitas Sumatera Utara

  • permenit. Interval waktu hancur adalah 5 30 menit. Tablet dikatakan hancur bila

    bentuk sisa tablet (kecuali bagian penyalut) merupakan massa dengan inti yang

    tidak jelas(Ansel,1989).

    e. Uji penetapan kadar zat berkhasiat

    Uji penetapan kadar berkhasiat dilakukan untuk mengetahui apakah tablet

    tersebut memenuhi syarat sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut tidak

    memenuhi syarat maka obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang baik dan

    tidak layak dikonsumsi. Uji penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan

    cara-cara yang sesuai pada masing-masing monografi antara lain di Farmakope

    Indonesia Edisi IV 1995.

    f. Uji disolusi

    Obat yang telah memenuhi persyaratan kekerasan, waktu hancur, keregasan,

    keseragaman bobot, dan penetapan kadar, belum dapat menjamin bahwa suatu

    obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus dilakukan pada setiap

    produksi tablet. Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk

    padat kedalam larutan pada suatu medium. Disolusi menunjukan jumlah bahan

    obat yang terlarut dalam waktu tertentu. Disolusi menggambarkan efek obat

    secara invitro, jika disolusi memenuhi syarat maka diharapkan obat akan

    memberikan khasiat secara invivo.

    2.4 Kromatografi

    Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia

    Michael Tsweet pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam

    tanaman dengan cara perkolasi esktrak petroleum eter dalam kolom gelas yang

    Universitas Sumatera Utara

  • berisi kalsium karbonat (CaCo3). Saat ini kromatografi merupakan teknik

    pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia

    analisis dan dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis, baik analisis kualitatif,

    kuantitatif, atau preparative dalam bidang farmasi, lingkungan, industri, dan

    sebagainya. Kromatografi suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam

    (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase)(Rohman, 2007).

    Jenis kromatografi yang bermanfaat dalam analisa kualitatif dan kuantitatif

    yang digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian Farmakope Indonesia

    adalah kromatografi Kolom, Kromatografi Gas, Kromatografi Kertas,

    Kromatografi Lapis Tipis dan KCKT.

    2.4.1 Kromatografi Kolom

    Kromatografi kolom terbagi atas kromatografi kolom adsorpsi dan

    kromatografi kolom partisi. Pada kromatografi kolom adsorpsi zat uji dilarutkan

    dalam sejumlah kecil pelarut, dituangkan kedalam kolom dan dibiarkan mengalir

    kedalam penjerap, sedangkan pada kromatografi kolom partisi, zat yang harus

    dipisahkan terbagi antara dua cairan yang tidak saling bercampur. Salah satu

    campuran. Salah satu cairan, yaitu fase diam, umumnya diadsorpsikan pada

    penyangga padat.

    2.4.2 Kromatografi Kertas

    Pada kromatografi kertas sebagai penjerap digunakan sehelai kertas dengan

    susunan serabut dan tebal yang sesuai. Sebagai alternatif dapat juga digunakan

    sistem dua fase. Kertas diimpregnasi dengan salah satu fase yang kemudian

    Universitas Sumatera Utara

  • menjadi fase diam (umumnya fase yang lebih polar dalam hal kertas yang

    dimodifikasi). Kromatogram dilakukan dengan merambatkan fase gerak, melalui

    kertas. Dapat dilakukan kromatografi menaik, pelarut merambat naik pada kertas

    ditarik oleh gaya kapiler ataupun kromatografi menurun, pelarutnya mengalir

    oleh gaya gravitasi.

    2.4.3 Kromatografi Lapis Tipis

    Pada KLT, zat penjerap merupakan lapis tipis serbuk halus yang dilapiskan pada

    lempeng kaca. Plastik atau logam secara merata, umumnya digunakan lempeng

    kaca. Pemisahan yang tercapai dapat didasarkan pada adsorpsi, partisi atau

    kombinasi dari kedua efek, tergantung jenis penyangga, cara pembuatan, dan jenis

    pelarut yang digunakan. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan

    bercak dengan harga Rf yang identik dan ukuran yang hamper sama. Dengan

    menotolkan zat uji dan baku pembanding pada lempeng yang sama. Bercak dapat

    dikerok dari lempeng, kemudian diekstraksi dengan pelarut yang sesuai dan

    diukur secara spektrofotometri.

    2.5 Pembagian Kromatografi

    Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pada

    pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi

    dapat dibedakan menjadi: (a) kromatografi adsorpsi; (b) kromatografi partisi; (c)

    kromatografi pasangan ion; (d) kromatografi penukar ion; (e) kromatografi

    eksklusi ukuran; (f) kromatografi afinitas.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.5.1 Kromatografi Adsorpsi

    Adsorpsi merupakan penyerapan pada permukaannya saja dan jangan

    sekali-kali dikacaukan dengan proses absorpsi yang berarti penyerapan

    keseluruhan. Adsorpsi pada permukaan melibatkan interaksi-interaksi

    elektrostatik seperti ikatan hidrogen, penarikan dipol-dipol, dan penarikan yang

    diinduksi oleh dipole. Silika gel merupakan jenis absorben (fase diam) yang

    penggunaannya paling luas. Permukaan silika gel terdiri atas gugus Si-O-Si dan

    gugus silanol (Si-OH).

    2.5.2 Kromatografi Partisi

    Partisi merupakan analog dengan ekstraksi pelarut. Fase diam diikatkan

    pada padatan lapis tipis yang lembam (inert). Karena fase diam cair diikatkan

    pada padatan pendukung maka masih diperdebatkan apakah proses adsorpsinya

    merupakan partisi murni atau partisi yang dimodifikasi karena absorpsi juga

    mungkin terjadi(Rohman,2007).

    Cara ini didasarkan pada partisi linarut antara dua pelarut yang tak

    bercampur, salah satunya diam (fase diam) dan yang lainnya bergerak (fase

    gerak). Pada tahap awal KC, fase diam dibuat dengan cara yang sama seperti

    membuat penyangga kromatografi gas(Johnson, Stevenson,1991).

    2.5.3 Pertukaran Ion

    Cara ini didasarkan pada pertukaran (penjerapan) ion antara fase gerak dan

    titik ion pada kemasan. Banyak dammar diperoleh dari kopolimer stirena

    divinilbenzena yang telah ditambahi gugus fungsi. Dammar jenis asam sulfonat

    dan jenis amin kuartener merupakan pilihan terbaik untuk sebagian besar

    Universitas Sumatera Utara

  • pemakaian. Baik fase terikat maupun dammar telah digunakan. Cara tersebut

    banyak dipakai dalam ilmu hayat, contohnya pemisahan asam amino, dan dapat

    pula dipakai untuk pemisahan kation dan anion (Jonhson, Stevenson,1991)

    2.5.4 Kromatografi Eksklusi

    Eksklusi berbeda dari mekanisme sorpsi yang lain, yakni dalam eksklusi

    tidak ada interaksi spesifik antara solute dengan fase diam. Teknik ini unik karena

    dalam pemisahan didasarkan pada ukuran molekul dari zat padat pengepak (fase

    diam). Pengepak adalah suatu gel dengan permukaan berlubang-lubang sangat

    kecil (porous) yang inert. Sebagai fase gerak digunakan cairan. Kromatografi

    jenis ini sangat dipengaruhi oleh perbedaan bentuk struktur dan ukuran molekul

    (Rohman,2007)

    .

    2.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

    Kromatografi cair kinerja tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut

    dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada

    akhir tahun 1960an dan awal tahun 1970an. Saat ini, KCKT merupakan teknik

    pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa

    tertentu dalam suatu sampel tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam

    nukleat, dan protein-protein dalam cairan fisiologis; menentukan kadar senyawa-

    senyawa aktif obat, produk hasil samping proses sintesis, atau produk-produk

    degradasi dalam sediaan farmasi( Rohman, 2007).

    Universitas Sumatera Utara

  • Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok

    yaitu : (1) wadah fase gerak, (2) sistem penghantaran fase gerak, (3) alat untuk

    memasukkan sampel, (4) kolom, (5) detektor, (6) wadah penampung buangan fase

    gerak, (7) tabung penghubung, dan (8) suatu computer atau integrator atau

    perekam.

    2.6.1 Pompa

    fase gerak dalam KCKT sudah tentu cair, dan untuk menggerakkannya

    melalui kolom diperlukan alat. Ada dua jenis utama pompa yang digunakan :

    tekanan-tetap dan pendesakan-tetap. Pompa pendesakan tetap dapat dibagi

    menjadi pompa torak dan pompa semprit. Pompa torak menghasilkan aliran yang

    berdenyut, jadi memerlukan peredam denyut atau peredam elektronik untuk

    menghasilkan garis alas detector yang stabil jika detector peka terhadap aliran.

    Kelebihan utamanya tidak terbatas. Pompa semprit menghasilkan aliran yang tak

    berdenyut, tetapi tandonnya terbatas(Johnson, Stevenson 1991).

    2.6.2 Kolom

    Kolom merupakan jantung kromatografi, keberhasilan atau kegagalan

    analisis bergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Dianjurkan

    untuk memasang penyaring 2 m di jalur antara penyuntik dan kolom, untuk

    menahan partikel yang dibawa fase gerak dan cuplikan. Hal ini dapat

    memperpanjang umur kolom(Munson, 1991).

    2.6.3 Wadah Fase Gerak pada KCKT

    Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong

    ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah fase

    Universitas Sumatera Utara

  • gerak biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase

    gerak sebelum digunakan dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada

    fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di

    pompa detektor sehingga akan mengacaukan analisis.(Rohman, 2007)

    2.6.4 Fase Gerak pada KCKT

    Pada kromatografi cair, susunan pelarut atau fase gerak merupakan salah

    satu peubah yang mempengaruhi pemisahan. Berbagai macam pelarut dipakai

    dalam semua ragam KCKT, tetapi ada beberapa sifat yang diinginkan yang

    berlaku umum. Fase gerak haruslah : (a) murni, tanpa cemaran; (b) tidak bereaksi

    dengan kemasan; (c) sesuai dengan detektor; (d) dapat melarutkan cuplikan; (e)

    mempunyai viskositas rendah; (f) memungkinkan memperoleh kembali cuplikan

    dengan mudah, jika diperlukan; (g) harganya wajar ( Johnson & Stevenson,1991).

    2.6.5 Detektor

    Detektor harus memberi tanggapan pada cuplikan, tanggapan yang dapat

    diramal, peka, hasil yang efisien dan tidak terpengaruh oleh perubahan suhu atau

    komposisi fase gerak. Detektor yang dipakai pada KCKT biasanya adalah UV 254

    nm. Bila tanggapan detektor lebih lambat dari elusi sample timbullah pelebaran

    pita yang memperburuk pemisahan. Pemilihan detektor KCKT tergantung pada

    sifat sample, fase gerak dan kepekaan yang tinggi dicapai.

    2.6.6 Perekam

    Perekam merupakan salah satu dari bagian peralatan yang berfungsi untuk

    merekam atau menunjukkan hasil pemeriksaan suatu senyawa berupa peak

    (puncak). Dari daftar tersebut secara kualitatif kita dapat menentukan atau

    Universitas Sumatera Utara

  • mengetahui senyawa apa yang diperiksa, luas dan tinggi puncak berbanding lurus

    dengan konsentrasi. Dari data ini dapat pula dipakai untuk memperoleh secara

    kuantitatif. Sebagai perekam biasanya dipakai bersama-sama dengan

    integrator(Munson, 1991).

    2.7 Deksklorfeniramin Maleat

    2.7.1 Sifat Fisika Kimia

    Nama kimia : (+)-2-[p-Kloro -[(Dimetilamino)etil]benzil] piridina

    maleat

    Rumus molekul : C16H19ClN2. C4H4O6

    Berat molekul : 390,87

    Pemerian : Serbuk hablur putih tidak berbau

    Susut pengeringan : Lakukan pengeringan pada suhu 65oC selama 4 jam

    sebelum digunakan.

    pKb : 4-5

    Kelarutan : Mudah larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam

    kloroform, sukar larut dalam benzene dan dalam eter

    Aqueous acid 265 nm : A 320a

    Aqueous alkali 262 nm : A 205a.

    Universitas Sumatera Utara

  • Deksklorfeniramin Maleat mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak

    lebih dari 100,5% C16H19ClN2. C4H4O6, dihitung terhadap zat yang telah

    dikeringkan(Ditjen POM,1995).

    2.7.2 Mekanisme Kerja

    Memblokir reseptor-H1 dengan menyaingi histamine pada reseptornya

    diotot licin dinding pembuluh dan dengan demikian menghindarkan timbulnya

    reaksi alergi. Khasiat lainnya menciutkan bronchi, saluran cerna, kandung kemih

    dan rahim(Tjay dan Rahardja, 2002).

    Obat yang menentang kerja histamin pada H1 reseptor histamin berguna

    dalam menekan alergi yang disebabkan oleh timbulnya simptom karena

    histamin(ISO, 2007).

    2.7.3 Farmakokinetik Deksklorfeniramin Maleat

    Proses mulai dari masuknya obat ke dalam tubuh sampai dikeluarkan

    kembali disebut farmakokinetik. Termasuk dalam proses farmakokinetik ialah

    absorpsi, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi obat. Untuk menghasilkan efek,

    sesuatu obat harus terdapat dalam kadar yang tepat pada tempat obat itu bekerja

    ( Sutomo,1991).

    Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diapsorsi secara baik.

    Efeknya timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan dan maksimal 1-2 jam.

    Lama kerja AH1 setelah pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6 jam. Kadar

    tertinggi terdapat pada paru-paru, sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot dan

    kulit kadarnya lebih rendah( Udin, S, 1987).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.7.4 Efek samping

    Efek samping yang umum terjadi adalah sedasi (2-50% kasus). Efek sedasi

    ini bersifat individual, tergantung pada individu, dosis, dan jenis antihistamin

    yang diberikan. Efek samping lain berupa perasaan lemas dan pusing. Jarang-

    jarang dapat pula terjadi gejala stimulasi SSP (gelisah, gugup, insomnia), gejala

    efek antikolinergik berupa retensi urin (terutama pada orang tua), palpitasi, mulut

    kering, dan konstipasi. Umumnya efek samping ini timbul pada dosis tinggi

    (Sjamsuir,1991).

    2.8 Metode Penetapan Deksklorfeniramin maleat

    2.8.1 Secara Spektrofotometri UV

    Spektrum serapan ultraviolet larutan 0,002% b/v dalam asam sulfat 0,1 N

    setebal 2 cm pada daerah panjang delombang antara 230 nm dan 350 nm menun-

    jukkan maksimum hanya pada 265 nm.

    2.8.2 Secara Volumetri

    Pada titrasi bebas air-basa penetapan kadar deksklorfeiramin maleat

    menggunakan pelarut asam asetat dan pentiter asam perklorat. Asam asetat

    merupakan penerima proton yang sangat lemah sehingga tidak berkompetisi

    secara efektif dengan basa-basa lemah dalam hal menerima proton. Asam

    perklorat dalam larutan asam asetat merupakan asam yang paling kuat diantara

    asam-asam umum yang digunakan untuk titrasi basa lemah dalam medium bebas

    air. Dalam TBA biasanya ditambah dengan asam asetat anhidra dengan tujuan

    untuk menghilangkan air yang ada dalam asam perklorat(Rohman, 2007)

    Universitas Sumatera Utara